Selasa, 03 Juni 2025

Karakteristik Guru Abad 21: Kompetensi, Peran, dan Tantangan dalam Era Transformasi Pendidikan

Karakteristik Guru Abad 21

Kompetensi, Peran, dan Tantangan dalam Era Transformasi Pendidikan


Alihkan ke: PPG 2019.


Abstrak

Artikel ini membahas secara komprehensif karakteristik yang harus dimiliki oleh guru abad 21 dalam konteks perubahan global, perkembangan teknologi, dan transformasi sistem pendidikan nasional. Guru abad 21 dituntut tidak hanya menguasai kompetensi pedagogis dan profesional, tetapi juga literasi digital, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta kepemimpinan pembelajaran yang transformatif. Pembahasan mencakup konsep dasar guru abad 21, karakteristik inti, kompetensi yang harus dimiliki, peran strategis dalam sistem pendidikan, serta tantangan aktual yang dihadapi di lapangan, termasuk kesenjangan digital, beban administratif, dan ketimpangan kesejahteraan. Artikel ini juga menyajikan strategi penguatan peran guru melalui pelatihan berbasis praktik, coaching, revitalisasi LPTK, dan penguatan komunitas belajar profesional. Implikasi karakteristik guru abad 21 terhadap mutu pendidikan diuraikan secara jelas, terutama dalam kaitannya dengan peningkatan capaian belajar siswa, pendidikan karakter, dan reformasi sistemik. Artikel ini menekankan bahwa penguatan guru abad 21 bukan sekadar kebutuhan teknis, melainkan prasyarat utama untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang relevan, adil, dan berkelanjutan.

Kata Kunci: guru abad 21, kompetensi pedagogis, literasi digital, kepemimpinan pembelajaran, mutu pendidikan, transformasi pendidikan, Kurikulum Merdeka, tantangan guru, pengembangan professional.


PEMBAHASAN

Mendefinisikan Ulang Karakteristik Guru Abad 21 untuk Menjawab Tuntutan Zaman


1.           Pendahuluan

Dunia pendidikan saat ini tengah menghadapi tantangan dan peluang yang luar biasa akibat perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, terutama yang dipicu oleh revolusi industri 4.0 dan perkembangan menuju era society 5.0. Transformasi ini berdampak pada cara berpikir, bekerja, dan belajar manusia, sehingga menuntut sistem pendidikan untuk terus beradaptasi, termasuk di dalamnya peran strategis seorang guru. Guru tidak lagi hanya berfungsi sebagai sumber informasi, tetapi dituntut menjadi fasilitator pembelajaran, pendamping pengembangan karakter, dan agen perubahan sosial di tengah dinamika masyarakat abad ke-21.

Perubahan ini diperkuat oleh lahirnya berbagai kebijakan pendidikan yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi abad 21, yaitu keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi (4C), serta literasi baru seperti literasi digital, literasi data, dan literasi manusia. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengintegrasikan konsep tersebut ke dalam kurikulum nasional melalui Profil Pelajar Pancasila yang menjadi arah pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik secara holistik.¹

Dalam kerangka global, UNESCO juga menegaskan pentingnya peran guru sebagai penggerak utama pembelajaran sepanjang hayat yang tidak hanya mampu mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk kesadaran kritis dan partisipasi aktif dalam masyarakat berkelanjutan.² Oleh karena itu, penguatan karakteristik guru abad 21 menjadi isu strategis yang tidak dapat ditunda, terutama dalam konteks peningkatan mutu pendidikan nasional dan pembangunan sumber daya manusia unggul.

Sayangnya, di tengah kompleksitas perubahan tersebut, banyak guru masih menghadapi keterbatasan dalam mengembangkan diri, baik karena kurangnya akses pelatihan berbasis praktik maupun kendala struktural dalam sistem pendidikan. Hal ini menegaskan perlunya redefinisi secara menyeluruh terhadap siapa itu guru abad 21, apa saja karakteristik yang harus dimiliki, serta bagaimana ekosistem pendidikan mendukung tumbuhnya guru yang profesional, reflektif, dan inovatif.³

Dengan demikian, artikel ini akan mengkaji secara mendalam karakteristik guru abad 21 melalui tinjauan konseptual, regulatif, dan empiris. Fokus utamanya adalah pada kompetensi inti yang relevan, peran strategis guru di era disrupsi, serta tantangan dan strategi penguatan yang dapat diterapkan dalam konteks pendidikan nasional maupun global.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 7–10.

[2]                UNESCO, Education for Sustainable Development Goals: Learning Objectives (Paris: UNESCO Publishing, 2017), 18.

[3]                Linda Darling-Hammond et al., Empowered Educators: How High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World (San Francisco: Jossey-Bass, 2017), 14–20.


2.           Konsep Dasar Guru Abad 21

Guru abad 21 merupakan sosok pendidik yang tidak hanya bertumpu pada kemampuan mengajar secara konvensional, tetapi juga memiliki kompetensi menyeluruh yang mampu menjawab tantangan zaman yang dinamis. Konsep ini muncul sebagai respon atas transformasi global yang menggeser paradigma pendidikan dari sekadar transmisi pengetahuan menjadi proses pembentukan keterampilan hidup abad 21 (21st century skills). Oleh karena itu, guru abad 21 diposisikan sebagai fasilitator pembelajaran yang aktif, kolaboratif, dan berorientasi pada pengembangan kompetensi peserta didik secara holistik.¹

Ciri utama dari guru abad 21 terletak pada pendekatannya yang berpusat pada murid (student-centered learning), penggunaan teknologi informasi sebagai bagian integral pembelajaran, serta kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam merancang proses belajar. Hal ini selaras dengan kerangka P21 Framework for 21st Century Learning yang dikembangkan oleh Partnership for 21st Century Skills di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa guru masa kini harus mampu mendampingi peserta didik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, komunikasi efektif, dan kolaborasi (4C).²

Selain itu, guru abad 21 dituntut untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner) yang adaptif terhadap perubahan. Mereka tidak hanya harus menguasai bidang keilmuannya secara mendalam, tetapi juga terus meningkatkan literasi digital, literasi numerasi, dan literasi budaya serta kewarganegaraan.³ Dalam konteks Indonesia, Kemendikbudristek mengartikulasikan guru masa kini sebagai sosok penggerak yang memiliki semangat reflektif, mampu memanfaatkan teknologi, dan berkomitmen pada pembelajaran berdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan unik tiap peserta didik.⁴

Perbedaan mendasar antara guru tradisional dan guru abad 21 terletak pada orientasi pendekatan dan alat yang digunakan. Guru tradisional cenderung mengedepankan ceramah sebagai metode utama, sementara guru abad 21 menggunakan pendekatan berbasis proyek (project-based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), serta pembelajaran berbasis inkuiri dan kolaborasi digital.⁵ Hal ini mengindikasikan pergeseran dari pendekatan yang bersifat teacher-centered menuju paradigma learner-centered yang lebih kontekstual dan relevan dengan kehidupan peserta didik.

Dengan demikian, konsep dasar guru abad 21 mencakup transformasi peran dari pengajar menjadi pembelajar bersama, dari pendidik menjadi inovator, serta dari administrator menjadi pemimpin pembelajaran. Transformasi ini merupakan prasyarat penting dalam membentuk generasi yang siap menghadapi kompleksitas masa depan secara cerdas, berkarakter, dan berdaya saing global.


Footnotes

[1]                Trilling, Bernie, dan Charles Fadel. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass, 2009, 18–25.

[2]                Partnership for 21st Century Skills. P21 Framework Definitions. Washington, D.C.: P21, 2019, 2–3.

[3]                Saavedra, Anna Rosefsky, dan V. Darleen Opfer. Teaching and Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. Santa Monica, CA: RAND Corporation, 2012, 6–10.

[4]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Platform Merdeka Mengajar. Jakarta: Kemendikbudristek, 2023.

[5]                Darling-Hammond, Linda et al. The Right to Learn: A Blueprint for Creating Schools that Work. San Francisco: Jossey-Bass, 2001, 109–112.


3.           Karakteristik Inti Guru Abad 21

Guru abad 21 merupakan representasi pendidik yang adaptif, reflektif, dan inovatif dalam menghadapi kompleksitas pendidikan global yang terus berubah. Karakteristik inti dari guru masa kini mencerminkan kemampuan untuk merespon kebutuhan peserta didik yang sangat beragam, melek teknologi, serta terampil dalam membentuk pengalaman belajar yang kontekstual dan bermakna. Karakteristik-karakteristik ini dapat dirinci sebagai berikut:

3.1.       Berorientasi pada Pembelajaran Berpusat pada Murid

Guru abad 21 menempatkan peserta didik sebagai subjek aktif dalam proses belajar. Pendekatan student-centered learning menekankan pentingnya diferensiasi pembelajaran sesuai dengan minat, gaya belajar, dan kebutuhan murid. Guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing, bukan sekadar pemberi materi.¹ Hal ini juga sesuai dengan arah kebijakan Merdeka Belajar yang mengedepankan otonomi guru dan kemandirian siswa dalam belajar.²

3.2.       Melek Teknologi dan Literasi Digital

Kemampuan dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan kompetensi kunci guru abad 21. Mereka tidak hanya harus mampu mengoperasikan perangkat dan aplikasi, tetapi juga mengintegrasikan teknologi secara pedagogis dalam pembelajaran.³ Guru yang melek digital dapat menciptakan pembelajaran daring yang interaktif, melakukan asesmen digital, serta membangun ekosistem belajar yang tidak terbatas ruang dan waktu.

3.3.       Komunikatif dan Kolaboratif

Guru abad 21 harus memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik secara verbal maupun non-verbal, serta mampu membangun hubungan interpersonal yang positif dengan peserta didik, kolega, orang tua, dan masyarakat.⁴ Karakter kolaboratif tercermin dalam keterbukaan untuk bekerja dalam tim, mengembangkan Professional Learning Community (PLC), serta terlibat dalam praktik berbagi dan refleksi kolektif.

3.4.       Berpikir Kritis dan Kreatif

Dalam menghadapi tantangan pendidikan yang kompleks dan tidak pasti, guru abad 21 dituntut untuk berpikir kritis dan kreatif. Mereka perlu mampu menganalisis masalah pembelajaran, menemukan solusi inovatif, serta mendesain aktivitas belajar yang menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada peserta didik.⁵ Guru dengan karakter ini akan senantiasa mendorong eksplorasi, inkuiri, dan keberanian siswa dalam mengekspresikan ide.

3.5.       Beretika dan Berkarakter Kuat

Selain cerdas secara intelektual dan terampil secara profesional, guru abad 21 juga harus menjadi teladan moral dan spiritual. Nilai-nilai integritas, tanggung jawab, empati, serta semangat melayani merupakan fondasi penting dalam membangun hubungan yang sehat dan bermakna di lingkungan belajar.⁶ Karakter ini sejalan dengan dimensi Profil Pelajar Pancasila yang menekankan pentingnya iman, akhlak mulia, dan kebhinekaan global.⁷

Secara keseluruhan, karakteristik guru abad 21 tidak hanya terfokus pada kompetensi teknis, melainkan juga mencakup kecakapan sosial, emosional, dan etis yang memperkuat perannya sebagai pelaku utama transformasi pendidikan. Guru yang memiliki karakteristik-karakteristik ini akan lebih siap dalam menciptakan ekosistem pembelajaran yang adaptif, humanis, dan berorientasi masa depan.


Footnotes

[1]                Anna R. Saavedra dan V. Darleen Opfer, Teaching and Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences (Santa Monica, CA: RAND Corporation, 2012), 10–14.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 5–8.

[3]                Trilling, Bernie, dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 73–76.

[4]                Linda Darling-Hammond et al., Empowered Educators: How High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World (San Francisco: Jossey-Bass, 2017), 34–36.

[5]                Partnership for 21st Century Skills, P21 Framework Definitions (Washington, D.C.: P21, 2019), 4–6.

[6]                OECD, Teachers and School Leaders as Valued Professionals (Paris: OECD Publishing, 2020), 41–44.

[7]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 12–13.


4.           Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru Abad 21

Dalam menghadapi tantangan globalisasi, perkembangan teknologi, dan kompleksitas kebutuhan peserta didik, guru abad 21 dituntut memiliki kompetensi profesional yang holistik, dinamis, dan relevan. Kompetensi profesional tidak hanya dimaknai sebagai penguasaan terhadap materi ajar, melainkan mencakup keterampilan pedagogis, literasi teknologi, dan kapasitas kepemimpinan pembelajaran yang mampu menumbuhkan budaya belajar aktif dan reflektif di sekolah.¹

4.1.       Kompetensi Pedagogik Berbasis Diferensiasi

Kompetensi pedagogik mencerminkan kemampuan guru dalam memahami karakteristik peserta didik, merancang pembelajaran yang sesuai, serta melaksanakan evaluasi yang adil dan bermakna. Dalam konteks abad 21, pendekatan ini menuntut penerapan pembelajaran berdiferensiasi (differentiated instruction) untuk mengakomodasi keberagaman kemampuan, gaya belajar, dan latar belakang siswa.² Kurikulum Merdeka menggarisbawahi pentingnya fleksibilitas guru dalam menentukan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi kelas dan capaian Profil Pelajar Pancasila.³

4.2.       Kompetensi Profesional dalam Penguasaan Materi Ajar

Guru abad 21 wajib memiliki penguasaan mendalam atas bidang ilmu yang diajarkan, termasuk pemahaman konseptual, faktual, prosedural, dan metakognitif yang relevan dengan konteks zaman.⁴ Penguasaan ini tidak cukup dalam bentuk hafalan, tetapi harus ditunjukkan melalui kemampuan menjelaskan, mengaitkan, serta menerapkan materi dalam situasi nyata atau lintas disiplin. Guru juga dituntut untuk terus memperbaharui pengetahuannya melalui pembelajaran mandiri maupun kolaboratif.

4.3.       Kompetensi Sosial dan Kepribadian sebagai Agen Perubahan

Guru abad 21 harus menjadi panutan moral dan sosial di lingkungan pendidikan. Hal ini mencakup kemampuan berkomunikasi dengan empatik, membangun relasi positif dengan semua pemangku kepentingan, serta menunjukkan sikap toleran, jujur, dan bertanggung jawab.⁵ Kompetensi ini ditekankan dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007, yang menjadikan kepribadian dan sosial sebagai dua dari empat pilar kompetensi dasar guru profesional.⁶ Dalam konteks ini, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pemimpin pembelajaran dan agen perubahan di masyarakat.

4.4.       Kompetensi Digital dan Teknologi Pembelajaran

Kemampuan guru dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran menjadi krusial dalam era digital. Ini mencakup keterampilan dalam memilih, merancang, dan mengintegrasikan media digital serta platform pembelajaran daring (seperti Learning Management Systems, video conference, atau aplikasi interaktif) dalam proses belajar.⁷ Selain itu, guru juga perlu menguasai digital literacy dan cyber ethics, agar dapat membimbing siswa secara aman dan bertanggung jawab dalam ruang digital.⁸

4.5.       Kompetensi Inovatif dan Adaptif

Kompetensi ini melibatkan kemampuan guru untuk terus berinovasi dalam metode dan pendekatan mengajar serta bersikap adaptif terhadap perubahan kebijakan, teknologi, dan dinamika sosial. Guru profesional abad 21 tidak hanya menjalankan kurikulum secara administratif, tetapi mampu mengembangkan kurikulum kontekstual dan memperbarui praktik pembelajarannya berdasarkan refleksi, asesmen formatif, serta masukan dari komunitas belajar.⁹

Dengan menguasai kelima kompetensi ini, guru tidak hanya akan berperan sebagai pengelola kelas yang efektif, tetapi juga sebagai pemimpin pembelajaran (instructional leader) yang mendorong peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh. Kompetensi profesional menjadi fondasi utama untuk menjawab tantangan pendidikan abad 21 dan membentuk generasi pembelajar yang mandiri, kreatif, dan berkarakter.


Footnotes

[1]                OECD, Teachers and School Leaders as Valued Professionals (Paris: OECD Publishing, 2020), 23–25.

[2]                Tomlinson, Carol Ann, The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learners, 2nd ed. (Alexandria, VA: ASCD, 2014), 4–7.

[3]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 6–9.

[4]                Linda Darling-Hammond et al., Preparing Teachers for a Changing World: What Teachers Should Learn and Be Able to Do (San Francisco: Jossey-Bass, 2005), 68–70.

[5]                Saifulloh, M., dan Lestari, E., Kompetensi Sosial Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Yogyakarta: Deepublish, 2020), 22–24.

[6]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Lampiran I.

[7]                Trilling, Bernie, dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 90–95.

[8]                UNESCO, ICT Competency Framework for Teachers (Paris: UNESCO Publishing, 2018), 15–18.

[9]                Fullan, Michael, The New Meaning of Educational Change, 5th ed. (New York: Teachers College Press, 2016), 39–42.


5.           Peran Strategis Guru dalam Pendidikan Abad 21

Dalam lanskap pendidikan abad 21 yang ditandai dengan globalisasi, disrupsi teknologi, dan perubahan sosial-budaya yang cepat, peran guru mengalami transformasi signifikan. Guru tidak lagi hanya bertindak sebagai pengajar (instructor), tetapi berperan sebagai fasilitator, inovator, pembelajar sepanjang hayat, dan pemimpin pembelajaran.¹ Peran strategis ini menjadi fondasi bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional dan penguatan karakter peserta didik dalam menghadapi dunia yang kompleks dan tidak pasti.

5.1.       Guru sebagai Fasilitator Pembelajaran

Guru abad 21 menjadi pendamping proses belajar yang memberdayakan siswa untuk berpikir kritis, mandiri, dan reflektif. Ia tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, melainkan pengarah dan penyedia sumber-sumber belajar yang beragam dan kontekstual.² Dalam praktiknya, guru memfasilitasi pembelajaran aktif melalui pendekatan berbasis proyek (project-based learning), kolaboratif, dan berbasis inkuiri.³ Peran ini selaras dengan semangat student-centered learning yang menjadi prinsip dasar Kurikulum Merdeka.

5.2.       Guru sebagai Inovator dan Desainer Pembelajaran

Guru abad 21 perlu merancang pembelajaran yang adaptif dan inovatif dengan memanfaatkan teknologi dan pendekatan pedagogis baru. Mereka dituntut untuk terus bereksperimen dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan relevan dengan dunia nyata.⁴ Inovasi tidak hanya terkait dengan media pembelajaran, tetapi juga dalam menyusun kurikulum kelas, metode asesmen alternatif, serta strategi pengembangan karakter siswa.

5.3.       Guru sebagai Pembelajar Sepanjang Hayat

Transformasi pendidikan menuntut guru untuk memiliki komitmen terhadap lifelong learning.⁵ Guru tidak cukup hanya lulus dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), melainkan harus terus belajar dari pengalaman, komunitas, maupun melalui platform digital seperti Merdeka Mengajar. Pembelajaran berkelanjutan ini bertujuan untuk menyempurnakan praktik mengajar, memperdalam keilmuan, dan menguatkan kepemimpinan pembelajaran.

5.4.       Guru sebagai Agen Transformasi Nilai dan Budaya Sekolah

Guru memiliki posisi strategis dalam membentuk nilai-nilai dasar peserta didik seperti integritas, kerja sama, dan tanggung jawab sosial.⁶ Mereka berperan sebagai teladan dan penjaga budaya positif di sekolah, serta menjadi penggerak perubahan menuju ekosistem pendidikan yang kolaboratif, inklusif, dan berorientasi pada pembelajaran sepanjang hayat.⁷ Dalam konteks Profil Pelajar Pancasila, guru bertanggung jawab untuk menumbuhkan nilai kebhinekaan global, gotong royong, dan kemandirian di dalam kelas dan lingkungan sekolah.

5.5.       Guru sebagai Pemimpin Pembelajaran (Instructional Leader)

Peran kepemimpinan dalam pembelajaran menjadi ciri khas guru profesional abad 21. Mereka diharapkan mampu menginspirasi rekan sejawat, menjadi bagian dari komunitas praktik, dan mendorong inovasi di tingkat satuan pendidikan.⁸ Guru tidak hanya mengelola kelas, tetapi turut mengembangkan visi pendidikan, terlibat dalam pengambilan keputusan berbasis data, serta membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat.

Dengan menjalankan peran-peran strategis ini, guru tidak hanya mencetak lulusan yang cerdas secara akademis, tetapi juga membangun generasi yang mampu menghadapi tantangan global, memiliki karakter kuat, dan siap menjadi warga dunia yang bertanggung jawab.


Footnotes

[1]                Linda Darling-Hammond et al., Empowered Educators: How High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World (San Francisco: Jossey-Bass, 2017), 13–15.

[2]                Anna R. Saavedra dan V. Darleen Opfer, Teaching and Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences (Santa Monica, CA: RAND Corporation, 2012), 7–10.

[3]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 10–13.

[4]                Michael Fullan, The New Meaning of Educational Change, 5th ed. (New York: Teachers College Press, 2016), 55–59.

[5]                OECD, Teachers as Lifelong Learners: Effective Professional Development in an Age of Accountability (Paris: OECD Publishing, 2019), 3–5.

[6]                UNESCO, Teachers in the 21st Century: Global Perspectives and Realities (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 22.

[7]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 14–15.

[8]                Andy Hargreaves dan Michael Fullan, Professional Capital: Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College Press, 2012), 45–50.


6.           Tantangan yang Dihadapi Guru Abad 21

Transformasi pendidikan abad 21 menghadirkan peluang besar bagi peningkatan mutu dan relevansi pembelajaran, namun juga membawa berbagai tantangan kompleks yang harus dihadapi oleh para guru. Perubahan paradigma pendidikan menuju pembelajaran berbasis kompetensi, integrasi teknologi digital, serta tuntutan untuk menciptakan lulusan berdaya saing global menempatkan guru dalam posisi yang tidak sederhana. Tantangan-tantangan ini perlu diidentifikasi secara jujur agar dapat dirumuskan strategi pendukung yang tepat.

6.1.       Kesenjangan Digital dan Akses Teknologi

Salah satu tantangan paling nyata adalah ketimpangan dalam akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi (TIK), baik antarwilayah maupun antarindividu. Tidak semua guru memiliki perangkat, koneksi internet, maupun literasi digital yang memadai untuk menyelenggarakan pembelajaran berbasis teknologi.¹ Masalah ini menjadi semakin tampak selama pandemi COVID-19, ketika pembelajaran daring menyoroti ketimpangan infrastruktur pendidikan nasional.²

6.2.       Keterbatasan Kompetensi Pedagogis Inovatif

Meskipun banyak guru telah menunjukkan semangat dalam mengembangkan diri, masih terdapat kesenjangan antara kompetensi pedagogis yang dimiliki dengan yang dibutuhkan dalam pembelajaran abad 21.³ Pembelajaran aktif, kolaboratif, dan berbasis proyek belum banyak diimplementasikan secara optimal, karena masih dominannya pola mengajar tradisional dan terbatasnya pelatihan yang kontekstual dan berkelanjutan.⁴

6.3.       Beban Administratif dan Peran Ganda

Guru di Indonesia masih dibebani dengan pekerjaan administratif yang mengurangi waktu dan energi untuk merancang dan merefleksikan pembelajaran.⁵ Selain itu, guru sering memegang banyak peran tambahan di luar tugas mengajar, seperti menjadi operator sistem data, panitia kegiatan sekolah, bahkan pengelola media sosial sekolah, yang semuanya berkontribusi pada kelelahan profesional (burnout).⁶

6.4.       Ketimpangan Profesionalisme dan Kesejahteraan

Profesi guru belum sepenuhnya memperoleh pengakuan dan penghargaan sosial yang layak, terutama di daerah-daerah tertinggal.⁷ Masalah kesejahteraan, status kepegawaian yang tidak tetap, serta kurangnya kesempatan pengembangan profesional berdampak pada motivasi dan kinerja guru. Hal ini menciptakan ketimpangan antara ekspektasi terhadap kualitas guru dan dukungan sistemik yang tersedia.

6.5.       Resistensi terhadap Perubahan dan Budaya Sekolah yang Kurang Mendukung

Sebagian guru menunjukkan resistensi terhadap pembaruan kurikulum, teknologi, atau metode pembelajaran baru karena minimnya pendampingan atau budaya sekolah yang tidak mendukung kolaborasi dan inovasi.⁸ Perubahan membutuhkan ekosistem yang mendorong keberanian untuk bereksperimen dan belajar dari kegagalan, sesuatu yang belum banyak terbangun di banyak satuan pendidikan.

Tantangan-tantangan tersebut menunjukkan bahwa menjadi guru di abad 21 bukan hanya soal menguasai teknologi atau strategi mengajar, tetapi juga soal bertahan, beradaptasi, dan tumbuh dalam sistem yang terus berubah. Oleh karena itu, strategi penguatan peran guru harus dibarengi dengan reformasi kebijakan pendidikan, penguatan LPTK, dan pembentukan komunitas belajar yang berkelanjutan.


Footnotes

[1]                Trilling, Bernie, dan Charles Fadel. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass, 2009, 97–99.

[2]                World Bank. Remote Learning During the Global School Lockdown: Multi-Country Lessons. Washington, D.C.: World Bank Group, 2021, 8–10.

[3]                OECD. Teachers and School Leaders as Valued Professionals. Paris: OECD Publishing, 2020, 33.

[4]                Saavedra, Anna R., dan V. Darleen Opfer. Teaching and Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. Santa Monica, CA: RAND Corporation, 2012, 13–15.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Laporan Evaluasi Program Guru Penggerak Angkatan I–III. Jakarta: Kemendikbudristek, 2022, 24.

[6]                Hargreaves, Andy, dan Michael Fullan. Professional Capital: Transforming Teaching in Every School. New York: Teachers College Press, 2012, 67–70.

[7]                UNESCO. Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for Education. Paris: UNESCO Publishing, 2021, 32.

[8]                Fullan, Michael. The New Meaning of Educational Change, 5th ed. New York: Teachers College Press, 2016, 102–106.


7.           Strategi Penguatan Peran dan Karakteristik Guru

Penguatan peran dan karakteristik guru abad 21 merupakan langkah strategis yang harus dijalankan secara sistematis, berkelanjutan, dan kontekstual. Dalam menghadapi tantangan yang kompleks di era transformasi pendidikan, tidak cukup hanya mengandalkan motivasi individual guru, tetapi perlu intervensi kebijakan, pelatihan yang relevan, serta dukungan ekosistem sekolah dan komunitas belajar. Berikut ini adalah strategi-strategi utama yang dapat dilakukan:

7.1.       Pelatihan Berbasis Praktik dan Kolaborasi

Peningkatan kompetensi guru harus berfokus pada pelatihan yang bersifat practice-based dan kontekstual, bukan sekadar bersifat teoritis atau instruksional satu arah. Model pelatihan yang mendorong peer learning, lesson study, dan co-teaching terbukti lebih efektif dalam membangun kapasitas reflektif dan kolaboratif guru.¹ Pendekatan ini juga memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran berbasis masalah, proyek, dan inkuiri secara nyata.

7.2.       Pemberdayaan Melalui Coaching dan Mentoring

Program pendampingan berbasis coaching dan mentoring memberikan dukungan yang berkesinambungan bagi guru dalam menjalankan praktik inovatif di kelas.² Guru senior, pengawas, atau fasilitator profesional dapat menjadi coach yang membantu rekan sejawat dalam mengatasi hambatan pembelajaran, mengembangkan kurikulum, atau mengelola kelas secara efektif. Strategi ini juga memperkuat budaya saling belajar dan bertumbuh dalam komunitas profesi.

7.3.       Revitalisasi LPTK dan Program Pendidikan Guru

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu bertransformasi menjadi institusi yang tidak hanya mencetak guru, tetapi juga mengembangkan guru dengan karakter, kompetensi digital, dan kesadaran sosial tinggi.³ Kurikulum LPTK harus terintegrasi dengan kebutuhan pembelajaran abad 21, termasuk penerapan microteaching berbasis teknologi, literasi data, dan asesmen formatif. Kerja sama antara LPTK dan satuan pendidikan juga penting dalam menciptakan pengalaman belajar yang relevan bagi calon guru.

7.4.       Penguatan Komunitas Belajar Profesional (PLC)

Komunitas belajar profesional atau Professional Learning Community (PLC) merupakan sarana strategis bagi guru untuk belajar bersama secara rutin, reflektif, dan berbasis kebutuhan nyata di sekolah.⁴ Melalui PLC, guru dapat berbagi praktik baik, mendiskusikan tantangan pedagogis, dan merumuskan solusi secara kolektif. Pemerintah perlu mendorong terbentuknya PLC berbasis sekolah maupun lintas sekolah, serta menyediakan platform digital untuk kolaborasi daring.

7.5.       Optimalisasi Platform Digital dan Ekosistem Teknologi

Pemanfaatan platform digital seperti Platform Merdeka Mengajar dan LMS (Learning Management System) lainnya dapat mempercepat akses guru terhadap sumber belajar, pelatihan daring, dan pengembangan diri mandiri.⁵ Guru yang aktif memanfaatkan teknologi akan lebih siap menghadapi tantangan pembelajaran hybrid dan digitalisasi pendidikan. Pemerintah dan pemda juga perlu menjamin ketersediaan infrastruktur yang mendukung digitalisasi menyeluruh di sekolah.

7.6.       Reformasi Kebijakan yang Berorientasi Kesejahteraan dan Penghargaan

Untuk mendorong lahirnya guru profesional abad 21, kebijakan pemerintah harus memastikan adanya kejelasan jenjang karier, pengakuan atas prestasi, dan kesejahteraan yang layak.⁶ Pendekatan ini akan meningkatkan motivasi dan retensi guru, terutama di daerah terpencil dan marginal. Regulasi juga perlu mendukung otonomi profesional guru, dengan mengurangi beban administratif dan memperkuat peran mereka sebagai pemimpin pembelajaran.

Melalui strategi-strategi di atas, penguatan karakteristik guru abad 21 dapat diwujudkan tidak hanya sebagai wacana, tetapi menjadi praktik nyata di ruang kelas dan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Sinergi antara kebijakan, lembaga pendidikan, sekolah, dan komunitas guru merupakan kunci menuju ekosistem pendidikan yang inovatif, inklusif, dan berdaya saing global.


Footnotes

[1]                Lieberman, Ann, dan Diane Wood. Inside the National Writing Project: Connecting Network Learning and Classroom Teaching. New York: Teachers College Press, 2003, 54–56.

[2]                Kraft, Matthew A., David Blazar, dan Dylan Hogan. “The Effect of Teacher Coaching on Instruction and Achievement: A Meta-Analysis of the Causal Evidence.” Review of Educational Research 88, no. 4 (2018): 547–588.

[3]                Darling-Hammond, Linda, et al. Preparing Teachers for a Changing World: What Teachers Should Learn and Be Able to Do. San Francisco: Jossey-Bass, 2005, 112–115.

[4]                DuFour, Richard, Rebecca DuFour, dan Robert Eaker. Professional Learning Communities at Work: Best Practices for Enhancing Student Achievement. Bloomington, IN: Solution Tree Press, 2008, 124–127.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Panduan Platform Merdeka Mengajar. Jakarta: Kemendikbudristek, 2023, 7–9.

[6]                OECD. Supporting Teacher Professionalism: Insights from TALIS 2013. Paris: OECD Publishing, 2016, 20–23.


8.           Implikasi Karakteristik Guru terhadap Mutu Pendidikan

Karakteristik guru abad 21—yang mencakup kompetensi pedagogis, penguasaan teknologi, inovasi pembelajaran, kepemimpinan, dan integritas moral—memiliki dampak langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan. Dalam konteks global maupun nasional, guru telah terbukti menjadi variabel paling berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik, bahkan melampaui pengaruh kurikulum, fasilitas, dan kebijakan lainnya.¹ Oleh karena itu, memperkuat karakteristik guru abad 21 adalah investasi strategis dalam membangun kualitas pendidikan yang berkelanjutan.

8.1.       Peningkatan Capaian Belajar Siswa

Guru yang mampu menerapkan pembelajaran aktif, diferensiatif, dan berbasis teknologi secara efektif berkontribusi signifikan terhadap capaian akademik siswa.² Penelitian menunjukkan bahwa guru yang terampil dalam berpikir kritis dan pedagogi berbasis kompetensi mampu menciptakan lingkungan belajar yang menumbuhkan daya nalar, kreativitas, dan ketahanan belajar siswa.³ Hal ini mendukung pencapaian Profil Pelajar Pancasila yang menjadi orientasi utama pendidikan nasional dalam Kurikulum Merdeka.⁴

8.2.       Terwujudnya Budaya Sekolah yang Progresif

Karakter guru abad 21 sebagai inovator dan kolaborator turut membentuk budaya sekolah yang reflektif, terbuka terhadap perubahan, dan berbasis pembelajaran sepanjang hayat.⁵ Sekolah yang memiliki guru-guru dengan karakteristik profesional dan progresif cenderung menjadi tempat yang subur bagi pengembangan kepemimpinan pembelajaran, baik di tingkat kelas maupun tingkat kelembagaan. Ini berkontribusi pada peningkatan mutu sekolah secara sistemik.

8.3.       Penguatan Pendidikan Karakter

Guru dengan integritas tinggi dan kepemimpinan moral memiliki pengaruh besar dalam membentuk nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan semangat gotong royong pada peserta didik.⁶ Pendidikan karakter yang ditanamkan oleh guru tidak hanya melalui pengajaran langsung, tetapi juga melalui keteladanan, komunikasi, dan interaksi harian di sekolah. Di sinilah letak pentingnya guru sebagai role model dan agen transformasi nilai di lingkungan pendidikan.

8.4.       Peningkatan Kepercayaan Publik terhadap Sekolah

Mutu pendidikan juga diukur dari tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi sekolah. Guru yang profesional, komunikatif, dan adaptif terhadap perubahan teknologi serta sosial dapat membangun hubungan yang positif dengan orang tua dan masyarakat.⁷ Hal ini akan menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif dan kolaboratif, memperkuat dukungan publik terhadap kegiatan pendidikan dan menciptakan partisipasi sosial yang lebih luas.

8.5.       Kontribusi terhadap Transformasi Sistem Pendidikan

Dalam skala yang lebih luas, karakteristik guru abad 21 berkontribusi terhadap reformasi sistem pendidikan nasional. Guru yang reflektif dan berdaya inovatif akan mendorong kebijakan yang berbasis bukti, serta memperkuat praktik baik yang dapat direplikasi di berbagai satuan pendidikan.⁸ Oleh karena itu, keberhasilan transformasi pendidikan tidak hanya bergantung pada perubahan struktural, tetapi terutama pada kualitas dan karakter para pendidiknya.

Implikasi-implikasi ini menegaskan bahwa peningkatan mutu pendidikan bukan semata hasil dari kebijakan makro, tetapi merupakan hasil akumulatif dari kualitas guru dalam menjalankan perannya secara profesional dan manusiawi. Penguatan karakteristik guru abad 21 adalah langkah kunci untuk mewujudkan sistem pendidikan yang inklusif, berdaya saing, dan berorientasi masa depan.


Footnotes

[1]                OECD. TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners, Volume 1. Paris: OECD Publishing, 2019, 15–17.

[2]                Trilling, Bernie, dan Charles Fadel. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass, 2009, 87–90.

[3]                Saavedra, Anna R., dan V. Darleen Opfer. Teaching and Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. Santa Monica, CA: RAND Corporation, 2012, 11–12.

[4]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek, 2022, 4–5.

[5]                DuFour, Richard, Rebecca DuFour, dan Robert Eaker. Professional Learning Communities at Work: Best Practices for Enhancing Student Achievement. Bloomington, IN: Solution Tree Press, 2008, 67–69.

[6]                UNESCO. Education for Sustainable Development Goals: Learning Objectives. Paris: UNESCO Publishing, 2017, 23.

[7]                Fullan, Michael. The New Meaning of Educational Change, 5th ed. New York: Teachers College Press, 2016, 117–118.

[8]                Darling-Hammond, Linda, et al. Empowered Educators: How High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World. San Francisco: Jossey-Bass, 2017, 20–24.


9.           Penutup

Transformasi pendidikan di abad ke-21 menempatkan guru pada posisi sentral sebagai aktor utama perubahan. Karakteristik guru abad 21 yang mencakup kompetensi profesional, keterampilan abad 21, kemampuan literasi digital, integritas moral, serta kepemimpinan pembelajaran, merupakan fondasi penting bagi terwujudnya pendidikan yang relevan, adaptif, dan bermakna. Guru tidak hanya dituntut untuk mengajar, tetapi juga untuk menginspirasi, memfasilitasi pembelajaran aktif, dan menjadi agen perubahan di lingkungan sekolah maupun masyarakat luas.¹

Pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa peran strategis guru abad 21 berdampak signifikan terhadap mutu pendidikan, baik dalam aspek capaian belajar siswa, budaya sekolah, pendidikan karakter, maupun reformasi sistemik. Namun demikian, upaya memperkuat karakteristik guru tidak terlepas dari berbagai tantangan, mulai dari kesenjangan kompetensi dan akses teknologi, hingga beban administratif dan minimnya dukungan kesejahteraan.² Oleh karena itu, strategi penguatan yang komprehensif—melalui pelatihan berbasis praktik, coaching profesional, revitalisasi LPTK, penguatan komunitas belajar, serta reformasi kebijakan—harus diimplementasikan secara konsisten dan kolaboratif.³

Sebagaimana ditegaskan dalam laporan UNESCO, pendidikan masa depan bergantung pada kemampuan sistem untuk menempatkan guru sebagai pusat dari desain pendidikan yang adil, berkelanjutan, dan transformatif.⁴ Guru adalah tulang punggung sistem pendidikan, dan kualitas mereka menentukan arah pembangunan sumber daya manusia bangsa. Dalam konteks Indonesia, keberhasilan implementasi Profil Pelajar Pancasila, Kurikulum Merdeka, serta digitalisasi sekolah sangat ditentukan oleh kesiapan dan keberdayaan guru di lapangan.⁵

Penutup ini menegaskan bahwa investasi dalam pengembangan guru abad 21 bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Kolaborasi antara pemerintah, LPTK, satuan pendidikan, masyarakat, dan guru itu sendiri menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman dan mempersiapkan generasi masa depan yang kompeten, berkarakter, dan berdaya saing global.


Footnotes

[1]                Linda Darling-Hammond, et al., Empowered Educators: How High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World (San Francisco: Jossey-Bass, 2017), 5–7.

[2]                OECD, Teachers and School Leaders as Valued Professionals (Paris: OECD Publishing, 2020), 27–30.

[3]                DuFour, Richard, Rebecca DuFour, dan Robert Eaker, Professional Learning Communities at Work: Best Practices for Enhancing Student Achievement (Bloomington, IN: Solution Tree Press, 2008), 142–144.

[4]                UNESCO, Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for Education (Paris: UNESCO Publishing, 2021), 69–72.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila dan Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 3–5.


Daftar Pustaka

Darling-Hammond, L., Barron, B., Pearson, P. D., Schoenfeld, A. H., Stage, E. K., Zimmerman, T. D., Cervetti, G. N., & Tilson, J. L. (2005). Preparing teachers for a changing world: What teachers should learn and be able to do. Jossey-Bass.

Darling-Hammond, L., Burns, D., Campbell, C., Goodwin, A. L., Low, E. L., McIntyre, A., & Zeichner, K. (2017). Empowered educators: How high-performing systems shape teaching quality around the world. Jossey-Bass.

DuFour, R., DuFour, R., & Eaker, R. (2008). Professional learning communities at work: Best practices for enhancing student achievement. Solution Tree Press.

Fullan, M. (2016). The new meaning of educational change (5th ed.). Teachers College Press.

Hargreaves, A., & Fullan, M. (2012). Professional capital: Transforming teaching in every school. Teachers College Press.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Panduan implementasi Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2023). Panduan Platform Merdeka Mengajar. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Laporan evaluasi program guru penggerak angkatan I–III. Jakarta: Kemendikbudristek.

Lieberman, A., & Wood, D. (2003). Inside the National Writing Project: Connecting network learning and classroom teaching. Teachers College Press.

OECD. (2016). Supporting teacher professionalism: Insights from TALIS 2013. OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/9789264270695-en

OECD. (2019). TALIS 2018 results: Teachers and school leaders as lifelong learners (Vol. 1). OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/1d0bc92a-en

OECD. (2020). Teachers and school leaders as valued professionals. OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/19cf08df-en

Partnership for 21st Century Skills. (2019). P21 framework definitions. Washington, D.C.: P21. Retrieved from https://www.battelleforkids.org/networks/p21

Saavedra, A. R., & Opfer, V. D. (2012). Teaching and learning 21st century skills: Lessons from the learning sciences. RAND Corporation. https://www.rand.org/pubs/occasional_papers/OP315.html

Saifulloh, M., & Lestari, E. (2020). Kompetensi sosial guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Deepublish.

Tomlinson, C. A. (2014). The differentiated classroom: Responding to the needs of all learners (2nd ed.). ASCD.

Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. Jossey-Bass.

UNESCO. (2017). Education for sustainable development goals: Learning objectives. UNESCO Publishing.

UNESCO. (2020). Teachers in the 21st century: Global perspectives and realities. UNESCO Publishing.

UNESCO. (2021). Reimagining our futures together: A new social contract for education. UNESCO Publishing.

World Bank. (2021). Remote learning during the global school lockdown: Multi-country lessons. World Bank Group.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar