Jumat, 14 Maret 2025

Akidah Akhlak Kelas 11 Bab 8: Kematian dan Kehidupan di Alam Barzah

Akidah Akhlak

Kematian dan Kehidupan di Alam Barzah


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Akidah Akhlak

Kelas                   : 11 (Sebelas)


Abstrak

Kematian merupakan sebuah kepastian yang akan dihadapi oleh setiap manusia dan menjadi awal dari kehidupan di alam barzah sebelum menuju akhirat. Dalam Islam, pemahaman tentang kematian dan kehidupan setelahnya memiliki nilai penting dalam membentuk pola pikir dan akhlak seorang Muslim. Artikel ini mengkaji secara komprehensif konsep kematian dan kehidupan di alam barzah berdasarkan dalil aqli dan naqli, serta perspektif ulama klasik dan kontemporer. Pembahasan dimulai dengan definisi kematian menurut Islam, ciri-ciri sakaratul maut, serta tanda-tanda husnul khotimah dan su’ul khotimah. Selanjutnya, artikel ini mengulas kehidupan di alam barzah, baik nikmat maupun azab yang dialami ruh manusia berdasarkan amalnya di dunia. Terakhir, artikel ini membahas pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari kematian, termasuk bagaimana kesadaran akan kehidupan setelah mati dapat meningkatkan keimanan dan akhlak seorang Muslim. Dengan memahami konsep ini, diharapkan setiap individu dapat lebih mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dengan memperbanyak amal saleh serta menjaga keimanan hingga akhir hayat.

Kata Kunci: Kematian, Alam Barzah, Husnul Khotimah, Su’ul Khotimah, Nikmat Kubur, Azab Kubur, Akhlak, Keimanan, Kehidupan Setelah Mati.


PEMBAHASAN

Kematian dan Kehidupan di Alam Barzah


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Akidah Akhlak

Kelas                   : 11 (Sebelas)

Bab                      : Bab 8 - Kematian dan Kehidupan di Alam Barzah


1.           Pendahuluan

Kematian adalah suatu kepastian yang akan dihadapi oleh setiap makhluk hidup. Dalam Islam, kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan perpindahan dari satu fase kehidupan ke fase berikutnya yang disebut sebagai alam barzah. Alam barzah merupakan dimensi transisi antara kehidupan dunia dan akhirat, di mana ruh manusia mengalami konsekuensi dari amal perbuatannya selama di dunia, baik berupa nikmat kubur bagi yang beriman maupun azab kubur bagi yang durhaka kepada Allah Swt. Pemahaman mengenai kematian dan kehidupan di alam barzah memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola pikir dan akhlak seorang Muslim, karena keyakinan terhadap kehidupan setelah mati akan mendorong manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan bertanggung jawab.

1.1.       Definisi Kematian dan Urgensi Pemahamannya

Secara etimologis, kata "kematian" dalam bahasa Arab disebut sebagai الموت (al-maut) yang berasal dari akar kata م-و-ت  yang berarti berhenti atau tidak lagi memiliki kehidupan. Dalam konteks terminologi Islam, kematian didefinisikan sebagai perpisahan ruh dari jasad yang menandai akhir kehidupan di dunia dan awal kehidupan di alam barzah. Imam Al-Ghazali (w. 1111 M) dalam kitabnya Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menjelaskan bahwa kematian adalah proses kembalinya ruh kepada Allah Swt sebagai bentuk penyempurnaan perjalanan manusia menuju kehidupan akhirat.1

Dalam Al-Qur'an, Allah Swt menegaskan bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan mengalami kematian:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. Al-Ankabut [29] ayat 57)2

Ayat ini menegaskan bahwa kematian bukanlah sesuatu yang bisa dihindari atau ditunda, melainkan merupakan ketetapan Allah yang pasti terjadi. Oleh karena itu, memahami hakikat kematian menjadi suatu keharusan bagi setiap Muslim agar ia dapat mempersiapkan diri menghadapi kehidupan setelah mati.

Dari perspektif ilmiah, berbagai penelitian dalam jurnal Islam dan filsafat kematian menunjukkan bahwa kesadaran akan kematian memiliki dampak signifikan terhadap perilaku dan etika seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Kajian psikologi Islam juga menunjukkan bahwa orang yang memiliki keyakinan kuat terhadap kehidupan setelah mati cenderung lebih memiliki kontrol diri dalam menghadapi godaan duniawi dan lebih fokus pada amal kebaikan.3

1.2.       Tujuan dan Ruang Lingkup Pembahasan

Kajian tentang kematian dan kehidupan di alam barzah memiliki tujuan utama untuk:

1)                  Menganalisis dalil aqli dan naqli tentang kepastian kematian serta kondisi ruh setelah meninggalkan dunia.

2)                  Mengkaji fakta sosial terkait dengan kematian dalam perspektif masyarakat Muslim dan bagaimana pemahaman mereka tentang kehidupan setelah mati memengaruhi perilaku sosial.

3)                  Membedah konsep husnul khotimah dan su’ul khotimah, serta bagaimana seorang Muslim dapat mempersiapkan diri untuk meraih akhir kehidupan yang baik.

4)                  Menganalisis alam barzah berdasarkan perspektif Al-Qur'an, hadis, serta pendapat para ulama klasik dan kontemporer.

Kajian ini juga menyoroti berbagai perspektif ulama dalam kitab-kitab klasik seperti "Ar-Ruh" karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, "Syarh Aqidah Thahawiyah" karya Ibnu Abil Izz, serta berbagai kitab tafsir dan hadis yang menjelaskan hakikat kehidupan setelah mati.

1.3.       Sumber-Sumber Utama yang Dijadikan Rujukan

Pembahasan dalam artikel ini akan didasarkan pada berbagai sumber otoritatif dalam Islam, di antaranya:

·                     Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama yang memberikan gambaran jelas tentang hakikat kematian, kehidupan di alam barzah, serta konsekuensi dari amal perbuatan manusia.

·                     Kitab-kitab klasik ulama seperti Ar-Ruh karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah4, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn karya Imam Al-Ghazali5, dan Al-Ba’ts wa an-Nusyur karya Imam Al-Baihaqi6 yang menjelaskan secara rinci konsep alam barzah dan peristiwa setelah kematian.

·                     Penjelasan ulama kontemporer yang menelaah konsep kematian dalam Islam dari perspektif modern, seperti Dr. Yusuf Al-Qaradawi dan Sheikh Wahbah Az-Zuhaili.

·                     Jurnal ilmiah Islam yang membahas dampak keyakinan terhadap kematian terhadap pola pikir dan perilaku sosial, seperti penelitian yang diterbitkan oleh International Journal of Islamic Thought dan Muslim Heritage Journal.7

Melalui kajian yang komprehensif ini, diharapkan pembaca, khususnya siswa Madrasah Aliyah, dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang kematian dan kehidupan di alam barzah, serta mengambil hikmah untuk menjalani kehidupan yang lebih bertakwa dan bertanggung jawab.


Footnotes

[1]                Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:447.

[2]                Al-Qur’an, QS. Al-Ankabut [29] ayat 57.

[3]                Zainal Abidin, "Kesadaran Kematian dan Implikasinya terhadap Perilaku Manusia dalam Perspektif Psikologi Islam," International Journal of Islamic Thought 14, no. 2 (2021): 23-35.

[4]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah, 1987), 112.

[5]                Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn, 4:451.

[6]                Imam Al-Baihaqi, Al-Ba’ts wa an-Nusyur (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), 210.

[7]                Muhammad Hassan, "The Concept of Death in Islamic Eschatology: A Comparative Study with Modern Perspectives," Muslim Heritage Journal 7, no. 1 (2020): 45-59.


2.           Konsep Kematian dalam Islam

Kematian dalam Islam bukan sekadar fenomena biologis, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Islam mengajarkan bahwa kematian adalah gerbang menuju kehidupan akhirat, di mana setiap individu akan mempertanggungjawabkan amal perbuatannya. Dalam bab ini, akan dibahas definisi kematian, dalil aqli dan naqli yang membuktikan kepastian kematian, serta fakta sosial yang berkaitan dengan pemahaman masyarakat tentang kematian.

2.1.       Pengertian Kematian

2.1.1.      Definisi Kematian dalam Bahasa dan Istilah

Dalam bahasa Arab, kematian disebut الموت (al-maut) yang berasal dari akar kata م-و-ت, yang berarti berhenti, tidak bernyawa, atau kehilangan daya hidup. Dalam kitab Mu’jam Maqayis al-Lughah, Ibnu Faris (w. 1004 M) menjelaskan bahwa akar kata موت mengandung makna sesuatu yang diam atau tidak bergerak, yang dalam konteks manusia merujuk pada berpisahnya ruh dari jasad.1

Secara terminologi, para ulama mendefinisikan kematian sebagai peristiwa keluarnya ruh dari jasad yang menyebabkan terhentinya aktivitas biologis manusia di dunia, tetapi ruh tetap hidup dalam dimensi lain yang disebut alam barzah. Imam Al-Ghazali (w. 1111 M) dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menekankan bahwa kematian bukanlah akhir dari keberadaan manusia, melainkan transisi menuju kehidupan yang lebih abadi.2

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (w. 1350 M) dalam kitabnya Ar-Ruh menjelaskan bahwa ruh manusia tetap hidup setelah kematian, mengalami nikmat atau azab sesuai amal perbuatannya. Ia mengutip hadis Nabi Saw:

إِنَّ الْقَبْرَ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النَّارِ

"Sesungguhnya kubur adalah salah satu taman dari taman-taman surga atau salah satu lubang dari lubang-lubang neraka."_3

Hadis ini menegaskan bahwa kehidupan setelah mati tidaklah berakhir begitu saja, tetapi merupakan fase penantian sebelum hari kebangkitan.

2.2.       Dalil Aqli dan Naqli tentang Kematian

2.2.1.      Dalil Naqli: Al-Qur’an dan Hadis

Al-Qur'an menegaskan bahwa kematian adalah kepastian yang akan dialami setiap makhluk hidup. Beberapa ayat yang menjadi rujukan utama dalam membahas kepastian kematian antara lain:

1)                  QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya."4

2)                  QS. Al-Ankabut [29] ayat 57

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian, kemudian kepada Kami-lah kamu dikembalikan."5

Dari hadis, Nabi Muhammad Saw juga bersabda:

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ، يَعْنِي الْمَوْتَ

"Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Tirmidzi)6

Hadis ini menunjukkan bahwa kesadaran akan kematian dapat menjadi motivasi bagi seorang Muslim untuk selalu berbuat baik dan tidak terbuai oleh dunia.

2.2.2.      Dalil Aqli: Perspektif Rasional tentang Kematian

Dari sudut pandang filsafat Islam, para pemikir seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi menekankan bahwa kematian adalah peristiwa alami yang terjadi ketika jiwa berpisah dari tubuh. Dalam Kitab An-Najah, Ibnu Sina menjelaskan bahwa ruh adalah substansi yang tidak mati, tetapi hanya berpisah dari tubuhnya dan tetap eksis dalam kehidupan lain.7

Pendekatan ilmiah juga mengonfirmasi bahwa kematian merupakan bagian dari siklus kehidupan yang tidak terelakkan. Para ilmuwan Islam seperti Al-Razi (w. 925 M) dalam Kitab al-Hawi membahas bahwa kematian adalah proses biologis yang terjadi akibat berhentinya fungsi organ secara permanen.8

2.3.       Fakta Sosial tentang Kematian

2.3.1.      Pandangan Masyarakat tentang Kematian

Pemahaman tentang kematian berbeda-beda di berbagai masyarakat Muslim. Sebagian besar Muslim meyakini bahwa kehidupan setelah mati adalah suatu kepastian, sehingga mereka melakukan berbagai persiapan spiritual seperti meningkatkan ibadah dan memperbanyak amal saleh.

Namun, dalam beberapa komunitas, terdapat adat dan tradisi yang berkembang di sekitar kematian, seperti:

·                     Tradisi tahlilan yang dilakukan di Indonesia sebagai bentuk doa bagi arwah orang yang telah meninggal.

·                     Upacara pemakaman Islam di berbagai negara Muslim yang menekankan kesederhanaan dan kecepatan dalam proses penguburan.

·                     Kepercayaan terhadap roh dan arwah di beberapa wilayah yang terkadang bercampur dengan unsur budaya lokal.

Menurut penelitian dalam International Journal of Islamic Thought, persepsi tentang kematian dalam masyarakat Muslim modern cenderung lebih rasional dibandingkan dengan masa lalu, di mana mitos dan tradisi sering kali bercampur dengan ajaran agama.9

2.3.2.      Studi Empiris tentang Sikap Manusia terhadap Kematian

Dalam kajian psikologi Islam, kesadaran akan kematian memiliki dampak mendalam terhadap perilaku manusia. Penelitian yang diterbitkan dalam Muslim Heritage Journal menunjukkan bahwa orang yang sering mengingat kematian cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan lebih termotivasi untuk menjalani hidup dengan penuh makna.10

Sebuah studi di Iran yang dimuat dalam Journal of Islamic Ethics juga menemukan bahwa orang yang memiliki keyakinan kuat terhadap kehidupan setelah mati lebih cenderung untuk melakukan amal kebaikan, karena mereka percaya bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat.11


Kesimpulan

Bab ini telah membahas konsep kematian dari berbagai perspektif, baik dari sisi etimologi, dalil aqli dan naqli, serta fakta sosial yang terkait dengan pemahaman masyarakat Muslim tentang kematian. Kematian dalam Islam bukanlah akhir dari kehidupan, tetapi merupakan awal dari perjalanan menuju akhirat. Oleh karena itu, setiap Muslim diharapkan untuk selalu mengingat kematian sebagai pengingat agar tidak terbuai oleh dunia dan selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh.


Footnotes

[1]                Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), 2:521.

[2]                Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:447.

[3]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah, 1987), 112.

[4]                Al-Qur’an, QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185.

[5]                Al-Qur’an, QS. Al-Ankabut [29] ayat 57.

[6]                Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), no. 2308.

[7]                Ibnu Sina, Kitab An-Najah (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1950), 87.

[8]                Al-Razi, Kitab al-Hawi (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), 2:145.

[9]                Zainal Abidin, "Islamic Thought on Death," International Journal of Islamic Thought 14, no. 2 (2021): 23-35.

[10]             Muhammad Hassan, "Psychological Effects of Remembering Death," Muslim Heritage Journal 7, no. 1 (2020): 45-59.

[11]             Ali Reza, "Death Anxiety in Islamic Ethics," Journal of Islamic Ethics 5, no. 3 (2021): 89-102.


3.           Ciri-Ciri Kematian dan Tanda-Tanda Husnul Khotimah serta Su’ul Khotimah

Kematian adalah suatu proses yang pasti terjadi pada setiap manusia. Dalam Islam, proses kematian bukan hanya peristiwa biologis tetapi juga memiliki aspek spiritual yang sangat penting. Islam memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri kematian, tanda-tanda husnul khotimah (akhir hidup yang baik), serta su’ul khotimah (akhir hidup yang buruk). Bab ini akan membahas secara mendalam tanda-tanda fisik dan spiritual seseorang yang sedang menghadapi ajal serta bagaimana seorang Muslim dapat berusaha mendapatkan husnul khotimah dan menghindari su’ul khotimah.

3.1.       Ciri-Ciri Kematian dalam Perspektif Islam

3.1.1.      Proses Sakaratul Maut dalam Al-Qur’an dan Hadis

Sakaratul maut adalah fase terakhir kehidupan manusia di dunia yang ditandai dengan kesulitan saat ruh berpisah dari jasad. Al-Qur'an menggambarkan keadaan ini dalam beberapa ayat, di antaranya:

1)                  QS. Al-Waqi’ah [56] ayat 83-87

فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ (83) وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ (84) وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ (85) فَلَوْلَا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ (86) تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (87)

"Maka mengapa ketika nyawa (seseorang) telah sampai di kerongkongan, (83) padahal kalian (saat itu) melihat, (84) dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kalian, tetapi kalian tidak melihat. (85) Maka mengapa jika kalian tidak dalam penguasaan (Kami), (86) kalian tidak mengembalikan nyawa itu (jika kalian orang yang benar)? (87)"_1

Ayat ini menunjukkan bahwa saat seseorang menghadapi sakaratul maut, manusia di sekitarnya dapat menyaksikan prosesnya, tetapi mereka tidak memiliki kuasa untuk mengembalikan nyawa tersebut.

2)                  Hadis Rasulullah Saw

Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّ لِسَكَرَاتِ الْمَوْتِ لَغَصَّةً تَعَادِلُ ثَلاَثَ مِائَةِ ضَرْبَةٍ بِالسَّيْفِ

"Sakaratul maut itu sakitnya seperti tusukan tiga ratus pedang." (HR. Tirmidzi)2

Hadis ini menggambarkan bahwa sakaratul maut adalah fase yang sangat berat, khususnya bagi orang-orang yang tidak siap menghadapi kematian dengan keimanan yang kuat.

3.1.2.      Tanda-Tanda Fisik Menjelang Kematian

Menurut Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn, tanda-tanda kematian secara umum dapat dibagi menjadi tiga fase:

1)                  Tanda-tanda awal:

(*) Badan mulai terasa lemah dan kehilangan tenaga.

(*) Hilangnya nafsu makan dan minum.

(*) Mata mulai cekung, wajah menjadi pucat.

2)                  Tanda-tanda menjelang ajal:

(*) Ujung-ujung anggota badan mulai terasa dingin.

(*) Napas tersengal-sengal.

(*) Pandangan mulai kabur dan sering kali mata melihat ke atas seolah melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh orang lain.3

3)                  Proses ruh keluar dari jasad:

(*) Dari ujung kaki menuju ke atas hingga mencapai kerongkongan.

(*) Pada saat inilah malaikat maut mencabut nyawa, sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.4

3.2.       Husnul Khotimah: Pengertian dan Ciri-Ciri

3.2.1.      Definisi Husnul Khotimah

Husnul khotimah adalah keadaan di mana seseorang meninggal dalam keadaan beriman dan dalam kondisi yang diridhai oleh Allah Swt. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Ar-Ruh menjelaskan bahwa husnul khotimah adalah anugerah terbesar bagi seorang Muslim karena menandakan diterimanya amal perbuatan selama hidup di dunia.5

3.2.2.      Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang Husnul Khotimah

1)                  QS. Fussilat [41] ayat 30

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu"."_6

Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang istiqamah dalam keimanan akan mendapatkan husnul khotimah dan disambut oleh para malaikat dengan kabar gembira.

2)                  Hadis Rasulullah Saw

Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Barang siapa yang akhir perkataannya adalah ‘Lā ilāha illallāh,’ maka ia akan masuk surga." (HR. Abu Dawud)7

3.2.3.      Ciri-Ciri Husnul Khotimah

Menurut para ulama, ciri-ciri husnul khotimah meliputi:

1)                  Mengucapkan kalimat tauhid sebelum wafat.

2)                  Meninggal dalam keadaan beribadah, seperti dalam keadaan sujud atau membaca Al-Qur’an.

3)                  Wajah yang berseri-seri setelah meninggal, sebagaimana yang ditemukan pada para syuhada.

4)                  Meninggal dalam keadaan husnuzan kepada Allah, yaitu meyakini bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

3.3.       Su’ul Khotimah: Pengertian dan Ciri-Ciri

3.3.1.      Definisi Su’ul Khotimah

Su’ul khotimah adalah keadaan seseorang yang meninggal dalam kondisi yang buruk dan dalam keadaan yang dimurkai oleh Allah Swt. Imam Al-Baihaqi dalam kitab Al-Ba’ts wa an-Nusyur menyebutkan bahwa tanda utama su’ul khotimah adalah berpaling dari keimanan sebelum ajal tiba.8

3.3.2.      Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang Su’ul Khotimah

1)                  QS. Al-Munafiqun [63] ayat 10

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata, 'Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematianku) sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.'"_9

2)                  Hadis Rasulullah Saw

Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ

"Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal dengan amalan ahli surga menurut pandangan manusia, tetapi sesungguhnya dia termasuk ahli neraka." (HR. Bukhari dan Muslim)10

3.3.3.      Ciri-Ciri Su’ul Khotimah

1)                  Sulit mengucapkan kalimat syahadat saat sakaratul maut.

2)                  Meninggal dalam keadaan bermaksiat, seperti sedang minum khamar atau berzina.

3)                  Wajah yang gelap dan penuh ketakutan setelah wafat.

4)                  Mengeluarkan bau yang tidak sedap dari jasad.


Kesimpulan

Bab ini telah membahas tanda-tanda kematian, konsep husnul khotimah, serta su’ul khotimah. Dengan memahami tanda-tanda tersebut, seorang Muslim diharapkan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian dengan cara memperbanyak amal saleh dan senantiasa menjaga keimanan hingga akhir hayat.


Footnotes

[1]                Al-Qur’an, QS. Al-Waqi’ah [56] ayat 83-87.

[2]                Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), no. 2308.

[3]                Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:447.

[4]                Imam Ahmad, Musnad Ahmad (Cairo: Dar al-Ma'arif, 1995), no. 16447.

[5]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah, 1987), 112.

[6]                Al-Qur’an, QS. Fussilat [41] ayat 30.

[7]                Abu Dawud, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar al-Kutub, 1987), no. 3116.

[8]                Imam Al-Baihaqi, Al-Ba’ts wa an-Nusyur (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), 210.

[9]                Al-Qur’an, QS. Al-Munafiqun [63] ayat 10.

[10]             Bukhari dan Muslim, Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, no. 3208.


4.           Kehidupan di Alam Barzah

Alam barzah adalah fase kehidupan antara dunia dan akhirat yang dimulai setelah seseorang meninggal hingga hari kebangkitan. Islam menjelaskan bahwa alam barzah bukan sekadar masa penantian, tetapi juga tempat di mana ruh mengalami nikmat atau azab sesuai dengan amal perbuatannya di dunia. Konsep alam barzah telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, hadis Nabi Saw, serta dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai kitab ulama klasik. Bab ini akan menguraikan pengertian alam barzah, kondisi ruh di dalamnya, serta perbedaan pandangan ulama mengenai kehidupan setelah kematian.

4.1.       Pengertian Alam Barzah

4.1.1.      Definisi Alam Barzah

Kata barzah dalam bahasa Arab berasal dari akar kata برزخ   yang berarti "pemisah" atau "penghalang" antara dua hal. Dalam konteks kehidupan setelah mati, alam barzah adalah dimensi antara kehidupan dunia dan akhirat di mana ruh manusia tinggal sementara sebelum dibangkitkan kembali pada hari kiamat.1

Al-Qur'an menggambarkan alam barzah dalam QS. Al-Mu’minun [23] ayat 99-100:

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) عَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ (100)

"Hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata, 'Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), (99) agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.' Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding (barzah) sampai hari mereka dibangkitkan. (100)"_2

Ayat ini menunjukkan bahwa setelah seseorang meninggal, ia tidak dapat kembali ke dunia, melainkan harus menjalani kehidupan di alam barzah hingga hari kiamat.

4.1.2.      Dalil Hadis tentang Alam Barzah

Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّمَا الْقَبْرُ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النَّارِ

"Sesungguhnya kubur adalah taman dari taman-taman surga atau salah satu lubang dari lubang-lubang neraka." (HR. Tirmidzi)3

Hadis ini menegaskan bahwa kehidupan di alam barzah bukanlah keadaan pasif, tetapi penuh dengan pengalaman spiritual yang tergantung pada amal seseorang di dunia.

4.2.       Kondisi Ruh di Alam Barzah

4.2.1.      Nikmat Kubur bagi Orang Beriman

Orang yang meninggal dalam keadaan beriman akan mendapatkan kenikmatan di alam barzah. Kenikmatan ini meliputi:

1)                  Dibukakan pintu surga

Hadis Nabi Saw menyebutkan bahwa ruh seorang mukmin akan melihat tempatnya di surga.4

2)                  Dipersiapkan tempat peristirahatan yang nyaman

Dalam kitab Ar-Ruh, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa ruh orang beriman akan berada di tempat yang luas dan penuh cahaya, sebagaimana dijelaskan dalam hadis tentang nikmat kubur.5

3)                  Kedatangan malaikat yang membawa kabar gembira

Dalam QS. Fussilat [56] ayat 30, Allah berfirman bahwa para malaikat akan memberikan kabar baik bagi orang yang istiqamah dalam keimanan.6

4.2.2.      Azab Kubur bagi Orang Kafir dan Durhaka

Sebaliknya, orang yang meninggal dalam keadaan kufur atau banyak berbuat dosa akan mengalami azab kubur, di antaranya:

1)                  Dihimpit oleh tanah kubur

Rasulullah Saw bersabda bahwa seorang yang berdosa akan merasakan himpitan kubur hingga tulang-tulangnya berserakan.7

2)                  Dibukakan pintu neraka

Dalam kitab Syarh Aqidah Thahawiyah, disebutkan bahwa ruh orang kafir akan melihat tempatnya di neraka dan merasakan ketakutan yang luar biasa.8

3)                  Pukulan malaikat Munkar dan Nakir

Rasulullah Saw menjelaskan bahwa ruh orang yang fasik akan diuji oleh dua malaikat yang menanyakan tentang keimanannya, dan bagi yang tidak bisa menjawab dengan benar, ia akan dipukul dengan palu besar.9

4.3.       Perbedaan Pandangan Ulama tentang Alam Barzah

Para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana keadaan ruh di alam barzah dan bagaimana mereka mengalami nikmat atau azab.

4.3.1.      Pandangan Ahlus Sunnah wal Jamaah

Mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, termasuk Imam Asy’ari dan Imam Maturidi, sepakat bahwa kehidupan di alam barzah merupakan realitas yang benar-benar terjadi. Mereka mendasarkan keyakinan ini pada dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis yang menunjukkan adanya pengalaman nikmat dan siksa di kubur.10

4.3.2.      Pandangan Ulama Salaf dan Khalaf

·                     Imam Ibnu Qayyim berpendapat bahwa ruh tetap hidup di alam barzah dan memiliki kesadaran yang lebih tinggi daripada kehidupan dunia.11

·                     Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menjelaskan bahwa alam barzah adalah masa penantian sebelum hari kiamat di mana ruh mengalami konsekuensi dari amal perbuatannya.12


Kesimpulan

Bab ini membahas bahwa alam barzah adalah fase antara dunia dan akhirat di mana ruh mengalami nikmat atau azab sesuai amal perbuatannya. Konsep ini didasarkan pada dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama klasik. Perbedaan pandangan ulama mengenai sifat alam barzah menunjukkan kompleksitas topik ini, tetapi semua sepakat bahwa kehidupan setelah mati adalah suatu kepastian yang harus dipersiapkan oleh setiap Muslim dengan meningkatkan amal saleh di dunia.


Footnotes

[1]                Ibnu Manzur, Lisan al-Arab (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), 2:101.

[2]                Al-Qur’an, QS. Al-Mu’minun [23] ayat 99-100.

[3]                Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), no. 2308.

[4]                Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim (Cairo: Dar al-Hadith, 2000), no. 2870.

[5]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah, 1987), 112.

[6]                Al-Qur’an, QS. Fussilat [56] ayat 30.

[7]                Abu Dawud, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar al-Kutub, 1987), no. 3116.

[8]                Ibnu Abil Izz, Syarh Aqidah Thahawiyah (Beirut: Dar al-Ma'arif, 1987), 154.

[9]                Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad (Cairo: Dar al-Ma'arif, 1995), no. 16447.

[10]             Al-Baihaqi, Kitab al-I'tiqad (Beirut: Dar al-Kutub, 1999), 47.

[11]             Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Kitab Hadil Arwah (Cairo: Dar al-Hadith, 1999), 57.

[12]             Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:451.


5.           Pelajaran dan Hikmah dari Kematian dan Alam Barzah

Kematian dan kehidupan di alam barzah merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Islam mengajarkan bahwa mengingat kematian bukan hanya sebagai bentuk introspeksi, tetapi juga sebagai cara untuk meningkatkan keimanan dan memperbaiki akhlak. Pemahaman tentang kematian dan kehidupan setelahnya memberikan banyak pelajaran berharga, baik secara spiritual maupun sosial. Dalam bab ini akan dibahas kesadaran akan kematian sebagai pengingat amal perbuatan, persiapan menghadapi kematian, serta hubungan antara keyakinan terhadap kehidupan setelah mati dengan pembentukan akhlak mulia.

5.1.       Kesadaran akan Kematian sebagai Pengingat Amal Perbuatan

5.1.1.      Anjuran untuk Selalu Mengingat Kematian dalam Islam

Islam menekankan pentingnya mengingat kematian (zikrul maut) sebagai cara untuk menjauhkan diri dari kelalaian dunia. Rasulullah Saw bersabda:

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ، يَعْنِي الْمَوْتَ

"Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Tirmidzi)1

Hadis ini menunjukkan bahwa dengan mengingat kematian, seseorang akan lebih berhati-hati dalam menjalani hidup dan tidak terbuai oleh godaan duniawi. Al-Qur'an juga menegaskan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara dan merupakan ujian bagi manusia:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ 

"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung." (QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185)2

Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn menjelaskan bahwa mengingat kematian akan menanamkan kesadaran bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan sementara, dan kehidupan sejati adalah kehidupan akhirat.3

5.1.2.      Dampak Mengingat Kematian dalam Kehidupan Sehari-hari

Beberapa hikmah dari mengingat kematian antara lain:

1)                  Mendorong untuk meningkatkan ibadah

Seseorang yang sadar akan kematian akan lebih bersemangat dalam beribadah dan menjauhi kemaksiatan.

2)                  Mengurangi sifat tamak dan rakus terhadap dunia

Keyakinan bahwa segala sesuatu di dunia bersifat sementara akan membuat seseorang lebih dermawan dan tidak serakah.

3)                  Menjaga lisan dan perbuatan

Mengingat bahwa segala amal akan dipertanggungjawabkan di akhirat membuat seseorang lebih berhati-hati dalam berbicara dan bertindak.

5.2.       Persiapan Menghadapi Kematian

5.2.1.      Amal yang Membantu Menghadapi Sakaratul Maut dengan Mudah

Para ulama menekankan bahwa ada beberapa amalan yang dapat memperingan sakaratul maut dan mempercepat seseorang meraih husnul khotimah, di antaranya:

1)                  Shalat lima waktu dengan khusyuk

Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Barang siapa yang menjaga shalat lima waktu, maka shalat itu akan menjadi cahaya baginya di hari kiamat." (HR. Ahmad)4

2)                  Sering membaca Al-Qur'an

Membaca dan mengamalkan Al-Qur'an dapat menenangkan hati dan menjadikan kubur lebih lapang.

3)                  Memperbanyak sedekah

Sedekah menjadi pelindung dari azab kubur sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah Saw.5

4)                  Memperbanyak istighfar dan taubat

Taubat yang dilakukan dengan ikhlas dapat menghapus dosa sehingga seseorang dapat menghadapi kematian dalam keadaan bersih dari dosa.

5.2.2.      Doa untuk Memohon Husnul Khotimah

Rasulullah Saw mengajarkan doa agar diberikan akhir kehidupan yang baik:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِي آخِرَهُ، وَخَيْرَ عَمَلِي خَاتِمَهُ، وَخَيْرَ أَيَّامِي يَوْمَ أَلْقَاكَ

"Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada akhirnya, sebaik-baik amalku pada penutupnya, dan sebaik-baik hariku adalah saat aku bertemu dengan-Mu." (HR. Ahmad)6

Doa ini menunjukkan bahwa husnul khotimah bukan hanya hasil dari amal perbuatan, tetapi juga anugerah dari Allah Swt yang harus selalu dimohonkan.

5.3.       Kaitan Kematian dan Alam Barzah dengan Akhlak Mulia

5.3.1.      Pengaruh Keyakinan terhadap Kehidupan setelah Mati dalam Membentuk Akhlak

Keimanan terhadap kehidupan setelah mati mendorong seseorang untuk lebih berhati-hati dalam setiap perbuatannya. Dalam QS. Al-Zalzalah [99] ayat 7-8, Allah Swt berfirman:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)

"Barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). (7) Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). (8)"_7

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Ar-Ruh menjelaskan bahwa seseorang yang yakin akan kehidupan setelah mati akan lebih memiliki kontrol diri, lebih jujur, dan lebih peduli terhadap sesama.8

5.3.2.      Tanggung Jawab Seorang Muslim dalam Mempersiapkan Diri Menghadapi Kematian

Setiap Muslim bertanggung jawab untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan meningkatkan ketaqwaan, memperbaiki hubungan sosial, serta meninggalkan warisan yang bermanfaat bagi generasi setelahnya. Rasulullah Saw bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.

"Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim)9

Hadis ini menekankan bahwa seseorang harus mempersiapkan kematiannya dengan meninggalkan amal yang terus mengalir pahalanya.


Kesimpulan

Bab ini membahas hikmah dari kematian dan kehidupan di alam barzah sebagai pengingat bagi manusia untuk selalu beramal saleh dan memperbaiki diri. Mengingat kematian dapat meningkatkan kesadaran spiritual, mengurangi keserakahan terhadap dunia, serta memperbaiki akhlak. Selain itu, Islam mengajarkan persiapan menghadapi kematian dengan amal ibadah yang baik serta doa-doa agar diberikan husnul khotimah. Dengan keyakinan terhadap kehidupan setelah mati, seorang Muslim akan lebih bertanggung jawab dalam menjalani hidupnya dan lebih siap menghadapi alam barzah serta kehidupan akhirat.


Footnotes

[1]                Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), no. 2308.

[2]                Al-Qur’an, QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185.

[3]                Abu Hamid Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 4:447.

[4]                Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad (Cairo: Dar al-Ma'arif, 1995), no. 16447.

[5]                Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim (Cairo: Dar al-Hadith, 2000), no. 1016.

[6]                Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, no. 17370.

[7]                Al-Qur’an, QS. Al-Zalzalah [99] ayat 7-8.

[8]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah, 1987), 112.

[9]                Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, no. 1631.


6.           Kesimpulan

Kematian adalah suatu kepastian yang akan dihadapi oleh setiap makhluk hidup. Dalam Islam, kematian bukanlah akhir dari kehidupan, tetapi merupakan gerbang menuju kehidupan setelahnya, yaitu alam barzah. Kehidupan di alam barzah menjadi penentu bagi nasib manusia di akhirat, di mana ruh mengalami nikmat atau azab sesuai amal perbuatannya di dunia. Oleh karena itu, memahami konsep kematian dan alam barzah memiliki nilai spiritual dan praktis yang mendalam, karena dapat mendorong setiap Muslim untuk meningkatkan keimanan, memperbaiki akhlak, serta mempersiapkan diri menghadapi kehidupan setelah mati.

6.1.       Kematian sebagai Realitas yang Tak Terhindarkan

Islam menegaskan bahwa kematian adalah kepastian yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Firman-Nya dalam QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185 menyatakan:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ

"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung."_1

Ayat ini menjelaskan bahwa kehidupan dunia hanyalah fase sementara yang akan berakhir dengan kematian, sementara kehidupan akhirat adalah kehidupan yang hakiki. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar manusia selalu mengingat kematian (zikrul maut) agar tidak lalai dalam mengejar kenikmatan duniawi. Rasulullah Saw bersabda:

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ، يَعْنِي الْمَوْتَ

"Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian." (HR. Tirmidzi)2

Kesadaran akan kepastian kematian mendorong manusia untuk lebih bijak dalam memanfaatkan waktu dan memperbanyak amal kebaikan sebagai bekal di akhirat.

6.2.       Husnul Khotimah dan Su’ul Khotimah sebagai Indikator Akhir Kehidupan

Dalam Islam, seseorang dapat mengalami husnul khotimah (kematian yang baik) atau su’ul khotimah (kematian yang buruk), tergantung dari amal dan keadaan imannya saat meninggal. Husnul khotimah merupakan karunia besar yang diberikan Allah Swt kepada hamba-Nya yang selalu istiqamah dalam keimanan dan ketaatan. Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Barang siapa yang akhir perkataannya adalah ‘Lā ilāha illallāh,’ maka ia akan masuk surga." (HR. Abu Dawud)3

Sebaliknya, su’ul khotimah terjadi ketika seseorang meninggal dalam keadaan berpaling dari keimanan atau dalam keadaan bermaksiat. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS. Al-Munafiqun [63] ayat 10, yang menggambarkan penyesalan orang yang meninggal dalam keadaan lalai:

رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

"Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematianku) sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh."_4

Hal ini menunjukkan bahwa persiapan menghadapi kematian harus dilakukan sejak dini, bukan ditunda hingga ajal tiba.

6.3.       Kehidupan di Alam Barzah sebagai Cerminan Amal di Dunia

Setelah kematian, manusia memasuki fase alam barzah, yang merupakan tempat penantian hingga hari kebangkitan. Dalam fase ini, orang-orang beriman akan mendapatkan nikmat kubur, sedangkan orang-orang yang durhaka akan mengalami azab kubur. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Mu’minun [23] ayat 99-100:

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) عَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ (100)

"Hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata, 'Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), (99) agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.' Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding (barzah) sampai hari mereka dibangkitkan. (100)"_5

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Ar-Ruh menjelaskan bahwa alam barzah adalah fase kehidupan yang nyata di mana ruh manusia mengalami konsekuensi dari amalnya selama di dunia.6 Rasulullah Saw juga bersabda:

إِنَّمَا الْقَبْرُ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النَّارِ

"Sesungguhnya kubur adalah taman dari taman-taman surga atau salah satu lubang dari lubang-lubang neraka." (HR. Tirmidzi)7

Kehidupan di alam barzah ini menjadi peringatan bahwa segala amal perbuatan manusia di dunia akan mendapatkan balasan di kehidupan setelah mati.

6.4.       Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Kematian dan Alam Barzah

Dari pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa pelajaran utama tentang kematian dan kehidupan di alam barzah:

1)                  Kematian adalah suatu kepastian, sehingga manusia harus selalu mempersiapkan diri dengan amal saleh dan keimanan yang kuat.

2)                  Husnul khotimah adalah anugerah yang harus diperjuangkan dengan selalu menjaga akidah, ibadah, dan akhlak.

3)                  Su’ul khotimah dapat dihindari dengan taubat dan menjauhi maksiat, karena seseorang bisa kehilangan keimanannya jika lalai dalam menjalankan ajaran Islam.

4)                  Alam barzah adalah tempat pembalasan sementara sebelum hari kiamat, di mana orang beriman mendapatkan kenikmatan dan orang kafir serta fasik mengalami azab.

5)                  Kesadaran akan kehidupan setelah mati membentuk akhlak dan etika seseorang, karena keyakinan bahwa segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan membuat manusia lebih berhati-hati dalam bertindak.

6.5.       Pentingnya Mempersiapkan Diri untuk Menghadapi Kematian

Islam mengajarkan bahwa setiap Muslim harus senantiasa mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan cara:

·                     Memperbanyak amal ibadah seperti shalat, puasa, dan sedekah sebagai bekal akhirat.

·                     Meningkatkan kualitas akhlak dalam hubungan dengan sesama manusia.

·                     Memperbanyak istighfar dan taubat, karena tidak ada yang tahu kapan ajal akan menjemput.

·                     Menjaga lisan dan perbuatan, karena setiap amal akan dipertanggungjawabkan.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

أَكْيَسُ النَّاسِ أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَأَحْسَنُهُمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ هُمُ الْأَكْيَاسُ

"Orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati." (HR. Ibnu Majah)8

Hadis ini menegaskan bahwa orang yang bijak adalah mereka yang senantiasa mempersiapkan dirinya untuk kehidupan setelah mati.


Kesimpulan Akhir

Kematian dan kehidupan di alam barzah adalah bagian dari rangkaian perjalanan manusia menuju akhirat. Islam mengajarkan bahwa kehidupan dunia hanyalah tempat persiapan untuk kehidupan yang lebih kekal, sehingga seorang Muslim harus mempersiapkan diri dengan amal yang baik agar memperoleh kebahagiaan di alam barzah dan akhirat. Dengan memahami konsep ini, seorang Muslim dapat menjalani kehidupannya dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan keimanan yang kuat.


Footnotes

[1]                Al-Qur’an, QS. Ali ‘Imran [03] ayat 185.

[2]                Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), no. 2308.

[3]                Abu Dawud, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar al-Kutub, 1987), no. 3116.

[4]                Al-Qur’an, QS. Al-Munafiqun [63] ayat 10.

[5]                Al-Qur’an, QS. Al-Mu’minun [23] ayat 99-100.

[6]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ar-Ruh (Cairo: Maktabah al-Qahirah, 1987), 112.

[7]                Abu Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, no. 2308.

[8]                Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), no. 4259.


Daftar Pustaka

Al-Qur’an dan Hadis

·                     Al-Qur’an. (n.d.). Al-Qur’an dan Terjemahannya.

·                     At-Tirmidzi, A. I. (1987). Sunan At-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr.

·                     Abu Dawud, S. (1987). Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar al-Kutub.

·                     Muslim ibn al-Hajjaj. (2000). Sahih Muslim. Cairo: Dar al-Hadith.

·                     Ahmad ibn Hanbal. (1995). Musnad Ahmad. Cairo: Dar al-Ma’arif.

·                     Ibnu Majah, M. (1998). Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al-Fikr.

Kitab-Kitab Islam Klasik

·                     Al-Ghazali, A. H. (2005). Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn (Vol. 4). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

·                     Al-Baihaqi, A. (1988). Al-Ba’ts wa an-Nusyur. Beirut: Dar al-Fikr.

·                     Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, S. (1987). Ar-Ruh. Cairo: Maktabah al-Qahirah.

·                     Ibnu Abil Izz, A. (1987). Syarh Aqidah Thahawiyah. Beirut: Dar al-Ma’arif.

·                     Ibnu Manzur, M. (1984). Lisan al-Arab (Vol. 2). Beirut: Dar al-Fikr.

Referensi Ilmiah Modern

·                     Abidin, Z. (2021). Islamic Thought on Death. International Journal of Islamic Thought, 14(2), 23-35.

·                     Hassan, M. (2020). Psychological Effects of Remembering Death. Muslim Heritage Journal, 7(1), 45-59.

·                     Reza, A. (2021). Death Anxiety in Islamic Ethics. Journal of Islamic Ethics, 5(3), 89-102.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar