Selasa, 03 Juni 2025

Strategi Pembelajaran: Konsep, Prinsip, dan Implementasi Efektif dalam Konteks Pendidikan Abad 21

Strategi Pembelajaran

Konsep, Prinsip, dan Implementasi Efektif dalam Konteks Pendidikan Abad 21


Alihkan ke: PPG 2019.


Abstrak

Artikel ini membahas secara komprehensif tentang strategi pembelajaran sebagai pilar utama dalam peningkatan kualitas pendidikan abad ke-21. Pembahasan dimulai dari pemahaman konseptual dan landasan teoritis strategi pembelajaran yang mengintegrasikan pendekatan behavioristik, kognitivistik, konstruktivistik, dan humanistik. Selanjutnya, diuraikan klasifikasi strategi pembelajaran yang mencakup strategi ekspositori, inkuiri, aktif, kolaboratif, kontekstual, serta strategi berbasis teknologi dan blended learning. Artikel ini juga mengkaji prinsip-prinsip pemilihan strategi yang relevan, implementasi efektif di kelas, serta tantangan dan solusi dalam penerapan di berbagai konteks pendidikan. Studi kasus praktik baik disertakan untuk memperkuat pembahasan secara empiris. Di akhir, dijelaskan bahwa strategi pembelajaran yang dirancang secara tepat tidak hanya meningkatkan hasil belajar dan motivasi peserta didik, tetapi juga menguatkan kompetensi abad ke-21 dan mendorong transformasi budaya sekolah. Artikel ini merekomendasikan penguatan kapasitas guru dan kebijakan pendidikan yang responsif guna mendukung strategi pembelajaran yang adaptif, humanis, dan transformatif.

Kata Kunci: Strategi pembelajaran, pendidikan abad ke-21, pembelajaran aktif, implementasi pembelajaran, kualitas pendidikan, Kurikulum Merdeka, guru profesional.


PEMBAHASAN

Strategi Pembelajaran dalam Proses Pendidikan


1.           Pendahuluan

Pendidikan di abad ke-21 menghadapi tantangan yang semakin kompleks seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, globalisasi, serta dinamika kebutuhan kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, strategi pembelajaran tidak lagi dapat bersifat konvensional dan seragam, melainkan harus adaptif, inovatif, dan relevan dengan tuntutan zaman. Strategi pembelajaran menjadi elemen krusial dalam proses pendidikan karena menentukan efektivitas penyampaian materi, keterlibatan peserta didik, serta pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia melalui Kurikulum Merdeka menggarisbawahi pentingnya pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan menekankan pengembangan karakter serta kompetensi abad ke-21, seperti berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas (4C).¹ Untuk mencapai hal tersebut, guru dituntut tidak hanya memahami materi pelajaran, tetapi juga menguasai beragam strategi pembelajaran yang mampu menciptakan pengalaman belajar yang bermakna dan memberdayakan peserta didik.

Menurut Joyce dan Weil, strategi pembelajaran adalah pola umum aktivitas guru dan peserta didik dalam kelas yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.² Dengan strategi yang tepat, guru dapat menyesuaikan metode, teknik, dan pendekatan pengajaran secara fleksibel sesuai dengan karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, serta konteks sosial-budaya sekolah. Hal ini sejalan dengan prinsip pedagogi diferensiatif yang menekankan perlunya modifikasi strategi berdasarkan kebutuhan dan potensi individu.³

Pentingnya strategi pembelajaran juga didukung oleh teori-teori pendidikan kontemporer, seperti konstruktivisme yang menekankan bahwa pembelajaran terjadi secara aktif melalui pengalaman dan interaksi sosial. Dalam perspektif ini, strategi pembelajaran tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi menciptakan kondisi bagi siswa untuk membangun pengetahuan mereka sendiri.⁴

Dengan latar belakang tersebut, artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam konsep, prinsip, dan implementasi strategi pembelajaran dalam kerangka pendidikan abad ke-21. Penjelasan ini diharapkan dapat memberikan wawasan teoritis dan praktis bagi guru, calon pendidik, serta pemangku kepentingan dalam merancang proses pembelajaran yang efektif, kontekstual, dan transformatif.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 12–15.

[2]                Bruce Joyce dan Marsha Weil, Models of Teaching, 9th ed. (Boston: Pearson Education, 2015), 3.

[3]                Carol Ann Tomlinson, The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learners, 2nd ed. (Alexandria, VA: ASCD, 2014), 6–7.

[4]                Jerome Bruner, The Culture of Education (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1996), 21–23.


2.           Konsep Dasar Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan bagian integral dari proses pendidikan yang mencerminkan perencanaan sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dalam konteks pedagogi modern, strategi pembelajaran tidak hanya dipahami sebagai prosedur teknis, tetapi juga sebagai pendekatan konseptual yang mencerminkan filosofi pendidikan dan teori belajar tertentu. Strategi ini menjadi jembatan antara teori pendidikan dan praktik pengajaran di ruang kelas.

Secara terminologis, strategi pembelajaran didefinisikan oleh Wina Sanjaya sebagai “perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran.”¹ Definisi ini menegaskan bahwa strategi merupakan kerangka tindakan yang melibatkan pemilihan metode, pendekatan, dan teknik pembelajaran berdasarkan analisis terhadap kebutuhan peserta didik, materi pelajaran, dan kondisi pembelajaran yang tersedia. Dengan kata lain, strategi pembelajaran adalah kerangka kerja menyeluruh yang mengarahkan proses belajar-mengajar secara sadar, terstruktur, dan adaptif.

Penting untuk membedakan antara strategi, pendekatan, metode, dan teknik dalam praktik pengajaran. Pendekatan merujuk pada sudut pandang filosofis atau psikologis dalam pembelajaran, seperti pendekatan saintifik atau humanistik. Metode adalah cara umum dalam menyampaikan materi, seperti metode ceramah atau diskusi. Teknik merupakan prosedur operasional yang lebih rinci, misalnya pembentukan kelompok atau penggunaan alat peraga tertentu. Strategi mencakup keseluruhan pemilihan dan pengorganisasian unsur-unsur tersebut dalam suatu desain pembelajaran yang terpadu.²

Dalam praktiknya, strategi pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi guru untuk merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang mampu menstimulasi partisipasi aktif siswa, memperkuat keterlibatan kognitif dan afektif, serta mencapai capaian pembelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.³ Dalam konteks Kurikulum Merdeka, strategi pembelajaran diarahkan untuk mendukung terciptanya Profil Pelajar Pancasila, melalui proses yang memfasilitasi pembelajaran kontekstual, diferensiatif, dan berorientasi pada kebutuhan peserta didik.⁴

Lebih jauh, pemilihan strategi pembelajaran sangat terkait dengan teori belajar yang digunakan sebagai landasan. Misalnya, dalam teori behavioristik, strategi lebih bersifat stimulus-respons dan penguatan, sedangkan dalam teori konstruktivistik, strategi diarahkan pada pembelajaran aktif, kolaboratif, dan pemecahan masalah. Oleh karena itu, strategi pembelajaran mencerminkan cara pandang seorang pendidik terhadap proses belajar dan peserta didik itu sendiri.⁵

Dengan demikian, pemahaman yang tepat mengenai konsep dasar strategi pembelajaran menjadi landasan esensial bagi guru untuk menyelenggarakan pembelajaran yang efektif, transformatif, dan relevan dengan kebutuhan pendidikan abad ke-21.


Footnotes

[1]                Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2006), 126.

[2]                Trianto, Model Pembelajaran Inovatif-Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), 25.

[3]                Robert J. Marzano, Classroom Instruction That Works: Research-Based Strategies for Increasing Student Achievement (Alexandria, VA: ASCD, 2001), 8–10.

[4]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 28–30.

[5]                Jean Piaget, The Psychology of Intelligence (London: Routledge, 2001), 61–65.


3.           Landasan Teoritis Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran yang efektif dan kontekstual harus dibangun di atas fondasi teori belajar yang kuat. Pemahaman terhadap teori-teori pendidikan tidak hanya memberikan arah konseptual dalam merancang pembelajaran, tetapi juga membantu pendidik memahami bagaimana peserta didik memperoleh, mengolah, dan menerapkan pengetahuan. Oleh karena itu, strategi pembelajaran dalam pendidikan abad ke-21 perlu didasarkan pada integrasi beberapa pendekatan teoretis utama, yaitu behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan humanisme.

3.1.       Teori Behaviorisme

Teori behavioristik memandang belajar sebagai perubahan perilaku yang dapat diamati sebagai hasil dari interaksi antara stimulus dan respons. Strategi pembelajaran yang berlandaskan pada teori ini menekankan penguatan (reinforcement), latihan (drill and practice), dan pengulangan.¹ Guru berperan sebagai pemberi stimulus, sedangkan peserta didik merespon sesuai dengan penguatan yang diberikan. Strategi ini masih relevan untuk pembelajaran yang bersifat mekanistik atau prosedural, seperti menghafal rumus atau tata bahasa.

3.2.       Teori Kognitivisme

Berbeda dari behaviorisme, teori kognitivisme menekankan proses mental internal yang terjadi saat belajar, seperti memori, persepsi, dan penalaran. Pembelajaran dipahami sebagai proses aktif dalam menyusun dan mengorganisasi informasi ke dalam struktur kognitif peserta didik.² Strategi pembelajaran yang berbasis kognitivisme mencakup penggunaan peta konsep, pengorganisasian materi, scaffolding, dan strategi metakognitif yang membantu siswa mengontrol proses berpikirnya sendiri.³

3.3.       Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan tidak dipindahkan secara pasif dari guru ke peserta didik, melainkan dibangun sendiri oleh peserta didik melalui interaksi aktif dengan lingkungan dan pengalaman.⁴ Strategi pembelajaran berdasarkan konstruktivisme mencakup pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning), pembelajaran kolaboratif, dan proyek. Dalam pendekatan ini, guru bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai pusat pengetahuan.

Pendekatan ini sangat relevan dengan prinsip Kurikulum Merdeka yang mendorong pembelajaran yang berdiferensiasi, kontekstual, dan berorientasi pada pengembangan kompetensi peserta didik secara utuh.⁵ Strategi konstruktivistik memungkinkan peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir kritis, komunikasi, dan kreativitas yang menjadi karakteristik utama pembelajar abad ke-21.

3.4.       Teori Humanisme

Teori humanistik menempatkan peserta didik sebagai individu yang utuh dengan potensi yang unik dan kebutuhan akan aktualisasi diri.⁶ Strategi pembelajaran berbasis humanisme mengedepankan suasana pembelajaran yang mendukung kebutuhan emosional, kepercayaan diri, dan kemandirian belajar. Penerapan teori ini dapat dilihat dalam strategi pembelajaran reflektif, personalisasi belajar, dan pembelajaran berbasis minat.

Dengan mengintegrasikan keempat pendekatan teoretis tersebut, pendidik dapat merancang strategi pembelajaran yang lebih adaptif, holistik, dan selaras dengan karakteristik peserta didik serta tuntutan kompetensi di era global.


Footnotes

[1]                B.F. Skinner, The Technology of Teaching (New York: Appleton-Century-Crofts, 1968), 12–15.

[2]                Robert Gagné, The Conditions of Learning and Theory of Instruction, 4th ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1985), 56.

[3]                Jeanne Ellis Ormrod, Educational Psychology: Developing Learners, 9th ed. (Boston: Pearson, 2020), 123–126.

[4]                Lev S. Vygotsky, Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1978), 84–85.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen, edisi revisi 2023 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 45–48.

[6]                Carl Rogers dan H. Jerome Freiberg, Freedom to Learn, 3rd ed. (New York: Merrill, 1994), 27–29.


4.           Klasifikasi dan Jenis Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran dalam konteks pendidikan abad ke-21 tidak dapat dipahami secara tunggal atau linier. Strategi tersebut harus diklasifikasikan berdasarkan orientasi proses pembelajaran, tingkat partisipasi peserta didik, dan tujuan akhir yang hendak dicapai. Klasifikasi ini penting untuk membantu guru memilih pendekatan yang sesuai dengan konteks, karakteristik siswa, dan capaian pembelajaran yang ditetapkan.

4.1.       Strategi Ekspositori dan Inkuiri

Salah satu klasifikasi mendasar adalah membedakan antara strategi ekspositori dan strategi inkuiri. Strategi ekspositori menempatkan guru sebagai sumber utama informasi yang secara langsung menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Strategi ini cocok digunakan saat pembelajaran memerlukan penyampaian informasi faktual atau konseptual secara cepat dan sistematis.¹ Contoh strategi ekspositori meliputi ceramah interaktif, demonstrasi, dan presentasi multimedia.

Sebaliknya, strategi inkuiri lebih menekankan keterlibatan aktif siswa dalam menemukan, mengeksplorasi, dan membangun pengetahuan melalui observasi, eksperimen, diskusi, dan refleksi.² Pendekatan ini selaras dengan prinsip pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kontekstual yang menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah.

4.2.       Strategi Pembelajaran Aktif, Kolaboratif, dan Kontekstual

Pendidikan abad ke-21 menekankan pentingnya strategi pembelajaran aktif (active learning) yang menempatkan siswa sebagai subjek utama dalam proses belajar. Strategi ini mencakup aktivitas seperti diskusi kelompok, debat, simulasi, studi kasus, permainan edukatif, hingga eksperimen lapangan.³ Penelitian menunjukkan bahwa strategi aktif mampu meningkatkan retensi materi, keterlibatan emosional, dan pengembangan keterampilan sosial.

Strategi pembelajaran kolaboratif (collaborative learning) melibatkan kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas atau proyek tertentu. Melalui kolaborasi, siswa belajar berbagi ide, mendengarkan sudut pandang lain, dan mengembangkan tanggung jawab bersama.⁴ Strategi ini mendukung pembentukan karakter dan nilai-nilai sosial seperti toleransi, empati, dan gotong royong, sejalan dengan nilai-nilai dalam Profil Pelajar Pancasila.⁵

Adapun strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/CTL) menekankan keterkaitan materi pelajaran dengan dunia nyata dan pengalaman kehidupan siswa. Dalam strategi ini, siswa belajar mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman mereka sebelumnya.⁶ Strategi ini memperkuat makna belajar dan mendorong transfer pengetahuan ke situasi nyata.

4.3.       Strategi Berbasis Teknologi dan Blended Learning

Kemajuan teknologi pendidikan mendorong lahirnya strategi pembelajaran berbasis teknologi, seperti pemanfaatan Learning Management System (LMS), aplikasi pembelajaran interaktif, video pembelajaran, serta penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam asesmen adaptif. Strategi ini memperluas akses terhadap sumber belajar dan mendorong pembelajaran mandiri.

Salah satu bentuk implementasi teknologi yang populer adalah blended learning, yaitu penggabungan antara pembelajaran tatap muka dan daring.⁷ Strategi ini fleksibel dan memungkinkan personalisasi pembelajaran, serta dinilai efektif meningkatkan hasil belajar jika didesain dengan baik. Blended learning menjadi solusi strategis dalam menghadapi perubahan paradigma pendidikan yang semakin digital.


Footnotes

[1]                Gagne, Robert M. The Conditions of Learning and Theory of Instruction, 4th ed. (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1985), 42–44.

[2]                Joyce, Bruce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. Models of Teaching, 9th ed. (Boston: Pearson Education, 2015), 243–247.

[3]                Silberman, Mel. Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject (Boston: Allyn & Bacon, 1996), 18–21.

[4]                Johnson, David W., Roger T. Johnson, dan Karl A. Smith. Active Learning: Cooperation in the College Classroom (Edina, MN: Interaction Book Company, 1998), 17.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 9–11.

[6]                Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s Here to Stay (Thousand Oaks, CA: Corwin Press, 2002), 5–8.

[7]                Graham, Charles R. “Blended Learning Systems: Definition, Current Trends, and Future Directions,” dalam Handbook of Blended Learning: Global Perspectives, Local Designs, ed. Curtis J. Bonk dan Charles R. Graham (San Francisco: Pfeiffer, 2006), 3–5.


5.           Prinsip-Prinsip dalam Pemilihan Strategi

Pemilihan strategi pembelajaran merupakan langkah krusial dalam perencanaan pembelajaran yang tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Setiap strategi harus dipilih berdasarkan prinsip-prinsip pedagogis yang mengedepankan kebermaknaan, efektivitas, relevansi, dan efisiensi proses pembelajaran. Prinsip-prinsip ini tidak hanya berakar pada teori pendidikan, tetapi juga diperkuat oleh kebijakan pendidikan nasional dan standar proses pembelajaran yang berlaku di Indonesia.

5.1.       Kesesuaian dengan Tujuan Pembelajaran

Strategi pembelajaran harus selaras dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Tujuan yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotorik menuntut pendekatan dan teknik yang berbeda dalam implementasinya.¹ Sebagai contoh, jika tujuan pembelajaran menekankan pada keterampilan berpikir kritis, maka strategi yang dipilih sebaiknya berbasis masalah (problem-based learning) atau berbasis proyek (project-based learning). Hal ini sejalan dengan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada capaian kompetensi sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

5.2.       Berorientasi pada Karakteristik Peserta Didik

Strategi yang dipilih harus mempertimbangkan karakteristik peserta didik, baik dari aspek usia, gaya belajar, kesiapan belajar, latar belakang budaya, maupun kebutuhan khusus.³ Kurikulum Merdeka secara eksplisit menekankan pentingnya pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodasi keragaman peserta didik melalui penyesuaian strategi pembelajaran.⁴ Dalam konteks ini, pemilihan strategi tidak bisa bersifat seragam (one-size-fits-all), tetapi harus fleksibel dan adaptif terhadap realitas kelas.

5.3.       Konteks Materi dan Lingkungan Belajar

Materi pembelajaran juga memengaruhi pemilihan strategi. Materi yang bersifat konseptual dan abstrak membutuhkan strategi yang berbeda dibandingkan dengan materi yang aplikatif atau prosedural.⁵ Selain itu, lingkungan belajar—baik fisik maupun sosial—menentukan kelayakan dan keberhasilan penerapan suatu strategi. Misalnya, strategi kolaboratif memerlukan ruang yang memungkinkan interaksi, sedangkan strategi blended learning membutuhkan dukungan teknologi yang memadai.

5.4.       Ketersediaan Sumber Daya dan Waktu

Efektivitas strategi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya, seperti media pembelajaran, waktu pelaksanaan, dan kesiapan guru. Strategi yang kompleks namun tidak didukung oleh sarana yang memadai justru berpotensi menghambat proses belajar. Oleh karena itu, guru perlu melakukan penyesuaian strategi sesuai dengan kapasitas dan situasi yang ada di sekolah.⁶

5.5.       Relevansi dengan Profil Pelajar Abad 21

Dalam kerangka pendidikan abad ke-21, strategi pembelajaran juga harus mengembangkan kompetensi esensial, seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi (4C).⁷ Strategi yang dipilih hendaknya mampu memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila, termasuk gotong royong, mandiri, dan bernalar kritis, sebagaimana ditegaskan dalam kebijakan Kurikulum Merdeka.⁸

Dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut, guru sebagai perancang pembelajaran dituntut untuk tidak hanya mengandalkan kebiasaan atau rutinitas, melainkan melakukan refleksi pedagogis dalam memilih strategi yang paling tepat dan efektif untuk mencapai hasil belajar yang optimal.


Footnotes

[1]                Robert F. Mager, Preparing Instructional Objectives (Atlanta, GA: Center for Effective Performance, 1997), 9–11.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2016), Pasal 3.

[3]                Slavin, Robert E., Educational Psychology: Theory and Practice, 12th ed. (Boston: Pearson, 2018), 56–59.

[4]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen, Edisi Revisi 2023 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 35–38.

[5]                Arends, Richard I., Learning to Teach, 10th ed. (New York: McGraw-Hill Education, 2015), 172.

[6]                Joyce, Bruce dan Marsha Weil, Models of Teaching, 9th ed. (Boston: Pearson Education, 2015), 118.

[7]                Trilling, Bernie dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 45–47.

[8]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 13–15.


6.           Implementasi Strategi Pembelajaran dalam Kelas

Strategi pembelajaran yang telah dirancang secara konseptual harus diimplementasikan dengan tepat dalam praktik pembelajaran di kelas. Implementasi tidak hanya mencakup penerapan metode secara teknis, tetapi juga integrasi nilai-nilai pedagogis, responsivitas terhadap dinamika kelas, dan penciptaan ekosistem belajar yang mendukung partisipasi aktif peserta didik. Dalam konteks pendidikan abad ke-21, implementasi strategi pembelajaran menuntut fleksibilitas, reflektifitas, dan adaptabilitas dari guru sebagai fasilitator pembelajaran.

6.1.       Perencanaan yang Komprehensif

Langkah pertama dalam implementasi adalah perencanaan pembelajaran yang sistematis. Dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berperan sebagai kerangka operasional yang menjabarkan tujuan, materi, strategi, media, dan evaluasi pembelajaran.¹ Kurikulum Merdeka mendorong penyusunan RPP yang fleksibel, sederhana, dan berorientasi pada kebermaknaan belajar. Dalam perencanaan, pemilihan strategi harus memperhatikan hasil asesmen diagnostik dan diferensiasi kebutuhan peserta didik.²

6.2.       Pelaksanaan yang Kontekstual dan Interaktif

Pada tahap pelaksanaan, guru perlu menciptakan suasana kelas yang kondusif dan mendorong keterlibatan aktif siswa. Implementasi strategi tidak boleh sekadar meniru prosedur teknis dari teori, tetapi harus disesuaikan dengan realitas kelas, kesiapan siswa, serta sumber daya yang tersedia.³ Guru juga perlu menyesuaikan gaya fasilitasi berdasarkan strategi yang digunakan: sebagai pemantik diskusi dalam strategi inkuiri, sebagai pembimbing dalam pembelajaran berbasis proyek, atau sebagai narasumber pada strategi ekspositori.⁴

Kehadiran interaksi yang bermakna antara guru dan siswa, serta antar siswa, menjadi kunci sukses pelaksanaan strategi. Pembelajaran kolaboratif, misalnya, menuntut guru untuk membangun budaya saling percaya dan komunikasi terbuka dalam kelompok. Sementara itu, dalam strategi blended learning, guru harus memastikan keseimbangan antara pembelajaran daring dan tatap muka secara sinkron dan asinkron.

6.3.       Pemanfaatan Teknologi sebagai Pendukung

Teknologi pendidikan dapat memperkuat implementasi strategi pembelajaran melalui media interaktif, simulasi digital, platform LMS, hingga aplikasi berbasis AI untuk asesmen formatif. Namun, pemanfaatan teknologi harus didasarkan pada kebutuhan pembelajaran, bukan sekadar mengikuti tren.⁵ Guru perlu memiliki literasi digital untuk memilih dan mengelola sumber belajar digital yang tepat guna dan ramah siswa.

Kebijakan Merdeka Belajar melalui Platform Merdeka Mengajar memberikan dukungan teknologi dan konten pembelajaran yang dapat dimanfaatkan guru untuk memperkaya strategi pembelajaran yang telah direncanakan.⁶

6.4.       Refleksi dan Evaluasi Strategi

Implementasi strategi pembelajaran yang efektif harus ditutup dengan refleksi. Guru perlu mengevaluasi pelaksanaan strategi: apakah sesuai dengan perencanaan, bagaimana tingkat keterlibatan siswa, serta sejauh mana capaian pembelajaran berhasil dicapai. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui umpan balik dari siswa, observasi kelas, dan analisis hasil asesmen.⁷ Hasil evaluasi ini penting untuk perbaikan strategi pada siklus pembelajaran berikutnya.

Dalam kerangka teaching as inquiry, guru diharapkan menjadi praktisi reflektif yang senantiasa meninjau efektivitas strategi yang digunakan dan melakukan penyesuaian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.⁸


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbud, 2016), Pasal 4.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen, Edisi Revisi 2023 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 18–22.

[3]                Richard I. Arends, Learning to Teach, 10th ed. (New York: McGraw-Hill Education, 2015), 171–173.

[4]                Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, Models of Teaching, 9th ed. (Boston: Pearson Education, 2015), 6–7.

[5]                Heinich, Robert et al., Instructional Media and Technologies for Learning, 9th ed. (Upper Saddle River, NJ: Pearson Merrill Prentice Hall, 2005), 88–89.

[6]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Platform Merdeka Mengajar, https://guru.kemdikbud.go.id (diakses 10 Mei 2025).

[7]                Robert J. Marzano, The Art and Science of Teaching: A Comprehensive Framework for Effective Instruction (Alexandria, VA: ASCD, 2007), 89–92.

[8]                Helen Timperley et al., Teacher Professional Learning and Development: Best Evidence Synthesis Iteration (BES) (Wellington: Ministry of Education of New Zealand, 2007), 19–21.


7.           Studi Kasus dan Praktik Baik

Untuk menguatkan pemahaman tentang implementasi strategi pembelajaran yang efektif, penting untuk mengkaji berbagai studi kasus dan praktik baik (best practices) yang telah terbukti meningkatkan kualitas pembelajaran di berbagai konteks pendidikan. Praktik baik ini tidak hanya menampilkan keberhasilan guru dalam menerapkan strategi tertentu, tetapi juga memberikan gambaran konkret tentang bagaimana prinsip-prinsip pedagogis dan kebijakan kurikulum diterapkan dalam situasi nyata. Di bawah ini disajikan tiga contoh praktik baik yang representatif di tingkat sekolah menengah.

7.1.       Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) dalam Mata Pelajaran Biologi

Di SMA Negeri 3 Yogyakarta, guru biologi menerapkan strategi Problem-Based Learning (PBL) untuk topik “Pencemaran Lingkungan”. Siswa dibagi dalam kelompok kecil dan diberikan studi kasus tentang pencemaran sungai di daerah sekitar. Mereka diminta mengidentifikasi masalah, mencari informasi dari berbagai sumber, merancang solusi, dan mempresentasikan temuan mereka.⁽¹⁾

Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan berpikir kritis dan keterampilan kolaborasi siswa. Praktik ini sejalan dengan pendekatan konstruktivistik dan mendukung profil pelajar Pancasila, khususnya pada dimensi berpikir kritis dan gotong royong.⁽²⁾

7.2.       Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) pada Mata Pelajaran Sejarah

Di MAN 2 Model Makassar, guru sejarah menerapkan model Cooperative Learning tipe Jigsaw untuk topik “Pergerakan Nasional Indonesia”. Siswa dibagi ke dalam kelompok asal, kemudian menjadi “pakar” dalam sub-topik tertentu yang dipelajari bersama kelompok pakar, sebelum kembali dan mengajarkannya kepada kelompok asal.⁽³⁾

Strategi ini meningkatkan partisipasi aktif seluruh siswa dan menciptakan pembelajaran yang saling melengkapi. Penggunaan strategi ini menunjukkan efektivitas dalam menumbuhkan tanggung jawab individu dan kerja sama tim. Selain itu, guru juga mengintegrasikan nilai toleransi dan kebhinnekaan dalam proses diskusi antaranggota kelompok.⁽⁴⁾

7.3.       Strategi Blended Learning di Masa Transisi Pembelajaran Daring

Salah satu contoh penerapan blended learning yang sukses terjadi di SMA Kristen Petra 1 Surabaya. Sekolah ini mengombinasikan pembelajaran tatap muka dan daring menggunakan platform Learning Management System (LMS) “Moodle” dan aplikasi Zoom. Guru menggunakan video pembelajaran interaktif dan kuis daring untuk kegiatan asinkron, serta diskusi langsung secara sinkron dalam kelas tatap muka.⁽⁵⁾

Evaluasi internal menunjukkan bahwa strategi ini meningkatkan fleksibilitas belajar dan motivasi siswa, khususnya dalam mata pelajaran eksakta. Penggunaan teknologi tidak hanya sebagai alat bantu, tetapi sebagai medium utama yang memperkaya strategi pembelajaran sesuai dengan konteks abad ke-21.⁽⁶⁾


Footnotes

[1]                Isnaeni, Fitri. “Penerapan Model Problem-Based Learning pada Mata Pelajaran Biologi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran IPA, vol. 4, no. 2 (2022): 101–108.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 12–14.

[3]                Wahyuni, Sri. “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah,” Jurnal Pendidikan Sejarah, vol. 6, no. 1 (2020): 22–28.

[4]                Johnson, David W., Roger T. Johnson, dan Edythe Johnson Holubec, Cooperation in the Classroom, 8th ed. (Edina, MN: Interaction Book Company, 2013), 45–47.

[5]                Wulandari, Ayu. “Strategi Blended Learning dalam Pembelajaran Fisika di Masa Pandemi Covid-19,” Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, vol. 9, no. 1 (2021): 34–40.

[6]                Graham, Charles R. “Blended Learning Systems: Definition, Current Trends, and Future Directions,” dalam Handbook of Blended Learning: Global Perspectives, Local Designs, ed. Curtis J. Bonk dan Charles R. Graham (San Francisco: Pfeiffer, 2006), 7–11.


8.           Tantangan dan Solusi dalam Implementasi Strategi Pembelajaran

Meskipun strategi pembelajaran telah dirancang secara sistematis dan sesuai dengan prinsip pedagogis yang baik, realisasi implementasinya di lapangan kerap menghadapi berbagai tantangan. Kompleksitas konteks pendidikan, keterbatasan sumber daya, serta kesiapan pelaku pendidikan menjadi faktor yang memengaruhi efektivitas pelaksanaan strategi pembelajaran di kelas. Dalam bagian ini, dibahas beberapa tantangan utama yang dihadapi guru serta solusi yang dapat diupayakan berdasarkan regulasi dan praktik profesional.

8.1.       Keterbatasan Kompetensi Guru dalam Merancang dan Mengadaptasi Strategi

Salah satu tantangan utama adalah kemampuan guru dalam merancang dan menyesuaikan strategi pembelajaran secara tepat dan kontekstual. Beberapa guru masih mengandalkan metode konvensional yang bersifat teacher-centered karena keterbatasan pemahaman terhadap variasi strategi pembelajaran yang inovatif dan berpusat pada peserta didik.¹

Untuk mengatasi hal ini, peningkatan kapasitas guru melalui program pengembangan profesional berkelanjutan menjadi sangat penting. Kemendikbudristek telah menyediakan Platform Merdeka Mengajar yang dapat dimanfaatkan guru untuk mengakses pelatihan mandiri, modul ajar, dan praktik baik pembelajaran.² Pelatihan yang efektif harus berbasis kebutuhan nyata guru dan dilakukan secara kolaboratif melalui komunitas belajar (Komunitas Belajar Guru).³

8.2.       Hambatan Sarana dan Prasarana

Implementasi strategi pembelajaran yang menuntut media interaktif, teknologi digital, atau ruang kelas fleksibel sering kali terhambat oleh keterbatasan fasilitas. Terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), infrastruktur pendidikan yang minim menyebabkan keterbatasan akses terhadap perangkat TIK dan jaringan internet.⁴

Solusinya tidak hanya terletak pada penyediaan perangkat, tetapi juga penguatan strategi low-tech dan no-tech yang tetap interaktif dan kontekstual. Guru dapat memanfaatkan sumber daya lokal, pendekatan berbasis proyek sederhana, atau metode diskusi yang memperkuat partisipasi siswa tanpa tergantung pada teknologi tinggi. Pemerintah juga didorong untuk melakukan intervensi afirmatif melalui kebijakan distribusi sarana pendidikan yang merata.⁵

8.3.       Resistensi terhadap Perubahan

Resistensi terhadap perubahan, baik dari guru maupun peserta didik, menjadi hambatan kultural dalam implementasi strategi baru. Banyak guru merasa nyaman dengan metode tradisional karena dianggap lebih mudah dikelola. Di sisi lain, peserta didik juga memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan strategi yang menuntut kemandirian, kolaborasi, dan kreativitas.⁶

Mengatasi tantangan ini memerlukan kepemimpinan pembelajaran yang transformatif, terutama dari kepala sekolah dan pengawas, yang mampu menginspirasi dan memfasilitasi perubahan budaya sekolah ke arah yang lebih inovatif. Selain itu, penting untuk menumbuhkan growth mindset di kalangan guru dan siswa melalui pembiasaan refleksi, penguatan motivasi, dan apresiasi terhadap proses belajar.⁷

8.4.       Beban Administratif Guru

Guru kerap merasa terbebani dengan tugas administratif yang mengurangi waktu dan energi untuk merancang serta merefleksikan strategi pembelajaran secara mendalam. Beban ini mencakup pelaporan berulang, format administrasi yang kaku, dan tuntutan administratif non-pedagogis.⁸

Sebagai solusi, diperlukan penyederhanaan administrasi pembelajaran seperti yang telah diatur dalam kebijakan Kurikulum Merdeka. RPP cukup disusun dalam satu halaman dengan tiga komponen utama: tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen.⁹ Selain itu, pemanfaatan teknologi untuk administrasi otomatisasi dapat mengurangi beban administratif guru secara signifikan.


Kesimpulan Sementara

Menghadapi tantangan dalam implementasi strategi pembelajaran memerlukan pendekatan sistemik dan kolaboratif. Dibutuhkan komitmen dari guru, kepala sekolah, pemerintah, dan masyarakat pendidikan secara luas untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pembelajaran aktif, reflektif, dan adaptif dalam menjawab tuntutan pendidikan abad ke-21.


Footnotes

[1]                Suyatno, “Inovasi dalam Strategi Pembelajaran: Kajian Konseptual dan Praktis,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, vol. 19, no. 3 (2019): 295.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Platform Merdeka Mengajar, https://guru.kemdikbud.go.id (diakses 10 Mei 2025).

[3]                Tim Ditjen GTK, Pedoman Komunitas Belajar Guru (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 10–12.

[4]                OECD, Education in Indonesia: Rising to the Challenge (Paris: OECD Publishing, 2015), 58–61.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Rencana Strategis Kemendikbudristek 2020–2024 (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 43.

[6]                Fullan, Michael, The New Meaning of Educational Change, 5th ed. (New York: Teachers College Press, 2016), 76–78.

[7]                Carol S. Dweck, Mindset: The New Psychology of Success (New York: Random House, 2006), 33–34.

[8]                Indonesian Corruption Watch (ICW), Laporan Kinerja Pendidikan 2021 (Jakarta: ICW, 2022), 21.

[9]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen, Edisi Revisi 2023 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 17.


9.           Implikasi Strategi Pembelajaran terhadap Kualitas Pendidikan

Strategi pembelajaran yang dipilih dan diterapkan secara tepat memiliki implikasi langsung terhadap kualitas pendidikan, baik pada level individu peserta didik maupun pada sistem pendidikan secara menyeluruh. Kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh keberadaan kurikulum dan sarana prasarana, tetapi terutama oleh bagaimana proses pembelajaran berlangsung di ruang kelas. Oleh sebab itu, strategi pembelajaran menjadi salah satu variabel determinan dalam meningkatkan efektivitas dan relevansi pendidikan di abad ke-21.

9.1.       Meningkatkan Capaian Pembelajaran

Penerapan strategi pembelajaran yang selaras dengan prinsip pedagogi modern terbukti meningkatkan capaian belajar siswa secara signifikan. Strategi aktif seperti problem-based learning, cooperative learning, atau flipped classroom mendorong keterlibatan kognitif yang lebih tinggi dan memperkuat pemahaman konsep secara mendalam.¹ Penelitian Marzano menunjukkan bahwa penggunaan strategi berbasis riset dapat meningkatkan hasil belajar hingga 20–30 persen lebih tinggi dibanding strategi konvensional.²

Strategi yang responsif terhadap gaya belajar dan kebutuhan peserta didik juga memperkecil kesenjangan hasil belajar antarindividu. Hal ini mendukung realisasi prinsip keadilan dan kesetaraan dalam pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.³

9.2.       Meningkatkan Keterlibatan dan Motivasi Peserta Didik

Strategi pembelajaran yang inovatif dan kontekstual menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menarik, sehingga meningkatkan motivasi intrinsik peserta didik.⁴ Ketika siswa merasa dihargai, dilibatkan secara aktif, dan memiliki kontrol terhadap proses belajarnya, mereka cenderung menunjukkan minat belajar yang tinggi dan daya tahan terhadap tantangan belajar.

Pembelajaran yang terfasilitasi dengan strategi yang baik juga menciptakan iklim psikologis yang positif di kelas, mendorong rasa percaya diri, dan menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap proses belajar. Kondisi ini merupakan prasyarat penting bagi berkembangnya karakter pelajar Pancasila, seperti mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.⁵

9.3.       Menguatkan Kompetensi Abad ke-21

Strategi pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi 4C (critical thinking, creativity, collaboration, communication) memainkan peran sentral dalam menyiapkan peserta didik menghadapi kompleksitas abad ke-21. Melalui strategi berbasis proyek, pembelajaran lintas disiplin, dan integrasi teknologi, siswa diajak untuk mengembangkan keterampilan problem solving dan inovasi yang dibutuhkan dalam kehidupan nyata.⁶

Kemampuan ini tidak hanya berdampak pada kesiapan peserta didik memasuki dunia kerja atau pendidikan lanjut, tetapi juga membentuk warga negara yang reflektif, beretika, dan siap berkontribusi dalam masyarakat.

9.4.       Mendorong Transformasi Budaya Sekolah

Penggunaan strategi pembelajaran yang efektif berdampak sistemik pada budaya sekolah. Ketika guru terbiasa menggunakan strategi yang kolaboratif dan reflektif, akan tumbuh budaya belajar yang terbuka, partisipatif, dan inovatif.⁷ Strategi pembelajaran yang baik juga mendorong kolaborasi antar guru melalui perencanaan bersama, observasi kelas, dan refleksi praktik mengajar.

Hal ini memperkuat profesionalisme guru sebagai pembelajar sepanjang hayat, sebagaimana ditegaskan dalam Permendikbudristek No. 40 Tahun 2021 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan.⁸


Kesimpulan Sementara

Dengan demikian, strategi pembelajaran bukan sekadar teknis penyampaian materi, melainkan instrumen kunci dalam peningkatan mutu pendidikan. Implikasinya menyentuh berbagai aspek: pencapaian hasil belajar, karakter peserta didik, budaya sekolah, hingga kesiapan sistem pendidikan dalam menjawab tantangan global.


Footnotes

[1]                Bell, Stephanie. “Project-Based Learning for the 21st Century: Skills for the Future,” The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas 83, no. 2 (2010): 39–43.

[2]                Robert J. Marzano, Classroom Instruction That Works: Research-Based Strategies for Increasing Student Achievement (Alexandria, VA: ASCD, 2001), 7–9.

[3]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 dan 11.

[4]                Ryan, Richard M. dan Edward L. Deci, “Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and New Directions,” Contemporary Educational Psychology 25, no. 1 (2000): 54–67.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 14–16.

[6]                Trilling, Bernie dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 51–57.

[7]                Hargreaves, Andy dan Michael Fullan, Professional Capital: Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College Press, 2012), 102–104.

[8]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), Bab II.


10.       Penutup

Strategi pembelajaran merupakan komponen sentral dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman. Dalam konteks pendidikan abad ke-21 yang menuntut penguasaan kompetensi berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi, strategi pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu teknis, tetapi sebagai instrumen transformasi pedagogis yang mendalam.

Pembahasan dalam artikel ini telah menguraikan berbagai aspek penting strategi pembelajaran: mulai dari konsep dasar, landasan teoretis, klasifikasi dan jenis, prinsip pemilihan, hingga implementasi di kelas serta studi kasus praktik baik. Semua ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang efektif harus dirancang secara sadar, berdasarkan teori pendidikan yang kuat, konteks peserta didik, serta dukungan lingkungan belajar yang inklusif dan adaptif.

Di sisi lain, tantangan implementasi strategi pembelajaran di lapangan, seperti keterbatasan kompetensi guru, infrastruktur yang belum merata, dan budaya sekolah yang stagnan, memerlukan solusi sistemik. Upaya perbaikan harus dilakukan melalui pelatihan berkelanjutan, penyederhanaan administrasi pembelajaran, dan penguatan kepemimpinan sekolah dalam mendorong inovasi.¹

Penerapan strategi pembelajaran yang tepat juga membawa dampak positif terhadap kualitas pendidikan secara luas. Strategi yang berbasis kebutuhan dan potensi peserta didik mendorong ketercapaian hasil belajar, penguatan karakter, peningkatan motivasi, dan penciptaan budaya belajar yang kolaboratif. Hal ini sejalan dengan visi pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Profil Pelajar Pancasila dan penguatan Merdeka Belajar

Dengan demikian, guru diharapkan tidak hanya menjadi pelaksana kurikulum, tetapi juga sebagai perancang dan pelaku inovasi pembelajaran. Transformasi pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kesungguhan guru dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan dinamika kelas dan tuntutan kompetensi masa depan. Sebagaimana ditegaskan oleh Fullan, perubahan yang berkelanjutan dalam pendidikan hanya akan terjadi ketika praktik pembelajaran diubah dari dalam kelas, oleh guru yang memiliki kapasitas reflektif dan komitmen terhadap pembelajaran bermakna.³

Sebagai penutup, perlu ditegaskan bahwa strategi pembelajaran yang efektif bukan hanya tentang apa yang diajarkan, tetapi bagaimana dan mengapa itu diajarkan. Di sinilah letak esensi profesionalisme guru abad ke-21: mampu merancang pembelajaran yang transformatif, humanis, dan kontekstual untuk mencetak generasi pembelajar sepanjang hayat.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Pembelajaran dan Asesmen, Edisi Revisi 2023 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 17–22.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 5–7.

[3]                Michael Fullan, The New Meaning of Educational Change, 5th ed. (New York: Teachers College Press, 2016), 34–36.


Daftar Pustaka

Arends, R. I. (2015). Learning to teach (10th ed.). McGraw-Hill Education.

Bell, S. (2010). Project-based learning for the 21st century: Skills for the future. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas, 83(2), 39–43. https://doi.org/10.1080/00098650903505415

Dweck, C. S. (2006). Mindset: The new psychology of success. Random House.

Fullan, M. (2016). The new meaning of educational change (5th ed.). Teachers College Press.

Gagné, R. M. (1985). The conditions of learning and theory of instruction (4th ed.). Holt, Rinehart and Winston.

Graham, C. R. (2006). Blended learning systems: Definition, current trends, and future directions. In C. J. Bonk & C. R. Graham (Eds.), Handbook of blended learning: Global perspectives, local designs (pp. 3–21). Pfeiffer.

Hargreaves, A., & Fullan, M. (2012). Professional capital: Transforming teaching in every school. Teachers College Press.

Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., & Smaldino, S. E. (2005). Instructional media and technologies for learning (9th ed.). Pearson Merrill Prentice Hall.

Indonesian Corruption Watch. (2022). Laporan kinerja pendidikan 2021. https://antikorupsi.org

Isnaeni, F. (2022). Penerapan model problem-based learning pada mata pelajaran biologi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran IPA, 4(2), 101–108.

Johnson, D. W., Johnson, R. T., & Holubec, E. J. (2013). Cooperation in the classroom (8th ed.). Interaction Book Company.

Johnson, D. W., Johnson, R. T., & Smith, K. A. (1998). Active learning: Cooperation in the college classroom. Interaction Book Company.

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2015). Models of teaching (9th ed.). Pearson Education.

Kemendikbud. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud.

Kemendikbudristek. (2020). Rencana strategis Kemendikbudristek 2020–2024. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kemendikbudristek. (2021). Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kemendikbudristek. (2022). Panduan implementasi Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kemendikbudristek. (2022). Pedoman komunitas belajar guru. Jakarta: Direktorat Jenderal GTK.

Kemendikbudristek. (2023). Panduan pembelajaran dan asesmen (Edisi revisi). Jakarta: Kemendikbudristek.

Kemendikbudristek. (2021). Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kemendikbud.

Marzano, R. J. (2001). Classroom instruction that works: Research-based strategies for increasing student achievement. ASCD.

Marzano, R. J. (2007). The art and science of teaching: A comprehensive framework for effective instruction. ASCD.

Ormrod, J. E. (2020). Educational psychology: Developing learners (9th ed.). Pearson.

OECD. (2015). Education in Indonesia: Rising to the challenge. OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/9789264230750-en

Piaget, J. (2001). The psychology of intelligence. Routledge.

Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara.

Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Intrinsic and extrinsic motivations: Classic definitions and new directions. Contemporary Educational Psychology, 25(1), 54–67. https://doi.org/10.1006/ceps.1999.1020

Silberman, M. (1996). Active learning: 101 strategies to teach any subject. Allyn & Bacon.

Slavin, R. E. (2018). Educational psychology: Theory and practice (12th ed.). Pearson.

Suyatno. (2019). Inovasi dalam strategi pembelajaran: Kajian konseptual dan praktis. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 19(3), 291–301.

Timperley, H., Wilson, A., Barrar, H., & Fung, I. (2007). Teacher professional learning and development: Best evidence synthesis iteration (BES). Ministry of Education of New Zealand.

Tomlinson, C. A. (2014). The differentiated classroom: Responding to the needs of all learners (2nd ed.). ASCD.

Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. Jossey-Bass.

Trianto. (2010). Model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Prestasi Pustaka.

Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Harvard University Press.

Wahyuni, S. (2020). Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar sejarah. Jurnal Pendidikan Sejarah, 6(1), 22–28.

Wina Sanjaya. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Kencana Prenadamedia Group.

Wulandari, A. (2021). Strategi blended learning dalam pembelajaran fisika di masa pandemi Covid-19. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 9(1), 34–40.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar