Selasa, 25 Maret 2025

Tafsir Tarbawi: Konsep, Metode, dan Implikasinya dalam Pendidikan Agama Islam

Tafsir Tarbawi

Konsep, Metode, dan Implikasinya dalam Pendidikan Agama Islam


Alihkan ke: Hadits Tarbawi.


Abstrak

Artikel ini membahas secara komprehensif mengenai Tafsir Tarbawi sebagai pendekatan penafsiran Al-Qur’an yang secara khusus bertujuan menggali pesan-pesan pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur’an. Tafsir Tarbawi menekankan pentingnya internalisasi nilai-nilai Qur’ani dalam kehidupan peserta didik melalui pendidikan Islam yang holistik, meliputi aspek spiritual, intelektual, moral, sosial, dan emosional. Kajian ini meliputi konsep dasar, sejarah perkembangan, karakteristik, metodologi, ayat-ayat pokok yang menjadi rujukan, serta implementasi praktis dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam. Selain itu, artikel ini juga mengeksplorasi relevansi Tafsir Tarbawi dalam pendidikan karakter serta berbagai tantangan yang dihadapi dalam implementasinya, disertai solusi strategis yang direkomendasikan untuk mengatasinya. Dengan menggunakan sumber-sumber referensi yang kredibel, pembahasan ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam bagi pendidik maupun praktisi pendidikan Islam agar mampu menerapkan Tafsir Tarbawi secara efektif dalam pembelajaran di sekolah maupun lembaga pendidikan Islam lainnya.

Kata Kunci: Tafsir Tarbawi, Pendidikan Agama Islam, Al-Qur’an, Metodologi Tafsir, Pendidikan Karakter, Nilai-Nilai Qur’ani, Kurikulum Islam.


PEMBAHASAN

Tafsir Tarbawi Berdasarkan Referensi Kredibel


1.           Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan pedoman utama umat Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat spiritual maupun material. Kitab suci ini berisi berbagai tuntunan hidup yang relevan untuk diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang pendidikan. Pendidikan dalam Islam atau yang dikenal dengan istilah tarbiyah Islamiyah bertujuan membentuk manusia seutuhnya dengan landasan nilai-nilai Qur’ani yang mampu menghasilkan individu beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta berilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakatnya. Dengan demikian, menggali konsep pendidikan melalui kajian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an merupakan kebutuhan yang amat mendasar dalam dunia pendidikan Islam kontemporer.

Dalam konteks ini, muncul pendekatan yang dikenal dengan istilah Tafsir Tarbawi, yakni model interpretasi Al-Qur’an yang secara khusus ditujukan untuk mengungkap pesan-pesan edukatif (pendidikan) yang terkandung di dalamnya. Secara sederhana, Tafsir Tarbawi dapat dipahami sebagai usaha menjelaskan isi Al-Qur’an dengan tujuan utama memberikan arahan, nilai-nilai pendidikan, serta metode pembinaan karakter dan akhlak manusia berdasarkan petunjuk wahyu Ilahi. Menurut Abdul Hayy Al-Farmawi, salah satu ulama yang mempopulerkan istilah ini, Tafsir Tarbawi menekankan aspek pemaknaan ayat-ayat Al-Qur'an dari perspektif pendidikan, sehingga dapat diaplikasikan dalam konteks pendidikan secara nyata dan efektif untuk mencapai tujuan tarbiyah Islamiyah yang ideal.¹

Urgensi kajian Tafsir Tarbawi menjadi semakin nyata, terutama di tengah kondisi dunia pendidikan Islam yang menghadapi beragam tantangan baik dari segi internal maupun eksternal. Secara internal, pendidikan Islam dituntut untuk mampu menjawab problematika moralitas dan spiritualitas peserta didik yang semakin kompleks. Sedangkan dari aspek eksternal, lembaga pendidikan Islam harus mampu menghadapi arus modernisasi, globalisasi, serta berbagai tantangan zaman yang rentan mengikis nilai-nilai religius dan moral generasi muda. Menurut Sayyid Qutb dalam kitabnya Fi Zhilalil Qur'an, Al-Qur’an tidak hanya berfungsi sebagai bacaan spiritual, tetapi juga merupakan pedoman operasional kehidupan yang menawarkan solusi konkret bagi tantangan hidup manusia di setiap zaman, termasuk dalam ranah pendidikan.²

Secara akademik, pengembangan kajian Tafsir Tarbawi sebagai disiplin ilmu sangat diperlukan agar pemahaman terhadap nilai-nilai pendidikan Al-Qur'an dapat dipahami secara metodologis dan sistematis. Metode pendekatan Tafsir Tarbawi akan membantu para pendidik, pengajar, maupun praktisi pendidikan Islam dalam menyusun kurikulum, menentukan materi pembelajaran, serta memilih strategi pendidikan yang tepat sesuai dengan ruh Al-Qur’an. Sejalan dengan ini, Zuhairi Misrawi menyatakan bahwa paradigma pendidikan Islam harus selalu berpijak pada teks-teks wahyu (Al-Qur’an) yang dipahami secara dinamis, metodologis, dan kontekstual agar relevan dengan kebutuhan zaman tanpa mengurangi esensi ajaran Islam.³

Atas dasar pentingnya memahami Tafsir Tarbawi secara lebih mendalam, artikel ini disusun dengan tujuan memberikan pemahaman komprehensif tentang konsep dasar Tafsir Tarbawi, metode-metode pendekatan yang digunakan dalam penafsirannya, serta implikasinya secara nyata dalam dunia pendidikan Islam. Dengan demikian, diharapkan hasil pembahasan ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan keilmuan serta penerapan nilai-nilai Al-Qur’an dalam praktik pendidikan Agama Islam yang lebih berkualitas dan berkarakter Qur’ani.


Footnotes

[1]                ¹ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu'iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997), 72.

[2]                ² Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), jilid 1, 13-15.

[3]                ³ Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme (Jakarta: Fitrah, 2007), 29-30.


2.           Konsep Dasar Tafsir Tarbawi

2.1.       Pengertian Tafsir Tarbawi menurut Ulama Tafsir Kontemporer

Secara terminologis, Tafsir Tarbawi merupakan kajian tafsir Al-Qur’an yang menitikberatkan pada eksplorasi nilai-nilai pendidikan (tarbiyah) yang terkandung dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an. Konsep ini tidak hanya sekadar mengungkap makna ayat secara literal atau historis, tetapi juga menekankan penerapan pesan edukatif Al-Qur’an dalam konteks pendidikan modern. Menurut Prof. Dr. Abdul Hayy Al-Farmawi, seorang pakar tafsir kontemporer yang mempopulerkan istilah ini, Tafsir Tarbawi merupakan bentuk tafsir tematik (maudhu’i) yang secara khusus bertujuan mengungkap konsep-konsep pendidikan, prinsip-prinsip moral, dan metode pembinaan manusia yang bersumber langsung dari wahyu Allah, untuk kemudian diimplementasikan dalam dunia pendidikan Islam secara praktis dan terstruktur.¹

Sementara itu, Sayyid Qutb, melalui tafsirnya yang terkenal, Fi Zhilalil Qur'an, telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi pendekatan tarbawi. Menurutnya, Al-Qur'an harus dipahami sebagai pedoman utama dalam mendidik jiwa manusia menuju kesempurnaan iman dan moral.² Lebih lanjut, Qutb menegaskan bahwa pendidikan berbasis Al-Qur’an bertujuan mencetak pribadi-pribadi Muslim yang berkarakter, memiliki visi jelas tentang tujuan hidup, serta mampu menjawab tantangan zaman dengan hikmah dan kebijaksanaan.

Dalam pandangan Muhammad Abduh, tokoh pembaharuan Islam dari Mesir, tafsir yang bercorak tarbawi sejatinya merupakan tafsir yang mampu memberikan pencerahan bagi akal dan hati peserta didik, mengembangkan potensi fitrah manusia, serta memperbaiki tatanan moral dan sosial umat Islam. Menurutnya, pendidikan berdasarkan Al-Qur’an harus mampu menghasilkan individu yang tidak hanya taat beragama secara ritual, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional, sosial, serta moral dalam kehidupan sehari-hari.³

2.2.       Ruang Lingkup Kajian Tafsir Tarbawi

Ruang lingkup kajian Tafsir Tarbawi meliputi beberapa dimensi penting pendidikan yang bersumber dari Al-Qur'an, antara lain:

1)                  Dimensi Spiritual (Ruhiyah)

Dimensi ini menekankan pada pembinaan jiwa yang berlandaskan tauhid, keimanan kepada Allah, serta pembentukan akhlak mulia. Ayat-ayat yang terkait dengan pembinaan iman, seperti QS. Al-Baqarah [02] ayat 129, QS. Al-'Alaq [96] ayat 1-5, serta QS. Al-Muzammil [73] ayat 1-8 merupakan contoh penting dalam aspek ini.⁴

2)                  Dimensi Intelektual ('Aqliyah)

Tafsir Tarbawi juga berupaya menggali konsep-konsep penting mengenai ilmu pengetahuan dan penggunaan akal secara optimal dalam kehidupan manusia. Dalam dimensi ini, ayat seperti QS. Ali Imran [03] ayat 190-191 yang mendorong manusia untuk berpikir kritis dan merenungkan ciptaan Allah menjadi rujukan utama dalam pengembangan intelektualitas peserta didik.⁵

3)                  Dimensi Sosial-Kemanusiaan (Ijtima'iyah-Insaniyah)

Pendidikan berbasis tafsir tarbawi memiliki perhatian besar terhadap aspek sosial dan kemanusiaan. Hal ini tercermin dari ayat-ayat yang mengatur adab bergaul, kasih sayang, solidaritas, serta toleransi antar sesama manusia, seperti QS. Al-Hujurat [49] ayat 13, QS. Luqman [31] ayat 17-19, dan QS. Al-Mujadilah [58] ayat 11.⁶

4)                  Dimensi Akhlak dan Moralitas (Khuluqiyah)

Salah satu inti kajian Tafsir Tarbawi adalah membentuk moralitas luhur dalam diri individu. Al-Qur'an secara jelas memberikan tuntunan akhlak dalam kehidupan sehari-hari yang harus menjadi pedoman pendidikan Islam, seperti QS. Al-Qalam [68] ayat 4, yang menegaskan bahwa Rasulullah Saw diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.⁷

2.3.       Hubungan Antara Al-Qur'an dan Pendidikan (Tarbiyah)

Al-Qur’an secara eksplisit dan implisit telah menjadikan pendidikan sebagai bagian integral dari risalah kenabian Muhammad Saw. Kitab suci ini menempatkan pendidikan (tarbiyah) sebagai sarana utama dalam pembentukan manusia unggul, yaitu insan kamil. Sebagaimana dikemukakan oleh Al-Ghazali, Al-Qur’an tidak sekadar sebagai pedoman ritual, tetapi juga sebagai panduan moral, sosial, serta pedoman intelektual yang menjadi dasar pengembangan potensi manusia. Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya 'Ulum ad-Din, pendidikan sejati dalam Islam adalah pendidikan yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai Qur'ani ke dalam kehidupan nyata manusia secara holistik.⁸

Dengan demikian, hubungan antara Al-Qur'an dan pendidikan bersifat timbal balik dan saling menguatkan. Pendidikan yang berbasis pada Al-Qur'an akan mampu melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kekuatan spiritual, kepekaan sosial, serta karakter moral yang kuat. Di sisi lain, Al-Qur'an hanya dapat dipahami, diamalkan, dan diinternalisasi secara efektif apabila melalui pendekatan pendidikan yang terencana, terarah, serta metodologis sebagaimana digambarkan oleh Tafsir Tarbawi.


Footnotes

[1]                ¹ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997), 72-73.

[2]                ² Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), 15.

[3]                ³ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Jilid 1 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 18-19.

[4]                ⁴ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 25-27.

[5]                ⁵ M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2007), 88.

[6]                ⁶ Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme (Jakarta: Fitrah, 2007), 57-59.

[7]                ⁷ Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid 29 (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 34-36.

[8]                ⁸ Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 2004), 45-47.


3.           Sejarah Perkembangan Tafsir Tarbawi

3.1.       Awal Mula Munculnya Kajian Tafsir Tarbawi

Kajian Tafsir Tarbawi secara eksplisit memang tergolong sebagai disiplin ilmu tafsir yang relatif baru. Akan tetapi, hakikatnya pendekatan tarbawi (edukatif) dalam penafsiran Al-Qur’an sudah hadir sejak zaman awal Islam, yaitu sejak masa Rasulullah Saw dan para sahabat. Hal ini dikarenakan Rasulullah Saw sendiri merupakan seorang pendidik utama yang menjelaskan Al-Qur’an tidak hanya secara tekstual, tetapi juga dalam rangka membimbing dan mendidik umat melalui keteladanan praktis.¹

Menurut Manna' al-Qaththan, meskipun istilah Tafsir Tarbawi belum dikenal pada masa klasik, pola penafsiran yang bertujuan mendidik umat telah berkembang sejak masa sahabat dan tabi’in. Mereka menjelaskan ayat Al-Qur’an bukan hanya untuk mengetahui arti literalnya saja, tetapi juga bertujuan agar ayat tersebut dipahami secara mendalam sehingga mampu membentuk karakter umat yang Qur'ani.²

3.2.       Perkembangan Tafsir Tarbawi di Masa Klasik

Pada periode klasik (sekitar abad ke-3 sampai abad ke-6 Hijriyah), tafsir dengan orientasi pendidikan belum dikembangkan dalam bentuk yang spesifik. Namun, kajian-kajian tafsir klasik seperti karya Imam Ath-Thabari (w. 310 H), Imam Al-Qurthubi (w. 671 H), dan Imam Al-Ghazali (w. 505 H) banyak mengandung unsur pendidikan yang jelas. Misalnya, Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum ad-Din secara khusus mengembangkan pemikiran yang menghubungkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan konsep pendidikan jiwa (tazkiyatun nafs) yang pada hakikatnya merupakan esensi dari Tafsir Tarbawi.³

Pada masa ini, meskipun belum dikenal istilah khusus, nilai-nilai pendidikan dari Al-Qur’an menjadi perhatian besar ulama dalam rangka pembentukan manusia yang ideal sesuai dengan tujuan Islam. Tafsir pada masa klasik cenderung bersifat umum dengan memasukkan nilai pendidikan sebagai bagian integral dari berbagai tafsir Al-Qur'an tanpa dikategorikan secara khusus dalam pendekatan yang eksplisit tarbawi.

3.3.       Perkembangan Tafsir Tarbawi di Masa Modern

Istilah dan konsep Tafsir Tarbawi secara eksplisit mulai muncul pada abad ke-20 seiring dengan munculnya pemikiran pembaruan Islam. Di antara tokoh modern yang sangat berpengaruh dalam munculnya Tafsir Tarbawi adalah Muhammad Abduh (1849-1905 M) melalui Tafsir Al-Manar, yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Muhammad Rasyid Ridha. Mereka menekankan pentingnya penafsiran Al-Qur'an yang kontekstual dan edukatif, terutama dalam rangka reformasi pendidikan Islam untuk menghadapi tantangan zaman modern.⁴

Selanjutnya, Sayyid Qutb (1906-1966 M) melalui tafsirnya yang sangat populer, Fi Zhilalil Qur'an, memberikan sumbangsih besar dalam mempertegas paradigma tarbawi dalam tafsir modern. Ia menguraikan bahwa Al-Qur’an sebagai pedoman hidup harus mampu mendidik manusia secara komprehensif, baik secara spiritual, intelektual, maupun sosial. Penafsiran Qutb menjadi salah satu pijakan kuat bagi pengembangan Tafsir Tarbawi kontemporer.⁵

Pada akhir abad ke-20, istilah "Tafsir Tarbawi" secara resmi dikenalkan dan dikembangkan secara akademik oleh Abdul Hayy Al-Farmawi dalam kitabnya Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu'i. Ia memperkenalkan konsep Tafsir Tarbawi sebagai salah satu bentuk tafsir tematik yang secara khusus mengkaji tema-tema pendidikan dalam Al-Qur’an secara sistematis dan terstruktur, menjadi pijakan utama dalam dunia pendidikan Islam modern hingga kini.⁶

3.4.       Tantangan dan Peluang dalam Pengembangan Tafsir Tarbawi Kontemporer

Pengembangan Tafsir Tarbawi di era kontemporer menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang signifikan. Di antara tantangan tersebut adalah adanya pergeseran paradigma pendidikan global yang lebih berorientasi pada sekularisme dan materialisme, yang berpotensi mengabaikan nilai-nilai spiritual dan moral. Di samping itu, tantangan lain adalah rendahnya minat sebagian umat Islam untuk mengintegrasikan nilai Qur’ani secara metodologis dalam sistem pendidikan.⁷

Namun, di sisi lain, peluang pengembangan Tafsir Tarbawi sangat besar, terutama dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya nilai moral dan spiritual di tengah krisis moral global. Kesadaran ini mendorong munculnya banyak kajian akademik dan penelitian tafsir yang berorientasi pendidikan di berbagai perguruan tinggi Islam dunia, termasuk Indonesia, Mesir, Saudi Arabia, dan negara-negara Islam lainnya. Peluang tersebut semakin besar dengan adanya dukungan institusi pendidikan Islam yang terus berkembang dalam upaya menciptakan generasi Qur’ani yang tangguh menghadapi tantangan zaman.⁸


Footnotes

[1]                ¹ Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2007), 125-126.

[2]                ² Manna' al-Qaththan, Mabahits fi 'Ulum al-Qur'an (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2009), 356-357.

[3]                ³ Imam Al-Ghazali, Ihya' 'Ulum ad-Din, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 2004), 45-48.

[4]                ⁴ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Jilid 1 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 19-22.

[5]                ⁵ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), 15-18.

[6]                ⁶ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu'i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu'iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997), 71-74.

[7]                ⁷ Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme (Jakarta: Fitrah, 2007), 34-37.

[8]                ⁸ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 55-57.


4.           Karakteristik Tafsir Tarbawi

Karakteristik Tafsir Tarbawi merupakan ciri-ciri yang membedakannya dari berbagai metode tafsir lainnya. Tafsir Tarbawi secara khusus memusatkan perhatian pada upaya pengungkapan pesan-pesan edukatif (tarbawiyah) yang ada dalam Al-Qur'an untuk diterapkan dalam dunia pendidikan. Karakteristik tersebut dapat dijelaskan melalui beberapa poin penting berikut:

4.1.       Tujuan Utama Tafsir Tarbawi

Tujuan utama dari Tafsir Tarbawi adalah menggali dan menyampaikan pesan-pesan pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur’an agar dapat diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan manusia, khususnya dalam dunia pendidikan. Menurut Abdul Hayy Al-Farmawi, tujuan utama Tafsir Tarbawi adalah untuk memberikan arahan praktis kepada pendidik dalam proses pendidikan Islam berdasarkan prinsip-prinsip Al-Qur'an, sehingga peserta didik mampu mencapai kesempurnaan spiritual, intelektual, dan moral sebagaimana tujuan tarbiyah Islamiyah itu sendiri.¹

Dalam konteks yang lebih luas, tujuan ini juga sejalan dengan pandangan Sayyid Qutb, yang menjelaskan bahwa Al-Qur’an tidak hanya bertujuan menyampaikan ajaran agama secara teoritis, tetapi juga harus dipahami dan diterapkan untuk mendidik manusia menjadi pribadi yang mampu menjawab tantangan kehidupan dengan cara-cara yang islami.²

4.2.       Ciri-ciri Khusus Tafsir Tarbawi

Tafsir Tarbawi memiliki beberapa ciri khusus yang membedakannya dari jenis tafsir lain, di antaranya:

Pertama, berorientasi edukatif (tarbawiyah), yaitu interpretasi ayat-ayat Al-Qur’an selalu diarahkan pada pemaknaan pendidikan yang aplikatif, baik dalam konteks spiritual, sosial, intelektual, maupun moral. Dalam hal ini, pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur'an selalu disajikan sebagai pedoman praktis yang relevan dengan proses pembinaan manusia.³

Kedua, pendekatan integratif. Tafsir Tarbawi selalu menghubungkan aspek spiritual (ruhiyah) dengan aspek intelektual ('aqliyah), moral (khuluqiyah), dan sosial (ijtima'iyah), sehingga menghasilkan sebuah pendidikan holistik berbasis wahyu Ilahi. Karakteristik ini ditegaskan oleh Muhammad Quraish Shihab yang menyatakan bahwa pendekatan tarbawi bersifat komprehensif karena Al-Qur'an sendiri diturunkan sebagai petunjuk yang bersifat menyeluruh bagi manusia dalam segala aspek kehidupannya.⁴

Ketiga, kontekstual dan aplikatif. Penafsiran ayat-ayat dalam Tafsir Tarbawi selalu mempertimbangkan konteks kekinian. Ayat-ayat Al-Qur'an tidak hanya dipahami secara historis tetapi juga diterjemahkan dalam konteks kontemporer sehingga relevan dengan tantangan pendidikan modern. Karakter ini diperkuat oleh pemikiran Muhammad Abduh yang menegaskan perlunya interpretasi ayat yang kontekstual agar Al-Qur'an mampu memberikan solusi nyata terhadap persoalan kontemporer, termasuk dalam dunia pendidikan.⁵

4.3.       Prinsip-prinsip Dasar dalam Tafsir Tarbawi

Adapun prinsip-prinsip dasar Tafsir Tarbawi yang menjadi landasan operasionalnya dalam konteks pendidikan Islam meliputi beberapa hal berikut:

1)                  Prinsip Tauhid

Tafsir Tarbawi menekankan tauhid sebagai dasar utama pendidikan Islam. Segala aspek pendidikan diarahkan untuk membangun keyakinan peserta didik kepada Allah Swt secara utuh. Prinsip ini bersumber dari QS. Adz-Dzariyat [51] ayat 56 yang menegaskan tujuan penciptaan manusia untuk beribadah kepada Allah.⁶

2)                  Prinsip Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)

Konsep pendidikan dalam Islam tidak hanya bersifat intelektual semata, tetapi juga spiritual melalui upaya penyucian jiwa peserta didik. Prinsip ini merujuk pada QS. Asy-Syams [91] ayat 9-10 yang menjelaskan pentingnya menjaga kemurnian jiwa sebagai syarat utama kebahagiaan dunia-akhirat.⁷

3)                  Prinsip Integrasi Ilmu dan Amal

Tafsir Tarbawi sangat menekankan keseimbangan antara ilmu pengetahuan (ilmu) dengan pengamalan (amal). Hal ini tercermin dalam QS. Ash-Shaff [37] ayat 2-3, yang mengecam keras perbedaan antara perkataan dan perbuatan. Dengan demikian, Tafsir Tarbawi mendorong integrasi ilmu dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.⁸

4)                  Prinsip Keseimbangan (Tawazun)

Prinsip ini menekankan pendidikan dalam Islam sebagai proses yang seimbang antara kebutuhan spiritual dan kebutuhan duniawi. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Qashash [28] ayat 77 yang mendorong manusia untuk meraih kesuksan dunia tanpa melupakan akhirat.⁹

5)                  Prinsip Keteladanan (Uswah Hasanah)

Tafsir Tarbawi menempatkan Rasulullah Saw sebagai teladan utama dalam pendidikan. QS. Al-Ahzab [33] ayat 21 menegaskan pentingnya keteladanan sebagai metode pendidikan Islam yang efektif dalam membentuk kepribadian peserta didik.¹⁰


Melalui karakteristik-karakteristik tersebut, Tafsir Tarbawi menjadi pendekatan tafsir yang khas dalam upaya membangun pendidikan Islam yang relevan, aplikatif, serta mampu menjawab tantangan zaman.


Footnotes

[1]                ¹ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu'i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu'iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997), 75.

[2]                ² Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), 17-18.

[3]                ³ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 45-46.

[4]                ⁴ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 28-30.

[5]                ⁵ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Jilid 1 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 20-22.

[6]                ⁶ Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid 27 (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 18-19.

[7]                ⁷ Imam Al-Ghazali, Ihya' 'Ulum ad-Din, Jilid 3 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 2004), 54-56.

[8]                ⁸ Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Jilid 8 (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2000), 34.

[9]                ⁹ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 20 (Beirut: Dar al-Fikr, 2009), 47-48.

[10]             ¹⁰ Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Rasul wa al-‘Ilm, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1999), 63-64.


5.           Metodologi Tafsir Tarbawi

Metodologi dalam Tafsir Tarbawi merujuk pada seperangkat metode dan pendekatan yang digunakan dalam menginterpretasikan ayat-ayat Al-Qur’an dengan fokus pada aspek pendidikan (tarbiyah). Dalam praktiknya, Tafsir Tarbawi menggunakan kombinasi beberapa metode yang telah mapan dalam tradisi ilmu tafsir, namun dengan penekanan khusus terhadap nilai-nilai edukatif dan aplikasinya dalam konteks pendidikan Islam. Berikut penjelasan secara terperinci terkait metodologi yang digunakan dalam Tafsir Tarbawi.

5.1.       Metode Tafsir Tematik (Tafsir Maudhu'i)

Metode tafsir tematik (tafsir maudhu'i) merupakan metode utama yang digunakan dalam Tafsir Tarbawi. Dalam metode ini, mufassir mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang memiliki tema serupa mengenai pendidikan, kemudian mengkaji ayat-ayat tersebut secara mendalam untuk menghasilkan konsep-konsep pendidikan yang jelas, sistematis, dan komprehensif.¹

Menurut Abdul Hayy Al-Farmawi, metode maudhu'i sangat relevan untuk Tafsir Tarbawi karena mampu menghadirkan konsep pendidikan Islam secara utuh dan koheren dari Al-Qur'an. Metode ini memudahkan pendidik dalam mengembangkan materi pendidikan Islam yang aplikatif, karena tema-tema pendidikan yang ada dalam Al-Qur'an diidentifikasi secara spesifik dan dibahas dalam konteks kontemporer.² Contoh implementasi metode ini adalah kajian ayat-ayat tentang pendidikan karakter, ilmu pengetahuan, atau adab dalam Al-Qur’an.

5.2.       Metode Tafsir Tahlili (Analitis)

Metode tafsir tahlili merupakan metode yang menganalisis ayat-ayat Al-Qur'an secara mendetail, baik dari aspek kebahasaan (bahasa Arab), asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), makna literal, maupun pesan-pesan moral dan pendidikan yang terkandung di dalamnya.³

Dalam perspektif Tafsir Tarbawi, metode ini digunakan secara khusus untuk mengungkap pesan pendidikan yang tersembunyi di balik redaksi ayat. Misalnya, analisis ayat-ayat QS. Luqman [31] ayat 13-19 mengenai pendidikan keluarga dilakukan dengan mendalami struktur kebahasaan ayat, sebab-sebab turunnya ayat, dan hikmah pendidikan di balik nasihat Luqman kepada anaknya.⁴ Dengan demikian, metode ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang makna tarbawi dari ayat-ayat Al-Qur’an.

5.3.       Metode Tafsir Komparatif (Muqaran)

Metode komparatif atau muqaran merupakan metode tafsir yang mengkaji perbedaan atau persamaan pendapat dari berbagai mufassir terhadap suatu ayat Al-Qur’an. Dalam Tafsir Tarbawi, metode ini penting untuk menghadirkan perspektif pendidikan yang lebih kaya dengan mengkomparasikan berbagai pandangan ulama tafsir tentang satu tema pendidikan tertentu.⁵

Misalnya, dalam kajian ayat tentang pentingnya pendidikan spiritual dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 129, seorang mufassir tarbawi bisa mengkaji pandangan pendidikan menurut Al-Ghazali, Sayyid Qutb, dan Muhammad Abduh. Dengan pendekatan komparatif ini, Tafsir Tarbawi mampu menghasilkan konsep pendidikan Islam yang lebih dinamis dan kontekstual serta memperkaya wawasan pendidik dalam menerapkan nilai-nilai Qur’ani.⁶

5.4.       Kombinasi Metode dan Aplikasinya dalam Pendidikan

Dalam praktiknya, Tafsir Tarbawi tidak terbatas pada satu metode tafsir saja, tetapi mengintegrasikan beberapa metode sekaligus (maudhu'i, tahlili, muqaran) untuk menghasilkan kajian pendidikan Islam yang komprehensif. Integrasi metode ini memungkinkan pemahaman ayat yang lebih holistik, yakni dengan menggali makna literal (tahlili), membangun konsep pendidikan secara tematis (maudhu’i), serta memperkaya analisis dengan pandangan komparatif (muqaran).⁷

Menurut Ahmad Tafsir, integrasi metode dalam Tafsir Tarbawi memungkinkan pendidik memahami pesan Al-Qur’an secara utuh, praktis, dan efektif untuk diaplikasikan dalam proses pendidikan nyata. Misalnya, dalam menyusun kurikulum pendidikan agama Islam, seorang pendidik bisa menggunakan pendekatan integratif ini untuk mengidentifikasi konsep pendidikan Qur'ani yang relevan, memahami implementasinya secara praktis, serta memastikan konsep tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan Islam.⁸


Melalui berbagai metode tersebut, Tafsir Tarbawi mampu menghubungkan pesan Al-Qur’an secara efektif dengan kebutuhan dunia pendidikan modern, sehingga menghasilkan pendidikan Islam yang berbasis wahyu secara optimal.


Footnotes

[1]                ¹ Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi 'Ulum al-Qur'an (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2009), 363-364.

[2]                ² Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997), 80-81.

[3]                ³ Muhammad Quraish Shihab, Kaedah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat Al-Qur'an (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 78-80.

[4]                ⁴ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 21 (Beirut: Dar al-Fikr, 2009), 172-175.

[5]                ⁵ Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 87-89.

[6]                ⁶ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), 21-22.

[7]                ⁷ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 59-60.

[8]                ⁸ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 31-33.


6.           Ayat-ayat Pokok dalam Tafsir Tarbawi

Dalam Tafsir Tarbawi, ayat-ayat pokok yang dijadikan landasan utama adalah ayat-ayat yang secara langsung atau tidak langsung menampilkan pesan pendidikan dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Ayat-ayat ini dipilih berdasarkan relevansi kuatnya dengan tujuan pendidikan Islam yang bersifat integral, meliputi aspek spiritual, intelektual, moral, sosial, dan emosional. Berikut beberapa ayat pokok dalam Tafsir Tarbawi beserta penjelasannya:

6.1.       QS. Al-'Alaq (96:1-5): Pentingnya Ilmu dan Pendidikan

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-'Alaq [96] ayat 1-5)

Ayat ini merupakan fondasi utama pendidikan dalam Islam yang menekankan urgensi ilmu pengetahuan. Menurut Muhammad Abduh, perintah "Iqra’" (bacalah) menandakan bahwa Islam sangat mendorong proses pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam rangka mengenal Allah, diri sendiri, serta lingkungan sekitar secara holistik.¹ Ayat ini juga menunjukkan bahwa proses pendidikan tidak hanya bersifat material, tetapi juga spiritual yang terhubung langsung dengan Allah Swt sebagai sumber ilmu.²

6.2.       QS. Luqman (31:12-19): Prinsip Pendidikan dalam Keluarga

Ayat-ayat dalam Surah Luqman ini secara eksplisit menunjukkan metode pendidikan yang bersumber dari keteladanan Luqman al-Hakim kepada putranya. Ayat ini mengandung prinsip dasar pendidikan Islam berupa tauhid, syukur, akhlak mulia, adab berinteraksi, dan keseimbangan hidup.³ Menurut Wahbah az-Zuhaili, ayat ini sangat relevan dalam Tafsir Tarbawi karena memberikan gambaran metodologi praktis dalam pendidikan keluarga dan pentingnya peran orang tua sebagai pendidik utama dalam membentuk karakter dan kepribadian anak.⁴

6.3.       QS. Al-Mujadilah (58:11): Pendidikan Adab dalam Interaksi Sosial

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ

"Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah [58] ayat 11)

Ayat ini menegaskan keutamaan ilmu dalam meningkatkan derajat manusia, baik di hadapan Allah maupun sesama manusia. Menurut Sayyid Qutb, ayat ini mengindikasikan bahwa ilmu yang disertai iman akan membawa manusia pada adab sosial yang tinggi, menghormati sesama, serta mampu menciptakan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.⁵ Dalam perspektif Tarbawi, ayat ini menjadi pijakan penting dalam pendidikan sosial yang bertujuan membangun hubungan harmonis antarindividu dan masyarakat.

6.4.       QS. Ali Imran (3:159): Metode Pendidikan Melalui Kelembutan dan Keteladanan

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS. Ali Imran [03] ayat 159)

Ayat ini menjelaskan pentingnya pendekatan kelembutan dan keteladanan dalam proses pendidikan. Menurut Ahmad Tafsir, ayat ini menegaskan bahwa pendekatan pendidikan harus didasarkan pada kelembutan, empati, dan kesabaran, karena pendekatan yang kasar justru akan menjauhkan peserta didik dari tujuan pendidikan yang diharapkan.⁶ Ayat ini menjadi fondasi kuat bagi metode pendidikan Islam yang humanis dan berorientasi pada pembinaan karakter.

6.5.       QS. Al-Baqarah (2:129): Pendidikan Spiritualitas dan Akhlak

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ

"Ya Tuhan kami, utuslah kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan Al-Kitab dan Hikmah kepada mereka, serta menyucikan mereka." (QS. Al-Baqarah [02] ayat 129)

Ayat ini merujuk pada empat komponen pendidikan integral dalam Islam: tilawah (membaca), ta’lim (mengajarkan Al-Kitab), hikmah (kebijaksanaan), dan tazkiyah (penyucian jiwa). Menurut Imam Al-Ghazali, ayat ini merupakan dasar pendidikan Islam yang tidak hanya terbatas pada ilmu formal tetapi juga bertujuan membersihkan jiwa manusia dari sifat-sifat negatif, sehingga menghasilkan pribadi yang berakhlak mulia dan berjiwa spiritual tinggi.⁷


Melalui ayat-ayat pokok tersebut, Tafsir Tarbawi menyajikan konsep-konsep pendidikan yang jelas, komprehensif, serta aplikatif dalam proses pembinaan manusia seutuhnya, sesuai dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri.


Footnotes

[1]                ¹ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Jilid 10 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 412-414.

[2]                ² Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 391-393.

[3]                ³ Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid 21 (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 37-39.

[4]                ⁴ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 21 (Beirut: Dar al-Fikr, 2009), 175-178.

[5]                ⁵ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 6 (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), 3495-3497.

[6]                ⁶ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 63-65.

[7]                ⁷ Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 2004), 67-69.


7.           Implementasi Tafsir Tarbawi dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Implementasi Tafsir Tarbawi dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan upaya sistematis untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi, pedoman, serta rujukan utama dalam proses pendidikan. Secara praktis, implementasi ini mencakup integrasi konsep, nilai, dan metode pendidikan Qur’ani ke dalam berbagai aspek kurikulum pendidikan Islam, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran.

7.1.       Konsep Integrasi Nilai Tarbawi dalam Kurikulum

Kurikulum Pendidikan Agama Islam berbasis Tafsir Tarbawi mengintegrasikan nilai-nilai Qur'ani secara komprehensif dan sistematis ke dalam seluruh komponen pembelajaran. Menurut Abdul Majid, integrasi nilai tarbawi dalam kurikulum pendidikan Islam bertujuan membangun kepribadian peserta didik yang harmonis antara aspek spiritual, intelektual, moral, dan sosial.¹ Integrasi ini tidak hanya dalam bentuk materi ajar yang eksplisit tentang ayat-ayat tertentu, tetapi juga melalui internalisasi nilai-nilai pendidikan yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur'an ke dalam setiap mata pelajaran, metode pembelajaran, dan aktivitas keseharian siswa.

Muhammad Quraish Shihab menegaskan bahwa integrasi ini merupakan upaya menjadikan nilai Qur'ani sebagai spirit yang menjiwai seluruh aktivitas pendidikan, bukan sekadar teks yang dihafal tanpa internalisasi makna yang mendalam.²

7.2.       Pendekatan Aplikatif Tafsir Tarbawi dalam Pendidikan Formal

Implementasi Tafsir Tarbawi dalam pendidikan formal dapat dilaksanakan melalui berbagai strategi praktis, antara lain:

Pertama, integrasi ayat-ayat tarbawi ke dalam materi pelajaran secara tematik. Guru mengidentifikasi ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan dengan tujuan pembelajaran, kemudian menjelaskan pesan pendidikan ayat tersebut secara aplikatif dalam kehidupan nyata peserta didik.³ Misalnya, dalam mengajarkan pentingnya adab terhadap orang tua, guru menggunakan QS. Al-Isra’ [17] ayat 23-24 sebagai pijakan utama dalam menyampaikan nilai tersebut.

Kedua, penggunaan metode pembelajaran aktif (active learning) berbasis Qur’an. Metode ini memungkinkan peserta didik aktif mengeksplorasi makna ayat secara langsung, misalnya melalui diskusi kelompok, problem solving, atau project-based learning yang bertumpu pada tema-tema pendidikan dalam Al-Qur'an. Menurut Ahmad Tafsir, pendekatan ini efektif dalam menginternalisasi nilai Qur’ani secara mendalam karena melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses pembelajaran.⁴

7.3.       Strategi Guru dalam Menerapkan Prinsip Tafsir Tarbawi di Kelas

Guru memiliki peran sentral dalam implementasi Tafsir Tarbawi. Beberapa strategi penting yang dapat dilakukan guru antara lain:

1)                  Strategi Keteladanan (Uswah Hasanah)

Guru harus mampu menampilkan sikap dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan Qur’ani, sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al-Ahzab [33] ayat 21. Yusuf al-Qaradhawi menekankan bahwa keteladanan merupakan metode paling efektif dalam proses pendidikan Islam.⁵

2)                  Strategi Pendekatan Personal (Kelembutan dan Kasih Sayang)

Sesuai dengan QS. Ali Imran [03] ayat 159, pendekatan yang lembut, empatik, dan penuh kasih sayang sangat penting untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi internalisasi nilai-nilai Qur’ani. Strategi ini memungkinkan peserta didik menerima pesan-pesan pendidikan secara sukarela dan penuh kesadaran.⁶

3)                  Strategi Pembiasaan dan Konsistensi

Pembiasaan terhadap nilai-nilai Qur’ani dalam kehidupan sehari-hari peserta didik merupakan strategi penting dalam Tafsir Tarbawi. Implementasi ayat QS. Al-Baqarah [02] ayat 208 tentang masuk Islam secara kaffah menjadi dasar penting strategi ini, yakni bagaimana guru secara konsisten membimbing siswa agar mengamalkan nilai-nilai Islam secara total dalam kehidupan sehari-hari.⁷

7.4.       Contoh Penerapan Tafsir Tarbawi dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru dapat mengimplementasikan Tafsir Tarbawi melalui tahapan berikut:

·                     Tujuan pembelajaran yang jelas berbasis ayat-ayat tarbawi, seperti pembentukan akhlak mulia berdasarkan QS. Al-Qalam [68] ayat 4.

·                     Pemilihan metode pembelajaran yang mendukung internalisasi nilai, seperti diskusi tafsir tematik, role-playing, atau studi kasus berbasis Qur'an.

·                     Langkah-langkah pembelajaran yang terstruktur: diawali dengan membaca ayat, memahami tafsirnya, diskusi makna edukatifnya, dan implementasi dalam kehidupan siswa secara praktis.⁸

·                     Evaluasi autentik, yaitu penilaian berbasis sikap, perilaku, dan tindakan nyata peserta didik, yang mencerminkan internalisasi nilai-nilai Qur'ani, bukan sekadar hafalan teoritis.

Melalui pendekatan tersebut, Tafsir Tarbawi mampu secara efektif menjadi pedoman utama dalam kurikulum pendidikan Islam yang aplikatif dan relevan dengan tantangan zaman.


Footnotes

[1]                ¹ Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 43-44.

[2]                ² Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 34-36.

[3]                ³ Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997), 86.

[4]                ⁴ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 67-69.

[5]                ⁵ Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Rasul wa al-‘Ilm (Kairo: Maktabah Wahbah, 1999), 65-67.

[6]                ⁶ Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 304-306.

[7]                ⁷ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Fikr, 2009), 69-72.

[8]                ⁸ Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 105-107.


8.           Relevansi Tafsir Tarbawi dalam Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dalam perspektif Islam bertujuan membentuk pribadi yang berakhlak mulia, bertakwa, dan mampu mewujudkan nilai-nilai moral Qur’ani dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, Tafsir Tarbawi memiliki relevansi yang sangat kuat, karena memberikan landasan yang kokoh bagi proses pendidikan karakter berbasis wahyu Ilahi. Berikut ini penjelasan secara rinci mengenai relevansi Tafsir Tarbawi dalam pendidikan karakter.

8.1.       Pembentukan Karakter Qur’ani Melalui Tafsir Tarbawi

Tafsir Tarbawi menempatkan Al-Qur'an sebagai sumber nilai-nilai utama dalam pembentukan karakter individu. Menurut Muhammad Quraish Shihab, Al-Qur'an tidak hanya menjadi pedoman spiritual, tetapi juga panduan moral yang mengandung nilai-nilai universal yang sangat relevan dalam pembentukan karakter manusia.¹ Dalam Tafsir Tarbawi, ayat-ayat Al-Qur'an dijelaskan secara eksplisit untuk menggali pesan moral dan karakter yang harus diinternalisasi oleh peserta didik, seperti kejujuran, keadilan, kesabaran, dan kasih sayang yang termuat dalam QS. Al-Hujurat [49] ayat 13, QS. Ali Imran [03] ayat 134, dan QS. Al-Ahzab [33] ayat 21.

Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa pendidikan sejati adalah pendidikan karakter yang berorientasi pada pembentukan pribadi yang luhur melalui tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral dalam Al-Qur’an.² Dengan demikian, Tafsir Tarbawi berfungsi sebagai fondasi utama dalam pendidikan karakter berbasis spiritualitas Islam.

8.2.       Kontribusi Tafsir Tarbawi dalam Menghadapi Tantangan Moral Modern

Di tengah krisis moral dan spiritual yang semakin kompleks, relevansi Tafsir Tarbawi menjadi semakin nyata. Menurut Sayyid Qutb, Al-Qur’an memberikan solusi nyata terhadap berbagai persoalan moral modern yang dihadapi generasi muda, seperti hedonisme, individualisme, dan krisis identitas.³ Melalui pendekatan Tafsir Tarbawi, pesan moral Qur'ani dikontekstualisasikan dalam kehidupan kontemporer, sehingga peserta didik tidak hanya memahami konsep moral secara teoritis, tetapi juga mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh, Tafsir Tarbawi mampu secara efektif menghadirkan ayat-ayat seperti QS. Luqman [31] ayat 17-19 tentang adab berbicara dan bersikap moderat dalam hidup, sehingga relevan digunakan dalam membentuk karakter peserta didik yang beradab dalam era digital yang penuh tantangan moral.⁴

8.3.       Sinergi Tafsir Tarbawi dengan Pendidikan Karakter Nasional

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, Tafsir Tarbawi memiliki relevansi tinggi dengan program pendidikan karakter nasional yang bertujuan menciptakan generasi unggul secara intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Menurut Abdul Majid, pendidikan karakter nasional akan lebih kuat jika bersinergi dengan pendekatan Qur’ani yang diwakili oleh Tafsir Tarbawi, karena pendekatan ini menghadirkan nilai-nilai universal Islam yang kompatibel dengan nilai-nilai dasar bangsa Indonesia, seperti religius, jujur, disiplin, toleransi, dan peduli sosial.⁵

Implementasi sinergi tersebut dapat dilakukan melalui penyusunan kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter nasional dengan pesan-pesan tarbawi Al-Qur’an. Misalnya, nilai kejujuran dalam pendidikan karakter nasional diperkuat dengan kajian QS. At-Taubah [09] ayat 119 tentang perintah berlaku jujur, sehingga memberikan kekuatan spiritual yang lebih mendalam dalam pembentukan karakter peserta didik.⁶

8.4.       Tafsir Tarbawi sebagai Metode Holistik dalam Pendidikan Karakter

Karakteristik Tafsir Tarbawi yang bersifat integratif dan aplikatif memungkinkan pendekatan ini menjadi metode holistik dalam pendidikan karakter. Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa pendekatan tarbawi menempatkan proses pendidikan karakter bukan hanya sebagai transfer pengetahuan tentang moralitas, tetapi sebagai proses internalisasi yang melibatkan aspek spiritual, emosional, dan intelektual secara seimbang.⁷ Dengan pendekatan ini, peserta didik akan lebih mudah memahami dan menghayati nilai-nilai moral secara komprehensif.

Metode ini juga didukung oleh pendekatan keteladanan (uswah hasanah) dan pembiasaan yang bersumber langsung dari prinsip-prinsip Al-Qur'an. Sebagaimana ditegaskan oleh Yusuf al-Qaradhawi, pendidikan karakter yang efektif adalah pendidikan yang memadukan aspek teoritis dan praktis melalui keteladanan, konsistensi, serta pembiasaan dalam kehidupan nyata.⁸


Melalui relevansi tersebut, jelas bahwa Tafsir Tarbawi memiliki kontribusi besar dalam pembentukan karakter generasi Muslim yang tangguh, bermoral, dan mampu menghadapi berbagai tantangan moral di era modern ini.


Footnotes

[1]                ¹ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 38-40.

[2]                ² Imam Al-Ghazali, Ihya' 'Ulum ad-Din, Jilid 3 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 2004), 55-57.

[3]                ³ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an, Jilid 5 (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), 2621-2623.

[4]                ⁴ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 21 (Beirut: Dar al-Fikr, 2009), 179-182.

[5]                ⁵ Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 50-52.

[6]                ⁶ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Jilid 11 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 498-500.

[7]                ⁷ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 72-73.

[8]                ⁸ Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Rasul wa al-‘Ilm (Kairo: Maktabah Wahbah, 1999), 68-70.


9.           Tantangan dalam Penerapan Tafsir Tarbawi di Dunia Pendidikan Islam

Implementasi Tafsir Tarbawi dalam dunia pendidikan Islam menghadapi berbagai tantangan yang cukup signifikan. Tantangan-tantangan tersebut muncul dari berbagai aspek, baik internal maupun eksternal. Memahami tantangan ini penting untuk merancang solusi strategis yang efektif agar Tafsir Tarbawi mampu memberikan kontribusi optimal dalam membentuk pendidikan Islam yang relevan dengan kebutuhan zaman.

9.1.       Kendala Internal dalam Penerapan Tafsir Tarbawi

Pertama, tantangan internal berupa rendahnya pemahaman guru atau pendidik terhadap konsep, metode, serta aplikasi praktis dari Tafsir Tarbawi. Menurut Ahmad Tafsir, masih banyak pendidik yang belum sepenuhnya memahami cara mengintegrasikan nilai-nilai Qur’ani secara metodologis dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Akibatnya, penerapan Tafsir Tarbawi sering kali terbatas pada teori semata, tanpa implementasi nyata dalam proses pembelajaran di kelas.¹

Kedua, keterbatasan sumber literatur yang spesifik membahas Tafsir Tarbawi secara komprehensif. Menurut Abdul Hayy Al-Farmawi, minimnya referensi dan panduan praktis tentang implementasi Tafsir Tarbawi membuat guru sulit menemukan sumber bacaan yang jelas, sehingga menghambat pengembangan kurikulum berbasis Tafsir Tarbawi secara optimal.²

Ketiga, tantangan berupa ketidaksiapan lembaga pendidikan Islam dalam mengadopsi pendekatan tafsir berbasis pendidikan secara menyeluruh. Menurut Abdul Majid, lembaga pendidikan Islam terkadang masih menggunakan pendekatan konvensional yang lebih menekankan pada hafalan teks ketimbang internalisasi nilai Qur’ani secara aplikatif dan holistik dalam kehidupan peserta didik.³

9.2.       Kendala Eksternal dalam Penerapan Tafsir Tarbawi

Selain tantangan internal, terdapat pula tantangan eksternal yang tidak kalah berat dalam implementasi Tafsir Tarbawi:

Pertama, pengaruh globalisasi dan modernisasi yang membawa dampak negatif berupa pergeseran nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial di kalangan peserta didik. Menurut Sayyid Qutb, arus globalisasi sering kali membawa nilai-nilai asing yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti hedonisme, individualisme, dan materialisme, sehingga membuat implementasi nilai Qur’ani menjadi sulit.⁴

Kedua, tantangan teknologi informasi yang memberikan akses tak terbatas terhadap berbagai konten yang tidak terkontrol. Menurut Wahbah az-Zuhaili, akses bebas terhadap informasi yang tidak mendidik dapat melemahkan internalisasi nilai-nilai Qur’ani di kalangan peserta didik, karena nilai negatif yang diterima secara massif melalui media sosial dan internet sering lebih kuat mempengaruhi karakter mereka dibanding nilai-nilai yang diajarkan di sekolah.⁵

Ketiga, tantangan lingkungan sosial yang kurang kondusif bagi implementasi nilai-nilai Qur’ani. Menurut Yusuf al-Qaradhawi, lingkungan sosial yang tidak mendukung nilai-nilai Qur’ani akan memperlemah upaya pendidikan berbasis Tafsir Tarbawi, karena peserta didik akan mengalami kesenjangan antara nilai yang diajarkan di lembaga pendidikan dengan kenyataan sosial yang dihadapi sehari-hari.⁶

9.3.       Solusi Strategis Menghadapi Tantangan dalam Penerapan Tafsir Tarbawi

Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, diperlukan solusi strategis yang efektif dan menyeluruh, antara lain:

Pertama, meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan khusus tentang konsep, metode, serta implementasi praktis Tafsir Tarbawi. Menurut Nashruddin Baidan, pelatihan ini bertujuan membekali guru dengan pengetahuan yang mendalam, kemampuan integrasi materi, serta strategi aplikatif yang efektif dalam menginternalisasi nilai-nilai Qur’ani ke dalam proses pembelajaran.⁷

Kedua, penyediaan referensi dan bahan ajar yang komprehensif serta berbasis kajian akademik yang kuat tentang Tafsir Tarbawi. Menurut Muhammad Quraish Shihab, tersedianya literatur dan modul pembelajaran berbasis tafsir tarbawi sangat penting untuk mendukung guru dalam merancang pembelajaran yang efektif dan sistematis.⁸

Ketiga, optimalisasi peran lembaga pendidikan Islam dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi internalisasi nilai-nilai Qur’ani, baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler yang konsisten. Hal ini ditegaskan oleh Abdul Majid, bahwa pendidikan Islam harus mampu menciptakan sinergi antara teori dan praktik nilai Qur’ani dalam kehidupan nyata peserta didik.⁹

Keempat, melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan berbasis Tafsir Tarbawi agar terbentuk lingkungan sosial yang mendukung internalisasi nilai Qur’ani secara nyata. Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat merupakan kunci utama keberhasilan pendidikan berbasis nilai Islam.¹⁰


Dengan memahami dan mengatasi berbagai tantangan tersebut secara strategis, implementasi Tafsir Tarbawi dalam dunia pendidikan Islam diharapkan mampu menghasilkan generasi Muslim yang berkarakter Qur’ani, tangguh menghadapi tantangan zaman, serta konsisten dalam menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata.


Footnotes

[1]                ¹ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 78-79.

[2]                ² Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997), 90-91.

[3]                ³ Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 58-60.

[4]                ⁴ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an, Jilid 5 (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), 2624-2626.

[5]                ⁵ Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 2009), 39-41.

[6]                ⁶ Yusuf al-Qaradhawi, Ar-Rasul wa al-‘Ilm (Kairo: Maktabah Wahbah, 1999), 73-75.

[7]                ⁷ Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 114-116.

[8]                ⁸ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 43-44.

[9]                ⁹ Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 66-68.

[10]             ¹⁰ Yusuf al-Qaradhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), 97-99.


10.       Kesimpulan

Tafsir Tarbawi merupakan salah satu pendekatan penafsiran Al-Qur’an yang secara khusus diarahkan untuk menggali, menjelaskan, dan mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam wahyu Ilahi. Pendekatan ini penting karena Al-Qur’an bukan hanya kitab suci yang berisi pesan spiritual, tetapi juga pedoman operasional yang berfungsi mendidik manusia secara integral dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari aspek spiritual, intelektual, moral, sosial, hingga emosional.¹

Secara konseptual, Tafsir Tarbawi menegaskan bahwa Al-Qur’an memuat berbagai prinsip dan metode pendidikan yang komprehensif dan holistik. Hal ini tercermin dari kajian berbagai ulama tafsir, seperti Muhammad Abduh, Sayyid Qutb, dan Abdul Hayy Al-Farmawi yang menekankan bahwa pendidikan Islam harus mampu menciptakan individu yang berakhlak mulia, cerdas secara intelektual, serta kuat secara spiritual.²

Dari segi metodologi, Tafsir Tarbawi menggunakan kombinasi berbagai metode penafsiran Al-Qur’an seperti metode maudhu'i (tematik), tahlili (analitis), dan muqaran (komparatif). Integrasi metode ini memungkinkan pesan pendidikan dalam Al-Qur’an dapat dipahami dan diimplementasikan secara efektif dalam konteks pendidikan modern.³

Secara praktis, implementasi Tafsir Tarbawi dalam kurikulum pendidikan agama Islam menuntut integrasi nilai-nilai Qur’ani secara sistematis dan aplikatif. Tafsir Tarbawi memberikan kontribusi nyata dalam pembentukan karakter peserta didik melalui strategi pembelajaran yang menekankan keteladanan, kelembutan, pembiasaan, serta konsistensi dalam menginternalisasi nilai-nilai Qur’ani, seperti kejujuran, toleransi, keadilan, dan tanggung jawab.⁴

Dalam konteks pendidikan karakter, Tafsir Tarbawi memiliki relevansi kuat sebagai pendekatan yang mampu menjawab tantangan moral di era modern. Melalui internalisasi nilai-nilai Qur’ani, pendekatan ini membantu peserta didik menghadapi berbagai persoalan moral kontemporer, seperti hedonisme, materialisme, dan individualisme, dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai spiritual Islam yang universal.⁵

Meski demikian, penerapan Tafsir Tarbawi dalam dunia pendidikan Islam menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal yang tidak bisa diabaikan. Tantangan internal seperti rendahnya pemahaman pendidik terhadap pendekatan tarbawi, terbatasnya sumber literatur, dan ketidaksiapan lembaga pendidikan merupakan tantangan serius yang perlu segera diatasi. Adapun tantangan eksternal berupa dampak negatif globalisasi, teknologi informasi, dan lingkungan sosial yang kurang kondusif, turut menghambat efektivitas pendidikan berbasis Tafsir Tarbawi.⁶

Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan solusi strategis, antara lain peningkatan kompetensi guru, penyediaan literatur yang memadai, optimalisasi peran lembaga pendidikan Islam dalam menciptakan lingkungan kondusif, serta penguatan kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan solusi ini, implementasi Tafsir Tarbawi diharapkan mampu berjalan secara optimal.⁷

Dengan demikian, Tafsir Tarbawi memiliki signifikansi besar dalam upaya menciptakan pendidikan Islam yang relevan, aplikatif, dan mampu membentuk generasi Muslim yang kuat secara moral, spiritual, intelektual, dan sosial. Oleh karena itu, kajian dan implementasi Tafsir Tarbawi perlu terus dikembangkan sebagai upaya strategis dalam pendidikan agama Islam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.⁸


Footnotes

[1]                ¹ Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2011), 45-47.

[2]                ² Abdul Hayy Al-Farmawi, Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah (Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah, 1997), 92-94.

[3]                ³ Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 120-122.

[4]                ⁴ Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 80-82.

[5]                ⁵ Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur'an, Jilid 5 (Beirut: Dar al-Syuruq, 2003), 2628-2630.

[6]                ⁶ Yusuf al-Qaradhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), 102-104.

[7]                ⁷ Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 64-66.

[8]                ⁸ Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Jilid 1 (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 26-28.


Daftar Pustaka

Al-Farmawi, A. H. (1997). Al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah. Kairo: Al-Hadharah Al-Arabiyyah.

Abduh, M., & Ridha, M. R. (1947). Tafsir Al-Manar (Vol. 1–11). Kairo: Dar al-Manar.

Al-Ghazali, I. (2004). Ihya’ ‘Ulum ad-Din (Vol. 1–3). Beirut: Dar al-Ma’rifah.

Al-Maraghi, A. M. (2001). Tafsir al-Maraghi (Vol. 1–30). Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Qaradhawi, Y. (1999). Ar-Rasul wa al-‘Ilm. Kairo: Maktabah Wahbah.

Al-Qaradhawi, Y. (2007). Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Qaththan, M. (2009). Mabahits fi 'Ulum al-Qur'an. Beirut: Muassasah ar-Risalah.

Az-Zuhaili, W. (2009). Tafsir al-Munir (Vol. 1–30). Beirut: Dar al-Fikr.

Baidan, N. (2005). Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Majid, A. (2007). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Majid, A. (2008). Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Misrawi, Z. (2007). Al-Qur’an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme. Jakarta: Fitrah.

Qutb, S. (2003). Fi Zhilalil Qur’an (Vol. 1–6). Beirut: Dar al-Syuruq.

Shihab, M. Q. (2005). Tafsir Al-Misbah (Vol. 1–15). Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2007). Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.

Shihab, M. Q. (2011). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.

Shihab, M. Q. (2013). Kaedah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat Al-Qur'an. Tangerang: Lentera Hati.

Tafsir, A. (2012). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ibnu Katsir, I. (2000). Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim (Vol. 1–8). Beirut: Dar Ibn Hazm.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar