Minggu, 15 Juni 2025

Analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha: Strategi Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Menengah di Era Kompetisi Global

Analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha

Strategi Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Menengah di Era Kompetisi Global


Alihkan ke: Analisis SWOT.


Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis posisi strategis MA Plus Al-Aqsha sebagai lembaga pendidikan Islam menengah berbasis pesantren dalam menghadapi tantangan era globalisasi dan digitalisasi. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang memengaruhi kinerja dan prospek pengembangan lembaga. Hasil analisis menunjukkan bahwa MA Plus Al-Aqsha memiliki kekuatan pada aspek nilai keislaman, budaya kolaboratif, peningkatan prestasi akademik, dan potensi sumber daya manusia, tetapi juga menghadapi kelemahan seperti keterbatasan fasilitas, ketidaklinieran tenaga pendidik, dan ketergantungan finansial. Di sisi lain, lingkungan sosial religius, potensi rekrutmen siswa yang tinggi, serta dukungan regulasi pendidikan karakter menjadi peluang penting, meskipun dihadapkan pada ancaman kompetisi dengan sekolah unggulan dan tuntutan masyarakat yang semakin kompleks. Artikel ini menyajikan implikasi strategis berdasarkan matriks SWOT dan merekomendasikan langkah-langkah pengembangan seperti penguatan identitas keislaman, peningkatan kompetensi guru, digitalisasi madrasah, diversifikasi pendanaan, dan reformulasi program ekstrakurikuler. Diharapkan artikel ini menjadi rujukan konseptual dan praktis bagi pengambil kebijakan pendidikan Islam dalam merancang strategi pengembangan lembaga yang kontekstual, adaptif, dan berkelanjutan.

Kata Kunci: MA Plus Al-Aqsha; pendidikan Islam; analisis SWOT; strategi pengembangan; madrasah; globalisasi; digitalisasi pendidikan.


PEMBAHASAN

Analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha


1.           Pendahuluan

Dalam era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi, persaingan multidimensi, dan tuntutan keterampilan abad ke-21, lembaga pendidikan dituntut untuk melakukan refleksi strategis terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi. Salah satu pendekatan yang digunakan secara luas untuk memahami posisi dan arah strategis sebuah institusi adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Pendekatan ini terbukti efektif dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi pencapaian tujuan organisasi, termasuk dalam konteks pendidikan menengah berbasis keislaman seperti yang dijalankan oleh MA Plus Al-Aqsha.

Menurut Fred R. David, analisis SWOT merupakan bagian fundamental dari manajemen strategis yang memungkinkan organisasi memahami lingkungan strategisnya secara sistematis dan mempersiapkan respons yang adaptif dan kompetitif terhadap dinamika eksternal dan internalnya.¹ Dalam konteks pendidikan, analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi pengembangan institusi yang tidak hanya reaktif terhadap tantangan, tetapi juga proaktif dalam mengelola potensi dan peluang yang ada.²

MA Plus Al-Aqsha, sebagai salah satu lembaga pendidikan menengah Islam swasta yang beroperasi di bawah naungan Yayasan Daar Al-Aqsha, memiliki posisi strategis di wilayah Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya. Dalam perjalanannya, madrasah ini telah menunjukkan berbagai capaian penting baik dari sisi implementasi kurikulum, peningkatan kualitas sumber daya manusia, maupun dukungan lingkungan sosial yang kuat. Namun, madrasah ini juga menghadapi tantangan signifikan seperti keterbatasan sarana prasarana, ketimpangan antara visi ideal dengan kondisi aktual, serta tekanan persaingan dari institusi pendidikan lain baik negeri maupun swasta.

Dalam kajian pendidikan Islam kontemporer, lembaga seperti MA Plus Al-Aqsha tidak hanya dipandang sebagai tempat transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai institusi pembentuk karakter dan nilai-nilai keislaman yang kontekstual.³ Oleh karena itu, strategi pengembangannya tidak dapat dilepaskan dari komitmen terhadap integrasi antara ilmu dan iman, antara pencapaian akademik dan pembinaan moral-spiritual.

Kebutuhan untuk mengembangkan lembaga pendidikan Islam menengah secara strategis menjadi semakin mendesak di tengah era disrupsi. Pendidikan yang hanya berfokus pada pencapaian kognitif tidak lagi memadai; lembaga pendidikan dituntut menghasilkan lulusan yang memiliki life skills, literasi digital, kemampuan berpikir kritis, kolaboratif, dan komunikatif, sebagaimana diamanatkan oleh kebijakan kurikulum nasional melalui pendekatan keterampilan abad ke-21 (4C: Critical thinking, Communication, Collaboration, dan Creativity).⁴ Dalam dokumen kurikulum MA Plus Al-Aqsha Tahun Pelajaran 2024/2025, ditekankan pentingnya pendekatan yang berbasis karakter, keterampilan, dan integrasi nilai, sejalan dengan semangat Kurikulum 2013 dan prinsip school-based management.⁵

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha untuk merumuskan strategi pengembangan yang realistis, inovatif, dan sesuai dengan konteks lokalitas serta orientasi global. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran objektif terhadap kondisi madrasah saat ini dan merumuskan langkah-langkah strategis dalam peningkatan mutu lembaga pendidikan Islam menengah, sekaligus menjadi rujukan bagi pengambil kebijakan internal dalam menetapkan prioritas program pembangunan kelembagaan secara berkelanjutan.


Footnotes

[1]                Fred R. David, Strategic Management: Concepts and Cases, 15th ed. (Boston: Pearson, 2017), 122.

[2]                Jamilah Ahmad and Nor Hidayah Abu Bakar, “SWOT Analysis of Malaysian Secondary School Management,” Asian Journal of Management Sciences & Education 4, no. 2 (2015): 38–48.

[3]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 114–117.

[4]                Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 19–23.

[5]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 2–6.


2.           Profil Singkat MA Plus Al-Aqsha

Madrasah Aliyah (MA) Plus Al-Aqsha merupakan lembaga pendidikan menengah Islam swasta yang berdiri sejak tahun 2010 di bawah naungan Yayasan Daar Al-Aqsha. Madrasah ini berlokasi di Desa Tonjongsari, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dan secara administratif telah mengantongi izin operasional berdasarkan SK Kw104/4/pp006/3013 sejak 9 Mei 2011.¹ Sebagai lembaga pendidikan berbasis keislaman, MA Plus Al-Aqsha dirancang untuk menjawab kebutuhan pendidikan masyarakat lokal dengan pendekatan integratif antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan.

Dalam aspek akreditasi, MA Plus Al-Aqsha telah mendapatkan predikat B (Baik) dengan nilai 88 dari BAN S/M Provinsi Jawa Barat melalui SK Nomor 555/BAN-SM/SK/2023 tertanggal 5 Desember 2023.² Akreditasi ini mencerminkan pengakuan resmi terhadap mutu manajerial, akademik, dan kultural madrasah meskipun tantangan tetap ada, terutama dalam pemenuhan sarana dan prasarana yang masih terbatas.

2.1.       Visi dan Misi Lembaga

Sejalan dengan tuntutan pendidikan abad ke-21 dan nilai-nilai Islam, MA Plus Al-Aqsha telah merumuskan visi sebagai berikut:

Terwujudnya Peserta Didik yang Berakhlakul Karimah, Cerdas, Terampil, Berkarakter dan Berjiwa Mandiri.”³

Visi tersebut menekankan integrasi lima aspek utama: (1) akhlak mulia; (2) kecerdasan intelektual; (3) keterampilan fungsional; (4) karakter sosial dan spiritual; serta (5) kemandirian dalam berpikir dan bertindak. Kelima aspek ini menunjukkan adanya orientasi pembentukan profil pelajar Islam ideal yang mampu bersaing secara global namun tetap berpijak pada nilai-nilai lokal dan transendental.⁴

Untuk merealisasikan visi tersebut, madrasah menetapkan lima misi utama, antara lain: (1) penguatan keimanan dan ketakwaan; (2) layanan bimbingan dan konseling yang holistik; (3) pengembangan literasi melalui GLM (Gerakan Literasi Madrasah); (4) optimalisasi program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK); dan (5) penciptaan budaya tanggung jawab dan kemandirian melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler.⁵

2.2.       Tujuan dan Target Strategis

Tujuan operasional MA Plus Al-Aqsha dirancang untuk menjawab kebutuhan pendidikan yang bersifat holistik. Beberapa tujuan kunci mencakup peningkatan kualitas ibadah siswa, pelaksanaan layanan konseling berbasis "One Student One Counselor", penguatan budaya literasi, pengembangan karakter nasional-religius, serta keterlibatan aktif peserta didik dalam kegiatan sosial dan lingkungan.⁶

Berdasarkan dokumen perencanaan strategis Tahun Pelajaran 2025/2026, target-target tersebut dijabarkan secara kuantitatif, seperti: ≥ 90% siswa melaksanakan salat berjamaah dan tadarus harian, ≥ 85% terlibat dalam layanan konseling, ≥ 80% menulis karya ilmiah atau populer, dan 100% aktif dalam ekstrakurikuler.⁷ Target ini menunjukkan keseriusan lembaga dalam mengukur hasil capaian pendidikan secara objektif dan berkelanjutan.

2.3.       Ciri Kelembagaan dan Konteks Sosial

MA Plus Al-Aqsha merupakan madrasah reguler dengan peminatan IPA dan IPS. Beroperasi dari pukul 07.00 hingga 15.30 WIB, madrasah ini menyediakan fasilitas pembelajaran dan asrama yang mendukung kegiatan akademik dan keagamaan secara intensif. Keberadaan madrasah ini berada dalam lingkungan sosial yang religius dan kondusif, serta dekat dengan berbagai pondok pesantren seperti Daar Al-Aqsha, Tajul Falah, dan Miftahul Falah.⁸ Hal ini memperkuat sinergi antara madrasah formal dan pendidikan pesantren sebagai model pendidikan Islam integral.⁹

Sebagai lembaga yang berakar pada masyarakat perdesaan, MA Plus Al-Aqsha juga mengembangkan etos kemandirian dan budaya madrasah melalui program K-7 (Kebersihan, Ketertiban, Keindahan, Kenyamanan, Kerindangan, Kedisiplinan, dan Kekeluargaan) untuk membentuk lingkungan belajar yang sehat dan humanistik.¹⁰

Dengan segala potensi yang dimiliki serta tantangan yang dihadapi, MA Plus Al-Aqsha menempatkan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam menengah yang adaptif, partisipatif, dan proaktif dalam menjawab tantangan zaman sekaligus tetap menjaga akar nilai-nilai keislaman sebagai ruh pendidikannya.


Footnotes

[1]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 33.

[2]                Ibid., 4.

[3]                MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran 2025/2026 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2025), 1.

[4]                Muhammad Abduh, “The Role of Islamic Education in Developing Moral Character: A Study in Contemporary Muslim Societies,” International Journal of Islamic Thought 17 (2020): 1–9.

[5]                MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran 2025/2026, 2–3.

[6]                Ibid., 4.

[7]                Ibid., 5–7.

[8]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025, 24–25.

[9]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos, 1999), 121–124.

[10]             MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran 2025/2026, 6.


3.           Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal

Dalam kerangka manajemen strategis, analisis lingkungan internal dan eksternal merupakan prasyarat penting untuk memahami konteks kelembagaan secara menyeluruh sebelum merumuskan kebijakan dan strategi jangka panjang. Menurut Wheelen dan Hunger, lingkungan internal berkaitan dengan faktor-faktor dalam organisasi yang dapat dikendalikan, seperti sumber daya manusia, kurikulum, manajemen, dan budaya organisasi.¹ Sementara itu, lingkungan eksternal mencakup peluang dan tantangan dari luar organisasi, termasuk faktor sosial, geografis, ekonomi, dan kebijakan yang dapat memengaruhi daya saing institusi.²

3.1.       Lingkungan Internal MA Plus Al-Aqsha

3.1.1.      Kurikulum dan Pembelajaran

MA Plus Al-Aqsha menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berbasis Kurikulum 2013, yang disusun secara kontekstual dengan memperhatikan potensi lokal, kebutuhan peserta didik, serta nilai-nilai keislaman.³ Kurikulum ini mengintegrasikan pendekatan kompetensi abad ke-21 (4C: Critical thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication) dengan penguatan nilai-nilai karakter dan keagamaan melalui program PPK dan Gerakan Literasi Madrasah (GLM).⁴

Pembelajaran berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) telah menjadi fokus utama dalam mendesain aktivitas kelas. Hal ini selaras dengan pendekatan konstruktivistik yang mendorong pembelajaran aktif dan reflektif, sebagaimana direkomendasikan oleh pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud dan Kementerian Agama.⁵

3.1.2.      Sumber Daya Manusia (SDM)

Madrasah memiliki 21 personil tenaga pendidik dan kependidikan, mayoritas dengan kualifikasi akademik minimal S1, dan sekitar 33% di antaranya termasuk dalam kategori usia produktif 21–30 tahun.⁶ Meskipun sebagian guru belum mengajar sesuai linearitas bidang studinya, semangat profesionalisme dan potensi pengembangan diri cukup tinggi. Tujuh guru telah memiliki sertifikat pendidik, menunjukkan keterpenuhan sebagian standar nasional.⁷

3.1.3.      Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana madrasah masih tergolong minim. Ruang kelas, kantor guru, kepala madrasah, dan ruang administrasi tersedia, namun belum sepenuhnya mendukung kegiatan laboratorium, perpustakaan digital, maupun ruang keterampilan.⁸ Keterbatasan ini menjadi salah satu faktor pembeda antara kondisi nyata dengan standar ideal yang ditetapkan dalam PP No. 57 Tahun 2021 dan Permendiknas No. 24 Tahun 2007.⁹

3.1.4.      Peserta Didik

Peserta didik MA Plus Al-Aqsha menunjukkan tren peningkatan prestasi, baik dari aspek nilai rata-rata maupun keaktifan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Berdasarkan data internal, nilai rata-rata pengetahuan dan keterampilan meningkat signifikan dari 2021 hingga 2024, menunjukkan proses pembelajaran berjalan efektif.¹⁰ Selain itu, hasil survei menunjukkan tingkat keyakinan diri siswa dalam berpikir kritis, kerja sama tim, dan komunikasi juga cukup tinggi.¹¹

3.1.5.      Budaya dan Kepemimpinan

Madrasah memiliki budaya religius dan kolaboratif yang kuat. Hubungan interpersonal antara guru, peserta didik, dan staf administratif dikategorikan harmonis, dengan dukungan kepemimpinan kepala madrasah yang sangat partisipatif.¹² Budaya penghargaan, kebersamaan, serta penguatan nilai-nilai akhlak menjadi ciri khas lingkungan internal madrasah.

3.1.6.      Dukungan Orang Tua

Mayoritas orang tua/wali peserta didik berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah (sekitar 53% berprofesi sebagai petani) dan memiliki tingkat pendidikan dominan pada jenjang SLTA (ayah) dan SD (ibu).¹³ Namun, hasil survei menunjukkan bahwa dukungan emosional, motivasional, dan akademik dari orang tua sangat tinggi, terutama dalam aspek spiritual dan kegiatan keagamaan anak-anak mereka.¹⁴

3.2.       Lingkungan Eksternal MA Plus Al-Aqsha

3.2.1.    Kondisi Geografis dan Lingkungan Sosial

MA Plus Al-Aqsha terletak di daerah yang bebas bencana, aman dari polusi, dan memiliki lingkungan sosial yang religius. Lokasinya yang berada dalam kompleks Pondok Pesantren Daar Al-Aqsha serta dekat dengan beberapa pesantren lain menciptakan ekosistem pendidikan Islam yang saling menguatkan.¹⁵ Lingkungan ini memberikan dukungan kultural dan spiritual terhadap pembentukan karakter siswa.

3.2.2.      Ketersediaan Sumber Rekrutmen Siswa

Dalam radius 8 km dari madrasah terdapat sembilan SMP/MTs sederajat, termasuk MTs Tonjongsari, MTs Tajul Falah, SMPN 3 Cikalong, dan lainnya.¹⁶ Potensi ini memberikan peluang MA Plus Al-Aqsha untuk menjaring calon peserta didik secara berkelanjutan setiap tahunnya. Dalam konteks demografi, letak madrasah yang strategis dan mudah dijangkau memperbesar kapasitas daya saingnya terhadap lembaga lain.

3.2.3.      Kebijakan Pemerintah dan Dukungan Yayasan

Sebagai madrasah swasta di bawah Kementerian Agama, MA Plus Al-Aqsha mendapatkan dukungan melalui program BOS dan BPMU, namun pengelolaan anggaran tetap menjadi tantangan karena sumber daya finansial sangat terbatas.¹⁷ Meskipun demikian, Yayasan Daar Al-Aqsha terus menunjukkan komitmen terhadap pengembangan sarana prasarana secara bertahap.¹⁸

3.2.4.      Tantangan Persaingan Lembaga

MA Plus Al-Aqsha menghadapi kompetisi dari sekolah-sekolah negeri dan swasta lain yang memiliki sumber daya lebih besar, baik dari sisi fasilitas maupun branding. Selain itu, ekspektasi masyarakat terhadap kualitas lulusan madrasah juga semakin meningkat, menuntut madrasah untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar keislaman.¹⁹


Footnotes

[1]                Thomas L. Wheelen and J. David Hunger, Strategic Management and Business Policy, 13th ed. (Upper Saddle River, NJ: Pearson, 2012), 107.

[2]                Ibid., 132.

[3]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 2–3.

[4]                Ibid., 3–4.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Implementasi Kurikulum 2013, edisi revisi (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 12.

[6]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025, 14–17.

[7]                Ibid., 14.

[8]                Ibid., 5.

[9]                Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007.

[10]             MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025, 19.

[11]             Ibid., 18.

[12]             Ibid., 10.

[13]             Ibid., 21.

[14]             Ibid., 23.

[15]             Ibid., 25.

[16]             Ibid., 26–27.

[17]             Ibid., 6.

[18]             Ibid., 24.

[19]             Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 131.


4.           Analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha

Analisis SWOT merupakan metode strategis yang digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) yang dihadapi sebuah organisasi.¹ Dalam konteks lembaga pendidikan, pendekatan ini memberikan landasan yang kokoh untuk merancang strategi pengembangan institusi secara berkelanjutan dan responsif terhadap dinamika internal maupun eksternal.² MA Plus Al-Aqsha, sebagai lembaga pendidikan Islam menengah yang beroperasi di lingkungan perdesaan, memiliki sejumlah potensi yang dapat dioptimalkan, namun juga menghadapi tantangan struktural dan kultural yang tidak bisa diabaikan.

4.1.       Strengths (Kekuatan)

1)                  Identitas Keislaman yang Kuat

MA Plus Al-Aqsha memiliki orientasi nilai yang kuat dalam membina akhlak mulia peserta didik melalui pembiasaan ibadah harian, kegiatan tadarus, muhadharah, dan keterlibatan aktif dalam peringatan hari besar Islam (PHBI).³ Kegiatan ini menjadi sarana internalisasi nilai-nilai akhlakul karimah, yang sejalan dengan visi madrasah.⁴ Hal ini penting karena lembaga pendidikan Islam tidak hanya bertugas mentransmisikan pengetahuan, tetapi juga mentransformasikan karakter.⁵

2)                  Budaya Organisasi yang Religius dan Kolaboratif

Survei internal menunjukkan bahwa hubungan interpersonal antar guru, siswa, dan staf madrasah berada dalam kategori “sangat baik”, dengan skor rerata di atas 4,00 dari skala 5.⁶ Budaya madrasah didominasi oleh nilai-nilai kerja sama, kedisiplinan, keharmonisan, dan penghargaan terhadap keberagaman.⁷ Kepemimpinan kepala madrasah yang partisipatif juga menjadi kekuatan manajerial yang signifikan.

3)                  Peningkatan Kinerja Akademik dan Literasi

Selama tiga tahun terakhir, MA Plus Al-Aqsha mencatat peningkatan nilai rapor rata-rata baik dalam aspek pengetahuan maupun keterampilan di seluruh jurusan (MIPA dan IPS).⁸ Ditambah dengan pelaksanaan program Gerakan Literasi Madrasah (GLM) dan target menulis satu karya per tahun, madrasah menunjukkan komitmen terhadap pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.⁹

4)                  Komitmen dan Potensi SDM

Sebagian besar tenaga pendidik berusia produktif dan memiliki latar belakang pendidikan S1, dengan tujuh guru telah bersertifikasi profesional.¹⁰ Ini memberi fondasi kuat bagi peningkatan mutu pembelajaran dan pengembangan profesional guru.

4.2.       Weaknesses (Kelemahan)

1)                  Keterbatasan Sarana dan Prasarana

Meskipun memiliki ruang belajar dasar, MA Plus Al-Aqsha masih kekurangan fasilitas penunjang seperti laboratorium IPA, perpustakaan digital, dan ruang keterampilan. Hal ini menghambat pengembangan pembelajaran berbasis proyek dan inovasi teknologi yang menjadi tuntutan pendidikan masa kini.¹¹

2)                  Ketidaklinieran Beberapa Tenaga Pendidik

Beberapa guru masih mengajar di luar bidang keahlian akademiknya, yang berpotensi menurunkan efektivitas pembelajaran dan pencapaian standar kompetensi lulusan (SKL).¹² Hal ini mencerminkan masih adanya mismatch antara kualifikasi dan distribusi mata pelajaran.

3)                  Ketergantungan pada Dana Pemerintah

Sebagai madrasah swasta, MA Plus Al-Aqsha sangat bergantung pada dana BOS dan BPMU, sementara dukungan dari masyarakat masih terbatas karena latar belakang ekonomi menengah ke bawah.¹³ Ketergantungan ini berdampak pada lambatnya pengembangan fasilitas dan program unggulan.

4.3.       Opportunities (Peluang)

1)                  Potensi Rekrutmen Peserta Didik dari Madrasah Sekitar

Dengan keberadaan sembilan SMP/MTs dalam radius 8 km, MA Plus Al-Aqsha memiliki catchment area yang luas untuk menjaring calon siswa.¹⁴ Hal ini menjadi peluang strategis untuk mempertahankan jumlah rombongan belajar dan memperkuat eksistensi lembaga.

2)                  Sinergi dengan Pesantren dan Komunitas Islam Lokal

Kedekatan geografis dengan Pondok Pesantren Daar Al-Aqsha dan pesantren lainnya memungkinkan kolaborasi dalam kegiatan keagamaan, karakter, dan keterampilan hidup berbasis pesantren.¹⁵ Ini memberi nilai tambah kompetitif yang tidak dimiliki banyak sekolah formal.

3)                  Dukungan Regulasi terhadap Pendidikan Karakter dan Literasi

Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama memberikan dorongan kuat terhadap penguatan pendidikan karakter dan literasi. MA Plus Al-Aqsha dapat memanfaatkan kerangka ini untuk memperkuat program-program seperti PPK, GLM, dan kegiatan ekstrakurikuler yang produktif.¹⁶

4)                  Kemajuan Teknologi sebagai Pendorong Transformasi Digital

Meskipun masih terbatas, terdapat peluang untuk mengadopsi teknologi pendidikan berbasis sumber terbuka (open educational resources) guna mengatasi kendala akses informasi dan pengembangan digital literasi madrasah.¹⁷

4.4.       Threats (Ancaman)

1)                  Kompetisi dengan Sekolah Negeri dan Swasta Unggulan

Lembaga lain yang memiliki fasilitas dan branding lebih baik menjadi kompetitor dalam menarik siswa baru. MA Plus Al-Aqsha perlu memiliki keunggulan diferensiatif berbasis nilai agar tetap relevan dalam lanskap pendidikan yang kompetitif.¹⁸

2)                  Tingginya Ekspektasi Publik terhadap Lulusan Madrasah

Tuntutan masyarakat terhadap lulusan yang tidak hanya religius, tetapi juga kompeten secara akademik dan keterampilan vokasional, menjadi tekanan tersendiri.¹⁹ Jika tidak diantisipasi dengan strategi programatik, hal ini dapat memunculkan trust gap antara lembaga dan stakeholder.

3)                  Keterbatasan Akses Teknologi dan Literasi Digital

Minimnya sarana teknologi dan keterampilan digital baik di kalangan guru maupun siswa dapat menjadi hambatan untuk beradaptasi dengan model pembelajaran berbasis digital, yang kini menjadi standar baru dalam sistem pendidikan global.²⁰


Footnotes

[1]                Fred R. David, Strategic Management: Concepts and Cases, 15th ed. (Boston: Pearson, 2017), 122.

[2]                J. David Hunger and Thomas L. Wheelen, Essentials of Strategic Management, 5th ed. (Upper Saddle River, NJ: Pearson, 2014), 88–89.

[3]                MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran 2025/2026 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2025), 5.

[4]                Ibid., 1–2.

[5]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 113.

[6]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 10.

[7]                Ibid., 11.

[8]                Ibid., 19.

[9]                Ibid., 20.

[10]             Ibid., 14–15.

[11]             Ibid., 5.

[12]             Ibid., 16.

[13]             Ibid., 6, 21.

[14]             Ibid., 26–27.

[15]             Ibid., 25.

[16]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Pendidikan Budi Pekerti.

[17]             OECD, Trends Shaping Education 2022 (Paris: OECD Publishing, 2022), 44–47.

[18]             Azra, Pendidikan Islam, 134.

[19]             Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 158.

[20]             UNESCO, Education in a Post-COVID World: Nine Ideas for Public Action (Paris: UNESCO, 2020), 14–15.


5.           Implikasi Strategis dari Hasil Analisis SWOT

Analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha memberikan gambaran menyeluruh mengenai posisi strategis madrasah dalam peta pendidikan Islam menengah di era global. Dari hasil identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, diperlukan formulasi strategi yang bersifat adaptif, inovatif, dan kontekstual. Dalam teori manajemen strategis, hasil analisis SWOT idealnya diikuti oleh penyusunan strategi matriks SWOT yang terdiri dari empat pendekatan utama: SO (Strength–Opportunities), WO (Weakness–Opportunities), ST (Strength–Threats), dan WT (Weakness–Threats)

Strategi-strategi berikut disarikan dari kombinasi aspek internal dan eksternal yang telah dianalisis sebelumnya, serta diarahkan untuk mendukung transformasi MA Plus Al-Aqsha menuju lembaga pendidikan Islam yang unggul dan berdaya saing.

5.1.       Strategi SO (Strengths – Opportunities)

Optimalisasi Potensi Internal untuk Menangkap Peluang Eksternal

MA Plus Al-Aqsha memiliki identitas religius yang kuat, SDM yang bersemangat, serta lingkungan sosial yang mendukung. Kekuatan ini dapat dimanfaatkan untuk:

·                     Mengembangkan program unggulan berbasis nilai keislaman dan keterampilan hidup (life skills) seperti halaqah tematik, entrepreneurship syariah, dan kelas literasi digital islami

·                     Memperkuat kemitraan dengan pondok pesantren sekitar dalam pelaksanaan program pembinaan karakter dan pembelajaran berbasis asrama (boarding system).³

·                     Mengintensifkan rekrutmen peserta didik dari MTs/SMP sekitar dengan memanfaatkan reputasi sebagai madrasah berkarakter dan berbasis nilai.

Strategi ini sejalan dengan pemikiran Mintzberg bahwa strategi efektif lahir dari paduan antara kekuatan internal dan peluang lingkungan, bukan dari perencanaan semata tetapi juga melalui pembelajaran dan adaptasi.⁴

5.2.       Strategi WO (Weaknesses – Opportunities)

Mengatasi Kelemahan Internal dengan Memanfaatkan Peluang Lingkungan

Keterbatasan sarana dan non-linearitas guru dapat diatasi melalui:

·                     Kolaborasi dengan komunitas pendidikan dan lembaga eksternal (misalnya: universitas, LSM pendidikan, dan CSR perusahaan lokal) untuk peningkatan kapasitas SDM dan pembangunan fasilitas.⁵

·                     Pemanfaatan platform teknologi terbuka (open source) untuk mengembangkan pembelajaran daring dan digitalisasi administrasi madrasah meski dengan keterbatasan anggaran.⁶

·                     Penguatan unit usaha madrasah (koperasi, kantin sehat, jasa digital printing) untuk meningkatkan kemandirian keuangan madrasah secara bertahap.

Strategi ini mendukung prinsip school-based development yang menekankan peran aktif sekolah dalam memanfaatkan sumber daya sekitar untuk perbaikan mutu pendidikan.⁷

5.3.       Strategi ST (Strengths – Threats)

Memaksimalkan Kekuatan untuk Menghadapi Ancaman

Persaingan dengan sekolah unggulan dan ekspektasi publik tinggi terhadap lulusan madrasah dapat dijawab dengan:

·                     Meningkatkan diferensiasi program pendidikan melalui integrasi antara nilai Islam, sains, dan keterampilan abad ke-21. Misalnya: pelajaran IPA berbasis tadabbur, program coding Islami, dan kelas debat keagamaan.⁸

·                     Branding madrasah melalui media sosial dan publikasi ilmiah, dengan menampilkan keunggulan nilai, capaian akademik, serta kontribusi sosial siswa dan guru.

·                     Penguatan karakter siswa berbasis nilai-nilai lokal dan Islam transformatif, untuk menghadirkan lulusan yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berkomitmen sosial.

Strategi ini penting agar madrasah tidak hanya kompetitif dari sisi akademik, tetapi juga unggul dalam membentuk human capital yang bermoral dan resilien.⁹

5.4.       Strategi WT (Weaknesses – Threats)

Mengantisipasi Ancaman dengan Memperbaiki Kelemahan

Kombinasi antara keterbatasan fasilitas dan ancaman eksternal perlu direspons secara taktis:

·                     Audit internal berkala untuk mengevaluasi efektivitas pembelajaran dan kompetensi guru, serta menyiapkan program upskilling dan reskilling.¹⁰

·                     Perencanaan keuangan berbasis prioritas dan efisiensi, dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan dan investasi jangka panjang.

·                     Revitalisasi program ekstrakurikuler untuk menumbuhkan minat dan bakat siswa, sekaligus sebagai ajang pelatihan keterampilan sosial dan kewirausahaan.

Sebagaimana disarankan oleh Robbins dan Coulter, organisasi harus mampu mengelola risiko internal dan eksternal secara simultan, terutama dalam lingkungan yang dinamis dan bergejolak.¹¹


Kesimpulan Implikasi Strategis

Empat pendekatan strategis di atas memberi arah konkret bagi MA Plus Al-Aqsha dalam menyusun rencana pengembangan yang menyeluruh dan terukur. Strategi yang lahir dari refleksi SWOT tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif dalam memosisikan madrasah sebagai agen perubahan pendidikan Islam di tingkat lokal dan regional. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, termasuk yayasan, guru, siswa, orang tua, dan komunitas sekitar.¹²


Footnotes

[1]                Fred R. David, Strategic Management: Concepts and Cases, 15th ed. (Boston: Pearson, 2017), 123–124.

[2]                Muhammad Zain, “Penguatan Nilai Islam dan Life Skills di Madrasah,” Jurnal Pendidikan Agama Islam 7, no. 2 (2020): 112–117.

[3]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 25.

[4]                Henry Mintzberg et al., Strategy Safari: A Guided Tour through the Wilds of Strategic Management, 2nd ed. (New York: Free Press, 2005), 69–72.

[5]                Supriyadi, “Kemitraan Lembaga Pendidikan Islam dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri,” Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 5, no. 1 (2021): 45–53.

[6]                UNESCO, Digital Learning and Transformation in Education (Paris: UNESCO Publishing, 2022), 27.

[7]                Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 156.

[8]                M. Syafi’i Anwar, “Inovasi Pendidikan Islam: Integrasi Kurikulum dan Teknologi,” Studia Islamika 27, no. 3 (2020): 529–543.

[9]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 139.

[10]             MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025, 14–15.

[11]             Stephen P. Robbins and Mary Coulter, Management, 13th ed. (Boston: Pearson, 2016), 88–89.

[12]             Peter Senge, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization (New York: Doubleday, 2006), 219–222.


6.           Rekomendasi Pengembangan MA Plus Al-Aqsha

Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, diperlukan sejumlah rekomendasi strategis yang bersifat aplikatif dan berorientasi jangka panjang guna mendukung penguatan kelembagaan MA Plus Al-Aqsha. Rekomendasi ini ditujukan untuk membangun school resilience dalam menghadapi dinamika zaman, memperkuat kualitas pendidikan, serta meningkatkan daya saing madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang holistik dan futuristik.

6.1.       Penguatan Identitas dan Program Unggulan Berbasis Nilai Keislaman

MA Plus Al-Aqsha disarankan untuk memperkokoh distingsi nilai-nilai Islam dalam seluruh aspek pendidikan melalui:

·                     Integrasi kurikulum nasional dan keislaman dalam seluruh mata pelajaran dan aktivitas pembinaan siswa.¹

·                     Pengembangan program unggulan seperti Tahfiz Terpadu, Kelas Asrama Qurani, dan Forum Ilmiah Keislaman untuk menanamkan kecintaan terhadap ilmu dan agama secara berimbang.

·                     Pemanfaatan momen keagamaan sebagai media penguatan karakter, misalnya melalui PHBI, muhasabah siswa, dan program one day one hadith.

Model ini sejalan dengan paradigma pendidikan Islam yang menekankan integrasi antara ilmu dan akhlak sebagai ciri khas madrasah.²

6.2.       Peningkatan Kualitas SDM melalui Pelatihan Berbasis Kompetensi dan Literasi Digital

Sumber daya manusia merupakan kunci utama pengembangan mutu. MA Plus Al-Aqsha perlu:

·                     Menyusun program pelatihan guru berbasis Teaching at the Right Level (TaRL), literasi numerasi, dan pembelajaran berbasis proyek.³

·                     Mendorong sertifikasi kompetensi tambahan seperti pendampingan KTI, pelatihan desain media digital, dan manajemen kelas kolaboratif.

·                     Melibatkan guru dalam forum ilmiah atau komunitas belajar (MGMP, KKG, professional learning community) untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional.

Pembelajaran di abad ke-21 menuntut peran guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator dan pembelajar sepanjang hayat.⁴

6.3.       Perluasan Akses Teknologi dan Digitalisasi Madrasah

Dalam rangka menjawab tantangan digitalisasi, direkomendasikan:

·                     Pengembangan infrastruktur dasar TIK seperti koneksi internet stabil, komputer pembelajaran, dan platform pembelajaran digital sederhana (Google Classroom, Quipper, Moodle).⁵

·                     Penguatan literasi digital guru dan siswa dengan pelatihan bertahap serta penerapan etika bermedia dalam kurikulum intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.

·                     Digitalisasi arsip, penilaian, dan komunikasi madrasah melalui sistem informasi terintegrasi berbasis cloud, yang mempermudah transparansi dan akuntabilitas manajemen.

UNESCO menyatakan bahwa transformasi digital dalam pendidikan akan menjadi penentu keadilan akses dan efisiensi pembelajaran ke depan.⁶

6.4.       Diversifikasi Sumber Dana dan Kemandirian Ekonomi Madrasah

Untuk mengatasi ketergantungan terhadap BOS dan BPMU, MA Plus Al-Aqsha perlu menginisiasi:

·                     Unit usaha madrasah (schoolpreneurship) berbasis potensi lokal seperti produksi alat tulis, kantin sehat, atau percetakan karya siswa.⁷

·                     Kemitraan strategis dengan stakeholder seperti dunia usaha, alumni, tokoh masyarakat, dan lembaga zakat/CSR.

·                     Optimalisasi aset lahan/aset tak bergerak untuk kegiatan produktif yang tidak mengganggu proses belajar-mengajar.

Langkah ini selaras dengan prinsip entrepreneurial education yang mendorong madrasah menjadi lembaga adaptif dan mandiri secara ekonomi.⁸

6.5.       Reformulasi Program Ekstrakurikuler untuk Penguatan Kompetensi Sosial dan Kewirausahaan

Program ekstrakurikuler sebaiknya diarahkan tidak hanya pada pembinaan minat bakat, tetapi juga:

·                     Peningkatan keterampilan abad ke-21, seperti debat, desain grafis Islami, komunitas sains-religi, dan simulasi kewirausahaan (student fair).

·                     Pembinaan kepemimpinan dan kesadaran lingkungan melalui green madrasah, program K-7, serta pengabdian sosial siswa.⁹

·                     Kolaborasi dengan pondok pesantren dan komunitas keilmuan luar madrasah untuk memperluas wawasan dan jejaring siswa.

Ekstrakurikuler yang dirancang strategis dapat berperan sebagai laboratorium nilai, keterampilan, dan jejaring sosial bagi generasi muda.¹⁰

6.6.       Perencanaan Pengembangan Jangka Pendek, Menengah, dan Panjang

Untuk efektivitas implementasi, pengembangan MA Plus Al-Aqsha perlu ditopang dengan rencana terukur:

·                     Jangka pendek (1 tahun): perbaikan administrasi pembelajaran, penyusunan SOP, pelatihan guru internal.

·                     Jangka menengah (2–3 tahun): pengadaan perangkat TIK, pembangunan fasilitas dasar, peningkatan akreditasi.

·                     Jangka panjang (4–5 tahun): pencapaian madrasah unggul berbasis karakter dan digitalisasi penuh manajemen sekolah.

Perencanaan ini perlu didukung dengan monitoring and evaluation (M&E) yang ketat serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan.


Kesimpulan

Rekomendasi di atas merupakan wujud konkret dari hasil analisis SWOT yang mengarahkan MA Plus Al-Aqsha untuk tidak hanya bertahan, tetapi berkembang menjadi lembaga pendidikan Islam yang unggul secara nilai, akademik, dan sosial. Pengembangan madrasah memerlukan kesinambungan visi, kepemimpinan kolektif, dan sinergi antarpihak dalam mewujudkan misi pendidikan yang berdaya ubah di tengah kompleksitas zaman.


Footnotes

[1]                MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran 2025/2026 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2025), 1–2.

[2]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 117.

[3]                Rukmini, “Improving Teaching at the Right Level (TaRL): An Evidence-Based Practice,” Jurnal Pendidikan Dasar 12, no. 2 (2021): 145–152.

[4]                Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 63–70.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Pembelajaran Jarak Jauh Masa Pandemi COVID-19 (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 12.

[6]                UNESCO, Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for Education (Paris: UNESCO, 2021), 98–100.

[7]                Supriyadi, “Entrepreneurship Madrasah: Kemandirian Ekonomi Lembaga Pendidikan Islam,” Jurnal Ekonomi Islam 5, no. 1 (2020): 58–67.

[8]                Peter F. Drucker, Innovation and Entrepreneurship (New York: Harper & Row, 1985), 207.

[9]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 5–6.

[10]             Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 161.


7.           Penutup

Dalam menghadapi tantangan globalisasi, digitalisasi, dan transformasi sosial, lembaga pendidikan Islam menengah seperti MA Plus Al-Aqsha dituntut untuk mampu melakukan refleksi dan perencanaan strategis yang berbasis data serta berorientasi masa depan. Melalui analisis SWOT, artikel ini berhasil mengidentifikasi secara sistematis berbagai kekuatan internal, kelemahan struktural, peluang eksternal, serta ancaman kontekstual yang dihadapi oleh MA Plus Al-Aqsha dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan kebutuhan keterampilan abad ke-21.

Kekuatan utama madrasah ini terletak pada karakter religius yang kuat, budaya organisasi yang kolaboratif, peningkatan performa akademik, dan potensi sumber daya manusia yang menjanjikan. Semua itu menjadi fondasi untuk mendorong diferensiasi program dan penciptaan keunggulan kompetitif madrasah. Namun demikian, tantangan dalam bentuk keterbatasan sarana, ketidaklinieran beberapa tenaga pendidik, dan ketergantungan pada dana pemerintah menuntut adanya inovasi, efisiensi, dan kolaborasi lintas sektor guna mendorong keberlanjutan program.¹

Dari aspek eksternal, lingkungan sosial yang religius dan ketersediaan sumber rekrutmen siswa di sekitar madrasah menjadi peluang besar dalam pengembangan daya saing. Namun ancaman dari kompetisi sekolah-sekolah unggulan lain serta perubahan ekspektasi masyarakat terhadap lulusan madrasah juga tidak dapat diabaikan.² Oleh karena itu, diperlukan strategi adaptif dan inovatif, sebagaimana telah dirumuskan dalam bagian rekomendasi: mulai dari penguatan identitas keislaman, peningkatan kualitas SDM, digitalisasi, hingga diversifikasi sumber pendanaan dan reformulasi program ekstrakurikuler.³

Penting disadari bahwa madrasah bukan sekadar lembaga pendidikan formal, tetapi juga pusat transmisi nilai dan kebudayaan Islam yang relevan dengan kehidupan modern.⁴ Sejalan dengan pemikiran Abdurrahman Wahid, pendidikan Islam harus mampu merawat tradisi dan sekaligus membuka diri terhadap kemajuan zaman secara selektif dan kritis.⁵ Dalam konteks ini, MA Plus Al-Aqsha memiliki peluang besar untuk menjadi model pendidikan Islam yang menjembatani antara keunggulan nilai dan relevansi keterampilan abad ke-21.

Dengan demikian, hasil analisis SWOT ini diharapkan tidak hanya menjadi bahan refleksi bagi internal madrasah, tetapi juga sebagai dasar bagi penyusunan kebijakan pengembangan jangka pendek, menengah, dan panjang secara berkesinambungan. Keberhasilan transformasi kelembagaan sangat ditentukan oleh sinergi seluruh pemangku kepentingan: yayasan, guru, peserta didik, orang tua, alumni, masyarakat, serta mitra strategis. Seperti dikemukakan oleh Peter Senge, lembaga pendidikan yang bertransformasi menjadi learning organization memiliki kapasitas untuk tumbuh, berinovasi, dan bertahan dalam situasi yang kompleks dan tidak pasti.⁶

Akhirnya, pengembangan MA Plus Al-Aqsha harus terus diarahkan pada upaya membentuk lulusan yang berilmu, berakhlak, dan berdaya saing, sebagai wujud konkret dari visi: “Terwujudnya Peserta Didik yang Berakhlakul Karimah, Cerdas, Terampil, Berkarakter dan Berjiwa Mandiri.”⁷ Dengan tekad, strategi, dan kolaborasi yang tepat, madrasah ini dapat mengambil peran strategis dalam membangun generasi Islam yang solutif dan kontributif dalam kehidupan berbangsa dan berperadaban global.


Footnotes

[1]                MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 14–16.

[2]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 129–134.

[3]                MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran 2025/2026 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2025), 3–6.

[4]                Muhammad Syafi’i Anwar, “Inovasi Pendidikan Islam: Tantangan dan Relevansi dalam Era Modern,” Studia Islamika 25, no. 3 (2018): 512–525.

[5]                Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan (Yogyakarta: LKIS, 2001), 173.

[6]                Peter Senge, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization (New York: Doubleday, 2006), 219–222.

[7]                MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran 2025/2026, 1.


Daftar Pustaka

Anwar, M. S. (2018). Inovasi pendidikan Islam: Tantangan dan relevansi dalam era modern. Studia Islamika, 25(3), 512–525. https://doi.org/10.15408/sdi.v25i3.10486

Azra, A. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi dan modernisasi menuju milenium baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Drucker, P. F. (1985). Innovation and entrepreneurship: Practice and principles. New York: Harper & Row.

David, F. R. (2017). Strategic management: Concepts and cases (15th ed.). Boston, MA: Pearson.

Hunger, J. D., & Wheelen, T. L. (2014). Essentials of strategic management (5th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang pendidikan budi pekerti. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Panduan implementasi Kurikulum 2013 (Edisi revisi). Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Panduan pembelajaran jarak jauh masa pandemi COVID-19. Jakarta: Kemendikbud.

MA Plus Al-Aqsha. (2024). Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025. Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha.

MA Plus Al-Aqsha. (2025). Visi, misi dan tujuan madrasah tahun pelajaran 2025/2026. Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha.

Mintzberg, H., Ahlstrand, B. W., & Lampel, J. (2005). Strategy safari: A guided tour through the wilds of strategic management (2nd ed.). New York: Free Press.

Mulyasa, E. (2013). Manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

OECD. (2022). Trends shaping education 2022. Paris: OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/trends_edu-2022-en

Robbins, S. P., & Coulter, M. (2016). Management (13th ed.). Boston, MA: Pearson.

Rukmini. (2021). Improving Teaching at the Right Level (TaRL): An evidence-based practice. Jurnal Pendidikan Dasar, 12(2), 145–152. https://doi.org/10.17977/jpd.v12i2.14683

Senge, P. M. (2006). The fifth discipline: The art and practice of the learning organization. New York: Doubleday.

Supriyadi. (2020). Entrepreneurship madrasah: Kemandirian ekonomi lembaga pendidikan Islam. Jurnal Ekonomi Islam, 5(1), 58–67.

Supriyadi. (2021). Kemitraan lembaga pendidikan Islam dengan dunia usaha dan dunia industri. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 5(1), 45–53.

Syafi’i Anwar, M. (2020). Inovasi pendidikan Islam: Integrasi kurikulum dan teknologi. Studia Islamika, 27(3), 529–543. https://doi.org/10.36701/sdi.v27i3.15091

Tafsir, A. (2006). Ilmu pendidikan dalam perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. San Francisco, CA: Jossey-Bass.

UNESCO. (2020). Education in a post-COVID world: Nine ideas for public action. Paris: UNESCO.

UNESCO. (2021). Reimagining our futures together: A new social contract for education. Paris: UNESCO.

UNESCO. (2022). Digital learning and transformation in education. Paris: UNESCO.

Wahid, A. (2001). Pergulatan negara, agama, dan kebudayaan. Yogyakarta: LKiS.

Zain, M. (2020). Penguatan nilai Islam dan life skills di madrasah. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 7(2), 112–117.


Lampiran: Analisis SWOT MA Plus Al-Aqsha – Penjabaran Deskriptif

A.           Strengths (Kekuatan)

MA Plus Al-Aqsha memiliki sejumlah keunggulan internal yang menjadi fondasi penting dalam pengembangan lembaga, antara lain:

·                     Identitas Keislaman yang Kuat

Madrasah secara konsisten menanamkan nilai-nilai keislaman melalui program pembiasaan ibadah harian, peringatan hari besar Islam (PHBI), serta pembelajaran akhlak secara kontekstual.

·                     Budaya Organisasi yang Kolaboratif dan Religius

Relasi antarwarga madrasah menunjukkan keharmonisan yang tinggi, ditopang oleh gaya kepemimpinan partisipatif dan komunikasi yang terbuka antara guru, siswa, dan tenaga kependidikan.

·                     Peningkatan Performa Akademik dan Literasi

Dalam tiga tahun terakhir, nilai rapor peserta didik meningkat, baik dalam aspek pengetahuan maupun keterampilan. Gerakan Literasi Madrasah (GLM) turut memperkuat budaya baca dan tulis ilmiah di kalangan siswa.

·                     Potensi SDM Guru yang Produktif dan Profesional

Mayoritas guru berada pada usia produktif dan menunjukkan antusiasme dalam pengembangan kompetensi. Tujuh orang guru telah bersertifikasi profesional, memperkuat legitimasi pedagogik madrasah.

B.           Weaknesses (Kelemahan)

Beberapa kendala internal masih membatasi efektivitas penyelenggaraan pendidikan di MA Plus Al-Aqsha, antara lain:

·                     Keterbatasan Sarana dan Prasarana Penunjang

Madrasah masih kekurangan fasilitas utama seperti laboratorium IPA, perpustakaan digital, dan ruang keterampilan, yang krusial bagi pengembangan pembelajaran berbasis praktik.

·                     Ketidaklinieran Bidang Ajar Tenaga Pendidik

Sebagian guru mengajar di luar bidang keahlian akademiknya, berpotensi menghambat pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) secara optimal.

·                     Ketergantungan pada Dana Pemerintah

Kemandirian finansial masih lemah; sumber utama pembiayaan berasal dari dana BOS dan BPMU, sementara kontribusi masyarakat relatif terbatas karena latar belakang ekonomi yang menengah ke bawah.

C.           Opportunities (Peluang)

Faktor eksternal yang dapat dimanfaatkan untuk memperluas daya saing dan penguatan kelembagaan antara lain:

·                     Potensi Rekrutmen Peserta Didik

Kehadiran sembilan SMP/MTs dalam radius delapan kilometer membuka peluang besar bagi madrasah dalam menjaring siswa baru setiap tahun ajaran.

·                     Dukungan Sosial dan Kultural dari Lingkungan Pesantren

Letak geografis yang berdekatan dengan Pondok Pesantren Daar Al-Aqsha serta komunitas religius di sekitar madrasah mendukung sinergi dalam pembinaan karakter dan keislaman siswa.

·                     Kebijakan Pemerintah yang Mendukung Pendidikan Karakter dan Literasi

Regulasi dari Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan memperkuat posisi madrasah dalam mengembangkan program berbasis nilai dan keterampilan abad ke-21.

·                     Ketersediaan Teknologi Pembelajaran Berbasis Sumber Terbuka (Open Source)

Peluang untuk mengakses berbagai platform edukatif gratis dapat menjadi alternatif solusi atas keterbatasan infrastruktur digital madrasah.

D.           Threats (Ancaman)

MA Plus Al-Aqsha juga menghadapi beberapa tantangan eksternal yang dapat menghambat pengembangan madrasah jika tidak ditangani secara strategis:

·                     Persaingan dengan Lembaga Pendidikan Unggulan Lain

Keberadaan sekolah-sekolah negeri maupun swasta yang memiliki fasilitas lebih lengkap dan citra publik yang lebih kuat menjadi pesaing dalam rekrutmen peserta didik.

·                     Ekspektasi Publik yang Meningkat terhadap Lulusan Madrasah

Masyarakat kini menuntut lulusan yang tidak hanya religius, tetapi juga cakap dalam bidang akademik dan keterampilan vokasional.

·                     Minimnya Literasi Digital dan Akses Teknologi di Kalangan Guru dan Siswa

Keterbatasan dalam penguasaan teknologi menjadi hambatan dalam adaptasi terhadap transformasi pembelajaran digital yang semakin mendesak.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar