Karakteristik Guru Abad 21
Kompetensi, Peran, dan Tantangan dalam Era Transformasi
Pendidikan
Alihkan ke: PPG 2019.
Abstrak
Artikel ini membahas secara komprehensif
karakteristik yang harus dimiliki oleh guru abad 21 dalam konteks perubahan
global, perkembangan teknologi, dan transformasi sistem pendidikan nasional.
Guru abad 21 dituntut tidak hanya menguasai kompetensi pedagogis dan
profesional, tetapi juga literasi digital, kemampuan berpikir kritis dan
kreatif, serta kepemimpinan pembelajaran yang transformatif. Pembahasan
mencakup konsep dasar guru abad 21, karakteristik inti, kompetensi yang harus
dimiliki, peran strategis dalam sistem pendidikan, serta tantangan aktual yang
dihadapi di lapangan, termasuk kesenjangan digital, beban administratif, dan
ketimpangan kesejahteraan. Artikel ini juga menyajikan strategi penguatan peran
guru melalui pelatihan berbasis praktik, coaching, revitalisasi LPTK, dan
penguatan komunitas belajar profesional. Implikasi karakteristik guru abad 21
terhadap mutu pendidikan diuraikan secara jelas, terutama dalam kaitannya
dengan peningkatan capaian belajar siswa, pendidikan karakter, dan reformasi
sistemik. Artikel ini menekankan bahwa penguatan guru abad 21 bukan sekadar
kebutuhan teknis, melainkan prasyarat utama untuk menciptakan ekosistem
pendidikan yang relevan, adil, dan berkelanjutan.
Kata Kunci: guru abad 21, kompetensi pedagogis, literasi
digital, kepemimpinan pembelajaran, mutu pendidikan, transformasi pendidikan,
Kurikulum Merdeka, tantangan guru, pengembangan professional.
PEMBAHASAN
Mendefinisikan Ulang Karakteristik Guru Abad 21 untuk
Menjawab Tuntutan Zaman
1.
Pendahuluan
Dunia pendidikan
saat ini tengah menghadapi tantangan dan peluang yang luar biasa akibat
perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, terutama yang dipicu oleh
revolusi industri 4.0 dan perkembangan menuju era society 5.0. Transformasi ini
berdampak pada cara berpikir, bekerja, dan belajar manusia, sehingga menuntut
sistem pendidikan untuk terus beradaptasi, termasuk di dalamnya peran strategis
seorang guru. Guru tidak lagi hanya berfungsi sebagai sumber informasi, tetapi
dituntut menjadi fasilitator pembelajaran, pendamping pengembangan karakter,
dan agen perubahan sosial di tengah dinamika masyarakat abad ke-21.
Perubahan ini
diperkuat oleh lahirnya berbagai kebijakan pendidikan yang menekankan
pentingnya penguasaan kompetensi abad 21, yaitu
keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi (4C),
serta literasi baru seperti literasi digital, literasi data, dan literasi
manusia. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengintegrasikan konsep
tersebut ke dalam kurikulum nasional melalui Profil Pelajar Pancasila yang
menjadi arah pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik secara
holistik.¹
Dalam kerangka
global, UNESCO juga menegaskan
pentingnya peran guru sebagai penggerak utama pembelajaran sepanjang hayat yang
tidak hanya mampu mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk kesadaran
kritis dan partisipasi aktif dalam masyarakat berkelanjutan.² Oleh karena itu,
penguatan karakteristik guru abad 21 menjadi isu strategis yang tidak dapat
ditunda, terutama dalam konteks peningkatan mutu pendidikan nasional dan
pembangunan sumber daya manusia unggul.
Sayangnya, di tengah
kompleksitas perubahan tersebut, banyak guru masih menghadapi keterbatasan
dalam mengembangkan diri, baik karena kurangnya akses pelatihan berbasis
praktik maupun kendala struktural dalam sistem pendidikan. Hal ini menegaskan
perlunya redefinisi secara menyeluruh terhadap siapa itu guru abad 21, apa saja
karakteristik yang harus dimiliki, serta bagaimana ekosistem pendidikan
mendukung tumbuhnya guru yang profesional, reflektif, dan inovatif.³
Dengan demikian,
artikel ini akan mengkaji secara mendalam karakteristik guru abad 21 melalui
tinjauan konseptual, regulatif, dan empiris. Fokus utamanya adalah pada
kompetensi inti yang relevan, peran strategis guru di era disrupsi, serta
tantangan dan strategi penguatan yang dapat diterapkan dalam konteks pendidikan
nasional maupun global.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta:
Kemendikbudristek, 2022), 7–10.
[2]
UNESCO, Education for Sustainable Development Goals: Learning
Objectives (Paris: UNESCO Publishing, 2017), 18.
[3]
Linda Darling-Hammond et al., Empowered Educators: How
High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World (San
Francisco: Jossey-Bass, 2017), 14–20.
2.
Konsep Dasar Guru Abad 21
Guru abad 21
merupakan sosok pendidik yang tidak hanya bertumpu pada kemampuan mengajar
secara konvensional, tetapi juga memiliki kompetensi menyeluruh yang mampu
menjawab tantangan zaman yang dinamis. Konsep ini muncul sebagai respon atas
transformasi global yang menggeser paradigma pendidikan dari sekadar transmisi
pengetahuan menjadi proses pembentukan keterampilan hidup abad 21 (21st century
skills). Oleh karena itu, guru abad 21 diposisikan sebagai fasilitator
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, dan berorientasi pada pengembangan
kompetensi peserta didik secara holistik.¹
Ciri utama dari guru
abad 21 terletak pada pendekatannya yang berpusat pada murid (student-centered
learning), penggunaan teknologi informasi sebagai bagian integral
pembelajaran, serta kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam merancang proses
belajar. Hal ini selaras dengan kerangka P21 Framework for 21st Century Learning
yang dikembangkan oleh Partnership for 21st Century Skills
di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa guru masa kini harus mampu
mendampingi peserta didik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis,
kreatif, komunikasi efektif, dan kolaborasi (4C).²
Selain itu, guru
abad 21 dituntut untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong
learner) yang adaptif terhadap perubahan. Mereka tidak hanya harus
menguasai bidang keilmuannya secara mendalam, tetapi juga terus meningkatkan
literasi digital, literasi numerasi, dan literasi budaya serta
kewarganegaraan.³ Dalam konteks Indonesia, Kemendikbudristek mengartikulasikan
guru masa kini sebagai sosok penggerak yang memiliki semangat reflektif, mampu
memanfaatkan teknologi, dan berkomitmen pada pembelajaran berdiferensiasi untuk
memenuhi kebutuhan unik tiap peserta didik.⁴
Perbedaan mendasar
antara guru tradisional dan guru abad 21 terletak pada orientasi pendekatan dan
alat yang digunakan. Guru tradisional cenderung mengedepankan ceramah sebagai
metode utama, sementara guru abad 21 menggunakan pendekatan berbasis proyek
(project-based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem-based
learning), serta pembelajaran berbasis inkuiri dan kolaborasi digital.⁵ Hal ini
mengindikasikan pergeseran dari pendekatan yang bersifat teacher-centered
menuju paradigma learner-centered yang lebih
kontekstual dan relevan dengan kehidupan peserta didik.
Dengan demikian,
konsep dasar guru abad 21 mencakup transformasi peran dari pengajar menjadi
pembelajar bersama, dari pendidik menjadi inovator, serta dari administrator
menjadi pemimpin pembelajaran. Transformasi ini merupakan prasyarat penting
dalam membentuk generasi yang siap menghadapi kompleksitas masa depan secara
cerdas, berkarakter, dan berdaya saing global.
Footnotes
[1]
Trilling, Bernie, dan Charles Fadel. 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass, 2009, 18–25.
[2]
Partnership for 21st Century Skills. P21 Framework Definitions.
Washington, D.C.: P21, 2019, 2–3.
[3]
Saavedra, Anna Rosefsky, dan V. Darleen Opfer. Teaching and
Learning 21st Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. Santa
Monica, CA: RAND Corporation, 2012, 6–10.
[4]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia. Platform Merdeka Mengajar. Jakarta: Kemendikbudristek,
2023.
[5]
Darling-Hammond, Linda et al. The Right to Learn: A Blueprint for
Creating Schools that Work. San Francisco: Jossey-Bass, 2001, 109–112.
3.
Karakteristik Inti Guru Abad 21
Guru abad 21
merupakan representasi pendidik yang adaptif, reflektif, dan inovatif dalam
menghadapi kompleksitas pendidikan global yang terus berubah. Karakteristik
inti dari guru masa kini mencerminkan kemampuan untuk merespon kebutuhan
peserta didik yang sangat beragam, melek teknologi, serta terampil dalam
membentuk pengalaman belajar yang kontekstual dan bermakna.
Karakteristik-karakteristik ini dapat dirinci sebagai berikut:
3.1.
Berorientasi pada
Pembelajaran Berpusat pada Murid
Guru abad 21
menempatkan peserta didik sebagai subjek aktif dalam proses belajar. Pendekatan
student-centered
learning menekankan pentingnya diferensiasi pembelajaran sesuai
dengan minat, gaya belajar, dan kebutuhan murid. Guru bertindak sebagai
fasilitator dan pembimbing, bukan sekadar pemberi materi.¹ Hal ini juga sesuai
dengan arah kebijakan Merdeka Belajar yang mengedepankan
otonomi guru dan kemandirian siswa dalam belajar.²
3.2.
Melek Teknologi dan
Literasi Digital
Kemampuan dalam
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan kompetensi kunci
guru abad 21. Mereka tidak hanya harus mampu mengoperasikan perangkat dan
aplikasi, tetapi juga mengintegrasikan teknologi secara pedagogis dalam
pembelajaran.³ Guru yang melek digital dapat menciptakan pembelajaran daring
yang interaktif, melakukan asesmen digital, serta membangun ekosistem belajar
yang tidak terbatas ruang dan waktu.
3.3.
Komunikatif dan
Kolaboratif
Guru abad 21 harus
memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik secara verbal maupun
non-verbal, serta mampu membangun hubungan interpersonal yang positif dengan
peserta didik, kolega, orang tua, dan masyarakat.⁴ Karakter kolaboratif
tercermin dalam keterbukaan untuk bekerja dalam tim, mengembangkan Professional
Learning Community (PLC), serta terlibat dalam praktik berbagi dan
refleksi kolektif.
3.4.
Berpikir Kritis dan
Kreatif
Dalam menghadapi
tantangan pendidikan yang kompleks dan tidak pasti, guru abad 21 dituntut untuk
berpikir kritis dan kreatif. Mereka perlu mampu menganalisis masalah
pembelajaran, menemukan solusi inovatif, serta mendesain aktivitas belajar yang
menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada peserta didik.⁵ Guru
dengan karakter ini akan senantiasa mendorong eksplorasi, inkuiri, dan
keberanian siswa dalam mengekspresikan ide.
3.5.
Beretika dan
Berkarakter Kuat
Selain cerdas secara
intelektual dan terampil secara profesional, guru abad 21 juga harus menjadi
teladan moral dan spiritual. Nilai-nilai integritas, tanggung jawab, empati,
serta semangat melayani merupakan fondasi penting dalam membangun hubungan yang
sehat dan bermakna di lingkungan belajar.⁶ Karakter ini sejalan dengan dimensi Profil
Pelajar Pancasila yang menekankan pentingnya iman, akhlak mulia,
dan kebhinekaan global.⁷
Secara keseluruhan,
karakteristik guru abad 21 tidak hanya terfokus pada kompetensi teknis,
melainkan juga mencakup kecakapan sosial, emosional, dan etis yang memperkuat
perannya sebagai pelaku utama transformasi pendidikan. Guru yang memiliki
karakteristik-karakteristik ini akan lebih siap dalam menciptakan ekosistem
pembelajaran yang adaptif, humanis, dan berorientasi masa depan.
Footnotes
[1]
Anna R. Saavedra dan V. Darleen Opfer, Teaching and Learning 21st
Century Skills: Lessons from the Learning Sciences (Santa Monica, CA: RAND
Corporation, 2012), 10–14.
[2]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta:
Kemendikbudristek, 2022), 5–8.
[3]
Trilling, Bernie, dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 73–76.
[4]
Linda Darling-Hammond et al., Empowered Educators: How
High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World (San
Francisco: Jossey-Bass, 2017), 34–36.
[5]
Partnership for 21st Century Skills, P21 Framework Definitions
(Washington, D.C.: P21, 2019), 4–6.
[6]
OECD, Teachers and School Leaders as Valued Professionals
(Paris: OECD Publishing, 2020), 41–44.
[7]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek,
2022), 12–13.
4.
Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru
Abad 21
Dalam menghadapi
tantangan globalisasi, perkembangan teknologi, dan kompleksitas kebutuhan
peserta didik, guru abad 21 dituntut memiliki kompetensi profesional yang
holistik, dinamis, dan relevan. Kompetensi profesional tidak hanya dimaknai
sebagai penguasaan terhadap materi ajar, melainkan mencakup keterampilan
pedagogis, literasi teknologi, dan kapasitas kepemimpinan pembelajaran yang
mampu menumbuhkan budaya belajar aktif dan reflektif di sekolah.¹
4.1.
Kompetensi Pedagogik
Berbasis Diferensiasi
Kompetensi pedagogik
mencerminkan kemampuan guru dalam memahami karakteristik peserta didik,
merancang pembelajaran yang sesuai, serta melaksanakan evaluasi yang adil dan
bermakna. Dalam konteks abad 21, pendekatan ini menuntut penerapan pembelajaran
berdiferensiasi (differentiated instruction) untuk
mengakomodasi keberagaman kemampuan, gaya belajar, dan latar belakang siswa.²
Kurikulum Merdeka menggarisbawahi pentingnya fleksibilitas guru dalam
menentukan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi kelas dan capaian Profil
Pelajar Pancasila.³
4.2.
Kompetensi Profesional
dalam Penguasaan Materi Ajar
Guru abad 21 wajib
memiliki penguasaan mendalam atas bidang ilmu yang diajarkan, termasuk
pemahaman konseptual, faktual, prosedural, dan metakognitif yang relevan dengan
konteks zaman.⁴ Penguasaan ini tidak cukup dalam bentuk hafalan, tetapi harus
ditunjukkan melalui kemampuan menjelaskan, mengaitkan, serta menerapkan materi
dalam situasi nyata atau lintas disiplin. Guru juga dituntut untuk terus
memperbaharui pengetahuannya melalui pembelajaran mandiri maupun kolaboratif.
4.3.
Kompetensi Sosial dan
Kepribadian sebagai Agen Perubahan
Guru abad 21 harus
menjadi panutan moral dan sosial di lingkungan pendidikan. Hal ini mencakup kemampuan
berkomunikasi dengan empatik, membangun relasi positif dengan semua pemangku
kepentingan, serta menunjukkan sikap toleran, jujur, dan bertanggung jawab.⁵
Kompetensi ini ditekankan dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007,
yang menjadikan kepribadian dan sosial sebagai dua dari empat pilar kompetensi
dasar guru profesional.⁶ Dalam konteks ini, guru bukan hanya pengajar, tetapi
juga pemimpin pembelajaran dan agen perubahan di masyarakat.
4.4.
Kompetensi Digital dan
Teknologi Pembelajaran
Kemampuan guru dalam
memanfaatkan teknologi pembelajaran menjadi krusial dalam era digital. Ini
mencakup keterampilan dalam memilih, merancang, dan mengintegrasikan media
digital serta platform pembelajaran daring (seperti Learning Management Systems, video
conference, atau aplikasi interaktif) dalam proses belajar.⁷ Selain itu, guru
juga perlu menguasai digital literacy dan cyber
ethics, agar dapat membimbing siswa secara aman dan bertanggung
jawab dalam ruang digital.⁸
4.5.
Kompetensi Inovatif
dan Adaptif
Kompetensi ini
melibatkan kemampuan guru untuk terus berinovasi dalam metode dan pendekatan
mengajar serta bersikap adaptif terhadap perubahan kebijakan, teknologi, dan
dinamika sosial. Guru profesional abad 21 tidak hanya menjalankan kurikulum
secara administratif, tetapi mampu mengembangkan kurikulum kontekstual dan
memperbarui praktik pembelajarannya berdasarkan refleksi, asesmen formatif,
serta masukan dari komunitas belajar.⁹
Dengan menguasai
kelima kompetensi ini, guru tidak hanya akan berperan sebagai pengelola kelas
yang efektif, tetapi juga sebagai pemimpin pembelajaran (instructional
leader) yang mendorong peningkatan mutu pendidikan secara
menyeluruh. Kompetensi profesional menjadi fondasi utama untuk menjawab
tantangan pendidikan abad 21 dan membentuk generasi pembelajar yang mandiri,
kreatif, dan berkarakter.
Footnotes
[1]
OECD, Teachers and School Leaders as Valued Professionals
(Paris: OECD Publishing, 2020), 23–25.
[2]
Tomlinson, Carol Ann, The Differentiated Classroom: Responding to
the Needs of All Learners, 2nd ed. (Alexandria, VA: ASCD, 2014), 4–7.
[3]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta:
Kemendikbudristek, 2022), 6–9.
[4]
Linda Darling-Hammond et al., Preparing Teachers for a Changing
World: What Teachers Should Learn and Be Able to Do (San Francisco:
Jossey-Bass, 2005), 68–70.
[5]
Saifulloh, M., dan Lestari, E., Kompetensi Sosial Guru dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan (Yogyakarta: Deepublish, 2020), 22–24.
[6]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru,
Lampiran I.
[7]
Trilling, Bernie, dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 90–95.
[8]
UNESCO, ICT Competency Framework for Teachers (Paris: UNESCO
Publishing, 2018), 15–18.
[9]
Fullan, Michael, The New Meaning of Educational Change, 5th
ed. (New York: Teachers College Press, 2016), 39–42.
5.
Peran Strategis Guru dalam Pendidikan Abad 21
Dalam lanskap
pendidikan abad 21 yang ditandai dengan globalisasi, disrupsi teknologi, dan
perubahan sosial-budaya yang cepat, peran guru mengalami transformasi
signifikan. Guru tidak lagi hanya bertindak sebagai pengajar (instructor), tetapi
berperan sebagai fasilitator, inovator, pembelajar sepanjang hayat, dan
pemimpin pembelajaran.¹ Peran strategis ini menjadi fondasi bagi pencapaian
tujuan pendidikan nasional dan penguatan karakter peserta didik dalam
menghadapi dunia yang kompleks dan tidak pasti.
5.1.
Guru sebagai
Fasilitator Pembelajaran
Guru abad 21 menjadi
pendamping proses belajar yang memberdayakan siswa untuk berpikir kritis,
mandiri, dan reflektif. Ia tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan,
melainkan pengarah dan penyedia sumber-sumber belajar yang beragam dan
kontekstual.² Dalam praktiknya, guru memfasilitasi pembelajaran aktif melalui
pendekatan berbasis proyek (project-based learning),
kolaboratif, dan berbasis inkuiri.³ Peran ini selaras dengan semangat student-centered
learning yang menjadi prinsip dasar Kurikulum Merdeka.
5.2.
Guru sebagai Inovator
dan Desainer Pembelajaran
Guru abad 21 perlu
merancang pembelajaran yang adaptif dan inovatif dengan memanfaatkan teknologi
dan pendekatan pedagogis baru. Mereka dituntut untuk terus bereksperimen dalam
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan relevan dengan dunia nyata.⁴
Inovasi tidak hanya terkait dengan media pembelajaran, tetapi juga dalam
menyusun kurikulum kelas, metode asesmen alternatif, serta strategi pengembangan
karakter siswa.
5.3.
Guru sebagai
Pembelajar Sepanjang Hayat
Transformasi
pendidikan menuntut guru untuk memiliki komitmen terhadap lifelong
learning.⁵ Guru tidak cukup hanya lulus dari lembaga pendidikan
tenaga kependidikan (LPTK), melainkan harus terus belajar dari pengalaman,
komunitas, maupun melalui platform digital seperti Merdeka Mengajar. Pembelajaran
berkelanjutan ini bertujuan untuk menyempurnakan praktik mengajar, memperdalam
keilmuan, dan menguatkan kepemimpinan pembelajaran.
5.4.
Guru sebagai Agen
Transformasi Nilai dan Budaya Sekolah
Guru memiliki posisi
strategis dalam membentuk nilai-nilai dasar peserta didik seperti integritas,
kerja sama, dan tanggung jawab sosial.⁶ Mereka berperan sebagai teladan dan
penjaga budaya positif di sekolah, serta menjadi penggerak perubahan menuju
ekosistem pendidikan yang kolaboratif, inklusif, dan berorientasi pada
pembelajaran sepanjang hayat.⁷ Dalam konteks Profil Pelajar Pancasila, guru
bertanggung jawab untuk menumbuhkan nilai kebhinekaan global, gotong royong,
dan kemandirian di dalam kelas dan lingkungan sekolah.
5.5.
Guru sebagai Pemimpin
Pembelajaran (Instructional Leader)
Peran kepemimpinan
dalam pembelajaran menjadi ciri khas guru profesional abad 21. Mereka
diharapkan mampu menginspirasi rekan sejawat, menjadi bagian dari komunitas
praktik, dan mendorong inovasi di tingkat satuan pendidikan.⁸ Guru tidak hanya
mengelola kelas, tetapi turut mengembangkan visi pendidikan, terlibat dalam
pengambilan keputusan berbasis data, serta membina hubungan dengan orang tua dan
masyarakat.
Dengan menjalankan
peran-peran strategis ini, guru tidak hanya mencetak lulusan yang cerdas secara
akademis, tetapi juga membangun generasi yang mampu menghadapi tantangan
global, memiliki karakter kuat, dan siap menjadi warga dunia yang bertanggung
jawab.
Footnotes
[1]
Linda Darling-Hammond et al., Empowered Educators: How
High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World (San
Francisco: Jossey-Bass, 2017), 13–15.
[2]
Anna R. Saavedra dan V. Darleen Opfer, Teaching and Learning 21st
Century Skills: Lessons from the Learning Sciences (Santa Monica, CA: RAND
Corporation, 2012), 7–10.
[3]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek,
2022), 10–13.
[4]
Michael Fullan, The New Meaning of Educational Change, 5th ed.
(New York: Teachers College Press, 2016), 55–59.
[5]
OECD, Teachers as Lifelong Learners: Effective Professional
Development in an Age of Accountability (Paris: OECD Publishing, 2019),
3–5.
[6]
UNESCO, Teachers in the 21st Century: Global Perspectives and
Realities (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 22.
[7]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek,
2022), 14–15.
[8]
Andy Hargreaves dan Michael Fullan, Professional Capital:
Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College Press,
2012), 45–50.
6.
Tantangan yang Dihadapi Guru Abad 21
Transformasi
pendidikan abad 21 menghadirkan peluang besar bagi peningkatan mutu dan
relevansi pembelajaran, namun juga membawa berbagai tantangan kompleks yang
harus dihadapi oleh para guru. Perubahan paradigma pendidikan menuju
pembelajaran berbasis kompetensi, integrasi teknologi digital, serta tuntutan
untuk menciptakan lulusan berdaya saing global menempatkan guru dalam posisi
yang tidak sederhana. Tantangan-tantangan ini perlu diidentifikasi secara jujur
agar dapat dirumuskan strategi pendukung yang tepat.
6.1.
Kesenjangan Digital
dan Akses Teknologi
Salah satu tantangan
paling nyata adalah ketimpangan dalam akses terhadap teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), baik antarwilayah maupun antarindividu. Tidak semua guru
memiliki perangkat, koneksi internet, maupun literasi digital yang memadai
untuk menyelenggarakan pembelajaran berbasis teknologi.¹ Masalah ini menjadi
semakin tampak selama pandemi COVID-19, ketika pembelajaran daring menyoroti
ketimpangan infrastruktur pendidikan nasional.²
6.2.
Keterbatasan
Kompetensi Pedagogis Inovatif
Meskipun banyak guru
telah menunjukkan semangat dalam mengembangkan diri, masih terdapat kesenjangan
antara kompetensi pedagogis yang dimiliki dengan yang dibutuhkan dalam
pembelajaran abad 21.³ Pembelajaran aktif, kolaboratif, dan berbasis proyek belum
banyak diimplementasikan secara optimal, karena masih dominannya pola mengajar
tradisional dan terbatasnya pelatihan yang kontekstual dan berkelanjutan.⁴
6.3.
Beban Administratif
dan Peran Ganda
Guru di Indonesia
masih dibebani dengan pekerjaan administratif yang mengurangi waktu dan energi
untuk merancang dan merefleksikan pembelajaran.⁵ Selain itu, guru sering
memegang banyak peran tambahan di luar tugas mengajar, seperti menjadi operator
sistem data, panitia kegiatan sekolah, bahkan pengelola media sosial sekolah,
yang semuanya berkontribusi pada kelelahan profesional (burnout).⁶
6.4.
Ketimpangan
Profesionalisme dan Kesejahteraan
Profesi guru belum
sepenuhnya memperoleh pengakuan dan penghargaan sosial yang layak, terutama di
daerah-daerah tertinggal.⁷ Masalah kesejahteraan, status kepegawaian yang tidak
tetap, serta kurangnya kesempatan pengembangan profesional berdampak pada
motivasi dan kinerja guru. Hal ini menciptakan ketimpangan antara ekspektasi
terhadap kualitas guru dan dukungan sistemik yang tersedia.
6.5.
Resistensi terhadap
Perubahan dan Budaya Sekolah yang Kurang Mendukung
Sebagian guru
menunjukkan resistensi terhadap pembaruan kurikulum, teknologi, atau metode
pembelajaran baru karena minimnya pendampingan atau budaya sekolah yang tidak
mendukung kolaborasi dan inovasi.⁸ Perubahan membutuhkan ekosistem yang
mendorong keberanian untuk bereksperimen dan belajar dari kegagalan, sesuatu
yang belum banyak terbangun di banyak satuan pendidikan.
Tantangan-tantangan
tersebut menunjukkan bahwa menjadi guru di abad 21 bukan hanya soal menguasai
teknologi atau strategi mengajar, tetapi juga soal bertahan, beradaptasi, dan
tumbuh dalam sistem yang terus berubah. Oleh karena itu, strategi penguatan
peran guru harus dibarengi dengan reformasi kebijakan pendidikan, penguatan
LPTK, dan pembentukan komunitas belajar yang berkelanjutan.
Footnotes
[1]
Trilling, Bernie, dan Charles Fadel. 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass, 2009, 97–99.
[2]
World Bank. Remote Learning During the Global School Lockdown:
Multi-Country Lessons. Washington, D.C.: World Bank Group, 2021, 8–10.
[3]
OECD. Teachers and School Leaders as Valued Professionals.
Paris: OECD Publishing, 2020, 33.
[4]
Saavedra, Anna R., dan V. Darleen Opfer. Teaching and Learning 21st
Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. Santa Monica, CA: RAND
Corporation, 2012, 13–15.
[5]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia. Laporan Evaluasi Program Guru Penggerak Angkatan I–III.
Jakarta: Kemendikbudristek, 2022, 24.
[6]
Hargreaves, Andy, dan Michael Fullan. Professional Capital:
Transforming Teaching in Every School. New York: Teachers College Press,
2012, 67–70.
[7]
UNESCO. Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for
Education. Paris: UNESCO Publishing, 2021, 32.
[8]
Fullan, Michael. The New Meaning of Educational Change, 5th
ed. New York: Teachers College Press, 2016, 102–106.
7.
Strategi Penguatan Peran dan Karakteristik Guru
Penguatan peran dan
karakteristik guru abad 21 merupakan langkah strategis yang harus dijalankan
secara sistematis, berkelanjutan, dan kontekstual. Dalam menghadapi tantangan
yang kompleks di era transformasi pendidikan, tidak cukup hanya mengandalkan
motivasi individual guru, tetapi perlu intervensi kebijakan, pelatihan yang
relevan, serta dukungan ekosistem sekolah dan komunitas belajar. Berikut ini
adalah strategi-strategi utama yang dapat dilakukan:
7.1.
Pelatihan Berbasis
Praktik dan Kolaborasi
Peningkatan
kompetensi guru harus berfokus pada pelatihan yang bersifat practice-based
dan kontekstual, bukan sekadar bersifat teoritis atau instruksional satu arah.
Model pelatihan yang mendorong peer learning, lesson
study, dan co-teaching terbukti lebih efektif
dalam membangun kapasitas reflektif dan kolaboratif guru.¹ Pendekatan ini juga
memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran berbasis masalah, proyek,
dan inkuiri secara nyata.
7.2.
Pemberdayaan Melalui
Coaching dan Mentoring
Program pendampingan
berbasis coaching dan mentoring memberikan dukungan yang berkesinambungan bagi
guru dalam menjalankan praktik inovatif di kelas.² Guru senior, pengawas, atau
fasilitator profesional dapat menjadi coach yang membantu rekan sejawat
dalam mengatasi hambatan pembelajaran, mengembangkan kurikulum, atau mengelola
kelas secara efektif. Strategi ini juga memperkuat budaya saling belajar dan
bertumbuh dalam komunitas profesi.
7.3.
Revitalisasi LPTK dan
Program Pendidikan Guru
Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu bertransformasi menjadi institusi yang tidak
hanya mencetak guru, tetapi juga mengembangkan guru dengan karakter, kompetensi
digital, dan kesadaran sosial tinggi.³ Kurikulum LPTK harus terintegrasi dengan
kebutuhan pembelajaran abad 21, termasuk penerapan microteaching berbasis
teknologi, literasi data, dan asesmen formatif. Kerja sama antara LPTK dan
satuan pendidikan juga penting dalam menciptakan pengalaman belajar yang
relevan bagi calon guru.
7.4.
Penguatan Komunitas
Belajar Profesional (PLC)
Komunitas belajar
profesional atau Professional Learning Community (PLC)
merupakan sarana strategis bagi guru untuk belajar bersama secara rutin,
reflektif, dan berbasis kebutuhan nyata di sekolah.⁴ Melalui PLC, guru dapat
berbagi praktik baik, mendiskusikan tantangan pedagogis, dan merumuskan solusi
secara kolektif. Pemerintah perlu mendorong terbentuknya PLC berbasis sekolah
maupun lintas sekolah, serta menyediakan platform digital untuk kolaborasi
daring.
7.5.
Optimalisasi Platform
Digital dan Ekosistem Teknologi
Pemanfaatan platform
digital seperti Platform Merdeka Mengajar dan LMS
(Learning Management System) lainnya dapat mempercepat akses guru terhadap
sumber belajar, pelatihan daring, dan pengembangan diri mandiri.⁵ Guru yang
aktif memanfaatkan teknologi akan lebih siap menghadapi tantangan pembelajaran
hybrid dan digitalisasi pendidikan. Pemerintah dan pemda juga perlu menjamin
ketersediaan infrastruktur yang mendukung digitalisasi menyeluruh di sekolah.
7.6.
Reformasi Kebijakan
yang Berorientasi Kesejahteraan dan Penghargaan
Untuk mendorong
lahirnya guru profesional abad 21, kebijakan pemerintah harus memastikan adanya
kejelasan jenjang karier, pengakuan atas prestasi, dan kesejahteraan yang
layak.⁶ Pendekatan ini akan meningkatkan motivasi dan retensi guru, terutama di
daerah terpencil dan marginal. Regulasi juga perlu mendukung otonomi
profesional guru, dengan mengurangi beban administratif dan memperkuat peran
mereka sebagai pemimpin pembelajaran.
Melalui
strategi-strategi di atas, penguatan karakteristik guru abad 21 dapat
diwujudkan tidak hanya sebagai wacana, tetapi menjadi praktik nyata di ruang
kelas dan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Sinergi antara kebijakan,
lembaga pendidikan, sekolah, dan komunitas guru merupakan kunci menuju
ekosistem pendidikan yang inovatif, inklusif, dan berdaya saing global.
Footnotes
[1]
Lieberman, Ann, dan Diane Wood. Inside the National Writing
Project: Connecting Network Learning and Classroom Teaching. New York:
Teachers College Press, 2003, 54–56.
[2]
Kraft, Matthew A., David Blazar, dan Dylan Hogan. “The Effect of
Teacher Coaching on Instruction and Achievement: A Meta-Analysis of the Causal
Evidence.” Review of Educational Research 88, no. 4 (2018): 547–588.
[3]
Darling-Hammond, Linda, et al. Preparing Teachers for a Changing
World: What Teachers Should Learn and Be Able to Do. San Francisco:
Jossey-Bass, 2005, 112–115.
[4]
DuFour, Richard, Rebecca DuFour, dan Robert Eaker. Professional
Learning Communities at Work: Best Practices for Enhancing Student Achievement.
Bloomington, IN: Solution Tree Press, 2008, 124–127.
[5]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia. Panduan Platform Merdeka Mengajar. Jakarta:
Kemendikbudristek, 2023, 7–9.
[6]
OECD. Supporting Teacher Professionalism: Insights from TALIS 2013.
Paris: OECD Publishing, 2016, 20–23.
8.
Implikasi Karakteristik Guru terhadap Mutu
Pendidikan
Karakteristik guru
abad 21—yang mencakup kompetensi pedagogis, penguasaan teknologi, inovasi
pembelajaran, kepemimpinan, dan integritas moral—memiliki dampak langsung
terhadap peningkatan mutu pendidikan. Dalam konteks global maupun nasional,
guru telah terbukti menjadi variabel paling berpengaruh dalam meningkatkan
hasil belajar peserta didik, bahkan melampaui pengaruh kurikulum, fasilitas,
dan kebijakan lainnya.¹ Oleh karena itu, memperkuat karakteristik guru abad 21
adalah investasi strategis dalam membangun kualitas pendidikan yang
berkelanjutan.
8.1.
Peningkatan Capaian
Belajar Siswa
Guru yang mampu
menerapkan pembelajaran aktif, diferensiatif, dan berbasis teknologi secara
efektif berkontribusi signifikan terhadap capaian akademik siswa.² Penelitian
menunjukkan bahwa guru yang terampil dalam berpikir kritis dan pedagogi
berbasis kompetensi mampu menciptakan lingkungan belajar yang menumbuhkan daya
nalar, kreativitas, dan ketahanan belajar siswa.³ Hal ini mendukung pencapaian Profil
Pelajar Pancasila yang menjadi orientasi utama pendidikan nasional
dalam Kurikulum Merdeka.⁴
8.2.
Terwujudnya Budaya
Sekolah yang Progresif
Karakter guru abad
21 sebagai inovator dan kolaborator turut membentuk budaya sekolah yang
reflektif, terbuka terhadap perubahan, dan berbasis pembelajaran sepanjang
hayat.⁵ Sekolah yang memiliki guru-guru dengan karakteristik profesional dan
progresif cenderung menjadi tempat yang subur bagi pengembangan kepemimpinan
pembelajaran, baik di tingkat kelas maupun tingkat kelembagaan. Ini
berkontribusi pada peningkatan mutu sekolah secara sistemik.
8.3.
Penguatan Pendidikan
Karakter
Guru dengan
integritas tinggi dan kepemimpinan moral memiliki pengaruh besar dalam
membentuk nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan semangat gotong
royong pada peserta didik.⁶ Pendidikan karakter yang ditanamkan oleh guru tidak
hanya melalui pengajaran langsung, tetapi juga melalui keteladanan, komunikasi,
dan interaksi harian di sekolah. Di sinilah letak pentingnya guru sebagai role
model dan agen transformasi nilai di lingkungan pendidikan.
8.4.
Peningkatan
Kepercayaan Publik terhadap Sekolah
Mutu pendidikan juga
diukur dari tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi sekolah. Guru
yang profesional, komunikatif, dan adaptif terhadap perubahan teknologi serta
sosial dapat membangun hubungan yang positif dengan orang tua dan masyarakat.⁷
Hal ini akan menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif dan kolaboratif,
memperkuat dukungan publik terhadap kegiatan pendidikan dan menciptakan
partisipasi sosial yang lebih luas.
8.5.
Kontribusi terhadap
Transformasi Sistem Pendidikan
Dalam skala yang
lebih luas, karakteristik guru abad 21 berkontribusi terhadap reformasi sistem
pendidikan nasional. Guru yang reflektif dan berdaya inovatif akan mendorong
kebijakan yang berbasis bukti, serta memperkuat praktik baik yang dapat
direplikasi di berbagai satuan pendidikan.⁸ Oleh karena itu, keberhasilan
transformasi pendidikan tidak hanya bergantung pada perubahan struktural, tetapi
terutama pada kualitas dan karakter para pendidiknya.
Implikasi-implikasi
ini menegaskan bahwa peningkatan mutu pendidikan bukan semata hasil dari
kebijakan makro, tetapi merupakan hasil akumulatif dari kualitas guru dalam
menjalankan perannya secara profesional dan manusiawi. Penguatan karakteristik
guru abad 21 adalah langkah kunci untuk mewujudkan sistem pendidikan yang
inklusif, berdaya saing, dan berorientasi masa depan.
Footnotes
[1]
OECD. TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners,
Volume 1. Paris: OECD Publishing, 2019, 15–17.
[2]
Trilling, Bernie, dan Charles Fadel. 21st Century Skills: Learning
for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass, 2009, 87–90.
[3]
Saavedra, Anna R., dan V. Darleen Opfer. Teaching and Learning 21st
Century Skills: Lessons from the Learning Sciences. Santa Monica, CA: RAND
Corporation, 2012, 11–12.
[4]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia. Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek, 2022,
4–5.
[5]
DuFour, Richard, Rebecca DuFour, dan Robert Eaker. Professional
Learning Communities at Work: Best Practices for Enhancing Student Achievement.
Bloomington, IN: Solution Tree Press, 2008, 67–69.
[6]
UNESCO. Education for Sustainable Development Goals: Learning
Objectives. Paris: UNESCO Publishing, 2017, 23.
[7]
Fullan, Michael. The New Meaning of Educational Change, 5th
ed. New York: Teachers College Press, 2016, 117–118.
[8]
Darling-Hammond, Linda, et al. Empowered Educators: How
High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World. San
Francisco: Jossey-Bass, 2017, 20–24.
9.
Penutup
Transformasi
pendidikan di abad ke-21 menempatkan guru pada posisi sentral sebagai aktor
utama perubahan. Karakteristik guru abad 21 yang mencakup kompetensi
profesional, keterampilan abad 21, kemampuan literasi digital, integritas
moral, serta kepemimpinan pembelajaran, merupakan fondasi penting bagi
terwujudnya pendidikan yang relevan, adaptif, dan bermakna. Guru tidak hanya
dituntut untuk mengajar, tetapi juga untuk menginspirasi, memfasilitasi
pembelajaran aktif, dan menjadi agen perubahan di lingkungan sekolah maupun
masyarakat luas.¹
Pembahasan
sebelumnya menunjukkan bahwa peran strategis guru abad 21 berdampak signifikan
terhadap mutu pendidikan, baik dalam aspek capaian belajar siswa, budaya
sekolah, pendidikan karakter, maupun reformasi sistemik. Namun demikian, upaya
memperkuat karakteristik guru tidak terlepas dari berbagai tantangan, mulai
dari kesenjangan kompetensi dan akses teknologi, hingga beban administratif dan
minimnya dukungan kesejahteraan.² Oleh karena itu, strategi penguatan yang
komprehensif—melalui pelatihan berbasis praktik, coaching profesional,
revitalisasi LPTK, penguatan komunitas belajar, serta reformasi kebijakan—harus
diimplementasikan secara konsisten dan kolaboratif.³
Sebagaimana
ditegaskan dalam laporan UNESCO, pendidikan masa depan bergantung pada
kemampuan sistem untuk menempatkan guru sebagai pusat dari desain pendidikan
yang adil, berkelanjutan, dan transformatif.⁴ Guru adalah tulang punggung sistem
pendidikan, dan kualitas mereka menentukan arah pembangunan sumber daya manusia
bangsa. Dalam konteks Indonesia, keberhasilan implementasi Profil
Pelajar Pancasila, Kurikulum Merdeka, serta digitalisasi sekolah
sangat ditentukan oleh kesiapan dan keberdayaan guru di lapangan.⁵
Penutup ini
menegaskan bahwa investasi dalam pengembangan guru abad 21 bukanlah pilihan,
melainkan keharusan. Kolaborasi antara pemerintah, LPTK, satuan pendidikan,
masyarakat, dan guru itu sendiri menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem
pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman dan mempersiapkan generasi masa
depan yang kompeten, berkarakter, dan berdaya saing global.
Footnotes
[1]
Linda Darling-Hammond, et al., Empowered Educators: How
High-Performing Systems Shape Teaching Quality Around the World (San
Francisco: Jossey-Bass, 2017), 5–7.
[2]
OECD, Teachers and School Leaders as Valued Professionals
(Paris: OECD Publishing, 2020), 27–30.
[3]
DuFour, Richard, Rebecca DuFour, dan Robert Eaker, Professional
Learning Communities at Work: Best Practices for Enhancing Student Achievement
(Bloomington, IN: Solution Tree Press, 2008), 142–144.
[4]
UNESCO, Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for
Education (Paris: UNESCO Publishing, 2021), 69–72.
[5]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Profil Pelajar Pancasila dan Kurikulum Merdeka (Jakarta:
Kemendikbudristek, 2022), 3–5.
Daftar Pustaka
Darling-Hammond, L.,
Barron, B., Pearson, P. D., Schoenfeld, A. H., Stage, E. K., Zimmerman, T. D.,
Cervetti, G. N., & Tilson, J. L. (2005). Preparing teachers for a
changing world: What teachers should learn and be able to do. Jossey-Bass.
Darling-Hammond, L., Burns,
D., Campbell, C., Goodwin, A. L., Low, E. L., McIntyre, A., & Zeichner, K.
(2017). Empowered educators: How high-performing systems shape teaching
quality around the world. Jossey-Bass.
DuFour, R., DuFour, R.,
& Eaker, R. (2008). Professional learning communities at work: Best
practices for enhancing student achievement. Solution Tree Press.
Fullan, M. (2016). The
new meaning of educational change (5th ed.). Teachers College Press.
Hargreaves, A., &
Fullan, M. (2012). Professional capital: Transforming teaching in every
school. Teachers College Press.
Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Panduan
implementasi Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.
Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Profil Pelajar
Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek.
Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2023). Panduan
Platform Merdeka Mengajar. Jakarta: Kemendikbudristek.
Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Laporan
evaluasi program guru penggerak angkatan I–III. Jakarta:
Kemendikbudristek.
Lieberman, A., & Wood,
D. (2003). Inside the National Writing Project: Connecting network learning
and classroom teaching. Teachers College Press.
OECD. (2016). Supporting
teacher professionalism: Insights from TALIS 2013. OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/9789264270695-en
OECD. (2019). TALIS
2018 results: Teachers and school leaders as lifelong learners (Vol. 1).
OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/1d0bc92a-en
OECD. (2020). Teachers
and school leaders as valued professionals. OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/19cf08df-en
Partnership for 21st
Century Skills. (2019). P21 framework definitions. Washington, D.C.:
P21. Retrieved from https://www.battelleforkids.org/networks/p21
Saavedra, A. R., &
Opfer, V. D. (2012). Teaching and learning 21st century skills: Lessons
from the learning sciences. RAND Corporation. https://www.rand.org/pubs/occasional_papers/OP315.html
Saifulloh, M., &
Lestari, E. (2020). Kompetensi sosial guru dalam meningkatkan mutu
pendidikan. Deepublish.
Tomlinson, C. A. (2014). The
differentiated classroom: Responding to the needs of all learners (2nd
ed.). ASCD.
Trilling, B., & Fadel,
C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times.
Jossey-Bass.
UNESCO. (2017). Education
for sustainable development goals: Learning objectives. UNESCO Publishing.
UNESCO. (2020). Teachers
in the 21st century: Global perspectives and realities. UNESCO Publishing.
UNESCO. (2021). Reimagining
our futures together: A new social contract for education. UNESCO
Publishing.
World Bank. (2021). Remote
learning during the global school lockdown: Multi-country lessons. World
Bank Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar