Kurikulum dalam Pendidikan
Konsep, Perkembangan, dan Implementasi
Alihkan ke: Kurikuler dalam Sistem Pendidikan di Indonesia.
Sistem Pemerintahan, Sistem Hukum, Sistem Ekonomi, Sistem Pendidikan.
Kurikulum yang digunakan di
MA Plus Al-Aqsha:
·
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
·
Kurikulum 2013 (K-13)
Abstrak
Kurikulum merupakan elemen
fundamental dalam sistem pendidikan yang berfungsi sebagai pedoman dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Artikel ini membahas
secara komprehensif tentang konsep, perkembangan, implementasi, evaluasi, serta
tantangan dan masa depan kurikulum dalam sistem pendidikan. Pembahasan dimulai
dari definisi dan konsep dasar kurikulum, sejarah perkembangannya di Indonesia,
hingga berbagai model dan teori yang digunakan dalam desain serta pengembangan
kurikulum. Selain itu, artikel ini juga menyoroti implementasi kurikulum,
evaluasi, serta revisi yang diperlukan agar sistem pendidikan tetap relevan
dengan tuntutan global.
Tantangan dalam implementasi
kurikulum meliputi kesenjangan infrastruktur, kesiapan guru, dan adaptasi
terhadap perkembangan teknologi. Oleh karena itu, reformasi kurikulum harus
dilakukan dengan berbasis data dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan,
termasuk pendidik, peserta didik, serta industri. Kurikulum masa depan
diproyeksikan lebih fleksibel, berbasis teknologi, serta mengedepankan
keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan
kreativitas (4Cs). Dengan demikian, sistem pendidikan dapat
menghasilkan lulusan yang tidak hanya memiliki kompetensi akademik, tetapi juga
siap menghadapi tantangan dunia kerja yang terus berkembang.
Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan, Evaluasi
Kurikulum, Implementasi Kurikulum, Revisi Kurikulum, Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Kurikulum Masa Depan, Transformasi Digital dalam Pendidikan.
PEMBAHASAN
Kurikulum dalam Pendidikan
1.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam
pembangunan suatu bangsa. Salah satu elemen fundamental dalam pendidikan adalah
kurikulum, yang berperan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kurikulum mencerminkan visi,
misi, dan filosofi pendidikan suatu negara serta menjadi instrumen strategis
dalam membentuk kualitas sumber daya manusia. Dengan kata lain, kurikulum
adalah inti dari sistem pendidikan yang mengatur semua aspek pembelajaran, mulai
dari tujuan, isi, metode, hingga evaluasi pembelajaran di berbagai jenjang
pendidikan.
1.1. Definisi Kurikulum
Secara etimologis, kata kurikulum berasal
dari bahasa Latin currere, yang berarti "berlari" atau
"lintasan yang harus ditempuh". Dalam konteks pendidikan, kurikulum
dapat diartikan sebagai jalur yang harus dilalui oleh peserta didik dalam
proses pembelajaran untuk mencapai hasil pendidikan yang diharapkan.¹ Istilah
ini pertama kali digunakan dalam dunia pendidikan pada abad ke-17 di
Universitas Glasgow, Skotlandia, untuk menggambarkan serangkaian mata pelajaran
yang harus ditempuh oleh mahasiswa selama masa studi mereka.²
Beberapa ahli telah mendefinisikan kurikulum dengan
perspektif yang beragam. Menurut Ralph Tyler, seorang tokoh penting dalam pengembangan
teori kurikulum, kurikulum adalah "semua pengalaman belajar yang
dirancang dan dipandu oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan".³
Sementara itu, Daniel Tanner dan Laurel Tanner mendefinisikan kurikulum sebagai
"suatu rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman secara sistematis yang
dikembangkan dalam lembaga pendidikan untuk memungkinkan peserta didik
meningkatkan kompetensi dalam kehidupan sosial dan akademik mereka".⁴ Dari
berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum bukan hanya
sekadar daftar mata pelajaran, tetapi juga mencakup seluruh pengalaman belajar
yang dirancang secara sistematis guna mencapai tujuan pendidikan tertentu.
1.2. Pentingnya Kurikulum dalam Pendidikan
Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dalam
sistem pendidikan karena menjadi dasar dalam merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran. Fungsi utama kurikulum adalah memberikan arah dalam pembelajaran,
memastikan kesinambungan pendidikan, serta membantu dalam pencapaian kompetensi
dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada peserta didik.⁵ Kurikulum yang
baik dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan memastikan bahwa
pembelajaran berlangsung secara efektif dan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, serta kebutuhan masyarakat.
Selain itu, kurikulum berperan dalam membentuk
karakter peserta didik. Seperti yang dikemukakan oleh John Dewey, seorang
filsuf pendidikan, pendidikan seharusnya tidak hanya berorientasi pada aspek
akademik semata, tetapi juga pada pengembangan karakter dan keterampilan sosial
peserta didik agar mereka dapat berkontribusi secara positif dalam masyarakat.⁶
Oleh karena itu, kurikulum yang dirancang dengan baik harus mengakomodasi
keseimbangan antara penguasaan akademik, pembentukan karakter, serta
keterampilan praktis yang relevan dengan kehidupan nyata.
1.3. Tujuan dan Urgensi Memahami Kurikulum
Memahami kurikulum menjadi hal yang sangat penting
bagi semua pemangku kepentingan pendidikan, termasuk guru, siswa, orang tua,
serta pembuat kebijakan. Pemahaman yang baik tentang kurikulum memungkinkan
guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.⁷ Bagi siswa, kurikulum yang jelas membantu mereka
memahami tujuan pembelajaran dan mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk
masa depan. Sementara itu, bagi pembuat kebijakan, pemahaman yang mendalam
terhadap kurikulum menjadi dasar dalam merancang kebijakan pendidikan yang
relevan dan sesuai dengan tuntutan zaman.
Selain itu, perkembangan zaman yang begitu pesat
menuntut adanya pembaruan kurikulum secara berkala agar tetap relevan dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan adanya transformasi teknologi dan globalisasi,
kurikulum tidak bisa stagnan tetapi harus terus beradaptasi agar dapat
menghasilkan lulusan yang kompetitif di tingkat global.⁸
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kurikulum merupakan elemen fundamental dalam sistem pendidikan yang berperan
dalam menentukan arah pembelajaran dan pengembangan peserta didik. Sebagai
suatu instrumen strategis, kurikulum harus terus dikembangkan dan disesuaikan
dengan perkembangan zaman agar tetap relevan dan dapat menjawab tantangan masa
depan. Oleh karena itu, pemahaman yang komprehensif mengenai kurikulum menjadi
hal yang sangat penting bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Catatan Kaki
[1]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 13.
[2]
Ivor F. Goodson, The Making of Curriculum:
Collected Essays (London: Falmer Press, 1995), 21.
[3]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 1.
[4]
Tanner dan Tanner, Curriculum Development,
15.
[5]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 7.
[6]
John Dewey, Democracy and Education (New
York: Macmillan, 1916), 25.
[7]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 38.
[8]
Philip H. Taylor dan Colin M. Richards, An
Introduction to Curriculum Studies (Boston: Routledge, 1979), 52.
2.
Konsep
Dasar Kurikulum
2.1. Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan elemen fundamental dalam sistem
pendidikan yang menentukan arah, isi, serta metode pembelajaran. Secara umum,
kurikulum dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan dalam proses
pendidikan guna mencapai tujuan tertentu.¹ Istilah kurikulum sendiri
berasal dari bahasa Latin currere, yang berarti "berlari"
atau "lintasan yang harus ditempuh", yang kemudian diadopsi
dalam konteks pendidikan untuk menggambarkan lintasan pembelajaran yang harus
dilalui oleh peserta didik.²
Definisi kurikulum berkembang seiring waktu. Ralph
W. Tyler, dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction,
mendefinisikan kurikulum sebagai "semua pengalaman belajar yang dirancang
dan dipandu oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan".³ Pendapat
serupa dikemukakan oleh Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner yang menyatakan
bahwa kurikulum adalah "suatu rekonstruksi pengalaman yang disengaja
untuk memungkinkan peserta didik memperoleh dan mengembangkan pengetahuan serta
keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan mereka".⁴
Sementara itu, Allan C. Ornstein dan Francis P.
Hunkins membedakan kurikulum menjadi dua kategori utama, yaitu: (1) kurikulum
sebagai dokumen tertulis yang berisi rencana pengajaran, dan (2) kurikulum
sebagai pengalaman belajar yang dialami peserta didik di dalam maupun di luar
kelas.⁵ Berdasarkan berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kurikulum bukan sekadar daftar mata pelajaran, melainkan seluruh pengalaman
belajar yang dirancang secara sistematis guna mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.
2.2. Unsur-Unsur Utama dalam Kurikulum
Kurikulum sebagai instrumen pendidikan terdiri dari
berbagai unsur utama yang saling berkaitan. Menurut Peter F. Oliva, terdapat
empat komponen utama dalam kurikulum, yaitu:
1)
Tujuan Pendidikan
Menentukan
arah dari seluruh proses pembelajaran dan kompetensi yang diharapkan dapat
dicapai oleh peserta didik.⁶
2)
Isi dan Materi Pembelajaran
Merupakan
bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan tujuan pendidikan dan kebutuhan
peserta didik.
3)
Strategi dan Metode Pembelajaran
Meliputi
pendekatan pedagogis dan teknik instruksional yang digunakan untuk menyampaikan
materi agar peserta didik dapat memahami dan mengaplikasikannya secara
efektif.⁷
4)
Evaluasi dan Asesmen
Proses
pengukuran keberhasilan kurikulum dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
serta memberikan umpan balik untuk perbaikan lebih lanjut.
Selain empat komponen utama tersebut, Tanner dan
Tanner menambahkan bahwa faktor-faktor eksternal seperti kebijakan pendidikan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai sosial juga
mempengaruhi struktur dan implementasi kurikulum.⁸
2.3. Fungsi dan Tujuan Kurikulum dalam Pendidikan
Kurikulum memiliki beberapa fungsi penting dalam
pendidikan, antara lain:
1)
Fungsi Akademik
Kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam perancangan program akademik yang mengarahkan
peserta didik dalam mencapai kompetensi tertentu.
2)
Fungsi Sosial dan Budaya
Kurikulum
tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan akademik tetapi juga untuk
mentransmisikan nilai-nilai sosial dan budaya kepada peserta didik agar mereka
dapat berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat.⁹
3)
Fungsi Ekonomi
Kurikulum
dirancang untuk menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan
sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.¹⁰
4)
Fungsi Individual
Kurikulum
juga harus memperhatikan perkembangan potensi individu dengan memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan
mereka.¹¹
Sejalan dengan fungsinya, kurikulum memiliki tujuan
utama dalam membentuk peserta didik yang memiliki kompetensi intelektual,
keterampilan praktis, serta karakter yang baik.¹² Oleh karena itu, dalam
perancangannya, kurikulum harus fleksibel, adaptif, dan berorientasi pada
kebutuhan peserta didik serta tantangan global.
Kesimpulan
Konsep dasar kurikulum mencakup berbagai aspek mulai
dari definisi, unsur-unsur, hingga fungsi dan tujuannya dalam pendidikan.
Kurikulum bukan hanya dokumen administratif, tetapi juga alat strategis yang
berperan dalam membentuk kualitas pendidikan. Dengan memahami konsep dasar
kurikulum, para pemangku kepentingan pendidikan dapat mengembangkan sistem
pembelajaran yang lebih efektif dan relevan dengan perkembangan zaman.
Catatan Kaki
[1]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 10.
[2]
Ivor F. Goodson, The Making of Curriculum:
Collected Essays (London: Falmer Press, 1995), 18.
[3]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 1.
[4]
Tanner dan Tanner, Curriculum Development,
12.
[5]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 5.
[6]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 22.
[7]
Ibid., 25.
[8]
Tanner dan Tanner, Curriculum Development,
30.
[9]
John Dewey, Experience and Education (New
York: Collier Books, 1938), 47.
[10]
Philip H. Taylor dan Colin M. Richards, An
Introduction to Curriculum Studies (Boston: Routledge, 1979), 65.
[11]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum, 40.
[12]
Oliva, Developing the Curriculum, 50.
3.
Sejarah
dan Perkembangan Kurikulum
3.1. Evolusi Kurikulum dari Masa ke Masa
Kurikulum sebagai instrumen pendidikan telah
mengalami perkembangan seiring dengan perubahan sosial, budaya, politik, dan
ekonomi. Sejarah kurikulum dapat ditelusuri sejak zaman kuno hingga era modern,
di mana konsep dan pendekatannya mengalami transformasi yang signifikan.¹
Pada zaman Yunani Kuno, kurikulum berorientasi pada
pendidikan moral dan intelektual, yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran filsuf
seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Plato dalam Republic
menekankan pentingnya pendidikan sebagai alat untuk membentuk individu yang
ideal bagi negara, sedangkan Aristoteles dalam Nicomachean Ethics
mengaitkan pendidikan dengan pengembangan karakter dan kebijaksanaan praktis.²
Pada periode ini, kurikulum mencakup studi tentang logika, etika, retorika, dan
musik yang bertujuan membentuk manusia yang berpengetahuan luas dan berbudi
luhur.
Pada Abad Pertengahan, sistem pendidikan dikelola
oleh gereja, dan kurikulum didominasi oleh trivium (gramatika, logika,
retorika) dan quadrivium (aritmetika, geometri, musik, astronomi).³
Pendidikan lebih berfokus pada pembentukan karakter religius, dan kurikulum
bersifat kaku serta hanya dapat diakses oleh kaum elit.
Memasuki era Renaissance dan Reformasi, pendidikan
mulai mengalami pergeseran, di mana kurikulum mulai memasukkan ilmu pengetahuan
alam dan humaniora. Tokoh seperti Comenius dalam Didactica Magna
menekankan pentingnya pendidikan universal dan pembelajaran berbasis
pengalaman.⁴
Pada abad ke-18 dan 19, Revolusi Industri membawa
perubahan besar dalam kurikulum, yang mulai berorientasi pada keterampilan
teknis dan ilmu pengetahuan terapan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. John
Dewey, seorang filsuf pendidikan abad ke-20, memperkenalkan konsep progressive
education, di mana kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik dan berbasis pada pengalaman nyata.⁵
3.2. Kurikulum Tradisional vs. Kurikulum Modern
Secara umum, perkembangan kurikulum dapat
dikategorikan menjadi dua fase utama: kurikulum tradisional dan kurikulum
modern.
1)
Kurikulum Tradisional
(*) Berorientasi
pada penguasaan materi akademik yang sudah ditetapkan.
(*) Menekankan
pada hafalan dan pembelajaran berbasis guru (teacher-centered learning).
(*) Struktur
kurikulum cenderung kaku dan tidak fleksibel.⁶
2)
Kurikulum Modern
(*) Menekankan
pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pengalaman (student-centered
learning).
(*) Fleksibel
dan dinamis sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan
masyarakat.
(*) Menggunakan
pendekatan interdisipliner dalam penyusunan materi pembelajaran.⁷
Salah satu perbedaan mendasar antara kedua
kurikulum ini adalah dalam pendekatan pembelajaran. Jika kurikulum tradisional
lebih berfokus pada pemindahan pengetahuan dari guru ke siswa, maka kurikulum
modern lebih menitikberatkan pada interaksi aktif antara peserta didik dan
lingkungan belajarnya.
3.3. Tren Global dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam beberapa dekade terakhir, berbagai negara
telah mengalami reformasi kurikulum untuk menyesuaikan dengan tantangan
globalisasi dan kemajuan teknologi. Beberapa tren utama dalam pengembangan
kurikulum meliputi:
1)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency-Based Curriculum, CBC)
(*) Fokus pada
pengembangan keterampilan spesifik yang diperlukan dalam dunia kerja.
(*) Menekankan
pada higher-order thinking skills seperti analisis, sintesis, dan
evaluasi.⁸
2)
Integrasi Teknologi dalam Kurikulum
(*) Pembelajaran
berbasis digital mulai diadopsi secara luas.
(*) Teknologi
digunakan untuk meningkatkan akses terhadap sumber belajar dan memperkaya
pengalaman belajar peserta didik.⁹
3)
Pendidikan Berbasis Karakter dan Soft Skills
(*) Kurikulum
tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga pada pembentukan
karakter, etika, dan keterampilan sosial.
(*) Sejalan
dengan konsep 21st Century Skills yang mencakup komunikasi, kolaborasi,
berpikir kritis, dan kreativitas.¹⁰
4)
Kurikulum Berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts,
Mathematics)
(*) Menggabungkan
ilmu eksakta dengan seni untuk menciptakan pembelajaran yang lebih holistik.
(*) Digunakan
untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan dunia industri yang
semakin kompleks.¹¹
Kesimpulan
Sejarah dan perkembangan kurikulum mencerminkan
perubahan kebutuhan pendidikan yang terus berkembang seiring dengan zaman. Dari
kurikulum klasik yang berfokus pada studi humaniora hingga kurikulum modern
yang berbasis kompetensi dan teknologi, sistem pendidikan selalu beradaptasi
dengan tantangan dan kebutuhan masyarakat. Reformasi kurikulum yang dilakukan
di berbagai negara menunjukkan bahwa pembelajaran harus terus berkembang agar
tetap relevan dalam menghadapi tantangan global di masa depan.
Catatan Kaki
[1]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 30.
[2]
Plato, Republic, terj. Allan Bloom (New
York: Basic Books, 1968), 157.
[3]
Ivor F. Goodson, The Making of Curriculum:
Collected Essays (London: Falmer Press, 1995), 40.
[4]
John Amos Comenius, Didactica Magna (Oxford:
Oxford University Press, 1967), 89.
[5]
John Dewey, Democracy and Education (New
York: Macmillan, 1916), 45.
[6]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 22.
[7]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 65.
[8]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 90.
[9]
Philip H. Taylor dan Colin M. Richards, An
Introduction to Curriculum Studies (Boston: Routledge, 1979), 120.
[10]
Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for
Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2010), 37.
[11]
Georgette Yakman, STEAM Education: An Overview
(New York: Routledge, 2017), 28.
4.
Landasan
Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan tidak
terlepas dari berbagai aspek yang mempengaruhi penyusunannya. Landasan
kurikulum merupakan faktor-faktor mendasar yang memberikan arah dan tujuan
dalam pengembangan serta implementasi kurikulum.¹ Setiap landasan kurikulum
memiliki perannya masing-masing dalam memastikan bahwa kurikulum relevan,
aplikatif, dan selaras dengan kebutuhan pendidikan serta perkembangan
masyarakat. Secara umum, landasan kurikulum terdiri dari landasan filosofis,
psikologis, sosiologis, dan yuridis.²
4.1. Landasan Filosofis Kurikulum
Landasan filosofis berperan dalam menentukan
nilai-nilai dasar yang mendasari kebijakan dan pengembangan kurikulum.³
Filsafat pendidikan memberikan arah bagi tujuan pendidikan, isi kurikulum,
metode pembelajaran, dan sistem evaluasi yang digunakan dalam suatu sistem
pendidikan.⁴
Beberapa aliran filsafat pendidikan yang
berpengaruh dalam pengembangan kurikulum adalah:
1)
Esensialisme
(*) Berorientasi
pada pemeliharaan nilai-nilai tradisional dan penguasaan mata pelajaran inti
seperti matematika, sains, dan sastra.
(*) Menekankan
pendidikan akademik sebagai persiapan bagi peserta didik untuk menjadi individu
yang rasional.⁵
2)
Progresivisme
(*) Berpusat
pada peserta didik dan menekankan pada pengalaman serta aktivitas yang bermakna
dalam pembelajaran.
(*) John Dewey,
sebagai tokoh utama progresivisme, menyatakan bahwa pendidikan harus bersifat
demokratis, fleksibel, dan berbasis pada kebutuhan serta minat peserta didik.⁶
3)
Rekonstruksionisme
(*) Berorientasi
pada perubahan sosial dan berupaya menggunakan pendidikan sebagai alat untuk
membangun masyarakat yang lebih baik.
(*) Menekankan
pentingnya kurikulum yang relevan dengan isu-isu sosial, teknologi, dan
globalisasi.⁷
4)
Perenialisme
(*) Menganggap
bahwa pendidikan harus berfokus pada pemahaman terhadap prinsip-prinsip universal
dan nilai-nilai yang abadi.
(*) Kurikulum
harus menekankan kajian terhadap literatur klasik, logika, dan etika.⁸
Setiap aliran filsafat tersebut memberikan
kontribusi yang berbeda dalam pengembangan kurikulum di berbagai sistem
pendidikan di dunia.
4.2. Landasan Psikologis Kurikulum
Psikologi pendidikan memainkan peran penting dalam
perancangan kurikulum dengan memberikan wawasan tentang bagaimana peserta didik
belajar dan berkembang.⁹ Landasan psikologis berhubungan dengan teori
perkembangan kognitif, motivasi belajar, serta karakteristik peserta didik.
Beberapa teori psikologi yang berpengaruh dalam
penyusunan kurikulum meliputi:
1)
Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
(*) Menjelaskan
bahwa anak-anak belajar sesuai dengan tahap perkembangan kognitif mereka.
(*) Kurikulum
harus dirancang dengan mempertimbangkan tahapan perkembangan mental peserta
didik.¹⁰
2)
Teori Behaviorisme (B.F. Skinner, Ivan Pavlov, John Watson)
(*) Menekankan
pada pembelajaran melalui penguatan (reinforcement) dan pembiasaan.
(*) Kurikulum
berbasis behaviorisme cenderung menggunakan metode pengajaran yang terstruktur
dan repetitif.¹¹
3)
Teori Konstruktivisme (Lev Vygotsky, Jerome Bruner)
(*) Menekankan
bahwa peserta didik membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan
interaksi sosial.
(*) Kurikulum
berbasis konstruktivisme lebih fleksibel dan memberikan ruang bagi peserta
didik untuk mengeksplorasi serta menemukan konsep-konsep baru secara mandiri.¹²
Dengan memahami teori psikologi pendidikan,
kurikulum dapat dirancang agar sesuai dengan karakteristik kognitif, emosional,
dan sosial peserta didik.
4.3. Landasan Sosiologis dan Budaya Kurikulum
Kurikulum tidak dapat dipisahkan dari konteks
sosial dan budaya di mana kurikulum itu diterapkan.¹³ Landasan sosiologis
berfungsi untuk memastikan bahwa kurikulum relevan dengan kebutuhan masyarakat,
nilai-nilai budaya, serta perkembangan sosial.
Beberapa aspek sosiologis yang berpengaruh dalam
kurikulum meliputi:
1)
Integrasi Nilai Sosial dan Budaya
Kurikulum
harus mencerminkan norma, etika, dan budaya masyarakat setempat agar dapat
membentuk peserta didik yang memiliki identitas budaya yang kuat.¹⁴
2)
Pendidikan untuk Keadilan Sosial
Kurikulum
harus mendorong kesetaraan akses terhadap pendidikan bagi semua lapisan
masyarakat.¹⁵
3)
Tantangan Globalisasi
Kurikulum
modern harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan global, termasuk
perkembangan teknologi dan ekonomi dunia.¹⁶
Perubahan sosial yang cepat menuntut kurikulum
untuk bersifat dinamis dan adaptif terhadap tantangan zaman.
4.4. Landasan Yuridis dalam Kurikulum
Landasan yuridis berhubungan dengan kebijakan,
regulasi, dan hukum yang mengatur sistem pendidikan.¹⁷ Setiap negara memiliki
kebijakan pendidikan yang menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum nasional.
1)
Undang-Undang Pendidikan
Kurikulum
harus disusun sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan pemerintah.
2)
Kebijakan Kurikulum Nasional
Setiap
negara memiliki kebijakan pendidikan yang berbeda, yang menjadi dasar dalam
penentuan standar isi kurikulum, metode pembelajaran, dan evaluasi
pendidikan.¹⁸
3)
Hak Asasi dalam Pendidikan
Kurikulum
harus mempertimbangkan aspek hak asasi manusia dalam pendidikan, termasuk
kesetaraan gender dan inklusivitas bagi peserta didik dengan kebutuhan
khusus.¹⁹
Dengan adanya landasan yuridis, kurikulum dapat
disusun secara legal dan sesuai dengan standar pendidikan nasional maupun
internasional.
Kesimpulan
Landasan kurikulum merupakan aspek fundamental
dalam perancangan sistem pendidikan. Landasan filosofis memberikan arah nilai
dan tujuan pendidikan, landasan psikologis memastikan bahwa kurikulum sesuai dengan
karakteristik peserta didik, landasan sosiologis memastikan relevansi dengan
kebutuhan masyarakat, dan landasan yuridis memberikan kepastian hukum dalam
implementasi kurikulum. Dengan memahami dan menerapkan keempat landasan ini,
kurikulum dapat dikembangkan secara efektif untuk mencetak generasi yang
berpengetahuan, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan global.
Catatan Kaki
[1]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 45.
[2]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 18.
[3]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 26.
[4]
John Dewey, Democracy and Education (New
York: Macmillan, 1916), 32.
[5]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum, 29.
[6]
Dewey, Democracy and Education, 50.
[7]
Oliva, Developing the Curriculum, 41.
[8]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 33.
[9]
Philip H. Taylor dan Colin M. Richards, An
Introduction to Curriculum Studies (Boston: Routledge, 1979), 73.
[10]
Jean Piaget, The Origins of Intelligence in
Children (New York: Norton, 1952), 55.
[11]
B.F. Skinner, The Technology of Teaching
(New York: Appleton-Century-Crofts, 1968), 68.
[12]
Lev Vygotsky, Mind in Society (Cambridge:
Harvard University Press, 1978), 84.
[13]
Tanner dan Tanner, Curriculum Development,
60.
[14]
Ibid., 64.
[15]
Oliva, Developing the Curriculum, 88.
[16]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum: Foundations,
Principles, and Issues, 95.
[17]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum,
102.
[18]
UNESCO, Education for Sustainable Development: A
Roadmap (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 27.
[19]
United Nations, Universal Declaration of Human
Rights (New York: United Nations, 1948), Article 26.
5.
Jenis-Jenis
Kurikulum
Kurikulum dalam dunia pendidikan memiliki beragam
bentuk dan kategori yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, kebutuhan
peserta didik, serta kebijakan pendidikan yang berlaku.¹ Jenis-jenis kurikulum
dapat diklasifikasikan berdasarkan aspek teoritis, pendekatan dalam
implementasi, serta perbedaan karakteristik dalam proses pembelajaran.²
Secara umum, terdapat beberapa kategori utama dalam
sistem kurikulum, yaitu kurikulum akademik vs. non-akademik, kurikulum
nasional vs. lokal, serta kurikulum eksplisit, implisit, tersembunyi, dan nol.
Selain itu, terdapat model kurikulum inovatif seperti kurikulum berbasis
kompetensi dan kurikulum berbasis standar yang berkembang dalam pendidikan
modern.³
5.1. Kurikulum Akademik vs. Kurikulum Non-Akademik
1)
Kurikulum Akademik
(*) Berfokus
pada penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan akademik.
(*) Contohnya
adalah kurikulum di sekolah formal yang mencakup mata pelajaran inti seperti
matematika, sains, bahasa, dan sejarah.⁴
2)
Kurikulum Non-Akademik
(*) Menekankan
pada pengembangan keterampilan sosial, emosional, dan keterampilan hidup.
(*) Contohnya
adalah program ekstrakurikuler, pendidikan karakter, serta pelatihan
keterampilan kewirausahaan.⁵
Kedua jenis kurikulum ini saling melengkapi dalam
membentuk peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual sekaligus
keterampilan hidup yang diperlukan dalam dunia kerja dan kehidupan
bermasyarakat.
5.2. Kurikulum Nasional vs. Kurikulum Lokal
1)
Kurikulum Nasional
(*) Dirancang
oleh pemerintah pusat dan berlaku secara nasional di seluruh satuan pendidikan.
(*) Bertujuan untuk
menyelaraskan standar pendidikan agar setiap peserta didik memiliki kompetensi
yang merata.⁶
2)
Kurikulum Lokal
(*) Dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal di masing-masing daerah atau
sekolah.
(*) Memberikan
fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk mengakomodasi budaya, bahasa, dan
kondisi sosial-ekonomi setempat.⁷
Dalam beberapa sistem pendidikan, kurikulum
nasional dan lokal dikombinasikan untuk menciptakan keseimbangan antara standar
nasional dan kekhasan daerah.
5.3. Kurikulum Eksplisit, Implisit, Tersembunyi, dan Nol
Dalam analisis kurikulum, para ahli membedakan
jenis kurikulum berdasarkan sejauh mana suatu materi secara formal dimasukkan
ke dalam rencana pembelajaran.⁸
1)
Kurikulum Eksplisit (Explicit Curriculum)
(*) Merupakan
kurikulum formal yang tertulis dalam dokumen resmi dan diajarkan secara
sistematis di sekolah.
(*) Contohnya
adalah silabus mata pelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran
sehari-hari.⁹
2)
Kurikulum Implisit (Implicit Curriculum)
(*) Merupakan
aspek pendidikan yang diperoleh peserta didik secara tidak langsung melalui
pengalaman di sekolah.
(*) Contohnya
adalah nilai-nilai etika, disiplin, dan kerja sama yang berkembang dalam
lingkungan sekolah.¹⁰
3)
Kurikulum Tersembunyi (Hidden Curriculum)
(*) Kurikulum
yang tidak secara eksplisit dinyatakan dalam dokumen resmi tetapi mempengaruhi
pembelajaran peserta didik.
(*) Contohnya
adalah kebijakan sekolah yang menanamkan budaya sopan santun atau kebiasaan
menghargai waktu.¹¹
4)
Kurikulum Nol (Null Curriculum)
(*) Merupakan
materi pembelajaran yang dihilangkan atau tidak diajarkan dalam kurikulum
resmi.
(*) Contohnya
adalah penghapusan kajian sejarah lokal tertentu dalam kurikulum nasional
karena alasan politik atau sosial.¹²
Klasifikasi ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak
hanya terjadi melalui mata pelajaran yang diajarkan, tetapi juga melalui
pengalaman belajar yang tidak tertulis dalam kurikulum formal.
5.4. Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum
Berbasis Standar
1)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency-Based Curriculum - CBC)
(*) Menekankan
pada pengembangan keterampilan dan kompetensi tertentu daripada sekadar
penguasaan materi.
(*) Fokus pada
hasil belajar peserta didik yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.¹³
2)
Kurikulum Berbasis Standar (Standard-Based Curriculum - SBC)
(*) Menekankan
pencapaian standar nasional atau internasional dalam proses pembelajaran.
(*) Digunakan
untuk memastikan bahwa peserta didik memiliki kompetensi minimum yang harus
dicapai pada setiap jenjang pendidikan.¹⁴
Kurikulum modern umumnya mengadopsi pendekatan
berbasis kompetensi dan standar untuk meningkatkan daya saing lulusan dalam
skala global.
Kesimpulan
Jenis-jenis kurikulum dalam pendidikan sangat
beragam, mulai dari kurikulum akademik hingga non-akademik, kurikulum nasional
hingga lokal, serta kurikulum eksplisit hingga nol. Selain itu, inovasi dalam
kurikulum berbasis kompetensi dan berbasis standar semakin berkembang untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Pemahaman terhadap berbagai jenis
kurikulum ini penting bagi pendidik dan pembuat kebijakan agar dapat merancang
sistem pendidikan yang lebih efektif dan relevan bagi peserta didik.
Catatan Kaki
[1]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 55.
[2]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 67.
[3]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 40.
[4]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 18.
[5]
Philip H. Taylor dan Colin M. Richards, An
Introduction to Curriculum Studies (Boston: Routledge, 1979), 80.
[6]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum, 90.
[7]
Tanner dan Tanner, Curriculum Development,
72.
[8]
Oliva, Developing the Curriculum, 54.
[9]
Tyler, Basic Principles of Curriculum and
Instruction, 22.
[10]
John Dewey, Democracy and Education (New
York: Macmillan, 1916), 47.
[11]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum, 105.
[12]
Eisner, Elliot W., The Educational Imagination:
On the Design and Evaluation of School Programs (New York: Macmillan,
1985), 107.
[13]
Oliva, Developing the Curriculum, 130.
[14]
UNESCO, Education for Sustainable Development: A
Roadmap (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 42.
6.
Teori
dan Model-Model Kurikulum
Kurikulum sebagai komponen utama dalam pendidikan
telah mengalami berbagai perkembangan berdasarkan teori dan model yang
mendasarinya.¹ Teori kurikulum memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana
kurikulum dikembangkan, diterapkan, dan dievaluasi, sementara model kurikulum
menyediakan kerangka kerja sistematis dalam merancang dan mengimplementasikan
kurikulum di berbagai konteks pendidikan.²
Teori dan model-model kurikulum ini dikembangkan
oleh para ahli pendidikan berdasarkan kajian terhadap kebutuhan peserta didik,
tujuan pendidikan, serta dinamika sosial dan budaya. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap teori dan model kurikulum sangat penting bagi pendidik, perancang
kurikulum, dan pembuat kebijakan agar sistem pendidikan dapat berjalan
efektif.³
6.1. Teori Kurikulum
Terdapat beberapa teori kurikulum yang berpengaruh
dalam pengembangan pendidikan, di antaranya:
1)
Teori Akademik (Academic Curriculum Theory)
(*) Berorientasi
pada penguasaan disiplin ilmu dan materi akademik yang sistematis.
(*) Dikembangkan
oleh Robert M. Hutchins yang menekankan pendidikan berbasis literatur klasik
dan logika.⁴
2)
Teori Konstruktivisme (Constructivist Curriculum Theory)
(*) Menekankan
bahwa peserta didik membangun sendiri pemahamannya berdasarkan pengalaman dan
interaksi sosial.
(*) Teori ini
didukung oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky yang mengutamakan pembelajaran
berbasis eksperimen dan kolaborasi.⁵
3)
Teori Rekonstruksionisme Sosial (Social Reconstruction Curriculum
Theory)
(*) Berfokus
pada peran pendidikan dalam menciptakan perubahan sosial yang positif.
(*) Berlandaskan
pada pemikiran George S. Counts yang melihat kurikulum sebagai alat untuk
menyelesaikan masalah-masalah sosial.⁶
4)
Teori Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency-Based Curriculum Theory)
(*) Mengedepankan
keterampilan dan kompetensi nyata yang diperlukan dalam dunia kerja dan
kehidupan sehari-hari.
(*) Teori ini
berkembang sebagai respons terhadap kebutuhan pendidikan yang lebih aplikatif
dan berbasis hasil.⁷
Setiap teori kurikulum memiliki implikasi yang
berbeda dalam praktik pendidikan dan berkontribusi terhadap berbagai model
kurikulum yang digunakan hingga saat ini.
6.2. Model-Model Kurikulum
Beberapa model kurikulum yang sering digunakan
dalam pengembangan pendidikan meliputi:
6.2.1.
Model Kurikulum Tyler
Model ini dikembangkan oleh Ralph W. Tyler dalam
bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949) yang
mengusulkan bahwa kurikulum harus dirancang berdasarkan empat pertanyaan
mendasar:
1)
Apa tujuan pendidikan yang ingin dicapai?
2)
Pengalaman belajar apa yang dapat membantu mencapai tujuan tersebut?
3)
Bagaimana pengalaman belajar tersebut dapat diorganisasikan secara
efektif?
4)
Bagaimana kita mengevaluasi apakah tujuan telah tercapai?⁸
Model ini dianggap sebagai pendekatan yang sistematis
dan berorientasi pada tujuan, yang banyak digunakan dalam desain kurikulum
modern.
6.2.2.
Model Kurikulum Taba
Hilda Taba mengembangkan model kurikulum yang lebih
fleksibel dibandingkan dengan model Tyler. Model ini menekankan bahwa kurikulum
harus dikembangkan dari bawah ke atas (grassroots approach) dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Diagnosa kebutuhan peserta didik
2)
Menentukan tujuan pembelajaran
3)
Memilih isi kurikulum yang sesuai
4)
Mengorganisasikan isi kurikulum secara logis
5)
Mengembangkan strategi pembelajaran
6)
Evaluasi dan revisi kurikulum secara berkelanjutan⁹
Model ini lebih responsif terhadap kebutuhan
peserta didik dan melibatkan guru dalam pengembangan kurikulum.
6.2.3.
Model Kurikulum Saylor,
Alexander, dan Lewis
Model ini menekankan bahwa kurikulum adalah sebuah
sistem yang terdiri dari empat komponen utama:
1)
Tujuan pendidikan
2)
Pemilihan pengalaman belajar
3)
Organisasi pengalaman belajar
4)
Evaluasi hasil pembelajaran¹⁰
Pendekatan ini banyak digunakan dalam sistem
pendidikan formal karena memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk
pengembangan kurikulum.
6.2.4.
Model Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Model ini menekankan bahwa kurikulum harus
dirancang untuk memastikan bahwa peserta didik memperoleh keterampilan dan
kompetensi tertentu. Ciri khas dari model ini meliputi:
1)
Fokus pada hasil belajar yang dapat diukur dan diamati.
2)
Pembelajaran yang fleksibel dan berbasis pengalaman.
3)
Evaluasi yang berbasis keterampilan nyata dibandingkan dengan sekadar
pengetahuan teoritis.¹¹
Model ini sering diterapkan dalam pendidikan
vokasional dan pelatihan kerja karena lebih menyesuaikan dengan kebutuhan dunia
industri dan teknologi.
6.2.5.
Model Rekonstruksi Sosial
Model ini berangkat dari teori rekonstruksionisme
sosial dan memandang pendidikan sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Model
ini menekankan bahwa:
1)
Kurikulum harus mencerminkan isu-isu sosial yang relevan.
2)
Peserta didik didorong untuk berpikir kritis terhadap tantangan sosial
dan budaya.
3)
Pendidikan digunakan sebagai alat untuk menciptakan perubahan yang lebih
adil dan berkelanjutan.¹²
Model ini sering digunakan dalam pendidikan yang
berorientasi pada keadilan sosial dan pendidikan multikultural.
Kesimpulan
Teori dan model kurikulum memiliki peran yang
sangat penting dalam menentukan bagaimana kurikulum dirancang, diterapkan, dan
dievaluasi. Teori-teori kurikulum memberikan dasar konseptual dalam memahami
pendidikan, sedangkan model-model kurikulum menyediakan pendekatan sistematis
dalam pengembangannya. Dengan memahami teori dan model kurikulum yang ada,
pendidik dan pembuat kebijakan dapat merancang sistem pendidikan yang lebih
efektif dan relevan bagi perkembangan peserta didik serta kebutuhan masyarakat.
Catatan Kaki
[1]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 65.
[2]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 45.
[3]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 78.
[4]
Robert M. Hutchins, The Higher Learning in
America (New Haven: Yale University Press, 1936), 21.
[5]
Lev Vygotsky, Mind in Society (Cambridge:
Harvard University Press, 1978), 59.
[6]
George S. Counts, Dare the School Build a New
Social Order? (New York: John Day Company, 1932), 38.
[7]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum, 92.
[8]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 12.
[9]
Hilda Taba, Curriculum Development: Theory and
Practice (New York: Harcourt Brace, 1962), 78.
[10]
J. Galen Saylor, William M. Alexander, dan Arthur
J. Lewis, Curriculum Planning for Modern Schools (New York: Holt,
Rinehart & Winston, 1981), 99.
[11]
Oliva, Developing the Curriculum, 120.
[12]
Counts, Dare the School Build a New Social
Order?, 52.
7.
Pengembangan
dan Desain Kurikulum
Pengembangan dan desain kurikulum merupakan proses
sistematis dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kurikulum
agar sesuai dengan tujuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.¹ Proses ini mencerminkan perubahan
sosial, budaya, ekonomi, dan kebijakan pendidikan yang terus berkembang. Oleh
karena itu, dalam merancang kurikulum, diperlukan pendekatan yang komprehensif
yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pendidik, peserta
didik, pembuat kebijakan, dan masyarakat.²
7.1. Tahapan dalam Pengembangan Kurikulum
Menurut Peter F. Oliva, pengembangan kurikulum
melibatkan beberapa tahapan utama, yaitu:³
1)
Identifikasi Kebutuhan dan Analisis Situasi
(*) Menilai
kebutuhan peserta didik, institusi pendidikan, dan tuntutan masyarakat.
(*) Menggunakan
data empiris dan kajian literatur untuk memahami tren pendidikan global.
2)
Perumusan Tujuan Kurikulum
(*) Menentukan
kompetensi yang diharapkan dari peserta didik berdasarkan standar pendidikan
yang berlaku.
(*) Tujuan kurikulum
harus spesifik, terukur, dan relevan dengan perkembangan zaman.
3)
Pemilihan dan Penyusunan Isi Kurikulum
(*) Menentukan
materi yang relevan dengan kebutuhan peserta didik dan dunia kerja.
(*) Menyeimbangkan
antara teori dan praktik dalam kurikulum.
4)
Pemilihan Strategi Pembelajaran
(*) Mengembangkan
metode pengajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi
pelajaran.
(*) Mengintegrasikan
teknologi dan inovasi pedagogis dalam proses pembelajaran.
5)
Implementasi Kurikulum
(*) Melibatkan
pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan agar dapat mengimplementasikan
kurikulum secara efektif.
(*) Memonitor
pelaksanaan kurikulum di berbagai tingkatan pendidikan.
6)
Evaluasi dan Revisi Kurikulum
(*) Menggunakan
metode asesmen untuk menilai efektivitas kurikulum.
(*) Melakukan
revisi berkala agar kurikulum tetap relevan dengan kebutuhan pendidikan dan
perkembangan masyarakat.
7.2. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Terdapat beberapa model pengembangan kurikulum yang
digunakan dalam sistem pendidikan, di antaranya:
7.2.1.
Model Tyler
Dikembangkan oleh Ralph W. Tyler, model ini
menekankan bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dengan perumusan tujuan
pendidikan yang jelas. Model ini terdiri dari empat langkah utama:
1)
Menentukan tujuan pendidikan.
2)
Memilih pengalaman belajar yang sesuai.
3)
Mengorganisasikan pengalaman belajar.
4)
Mengevaluasi efektivitas kurikulum.⁴
Model Tyler sering digunakan dalam desain kurikulum
berbasis standar karena sifatnya yang sistematis dan mudah diterapkan.
7.2.2.
Model Taba
Hilda Taba mengembangkan pendekatan grassroots,
yang menekankan bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari guru, bukan
dari kebijakan administratif. Model ini mencakup langkah-langkah berikut:
1)
Identifikasi kebutuhan peserta didik.
2)
Perumusan tujuan pembelajaran.
3)
Pemilihan dan penyusunan isi kurikulum.
4)
Pengorganisasian isi kurikulum.
5)
Pemilihan strategi pembelajaran.
6)
Evaluasi dan revisi kurikulum.⁵
Model ini memberikan fleksibilitas lebih besar
dalam menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan lokal.
7.2.3.
Model Walker (Naturalistic
Model)
Walker memperkenalkan model pengembangan kurikulum
yang lebih dinamis dengan tiga komponen utama:
1)
Platform (Landasan Kurikulum):
(*) Nilai-nilai
dan prinsip yang mendasari perancangan kurikulum.
2)
Deliberation (Pertimbangan Kurikulum):
(*) Diskusi
antara pemangku kepentingan dalam memilih isi dan strategi kurikulum.
3)
Design (Desain Kurikulum):
(*) Penyusunan
kurikulum berdasarkan hasil deliberasi.⁶
Model ini cocok digunakan dalam lingkungan
pendidikan yang menuntut pendekatan partisipatif.
7.3. Prinsip-Prinsip dalam Desain Kurikulum
Menurut Ornstein dan Hunkins, desain kurikulum
harus memperhatikan beberapa prinsip utama:⁷
1)
Prinsip Relevansi
(*) Kurikulum
harus relevan dengan kebutuhan peserta didik, perkembangan ilmu pengetahuan,
dan tuntutan dunia kerja.
2)
Prinsip Fleksibilitas
(*) Kurikulum
harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
3)
Prinsip Keseimbangan
(*) Harus ada
keseimbangan antara teori dan praktik, antara berbagai mata pelajaran, serta
antara aspek akademik dan keterampilan hidup.
4)
Prinsip Kontinuitas
(*) Kurikulum
harus dirancang secara berkelanjutan agar perkembangan peserta didik dapat
berjalan secara progresif.
5)
Prinsip Efektivitas
(*) Desain
kurikulum harus mempertimbangkan efisiensi dalam implementasi serta pencapaian
hasil belajar yang optimal.
7.4. Inovasi dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan kemajuan
teknologi, inovasi dalam pengembangan kurikulum menjadi suatu keharusan.
Beberapa inovasi yang berkembang saat ini meliputi:
1)
Integrasi Teknologi dalam Kurikulum
Penggunaan
pembelajaran berbasis digital, seperti e-learning dan hybrid learning.⁸
2)
Kurikulum Berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and
Mathematics)
Mengembangkan
keterampilan interdisipliner yang relevan dengan industri masa depan.⁹
3)
Kurikulum Berorientasi Soft Skills
Memasukkan
keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan
kreativitas.¹⁰
Kesimpulan
Pengembangan dan desain kurikulum merupakan proses
yang kompleks dan dinamis yang memerlukan perencanaan yang matang serta
keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Berbagai model pengembangan
kurikulum telah dikembangkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
dan perkembangan global. Prinsip-prinsip desain kurikulum harus diperhatikan
agar kurikulum dapat diterapkan secara efektif dan memberikan dampak yang
optimal dalam dunia pendidikan.
Catatan Kaki
[1]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 60.
[2]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 88.
[3]
Oliva, Developing the Curriculum, 65.
[4]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 30.
[5]
Hilda Taba, Curriculum Development: Theory and
Practice (New York: Harcourt Brace, 1962), 92.
[6]
Decker Walker, Fundamentals of Curriculum
(San Francisco: Wadsworth, 2003), 110.
[7]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 140.
[8]
UNESCO, Education for Sustainable Development: A
Roadmap (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 48.
[9]
Georgette Yakman, STEAM Education: An Overview
(New York: Routledge, 2017), 36.
[10]
Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for
Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2010), 55.
8.
Implementasi
Kurikulum
Implementasi kurikulum merupakan tahap kritis dalam
proses pendidikan, di mana kurikulum yang telah dirancang diterapkan dalam
praktik pembelajaran.¹ Tahap ini mencakup penerjemahan dokumen kurikulum
menjadi pengalaman belajar yang nyata bagi peserta didik melalui interaksi
antara guru, peserta didik, metode pembelajaran, serta lingkungan pendidikan.²
Keberhasilan implementasi kurikulum sangat bergantung pada faktor-faktor
seperti kesiapan guru, dukungan kebijakan pendidikan, sarana dan prasarana,
serta keterlibatan masyarakat.³
8.1. Konsep Implementasi Kurikulum
Implementasi kurikulum dapat didefinisikan sebagai
proses mengaplikasikan rencana kurikulum dalam lingkungan pendidikan sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai.⁴ Menurut Peter F. Oliva, implementasi
kurikulum melibatkan tiga aspek utama:
1)
Interaksi antara Guru dan Peserta Didik
Guru
sebagai fasilitator bertanggung jawab untuk menerjemahkan isi kurikulum ke
dalam pengalaman belajar yang efektif.⁵
2)
Metode dan Strategi Pembelajaran
Penggunaan
pendekatan pedagogis yang sesuai untuk mendukung keberhasilan implementasi
kurikulum.
3)
Evaluasi Proses Pembelajaran
Menilai
efektivitas implementasi kurikulum serta melakukan penyesuaian jika diperlukan.
Implementasi kurikulum bukan sekadar menjalankan
rencana pembelajaran, tetapi juga melibatkan adaptasi dan inovasi untuk
memastikan pembelajaran berjalan optimal sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
8.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi
Kurikulum
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan implementasi kurikulum, di antaranya:
1)
Kesiapan Guru
(*) Guru
memiliki peran utama dalam menerapkan kurikulum di kelas.
(*) Diperlukan
pelatihan dan pengembangan profesional agar guru mampu mengadaptasi kurikulum
secara efektif.⁶
2)
Sarana dan Prasarana
(*) Ketersediaan
fasilitas pendidikan, seperti ruang kelas, laboratorium, serta teknologi
pembelajaran, sangat mempengaruhi efektivitas implementasi kurikulum.⁷
3)
Dukungan Kebijakan dan Manajemen Sekolah
(*) Kebijakan
pendidikan yang jelas dan dukungan dari kepala sekolah serta pengawas
pendidikan sangat penting dalam memastikan implementasi kurikulum berjalan
sesuai rencana.⁸
4)
Keterlibatan Masyarakat dan Orang Tua
(*) Partisipasi
masyarakat dalam pendidikan, seperti kolaborasi antara sekolah dan orang tua,
dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran.⁹
5)
Karakteristik Peserta Didik
(*) Latar
belakang sosial, budaya, dan ekonomi peserta didik berpengaruh terhadap
bagaimana kurikulum diterapkan dalam lingkungan belajar.¹⁰
8.3. Model Implementasi Kurikulum
Menurut Michael Fullan, implementasi kurikulum
dapat dilakukan melalui beberapa model, di antaranya:
1)
Model Fidelity (Fidelity
Approach)
(*) Menekankan
kesesuaian antara kurikulum yang dirancang dengan pelaksanaannya di lapangan.
(*) Keberhasilan
implementasi diukur berdasarkan sejauh mana kurikulum diterapkan sesuai dengan
perencanaan awal.¹¹
2)
Model Mutual Adaptation (Mutual Adaptation Approach)
(*) Menyesuaikan
kurikulum dengan kondisi dan kebutuhan nyata di lapangan.
(*) Model ini
memberikan fleksibilitas bagi guru dan sekolah dalam menerapkan kurikulum
sesuai dengan situasi lokal.¹²
3)
Model Enactment (Enacted
Curriculum Approach)
(*) Berfokus pada
bagaimana guru dan peserta didik secara aktif membangun pengalaman belajar
berdasarkan kurikulum yang ada.
(*) Model ini
menekankan bahwa kurikulum bukan hanya dokumen formal, tetapi juga bagian dari
interaksi sosial di kelas.¹³
Keberhasilan implementasi kurikulum sering kali
bergantung pada kemampuan sekolah dan guru dalam mengadaptasi model yang sesuai
dengan kondisi mereka.
8.4. Kendala dan Tantangan dalam Implementasi Kurikulum
Dalam praktiknya, implementasi kurikulum menghadapi
berbagai tantangan, di antaranya:
1)
Kurangnya Pelatihan bagi Guru
(*) Banyak guru
yang tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam menerapkan kurikulum baru,
sehingga mengalami kesulitan dalam mengadaptasi metode pembelajaran.¹⁴
2)
Terbatasnya Sumber Daya Pendidikan
(*) Sekolah di
daerah terpencil sering menghadapi keterbatasan dalam hal fasilitas, tenaga
pendidik, dan akses terhadap teknologi pembelajaran.¹⁵
3)
Resistensi terhadap Perubahan
(*) Beberapa
pihak, termasuk guru dan administrator sekolah, sering kali menunjukkan
resistensi terhadap perubahan kurikulum, terutama jika perubahan tersebut
memerlukan penyesuaian besar dalam metode pengajaran.¹⁶
4)
Tuntutan Beban Administratif
(*) Guru sering
kali terbebani dengan tugas administratif yang mengurangi fokus mereka dalam
mengimplementasikan kurikulum secara efektif.¹⁷
5)
Kurangnya Keterlibatan Stakeholder
(*) Implementasi
kurikulum sering menghadapi kendala karena kurangnya komunikasi dan koordinasi
antara sekolah, pemerintah, dan masyarakat.¹⁸
8.5. Studi Kasus Implementasi Kurikulum di Berbagai
Negara
1)
Finlandia
(*) Finlandia
dikenal dengan sistem pendidikan yang fleksibel dan berbasis student-centered
learning. Implementasi kurikulum di Finlandia lebih menekankan pada pengembangan
keterampilan dan eksplorasi mandiri peserta didik.¹⁹
2)
Singapura
(*) Singapura
menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dengan sistem pendidikan yang sangat
terstruktur dan berorientasi pada hasil belajar yang tinggi.²⁰
3)
Indonesia
(*) Implementasi
kurikulum di Indonesia menghadapi tantangan besar, terutama dalam aspek
pemerataan kualitas pendidikan dan kesiapan guru dalam menerapkan kurikulum
baru seperti Kurikulum Merdeka.²¹
Kesimpulan
Implementasi kurikulum merupakan aspek kunci dalam
keberhasilan pendidikan. Faktor-faktor seperti kesiapan guru, sarana dan
prasarana, dukungan kebijakan, serta keterlibatan masyarakat sangat
mempengaruhi efektivitas implementasi kurikulum. Model implementasi seperti fidelity
approach, mutual adaptation approach, dan enacted curriculum
approach memberikan wawasan dalam menyesuaikan kurikulum dengan kondisi
nyata di sekolah. Meskipun terdapat berbagai tantangan dalam implementasi
kurikulum, inovasi dan pendekatan yang fleksibel dapat meningkatkan efektivitas
pembelajaran dan mendukung pencapaian tujuan pendidikan.
Catatan Kaki
[1]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 85.
[2]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 102.
[3]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 120.
[4]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 50.
[5]
Oliva, Developing the Curriculum, 89.
[6]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum, 125.
[7]
Michael Fullan, The New Meaning of Educational
Change (New York: Teachers College Press, 2007), 67.
[8]
Ibid., 72.
[9]
Tanner dan Tanner, Curriculum Development,
110.
[10]
Oliva, Developing the Curriculum, 95.
[11]
Fullan, The New Meaning of Educational Change,
80.
[12]
Ibid., 85.
[13]
Tyler, Basic Principles of Curriculum and
Instruction, 60.
[14]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum, 135.
[15]
UNESCO, Education for Sustainable Development: A
Roadmap (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 78.
[16]
Andy Hargreaves dan Dennis Shirley, The Fourth
Way: The Inspiring Future for Educational Change (Thousand Oaks, CA: Corwin
Press, 2009), 112.
[17]
Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A
Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass,
1997), 145.
[18]
Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed (New
York: Continuum, 2000), 89.
[19]
Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the
World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College
Press, 2011), 72.
[20]
Pak Tee Ng, Learning from Singapore: The Power
of Paradoxes (New York: Routledge, 2017), 98.
[21]
Kemendikbudristek, Panduan Implementasi
Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi, 2022), 56.
9.
Evaluasi
dan Revisi Kurikulum
Evaluasi dan revisi kurikulum merupakan bagian
integral dalam pengelolaan pendidikan yang bertujuan untuk memastikan bahwa
kurikulum tetap relevan, efektif, dan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, kebutuhan peserta didik, serta tuntutan global.¹ Evaluasi
kurikulum dilakukan untuk menilai sejauh mana kurikulum yang diterapkan
berhasil mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, sementara revisi
kurikulum dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil evaluasi guna memperbaiki
dan menyempurnakan kurikulum agar lebih adaptif terhadap perubahan zaman.²
9.1. Tujuan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum memiliki beberapa tujuan utama,
di antaranya:
1)
Menilai Efektivitas Kurikulum
(*) Mengevaluasi
apakah kurikulum berhasil mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
(*) Mengidentifikasi
aspek-aspek kurikulum yang perlu ditingkatkan atau disesuaikan.³
2)
Mengukur Dampak terhadap Peserta Didik
(*) Mengkaji
sejauh mana kurikulum berkontribusi terhadap perkembangan kognitif, afektif,
dan psikomotorik peserta didik.⁴
3)
Menentukan Kesesuaian dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(*) Meninjau
relevansi kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan dunia
kerja.⁵
4)
Membantu Pengambilan Keputusan dalam Revisi Kurikulum
(*) Memberikan
rekomendasi bagi perbaikan kurikulum berdasarkan data dan analisis yang
akurat.⁶
Evaluasi kurikulum dilakukan secara berkala untuk
memastikan bahwa sistem pendidikan tetap dinamis dan responsif terhadap
perubahan sosial serta kebutuhan masyarakat.
9.2. Metode dan Teknik Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dapat dilakukan dengan berbagai
metode, di antaranya:
1)
Evaluasi Formatif
(*) Dilakukan
selama proses implementasi kurikulum untuk memberikan umpan balik secara
langsung.
(*) Bertujuan
untuk memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum sebelum diterapkan secara luas.⁷
2)
Evaluasi Sumatif
(*) Dilakukan
setelah kurikulum diimplementasikan dalam jangka waktu tertentu.
(*) Bertujuan
untuk mengukur keberhasilan keseluruhan kurikulum berdasarkan hasil belajar
peserta didik.⁸
3)
Evaluasi Berbasis Stakeholder
(*) Melibatkan
berbagai pemangku kepentingan seperti guru, siswa, orang tua, administrator
sekolah, dan pembuat kebijakan dalam menilai efektivitas kurikulum.⁹
4)
Evaluasi Berbasis Data dan Asesmen
(*) Menggunakan
data kuantitatif dan kualitatif dari hasil ujian, survei, observasi, serta
wawancara dengan peserta didik dan tenaga pendidik.¹⁰
Metode evaluasi yang komprehensif dapat memberikan
gambaran yang akurat mengenai keberhasilan dan kekurangan kurikulum sehingga
dapat menjadi dasar bagi revisi yang efektif.
9.3. Proses Revisi Kurikulum
Setelah evaluasi dilakukan, revisi kurikulum
menjadi langkah selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Revisi
kurikulum biasanya melibatkan tahapan berikut:
1)
Analisis Hasil Evaluasi
(*) Mengkaji
data hasil evaluasi kurikulum untuk mengidentifikasi aspek yang perlu
diperbaiki.¹¹
2)
Penyusunan Rekomendasi Perubahan
(*) Menyusun
rekomendasi berbasis data untuk meningkatkan isi, metode, atau implementasi
kurikulum.¹²
3)
Uji Coba dan Implementasi Bertahap
(*) Sebelum
diterapkan secara luas, revisi kurikulum sering kali diuji coba di beberapa
sekolah sebagai pilot project.¹³
4)
Pelatihan dan Adaptasi bagi Guru dan Tenaga Pendidik
(*) Mengadakan
pelatihan bagi guru agar mereka dapat memahami dan menerapkan perubahan dalam
kurikulum dengan baik.¹⁴
5)
Evaluasi Berkelanjutan
(*) Setelah
implementasi revisi kurikulum, dilakukan evaluasi lanjutan untuk menilai
efektivitas perubahan yang dilakukan.¹⁵
9.4. Studi Kasus Revisi Kurikulum di Beberapa Negara
1)
Finlandia
(*) Kurikulum
di Finlandia diperbarui setiap beberapa tahun untuk menyesuaikan dengan
perkembangan teknologi dan sosial.
(*) Pendekatan
berbasis keterampilan dan pembelajaran berbasis proyek menjadi bagian utama
dalam revisi kurikulum.¹⁶
2)
Singapura
(*) Revisi
kurikulum di Singapura berfokus pada penguatan pendidikan berbasis STEM
(Science, Technology, Engineering, Mathematics) dan literasi digital.
(*) Pemerintah
Singapura secara rutin mengadakan konsultasi dengan guru dan akademisi sebelum
melakukan revisi kurikulum.¹⁷
3)
Indonesia
(*) Indonesia
telah mengalami berbagai perubahan kurikulum, seperti dari Kurikulum 2006 (KTSP),
Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka.
(*) Revisi
kurikulum di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas pembelajaran
dan memberikan kebebasan lebih bagi sekolah dalam mengembangkan pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.¹⁸
Kesimpulan
Evaluasi dan revisi kurikulum merupakan proses yang
berkelanjutan dalam sistem pendidikan. Evaluasi kurikulum bertujuan untuk
mengukur efektivitas kurikulum dan mengidentifikasi aspek yang perlu
diperbaiki, sementara revisi kurikulum dilakukan untuk meningkatkan relevansi,
efektivitas, dan keterpaduan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta
kebutuhan dunia kerja. Studi kasus dari berbagai negara menunjukkan bahwa
revisi kurikulum yang berbasis pada evaluasi yang komprehensif dapat
meningkatkan kualitas pendidikan dan kesiapan peserta didik menghadapi
tantangan global.
Catatan Kaki
[1]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 95.
[2]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 115.
[3]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 130.
[4]
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum
and Instruction (Chicago: University of Chicago Press, 1949), 75.
[5]
Tanner dan Tanner, Curriculum Development,
120.
[6]
Oliva, Developing the Curriculum, 99.
[7]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum, 140.
[8]
Tyler, Basic Principles of Curriculum and
Instruction, 82.
[9]
Michael Fullan, The New Meaning of Educational
Change (New York: Teachers College Press, 2007), 105.
[10]
Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A
Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass,
1997), 160.
[11]
Fullan, The New Meaning of Educational Change,
115.
[12]
Oliva, Developing the Curriculum, 110.
[13]
Hilda Taba, Curriculum Development: Theory and
Practice (New York: Harcourt Brace, 1962), 145.
[14]
Tanner dan Tanner, Curriculum Development,
135.
[15]
UNESCO, Education for Sustainable Development: A
Roadmap (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 68.
[16]
Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the
World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College
Press, 2011), 92.
[17]
Pak Tee Ng, Learning from Singapore: The Power
of Paradoxes (New York: Routledge, 2017), 108.
[18]
Kemendikbudristek, Panduan Implementasi
Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi, 2022), 62.
10. Kurikulum dalam Konteks Pendidikan Indonesia
Kurikulum dalam sistem pendidikan Indonesia
mengalami berbagai perubahan dan perkembangan seiring dengan dinamika sosial,
budaya, ekonomi, dan kebijakan pendidikan nasional. Kurikulum berperan sebagai
pedoman dalam mengembangkan proses pembelajaran yang bertujuan untuk mencetak
sumber daya manusia yang berkualitas, berdaya saing, dan memiliki karakter sesuai
dengan nilai-nilai bangsa.¹ Sejak Indonesia merdeka, berbagai kurikulum telah
diterapkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan
global.²
10.1. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Sejak kemerdekaan, sistem kurikulum di Indonesia
telah mengalami beberapa kali perubahan, di antaranya:
1)
Kurikulum 1947 (Rencana Pembelajaran 1947)
(*) Kurikulum
pertama setelah kemerdekaan, lebih menekankan pada pendidikan karakter dan
nasionalisme.
(*) Pembelajaran
berbasis pada kebutuhan bangsa yang baru merdeka dengan mengurangi unsur
pendidikan kolonial.³
2)
Kurikulum 1952
(*) Memperkenalkan
mata pelajaran yang lebih terstruktur dengan pendekatan pembelajaran berbasis
pengalaman.
(*) Kurikulum
ini mulai memasukkan aspek sosial dan kebudayaan lokal dalam pendidikan.⁴
3)
Kurikulum 1968
(*) Kurikulum
ini menggantikan Kurikulum 1964 dan menyesuaikan dengan visi pembangunan
nasional Orde Baru.
(*) Fokus pada
pendidikan Pancasila, agama, dan keterampilan dasar yang lebih teknokratis.⁵
4)
Kurikulum 1984
(*) Dikenal
dengan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang menitikberatkan
pada keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
(*) Kurikulum
ini mulai memberikan ruang lebih bagi pengembangan keterampilan berpikir
kritis.⁶
5)
Kurikulum 1994
(*) Menggabungkan
pendekatan konsep dan praktik dalam proses pembelajaran.
(*) Sering
dianggap terlalu padat sehingga banyak mengalami kritik terkait beban belajar
siswa.⁷
6)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004
(*) Fokus pada
pengembangan kompetensi siswa berdasarkan standar kompetensi lulusan.
(*) Memperkenalkan
pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi dengan tujuan meningkatkan daya
saing global.⁸
7)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
(*) Memberikan
kewenangan lebih besar kepada sekolah dalam merancang kurikulum sesuai dengan
kebutuhan lokal.
(*) Sekolah
memiliki fleksibilitas dalam menentukan metode pengajaran dan bahan ajar.⁹
8)
Kurikulum 2013 (K-13)
(*) Memperkuat
pendekatan berbasis kompetensi dengan menekankan pada pendidikan karakter dan
integrasi teknologi.
(*) Menggunakan
pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran.¹⁰
9)
Kurikulum Merdeka (2022 - Sekarang)
(*) Memberikan
kebebasan kepada sekolah dan guru dalam menentukan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
(*) Berorientasi
pada pembelajaran yang lebih fleksibel, personalisasi, dan berbasis proyek.¹¹
10.2. Perbedaan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka
Tabel berikut menunjukkan beberapa perbedaan utama
antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka:
·
Kurikulum 2013 (K-13)
(*) Pendekatan
Pembelajaran: Pendekatan saintifik
(5M: Mengamati, Menanya, Mencoba, Menalar, Mengomunikasikan)
(*) Struktur
Kurikulum: Terstandarisasi untuk semua sekolah
(*) Penilaian:
Berbasis kompetensi dengan penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan
(*) Peran
Guru: Sebagai fasilitator yang membimbing diskusi ilmiah
(*) Fleksibilitas:
Kurikulum nasional dengan standar yang ketat
·
Kurikulum Merdeka
(*) Pendekatan
Pembelajaran: Pembelajaran berbasis
proyek dan diferensiasi
(*) Struktur
Kurikulum: Fleksibel, sekolah dapat memilih kurikulum yang sesuai
(*) Penilaian:
Lebih menekankan pada asesmen formatif dan refleksi pembelajaran
(*) Peran
Guru: Sebagai mentor yang membantu eksplorasi mandiri siswa
(*) Fleksibilitas:
Sekolah memiliki kebebasan dalam menentukan strategi pembelajaran
Sumber:
Kemendikbudristek, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta:
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2022), 30.
10.3. Tantangan dalam Implementasi Kurikulum di Indonesia
Meskipun perubahan kurikulum bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, terdapat beberapa tantangan dalam
implementasinya:
1)
Kesenjangan Infrastruktur dan Sumber Daya
(*) Tidak semua
sekolah memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menerapkan kurikulum
baru.¹²
2)
Kesiapan Guru dalam Mengadaptasi Kurikulum Baru
(*) Banyak guru
yang membutuhkan pelatihan lebih lanjut untuk menerapkan strategi pembelajaran
yang lebih fleksibel.¹³
3)
Perbedaan Kualitas Pendidikan di Daerah Perkotaan dan Pedesaan
(*) Sekolah di
daerah terpencil sering mengalami keterbatasan dalam mengakses sumber daya
pendidikan yang berkualitas.¹⁴
4)
Evaluasi dan Penyesuaian Kurikulum yang Berkelanjutan
(*) Diperlukan
sistem evaluasi yang komprehensif untuk memastikan efektivitas kurikulum yang
diterapkan.¹⁵
Kesimpulan
Kurikulum dalam pendidikan Indonesia terus
berkembang untuk menyesuaikan dengan perubahan zaman dan kebutuhan peserta
didik. Perjalanan kurikulum dari 1947 hingga Kurikulum Merdeka menunjukkan
bahwa sistem pendidikan di Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitasnya
melalui berbagai reformasi. Meskipun masih menghadapi berbagai tantangan dalam
implementasi, perubahan kurikulum yang berbasis pada evaluasi dan kebutuhan
pendidikan masa depan diharapkan dapat menghasilkan generasi yang lebih
kompetitif dan siap menghadapi era globalisasi.
Catatan Kaki
[1]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 110.
[2]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 125.
[3]
Mohammad Ali, Sejarah Pendidikan di Indonesia
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 89.
[4]
Tilaar, H.A.R., Perubahan Sosial dan Pendidikan:
Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia (Jakarta: Grasindo,
2002), 112.
[5]
Ibid., 118.
[6]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan
Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), 75.
[7]
Kemendikbud, Evaluasi Kurikulum Nasional
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015), 55.
[8]
Ibid., 60.
[9]
Ornstein dan Hunkins, Curriculum: Foundations,
Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 135.
[10]
Kemendikbudristek, Panduan Implementasi
Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi, 2022), 45.
[11]
Ibid., 50.
[12]
UNESCO, Global Education Monitoring Report
(Paris: UNESCO Publishing, 2021), 92.
[13]
Linda Darling-Hammond, The Flat World and
Education (New York: Teachers College Press, 2010), 135.
[14]
Kemendikbud, Pemetaan Pendidikan Indonesia
(Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan, 2019), 75.
[15]
Oliva, Developing the Curriculum, 120.
11. Tantangan dan Masa Depan Kurikulum
Kurikulum adalah elemen dinamis dalam sistem
pendidikan yang harus terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Dalam
menghadapi era digital, globalisasi, serta transformasi sosial dan ekonomi,
sistem pendidikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, dihadapkan pada
berbagai tantangan dalam mengembangkan kurikulum yang relevan dan adaptif.¹
Selain itu, kurikulum masa depan harus mampu menyiapkan peserta didik dengan
keterampilan yang sesuai dengan tuntutan abad ke-21.² Oleh karena itu, memahami
tantangan dan arah pengembangan kurikulum di masa depan menjadi suatu kebutuhan
yang mendesak bagi pemangku kebijakan, pendidik, dan masyarakat secara luas.
11.1. Tantangan dalam Pengembangan dan Implementasi
Kurikulum
Meskipun berbagai reformasi kurikulum telah
dilakukan, masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi dalam
pengembangannya, di antaranya:
11.1.1. Kesenjangan dalam
Implementasi Kurikulum
1)
Kesenjangan Infrastruktur dan Sumber Daya
(*) Sekolah di
daerah perkotaan umumnya lebih siap dalam menerapkan kurikulum yang berbasis
teknologi dibandingkan sekolah di daerah pedesaan yang mengalami keterbatasan
fasilitas dan akses teknologi.³
2)
Perbedaan Kompetensi Guru
(*) Implementasi
kurikulum yang efektif sangat bergantung pada kesiapan dan kompetensi guru.
Banyak guru yang membutuhkan pelatihan berkelanjutan untuk memahami dan
menerapkan kurikulum baru dengan baik.⁴
3)
Kesenjangan Sosial dan Ekonomi Peserta Didik
(*) Kurikulum
harus mempertimbangkan aksesibilitas dan inklusivitas agar tidak hanya
menguntungkan peserta didik dari kelompok ekonomi yang lebih tinggi.⁵
11.1.2. Adaptasi Kurikulum
terhadap Perkembangan Teknologi
1)
Transformasi Digital dalam Pembelajaran
(*) Perkembangan
teknologi seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence),
pembelajaran berbasis virtual, dan big data menghadirkan tantangan baru dalam
pendidikan. Kurikulum harus mampu mengintegrasikan teknologi ini secara
efektif.⁶
2)
Literasi Digital dan Keamanan Siber
(*) Dengan
meningkatnya ketergantungan pada teknologi dalam pendidikan, kurikulum perlu
memberikan pemahaman yang kuat tentang literasi digital dan keamanan siber
kepada peserta didik.⁷
3)
Penggunaan Data dalam Pengembangan Kurikulum
(*) Analisis
data pendidikan dapat digunakan untuk menyusun kurikulum yang lebih adaptif
terhadap kebutuhan peserta didik, namun tantangan utama adalah bagaimana
mengelola dan memanfaatkan data tersebut secara etis dan efektif.⁸
11.1.3. Fleksibilitas dalam
Pembelajaran
1)
Menyesuaikan Kurikulum dengan Gaya Belajar yang Beragam
(*) Peserta
didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda (visual, auditori, kinestetik).
Kurikulum yang terlalu seragam dapat menghambat potensi mereka.⁹
2)
Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Keterampilan Abad ke-21
(*) Kurikulum
masa depan harus lebih menitikberatkan pada kompetensi praktis seperti berpikir
kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas (4Cs – Critical Thinking,
Communication, Collaboration, Creativity).¹⁰
11.2. Arah Pengembangan Kurikulum Masa Depan
Untuk menjawab tantangan tersebut, kurikulum di
masa depan perlu mengadopsi berbagai strategi inovatif.
11.2.1. Kurikulum Berbasis
Teknologi dan Digitalisasi
1)
Penerapan AI dalam Pembelajaran
(*) Kecerdasan
buatan dapat digunakan untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal
bagi peserta didik.¹¹
2)
Penggunaan Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR)
(*) Teknologi
ini dapat meningkatkan interaktivitas dan keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran, terutama dalam bidang STEM (Science, Technology, Engineering,
and Mathematics).¹²
3)
Sistem Pembelajaran Hybrid
(*) Kombinasi
antara pembelajaran daring dan tatap muka akan menjadi norma dalam sistem
pendidikan di masa depan.¹³
11.2.2. Kurikulum yang Lebih
Fleksibel dan Personal
1)
Pendekatan Student-Centered Learning
(*) Kurikulum
masa depan harus memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih jalur pembelajaran yang sesuai dengan minat dan potensinya.¹⁴
2)
Pendidikan Berbasis Proyek (Project-Based Learning)
(*) Pembelajaran
berbasis proyek memungkinkan peserta didik untuk menerapkan teori dalam konteks
nyata dan membangun keterampilan problem-solving.¹⁵
3)
Integrasi Pendidikan Karakter dan Soft Skills
(*) Selain
keterampilan akademik, kurikulum harus menanamkan nilai-nilai etika, empati,
dan tanggung jawab sosial.¹⁶
11.2.3. Kurikulum Global dan
Interkonektivitas Internasional
1)
Standarisasi Kurikulum dalam Skala Global
(*) Dalam era
globalisasi, kurikulum harus memungkinkan peserta didik untuk bersaing dalam
dunia kerja internasional.¹⁷
2)
Integrasi Pendidikan Multikultural
(*) Kurikulum
yang memperkenalkan keberagaman budaya dapat membentuk peserta didik yang lebih
terbuka dan toleran.¹⁸
Kesimpulan
Kurikulum masa depan harus mampu menghadapi
tantangan kompleks dalam implementasi, integrasi teknologi, fleksibilitas
pembelajaran, dan globalisasi. Dengan mengadopsi teknologi digital, memberikan
kebebasan belajar yang lebih luas, serta memperkuat pendidikan berbasis
keterampilan, sistem pendidikan dapat lebih siap dalam mencetak generasi yang
kompetitif dan adaptif terhadap perubahan zaman. Reformasi kurikulum yang
berkelanjutan dengan pendekatan berbasis riset dan data akan menjadi kunci
dalam menciptakan pendidikan yang relevan dan inklusif di masa depan.
Catatan Kaki
[1]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 135.
[2]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 145.
[3]
Linda Darling-Hammond, The Flat World and
Education (New York: Teachers College Press, 2010), 80.
[4]
Michael Fullan, The New Meaning of Educational
Change (New York: Teachers College Press, 2007), 95.
[5]
UNESCO, Global Education Monitoring Report
(Paris: UNESCO Publishing, 2021), 102.
[6]
Charles Fadel, Artificial Intelligence in
Education (New York: Routledge, 2019), 65.
[7]
Georgette Yakman, STEAM Education: An Overview
(New York: Routledge, 2017), 90.
[8]
Henry Jenkins, Confronting the Challenges of
Participatory Culture (Cambridge: MIT Press, 2009), 55.
[9]
John Hattie, Visible Learning (New York:
Routledge, 2008), 75.
[10]
Tony Wagner, The Global Achievement Gap (New
York: Basic Books, 2010), 120.
[11]
Fadel, Artificial Intelligence in Education,
82.
[12]
Yakman, STEAM Education, 98.
[13]
UNESCO, Education for Sustainable Development: A
Roadmap (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 88.
[14]
Fullan, The New Meaning of Educational Change,
115.
[15]
Darling-Hammond, The Right to Learn (San
Francisco: Jossey-Bass, 1997), 135.
[16]
Oliva, Developing the Curriculum, 150.
[17]
Pak Tee Ng, Learning from Singapore (New
York: Routledge, 2017), 105.
[18]
Sahlberg, Finnish Lessons, 130.
12. Kesimpulan dan Rekomendasi
12.1. Kesimpulan
Kurikulum merupakan elemen fundamental dalam sistem
pendidikan yang terus berkembang untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan
masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan, dan tantangan global.¹ Sejarah
perkembangan kurikulum menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan dalam sistem
pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan memastikan
bahwa peserta didik memiliki kompetensi yang relevan dengan dunia modern.²
Secara keseluruhan, kurikulum tidak hanya berfungsi
sebagai seperangkat rencana pembelajaran, tetapi juga sebagai alat strategis
untuk membentuk pola pikir, keterampilan, dan karakter peserta didik.³
Implementasi kurikulum yang efektif memerlukan sinergi antara berbagai pemangku
kepentingan, termasuk guru, siswa, pemerintah, serta masyarakat luas.⁴ Namun,
dalam penerapannya, masih terdapat berbagai tantangan seperti kesenjangan dalam
akses pendidikan, kesiapan guru, serta adaptasi terhadap perkembangan
teknologi.⁵
Evaluasi dan revisi kurikulum menjadi bagian
integral dalam memastikan efektivitasnya.⁶ Dengan melakukan evaluasi berkala,
pemangku kebijakan dapat menyesuaikan kurikulum dengan dinamika global dan
kebutuhan peserta didik. Reformasi kurikulum yang berkelanjutan dan berbasis
riset merupakan kunci dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif
dan kompetitif di tingkat global.⁷
Masa depan kurikulum akan semakin bergantung pada
inovasi dalam pembelajaran, integrasi teknologi, serta pendekatan yang lebih
fleksibel dan berpusat pada peserta didik. Kurikulum berbasis kompetensi,
pendidikan berbasis proyek (Project-Based Learning), serta pemanfaatan
kecerdasan buatan dalam pembelajaran akan menjadi tren utama dalam sistem pendidikan
global.⁸ Oleh karena itu, kurikulum di masa depan harus lebih dinamis, adaptif,
dan mampu menjawab tantangan kompleks yang dihadapi generasi mendatang.
12.2. Rekomendasi
Berdasarkan berbagai pembahasan dalam artikel ini,
terdapat beberapa rekomendasi utama yang dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan dan implementasi kurikulum di masa depan:
1)
Penguatan Pelatihan Guru dalam Implementasi Kurikulum
(*) Guru adalah
ujung tombak keberhasilan kurikulum. Oleh karena itu, perlu adanya pelatihan
yang berkelanjutan agar mereka memiliki keterampilan yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum modern.⁹
(*) Pemerintah
dan institusi pendidikan harus menyediakan program pengembangan profesional
yang berbasis teknologi dan inovasi pembelajaran.
2)
Meningkatkan Fleksibilitas dan Diferensiasi dalam Kurikulum
(*) Kurikulum
harus memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengeksplorasi minat dan
potensinya melalui pendekatan personalized learning.¹⁰
(*) Sistem
pendidikan perlu mengadopsi model pembelajaran hybrid yang mengombinasikan
pembelajaran daring dan tatap muka.
3)
Integrasi Teknologi dalam Kurikulum
(*) Perkembangan
teknologi seperti kecerdasan buatan, virtual reality, dan augmented
reality harus diintegrasikan dalam pembelajaran untuk meningkatkan
pengalaman belajar peserta didik.¹¹
(*) Pemerintah
perlu memastikan pemerataan akses teknologi bagi seluruh sekolah, terutama di
daerah terpencil.
4)
Meningkatkan Keterlibatan Stakeholder dalam Pengembangan Kurikulum
(*) Kurikulum
harus dikembangkan dengan melibatkan guru, peserta didik, orang tua, dunia
industri, dan akademisi agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.¹²
(*) Model
pengembangan kurikulum berbasis partisipasi (participatory curriculum
development) dapat menjadi solusi untuk menciptakan kurikulum yang lebih
inklusif.
5)
Meningkatkan Evaluasi dan Revisi Kurikulum Secara Berkala
(*) Kurikulum
harus dievaluasi secara berkala dengan berbasis data dan hasil asesmen untuk
memastikan efektivitasnya.¹³
(*) Pemerintah
dan lembaga pendidikan perlu mengadopsi sistem evaluasi yang lebih fleksibel
dan berbasis capaian kompetensi, bukan hanya berorientasi pada hasil ujian
akademik semata.
6)
Mempersiapkan Peserta Didik untuk Tantangan Abad ke-21
(*) Kurikulum
harus menekankan pada pengembangan keterampilan 4Cs (Critical Thinking,
Communication, Collaboration, Creativity) yang diperlukan dalam dunia kerja
global.¹⁴
(*) Pendidikan
berbasis kewirausahaan dan penguatan pendidikan karakter harus menjadi bagian
dari kurikulum agar peserta didik siap menghadapi tantangan di masa depan.
Kesimpulan Akhir
Kurikulum bukan sekadar dokumen akademik, tetapi
juga alat transformasi sosial yang menentukan kualitas sumber daya manusia
suatu bangsa. Dengan menghadapi tantangan dan mengadopsi inovasi dalam
kurikulum, sistem pendidikan dapat menciptakan generasi yang lebih adaptif,
kreatif, dan siap bersaing di tingkat global. Reformasi kurikulum yang
inklusif, berbasis data, dan berorientasi pada masa depan akan menjadi kunci
dalam membangun pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan.
Catatan Kaki
[1]
Peter F. Oliva, Developing the Curriculum
(Boston: Pearson, 2009), 180.
[2]
Daniel Tanner dan Laurel N. Tanner, Curriculum
Development: Theory into Practice (New York: Macmillan, 1980), 195.
[3]
Allan C. Ornstein dan Francis P. Hunkins, Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues (Boston: Allyn & Bacon, 2009), 210.
[4]
Michael Fullan, The New Meaning of Educational Change
(New York: Teachers College Press, 2007), 125.
[5]
Linda Darling-Hammond, The Flat World and
Education (New York: Teachers College Press, 2010), 150.
[6]
UNESCO, Global Education Monitoring Report
(Paris: UNESCO Publishing, 2021), 112.
[7]
Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for
Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2010), 85.
[8]
Georgette Yakman, STEAM Education: An Overview
(New York: Routledge, 2017), 120.
[9]
Darling-Hammond, The Right to Learn (San
Francisco: Jossey-Bass, 1997), 180.
[10]
John Hattie, Visible Learning (New York:
Routledge, 2008), 95.
[11]
Fadel, Artificial Intelligence in Education
(New York: Routledge, 2019), 75.
[12]
Fullan, The New Meaning of Educational Change,
145.
[13]
Kemendikbudristek, Evaluasi dan Pengembangan
Kurikulum Nasional (Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi, 2022), 60.
[14]
Tony Wagner, The Global Achievement Gap (New
York: Basic Books, 2010), 135.
Daftar Pustaka
Azra, A. (2002). Pendidikan Islam: Tradisi dan
Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Darling-Hammond, L. (1997). The Right to Learn:
A Blueprint for Creating Schools That Work. San Francisco: Jossey-Bass.
Darling-Hammond, L. (2010). The Flat World and
Education. New York: Teachers College Press.
Fadel, C. (2010). 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass.
Fadel, C. (2019). Artificial Intelligence in
Education. New York: Routledge.
Freire, P. (2000). Pedagogy of the Oppressed.
New York: Continuum.
Fullan, M. (2007). The New Meaning of
Educational Change. New York: Teachers College Press.
Hargreaves, A., & Shirley, D. (2009). The
Fourth Way: The Inspiring Future for Educational Change. Thousand Oaks, CA:
Corwin Press.
Hattie, J. (2008). Visible Learning. New York:
Routledge.
Hutchins, R. M. (1936). The Higher Learning in
America. New Haven: Yale University Press.
Jenkins, H. (2009). Confronting the Challenges
of Participatory Culture. Cambridge: MIT Press.
Kemendikbud. (2015). Evaluasi Kurikulum
Nasional. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud. (2019). Pemetaan Pendidikan
Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan.
Kemendikbudristek. (2022). Panduan Implementasi
Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi.
Kemendikbudristek. (2022). Evaluasi dan
Pengembangan Kurikulum Nasional. Jakarta: Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Ng, P. T. (2017). Learning from Singapore: The
Power of Paradoxes. New York: Routledge.
Oliva, P. F. (2009). Developing the Curriculum.
Boston: Pearson.
Ornstein, A. C., & Hunkins, F. P. (2009). Curriculum:
Foundations, Principles, and Issues. Boston: Allyn & Bacon.
Sahlberg, P. (2011). Finnish Lessons: What Can
the World Learn from Educational Change in Finland? New York: Teachers
College Press.
Taba, H. (1962). Curriculum Development: Theory
and Practice. New York: Harcourt Brace.
Tanner, D., & Tanner, L. N. (1980). Curriculum
Development: Theory into Practice. New York: Macmillan.
Tilaar, H. A. R. (2002). Perubahan Sosial dan
Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta:
Grasindo.
Tyler, R. W. (1949). Basic Principles of
Curriculum and Instruction. Chicago: University of Chicago Press.
UNESCO. (2020). Education for Sustainable
Development: A Roadmap. Paris: UNESCO Publishing.
UNESCO. (2021). Global Education Monitoring
Report. Paris: UNESCO Publishing.
Wagner, T. (2010). The Global Achievement Gap.
New York: Basic Books.
Walker, D. (2003). Fundamentals of Curriculum.
San Francisco: Wadsworth.
Yakman, G. (2017). STEAM Education: An Overview.
New York: Routledge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar