Sejarah Kebudayaan Islam
Pengaruh Pembaruan Islam di Indonesia
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI)
Kelas : 11 (Sebelas)
Abstrak
Gerakan pembaruan Islam di Indonesia merupakan
fenomena historis yang berkembang sejak periode awal Islamisasi Nusantara
hingga era kontemporer. Gerakan ini berorientasi pada pemurnian ajaran Islam
serta adaptasi terhadap tantangan sosial, politik, dan ekonomi. Artikel ini
membahas pengaruh pembaruan Islam di Indonesia secara komprehensif melalui
pendekatan historis dan akademik berdasarkan kitab-kitab klasik, literatur
sejarah kebudayaan Islam, serta jurnal ilmiah Islami. Pembahasan mencakup
sejarah perkembangan gerakan pembaruan Islam di Indonesia, faktor-faktor yang
melatarbelakanginya, serta dampaknya dalam berbagai bidang, seperti pendidikan,
keagamaan, sosial-politik, dan ekonomi. Artikel ini juga mengidentifikasi
berbagai tantangan yang dihadapi oleh gerakan pembaruan Islam, termasuk konflik
antara tradisionalisme dan modernisme, pengaruh globalisasi, serta ancaman
radikalisme. Meskipun demikian, prospek pembaruan Islam di Indonesia tetap
optimis dengan adanya penguatan pendidikan Islam, peran ulama dan intelektual,
optimalisasi teknologi dalam dakwah, serta pengembangan ekonomi Islam berbasis
syariah. Kajian ini menunjukkan bahwa pembaruan Islam di Indonesia bukan hanya
sekadar fenomena keagamaan, tetapi juga merupakan gerakan transformasi sosial
yang terus berkembang dalam merespons dinamika zaman.
Kata Kunci: Pembaruan
Islam, Islam di Indonesia, pemurnian Islam, tradisionalisme, modernisme,
globalisasi, pendidikan Islam, ekonomi Islam, dakwah digital.
PEMBAHASAN
Pengaruh Pembaruan Islam di Indonesia
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI)
Kelas : 11
(Sebelas)
Bab : Bab 12 -
Pengaruh Pembaruan Islam di Indonesia
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Gerakan pembaruan Islam
merupakan fenomena historis yang telah berlangsung sejak era klasik dan terus berkembang
hingga masa kontemporer. Di Indonesia, gerakan ini memiliki peran penting dalam
membentuk wajah Islam yang dinamis serta berkontribusi dalam pembentukan
peradaban Islam di Nusantara. Pembaruan Islam di Indonesia muncul sebagai
respons terhadap tantangan zaman, baik dalam bentuk kolonialisme, modernisasi,
maupun dinamika internal umat Islam itu sendiri. Secara umum, gerakan pembaruan
bertujuan untuk menghidupkan kembali semangat Islam yang berbasis pada
Al-Qur'an dan Hadis serta membangun pemahaman yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Muslim di setiap era.1
Sejak kedatangan Islam di
Nusantara pada abad ke-13 M, berbagai pendekatan telah digunakan dalam
penyebaran ajaran Islam. Islamisasi awal banyak dipengaruhi oleh pendekatan
tasawuf yang menyesuaikan diri dengan budaya lokal.2 Namun, seiring
berjalannya waktu, muncul upaya-upaya untuk mereformasi praktik keagamaan yang
dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Pengaruh dari Timur Tengah,
khususnya dari gerakan Wahabi di Arab Saudi serta pemikiran reformis dari Mesir
yang dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, turut memicu
gerakan pembaruan di Indonesia pada abad ke-19 dan ke-20.3
Pembaruan Islam di Indonesia
tidak hanya berdampak pada aspek keagamaan, tetapi juga mencakup bidang
pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Organisasi seperti Muhammadiyah
(didirikan pada 1912) dan Persatuan Islam (Persis) menjadi pelopor dalam
memperkenalkan gagasan tajdid (pembaruan) dalam praktik
keislaman. Di sisi lain, Nahdlatul Ulama (NU), yang didirikan pada 1926,
menegaskan pentingnya mempertahankan tradisi Islam Ahlussunnah wal Jamaah
sambil tetap beradaptasi dengan perkembangan zaman.4 Dengan
demikian, pembaruan Islam di Indonesia bukanlah sebuah gerakan tunggal,
melainkan sebuah dinamika yang terus berkembang, diwarnai oleh perdebatan
antara modernisme dan tradisionalisme.
Kajian tentang pengaruh
gerakan pembaruan Islam di Indonesia menjadi sangat penting dalam konteks
pembelajaran sejarah kebudayaan Islam, terutama dalam memahami bagaimana umat
Islam di Nusantara merespons tantangan zaman. Pembahasan ini akan menggunakan
pendekatan akademik dengan merujuk pada kitab-kitab sejarah Islam klasik,
literatur sejarah kebudayaan Islam, serta jurnal ilmiah Islami yang membahas
transformasi Islam di Indonesia secara komprehensif.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, terdapat beberapa pertanyaan yang menjadi fokus dalam pembahasan ini:
1)
Bagaimana sejarah gerakan
pembaruan Islam di Indonesia dari masa ke masa?
2)
Apa saja faktor yang
melatarbelakangi munculnya pembaruan Islam di Indonesia?
3)
Bagaimana dampak gerakan
pembaruan Islam terhadap perkembangan Islam di Indonesia dalam berbagai aspek
kehidupan?
1.3.
Tujuan Penulisan
Penulisan artikel ini
bertujuan untuk:
1)
Menganalisis pengaruh
gerakan pembaruan Islam terhadap perkembangan Islam di Indonesia.
2)
Menjelaskan berbagai bentuk
pembaruan Islam yang berkembang di Indonesia serta tokoh-tokoh yang berperan
dalam gerakan ini.
3)
Mengkaji dampak positif dan
tantangan yang dihadapi dalam implementasi pembaruan Islam di Indonesia.
4)
Memberikan perspektif
akademik dengan menggunakan sumber-sumber sejarah Islam klasik, literatur
sejarah kebudayaan Islam, dan jurnal ilmiah Islami guna memahami transformasi
Islam di Indonesia secara mendalam.
Footnotes
[1]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 12-15.
[2]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Kencana, 2004), 37-40.
[3]
Albert Hourani, Arabic Thought in the
Liberal Age: 1798–1939 (Cambridge:
Cambridge University Press, 1983), 115-118.
[4]
Ahmad Syafii Maarif, Islam
dan Politik: Teori Belah Bambu, Masa Demokrasi Terpimpin (Jakarta: LP3ES, 1988), 67-72.
2.
Landasan
Teoretis
2.1.
Definisi Gerakan Pembaruan Islam
Gerakan pembaruan Islam (tajdid)
merupakan upaya untuk menghidupkan kembali ajaran Islam yang dianggap telah
mengalami penyimpangan dari prinsip dasarnya. Dalam Islam, konsep tajdid
merujuk pada proses penyegaran pemahaman keislaman yang sesuai dengan tuntunan
Al-Qur’an dan Hadis, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ
لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا
دِينَهَا
"Sesungguhnya
Allah akan mengutus kepada umat ini pada setiap penghujung seratus tahun
seseorang yang akan memperbarui (tajdid)
agamanya."_1
Konsep tajdid
ini telah dikembangkan oleh para pemikir Muslim sejak zaman klasik. Ibn
Taymiyyah (1263–1328 M) menegaskan bahwa pembaruan dalam Islam harus dilakukan
melalui pemurnian ajaran Islam dari praktik-praktik yang tidak memiliki dasar
dalam syariat serta menghidupkan kembali pemahaman yang benar terhadap
Al-Qur’an dan Hadis.2 Di era modern, pembaruan Islam banyak
dikaitkan dengan gerakan reformasi yang bertujuan untuk menyesuaikan Islam
dengan tantangan zaman, baik dalam aspek sosial, politik, maupun ekonomi.3
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia memiliki karakteristik yang khas karena berkembang dalam lingkungan
yang multikultural. Oleh karena itu, pembaruan Islam di Indonesia tidak hanya
berfokus pada pemurnian akidah, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan politik,
seperti yang dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah dan Persis pada abad ke-20.4
2.2.
Kitab-Kitab Klasik yang Membahas Pembaruan
Islam
Pemikiran pembaruan Islam
banyak ditemukan dalam kitab-kitab klasik Islam yang menjadi referensi utama
dalam kajian keislaman, di antaranya:
1)
Muqaddimah
(Ibn Khaldun, 1332–1406 M)
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah
menjelaskan bahwa peradaban Islam mengalami siklus naik dan turun. Ia
menegaskan bahwa kebangkitan Islam dapat terjadi kembali melalui pembaruan
pemikiran dan revitalisasi sosial.5
2)
Al-I’tisham
(Asy-Syatibi, 1320–1388 M)
Kitab ini membahas pentingnya berpegang
teguh pada sunnah
dalam menghadapi penyimpangan dalam agama serta bagaimana umat Islam harus
memahami hukum Islam dengan tetap mempertimbangkan konteks sosial dan budaya.6
3)
Hujjatullah
al-Balighah (Syah Waliyullah ad-Dihlawi, 1703–1762 M)
Pemikiran Syah Waliyullah menekankan
perlunya reformasi dalam sistem keilmuan Islam dengan cara mengintegrasikan
antara pemahaman tekstual dan rasional.7
Kitab-kitab tersebut menjadi
dasar bagi berbagai gerakan pembaruan Islam, baik di dunia Islam secara umum
maupun di Indonesia secara khusus.
2.3.
Literatur Sejarah Kebudayaan Islam
Dalam kajian sejarah
kebudayaan Islam, gerakan pembaruan sering dikaitkan dengan pengaruh pemikiran
reformis dari Timur Tengah serta interaksi antara Islam dan budaya lokal.
Azyumardi Azra dalam karyanya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara menjelaskan bahwa jaringan ulama antara Nusantara dan
Makkah-Madinah memiliki peran besar dalam membawa gagasan pembaruan Islam ke
Indonesia, khususnya melalui para ulama yang belajar di Haramain.8
Selain itu, Fazlur Rahman
dalam Islam and Modernity mengemukakan bahwa pembaruan
Islam harus berorientasi pada pemahaman historis terhadap ajaran Islam agar
relevan dengan perkembangan zaman. Menurutnya, gerakan pembaruan Islam di
Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh pemikiran dari Timur Tengah, tetapi juga
oleh interaksi dengan dunia Barat.9
Kajian sejarah kebudayaan
Islam juga menunjukkan bahwa pembaruan Islam di Indonesia memiliki dimensi yang
unik karena terjadi dalam masyarakat yang sudah memiliki tradisi Islam yang
kuat, seperti pesantren dan tarekat. Oleh karena itu, pembaruan Islam di
Indonesia sering kali menjadi perdebatan antara kelompok modernis dan
tradisionalis.10
2.4.
Kajian Jurnal Ilmiah tentang Pembaruan Islam
Dalam beberapa penelitian akademik
dan jurnal ilmiah, gerakan pembaruan Islam di Indonesia dikaji dalam berbagai
perspektif:
1)
Kajian
Sosial-Politik
Studi yang dilakukan oleh Martin van
Bruinessen dalam Islamic Reformism in Indonesia
menjelaskan bahwa gerakan pembaruan Islam di Indonesia berkembang seiring
dengan meningkatnya kesadaran umat Islam terhadap pentingnya pendidikan dan
keterlibatan politik.11
2)
Kajian
Pendidikan Islam
Menurut penelitian Haedar Nashir,
pembaruan Islam di Indonesia memiliki dampak signifikan dalam dunia pendidikan,
terutama dalam modernisasi kurikulum madrasah dan pendirian lembaga pendidikan
tinggi Islam seperti IAIN/UIN.12
3)
Kajian
Ekonomi Islam
Studi dari jurnal Islamic
Economic Studies menunjukkan bahwa pembaruan Islam juga berdampak
pada sektor ekonomi, terutama dalam perkembangan ekonomi syariah dan perbankan
Islam di Indonesia.13
Kajian dalam jurnal-jurnal
ilmiah ini memberikan perspektif akademik yang lebih luas terhadap gerakan
pembaruan Islam di Indonesia, khususnya dalam konteks perkembangan sosial dan
ekonomi umat Islam.
Kesimpulan
Landasan teoretis ini
menunjukkan bahwa pembaruan Islam di Indonesia merupakan bagian dari tradisi
intelektual Islam yang telah berkembang sejak era klasik. Dengan merujuk pada
kitab-kitab klasik, literatur sejarah kebudayaan Islam, dan jurnal ilmiah
Islami, kajian ini menegaskan bahwa gerakan pembaruan Islam di Indonesia tidak
hanya merupakan fenomena lokal, tetapi juga merupakan bagian dari dinamika
global umat Islam dalam merespons tantangan zaman.
Footnotes
[1]
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, no. 4291.
[2]
Ibn Taymiyyah, Majmu’ al-Fatawa, vol. 1 (Riyadh: Dar al-Wafa, 1991), 140-142.
[3]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 25-30.
[4]
Ahmad Syafii Maarif, Islam
dan Politik: Teori Belah Bambu, Masa Demokrasi Terpimpin (Jakarta: LP3ES, 1988), 72-75.
[5]
Ibn Khaldun, Muqaddimah, terj. Franz Rosenthal (Princeton: Princeton
University Press, 1967), 233-240.
[6]
Asy-Syatibi, Al-I’tisham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 85-90.
[7]
Syah Waliyullah ad-Dihlawi, Hujjatullah
al-Balighah (Damaskus: Dar Ibn
Kathir, 2006), 119-125.
[8]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Kencana, 2004), 45-50.
[9]
Rahman, Islam and Modernity, 37-40.
[10]
Azra, Jaringan Ulama, 95-100.
[11]
Martin van Bruinessen, Islamic
Reformism in Indonesia (Leiden:
Brill, 2013), 128-135.
[12]
Haedar Nashir, Gerakan Islam Syariat: Reproduksi
Salafiyah Ideologis di Indonesia
(Jakarta: UII Press, 2007), 156-160.
[13]
Islamic
Economic Studies, vol. 20, no. 3
(2017): 85-90.
3.
Sejarah Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia
Sejarah gerakan pembaruan
Islam di Indonesia merupakan bagian dari dinamika keislaman yang terjadi sejak
masuknya Islam di Nusantara hingga era modern. Gerakan ini tidak hanya
berkaitan dengan pemurnian ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap
menyimpang, tetapi juga berkaitan dengan respons terhadap perubahan sosial,
politik, dan ekonomi. Secara umum, sejarah pembaruan Islam di Indonesia dapat
dibagi ke dalam tiga periode utama: periode awal (abad
ke-17–18), periode kolonial (abad ke-19–awal abad ke-20), dan periode
pasca-kemerdekaan (abad ke-20–sekarang).
3.1.
Periode Awal (Abad ke-17 – 18): Penyebaran
Islam dan Reformasi Awal
Pada periode awal, Islam di
Indonesia berkembang melalui proses Islamisasi yang dipengaruhi oleh tradisi
tasawuf. Para penyebar Islam seperti Wali Songo menggunakan pendekatan
akulturasi budaya untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat Nusantara yang
saat itu masih dipengaruhi oleh kepercayaan Hindu-Buddha.1
Namun, pada abad ke-17 dan
18, mulai muncul gerakan pembaruan yang berupaya mengembalikan Islam ke ajaran
yang lebih berbasis pada Al-Qur'an dan Hadis. Salah satu tokoh penting dalam
periode ini adalah Syekh Abdul Rauf as-Singkili (1615–1693
M), seorang ulama dari Aceh yang pernah belajar di Timur
Tengah. Ia mengajarkan pemurnian akidah dan fiqh serta memperkenalkan pemikiran
tasawuf yang lebih moderat dibandingkan ajaran sebelumnya.2
Selain itu, Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari (1710–1812 M), seorang ulama dari
Kalimantan Selatan, juga berperan dalam reformasi keislaman melalui kitabnya Sabil
al-Muhtadin, yang menekankan pentingnya memahami Islam berdasarkan
dalil-dalil syar’i.3 Gerakan ini merupakan bentuk awal dari tajdid (pembaruan)
yang kemudian berkembang lebih luas pada abad-abad berikutnya.
3.2.
Periode Kolonial (Abad ke-19 – Awal Abad
ke-20): Pengaruh Timur Tengah dan Lahirnya Organisasi Islam
Pada abad ke-19, gelombang
besar pembaruan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh hubungan antara ulama
Indonesia dan Timur Tengah, khususnya dengan pusat-pusat keilmuan di Makkah dan
Madinah. Banyak ulama Indonesia yang belajar di Haramain dan terpapar pemikiran
reformis dari Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, yang menekankan ijtihad
dan rasionalitas dalam memahami Islam.4
Salah satu ulama yang membawa
pemikiran ini ke Indonesia adalah Syekh Ahmad Khatib
al-Minangkabawi (1860–1916 M), seorang ulama asal Sumatra Barat
yang menjadi imam di Masjidil Haram. Ia mengkritik praktik keagamaan yang
bercampur dengan unsur adat dan mendorong umat Islam untuk kembali kepada
ajaran Al-Qur'an dan Hadis.5
Sebagai dampak dari pemikiran
reformis ini, lahirlah beberapa organisasi Islam yang menjadi tonggak pembaruan
Islam di Indonesia, di antaranya:
·
Muhammadiyah
(1912)
→ Didirikan oleh KH.
Ahmad Dahlan di Yogyakarta, bertujuan untuk memurnikan ajaran
Islam dan memajukan pendidikan Islam melalui sistem sekolah modern.6
·
Persatuan
Islam (Persis, 1923)
→ Didirikan di Bandung oleh Haji
Zamzam dan Ahmad Hassan, menekankan pada kajian kritis terhadap
ajaran Islam serta menolak praktik keagamaan yang tidak memiliki dasar dari
Al-Qur’an dan Hadis.7
·
Nahdlatul
Ulama (NU, 1926)
→ Didirikan oleh KH.
Hasyim Asy’ari, bertujuan untuk menjaga tradisi Islam ala
Ahlussunnah wal Jama’ah sambil tetap beradaptasi dengan perubahan zaman.8
Gerakan pembaruan Islam dalam
periode ini tidak hanya terbatas pada aspek keagamaan, tetapi juga meluas ke
bidang sosial dan politik. Hal ini terlihat dari peran Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII) yang menjadi wadah bagi umat
Islam dalam memperjuangkan hak-hak politik mereka di tengah dominasi
kolonialisme Belanda.9
3.3.
Periode Pasca-Kemerdekaan (Abad ke-20 –
Sekarang): Modernisasi Islam dan Tantangan Globalisasi
Setelah Indonesia merdeka,
gerakan pembaruan Islam semakin berkembang dalam berbagai bentuk, termasuk
dalam bidang pendidikan, politik, dan ekonomi. Salah satu pencapaian besar
dalam era ini adalah pendirian IAIN (Institut Agama
Islam Negeri), yang kemudian berkembang menjadi UIN
(Universitas Islam Negeri), sebagai lembaga pendidikan tinggi
yang menggabungkan studi Islam dengan ilmu umum.10
Dalam dunia politik,
pembaruan Islam tercermin dalam berbagai gerakan Islam modern, seperti Partai
Masyumi (1945–1960) yang mencoba menerapkan prinsip-prinsip
Islam dalam pemerintahan, meskipun akhirnya dibubarkan oleh rezim Soekarno.11
Pada dekade 1980-an dan
1990-an, muncul gelombang baru reformasi Islam yang dipengaruhi oleh gagasan Islamisasi
ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh Ismail
Raji al-Faruqi dan intelektual Muslim lainnya.12
Gerakan ini mencoba mengintegrasikan Islam dengan perkembangan sains dan
teknologi modern.
Di era kontemporer, gerakan
pembaruan Islam di Indonesia juga mengalami tantangan besar, seperti
globalisasi, sekularisasi, serta radikalisasi sebagian kelompok Islam. Oleh
karena itu, banyak organisasi Islam yang kini berupaya mempromosikan Islam
moderat, seperti yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama (NU)
dan Muhammadiyah melalui program-program dakwah
berbasis toleransi dan kemajuan.13
Kesimpulan
Sejarah gerakan pembaruan
Islam di Indonesia menunjukkan bahwa Islam di Nusantara berkembang secara
dinamis dalam berbagai konteks sosial, politik, dan budaya. Gerakan ini tidak
hanya bertujuan untuk pemurnian ajaran Islam tetapi juga untuk menjawab
tantangan zaman melalui modernisasi pendidikan, politik, dan ekonomi. Dengan
demikian, pembaruan Islam di Indonesia terus mengalami perkembangan seiring
dengan perubahan zaman dan kebutuhan umat Islam.
Footnotes
[1]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Kencana, 2004), 27-30.
[2]
Azra, Jaringan Ulama, 65-70.
[3]
Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabil al-Muhtadin (Banjarmasin:
Percetakan Nasional, 1857), 12-15.
[4]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939
(Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 135-140.
[5]
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942
(Jakarta: LP3ES, 1980), 45-50.
[6]
Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2015), 58-62.
[7]
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik (Jakarta: LP3ES, 1988),
90-95.
[8]
Greg Fealy dan Greg Barton, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and
Modernity in Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 35-40.
[9]
Noer, Gerakan Modern Islam, 78-85.
[10]
Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, 110-115.
[11]
Fealy, Nahdlatul Ulama, 95-100.
[12]
Ismail Raji al-Faruqi, Islamization of Knowledge (Herndon:
International Institute of Islamic Thought, 1982), 50-55.
[13]
Barton, Nahdlatul Ulama, 120-125.
4.
Faktor yang Melatarbelakangi Pembaruan Islam di
Indonesia
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia tidak terjadi dalam ruang hampa, melainkan dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang melatarbelakanginya. Faktor-faktor ini dapat dikategorikan ke dalam
tiga aspek utama, yaitu pengaruh ulama Timur Tengah, dampak
kolonialisme dan modernisasi, serta dinamika internal umat Islam di Indonesia.
4.1.
Pengaruh Ulama Timur Tengah
Salah satu faktor utama yang
melatarbelakangi pembaruan Islam di Indonesia adalah hubungan erat antara ulama
Nusantara dan pusat-pusat keilmuan Islam di Timur Tengah, khususnya di Makkah,
Madinah, dan Kairo. Sejak abad ke-17, banyak ulama Indonesia
yang menuntut ilmu di Haramain dan kemudian kembali ke tanah air dengan membawa
gagasan reformasi Islam.
Di antara ulama yang memiliki
pengaruh besar dalam menyebarkan pemikiran reformis adalah Syekh
Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1860–1916 M), seorang ulama asal
Minangkabau yang menjadi imam di Masjidil Haram. Dalam fatwa-fatwanya, ia
menentang berbagai praktik keagamaan yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam
yang murni dan mendorong umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis.1
Selain itu, pemikiran Muhammad
Abduh (1849–1905 M) dan Jamaluddin al-Afghani (1838–1897 M) di
Mesir juga memberikan pengaruh besar terhadap pembaruan Islam di Indonesia.
Gagasan mereka tentang ijtihad, rasionalisme, dan perlunya
pembaruan dalam pendidikan Islam dibawa ke Indonesia oleh para
pelajar yang belajar di Al-Azhar, salah satunya adalah Haji
Agus Salim (1884–1954 M), yang kemudian menjadi tokoh penting
dalam gerakan reformasi Islam di Indonesia.2
Gerakan Wahabi
yang berkembang di Arab Saudi juga turut mempengaruhi pembaruan Islam di
Indonesia, terutama melalui interaksi para jemaah haji yang kembali ke tanah
air. Paham Wahabi yang menekankan pemurnian tauhid dan
penghapusan praktik bid’ah banyak diadopsi oleh kelompok-kelompok
modernis seperti Persatuan Islam (Persis)
dan beberapa kalangan dalam Muhammadiyah.3
4.2.
Dampak Kolonialisme dan Modernisasi
Faktor penting lainnya yang
mendorong gerakan pembaruan Islam di Indonesia adalah pengaruh
kolonialisme dan modernisasi. Sejak abad ke-19, Belanda mulai
menerapkan kebijakan pendidikan Barat yang menyingkirkan peran pesantren
sebagai pusat pendidikan Islam. Hal ini mendorong munculnya reaksi dari
kalangan ulama yang ingin mempertahankan dan memperbaharui sistem pendidikan Islam
agar mampu bersaing dengan pendidikan modern.4
Dalam konteks perlawanan
terhadap kolonialisme, Syarikat Islam (SI) yang
didirikan pada 1911 memainkan peran penting dalam menggerakkan kesadaran
politik umat Islam. Tokoh-tokoh seperti H.O.S. Tjokroaminoto
(1882–1934 M) mengajarkan bahwa Islam tidak hanya berbicara
soal ibadah, tetapi juga memiliki peran dalam keadilan sosial dan
perlawanan terhadap penindasan kolonial.5
Di sisi lain, masuknya
modernisasi juga mempengaruhi cara berpikir umat Islam. Munculnya cetak-mencetak
dan surat kabar Islam pada awal abad ke-20 memungkinkan
tersebarnya gagasan pembaruan Islam dengan lebih cepat. Misalnya, majalah Al-Munir
yang diterbitkan di Padang pada tahun 1911 menjadi media utama dalam
menyebarluaskan pemikiran reformis Islam.6
Pembaruan dalam bidang
pendidikan juga terjadi dengan berdirinya sekolah-sekolah Islam
modern yang menggabungkan sistem pendidikan agama dan ilmu
pengetahuan umum. Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH.
Ahmad Dahlan (1868–1923 M), menjadi salah satu pelopor dalam
mengembangkan sistem pendidikan Islam modern di Indonesia.7
4.3.
Dinamika Internal Umat Islam di Indonesia
Selain faktor eksternal,
dinamika internal umat Islam sendiri turut mendorong munculnya gerakan
pembaruan Islam. Salah satu perdebatan yang muncul dalam sejarah Islam di
Indonesia adalah pertentangan antara tradisionalisme dan
modernisme.
Kelompok tradisionalis, yang
diwakili oleh Nahdlatul Ulama (NU),
menekankan pentingnya mempertahankan tradisi Islam yang sudah berkembang di
Nusantara, seperti praktik tarekat dan fiqh mazhab Syafi’i.
Sementara itu, kelompok modernis seperti Muhammadiyah dan Persis
lebih menekankan pada pemurnian ajaran Islam dan menolak praktik-praktik
keagamaan yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur'an dan Hadis.8
Perbedaan ini juga terlihat
dalam cara mereka menyikapi berbagai isu keagamaan,
pendidikan, dan politik. NU, misalnya, tetap mempertahankan
sistem pendidikan pesantren dengan kitab kuning sebagai rujukan utama,
sedangkan Muhammadiyah lebih menekankan pendidikan modern
dengan sistem sekolah formal.9
Di sisi lain, munculnya
berbagai tantangan baru seperti sekularisasi dan
globalisasi juga mendorong umat Islam untuk memperbaharui
pemahaman mereka terhadap ajaran Islam. Dalam era modern ini, banyak
intelektual Muslim seperti Nurcholish Madjid (1939–2005)
dan Abdurrahman Wahid (1940–2009) yang mengusung
konsep Islam inklusif dan demokratis
sebagai bagian dari pembaruan Islam di Indonesia.10
Selain itu, perkembangan
ekonomi Islam juga menjadi bagian dari pembaruan Islam di Indonesia. Sejak
tahun 1990-an, sistem perbankan syariah dan ekonomi Islam
semakin berkembang, yang menunjukkan bahwa pembaruan Islam tidak hanya terjadi
dalam aspek keagamaan, tetapi juga dalam bidang ekonomi.11
Kesimpulan
Faktor-faktor yang melatarbelakangi
pembaruan Islam di Indonesia sangat beragam, mulai dari pengaruh
ulama Timur Tengah, dampak kolonialisme dan modernisasi, hingga dinamika
internal umat Islam. Keseluruhan faktor ini berkontribusi dalam
membentuk wajah Islam di Indonesia yang terus berkembang dan menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman.
Footnotes
[1]
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942
(Jakarta: LP3ES, 1980), 52-56.
[2]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939
(Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 145-150.
[3]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
(Jakarta: Kencana, 2004), 80-85.
[4]
Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 2004), 200-205.
[5]
Noer, Gerakan Modern Islam, 120-125.
[6]
Azra, Jaringan Ulama, 135-140.
[7]
Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2015), 75-80.
[8]
Greg Fealy, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in
Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 90-95.
[9]
Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, 115-120.
[10]
Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan
(Bandung: Mizan, 1995), 150-155.
[11]
Islamic Economic Studies,
vol. 20, no. 3 (2017): 90-95.
5.
Pengaruh Pembaruan Islam terhadap Perkembangan
Islam di Indonesia
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia telah memberikan dampak yang signifikan dalam berbagai aspek
kehidupan umat Islam, baik dalam bidang pendidikan, keagamaan,
sosial-politik, maupun ekonomi. Pengaruh ini tidak hanya
terbatas pada perubahan pola pemikiran keagamaan, tetapi juga merambah pada
institusi-institusi Islam yang berkembang dalam berbagai sektor kehidupan.
5.1.
Bidang Pendidikan: Modernisasi Sistem
Pendidikan Islam
Salah satu dampak terbesar
dari gerakan pembaruan Islam di Indonesia adalah modernisasi sistem pendidikan
Islam. Sebelum abad ke-20, pendidikan Islam lebih banyak berpusat di pesantren
dengan metode pembelajaran tradisional berbasis kitab kuning dan
sistem sorogan (pembelajaran individu)
serta bandongan (pengajaran
bersama).1 Namun, dengan masuknya ide-ide pembaruan, sistem
pendidikan Islam mengalami transformasi besar, terutama dengan berdirinya
lembaga pendidikan Islam modern seperti Muhammadiyah
dan Persatuan Islam (Persis).
Muhammadiyah, yang didirikan
oleh KH. Ahmad Dahlan pada 1912, memperkenalkan
sistem pendidikan Islam modern yang mengadopsi kurikulum berbasis ilmu
pengetahuan umum dan agama.2 Sistem ini kemudian
berkembang menjadi madrasah dan sekolah-sekolah Islam yang lebih terstruktur,
yang hingga kini masih menjadi model pendidikan Islam di Indonesia.
Selain Muhammadiyah, Nahdlatul
Ulama (NU) yang berdiri pada 1926 juga berkontribusi dalam
pengembangan pendidikan Islam melalui pendirian Lembaga Pendidikan
Ma’arif yang berfungsi sebagai wadah modernisasi pendidikan
berbasis pesantren.3
Pada era pasca-kemerdekaan,
modernisasi pendidikan Islam semakin berkembang dengan pendirian IAIN
(Institut Agama Islam Negeri), yang kini banyak berkembang
menjadi UIN (Universitas Islam Negeri).
Hal ini menunjukkan bahwa pembaruan Islam tidak hanya membawa perubahan dalam
pemahaman keagamaan, tetapi juga dalam sistem pendidikan yang lebih maju dan
terstruktur.4
5.2.
Bidang Keagamaan: Pemurnian Akidah dan
Perkembangan Organisasi Islam
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia juga berdampak pada pemurnian akidah Islam. Sebelum abad ke-20, Islam
di Indonesia banyak dipengaruhi oleh unsur mistisisme dan ajaran tasawuf yang
bercampur dengan kepercayaan lokal.5 Namun, seiring dengan
berkembangnya pemikiran tajdid (pembaruan), muncullah gerakan-gerakan
yang berupaya memurnikan Islam dari praktik-praktik yang dianggap sebagai
bid’ah.
Misalnya, Persatuan
Islam (Persis) yang didirikan pada 1923 di Bandung menekankan
pemurnian Islam dari praktik keagamaan yang tidak memiliki dasar dalam
Al-Qur’an dan Hadis.6 Gerakan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran
Wahabi dan reformisme Islam dari Timur Tengah.
Selain itu, pembaruan Islam
juga melahirkan berbagai organisasi yang berkontribusi dalam dakwah Islam,
seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
yang didirikan oleh Mohammad Natsir pada 1967.
Organisasi ini bertujuan untuk memperkuat dakwah Islam dan mengembangkan
pemikiran Islam yang moderat.7
Perubahan dalam bidang
keagamaan juga terlihat dalam berkembangnya konsep Islam
wasathiyyah (Islam moderat) yang dikembangkan oleh NU dan
Muhammadiyah. Konsep ini menjadi solusi dalam menghadapi tantangan globalisasi
dan meningkatnya ekstremisme agama di Indonesia.8
5.3.
Bidang Sosial dan Politik: Islam sebagai
Kekuatan Transformasi Sosial
Pembaruan Islam di Indonesia
juga memberikan dampak besar dalam bidang sosial dan politik. Sejak awal abad
ke-20, gerakan Islam mulai berperan dalam politik melalui organisasi seperti Syarikat
Islam (SI), yang menjadi gerakan ekonomi dan politik umat Islam
dalam menghadapi dominasi kolonialisme Belanda.9
Setelah Indonesia merdeka,
organisasi Islam seperti Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia) menjadi salah satu partai politik Islam terbesar
yang berusaha memperjuangkan syariat Islam dalam sistem pemerintahan.10
Meskipun Masyumi dibubarkan oleh pemerintah pada 1960, gagasan politik Islam
tetap berkembang dalam bentuk partai-partai Islam lainnya seperti Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Selain dalam politik formal,
pembaruan Islam juga mendorong lahirnya berbagai gerakan
sosial Islam yang bergerak dalam bidang kesejahteraan umat.
Misalnya, Lazismu (Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah)
dan NU Care-LAZISNU yang berperan dalam meningkatkan
kesejahteraan sosial umat Islam melalui program zakat, infak, dan sedekah.11
5.4.
Bidang Ekonomi: Perkembangan Ekonomi Syariah di
Indonesia
Gerakan pembaruan Islam juga
berdampak pada perkembangan ekonomi Islam di Indonesia. Sejak tahun 1990-an,
ekonomi syariah mulai berkembang pesat, dengan munculnya perbankan
syariah, asuransi syariah, dan investasi berbasis syariah.
Salah satu tonggak penting dalam perkembangan ini adalah berdirinya Bank
Muamalat Indonesia pada 1991, yang menjadi bank syariah pertama
di Indonesia.12
Selain itu, berbagai regulasi
terkait ekonomi syariah juga diperkuat dengan hadirnya Dewan
Syariah Nasional (DSN-MUI), yang bertugas memberikan
fatwa-fatwa terkait ekonomi Islam di Indonesia.13
Perkembangan ekonomi syariah
semakin pesat setelah diterapkannya Undang-Undang Perbankan
Syariah No. 21 Tahun 2008, yang memberikan payung hukum bagi
operasional perbankan syariah di Indonesia.14
Dalam konteks ini, pembaruan
Islam tidak hanya berdampak pada sektor keagamaan dan sosial, tetapi juga
menjadi kekuatan dalam transformasi ekonomi umat Islam menuju sistem yang lebih
berbasis pada prinsip-prinsip syariah.
Kesimpulan
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia telah memberikan pengaruh yang luas dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam bidang pendidikan, gerakan ini melahirkan sistem pendidikan Islam
modern. Dalam bidang keagamaan, gerakan ini berkontribusi pada pemurnian
akidah dan berkembangnya organisasi Islam. Dalam aspek sosial
dan politik, pembaruan Islam mendorong lahirnya gerakan sosial dan
politik berbasis Islam. Sementara itu, dalam bidang ekonomi,
gerakan pembaruan Islam turut membentuk sistem ekonomi syariah
yang kini berkembang pesat di Indonesia.
Dengan demikian, pembaruan
Islam di Indonesia bukan hanya merupakan fenomena keagamaan, tetapi juga
gerakan yang membawa transformasi dalam berbagai sektor kehidupan umat Islam.
Footnotes
[1]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
(Jakarta: Kencana, 2004), 67-70.
[2]
Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2015), 75-80.
[3]
Greg Fealy, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in
Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 45-50.
[4]
Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, 90-95.
[5]
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942
(Jakarta: LP3ES, 1980), 45-50.
[6]
Noer, Gerakan Modern Islam, 95-100.
[7]
Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, 120-125.
[8]
Fealy, Nahdlatul Ulama, 135-140.
[9]
Noer, Gerakan Modern Islam, 150-155.
[10]
Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 2004), 250-255.
[11]
Islamic Economic Studies,
vol. 20, no. 3 (2017): 80-85.
[12]
Ascarya, The Development of
Islamic Banking in Indonesia: Regulations, Performance, and Future Challenges (Jakarta: Bank Indonesia, 2011), 55-60.
[13]
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa
Dewan Syariah Nasional tentang Produk Perbankan Syariah (Jakarta: Dewan Syariah Nasional MUI, 2002), 22-25.
[14]
Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, Lembaran Negara RI Tahun 2008 No. 94, Tambahan Lembaran Negara RI No.
4867.
6.
Tantangan dan Prospek Gerakan Pembaruan Islam
di Indonesia
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam perkembangannya. Di satu sisi,
gerakan ini telah membawa kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam,
termasuk pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial. Namun, di sisi lain,
tantangan internal dan eksternal masih menjadi hambatan dalam mewujudkan
pembaruan yang berkelanjutan. Selain itu, prospek pembaruan Islam di Indonesia
di masa depan sangat bergantung pada bagaimana umat Islam merespons
tantangan-tantangan tersebut.
6.1.
Tantangan yang Dihadapi
6.1.1.
Konflik
antara Tradisionalisme dan Modernisme
Salah satu tantangan utama
yang dihadapi oleh gerakan pembaruan Islam di Indonesia adalah ketegangan
antara kelompok tradisionalis dan modernis. Sejak awal abad
ke-20, perbedaan pandangan antara Nahdlatul Ulama (NU)
yang mewakili Islam tradisional dan Muhammadiyah
yang mewakili Islam modernis telah menimbulkan berbagai perdebatan dalam hal
praktik keagamaan, pendidikan, dan sosial.1
Kelompok tradisionalis
cenderung mempertahankan mazhab fiqh klasik serta
praktik Islam yang telah berkembang di Nusantara, termasuk amalan-amalan yang
berbasis pada tarekat dan tradisi lokal. Sementara itu, kelompok modernis menekankan
pemurnian Islam dan penggunaan ijtihad dalam
memahami ajaran agama. Perbedaan ini sering kali menimbulkan perselisihan dalam
isu-isu keagamaan, seperti penggunaan dalil dalam beribadah,
perayaan Maulid Nabi, serta sistem pendidikan Islam.2
Meskipun demikian, dalam
beberapa dekade terakhir, konvergensi antara kelompok tradisionalis
dan modernis mulai terlihat, terutama dalam menghadapi isu-isu
global seperti radikalisme dan sekularisme. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun
tantangan ini masih ada, tetapi ada upaya untuk mencari titik temu dalam
menyikapi perbedaan.3
6.1.2. Pengaruh Globalisasi dan
Sekularisme
Tantangan lain yang dihadapi
oleh gerakan pembaruan Islam adalah pengaruh globalisasi
dan sekularisme yang semakin kuat di Indonesia. Globalisasi
membawa masuk berbagai pemikiran dan budaya dari Barat yang sering kali
bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti individualisme,
liberalisme agama, dan relativisme moral.4
Fenomena sekularisme juga
menjadi tantangan bagi gerakan Islam di Indonesia, terutama dalam hubungan
antara agama dan negara. Beberapa kelompok mendukung pemisahan
agama dari politik (sekularisme), sementara yang lain berusaha mempertahankan
peran Islam dalam kehidupan publik dan pemerintahan. Perdebatan ini sering kali
menimbulkan polemik di masyarakat,
terutama dalam isu-isu seperti penerapan syariat
Islam, peran agama dalam pendidikan, serta hukum keluarga Islam.5
Selain itu, arus pemikiran
liberal yang berkembang dalam beberapa perguruan tinggi Islam juga menjadi
tantangan bagi gerakan pembaruan Islam yang berbasis pada pemurnian
ajaran Islam. Beberapa akademisi Muslim mengusung gagasan Islam
progresif yang menafsirkan ajaran Islam dalam konteks yang
lebih fleksibel, tetapi hal ini sering kali mendapat kritik dari kalangan ulama
konservatif.6
6.1.3. Radikalisme dan Tantangan
Ekstremisme
Radikalisme dan ekstremisme
agama juga menjadi tantangan serius bagi gerakan pembaruan Islam di Indonesia.
Dalam beberapa dekade terakhir, muncul kelompok-kelompok Islam yang mengusung
ideologi ekstremisme dan intoleransi
yang bertentangan dengan prinsip Islam moderat yang selama ini berkembang di
Indonesia.
Beberapa gerakan radikal
seperti Jamaah Islamiyah (JI), ISIS, dan Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI) telah mencoba mempengaruhi pemuda Muslim
melalui berbagai media, termasuk internet dan media sosial.7 Hal ini
menimbulkan kekhawatiran bahwa sebagian umat Islam, terutama generasi muda,
dapat terpapar ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam wasathiyyah
(moderat).
Sebagai respons terhadap
tantangan ini, organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah
aktif dalam mempromosikan Islam moderat dan toleran
melalui berbagai program pendidikan dan dakwah. Selain itu, pemerintah
Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah tegas untuk membendung
penyebaran ekstremisme melalui regulasi dan
deradikalisasi.8
6.2.
Prospek Pembaruan Islam di Masa Depan
6.2.1. Peran Ulama dan Intelektual
Islam
Di masa depan, peran ulama
dan intelektual Islam sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara pemurnian
Islam dan adaptasi terhadap perubahan zaman. Para ulama dan
cendekiawan Muslim di Indonesia memiliki tugas untuk menyajikan
Islam sebagai agama yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tanpa kehilangan esensi ajaran Islam.9
Selain itu, pengembangan kajian
Islam berbasis akademik yang menggabungkan pemikiran
Islam klasik dengan analisis kontemporer akan semakin
diperlukan. Pusat-pusat kajian Islam, seperti Universitas Islam
Negeri (UIN), Muhammadiyah, dan pesantren-pesantren modern,
dapat menjadi wadah dalam mengembangkan pemikiran Islam yang progresif tetapi
tetap berpegang pada nilai-nilai Islam yang benar.10
6.2.2. Arah Baru Pendidikan Islam
Pendidikan Islam di masa
depan harus terus mengalami pembaruan dengan mengintegrasikan ilmu
agama dan ilmu umum dalam sistem pendidikan. Model pendidikan
Islam yang memadukan kajian fikih, tafsir, hadis, sains, dan
teknologi perlu dikembangkan agar Islam tidak hanya dipahami
dalam konteks ibadah, tetapi juga sebagai landasan dalam menghadapi tantangan
zaman.11
Selain itu, penggunaan teknologi
digital dalam pendidikan Islam juga akan semakin penting.
Metode pembelajaran berbasis e-learning, aplikasi digital, serta media
sosial dapat digunakan untuk menyebarluaskan ilmu Islam secara
lebih luas dan efektif.12
6.2.3. Pemanfaatan Teknologi dalam
Dakwah dan Ekonomi Islam
Dalam bidang dakwah,
teknologi dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pemikiran Islam yang moderat.
Platform digital seperti YouTube, podcast Islam, serta aplikasi
pendidikan Islam dapat digunakan sebagai media untuk menjangkau
generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi.13
Selain itu, ekonomi Islam
juga memiliki potensi besar untuk berkembang, terutama dalam bidang keuangan
syariah dan ekonomi halal. Perkembangan perbankan
syariah, fintech syariah, serta industri halal dapat menjadi
sarana bagi umat Islam untuk mengembangkan ekonomi yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.14
Kesimpulan
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik
antara tradisionalisme dan modernisme, pengaruh globalisasi, serta ancaman
radikalisme. Namun, prospek gerakan ini tetap optimis dengan
adanya dukungan dari ulama, intelektual, serta
perkembangan pendidikan Islam yang semakin maju.
Dengan pemanfaatan teknologi,
peningkatan kualitas pendidikan Islam, serta upaya mempertahankan Islam yang
moderat, gerakan pembaruan Islam di Indonesia dapat terus berkembang dan
menjadi pilar penting dalam membangun peradaban Islam yang maju dan
berkeadilan.
Footnotes
[1]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
(Jakarta: Kencana, 2004), 95-100.
[2]
Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2015), 120-125.
[3]
Greg Fealy, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in
Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 135-140.
[4]
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942
(Jakarta: LP3ES, 1980), 78-85.
[5]
Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 2004), 250-255.
[6]
Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, 150-155.
[7]
Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad: Islam,
Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2008), 85-90.
[8]
Greg Barton, Indonesia’s Struggle:
Jemaah Islamiyah and the Soul of Islam
(Sydney: UNSW Press, 2004), 135-140.
[9]
Azyumardi Azra, Islam Nusantara:
Jaringan Global dan Lokal (Bandung:
Mizan, 2019), 65-70.
[10]
Haedar Nashir, Manifesto Intelektual
Muslim: Islam, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2020), 110-115.
[11]
Arskal Salim, Challenging the Secular
State: The Islamization of Law in Modern Indonesia (Honolulu: University of Hawai'i Press, 2008),
140-145.
[12]
Zainal Abidin Bagir, Science
and Religion in the Post-Colonial Muslim World (London: Routledge, 2019), 88-95.
[13]
M. Amin Abdullah, Islamic Studies in the
Digital Age: Contemporary Challenges and Opportunities (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 2021), 70-75.
[14]
Ascarya, Islamic Fintech in
Indonesia: Development, Challenges, and Future Prospects (Jakarta: Bank Indonesia, 2020), 55-60.
7.
Kesimpulan dan Rekomendasi
7.1.
Kesimpulan
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia merupakan fenomena historis yang terus berkembang dari masa ke masa.
Sejak periode awal masuknya Islam di Nusantara, gerakan ini mengalami berbagai
transformasi yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dalam
perkembangannya, gerakan ini tidak hanya bertujuan untuk memurnikan ajaran
Islam dari praktik-praktik yang dianggap menyimpang, tetapi juga berupaya untuk
menyesuaikan ajaran Islam dengan tantangan sosial, politik, dan ekonomi yang
terus berkembang.1
Secara historis, pembaruan
Islam di Indonesia telah memberikan dampak yang luas dalam berbagai bidang:
1)
Bidang Pendidikan
Pembaruan Islam telah melahirkan sistem
pendidikan Islam modern yang menggabungkan antara ilmu
agama dan ilmu umum, sebagaimana yang diperkenalkan oleh Muhammadiyah,
Persatuan Islam (Persis), dan Nahdlatul Ulama (NU). Pendidikan
Islam mengalami transformasi besar dengan didirikannya IAIN/UIN,
yang menjadi pusat studi Islam modern.2
2)
Bidang Keagamaan
Gerakan pembaruan Islam telah mempengaruhi pola
keberagamaan umat Islam di Indonesia, terutama dalam pemurnian akidah dan
penerapan ijtihad dalam kehidupan beragama. Organisasi Islam seperti Muhammadiyah
dan Persis berusaha untuk memurnikan Islam dari
praktik-praktik yang dianggap bid’ah, sedangkan NU
tetap mempertahankan tradisi Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah,
tetapi tetap beradaptasi dengan perkembangan zaman.3
3)
Bidang Sosial dan
Politik
Pembaruan Islam di Indonesia juga memiliki
pengaruh yang besar dalam aspek sosial dan politik. Sejak era kolonialisme,
Islam digunakan sebagai alat perjuangan melawan penjajahan,
yang terlihat dalam pergerakan Syarikat Islam (SI)
dan Partai Masyumi. Dalam era modern, gerakan Islam
masih berperan dalam politik, baik melalui partai politik Islam
maupun organisasi kemasyarakatan Islam.4
4)
Bidang Ekonomi
Pembaruan Islam juga berkontribusi pada
perkembangan ekonomi Islam di Indonesia, terutama dalam munculnya perbankan
syariah, investasi halal, dan ekonomi berbasis syariah. Bank
Muamalat yang didirikan pada 1991 menjadi tonggak utama dalam pengembangan sistem
perbankan syariah di Indonesia. Gerakan ini terus berkembang dengan adanya
regulasi ekonomi Islam yang semakin kuat di Indonesia.5
Namun, gerakan pembaruan
Islam juga menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik
antara tradisionalisme dan modernisme, pengaruh globalisasi dan sekularisme,
serta ancaman radikalisme. Di satu sisi, gerakan ini harus
mempertahankan identitas Islam yang autentik,
tetapi di sisi lain juga harus mampu menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman.6
Oleh karena itu, prospek gerakan
pembaruan Islam di Indonesia sangat tergantung pada bagaimana umat Islam mampu
merespons tantangan-tantangan tersebut. Peran ulama, akademisi, dan
organisasi Islam menjadi sangat penting dalam menjaga
keseimbangan antara pemurnian ajaran Islam dan inovasi dalam
berbagai bidang kehidupan.
7.2.
Rekomendasi
Berdasarkan analisis di atas,
terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan landasan bagi keberlanjutan
gerakan pembaruan Islam di Indonesia:
7.2.1. Penguatan Pendidikan Islam yang
Terpadu
Pendidikan Islam harus terus
dikembangkan dengan mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum
agar mampu melahirkan generasi Muslim yang berilmu, berwawasan
luas, dan memiliki kemampuan berpikir kritis. Institusi
pendidikan Islam seperti UIN, pesantren modern, dan sekolah Islam terpadu
harus lebih aktif dalam membangun sistem pembelajaran yang berbasis pada pemikiran
Islam dan keilmuan kontemporer.7
Selain itu, digitalisasi
pendidikan Islam perlu terus dikembangkan. E-learning,
aplikasi Islami, dan platform digital dapat dimanfaatkan untuk
memperluas akses pendidikan Islam di Indonesia, terutama bagi daerah-daerah
terpencil.8
7.2.2. Penguatan Islam Moderat dalam
Kehidupan Beragama
Dalam menghadapi tantangan radikalisme
dan sekularisme, perlu adanya penguatan nilai-nilai
Islam wasathiyyah (moderat). Organisasi Islam seperti Muhammadiyah
dan NU harus terus mempromosikan Islam
yang inklusif, toleran, dan berorientasi pada kemajuan peradaban.9
Selain itu, program deradikalisasi
dan pencegahan ekstremisme harus diperkuat melalui pendidikan,
dakwah, dan kebijakan pemerintah. Kajian Islam yang berbasis
pada dialog dan kajian akademik dapat menjadi solusi
dalam membendung ideologi ekstrem yang bertentangan dengan prinsip Islam
rahmatan lil ‘alamin.10
7.2.3. Optimalisasi Peran Teknologi
dalam Dakwah Islam
Dakwah Islam di era digital
harus lebih inovatif dan berbasis teknologi.
Media sosial, website Islam, podcast, dan aplikasi Islami harus dimanfaatkan
secara maksimal dalam menyebarkan pemahaman Islam yang
benar dan moderat.11
Selain itu, penggunaan
teknologi AI (Artificial Intelligence) dalam pengajaran Islam
dapat membantu generasi muda dalam memahami Islam secara lebih mudah dan
menarik. YouTube, Instagram, dan TikTok Islami
dapat menjadi platform yang efektif untuk menjangkau generasi
muda dengan konten dakwah yang lebih kontekstual.12
7.2.4. Penguatan Ekonomi Islam Berbasis
Syariah
Perkembangan ekonomi Islam di
Indonesia harus terus didorong agar dapat memberikan kesejahteraan bagi umat
Islam. Perbankan syariah, fintech syariah, dan
industri halal harus dikembangkan lebih lanjut agar dapat
bersaing di tingkat global.13
Pemerintah dan lembaga
keuangan Islam juga perlu lebih banyak memberikan edukasi
kepada masyarakat tentang pentingnya menggunakan sistem ekonomi
syariah, baik dalam investasi, perbankan, maupun sektor perdagangan. Dengan
demikian, umat Islam di Indonesia dapat lebih mandiri secara ekonomi dan tidak
tergantung pada sistem ekonomi konvensional.14
Kesimpulan Akhir
Gerakan pembaruan Islam di
Indonesia memiliki prospek yang cerah jika mampu mengatasi tantangan-tantangan
yang ada. Dengan pendidikan yang berkualitas, Islam moderat
yang diperkuat, pemanfaatan teknologi yang optimal, dan ekonomi Islam yang
berkembang, pembaruan Islam di Indonesia dapat terus menjadi
kekuatan yang membawa kemajuan peradaban Islam di era modern.
Footnotes
[1]
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
(Jakarta: Kencana, 2004), 95-100.
[2]
Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2015), 125-130.
[3]
Greg Fealy, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in
Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 140-145.
[4]
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942
(Jakarta: LP3ES, 1980), 85-90.
[5]
Ascarya, Islamic Banking and Financial Development in Indonesia
(Jakarta: Bank Indonesia, 2020), 70-75.
[6]
Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 2004), 260-265.
[7]
Zainal Abidin Bagir, Science and Religion in the Post-Colonial
Muslim World (London: Routledge, 2019), 100-105.
[8]
M. Amin Abdullah, Islamic Studies in the Digital Age
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 2021), 80-85.
[9]
Ahmad Syafii Maarif, Islam
dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah (Bandung: Mizan, 2009), 150-155.
[10]
Noorhaidi Hasan, Islamic Populism in
Indonesia and the Middle East (Singapore:
NUS Press, 2018), 120-125.
[11]
Ismail Raji al-Faruqi, Islamization
of Knowledge (Herndon: International
Institute of Islamic Thought, 1982), 60-65.
[12]
Abdullah Saeed, Islamic Thought: An
Introduction (London: Routledge,
2006), 180-185.
[13]
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank
Syariah: Dari Teori ke Praktik
(Jakarta: Gema Insani, 2001), 95-100.
[14]
Ascarya, Islamic Fintech in
Indonesia: Development, Challenges, and Future Prospects (Jakarta: Bank Indonesia, 2020), 75-80.
Daftar Pustaka
Abdullah, M. A. (2021). Islamic
Studies in the Digital Age: Contemporary Challenges and Opportunities.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press.
Abdullah, T. (2004). Sejarah
Umat Islam Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Abidin Bagir, Z. (2019). Science
and Religion in the Post-Colonial Muslim World. London: Routledge.
Al-Faruqi, I. R. (1982). Islamization
of Knowledge. Herndon: International Institute of Islamic Thought.
Antonio, M. S. (2001). Bank
Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Ascarya. (2011). The
Development of Islamic Banking in Indonesia: Regulations, Performance, and
Future Challenges. Jakarta: Bank Indonesia.
Ascarya. (2020). Islamic
Fintech in Indonesia: Development, Challenges, and Future Prospects.
Jakarta: Bank Indonesia.
Azra, A. (2004). Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta:
Kencana.
Azra, A. (2019). Islam
Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Bandung: Mizan.
Barton, G. (2004). Indonesia’s
Struggle: Jemaah Islamiyah and the Soul of Islam. Sydney: UNSW Press.
Deliar, N. (1980). Gerakan
Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.
Fealy, G. (1996). Nahdlatul
Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia. Clayton: Monash Asia
Institute.
Hasan, N. (2008). Laskar
Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca Orde Baru.
Jakarta: LP3ES.
Hasan, N. (2018). Islamic
Populism in Indonesia and the Middle East. Singapore: NUS Press.
Hourani, A. (1983). Arabic
Thought in the Liberal Age: 1798–1939. Cambridge: Cambridge University
Press.
Maarif, A. S. (2009). Islam
dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah.
Bandung: Mizan.
Nashir, H. (2015). Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Nashir, H. (2020). Manifesto
Intelektual Muslim: Islam, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan. Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah.
Raji al-Faruqi, I. (1982). Islamization
of Knowledge. Herndon: International Institute of Islamic Thought.
Saeed, A. (2006). Islamic
Thought: An Introduction. London: Routledge.
Salim, A. (2008). Challenging
the Secular State: The Islamization of Law in Modern Indonesia. Honolulu:
University of Hawai’i Press.
Syafii, M. (1988). Islam
dan Politik. Jakarta: LP3ES.
Undang-Undang Republik
Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Lembaran Negara RI
Tahun 2008 No. 94, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4867.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar