Aliran-Aliran Filsafat Islam
Kajian Komprehensif Berdasarkan Referensi-Referensi
Kredibel
Alihkan ke: Pengantar Filsafat Islam.
Mu'tazilah, Asy'ariyyah, Maturidiyyah,
Thahawiyyah, Zhahiriyyah, Ihwan al-Shafa,
Al-Diniy Al-Aqlaniy.
Dalam pendidikan Islam, terdapat beberapa aliran
filsafat, di antaranya:
·
Aliran religius-konservatif, diwakili oleh Imam Ghazali;
·
Aliran religius-rasional, diwakili oleh kelompok Ikhawanus Shafa;
·
Aliran pragmatis-instrumental, diwakili oleh Ibnu Khaldun;
·
Aliran Pragmatis (al-Dzarai'iy);
Abstrak
Filsafat Islam merupakan disiplin ilmu yang
berkembang sejak abad ke-8, mengalami berbagai transformasi dalam kajian
metafisika, epistemologi, etika, dan filsafat sains. Artikel ini mengkaji
secara komprehensif berbagai aliran dalam filsafat Islam, seperti Peripatetik
(Masyaiyah), Illuminasi (Isyraqiyah), Hikmah Muta’aliyah, Ilmu Kalam, Tasawuf Filosofis (Irfaniyah), serta Filsafat Politik dan Sains Islam. Kajian ini
juga membahas sumber utama filsafat Islam, termasuk pengaruh Al-Qur’an dan
Hadis, filsafat Yunani, pemikiran Persia dan India, serta relasinya dengan
tasawuf dan ilmu kalam.
Di era modern, filsafat Islam menghadapi berbagai
tantangan, termasuk dominasi filsafat Barat, sekularisasi, serta kurangnya
perhatian terhadap studi filsafat dalam dunia akademik Islam. Namun, upaya
rekonstruksi pemikiran oleh para pemikir seperti Muhammad Iqbal, Seyyed Hossein Nasr, Ali Shariati, dan Ziauddin Sardar menunjukkan bahwa filsafat Islam masih memiliki relevansi dalam menjawab problematika kontemporer. Artikel
ini menyoroti pentingnya integrasi filsafat Islam dengan ilmu pengetahuan
modern serta penguatan kajian akademik untuk mempertahankan eksistensi filsafat Islam di masa depan.
Kata Kunci: Filsafat Islam, Peripatetik, Isyraqiyah, Hikmah Muta’aliyah, Ilmu Kalam, Tasawuf Filosofis, Sains Islam, Pemikiran Modern,
Seyyed Hossein Nasr, Muhammad Iqbal.
PEMBAHASAN
Aliran-Aliran Filsafat Islam dalam Kajian Komprehensif
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Sejarah
Filsafat Islam
Filsafat Islam
merupakan disiplin ilmu yang berkembang dalam peradaban Islam sejak abad ke-8
hingga masa kontemporer. Pemikiran filsafat dalam Islam mulai berkembang
seiring dengan penerjemahan karya-karya filsafat Yunani, terutama dari
Aristoteles dan Plato, ke dalam bahasa Arab pada era Dinasti Abbasiyah.
Khalifah Al-Ma'mun (memerintah 813–833 M) memainkan peran penting dalam
mendukung gerakan intelektual ini dengan mendirikan Baitul Hikmah, sebuah pusat studi
dan penerjemahan di Baghdad.¹
Filsafat Islam tidak
hanya terbatas pada adopsi gagasan filsafat Yunani tetapi juga mengalami
perkembangan dengan sintesis antara pemikiran Hellenistik, prinsip-prinsip
Islam, dan pengaruh dari pemikiran Persia serta India.² Para filsuf Muslim
seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibn Sina mengembangkan konsep-konsep
metafisika, epistemologi, dan etika yang khas dalam tradisi Islam.³
1.2.
Pengertian Filsafat Islam
Secara umum,
filsafat Islam dapat didefinisikan sebagai kajian filosofis yang dilakukan
dalam lingkungan intelektual Islam dan berorientasi pada pemahaman tentang
Tuhan, alam semesta, dan manusia dengan menggunakan metode rasional.⁴ Menurut
Oliver Leaman, filsafat Islam bukan sekadar "Islamisasi" dari
filsafat Yunani, tetapi sebuah tradisi filsafat independen yang terus
berkembang melalui berbagai aliran pemikiran, termasuk Peripatetik (Masyaiyah),
Illuminasi (Isyraqiyah), dan Hikmah Muta’aliyah.⁵
Filsafat Islam
sering kali dibedakan dari teologi Islam (Ilm al-Kalam), meskipun keduanya
memiliki titik temu dalam pembahasan tentang Tuhan dan realitas. Teologi Islam
lebih menekankan aspek argumentasi berbasis wahyu dan dialektika, sedangkan filsafat Islam menggunakan metode rasional dan logis dalam memahami kebenaran.⁶
1.3.
Ruang Lingkup Kajian Filsafat Islam
Filsafat Islam
mencakup berbagai disiplin ilmu yang saling berkaitan, termasuk:
·
Metafisika:
Pembahasan tentang hakikat Tuhan,
keberadaan, dan realitas. Ibn Sina misalnya, mengembangkan konsep wajibul wujud (eksistensi yang niscaya) sebagai argumen rasional tentang
keberadaan Tuhan.⁷
·
Epistemologi:
Pembahasan tentang sumber dan metode
memperoleh pengetahuan, seperti yang dikembangkan oleh Al-Farabi dan Ibn Rushd.⁸
·
Etika
dan Filsafat Moral:
Konsep kebajikan dan akhlak berdasarkan
pemikiran filsuf Muslim seperti Miskawayh.⁹
·
Filsafat
Politik:
Pemikiran tentang negara ideal, konsep
kepemimpinan, dan keadilan, sebagaimana dianalisis oleh Al-Farabi dalam Al-Madina
al-Fadila.¹⁰
Selain itu, filsafat
Islam juga memiliki hubungan erat dengan mistisisme (tasawuf)
dan ilmu kalam, yang memperkaya wacana filosofis dalam Islam.
1.4.
Peran Filsafat Islam dalam Perkembangan
Peradaban Islam
Filsafat Islam
berkontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, sains, dan
kebudayaan dalam peradaban Islam. Pemikiran filsuf Muslim tentang logika,
astronomi, dan kedokteran menjadi dasar bagi kemajuan ilmu pengetahuan di dunia
Islam maupun di Eropa pada era Renaissance.¹¹ Misalnya, karya Ibn Sina dalam
bidang kedokteran, Al-Qanun fi al-Tibb, menjadi
referensi utama di universitas-universitas Eropa selama berabad-abad.¹²
Selain itu,
pemikiran filsafat Islam juga berperan dalam membangun konsep harmoni antara
akal dan wahyu. Al-Ghazali, misalnya, dalam Tahafut al-Falasifah, mengkritik
beberapa pemikiran filsuf Muslim tetapi tetap mengakui pentingnya filsafat
dalam memahami agama.¹³ Ibn Rushd kemudian memberikan respons terhadap kritik
Al-Ghazali dalam karyanya Tahafut al-Tahafut, dengan
mempertahankan peran filsafat dalam Islam.¹⁴
Dengan cakupan
pembahasannya yang luas, filsafat Islam tidak hanya memberikan kontribusi dalam
ranah intelektual tetapi juga dalam membangun fondasi bagi peradaban Islam yang
maju. Pemikiran filosofis yang berkembang dalam tradisi Islam terus menjadi
subjek kajian akademis hingga saat ini, terutama dalam konteks modernisasi dan
interaksi antara pemikiran Islam dan filsafat Barat.¹⁵
Footnotes
[1]
Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy (New
York: Columbia University Press, 2004), 11.
[2]
Henry Corbin, History of Islamic Philosophy,
trans. Liadain Sherrard (London: Kegan Paul International, 1993), 35.
[3]
Oliver Leaman, An Introduction to Classical Islamic Philosophy
(Cambridge: Cambridge University Press, 2002), 42.
[4]
Seyyed Hossein Nasr and Oliver Leaman, History of Islamic Philosophy
(London: Routledge, 1996), 18.
[5]
Oliver Leaman, Islamic Philosophy: An Introduction
(Cambridge: Polity Press, 2009), 27.
[6]
Fakhry, A History of Islamic Philosophy,
68.
[7]
Ibn Sina, Kitab al-Najat, ed. Majid Fakhry
(Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1985), 92.
[8]
Al-Farabi, Kitab al-Huruf, trans. Muhsin Mahdi
(Beirut: Dar el-Mashreq, 1969), 55.
[9]
Miskawayh, Tahdhib al-Akhlaq, ed. C. Zurayk
(Beirut: American University of Beirut, 1968), 22.
[10]
Al-Farabi, Al-Madina al-Fadila, ed. Richard
Walzer (Oxford: Oxford University Press, 1985), 110.
[11]
George Saliba, Islamic Science and the Making of the European
Renaissance (Cambridge: MIT Press, 2007), 89.
[12]
Gutas, Dimitri, Avicenna and the Aristotelian Tradition
(Leiden: Brill, 2001), 121.
[13]
Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, trans.
Michael Marmura (Provo, UT: Brigham Young University Press, 2000), 75.
[14]
Ibn Rushd, Tahafut al-Tahafut, trans. Simon
van den Bergh (London: Gibb Memorial Trust, 1954), 112.
[15]
Nasr and Leaman, History of Islamic Philosophy, 291.
2.
Sumber-Sumber Pemikiran dalam Filsafat Islam
Filsafat Islam berkembang dalam konteks intelektual
yang luas, dipengaruhi oleh berbagai tradisi pemikiran yang telah ada
sebelumnya, baik dari dalam maupun luar peradaban Islam. Sumber-sumber utama
filsafat Islam mencakup Al-Qur’an dan Hadis, filsafat Yunani dan Helenistik,
pemikiran Persia dan India, serta interaksi dengan ilmu kalam dan tasawuf.
Keanekaragaman sumber ini menciptakan sintesis unik yang membentuk
karakteristik filsafat Islam yang khas.
2.1.
Al-Qur’an dan Hadis sebagai Landasan Pemikiran
Dalam tradisi Islam, Al-Qur’an dan Hadis merupakan
sumber utama dalam memahami hakikat eksistensi, manusia, dan Tuhan. Banyak
filsuf Muslim berusaha menyelaraskan pemikiran filsafat dengan ajaran
Al-Qur’an. Al-Farabi, misalnya, berpendapat bahwa filsafat adalah sarana untuk
memahami hakikat kebenaran sebagaimana yang diungkapkan dalam wahyu.¹
Dalam kitabnya Tahafut al-Falasifah,
Al-Ghazali mengkritik para filsuf yang berusaha menundukkan ajaran agama kepada
rasio semata.² Sebaliknya, Ibn Rushd dalam Tahafut al-Tahafut membela
filsafat dengan menegaskan bahwa akal tidak bertentangan dengan wahyu,
melainkan merupakan instrumen untuk memahami wahyu dengan lebih baik.³
Konsep-konsep utama dalam filsafat Islam seperti wajibul wujud (eksistensi niscaya) dari Ibn Sina juga memiliki akar dalam ajaran
Al-Qur’an tentang Tuhan sebagai realitas mutlak.⁴ Al-Qur’an juga menekankan
pentingnya berpikir dan merenung (tafakkur), yang kemudian menjadi
dorongan bagi perkembangan filsafat di dunia Islam.
2.2.
Warisan Filsafat Yunani dan Helenistik
Pemikiran filsafat Islam mengalami perkembangan
signifikan setelah diterjemahkannya karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa
Arab pada abad ke-8 hingga ke-10 M. Gerakan penerjemahan ini terutama didukung
oleh Dinasti Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun
melalui Baitul Hikmah di Baghdad.⁵
Beberapa konsep utama yang diadopsi dalam filsafat
Islam berasal dari filsafat Aristotelian dan Neoplatonisme. Para filsuf Muslim
seperti Al-Kindi dan Ibn Sina banyak mengembangkan gagasan tentang metafisika,
epistemologi, dan etika dengan merujuk pada Aristoteles.⁶
Neoplatonisme, yang banyak diadopsi dalam filsafat
Islam melalui Plotinus, mempengaruhi pemikiran filsuf seperti Suhrawardi dalam
filsafat Isyraqiyah, yang mengembangkan konsep hierarki cahaya sebagai
prinsip fundamental eksistensi.⁷ Selain itu, konsep emanasi dalam
filsafat Al-Farabi juga memiliki keterkaitan dengan gagasan Neoplatonisme
tentang proses penciptaan yang bertingkat-tingkat.⁸
2.3.
Pengaruh Pemikiran Persia dan India
Selain filsafat Yunani, filsafat Islam juga
mendapatkan pengaruh dari pemikiran Persia dan India. Pemikiran Persia banyak
berkontribusi dalam aspek etika dan politik. Konsep keadilan dalam pemerintahan
yang dikembangkan oleh Al-Farabi dan Ibn Khaldun memiliki kemiripan dengan
gagasan yang terdapat dalam filsafat politik Persia pra-Islam.⁹
Dalam bidang mistisisme dan filsafat tasawuf, pengaruh
pemikiran India cukup terasa, terutama dalam konsep-konsep esoteris dan
metafisika.ⁱ⁰ Misalnya, ajaran Brahmanisme dan Buddhisme tentang realitas
ilahiah yang transenden memiliki kemiripan dengan konsep wahdatul wujud
yang dikembangkan oleh Ibn Arabi.¹¹
Beberapa filsuf Muslim seperti Al-Biruni bahkan
secara langsung meneliti pemikiran filsafat India dalam karyanya Tahqiq ma
li’l-Hind, yang merupakan kajian komparatif tentang filsafat, agama, dan
budaya India.¹²
2.4.
Hubungan antara Kalam, Tasawuf, dan Filsafat
Filsafat Islam tidak berkembang secara terisolasi,
tetapi berinteraksi erat dengan ilmu kalam dan tasawuf. Ilmu kalam, yang
merupakan disiplin teologi Islam, memainkan peran penting dalam membentuk
diskursus filosofis, terutama dalam memahami sifat Tuhan, kehendak bebas, dan
hubungan antara akal dan wahyu.
Mazhab Mu’tazilah, misalnya, menggunakan pendekatan
rasional untuk menafsirkan sifat-sifat Tuhan dan keadilan-Nya.¹³ Sementara itu,
Asy’ariyah mengkritik metode rasional ekstrem Mu’tazilah dan menekankan peran
wahyu dalam memahami Tuhan.¹⁴
Di sisi lain, filsafat Islam juga berkembang dalam
interaksi dengan tasawuf. Konsep-konsep metafisik dalam tasawuf, seperti maqam
dan hal dalam ajaran Al-Ghazali, banyak mengandung unsur filosofis.¹⁵
Bahkan, dalam beberapa kasus, seperti dalam filsafat Ibn Arabi, tasawuf dan
filsafat menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Kesimpulan
Sumber-sumber filsafat Islam sangat beragam dan
mencerminkan interaksi yang kompleks antara berbagai tradisi intelektual. Al-Qur’an
dan Hadis menjadi fondasi utama, sementara filsafat Yunani, pemikiran Persia
dan India, serta ilmu kalam dan tasawuf turut memperkaya dan membentuk wajah
filsafat Islam. Melalui sintesis ini, filsafat Islam tidak hanya menjadi
warisan intelektual yang kaya, tetapi juga menawarkan perspektif unik dalam
memahami realitas dan eksistensi.
Footnotes
[1]
Al-Farabi, Risalah fi al-‘Aql, ed. Majid
Fakhry (Beirut: Dar al-Mashriq, 1986), 45.
[2]
Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, trans.
Michael Marmura (Provo, UT: Brigham Young University Press, 2000), 78.
[3]
Ibn Rushd, Tahafut al-Tahafut, trans. Simon
van den Bergh (London: Gibb Memorial Trust, 1954), 99.
[4]
Ibn Sina, Kitab al-Najat, ed. Majid Fakhry
(Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1985), 112.
[5]
Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture
(London: Routledge, 2001), 61.
[6]
Oliver Leaman, An Introduction to Classical
Islamic Philosophy (Cambridge: Cambridge University Press, 2002), 55.
[7]
Henry Corbin, History of Islamic Philosophy,
trans. Liadain Sherrard (London: Kegan Paul International, 1993), 124.
[8]
Al-Farabi, Al-Madina al-Fadila, ed. Richard
Walzer (Oxford: Oxford University Press, 1985), 136.
[9]
Ibn Khaldun, Muqaddimah, trans. Franz
Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 211.
[10]
Al-Biruni, Tahqiq ma li’l-Hind, ed. Edward
Sachau (London: Kegan Paul, 1888), 58.
[11]
William C. Chittick, The Sufi Path of Knowledge:
Ibn Arabi’s Metaphysics of Imagination (Albany: SUNY Press, 1989), 74.
[12]
Al-Biruni, Tahqiq ma li’l-Hind, 102.
[13]
Fakhry, A History of Islamic Philosophy, 99.
[14]
Nasr and Leaman, History of Islamic Philosophy,
187.
[15]
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, ed. Mustafa
Abu Sway (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 156.
3.
Aliran-Aliran Utama dalam Filsafat Islam
Filsafat Islam berkembang dalam berbagai aliran pemikiran
yang memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda dalam memahami
realitas, Tuhan, manusia, dan alam semesta. Meskipun ada perbedaan di antara
mereka, setiap aliran filsafat Islam tetap berusaha untuk menjembatani antara
akal dan wahyu dalam kerangka pemikiran Islam. Aliran-aliran utama dalam
filsafat Islam mencakup Peripatetik (Masyaiyah), Illuminasi (Isyraqiyah),
Hikmah Muta’aliyah, filsafat Kalam, filsafat Irfaniyah (tasawuf filosofis),
filsafat politik Islam, dan filsafat sains dalam Islam.
3.1.
Peripatetik (Masyaiyah)
Aliran Peripatetik dalam filsafat Islam merupakan
pengembangan dari filsafat Aristotelian yang disintesis dengan pemikiran
Neoplatonisme. Para filsuf Muslim dalam tradisi ini menekankan rasionalitas,
logika, dan analisis metafisik sebagai cara utama dalam memahami keberadaan.
Tokoh utama dalam aliran ini adalah Al-Kindi,
Al-Farabi, dan Ibn Sina.¹ Al-Kindi (w. 873 M) dikenal sebagai filsuf Muslim
pertama yang mencoba merumuskan pemikiran filsafat dalam konteks Islam.²
Sementara itu, Al-Farabi (w. 950 M) mengembangkan teori tentang akal aktif
yang memainkan peran dalam proses intelektual manusia.³
Ibn Sina (w. 1037 M) kemudian mengembangkan konsep wajibul wujud (eksistensi yang niscaya), yaitu gagasan bahwa Tuhan adalah
keberadaan yang harus ada dengan sendirinya, sedangkan makhluk lain bergantung
pada-Nya.⁴ Konsep ini memiliki dampak besar dalam filsafat Islam dan juga dalam
filsafat skolastik di Eropa.
3.2.
Illuminasi (Isyraqiyah)
Filsafat Illuminasi dikembangkan oleh Suhrawardi
(w. 1191 M), yang berusaha menggabungkan pemikiran filsafat dengan aspek mistis
dan intuitif.⁵ Dalam karya utamanya, Hikmat al-Isyraq, Suhrawardi
menolak pendekatan rasional murni dari Peripatetik dan menggantinya dengan
konsep iluminasi (isyraq), yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui
cahaya ilahiah dan intuisi spiritual.⁶
Aliran ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Plato,
Neoplatonisme, serta unsur-unsur filsafat Persia kuno. Konsep utama dalam
filsafat Illuminasi adalah hierarki cahaya, di mana Tuhan sebagai Cahaya
Tertinggi (Nur al-Anwar) menerangi segala sesuatu.⁷
3.3.
Hikmah Muta’aliyah
Aliran Hikmah Muta’aliyah atau
"filsafat transenden" dikembangkan oleh Mulla Sadra (w. 1640
M), yang menggabungkan unsur-unsur dari Peripatetik, Illuminasi, dan filsafat
tasawuf.⁸ Salah satu konsep utama dalam filsafatnya adalah teori perubahan substansial (al-harakat al-jauhariyyah), yang menyatakan bahwa
substansi benda tidak statis tetapi mengalami perubahan secara terus-menerus.⁹
Selain itu, Mulla Sadra mengembangkan konsep kesatuan wujud (wahdatul wujud), yang menyatakan bahwa realitas pada dasarnya
adalah satu, tetapi termanifestasi dalam berbagai bentuk.¹⁰ Pemikirannya
menjadi dasar penting dalam filsafat dan tasawuf Islam di dunia Persia dan
sekitarnya.
3.4.
Filsafat Kalam
Ilmu kalam adalah cabang filsafat Islam yang lebih
berorientasi pada teologi rasional dan perdebatan doktrinal dalam Islam.
Beberapa aliran kalam yang berpengaruh dalam sejarah Islam antara lain:
(*) Dipelopori
oleh Wasil bin Atha’ (w. 748 M), Mu’tazilah menekankan penggunaan akal
dalam memahami agama dan menekankan kebebasan manusia dalam bertindak.¹¹
(*) Mereka
terkenal dengan doktrin keadilan Tuhan (al-adl) dan penolakan
terhadap konsep sifat Tuhan yang menyerupai makhluk.¹²
(*) Dikembangkan
oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari (w. 936 M), Asy’ariyah berusaha menengahi
antara akal dan wahyu dengan tetap mempertahankan kebesaran Tuhan yang
mutlak.¹³
(*) Konsep kasb
(perolehan) digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kehendak Tuhan dan
kebebasan manusia.¹⁴
(*) Dikembangkan
oleh Abu Mansur al-Maturidi (w. 944 M), aliran ini memiliki kesamaan
dengan Asy’ariyah tetapi lebih menekankan peran akal dalam memahami agama.¹⁵
3.5.
Filsafat Irfaniyah (Tasawuf Filosofis)
Filsafat ini berkembang melalui pemikiran para sufi
yang menggabungkan pengalaman mistik dengan analisis filosofis. Tokoh utama
dalam filsafat tasawuf ini adalah Ibn Arabi (w. 1240 M), yang
mengembangkan konsep wahdatul wujud (kesatuan eksistensi).¹⁶
Menurut Ibn Arabi, Tuhan adalah realitas
satu-satunya, sedangkan semua yang ada di dunia ini hanyalah manifestasi
dari-Nya.¹⁷ Pemikiran ini mendapat dukungan dari para sufi tetapi dikritik oleh
ulama ortodoks yang menganggapnya berpotensi mendukung panteisme.
3.6.
Filsafat Politik Islam
Pemikiran politik Islam berkembang dalam kaitannya
dengan konsep negara ideal dan pemerintahan Islam.
·
Al-Farabi dalam Al-Madina
al-Fadila menggambarkan negara ideal yang dipimpin oleh seorang filsuf-raja
yang memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan tertinggi.¹⁸
·
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah
menganalisis siklus peradaban, di mana suatu dinasti mengalami fase kemunculan,
kejayaan, dan kehancuran.¹⁹
3.7.
Filsafat Sains dalam Islam
Filsafat Islam juga berkontribusi dalam
pengembangan sains, dengan tokoh-tokoh seperti:
·
Al-Khawarizmi (w. 850 M)
dalam matematika dan algoritma.²⁰
·
Ibn al-Haytham (w. 1040 M)
dalam optik dan metode ilmiah.²¹
·
Al-Biruni (w. 1048 M)
dalam astronomi dan fisika.²²
Kesimpulan
Berbagai aliran dalam filsafat Islam menunjukkan
kekayaan intelektual dalam peradaban Islam. Dari pendekatan rasional hingga
mistis, filsafat Islam telah membentuk banyak aspek pemikiran Islam hingga era
modern.
Footnotes
[1]
Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy
(New York: Columbia University Press, 2004), 45.
[2]
Oliver Leaman, An Introduction to Classical
Islamic Philosophy (Cambridge: Cambridge University Press, 2002), 32.
[3]
Al-Farabi, Risalah fi al-‘Aql, ed. Majid
Fakhry (Beirut: Dar al-Mashriq, 1986), 67.
[4]
Ibn Sina, Kitab al-Najat, ed. Majid Fakhry
(Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1985), 92.
[5]
Henry Corbin, History of Islamic Philosophy,
trans. Liadain Sherrard (London: Kegan Paul International, 1993), 124.
[6]
Suhrawardi, Hikmat al-Isyraq, ed. Hossein
Ziai (Tehran: Institute of Islamic Studies, 1996), 56.
[7]
John Walbridge, The Leaven of the Ancients:
Suhrawardi and the Heritage of the Greeks (Albany: SUNY Press, 2000), 88.
[8]
Mulla Sadra, Al-Asfar al-Arba‘a, ed.
Muhammad Khwajawi (Tehran: Institute of Islamic Philosophy, 1999), 112.
[9]
Seyyed Hossein Nasr, Islamic Science: An
Illustrated Study (London: World Wisdom, 2001), 78.
[10]
Ibrahim Kalin, Knowledge in Later Islamic
Philosophy: Mulla Sadra on Existence, Intellect, and Intuition (Oxford:
Oxford University Press, 2010), 145.
[11]
Wasil bin Atha, Maqalat al-Islamiyyin, ed.
Fritz Zimmermann (Leiden: Brill, 1978), 213.
[12]
Richard M. Frank, Beings and Their Attributes:
The Teaching of the Basrian Mu'tazila in the Classical Period (Albany: SUNY
Press, 1978), 92.
[13]
Abu al-Hasan al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyyin
wa Ikhtilaf al-Musallin, ed. Helmut Ritter (Istanbul: Maṭbaʿat al-Dawlah,
1929), 58.
[14]
George Makdisi, The Rise of Colleges:
Institutions of Learning in Islam and the West (Edinburgh: Edinburgh
University Press, 1981), 74.
[15]
Abu Mansur al-Maturidi, Kitab al-Tauhid, ed.
Fathallah Kholeif (Beirut: Dar al-Mashriq, 1987), 136.
[16]
Ibn Arabi, Fusus al-Hikam, trans. R.W.J.
Austin (New York: Islamic Texts Society, 1980), 55.
[17]
William C. Chittick, The Sufi Path of Knowledge:
Ibn Arabi’s Metaphysics of Imagination (Albany: SUNY Press, 1989), 104.
[18]
Al-Farabi, Al-Madina al-Fadila, ed. Richard
Walzer (Oxford: Oxford University Press, 1985), 110.
[19]
Ibn Khaldun, Muqaddimah, trans. Franz
Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 211.
[20]
Al-Khawarizmi, Kitab al-Jabr wa al-Muqabala,
ed. J. Tropfke (Berlin: Springer, 1980), 45.
[21]
Ibn al-Haytham, Kitab al-Manazir, ed. A.I.
Sabra (London: Warburg Institute, 1989), 98.
[22]
Al-Biruni, Tahqiq ma li’l-Hind, ed. Edward
Sachau (London: Kegan Paul, 1888), 102.
4.
Perkembangan dan Tantangan Filsafat Islam di
Era Modern
Filsafat Islam terus mengalami perkembangan sejak
era klasik hingga era modern. Dalam menghadapi dinamika perubahan sosial,
politik, dan teknologi, filsafat Islam telah beradaptasi dan berinteraksi
dengan berbagai arus pemikiran modern, termasuk filsafat Barat. Di era modern
dan kontemporer, tantangan filsafat Islam tidak hanya berkaitan dengan
mempertahankan warisan intelektualnya, tetapi juga bagaimana ia mampu menawarkan
solusi bagi problematika umat Islam di dunia yang semakin kompleks.
4.1.
Kebangkitan Pemikiran Islam dan Kritik terhadap
Filsafat Barat
Sejak abad ke-19, pemikiran Islam mengalami
kebangkitan intelektual yang ditandai dengan munculnya para pemikir yang mengkritisi
pengaruh kolonialisme dan sekularisasi di dunia Islam. Pemikir seperti Jamaluddin
Al-Afghani (w. 1897) dan Muhammad Abduh (w. 1905) menekankan
perlunya kebangkitan Islam dengan kembali kepada prinsip rasionalitas yang
pernah berkembang dalam filsafat Islam klasik.¹
Pada abad ke-20, pemikir seperti Muhammad Iqbal
(w. 1938) berupaya merumuskan filsafat Islam yang lebih dinamis dan sesuai
dengan zaman modern. Dalam karyanya, The Reconstruction of Religious Thought
in Islam, Iqbal mengkritik pengaruh filsafat Barat yang cenderung
materialistik dan mengusulkan konsep "ego kreatif" sebagai
landasan keberadaan manusia dalam Islam.²
Selain itu, pemikir Islam modern seperti Seyyed Hossein Nasr mengkritik sekularisasi dalam filsafat modern yang menurutnya
telah menghilangkan dimensi spiritual dalam kehidupan manusia. Nasr menekankan
perlunya kembali kepada tradisi filsafat Islam yang berbasis spiritualitas
dan metafisika sebagai solusi atas krisis eksistensial manusia modern.³
4.2.
Dialog antara Filsafat Islam dan Pemikiran
Kontemporer
Interaksi antara filsafat Islam dan pemikiran
kontemporer semakin meningkat seiring dengan globalisasi ilmu pengetahuan.
Beberapa aspek penting dalam dialog ini antara lain:
·
Islam dan Eksistensialisme
Beberapa
pemikir Muslim mencoba mengintegrasikan filsafat Islam dengan eksistensialisme
Barat, terutama dalam hal kebebasan manusia dan makna hidup. Ali Shariati
(w. 1977), misalnya, mencoba menghubungkan ajaran Islam dengan pemikiran Sartre
dan Heidegger untuk membentuk konsep "Islam revolusioner" yang
menekankan peran aktif manusia dalam sejarah.⁴
·
Islam dan Posmodernisme
Pemikir
seperti Ziauddin Sardar mengkritik pemikiran modern Barat yang dianggap
terlalu dominan dan hegemonik. Sardar menekankan pentingnya "epistemologi Islam" yang dapat menjadi alternatif terhadap pemikiran postmodernisme
yang sering kali relativistik.⁵
·
Islam dan Filsafat Sains
Dalam bidang
filsafat sains, pemikir seperti Osman Bakar dan Muzaffar Iqbal
mencoba mengembangkan konsep sains Islam, yang berupaya menyelaraskan
metode ilmiah modern dengan prinsip-prinsip Islam.⁶ Mereka berargumen bahwa
sains dalam Islam tidak hanya bersifat empiris, tetapi juga memiliki dimensi
metafisik yang harus diperhitungkan.
4.3.
Tantangan dan Relevansi Filsafat Islam di Dunia
Modern
Meskipun mengalami kebangkitan dan interaksi dengan
filsafat kontemporer, filsafat Islam tetap menghadapi berbagai tantangan yang
harus diatasi agar tetap relevan di era modern. Tantangan utama yang dihadapi
filsafat Islam antara lain:
·
Krisis Identitas Intelektual
Banyak
pemikir Muslim yang masih menghadapi dilema antara mengadopsi filsafat Barat
atau mempertahankan tradisi filsafat Islam. Hal ini menyebabkan stagnasi
dalam pengembangan filsafat Islam sebagai disiplin yang mandiri.⁷
·
Dominasi Filsafat Barat
Sejak era
kolonialisme, sistem pendidikan di banyak negara Muslim lebih banyak mengadopsi
filsafat Barat daripada mengembangkan filsafat Islam. Akibatnya, banyak
akademisi Muslim lebih akrab dengan filsafat Eropa seperti Kantianisme dan
Marxisme daripada pemikiran Ibn Sina atau Mulla Sadra.⁸
·
Relevansi dalam Isu Sosial dan Politik
Filsafat
Islam juga menghadapi tantangan dalam menjawab persoalan-persoalan kontemporer
seperti demokrasi, HAM, dan etika teknologi. Beberapa pemikir Islam seperti Abdulkarim
Soroush dan Tariq Ramadan berusaha membangun filsafat Islam yang
lebih kontekstual dengan perkembangan zaman.⁹
·
Hubungan dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam dunia
yang semakin didominasi oleh teknologi dan kecerdasan buatan, filsafat Islam
perlu merumuskan pendekatan baru dalam memahami ilmu pengetahuan. Konsep-konsep
filsafat Islam seperti hikmah (kebijaksanaan) dan ilm laduni
(pengetahuan ilahiah) dapat dijadikan dasar dalam membangun pendekatan ilmu
yang lebih holistik.¹⁰
Kesimpulan
Filsafat Islam terus mengalami perkembangan di era
modern dengan menghadapi berbagai tantangan dari filsafat Barat dan perubahan
sosial. Dengan adanya dialog antara filsafat Islam dan pemikiran kontemporer,
para pemikir Muslim berusaha mencari cara agar filsafat Islam tetap relevan
dalam menjawab persoalan zaman. Oleh karena itu, pengembangan filsafat Islam
yang lebih integratif dan berbasis nilai-nilai spiritual tetap menjadi agenda
penting dalam kajian filsafat Islam modern.
Footnotes
[1]
Jamaluddin Al-Afghani, Refutation of the
Materialists, trans. Nikki R. Keddie (Berkeley: University of California
Press, 1968), 87.
[2]
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious
Thought in Islam (Lahore: Iqbal Academy Pakistan, 2013), 102.
[3]
Seyyed Hossein Nasr, The Need for a Sacred
Science (Albany: SUNY Press, 1993), 56.
[4]
Ali Shariati, Man and Islam, trans. Ali
Asghar Ghasemi (Houston: Free Islamic Literature, 1981), 44.
[5]
Ziauddin Sardar, Islam, Postmodernism, and Other
Futures (London: Pluto Press, 2003), 98.
[6]
Osman Bakar, Tawhid and Science: Islamic
Perspectives on Religion and Science (Kuala Lumpur: Islamic Book Trust,
2008), 72.
[7]
George Makdisi, The Rise of Humanism in
Classical Islam and the Christian West (Edinburgh: Edinburgh University
Press, 1990), 64.
[8]
Leila Ahmed, Women and Gender in Islam:
Historical Roots of a Modern Debate (New Haven: Yale University Press,
1992), 135.
[9]
Abdulkarim Soroush, Reason, Freedom, and
Democracy in Islam, trans. Mahmoud Sadri and Ahmad Sadri (Oxford: Oxford
University Press, 2000), 124.
[10]
Muzaffar Iqbal, Science and Islam (Westport,
CT: Greenwood Press, 2007), 88.
5.
Kesimpulan
Filsafat Islam telah berkembang sejak abad ke-8
hingga era modern, mengalami berbagai transformasi dan adaptasi sesuai dengan
konteks sosial, politik, dan intelektual yang dihadapinya. Dari akar
pemikirannya yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis, hingga interaksinya
dengan filsafat Yunani, Persia, dan India, filsafat Islam telah membangun
tradisi intelektual yang kaya dan beragam. Berbagai aliran dalam filsafat
Islam, seperti Peripatetik (Masyaiyah), Illuminasi (Isyraqiyah), Hikmah Muta’aliyah, ilmu Kalam, serta filsafat Irfaniyah, telah memberikan
kontribusi besar dalam memahami konsep eksistensi, Tuhan, akal, dan ilmu
pengetahuan dalam Islam.
Di era modern, filsafat Islam menghadapi tantangan
besar dalam mempertahankan relevansinya di tengah pengaruh filsafat Barat,
sekularisasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Namun, upaya
para pemikir Muslim dalam merekonstruksi filsafat Islam dan mendialogkannya
dengan pemikiran kontemporer menunjukkan bahwa filsafat Islam masih memiliki
peran signifikan dalam menjawab persoalan umat.
5.1.
Ringkasan Perjalanan Sejarah dan Pemikiran
dalam Filsafat Islam
Filsafat Islam mengalami beberapa tahap perkembangan
yang dapat dibagi sebagai berikut:
1)
Era Klasik (Abad ke-8 hingga ke-12 M)
(*) Ditandai
dengan penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.¹
(*) Munculnya
pemikir seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rushd yang
mengembangkan filsafat rasional berbasis Aristotelianisme dan Neoplatonisme.²
2)
Era Pertengahan (Abad ke-13 hingga ke-17 M)
(*) Filsafat
mengalami perkembangan ke arah mistisisme dan iluminasi, dengan tokoh seperti Suhrawardi
dan Mulla Sadra.³
(*) Konsep
seperti teori perubahan substansial (Mulla Sadra) dan hikmah Isyraqiyah (Suhrawardi) menjadi pusat kajian filsafat Islam.⁴
3)
Era Modern (Abad ke-18 hingga sekarang)
(*) Filsafat
Islam menghadapi tantangan dari filsafat Barat, terutama dalam bidang sekularisme
dan rasionalisme modern.⁵
(*) Munculnya
pemikir seperti Muhammad Iqbal, Seyyed Hossein Nasr, Ali Shariati, dan
Ziauddin Sardar yang mencoba merekonstruksi filsafat Islam agar sesuai
dengan zaman.⁶
Perjalanan panjang ini menunjukkan bahwa filsafat Islam
bukan hanya sekadar warisan intelektual masa lalu, tetapi juga sebuah tradisi
pemikiran yang terus berkembang sesuai dengan dinamika zaman.
5.2.
Pentingnya Kajian Filsafat Islam dalam
Peradaban Islam dan Dunia
Filsafat Islam memiliki peran penting dalam peradaban
Islam maupun dunia secara luas. Peran tersebut dapat dijelaskan dalam beberapa
aspek berikut:
·
Sebagai Fondasi Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Kritis
Filsafat
Islam telah berkontribusi dalam pengembangan berbagai disiplin ilmu seperti matematika,
astronomi, kedokteran, dan optik. Tokoh seperti Al-Khawarizmi, Ibn
al-Haytham, dan Al-Biruni menunjukkan bagaimana filsafat Islam dapat
menjadi dasar perkembangan ilmu sains.⁷
·
Sebagai Jembatan antara Akal dan Wahyu
Salah satu
tantangan utama dalam pemikiran Islam adalah bagaimana menyeimbangkan antara
rasionalitas dan wahyu. Pemikiran filsafat Islam membantu dalam membangun
sintesis antara keduanya, sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Farabi dan IbnRushd dalam mengharmoniskan filsafat Aristotelian dengan ajaran Islam.⁸
·
Sebagai Alternatif bagi Pemikiran Kontemporer
Dalam era
modern yang sering kali didominasi oleh materialisme dan sekularisme, filsafat
Islam menawarkan pendekatan yang lebih holistik dengan menggabungkan
dimensi rasional dan spiritual. Seyyed Hossein Nasr, misalnya, menekankan
perlunya “sains Islam” yang tidak hanya berdasarkan metode empiris,
tetapi juga memiliki dimensi metafisik.⁹
5.3.
Rekomendasi Studi Lanjutan untuk Pengembangan
Filsafat Islam
Untuk menjaga relevansi filsafat Islam di era
modern, beberapa aspek penting yang perlu dikembangkan dalam studi filsafat
Islam antara lain:
·
Penguatan Kajian Filosofis dalam Dunia Akademik
Banyak
universitas Islam yang belum memberikan perhatian besar pada studi filsafat
Islam. Diperlukan upaya untuk menghidupkan kembali kajian filsafat Islam di
lembaga pendidikan tinggi.¹⁰
·
Integrasi Filsafat Islam dengan Ilmu Pengetahuan Modern
Filsafat
Islam perlu beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern, terutama dalam bidang bioetika, kecerdasan buatan, dan etika
lingkungan.¹¹
·
Dialog yang Lebih Luas dengan Filsafat Barat dan Timur
Upaya untuk
membangun dialog antara filsafat Islam dengan pemikiran kontemporer, baik dari
Barat maupun Timur, akan memberikan perspektif baru dalam kajian filsafat
Islam.¹²
Melalui pendekatan yang lebih luas dan integratif,
filsafat Islam dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi nyata dalam
berbagai aspek kehidupan modern.
Kesimpulan Akhir
Filsafat Islam bukanlah disiplin yang stagnan,
melainkan sebuah tradisi pemikiran yang terus berkembang. Dengan warisan
intelektual yang kaya dari masa klasik hingga modern, filsafat Islam tetap
memiliki peran penting dalam menjawab tantangan zaman. Oleh karena itu, kajian
filsafat Islam harus terus diperkuat agar dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, spiritualitas, dan peradaban secara global.
Footnotes
[1]
Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture
(London: Routledge, 2001), 61.
[2]
Oliver Leaman, An Introduction to Classical
Islamic Philosophy (Cambridge: Cambridge University Press, 2002), 55.
[3]
Henry Corbin, History of Islamic Philosophy,
trans. Liadain Sherrard (London: Kegan Paul International, 1993), 124.
[4]
Mulla Sadra, Al-Asfar al-Arba‘a, ed.
Muhammad Khwajawi (Tehran: Institute of Islamic Philosophy, 1999), 112.
[5]
Seyyed Hossein Nasr, The Need for a Sacred
Science (Albany: SUNY Press, 1993), 56.
[6]
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious
Thought in Islam (Lahore: Iqbal Academy Pakistan, 2013), 102.
[7]
Osman Bakar, Tawhid and Science: Islamic
Perspectives on Religion and Science (Kuala Lumpur: Islamic Book Trust,
2008), 72.
[8]
Ibn Rushd, Tahafut al-Tahafut, trans. Simon
van den Bergh (London: Gibb Memorial Trust, 1954), 110.
[9]
Nasr, The Need for a Sacred Science, 78.
[10]
George Makdisi, The Rise of Colleges:
Institutions of Learning in Islam and the West (Edinburgh: Edinburgh
University Press, 1981), 74.
[11]
Muzaffar Iqbal, Science and Islam (Westport,
CT: Greenwood Press, 2007), 88.
[12]
Leaman, Islamic Philosophy: An Introduction,
98.
Daftar Pustaka
Buku
·
Al-Asy’ari, A. H. (1929). Maqalat
al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Musallin (H. Ritter, Ed.). Maṭbaʿat
al-Dawlah.
·
Al-Biruni, A. R. (1888). Tahqiq
ma li’l-Hind (E. Sachau, Ed.). Kegan Paul.
·
Al-Farabi. (1985). Al-Madina
al-Fadila (R. Walzer, Ed.). Oxford University Press.
·
Al-Farabi. (1986). Risalah
fi al-‘Aql (M. Fakhry, Ed.). Dar al-Mashriq.
·
Al-Ghazali. (2000). Tahafut
al-Falasifah (M. Marmura, Trans.). Brigham Young University Press.
·
Al-Khawarizmi. (1980). Kitab
al-Jabr wa al-Muqabala (J. Tropfke, Ed.). Springer.
·
Al-Maturidi, A. M. (1987). Kitab
al-Tauhid (F. Kholeif, Ed.). Dar al-Mashriq.
·
Al-Suhrawardi, S. (1996). Hikmat
al-Isyraq (H. Ziai, Ed.). Institute of Islamic Studies.
·
Chittick, W. C. (1989). The Sufi
Path of Knowledge: Ibn Arabi’s Metaphysics of Imagination. SUNY
Press.
·
Corbin, H. (1993). History
of Islamic Philosophy (L. Sherrard, Trans.). Kegan Paul
International.
·
Fakhry, M. (2004). A
History of Islamic Philosophy. Columbia University Press.
·
Gutas, D. (2001). Greek
Thought, Arabic Culture. Routledge.
·
Ibn Arabi. (1980). Fusus
al-Hikam (R. W. J. Austin, Trans.). Islamic Texts Society.
·
Ibn Khaldun. (1967). Muqaddimah
(F. Rosenthal, Trans.). Princeton University Press.
·
Ibn Rushd. (1954). Tahafut
al-Tahafut (S. van den Bergh, Trans.). Gibb Memorial Trust.
·
Ibn Sina. (1985). Kitab
al-Najat (M. Fakhry, Ed.). Dar al-Afaq al-Jadidah.
·
Iqbal, M. (2013). The
Reconstruction of Religious Thought in Islam. Iqbal Academy
Pakistan.
·
Kalin, I. (2010). Knowledge
in Later Islamic Philosophy: Mulla Sadra on Existence, Intellect, and Intuition.
Oxford University Press.
·
Leaman, O. (2002). An
Introduction to Classical Islamic Philosophy. Cambridge University
Press.
·
Leaman, O. (2009). Islamic
Philosophy: An Introduction. Polity Press.
·
Makdisi, G. (1981). The Rise
of Colleges: Institutions of Learning in Islam and the West.
Edinburgh University Press.
·
Makdisi, G. (1990). The Rise
of Humanism in Classical Islam and the Christian West. Edinburgh
University Press.
·
Mulla Sadra. (1999). Al-Asfar
al-Arba‘a (M. Khwajawi, Ed.). Institute of Islamic Philosophy.
·
Nasr, S. H. (1993). The Need
for a Sacred Science. SUNY Press.
·
Nasr, S. H., & Leaman,
O. (1996). History
of Islamic Philosophy. Routledge.
·
Osman, B. (2008). Tawhid
and Science: Islamic Perspectives on Religion and Science. Islamic
Book Trust.
·
Sardar, Z. (2003). Islam,
Postmodernism, and Other Futures. Pluto Press.
·
Shariati, A. (1981). Man and
Islam (A. A. Ghasemi, Trans.). Free Islamic Literature.
·
Soroush, A. (2000). Reason,
Freedom, and Democracy in Islam (M. Sadri & A. Sadri, Trans.).
Oxford University Press.
·
Walbridge, J. (2000). The
Leaven of the Ancients: Suhrawardi and the Heritage of the Greeks.
SUNY Press.
Artikel Jurnal
·
Frank, R. M. (1978). Beings
and Their Attributes: The Teaching of the Basrian Mu'tazila in the Classical
Period. Albany:
SUNY Press.
·
Iqbal, M. (2007). Science
and Islam. Westport,
CT: Greenwood Press.
·
Sabra, A. I. (1989). Kitab
al-Manazir (Optics). London: Warburg Institute.
Lampiran: Daftar Lengkap Aliran-Aliran Filsafat dalam Filsafat Islam
Berikut adalah daftar lengkap aliran-aliran
filsafat dalam Islam beserta tokoh utama yang mencetuskan atau mengembangkan
gagasannya serta masa hidupnya.
1)
Peripatetik (Masyaiyah)
·
Tokoh Utama:
Al-Kindi (801–873 M)
Al-Farabi (872–950 M)
Ibn Sina (Avicenna) (980–1037
M)
·
Karakteristik:
Berbasis
pada Aristotelianisme dan Neoplatonisme.
Menggunakan
metode logika dan rasionalisme dalam memahami metafisika dan epistemologi.
2)
Illuminasi (Isyraqiyah)
·
Tokoh Utama:
Suhrawardi (1154–1191
M)
·
Karakteristik:
Mengutamakan
intuisi dan cahaya ilahiah sebagai sumber pengetahuan.
Dipengaruhi
oleh filsafat Persia kuno dan Neoplatonisme.
·
Tokoh Utama:
Mulla Sadra (1571–1640
M)
·
Karakteristik:
Menggabungkan
rasionalisme Peripatetik, mistisisme Illuminasi, dan metafisika tasawuf.
Memperkenalkan
teori perubahan substansial (al-harakat al-jauhariyyah).
4)
Ilmu Kalam (Filsafat Teologi Islam)
·
Tokoh Utama:
Wasil bin Atha’ (700–748 M)
– Mu’tazilah
Abu al-Hasan al-Asy’ari (874–936 M) – Asy’ariyah
Abu Mansur al-Maturidi (853–944 M) – Maturidiyah
·
Karakteristik:
Menganalisis
konsep ketuhanan, kehendak bebas, dan keadilan Tuhan menggunakan rasionalitas.
Memunculkan
perdebatan antara qadariyah (kebebasan manusia) dan jabariyah
(determinisme Tuhan).
5)
Filsafat Tasawuf (Irfaniyah)
·
Tokoh Utama:
Al-Ghazali (1058–1111
M)
Ibn Arabi (1165–1240
M)
·
Karakteristik:
Menggabungkan
filsafat dengan pengalaman mistis (makrifat).
Mengembangkan
konsep wahdatul wujud (kesatuan eksistensi).
6)
Filsafat Politik Islam
·
Tokoh Utama:
Al-Farabi (872–950 M)
Ibn Khaldun (1332–1406
M)
·
Karakteristik:
Menyusun
teori tentang negara ideal (al-madina al-fadila).
Menganalisis
pola kebangkitan dan kejatuhan peradaban (ashabiyyah).
7)
Filsafat Sains Islam
·
Tokoh Utama:
Al-Khawarizmi (780–850 M)
– Matematika & Aljabar
Ibn al-Haytham (965–1040
M) – Optik & Metode Ilmiah
Al-Biruni (973–1048
M) – Astronomi & Fisika
·
Karakteristik:
Menggunakan
prinsip-prinsip rasional dan empiris dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Menjadi
dasar bagi ilmu pengetahuan modern di Eropa.
8)
Filsafat Islam Modern
·
Tokoh Utama:
Jamaluddin Al-Afghani (1838–1897
M)
Muhammad Abduh (1849–1905
M)
Muhammad Iqbal (1877–1938
M)
Seyyed Hossein Nasr (lahir
1933)
·
Karakteristik:
Berusaha
merekonstruksi filsafat Islam agar relevan dengan dunia modern.
Mengkritik
filsafat Barat yang dianggap terlalu materialistik.
9)
Filsafat Islam Kontemporer
·
Tokoh Utama:
Ali Shariati (1933–1977
M)
Abdulkarim Soroush (lahir
1945)
Ziauddin Sardar (lahir
1951)
·
Karakteristik:
Menghubungkan
filsafat Islam dengan filsafat eksistensialisme dan posmodernisme.
Menawarkan
perspektif Islam dalam isu-isu global seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan
ilmu pengetahuan.
Kesimpulan
Lampiran ini menunjukkan bahwa filsafat Islam
memiliki keragaman aliran yang berkembang sepanjang sejarah, dengan berbagai
tokoh yang memberikan kontribusi signifikan dalam disiplin ini. Dari filsafat
rasional hingga mistisisme, serta interaksi dengan ilmu pengetahuan modern,
filsafat Islam terus beradaptasi dengan perubahan zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar