Guru PAI

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Guru PAI dalam Regulasi dan Perspektif Keilmuan


Alihkan ke: Mata Pelajaran PAI dan Bhs. Arab

·                    Al-Qur’an Hadits;

·                    Fiqih;

·                    Akidah Akhlak;

·                    Sejarah Kebudayaan Islam (SKI);

·                    Bahsa Arab.


Abstrak

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan moral peserta didik berdasarkan nilai-nilai Islam. Artikel ini membahas secara komprehensif peran, regulasi, tantangan, serta strategi peningkatan kualitas Guru PAI dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Kajian ini mengacu pada berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Studi ini mengungkap beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh Guru PAI, seperti kesenjangan kompetensi, keterbatasan akses pelatihan berkelanjutan, perkembangan teknologi, serta tantangan sosial yang berdampak pada moral peserta didik.

Melalui analisis studi kasus di berbagai daerah dan sekolah unggulan, ditemukan bahwa inovasi dalam pembelajaran PAI, seperti penerapan blended learning, pendekatan berbasis riset, serta integrasi teknologi dalam metode pengajaran, dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran agama Islam. Artikel ini juga menyajikan best practices yang dapat diterapkan oleh Guru PAI, termasuk pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, pendekatan student-centered learning, penguatan pendidikan karakter melalui keteladanan guru, serta kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Sebagai rekomendasi, pemerintah perlu memperkuat program sertifikasi dan pengembangan profesional Guru PAI, mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran agama Islam, meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan agama, serta mendorong sinergi antara sekolah dan komunitas keagamaan. Dengan strategi yang tepat, Guru PAI dapat lebih efektif dalam membentuk peserta didik yang memiliki pemahaman keislaman yang kuat serta mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Kata Kunci: Guru Pendidikan Agama Islam, regulasi pendidikan, kurikulum PAI, tantangan guru, teknologi pendidikan Islam, pendidikan karakter, best practices.


PEMBAHASAN

Guru Pendidikan Agama Islam


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan moral peserta didik di Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, sistem pendidikan nasional mengakomodasi Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah yang berlandaskan pada regulasi negara. Pendidikan Agama Islam bukan hanya bertujuan untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan keislaman, tetapi juga untuk menanamkan nilai-nilai akhlak yang berlandaskan pada ajaran Islam. Dalam konteks pendidikan nasional, eksistensi dan peran Guru PAI diatur dalam berbagai regulasi yang menegaskan pentingnya pendidikan agama dalam membangun masyarakat yang berakhlak dan berkarakter islami.

Pentingnya peran Guru PAI ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”¹ Dengan demikian, Guru PAI memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa tujuan pendidikan ini dapat tercapai melalui pengajaran yang berbasis nilai-nilai Islam.

Secara historis, pendidikan Islam di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup panjang, mulai dari sistem pendidikan tradisional berbasis pesantren hingga integrasi ke dalam sistem pendidikan nasional.² Di era modern, tantangan yang dihadapi oleh Guru PAI semakin kompleks, termasuk dalam hal kurikulum, metode pembelajaran, serta adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan dinamika sosial. Oleh karena itu, pemahaman terhadap regulasi yang mengatur Guru PAI, kompetensi yang dibutuhkan, serta metode pengajaran yang efektif sangatlah penting untuk memastikan efektivitas pendidikan agama Islam di sekolah.

1.2.       Tujuan Penulisan

Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif mengenai peran, regulasi, serta tantangan yang dihadapi oleh Guru PAI dalam sistem pendidikan nasional. Fokus utama pembahasan mencakup regulasi terkait Guru PAI, kompetensi yang dibutuhkan berdasarkan standar nasional, metode pembelajaran yang efektif, serta berbagai tantangan yang dihadapi di era digital dan globalisasi. Dengan menggunakan sumber-sumber akademik dan regulasi yang kredibel, artikel ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi para pendidik, akademisi, serta pemangku kebijakan dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam di Indonesia.

1.3.       Metode Pendekatan

Penulisan artikel ini menggunakan pendekatan analisis regulasi serta kajian literatur dari berbagai sumber yang kredibel. Regulasi yang menjadi rujukan utama meliputi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.³ Selain itu, kajian literatur akademik dari berbagai buku, jurnal, dan penelitian terdahulu juga digunakan untuk memberikan perspektif yang lebih luas terhadap peran dan tantangan Guru PAI di era modern.

Pendekatan yang digunakan dalam analisis ini adalah pendekatan normatif dan deskriptif. Pendekatan normatif digunakan untuk memahami dasar hukum dan regulasi yang mengatur Guru PAI, sedangkan pendekatan deskriptif digunakan untuk menganalisis kondisi faktual terkait kompetensi, tantangan, dan strategi pengembangan Guru PAI di lapangan. Dengan demikian, artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang posisi Guru PAI dalam sistem pendidikan nasional berdasarkan perspektif regulasi dan keilmuan.


Catatan Kaki

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.

[2]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 45.

[3]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 8; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 2.


2.           Konsep Guru Pendidikan Agama Islam

2.1.       Definisi dan Karakteristik Guru PAI

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan tenaga pendidik yang memiliki tugas utama dalam mendidik, mengajarkan, dan membimbing peserta didik dalam aspek keislaman sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.¹ Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.² Secara khusus, Guru PAI bertanggung jawab dalam menanamkan nilai-nilai Islam serta membangun karakter dan moral peserta didik agar sesuai dengan ajaran Islam.

Karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang Guru PAI tidak hanya mencakup kecakapan pedagogik, tetapi juga integritas moral dan spiritual yang tinggi. Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, seorang Guru PAI harus memiliki kualifikasi akademik yang sesuai, kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian, serta memiliki sertifikasi sebagai pendidik profesional.³

Dalam perspektif Islam, seorang Guru PAI tidak hanya bertindak sebagai pendidik, tetapi juga sebagai murabbi (pembina akhlak), mu’allim (pengajar ilmu agama), mursyid (pembimbing spiritual), dan mudarris (pendidik dalam aspek kognitif).⁴ Hal ini mencerminkan bahwa peran seorang Guru PAI bukan sekadar menyampaikan materi ajar, tetapi juga membentuk akhlak peserta didik sesuai dengan nilai-nilai Islam.

2.2.       Kompetensi Dasar yang Harus Dimiliki Guru PAI

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, setiap guru, termasuk Guru PAI, harus memiliki empat kompetensi utama:

1)                  Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang efektif. Guru PAI harus mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan karakteristik peserta didik.

2)                  Kompetensi Kepribadian, yaitu sikap dan kepribadian yang mencerminkan keteladanan bagi peserta didik. Seorang Guru PAI harus memiliki akhlak yang baik dan menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari.

3)                  Kompetensi Profesional, yaitu penguasaan materi ajar secara mendalam. Guru PAI harus memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap Al-Qur’an, Hadis, Fiqh, Akidah, Akhlak, dan Sejarah Peradaban Islam.

4)                  Kompetensi Sosial, yaitu kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama pendidik, orang tua, serta masyarakat dalam rangka menunjang pendidikan Islam yang lebih baik.⁵

Selain kompetensi tersebut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, dinyatakan bahwa seorang Guru PAI juga harus memiliki kompetensi spiritual, yaitu kemampuan dalam menginternalisasi dan mengajarkan nilai-nilai keislaman secara autentik dan tidak hanya bersifat kognitif semata.⁶

2.3.       Peran Guru PAI dalam Pembentukan Karakter Siswa

Salah satu tujuan utama dari Pendidikan Agama Islam adalah membentuk karakter peserta didik agar sesuai dengan nilai-nilai Islam yang berlandaskan iman dan takwa (IMTAQ) serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).⁷ Dalam hal ini, Guru PAI memiliki beberapa peran strategis dalam membangun karakter peserta didik, di antaranya:

1)                  Sebagai Teladan Moral

Guru PAI harus menjadi contoh bagi peserta didik dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Hal ini sesuai dengan konsep uswah hasanah (teladan yang baik) sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupan beliau.⁸

2)                  Sebagai Pemandu Spiritual

Guru PAI bertugas membimbing peserta didik dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam, termasuk dalam ibadah, akhlak, serta nilai-nilai keislaman yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3)                  Sebagai Motivator dalam Pembelajaran

Guru PAI harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif agar peserta didik memiliki semangat dalam mempelajari ajaran Islam. Pembelajaran PAI harus menarik dan tidak hanya berfokus pada hafalan, tetapi juga pemahaman yang mendalam dan implementasi dalam kehidupan nyata.

4)                  Sebagai Mediator Sosial

Guru PAI berperan dalam membangun hubungan harmonis antara peserta didik dengan lingkungannya. Pendidikan Islam menekankan pentingnya ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) yang harus diterapkan di dalam kelas dan kehidupan bermasyarakat.

Dalam praktiknya, peran Guru PAI tidak bisa terlepas dari tantangan yang dihadapi, termasuk perkembangan teknologi, perubahan sosial, dan krisis moral yang terjadi di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, Guru PAI harus terus meningkatkan kompetensinya agar mampu menghadapi berbagai tantangan tersebut.


Catatan Kaki

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 Ayat 1.

[2]                Ibid.

[3]                Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Pasal 2.

[4]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 63.

[5]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10.

[6]                Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 3.

[7]                Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 87.

[8]                QS. Al-Ahzab (33) ayat 21.


3.           Regulasi Tentang Guru Pendidikan Agama Islam di Indonesia

3.1.       Dasar Hukum dan Kebijakan Terkait Guru PAI

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki kedudukan penting dalam sistem pendidikan nasional yang diatur melalui berbagai regulasi. Regulasi ini tidak hanya mengatur standar kompetensi dan kualifikasi akademik Guru PAI, tetapi juga mencakup hak dan kewajiban mereka sebagai pendidik profesional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan agama merupakan bagian dari pendidikan nasional yang bertujuan untuk membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia.¹

Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru, termasuk Guru PAI, adalah pendidik profesional yang wajib memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV), kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.² Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan mempertegas bahwa setiap satuan pendidikan di Indonesia wajib menyediakan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik dan diajarkan oleh pendidik yang berkompeten di bidangnya.³

Regulasi lain yang berkaitan dengan Guru PAI adalah Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah yang menetapkan bahwa Guru PAI harus memiliki sertifikasi pendidik dan menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip profesionalisme dalam pendidikan.⁴ Dengan adanya regulasi tersebut, pemerintah berupaya untuk meningkatkan mutu pengajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah formal.

3.2.       Kualifikasi Akademik dan Sertifikasi Guru PAI

Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, seorang Guru PAI harus memenuhi standar kualifikasi akademik yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Penataan Linieritas Guru Bersertifikat Pendidik, Guru PAI yang mengajar di sekolah formal harus memiliki latar belakang pendidikan yang relevan, yaitu lulusan dari program studi Pendidikan Agama Islam atau yang setara.⁵

Selain kualifikasi akademik, sertifikasi guru menjadi aspek penting dalam profesionalisme Guru PAI. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa sertifikasi pendidik dilakukan melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG). Guru yang telah lulus sertifikasi berhak mendapatkan tunjangan profesi sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja mereka dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama.⁶ Sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa hanya tenaga pendidik yang memiliki kompetensi yang sesuai yang dapat mengajar Pendidikan Agama Islam di sekolah.

Proses sertifikasi ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan, yang menegaskan bahwa sertifikasi bagi Guru PAI dilakukan melalui program yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki izin resmi dari pemerintah.⁷ Dengan demikian, regulasi ini menjamin bahwa Guru PAI yang mengajar di sekolah memiliki kompetensi yang terstandarisasi secara nasional.

3.3.       Hak dan Kewajiban Guru PAI dalam Sistem Pendidikan Nasional

Sebagai bagian dari tenaga pendidik profesional, Guru PAI memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur dalam berbagai regulasi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 menggariskan beberapa hak yang dimiliki oleh guru, termasuk:

1)                  Mendapatkan penghasilan yang layak, termasuk gaji pokok, tunjangan profesi, serta insentif lain yang sesuai dengan kebijakan pemerintah.

2)                  Mendapatkan kesempatan pengembangan profesional, seperti pelatihan, workshop, dan program peningkatan kompetensi.

3)                  Mendapatkan perlindungan hukum, baik dalam menjalankan tugas mengajar maupun dalam perlindungan terhadap hak-hak profesional mereka.

4)                  Memperoleh penghargaan dan pengakuan atas prestasi dan kinerja dalam mendidik peserta didik.⁸

Di sisi lain, kewajiban Guru PAI juga telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, yang mencakup:

1)                  Melaksanakan pembelajaran secara profesional, dengan mengacu pada kurikulum yang berlaku.

2)                  Membimbing peserta didik dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis.

3)                  Menjadi teladan dalam sikap dan perilaku, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

4)                  Meningkatkan kualitas dan kompetensi diri secara berkelanjutan melalui program pendidikan dan pelatihan.⁹

Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007, dijelaskan bahwa Guru PAI memiliki kewajiban untuk berperan aktif dalam pembinaan moral dan spiritual peserta didik, baik dalam aspek akademik maupun dalam kehidupan sehari-hari.¹⁰ Hal ini sejalan dengan tujuan utama pendidikan agama Islam, yaitu membentuk karakter peserta didik agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat kepada Allah Swt.


Catatan Kaki

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.

[2]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 8.

[3]                Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 2.

[4]                Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Pasal 4.

[5]                Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Penataan Linieritas Guru Bersertifikat Pendidik, Pasal 6.

[6]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 11.

[7]                Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan, Pasal 3.

[8]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 14.

[9]                Ibid., Pasal 20.

[10]             Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 4.


4.           Kurikulum dan Metode Pembelajaran Guru PAI

4.1.       Kurikulum Pendidikan Agama Islam dalam Pendidikan Formal

Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia merupakan bagian integral dari kurikulum nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan agama merupakan mata pelajaran wajib yang harus diajarkan di semua jenjang pendidikan formal, mulai dari tingkat dasar hingga menengah.¹ Implementasi kurikulum PAI dirancang untuk membentuk peserta didik agar memiliki pemahaman yang kuat terhadap ajaran Islam serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013, kurikulum PAI mencakup beberapa aspek utama, yaitu:

1)                  Al-Qur’an dan Hadis, yang berfokus pada kemampuan membaca, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur’an dan Hadis dalam kehidupan sehari-hari.

2)                  Akidah, yang bertujuan untuk menanamkan keimanan kepada Allah Swt, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, dan qada dan qadar.

3)                  Akhlak, yang mengajarkan nilai-nilai etika Islam agar peserta didik memiliki kepribadian yang luhur.

4)                  Fiqh, yang membahas tata cara beribadah dan muamalah berdasarkan hukum Islam.

5)                  Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), yang memberikan wawasan tentang perjalanan sejarah Islam serta tokoh-tokoh berpengaruh dalam peradaban Islam.²

Kurikulum ini bersifat dinamis dan mengalami revisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Pada Kurikulum Merdeka, pendekatan pembelajaran lebih fleksibel dan memberikan keleluasaan bagi pendidik untuk menyesuaikan materi dengan kebutuhan peserta didik serta kondisi sosial budaya setempat.³

4.2.       Pendekatan Pedagogis dalam Pembelajaran PAI

Agar tujuan kurikulum dapat tercapai dengan efektif, Guru PAI harus memiliki strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, pembelajaran PAI harus berbasis pada pendekatan yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).⁴

Pendekatan pedagogis yang umum digunakan dalam pengajaran PAI meliputi:

1)                  Metode Ceramah

Metode ini digunakan untuk menyampaikan konsep-konsep dasar dalam PAI. Meskipun metode ini sering dianggap kurang interaktif, namun dengan variasi teknik, seperti penggunaan multimedia atau storytelling, ceramah dapat menjadi lebih menarik dan efektif.

2)                  Metode Diskusi

Metode ini melibatkan interaksi antara guru dan peserta didik dalam membahas suatu topik tertentu. Dengan diskusi, peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis serta memahami ajaran Islam dalam perspektif yang lebih luas.

3)                  Metode Demonstrasi

Guru memberikan contoh nyata dalam praktik ibadah seperti wudhu, shalat, dan membaca Al-Qur’an. Metode ini sangat efektif untuk pembelajaran fiqh dan aspek praktis lainnya dalam Islam.

4)                  Metode Problem-Based Learning (PBL)

Model pembelajaran berbasis masalah ini mendorong peserta didik untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan nyata berdasarkan ajaran Islam.⁵

5)                  Metode Inquiry-Based Learning

Dalam metode ini, peserta didik diajak untuk menggali dan menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan yang diajukan terkait ajaran Islam. Metode ini menumbuhkan sikap ingin tahu dan meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam.

6)                  Metode Role-Playing

Dalam metode ini, peserta didik melakukan simulasi atau permainan peran dalam menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti interaksi sosial berdasarkan akhlak Islam.⁶

4.3.       Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran PAI

Seiring dengan perkembangan teknologi, Guru PAI dituntut untuk mampu mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa pembelajaran harus berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi.⁷

Beberapa teknologi yang dapat digunakan dalam pembelajaran PAI meliputi:

1)                  E-Learning dan Learning Management System (LMS)

Guru dapat memanfaatkan platform seperti Google Classroom, Moodle, atau aplikasi berbasis Islam untuk menyampaikan materi dan tugas secara daring.

2)                  Multimedia Interaktif

Video, animasi, dan infografis dapat digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep dalam Islam dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik.

3)                  Aplikasi Mobile Islami

Aplikasi seperti Quran.com, Muslim Pro, dan Tafsir Ibnu Katsir dapat digunakan untuk membantu peserta didik dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis.

4)                  Media Sosial sebagai Sarana Dakwah Digital

Guru PAI dapat memanfaatkan platform seperti YouTube, Instagram, dan Telegram untuk menyampaikan materi PAI secara kreatif dan menjangkau lebih banyak peserta didik.⁸

Dengan pemanfaatan teknologi yang tepat, pembelajaran PAI dapat menjadi lebih efektif, interaktif, dan relevan dengan kebutuhan peserta didik di era digital.


Catatan Kaki

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12 Ayat 1.

[2]                Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013, Pasal 3.

[3]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 15.

[4]                Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Pasal 5.

[5]                Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 120.

[6]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 78.

[7]                Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 6.

[8]                Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Tantangan Masa Depan (Bandung: Pustaka Al-Kautsar, 2018), 92.


5.           Tantangan dan Solusi bagi Guru PAI

5.1.       Tantangan Utama dalam Profesi Guru PAI

Sebagai pendidik yang berperan dalam membentuk karakter dan moral peserta didik, Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) menghadapi berbagai tantangan yang terus berkembang. Tantangan ini mencakup aspek kompetensi profesional, perubahan sosial, perkembangan teknologi, serta kebijakan pendidikan yang dinamis. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pendidikan agama memiliki fungsi strategis dalam membangun karakter bangsa, namun implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai kendala.¹

Beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh Guru PAI antara lain:

5.1.1.      Kesenjangan Kompetensi Pedagogik dan Profesional

Meskipun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mewajibkan guru memiliki sertifikasi pendidik dan kualifikasi akademik minimal S1, masih banyak Guru PAI yang belum memiliki sertifikat profesi atau mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG).² Hal ini berdampak pada kurangnya kualitas pengajaran yang diberikan serta keterbatasan dalam mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif.

5.1.2.      Minimnya Pelatihan dan Pengembangan Profesional Berkelanjutan

Pelatihan dan program pengembangan profesional bagi Guru PAI masih belum merata di berbagai daerah. Menurut penelitian Muhaimin dalam bukunya "Paradigma Pendidikan Islam", masih banyak guru yang mengalami kesulitan dalam mengakses pelatihan berbasis teknologi dan pedagogi modern, terutama di daerah terpencil.³

5.1.3.      Perubahan Sosial dan Tantangan Moral Peserta Didik

Perubahan sosial yang terjadi akibat globalisasi, modernisasi, dan pergaulan bebas turut menjadi tantangan bagi Guru PAI. Maraknya pengaruh media sosial, konten digital yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, serta pergeseran nilai moral di kalangan generasi muda menjadi tantangan serius bagi Guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai agama yang kuat pada peserta didik.⁴

5.1.4.      Kurangnya Pemanfaatan Teknologi dalam Pembelajaran PAI

Di era digital, Guru PAI perlu menguasai teknologi dalam proses pembelajaran. Namun, masih banyak guru yang belum terbiasa dengan e-learning, penggunaan Learning Management System (LMS), atau media digital interaktif.⁵ Selain itu, tidak semua sekolah memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi.

5.1.5.      Keterbatasan Sarana dan Prasarana

Di beberapa sekolah, terutama yang berada di daerah terpencil, keterbatasan sarana pembelajaran seperti buku ajar, laboratorium keagamaan, serta fasilitas pembelajaran digital menjadi hambatan besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam.⁶

5.2.       Solusi dan Strategi Peningkatan Kompetensi Guru PAI

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, diperlukan strategi yang sistematis dan berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas Guru PAI. Beberapa solusi yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:

5.2.1.      Peningkatan Kompetensi melalui Program Sertifikasi dan Pengembangan Profesional

Sebagai upaya meningkatkan kompetensi Guru PAI, pemerintah telah mengadakan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian guru.⁷ Program ini harus dioptimalkan agar semua Guru PAI dapat memiliki sertifikasi yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

5.2.2.      Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran PAI

Untuk mengatasi keterbatasan dalam pemanfaatan teknologi, Guru PAI harus dibekali dengan pelatihan e-learning, penggunaan media digital dalam pembelajaran, serta penguasaan Learning Management System (LMS).⁸ Dengan adanya platform digital, pembelajaran PAI dapat dilakukan secara lebih interaktif dan menarik bagi peserta didik.

5.2.3.      Penguatan Peran Guru PAI dalam Pendidikan Karakter

Guru PAI perlu diberikan bimbingan dan pelatihan tentang pendekatan psikologis dan metode dakwah yang efektif bagi generasi muda. Pendidikan karakter harus menjadi bagian dari kurikulum yang diintegrasikan dalam berbagai aspek kehidupan sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, ditegaskan bahwa pendidikan karakter harus berbasis nilai-nilai agama dan budaya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.⁹

5.2.4.      Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Agama yang Memadai

Pemerintah perlu lebih serius dalam meningkatkan infrastruktur pendidikan agama, terutama di daerah-daerah yang masih memiliki keterbatasan akses terhadap sumber belajar dan fasilitas pendidikan yang layak. Pengadaan perpustakaan digital Islam, laboratorium keagamaan, serta aplikasi pembelajaran berbasis teknologi harus menjadi prioritas dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam.¹⁰

5.2.5.      Kolaborasi antara Pemerintah, Masyarakat, dan Lembaga Pendidikan

Untuk mengoptimalkan peran Guru PAI, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, sekolah, keluarga, serta komunitas keagamaan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan agama Islam. Program parenting Islami, kegiatan ekstrakurikuler berbasis keagamaan, serta program mentoring berbasis pesantren dapat membantu meningkatkan pemahaman keagamaan peserta didik secara lebih mendalam.¹¹


Catatan Kaki

[1]                Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 2.

[2]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 8.

[3]                Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 110.

[4]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 75.

[5]                Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Tantangan Masa Depan (Bandung: Pustaka Al-Kautsar, 2018), 90.

[6]                Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Pasal 7.

[7]                Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Program Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan, Pasal 3.

[8]                Ibid., Pasal 4.

[9]                Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Pasal 5.

[10]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Laporan Evaluasi Pendidikan Islam 2020 (Jakarta: Kemendikbud, 2021), 45.

[11]             Yusuf Hasyim, Strategi Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Bangsa (Jakarta: Bumi Aksara, 2020), 120.


6.           Studi Kasus dan Best Practices

6.1.       Implementasi Kebijakan tentang Guru PAI di Berbagai Daerah

Kebijakan pendidikan agama Islam di Indonesia telah diatur dalam berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Namun, implementasi kebijakan tersebut tidak selalu berjalan optimal di seluruh daerah, terutama karena adanya perbedaan kondisi sosial, budaya, serta infrastruktur pendidikan.¹

Beberapa daerah di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan dalam implementasi kebijakan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Provinsi Jawa Timur, misalnya, melalui program "Madrasah Diniyah Plus", telah mengintegrasikan pendidikan agama dengan kurikulum umum di sekolah formal.² Program ini memungkinkan peserta didik mendapatkan pembelajaran agama yang lebih mendalam tanpa mengurangi standar akademik yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Di Provinsi Aceh, implementasi pendidikan Islam berbasis syariah telah dioptimalkan melalui regulasi daerah yang mewajibkan sekolah-sekolah untuk memperkuat pengajaran PAI.³ Program ini ditopang oleh berbagai pelatihan bagi Guru PAI agar mereka memiliki kompetensi yang lebih baik dalam mengajarkan nilai-nilai Islam secara kontekstual kepada peserta didik.

Sementara itu, di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), program "Sekolah Ramah Anak Berbasis Islam" telah diterapkan sebagai bagian dari strategi pendidikan berbasis karakter Islami.⁴ Model ini mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam sistem pendidikan formal dengan pendekatan yang lebih humanis dan berbasis kasih sayang.

6.2.       Studi Kasus Keberhasilan Pembelajaran PAI di Sekolah-sekolah Unggulan

Selain implementasi kebijakan di tingkat daerah, beberapa sekolah di Indonesia juga telah berhasil mengembangkan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang inovatif dan efektif.

6.2.1.      SMA Negeri 1 Yogyakarta: Integrasi Kurikulum PAI dengan Teknologi Digital

Di SMA Negeri 1 Yogyakarta, guru-guru PAI telah menerapkan model blended learning, yaitu kombinasi antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran daring berbasis teknologi. Guru menggunakan Learning Management System (LMS) untuk memberikan materi ajar, ujian daring, serta forum diskusi bagi peserta didik. Hal ini memungkinkan siswa untuk lebih fleksibel dalam mengakses materi dan meningkatkan pemahaman mereka terhadap ajaran Islam.⁵

6.2.2.      MAN Insan Cendekia Serpong: Model Pembelajaran Berbasis Riset Islam

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia Serpong telah menerapkan pendekatan riset dalam pendidikan agama Islam.⁶ Guru PAI di sekolah ini mengajak peserta didik untuk melakukan penelitian kecil terkait implementasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti penelitian tentang etika bisnis Islami atau pemanfaatan zakat dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Metode ini membuat pembelajaran lebih aplikatif dan relevan dengan kehidupan nyata.

6.2.3.      Pondok Pesantren Gontor: Model Tarbiyah Islamiyah Berbasis Karakter

Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor telah lama dikenal dengan sistem pendidikan Islam yang menekankan pendidikan karakter Islami dalam kurikulumnya. Guru PAI di pesantren ini tidak hanya berperan sebagai pendidik, tetapi juga sebagai murabbi (pembimbing spiritual) yang mengarahkan santri dalam aspek akademik maupun akhlak.⁷ Model ini terbukti efektif dalam membentuk lulusan yang tidak hanya memiliki keilmuan Islam yang mendalam, tetapi juga memiliki karakter yang kuat.

6.3.       Best Practices dalam Pembelajaran PAI Berbasis Inovasi

Dari berbagai studi kasus yang telah dibahas, dapat disimpulkan beberapa best practices yang dapat diterapkan oleh Guru PAI untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran:

6.3.1.      Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran PAI

Teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran agama Islam. Beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh Guru PAI adalah:

·                     Pemanfaatan aplikasi Islami seperti Quran.com, Muslim Pro, dan Hadith Encyclopedia untuk membantu peserta didik memahami materi secara lebih interaktif.

·                     Pembuatan konten edukatif di media sosial seperti YouTube dan Instagram untuk menarik minat generasi muda dalam belajar Islam.⁸

6.3.2.      Pendekatan Student-Centered Learning dalam Pembelajaran PAI

Pendekatan ini memungkinkan peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran melalui metode project-based learning, diskusi kelompok, serta refleksi spiritual.⁹ Model ini telah diterapkan di beberapa sekolah unggulan dan terbukti meningkatkan pemahaman serta internalisasi nilai-nilai Islam di kalangan peserta didik.

6.3.3.      Penguatan Pendidikan Karakter melalui Role Model Guru PAI

Guru PAI harus menjadi uswah hasanah (teladan yang baik) bagi peserta didik. Studi yang dilakukan oleh Yusuf Qardhawi dalam bukunya "Pendidikan Islam dan Tantangan Masa Depan" menunjukkan bahwa keteladanan guru memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk karakter peserta didik.¹⁰ Oleh karena itu, Guru PAI harus menunjukkan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari agar dapat memberikan pengaruh positif bagi siswa.

6.3.4.      Kolaborasi antara Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat

Keberhasilan pendidikan agama Islam tidak hanya bergantung pada sekolah, tetapi juga pada peran keluarga dan masyarakat. Model "Tri Pusat Pendidikan Islam" yang menekankan sinergi antara sekolah, orang tua, dan komunitas keagamaan telah terbukti efektif dalam meningkatkan internalisasi nilai-nilai Islam di kalangan peserta didik.¹¹


Catatan Kaki

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.

[2]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Laporan Implementasi Program Madrasah Diniyah Plus (Jakarta: Kemenag, 2020), 25.

[3]                Peraturan Daerah Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Pendidikan Islam, Pasal 6.

[4]                Dinas Pendidikan NTB, Model Sekolah Ramah Anak Berbasis Islam (Mataram: Dinas Pendidikan NTB, 2021), 15.

[5]                SMA Negeri 1 Yogyakarta, Laporan Inovasi Pembelajaran PAI Berbasis Digital (Yogyakarta: SMA N 1 Yogyakarta, 2022), 10.

[6]                MAN Insan Cendekia Serpong, Laporan Pengembangan Riset dalam Pendidikan Islam (Tangerang: MAN IC, 2021), 18.

[7]                Pondok Modern Darussalam Gontor, Sistem Pendidikan Tarbiyah Islamiyah (Ponorogo: PMDG, 2019), 20.

[8]                Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Tantangan Masa Depan (Bandung: Pustaka Al-Kautsar, 2018), 100.

[9]                Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 145.

[10]             Ibid., 152.

[11]             Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 80.


7.           Kesimpulan dan Rekomendasi

7.1.       Kesimpulan

Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk karakter dan moral peserta didik sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam sistem pendidikan nasional, posisi Guru PAI telah diatur dalam berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa pendidikan agama adalah bagian wajib dari kurikulum nasional untuk membangun individu yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.¹ Selain itu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menekankan bahwa Guru PAI harus memiliki kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian yang baik agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.²

Meskipun regulasi telah memberikan payung hukum yang kuat bagi profesi Guru PAI, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa tantangan utama yang telah diidentifikasi meliputi kesenjangan kompetensi pedagogik dan profesional, minimnya akses terhadap pelatihan berkelanjutan, tantangan moral akibat perubahan sosial, kurangnya pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran PAI, serta keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan agama.³ Namun, studi kasus dari berbagai daerah dan sekolah unggulan menunjukkan bahwa inovasi dalam pembelajaran PAI dapat meningkatkan efektivitas pendidikan agama Islam, seperti penerapan blended learning, pendekatan berbasis riset, serta integrasi teknologi dalam metode pengajaran.⁴

Penerapan best practices dalam pendidikan agama Islam, seperti pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, pendekatan student-centered learning, penguatan pendidikan karakter melalui keteladanan guru, serta kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat, telah terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman dan implementasi nilai-nilai Islam di kalangan peserta didik.⁵ Oleh karena itu, diperlukan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai pihak untuk mengoptimalkan peran Guru PAI dalam sistem pendidikan nasional.

7.2.       Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis dan studi kasus yang telah dibahas dalam artikel ini, beberapa rekomendasi yang dapat diajukan untuk meningkatkan kualitas Guru PAI dalam sistem pendidikan nasional adalah sebagai berikut:

7.2.1.      Penguatan Program Sertifikasi dan Pengembangan Profesional Guru PAI

Pemerintah perlu memperluas akses terhadap Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan serta meningkatkan pelatihan berkelanjutan bagi Guru PAI agar mereka dapat meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesionalnya. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Program Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan harus diterapkan secara lebih luas agar semua Guru PAI memiliki kualifikasi yang sesuai.⁶

7.2.2.      Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi dalam Pembelajaran PAI

Guru PAI harus dibekali dengan kemampuan literasi digital dan pedagogi berbasis teknologi. Pelatihan dalam penggunaan Learning Management System (LMS), e-learning, serta media digital Islami harus menjadi bagian dari pengembangan kompetensi Guru PAI. Studi yang dilakukan oleh Yusuf Qardhawi dalam "Pendidikan Islam dan Tantangan Masa Depan" menegaskan bahwa pemanfaatan teknologi yang optimal dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran agama Islam.⁷

7.2.3.      Penguatan Pendidikan Karakter melalui Keteladanan Guru PAI

Guru PAI harus menjadi uswah hasanah (teladan yang baik) dalam membentuk karakter peserta didik. Pendidikan karakter berbasis Islam harus menjadi bagian dari strategi pengajaran di sekolah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter menegaskan bahwa pendidikan karakter harus berbasis nilai-nilai agama dan budaya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.⁸

7.2.4.      Penyediaan Sarana dan Prasarana yang Memadai untuk Pembelajaran PAI

Pemerintah dan sekolah harus memastikan bahwa sarana pembelajaran agama Islam, seperti buku ajar yang mutakhir, perpustakaan digital Islam, laboratorium keagamaan, serta aplikasi pembelajaran berbasis teknologi, tersedia di setiap satuan pendidikan. Studi yang dilakukan oleh Kementerian Agama dalam Laporan Evaluasi Pendidikan Islam 2020 menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki fasilitas pendukung pembelajaran agama yang memadai dapat meningkatkan pemahaman keagamaan peserta didik secara lebih signifikan.⁹

7.2.5.    Kolaborasi antara Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat dalam Penguatan Pendidikan Agama Islam

Keberhasilan pendidikan agama Islam tidak hanya bergantung pada peran Guru PAI di sekolah, tetapi juga pada keterlibatan orang tua dan komunitas keagamaan dalam membimbing peserta didik. Model "Tri Pusat Pendidikan Islam", yang menekankan sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat, harus diimplementasikan secara lebih luas agar pembelajaran agama Islam tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.¹⁰


Catatan Kaki

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.

[2]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 8.

[3]                Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Jakarta: Rajawali Press, 2011), 120.

[4]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 85.

[5]                Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Tantangan Masa Depan (Bandung: Pustaka Al-Kautsar, 2018), 105.

[6]                Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Program Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan, Pasal 3.

[7]                Yusuf Qardhawi, Pendidikan Islam dan Tantangan Masa Depan (Bandung: Pustaka Al-Kautsar, 2018), 110.

[8]                Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Pasal 5.

[9]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Laporan Evaluasi Pendidikan Islam 2020 (Jakarta: Kemenag, 2021), 45.

[10]             Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 90.


Daftar Pustaka

Buku

·                     Azra, A. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

·                     Muhaimin. (2011). Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Jakarta: Rajawali Press.

·                     Qardhawi, Y. (2018). Pendidikan Islam dan Tantangan Masa Depan. Bandung: Pustaka Al-Kautsar.

·                     Yusuf, H. (2020). Strategi Pendidikan Islam dalam Membentuk Karakter Bangsa. Jakarta: Bumi Aksara.

Peraturan Perundang-undangan

·                     Kementerian Agama Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah.

·                     Kementerian Agama Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

·                     Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

·                     Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Program Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan.

·                     Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

·                     Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2019). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Penataan Linieritas Guru Bersertifikat Pendidik.

·                     Pemerintah Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

·                     Pemerintah Republik Indonesia. (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

·                     Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

Laporan dan Dokumen Pemerintah

·                     Kementerian Agama Republik Indonesia. (2020). Laporan Implementasi Program Madrasah Diniyah Plus. Jakarta: Kemenag.

·                     Kementerian Agama Republik Indonesia. (2021). Laporan Evaluasi Pendidikan Islam 2020. Jakarta: Kemenag.

·                     Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2022). Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.

·                     MAN Insan Cendekia Serpong. (2021). Laporan Pengembangan Riset dalam Pendidikan Islam. Tangerang: MAN IC.

·                     Pondok Modern Darussalam Gontor. (2019). Sistem Pendidikan Tarbiyah Islamiyah. Ponorogo: PMDG.

·                     SMA Negeri 1 Yogyakarta. (2022). Laporan Inovasi Pembelajaran PAI Berbasis Digital. Yogyakarta: SMA N 1 Yogyakarta.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar