Jumat, 14 Maret 2025

Bahan Ajar SKI Kelas 11 Bab 12: Pengaruh Pembaruan Islam di Indonesia

Sejarah Kebudayaan Islam

Pengaruh Pembaruan Islam di Indonesia


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)

Kelas                   : 11 (Sebelas)


Abstrak

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia merupakan fenomena historis yang berkembang sejak periode awal Islamisasi Nusantara hingga era kontemporer. Gerakan ini berorientasi pada pemurnian ajaran Islam serta adaptasi terhadap tantangan sosial, politik, dan ekonomi. Artikel ini membahas pengaruh pembaruan Islam di Indonesia secara komprehensif melalui pendekatan historis dan akademik berdasarkan kitab-kitab klasik, literatur sejarah kebudayaan Islam, serta jurnal ilmiah Islami. Pembahasan mencakup sejarah perkembangan gerakan pembaruan Islam di Indonesia, faktor-faktor yang melatarbelakanginya, serta dampaknya dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, keagamaan, sosial-politik, dan ekonomi. Artikel ini juga mengidentifikasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh gerakan pembaruan Islam, termasuk konflik antara tradisionalisme dan modernisme, pengaruh globalisasi, serta ancaman radikalisme. Meskipun demikian, prospek pembaruan Islam di Indonesia tetap optimis dengan adanya penguatan pendidikan Islam, peran ulama dan intelektual, optimalisasi teknologi dalam dakwah, serta pengembangan ekonomi Islam berbasis syariah. Kajian ini menunjukkan bahwa pembaruan Islam di Indonesia bukan hanya sekadar fenomena keagamaan, tetapi juga merupakan gerakan transformasi sosial yang terus berkembang dalam merespons dinamika zaman.

Kata Kunci: Pembaruan Islam, Islam di Indonesia, pemurnian Islam, tradisionalisme, modernisme, globalisasi, pendidikan Islam, ekonomi Islam, dakwah digital.


PEMBAHASAN

Pengaruh Pembaruan Islam di Indonesia


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)

Kelas                   : 11 (Sebelas)

Bab                      : Bab 12 - Pengaruh Pembaruan Islam di Indonesia


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Gerakan pembaruan Islam merupakan fenomena historis yang telah berlangsung sejak era klasik dan terus berkembang hingga masa kontemporer. Di Indonesia, gerakan ini memiliki peran penting dalam membentuk wajah Islam yang dinamis serta berkontribusi dalam pembentukan peradaban Islam di Nusantara. Pembaruan Islam di Indonesia muncul sebagai respons terhadap tantangan zaman, baik dalam bentuk kolonialisme, modernisasi, maupun dinamika internal umat Islam itu sendiri. Secara umum, gerakan pembaruan bertujuan untuk menghidupkan kembali semangat Islam yang berbasis pada Al-Qur'an dan Hadis serta membangun pemahaman yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Muslim di setiap era.1

Sejak kedatangan Islam di Nusantara pada abad ke-13 M, berbagai pendekatan telah digunakan dalam penyebaran ajaran Islam. Islamisasi awal banyak dipengaruhi oleh pendekatan tasawuf yang menyesuaikan diri dengan budaya lokal.2 Namun, seiring berjalannya waktu, muncul upaya-upaya untuk mereformasi praktik keagamaan yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Pengaruh dari Timur Tengah, khususnya dari gerakan Wahabi di Arab Saudi serta pemikiran reformis dari Mesir yang dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, turut memicu gerakan pembaruan di Indonesia pada abad ke-19 dan ke-20.3

Pembaruan Islam di Indonesia tidak hanya berdampak pada aspek keagamaan, tetapi juga mencakup bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Organisasi seperti Muhammadiyah (didirikan pada 1912) dan Persatuan Islam (Persis) menjadi pelopor dalam memperkenalkan gagasan tajdid (pembaruan) dalam praktik keislaman. Di sisi lain, Nahdlatul Ulama (NU), yang didirikan pada 1926, menegaskan pentingnya mempertahankan tradisi Islam Ahlussunnah wal Jamaah sambil tetap beradaptasi dengan perkembangan zaman.4 Dengan demikian, pembaruan Islam di Indonesia bukanlah sebuah gerakan tunggal, melainkan sebuah dinamika yang terus berkembang, diwarnai oleh perdebatan antara modernisme dan tradisionalisme.

Kajian tentang pengaruh gerakan pembaruan Islam di Indonesia menjadi sangat penting dalam konteks pembelajaran sejarah kebudayaan Islam, terutama dalam memahami bagaimana umat Islam di Nusantara merespons tantangan zaman. Pembahasan ini akan menggunakan pendekatan akademik dengan merujuk pada kitab-kitab sejarah Islam klasik, literatur sejarah kebudayaan Islam, serta jurnal ilmiah Islami yang membahas transformasi Islam di Indonesia secara komprehensif.

1.2.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa pertanyaan yang menjadi fokus dalam pembahasan ini:

1)                  Bagaimana sejarah gerakan pembaruan Islam di Indonesia dari masa ke masa?

2)                  Apa saja faktor yang melatarbelakangi munculnya pembaruan Islam di Indonesia?

3)                  Bagaimana dampak gerakan pembaruan Islam terhadap perkembangan Islam di Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan?

1.3.       Tujuan Penulisan

Penulisan artikel ini bertujuan untuk:

1)                  Menganalisis pengaruh gerakan pembaruan Islam terhadap perkembangan Islam di Indonesia.

2)                  Menjelaskan berbagai bentuk pembaruan Islam yang berkembang di Indonesia serta tokoh-tokoh yang berperan dalam gerakan ini.

3)                  Mengkaji dampak positif dan tantangan yang dihadapi dalam implementasi pembaruan Islam di Indonesia.

4)                  Memberikan perspektif akademik dengan menggunakan sumber-sumber sejarah Islam klasik, literatur sejarah kebudayaan Islam, dan jurnal ilmiah Islami guna memahami transformasi Islam di Indonesia secara mendalam.


Footnotes

[1]                Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 12-15.

[2]                Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Kencana, 2004), 37-40.

[3]                Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939 (Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 115-118.

[4]                Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik: Teori Belah Bambu, Masa Demokrasi Terpimpin (Jakarta: LP3ES, 1988), 67-72.


2.            Landasan Teoretis

2.1.       Definisi Gerakan Pembaruan Islam

Gerakan pembaruan Islam (tajdid) merupakan upaya untuk menghidupkan kembali ajaran Islam yang dianggap telah mengalami penyimpangan dari prinsip dasarnya. Dalam Islam, konsep tajdid merujuk pada proses penyegaran pemahaman keislaman yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadis, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw:

إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا

"Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini pada setiap penghujung seratus tahun seseorang yang akan memperbarui (tajdid) agamanya."_1

Konsep tajdid ini telah dikembangkan oleh para pemikir Muslim sejak zaman klasik. Ibn Taymiyyah (1263–1328 M) menegaskan bahwa pembaruan dalam Islam harus dilakukan melalui pemurnian ajaran Islam dari praktik-praktik yang tidak memiliki dasar dalam syariat serta menghidupkan kembali pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an dan Hadis.2 Di era modern, pembaruan Islam banyak dikaitkan dengan gerakan reformasi yang bertujuan untuk menyesuaikan Islam dengan tantangan zaman, baik dalam aspek sosial, politik, maupun ekonomi.3

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia memiliki karakteristik yang khas karena berkembang dalam lingkungan yang multikultural. Oleh karena itu, pembaruan Islam di Indonesia tidak hanya berfokus pada pemurnian akidah, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan politik, seperti yang dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah dan Persis pada abad ke-20.4

2.2.       Kitab-Kitab Klasik yang Membahas Pembaruan Islam

Pemikiran pembaruan Islam banyak ditemukan dalam kitab-kitab klasik Islam yang menjadi referensi utama dalam kajian keislaman, di antaranya:

1)                  Muqaddimah (Ibn Khaldun, 1332–1406 M)

Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menjelaskan bahwa peradaban Islam mengalami siklus naik dan turun. Ia menegaskan bahwa kebangkitan Islam dapat terjadi kembali melalui pembaruan pemikiran dan revitalisasi sosial.5

2)                  Al-I’tisham (Asy-Syatibi, 1320–1388 M)

Kitab ini membahas pentingnya berpegang teguh pada sunnah dalam menghadapi penyimpangan dalam agama serta bagaimana umat Islam harus memahami hukum Islam dengan tetap mempertimbangkan konteks sosial dan budaya.6

3)                  Hujjatullah al-Balighah (Syah Waliyullah ad-Dihlawi, 1703–1762 M)

Pemikiran Syah Waliyullah menekankan perlunya reformasi dalam sistem keilmuan Islam dengan cara mengintegrasikan antara pemahaman tekstual dan rasional.7

Kitab-kitab tersebut menjadi dasar bagi berbagai gerakan pembaruan Islam, baik di dunia Islam secara umum maupun di Indonesia secara khusus.

2.3.       Literatur Sejarah Kebudayaan Islam

Dalam kajian sejarah kebudayaan Islam, gerakan pembaruan sering dikaitkan dengan pengaruh pemikiran reformis dari Timur Tengah serta interaksi antara Islam dan budaya lokal. Azyumardi Azra dalam karyanya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara menjelaskan bahwa jaringan ulama antara Nusantara dan Makkah-Madinah memiliki peran besar dalam membawa gagasan pembaruan Islam ke Indonesia, khususnya melalui para ulama yang belajar di Haramain.8

Selain itu, Fazlur Rahman dalam Islam and Modernity mengemukakan bahwa pembaruan Islam harus berorientasi pada pemahaman historis terhadap ajaran Islam agar relevan dengan perkembangan zaman. Menurutnya, gerakan pembaruan Islam di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh pemikiran dari Timur Tengah, tetapi juga oleh interaksi dengan dunia Barat.9

Kajian sejarah kebudayaan Islam juga menunjukkan bahwa pembaruan Islam di Indonesia memiliki dimensi yang unik karena terjadi dalam masyarakat yang sudah memiliki tradisi Islam yang kuat, seperti pesantren dan tarekat. Oleh karena itu, pembaruan Islam di Indonesia sering kali menjadi perdebatan antara kelompok modernis dan tradisionalis.10

2.4.       Kajian Jurnal Ilmiah tentang Pembaruan Islam

Dalam beberapa penelitian akademik dan jurnal ilmiah, gerakan pembaruan Islam di Indonesia dikaji dalam berbagai perspektif:

1)                  Kajian Sosial-Politik

Studi yang dilakukan oleh Martin van Bruinessen dalam Islamic Reformism in Indonesia menjelaskan bahwa gerakan pembaruan Islam di Indonesia berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran umat Islam terhadap pentingnya pendidikan dan keterlibatan politik.11

2)                  Kajian Pendidikan Islam

Menurut penelitian Haedar Nashir, pembaruan Islam di Indonesia memiliki dampak signifikan dalam dunia pendidikan, terutama dalam modernisasi kurikulum madrasah dan pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam seperti IAIN/UIN.12

3)                  Kajian Ekonomi Islam

Studi dari jurnal Islamic Economic Studies menunjukkan bahwa pembaruan Islam juga berdampak pada sektor ekonomi, terutama dalam perkembangan ekonomi syariah dan perbankan Islam di Indonesia.13

Kajian dalam jurnal-jurnal ilmiah ini memberikan perspektif akademik yang lebih luas terhadap gerakan pembaruan Islam di Indonesia, khususnya dalam konteks perkembangan sosial dan ekonomi umat Islam.


Kesimpulan

Landasan teoretis ini menunjukkan bahwa pembaruan Islam di Indonesia merupakan bagian dari tradisi intelektual Islam yang telah berkembang sejak era klasik. Dengan merujuk pada kitab-kitab klasik, literatur sejarah kebudayaan Islam, dan jurnal ilmiah Islami, kajian ini menegaskan bahwa gerakan pembaruan Islam di Indonesia tidak hanya merupakan fenomena lokal, tetapi juga merupakan bagian dari dinamika global umat Islam dalam merespons tantangan zaman.


Footnotes

[1]                Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, no. 4291.

[2]                Ibn Taymiyyah, Majmu’ al-Fatawa, vol. 1 (Riyadh: Dar al-Wafa, 1991), 140-142.

[3]                Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 25-30.

[4]                Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik: Teori Belah Bambu, Masa Demokrasi Terpimpin (Jakarta: LP3ES, 1988), 72-75.

[5]                Ibn Khaldun, Muqaddimah, terj. Franz Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 233-240.

[6]                Asy-Syatibi, Al-I’tisham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 85-90.

[7]                Syah Waliyullah ad-Dihlawi, Hujjatullah al-Balighah (Damaskus: Dar Ibn Kathir, 2006), 119-125.

[8]                Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Kencana, 2004), 45-50.

[9]                Rahman, Islam and Modernity, 37-40.

[10]             Azra, Jaringan Ulama, 95-100.

[11]             Martin van Bruinessen, Islamic Reformism in Indonesia (Leiden: Brill, 2013), 128-135.

[12]             Haedar Nashir, Gerakan Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (Jakarta: UII Press, 2007), 156-160.

[13]             Islamic Economic Studies, vol. 20, no. 3 (2017): 85-90.


3.           Sejarah Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia

Sejarah gerakan pembaruan Islam di Indonesia merupakan bagian dari dinamika keislaman yang terjadi sejak masuknya Islam di Nusantara hingga era modern. Gerakan ini tidak hanya berkaitan dengan pemurnian ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap menyimpang, tetapi juga berkaitan dengan respons terhadap perubahan sosial, politik, dan ekonomi. Secara umum, sejarah pembaruan Islam di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga periode utama: periode awal (abad ke-17–18), periode kolonial (abad ke-19–awal abad ke-20), dan periode pasca-kemerdekaan (abad ke-20–sekarang).

3.1.       Periode Awal (Abad ke-17 – 18): Penyebaran Islam dan Reformasi Awal

Pada periode awal, Islam di Indonesia berkembang melalui proses Islamisasi yang dipengaruhi oleh tradisi tasawuf. Para penyebar Islam seperti Wali Songo menggunakan pendekatan akulturasi budaya untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat Nusantara yang saat itu masih dipengaruhi oleh kepercayaan Hindu-Buddha.1

Namun, pada abad ke-17 dan 18, mulai muncul gerakan pembaruan yang berupaya mengembalikan Islam ke ajaran yang lebih berbasis pada Al-Qur'an dan Hadis. Salah satu tokoh penting dalam periode ini adalah Syekh Abdul Rauf as-Singkili (1615–1693 M), seorang ulama dari Aceh yang pernah belajar di Timur Tengah. Ia mengajarkan pemurnian akidah dan fiqh serta memperkenalkan pemikiran tasawuf yang lebih moderat dibandingkan ajaran sebelumnya.2

Selain itu, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710–1812 M), seorang ulama dari Kalimantan Selatan, juga berperan dalam reformasi keislaman melalui kitabnya Sabil al-Muhtadin, yang menekankan pentingnya memahami Islam berdasarkan dalil-dalil syar’i.3 Gerakan ini merupakan bentuk awal dari tajdid (pembaruan) yang kemudian berkembang lebih luas pada abad-abad berikutnya.

3.2.       Periode Kolonial (Abad ke-19 – Awal Abad ke-20): Pengaruh Timur Tengah dan Lahirnya Organisasi Islam

Pada abad ke-19, gelombang besar pembaruan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh hubungan antara ulama Indonesia dan Timur Tengah, khususnya dengan pusat-pusat keilmuan di Makkah dan Madinah. Banyak ulama Indonesia yang belajar di Haramain dan terpapar pemikiran reformis dari Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, yang menekankan ijtihad dan rasionalitas dalam memahami Islam.4

Salah satu ulama yang membawa pemikiran ini ke Indonesia adalah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1860–1916 M), seorang ulama asal Sumatra Barat yang menjadi imam di Masjidil Haram. Ia mengkritik praktik keagamaan yang bercampur dengan unsur adat dan mendorong umat Islam untuk kembali kepada ajaran Al-Qur'an dan Hadis.5

Sebagai dampak dari pemikiran reformis ini, lahirlah beberapa organisasi Islam yang menjadi tonggak pembaruan Islam di Indonesia, di antaranya:

·                     Muhammadiyah (1912)

→ Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam dan memajukan pendidikan Islam melalui sistem sekolah modern.6

·                     Persatuan Islam (Persis, 1923)

→ Didirikan di Bandung oleh Haji Zamzam dan Ahmad Hassan, menekankan pada kajian kritis terhadap ajaran Islam serta menolak praktik keagamaan yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur’an dan Hadis.7

·                     Nahdlatul Ulama (NU, 1926)

→ Didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari, bertujuan untuk menjaga tradisi Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah sambil tetap beradaptasi dengan perubahan zaman.8

Gerakan pembaruan Islam dalam periode ini tidak hanya terbatas pada aspek keagamaan, tetapi juga meluas ke bidang sosial dan politik. Hal ini terlihat dari peran Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) yang menjadi wadah bagi umat Islam dalam memperjuangkan hak-hak politik mereka di tengah dominasi kolonialisme Belanda.9

3.3.       Periode Pasca-Kemerdekaan (Abad ke-20 – Sekarang): Modernisasi Islam dan Tantangan Globalisasi

Setelah Indonesia merdeka, gerakan pembaruan Islam semakin berkembang dalam berbagai bentuk, termasuk dalam bidang pendidikan, politik, dan ekonomi. Salah satu pencapaian besar dalam era ini adalah pendirian IAIN (Institut Agama Islam Negeri), yang kemudian berkembang menjadi UIN (Universitas Islam Negeri), sebagai lembaga pendidikan tinggi yang menggabungkan studi Islam dengan ilmu umum.10

Dalam dunia politik, pembaruan Islam tercermin dalam berbagai gerakan Islam modern, seperti Partai Masyumi (1945–1960) yang mencoba menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam pemerintahan, meskipun akhirnya dibubarkan oleh rezim Soekarno.11

Pada dekade 1980-an dan 1990-an, muncul gelombang baru reformasi Islam yang dipengaruhi oleh gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh Ismail Raji al-Faruqi dan intelektual Muslim lainnya.12 Gerakan ini mencoba mengintegrasikan Islam dengan perkembangan sains dan teknologi modern.

Di era kontemporer, gerakan pembaruan Islam di Indonesia juga mengalami tantangan besar, seperti globalisasi, sekularisasi, serta radikalisasi sebagian kelompok Islam. Oleh karena itu, banyak organisasi Islam yang kini berupaya mempromosikan Islam moderat, seperti yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah melalui program-program dakwah berbasis toleransi dan kemajuan.13


Kesimpulan

Sejarah gerakan pembaruan Islam di Indonesia menunjukkan bahwa Islam di Nusantara berkembang secara dinamis dalam berbagai konteks sosial, politik, dan budaya. Gerakan ini tidak hanya bertujuan untuk pemurnian ajaran Islam tetapi juga untuk menjawab tantangan zaman melalui modernisasi pendidikan, politik, dan ekonomi. Dengan demikian, pembaruan Islam di Indonesia terus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan zaman dan kebutuhan umat Islam.


Footnotes

[1]                Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Jakarta: Kencana, 2004), 27-30.

[2]                Azra, Jaringan Ulama, 65-70.

[3]                Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabil al-Muhtadin (Banjarmasin: Percetakan Nasional, 1857), 12-15.

[4]                Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939 (Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 135-140.

[5]                Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980), 45-50.

[6]                Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015), 58-62.

[7]                Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik (Jakarta: LP3ES, 1988), 90-95.

[8]                Greg Fealy dan Greg Barton, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 35-40.

[9]                Noer, Gerakan Modern Islam, 78-85.

[10]             Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, 110-115.

[11]             Fealy, Nahdlatul Ulama, 95-100.

[12]             Ismail Raji al-Faruqi, Islamization of Knowledge (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 1982), 50-55.

[13]             Barton, Nahdlatul Ulama, 120-125.


4.           Faktor yang Melatarbelakangi Pembaruan Islam di Indonesia

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia tidak terjadi dalam ruang hampa, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Faktor-faktor ini dapat dikategorikan ke dalam tiga aspek utama, yaitu pengaruh ulama Timur Tengah, dampak kolonialisme dan modernisasi, serta dinamika internal umat Islam di Indonesia.

4.1.       Pengaruh Ulama Timur Tengah

Salah satu faktor utama yang melatarbelakangi pembaruan Islam di Indonesia adalah hubungan erat antara ulama Nusantara dan pusat-pusat keilmuan Islam di Timur Tengah, khususnya di Makkah, Madinah, dan Kairo. Sejak abad ke-17, banyak ulama Indonesia yang menuntut ilmu di Haramain dan kemudian kembali ke tanah air dengan membawa gagasan reformasi Islam.

Di antara ulama yang memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan pemikiran reformis adalah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (1860–1916 M), seorang ulama asal Minangkabau yang menjadi imam di Masjidil Haram. Dalam fatwa-fatwanya, ia menentang berbagai praktik keagamaan yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni dan mendorong umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis.1

Selain itu, pemikiran Muhammad Abduh (1849–1905 M) dan Jamaluddin al-Afghani (1838–1897 M) di Mesir juga memberikan pengaruh besar terhadap pembaruan Islam di Indonesia. Gagasan mereka tentang ijtihad, rasionalisme, dan perlunya pembaruan dalam pendidikan Islam dibawa ke Indonesia oleh para pelajar yang belajar di Al-Azhar, salah satunya adalah Haji Agus Salim (1884–1954 M), yang kemudian menjadi tokoh penting dalam gerakan reformasi Islam di Indonesia.2

Gerakan Wahabi yang berkembang di Arab Saudi juga turut mempengaruhi pembaruan Islam di Indonesia, terutama melalui interaksi para jemaah haji yang kembali ke tanah air. Paham Wahabi yang menekankan pemurnian tauhid dan penghapusan praktik bid’ah banyak diadopsi oleh kelompok-kelompok modernis seperti Persatuan Islam (Persis) dan beberapa kalangan dalam Muhammadiyah.3

4.2.       Dampak Kolonialisme dan Modernisasi

Faktor penting lainnya yang mendorong gerakan pembaruan Islam di Indonesia adalah pengaruh kolonialisme dan modernisasi. Sejak abad ke-19, Belanda mulai menerapkan kebijakan pendidikan Barat yang menyingkirkan peran pesantren sebagai pusat pendidikan Islam. Hal ini mendorong munculnya reaksi dari kalangan ulama yang ingin mempertahankan dan memperbaharui sistem pendidikan Islam agar mampu bersaing dengan pendidikan modern.4

Dalam konteks perlawanan terhadap kolonialisme, Syarikat Islam (SI) yang didirikan pada 1911 memainkan peran penting dalam menggerakkan kesadaran politik umat Islam. Tokoh-tokoh seperti H.O.S. Tjokroaminoto (1882–1934 M) mengajarkan bahwa Islam tidak hanya berbicara soal ibadah, tetapi juga memiliki peran dalam keadilan sosial dan perlawanan terhadap penindasan kolonial.5

Di sisi lain, masuknya modernisasi juga mempengaruhi cara berpikir umat Islam. Munculnya cetak-mencetak dan surat kabar Islam pada awal abad ke-20 memungkinkan tersebarnya gagasan pembaruan Islam dengan lebih cepat. Misalnya, majalah Al-Munir yang diterbitkan di Padang pada tahun 1911 menjadi media utama dalam menyebarluaskan pemikiran reformis Islam.6

Pembaruan dalam bidang pendidikan juga terjadi dengan berdirinya sekolah-sekolah Islam modern yang menggabungkan sistem pendidikan agama dan ilmu pengetahuan umum. Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan (1868–1923 M), menjadi salah satu pelopor dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam modern di Indonesia.7

4.3.       Dinamika Internal Umat Islam di Indonesia

Selain faktor eksternal, dinamika internal umat Islam sendiri turut mendorong munculnya gerakan pembaruan Islam. Salah satu perdebatan yang muncul dalam sejarah Islam di Indonesia adalah pertentangan antara tradisionalisme dan modernisme.

Kelompok tradisionalis, yang diwakili oleh Nahdlatul Ulama (NU), menekankan pentingnya mempertahankan tradisi Islam yang sudah berkembang di Nusantara, seperti praktik tarekat dan fiqh mazhab Syafi’i. Sementara itu, kelompok modernis seperti Muhammadiyah dan Persis lebih menekankan pada pemurnian ajaran Islam dan menolak praktik-praktik keagamaan yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur'an dan Hadis.8

Perbedaan ini juga terlihat dalam cara mereka menyikapi berbagai isu keagamaan, pendidikan, dan politik. NU, misalnya, tetap mempertahankan sistem pendidikan pesantren dengan kitab kuning sebagai rujukan utama, sedangkan Muhammadiyah lebih menekankan pendidikan modern dengan sistem sekolah formal.9

Di sisi lain, munculnya berbagai tantangan baru seperti sekularisasi dan globalisasi juga mendorong umat Islam untuk memperbaharui pemahaman mereka terhadap ajaran Islam. Dalam era modern ini, banyak intelektual Muslim seperti Nurcholish Madjid (1939–2005) dan Abdurrahman Wahid (1940–2009) yang mengusung konsep Islam inklusif dan demokratis sebagai bagian dari pembaruan Islam di Indonesia.10

Selain itu, perkembangan ekonomi Islam juga menjadi bagian dari pembaruan Islam di Indonesia. Sejak tahun 1990-an, sistem perbankan syariah dan ekonomi Islam semakin berkembang, yang menunjukkan bahwa pembaruan Islam tidak hanya terjadi dalam aspek keagamaan, tetapi juga dalam bidang ekonomi.11


Kesimpulan

Faktor-faktor yang melatarbelakangi pembaruan Islam di Indonesia sangat beragam, mulai dari pengaruh ulama Timur Tengah, dampak kolonialisme dan modernisasi, hingga dinamika internal umat Islam. Keseluruhan faktor ini berkontribusi dalam membentuk wajah Islam di Indonesia yang terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.


Footnotes

[1]                Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980), 52-56.

[2]                Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939 (Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 145-150.

[3]                Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara (Jakarta: Kencana, 2004), 80-85.

[4]                Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2004), 200-205.

[5]                Noer, Gerakan Modern Islam, 120-125.

[6]                Azra, Jaringan Ulama, 135-140.

[7]                Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015), 75-80.

[8]                Greg Fealy, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 90-95.

[9]                Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, 115-120.

[10]             Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1995), 150-155.

[11]             Islamic Economic Studies, vol. 20, no. 3 (2017): 90-95.


5.           Pengaruh Pembaruan Islam terhadap Perkembangan Islam di Indonesia

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia telah memberikan dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam, baik dalam bidang pendidikan, keagamaan, sosial-politik, maupun ekonomi. Pengaruh ini tidak hanya terbatas pada perubahan pola pemikiran keagamaan, tetapi juga merambah pada institusi-institusi Islam yang berkembang dalam berbagai sektor kehidupan.

5.1.       Bidang Pendidikan: Modernisasi Sistem Pendidikan Islam

Salah satu dampak terbesar dari gerakan pembaruan Islam di Indonesia adalah modernisasi sistem pendidikan Islam. Sebelum abad ke-20, pendidikan Islam lebih banyak berpusat di pesantren dengan metode pembelajaran tradisional berbasis kitab kuning dan sistem sorogan (pembelajaran individu) serta bandongan (pengajaran bersama).1 Namun, dengan masuknya ide-ide pembaruan, sistem pendidikan Islam mengalami transformasi besar, terutama dengan berdirinya lembaga pendidikan Islam modern seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis).

Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 1912, memperkenalkan sistem pendidikan Islam modern yang mengadopsi kurikulum berbasis ilmu pengetahuan umum dan agama.2 Sistem ini kemudian berkembang menjadi madrasah dan sekolah-sekolah Islam yang lebih terstruktur, yang hingga kini masih menjadi model pendidikan Islam di Indonesia.

Selain Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) yang berdiri pada 1926 juga berkontribusi dalam pengembangan pendidikan Islam melalui pendirian Lembaga Pendidikan Ma’arif yang berfungsi sebagai wadah modernisasi pendidikan berbasis pesantren.3

Pada era pasca-kemerdekaan, modernisasi pendidikan Islam semakin berkembang dengan pendirian IAIN (Institut Agama Islam Negeri), yang kini banyak berkembang menjadi UIN (Universitas Islam Negeri). Hal ini menunjukkan bahwa pembaruan Islam tidak hanya membawa perubahan dalam pemahaman keagamaan, tetapi juga dalam sistem pendidikan yang lebih maju dan terstruktur.4

5.2.       Bidang Keagamaan: Pemurnian Akidah dan Perkembangan Organisasi Islam

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia juga berdampak pada pemurnian akidah Islam. Sebelum abad ke-20, Islam di Indonesia banyak dipengaruhi oleh unsur mistisisme dan ajaran tasawuf yang bercampur dengan kepercayaan lokal.5 Namun, seiring dengan berkembangnya pemikiran tajdid (pembaruan), muncullah gerakan-gerakan yang berupaya memurnikan Islam dari praktik-praktik yang dianggap sebagai bid’ah.

Misalnya, Persatuan Islam (Persis) yang didirikan pada 1923 di Bandung menekankan pemurnian Islam dari praktik keagamaan yang tidak memiliki dasar dalam Al-Qur’an dan Hadis.6 Gerakan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Wahabi dan reformisme Islam dari Timur Tengah.

Selain itu, pembaruan Islam juga melahirkan berbagai organisasi yang berkontribusi dalam dakwah Islam, seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh Mohammad Natsir pada 1967. Organisasi ini bertujuan untuk memperkuat dakwah Islam dan mengembangkan pemikiran Islam yang moderat.7

Perubahan dalam bidang keagamaan juga terlihat dalam berkembangnya konsep Islam wasathiyyah (Islam moderat) yang dikembangkan oleh NU dan Muhammadiyah. Konsep ini menjadi solusi dalam menghadapi tantangan globalisasi dan meningkatnya ekstremisme agama di Indonesia.8

5.3.       Bidang Sosial dan Politik: Islam sebagai Kekuatan Transformasi Sosial

Pembaruan Islam di Indonesia juga memberikan dampak besar dalam bidang sosial dan politik. Sejak awal abad ke-20, gerakan Islam mulai berperan dalam politik melalui organisasi seperti Syarikat Islam (SI), yang menjadi gerakan ekonomi dan politik umat Islam dalam menghadapi dominasi kolonialisme Belanda.9

Setelah Indonesia merdeka, organisasi Islam seperti Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) menjadi salah satu partai politik Islam terbesar yang berusaha memperjuangkan syariat Islam dalam sistem pemerintahan.10 Meskipun Masyumi dibubarkan oleh pemerintah pada 1960, gagasan politik Islam tetap berkembang dalam bentuk partai-partai Islam lainnya seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Selain dalam politik formal, pembaruan Islam juga mendorong lahirnya berbagai gerakan sosial Islam yang bergerak dalam bidang kesejahteraan umat. Misalnya, Lazismu (Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah) dan NU Care-LAZISNU yang berperan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial umat Islam melalui program zakat, infak, dan sedekah.11

5.4.       Bidang Ekonomi: Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia

Gerakan pembaruan Islam juga berdampak pada perkembangan ekonomi Islam di Indonesia. Sejak tahun 1990-an, ekonomi syariah mulai berkembang pesat, dengan munculnya perbankan syariah, asuransi syariah, dan investasi berbasis syariah. Salah satu tonggak penting dalam perkembangan ini adalah berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 1991, yang menjadi bank syariah pertama di Indonesia.12

Selain itu, berbagai regulasi terkait ekonomi syariah juga diperkuat dengan hadirnya Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), yang bertugas memberikan fatwa-fatwa terkait ekonomi Islam di Indonesia.13

Perkembangan ekonomi syariah semakin pesat setelah diterapkannya Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, yang memberikan payung hukum bagi operasional perbankan syariah di Indonesia.14

Dalam konteks ini, pembaruan Islam tidak hanya berdampak pada sektor keagamaan dan sosial, tetapi juga menjadi kekuatan dalam transformasi ekonomi umat Islam menuju sistem yang lebih berbasis pada prinsip-prinsip syariah.


Kesimpulan

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia telah memberikan pengaruh yang luas dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam bidang pendidikan, gerakan ini melahirkan sistem pendidikan Islam modern. Dalam bidang keagamaan, gerakan ini berkontribusi pada pemurnian akidah dan berkembangnya organisasi Islam. Dalam aspek sosial dan politik, pembaruan Islam mendorong lahirnya gerakan sosial dan politik berbasis Islam. Sementara itu, dalam bidang ekonomi, gerakan pembaruan Islam turut membentuk sistem ekonomi syariah yang kini berkembang pesat di Indonesia.

Dengan demikian, pembaruan Islam di Indonesia bukan hanya merupakan fenomena keagamaan, tetapi juga gerakan yang membawa transformasi dalam berbagai sektor kehidupan umat Islam.


Footnotes

[1]                Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara (Jakarta: Kencana, 2004), 67-70.

[2]                Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015), 75-80.

[3]                Greg Fealy, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 45-50.

[4]                Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, 90-95.

[5]                Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980), 45-50.

[6]                Noer, Gerakan Modern Islam, 95-100.

[7]                Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, 120-125.

[8]                Fealy, Nahdlatul Ulama, 135-140.

[9]                Noer, Gerakan Modern Islam, 150-155.

[10]             Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2004), 250-255.

[11]             Islamic Economic Studies, vol. 20, no. 3 (2017): 80-85.

[12]             Ascarya, The Development of Islamic Banking in Indonesia: Regulations, Performance, and Future Challenges (Jakarta: Bank Indonesia, 2011), 55-60.

[13]             Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Produk Perbankan Syariah (Jakarta: Dewan Syariah Nasional MUI, 2002), 22-25.

[14]             Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Lembaran Negara RI Tahun 2008 No. 94, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4867.


6.           Tantangan dan Prospek Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam perkembangannya. Di satu sisi, gerakan ini telah membawa kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam, termasuk pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial. Namun, di sisi lain, tantangan internal dan eksternal masih menjadi hambatan dalam mewujudkan pembaruan yang berkelanjutan. Selain itu, prospek pembaruan Islam di Indonesia di masa depan sangat bergantung pada bagaimana umat Islam merespons tantangan-tantangan tersebut.

6.1.       Tantangan yang Dihadapi

6.1.1.    Konflik antara Tradisionalisme dan Modernisme

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh gerakan pembaruan Islam di Indonesia adalah ketegangan antara kelompok tradisionalis dan modernis. Sejak awal abad ke-20, perbedaan pandangan antara Nahdlatul Ulama (NU) yang mewakili Islam tradisional dan Muhammadiyah yang mewakili Islam modernis telah menimbulkan berbagai perdebatan dalam hal praktik keagamaan, pendidikan, dan sosial.1

Kelompok tradisionalis cenderung mempertahankan mazhab fiqh klasik serta praktik Islam yang telah berkembang di Nusantara, termasuk amalan-amalan yang berbasis pada tarekat dan tradisi lokal. Sementara itu, kelompok modernis menekankan pemurnian Islam dan penggunaan ijtihad dalam memahami ajaran agama. Perbedaan ini sering kali menimbulkan perselisihan dalam isu-isu keagamaan, seperti penggunaan dalil dalam beribadah, perayaan Maulid Nabi, serta sistem pendidikan Islam.2

Meskipun demikian, dalam beberapa dekade terakhir, konvergensi antara kelompok tradisionalis dan modernis mulai terlihat, terutama dalam menghadapi isu-isu global seperti radikalisme dan sekularisme. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tantangan ini masih ada, tetapi ada upaya untuk mencari titik temu dalam menyikapi perbedaan.3

6.1.2.      Pengaruh Globalisasi dan Sekularisme

Tantangan lain yang dihadapi oleh gerakan pembaruan Islam adalah pengaruh globalisasi dan sekularisme yang semakin kuat di Indonesia. Globalisasi membawa masuk berbagai pemikiran dan budaya dari Barat yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti individualisme, liberalisme agama, dan relativisme moral.4

Fenomena sekularisme juga menjadi tantangan bagi gerakan Islam di Indonesia, terutama dalam hubungan antara agama dan negara. Beberapa kelompok mendukung pemisahan agama dari politik (sekularisme), sementara yang lain berusaha mempertahankan peran Islam dalam kehidupan publik dan pemerintahan. Perdebatan ini sering kali menimbulkan polemik di masyarakat, terutama dalam isu-isu seperti penerapan syariat Islam, peran agama dalam pendidikan, serta hukum keluarga Islam.5

Selain itu, arus pemikiran liberal yang berkembang dalam beberapa perguruan tinggi Islam juga menjadi tantangan bagi gerakan pembaruan Islam yang berbasis pada pemurnian ajaran Islam. Beberapa akademisi Muslim mengusung gagasan Islam progresif yang menafsirkan ajaran Islam dalam konteks yang lebih fleksibel, tetapi hal ini sering kali mendapat kritik dari kalangan ulama konservatif.6

6.1.3.      Radikalisme dan Tantangan Ekstremisme

Radikalisme dan ekstremisme agama juga menjadi tantangan serius bagi gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, muncul kelompok-kelompok Islam yang mengusung ideologi ekstremisme dan intoleransi yang bertentangan dengan prinsip Islam moderat yang selama ini berkembang di Indonesia.

Beberapa gerakan radikal seperti Jamaah Islamiyah (JI), ISIS, dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah mencoba mempengaruhi pemuda Muslim melalui berbagai media, termasuk internet dan media sosial.7 Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sebagian umat Islam, terutama generasi muda, dapat terpapar ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam wasathiyyah (moderat).

Sebagai respons terhadap tantangan ini, organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah aktif dalam mempromosikan Islam moderat dan toleran melalui berbagai program pendidikan dan dakwah. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah tegas untuk membendung penyebaran ekstremisme melalui regulasi dan deradikalisasi.8

6.2.       Prospek Pembaruan Islam di Masa Depan

6.2.1.      Peran Ulama dan Intelektual Islam

Di masa depan, peran ulama dan intelektual Islam sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara pemurnian Islam dan adaptasi terhadap perubahan zaman. Para ulama dan cendekiawan Muslim di Indonesia memiliki tugas untuk menyajikan Islam sebagai agama yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa kehilangan esensi ajaran Islam.9

Selain itu, pengembangan kajian Islam berbasis akademik yang menggabungkan pemikiran Islam klasik dengan analisis kontemporer akan semakin diperlukan. Pusat-pusat kajian Islam, seperti Universitas Islam Negeri (UIN), Muhammadiyah, dan pesantren-pesantren modern, dapat menjadi wadah dalam mengembangkan pemikiran Islam yang progresif tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai Islam yang benar.10

6.2.2.      Arah Baru Pendidikan Islam

Pendidikan Islam di masa depan harus terus mengalami pembaruan dengan mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum dalam sistem pendidikan. Model pendidikan Islam yang memadukan kajian fikih, tafsir, hadis, sains, dan teknologi perlu dikembangkan agar Islam tidak hanya dipahami dalam konteks ibadah, tetapi juga sebagai landasan dalam menghadapi tantangan zaman.11

Selain itu, penggunaan teknologi digital dalam pendidikan Islam juga akan semakin penting. Metode pembelajaran berbasis e-learning, aplikasi digital, serta media sosial dapat digunakan untuk menyebarluaskan ilmu Islam secara lebih luas dan efektif.12

6.2.3.      Pemanfaatan Teknologi dalam Dakwah dan Ekonomi Islam

Dalam bidang dakwah, teknologi dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pemikiran Islam yang moderat. Platform digital seperti YouTube, podcast Islam, serta aplikasi pendidikan Islam dapat digunakan sebagai media untuk menjangkau generasi muda yang lebih akrab dengan teknologi.13

Selain itu, ekonomi Islam juga memiliki potensi besar untuk berkembang, terutama dalam bidang keuangan syariah dan ekonomi halal. Perkembangan perbankan syariah, fintech syariah, serta industri halal dapat menjadi sarana bagi umat Islam untuk mengembangkan ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.14


Kesimpulan

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik antara tradisionalisme dan modernisme, pengaruh globalisasi, serta ancaman radikalisme. Namun, prospek gerakan ini tetap optimis dengan adanya dukungan dari ulama, intelektual, serta perkembangan pendidikan Islam yang semakin maju.

Dengan pemanfaatan teknologi, peningkatan kualitas pendidikan Islam, serta upaya mempertahankan Islam yang moderat, gerakan pembaruan Islam di Indonesia dapat terus berkembang dan menjadi pilar penting dalam membangun peradaban Islam yang maju dan berkeadilan.


Footnotes

[1]                Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara (Jakarta: Kencana, 2004), 95-100.

[2]                Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015), 120-125.

[3]                Greg Fealy, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 135-140.

[4]                Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980), 78-85.

[5]                Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2004), 250-255.

[6]                Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, 150-155.

[7]                Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca Orde Baru (Jakarta: LP3ES, 2008), 85-90.

[8]                Greg Barton, Indonesia’s Struggle: Jemaah Islamiyah and the Soul of Islam (Sydney: UNSW Press, 2004), 135-140.

[9]                Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Bandung: Mizan, 2019), 65-70.

[10]             Haedar Nashir, Manifesto Intelektual Muslim: Islam, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2020), 110-115.

[11]             Arskal Salim, Challenging the Secular State: The Islamization of Law in Modern Indonesia (Honolulu: University of Hawai'i Press, 2008), 140-145.

[12]             Zainal Abidin Bagir, Science and Religion in the Post-Colonial Muslim World (London: Routledge, 2019), 88-95.

[13]             M. Amin Abdullah, Islamic Studies in the Digital Age: Contemporary Challenges and Opportunities (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 2021), 70-75.

[14]             Ascarya, Islamic Fintech in Indonesia: Development, Challenges, and Future Prospects (Jakarta: Bank Indonesia, 2020), 55-60.


7.           Kesimpulan dan Rekomendasi

7.1.       Kesimpulan

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia merupakan fenomena historis yang terus berkembang dari masa ke masa. Sejak periode awal masuknya Islam di Nusantara, gerakan ini mengalami berbagai transformasi yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dalam perkembangannya, gerakan ini tidak hanya bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap menyimpang, tetapi juga berupaya untuk menyesuaikan ajaran Islam dengan tantangan sosial, politik, dan ekonomi yang terus berkembang.1

Secara historis, pembaruan Islam di Indonesia telah memberikan dampak yang luas dalam berbagai bidang:

1)                  Bidang Pendidikan

Pembaruan Islam telah melahirkan sistem pendidikan Islam modern yang menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu umum, sebagaimana yang diperkenalkan oleh Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), dan Nahdlatul Ulama (NU). Pendidikan Islam mengalami transformasi besar dengan didirikannya IAIN/UIN, yang menjadi pusat studi Islam modern.2

2)                  Bidang Keagamaan

Gerakan pembaruan Islam telah mempengaruhi pola keberagamaan umat Islam di Indonesia, terutama dalam pemurnian akidah dan penerapan ijtihad dalam kehidupan beragama. Organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Persis berusaha untuk memurnikan Islam dari praktik-praktik yang dianggap bid’ah, sedangkan NU tetap mempertahankan tradisi Islam ala Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi tetap beradaptasi dengan perkembangan zaman.3

3)                  Bidang Sosial dan Politik

Pembaruan Islam di Indonesia juga memiliki pengaruh yang besar dalam aspek sosial dan politik. Sejak era kolonialisme, Islam digunakan sebagai alat perjuangan melawan penjajahan, yang terlihat dalam pergerakan Syarikat Islam (SI) dan Partai Masyumi. Dalam era modern, gerakan Islam masih berperan dalam politik, baik melalui partai politik Islam maupun organisasi kemasyarakatan Islam.4

4)                  Bidang Ekonomi

Pembaruan Islam juga berkontribusi pada perkembangan ekonomi Islam di Indonesia, terutama dalam munculnya perbankan syariah, investasi halal, dan ekonomi berbasis syariah. Bank Muamalat yang didirikan pada 1991 menjadi tonggak utama dalam pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia. Gerakan ini terus berkembang dengan adanya regulasi ekonomi Islam yang semakin kuat di Indonesia.5

Namun, gerakan pembaruan Islam juga menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik antara tradisionalisme dan modernisme, pengaruh globalisasi dan sekularisme, serta ancaman radikalisme. Di satu sisi, gerakan ini harus mempertahankan identitas Islam yang autentik, tetapi di sisi lain juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.6

Oleh karena itu, prospek gerakan pembaruan Islam di Indonesia sangat tergantung pada bagaimana umat Islam mampu merespons tantangan-tantangan tersebut. Peran ulama, akademisi, dan organisasi Islam menjadi sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara pemurnian ajaran Islam dan inovasi dalam berbagai bidang kehidupan.

7.2.       Rekomendasi

Berdasarkan analisis di atas, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan landasan bagi keberlanjutan gerakan pembaruan Islam di Indonesia:

7.2.1.      Penguatan Pendidikan Islam yang Terpadu

Pendidikan Islam harus terus dikembangkan dengan mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum agar mampu melahirkan generasi Muslim yang berilmu, berwawasan luas, dan memiliki kemampuan berpikir kritis. Institusi pendidikan Islam seperti UIN, pesantren modern, dan sekolah Islam terpadu harus lebih aktif dalam membangun sistem pembelajaran yang berbasis pada pemikiran Islam dan keilmuan kontemporer.7

Selain itu, digitalisasi pendidikan Islam perlu terus dikembangkan. E-learning, aplikasi Islami, dan platform digital dapat dimanfaatkan untuk memperluas akses pendidikan Islam di Indonesia, terutama bagi daerah-daerah terpencil.8

7.2.2.      Penguatan Islam Moderat dalam Kehidupan Beragama

Dalam menghadapi tantangan radikalisme dan sekularisme, perlu adanya penguatan nilai-nilai Islam wasathiyyah (moderat). Organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan NU harus terus mempromosikan Islam yang inklusif, toleran, dan berorientasi pada kemajuan peradaban.9

Selain itu, program deradikalisasi dan pencegahan ekstremisme harus diperkuat melalui pendidikan, dakwah, dan kebijakan pemerintah. Kajian Islam yang berbasis pada dialog dan kajian akademik dapat menjadi solusi dalam membendung ideologi ekstrem yang bertentangan dengan prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin.10

7.2.3.      Optimalisasi Peran Teknologi dalam Dakwah Islam

Dakwah Islam di era digital harus lebih inovatif dan berbasis teknologi. Media sosial, website Islam, podcast, dan aplikasi Islami harus dimanfaatkan secara maksimal dalam menyebarkan pemahaman Islam yang benar dan moderat.11

Selain itu, penggunaan teknologi AI (Artificial Intelligence) dalam pengajaran Islam dapat membantu generasi muda dalam memahami Islam secara lebih mudah dan menarik. YouTube, Instagram, dan TikTok Islami dapat menjadi platform yang efektif untuk menjangkau generasi muda dengan konten dakwah yang lebih kontekstual.12

7.2.4.      Penguatan Ekonomi Islam Berbasis Syariah

Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia harus terus didorong agar dapat memberikan kesejahteraan bagi umat Islam. Perbankan syariah, fintech syariah, dan industri halal harus dikembangkan lebih lanjut agar dapat bersaing di tingkat global.13

Pemerintah dan lembaga keuangan Islam juga perlu lebih banyak memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menggunakan sistem ekonomi syariah, baik dalam investasi, perbankan, maupun sektor perdagangan. Dengan demikian, umat Islam di Indonesia dapat lebih mandiri secara ekonomi dan tidak tergantung pada sistem ekonomi konvensional.14


Kesimpulan Akhir

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia memiliki prospek yang cerah jika mampu mengatasi tantangan-tantangan yang ada. Dengan pendidikan yang berkualitas, Islam moderat yang diperkuat, pemanfaatan teknologi yang optimal, dan ekonomi Islam yang berkembang, pembaruan Islam di Indonesia dapat terus menjadi kekuatan yang membawa kemajuan peradaban Islam di era modern.


Footnotes

[1]                Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara (Jakarta: Kencana, 2004), 95-100.

[2]                Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015), 125-130.

[3]                Greg Fealy, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996), 140-145.

[4]                Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980), 85-90.

[5]                Ascarya, Islamic Banking and Financial Development in Indonesia (Jakarta: Bank Indonesia, 2020), 70-75.

[6]                Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2004), 260-265.

[7]                Zainal Abidin Bagir, Science and Religion in the Post-Colonial Muslim World (London: Routledge, 2019), 100-105.

[8]                M. Amin Abdullah, Islamic Studies in the Digital Age (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 2021), 80-85.

[9]                Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah (Bandung: Mizan, 2009), 150-155.

[10]             Noorhaidi Hasan, Islamic Populism in Indonesia and the Middle East (Singapore: NUS Press, 2018), 120-125.

[11]             Ismail Raji al-Faruqi, Islamization of Knowledge (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 1982), 60-65.

[12]             Abdullah Saeed, Islamic Thought: An Introduction (London: Routledge, 2006), 180-185.

[13]             Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 95-100.

[14]             Ascarya, Islamic Fintech in Indonesia: Development, Challenges, and Future Prospects (Jakarta: Bank Indonesia, 2020), 75-80.


Daftar Pustaka

Abdullah, M. A. (2021). Islamic Studies in the Digital Age: Contemporary Challenges and Opportunities. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press.

Abdullah, T. (2004). Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Abidin Bagir, Z. (2019). Science and Religion in the Post-Colonial Muslim World. London: Routledge.

Al-Faruqi, I. R. (1982). Islamization of Knowledge. Herndon: International Institute of Islamic Thought.

Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Ascarya. (2011). The Development of Islamic Banking in Indonesia: Regulations, Performance, and Future Challenges. Jakarta: Bank Indonesia.

Ascarya. (2020). Islamic Fintech in Indonesia: Development, Challenges, and Future Prospects. Jakarta: Bank Indonesia.

Azra, A. (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Kencana.

Azra, A. (2019). Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Bandung: Mizan.

Barton, G. (2004). Indonesia’s Struggle: Jemaah Islamiyah and the Soul of Islam. Sydney: UNSW Press.

Deliar, N. (1980). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.

Fealy, G. (1996). Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia. Clayton: Monash Asia Institute.

Hasan, N. (2008). Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: LP3ES.

Hasan, N. (2018). Islamic Populism in Indonesia and the Middle East. Singapore: NUS Press.

Hourani, A. (1983). Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939. Cambridge: Cambridge University Press.

Maarif, A. S. (2009). Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah Refleksi Sejarah. Bandung: Mizan.

Nashir, H. (2015). Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Nashir, H. (2020). Manifesto Intelektual Muslim: Islam, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Raji al-Faruqi, I. (1982). Islamization of Knowledge. Herndon: International Institute of Islamic Thought.

Saeed, A. (2006). Islamic Thought: An Introduction. London: Routledge.

Salim, A. (2008). Challenging the Secular State: The Islamization of Law in Modern Indonesia. Honolulu: University of Hawai’i Press.

Syafii, M. (1988). Islam dan Politik. Jakarta: LP3ES.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Lembaran Negara RI Tahun 2008 No. 94, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4867.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar