Bahan Ajar PPKn
Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia
Dinamika, Konstitusi, dan Implementasi dalam Tata Dunia
Global
Alihkan ke: Capaian Pembelajaran PPKn.
Abstrak
Artikel ini membahas secara komprehensif peran
Indonesia dalam menciptakan dan menjaga perdamaian dunia dengan meninjau
dimensi konstitusional, historis, strategis, serta partisipatif dalam konteks
global kontemporer. Berlandaskan pada amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Indonesia menetapkan komitmen untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. Melalui pendekatan politik luar negeri bebas aktif,
Indonesia berpartisipasi dalam berbagai forum dan organisasi internasional
seperti PBB, ASEAN, G20, dan OKI, serta terlibat dalam misi perdamaian di
Lebanon, krisis Rohingya di Myanmar, konflik Palestina, dan mediasi di Filipina
Selatan. Namun demikian, implementasi peran ini dihadapkan pada tantangan
struktural dan geopolitik, termasuk keterbatasan sumber daya, dinamika politik
domestik, serta perubahan global yang kompleks. Artikel ini juga menekankan
pentingnya partisipasi aktif warga negara dalam mendukung perdamaian dunia
melalui pendidikan, diplomasi warga, literasi digital, dan etika global.
Simpulan dari kajian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar
sebagai kekuatan moral di tingkat internasional, sejauh peran negara dan warga
negara dijalankan secara sinergis dan berkesinambungan.
Kata Kunci: Indonesia; Perdamaian Dunia; Politik Luar Negeri
Bebas Aktif; Diplomasi; Konstitusi UUD 1945; PBB; ASEAN; Kewarganegaraan Global.
PEMBAHASAN
Kajian Komprehensif Berdasarkan Referensi Kredibel
1.
Pendahuluan
Dalam dunia yang semakin terhubung dan kompleks,
isu perdamaian dan keamanan global tidak lagi menjadi tanggung jawab satu
negara atau kawasan semata, melainkan menjadi kepentingan bersama seluruh umat
manusia. Dalam konteks ini, Indonesia sebagai negara berdaulat yang
berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 telah menetapkan posisinya secara jelas dalam tatanan global, yakni
dengan “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial” sebagaimana tercantum dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945. Amanat konstitusional ini mencerminkan komitmen
Indonesia terhadap upaya kolektif dalam menciptakan dan menjaga perdamaian
dunia melalui pendekatan diplomatik, kemanusiaan, dan multilateral.
Sejak masa awal kemerdekaan, Indonesia telah
menunjukkan kiprahnya dalam kancah internasional, antara lain melalui
penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung yang
mempertemukan negara-negara Asia dan Afrika guna memperkuat solidaritas serta
menentang kolonialisme dan perang dingin yang mengancam stabilitas global.
Konferensi tersebut menjadi tonggak sejarah bagi diplomasi perdamaian Indonesia
dan memperkuat posisinya sebagai negara pelopor Gerakan Non-Blok, yang menolak
keterikatan terhadap kekuatan militer manapun di masa bipolar dunia
pasca-Perang Dunia II.¹
Seiring berjalannya waktu, dinamika geopolitik
internasional telah berubah secara signifikan. Tantangan terhadap perdamaian
dunia tidak hanya datang dari konflik bersenjata antarnegara, tetapi juga dari
terorisme, krisis kemanusiaan, pelanggaran hak asasi manusia, perubahan iklim,
hingga ketimpangan ekonomi global. Dalam menghadapi berbagai tantangan ini,
Indonesia terus mengedepankan politik luar negeri bebas aktif, yaitu
kebijakan yang tidak berpihak pada kekuatan tertentu namun tetap aktif terlibat
dalam menjaga perdamaian dan keadilan global.²
Keterlibatan Indonesia dalam berbagai misi
perdamaian PBB, mediasi konflik internasional, serta kontribusinya dalam
forum-forum global seperti ASEAN, G20, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
mencerminkan implementasi konkret dari komitmen konstitusional tersebut.³
Selain itu, sebagai negara demokratis yang pluralistik dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, Indonesia berupaya menunjukkan bahwa prinsip-prinsip
Pancasila dapat menjadi fondasi etis dalam mendorong perdamaian dunia yang
berkelanjutan.
Pembahasan mengenai peran Indonesia dalam
perdamaian dunia tidak hanya penting dalam kerangka politik luar negeri, tetapi
juga relevan dalam pendidikan kewarganegaraan. Hal ini bertujuan membentuk
kesadaran kolektif warga negara, khususnya generasi muda, tentang pentingnya
keterlibatan aktif dalam menciptakan dunia yang damai, adil, dan beradab. Oleh
karena itu, kajian ini akan membahas secara komprehensif landasan konstitusional,
dinamika historis, implementasi kebijakan, serta tantangan yang dihadapi
Indonesia dalam menjalankan perannya di tataran global.
Footnotes
- Richard Wright, The Color
Curtain: A Report on the Bandung Conference (Cleveland: World
Publishing Company, 1956), 21–24.
- Dewi Fortuna Anwar, “The
Impact of Domestic and Asian Regional Changes on Indonesian Foreign
Policy,” in Southeast Asian Affairs 2010, ed. Daljit Singh (Singapore:
ISEAS–Yusof Ishak Institute, 2010), 126–128.
- Rizal Sukma, Indonesia's
Foreign Policy and the Dilemma of Dependence: From Sukarno to Soeharto
(London: Routledge, 2003), 140–142.
2.
Landasan
Konstitusional Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia
Peran Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia
bukanlah sekadar sikap politik pragmatis, melainkan sebuah amanat
konstitusional yang mengikat seluruh penyelenggara negara dan warga negara
dalam arah kebijakan luar negeri dan keterlibatan global. Amanat tersebut secara
eksplisit tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa salah satu tujuan
kemerdekaan Indonesia adalah “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”¹
Frasa ini mengandung makna mendalam bahwa Indonesia
tidak hanya bertanggung jawab terhadap kehidupan bangsanya sendiri, tetapi juga
memiliki misi universal dalam membentuk tata dunia yang damai dan berkeadilan.
Dalam perspektif hukum tata negara, ketentuan ini menjadi dasar moral dan hukum
bagi seluruh kebijakan luar negeri Indonesia yang bersifat proaktif dalam
menyelesaikan konflik, menentang penjajahan, dan memperjuangkan hak-hak bangsa
lain untuk merdeka.² Dengan demikian, kontribusi Indonesia dalam menciptakan
perdamaian dunia bukan sekadar pilihan, tetapi merupakan kewajiban
konstitusional.
Lebih lanjut, semangat dalam Pembukaan UUD 1945 ini
dijabarkan melalui prinsip politik luar negeri bebas aktif, yang pertama
kali dirumuskan dalam masa awal kemerdekaan dan ditegaskan dalam berbagai
dokumen negara, termasuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebelum era
reformasi dan dalam kebijakan Kementerian Luar Negeri sesudahnya. Bebas aktif
berarti Indonesia tidak berpihak kepada kekuatan manapun dalam konflik global,
namun tetap aktif berpartisipasi dalam menjaga ketertiban dan perdamaian
internasional.³ Politik luar negeri ini tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan ekspresi praktis dari amanat konstitusional yang mendasari relasi
Indonesia dengan dunia.
Dalam sistem hukum nasional, keberadaan norma dalam
Pembukaan UUD 1945 memiliki posisi yang sangat fundamental. Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari
nilai-nilai konstitusionalitas yang mengikat seluruh isi batang tubuh UUD dan
peraturan perundang-undangan di bawahnya.⁴ Oleh sebab itu, prinsip “ikut
melaksanakan ketertiban dunia” bukan hanya sekadar visi normatif, tetapi
memiliki kekuatan mengikat dan wajib diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan
luar negeri, hukum internasional, dan pelibatan diplomatik Indonesia di
berbagai forum.
Dengan kata lain, landasan konstitusional ini
menempatkan perdamaian bukan sekadar sebagai kebijakan politik, tetapi sebagai identitas
dan arah eksistensial negara Indonesia dalam sistem internasional. Inilah
yang membedakan posisi Indonesia dari negara lain yang mungkin bertindak
berdasarkan kepentingan ekonomi atau strategi kekuasaan semata. Peran Indonesia
dalam perdamaian dunia lahir dari kesadaran sejarah dan tanggung jawab
konstitusional sebagai bangsa yang pernah merasakan penjajahan dan memahami
pentingnya kemerdekaan serta keadilan dalam kehidupan umat manusia.
Footnotes
- Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Pembukaan, alinea keempat.
- Jimly Asshiddiqie, Hukum
Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (Jakarta: Konstitusi Press,
2005), 74–76.
- Mochtar Kusumaatmadja, Konsep
Politik Luar Negeri Republik Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga,
1982), 11–13.
- Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia, Putusan Nomor 100/PUU-VI/2008, hlm. 102, diakses melalui
https://www.mkri.id.
3.
Dinamika
Historis Peran Indonesia dalam Isu Perdamaian Global
Sejak awal kemerdekaannya, Indonesia telah
memainkan peran aktif dalam mendukung perdamaian dunia melalui jalur
diplomatik, solidaritas antarkawasan, dan kerja sama internasional. Peran ini
bukanlah sesuatu yang baru muncul dalam era modern, melainkan telah menjadi
bagian integral dari identitas politik luar negeri Indonesia sejak masa
pemerintahan Presiden Soekarno. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia mengambil
posisi tegas terhadap kolonialisme, imperialisme, dan ketidakadilan global,
sekaligus berperan sebagai jembatan antara negara-negara dunia ketiga dalam
menghadapi dinamika Perang Dingin.
Salah satu kontribusi monumental Indonesia adalah
penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada April 1955.
Konferensi ini mempertemukan pemimpin dari 29 negara Asia dan Afrika yang
mayoritas baru merdeka atau sedang berjuang untuk kemerdekaan. Tujuannya adalah
mempererat solidaritas Selatan–Selatan, menolak dominasi blok kekuatan besar
dunia, dan mempromosikan perdamaian melalui prinsip-prinsip penghormatan
terhadap kedaulatan, non-intervensi, dan penyelesaian damai konflik.¹ KAA
menjadi batu loncatan penting bagi terbentuknya Gerakan Non-Blok
(Non-Aligned Movement), di mana Indonesia menjadi salah satu pelopornya pada
tahun 1961 bersama Yugoslavia, India, Mesir, dan Ghana.²
Di masa Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden
Soeharto, pendekatan terhadap perdamaian dunia tetap dipertahankan, meskipun
dengan pendekatan yang lebih pragmatis dan berbasis stabilitas regional.
Indonesia berperan aktif dalam pembentukan dan penguatan ASEAN (Association
of Southeast Asian Nations) sejak 1967 sebagai sarana diplomatik regional
untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara yang damai, stabil, dan bebas dari
pengaruh blok militer.³
Dalam era reformasi, posisi Indonesia dalam
diplomasi perdamaian dunia semakin diperkuat dengan keterlibatan dalam berbagai
forum internasional dan mediasi konflik. Misalnya, Indonesia menjadi mediator
dalam penyelesaian konflik Moro di Filipina Selatan, dengan
memfasilitasi dialog antara Pemerintah Filipina dan Front Pembebasan Islam Moro
(MILF), melalui peran aktif dalam International Monitoring Team (IMT)
dan forum perundingan damai.⁴
Indonesia juga menunjukkan perhatian yang konsisten
terhadap isu Palestina, dengan menyuarakan dukungan terhadap hak rakyat
Palestina untuk merdeka dan bebas dari penjajahan Israel di berbagai forum
internasional, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi
Kerja Sama Islam (OKI).⁵ Dalam konflik Myanmar–Rohingya, Indonesia
mengambil inisiatif diplomatik dengan mengunjungi langsung kawasan konflik dan
menawarkan bantuan kemanusiaan serta solusi damai melalui pendekatan ASEAN.⁶
Perjalanan historis ini menunjukkan bahwa posisi
Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia tidak bersifat statis, melainkan
mengalami dinamika yang seiring dengan perubahan zaman dan kepentingan
nasional. Namun demikian, benang merahnya tetap konsisten: Indonesia berusaha
menjalankan peran sebagai juru damai dan pelopor solidaritas global,
berdasarkan prinsip-prinsip konstitusional dan etika Pancasila.
Footnotes
- Richard Wright, The Color
Curtain: A Report on the Bandung Conference (Cleveland: World
Publishing Company, 1956), 23–26.
- Peter Willetts, The
Non-Aligned Movement: The Origins of a Third World Alliance (London:
Pinter, 1978), 112–115.
- Rizal Sukma, Indonesia’s
Foreign Policy and the Dilemma of Dependence: From Sukarno to Soeharto
(London: Routledge, 2003), 132–134.
- Carolina Hernandez, “The
Role of Third Parties in Conflict Resolution: Indonesia and the Philippine
Peace Process,” in Asian Survey 50, no. 6 (2010): 1098–1101.
- Ministry of Foreign Affairs
Republic of Indonesia, Indonesia’s Consistent Support for Palestine,
https://kemlu.go.id (diakses 7 Juni 2025).
- Dewi Fortuna Anwar,
“Indonesia’s Foreign Policy and the Rohingya Crisis: Pragmatism and
Regional Diplomacy,” in Contemporary Southeast Asia 40, no. 3
(2018): 406–410.
4.
Peran
Strategis Indonesia dalam Organisasi Internasional
Keterlibatan aktif
Indonesia dalam berbagai organisasi internasional merupakan salah satu wujud
nyata dari amanat konstitusional untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia”
sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Peran ini tidak hanya
menegaskan posisi Indonesia sebagai aktor penting dalam percaturan global,
tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap perdamaian, keadilan sosial, dan
kerja sama internasional yang berlandaskan prinsip politik luar negeri bebas
aktif.
4.1. Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Sejak menjadi
anggota PBB pada tahun 1950, Indonesia telah berkontribusi dalam berbagai misi
perdamaian di bawah payung United Nations Peacekeeping Operations.
Salah satu peran paling signifikan adalah pengiriman Pasukan
Garuda, yaitu satuan TNI yang ditugaskan dalam misi pemeliharaan
perdamaian di berbagai wilayah konflik seperti Kongo, Lebanon, Sudan, dan
Republik Afrika Tengah.¹ Pasukan Garuda tidak hanya bertindak sebagai penjaga
perdamaian, tetapi juga sebagai representasi diplomasi militer Indonesia yang
menjunjung tinggi kemanusiaan dan stabilitas global. Per Maret 2024, Indonesia
menjadi kontributor terbesar kedelapan pasukan perdamaian PBB dari
negara-negara non-Eropa.²
Selain dalam aspek
militer, Indonesia juga berperan aktif dalam sidang-sidang Majelis Umum PBB,
Dewan HAM, dan berbagai badan PBB lainnya. Indonesia pernah terpilih sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB (periode 2007–2008 dan
2019–2020), dan dalam perannya tersebut, Indonesia secara konsisten mengangkat
isu-isu perdamaian, konflik Palestina, dan perlindungan terhadap minoritas.³
4.2. Keterlibatan di ASEAN dan Diplomasi Kawasan
Sebagai salah satu
negara pendiri Association of Southeast Asian Nations (ASEAN),
Indonesia memainkan peran sentral dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan
regional Asia Tenggara. Salah satu kontribusi strategisnya adalah dalam
pembentukan ASEAN Political-Security Community (APSC)
yang bertujuan mendorong penyelesaian konflik secara damai, memperkuat kerja
sama keamanan, dan membentuk norma regional berbasis hukum internasional.⁴
Indonesia juga aktif
dalam proses ASEAN Regional Forum (ARF) yang
mempertemukan negara-negara Asia dan kekuatan global seperti Amerika Serikat,
Rusia, dan Tiongkok untuk membahas isu-isu keamanan kawasan. Dalam beberapa
kesempatan, Indonesia memimpin pembicaraan damai terkait krisis Rohingya dan
isu Laut Tiongkok Selatan, dengan mengedepankan pendekatan inklusif dan
diplomatik.⁵
4.3. Peran di G20 dan Forum Ekonomi Global
Sebagai satu-satunya
negara ASEAN dalam Group of Twenty (G20),
Indonesia memiliki posisi strategis dalam mendorong perdamaian global melalui
pendekatan ekonomi inklusif dan pembangunan berkelanjutan. Dalam KTT G20 tahun
2022 di Bali, Indonesia mengangkat tema “Recover Together, Recover Stronger”
yang mencerminkan komitmen terhadap solidaritas global pasca-pandemi serta
upaya mengurangi kesenjangan antarnegara.⁶ Indonesia juga mendorong agenda
pembangunan hijau, transformasi digital, dan ketahanan energi sebagai bagian
dari stabilitas global yang berkelanjutan.
4.4. Partisipasi dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Sebagai negara
dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran signifikan
dalam Organization
of Islamic Cooperation (OIC/OKI). Dalam forum ini, Indonesia
secara konsisten menyuarakan perlindungan terhadap hak-hak warga Palestina,
menolak penjajahan, dan mendorong solusi dua negara yang adil dan damai.⁷
Indonesia juga menjadi aktor penting dalam memediasi ketegangan internal
negara-negara Muslim melalui pendekatan damai dan dialog antarkeyakinan.
Dengan posisi
strategis di berbagai organisasi internasional, Indonesia tidak hanya
menjalankan mandat konstitusional, tetapi juga membangun reputasi sebagai
negara yang berkomitmen pada perdamaian, multilateralisme, dan keadilan
global. Pendekatan diplomasi damai Indonesia yang tidak
agresif, namun konsisten dan berkelanjutan, telah menjadikannya sebagai
kekuatan moral dan politik dalam dunia internasional yang terus berubah.
Footnotes
1. Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Kontribusi
Indonesia dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB, https://kemlu.go.id (diakses 7
Juni 2025).
2. United Nations Peacekeeping, Troop and Police Contributors,
https://peacekeeping.un.org/en/troop-and-police-contributors
(diakses 7 Juni 2025).
3. Rizal Sukma, Indonesia and the United Nations: From
Isolation to Leadership (Jakarta: CSIS, 2021), 89–92.
4. ASEAN Secretariat, ASEAN Political-Security Community
Blueprint 2025 (Jakarta: ASEAN, 2015), 3–5.
5. Dewi Fortuna Anwar, “ASEAN and Regional Security: Indonesia’s
Role,” in Contemporary Southeast Asia 36, no. 2 (2014): 125–128.
6. G20 Indonesia 2022, Presidency Report, https://g20.org (diakses 7
Juni 2025).
7. Kementerian Luar Negeri RI, Sikap Indonesia terhadap Isu
Palestina dalam Forum OKI, https://kemlu.go.id
(diakses 7 Juni 2025).
5.
Tantangan
dan Realitas dalam Implementasi Peran Indonesia
Meskipun Indonesia
memiliki komitmen konstitusional yang kuat dan rekam jejak diplomatik yang
panjang dalam mendukung perdamaian dunia, implementasi nyata dari peran
tersebut tidak terlepas dari berbagai tantangan struktural, geopolitik, dan domestik.
Tantangan-tantangan ini tidak hanya memengaruhi efektivitas kebijakan luar
negeri Indonesia, tetapi juga menguji konsistensi antara idealisme
konstitusional dan realitas politik internasional.
5.1. Keterbatasan Sumber Daya dan Kapasitas Diplomatik
Sebagai negara
berkembang, Indonesia masih menghadapi keterbatasan sumber daya dalam
menjangkau dan memengaruhi dinamika global secara signifikan. Baik dari segi
anggaran diplomasi, jumlah diplomat, maupun penguatan kapasitas misi luar
negeri, Indonesia kerap tertinggal dibandingkan negara-negara besar lainnya.¹
Meskipun telah mengirim Pasukan Garuda dalam misi perdamaian PBB, jumlah
personel dan pengaruh Indonesia dalam pengambilan keputusan strategis masih
relatif terbatas. Hal ini menjadi tantangan dalam meningkatkan daya tawar
Indonesia dalam forum-forum global.
5.2. Kompleksitas Politik Global dan Geopolitik Regional
Dalam era multipolar
yang ditandai oleh rivalitas antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat,
Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa, Indonesia harus berhati-hati dalam menentukan
posisi politik luar negerinya agar tetap netral namun berpengaruh. Politik luar
negeri bebas aktif yang dijalankan Indonesia menuntut ketepatan diplomasi dan
strategi komunikasi internasional agar tidak terjebak dalam tarik-menarik
kepentingan geopolitik global.² Sebagai contoh, dalam isu Laut Tiongkok
Selatan, Indonesia sering kali dihadapkan pada dilema antara menjaga stabilitas
hubungan ekonomi dengan Tiongkok dan mempertahankan kedaulatan wilayah serta
prinsip hukum internasional.³
5.3. Ketegangan antara Ideal Konstitusional dan Realitas
Politik Domestik
Tantangan lain
berasal dari dalam negeri, di mana isu-isu seperti pelanggaran HAM,
intoleransi, dan konflik horizontal dapat menjadi faktor
penghambat kredibilitas diplomasi perdamaian Indonesia.
Komitmen Indonesia dalam mendukung hak asasi manusia dan keadilan global
seringkali dinilai tidak konsisten apabila situasi domestik menunjukkan
kontradiksi dengan nilai-nilai tersebut. Misalnya, laporan internasional
tentang kebebasan sipil, hak minoritas, dan kebebasan pers di Indonesia kerap
dijadikan indikator oleh negara lain dalam menilai legitimasi moral Indonesia
di forum global.⁴
5.4. Fragmentasi Kepentingan dan Koordinasi
Antar-Lembaga
Implementasi peran
global Indonesia dalam perdamaian dunia memerlukan sinergi yang kuat antara
kementerian luar negeri, kementerian pertahanan, aparat keamanan, dan lembaga
legislatif. Namun, dalam praktiknya, sering terjadi fragmentasi
kepentingan dan lemahnya koordinasi antar-lembaga negara, yang
berakibat pada tidak optimalnya implementasi kebijakan luar negeri.⁵ Misalnya,
diplomasi kemanusiaan seringkali tidak diikuti oleh dukungan operasional dan
logistik yang memadai dari instansi terkait, sehingga pesan diplomatik tidak
selalu terwujud dalam aksi konkret yang berdampak.
5.5. Tantangan Perubahan Global: Pandemi, Iklim, dan
Teknologi
Dinamika baru
seperti pandemi global, krisis iklim, dan revolusi digital menambah
kompleksitas dalam menjalankan peran Indonesia di kancah global. Pandemi
COVID-19 memperlihatkan keterbatasan solidaritas global dan nasionalisme
vaksin, sementara krisis iklim menuntut komitmen konkret dari negara-negara
berkembang seperti Indonesia untuk melakukan transisi energi tanpa mengorbankan
pembangunan.⁶ Pada saat yang sama, perkembangan teknologi informasi dan arus disinformasi
dapat memengaruhi persepsi internasional terhadap kebijakan luar negeri
Indonesia, termasuk dalam isu-isu perdamaian dan keadilan global.
Dengan
mempertimbangkan tantangan-tantangan tersebut, Indonesia dituntut untuk memperkuat
kapasitas diplomasi, membenahi situasi domestik, serta memperluas jaringan
kerja sama internasional untuk memastikan bahwa cita-cita
perdamaian yang tertuang dalam konstitusi dapat diwujudkan secara lebih efektif
dan berkelanjutan. Keselarasan antara nilai-nilai internal dan peran eksternal
menjadi prasyarat penting agar diplomasi Indonesia tidak sekadar retoris,
tetapi benar-benar menjadi kekuatan pemersatu dan penenteram dunia.
Footnotes
1. Rizal Sukma, Indonesia's Foreign Policy and the Dilemma of
Dependence: From Sukarno to Soeharto (London: Routledge, 2003), 152–155.
2. Dewi Fortuna Anwar, “Indonesia’s Strategic Culture and Regional
Leadership in Southeast Asia,” in Journal of Southeast Asian Affairs
39, no. 2 (2016): 17–19.
3. Evan A. Laksmana, “The Domestic Politics of Indonesia’s South
China Sea Policy,” in Contemporary Southeast Asia 38, no. 2 (2016):
214–238.
4. Human Rights Watch, World Report 2024: Indonesia, https://www.hrw.org/world-report/2024/country-chapters/indonesia
(diakses 7 Juni 2025).
5. Moch. Nurhasim dan Riza Noer Arfani, Diplomasi Indonesia:
Konteks, Strategi, dan Tantangan Baru (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2020), 78–80.
6. Ministry of Foreign Affairs of Indonesia, Indonesia’s
Statement at COP26 Glasgow, https://kemlu.go.id
(diakses 7 Juni 2025).
6.
Studi
Kasus: Peran Indonesia dalam Misi Perdamaian Terkini
Untuk memahami
bagaimana amanat konstitusional Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia
diimplementasikan secara konkret, penting untuk mengkaji sejumlah studi kasus
aktual yang merefleksikan komitmen Indonesia di medan global.
Studi kasus ini menunjukkan bahwa peran Indonesia dalam diplomasi perdamaian
tidak sekadar normatif, tetapi juga hadir dalam bentuk aksi langsung, baik
dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun forum regional dan bilateral.
6.1. Misi Pasukan Garuda di Lebanon (UNIFIL)
Salah satu
kontribusi utama Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia adalah melalui
partisipasi aktif dalam United Nations Interim Force in Lebanon
(UNIFIL). Sejak 2006, Indonesia telah mengirimkan kontingen
militer—yang dikenal sebagai Pasukan Garuda—untuk membantu
menjaga stabilitas di perbatasan antara Lebanon dan Israel pasca-konflik
bersenjata. Kontingen Indonesia dalam UNIFIL tidak hanya menjalankan tugas
keamanan dan patroli zona demiliterisasi, tetapi juga melakukan diplomasi
kemanusiaan dengan masyarakat lokal, seperti pembangunan fasilitas umum dan
layanan medis.¹
Per Maret 2024,
Indonesia menjadi salah satu penyumbang terbesar pasukan untuk UNIFIL, dengan
lebih dari 1.200 personel aktif.² Keterlibatan ini tidak hanya memperkuat
kredibilitas Indonesia dalam PBB, tetapi juga menunjukkan konsistensi dalam
menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dan berlandaskan pada
perdamaian dan kemanusiaan.
6.2. Mediasi Konflik di Myanmar: Krisis Rohingya
Sejak pecahnya
krisis kemanusiaan Rohingya di Myanmar pada 2017, Indonesia mengambil langkah
diplomatik yang cukup signifikan di antara negara-negara Asia Tenggara. Menteri
Luar Negeri Indonesia secara langsung melakukan diplomasi shuttle diplomacy,
mengunjungi Myanmar dan Bangladesh untuk mendorong penyelesaian damai atas
krisis tersebut.³
Melalui forum ASEAN,
Indonesia mengusulkan pembentukan mekanisme bantuan kemanusiaan yang independen
dan mendorong diterapkannya konsensus lima poin ASEAN tentang penyelesaian
krisis.⁴ Walau hasilnya belum sepenuhnya memuaskan, inisiatif Indonesia
menegaskan perannya sebagai “bridge builder” dan pendukung
kuat solusi diplomatik di kawasan.
6.3. Dukungan Terhadap Palestina: Diplomasi Multilateral
Indonesia secara
konsisten menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina sebagai bagian
dari agenda perdamaian global. Dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi
Kerja Sama Islam (OKI), maupun Konferensi Asia-Afrika,
Indonesia menegaskan pentingnya penyelesaian dua negara dan penghentian agresi
Israel di wilayah pendudukan.⁵
Pada tahun 2023,
Indonesia memperkuat komitmennya dengan membuka Kantor Konsulat Kehormatan di Ramallah
serta mengirim bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina melalui berbagai
jalur, termasuk diplomasi bilateral dan NGO internasional.⁶ Tindakan ini
menunjukkan bahwa peran Indonesia tidak berhenti pada retorika politik, tetapi
juga diwujudkan dalam dukungan konkret dan simbolik terhadap
perjuangan rakyat tertindas.
6.4. Keterlibatan dalam Mediasi Konflik Filipina Selatan
Indonesia memainkan
peran penting sebagai mediator dalam konflik antara Pemerintah
Filipina dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Sejak tahun
1996, Indonesia telah menjadi anggota International Monitoring Team (IMT)
dan turut memfasilitasi negosiasi yang berujung pada penandatanganan Framework
Agreement on the Bangsamoro tahun 2012.⁷
Dalam konteks ini,
Indonesia menjalankan peran unik sebagai negara mayoritas Muslim yang
demokratis dan moderat, yang diterima oleh semua pihak sebagai pihak ketiga
yang netral dan dapat dipercaya. Kontribusi ini menjadi cermin dari efektivitas
diplomasi damai Indonesia dalam konteks regional.
Dari berbagai studi
kasus ini, dapat disimpulkan bahwa Indonesia tidak hanya hadir dalam tataran
normatif-konstitusional, tetapi juga bertransformasi menjadi aktor aktif dan
berpengaruh dalam misi perdamaian dunia. Meskipun keterlibatan tersebut
masih menghadapi berbagai tantangan, konsistensi dan kapasitas diplomatik yang
terus diperkuat menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam menjadikan perdamaian
sebagai bagian dari identitas dan kontribusi globalnya.
Footnotes
1. United Nations Peacekeeping, Troop and Police Contributors,
https://peacekeeping.un.org/en/troop-and-police-contributors
(diakses 7 Juni 2025).
2. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kontribusi Indonesia
dalam Misi Perdamaian Dunia, https://kemlu.go.id
(diakses 7 Juni 2025).
3. Dewi Fortuna Anwar, “Indonesia’s Foreign Policy and the Rohingya
Crisis: Pragmatism and Regional Diplomacy,” in Contemporary Southeast Asia
40, no. 3 (2018): 406–408.
4. ASEAN Secretariat, Chairman’s Statement on the Situation in
Myanmar, https://asean.org
(diakses 7 Juni 2025).
5. Ministry of Foreign Affairs, Indonesia’s Statement at UN
General Assembly – Palestine Issue, https://kemlu.go.id
(diakses 7 Juni 2025).
6. Media Indonesia, “Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina,” Media
Indonesia, 3 Oktober 2023, https://mediaindonesia.com.
7. Carolina G. Hernandez, “The Role of Indonesia in the Peace
Process in the Southern Philippines,” in Asian Survey 50, no. 6
(2010): 1095–1102.
7.
Peran
Warga Negara dalam Mendukung Perdamaian Dunia
Perdamaian dunia
tidak semata-mata menjadi urusan pemerintah atau elit diplomatik. Dalam negara
demokratis seperti Indonesia, warga negara memiliki peran penting dan
strategis dalam menjaga, membangun, dan menguatkan upaya
perdamaian dunia. Peran ini tidak hanya bersifat simbolik, melainkan juga
konkret dan multidimensi, meliputi ranah pendidikan, sosial, ekonomi, hingga
partisipasi global.
7.1. Pendidikan Perdamaian dan Kesadaran Kewarganegaraan
Global
Salah satu fondasi
utama peran warga negara adalah pendidikan perdamaian (peace education),
yaitu pendekatan pembelajaran yang membentuk pemahaman kritis tentang konflik,
toleransi, keadilan, dan kerja sama antarbangsa. Kurikulum Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn) di Indonesia secara eksplisit memuat nilai-nilai
tersebut, sehingga siswa dibekali dengan kesadaran akan tanggung jawabnya dalam
membangun masyarakat global yang damai.¹
Melalui pendidikan
ini, warga negara diajak untuk memahami keterkaitan antara dinamika lokal dan
global, serta mendorong terbentuknya kewarganegaraan global (global citizenship)—konsep
yang menekankan hak dan kewajiban individu tidak hanya terhadap negara, tetapi
juga terhadap komunitas internasional.²
7.2. Diplomasi Warga dan Partisipasi Masyarakat Sipil
Peran warga negara
dalam diplomasi perdamaian dapat terwujud melalui diplomasi
warga (citizen diplomacy), yaitu keterlibatan individu atau
komunitas dalam membangun hubungan antarbangsa secara non-pemerintah. Misalnya,
aktivis kemanusiaan, organisasi non-pemerintah (NGO), akademisi, dan pelajar
internasional Indonesia yang aktif menyuarakan keadilan global, perdamaian,
serta solidaritas lintas bangsa di berbagai forum.
Contoh nyata dari
diplomasi warga adalah partisipasi masyarakat Indonesia dalam aksi solidaritas
untuk Palestina, penggalangan dana kemanusiaan, serta keterlibatan dalam forum
lingkungan hidup dan hak asasi manusia di tingkat regional dan global.³
Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat memainkan peran sebagai “agen
perdamaian” yang independen dari kepentingan negara, namun tetap sejalan dengan
nilai-nilai konstitusional.
7.3. Praktik Sosial: Toleransi, Antikekerasan, dan
Keadilan Sosial
Warga negara juga
dapat mendukung perdamaian dunia melalui praktik sosial di tingkat lokal
yang mencerminkan nilai-nilai antikekerasan dan inklusi. Dalam masyarakat
plural seperti Indonesia, sikap toleran terhadap perbedaan agama, suku, dan
budaya merupakan modal sosial yang besar dalam mencegah konflik dan memperkuat
ketahanan perdamaian dari akar rumput.⁴
Selain itu,
keterlibatan dalam kegiatan gotong royong, advokasi keadilan sosial, dan
perlawanan terhadap ujaran kebencian di media sosial adalah bentuk konkret dari
kontribusi warga terhadap stabilitas dan perdamaian.⁵ Ketika perdamaian
dibangun dari bawah, maka stabilitas global menjadi lebih berkelanjutan dan
berakar kuat pada partisipasi masyarakat.
7.4. Literasi Digital dan Etika Global di Era Teknologi
Di era informasi
digital, warga negara juga dituntut untuk memiliki literasi
digital yang tinggi guna menyaring informasi, menghindari
hoaks, dan tidak terjebak dalam propaganda yang dapat memecah belah bangsa
maupun komunitas internasional.⁶ Warga negara yang bijak dalam bermedia dapat
menjadi penjaga perdamaian di ruang siber, yang kini menjadi arena baru konflik
dan disinformasi.
Literasi ini juga
mencakup etika global, yakni kesadaran
bahwa perilaku dan pilihan pribadi—seperti konsumsi produk, gaya hidup, dan
partisipasi daring—memiliki dampak terhadap masyarakat dunia. Semangat ini
sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang menjadi bagian dari
komitmen Indonesia dalam pembangunan global berbasis perdamaian dan keadilan.⁷
Dengan demikian,
peran warga negara Indonesia dalam mendukung perdamaian dunia adalah integral
dan esensial. Konstitusi Indonesia tidak hanya memanggil
negara, tetapi juga rakyatnya untuk menjadi subjek aktif dalam membangun tata
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam konteks global yang penuh tantangan, kolaborasi antara negara dan warga
negara merupakan kekuatan kunci dalam menghadirkan perdamaian yang otentik dan
berkelanjutan.
Footnotes
1. Siti Zuhro, “Pendidikan Kewarganegaraan Global dalam Kurikulum
Nasional Indonesia,” dalam Jurnal Civics 15, no. 1 (2018): 45–48.
2. Audrey Osler dan Hugh Starkey, Education for Cosmopolitan
Citizenship (London: Routledge, 2003), 57–60.
3. Riza Noer Arfani, “Diplomasi Warga dan Aksi Transnasional: Studi
Kasus Indonesia,” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 21, no. 3
(2018): 210–212.
4. Wahid Institute, Indeks Kota Toleran Indonesia 2022, https://wahidinstitute.org
(diakses 7 Juni 2025).
5. Anita Lie, “Toleransi dalam Masyarakat Multikultural: Pendekatan
Sosial-Edukasi,” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 23, no. 2
(2017): 134–137.
6. Henry Jenkins et al., Confronting the Challenges of
Participatory Culture: Media Education for the 21st Century (Cambridge,
MA: MIT Press, 2009), 25–28.
7. United Nations Development Programme, Sustainable
Development Goals Report 2023, https://unstats.un.org/sdgs/report/2023
(diakses 7 Juni 2025).
8.
Kesimpulan
dan Refleksi Kewarganegaraan
Peran Indonesia dalam perdamaian dunia merupakan
ekspresi nyata dari amanat konstitusional sebagaimana tercantum dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang menegaskan komitmen bangsa Indonesia
untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”¹ Prinsip ini telah menjadi dasar etis
dan normatif yang mendorong lahirnya kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas
dan aktif, serta mendorong keterlibatan dalam berbagai forum dan misi
perdamaian global.
Dari perspektif historis, Indonesia telah memainkan
peran kunci dalam mendukung perdamaian melalui berbagai momentum penting,
seperti Konferensi Asia-Afrika, keterlibatan dalam Gerakan Non-Blok,
serta kontribusi aktif dalam misi perdamaian PBB.² Pada era kontemporer,
peran strategis Indonesia terus berkembang melalui partisipasi dalam organisasi
internasional seperti ASEAN, G20, dan OKI, serta dalam
penyelesaian konflik regional dan global seperti Palestina, Filipina Selatan,
dan krisis kemanusiaan Rohingya.³
Namun, di tengah prestasi dan kontribusi tersebut,
Indonesia juga dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Keterbatasan sumber
daya, kompleksitas geopolitik, serta ketidakkonsistenan antara nilai
konstitusional dan kondisi domestik sering kali menjadi hambatan dalam
memaksimalkan potensi diplomasi perdamaian Indonesia.⁴ Oleh karena itu,
dibutuhkan pembenahan struktural, penguatan kapasitas diplomatik, serta
konsolidasi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia di tingkat nasional
untuk meningkatkan kepercayaan dan legitimasi Indonesia di mata dunia.⁵
Dalam konteks kewarganegaraan, peran dalam
menciptakan perdamaian dunia tidak hanya menjadi tanggung jawab negara semata.
Warga negara Indonesia, terutama generasi muda, dituntut untuk memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai perdamaian, toleransi, solidaritas, dan keadilan
global. Pendidikan kewarganegaraan yang berorientasi global, literasi digital,
serta keterlibatan dalam diplomasi warga dan aktivitas sosial transnasional
menjadi modal penting dalam membangun masyarakat yang berperan aktif sebagai “warga
dunia.”⁶
Refleksi ini menegaskan bahwa perdamaian bukan
sekadar konsep politik luar negeri, melainkan tanggung jawab kolektif
seluruh komponen bangsa, dari pemerintah hingga rakyat, dari pemangku
kebijakan hingga pelajar. Dengan memperkuat sinergi antara idealisme konstitusional
dan tindakan nyata di semua level, Indonesia dapat terus memperkuat posisinya
sebagai kekuatan moral dan kontributif dalam upaya global menciptakan tatanan
dunia yang damai, adil, dan berkeadaban.
Footnotes
- Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Pembukaan, alinea keempat.
- Peter Willetts, The
Non-Aligned Movement: The Origins of a Third World Alliance (London:
Pinter, 1978), 110–113.
- Rizal Sukma, Indonesia’s
Foreign Policy and the Dilemma of Dependence: From Sukarno to Soeharto
(London: Routledge, 2003), 145–150.
- Dewi Fortuna Anwar,
“Indonesia’s Foreign Policy in the 21st Century: A Shift Towards Middle
Power Diplomacy,” in Southeast Asian Affairs 2020 (Singapore:
ISEAS, 2020), 97–99.
- Human Rights Watch, World
Report 2024: Indonesia, https://www.hrw.org/world-report/2024/country-chapters/indonesia (diakses 7 Juni 2025).
- Audrey Osler dan Hugh
Starkey, Education for Cosmopolitan Citizenship (London: Routledge,
2003), 61–65.
Daftar Pustaka
Anwar, D. F. (2014). ASEAN and regional security:
Indonesia’s role. Contemporary Southeast Asia, 36(2), 114–129.
Anwar, D. F. (2018). Indonesia’s foreign policy and
the Rohingya crisis: Pragmatism and regional diplomacy. Contemporary
Southeast Asia, 40(3), 400–414.
Anwar, D. F. (2020). Indonesia’s foreign policy in
the 21st century: A shift towards middle power diplomacy. In Southeast Asian
Affairs 2020 (pp. 91–104). Singapore: ISEAS–Yusof Ishak Institute.
ASEAN Secretariat. (2015). ASEAN
Political–Security Community Blueprint 2025. Jakarta: ASEAN.
ASEAN Secretariat. (2025). Chairman’s statement
on the situation in Myanmar. Retrieved June 7, 2025, from https://asean.org
Arfani, R. N. (2018). Diplomasi warga dan aksi
transnasional: Studi kasus Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
21(3), 209–214.
Hernandez, C. G. (2010). The role of Indonesia in
the peace process in the southern Philippines. Asian Survey, 50(6),
1095–1102.
Human Rights Watch. (2024). World report 2024:
Indonesia. Retrieved June 7, 2025, from https://www.hrw.org/world-report/2024/country-chapters/indonesia
Jenkins, H., Clinton, K., Purushotma, R., Robinson,
A. J., & Weigel, M. (2009). Confronting the challenges of participatory
culture: Media education for the 21st century. Cambridge, MA: MIT Press.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2025).
Kontribusi Indonesia dalam misi perdamaian dunia. Retrieved June 7,
2025, from https://kemlu.go.id
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2025).
Sikap Indonesia terhadap isu Palestina dalam forum OKI. Retrieved June
7, 2025, from https://kemlu.go.id
Lie, A. (2017). Toleransi dalam masyarakat
multikultural: Pendekatan sosial-edukasi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
23(2), 130–140.
Media Indonesia. (2023, October 3). Indonesia kirim
bantuan untuk Palestina. Media Indonesia. Retrieved from https://mediaindonesia.com
Ministry of Foreign Affairs of Indonesia. (2025). Indonesia’s
statement at COP26 Glasgow. Retrieved June 7, 2025, from https://kemlu.go.id
Ministry of Foreign Affairs of Indonesia. (2025). Indonesia’s
statement at UN General Assembly – Palestine issue. Retrieved June 7, 2025,
from https://kemlu.go.id
Nurhasim, M., & Arfani, R. N. (2020). Diplomasi
Indonesia: Konteks, strategi, dan tantangan baru. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Osler, A., & Starkey, H. (2003). Education
for cosmopolitan citizenship. London: Routledge.
Sukma, R. (2003). Indonesia’s foreign policy and
the dilemma of dependence: From Sukarno to Soeharto. London: Routledge.
Sukma, R. (2021). Indonesia and the United
Nations: From isolation to leadership. Jakarta: CSIS.
United Nations Development Programme. (2023). The
Sustainable Development Goals report 2023. Retrieved June 7, 2025, from https://unstats.un.org/sdgs/report/2023
United Nations Peacekeeping. (2025). Troop and
police contributors. Retrieved June 7, 2025, from https://peacekeeping.un.org/en/troop-and-police-contributors
Wahid Institute. (2022). Indeks Kota Toleran
Indonesia 2022. Retrieved June 7, 2025, from https://wahidinstitute.org
Willetts, P. (1978). The Non-Aligned Movement:
The origins of a Third World alliance. London: Pinter.
Wright, R. (1956). The color curtain: A report
on the Bandung Conference. Cleveland: World Publishing Company.
Zuhro, S. (2018). Pendidikan kewarganegaraan global
dalam kurikulum nasional Indonesia. Jurnal Civics, 15(1), 40–52.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar