Analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha
Strategi Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam Menengah di Era Kompetisi Global
Alihkan ke: Analisis SWOT.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis posisi
strategis MA Plus Al-Aqsha sebagai lembaga pendidikan Islam menengah berbasis
pesantren dalam menghadapi tantangan era globalisasi dan digitalisasi. Analisis
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats) untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal
yang memengaruhi kinerja dan prospek pengembangan lembaga. Hasil analisis
menunjukkan bahwa MA Plus Al-Aqsha memiliki kekuatan pada aspek nilai
keislaman, budaya kolaboratif, peningkatan prestasi akademik, dan potensi
sumber daya manusia, tetapi juga menghadapi kelemahan seperti keterbatasan
fasilitas, ketidaklinieran tenaga pendidik, dan ketergantungan finansial. Di
sisi lain, lingkungan sosial religius, potensi rekrutmen siswa yang tinggi,
serta dukungan regulasi pendidikan karakter menjadi peluang penting, meskipun dihadapkan
pada ancaman kompetisi dengan sekolah unggulan dan tuntutan masyarakat yang
semakin kompleks. Artikel ini menyajikan implikasi strategis berdasarkan
matriks SWOT dan merekomendasikan langkah-langkah pengembangan seperti
penguatan identitas keislaman, peningkatan kompetensi guru, digitalisasi
madrasah, diversifikasi pendanaan, dan reformulasi program ekstrakurikuler.
Diharapkan artikel ini menjadi rujukan konseptual dan praktis bagi pengambil
kebijakan pendidikan Islam dalam merancang strategi pengembangan lembaga yang
kontekstual, adaptif, dan berkelanjutan.
Kata Kunci: MA Plus Al-Aqsha; pendidikan Islam; analisis SWOT;
strategi pengembangan; madrasah; globalisasi; digitalisasi pendidikan.
PEMBAHASAN
Analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha
1.
Pendahuluan
Dalam era
globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi, persaingan multidimensi,
dan tuntutan keterampilan abad ke-21, lembaga pendidikan dituntut untuk
melakukan refleksi strategis terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan
tantangan yang dihadapi. Salah satu pendekatan yang digunakan secara luas untuk
memahami posisi dan arah strategis sebuah institusi adalah analisis
SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Pendekatan
ini terbukti efektif dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal dan
eksternal yang memengaruhi pencapaian tujuan organisasi, termasuk dalam konteks
pendidikan menengah berbasis keislaman seperti yang dijalankan oleh MA Plus
Al-Aqsha.
Menurut Fred R.
David, analisis SWOT merupakan bagian fundamental dari manajemen strategis yang
memungkinkan organisasi memahami lingkungan strategisnya secara sistematis dan
mempersiapkan respons yang adaptif dan kompetitif terhadap dinamika eksternal
dan internalnya.¹ Dalam konteks pendidikan, analisis SWOT digunakan untuk
menyusun strategi pengembangan institusi yang tidak hanya reaktif terhadap
tantangan, tetapi juga proaktif dalam mengelola potensi dan peluang yang ada.²
MA Plus Al-Aqsha,
sebagai salah satu lembaga pendidikan menengah Islam swasta yang beroperasi di
bawah naungan Yayasan Daar Al-Aqsha, memiliki posisi strategis di wilayah
Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya. Dalam perjalanannya, madrasah ini
telah menunjukkan berbagai capaian penting baik dari sisi implementasi kurikulum,
peningkatan kualitas sumber daya manusia, maupun dukungan lingkungan sosial
yang kuat. Namun, madrasah ini juga menghadapi tantangan signifikan seperti
keterbatasan sarana prasarana, ketimpangan antara visi ideal dengan kondisi
aktual, serta tekanan persaingan dari institusi pendidikan lain baik negeri
maupun swasta.
Dalam kajian
pendidikan Islam kontemporer, lembaga seperti MA Plus Al-Aqsha tidak hanya
dipandang sebagai tempat transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai
institusi pembentuk karakter dan nilai-nilai keislaman yang kontekstual.³ Oleh
karena itu, strategi pengembangannya tidak dapat dilepaskan dari komitmen
terhadap integrasi antara ilmu dan iman, antara pencapaian akademik dan
pembinaan moral-spiritual.
Kebutuhan untuk
mengembangkan lembaga pendidikan Islam menengah secara strategis menjadi
semakin mendesak di tengah era disrupsi. Pendidikan yang hanya berfokus pada
pencapaian kognitif tidak lagi memadai; lembaga pendidikan dituntut
menghasilkan lulusan yang memiliki life skills, literasi digital,
kemampuan berpikir kritis, kolaboratif, dan komunikatif, sebagaimana
diamanatkan oleh kebijakan kurikulum nasional melalui pendekatan keterampilan
abad ke-21 (4C: Critical thinking, Communication, Collaboration, dan
Creativity).⁴ Dalam dokumen kurikulum MA Plus Al-Aqsha Tahun Pelajaran
2024/2025, ditekankan pentingnya pendekatan yang berbasis karakter,
keterampilan, dan integrasi nilai, sejalan dengan semangat Kurikulum 2013 dan
prinsip school-based
management.⁵
Berdasarkan uraian
di atas, maka dilakukan analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha untuk
merumuskan strategi pengembangan yang realistis, inovatif, dan sesuai dengan
konteks lokalitas serta orientasi global. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan gambaran objektif terhadap kondisi madrasah saat ini dan merumuskan
langkah-langkah strategis dalam peningkatan mutu lembaga pendidikan Islam
menengah, sekaligus menjadi rujukan bagi pengambil kebijakan internal dalam
menetapkan prioritas program pembangunan kelembagaan secara berkelanjutan.
Footnotes
[1]
Fred R. David, Strategic Management: Concepts and Cases, 15th
ed. (Boston: Pearson, 2017), 122.
[2]
Jamilah Ahmad and Nor Hidayah Abu Bakar, “SWOT Analysis of Malaysian
Secondary School Management,” Asian Journal of Management Sciences &
Education 4, no. 2 (2015): 38–48.
[3]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 114–117.
[4]
Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 19–23.
[5]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025
(Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 2–6.
2.
Profil Singkat MA Plus Al-Aqsha
Madrasah Aliyah (MA)
Plus Al-Aqsha merupakan lembaga pendidikan menengah Islam swasta yang berdiri
sejak tahun 2010 di bawah naungan Yayasan Daar Al-Aqsha. Madrasah ini berlokasi
di Desa Tonjongsari, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dan
secara administratif telah mengantongi izin operasional berdasarkan SK
Kw104/4/pp006/3013 sejak 9 Mei 2011.¹ Sebagai lembaga pendidikan berbasis
keislaman, MA Plus Al-Aqsha dirancang untuk menjawab kebutuhan pendidikan
masyarakat lokal dengan pendekatan integratif antara ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai keagamaan.
Dalam aspek
akreditasi, MA Plus Al-Aqsha telah mendapatkan predikat B (Baik)
dengan nilai 88 dari BAN S/M Provinsi Jawa Barat melalui SK Nomor
555/BAN-SM/SK/2023 tertanggal 5 Desember 2023.² Akreditasi ini mencerminkan
pengakuan resmi terhadap mutu manajerial, akademik, dan kultural madrasah
meskipun tantangan tetap ada, terutama dalam pemenuhan sarana dan prasarana
yang masih terbatas.
2.1.
Visi dan Misi Lembaga
Sejalan dengan
tuntutan pendidikan abad ke-21 dan nilai-nilai Islam, MA Plus Al-Aqsha telah
merumuskan visi sebagai berikut:
“Terwujudnya Peserta Didik yang Berakhlakul
Karimah, Cerdas, Terampil, Berkarakter dan Berjiwa Mandiri.”³
Visi tersebut
menekankan integrasi lima aspek utama: (1) akhlak mulia; (2) kecerdasan
intelektual; (3) keterampilan fungsional; (4) karakter sosial dan spiritual;
serta (5) kemandirian dalam berpikir dan bertindak. Kelima aspek ini
menunjukkan adanya orientasi pembentukan profil pelajar Islam ideal yang mampu
bersaing secara global namun tetap berpijak pada nilai-nilai lokal dan
transendental.⁴
Untuk merealisasikan
visi tersebut, madrasah menetapkan lima misi utama, antara lain: (1) penguatan
keimanan dan ketakwaan; (2) layanan bimbingan dan konseling yang holistik; (3)
pengembangan literasi melalui GLM (Gerakan Literasi Madrasah); (4) optimalisasi
program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK); dan (5) penciptaan budaya tanggung
jawab dan kemandirian melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler.⁵
2.2.
Tujuan dan Target Strategis
Tujuan operasional
MA Plus Al-Aqsha dirancang untuk menjawab kebutuhan pendidikan yang bersifat
holistik. Beberapa tujuan kunci mencakup peningkatan kualitas ibadah siswa,
pelaksanaan layanan konseling berbasis "One Student One Counselor",
penguatan budaya literasi, pengembangan karakter nasional-religius, serta
keterlibatan aktif peserta didik dalam kegiatan sosial dan lingkungan.⁶
Berdasarkan dokumen
perencanaan strategis Tahun Pelajaran 2025/2026, target-target tersebut
dijabarkan secara kuantitatif, seperti: ≥ 90% siswa melaksanakan salat
berjamaah dan tadarus harian, ≥ 85% terlibat dalam layanan konseling, ≥ 80%
menulis karya ilmiah atau populer, dan 100% aktif dalam ekstrakurikuler.⁷
Target ini menunjukkan keseriusan lembaga dalam mengukur hasil capaian
pendidikan secara objektif dan berkelanjutan.
2.3.
Ciri Kelembagaan dan Konteks Sosial
MA Plus Al-Aqsha
merupakan madrasah reguler dengan peminatan IPA dan IPS. Beroperasi dari pukul
07.00 hingga 15.30 WIB, madrasah ini menyediakan fasilitas pembelajaran dan
asrama yang mendukung kegiatan akademik dan keagamaan secara intensif.
Keberadaan madrasah ini berada dalam lingkungan sosial yang religius dan
kondusif, serta dekat dengan berbagai pondok pesantren seperti Daar Al-Aqsha,
Tajul Falah, dan Miftahul Falah.⁸ Hal ini memperkuat sinergi antara madrasah
formal dan pendidikan pesantren sebagai model pendidikan Islam integral.⁹
Sebagai lembaga yang
berakar pada masyarakat perdesaan, MA Plus Al-Aqsha juga mengembangkan etos
kemandirian dan budaya madrasah melalui program K-7 (Kebersihan, Ketertiban,
Keindahan, Kenyamanan, Kerindangan, Kedisiplinan, dan Kekeluargaan) untuk
membentuk lingkungan belajar yang sehat dan humanistik.¹⁰
Dengan segala
potensi yang dimiliki serta tantangan yang dihadapi, MA Plus Al-Aqsha
menempatkan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam menengah yang adaptif,
partisipatif, dan proaktif dalam menjawab tantangan zaman sekaligus tetap
menjaga akar nilai-nilai keislaman sebagai ruh pendidikannya.
Footnotes
[1]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025
(Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 33.
[2]
Ibid., 4.
[3]
MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran
2025/2026 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2025), 1.
[4]
Muhammad Abduh, “The Role of Islamic Education in Developing Moral
Character: A Study in Contemporary Muslim Societies,” International Journal
of Islamic Thought 17 (2020): 1–9.
[5]
MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran
2025/2026, 2–3.
[6]
Ibid., 4.
[7]
Ibid., 5–7.
[8]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025, 24–25.
[9]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta: Logos, 1999), 121–124.
[10]
MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran
2025/2026, 6.
3.
Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
Dalam kerangka
manajemen strategis, analisis lingkungan internal dan eksternal merupakan
prasyarat penting untuk memahami konteks kelembagaan secara menyeluruh sebelum
merumuskan kebijakan dan strategi jangka panjang. Menurut Wheelen dan Hunger,
lingkungan internal berkaitan dengan faktor-faktor dalam organisasi yang dapat
dikendalikan, seperti sumber daya manusia, kurikulum, manajemen, dan budaya
organisasi.¹ Sementara itu, lingkungan eksternal mencakup peluang dan tantangan
dari luar organisasi, termasuk faktor sosial, geografis, ekonomi, dan kebijakan
yang dapat memengaruhi daya saing institusi.²
3.1.
Lingkungan Internal MA Plus Al-Aqsha
3.1.1.
Kurikulum
dan Pembelajaran
MA Plus Al-Aqsha
menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
berbasis Kurikulum 2013, yang disusun secara kontekstual dengan
memperhatikan potensi lokal, kebutuhan peserta didik, serta nilai-nilai
keislaman.³ Kurikulum ini mengintegrasikan pendekatan kompetensi abad ke-21
(4C: Critical thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication) dengan
penguatan nilai-nilai karakter dan keagamaan melalui program PPK dan Gerakan
Literasi Madrasah (GLM).⁴
Pembelajaran
berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) telah menjadi fokus utama dalam
mendesain aktivitas kelas. Hal ini selaras dengan pendekatan konstruktivistik
yang mendorong pembelajaran aktif dan reflektif, sebagaimana direkomendasikan
oleh pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud dan Kementerian Agama.⁵
3.1.2.
Sumber
Daya Manusia (SDM)
Madrasah memiliki 21
personil tenaga pendidik dan kependidikan, mayoritas dengan
kualifikasi akademik minimal S1, dan sekitar 33% di antaranya termasuk dalam kategori usia
produktif 21–30 tahun.⁶ Meskipun sebagian guru belum mengajar
sesuai linearitas bidang studinya, semangat profesionalisme dan potensi
pengembangan diri cukup tinggi. Tujuh guru telah memiliki sertifikat
pendidik, menunjukkan keterpenuhan sebagian standar nasional.⁷
3.1.3.
Sarana
dan Prasarana
Sarana dan prasarana
madrasah masih tergolong minim. Ruang kelas, kantor guru, kepala madrasah, dan
ruang administrasi tersedia, namun belum sepenuhnya mendukung kegiatan
laboratorium, perpustakaan digital, maupun ruang keterampilan.⁸
Keterbatasan ini menjadi salah satu faktor pembeda antara kondisi nyata dengan
standar ideal yang ditetapkan dalam PP No. 57 Tahun 2021 dan Permendiknas No.
24 Tahun 2007.⁹
3.1.4.
Peserta
Didik
Peserta didik MA
Plus Al-Aqsha menunjukkan tren peningkatan prestasi, baik dari aspek nilai
rata-rata maupun keaktifan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Berdasarkan data
internal, nilai rata-rata pengetahuan dan keterampilan
meningkat signifikan dari 2021 hingga 2024, menunjukkan proses
pembelajaran berjalan efektif.¹⁰ Selain itu, hasil survei menunjukkan tingkat
keyakinan diri siswa dalam berpikir kritis, kerja sama tim, dan komunikasi juga
cukup tinggi.¹¹
3.1.5.
Budaya
dan Kepemimpinan
Madrasah memiliki
budaya religius dan kolaboratif yang kuat. Hubungan interpersonal antara guru,
peserta didik, dan staf administratif dikategorikan harmonis, dengan dukungan
kepemimpinan kepala madrasah yang sangat partisipatif.¹² Budaya penghargaan,
kebersamaan, serta penguatan nilai-nilai akhlak menjadi ciri khas lingkungan
internal madrasah.
3.1.6.
Dukungan
Orang Tua
Mayoritas orang
tua/wali peserta didik berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah
(sekitar 53% berprofesi sebagai petani) dan memiliki tingkat pendidikan dominan
pada jenjang SLTA (ayah) dan SD (ibu).¹³ Namun, hasil survei menunjukkan bahwa dukungan
emosional, motivasional, dan akademik dari orang tua sangat tinggi,
terutama dalam aspek spiritual dan kegiatan keagamaan anak-anak mereka.¹⁴
3.2.
Lingkungan Eksternal MA Plus Al-Aqsha
3.2.1.
Kondisi
Geografis dan Lingkungan Sosial
MA Plus Al-Aqsha
terletak di daerah yang bebas bencana, aman dari polusi, dan memiliki
lingkungan sosial yang religius. Lokasinya yang berada dalam kompleks Pondok
Pesantren Daar Al-Aqsha serta dekat dengan beberapa pesantren lain menciptakan
ekosistem pendidikan Islam yang saling menguatkan.¹⁵ Lingkungan ini memberikan
dukungan kultural dan spiritual terhadap pembentukan karakter siswa.
3.2.2.
Ketersediaan
Sumber Rekrutmen Siswa
Dalam radius 8 km
dari madrasah terdapat sembilan SMP/MTs sederajat,
termasuk MTs Tonjongsari, MTs Tajul Falah, SMPN 3 Cikalong, dan lainnya.¹⁶
Potensi ini memberikan peluang MA Plus Al-Aqsha untuk menjaring calon peserta
didik secara berkelanjutan setiap tahunnya. Dalam konteks demografi, letak
madrasah yang strategis dan mudah dijangkau memperbesar kapasitas daya saingnya
terhadap lembaga lain.
3.2.3.
Kebijakan
Pemerintah dan Dukungan Yayasan
Sebagai madrasah
swasta di bawah Kementerian Agama, MA Plus Al-Aqsha mendapatkan dukungan
melalui program BOS dan BPMU, namun pengelolaan anggaran tetap menjadi
tantangan karena sumber daya finansial sangat terbatas.¹⁷ Meskipun demikian,
Yayasan Daar Al-Aqsha terus menunjukkan komitmen terhadap pengembangan sarana
prasarana secara bertahap.¹⁸
3.2.4.
Tantangan
Persaingan Lembaga
MA Plus Al-Aqsha
menghadapi kompetisi dari sekolah-sekolah negeri dan swasta lain yang memiliki
sumber daya lebih besar, baik dari sisi fasilitas maupun branding. Selain itu,
ekspektasi masyarakat terhadap kualitas lulusan madrasah juga semakin
meningkat, menuntut madrasah untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman
tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar keislaman.¹⁹
Footnotes
[1]
Thomas L. Wheelen and J. David Hunger, Strategic Management and
Business Policy, 13th ed. (Upper Saddle River, NJ: Pearson, 2012), 107.
[2]
Ibid., 132.
[3]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025
(Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 2–3.
[4]
Ibid., 3–4.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Implementasi Kurikulum
2013, edisi revisi (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 12.
[6]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025, 14–17.
[7]
Ibid., 14.
[8]
Ibid., 5.
[9]
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
2021 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas Nomor 24
Tahun 2007.
[10]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025, 19.
[11]
Ibid., 18.
[12]
Ibid., 10.
[13]
Ibid., 21.
[14]
Ibid., 23.
[15]
Ibid., 25.
[16]
Ibid., 26–27.
[17]
Ibid., 6.
[18]
Ibid., 24.
[19]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 131.
4.
Analisis SWOT terhadap MA Plus Al-Aqsha
Analisis SWOT
merupakan metode strategis yang digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan
(Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats)
yang dihadapi sebuah organisasi.¹ Dalam konteks lembaga pendidikan, pendekatan
ini memberikan landasan yang kokoh untuk merancang strategi pengembangan
institusi secara berkelanjutan dan responsif terhadap dinamika internal maupun
eksternal.² MA Plus Al-Aqsha, sebagai lembaga pendidikan Islam menengah yang
beroperasi di lingkungan perdesaan, memiliki sejumlah potensi yang dapat
dioptimalkan, namun juga menghadapi tantangan struktural dan kultural yang
tidak bisa diabaikan.
4.1.
Strengths (Kekuatan)
1)
Identitas Keislaman
yang Kuat
MA Plus Al-Aqsha memiliki orientasi nilai yang
kuat dalam membina akhlak mulia peserta didik melalui pembiasaan ibadah harian,
kegiatan tadarus, muhadharah, dan keterlibatan aktif dalam peringatan hari
besar Islam (PHBI).³ Kegiatan ini menjadi sarana internalisasi nilai-nilai akhlakul
karimah, yang sejalan dengan visi madrasah.⁴ Hal ini penting karena
lembaga pendidikan Islam tidak hanya bertugas mentransmisikan pengetahuan,
tetapi juga mentransformasikan karakter.⁵
2)
Budaya Organisasi yang
Religius dan Kolaboratif
Survei internal menunjukkan bahwa hubungan
interpersonal antar guru, siswa, dan staf madrasah berada dalam kategori
“sangat baik”, dengan skor rerata di atas 4,00 dari skala 5.⁶ Budaya madrasah
didominasi oleh nilai-nilai kerja sama, kedisiplinan, keharmonisan, dan
penghargaan terhadap keberagaman.⁷ Kepemimpinan kepala madrasah yang
partisipatif juga menjadi kekuatan manajerial yang signifikan.
3)
Peningkatan Kinerja
Akademik dan Literasi
Selama tiga tahun terakhir, MA Plus Al-Aqsha
mencatat peningkatan nilai rapor rata-rata baik dalam aspek pengetahuan maupun
keterampilan di seluruh jurusan (MIPA dan IPS).⁸ Ditambah dengan pelaksanaan
program Gerakan Literasi Madrasah (GLM) dan target menulis satu karya per
tahun, madrasah menunjukkan komitmen terhadap pengembangan keterampilan
berpikir kritis dan kreatif.⁹
4)
Komitmen dan Potensi
SDM
Sebagian besar tenaga pendidik berusia produktif
dan memiliki latar belakang pendidikan S1, dengan tujuh guru telah
bersertifikasi profesional.¹⁰ Ini memberi fondasi kuat bagi peningkatan mutu
pembelajaran dan pengembangan profesional guru.
4.2.
Weaknesses (Kelemahan)
1)
Keterbatasan Sarana dan
Prasarana
Meskipun memiliki ruang belajar dasar, MA Plus
Al-Aqsha masih kekurangan fasilitas penunjang seperti laboratorium IPA,
perpustakaan digital, dan ruang keterampilan. Hal ini menghambat pengembangan
pembelajaran berbasis proyek dan inovasi teknologi yang menjadi tuntutan
pendidikan masa kini.¹¹
2)
Ketidaklinieran
Beberapa Tenaga Pendidik
Beberapa guru masih mengajar di luar bidang
keahlian akademiknya, yang berpotensi menurunkan efektivitas pembelajaran dan
pencapaian standar kompetensi lulusan (SKL).¹² Hal ini mencerminkan masih
adanya mismatch antara kualifikasi dan distribusi mata pelajaran.
3)
Ketergantungan pada
Dana Pemerintah
Sebagai madrasah swasta, MA Plus Al-Aqsha sangat
bergantung pada dana BOS dan BPMU, sementara dukungan dari masyarakat masih
terbatas karena latar belakang ekonomi menengah ke bawah.¹³ Ketergantungan ini
berdampak pada lambatnya pengembangan fasilitas dan program unggulan.
4.3.
Opportunities (Peluang)
1)
Potensi Rekrutmen
Peserta Didik dari Madrasah Sekitar
Dengan keberadaan sembilan SMP/MTs dalam radius 8
km, MA Plus Al-Aqsha memiliki catchment area yang luas untuk menjaring
calon siswa.¹⁴ Hal ini menjadi peluang strategis untuk mempertahankan jumlah
rombongan belajar dan memperkuat eksistensi lembaga.
2)
Sinergi dengan
Pesantren dan Komunitas Islam Lokal
Kedekatan geografis dengan Pondok Pesantren Daar
Al-Aqsha dan pesantren lainnya memungkinkan kolaborasi dalam kegiatan
keagamaan, karakter, dan keterampilan hidup berbasis pesantren.¹⁵ Ini memberi
nilai tambah kompetitif yang tidak dimiliki banyak sekolah formal.
3)
Dukungan Regulasi
terhadap Pendidikan Karakter dan Literasi
Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama
memberikan dorongan kuat terhadap penguatan pendidikan karakter dan literasi.
MA Plus Al-Aqsha dapat memanfaatkan kerangka ini untuk memperkuat
program-program seperti PPK, GLM, dan kegiatan ekstrakurikuler yang produktif.¹⁶
4)
Kemajuan Teknologi
sebagai Pendorong Transformasi Digital
Meskipun masih terbatas, terdapat peluang untuk
mengadopsi teknologi pendidikan berbasis sumber terbuka (open educational
resources) guna mengatasi kendala akses informasi dan pengembangan digital
literasi madrasah.¹⁷
4.4.
Threats (Ancaman)
1)
Kompetisi dengan
Sekolah Negeri dan Swasta Unggulan
Lembaga lain yang memiliki fasilitas dan branding
lebih baik menjadi kompetitor dalam menarik siswa baru. MA Plus Al-Aqsha perlu
memiliki keunggulan diferensiatif berbasis nilai agar tetap relevan dalam
lanskap pendidikan yang kompetitif.¹⁸
2)
Tingginya Ekspektasi
Publik terhadap Lulusan Madrasah
Tuntutan masyarakat terhadap lulusan yang tidak
hanya religius, tetapi juga kompeten secara akademik dan keterampilan
vokasional, menjadi tekanan tersendiri.¹⁹ Jika tidak diantisipasi dengan
strategi programatik, hal ini dapat memunculkan trust gap antara
lembaga dan stakeholder.
3)
Keterbatasan Akses
Teknologi dan Literasi Digital
Minimnya sarana teknologi dan keterampilan
digital baik di kalangan guru maupun siswa dapat menjadi hambatan untuk
beradaptasi dengan model pembelajaran berbasis digital, yang kini menjadi
standar baru dalam sistem pendidikan global.²⁰
Footnotes
[1]
Fred R. David, Strategic Management: Concepts and Cases, 15th
ed. (Boston: Pearson, 2017), 122.
[2]
J. David Hunger and Thomas L. Wheelen, Essentials of Strategic
Management, 5th ed. (Upper Saddle River, NJ: Pearson, 2014), 88–89.
[3]
MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran
2025/2026 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2025), 5.
[4]
Ibid., 1–2.
[5]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 113.
[6]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025 (Tasikmalaya:
Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 10.
[7]
Ibid., 11.
[8]
Ibid., 19.
[9]
Ibid., 20.
[10]
Ibid., 14–15.
[11]
Ibid., 5.
[12]
Ibid., 16.
[13]
Ibid., 6, 21.
[14]
Ibid., 26–27.
[15]
Ibid., 25.
[16]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Permendikbud No. 23 Tahun
2015 tentang Pendidikan Budi Pekerti.
[17]
OECD, Trends Shaping Education 2022 (Paris: OECD Publishing,
2022), 44–47.
[18]
Azra, Pendidikan Islam, 134.
[19]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), 158.
[20]
UNESCO, Education in a Post-COVID World: Nine Ideas for Public
Action (Paris: UNESCO, 2020), 14–15.
5.
Implikasi Strategis dari Hasil Analisis SWOT
Analisis SWOT
terhadap MA Plus Al-Aqsha memberikan gambaran menyeluruh mengenai posisi
strategis madrasah dalam peta pendidikan Islam menengah di era global. Dari
hasil identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, diperlukan
formulasi strategi yang bersifat adaptif, inovatif, dan kontekstual. Dalam
teori manajemen strategis, hasil analisis SWOT idealnya diikuti oleh penyusunan
strategi matriks SWOT yang terdiri dari empat pendekatan utama: SO
(Strength–Opportunities), WO (Weakness–Opportunities), ST
(Strength–Threats), dan WT (Weakness–Threats).¹
Strategi-strategi
berikut disarikan dari kombinasi aspek internal dan eksternal yang telah
dianalisis sebelumnya, serta diarahkan untuk mendukung transformasi MA Plus
Al-Aqsha menuju lembaga pendidikan Islam yang unggul dan berdaya saing.
5.1.
Strategi SO (Strengths – Opportunities)
Optimalisasi Potensi Internal untuk
Menangkap Peluang Eksternal
MA Plus Al-Aqsha
memiliki identitas religius yang kuat, SDM yang bersemangat, serta lingkungan
sosial yang mendukung. Kekuatan ini dapat dimanfaatkan untuk:
·
Mengembangkan
program unggulan berbasis nilai keislaman dan keterampilan hidup (life skills)
seperti halaqah tematik, entrepreneurship syariah, dan kelas
literasi digital islami.²
·
Memperkuat
kemitraan dengan pondok pesantren sekitar dalam pelaksanaan
program pembinaan karakter dan pembelajaran berbasis asrama (boarding
system).³
·
Mengintensifkan
rekrutmen peserta didik dari MTs/SMP sekitar dengan
memanfaatkan reputasi sebagai madrasah berkarakter dan berbasis nilai.
Strategi ini sejalan
dengan pemikiran Mintzberg bahwa strategi efektif lahir dari paduan antara
kekuatan internal dan peluang lingkungan, bukan dari perencanaan semata tetapi
juga melalui pembelajaran dan adaptasi.⁴
5.2.
Strategi WO (Weaknesses – Opportunities)
Mengatasi Kelemahan Internal dengan
Memanfaatkan Peluang Lingkungan
Keterbatasan sarana
dan non-linearitas guru dapat diatasi melalui:
·
Kolaborasi
dengan komunitas pendidikan dan lembaga eksternal (misalnya:
universitas, LSM pendidikan, dan CSR perusahaan lokal) untuk peningkatan
kapasitas SDM dan pembangunan fasilitas.⁵
·
Pemanfaatan
platform teknologi terbuka (open source) untuk mengembangkan
pembelajaran daring dan digitalisasi administrasi madrasah meski dengan
keterbatasan anggaran.⁶
·
Penguatan
unit usaha madrasah (koperasi, kantin sehat, jasa digital
printing) untuk meningkatkan kemandirian keuangan madrasah secara bertahap.
Strategi ini
mendukung prinsip school-based development yang
menekankan peran aktif sekolah dalam memanfaatkan sumber daya sekitar untuk
perbaikan mutu pendidikan.⁷
5.3.
Strategi ST (Strengths – Threats)
Memaksimalkan Kekuatan untuk Menghadapi
Ancaman
Persaingan dengan
sekolah unggulan dan ekspektasi publik tinggi terhadap lulusan madrasah dapat
dijawab dengan:
·
Meningkatkan
diferensiasi program pendidikan melalui integrasi antara nilai
Islam, sains, dan keterampilan abad ke-21. Misalnya: pelajaran IPA berbasis tadabbur,
program coding Islami, dan kelas debat keagamaan.⁸
·
Branding
madrasah melalui media sosial dan publikasi ilmiah, dengan
menampilkan keunggulan nilai, capaian akademik, serta kontribusi sosial siswa
dan guru.
·
Penguatan
karakter siswa berbasis nilai-nilai lokal dan Islam transformatif,
untuk menghadirkan lulusan yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berkomitmen
sosial.
Strategi ini penting
agar madrasah tidak hanya kompetitif dari sisi akademik, tetapi juga unggul
dalam membentuk human capital yang bermoral dan
resilien.⁹
5.4.
Strategi WT (Weaknesses – Threats)
Mengantisipasi Ancaman dengan
Memperbaiki Kelemahan
Kombinasi antara
keterbatasan fasilitas dan ancaman eksternal perlu direspons secara taktis:
·
Audit
internal berkala untuk mengevaluasi efektivitas pembelajaran
dan kompetensi guru, serta menyiapkan program upskilling dan reskilling.¹⁰
·
Perencanaan
keuangan berbasis prioritas dan efisiensi, dengan fokus pada
pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan dan investasi jangka panjang.
·
Revitalisasi
program ekstrakurikuler untuk menumbuhkan minat dan bakat
siswa, sekaligus sebagai ajang pelatihan keterampilan sosial dan kewirausahaan.
Sebagaimana
disarankan oleh Robbins dan Coulter, organisasi harus mampu mengelola risiko
internal dan eksternal secara simultan, terutama dalam lingkungan yang dinamis
dan bergejolak.¹¹
Kesimpulan Implikasi Strategis
Empat pendekatan
strategis di atas memberi arah konkret bagi MA Plus Al-Aqsha dalam menyusun
rencana pengembangan yang menyeluruh dan terukur. Strategi yang lahir dari
refleksi SWOT tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif dalam
memosisikan madrasah sebagai agen perubahan pendidikan Islam di tingkat lokal
dan regional. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan keterlibatan seluruh
pemangku kepentingan, termasuk yayasan, guru, siswa, orang tua, dan komunitas
sekitar.¹²
Footnotes
[1]
Fred R. David, Strategic Management: Concepts and Cases, 15th
ed. (Boston: Pearson, 2017), 123–124.
[2]
Muhammad Zain, “Penguatan Nilai Islam dan Life Skills di Madrasah,” Jurnal
Pendidikan Agama Islam 7, no. 2 (2020): 112–117.
[3]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025
(Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 25.
[4]
Henry Mintzberg et al., Strategy Safari: A Guided Tour through the
Wilds of Strategic Management, 2nd ed. (New York: Free Press, 2005),
69–72.
[5]
Supriyadi, “Kemitraan Lembaga Pendidikan Islam dengan Dunia Usaha dan
Dunia Industri,” Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 5, no. 1 (2021):
45–53.
[6]
UNESCO, Digital Learning and Transformation in Education
(Paris: UNESCO Publishing, 2022), 27.
[7]
Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013), 156.
[8]
M. Syafi’i Anwar, “Inovasi Pendidikan Islam: Integrasi Kurikulum dan
Teknologi,” Studia Islamika 27, no. 3 (2020): 529–543.
[9]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 139.
[10]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025, 14–15.
[11]
Stephen P. Robbins and Mary Coulter, Management, 13th ed.
(Boston: Pearson, 2016), 88–89.
[12]
Peter Senge, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the
Learning Organization (New York: Doubleday, 2006), 219–222.
6.
Rekomendasi Pengembangan MA Plus Al-Aqsha
Berdasarkan hasil
analisis SWOT yang telah dilakukan, diperlukan sejumlah rekomendasi strategis
yang bersifat aplikatif dan berorientasi jangka panjang guna mendukung
penguatan kelembagaan MA Plus Al-Aqsha. Rekomendasi ini ditujukan untuk
membangun school
resilience dalam menghadapi dinamika zaman, memperkuat kualitas
pendidikan, serta meningkatkan daya saing madrasah sebagai lembaga pendidikan
Islam yang holistik dan futuristik.
6.1.
Penguatan Identitas dan Program Unggulan
Berbasis Nilai Keislaman
MA Plus Al-Aqsha
disarankan untuk memperkokoh distingsi nilai-nilai Islam dalam seluruh aspek
pendidikan melalui:
·
Integrasi
kurikulum nasional dan keislaman dalam seluruh mata pelajaran
dan aktivitas pembinaan siswa.¹
·
Pengembangan program
unggulan seperti Tahfiz Terpadu, Kelas Asrama Qurani, dan Forum
Ilmiah Keislaman untuk menanamkan kecintaan terhadap ilmu dan agama secara
berimbang.
·
Pemanfaatan momen keagamaan
sebagai media penguatan karakter, misalnya melalui PHBI, muhasabah siswa, dan
program one day one hadith.
Model ini sejalan
dengan paradigma pendidikan Islam yang menekankan integrasi antara ilmu dan
akhlak sebagai ciri khas madrasah.²
6.2.
Peningkatan Kualitas SDM melalui Pelatihan
Berbasis Kompetensi dan Literasi Digital
Sumber daya manusia
merupakan kunci utama pengembangan mutu. MA Plus Al-Aqsha perlu:
·
Menyusun
program pelatihan guru berbasis Teaching at the Right Level (TaRL),
literasi numerasi, dan pembelajaran berbasis proyek.³
·
Mendorong sertifikasi
kompetensi tambahan seperti pendampingan KTI, pelatihan desain
media digital, dan manajemen kelas kolaboratif.
·
Melibatkan guru dalam forum
ilmiah atau komunitas belajar (MGMP, KKG, professional learning community)
untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional.
Pembelajaran di abad
ke-21 menuntut peran guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai
fasilitator dan pembelajar sepanjang hayat.⁴
6.3.
Perluasan Akses Teknologi dan Digitalisasi
Madrasah
Dalam rangka
menjawab tantangan digitalisasi, direkomendasikan:
·
Pengembangan
infrastruktur dasar TIK seperti koneksi internet stabil,
komputer pembelajaran, dan platform pembelajaran digital sederhana (Google
Classroom, Quipper, Moodle).⁵
·
Penguatan literasi digital
guru dan siswa dengan pelatihan bertahap serta penerapan etika bermedia dalam
kurikulum intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
·
Digitalisasi arsip,
penilaian, dan komunikasi madrasah melalui sistem informasi terintegrasi
berbasis cloud, yang mempermudah transparansi dan akuntabilitas manajemen.
UNESCO menyatakan
bahwa transformasi digital dalam pendidikan akan menjadi penentu keadilan akses
dan efisiensi pembelajaran ke depan.⁶
6.4.
Diversifikasi Sumber Dana dan Kemandirian
Ekonomi Madrasah
Untuk mengatasi
ketergantungan terhadap BOS dan BPMU, MA Plus Al-Aqsha perlu menginisiasi:
·
Unit
usaha madrasah (schoolpreneurship) berbasis potensi lokal
seperti produksi alat tulis, kantin sehat, atau percetakan karya siswa.⁷
·
Kemitraan strategis dengan
stakeholder seperti dunia usaha, alumni, tokoh masyarakat, dan lembaga
zakat/CSR.
·
Optimalisasi aset
lahan/aset tak bergerak untuk kegiatan produktif yang tidak mengganggu proses
belajar-mengajar.
Langkah ini selaras
dengan prinsip entrepreneurial education yang
mendorong madrasah menjadi lembaga adaptif dan mandiri secara ekonomi.⁸
6.5.
Reformulasi Program Ekstrakurikuler untuk
Penguatan Kompetensi Sosial dan Kewirausahaan
Program
ekstrakurikuler sebaiknya diarahkan tidak hanya pada pembinaan minat bakat,
tetapi juga:
·
Peningkatan
keterampilan abad ke-21, seperti debat, desain grafis Islami,
komunitas sains-religi, dan simulasi kewirausahaan (student fair).
·
Pembinaan kepemimpinan dan
kesadaran lingkungan melalui green madrasah, program K-7,
serta pengabdian sosial siswa.⁹
·
Kolaborasi dengan pondok
pesantren dan komunitas keilmuan luar madrasah untuk memperluas wawasan dan
jejaring siswa.
Ekstrakurikuler yang
dirancang strategis dapat berperan sebagai laboratorium nilai, keterampilan,
dan jejaring sosial bagi generasi muda.¹⁰
6.6.
Perencanaan Pengembangan Jangka Pendek,
Menengah, dan Panjang
Untuk efektivitas
implementasi, pengembangan MA Plus Al-Aqsha perlu ditopang dengan rencana
terukur:
·
Jangka
pendek (1 tahun): perbaikan administrasi pembelajaran,
penyusunan SOP, pelatihan guru internal.
·
Jangka
menengah (2–3 tahun): pengadaan perangkat TIK, pembangunan
fasilitas dasar, peningkatan akreditasi.
·
Jangka
panjang (4–5 tahun): pencapaian madrasah unggul berbasis
karakter dan digitalisasi penuh manajemen sekolah.
Perencanaan ini
perlu didukung dengan monitoring and evaluation (M&E)
yang ketat serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan.
Kesimpulan
Rekomendasi di atas
merupakan wujud konkret dari hasil analisis SWOT yang mengarahkan MA Plus
Al-Aqsha untuk tidak hanya bertahan, tetapi berkembang menjadi lembaga
pendidikan Islam yang unggul secara nilai, akademik, dan sosial. Pengembangan
madrasah memerlukan kesinambungan visi, kepemimpinan kolektif, dan sinergi
antarpihak dalam mewujudkan misi pendidikan yang berdaya ubah di tengah
kompleksitas zaman.
Footnotes
[1]
MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran
2025/2026 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2025), 1–2.
[2]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 117.
[3]
Rukmini, “Improving Teaching at the Right Level (TaRL): An
Evidence-Based Practice,” Jurnal Pendidikan Dasar 12, no. 2 (2021):
145–152.
[4]
Trilling, Bernie, and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 63–70.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Pembelajaran Jarak
Jauh Masa Pandemi COVID-19 (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 12.
[6]
UNESCO, Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for
Education (Paris: UNESCO, 2021), 98–100.
[7]
Supriyadi, “Entrepreneurship Madrasah: Kemandirian Ekonomi Lembaga
Pendidikan Islam,” Jurnal Ekonomi Islam 5, no. 1 (2020): 58–67.
[8]
Peter F. Drucker, Innovation and Entrepreneurship (New York:
Harper & Row, 1985), 207.
[9]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025
(Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 5–6.
[10]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006), 161.
7.
Penutup
Dalam menghadapi
tantangan globalisasi, digitalisasi, dan transformasi sosial, lembaga
pendidikan Islam menengah seperti MA Plus Al-Aqsha dituntut untuk mampu
melakukan refleksi dan perencanaan strategis yang berbasis data serta
berorientasi masa depan. Melalui analisis SWOT, artikel ini berhasil
mengidentifikasi secara sistematis berbagai kekuatan internal, kelemahan
struktural, peluang eksternal, serta ancaman kontekstual yang dihadapi oleh MA
Plus Al-Aqsha dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi pendidikan yang
mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan kebutuhan keterampilan abad
ke-21.
Kekuatan utama
madrasah ini terletak pada karakter religius yang kuat, budaya organisasi yang
kolaboratif, peningkatan performa akademik, dan potensi sumber daya manusia
yang menjanjikan. Semua itu menjadi fondasi untuk mendorong diferensiasi
program dan penciptaan keunggulan kompetitif madrasah. Namun demikian,
tantangan dalam bentuk keterbatasan sarana, ketidaklinieran beberapa tenaga
pendidik, dan ketergantungan pada dana pemerintah menuntut adanya inovasi,
efisiensi, dan kolaborasi lintas sektor guna mendorong keberlanjutan program.¹
Dari aspek
eksternal, lingkungan sosial yang religius dan ketersediaan sumber rekrutmen
siswa di sekitar madrasah menjadi peluang besar dalam pengembangan daya saing.
Namun ancaman dari kompetisi sekolah-sekolah unggulan lain serta perubahan
ekspektasi masyarakat terhadap lulusan madrasah juga tidak dapat diabaikan.²
Oleh karena itu, diperlukan strategi adaptif dan inovatif, sebagaimana telah
dirumuskan dalam bagian rekomendasi: mulai dari penguatan identitas keislaman,
peningkatan kualitas SDM, digitalisasi, hingga diversifikasi sumber pendanaan
dan reformulasi program ekstrakurikuler.³
Penting disadari
bahwa madrasah bukan sekadar lembaga pendidikan formal, tetapi juga pusat
transmisi nilai dan kebudayaan Islam yang relevan dengan kehidupan modern.⁴
Sejalan dengan pemikiran Abdurrahman Wahid, pendidikan Islam harus mampu
merawat tradisi dan sekaligus membuka diri terhadap kemajuan zaman secara
selektif dan kritis.⁵ Dalam konteks ini, MA Plus Al-Aqsha memiliki peluang
besar untuk menjadi model pendidikan Islam yang menjembatani antara keunggulan
nilai dan relevansi keterampilan abad ke-21.
Dengan demikian,
hasil analisis SWOT ini diharapkan tidak hanya menjadi bahan refleksi bagi
internal madrasah, tetapi juga sebagai dasar bagi penyusunan kebijakan
pengembangan jangka pendek, menengah, dan panjang secara berkesinambungan.
Keberhasilan transformasi kelembagaan sangat ditentukan oleh sinergi seluruh
pemangku kepentingan: yayasan, guru, peserta didik, orang tua, alumni,
masyarakat, serta mitra strategis. Seperti dikemukakan oleh Peter Senge,
lembaga pendidikan yang bertransformasi menjadi learning organization memiliki
kapasitas untuk tumbuh, berinovasi, dan bertahan dalam situasi yang kompleks
dan tidak pasti.⁶
Akhirnya,
pengembangan MA Plus Al-Aqsha harus terus diarahkan pada upaya membentuk
lulusan yang berilmu, berakhlak, dan berdaya saing,
sebagai wujud konkret dari visi: “Terwujudnya Peserta Didik yang Berakhlakul
Karimah, Cerdas, Terampil, Berkarakter dan Berjiwa Mandiri.”⁷ Dengan tekad,
strategi, dan kolaborasi yang tepat, madrasah ini dapat mengambil peran
strategis dalam membangun generasi Islam yang solutif dan kontributif dalam
kehidupan berbangsa dan berperadaban global.
Footnotes
[1]
MA Plus Al-Aqsha, Dokumen 1 Tahun Pelajaran 2024–2025
(Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2024), 14–16.
[2]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 129–134.
[3]
MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran
2025/2026 (Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha, 2025), 3–6.
[4]
Muhammad Syafi’i Anwar, “Inovasi Pendidikan Islam: Tantangan dan
Relevansi dalam Era Modern,” Studia Islamika 25, no. 3 (2018):
512–525.
[5]
Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan
(Yogyakarta: LKIS, 2001), 173.
[6]
Peter Senge, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the
Learning Organization (New York: Doubleday, 2006), 219–222.
[7]
MA Plus Al-Aqsha, Visi, Misi dan Tujuan Madrasah Tahun Pelajaran
2025/2026, 1.
Daftar Pustaka
Anwar, M. S. (2018).
Inovasi pendidikan Islam: Tantangan dan relevansi dalam era modern. Studia
Islamika, 25(3), 512–525. https://doi.org/10.15408/sdi.v25i3.10486
Azra, A. (1999). Pendidikan
Islam: Tradisi dan modernisasi menuju milenium baru. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Drucker, P. F. (1985). Innovation
and entrepreneurship: Practice and principles. New York: Harper & Row.
David, F. R. (2017). Strategic
management: Concepts and cases (15th ed.). Boston, MA: Pearson.
Hunger, J. D., &
Wheelen, T. L. (2014). Essentials of strategic management (5th ed.).
Upper Saddle River, NJ: Pearson.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. (2015). Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang pendidikan budi
pekerti. Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. (2017). Panduan implementasi Kurikulum 2013 (Edisi
revisi). Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. (2020). Panduan pembelajaran jarak jauh masa pandemi COVID-19.
Jakarta: Kemendikbud.
MA Plus Al-Aqsha. (2024). Dokumen
1 Tahun Pelajaran 2024–2025. Tasikmalaya: Yayasan Daar Al-Aqsha.
MA Plus Al-Aqsha. (2025). Visi,
misi dan tujuan madrasah tahun pelajaran 2025/2026. Tasikmalaya: Yayasan
Daar Al-Aqsha.
Mintzberg, H., Ahlstrand,
B. W., & Lampel, J. (2005). Strategy safari: A guided tour through the
wilds of strategic management (2nd ed.). New York: Free Press.
Mulyasa, E. (2013). Manajemen
dan kepemimpinan kepala sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
OECD. (2022). Trends
shaping education 2022. Paris: OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/trends_edu-2022-en
Robbins, S. P., &
Coulter, M. (2016). Management (13th ed.). Boston, MA: Pearson.
Rukmini. (2021). Improving
Teaching at the Right Level (TaRL): An evidence-based practice. Jurnal
Pendidikan Dasar, 12(2), 145–152. https://doi.org/10.17977/jpd.v12i2.14683
Senge, P. M. (2006). The
fifth discipline: The art and practice of the learning organization. New
York: Doubleday.
Supriyadi. (2020). Entrepreneurship
madrasah: Kemandirian ekonomi lembaga pendidikan Islam. Jurnal Ekonomi
Islam, 5(1), 58–67.
Supriyadi. (2021).
Kemitraan lembaga pendidikan Islam dengan dunia usaha dan dunia industri. Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, 5(1), 45–53.
Syafi’i Anwar, M. (2020).
Inovasi pendidikan Islam: Integrasi kurikulum dan teknologi. Studia
Islamika, 27(3), 529–543. https://doi.org/10.36701/sdi.v27i3.15091
Tafsir, A. (2006). Ilmu
pendidikan dalam perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Trilling, B., & Fadel,
C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. San
Francisco, CA: Jossey-Bass.
UNESCO. (2020). Education
in a post-COVID world: Nine ideas for public action. Paris: UNESCO.
UNESCO. (2021). Reimagining
our futures together: A new social contract for education. Paris: UNESCO.
UNESCO. (2022). Digital
learning and transformation in education. Paris: UNESCO.
Wahid, A. (2001). Pergulatan
negara, agama, dan kebudayaan. Yogyakarta: LKiS.
Zain, M. (2020). Penguatan
nilai Islam dan life skills di madrasah. Jurnal Pendidikan Agama Islam,
7(2), 112–117.
Lampiran: Analisis SWOT MA Plus Al-Aqsha – Penjabaran Deskriptif
A.
Strengths (Kekuatan)
MA Plus Al-Aqsha memiliki
sejumlah keunggulan internal yang menjadi fondasi penting dalam pengembangan
lembaga, antara lain:
·
Identitas
Keislaman yang Kuat
Madrasah secara konsisten menanamkan nilai-nilai
keislaman melalui program pembiasaan ibadah harian, peringatan hari besar Islam
(PHBI), serta pembelajaran akhlak secara kontekstual.
·
Budaya
Organisasi yang Kolaboratif dan Religius
Relasi antarwarga madrasah menunjukkan
keharmonisan yang tinggi, ditopang oleh gaya kepemimpinan partisipatif dan
komunikasi yang terbuka antara guru, siswa, dan tenaga kependidikan.
·
Peningkatan
Performa Akademik dan Literasi
Dalam tiga tahun terakhir, nilai rapor peserta
didik meningkat, baik dalam aspek pengetahuan maupun keterampilan. Gerakan
Literasi Madrasah (GLM) turut memperkuat budaya baca dan tulis ilmiah di
kalangan siswa.
·
Potensi
SDM Guru yang Produktif dan Profesional
Mayoritas guru berada pada usia produktif dan
menunjukkan antusiasme dalam pengembangan kompetensi. Tujuh orang guru telah
bersertifikasi profesional, memperkuat legitimasi pedagogik madrasah.
B.
Weaknesses (Kelemahan)
Beberapa kendala internal
masih membatasi efektivitas penyelenggaraan pendidikan di MA Plus Al-Aqsha,
antara lain:
·
Keterbatasan
Sarana dan Prasarana Penunjang
Madrasah masih kekurangan fasilitas utama seperti
laboratorium IPA, perpustakaan digital, dan ruang keterampilan, yang krusial
bagi pengembangan pembelajaran berbasis praktik.
·
Ketidaklinieran
Bidang Ajar Tenaga Pendidik
Sebagian guru mengajar di luar bidang keahlian
akademiknya, berpotensi menghambat pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
secara optimal.
·
Ketergantungan
pada Dana Pemerintah
Kemandirian finansial masih lemah; sumber utama
pembiayaan berasal dari dana BOS dan BPMU, sementara kontribusi masyarakat
relatif terbatas karena latar belakang ekonomi yang menengah ke bawah.
C.
Opportunities (Peluang)
Faktor eksternal yang dapat
dimanfaatkan untuk memperluas daya saing dan penguatan kelembagaan antara lain:
·
Potensi
Rekrutmen Peserta Didik
Kehadiran sembilan SMP/MTs dalam radius delapan
kilometer membuka peluang besar bagi madrasah dalam menjaring siswa baru setiap
tahun ajaran.
·
Dukungan
Sosial dan Kultural dari Lingkungan Pesantren
Letak geografis yang berdekatan dengan Pondok
Pesantren Daar Al-Aqsha serta komunitas religius di sekitar madrasah mendukung
sinergi dalam pembinaan karakter dan keislaman siswa.
·
Kebijakan
Pemerintah yang Mendukung Pendidikan Karakter dan Literasi
Regulasi dari Kementerian Agama dan Kementerian
Pendidikan memperkuat posisi madrasah dalam mengembangkan program berbasis
nilai dan keterampilan abad ke-21.
·
Ketersediaan
Teknologi Pembelajaran Berbasis Sumber Terbuka (Open Source)
Peluang untuk mengakses berbagai platform
edukatif gratis dapat menjadi alternatif solusi atas keterbatasan infrastruktur
digital madrasah.
D.
Threats (Ancaman)
MA Plus Al-Aqsha juga
menghadapi beberapa tantangan eksternal yang dapat menghambat pengembangan
madrasah jika tidak ditangani secara strategis:
·
Persaingan
dengan Lembaga Pendidikan Unggulan Lain
Keberadaan sekolah-sekolah negeri maupun swasta
yang memiliki fasilitas lebih lengkap dan citra publik yang lebih kuat menjadi
pesaing dalam rekrutmen peserta didik.
·
Ekspektasi
Publik yang Meningkat terhadap Lulusan Madrasah
Masyarakat kini menuntut lulusan yang tidak hanya
religius, tetapi juga cakap dalam bidang akademik dan keterampilan vokasional.
·
Minimnya
Literasi Digital dan Akses Teknologi di Kalangan Guru dan Siswa
Keterbatasan dalam penguasaan teknologi menjadi
hambatan dalam adaptasi terhadap transformasi pembelajaran digital yang semakin
mendesak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar