Minggu, 08 Juni 2025

Bahan Ajar PPKn 10-7: Wawasan Nusantara

Bahan Ajar PPKn

Wawasan Nusantara

Pilar Geopolitik dan Integrasi Nasional dalam Bingkai NKRI


Alihkan ke: Capaian Pembelajaran PPKn.


Abstrak

Artikel ini membahas secara komprehensif tentang Wawasan Nusantara sebagai pilar geopolitik dan integrasi nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konsep Wawasan Nusantara tidak hanya dipahami sebagai cara pandang terhadap kesatuan wilayah, tetapi juga sebagai paradigma kebangsaan yang menyatukan seluruh komponen bangsa Indonesia di tengah keragaman budaya, etnis, dan geografis. Pembahasan artikel ini mencakup pengertian dan dasar filosofis-historis Wawasan Nusantara, perannya dalam menjaga keutuhan NKRI, serta implementasinya dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Artikel ini juga mengidentifikasi tantangan-tantangan aktual yang dihadapi, seperti radikalisme, ketimpangan pembangunan, dan pengaruh globalisasi, serta mengusulkan strategi penguatan Wawasan Nusantara di era digital, termasuk melalui pendidikan, literasi digital, dan penguatan identitas nasional. Melalui pendekatan edukatif dan partisipatif, Wawasan Nusantara dapat terus diaktualisasikan sebagai nilai hidup yang membentuk warga negara yang toleran, sadar geopolitik, dan berkontribusi aktif dalam menjaga integrasi bangsa.

Kata Kunci: Wawasan Nusantara, Geopolitik Indonesia, Integrasi Nasional, NKRI, Pendidikan Kewarganegaraan, Bela Negara, Literasi Digital, Identitas Nasional.


PEMBAHASAN

Wawasan Nusantara sebagai Pilar Geopolitik dan Integrasi Nasional dalam Bingkai NKRI


1.           Pendahuluan

Wawasan Nusantara merupakan salah satu konsep geopolitik khas Indonesia yang lahir dari kenyataan objektif sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan latar belakang sosial, budaya, serta sejarah perjuangan bangsa yang kompleks dan majemuk. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Wawasan Nusantara berfungsi sebagai cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ia menuntun cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tercipta persatuan nasional yang utuh dan berkelanjutan¹.

Pentingnya pemahaman terhadap Wawasan Nusantara di kalangan generasi muda menjadi semakin mendesak pada era globalisasi yang ditandai dengan penetrasi budaya luar, perkembangan teknologi informasi, serta dinamika sosial politik yang berpotensi mengikis rasa kebangsaan dan semangat nasionalisme. Di tengah tantangan disintegrasi, radikalisme, dan ketimpangan pembangunan antar wilayah, Wawasan Nusantara menjadi pijakan fundamental dalam membangun kesadaran kolektif terhadap pentingnya menjaga keutuhan wilayah, identitas nasional, dan semangat gotong royong².

Sejarah telah menunjukkan bahwa keberhasilan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan membangun negara tidak terlepas dari adanya pemahaman akan pentingnya persatuan di tengah keberagaman. Konsep Wawasan Nusantara bukan hanya sebagai pendekatan geopolitik semata, tetapi juga sebagai doktrin yang mengintegrasikan aspek ideologis, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan secara menyeluruh. Oleh karena itu, Wawasan Nusantara harus terus ditanamkan dan diinternalisasi, terutama melalui jalur pendidikan sebagai alat strategis untuk membentuk karakter kebangsaan dan loyalitas terhadap NKRI³.

Dalam artikel ini, akan dibahas secara sistematis mengenai pengertian, dimensi, serta relevansi Wawasan Nusantara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk tantangan dan strategi penguatan nilai-nilai tersebut di era kontemporer. Diharapkan melalui kajian ini, peserta didik tidak hanya mampu menginterpretasikan Wawasan Nusantara sebagai konsep teoritis, tetapi juga menghayatinya sebagai panduan sikap dalam berkontribusi menjaga keutuhan NKRI.


Footnotes

[1]                Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Bela Negara dalam Perspektif Wawasan Kebangsaan (Jakarta: Pustekkom Kemhan, 2015), 24.

[2]                M. Syafi’i Anwar, “Wawasan Kebangsaan di Tengah Tantangan Radikalisme,” dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol. 10, no. 2 (2021): 122.

[3]                Departemen Pendidikan Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA dan MA Kelas X (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2009), 35.


2.           Pengertian dan Konsep Dasar Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara secara etimologis berasal dari kata "wawasan" yang berarti cara pandang atau perspektif, dan "nusantara" yang merujuk pada keseluruhan wilayah kepulauan Indonesia. Dengan demikian, Wawasan Nusantara dapat dimaknai sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dalam bingkai kesatuan wilayah nasional serta dalam upaya mewujudkan tujuan nasional¹. Konsep ini bukan sekadar wacana geopolitik, tetapi merupakan panduan normatif yang menyatukan seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari aspek ideologis hingga praktis.

Secara konseptual, Wawasan Nusantara ditetapkan sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan strategis, dengan menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah negara sebagai prioritas dalam penyelenggaraan kehidupan nasional. Dalam dokumen resmi Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999, Wawasan Nusantara ditegaskan sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia yang mengutamakan kesatuan wilayah serta menghargai keberagaman dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945².

Dalam perspektif geopolitik, Wawasan Nusantara merupakan doktrin negara kepulauan yang mengintegrasikan seluruh wilayah Indonesia, baik daratan maupun lautan, sebagai satu kesatuan utuh. Hal ini berbeda dengan konsep geopolitik negara-negara kontinental yang cenderung berfokus pada daratan. Oleh sebab itu, Indonesia mengembangkan konsep “Archipelagic State” (Negara Kepulauan) yang kemudian diakui secara internasional melalui Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982. Konsep ini menunjukkan bahwa laut bukanlah pemisah antar pulau, melainkan penghubung dan pengikat integrasi nasional³.

Wawasan Nusantara juga memiliki empat aspek dasar:

1)                  Asas: Meliputi kepentingan nasional yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan.

2)                  Kedudukan: Sebagai wawasan nasional dan geopolitik bangsa Indonesia.

3)                  Fungsi: Menjadi pedoman, motivasi, dan orientasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4)                  Tujuan: Untuk mewujudkan nasionalisme yang tinggi serta menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI⁴.

Keseluruhan aspek ini menjadikan Wawasan Nusantara bukan hanya sebagai kerangka berpikir dalam merespons tantangan internal dan eksternal bangsa, tetapi juga sebagai alat pemersatu yang menegaskan pentingnya kohesi sosial dan sinergi antar elemen bangsa. Pendidikan PPKn di tingkat SLTA harus mampu membumikan konsep ini dalam bentuk pengalaman belajar yang menumbuhkan rasa cinta tanah air, tanggung jawab kebangsaan, serta kesadaran geopolitik dan geostrategis di kalangan generasi muda.


Footnotes

[1]                Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 78.

[2]                Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 1999), 15.

[3]                I Made Andi Arsana, “Wawasan Nusantara dalam Perspektif Geopolitik Negara Kepulauan,” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 17, no. 1 (2013): 35–36.

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 52.


3.           Latar Belakang Historis dan Filosofis

Konsep Wawasan Nusantara tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan tumbuh dari dinamika sejarah dan pemikiran filosofis bangsa Indonesia yang panjang, yang berakar pada perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta mewujudkan cita-cita nasional. Latar belakang historisnya bermula dari kesadaran kolektif bangsa Indonesia terhadap pentingnya persatuan dalam menghadapi kolonialisme yang memecah belah wilayah dan masyarakat. Keberhasilan Sumpah Pemuda tahun 1928, yang menegaskan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, menjadi tonggak awal munculnya semangat kebangsaan yang terintegrasi secara nasional¹.

Pada masa revolusi kemerdekaan, kesadaran akan keutuhan wilayah nusantara semakin menguat seiring dengan penetapan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sidang BPUPKI dan PPKI. Para pendiri bangsa menolak bentuk negara federal yang dapat memecah belah Indonesia, dan memilih bentuk negara kesatuan sebagai wujud komitmen terhadap persatuan nasional. Hal ini ditegaskan dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (1) yang menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik"².

Secara filosofis, Wawasan Nusantara berakar pada nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial menjadi landasan etik bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menghormati keberagaman namun tetap menjunjung tinggi kesatuan. Dalam kerangka ini, Wawasan Nusantara menjadi manifestasi konkret dari sila ketiga, yaitu “Persatuan Indonesia,” yang menekankan pentingnya menjaga keutuhan bangsa di tengah pluralitas etnis, budaya, agama, dan bahasa³.

Pandangan filosofis ini juga tercermin dalam konsepsi kosmologis masyarakat Nusantara yang secara tradisional menganggap laut sebagai penghubung, bukan pemisah. Sebelum datangnya kolonialisme, kerajaan-kerajaan maritim seperti Sriwijaya dan Majapahit telah menunjukkan model integrasi wilayah berbasis laut, yang mempersatukan berbagai pulau di bawah satu entitas politik. Warisan historis ini memperkuat legitimasi bahwa Indonesia secara alami adalah satu kesatuan wilayah yang tak terpisahkan⁴.

Oleh karena itu, Wawasan Nusantara bukan semata-mata produk hukum atau kebijakan negara, melainkan lahir dari pengalaman historis bangsa serta kesadaran filosofis akan pentingnya kesatuan dalam keberagaman. Pemahaman terhadap akar historis dan filosofis ini penting untuk menanamkan nilai-nilai Wawasan Nusantara secara mendalam, agar generasi muda tidak hanya memahami konsepnya secara teoritis, tetapi juga menginternalisasi maknanya sebagai bagian dari identitas kebangsaan.


Footnotes

[1]                Nugroho Notosusanto dan A.B. Kusuma, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1993), 156–158.

[2]                Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 Ayat (1).

[3]                Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2013), 102.

[4]                Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), 55–56.


4.           Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia

Secara substansial, Wawasan Nusantara merupakan doktrin geopolitik khas Indonesia yang dirumuskan berdasarkan kondisi geografis, sosial-budaya, serta aspirasi politik nasional dalam membangun dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, posisi Indonesia sangat strategis, baik secara regional maupun global. Letaknya di antara dua benua (Asia dan Australia) serta dua samudra (Hindia dan Pasifik) menjadikan Indonesia sebagai jalur persilangan perdagangan internasional sekaligus arena geopolitik yang sangat dinamis¹.

Dalam konteks ini, Wawasan Nusantara diartikulasikan sebagai cara pandang geopolitik Indonesia yang memandang seluruh wilayah tanah air, termasuk daratan dan lautan, sebagai satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, laut tidak dipandang sebagai pemisah, melainkan sebagai pemersatu dan penghubung antarwilayah. Perspektif ini berbeda secara fundamental dari cara pandang geopolitik kontinental yang lebih berfokus pada dominasi daratan².

Secara historis, konsepsi geopolitik Indonesia melalui Wawasan Nusantara mulai mendapat artikulasi teoretis dan politis sejak era Orde Baru, yang mengadaptasi pemikiran geopolitik klasik namun disesuaikan dengan kondisi geostrategis Indonesia. Salah satu tokoh penting dalam perumusan wawasan ini adalah Prof. Dr. Wan Usman, yang menekankan bahwa Wawasan Nusantara merupakan geopolitik Indonesia yang dilandasi oleh Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional³. Wawasan ini bukan hanya sebagai strategi pertahanan, tetapi juga sebagai dasar dalam menentukan arah pembangunan nasional, hubungan antarwilayah, serta penguatan integrasi bangsa.

Dalam kerangka geopolitik nasional, Wawasan Nusantara mengandung tiga dimensi utama:

1)                  Kesatuan Wilayah

Bahwa wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote merupakan satu kesatuan geografis dan strategis yang tidak boleh dipisahkan secara sosial-politik maupun ekonomi.

2)                  Kesatuan Politik

Bahwa seluruh komponen bangsa harus tunduk pada konstitusi negara dan bersatu di bawah sistem politik demokrasi yang menjunjung keadilan sosial.

3)                  Kesatuan Pertahanan dan Keamanan

Bahwa stabilitas nasional hanya dapat diwujudkan apabila seluruh wilayah Indonesia terlindungi secara merata oleh sistem pertahanan negara yang terpadu dan solid⁴.

Geopolitik Indonesia melalui Wawasan Nusantara juga telah memperoleh legitimasi internasional melalui ratifikasi terhadap United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, yang mengakui konsep negara kepulauan (archipelagic state). Dengan pengakuan ini, Indonesia secara hukum internasional memiliki hak atas laut wilayah, laut kepulauan, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), serta hak untuk mengatur lalu lintas pelayaran di wilayahnya⁵.

Dalam praktik kenegaraan, Wawasan Nusantara menjadi dasar perumusan kebijakan strategis di berbagai sektor, seperti pertahanan negara, tata ruang wilayah, pembangunan infrastruktur, dan hubungan luar negeri. Konsep ini juga diinternalisasi dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya membentuk kesadaran geopolitik di kalangan pelajar, agar mereka memahami pentingnya persatuan wilayah dalam menghadapi tantangan global dan menjaga kedaulatan bangsa.


Footnotes

[1]                Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 83.

[2]                I Made Andi Arsana, “Geopolitik Maritim dalam Konteks Negara Kepulauan,” dalam Jurnal Kajian Wilayah, vol. 10, no. 1 (2019): 26.

[3]                Wan Usman, Wawasan Nusantara: Konsepsi Geopolitik Indonesia (Jakarta: Lemhannas RI, 1992), 14–15.

[4]                Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Strategi Pertahanan Negara dalam Perspektif Wawasan Nusantara (Jakarta: Pustekkom Kemhan, 2016), 41–43.

[5]              United Nations, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, accessed May 2025, https://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf.


5.           Peran Wawasan Nusantara dalam Menjaga Keutuhan NKRI

Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan prasyarat utama bagi stabilitas nasional dan keberlanjutan pembangunan bangsa. Dalam konteks ini, Wawasan Nusantara berperan strategis sebagai perekat kebangsaan yang menjaga persatuan di tengah keberagaman wilayah, budaya, suku, dan agama yang menjadi ciri khas Indonesia. Sebagai doktrin geopolitik dan wawasan nasional, Wawasan Nusantara tidak hanya menjadi cara pandang terhadap wilayah, tetapi juga sebagai paradigma kebangsaan yang mengintegrasikan seluruh elemen bangsa dalam satu kesatuan tujuan, nilai, dan tindakan¹.

Peran utama Wawasan Nusantara dalam menjaga keutuhan NKRI dapat dilihat dalam beberapa dimensi berikut:

5.1.       Pemersatu Identitas Nasional

Indonesia adalah negara plural yang terdiri atas lebih dari 1.300 kelompok etnis dengan latar belakang budaya dan bahasa yang beragam. Tanpa suatu cara pandang yang menyatukan, keberagaman ini berpotensi menjadi sumber konflik. Wawasan Nusantara hadir untuk membentuk kesadaran kolektif bahwa seluruh komponen bangsa adalah satu kesatuan, terikat dalam satu identitas nasional Indonesia. Hal ini menumbuhkan rasa solidaritas dan kesadaran akan pentingnya menjaga persatuan dalam kerangka “Bhinneka Tunggal Ika”².

5.2.       Peneguhan Komitmen terhadap Wilayah NKRI

Wawasan Nusantara menegaskan bahwa seluruh wilayah dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangas hingga Rote merupakan satu kesatuan yang tidak dapat diganggu gugat. Prinsip ini sangat penting untuk melindungi integritas teritorial Indonesia dari ancaman separatisme dan upaya disintegrasi. Dengan cara pandang ini, setiap warga negara merasa memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan wilayahnya sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI³.

5.3.       Pendorong Integrasi Sosial dan Politik

Wawasan Nusantara mengandung prinsip inklusivitas yang mendorong kerja sama antarwilayah dan antarwarga negara tanpa memandang latar belakang kesukuan, agama, atau daerah asal. Dalam sistem politik, hal ini tercermin dalam kebijakan otonomi daerah yang tetap berlandaskan pada kerangka NKRI. Di bidang sosial, semangat toleransi dan saling menghormati diperkuat sebagai bagian dari upaya membangun integrasi sosial yang harmonis⁴.

5.4.       Filter terhadap Ancaman Globalisasi dan Ideologi Transnasional

Globalisasi dan arus informasi bebas dapat membawa nilai-nilai asing yang bertentangan dengan jati diri bangsa. Wawasan Nusantara berperan sebagai benteng ideologis yang menjaga masyarakat dari pengaruh radikalisme, ekstremisme, dan ideologi transnasional yang berpotensi merusak kohesi sosial. Dengan memperkuat rasa cinta tanah air dan kesadaran geopolitik, Wawasan Nusantara mendorong masyarakat untuk bersikap selektif terhadap pengaruh luar dan tetap setia pada ideologi Pancasila⁵.

5.5.       Penguat Ketahanan Nasional

Wawasan Nusantara tidak hanya relevan dalam aspek sosial dan politik, tetapi juga dalam bidang pertahanan dan keamanan. Dengan menanamkan kesadaran bahwa ancaman terhadap satu wilayah merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa, semangat bela negara dapat ditanamkan secara merata di seluruh pelosok tanah air. Kesadaran ini memperkuat ketahanan nasional secara menyeluruh dan menjadi fondasi utama dalam menjaga stabilitas negara⁶.

Dengan demikian, peran Wawasan Nusantara dalam menjaga keutuhan NKRI bersifat menyeluruh dan mendalam. Ia menjadi pijakan konseptual dan operasional dalam membangun kesadaran kewilayahan, solidaritas nasional, dan komitmen terhadap integrasi bangsa. Melalui pendidikan, terutama dalam mata pelajaran PPKn, nilai-nilai Wawasan Nusantara harus terus ditanamkan kepada generasi muda agar mereka tumbuh sebagai warga negara yang tangguh, cinta tanah air, dan berdaya saing global tanpa kehilangan identitas kebangsaannya.


Footnotes

[1]                Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 89.

[2]                Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2013), 111.

[3]                Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Strategi Pertahanan Negara dalam Perspektif Wawasan Nusantara (Jakarta: Pustekkom Kemhan, 2016), 54.

[4]                Budi Winarno, Globalisasi dan Problematika Integrasi Nasional (Yogyakarta: UGM Press, 2012), 73.

[5]                M. Syafi’i Anwar, “Wawasan Kebangsaan dan Ancaman Ideologi Transnasional,” dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol. 10, no. 2 (2021): 129.

[6]                Lemhannas RI, Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan (Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2019), 38.


6.           Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan langkah konkret untuk mewujudkan kesatuan nasional yang dinamis, partisipatif, dan berdaya tahan tinggi. Sebagai doktrin geopolitik nasional, Wawasan Nusantara tidak berhenti pada tataran konseptual, tetapi harus diwujudkan melalui kebijakan negara, sikap sosial masyarakat, dan perilaku individual warga negara dalam berbagai aspek kehidupan. Implementasi ini menyentuh seluruh dimensi kehidupan nasional: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan¹.

6.1.       Bidang Ideologi dan Pendidikan

Dalam bidang ideologi, Wawasan Nusantara diimplementasikan melalui internalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Upaya ini dilakukan melalui pendidikan formal dan non-formal, terutama dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), pelatihan bela negara, dan sosialisasi wawasan kebangsaan. Kurikulum nasional menempatkan pendidikan kebangsaan sebagai sarana utama dalam membangun karakter bangsa dan menanamkan semangat persatuan².

Sebagai contoh, program “Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)” yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengintegrasikan nilai nasionalisme dan cinta tanah air ke dalam proses pembelajaran di semua jenjang pendidikan. Tujuannya adalah agar peserta didik memiliki kesadaran geopolitik dan mampu berkontribusi dalam menjaga keutuhan NKRI³.

6.2.       Bidang Politik dan Pemerintahan

Dalam bidang politik, implementasi Wawasan Nusantara tercermin dalam kebijakan otonomi daerah yang tetap berpijak pada prinsip NKRI. Sistem pemerintahan Indonesia yang menganut desentralisasi asimetris memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, namun tetap dalam bingkai negara kesatuan. Hal ini menjaga keseimbangan antara keberagaman lokal dan integrasi nasional⁴.

Selain itu, proses pemilu yang demokratis dan inklusif juga merupakan wujud konkret implementasi Wawasan Nusantara, karena memungkinkan seluruh warga negara dari berbagai daerah berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan nasional, memperkuat kohesi politik, dan mencegah marginalisasi kelompok tertentu.

6.3.       Bidang Ekonomi dan Pemerataan Pembangunan

Dalam ranah ekonomi, implementasi Wawasan Nusantara tampak dalam kebijakan pemerataan pembangunan antardaerah, terutama antara wilayah barat dan timur Indonesia. Program strategis nasional seperti “Tol Laut” dan “Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)” bertujuan untuk menghubungkan wilayah-wilayah terpencil dan meningkatkan daya saing daerah di seluruh nusantara. Hal ini sesuai dengan prinsip integrasi wilayah sebagai fondasi utama Wawasan Nusantara⁵.

Implementasi ini juga mengurangi potensi kecemburuan sosial antarwilayah yang dapat menjadi ancaman bagi persatuan bangsa. Dengan menjamin bahwa pembangunan tidak bersifat Jawa-sentris atau wilayah-sentris, negara menunjukkan komitmen terhadap asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

6.4.       Bidang Sosial Budaya

Pada aspek sosial budaya, Wawasan Nusantara diwujudkan dalam upaya pelestarian budaya lokal dalam bingkai nasional. Pemerintah mendorong keberagaman budaya sebagai aset bangsa melalui program “Pemajuan Kebudayaan” dan festival-festival budaya lintas daerah. Media massa juga berperan penting dalam memperkuat narasi persatuan melalui penyiaran konten edukatif yang menekankan nilai-nilai kebhinnekaan⁶.

Implementasi nilai toleransi, saling menghormati, dan solidaritas sosial di tengah pluralitas masyarakat Indonesia menjadi bagian integral dari pengamalan Wawasan Nusantara dalam kehidupan sehari-hari.

6.5.       Bidang Pertahanan dan Keamanan

Dalam dimensi pertahanan dan keamanan, Wawasan Nusantara diimplementasikan melalui sistem pertahanan semesta, di mana seluruh warga negara memiliki peran dalam menjaga kedaulatan bangsa. Program bela negara, penguatan sistem radar dan pos pengawasan perbatasan, serta latihan militer terpadu adalah wujud nyata penerapan Wawasan Nusantara dalam aspek ketahanan nasional⁷.

Penempatan personel TNI dan Polri di wilayah perbatasan juga dimaksudkan untuk memperkuat kehadiran negara di wilayah terluar sekaligus menumbuhkan rasa aman dan solidaritas nasional.


Footnotes

[1]                Lemhannas RI, Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan (Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2019), 42.

[2]                Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 94–95.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 12.

[4]                Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), 148.

[5]                Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Tol Laut: Penghubung Nusantara (Jakarta: Kemenko Marves, 2020), 7–9.

[6]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Strategi Nasional Pemajuan Kebudayaan (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 16.

[7]                Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia (Jakarta: Kemhan RI, 2015), 59–60.


7.           Tantangan Aktual terhadap Wawasan Nusantara

Meskipun Wawasan Nusantara telah lama menjadi pijakan strategis dalam membangun keutuhan dan kedaulatan nasional, implementasinya di era kontemporer tidak lepas dari berbagai tantangan serius yang bersifat multidimensional. Perkembangan globalisasi, dinamika sosial-politik dalam negeri, serta transformasi teknologi informasi telah menghadirkan ancaman baru terhadap integritas bangsa dan efektivitas internalisasi nilai-nilai Wawasan Nusantara. Oleh karena itu, identifikasi dan pemahaman atas tantangan aktual ini menjadi sangat penting sebagai dasar penyusunan strategi penguatan kebangsaan.

7.1.       Globalisasi dan Erosi Identitas Nasional

Globalisasi yang ditandai oleh arus bebas informasi, budaya, dan ideologi membawa tantangan besar terhadap identitas nasional. Budaya asing yang masuk tanpa penyaringan nilai telah memengaruhi pola pikir dan gaya hidup sebagian masyarakat, khususnya generasi muda, yang cenderung meninggalkan nilai-nilai lokal dan kebangsaan. Fenomena ini dikenal sebagai “cultural invasion” yang jika tidak diantisipasi, akan mengikis nasionalisme dan komitmen terhadap keutuhan NKRI¹. Dalam konteks ini, Wawasan Nusantara harus diperkuat sebagai filter kultural yang mampu menjaga jatidiri bangsa Indonesia.

7.2.       Radikalisme dan Ideologi Transnasional

Munculnya gerakan radikal dan penyebaran ideologi transnasional yang tidak sejalan dengan Pancasila menjadi ancaman serius terhadap stabilitas nasional. Kelompok-kelompok ini seringkali mengusung semangat keagamaan atau ideologi tertentu yang menolak konsep negara kebangsaan serta mengabaikan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Beberapa kasus terorisme, intoleransi, dan provokasi sektarian telah terbukti menjadi ancaman langsung terhadap persatuan nasional dan pelaksanaan Wawasan Nusantara sebagai pandangan geopolitik integratif².

7.3.       Disparitas Pembangunan dan Ketimpangan Wilayah

Kesenjangan pembangunan antara wilayah barat dan timur Indonesia, serta antara perkotaan dan pedesaan, dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang mengarah pada disintegrasi. Ketimpangan dalam infrastruktur, akses pendidikan, layanan kesehatan, dan kesempatan ekonomi berpotensi melemahkan loyalitas warga negara terhadap negara. Jika Wawasan Nusantara tidak diwujudkan dalam kebijakan pembangunan yang merata, maka ia akan kehilangan legitimasi di mata rakyat daerah³.

7.4.       Ancaman Separatisme dan Konflik Komunal

Gerakan separatis yang muncul di beberapa wilayah seperti Papua dan Maluku menunjukkan bahwa masih terdapat tantangan dalam mewujudkan integrasi nasional yang utuh. Selain itu, konflik horizontal berbasis etnis atau agama yang terjadi di sejumlah daerah mengindikasikan lemahnya penghayatan terhadap nilai toleransi dan persatuan yang seharusnya menjadi bagian integral dari Wawasan Nusantara. Situasi ini menuntut pendekatan kultural, dialogis, dan humanis dalam memperkuat ikatan kebangsaan⁴.

7.5.       Penyalahgunaan Teknologi Informasi

Kemajuan teknologi informasi, khususnya media sosial, telah membawa dampak ambivalen. Di satu sisi, ia dapat menjadi sarana edukasi dan integrasi; namun di sisi lain, ia juga menjadi alat penyebaran hoaks, ujaran kebencian, serta provokasi yang dapat memecah belah masyarakat. Kurangnya literasi digital di kalangan masyarakat menyebabkan informasi yang bersifat destruktif lebih cepat menyebar dan mengancam persatuan nasional⁵.

7.6.       Degradasi Nilai Kewarganegaraan

Rendahnya partisipasi warga negara dalam kehidupan publik, lemahnya semangat bela negara, serta apatisme terhadap isu-isu kebangsaan menandakan adanya penurunan dalam penghayatan nilai-nilai kewarganegaraan. Fenomena ini bisa diakibatkan oleh krisis kepercayaan terhadap lembaga negara, atau oleh lemahnya pendidikan karakter yang seharusnya menginternalisasi Wawasan Nusantara sejak dini⁶.


Footnotes

[1]                Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2013), 119.

[2]                M. Syafi’i Anwar, “Radikalisme dan Tantangan Wawasan Kebangsaan,” dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol. 11, no. 1 (2022): 27.

[3]                Budi Winarno, Globalisasi dan Problematika Integrasi Nasional (Yogyakarta: UGM Press, 2012), 79.

[4]                Lemhannas RI, Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan (Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2019), 49.

[5]                Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Laporan Tahunan Literasi Digital Nasional 2022 (Jakarta: Kominfo RI, 2023), 17.

[6]                Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 107.


8.           Strategi Penguatan Wawasan Nusantara di Era Digital

Memasuki era digital yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat, penguatan Wawasan Nusantara memerlukan pendekatan yang adaptif, inovatif, dan berorientasi pada kebutuhan generasi digital. Transformasi digital membawa peluang besar untuk memperluas jangkauan edukasi kebangsaan, namun juga menghadirkan tantangan berupa infiltrasi budaya asing, penyebaran disinformasi, serta menurunnya partisipasi warga negara dalam menjaga keutuhan bangsa. Oleh karena itu, strategi penguatan Wawasan Nusantara di era digital harus dirancang secara sistematis dan menyentuh berbagai lapisan masyarakat.

8.1.       Integrasi Nilai-Nilai Kebangsaan dalam Ekosistem Digital Pendidikan

Pendidikan menjadi kunci utama dalam membangun kesadaran Wawasan Nusantara di kalangan generasi muda. Integrasi nilai-nilai kebangsaan ke dalam platform digital pendidikan seperti e-learning, aplikasi mobile, dan konten multimedia interaktif merupakan langkah penting untuk menjangkau pelajar digital native. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui program Merdeka Belajar telah mendorong pengembangan modul pembelajaran berbasis karakter yang diakses secara daring, termasuk tema-tema kebangsaan, toleransi, dan integrasi nasional¹.

Pemanfaatan media digital ini perlu dilengkapi dengan pelatihan guru dan penguatan literasi digital siswa, agar mereka tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga subjek aktif dalam membangun kesadaran berbangsa dan bernegara.

8.2.       Penguatan Literasi Digital dan Etika Bermedia Sosial

Penguatan Wawasan Nusantara di era digital tidak dapat dilepaskan dari penguatan literasi digital. Literasi digital mencakup kemampuan memahami, mengevaluasi, dan menyebarkan informasi secara bijak dan bertanggung jawab. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat bahwa media sosial menjadi saluran utama penyebaran radikalisme dan disinformasi yang berpotensi memecah belah masyarakat².

Oleh karena itu, program literasi digital seperti Indonesia Makin Cakap Digital yang digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika harus diperluas cakupannya dengan muatan kebangsaan dan nilai-nilai Wawasan Nusantara. Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk mengenali konten yang provokatif, menyesatkan, atau anti-NKRI, serta dituntun untuk memproduksi dan menyebarkan konten positif yang memperkuat rasa persatuan³.

8.3.       Pemanfaatan Media Sosial sebagai Sarana Diseminasi Nilai Kebangsaan

Media sosial seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan X (Twitter) memiliki peran besar dalam membentuk opini publik. Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memanfaatkan platform ini untuk menyampaikan pesan-pesan kebangsaan dalam format yang menarik dan sesuai dengan preferensi generasi muda. Misalnya, kampanye digital bertema “Cinta Tanah Air”, “NKRI Harga Mati”, atau “Bangga Jadi Indonesia” dapat dikemas dalam bentuk video pendek, infografik, podcast, atau animasi⁴.

Konten-konten ini harus dirancang dengan pendekatan naratif yang kuat dan emosional, agar mampu membentuk kesadaran kolektif dan menggugah komitmen generasi muda terhadap persatuan bangsa.

8.4.       Kolaborasi Multisektor dan Partisipasi Komunitas Digital

Penguatan Wawasan Nusantara di era digital memerlukan sinergi antara pemerintah, akademisi, pelaku industri digital, media, dan komunitas masyarakat. Kolaborasi ini penting dalam menciptakan ekosistem informasi yang sehat dan edukatif. Komunitas-komunitas digital seperti influencer pendidikan, content creator patriotik, dan komunitas literasi digital dapat menjadi agen perubahan dalam menyebarkan nilai-nilai persatuan dan kesadaran geopolitik Indonesia⁵.

Program pelatihan digital berbasis komunitas yang mengusung tema-tema Wawasan Nusantara juga dapat mendorong keterlibatan aktif warga negara dalam menjaga keutuhan bangsa melalui media digital.

8.5.       Penguatan Sistem Keamanan Informasi dan Regulasi Siber

Selain pendekatan edukatif dan partisipatif, penguatan Wawasan Nusantara juga harus didukung oleh regulasi yang melindungi ruang digital nasional. Pemerintah perlu mengembangkan sistem keamanan informasi nasional yang mampu menangkal serangan siber, penyebaran propaganda anti-NKRI, serta infiltrasi ideologi asing yang merusak tatanan sosial. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memiliki peran strategis dalam merancang sistem pertahanan siber yang adaptif dan integratif⁶.

Di samping itu, penerapan regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus dilakukan secara adil dan bijaksana, tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi, namun tetap menjaga ruang publik digital dari konten yang merusak nilai kebangsaan.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Merdeka Belajar dalam Platform Digital (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 18.

[2]                Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Laporan Tahunan Pencegahan Terorisme di Dunia Maya (Jakarta: BNPT, 2022), 21–22.

[3]                Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Indonesia Makin Cakap Digital: Laporan Nasional Literasi Digital 2023 (Jakarta: Kominfo RI, 2023), 33.

[4]                Putri Aulia dan R. Widiastuti, “Strategi Komunikasi Pemerintah di Media Sosial dalam Menanamkan Nasionalisme Generasi Muda,” Jurnal Komunikasi dan Kebangsaan, vol. 5, no. 2 (2022): 145.

[5]                Eko Prasetyo, Gerakan Literasi Digital dan Nasionalisme di Kalangan Milenial (Yogyakarta: Media Literasi Nusantara, 2020), 52.

[6]                Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Strategi Keamanan Siber Nasional Republik Indonesia (Jakarta: BSSN, 2021), 11–14.


9.           Refleksi Kewarganegaraan

Wawasan Nusantara, sebagai cara pandang geopolitik dan identitas kebangsaan, tidak hanya menjadi konsep teoretis dalam kebijakan negara, tetapi juga harus menjelma sebagai nilai yang hidup dalam kesadaran dan perilaku setiap warga negara. Dalam perspektif kewarganegaraan, Wawasan Nusantara mengajarkan bahwa menjadi warga negara Indonesia berarti memiliki tanggung jawab kolektif untuk menjaga keutuhan bangsa, menghargai keberagaman, serta berperan aktif dalam membangun kehidupan bernegara yang adil, demokratis, dan berdaulat¹.

9.1.       Internalisasi Nilai Persatuan dalam Diri Warga Negara

Salah satu nilai fundamental dari Wawasan Nusantara adalah persatuan dalam keberagaman. Sebagai warga negara yang hidup di tengah masyarakat multikultural, setiap individu dituntut untuk menginternalisasi nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan semangat kebersamaan. Hal ini menjadi sangat penting dalam menghadapi dinamika sosial-politik yang kerap kali menimbulkan polarisasi dan disintegrasi sosial. Semangat “Bhinneka Tunggal Ika” bukan hanya semboyan simbolik, tetapi harus menjadi pedoman etis dalam interaksi antarwarga negara².

9.2.       Kesadaran Teritorial dan Tanggung Jawab Geopolitik

Refleksi kewarganegaraan juga menuntut adanya kesadaran teritorial — bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kerentanan terhadap ancaman disintegrasi wilayah, infiltrasi asing, dan eksploitasi sumber daya. Dalam hal ini, Wawasan Nusantara memberikan kerangka pemahaman kepada warga negara untuk bersikap waspada, mencintai tanah air, dan menjaga wilayah kedaulatan nasional sebagai milik bersama. Kesadaran ini dapat diwujudkan dalam bentuk dukungan terhadap program bela negara, keterlibatan dalam penanggulangan bencana, serta kepedulian terhadap lingkungan hidup dan batas-batas wilayah³.

9.3.       Keterlibatan Aktif dalam Demokrasi dan Kehidupan Publik

Warga negara yang memahami nilai-nilai Wawasan Nusantara semestinya menjadi agen demokrasi yang aktif dan bertanggung jawab. Ini meliputi partisipasi dalam pemilu, keterlibatan dalam kegiatan sosial-politik, serta keberanian menyuarakan kebenaran untuk menjaga keadilan dan integritas kehidupan berbangsa. Dalam konteks ini, Wawasan Nusantara membentuk landasan moral bagi warga negara untuk menjadi subjek aktif dalam memperkuat sistem ketatanegaraan⁴.

9.4.       Penguatan Identitas Kebangsaan di Era Global

Di tengah arus globalisasi dan penetrasi budaya asing yang masif, identitas kebangsaan sering kali mengalami krisis. Wawasan Nusantara, dalam refleksi kewarganegaraan, menjadi alat untuk memperkuat kebanggaan nasional (national pride) dan mempertegas jati diri Indonesia sebagai bangsa yang memiliki nilai, sejarah, dan pandangan hidup sendiri. Kesadaran akan identitas ini penting untuk membendung sikap inferioritas kultural dan membangun mentalitas warga negara yang tangguh, adaptif, dan tetap setia pada nilai-nilai Pancasila⁵.

9.5.       Pendidikan sebagai Sarana Pembentukan Warga Negara Ideal

Refleksi kewarganegaraan juga menunjukkan bahwa pendidikan — khususnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan — memiliki peran vital dalam membentuk pribadi warga negara yang memahami, menghayati, dan mengamalkan Wawasan Nusantara. Sekolah bukan hanya tempat mentransmisikan pengetahuan, tetapi juga arena untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan, latihan kepemimpinan, serta pembiasaan sikap cinta tanah air dan bela negara⁶.

Dengan demikian, refleksi kewarganegaraan atas Wawasan Nusantara menegaskan bahwa setiap individu bukan sekadar penghuni wilayah Indonesia, tetapi pemilik dan penjaga eksistensi bangsa. Kewarganegaraan yang sejati ditandai oleh komitmen terhadap integrasi nasional, partisipasi dalam kehidupan publik, dan loyalitas terhadap Pancasila serta UUD 1945. Dalam era disrupsi digital dan ketidakpastian global, peran aktif warga negara menjadi semakin penting untuk menjaga keberlangsungan NKRI.


Footnotes

[1]                Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 101.

[2]                Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2013), 117–118.

[3]                Lemhannas RI, Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan (Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2019), 43–45.

[4]                Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), 160.

[5]                Budi Winarno, Globalisasi dan Problematika Integrasi Nasional (Yogyakarta: UGM Press, 2012), 91.

[6]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X (Jakarta: Kemendikbud, 2021), 69.


10.       Penutup

Wawasan Nusantara merupakan konsep strategis yang merangkum identitas geopolitik, kultural, dan ideologis bangsa Indonesia dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai cara pandang nasional, Wawasan Nusantara tidak hanya relevan dalam kerangka pertahanan wilayah, tetapi juga menyentuh berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti politik, ekonomi, sosial budaya, serta pendidikan karakter kebangsaan. Ia menjadi landasan normatif dan operasional dalam menata hubungan antarwilayah, antarwarga negara, dan antara masyarakat dengan negara dalam semangat persatuan dan kesatuan¹.

Kajian ini menunjukkan bahwa implementasi Wawasan Nusantara harus terus diperkuat melalui berbagai strategi, terutama dalam konteks era digital yang membawa peluang sekaligus tantangan besar. Ancaman terhadap integritas nasional seperti radikalisme, separatisme, disinformasi digital, dan ketimpangan pembangunan menjadi pengingat bahwa Wawasan Nusantara bukanlah konsep yang statis, melainkan perlu terus diaktualisasikan melalui pendekatan adaptif dan partisipatif². Dalam hal ini, sinergi antara pemerintah, institusi pendidikan, media, komunitas digital, dan seluruh elemen masyarakat menjadi kunci utama dalam menjaga keberlangsungan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam Wawasan Nusantara.

Sebagai refleksi kewarganegaraan, Wawasan Nusantara menuntut keterlibatan aktif seluruh warga negara dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini dapat diwujudkan melalui sikap toleransi, semangat bela negara, kesadaran geopolitik, serta partisipasi konstruktif dalam kehidupan publik. Dalam dunia pendidikan, penguatan nilai-nilai Wawasan Nusantara harus menjadi bagian integral dari pembelajaran, terutama dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, agar generasi muda tumbuh sebagai warga negara yang berkarakter, tangguh, dan cinta tanah air³.

Dengan demikian, Wawasan Nusantara tidak hanya menjadi wacana kebijakan negara, tetapi juga harus menjadi sikap hidup bangsa. Dalam menghadapi berbagai tantangan global dan domestik, Wawasan Nusantara tetap relevan sebagai pilar integrasi nasional dan fondasi keutuhan NKRI yang tidak tergantikan.


Footnotes

[1]                Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 115.

[2]                M. Syafi’i Anwar, “Wawasan Kebangsaan di Tengah Tantangan Radikalisme,” dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol. 10, no. 2 (2021): 130.

[3]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X (Jakarta: Kemendikbud, 2021), 71.


Daftar Pustaka

Anwar, M. S. (2021). Wawasan kebangsaan di tengah tantangan radikalisme. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 10(2), 122–130.

Arsana, I. M. A. (2013). Wawasan Nusantara dalam perspektif geopolitik negara kepulauan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 17(1), 35–36.

Asshiddiqie, J. (2006). Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). (2022). Laporan tahunan pencegahan terorisme di dunia maya. Jakarta: BNPT.

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). (2021). Strategi keamanan siber nasional Republik Indonesia. Jakarta: BSSN.

Daryono. (2010). Pendidikan kewarganegaraan: Membangun wawasan kebangsaan dan karakter bangsa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kaelan. (2013). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. (2020). Tol laut: Penghubung nusantara. Jakarta: Kemenko Marves.

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2023). Indonesia makin cakap digital: Laporan nasional literasi digital 2023. Jakarta: Kominfo RI.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2017). Panduan implementasi penguatan pendidikan karakter. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2021). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2021). Strategi nasional pemajuan kebudayaan. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Panduan Merdeka Belajar dalam platform digital. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (2015). Buku putih pertahanan Indonesia. Jakarta: Kemhan RI.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (2016). Strategi pertahanan negara dalam perspektif Wawasan Nusantara. Jakarta: Pustekkom Kemhan.

Lapian, A. B. (2008). Pelayaran dan perniagaan Nusantara. Jakarta: Komunitas Bambu.

Lemhannas RI. (2019). Ketahanan nasional dan wawasan kebangsaan. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional RI.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. (1999). Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.

Notosusanto, N., & Kusuma, A. B. (1993). Naskah persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Prasetyo, E. (2020). Gerakan literasi digital dan nasionalisme di kalangan milenial. Yogyakarta: Media Literasi Nusantara.

Putri, A., & Widiastuti, R. (2022). Strategi komunikasi pemerintah di media sosial dalam menanamkan nasionalisme generasi muda. Jurnal Komunikasi dan Kebangsaan, 5(2), 145–160.

United Nations. (1982). United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Retrieved May 2025 from https://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf

Usman, W. (1992). Wawasan Nusantara: Konsepsi geopolitik Indonesia. Jakarta: Lemhannas RI.

Winarno, B. (2012). Globalisasi dan problematika integrasi nasional. Yogyakarta: UGM Press.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar