Akidah Akhlak
Kematian dan Kehidupan di Alam Barzah
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Akidah Akhlak
Kelas : 11 (Sebelas)
Abstrak
Kematian merupakan sebuah kepastian yang akan
dihadapi oleh setiap manusia dan menjadi awal dari kehidupan di alam barzah
sebelum menuju akhirat. Dalam Islam, pemahaman tentang kematian dan kehidupan
setelahnya memiliki nilai penting dalam membentuk pola pikir dan akhlak seorang
Muslim. Artikel ini mengkaji secara komprehensif konsep kematian dan kehidupan
di alam barzah berdasarkan dalil aqli dan naqli, serta perspektif ulama klasik
dan kontemporer. Pembahasan dimulai dengan definisi kematian menurut Islam,
ciri-ciri sakaratul maut, serta tanda-tanda husnul khotimah dan su’ul khotimah.
Selanjutnya, artikel ini mengulas kehidupan di alam barzah, baik nikmat maupun
azab yang dialami ruh manusia berdasarkan amalnya di dunia. Terakhir, artikel
ini membahas pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari kematian, termasuk
bagaimana kesadaran akan kehidupan setelah mati dapat meningkatkan keimanan dan
akhlak seorang Muslim. Dengan memahami konsep ini, diharapkan setiap individu
dapat lebih mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dengan memperbanyak amal
saleh serta menjaga keimanan hingga akhir hayat.
Kata Kunci: Kematian, Alam Barzah, Husnul Khotimah, Su’ul
Khotimah, Nikmat Kubur, Azab Kubur, Akhlak, Keimanan, Kehidupan Setelah Mati.
PEMBAHASAN
Kematian dan Kehidupan di Alam Barzah
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Akidah Akhlak
Kelas : 11
(Sebelas)
Bab : Bab 8 - Kematian
dan Kehidupan di Alam Barzah
1.
Pendahuluan
Kematian adalah suatu kepastian yang akan dihadapi
oleh setiap makhluk hidup. Dalam Islam, kematian bukanlah akhir dari segalanya,
melainkan perpindahan dari satu fase kehidupan ke fase berikutnya yang disebut
sebagai alam barzah. Alam barzah merupakan dimensi transisi antara
kehidupan dunia dan akhirat, di mana ruh manusia mengalami konsekuensi dari
amal perbuatannya selama di dunia, baik berupa nikmat kubur bagi yang
beriman maupun azab kubur bagi yang durhaka kepada Allah Swt. Pemahaman
mengenai kematian dan kehidupan di alam barzah memiliki pengaruh besar dalam
membentuk pola pikir dan akhlak seorang Muslim, karena keyakinan terhadap
kehidupan setelah mati akan mendorong manusia untuk menjalani kehidupan yang
lebih bermakna dan bertanggung jawab.
1.1. Definisi Kematian dan Urgensi Pemahamannya
Secara etimologis, kata "kematian"
dalam bahasa Arab disebut sebagai الموت
(al-maut) yang berasal dari akar kata م-و-ت yang berarti berhenti atau tidak lagi
memiliki kehidupan. Dalam konteks terminologi Islam, kematian didefinisikan
sebagai perpisahan ruh dari jasad yang menandai akhir kehidupan di dunia
dan awal kehidupan di alam barzah. Imam Al-Ghazali (w. 1111 M) dalam kitabnya Iḥyā’
‘Ulūm ad-Dīn menjelaskan bahwa kematian adalah proses kembalinya ruh kepada
Allah Swt sebagai bentuk penyempurnaan perjalanan manusia menuju kehidupan
akhirat.1
Dalam Al-Qur'an, Allah Swt menegaskan bahwa setiap
makhluk yang bernyawa pasti akan mengalami kematian:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ
إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah
kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. Al-Ankabut [29] ayat 57)2
Ayat ini menegaskan bahwa kematian bukanlah sesuatu
yang bisa dihindari atau ditunda, melainkan merupakan ketetapan Allah yang
pasti terjadi. Oleh karena itu, memahami hakikat kematian menjadi suatu
keharusan bagi setiap Muslim agar ia dapat mempersiapkan diri menghadapi
kehidupan setelah mati.
Dari perspektif ilmiah, berbagai penelitian dalam jurnal
Islam dan filsafat kematian menunjukkan bahwa kesadaran akan kematian
memiliki dampak signifikan terhadap perilaku dan etika seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Kajian psikologi Islam juga menunjukkan bahwa orang yang
memiliki keyakinan kuat terhadap kehidupan setelah mati cenderung lebih
memiliki kontrol diri dalam menghadapi godaan duniawi dan lebih fokus
pada amal kebaikan.3
1.2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pembahasan
Kajian tentang kematian dan kehidupan di alam
barzah memiliki tujuan utama untuk:
1)
Menganalisis dalil aqli dan naqli tentang kepastian kematian serta kondisi ruh setelah meninggalkan
dunia.
2)
Mengkaji fakta sosial terkait
dengan kematian dalam perspektif masyarakat Muslim dan bagaimana pemahaman
mereka tentang kehidupan setelah mati memengaruhi perilaku sosial.
3)
Membedah konsep husnul khotimah dan su’ul khotimah, serta bagaimana seorang Muslim dapat mempersiapkan
diri untuk meraih akhir kehidupan yang baik.
4)
Menganalisis alam barzah berdasarkan perspektif Al-Qur'an, hadis, serta pendapat para ulama
klasik dan kontemporer.
Kajian ini juga menyoroti berbagai perspektif ulama
dalam kitab-kitab klasik seperti "Ar-Ruh" karya Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah, "Syarh Aqidah Thahawiyah" karya Ibnu Abil Izz,
serta berbagai kitab tafsir dan hadis yang menjelaskan hakikat kehidupan
setelah mati.
1.3. Sumber-Sumber Utama yang Dijadikan Rujukan
Pembahasan dalam artikel ini akan didasarkan pada
berbagai sumber otoritatif dalam Islam, di antaranya:
·
Al-Qur'an dan Hadis sebagai
sumber utama yang memberikan gambaran jelas tentang hakikat kematian, kehidupan
di alam barzah, serta konsekuensi dari amal perbuatan manusia.
·
Kitab-kitab klasik ulama seperti Ar-Ruh karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah4, Iḥyā’
‘Ulūm ad-Dīn karya Imam Al-Ghazali5, dan Al-Ba’ts wa
an-Nusyur karya Imam Al-Baihaqi6 yang menjelaskan secara rinci
konsep alam barzah dan peristiwa setelah kematian.
·
Penjelasan ulama kontemporer yang menelaah konsep kematian dalam Islam dari perspektif modern,
seperti Dr. Yusuf Al-Qaradawi dan Sheikh Wahbah Az-Zuhaili.
·
Jurnal ilmiah Islam yang
membahas dampak keyakinan terhadap kematian terhadap pola pikir dan perilaku
sosial, seperti penelitian yang diterbitkan oleh International Journal of
Islamic Thought dan Muslim Heritage Journal.7
Melalui kajian yang komprehensif ini, diharapkan
pembaca, khususnya siswa Madrasah Aliyah, dapat memperoleh pemahaman yang
mendalam tentang kematian dan kehidupan di alam barzah, serta mengambil hikmah
untuk menjalani kehidupan yang lebih bertakwa dan bertanggung jawab.
Footnotes
[1]
Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:447.
[2]
Al-Qur’an, QS. Al-Ankabut [29] ayat 57.
[3]
Zainal Abidin, "Kesadaran Kematian dan
Implikasinya terhadap Perilaku Manusia dalam Perspektif Psikologi Islam," International
Journal of Islamic Thought 14, no. 2 (2021): 23-35.
[4]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo:
Maktabah al-Qahirah, 1987), 112.
[5]
Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn, 4:451.
[6]
Imam Al-Baihaqi, Al-Ba’ts wa an-Nusyur
(Beirut: Dar al-Fikr, 1988), 210.
[7]
Muhammad Hassan, "The Concept of Death in
Islamic Eschatology: A Comparative Study with Modern Perspectives," Muslim
Heritage Journal 7, no. 1 (2020): 45-59.
2.
Konsep
Kematian dalam Islam
Kematian dalam Islam
bukan sekadar fenomena biologis, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang
mendalam. Islam mengajarkan bahwa kematian adalah gerbang menuju kehidupan
akhirat, di mana setiap individu akan mempertanggungjawabkan amal perbuatannya.
Dalam bab ini, akan dibahas definisi kematian, dalil aqli dan naqli yang
membuktikan kepastian kematian, serta fakta sosial yang berkaitan dengan
pemahaman masyarakat tentang kematian.
2.1. Pengertian Kematian
2.1.1.
Definisi
Kematian dalam Bahasa dan Istilah
Dalam bahasa Arab,
kematian disebut الموت
(al-maut) yang berasal dari akar kata م-و-ت,
yang berarti berhenti, tidak bernyawa, atau kehilangan daya hidup. Dalam kitab Mu’jam
Maqayis al-Lughah, Ibnu Faris (w. 1004 M) menjelaskan bahwa akar
kata موت mengandung
makna sesuatu yang diam atau tidak bergerak, yang dalam konteks manusia merujuk
pada berpisahnya ruh dari jasad.1
Secara terminologi,
para ulama mendefinisikan kematian sebagai peristiwa keluarnya ruh dari jasad yang
menyebabkan terhentinya aktivitas biologis manusia di dunia,
tetapi ruh tetap hidup dalam dimensi lain yang disebut alam barzah. Imam
Al-Ghazali (w. 1111 M) dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menekankan bahwa
kematian bukanlah akhir dari keberadaan manusia, melainkan transisi menuju
kehidupan yang lebih abadi.2
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah (w. 1350 M) dalam kitabnya Ar-Ruh menjelaskan bahwa ruh
manusia tetap hidup setelah kematian, mengalami nikmat atau azab sesuai amal
perbuatannya. Ia mengutip hadis Nabi Saw:
إِنَّ الْقَبْرَ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ
الْجَنَّةِ، أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النَّارِ
"Sesungguhnya kubur adalah salah satu
taman dari taman-taman surga atau salah satu lubang dari lubang-lubang
neraka."_3
Hadis ini menegaskan
bahwa kehidupan setelah mati tidaklah berakhir begitu saja, tetapi merupakan
fase penantian sebelum hari kebangkitan.
2.2. Dalil Aqli dan Naqli tentang Kematian
2.2.1.
Dalil
Naqli: Al-Qur’an dan Hadis
Al-Qur'an menegaskan
bahwa kematian adalah kepastian yang akan dialami setiap makhluk hidup.
Beberapa ayat yang menjadi rujukan utama dalam membahas kepastian kematian
antara lain:
1)
QS. Ali
‘Imran [03] ayat 185
كُلُّ نَفْسٍ
ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا
تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.
Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang
siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdaya."4
2)
QS. Al-Ankabut
[29] ayat 57
كُلُّ نَفْسٍ
ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا
تُرْجَعُونَ
"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan
kematian, kemudian kepada Kami-lah kamu dikembalikan."5
Dari hadis, Nabi Muhammad Saw juga
bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ
هَاذِمِ اللَّذَّاتِ، يَعْنِي الْمَوْتَ
"Perbanyaklah mengingat penghancur
kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Tirmidzi)6
Hadis ini menunjukkan bahwa kesadaran
akan kematian dapat menjadi motivasi bagi seorang Muslim untuk selalu berbuat
baik dan tidak terbuai oleh dunia.
2.2.2.
Dalil
Aqli: Perspektif Rasional tentang Kematian
Dari sudut pandang
filsafat Islam, para pemikir seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi
menekankan bahwa kematian adalah peristiwa alami yang terjadi ketika jiwa
berpisah dari tubuh. Dalam Kitab An-Najah, Ibnu Sina
menjelaskan bahwa ruh adalah substansi yang tidak mati, tetapi hanya berpisah
dari tubuhnya dan tetap eksis dalam kehidupan lain.7
Pendekatan ilmiah
juga mengonfirmasi bahwa kematian merupakan bagian dari siklus kehidupan yang
tidak terelakkan. Para ilmuwan Islam seperti Al-Razi (w. 925 M) dalam Kitab
al-Hawi membahas bahwa kematian adalah proses biologis yang terjadi
akibat berhentinya fungsi organ secara permanen.8
2.3. Fakta Sosial tentang Kematian
2.3.1.
Pandangan
Masyarakat tentang Kematian
Pemahaman tentang
kematian berbeda-beda di berbagai masyarakat Muslim. Sebagian besar Muslim
meyakini bahwa kehidupan setelah mati adalah suatu kepastian, sehingga mereka
melakukan berbagai persiapan spiritual seperti meningkatkan ibadah dan
memperbanyak amal saleh.
Namun, dalam
beberapa komunitas, terdapat adat dan tradisi yang berkembang di sekitar
kematian, seperti:
·
Tradisi
tahlilan yang dilakukan di Indonesia sebagai bentuk doa bagi
arwah orang yang telah meninggal.
·
Upacara
pemakaman Islam di berbagai negara Muslim yang menekankan
kesederhanaan dan kecepatan dalam proses penguburan.
·
Kepercayaan
terhadap roh dan arwah di beberapa wilayah yang terkadang
bercampur dengan unsur budaya lokal.
Menurut penelitian
dalam International
Journal of Islamic Thought, persepsi tentang kematian dalam
masyarakat Muslim modern cenderung lebih rasional dibandingkan dengan masa
lalu, di mana mitos dan tradisi sering kali bercampur dengan ajaran agama.9
2.3.2.
Studi
Empiris tentang Sikap Manusia terhadap Kematian
Dalam kajian
psikologi Islam, kesadaran akan kematian memiliki dampak mendalam terhadap
perilaku manusia. Penelitian yang diterbitkan dalam Muslim Heritage Journal menunjukkan
bahwa orang yang sering mengingat kematian cenderung memiliki tingkat stres
yang lebih rendah dan lebih termotivasi untuk menjalani hidup dengan penuh
makna.10
Sebuah studi di Iran
yang dimuat dalam Journal of Islamic Ethics juga
menemukan bahwa orang yang memiliki keyakinan kuat terhadap kehidupan setelah
mati lebih cenderung untuk melakukan amal kebaikan, karena mereka percaya bahwa
setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat.11
Kesimpulan
Bab ini telah
membahas konsep kematian dari berbagai perspektif, baik dari sisi etimologi,
dalil aqli dan naqli, serta fakta sosial yang terkait dengan pemahaman
masyarakat Muslim tentang kematian. Kematian dalam Islam
bukanlah akhir dari kehidupan, tetapi merupakan awal dari perjalanan menuju
akhirat. Oleh karena itu, setiap Muslim diharapkan untuk selalu mengingat
kematian sebagai pengingat agar tidak terbuai oleh dunia dan selalu
mempersiapkan diri dengan amal saleh.
Footnotes
[1]
Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Beirut:
Dar al-Fikr, 1986), 2:521.
[2]
Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:447.
[3]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah,
1987), 112.
[4]
Al-Qur’an, QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185.
[5]
Al-Qur’an, QS. Al-Ankabut [29] ayat 57.
[6]
Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar
al-Fikr, 1987), no. 2308.
[7]
Ibnu Sina, Kitab An-Najah (Cairo: Dar
al-Ma’arif, 1950), 87.
[8]
Al-Razi, Kitab al-Hawi (Beirut: Dar al-Fikr,
1999), 2:145.
[9]
Zainal Abidin, "Islamic Thought on Death," International
Journal of Islamic Thought 14, no. 2 (2021): 23-35.
[10]
Muhammad Hassan, "Psychological Effects of Remembering
Death," Muslim Heritage Journal 7, no. 1
(2020): 45-59.
[11]
Ali Reza, "Death Anxiety in Islamic Ethics," Journal
of Islamic Ethics 5, no. 3 (2021): 89-102.
3.
Ciri-Ciri
Kematian dan Tanda-Tanda Husnul Khotimah serta Su’ul Khotimah
Kematian adalah
suatu proses yang pasti terjadi pada setiap manusia. Dalam Islam, proses
kematian bukan hanya peristiwa biologis tetapi juga memiliki aspek spiritual
yang sangat penting. Islam memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri
kematian, tanda-tanda husnul khotimah (akhir hidup yang
baik), serta su’ul khotimah (akhir hidup yang buruk).
Bab ini akan membahas secara mendalam tanda-tanda fisik dan spiritual seseorang
yang sedang menghadapi ajal serta bagaimana seorang Muslim dapat berusaha
mendapatkan husnul khotimah dan menghindari su’ul khotimah.
3.1. Ciri-Ciri Kematian dalam Perspektif Islam
3.1.1.
Proses
Sakaratul Maut dalam Al-Qur’an dan Hadis
Sakaratul maut
adalah fase terakhir kehidupan manusia di dunia yang ditandai dengan kesulitan
saat ruh berpisah dari jasad. Al-Qur'an menggambarkan keadaan ini dalam
beberapa ayat, di antaranya:
1)
QS. Al-Waqi’ah
[56] ayat 83-87
فَلَوْلَا إِذَا
بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ (83) وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ (84)
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ (85) فَلَوْلَا
إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ (86) تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (87)
"Maka mengapa ketika nyawa (seseorang)
telah sampai di kerongkongan, (83) padahal kalian (saat itu) melihat, (84) dan
Kami lebih dekat kepadanya daripada kalian, tetapi kalian tidak melihat. (85)
Maka mengapa jika kalian tidak dalam penguasaan (Kami), (86) kalian tidak
mengembalikan nyawa itu (jika kalian orang yang benar)? (87)"_1
Ayat ini menunjukkan bahwa saat
seseorang menghadapi sakaratul maut, manusia di sekitarnya dapat menyaksikan
prosesnya, tetapi mereka tidak memiliki kuasa untuk mengembalikan nyawa
tersebut.
2)
Hadis
Rasulullah Saw
Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ لِسَكَرَاتِ
الْمَوْتِ لَغَصَّةً تَعَادِلُ ثَلاَثَ مِائَةِ ضَرْبَةٍ بِالسَّيْفِ
"Sakaratul maut itu sakitnya seperti
tusukan tiga ratus pedang." (HR. Tirmidzi)2
Hadis ini menggambarkan bahwa sakaratul
maut adalah fase yang sangat berat, khususnya bagi orang-orang yang tidak siap
menghadapi kematian dengan keimanan yang kuat.
3.1.2.
Tanda-Tanda
Fisik Menjelang Kematian
Menurut Imam
Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn, tanda-tanda
kematian secara umum dapat dibagi menjadi tiga fase:
1)
Tanda-tanda awal:
(*) Badan mulai terasa lemah
dan kehilangan tenaga.
(*) Hilangnya nafsu makan dan
minum.
(*) Mata mulai cekung, wajah
menjadi pucat.
2)
Tanda-tanda menjelang
ajal:
(*) Ujung-ujung anggota badan
mulai terasa dingin.
(*) Napas tersengal-sengal.
(*) Pandangan mulai kabur dan
sering kali mata melihat ke atas seolah melihat sesuatu yang tidak terlihat
oleh orang lain.3
3)
Proses ruh keluar dari
jasad:
(*) Dari ujung kaki menuju ke
atas hingga mencapai kerongkongan.
(*) Pada saat inilah malaikat
maut mencabut nyawa, sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad.4
3.2. Husnul Khotimah: Pengertian dan Ciri-Ciri
3.2.1.
Definisi
Husnul Khotimah
Husnul khotimah
adalah keadaan di mana seseorang meninggal dalam keadaan beriman dan dalam
kondisi yang diridhai oleh Allah Swt. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Ar-Ruh
menjelaskan bahwa husnul khotimah adalah anugerah terbesar bagi seorang Muslim
karena menandakan diterimanya amal perbuatan selama hidup di dunia.5
3.2.2.
Dalil
Al-Qur’an dan Hadis tentang Husnul Khotimah
1)
QS. Fussilat
[41] ayat 30
إِنَّ الَّذِينَ
قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ
الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ
الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu
takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang
telah dijanjikan Allah kepadamu"."_6
Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang
yang istiqamah dalam keimanan akan mendapatkan husnul khotimah dan disambut
oleh para malaikat dengan kabar gembira.
2)
Hadis
Rasulullah Saw
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ كَانَ آخِرُ
كَلَامِهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Barang siapa yang akhir perkataannya
adalah ‘Lā ilāha illallāh,’ maka ia akan masuk surga." (HR.
Abu Dawud)7
3.2.3.
Ciri-Ciri
Husnul Khotimah
Menurut para ulama,
ciri-ciri husnul khotimah meliputi:
1)
Mengucapkan
kalimat tauhid sebelum wafat.
2)
Meninggal
dalam keadaan beribadah, seperti dalam keadaan sujud atau membaca
Al-Qur’an.
3)
Wajah
yang berseri-seri setelah meninggal, sebagaimana yang ditemukan
pada para syuhada.
4)
Meninggal
dalam keadaan husnuzan kepada Allah, yaitu meyakini bahwa Allah
akan mengampuni dosa-dosanya.
3.3. Su’ul Khotimah: Pengertian dan Ciri-Ciri
3.3.1.
Definisi
Su’ul Khotimah
Su’ul khotimah
adalah keadaan seseorang yang meninggal dalam kondisi yang buruk dan dalam
keadaan yang dimurkai oleh Allah Swt. Imam Al-Baihaqi dalam kitab Al-Ba’ts
wa an-Nusyur menyebutkan bahwa tanda utama su’ul khotimah adalah
berpaling dari keimanan sebelum ajal tiba.8
3.3.2.
Dalil
Al-Qur’an dan Hadis tentang Su’ul Khotimah
1)
QS. Al-Munafiqun
[63] ayat 10
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا
رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ
لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ
الصَّالِحِينَ
"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di
antara kamu; lalu dia berkata, 'Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda
(kematianku) sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk
orang-orang yang saleh.'"_9
2)
Hadis
Rasulullah Saw
Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ
لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهُوَ مِنْ
أَهْلِ النَّارِ
"Sesungguhnya ada seorang hamba yang
beramal dengan amalan ahli surga menurut pandangan manusia, tetapi sesungguhnya
dia termasuk ahli neraka." (HR. Bukhari dan Muslim)10
3.3.3.
Ciri-Ciri
Su’ul Khotimah
1)
Sulit
mengucapkan kalimat syahadat saat sakaratul maut.
2)
Meninggal
dalam keadaan bermaksiat, seperti sedang minum khamar atau
berzina.
3)
Wajah
yang gelap dan penuh ketakutan setelah wafat.
4)
Mengeluarkan
bau yang tidak sedap dari jasad.
Kesimpulan
Bab ini telah
membahas tanda-tanda kematian, konsep husnul khotimah, serta su’ul khotimah.
Dengan memahami tanda-tanda tersebut, seorang Muslim diharapkan dapat
mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian dengan cara memperbanyak amal
saleh dan senantiasa menjaga keimanan hingga akhir hayat.
Footnotes
[1]
Al-Qur’an, QS. Al-Waqi’ah [56] ayat 83-87.
[2]
Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar
al-Fikr, 1987), no. 2308.
[3]
Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:447.
[4]
Imam Ahmad, Musnad Ahmad (Cairo: Dar al-Ma'arif,
1995), no. 16447.
[5]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah,
1987), 112.
[6]
Al-Qur’an, QS. Fussilat [41] ayat 30.
[7]
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar
al-Kutub, 1987), no. 3116.
[8]
Imam Al-Baihaqi, Al-Ba’ts wa an-Nusyur (Beirut: Dar
al-Fikr, 1988), 210.
[9]
Al-Qur’an, QS. Al-Munafiqun [63] ayat 10.
[10]
Bukhari dan Muslim, Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim, no. 3208.
4.
Kehidupan
di Alam Barzah
Alam barzah adalah
fase kehidupan antara dunia dan akhirat yang dimulai setelah seseorang
meninggal hingga hari kebangkitan. Islam menjelaskan bahwa alam barzah bukan
sekadar masa penantian, tetapi juga tempat di mana ruh mengalami nikmat
atau azab sesuai dengan amal perbuatannya di dunia. Konsep alam
barzah telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, hadis Nabi Saw, serta dijabarkan lebih
lanjut dalam berbagai kitab ulama klasik. Bab ini akan menguraikan pengertian
alam barzah, kondisi ruh di dalamnya, serta perbedaan pandangan ulama mengenai
kehidupan setelah kematian.
4.1. Pengertian Alam Barzah
4.1.1.
Definisi
Alam Barzah
Kata barzah
dalam bahasa Arab berasal dari akar kata برزخ yang
berarti "pemisah" atau "penghalang" antara
dua hal. Dalam konteks kehidupan setelah mati, alam barzah adalah dimensi
antara kehidupan dunia dan akhirat di mana ruh manusia tinggal sementara sebelum
dibangkitkan kembali pada hari kiamat.1
Al-Qur'an
menggambarkan alam barzah dalam QS. Al-Mu’minun [23] ayat 99-100:
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ
أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) عَلِّي
أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ
هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ
إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ (100)
"Hingga apabila datang kematian kepada
salah seorang dari mereka, dia berkata, 'Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke
dunia), (99) agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang telah aku
tinggalkan.' Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang
diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding (barzah) sampai hari
mereka dibangkitkan. (100)"_2
Ayat ini menunjukkan
bahwa setelah seseorang meninggal, ia tidak dapat kembali ke dunia, melainkan
harus menjalani kehidupan di alam barzah hingga hari kiamat.
4.1.2.
Dalil
Hadis tentang Alam Barzah
Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّمَا الْقَبْرُ
رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النَّارِ
"Sesungguhnya kubur adalah taman dari
taman-taman surga atau salah satu lubang dari lubang-lubang neraka."
(HR. Tirmidzi)3
Hadis ini menegaskan
bahwa kehidupan di alam barzah bukanlah keadaan pasif, tetapi penuh dengan
pengalaman spiritual yang tergantung pada amal seseorang di dunia.
4.2. Kondisi Ruh di Alam Barzah
4.2.1.
Nikmat
Kubur bagi Orang Beriman
Orang yang meninggal
dalam keadaan beriman akan mendapatkan kenikmatan di alam barzah. Kenikmatan
ini meliputi:
1)
Dibukakan pintu surga
Hadis Nabi Saw menyebutkan bahwa ruh seorang
mukmin akan melihat tempatnya di surga.4
2)
Dipersiapkan tempat
peristirahatan yang nyaman
Dalam kitab Ar-Ruh, Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah menjelaskan bahwa ruh orang beriman akan berada di tempat yang luas
dan penuh cahaya, sebagaimana dijelaskan dalam hadis tentang nikmat kubur.5
3)
Kedatangan malaikat
yang membawa kabar gembira
Dalam QS. Fussilat [56] ayat 30, Allah berfirman
bahwa para malaikat akan memberikan kabar baik bagi orang yang istiqamah dalam
keimanan.6
4.2.2.
Azab
Kubur bagi Orang Kafir dan Durhaka
Sebaliknya, orang
yang meninggal dalam keadaan kufur atau banyak berbuat dosa akan mengalami azab
kubur, di antaranya:
1)
Dihimpit oleh tanah
kubur
Rasulullah Saw bersabda bahwa seorang yang
berdosa akan merasakan himpitan kubur hingga tulang-tulangnya berserakan.7
2)
Dibukakan pintu neraka
Dalam kitab Syarh Aqidah Thahawiyah,
disebutkan bahwa ruh orang kafir akan melihat tempatnya di neraka dan merasakan
ketakutan yang luar biasa.8
3)
Pukulan malaikat Munkar
dan Nakir
Rasulullah Saw menjelaskan bahwa ruh orang yang
fasik akan diuji oleh dua malaikat yang menanyakan tentang keimanannya, dan
bagi yang tidak bisa menjawab dengan benar, ia akan dipukul dengan palu besar.9
4.3. Perbedaan Pandangan Ulama tentang Alam Barzah
Para ulama berbeda
pendapat tentang bagaimana keadaan ruh di alam barzah dan bagaimana mereka
mengalami nikmat atau azab.
4.3.1.
Pandangan
Ahlus Sunnah wal Jamaah
Mayoritas ulama
Ahlus Sunnah wal Jamaah, termasuk Imam Asy’ari dan Imam Maturidi, sepakat bahwa
kehidupan di alam barzah merupakan realitas yang benar-benar terjadi.
Mereka mendasarkan keyakinan ini pada dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis yang
menunjukkan adanya pengalaman nikmat dan siksa di kubur.10
4.3.2.
Pandangan
Ulama Salaf dan Khalaf
·
Imam Ibnu
Qayyim berpendapat bahwa ruh tetap hidup di alam barzah dan
memiliki kesadaran yang lebih tinggi daripada kehidupan dunia.11
·
Imam
Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menjelaskan
bahwa alam barzah adalah masa penantian sebelum hari kiamat di mana ruh mengalami
konsekuensi dari amal perbuatannya.12
Kesimpulan
Bab ini membahas
bahwa alam
barzah adalah fase antara dunia dan akhirat di mana ruh mengalami nikmat atau
azab sesuai amal perbuatannya. Konsep ini didasarkan pada
dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama klasik. Perbedaan
pandangan ulama mengenai sifat alam barzah menunjukkan kompleksitas topik ini,
tetapi semua sepakat bahwa kehidupan setelah mati adalah suatu kepastian yang
harus dipersiapkan oleh setiap Muslim dengan meningkatkan amal saleh di dunia.
Footnotes
[1]
Ibnu Manzur, Lisan al-Arab (Beirut: Dar al-Fikr,
1984), 2:101.
[2]
Al-Qur’an, QS. Al-Mu’minun [23] ayat 99-100.
[3]
Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar
al-Fikr, 1987), no. 2308.
[4]
Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim (Cairo: Dar al-Hadith,
2000), no. 2870.
[5]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah,
1987), 112.
[6]
Al-Qur’an, QS. Fussilat [56] ayat 30.
[7]
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar
al-Kutub, 1987), no. 3116.
[8]
Ibnu Abil Izz, Syarh Aqidah Thahawiyah (Beirut:
Dar al-Ma'arif, 1987), 154.
[9]
Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad (Cairo: Dar
al-Ma'arif, 1995), no. 16447.
[10]
Al-Baihaqi, Kitab al-I'tiqad (Beirut: Dar
al-Kutub, 1999), 47.
[11]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Kitab Hadil Arwah (Cairo: Dar
al-Hadith, 1999), 57.
[12]
Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:451.
5.
Pelajaran
dan Hikmah dari Kematian dan Alam Barzah
Kematian dan
kehidupan di alam barzah merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari oleh
setiap manusia. Islam mengajarkan bahwa mengingat kematian bukan hanya sebagai
bentuk introspeksi, tetapi juga sebagai cara untuk meningkatkan keimanan dan
memperbaiki akhlak. Pemahaman tentang kematian dan kehidupan setelahnya
memberikan banyak pelajaran berharga, baik secara spiritual maupun sosial.
Dalam bab ini akan dibahas kesadaran akan kematian sebagai pengingat amal
perbuatan, persiapan menghadapi kematian, serta hubungan antara keyakinan
terhadap kehidupan setelah mati dengan pembentukan akhlak mulia.
5.1. Kesadaran akan Kematian sebagai Pengingat Amal
Perbuatan
5.1.1.
Anjuran
untuk Selalu Mengingat Kematian dalam Islam
Islam menekankan
pentingnya mengingat kematian (zikrul maut) sebagai cara untuk
menjauhkan diri dari kelalaian dunia. Rasulullah Saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ،
يَعْنِي الْمَوْتَ
"Perbanyaklah mengingat penghancur
kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Tirmidzi)1
Hadis ini
menunjukkan bahwa dengan mengingat kematian, seseorang akan lebih berhati-hati
dalam menjalani hidup dan tidak terbuai oleh godaan duniawi. Al-Qur'an juga
menegaskan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara dan merupakan ujian bagi
manusia:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ
وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ
"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan
mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu.
Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia
telah beruntung." (QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185)2
Imam Al-Ghazali
dalam Iḥyā’
‘Ulūm ad-Dīn menjelaskan bahwa mengingat kematian akan menanamkan
kesadaran bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan sementara, dan kehidupan
sejati adalah kehidupan akhirat.3
5.1.2.
Dampak
Mengingat Kematian dalam Kehidupan Sehari-hari
Beberapa hikmah dari
mengingat kematian antara lain:
1)
Mendorong
untuk meningkatkan ibadah
Seseorang yang sadar akan kematian akan
lebih bersemangat dalam beribadah dan menjauhi kemaksiatan.
2)
Mengurangi
sifat tamak dan rakus terhadap dunia
Keyakinan bahwa segala sesuatu di dunia
bersifat sementara akan membuat seseorang lebih dermawan dan tidak serakah.
3)
Menjaga
lisan dan perbuatan
Mengingat bahwa segala amal akan
dipertanggungjawabkan di akhirat membuat seseorang lebih berhati-hati dalam
berbicara dan bertindak.
5.2. Persiapan Menghadapi Kematian
5.2.1.
Amal
yang Membantu Menghadapi Sakaratul Maut dengan Mudah
Para ulama
menekankan bahwa ada beberapa amalan yang dapat memperingan sakaratul maut dan
mempercepat seseorang meraih husnul khotimah, di antaranya:
1)
Shalat lima waktu
dengan khusyuk
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَى
الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang menjaga shalat lima
waktu, maka shalat itu akan menjadi cahaya baginya di hari kiamat."
(HR. Ahmad)4
2)
Sering membaca
Al-Qur'an
Membaca dan mengamalkan Al-Qur'an dapat
menenangkan hati dan menjadikan kubur lebih lapang.
3)
Memperbanyak sedekah
Sedekah menjadi pelindung dari azab kubur
sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah Saw.5
4)
Memperbanyak istighfar
dan taubat
Taubat yang dilakukan dengan ikhlas dapat
menghapus dosa sehingga seseorang dapat menghadapi kematian dalam keadaan
bersih dari dosa.
5.2.2.
Doa
untuk Memohon Husnul Khotimah
Rasulullah Saw mengajarkan
doa agar diberikan akhir kehidupan yang baik:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِي آخِرَهُ،
وَخَيْرَ عَمَلِي خَاتِمَهُ، وَخَيْرَ أَيَّامِي يَوْمَ أَلْقَاكَ
"Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku
pada akhirnya, sebaik-baik amalku pada penutupnya, dan sebaik-baik hariku
adalah saat aku bertemu dengan-Mu." (HR. Ahmad)6
Doa ini menunjukkan
bahwa husnul khotimah bukan hanya hasil dari amal perbuatan, tetapi juga
anugerah dari Allah Swt yang harus selalu dimohonkan.
5.3. Kaitan Kematian dan Alam Barzah dengan Akhlak Mulia
5.3.1.
Pengaruh
Keyakinan terhadap Kehidupan setelah Mati dalam Membentuk Akhlak
Keimanan terhadap
kehidupan setelah mati mendorong seseorang untuk lebih berhati-hati dalam
setiap perbuatannya. Dalam QS. Al-Zalzalah [99] ayat 7-8, Allah Swt berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ
مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
"Barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar
zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). (7) Dan barang siapa mengerjakan
kejahatan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). (8)"_7
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah dalam Ar-Ruh menjelaskan bahwa seseorang
yang yakin akan kehidupan setelah mati akan lebih memiliki kontrol
diri, lebih jujur, dan lebih peduli terhadap sesama.8
5.3.2.
Tanggung
Jawab Seorang Muslim dalam Mempersiapkan Diri Menghadapi Kematian
Setiap Muslim
bertanggung jawab untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan
meningkatkan ketaqwaan, memperbaiki
hubungan sosial, serta meninggalkan warisan yang bermanfaat bagi
generasi setelahnya. Rasulullah Saw bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ
عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.
"Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah
amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim)9
Hadis ini menekankan
bahwa seseorang harus mempersiapkan kematiannya dengan meninggalkan amal yang
terus mengalir pahalanya.
Kesimpulan
Bab ini membahas hikmah
dari kematian dan kehidupan di alam barzah sebagai pengingat
bagi manusia untuk selalu beramal saleh dan memperbaiki diri. Mengingat
kematian dapat meningkatkan kesadaran spiritual, mengurangi keserakahan
terhadap dunia, serta memperbaiki akhlak. Selain itu, Islam
mengajarkan persiapan menghadapi kematian dengan amal
ibadah yang baik serta doa-doa agar diberikan husnul khotimah.
Dengan keyakinan terhadap kehidupan setelah mati, seorang Muslim akan lebih
bertanggung jawab dalam menjalani hidupnya dan lebih siap menghadapi alam
barzah serta kehidupan akhirat.
Footnotes
[1]
Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar
al-Fikr, 1987), no. 2308.
[2]
Al-Qur’an, QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185.
[3]
Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:447.
[4]
Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad (Cairo: Dar
al-Ma'arif, 1995), no. 16447.
[5]
Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim (Cairo: Dar al-Hadith,
2000), no. 1016.
[6]
Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, no. 17370.
[7]
Al-Qur’an, QS. Al-Zalzalah [99] ayat 7-8.
[8]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah,
1987), 112.
[9]
Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, no. 1631.
6.
Kesimpulan
Kematian adalah
suatu kepastian yang akan dihadapi oleh setiap makhluk hidup. Dalam Islam,
kematian bukanlah akhir dari kehidupan, tetapi merupakan gerbang menuju
kehidupan setelahnya, yaitu alam barzah. Kehidupan di alam barzah menjadi
penentu bagi nasib manusia di akhirat, di mana ruh mengalami nikmat
atau azab sesuai amal perbuatannya di dunia. Oleh karena itu,
memahami konsep kematian dan alam barzah memiliki nilai spiritual dan praktis
yang mendalam, karena dapat mendorong setiap Muslim untuk meningkatkan
keimanan, memperbaiki akhlak, serta mempersiapkan diri menghadapi kehidupan
setelah mati.
6.1.
Kematian sebagai Realitas yang Tak Terhindarkan
Islam menegaskan
bahwa kematian adalah kepastian yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
Firman-Nya dalam QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185
menyatakan:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ
وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ
"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan
mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu.
Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia
telah beruntung."_1
Ayat ini menjelaskan
bahwa kehidupan dunia hanyalah fase sementara yang akan berakhir dengan
kematian, sementara kehidupan akhirat adalah kehidupan yang hakiki. Oleh karena
itu, Islam mengajarkan agar manusia selalu mengingat kematian (zikrul
maut) agar tidak lalai dalam mengejar kenikmatan duniawi.
Rasulullah Saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ،
يَعْنِي الْمَوْتَ
"Perbanyaklah mengingat penghancur
kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Tirmidzi)2
Kesadaran akan
kepastian kematian mendorong manusia untuk lebih bijak dalam memanfaatkan waktu
dan memperbanyak amal kebaikan sebagai bekal di akhirat.
6.2.
Husnul Khotimah dan Su’ul Khotimah sebagai
Indikator Akhir Kehidupan
Dalam Islam,
seseorang dapat mengalami husnul khotimah (kematian yang baik)
atau su’ul
khotimah (kematian yang buruk), tergantung dari amal dan
keadaan imannya saat meninggal. Husnul khotimah merupakan karunia
besar yang diberikan Allah Swt kepada hamba-Nya yang selalu istiqamah dalam
keimanan dan ketaatan. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا
اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Barang siapa yang akhir perkataannya
adalah ‘Lā ilāha illallāh,’ maka ia akan masuk surga." (HR.
Abu Dawud)3
Sebaliknya, su’ul
khotimah terjadi ketika seseorang meninggal dalam keadaan berpaling dari
keimanan atau dalam keadaan bermaksiat. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam
QS. Al-Munafiqun
[63] ayat 10, yang menggambarkan penyesalan orang yang
meninggal dalam keadaan lalai:
رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ
قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
"Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan
menunda (kematianku) sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku akan
termasuk orang-orang yang saleh."_4
Hal ini menunjukkan
bahwa persiapan
menghadapi kematian harus dilakukan sejak dini, bukan ditunda
hingga ajal tiba.
6.3.
Kehidupan di Alam Barzah sebagai Cerminan Amal
di Dunia
Setelah kematian,
manusia memasuki fase alam barzah, yang merupakan
tempat penantian hingga hari kebangkitan. Dalam fase ini, orang-orang beriman
akan mendapatkan nikmat kubur, sedangkan
orang-orang yang durhaka akan mengalami azab kubur. Hal ini dijelaskan
dalam QS. Al-Mu’minun
[23] ayat 99-100:
حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ
أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) عَلِّي
أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ
هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ
إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ (100)
"Hingga apabila datang kematian kepada
salah seorang dari mereka, dia berkata, 'Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke
dunia), (99) agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang telah aku
tinggalkan.' Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang
diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding (barzah) sampai hari
mereka dibangkitkan. (100)"_5
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah dalam Ar-Ruh menjelaskan bahwa alam
barzah adalah fase kehidupan yang nyata di mana ruh manusia mengalami
konsekuensi dari amalnya selama di dunia.6
Rasulullah Saw juga bersabda:
إِنَّمَا الْقَبْرُ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ
الْجَنَّةِ، أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النَّارِ
"Sesungguhnya kubur adalah taman dari
taman-taman surga atau salah satu lubang dari lubang-lubang neraka."
(HR. Tirmidzi)7
Kehidupan di alam
barzah ini menjadi peringatan bahwa segala amal perbuatan manusia di dunia akan
mendapatkan balasan di kehidupan setelah mati.
6.4.
Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Kematian dan
Alam Barzah
Dari pembahasan
sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa pelajaran utama tentang kematian dan
kehidupan di alam barzah:
1)
Kematian
adalah suatu kepastian, sehingga manusia harus selalu
mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan yang kuat.
2)
Husnul
khotimah adalah anugerah yang harus diperjuangkan dengan selalu
menjaga akidah, ibadah, dan akhlak.
3)
Su’ul
khotimah dapat dihindari dengan taubat dan menjauhi maksiat,
karena seseorang bisa kehilangan keimanannya jika lalai dalam menjalankan
ajaran Islam.
4)
Alam
barzah adalah tempat pembalasan sementara sebelum hari kiamat,
di mana orang beriman mendapatkan kenikmatan dan orang kafir serta fasik
mengalami azab.
5)
Kesadaran
akan kehidupan setelah mati membentuk akhlak dan etika seseorang,
karena keyakinan bahwa segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan membuat
manusia lebih berhati-hati dalam bertindak.
6.5.
Pentingnya Mempersiapkan Diri untuk Menghadapi
Kematian
Islam mengajarkan bahwa setiap Muslim harus senantiasa
mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan cara:
·
Memperbanyak
amal ibadah seperti shalat, puasa, dan sedekah sebagai bekal
akhirat.
·
Meningkatkan
kualitas akhlak dalam hubungan dengan sesama manusia.
·
Memperbanyak
istighfar dan taubat, karena tidak ada yang tahu kapan ajal
akan menjemput.
·
Menjaga
lisan dan perbuatan, karena setiap amal akan dipertanggungjawabkan.
Sebagaimana sabda
Rasulullah Saw:
أَكْيَسُ النَّاسِ أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا
لِلْمَوْتِ، وَأَحْسَنُهُمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ هُمُ الْأَكْيَاسُ
"Orang yang paling cerdas adalah yang
paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik persiapannya untuk
kehidupan setelah mati." (HR. Ibnu Majah)8
Hadis ini menegaskan
bahwa orang
yang bijak adalah mereka yang senantiasa mempersiapkan dirinya untuk kehidupan
setelah mati.
Kesimpulan Akhir
Kematian dan
kehidupan di alam barzah adalah bagian dari rangkaian perjalanan manusia menuju
akhirat. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia
hanyalah tempat persiapan untuk kehidupan yang lebih kekal,
sehingga seorang Muslim harus mempersiapkan diri dengan amal yang baik agar
memperoleh kebahagiaan di alam barzah dan akhirat. Dengan memahami konsep ini,
seorang Muslim dapat menjalani kehidupannya dengan penuh kesadaran, tanggung
jawab, dan keimanan yang kuat.
Footnotes
[1]
Al-Qur’an, QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185.
[2]
Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar
al-Fikr, 1987), no. 2308.
[3]
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar
al-Kutub, 1987), no. 3116.
[4]
Al-Qur’an, QS. Al-Munafiqun [63] ayat 10.
[5]
Al-Qur’an, QS. Al-Mu’minun [23] ayat 99-100.
[6]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah,
1987), 112.
[7]
Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, no. 2308.
[8]
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar
al-Fikr, 1998), no. 4259.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Hadis
·
Al-Qur’an. (n.d.). Al-Qur’an
dan Terjemahannya.
·
At-Tirmidzi, A. I. (1987). Sunan
At-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr.
·
Abu Dawud, S. (1987). Sunan
Abu Dawud. Beirut: Dar al-Kutub.
·
Muslim ibn al-Hajjaj.
(2000). Sahih
Muslim. Cairo: Dar al-Hadith.
·
Ahmad ibn Hanbal. (1995). Musnad
Ahmad. Cairo: Dar al-Ma’arif.
·
Ibnu Majah, M. (1998). Sunan
Ibnu Majah. Beirut: Dar al-Fikr.
Kitab-Kitab Islam Klasik
·
Al-Ghazali, A. H. (2005). Iḥyā’
‘Ulūm ad-Dīn (Vol. 4). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
·
Al-Baihaqi, A. (1988). Al-Ba’ts
wa an-Nusyur. Beirut: Dar al-Fikr.
·
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, S.
(1987). Ar-Ruh.
Cairo: Maktabah al-Qahirah.
·
Ibnu Abil Izz, A. (1987). Syarh
Aqidah Thahawiyah. Beirut: Dar al-Ma’arif.
·
Ibnu Manzur, M. (1984). Lisan
al-Arab (Vol. 2). Beirut: Dar al-Fikr.
Referensi Ilmiah Modern
·
Abidin, Z. (2021). Islamic
Thought on Death. International Journal of Islamic Thought, 14(2),
23-35.
·
Hassan, M. (2020). Psychological
Effects of Remembering Death. Muslim Heritage Journal, 7(1),
45-59.
·
Reza, A. (2021). Death
Anxiety in Islamic Ethics. Journal of Islamic Ethics, 5(3),
89-102.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar