Bahan Ajar PPKn
Wawasan Nusantara
Pilar Geopolitik dan Integrasi Nasional dalam Bingkai
NKRI
Alihkan ke: Capaian Pembelajaran PPKn.
Abstrak
Artikel ini membahas secara komprehensif tentang Wawasan
Nusantara sebagai pilar geopolitik dan integrasi nasional dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konsep Wawasan Nusantara tidak hanya
dipahami sebagai cara pandang terhadap kesatuan wilayah, tetapi juga sebagai
paradigma kebangsaan yang menyatukan seluruh komponen bangsa Indonesia di
tengah keragaman budaya, etnis, dan geografis. Pembahasan artikel ini mencakup
pengertian dan dasar filosofis-historis Wawasan Nusantara, perannya dalam
menjaga keutuhan NKRI, serta implementasinya dalam berbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara. Artikel ini juga mengidentifikasi tantangan-tantangan
aktual yang dihadapi, seperti radikalisme, ketimpangan pembangunan, dan
pengaruh globalisasi, serta mengusulkan strategi penguatan Wawasan Nusantara di
era digital, termasuk melalui pendidikan, literasi digital, dan penguatan
identitas nasional. Melalui pendekatan edukatif dan partisipatif, Wawasan
Nusantara dapat terus diaktualisasikan sebagai nilai hidup yang membentuk warga
negara yang toleran, sadar geopolitik, dan berkontribusi aktif dalam menjaga
integrasi bangsa.
Kata Kunci: Wawasan Nusantara, Geopolitik Indonesia, Integrasi
Nasional, NKRI, Pendidikan Kewarganegaraan, Bela Negara, Literasi Digital,
Identitas Nasional.
PEMBAHASAN
Wawasan Nusantara sebagai Pilar Geopolitik dan
Integrasi Nasional dalam Bingkai NKRI
1.
Pendahuluan
Wawasan Nusantara merupakan salah satu konsep
geopolitik khas Indonesia yang lahir dari kenyataan objektif sebagai negara
kepulauan terbesar di dunia dengan latar belakang sosial, budaya, serta sejarah
perjuangan bangsa yang kompleks dan majemuk. Dalam konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), Wawasan Nusantara berfungsi sebagai cara pandang
bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ia menuntun cara berpikir,
bersikap, dan bertindak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tercipta
persatuan nasional yang utuh dan berkelanjutan¹.
Pentingnya pemahaman terhadap Wawasan Nusantara di
kalangan generasi muda menjadi semakin mendesak pada era globalisasi yang
ditandai dengan penetrasi budaya luar, perkembangan teknologi informasi, serta
dinamika sosial politik yang berpotensi mengikis rasa kebangsaan dan semangat
nasionalisme. Di tengah tantangan disintegrasi, radikalisme, dan ketimpangan
pembangunan antar wilayah, Wawasan Nusantara menjadi pijakan fundamental dalam
membangun kesadaran kolektif terhadap pentingnya menjaga keutuhan wilayah,
identitas nasional, dan semangat gotong royong².
Sejarah telah menunjukkan bahwa keberhasilan bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan membangun negara tidak terlepas
dari adanya pemahaman akan pentingnya persatuan di tengah keberagaman. Konsep
Wawasan Nusantara bukan hanya sebagai pendekatan geopolitik semata, tetapi juga
sebagai doktrin yang mengintegrasikan aspek ideologis, politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan secara menyeluruh. Oleh karena itu,
Wawasan Nusantara harus terus ditanamkan dan diinternalisasi, terutama melalui
jalur pendidikan sebagai alat strategis untuk membentuk karakter kebangsaan dan
loyalitas terhadap NKRI³.
Dalam artikel ini, akan dibahas secara sistematis
mengenai pengertian, dimensi, serta relevansi Wawasan Nusantara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, termasuk tantangan dan strategi penguatan nilai-nilai
tersebut di era kontemporer. Diharapkan melalui kajian ini, peserta didik tidak
hanya mampu menginterpretasikan Wawasan Nusantara sebagai konsep teoritis,
tetapi juga menghayatinya sebagai panduan sikap dalam berkontribusi menjaga
keutuhan NKRI.
Footnotes
[1]
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Bela
Negara dalam Perspektif Wawasan Kebangsaan (Jakarta: Pustekkom Kemhan,
2015), 24.
[2]
M. Syafi’i Anwar, “Wawasan Kebangsaan di Tengah
Tantangan Radikalisme,” dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol.
10, no. 2 (2021): 122.
[3]
Departemen Pendidikan Nasional, Pendidikan
Kewarganegaraan untuk SMA dan MA Kelas X (Jakarta: Pusat Perbukuan
Depdiknas, 2009), 35.
2.
Pengertian
dan Konsep Dasar Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara secara etimologis berasal dari
kata "wawasan" yang berarti cara pandang atau perspektif, dan
"nusantara" yang merujuk pada keseluruhan wilayah kepulauan Indonesia.
Dengan demikian, Wawasan Nusantara dapat dimaknai sebagai cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dalam bingkai kesatuan
wilayah nasional serta dalam upaya mewujudkan tujuan nasional¹. Konsep ini
bukan sekadar wacana geopolitik, tetapi merupakan panduan normatif yang
menyatukan seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari aspek
ideologis hingga praktis.
Secara konseptual, Wawasan Nusantara ditetapkan
sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya
yang serba beragam dan strategis, dengan menempatkan persatuan dan kesatuan
bangsa serta keutuhan wilayah negara sebagai prioritas dalam penyelenggaraan
kehidupan nasional. Dalam dokumen resmi Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999, Wawasan
Nusantara ditegaskan sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia yang
mengutamakan kesatuan wilayah serta menghargai keberagaman dalam rangka
mewujudkan cita-cita nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945².
Dalam perspektif geopolitik, Wawasan Nusantara merupakan
doktrin negara kepulauan yang mengintegrasikan seluruh wilayah Indonesia, baik
daratan maupun lautan, sebagai satu kesatuan utuh. Hal ini berbeda dengan
konsep geopolitik negara-negara kontinental yang cenderung berfokus pada
daratan. Oleh sebab itu, Indonesia mengembangkan konsep “Archipelagic State”
(Negara Kepulauan) yang kemudian diakui secara internasional melalui Konvensi
Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982. Konsep ini menunjukkan bahwa laut
bukanlah pemisah antar pulau, melainkan penghubung dan pengikat integrasi
nasional³.
Wawasan Nusantara juga memiliki empat aspek
dasar:
1)
Asas: Meliputi
kepentingan nasional yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2)
Kedudukan: Sebagai
wawasan nasional dan geopolitik bangsa Indonesia.
3)
Fungsi: Menjadi
pedoman, motivasi, dan orientasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
4)
Tujuan: Untuk
mewujudkan nasionalisme yang tinggi serta menjaga keutuhan dan kedaulatan
NKRI⁴.
Keseluruhan aspek ini menjadikan Wawasan Nusantara
bukan hanya sebagai kerangka berpikir dalam merespons tantangan internal dan
eksternal bangsa, tetapi juga sebagai alat pemersatu yang menegaskan pentingnya
kohesi sosial dan sinergi antar elemen bangsa. Pendidikan PPKn di tingkat SLTA
harus mampu membumikan konsep ini dalam bentuk pengalaman belajar yang
menumbuhkan rasa cinta tanah air, tanggung jawab kebangsaan, serta kesadaran
geopolitik dan geostrategis di kalangan generasi muda.
Footnotes
[1]
Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun
Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
78.
[2]
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Ketetapan
MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (Jakarta:
Sekretariat Jenderal MPR RI, 1999), 15.
[3]
I Made Andi Arsana, “Wawasan Nusantara dalam
Perspektif Geopolitik Negara Kepulauan,” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, vol. 17, no. 1 (2013): 35–36.
[4]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X
(Jakarta: Kemendikbud, 2017), 52.
3.
Latar
Belakang Historis dan Filosofis
Konsep Wawasan Nusantara tidak muncul secara
tiba-tiba, melainkan tumbuh dari dinamika sejarah dan pemikiran filosofis
bangsa Indonesia yang panjang, yang berakar pada perjuangan untuk merebut dan
mempertahankan kemerdekaan serta mewujudkan cita-cita nasional. Latar belakang
historisnya bermula dari kesadaran kolektif bangsa Indonesia terhadap
pentingnya persatuan dalam menghadapi kolonialisme yang memecah belah wilayah
dan masyarakat. Keberhasilan Sumpah Pemuda tahun 1928, yang menegaskan satu
tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, menjadi tonggak awal munculnya
semangat kebangsaan yang terintegrasi secara nasional¹.
Pada masa revolusi kemerdekaan, kesadaran akan
keutuhan wilayah nusantara semakin menguat seiring dengan penetapan bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sidang BPUPKI dan PPKI. Para pendiri
bangsa menolak bentuk negara federal yang dapat memecah belah Indonesia, dan
memilih bentuk negara kesatuan sebagai wujud komitmen terhadap persatuan
nasional. Hal ini ditegaskan dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (1) yang
menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik"².
Secara filosofis, Wawasan Nusantara berakar pada
nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa.
Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial menjadi
landasan etik bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
menghormati keberagaman namun tetap menjunjung tinggi kesatuan. Dalam kerangka
ini, Wawasan Nusantara menjadi manifestasi konkret dari sila ketiga, yaitu
“Persatuan Indonesia,” yang menekankan pentingnya menjaga keutuhan bangsa di
tengah pluralitas etnis, budaya, agama, dan bahasa³.
Pandangan filosofis ini juga tercermin dalam
konsepsi kosmologis masyarakat Nusantara yang secara tradisional menganggap
laut sebagai penghubung, bukan pemisah. Sebelum datangnya kolonialisme,
kerajaan-kerajaan maritim seperti Sriwijaya dan Majapahit telah menunjukkan
model integrasi wilayah berbasis laut, yang mempersatukan berbagai pulau di
bawah satu entitas politik. Warisan historis ini memperkuat legitimasi bahwa
Indonesia secara alami adalah satu kesatuan wilayah yang tak terpisahkan⁴.
Oleh karena itu, Wawasan Nusantara bukan
semata-mata produk hukum atau kebijakan negara, melainkan lahir dari pengalaman
historis bangsa serta kesadaran filosofis akan pentingnya kesatuan dalam
keberagaman. Pemahaman terhadap akar historis dan filosofis ini penting untuk
menanamkan nilai-nilai Wawasan Nusantara secara mendalam, agar generasi muda
tidak hanya memahami konsepnya secara teoritis, tetapi juga menginternalisasi
maknanya sebagai bagian dari identitas kebangsaan.
Footnotes
[1]
Nugroho Notosusanto dan A.B. Kusuma, Naskah
Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1993),
156–158.
[2]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Pasal 1 Ayat (1).
[3]
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta:
Paradigma, 2013), 102.
[4]
Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan
Nusantara (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), 55–56.
4.
Wawasan
Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia
Secara substansial, Wawasan Nusantara merupakan
doktrin geopolitik khas Indonesia yang dirumuskan berdasarkan kondisi
geografis, sosial-budaya, serta aspirasi politik nasional dalam membangun dan
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai negara
kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000
pulau, posisi Indonesia sangat strategis, baik secara regional maupun global.
Letaknya di antara dua benua (Asia dan Australia) serta dua samudra (Hindia dan
Pasifik) menjadikan Indonesia sebagai jalur persilangan perdagangan
internasional sekaligus arena geopolitik yang sangat dinamis¹.
Dalam konteks ini, Wawasan Nusantara
diartikulasikan sebagai cara pandang geopolitik Indonesia yang memandang
seluruh wilayah tanah air, termasuk daratan dan lautan, sebagai satu kesatuan
utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, laut tidak dipandang sebagai
pemisah, melainkan sebagai pemersatu dan penghubung antarwilayah. Perspektif
ini berbeda secara fundamental dari cara pandang geopolitik kontinental yang
lebih berfokus pada dominasi daratan².
Secara historis, konsepsi geopolitik Indonesia
melalui Wawasan Nusantara mulai mendapat artikulasi teoretis dan politis sejak
era Orde Baru, yang mengadaptasi pemikiran geopolitik klasik namun disesuaikan
dengan kondisi geostrategis Indonesia. Salah satu tokoh penting dalam perumusan
wawasan ini adalah Prof. Dr. Wan Usman, yang menekankan bahwa Wawasan Nusantara
merupakan geopolitik Indonesia yang dilandasi oleh Pancasila sebagai ideologi
negara dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional³. Wawasan ini bukan hanya
sebagai strategi pertahanan, tetapi juga sebagai dasar dalam menentukan arah
pembangunan nasional, hubungan antarwilayah, serta penguatan integrasi bangsa.
Dalam kerangka geopolitik nasional, Wawasan
Nusantara mengandung tiga dimensi utama:
1)
Kesatuan Wilayah
Bahwa
wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote
merupakan satu kesatuan geografis dan strategis yang tidak boleh dipisahkan
secara sosial-politik maupun ekonomi.
2)
Kesatuan Politik
Bahwa
seluruh komponen bangsa harus tunduk pada konstitusi negara dan bersatu di
bawah sistem politik demokrasi yang menjunjung keadilan sosial.
3)
Kesatuan Pertahanan dan Keamanan
Bahwa
stabilitas nasional hanya dapat diwujudkan apabila seluruh wilayah Indonesia
terlindungi secara merata oleh sistem pertahanan negara yang terpadu dan
solid⁴.
Geopolitik Indonesia melalui Wawasan Nusantara juga
telah memperoleh legitimasi internasional melalui ratifikasi terhadap United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, yang mengakui
konsep negara kepulauan (archipelagic state). Dengan pengakuan ini, Indonesia
secara hukum internasional memiliki hak atas laut wilayah, laut kepulauan, dan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), serta hak untuk mengatur lalu lintas pelayaran di
wilayahnya⁵.
Dalam praktik kenegaraan, Wawasan Nusantara menjadi
dasar perumusan kebijakan strategis di berbagai sektor, seperti pertahanan
negara, tata ruang wilayah, pembangunan infrastruktur, dan hubungan luar
negeri. Konsep ini juga diinternalisasi dalam pendidikan kewarganegaraan
sebagai upaya membentuk kesadaran geopolitik di kalangan pelajar, agar mereka
memahami pentingnya persatuan wilayah dalam menghadapi tantangan global dan
menjaga kedaulatan bangsa.
Footnotes
[1]
Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun
Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
83.
[2]
I Made Andi Arsana, “Geopolitik Maritim dalam
Konteks Negara Kepulauan,” dalam Jurnal Kajian Wilayah, vol. 10, no. 1
(2019): 26.
[3]
Wan Usman, Wawasan Nusantara: Konsepsi
Geopolitik Indonesia (Jakarta: Lemhannas RI, 1992), 14–15.
[4]
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Strategi
Pertahanan Negara dalam Perspektif Wawasan Nusantara (Jakarta: Pustekkom
Kemhan, 2016), 41–43.
[5]
United Nations, United Nations Convention on the
Law of the Sea (UNCLOS) 1982, accessed May 2025, https://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf.
5.
Peran
Wawasan Nusantara dalam Menjaga Keutuhan NKRI
Keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan prasyarat utama bagi stabilitas
nasional dan keberlanjutan pembangunan bangsa. Dalam konteks ini, Wawasan
Nusantara berperan strategis sebagai perekat kebangsaan yang menjaga persatuan
di tengah keberagaman wilayah, budaya, suku, dan agama yang menjadi ciri khas
Indonesia. Sebagai doktrin geopolitik dan wawasan nasional,
Wawasan Nusantara tidak hanya menjadi cara pandang terhadap wilayah, tetapi
juga sebagai paradigma kebangsaan yang mengintegrasikan seluruh elemen bangsa
dalam satu kesatuan tujuan, nilai, dan tindakan¹.
Peran utama Wawasan
Nusantara dalam menjaga keutuhan NKRI dapat dilihat dalam beberapa dimensi
berikut:
5.1. Pemersatu Identitas Nasional
Indonesia adalah
negara plural yang terdiri atas lebih dari 1.300 kelompok etnis dengan latar
belakang budaya dan bahasa yang beragam. Tanpa suatu cara pandang yang
menyatukan, keberagaman ini berpotensi menjadi sumber konflik. Wawasan
Nusantara hadir untuk membentuk kesadaran kolektif bahwa seluruh komponen
bangsa adalah satu kesatuan, terikat dalam satu identitas nasional Indonesia.
Hal ini menumbuhkan rasa solidaritas dan kesadaran akan pentingnya menjaga
persatuan dalam kerangka “Bhinneka Tunggal Ika”².
5.2. Peneguhan Komitmen terhadap Wilayah NKRI
Wawasan Nusantara
menegaskan bahwa seluruh wilayah dari Sabang hingga Merauke dan dari Miangas
hingga Rote merupakan satu kesatuan yang tidak dapat diganggu gugat. Prinsip
ini sangat penting untuk melindungi integritas teritorial Indonesia dari ancaman
separatisme dan upaya disintegrasi. Dengan cara pandang ini, setiap warga
negara merasa memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan wilayahnya sebagai
bagian tak terpisahkan dari NKRI³.
5.3. Pendorong Integrasi Sosial dan Politik
Wawasan Nusantara mengandung
prinsip inklusivitas yang mendorong kerja sama antarwilayah dan antarwarga
negara tanpa memandang latar belakang kesukuan, agama, atau daerah asal. Dalam
sistem politik, hal ini tercermin dalam kebijakan otonomi daerah yang tetap
berlandaskan pada kerangka NKRI. Di bidang sosial, semangat toleransi dan
saling menghormati diperkuat sebagai bagian dari upaya membangun integrasi
sosial yang harmonis⁴.
5.4. Filter terhadap Ancaman Globalisasi dan Ideologi
Transnasional
Globalisasi dan arus
informasi bebas dapat membawa nilai-nilai asing yang bertentangan dengan jati
diri bangsa. Wawasan Nusantara berperan sebagai benteng ideologis yang menjaga
masyarakat dari pengaruh radikalisme, ekstremisme, dan ideologi transnasional yang
berpotensi merusak kohesi sosial. Dengan memperkuat rasa cinta tanah air dan
kesadaran geopolitik, Wawasan Nusantara mendorong masyarakat untuk bersikap
selektif terhadap pengaruh luar dan tetap setia pada ideologi Pancasila⁵.
5.5. Penguat Ketahanan Nasional
Wawasan Nusantara
tidak hanya relevan dalam aspek sosial dan politik, tetapi juga dalam bidang
pertahanan dan keamanan. Dengan menanamkan kesadaran bahwa ancaman terhadap
satu wilayah merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa, semangat bela negara dapat
ditanamkan secara merata di seluruh pelosok tanah air. Kesadaran ini memperkuat
ketahanan nasional secara menyeluruh dan menjadi fondasi utama dalam menjaga
stabilitas negara⁶.
Dengan demikian,
peran Wawasan Nusantara dalam menjaga keutuhan NKRI bersifat menyeluruh dan
mendalam. Ia menjadi pijakan konseptual dan operasional dalam membangun
kesadaran kewilayahan, solidaritas nasional, dan komitmen terhadap integrasi
bangsa. Melalui pendidikan, terutama dalam mata pelajaran PPKn, nilai-nilai
Wawasan Nusantara harus terus ditanamkan kepada generasi muda agar mereka
tumbuh sebagai warga negara yang tangguh, cinta tanah air, dan berdaya saing
global tanpa kehilangan identitas kebangsaannya.
Footnotes
[1]
Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan
dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 89.
[2]
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2013),
111.
[3]
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Strategi Pertahanan
Negara dalam Perspektif Wawasan Nusantara (Jakarta: Pustekkom Kemhan,
2016), 54.
[4]
Budi Winarno, Globalisasi dan Problematika Integrasi Nasional
(Yogyakarta: UGM Press, 2012), 73.
[5]
M. Syafi’i Anwar, “Wawasan Kebangsaan dan Ancaman Ideologi
Transnasional,” dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol. 10, no.
2 (2021): 129.
[6]
Lemhannas RI, Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan
(Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2019), 38.
6.
Implementasi
Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Implementasi Wawasan
Nusantara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan langkah konkret
untuk mewujudkan kesatuan nasional yang dinamis, partisipatif, dan berdaya
tahan tinggi. Sebagai doktrin geopolitik nasional, Wawasan Nusantara tidak
berhenti pada tataran konseptual, tetapi harus diwujudkan melalui kebijakan
negara, sikap sosial masyarakat, dan perilaku individual warga negara dalam
berbagai aspek kehidupan. Implementasi ini menyentuh seluruh dimensi kehidupan
nasional: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan¹.
6.1. Bidang Ideologi dan Pendidikan
Dalam bidang
ideologi, Wawasan Nusantara diimplementasikan melalui internalisasi nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Upaya ini dilakukan
melalui pendidikan formal dan non-formal, terutama dalam mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), pelatihan bela negara, dan
sosialisasi wawasan kebangsaan. Kurikulum nasional menempatkan pendidikan
kebangsaan sebagai sarana utama dalam membangun karakter bangsa dan menanamkan
semangat persatuan².
Sebagai contoh,
program “Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)” yang dicanangkan oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
mengintegrasikan nilai nasionalisme dan cinta tanah air ke dalam proses
pembelajaran di semua jenjang pendidikan. Tujuannya adalah agar peserta didik
memiliki kesadaran geopolitik dan mampu berkontribusi dalam menjaga keutuhan
NKRI³.
6.2. Bidang Politik dan Pemerintahan
Dalam bidang
politik, implementasi Wawasan Nusantara tercermin dalam kebijakan otonomi
daerah yang tetap berpijak pada prinsip NKRI. Sistem pemerintahan Indonesia
yang menganut desentralisasi asimetris memberikan kewenangan kepada daerah
untuk mengatur rumah tangganya sendiri, namun tetap dalam bingkai negara kesatuan.
Hal ini menjaga keseimbangan antara keberagaman lokal dan integrasi nasional⁴.
Selain itu, proses
pemilu yang demokratis dan inklusif juga merupakan wujud konkret implementasi
Wawasan Nusantara, karena memungkinkan seluruh warga negara dari berbagai
daerah berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan nasional, memperkuat
kohesi politik, dan mencegah marginalisasi kelompok tertentu.
6.3. Bidang Ekonomi dan Pemerataan Pembangunan
Dalam ranah ekonomi,
implementasi Wawasan Nusantara tampak dalam kebijakan pemerataan pembangunan
antardaerah, terutama antara wilayah barat dan timur Indonesia. Program
strategis nasional seperti “Tol Laut” dan “Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)”
bertujuan untuk menghubungkan wilayah-wilayah terpencil dan meningkatkan daya saing
daerah di seluruh nusantara. Hal ini sesuai dengan prinsip integrasi wilayah
sebagai fondasi utama Wawasan Nusantara⁵.
Implementasi ini
juga mengurangi potensi kecemburuan sosial antarwilayah yang dapat menjadi
ancaman bagi persatuan bangsa. Dengan menjamin bahwa pembangunan tidak bersifat
Jawa-sentris atau wilayah-sentris, negara menunjukkan komitmen terhadap asas
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
6.4. Bidang Sosial Budaya
Pada aspek sosial
budaya, Wawasan Nusantara diwujudkan dalam upaya pelestarian budaya lokal dalam
bingkai nasional. Pemerintah mendorong keberagaman budaya sebagai aset bangsa
melalui program “Pemajuan Kebudayaan” dan festival-festival budaya lintas
daerah. Media massa juga berperan penting dalam memperkuat narasi persatuan melalui
penyiaran konten edukatif yang menekankan nilai-nilai kebhinnekaan⁶.
Implementasi nilai
toleransi, saling menghormati, dan solidaritas sosial di tengah pluralitas
masyarakat Indonesia menjadi bagian integral dari pengamalan Wawasan Nusantara
dalam kehidupan sehari-hari.
6.5. Bidang Pertahanan dan Keamanan
Dalam dimensi
pertahanan dan keamanan, Wawasan Nusantara diimplementasikan melalui sistem
pertahanan semesta, di mana seluruh warga negara memiliki peran dalam menjaga
kedaulatan bangsa. Program bela negara, penguatan sistem radar dan pos
pengawasan perbatasan, serta latihan militer terpadu adalah wujud nyata
penerapan Wawasan Nusantara dalam aspek ketahanan nasional⁷.
Penempatan personel
TNI dan Polri di wilayah perbatasan juga dimaksudkan untuk memperkuat kehadiran
negara di wilayah terluar sekaligus menumbuhkan rasa aman dan solidaritas
nasional.
Footnotes
[1]
Lemhannas RI, Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan
(Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2019), 42.
[2]
Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan
dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 94–95.
[3]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan
Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2017),
12.
[4]
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia
(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), 148.
[5]
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Tol Laut:
Penghubung Nusantara (Jakarta: Kemenko Marves, 2020), 7–9.
[6]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Strategi Nasional Pemajuan Kebudayaan (Jakarta:
Kemendikbudristek, 2021), 16.
[7]
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan
Indonesia (Jakarta: Kemhan RI, 2015), 59–60.
7.
Tantangan
Aktual terhadap Wawasan Nusantara
Meskipun Wawasan
Nusantara telah lama menjadi pijakan strategis dalam membangun keutuhan dan
kedaulatan nasional, implementasinya di era kontemporer tidak lepas dari
berbagai tantangan serius yang bersifat multidimensional. Perkembangan
globalisasi, dinamika sosial-politik dalam negeri, serta transformasi teknologi
informasi telah menghadirkan ancaman baru terhadap integritas bangsa dan
efektivitas internalisasi nilai-nilai Wawasan Nusantara. Oleh karena itu,
identifikasi dan pemahaman atas tantangan aktual ini menjadi sangat penting
sebagai dasar penyusunan strategi penguatan kebangsaan.
7.1. Globalisasi dan Erosi Identitas Nasional
Globalisasi yang
ditandai oleh arus bebas informasi, budaya, dan ideologi membawa tantangan
besar terhadap identitas nasional. Budaya asing yang masuk tanpa penyaringan
nilai telah memengaruhi pola pikir dan gaya hidup sebagian masyarakat,
khususnya generasi muda, yang cenderung meninggalkan nilai-nilai lokal dan
kebangsaan. Fenomena ini dikenal sebagai “cultural invasion” yang jika tidak
diantisipasi, akan mengikis nasionalisme dan komitmen terhadap keutuhan NKRI¹.
Dalam konteks ini, Wawasan Nusantara harus diperkuat sebagai filter kultural
yang mampu menjaga jatidiri bangsa Indonesia.
7.2. Radikalisme dan Ideologi Transnasional
Munculnya gerakan
radikal dan penyebaran ideologi transnasional yang tidak sejalan dengan
Pancasila menjadi ancaman serius terhadap stabilitas nasional.
Kelompok-kelompok ini seringkali mengusung semangat keagamaan atau ideologi
tertentu yang menolak konsep negara kebangsaan serta mengabaikan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika. Beberapa kasus terorisme, intoleransi, dan provokasi
sektarian telah terbukti menjadi ancaman langsung terhadap persatuan nasional
dan pelaksanaan Wawasan Nusantara sebagai pandangan geopolitik integratif².
7.3. Disparitas Pembangunan dan Ketimpangan Wilayah
Kesenjangan
pembangunan antara wilayah barat dan timur Indonesia, serta antara perkotaan
dan pedesaan, dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang mengarah pada
disintegrasi. Ketimpangan dalam infrastruktur, akses pendidikan, layanan
kesehatan, dan kesempatan ekonomi berpotensi melemahkan loyalitas warga negara
terhadap negara. Jika Wawasan Nusantara tidak diwujudkan dalam kebijakan
pembangunan yang merata, maka ia akan kehilangan legitimasi di mata rakyat
daerah³.
7.4. Ancaman Separatisme dan Konflik Komunal
Gerakan separatis
yang muncul di beberapa wilayah seperti Papua dan Maluku menunjukkan bahwa
masih terdapat tantangan dalam mewujudkan integrasi nasional yang utuh. Selain
itu, konflik horizontal berbasis etnis atau agama yang terjadi di sejumlah
daerah mengindikasikan lemahnya penghayatan terhadap nilai toleransi dan
persatuan yang seharusnya menjadi bagian integral dari Wawasan Nusantara.
Situasi ini menuntut pendekatan kultural, dialogis, dan humanis dalam
memperkuat ikatan kebangsaan⁴.
7.5. Penyalahgunaan Teknologi Informasi
Kemajuan teknologi
informasi, khususnya media sosial, telah membawa dampak ambivalen. Di satu
sisi, ia dapat menjadi sarana edukasi dan integrasi; namun di sisi lain, ia
juga menjadi alat penyebaran hoaks, ujaran kebencian, serta provokasi yang
dapat memecah belah masyarakat. Kurangnya literasi digital di kalangan
masyarakat menyebabkan informasi yang bersifat destruktif lebih cepat menyebar
dan mengancam persatuan nasional⁵.
7.6. Degradasi Nilai Kewarganegaraan
Rendahnya
partisipasi warga negara dalam kehidupan publik, lemahnya semangat bela negara,
serta apatisme terhadap isu-isu kebangsaan menandakan adanya penurunan dalam
penghayatan nilai-nilai kewarganegaraan. Fenomena ini bisa diakibatkan oleh
krisis kepercayaan terhadap lembaga negara, atau oleh lemahnya pendidikan
karakter yang seharusnya menginternalisasi Wawasan Nusantara sejak dini⁶.
Footnotes
[1]
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2013),
119.
[2]
M. Syafi’i Anwar, “Radikalisme dan Tantangan Wawasan Kebangsaan,” dalam
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol. 11, no. 1 (2022): 27.
[3]
Budi Winarno, Globalisasi dan Problematika Integrasi Nasional
(Yogyakarta: UGM Press, 2012), 79.
[4]
Lemhannas RI, Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan
(Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2019), 49.
[5]
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Laporan
Tahunan Literasi Digital Nasional 2022 (Jakarta: Kominfo RI, 2023), 17.
[6]
Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan
dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 107.
8.
Strategi
Penguatan Wawasan Nusantara di Era Digital
Memasuki era digital
yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
sangat cepat, penguatan Wawasan Nusantara memerlukan pendekatan yang adaptif,
inovatif, dan berorientasi pada kebutuhan generasi digital. Transformasi
digital membawa peluang besar untuk memperluas jangkauan edukasi kebangsaan,
namun juga menghadirkan tantangan berupa infiltrasi budaya asing, penyebaran disinformasi,
serta menurunnya partisipasi warga negara dalam menjaga keutuhan bangsa. Oleh
karena itu, strategi penguatan Wawasan Nusantara di era digital harus dirancang
secara sistematis dan menyentuh berbagai lapisan masyarakat.
8.1. Integrasi Nilai-Nilai Kebangsaan dalam Ekosistem
Digital Pendidikan
Pendidikan menjadi
kunci utama dalam membangun kesadaran Wawasan Nusantara di kalangan generasi
muda. Integrasi nilai-nilai kebangsaan ke dalam platform digital pendidikan
seperti e-learning, aplikasi mobile, dan konten multimedia interaktif merupakan
langkah penting untuk menjangkau pelajar digital native. Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui program Merdeka
Belajar telah mendorong pengembangan modul pembelajaran berbasis
karakter yang diakses secara daring, termasuk tema-tema kebangsaan, toleransi,
dan integrasi nasional¹.
Pemanfaatan media
digital ini perlu dilengkapi dengan pelatihan guru dan penguatan literasi
digital siswa, agar mereka tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga
subjek aktif dalam membangun kesadaran berbangsa dan bernegara.
8.2. Penguatan Literasi Digital dan Etika Bermedia
Sosial
Penguatan Wawasan
Nusantara di era digital tidak dapat dilepaskan dari penguatan literasi
digital. Literasi digital mencakup kemampuan memahami, mengevaluasi, dan
menyebarkan informasi secara bijak dan bertanggung jawab. Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat bahwa media sosial menjadi saluran
utama penyebaran radikalisme dan disinformasi yang berpotensi memecah belah
masyarakat².
Oleh karena itu,
program literasi digital seperti Indonesia Makin Cakap Digital yang
digagas oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika harus diperluas cakupannya
dengan muatan kebangsaan dan nilai-nilai Wawasan Nusantara. Masyarakat perlu
dibekali kemampuan untuk mengenali konten yang provokatif, menyesatkan, atau
anti-NKRI, serta dituntun untuk memproduksi dan menyebarkan konten positif yang
memperkuat rasa persatuan³.
8.3. Pemanfaatan Media Sosial sebagai Sarana Diseminasi
Nilai Kebangsaan
Media sosial seperti
YouTube, Instagram, TikTok, dan X (Twitter) memiliki peran besar dalam
membentuk opini publik. Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memanfaatkan
platform ini untuk menyampaikan pesan-pesan kebangsaan dalam format yang
menarik dan sesuai dengan preferensi generasi muda. Misalnya, kampanye digital
bertema “Cinta Tanah Air”, “NKRI Harga Mati”, atau “Bangga Jadi Indonesia”
dapat dikemas dalam bentuk video pendek, infografik, podcast, atau animasi⁴.
Konten-konten ini
harus dirancang dengan pendekatan naratif yang kuat dan emosional, agar mampu
membentuk kesadaran kolektif dan menggugah komitmen generasi muda terhadap
persatuan bangsa.
8.4. Kolaborasi Multisektor dan Partisipasi Komunitas
Digital
Penguatan Wawasan
Nusantara di era digital memerlukan sinergi antara pemerintah, akademisi,
pelaku industri digital, media, dan komunitas masyarakat. Kolaborasi ini
penting dalam menciptakan ekosistem informasi yang sehat dan edukatif.
Komunitas-komunitas digital seperti influencer pendidikan, content
creator patriotik, dan komunitas literasi digital dapat
menjadi agen perubahan dalam menyebarkan nilai-nilai persatuan dan kesadaran
geopolitik Indonesia⁵.
Program pelatihan
digital berbasis komunitas yang mengusung tema-tema Wawasan Nusantara juga dapat
mendorong keterlibatan aktif warga negara dalam menjaga keutuhan bangsa melalui
media digital.
8.5. Penguatan Sistem Keamanan Informasi dan Regulasi
Siber
Selain pendekatan
edukatif dan partisipatif, penguatan Wawasan Nusantara juga harus didukung oleh
regulasi yang melindungi ruang digital nasional. Pemerintah perlu mengembangkan
sistem keamanan informasi nasional yang mampu menangkal serangan siber, penyebaran
propaganda anti-NKRI, serta infiltrasi ideologi asing yang merusak tatanan
sosial. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) memiliki peran strategis dalam
merancang sistem pertahanan siber yang adaptif dan integratif⁶.
Di samping itu,
penerapan regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE) harus dilakukan secara adil dan bijaksana, tanpa mengorbankan kebebasan
berekspresi, namun tetap menjaga ruang publik digital dari konten yang merusak
nilai kebangsaan.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Merdeka Belajar dalam Platform Digital (Jakarta:
Kemendikbudristek, 2022), 18.
[2]
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Laporan Tahunan
Pencegahan Terorisme di Dunia Maya (Jakarta: BNPT, 2022), 21–22.
[3]
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Indonesia
Makin Cakap Digital: Laporan Nasional Literasi Digital 2023 (Jakarta:
Kominfo RI, 2023), 33.
[4]
Putri Aulia dan R. Widiastuti, “Strategi Komunikasi Pemerintah di Media
Sosial dalam Menanamkan Nasionalisme Generasi Muda,” Jurnal Komunikasi dan
Kebangsaan, vol. 5, no. 2 (2022): 145.
[5]
Eko Prasetyo, Gerakan Literasi Digital dan Nasionalisme di Kalangan
Milenial (Yogyakarta: Media Literasi Nusantara, 2020), 52.
[6]
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Strategi Keamanan Siber
Nasional Republik Indonesia (Jakarta: BSSN, 2021), 11–14.
9.
Refleksi
Kewarganegaraan
Wawasan Nusantara,
sebagai cara pandang geopolitik dan identitas kebangsaan, tidak hanya menjadi
konsep teoretis dalam kebijakan negara, tetapi juga harus menjelma sebagai
nilai yang hidup dalam kesadaran dan perilaku setiap warga negara. Dalam
perspektif kewarganegaraan, Wawasan Nusantara mengajarkan bahwa menjadi warga
negara Indonesia berarti memiliki tanggung jawab kolektif untuk menjaga
keutuhan bangsa, menghargai keberagaman, serta berperan aktif dalam membangun
kehidupan bernegara yang adil, demokratis, dan berdaulat¹.
9.1. Internalisasi Nilai Persatuan dalam Diri Warga
Negara
Salah satu nilai
fundamental dari Wawasan Nusantara adalah persatuan dalam keberagaman. Sebagai
warga negara yang hidup di tengah masyarakat multikultural, setiap individu
dituntut untuk menginternalisasi nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan
semangat kebersamaan. Hal ini menjadi sangat penting dalam menghadapi dinamika
sosial-politik yang kerap kali menimbulkan polarisasi dan disintegrasi sosial.
Semangat “Bhinneka Tunggal Ika” bukan hanya semboyan simbolik, tetapi harus
menjadi pedoman etis dalam interaksi antarwarga negara².
9.2. Kesadaran Teritorial dan Tanggung Jawab Geopolitik
Refleksi
kewarganegaraan juga menuntut adanya kesadaran teritorial — bahwa Indonesia
sebagai negara kepulauan memiliki kerentanan terhadap ancaman disintegrasi
wilayah, infiltrasi asing, dan eksploitasi sumber daya. Dalam hal ini, Wawasan
Nusantara memberikan kerangka pemahaman kepada warga negara untuk bersikap
waspada, mencintai tanah air, dan menjaga wilayah kedaulatan nasional sebagai
milik bersama. Kesadaran ini dapat diwujudkan dalam bentuk dukungan terhadap
program bela negara, keterlibatan dalam penanggulangan bencana, serta
kepedulian terhadap lingkungan hidup dan batas-batas wilayah³.
9.3. Keterlibatan Aktif dalam Demokrasi dan Kehidupan
Publik
Warga negara yang
memahami nilai-nilai Wawasan Nusantara semestinya menjadi agen demokrasi yang
aktif dan bertanggung jawab. Ini meliputi partisipasi dalam pemilu,
keterlibatan dalam kegiatan sosial-politik, serta keberanian menyuarakan
kebenaran untuk menjaga keadilan dan integritas kehidupan berbangsa. Dalam
konteks ini, Wawasan Nusantara membentuk landasan moral bagi warga negara untuk
menjadi subjek aktif dalam memperkuat sistem ketatanegaraan⁴.
9.4. Penguatan Identitas Kebangsaan di Era Global
Di tengah arus
globalisasi dan penetrasi budaya asing yang masif, identitas kebangsaan sering
kali mengalami krisis. Wawasan Nusantara, dalam refleksi kewarganegaraan,
menjadi alat untuk memperkuat kebanggaan nasional (national pride) dan
mempertegas jati diri Indonesia sebagai bangsa yang memiliki nilai, sejarah,
dan pandangan hidup sendiri. Kesadaran akan identitas ini penting untuk
membendung sikap inferioritas kultural dan membangun mentalitas warga negara
yang tangguh, adaptif, dan tetap setia pada nilai-nilai Pancasila⁵.
9.5. Pendidikan sebagai Sarana Pembentukan Warga Negara
Ideal
Refleksi kewarganegaraan
juga menunjukkan bahwa pendidikan — khususnya Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan — memiliki peran vital dalam membentuk pribadi warga negara
yang memahami, menghayati, dan mengamalkan Wawasan Nusantara. Sekolah bukan
hanya tempat mentransmisikan pengetahuan, tetapi juga arena untuk menanamkan
nilai-nilai kebangsaan, latihan kepemimpinan, serta pembiasaan sikap cinta
tanah air dan bela negara⁶.
Dengan demikian,
refleksi kewarganegaraan atas Wawasan Nusantara menegaskan bahwa setiap individu
bukan sekadar penghuni wilayah Indonesia, tetapi pemilik dan penjaga eksistensi
bangsa. Kewarganegaraan yang sejati ditandai oleh komitmen terhadap integrasi
nasional, partisipasi dalam kehidupan publik, dan loyalitas terhadap Pancasila
serta UUD 1945. Dalam era disrupsi digital dan ketidakpastian global, peran
aktif warga negara menjadi semakin penting untuk menjaga keberlangsungan NKRI.
Footnotes
[1]
Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Wawasan Kebangsaan
dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 101.
[2]
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2013),
117–118.
[3]
Lemhannas RI, Ketahanan Nasional dan Wawasan Kebangsaan
(Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional, 2019), 43–45.
[4]
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia
(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), 160.
[5]
Budi Winarno, Globalisasi dan Problematika Integrasi Nasional
(Yogyakarta: UGM Press, 2012), 91.
[6]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X
(Jakarta: Kemendikbud, 2021), 69.
10. Penutup
Wawasan Nusantara merupakan konsep strategis yang
merangkum identitas geopolitik, kultural, dan ideologis bangsa Indonesia dalam
menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai cara pandang nasional, Wawasan Nusantara tidak hanya relevan dalam
kerangka pertahanan wilayah, tetapi juga menyentuh berbagai aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara, seperti politik, ekonomi, sosial budaya, serta
pendidikan karakter kebangsaan. Ia menjadi landasan normatif dan operasional
dalam menata hubungan antarwilayah, antarwarga negara, dan antara masyarakat
dengan negara dalam semangat persatuan dan kesatuan¹.
Kajian ini menunjukkan bahwa implementasi Wawasan
Nusantara harus terus diperkuat melalui berbagai strategi, terutama dalam
konteks era digital yang membawa peluang sekaligus tantangan besar. Ancaman
terhadap integritas nasional seperti radikalisme, separatisme, disinformasi
digital, dan ketimpangan pembangunan menjadi pengingat bahwa Wawasan Nusantara
bukanlah konsep yang statis, melainkan perlu terus diaktualisasikan melalui
pendekatan adaptif dan partisipatif². Dalam hal ini, sinergi antara pemerintah,
institusi pendidikan, media, komunitas digital, dan seluruh elemen masyarakat
menjadi kunci utama dalam menjaga keberlangsungan nilai-nilai kebangsaan yang
terkandung dalam Wawasan Nusantara.
Sebagai refleksi kewarganegaraan, Wawasan Nusantara
menuntut keterlibatan aktif seluruh warga negara dalam menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Hal ini dapat diwujudkan melalui sikap toleransi, semangat
bela negara, kesadaran geopolitik, serta partisipasi konstruktif dalam
kehidupan publik. Dalam dunia pendidikan, penguatan nilai-nilai Wawasan
Nusantara harus menjadi bagian integral dari pembelajaran, terutama dalam mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, agar generasi muda tumbuh
sebagai warga negara yang berkarakter, tangguh, dan cinta tanah air³.
Dengan demikian, Wawasan Nusantara tidak hanya
menjadi wacana kebijakan negara, tetapi juga harus menjadi sikap hidup bangsa.
Dalam menghadapi berbagai tantangan global dan domestik, Wawasan Nusantara
tetap relevan sebagai pilar integrasi nasional dan fondasi keutuhan NKRI yang
tidak tergantikan.
Footnotes
[1]
Daryono, Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun
Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
115.
[2]
M. Syafi’i Anwar, “Wawasan Kebangsaan di Tengah
Tantangan Radikalisme,” dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol.
10, no. 2 (2021): 130.
[3]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk
SMA/MA Kelas X (Jakarta: Kemendikbud, 2021), 71.
Daftar Pustaka
Anwar, M. S. (2021). Wawasan kebangsaan di tengah
tantangan radikalisme. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 10(2),
122–130.
Arsana, I. M. A. (2013). Wawasan Nusantara dalam
perspektif geopolitik negara kepulauan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
17(1), 35–36.
Asshiddiqie, J. (2006). Konstitusi dan
konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
(2022). Laporan tahunan pencegahan terorisme di dunia maya. Jakarta:
BNPT.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). (2021). Strategi
keamanan siber nasional Republik Indonesia. Jakarta: BSSN.
Daryono. (2010). Pendidikan kewarganegaraan:
Membangun wawasan kebangsaan dan karakter bangsa. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kaelan. (2013). Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan
Investasi. (2020). Tol laut: Penghubung nusantara. Jakarta: Kemenko
Marves.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia. (2023). Indonesia makin cakap digital: Laporan nasional literasi
digital 2023. Jakarta: Kominfo RI.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. (2017). Panduan implementasi penguatan pendidikan karakter.
Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. (2021). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA
Kelas X. Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia. (2021). Strategi nasional pemajuan kebudayaan.
Jakarta: Kemendikbudristek.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia. (2022). Panduan Merdeka Belajar dalam platform
digital. Jakarta: Kemendikbudristek.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (2015). Buku
putih pertahanan Indonesia. Jakarta: Kemhan RI.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (2016). Strategi
pertahanan negara dalam perspektif Wawasan Nusantara. Jakarta: Pustekkom
Kemhan.
Lapian, A. B. (2008). Pelayaran dan perniagaan
Nusantara. Jakarta: Komunitas Bambu.
Lemhannas RI. (2019). Ketahanan nasional dan
wawasan kebangsaan. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional RI.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
(1999). Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
Notosusanto, N., & Kusuma, A. B. (1993). Naskah
persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
Prasetyo, E. (2020). Gerakan literasi digital
dan nasionalisme di kalangan milenial. Yogyakarta: Media Literasi
Nusantara.
Putri, A., & Widiastuti, R. (2022). Strategi
komunikasi pemerintah di media sosial dalam menanamkan nasionalisme generasi
muda. Jurnal Komunikasi dan Kebangsaan, 5(2), 145–160.
United Nations. (1982). United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Retrieved May 2025 from https://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf
Usman, W. (1992). Wawasan Nusantara: Konsepsi
geopolitik Indonesia. Jakarta: Lemhannas RI.
Winarno, B. (2012). Globalisasi dan problematika
integrasi nasional. Yogyakarta: UGM Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar