Tafsir Tarbawi
Konsep, Metode, dan Implikasinya dalam Pendidikan Agama
Islam
Alihkan ke: Hadits Tarbawi.
Abstrak
Artikel ini membahas secara
komprehensif mengenai Tafsir Tarbawi sebagai pendekatan penafsiran Al-Qur’an
yang secara khusus bertujuan menggali pesan-pesan pendidikan yang terkandung
dalam Al-Qur’an. Tafsir Tarbawi menekankan pentingnya internalisasi nilai-nilai
Qur’ani dalam kehidupan peserta didik melalui pendidikan Islam yang holistik,
meliputi aspek spiritual, intelektual, moral, sosial, dan emosional. Kajian ini
meliputi konsep dasar, sejarah perkembangan, karakteristik, metodologi,
ayat-ayat pokok yang menjadi rujukan, serta implementasi praktis dalam
kurikulum Pendidikan Agama Islam. Selain itu, artikel ini juga mengeksplorasi
relevansi Tafsir Tarbawi dalam pendidikan karakter serta berbagai tantangan yang
dihadapi dalam implementasinya, disertai solusi strategis yang direkomendasikan
untuk mengatasinya. Dengan menggunakan sumber-sumber referensi yang kredibel,
pembahasan ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam bagi pendidik
maupun praktisi pendidikan Islam agar mampu menerapkan Tafsir Tarbawi secara
efektif dalam pembelajaran di sekolah maupun lembaga pendidikan Islam lainnya.
Kata Kunci: Tafsir Tarbawi,
Pendidikan Agama Islam, Al-Qur’an, Metodologi Tafsir, Pendidikan Karakter,
Nilai-Nilai Qur’ani, Kurikulum Islam.
PEMBAHASAN
Tafsir Tarbawi Berdasarkan Referensi Kredibel
1.
Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan pedoman
utama umat Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat
spiritual maupun material. Kitab suci ini berisi berbagai tuntunan hidup yang
relevan untuk diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang
pendidikan. Pendidikan dalam Islam atau yang dikenal dengan istilah tarbiyah
Islamiyah bertujuan membentuk manusia seutuhnya dengan landasan
nilai-nilai Qur’ani yang mampu menghasilkan individu beriman, bertakwa, berakhlak
mulia, serta berilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakatnya. Dengan
demikian, menggali konsep pendidikan melalui kajian terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an merupakan kebutuhan yang amat mendasar dalam dunia pendidikan Islam
kontemporer.
Dalam konteks ini, muncul
pendekatan yang dikenal dengan istilah Tafsir Tarbawi, yakni
model interpretasi Al-Qur’an yang secara khusus ditujukan untuk mengungkap
pesan-pesan edukatif (pendidikan) yang terkandung di dalamnya. Secara
sederhana, Tafsir Tarbawi dapat dipahami sebagai usaha menjelaskan isi
Al-Qur’an dengan tujuan utama memberikan arahan, nilai-nilai pendidikan, serta
metode pembinaan karakter dan akhlak manusia berdasarkan petunjuk wahyu Ilahi.
Menurut Abdul Hayy Al-Farmawi, salah satu ulama yang mempopulerkan istilah ini,
Tafsir Tarbawi menekankan aspek pemaknaan ayat-ayat Al-Qur'an dari perspektif
pendidikan, sehingga dapat diaplikasikan dalam konteks pendidikan secara nyata
dan efektif untuk mencapai tujuan tarbiyah Islamiyah yang ideal.¹
Urgensi kajian Tafsir Tarbawi
menjadi semakin nyata, terutama di tengah kondisi dunia pendidikan Islam yang
menghadapi beragam tantangan baik dari segi internal maupun eksternal. Secara
internal, pendidikan Islam dituntut untuk mampu menjawab problematika moralitas
dan spiritualitas peserta didik yang semakin kompleks. Sedangkan dari aspek
eksternal, lembaga pendidikan Islam harus mampu menghadapi arus modernisasi,
globalisasi, serta berbagai tantangan zaman yang rentan mengikis nilai-nilai
religius dan moral generasi muda. Menurut Sayyid Qutb dalam kitabnya Fi
Zhilalil Qur'an, Al-Qur’an tidak hanya berfungsi sebagai bacaan spiritual,
tetapi juga merupakan pedoman operasional kehidupan yang menawarkan solusi
konkret bagi tantangan hidup manusia di setiap zaman, termasuk dalam ranah
pendidikan.²
Secara akademik, pengembangan
kajian Tafsir Tarbawi sebagai disiplin ilmu sangat diperlukan agar pemahaman
terhadap nilai-nilai pendidikan Al-Qur'an dapat dipahami secara metodologis dan
sistematis. Metode pendekatan Tafsir Tarbawi akan membantu para pendidik,
pengajar, maupun praktisi pendidikan Islam dalam menyusun kurikulum, menentukan
materi pembelajaran, serta memilih strategi pendidikan yang tepat sesuai dengan
ruh Al-Qur’an. Sejalan dengan ini, Zuhairi Misrawi menyatakan bahwa paradigma
pendidikan Islam harus selalu berpijak pada teks-teks wahyu (Al-Qur’an) yang
dipahami secara dinamis, metodologis, dan kontekstual agar relevan dengan
kebutuhan zaman tanpa mengurangi esensi ajaran Islam.³
Atas dasar pentingnya
memahami Tafsir Tarbawi secara lebih mendalam, artikel ini disusun dengan
tujuan memberikan pemahaman komprehensif tentang konsep dasar Tafsir Tarbawi,
metode-metode pendekatan yang digunakan dalam penafsirannya, serta implikasinya
secara nyata dalam dunia pendidikan Islam. Dengan demikian, diharapkan hasil
pembahasan ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan keilmuan
serta penerapan nilai-nilai Al-Qur’an dalam praktik pendidikan Agama Islam yang
lebih berkualitas dan berkarakter Qur’ani.
Footnotes
[1]
¹ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i:
Dirasah Manhajiyyah Maudhu'iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997),
72.
[2]
² Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an (Beirut: Dar al-Syuruq,
2003), jilid 1, 13-15.
[3]
³ Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme,
Pluralisme, dan Multikulturalisme (Jakarta: Fitrah, 2007), 29-30.
2.
Konsep
Dasar Tafsir Tarbawi
2.1.
Pengertian Tafsir Tarbawi menurut Ulama Tafsir
Kontemporer
Secara terminologis, Tafsir
Tarbawi merupakan kajian tafsir Al-Qur’an yang menitikberatkan pada
eksplorasi nilai-nilai pendidikan (tarbiyah) yang terkandung dalam ayat-ayat
suci Al-Qur’an. Konsep ini tidak hanya sekadar mengungkap makna ayat secara
literal atau historis, tetapi juga menekankan penerapan pesan edukatif
Al-Qur’an dalam konteks pendidikan modern. Menurut Prof. Dr. Abdul Hayy
Al-Farmawi, seorang pakar tafsir kontemporer yang mempopulerkan istilah ini,
Tafsir Tarbawi merupakan bentuk tafsir tematik (maudhu’i) yang secara khusus
bertujuan mengungkap konsep-konsep pendidikan, prinsip-prinsip moral, dan
metode pembinaan manusia yang bersumber langsung dari wahyu Allah, untuk
kemudian diimplementasikan dalam dunia pendidikan Islam secara praktis dan
terstruktur.¹
Sementara itu, Sayyid Qutb, melalui
tafsirnya yang terkenal, Fi Zhilalil Qur'an, telah meletakkan
dasar-dasar yang kuat bagi pendekatan tarbawi. Menurutnya, Al-Qur'an harus
dipahami sebagai pedoman utama dalam mendidik jiwa manusia menuju kesempurnaan
iman dan moral.² Lebih lanjut, Qutb menegaskan bahwa pendidikan berbasis
Al-Qur’an bertujuan mencetak pribadi-pribadi Muslim yang berkarakter, memiliki
visi jelas tentang tujuan hidup, serta mampu menjawab tantangan zaman dengan
hikmah dan kebijaksanaan.
Dalam pandangan Muhammad
Abduh, tokoh pembaharuan Islam dari Mesir, tafsir yang bercorak tarbawi
sejatinya merupakan tafsir yang mampu memberikan pencerahan bagi akal dan hati
peserta didik, mengembangkan potensi fitrah manusia, serta memperbaiki tatanan
moral dan sosial umat Islam. Menurutnya, pendidikan berdasarkan Al-Qur’an harus
mampu menghasilkan individu yang tidak hanya taat beragama secara ritual,
tetapi juga memiliki kecerdasan emosional, sosial, serta moral dalam kehidupan
sehari-hari.³
2.2.
Ruang Lingkup Kajian Tafsir Tarbawi
Ruang lingkup kajian Tafsir
Tarbawi meliputi beberapa dimensi penting pendidikan yang bersumber dari
Al-Qur'an, antara lain:
1)
Dimensi Spiritual
(Ruhiyah)
Dimensi ini menekankan pada pembinaan jiwa yang
berlandaskan tauhid, keimanan kepada Allah, serta pembentukan akhlak mulia.
Ayat-ayat yang terkait dengan pembinaan iman, seperti QS. Al-Baqarah [02] ayat
129, QS. Al-'Alaq [96] ayat 1-5, serta QS. Al-Muzammil [73] ayat 1-8 merupakan
contoh penting dalam aspek ini.⁴
2)
Dimensi Intelektual
('Aqliyah)
Tafsir Tarbawi juga berupaya menggali
konsep-konsep penting mengenai ilmu pengetahuan dan penggunaan akal secara
optimal dalam kehidupan manusia. Dalam dimensi ini, ayat seperti QS. Ali Imran
[03] ayat 190-191 yang mendorong manusia untuk berpikir kritis dan merenungkan
ciptaan Allah menjadi rujukan utama dalam pengembangan intelektualitas peserta
didik.⁵
3)
Dimensi Sosial-Kemanusiaan
(Ijtima'iyah-Insaniyah)
Pendidikan berbasis tafsir tarbawi memiliki
perhatian besar terhadap aspek sosial dan kemanusiaan. Hal ini tercermin dari
ayat-ayat yang mengatur adab bergaul, kasih sayang, solidaritas, serta
toleransi antar sesama manusia, seperti QS. Al-Hujurat [49] ayat 13, QS. Luqman
[31] ayat 17-19, dan QS. Al-Mujadilah [58] ayat 11.⁶
4)
Dimensi Akhlak dan
Moralitas (Khuluqiyah)
Salah satu inti kajian Tafsir Tarbawi adalah
membentuk moralitas luhur dalam diri individu. Al-Qur'an secara jelas
memberikan tuntunan akhlak dalam kehidupan sehari-hari yang harus menjadi
pedoman pendidikan Islam, seperti QS. Al-Qalam [68] ayat 4, yang menegaskan
bahwa Rasulullah Saw diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.⁷
2.3.
Hubungan Antara Al-Qur'an dan Pendidikan
(Tarbiyah)
Al-Qur’an secara eksplisit
dan implisit telah menjadikan pendidikan sebagai bagian integral dari risalah
kenabian Muhammad Saw. Kitab suci ini menempatkan pendidikan (tarbiyah) sebagai
sarana utama dalam pembentukan manusia unggul, yaitu insan kamil. Sebagaimana
dikemukakan oleh Al-Ghazali, Al-Qur’an tidak sekadar sebagai pedoman ritual,
tetapi juga sebagai panduan moral, sosial, serta pedoman intelektual yang
menjadi dasar pengembangan potensi manusia. Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya
'Ulum ad-Din, pendidikan sejati dalam Islam adalah pendidikan yang mampu
mengintegrasikan nilai-nilai Qur'ani ke dalam kehidupan nyata manusia secara
holistik.⁸
Dengan demikian, hubungan
antara Al-Qur'an dan pendidikan bersifat timbal balik dan saling menguatkan.
Pendidikan yang berbasis pada Al-Qur'an akan mampu melahirkan generasi yang
tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kekuatan spiritual,
kepekaan sosial, serta karakter moral yang kuat. Di sisi lain, Al-Qur'an hanya
dapat dipahami, diamalkan, dan diinternalisasi secara efektif apabila melalui
pendekatan pendidikan yang terencana, terarah, serta metodologis sebagaimana
digambarkan oleh Tafsir Tarbawi.
Footnotes
[1]
¹ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i:
Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997),
72-73.
[2]
² Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 1 (Beirut: Dar
al-Syuruq, 2003), 15.
[3]
³ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar,
Jilid 1 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 18-19.
[4]
⁴ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 25-27.
[5]
⁵ M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2007), 88.
[6]
⁶ Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme,
Pluralisme, dan Multikulturalisme (Jakarta: Fitrah, 2007), 57-59.
[7]
⁷ Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid 29
(Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 34-36.
[8]
⁸ Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jilid 1 (Beirut: Dar
al-Ma'rifah, 2004), 45-47.
3.
Sejarah
Perkembangan Tafsir Tarbawi
3.1.
Awal Mula Munculnya Kajian Tafsir Tarbawi
Kajian Tafsir Tarbawi secara
eksplisit memang tergolong sebagai disiplin ilmu tafsir yang relatif baru. Akan
tetapi, hakikatnya pendekatan tarbawi (edukatif) dalam penafsiran Al-Qur’an
sudah hadir sejak zaman awal Islam, yaitu sejak masa Rasulullah Saw dan para
sahabat. Hal ini dikarenakan Rasulullah Saw sendiri merupakan seorang pendidik
utama yang menjelaskan Al-Qur’an tidak hanya secara tekstual, tetapi juga dalam
rangka membimbing dan mendidik umat melalui keteladanan praktis.¹
Menurut Manna' al-Qaththan,
meskipun istilah Tafsir Tarbawi belum dikenal pada masa klasik, pola penafsiran
yang bertujuan mendidik umat telah berkembang sejak masa sahabat dan tabi’in.
Mereka menjelaskan ayat Al-Qur’an bukan hanya untuk mengetahui arti literalnya
saja, tetapi juga bertujuan agar ayat tersebut dipahami secara mendalam
sehingga mampu membentuk karakter umat yang Qur'ani.²
3.2.
Perkembangan Tafsir Tarbawi di Masa Klasik
Pada periode klasik (sekitar
abad ke-3 sampai abad ke-6 Hijriyah), tafsir dengan orientasi pendidikan belum
dikembangkan dalam bentuk yang spesifik. Namun, kajian-kajian tafsir klasik
seperti karya Imam Ath-Thabari (w. 310 H), Imam Al-Qurthubi (w. 671 H), dan
Imam Al-Ghazali (w. 505 H) banyak mengandung unsur pendidikan yang jelas.
Misalnya, Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum ad-Din secara khusus
mengembangkan pemikiran yang menghubungkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan konsep
pendidikan jiwa (tazkiyatun nafs) yang pada hakikatnya merupakan esensi dari
Tafsir Tarbawi.³
Pada masa ini, meskipun belum
dikenal istilah khusus, nilai-nilai pendidikan dari Al-Qur’an menjadi perhatian
besar ulama dalam rangka pembentukan manusia yang ideal sesuai dengan tujuan
Islam. Tafsir pada masa klasik cenderung bersifat umum dengan memasukkan nilai
pendidikan sebagai bagian integral dari berbagai tafsir Al-Qur'an tanpa
dikategorikan secara khusus dalam pendekatan yang eksplisit tarbawi.
3.3.
Perkembangan Tafsir Tarbawi di Masa Modern
Istilah dan konsep Tafsir
Tarbawi secara eksplisit mulai muncul pada abad ke-20 seiring dengan munculnya
pemikiran pembaruan Islam. Di antara tokoh modern yang sangat berpengaruh dalam
munculnya Tafsir Tarbawi adalah Muhammad Abduh (1849-1905 M) melalui Tafsir
Al-Manar, yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Muhammad Rasyid Ridha.
Mereka menekankan pentingnya penafsiran Al-Qur'an yang kontekstual dan
edukatif, terutama dalam rangka reformasi pendidikan Islam untuk menghadapi
tantangan zaman modern.⁴
Selanjutnya, Sayyid Qutb
(1906-1966 M) melalui tafsirnya yang sangat populer, Fi Zhilalil Qur'an,
memberikan sumbangsih besar dalam mempertegas paradigma tarbawi dalam tafsir
modern. Ia menguraikan bahwa Al-Qur’an sebagai pedoman hidup harus mampu
mendidik manusia secara komprehensif, baik secara spiritual, intelektual,
maupun sosial. Penafsiran Qutb menjadi salah satu pijakan kuat bagi
pengembangan Tafsir Tarbawi kontemporer.⁵
Pada akhir abad ke-20,
istilah "Tafsir Tarbawi" secara resmi dikenalkan dan dikembangkan
secara akademik oleh Abdul Hayy Al-Farmawi dalam kitabnya Al-Bidayah fi
at-Tafsir al-Maudhu'i. Ia memperkenalkan konsep Tafsir Tarbawi sebagai
salah satu bentuk tafsir tematik yang secara khusus mengkaji tema-tema
pendidikan dalam Al-Qur’an secara sistematis dan terstruktur, menjadi pijakan
utama dalam dunia pendidikan Islam modern hingga kini.⁶
3.4.
Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Tafsir
Tarbawi Kontemporer
Pengembangan Tafsir Tarbawi
di era kontemporer menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang signifikan.
Di antara tantangan tersebut adalah adanya pergeseran paradigma pendidikan
global yang lebih berorientasi pada sekularisme dan materialisme, yang
berpotensi mengabaikan nilai-nilai spiritual dan moral. Di samping itu,
tantangan lain adalah rendahnya minat sebagian umat Islam untuk
mengintegrasikan nilai Qur’ani secara metodologis dalam sistem pendidikan.⁷
Namun, di sisi lain, peluang
pengembangan Tafsir Tarbawi sangat besar, terutama dengan meningkatnya kesadaran
akan pentingnya nilai moral dan spiritual di tengah krisis moral global.
Kesadaran ini mendorong munculnya banyak kajian akademik dan penelitian tafsir
yang berorientasi pendidikan di berbagai perguruan tinggi Islam dunia, termasuk
Indonesia, Mesir, Saudi Arabia, dan negara-negara Islam lainnya. Peluang
tersebut semakin besar dengan adanya dukungan institusi pendidikan Islam yang
terus berkembang dalam upaya menciptakan generasi Qur’ani yang tangguh
menghadapi tantangan zaman.⁸
Footnotes
[1]
¹ Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2007), 125-126.
[2]
² Manna' al-Qaththan, Mabahits fi 'Ulum al-Qur'an (Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 2009), 356-357.
[3]
³ Imam Al-Ghazali, Ihya' 'Ulum ad-Din, Jilid 1 (Beirut: Dar
al-Ma'rifah, 2004), 45-48.
[4]
⁴ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar,
Jilid 1 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 19-22.
[5]
⁵ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an, Jilid 1 (Beirut: Dar
al-Syuruq, 2003), 15-18.
[6]
⁶ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu'i:
Dirasah Manhajiyyah Maudhu'iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997),
71-74.
[7]
⁷ Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme,
dan Multikulturalisme (Jakarta: Fitrah, 2007), 34-37.
[8]
⁸ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 55-57.
4.
Karakteristik
Tafsir Tarbawi
Karakteristik Tafsir Tarbawi
merupakan ciri-ciri yang membedakannya dari berbagai metode tafsir lainnya.
Tafsir Tarbawi secara khusus memusatkan perhatian pada upaya pengungkapan
pesan-pesan edukatif (tarbawiyah) yang ada dalam Al-Qur'an untuk diterapkan
dalam dunia pendidikan. Karakteristik tersebut dapat dijelaskan melalui
beberapa poin penting berikut:
4.1.
Tujuan Utama Tafsir Tarbawi
Tujuan utama dari Tafsir
Tarbawi adalah menggali dan menyampaikan pesan-pesan pendidikan yang terkandung
dalam Al-Qur’an agar dapat diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan
manusia, khususnya dalam dunia pendidikan. Menurut Abdul Hayy Al-Farmawi,
tujuan utama Tafsir Tarbawi adalah untuk memberikan arahan praktis kepada
pendidik dalam proses pendidikan Islam berdasarkan prinsip-prinsip Al-Qur'an,
sehingga peserta didik mampu mencapai kesempurnaan spiritual, intelektual, dan
moral sebagaimana tujuan tarbiyah Islamiyah itu sendiri.¹
Dalam konteks yang lebih
luas, tujuan ini juga sejalan dengan pandangan Sayyid Qutb, yang menjelaskan
bahwa Al-Qur’an tidak hanya bertujuan menyampaikan ajaran agama secara
teoritis, tetapi juga harus dipahami dan diterapkan untuk mendidik manusia
menjadi pribadi yang mampu menjawab tantangan kehidupan dengan cara-cara yang
islami.²
4.2.
Ciri-ciri Khusus Tafsir Tarbawi
Tafsir Tarbawi memiliki
beberapa ciri khusus yang membedakannya dari jenis tafsir lain, di antaranya:
Pertama,
berorientasi edukatif (tarbawiyah), yaitu interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an
selalu diarahkan pada pemaknaan pendidikan yang aplikatif, baik dalam konteks
spiritual, sosial, intelektual, maupun moral. Dalam hal ini, pesan-pesan yang
terkandung dalam Al-Qur'an selalu disajikan sebagai pedoman praktis yang
relevan dengan proses pembinaan manusia.³
Kedua,
pendekatan integratif. Tafsir Tarbawi selalu menghubungkan aspek spiritual
(ruhiyah) dengan aspek intelektual ('aqliyah), moral (khuluqiyah), dan sosial
(ijtima'iyah), sehingga menghasilkan sebuah pendidikan holistik berbasis wahyu
Ilahi. Karakteristik ini ditegaskan oleh Muhammad Quraish Shihab yang
menyatakan bahwa pendekatan tarbawi bersifat komprehensif karena Al-Qur'an
sendiri diturunkan sebagai petunjuk yang bersifat menyeluruh bagi manusia dalam
segala aspek kehidupannya.⁴
Ketiga,
kontekstual dan aplikatif. Penafsiran ayat-ayat dalam Tafsir Tarbawi selalu
mempertimbangkan konteks kekinian. Ayat-ayat Al-Qur'an tidak hanya dipahami
secara historis tetapi juga diterjemahkan dalam konteks kontemporer sehingga
relevan dengan tantangan pendidikan modern. Karakter ini diperkuat oleh
pemikiran Muhammad Abduh yang menegaskan perlunya interpretasi ayat yang
kontekstual agar Al-Qur'an mampu memberikan solusi nyata terhadap persoalan
kontemporer, termasuk dalam dunia pendidikan.⁵
4.3.
Prinsip-prinsip Dasar dalam Tafsir Tarbawi
Adapun prinsip-prinsip dasar
Tafsir Tarbawi yang menjadi landasan operasionalnya dalam konteks pendidikan
Islam meliputi beberapa hal berikut:
1)
Prinsip Tauhid
Tafsir Tarbawi menekankan tauhid sebagai dasar
utama pendidikan Islam. Segala aspek pendidikan diarahkan untuk membangun
keyakinan peserta didik kepada Allah Swt secara utuh. Prinsip ini bersumber
dari QS. Adz-Dzariyat [51] ayat 56 yang menegaskan tujuan penciptaan manusia
untuk beribadah kepada Allah.⁶
2)
Prinsip Tazkiyatun Nafs
(Penyucian Jiwa)
Konsep pendidikan dalam Islam tidak hanya
bersifat intelektual semata, tetapi juga spiritual melalui upaya penyucian jiwa
peserta didik. Prinsip ini merujuk pada QS. Asy-Syams [91] ayat 9-10 yang
menjelaskan pentingnya menjaga kemurnian jiwa sebagai syarat utama kebahagiaan
dunia-akhirat.⁷
3)
Prinsip Integrasi Ilmu dan
Amal
Tafsir Tarbawi sangat menekankan keseimbangan
antara ilmu pengetahuan (ilmu) dengan pengamalan (amal). Hal ini tercermin
dalam QS. Ash-Shaff [37] ayat 2-3, yang mengecam keras perbedaan antara
perkataan dan perbuatan. Dengan demikian, Tafsir Tarbawi mendorong integrasi
ilmu dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.⁸
4)
Prinsip Keseimbangan
(Tawazun)
Prinsip ini menekankan pendidikan dalam Islam
sebagai proses yang seimbang antara kebutuhan spiritual dan kebutuhan duniawi.
Hal ini didasarkan pada QS. Al-Qashash [28] ayat 77 yang mendorong manusia
untuk meraih kesuksan dunia tanpa melupakan akhirat.⁹
5)
Prinsip Keteladanan (Uswah
Hasanah)
Tafsir Tarbawi menempatkan Rasulullah Saw sebagai
teladan utama dalam pendidikan. QS. Al-Ahzab [33] ayat 21 menegaskan pentingnya
keteladanan sebagai metode pendidikan Islam yang efektif dalam membentuk
kepribadian peserta didik.¹⁰
Melalui
karakteristik-karakteristik tersebut, Tafsir Tarbawi menjadi pendekatan tafsir
yang khas dalam upaya membangun pendidikan Islam yang relevan, aplikatif, serta
mampu menjawab tantangan zaman.
Footnotes
[1]
¹ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu'i:
Dirasah Manhajiyyah Maudhu'iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997),
75.
[2]
² Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 1 (Beirut: Dar
al-Syuruq, 2003), 17-18.
[3]
³ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 45-46.
[4]
⁴ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 28-30.
[5]
⁵ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar,
Jilid 1 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 20-22.
[6]
⁶ Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid 27
(Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 18-19.
[7]
⁷ Imam Al-Ghazali, Ihya' 'Ulum ad-Din, Jilid 3 (Beirut: Dar
al-Ma'rifah, 2004), 54-56.
[8]
⁸ Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Jilid 8 (Beirut:
Dar Ibn Hazm, 2000), 34.
[9]
⁹ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 20 (Beirut: Dar
al-Fikr, 2009), 47-48.
[10]
¹⁰ Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Rasul wa al-‘Ilm, (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1999), 63-64.
5.
Metodologi
Tafsir Tarbawi
Metodologi dalam Tafsir
Tarbawi merujuk pada seperangkat metode dan pendekatan yang digunakan dalam
menginterpretasikan ayat-ayat Al-Qur’an dengan fokus pada aspek pendidikan
(tarbiyah). Dalam praktiknya, Tafsir Tarbawi menggunakan kombinasi beberapa
metode yang telah mapan dalam tradisi ilmu tafsir, namun dengan penekanan khusus
terhadap nilai-nilai edukatif dan aplikasinya dalam konteks pendidikan Islam.
Berikut penjelasan secara terperinci terkait metodologi yang digunakan dalam
Tafsir Tarbawi.
5.1.
Metode Tafsir Tematik (Tafsir Maudhu'i)
Metode tafsir tematik (tafsir
maudhu'i) merupakan metode utama yang digunakan dalam Tafsir Tarbawi. Dalam
metode ini, mufassir mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang memiliki tema serupa
mengenai pendidikan, kemudian mengkaji ayat-ayat tersebut secara mendalam untuk
menghasilkan konsep-konsep pendidikan yang jelas, sistematis, dan
komprehensif.¹
Menurut Abdul Hayy
Al-Farmawi, metode maudhu'i sangat relevan untuk Tafsir Tarbawi karena mampu
menghadirkan konsep pendidikan Islam secara utuh dan koheren dari Al-Qur'an.
Metode ini memudahkan pendidik dalam mengembangkan materi pendidikan Islam yang
aplikatif, karena tema-tema pendidikan yang ada dalam Al-Qur'an diidentifikasi
secara spesifik dan dibahas dalam konteks kontemporer.² Contoh implementasi
metode ini adalah kajian ayat-ayat tentang pendidikan karakter, ilmu
pengetahuan, atau adab dalam Al-Qur’an.
5.2.
Metode Tafsir Tahlili (Analitis)
Metode tafsir tahlili
merupakan metode yang menganalisis ayat-ayat Al-Qur'an secara mendetail, baik
dari aspek kebahasaan (bahasa Arab), asbabun nuzul (sebab
turunnya ayat), makna literal, maupun pesan-pesan moral dan pendidikan yang
terkandung di dalamnya.³
Dalam perspektif Tafsir
Tarbawi, metode ini digunakan secara khusus untuk mengungkap pesan pendidikan
yang tersembunyi di balik redaksi ayat. Misalnya, analisis ayat-ayat QS. Luqman
[31] ayat 13-19 mengenai pendidikan keluarga dilakukan dengan mendalami
struktur kebahasaan ayat, sebab-sebab turunnya ayat, dan hikmah pendidikan di
balik nasihat Luqman kepada anaknya.⁴ Dengan demikian, metode ini dapat
memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang makna tarbawi dari ayat-ayat
Al-Qur’an.
5.3.
Metode Tafsir Komparatif (Muqaran)
Metode komparatif atau
muqaran merupakan metode tafsir yang mengkaji perbedaan atau persamaan pendapat
dari berbagai mufassir terhadap suatu ayat Al-Qur’an. Dalam Tafsir Tarbawi, metode
ini penting untuk menghadirkan perspektif pendidikan yang lebih kaya dengan
mengkomparasikan berbagai pandangan ulama tafsir tentang satu tema pendidikan
tertentu.⁵
Misalnya, dalam kajian ayat
tentang pentingnya pendidikan spiritual dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 129,
seorang mufassir tarbawi bisa mengkaji pandangan pendidikan menurut Al-Ghazali,
Sayyid Qutb, dan Muhammad Abduh. Dengan pendekatan komparatif ini, Tafsir
Tarbawi mampu menghasilkan konsep pendidikan Islam yang lebih dinamis dan
kontekstual serta memperkaya wawasan pendidik dalam menerapkan nilai-nilai
Qur’ani.⁶
5.4.
Kombinasi Metode dan Aplikasinya dalam
Pendidikan
Dalam praktiknya, Tafsir
Tarbawi tidak terbatas pada satu metode tafsir saja, tetapi mengintegrasikan
beberapa metode sekaligus (maudhu'i, tahlili, muqaran) untuk menghasilkan
kajian pendidikan Islam yang komprehensif. Integrasi metode ini memungkinkan
pemahaman ayat yang lebih holistik, yakni dengan menggali makna literal
(tahlili), membangun konsep pendidikan secara tematis (maudhu’i), serta
memperkaya analisis dengan pandangan komparatif (muqaran).⁷
Menurut Ahmad Tafsir,
integrasi metode dalam Tafsir Tarbawi memungkinkan pendidik memahami pesan
Al-Qur’an secara utuh, praktis, dan efektif untuk diaplikasikan dalam proses
pendidikan nyata. Misalnya, dalam menyusun kurikulum pendidikan agama Islam,
seorang pendidik bisa menggunakan pendekatan integratif ini untuk
mengidentifikasi konsep pendidikan Qur'ani yang relevan, memahami
implementasinya secara praktis, serta memastikan konsep tersebut sejalan dengan
prinsip-prinsip pendidikan Islam.⁸
Melalui berbagai metode
tersebut, Tafsir Tarbawi mampu menghubungkan pesan Al-Qur’an secara efektif
dengan kebutuhan dunia pendidikan modern, sehingga menghasilkan pendidikan
Islam yang berbasis wahyu secara optimal.
Footnotes
[1]
¹ Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi 'Ulum al-Qur'an (Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 2009), 363-364.
[2]
² Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i:
Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997),
80-81.
[3]
³ Muhammad Quraish Shihab, Kaedah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan
Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat Al-Qur'an
(Tangerang: Lentera Hati, 2013), 78-80.
[4]
⁴ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 21 (Beirut: Dar
al-Fikr, 2009), 172-175.
[5]
⁵ Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 87-89.
[6]
⁶ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 1 (Beirut: Dar
al-Syuruq, 2003), 21-22.
[7]
⁷ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 59-60.
[8]
⁸ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 31-33.
6.
Ayat-ayat
Pokok dalam Tafsir Tarbawi
Dalam Tafsir Tarbawi,
ayat-ayat pokok yang dijadikan landasan utama adalah ayat-ayat yang secara
langsung atau tidak langsung menampilkan pesan pendidikan dalam berbagai
dimensi kehidupan manusia. Ayat-ayat ini dipilih berdasarkan relevansi kuatnya
dengan tujuan pendidikan Islam yang bersifat integral, meliputi aspek
spiritual, intelektual, moral, sosial, dan emosional. Berikut beberapa ayat
pokok dalam Tafsir Tarbawi beserta penjelasannya:
6.1.
QS. Al-'Alaq (96:1-5): Pentingnya Ilmu dan
Pendidikan
Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan
pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-'Alaq [96]
ayat 1-5)
Ayat ini merupakan fondasi
utama pendidikan dalam Islam yang menekankan urgensi ilmu pengetahuan. Menurut
Muhammad Abduh, perintah "Iqra’" (bacalah) menandakan
bahwa Islam sangat mendorong proses pembelajaran dan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam rangka mengenal Allah, diri sendiri, serta lingkungan sekitar
secara holistik.¹ Ayat ini juga menunjukkan bahwa proses pendidikan tidak hanya
bersifat material, tetapi juga spiritual yang terhubung langsung dengan Allah Swt
sebagai sumber ilmu.²
6.2.
QS. Luqman (31:12-19): Prinsip Pendidikan dalam
Keluarga
Ayat-ayat dalam Surah Luqman
ini secara eksplisit menunjukkan metode pendidikan yang bersumber dari
keteladanan Luqman al-Hakim kepada putranya. Ayat ini mengandung prinsip dasar
pendidikan Islam berupa tauhid, syukur, akhlak mulia, adab berinteraksi, dan
keseimbangan hidup.³ Menurut Wahbah az-Zuhaili, ayat ini sangat relevan dalam
Tafsir Tarbawi karena memberikan gambaran metodologi praktis dalam pendidikan
keluarga dan pentingnya peran orang tua sebagai pendidik utama dalam membentuk
karakter dan kepribadian anak.⁴
6.3.
QS. Al-Mujadilah (58:11): Pendidikan Adab dalam
Interaksi Sosial
يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ
"Allah akan
meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah [58] ayat 11)
Ayat ini menegaskan keutamaan
ilmu dalam meningkatkan derajat manusia, baik di hadapan Allah maupun sesama
manusia. Menurut Sayyid Qutb, ayat ini mengindikasikan bahwa ilmu yang disertai
iman akan membawa manusia pada adab sosial yang tinggi, menghormati sesama,
serta mampu menciptakan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.⁵ Dalam
perspektif Tarbawi, ayat ini menjadi pijakan penting dalam pendidikan sosial
yang bertujuan membangun hubungan harmonis antarindividu dan masyarakat.
6.4.
QS. Ali Imran (3:159): Metode Pendidikan
Melalui Kelembutan dan Keteladanan
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ
فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ
"Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu." (QS. Ali Imran [03] ayat 159)
Ayat ini menjelaskan
pentingnya pendekatan kelembutan dan keteladanan dalam proses pendidikan.
Menurut Ahmad Tafsir, ayat ini menegaskan bahwa pendekatan pendidikan harus
didasarkan pada kelembutan, empati, dan kesabaran, karena pendekatan yang kasar
justru akan menjauhkan peserta didik dari tujuan pendidikan yang diharapkan.⁶
Ayat ini menjadi fondasi kuat bagi metode pendidikan Islam yang humanis dan
berorientasi pada pembinaan karakter.
6.5.
QS. Al-Baqarah (2:129): Pendidikan Spiritualitas
dan Akhlak
رَبَّنَا
وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ
"Ya Tuhan kami, utuslah kepada mereka
seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Mu, mengajarkan Al-Kitab dan Hikmah kepada mereka, serta menyucikan
mereka." (QS. Al-Baqarah [02] ayat 129)
Ayat ini merujuk pada empat
komponen pendidikan integral dalam Islam: tilawah (membaca), ta’lim
(mengajarkan Al-Kitab), hikmah (kebijaksanaan), dan tazkiyah
(penyucian jiwa). Menurut Imam Al-Ghazali, ayat ini merupakan dasar pendidikan
Islam yang tidak hanya terbatas pada ilmu formal tetapi juga bertujuan
membersihkan jiwa manusia dari sifat-sifat negatif, sehingga menghasilkan
pribadi yang berakhlak mulia dan berjiwa spiritual tinggi.⁷
Melalui ayat-ayat pokok
tersebut, Tafsir Tarbawi menyajikan konsep-konsep pendidikan yang jelas,
komprehensif, serta aplikatif dalam proses pembinaan manusia seutuhnya, sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri.
Footnotes
[1]
¹ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar,
Jilid 10 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 412-414.
[2]
² Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 15
(Jakarta: Lentera Hati, 2005), 391-393.
[3]
³ Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid 21
(Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 37-39.
[4]
⁴ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 21 (Beirut: Dar
al-Fikr, 2009), 175-178.
[5]
⁵ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 6 (Beirut: Dar
al-Syuruq, 2003), 3495-3497.
[6]
⁶ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 63-65.
[7]
⁷ Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jilid 1 (Beirut: Dar
al-Ma'rifah, 2004), 67-69.
7.
Implementasi
Tafsir Tarbawi dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Implementasi Tafsir Tarbawi
dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan upaya sistematis untuk
menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi, pedoman, serta rujukan utama
dalam proses pendidikan. Secara praktis, implementasi ini mencakup integrasi
konsep, nilai, dan metode pendidikan Qur’ani ke dalam berbagai aspek kurikulum
pendidikan Islam, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi
pembelajaran.
7.1.
Konsep Integrasi Nilai Tarbawi dalam Kurikulum
Kurikulum Pendidikan Agama
Islam berbasis Tafsir Tarbawi mengintegrasikan nilai-nilai Qur'ani secara
komprehensif dan sistematis ke dalam seluruh komponen pembelajaran. Menurut
Abdul Majid, integrasi nilai tarbawi dalam kurikulum pendidikan Islam bertujuan
membangun kepribadian peserta didik yang harmonis antara aspek spiritual,
intelektual, moral, dan sosial.¹ Integrasi ini tidak hanya dalam bentuk materi
ajar yang eksplisit tentang ayat-ayat tertentu, tetapi juga melalui
internalisasi nilai-nilai pendidikan yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur'an ke
dalam setiap mata pelajaran, metode pembelajaran, dan aktivitas keseharian
siswa.
Muhammad Quraish Shihab menegaskan
bahwa integrasi ini merupakan upaya menjadikan nilai Qur'ani sebagai spirit
yang menjiwai seluruh aktivitas pendidikan, bukan sekadar teks yang dihafal
tanpa internalisasi makna yang mendalam.²
7.2.
Pendekatan Aplikatif Tafsir Tarbawi dalam
Pendidikan Formal
Implementasi Tafsir Tarbawi
dalam pendidikan formal dapat dilaksanakan melalui berbagai strategi praktis,
antara lain:
Pertama,
integrasi ayat-ayat tarbawi ke dalam materi pelajaran secara tematik. Guru
mengidentifikasi ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan dengan tujuan pembelajaran,
kemudian menjelaskan pesan pendidikan ayat tersebut secara aplikatif dalam
kehidupan nyata peserta didik.³ Misalnya, dalam mengajarkan pentingnya adab
terhadap orang tua, guru menggunakan QS. Al-Isra’ [17] ayat 23-24 sebagai
pijakan utama dalam menyampaikan nilai tersebut.
Kedua,
penggunaan metode pembelajaran aktif (active learning) berbasis Qur’an. Metode
ini memungkinkan peserta didik aktif mengeksplorasi makna ayat secara langsung,
misalnya melalui diskusi kelompok, problem solving, atau project-based learning
yang bertumpu pada tema-tema pendidikan dalam Al-Qur'an. Menurut Ahmad Tafsir,
pendekatan ini efektif dalam menginternalisasi nilai Qur’ani secara mendalam
karena melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses pembelajaran.⁴
7.3.
Strategi Guru dalam Menerapkan Prinsip Tafsir
Tarbawi di Kelas
Guru memiliki peran sentral
dalam implementasi Tafsir Tarbawi. Beberapa strategi penting yang dapat
dilakukan guru antara lain:
1)
Strategi Keteladanan
(Uswah Hasanah)
Guru harus mampu menampilkan sikap dan perilaku
yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan Qur’ani, sebagaimana dinyatakan dalam
QS. Al-Ahzab [33] ayat 21. Yusuf al-Qaradhawi menekankan bahwa keteladanan
merupakan metode paling efektif dalam proses pendidikan Islam.⁵
2)
Strategi Pendekatan
Personal (Kelembutan dan Kasih Sayang)
Sesuai dengan QS. Ali Imran [03] ayat 159,
pendekatan yang lembut, empatik, dan penuh kasih sayang sangat penting untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi internalisasi
nilai-nilai Qur’ani. Strategi ini memungkinkan peserta didik menerima
pesan-pesan pendidikan secara sukarela dan penuh kesadaran.⁶
3)
Strategi Pembiasaan dan
Konsistensi
Pembiasaan terhadap nilai-nilai Qur’ani dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik merupakan strategi penting dalam Tafsir
Tarbawi. Implementasi ayat QS. Al-Baqarah [02] ayat 208 tentang masuk Islam
secara kaffah menjadi dasar penting strategi ini, yakni bagaimana guru secara
konsisten membimbing siswa agar mengamalkan nilai-nilai Islam secara total
dalam kehidupan sehari-hari.⁷
7.4.
Contoh Penerapan Tafsir Tarbawi dalam
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru dapat mengimplementasikan Tafsir Tarbawi
melalui tahapan berikut:
·
Tujuan pembelajaran
yang jelas berbasis ayat-ayat tarbawi, seperti pembentukan akhlak mulia
berdasarkan QS. Al-Qalam [68] ayat 4.
·
Pemilihan metode
pembelajaran yang mendukung internalisasi nilai, seperti diskusi
tafsir tematik, role-playing, atau studi kasus berbasis Qur'an.
·
Langkah-langkah
pembelajaran yang terstruktur: diawali dengan membaca ayat, memahami
tafsirnya, diskusi makna edukatifnya, dan implementasi dalam kehidupan siswa
secara praktis.⁸
·
Evaluasi autentik,
yaitu penilaian berbasis sikap, perilaku, dan tindakan nyata peserta didik,
yang mencerminkan internalisasi nilai-nilai Qur'ani, bukan sekadar hafalan
teoritis.
Melalui pendekatan tersebut,
Tafsir Tarbawi mampu secara efektif menjadi pedoman utama dalam kurikulum
pendidikan Islam yang aplikatif dan relevan dengan tantangan zaman.
Footnotes
[1]
¹ Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 43-44.
[2]
² Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 34-36.
[3]
³ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i:
Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997),
86.
[4]
⁴ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 67-69.
[5]
⁵ Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Rasul wa al-‘Ilm (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1999), 65-67.
[6]
⁶ Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2 (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), 304-306.
[7]
⁷ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 2 (Beirut: Dar
al-Fikr, 2009), 69-72.
[8]
⁸ Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), 105-107.
8.
Relevansi
Tafsir Tarbawi dalam Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dalam
perspektif Islam bertujuan membentuk pribadi yang berakhlak mulia, bertakwa,
dan mampu mewujudkan nilai-nilai moral Qur’ani dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ini, Tafsir Tarbawi memiliki relevansi yang sangat kuat, karena
memberikan landasan yang kokoh bagi proses pendidikan karakter berbasis wahyu
Ilahi. Berikut ini penjelasan secara rinci mengenai relevansi Tafsir Tarbawi
dalam pendidikan karakter.
8.1.
Pembentukan Karakter Qur’ani Melalui Tafsir
Tarbawi
Tafsir Tarbawi menempatkan
Al-Qur'an sebagai sumber nilai-nilai utama dalam pembentukan karakter individu.
Menurut Muhammad Quraish Shihab, Al-Qur'an tidak hanya menjadi pedoman
spiritual, tetapi juga panduan moral yang mengandung nilai-nilai universal yang
sangat relevan dalam pembentukan karakter manusia.¹ Dalam Tafsir Tarbawi,
ayat-ayat Al-Qur'an dijelaskan secara eksplisit untuk menggali pesan moral dan
karakter yang harus diinternalisasi oleh peserta didik, seperti kejujuran,
keadilan, kesabaran, dan kasih sayang yang termuat dalam QS. Al-Hujurat [49]
ayat 13, QS. Ali Imran [03] ayat 134, dan QS. Al-Ahzab [33] ayat 21.
Imam Al-Ghazali menegaskan
bahwa pendidikan sejati adalah pendidikan karakter yang berorientasi pada
pembentukan pribadi yang luhur melalui tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), yang
didasarkan pada prinsip-prinsip moral dalam Al-Qur’an.² Dengan demikian, Tafsir
Tarbawi berfungsi sebagai fondasi utama dalam pendidikan karakter berbasis
spiritualitas Islam.
8.2.
Kontribusi Tafsir Tarbawi dalam Menghadapi
Tantangan Moral Modern
Di tengah krisis moral dan
spiritual yang semakin kompleks, relevansi Tafsir Tarbawi menjadi semakin
nyata. Menurut Sayyid Qutb, Al-Qur’an memberikan solusi nyata terhadap berbagai
persoalan moral modern yang dihadapi generasi muda, seperti hedonisme,
individualisme, dan krisis identitas.³ Melalui pendekatan Tafsir Tarbawi, pesan
moral Qur'ani dikontekstualisasikan dalam kehidupan kontemporer, sehingga
peserta didik tidak hanya memahami konsep moral secara teoritis, tetapi juga
mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, Tafsir
Tarbawi mampu secara efektif menghadirkan ayat-ayat seperti QS. Luqman [31]
ayat 17-19 tentang adab berbicara dan bersikap moderat dalam hidup, sehingga
relevan digunakan dalam membentuk karakter peserta didik yang beradab dalam era
digital yang penuh tantangan moral.⁴
8.3.
Sinergi Tafsir Tarbawi dengan Pendidikan
Karakter Nasional
Dalam konteks pendidikan di
Indonesia, Tafsir Tarbawi memiliki relevansi tinggi dengan program pendidikan
karakter nasional yang bertujuan menciptakan generasi unggul secara
intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Menurut Abdul Majid, pendidikan
karakter nasional akan lebih kuat jika bersinergi dengan pendekatan Qur’ani
yang diwakili oleh Tafsir Tarbawi, karena pendekatan ini menghadirkan
nilai-nilai universal Islam yang kompatibel dengan nilai-nilai dasar bangsa
Indonesia, seperti religius, jujur, disiplin, toleransi, dan peduli sosial.⁵
Implementasi sinergi tersebut
dapat dilakukan melalui penyusunan kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai
pendidikan karakter nasional dengan pesan-pesan tarbawi Al-Qur’an. Misalnya,
nilai kejujuran dalam pendidikan karakter nasional diperkuat dengan kajian QS.
At-Taubah [09] ayat 119 tentang perintah berlaku jujur, sehingga memberikan
kekuatan spiritual yang lebih mendalam dalam pembentukan karakter peserta
didik.⁶
8.4.
Tafsir Tarbawi sebagai Metode Holistik dalam
Pendidikan Karakter
Karakteristik Tafsir Tarbawi
yang bersifat integratif dan aplikatif memungkinkan pendekatan ini menjadi
metode holistik dalam pendidikan karakter. Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa
pendekatan tarbawi menempatkan proses pendidikan karakter bukan hanya sebagai
transfer pengetahuan tentang moralitas, tetapi sebagai proses internalisasi
yang melibatkan aspek spiritual, emosional, dan intelektual secara seimbang.⁷
Dengan pendekatan ini, peserta didik akan lebih mudah memahami dan menghayati
nilai-nilai moral secara komprehensif.
Metode ini juga didukung oleh
pendekatan keteladanan (uswah hasanah) dan pembiasaan yang bersumber langsung
dari prinsip-prinsip Al-Qur'an. Sebagaimana ditegaskan oleh Yusuf al-Qaradhawi,
pendidikan karakter yang efektif adalah pendidikan yang memadukan aspek
teoritis dan praktis melalui keteladanan, konsistensi, serta pembiasaan dalam
kehidupan nyata.⁸
Melalui relevansi tersebut,
jelas bahwa Tafsir Tarbawi memiliki kontribusi besar dalam pembentukan karakter
generasi Muslim yang tangguh, bermoral, dan mampu menghadapi berbagai tantangan
moral di era modern ini.
Footnotes
[1]
¹ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 38-40.
[2]
² Imam Al-Ghazali, Ihya' 'Ulum ad-Din, Jilid 3 (Beirut: Dar
al-Ma'rifah, 2004), 55-57.
[3]
³ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an, Jilid 5 (Beirut: Dar
al-Syuruq, 2003), 2621-2623.
[4]
⁴ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 21 (Beirut: Dar
al-Fikr, 2009), 179-182.
[5]
⁵ Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 50-52.
[6]
⁶ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar,
Jilid 11 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 498-500.
[7]
⁷ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 72-73.
[8]
⁸ Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Rasul wa al-‘Ilm (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1999), 68-70.
9.
Tantangan
dalam Penerapan Tafsir Tarbawi di Dunia Pendidikan Islam
Implementasi Tafsir Tarbawi
dalam dunia pendidikan Islam menghadapi berbagai tantangan yang cukup
signifikan. Tantangan-tantangan tersebut muncul dari berbagai aspek, baik
internal maupun eksternal. Memahami tantangan ini penting untuk merancang
solusi strategis yang efektif agar Tafsir Tarbawi mampu memberikan kontribusi
optimal dalam membentuk pendidikan Islam yang relevan dengan kebutuhan zaman.
9.1.
Kendala Internal dalam Penerapan Tafsir Tarbawi
Pertama,
tantangan internal berupa rendahnya pemahaman guru atau pendidik terhadap
konsep, metode, serta aplikasi praktis dari Tafsir Tarbawi. Menurut Ahmad
Tafsir, masih banyak pendidik yang belum sepenuhnya memahami cara
mengintegrasikan nilai-nilai Qur’ani secara metodologis dalam kurikulum
pendidikan agama Islam. Akibatnya, penerapan Tafsir Tarbawi sering kali
terbatas pada teori semata, tanpa implementasi nyata dalam proses pembelajaran
di kelas.¹
Kedua,
keterbatasan sumber literatur yang spesifik membahas Tafsir Tarbawi secara
komprehensif. Menurut Abdul Hayy Al-Farmawi, minimnya referensi dan panduan
praktis tentang implementasi Tafsir Tarbawi membuat guru sulit menemukan sumber
bacaan yang jelas, sehingga menghambat pengembangan kurikulum berbasis Tafsir Tarbawi
secara optimal.²
Ketiga,
tantangan berupa ketidaksiapan lembaga pendidikan Islam dalam mengadopsi
pendekatan tafsir berbasis pendidikan secara menyeluruh. Menurut Abdul Majid,
lembaga pendidikan Islam terkadang masih menggunakan pendekatan konvensional
yang lebih menekankan pada hafalan teks ketimbang internalisasi nilai Qur’ani
secara aplikatif dan holistik dalam kehidupan peserta didik.³
9.2.
Kendala Eksternal dalam Penerapan Tafsir
Tarbawi
Selain tantangan internal,
terdapat pula tantangan eksternal yang tidak kalah berat dalam implementasi
Tafsir Tarbawi:
Pertama,
pengaruh globalisasi dan modernisasi yang membawa dampak negatif berupa
pergeseran nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial di kalangan peserta didik.
Menurut Sayyid Qutb, arus globalisasi sering kali membawa nilai-nilai asing
yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti hedonisme, individualisme,
dan materialisme, sehingga membuat implementasi nilai Qur’ani menjadi sulit.⁴
Kedua,
tantangan teknologi informasi yang memberikan akses tak terbatas terhadap
berbagai konten yang tidak terkontrol. Menurut Wahbah az-Zuhaili, akses bebas
terhadap informasi yang tidak mendidik dapat melemahkan internalisasi
nilai-nilai Qur’ani di kalangan peserta didik, karena nilai negatif yang
diterima secara massif melalui media sosial dan internet sering lebih kuat
mempengaruhi karakter mereka dibanding nilai-nilai yang diajarkan di sekolah.⁵
Ketiga,
tantangan lingkungan sosial yang kurang kondusif bagi implementasi nilai-nilai
Qur’ani. Menurut Yusuf al-Qaradhawi, lingkungan sosial yang tidak mendukung
nilai-nilai Qur’ani akan memperlemah upaya pendidikan berbasis Tafsir Tarbawi,
karena peserta didik akan mengalami kesenjangan antara nilai yang diajarkan di
lembaga pendidikan dengan kenyataan sosial yang dihadapi sehari-hari.⁶
9.3.
Solusi Strategis Menghadapi Tantangan dalam
Penerapan Tafsir Tarbawi
Untuk menghadapi berbagai
tantangan tersebut, diperlukan solusi strategis yang efektif dan menyeluruh,
antara lain:
Pertama,
meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan khusus tentang konsep, metode,
serta implementasi praktis Tafsir Tarbawi. Menurut Nashruddin Baidan, pelatihan
ini bertujuan membekali guru dengan pengetahuan yang mendalam, kemampuan
integrasi materi, serta strategi aplikatif yang efektif dalam menginternalisasi
nilai-nilai Qur’ani ke dalam proses pembelajaran.⁷
Kedua, penyediaan
referensi dan bahan ajar yang komprehensif serta berbasis kajian akademik yang
kuat tentang Tafsir Tarbawi. Menurut Muhammad Quraish Shihab, tersedianya
literatur dan modul pembelajaran berbasis tafsir tarbawi sangat penting untuk
mendukung guru dalam merancang pembelajaran yang efektif dan sistematis.⁸
Ketiga,
optimalisasi peran lembaga pendidikan Islam dalam menciptakan lingkungan
pembelajaran yang kondusif bagi internalisasi nilai-nilai Qur’ani, baik melalui
kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler yang konsisten. Hal ini
ditegaskan oleh Abdul Majid, bahwa pendidikan Islam harus mampu menciptakan
sinergi antara teori dan praktik nilai Qur’ani dalam kehidupan nyata peserta
didik.⁹
Keempat,
melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan berbasis Tafsir
Tarbawi agar terbentuk lingkungan sosial yang mendukung internalisasi nilai
Qur’ani secara nyata. Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa kolaborasi antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat merupakan kunci utama keberhasilan pendidikan
berbasis nilai Islam.¹⁰
Dengan memahami dan mengatasi
berbagai tantangan tersebut secara strategis, implementasi Tafsir Tarbawi dalam
dunia pendidikan Islam diharapkan mampu menghasilkan generasi Muslim yang
berkarakter Qur’ani, tangguh menghadapi tantangan zaman, serta konsisten dalam
menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata.
Footnotes
[1]
¹ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 78-79.
[2]
² Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i:
Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997),
90-91.
[3]
³ Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 58-60.
[4]
⁴ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an, Jilid 5 (Beirut: Dar
al-Syuruq, 2003), 2624-2626.
[5]
⁵ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 1 (Beirut: Dar
al-Fikr, 2009), 39-41.
[6]
⁶ Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Rasul wa al-‘Ilm (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1999), 73-75.
[7]
⁷ Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 114-116.
[8]
⁸ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 43-44.
[9]
⁹ Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 66-68.
[10]
¹⁰ Yusuf al-Qaradhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna
(Jakarta: Bulan Bintang, 2007), 97-99.
10. Kesimpulan
Tafsir Tarbawi merupakan
salah satu pendekatan penafsiran Al-Qur’an yang secara khusus diarahkan untuk
menggali, menjelaskan, dan mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan yang
terkandung dalam wahyu Ilahi. Pendekatan ini penting karena Al-Qur’an bukan
hanya kitab suci yang berisi pesan spiritual, tetapi juga pedoman operasional
yang berfungsi mendidik manusia secara integral dalam berbagai aspek kehidupan,
mulai dari aspek spiritual, intelektual, moral, sosial, hingga emosional.¹
Secara konseptual, Tafsir
Tarbawi menegaskan bahwa Al-Qur’an memuat berbagai prinsip dan metode
pendidikan yang komprehensif dan holistik. Hal ini tercermin dari kajian
berbagai ulama tafsir, seperti Muhammad Abduh, Sayyid Qutb, dan Abdul Hayy
Al-Farmawi yang menekankan bahwa pendidikan Islam harus mampu menciptakan
individu yang berakhlak mulia, cerdas secara intelektual, serta kuat secara
spiritual.²
Dari segi metodologi, Tafsir
Tarbawi menggunakan kombinasi berbagai metode penafsiran Al-Qur’an seperti
metode maudhu'i (tematik), tahlili (analitis), dan muqaran (komparatif).
Integrasi metode ini memungkinkan pesan pendidikan dalam Al-Qur’an dapat
dipahami dan diimplementasikan secara efektif dalam konteks pendidikan modern.³
Secara praktis, implementasi
Tafsir Tarbawi dalam kurikulum pendidikan agama Islam menuntut integrasi
nilai-nilai Qur’ani secara sistematis dan aplikatif. Tafsir Tarbawi memberikan
kontribusi nyata dalam pembentukan karakter peserta didik melalui strategi
pembelajaran yang menekankan keteladanan, kelembutan, pembiasaan, serta
konsistensi dalam menginternalisasi nilai-nilai Qur’ani, seperti kejujuran,
toleransi, keadilan, dan tanggung jawab.⁴
Dalam konteks pendidikan
karakter, Tafsir Tarbawi memiliki relevansi kuat sebagai pendekatan yang mampu
menjawab tantangan moral di era modern. Melalui internalisasi nilai-nilai
Qur’ani, pendekatan ini membantu peserta didik menghadapi berbagai persoalan
moral kontemporer, seperti hedonisme, materialisme, dan individualisme, dengan
tetap berpegang teguh pada nilai-nilai spiritual Islam yang universal.⁵
Meski demikian, penerapan
Tafsir Tarbawi dalam dunia pendidikan Islam menghadapi berbagai tantangan
internal dan eksternal yang tidak bisa diabaikan. Tantangan internal seperti
rendahnya pemahaman pendidik terhadap pendekatan tarbawi, terbatasnya sumber
literatur, dan ketidaksiapan lembaga pendidikan merupakan tantangan serius yang
perlu segera diatasi. Adapun tantangan eksternal berupa dampak negatif
globalisasi, teknologi informasi, dan lingkungan sosial yang kurang kondusif,
turut menghambat efektivitas pendidikan berbasis Tafsir Tarbawi.⁶
Untuk mengatasi tantangan
tersebut, diperlukan solusi strategis, antara lain peningkatan kompetensi guru,
penyediaan literatur yang memadai, optimalisasi peran lembaga pendidikan Islam
dalam menciptakan lingkungan kondusif, serta penguatan kolaborasi antara
sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan solusi ini, implementasi Tafsir
Tarbawi diharapkan mampu berjalan secara optimal.⁷
Dengan demikian, Tafsir
Tarbawi memiliki signifikansi besar dalam upaya menciptakan pendidikan Islam
yang relevan, aplikatif, dan mampu membentuk generasi Muslim yang kuat secara
moral, spiritual, intelektual, dan sosial. Oleh karena itu, kajian dan
implementasi Tafsir Tarbawi perlu terus dikembangkan sebagai upaya strategis
dalam pendidikan agama Islam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.⁸
Footnotes
[1]
¹ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas
Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 45-47.
[2]
² Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i:
Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997),
92-94.
[3]
³ Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 120-122.
[4]
⁴ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 80-82.
[5]
⁵ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an, Jilid 5 (Beirut: Dar
al-Syuruq, 2003), 2628-2630.
[6]
⁶ Yusuf al-Qaradhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna
(Jakarta: Bulan Bintang, 2007), 102-104.
[7]
⁷ Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 64-66.
[8]
⁸ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar,
Jilid 1 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 26-28.
Daftar Pustaka
Al-Farmawi, A. H. (1997). Al-Bidayah fi
at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah. Kairo: Al-Hadharah
Al-Arabiyyah.
Abduh, M., & Ridha, M. R. (1947). Tafsir
Al-Manar (Vol. 1–11). Kairo: Dar al-Manar.
Al-Ghazali, I. (2004). Ihya’ ‘Ulum ad-Din
(Vol. 1–3). Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Al-Maraghi, A. M. (2001). Tafsir al-Maraghi
(Vol. 1–30). Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Qaradhawi, Y. (1999). Ar-Rasul wa al-‘Ilm.
Kairo: Maktabah Wahbah.
Al-Qaradhawi, Y. (2007). Pendidikan Islam dan
Madrasah Hasan Al-Banna. Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Qaththan, M. (2009). Mabahits fi 'Ulum
al-Qur'an. Beirut: Muassasah ar-Risalah.
Az-Zuhaili, W. (2009). Tafsir al-Munir (Vol.
1–30). Beirut: Dar al-Fikr.
Baidan, N. (2005). Metodologi Penafsiran
Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majid, A. (2007). Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Majid, A. (2008). Perencanaan Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Misrawi, Z. (2007). Al-Qur’an Kitab Toleransi:
Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme. Jakarta: Fitrah.
Qutb, S. (2003). Fi Zhilalil Qur’an (Vol.
1–6). Beirut: Dar al-Syuruq.
Shihab, M. Q. (2005). Tafsir Al-Misbah (Vol.
1–15). Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Q. (2007). Membumikan Al-Qur’an:
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
Shihab, M. Q. (2011). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir
Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Shihab, M. Q. (2013). Kaedah Tafsir: Syarat,
Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat
Al-Qur'an. Tangerang: Lentera Hati.
Tafsir, A. (2012). Metodologi Pengajaran Agama
Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ibnu Katsir, I. (2000). Tafsir al-Qur’an
al-‘Azhim (Vol. 1–8). Beirut: Dar Ibn Hazm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar