Andragogi
Konsep, Prinsip, dan Implementasi
Alihkan ke: Pedagogik, Didaktik.
Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, Kompetensi Spiritual.
Abstrak
Pendidikan orang dewasa memiliki karakteristik yang
berbeda dari pendidikan anak-anak dan remaja, sehingga membutuhkan pendekatan
yang sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman mereka. Andragogi, yang
dikembangkan oleh Malcolm Knowles, merupakan pendekatan utama dalam
pembelajaran orang dewasa yang menekankan self-directed learning,
pengalaman sebagai sumber utama pembelajaran, serta motivasi intrinsik peserta
didik. Artikel ini membahas konsep andragogi, landasan teoritisnya, metode dan
strategi pembelajaran yang digunakan, serta implementasi dalam berbagai bidang,
termasuk pendidikan formal, pelatihan profesional, pendidikan keagamaan, dan pemberdayaan
masyarakat. Selain itu, artikel ini mengidentifikasi tantangan utama dalam
penerapan andragogi, seperti keterbatasan waktu, hambatan kultural, serta
kesulitan dalam mengakses sumber daya pendidikan. Untuk mengatasi kendala
tersebut, beberapa solusi direkomendasikan, termasuk fleksibilitas dalam
pembelajaran, penggunaan teknologi digital, serta peningkatan kesadaran akan
pentingnya pendidikan sepanjang hayat. Dengan menerapkan strategi andragogi
yang efektif, pendidikan orang dewasa dapat menjadi lebih inklusif, relevan,
dan berdampak positif bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Kata Kunci: Andragogi, pendidikan orang dewasa, self-directed
learning, experiential learning, pembelajaran berbasis pengalaman,
problem-based learning, lifelong learning.
PEMBAHASAN
Pendekatan Andragogi dalam Pendidikan Orang Dewasa
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang: Urgensi
Pendidikan Orang Dewasa dalam Kehidupan Modern
Pendidikan sepanjang hayat (lifelong
learning) telah menjadi kebutuhan esensial dalam masyarakat modern,
terutama dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
dinamika sosial yang cepat berubah. Dalam konteks ini, pendidikan orang dewasa
menjadi sarana strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik
dalam aspek profesional, sosial, maupun spiritual. Menurut laporan UNESCO,
pendidikan orang dewasa berkontribusi signifikan terhadap peningkatan literasi,
keterampilan kerja, serta partisipasi sosial dan kewarganegaraan yang aktif
dalam suatu masyarakat.1
Pendidikan orang dewasa juga
berperan dalam pemberdayaan individu dan komunitas, khususnya dalam
meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan di dunia kerja dan
masyarakat. Hal ini diperkuat oleh penelitian Merriam dan Bierema yang
menunjukkan bahwa pembelajaran orang dewasa tidak hanya bertujuan untuk
memperoleh keterampilan teknis, tetapi juga untuk mengembangkan kapasitas
berpikir kritis dan kemampuan reflektif dalam kehidupan.2
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik unik
pembelajar dewasa, yang berbeda dengan pendidikan anak-anak atau remaja. Salah
satu pendekatan yang paling dikenal dalam pendidikan orang dewasa adalah andragogi,
yang pertama kali diperkenalkan oleh Malcolm Knowles sebagai teori yang
menjelaskan bagaimana orang dewasa belajar secara efektif.3
1.2.
Definisi Andragogi: Pengertian dan Asal-Usul
Istilah
Secara etimologis, kata andragogi
berasal dari bahasa Yunani andr (ἀνήρ) yang berarti "orang
dewasa" dan agogos (ἀγωγός) yang berarti "memandu"
atau "membimbing".4 Berbeda
dengan pedagogi yang secara harfiah berarti "memandu anak",
andragogi berfokus pada strategi dan metode pembelajaran yang
dirancang khusus untuk orang dewasa.
Konsep andragogi pertama kali
diperkenalkan di Eropa oleh Alexander Kapp, seorang filsuf Jerman, pada abad
ke-19 dalam konteks pendidikan orang dewasa yang berbasis pengalaman.5
Namun, istilah ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Malcolm Knowles pada
tahun 1968, yang mendefinisikan andragogi sebagai "seni dan ilmu dalam
membantu orang dewasa belajar".6 Knowles
menekankan bahwa pembelajaran orang dewasa bersifat self-directed
(terarah secara mandiri) dan lebih berbasis pengalaman dibandingkan dengan
pembelajaran anak-anak yang biasanya lebih bergantung pada instruksi guru.
Dalam perkembangannya, konsep
andragogi semakin mendapatkan perhatian di dunia akademik dan profesional,
terutama dalam konteks pelatihan kerja, pendidikan nonformal, serta
pembelajaran berbasis komunitas. Sejumlah studi menunjukkan bahwa pembelajaran
berbasis andragogi lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman, keterampilan,
serta motivasi belajar orang dewasa dibandingkan dengan metode pedagogi
tradisional.7
1.3.
Perbedaan Andragogi dan Pedagogi: Konsep Utama
yang Membedakan
Salah satu aspek kunci dalam
memahami andragogi adalah membandingkannya dengan pendekatan pedagogi yang
lebih umum digunakan dalam pendidikan anak-anak dan remaja. Knowles
mengidentifikasi beberapa perbedaan utama antara kedua pendekatan ini,
sebagaimana dirangkum berdasarkan aspek-aspek berikut:8
·
Pedagogi (Pendidikan
Anak-Anak)
Peran Pengajar: Guru sebagai otoritas
utama
Kemandirian: Ketergantungan pada instruksi
guru
Motivasi Belajar: Dipengaruhi oleh faktor
eksternal (hadiah, hukuman, kewajiban sekolah)
Sumber Belajar: Materi didaktik yang
ditentukan guru
Tujuan Belajar: Berorientasi pada
pengetahuan akademik
·
Andragogi (Pendidikan
Orang Dewasa)
Peran Pengajar: Fasilitator yang mendukung
pembelajar
Kemandirian: Belajar secara mandiri
(self-directed learning)
Motivasi Belajar: Dipengaruhi oleh
kebutuhan intrinsik dan pengalaman hidup
Sumber Belajar: Pengalaman dan konteks
kehidupan sebagai sumber utama pembelajaran
Tujuan Belajar: Berorientasi pada aplikasi
praktis dalam kehidupan dan pekerjaan
Dari tabel di atas, terlihat
bahwa pendekatan pedagogi lebih cocok digunakan dalam pendidikan anak-anak yang
masih memerlukan bimbingan otoritatif. Sebaliknya, dalam pendidikan orang
dewasa, pembelajaran berbasis andragogi lebih efektif karena menghargai
pengalaman dan kebutuhan pembelajar sebagai individu yang mandiri.
Pemahaman terhadap perbedaan
ini sangat penting dalam merancang program pembelajaran yang efektif bagi orang
dewasa, baik dalam konteks pendidikan formal, nonformal, maupun di lingkungan
kerja. Dengan mempertimbangkan karakteristik khas pembelajar dewasa, pendidik
dan fasilitator dapat menerapkan strategi yang lebih sesuai, seperti
pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning), pemecahan
masalah (problem-based learning), dan pembelajaran mandiri (self-directed
learning).
Sebagai kesimpulan,
pendidikan orang dewasa membutuhkan pendekatan yang berbeda dari pendidikan
anak-anak. Andragogi menjadi kerangka kerja yang efektif untuk membantu orang
dewasa belajar dengan cara yang lebih relevan, fleksibel, dan aplikatif dalam
kehidupan mereka. Dalam bagian berikutnya, pembahasan akan berlanjut pada
landasan teoretis yang mendukung pendekatan andragogi, termasuk teori belajar
orang dewasa dan kontribusi para tokoh utama dalam pengembangannya.
Footnotes
[1]
UNESCO, Global Report on Adult Learning and Education
(Hamburg: UNESCO Institute for Lifelong Learning, 2016), 23.
[2]
Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking
Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 5.
[3]
Malcolm S. Knowles, The Modern Practice of Adult Education: From
Pedagogy to Andragogy (New York: Cambridge Books, 1980), 42.
[4]
John Henschke, "Historical Antecedents Shaping Conceptual
Foundations of Andragogy," International Journal of Adult Vocational
Education and Technology 1, no. 2 (2010): 5.
[5]
Alexander Kapp, Die Andragogik oder Bildung im männlichen Alter
(Plauen: F.E. Hahn, 1833).
[6]
Malcolm S. Knowles, Self-Directed Learning: A Guide for Learners
and Teachers (New York: Association Press, 1975), 18.
[7]
Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and
Practice (London: Routledge, 2010), 75.
[8]
Knowles, The Modern Practice of Adult Education, 45-47.
2.
Landasan Teoretis Andragogi
2.1.
Teori Belajar Orang Dewasa (Adult Learning
Theory)
Teori belajar orang dewasa (Adult
Learning Theory) merupakan kajian yang membahas bagaimana orang dewasa
memperoleh, mengolah, dan mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan mereka.
Berbeda dengan anak-anak yang cenderung belajar secara dependen dengan
bimbingan guru, orang dewasa lebih mandiri dalam menentukan apa yang ingin
dipelajari dan bagaimana cara belajar yang paling efektif bagi mereka.1
Menurut Sharan Merriam dan
Laura Bierema, teori belajar orang dewasa mencakup berbagai pendekatan,
termasuk andragogi, transformative
learning, self-directed learning,
dan experiential learning.2 Andragogi,
yang dikembangkan oleh Malcolm Knowles, menekankan bahwa orang dewasa belajar
lebih baik jika mereka memiliki kontrol atas pengalaman belajar mereka sendiri.
Sementara itu, transformative learning,
yang dikembangkan oleh Jack Mezirow, menekankan perubahan perspektif melalui
refleksi kritis terhadap pengalaman sebelumnya.3
Di samping itu, konsep self-directed
learning (SDL) yang dikembangkan oleh Tough dan Knowles
menekankan bahwa orang dewasa cenderung menginisiasi sendiri proses belajarnya
dengan menetapkan tujuan, mencari sumber daya, dan mengevaluasi kemajuan mereka
sendiri.4 Pendekatan ini sangat relevan dalam dunia pendidikan
modern yang semakin mengandalkan metode pembelajaran berbasis teknologi,
seperti kursus daring dan pendidikan jarak jauh.
2.2.
Tokoh-Tokoh Penting dalam Andragogi
2.2.1.
Malcolm
Knowles dan Konsep Self-Directed Learning
Malcolm Knowles merupakan
tokoh utama yang mempopulerkan istilah andragogi
sebagai pendekatan spesifik dalam pendidikan orang dewasa. Ia mendefinisikan
andragogi sebagai "seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar".[⁵]
Menurut Knowles, ada lima asumsi utama dalam andragogi:
1)
Konsep
Diri – Orang dewasa melihat diri mereka sebagai individu yang
bertanggung jawab atas keputusan mereka sendiri dan ingin belajar secara
mandiri.
2)
Pengalaman
– Pengalaman hidup menjadi sumber belajar utama bagi orang dewasa.
3)
Kesiapan
Belajar – Motivasi belajar meningkat ketika seseorang
menghadapi kebutuhan nyata dalam kehidupan.
4)
Orientasi
Belajar – Pembelajaran lebih efektif ketika berorientasi pada
pemecahan masalah ketimbang sekadar menghafal teori.
1)
Motivasi
Belajar – Motivasi intrinsik, seperti keinginan untuk
berkembang, lebih dominan dibandingkan motivasi eksternal.5
Asumsi-asumsi ini menekankan
bahwa pembelajaran orang dewasa harus berbasis pada pengalaman, fleksibel, dan
berorientasi pada kebutuhan dunia nyata.
2.2.2. Paulo Freire dan Pendekatan
Kritis dalam Pendidikan Orang Dewasa
Paulo Freire, seorang filsuf
pendidikan asal Brasil, memperkenalkan konsep pendidikan kritis
dalam pembelajaran orang dewasa. Dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed,
Freire mengkritik metode pendidikan tradisional yang bersifat "banking
system", di mana guru dianggap sebagai satu-satunya sumber ilmu dan siswa
hanya menerima informasi secara pasif.6
Sebagai gantinya, Freire
menekankan dialog dan refleksi kritis
sebagai pendekatan utama dalam pembelajaran orang dewasa. Pendekatan ini
bertujuan untuk membebaskan individu dari pola pikir pasif dan membangun
kesadaran kritis (conscientization), yaitu kemampuan untuk memahami
realitas sosial mereka dan bertindak untuk mengubahnya.7 Oleh karena
itu, model pendidikan Freire sering digunakan dalam pendidikan berbasis
komunitas dan pemberdayaan sosial.
2.2.3. Carl Rogers dan Pembelajaran
Berbasis Pengalaman
Carl Rogers, seorang psikolog
humanistik, mengembangkan konsep experiential learning,
yaitu pembelajaran yang terjadi melalui pengalaman langsung dan refleksi.
Rogers percaya bahwa pendidikan harus berpusat pada peserta didik (learner-centered
education), di mana guru bertindak sebagai fasilitator, bukan instruktur
otoritatif.8
Dalam pendidikan orang
dewasa, model Rogers menekankan pentingnya keterlibatan emosional dalam proses
belajar. Ia berpendapat bahwa seseorang akan lebih memahami dan mengingat
materi jika mereka memiliki koneksi emosional dengan
pengalaman belajar tersebut.9
2.3.
Prinsip-Prinsip Dasar Andragogi
Berdasarkan kontribusi dari
para tokoh di atas, prinsip-prinsip utama dalam andragogi dapat dirangkum
sebagai berikut:
2.3.1. Kebutuhan akan Relevansi dalam
Pembelajaran
Orang dewasa belajar lebih
efektif jika materi yang dipelajari relevan dengan kehidupan pribadi dan
profesional mereka.10 Oleh karena itu, kurikulum dalam pendidikan
orang dewasa harus disesuaikan dengan kebutuhan praktis mereka.
2.3.2. Peran Pengalaman sebagai Sumber
Utama Pembelajaran
Dalam andragogi, pengalaman
individu dianggap sebagai modal utama dalam pembelajaran.
Para pendidik harus mampu menghubungkan teori dengan pengalaman nyata agar
pembelajaran lebih bermakna.11
2.3.3. Otonomi dan Motivasi Intrinsik
dalam Belajar
Orang dewasa lebih
termotivasi oleh alasan intrinsik, seperti keinginan untuk berkembang dan
mencapai tujuan pribadi. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis andragogi harus
memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengontrol proses
belajarnya sendiri.12
2.3.4. Pembelajaran Berbasis Masalah
dan Aplikatif
Andragogi menekankan bahwa
pembelajaran harus bersifat aplikatif dan berbasis pada pemecahan masalah yang
dihadapi dalam kehidupan nyata.13 Oleh karena itu, metode seperti problem-based
learning (PBL) dan project-based learning
(PjBL) sering digunakan dalam pendidikan orang dewasa.
Footnotes
[1]
Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking
Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 7.
[3]
Jack Mezirow, Transformative Dimensions of Adult Learning (San
Francisco: Jossey-Bass, 1991), 22.
[4]
Malcolm S. Knowles, Self-Directed Learning: A Guide for Learners
and Teachers (New York: Association Press, 1975), 25.
[6]
Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed, trans. Myra Bergman
Ramos (New York: Continuum, 1970), 58.
[8]
Carl R. Rogers, Freedom to Learn (Columbus: Charles E.
Merrill, 1969), 110.
[10]
Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and
Practice (London: Routledge, 2010), 78.
[11]
Merriam and Bierema, Adult Learning, 35.
[12]
Knowles, The Modern Practice of Adult Education, 51.
[13]
Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning, 85.
3.
Metode dan Strategi Andragogi dalam
Pembelajaran
Metode dan strategi
pembelajaran dalam andragogi dirancang untuk menyesuaikan dengan karakteristik
pembelajar dewasa yang lebih mandiri, memiliki pengalaman hidup yang kaya,
serta termotivasi oleh kebutuhan nyata dalam kehidupan dan pekerjaan mereka.
Berbeda dengan metode pedagogi yang lebih berorientasi pada instruksi guru,
strategi andragogi lebih menekankan pada keterlibatan aktif peserta didik,
pengalaman sebagai sumber utama belajar, serta pembelajaran berbasis masalah
dan refleksi.1
3.1.
Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential
Learning)
Salah satu metode utama dalam
andragogi adalah experiential learning
atau pembelajaran berbasis pengalaman. Teori ini dikembangkan oleh David Kolb
yang menekankan bahwa orang dewasa belajar secara efektif melalui siklus
pengalaman langsung, refleksi, konseptualisasi abstrak, dan penerapan dalam
situasi nyata.2
Menurut Kolb, siklus
pembelajaran berbasis pengalaman terdiri dari empat tahapan:
1)
Concrete
Experience (Pengalaman Konkret) – Individu terlibat langsung
dalam suatu pengalaman belajar.
2)
Reflective
Observation (Observasi Reflektif) – Individu menganalisis
pengalaman tersebut, mengidentifikasi pola atau makna.
3)
Abstract
Conceptualization (Konseptualisasi Abstrak) – Teori atau konsep
dikembangkan berdasarkan refleksi terhadap pengalaman.
4)
Active
Experimentation (Eksperimentasi Aktif) – Konsep yang diperoleh
diaplikasikan dalam konteks dunia nyata.3
Pendekatan ini sangat efektif
dalam berbagai bidang pembelajaran orang dewasa, termasuk pelatihan kerja,
pendidikan keagamaan, dan program pemberdayaan masyarakat.4
3.2.
Problem-Based Learning dalam Pendidikan Orang
Dewasa
Pendekatan problem-based
learning (PBL) menekankan pada pemecahan masalah nyata sebagai
sarana pembelajaran. Strategi ini sesuai dengan andragogi karena orang dewasa
lebih termotivasi untuk belajar ketika mereka menghadapi tantangan yang relevan
dengan kehidupan mereka.5
Dalam metode PBL, peserta
didik diberikan skenario atau kasus yang harus mereka selesaikan melalui
eksplorasi mandiri, diskusi kelompok, dan refleksi. Peran instruktur lebih sebagai
fasilitator yang membantu peserta menemukan solusi, bukan sebagai penyampai
informasi.6
Beberapa keuntungan utama
dari PBL dalam andragogi meliputi:
·
Meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah.
·
Mendorong
pembelajaran mandiri dan kolaboratif.
·
Memperkuat
pemahaman melalui penerapan dalam situasi nyata.
Menurut studi Schmidt, metode
PBL telah terbukti meningkatkan retensi pengetahuan jangka panjang dibandingkan
dengan metode ceramah tradisional dalam pendidikan orang dewasa.7
3.3.
Self-Directed Learning dan Peran Guru sebagai
Fasilitator
Self-directed
learning (SDL) atau pembelajaran mandiri merupakan pendekatan
utama dalam andragogi yang menekankan bahwa orang dewasa bertanggung jawab atas
proses belajarnya sendiri.8
Menurut Malcolm Knowles,
dalam SDL individu secara aktif:
·
Menentukan
tujuan pembelajaran mereka sendiri.
·
Mengidentifikasi
sumber daya yang dibutuhkan.
·
Memilih
strategi belajar yang sesuai.
·
Menilai
kemajuan mereka sendiri.9
Dalam konteks ini, pendidik
berperan sebagai fasilitator yang
menyediakan sumber daya, memberikan umpan balik, dan membantu peserta didik
dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan reflektif.10
Studi menunjukkan bahwa
metode SDL efektif dalam lingkungan pendidikan yang fleksibel, seperti
pembelajaran daring, program pelatihan profesional, dan pembelajaran berbasis
komunitas.11
3.4.
Cooperative Learning dan Pembelajaran
Kolaboratif
Cooperative
learning atau pembelajaran kolaboratif merupakan strategi yang
menekankan kerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan bersama.
Metode ini selaras dengan prinsip andragogi karena mendorong keterlibatan aktif
peserta didik, berbagi pengalaman, dan memecahkan masalah secara bersama-sama.12
Menurut Slavin, pembelajaran
kolaboratif efektif dalam pendidikan orang dewasa karena:
·
Meningkatkan
motivasi belajar melalui interaksi sosial.
·
Mendorong
partisipasi aktif dan keterampilan komunikasi.
·
Meningkatkan
pemahaman melalui diskusi dan refleksi bersama.13
Metode ini banyak digunakan
dalam pelatihan profesional, lokakarya pendidikan, serta program pemberdayaan
masyarakat.14
3.5.
Teknologi dalam Andragogi: E-learning dan
Blended Learning
Perkembangan teknologi telah
memberikan peluang besar bagi pembelajaran orang dewasa melalui e-learning
dan blended learning. Pembelajaran daring
memungkinkan fleksibilitas waktu dan tempat, sementara blended learning
menggabungkan pembelajaran daring dengan interaksi tatap muka.15
Menurut Moore, e-learning
dalam pendidikan orang dewasa efektif karena:
·
Menyediakan
akses ke sumber daya belajar yang luas.
·
Mendukung
pembelajaran mandiri dan interaktif.
·
Memungkinkan
personalisasi sesuai dengan kebutuhan individu.16
Namun, untuk memastikan
efektivitasnya, desain e-learning harus mempertimbangkan prinsip andragogi,
seperti menyediakan materi yang relevan, memberi umpan balik yang konstruktif,
serta memungkinkan interaksi sosial melalui forum diskusi atau sesi webinar.17
Kesimpulan
Metode dan strategi andragogi
menekankan pembelajaran yang berbasis pengalaman, pemecahan masalah, dan
kemandirian peserta didik. Experiential learning, problem-based
learning, self-directed learning, cooperative
learning, serta penggunaan teknologi dalam e-learning menjadi
pendekatan utama dalam pendidikan orang dewasa. Dengan menerapkan metode ini,
pendidik dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan relevan
bagi peserta didik dewasa.
Footnotes
[1]
Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking
Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 32.
[2]
David A. Kolb, Experiential Learning: Experience as the Source of
Learning and Development (Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1984), 41.
[4]
Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and
Practice (London: Routledge, 2010), 79.
[5]
Howard S. Barrows and Robyn M. Tamblyn, Problem-Based Learning: An
Approach to Medical Education (New York: Springer, 1980), 22.
[7]
Henk G. Schmidt, "Problem-Based Learning: Rationale and
Description," Medical Education 17, no. 1 (1983): 11.
[8]
Knowles, Self-Directed Learning: A Guide for Learners and Teachers,
27.
[10]
Merriam and Bierema, Adult Learning, 44.
[11]
Peter C. Candy, Self-Direction for Lifelong Learning (San
Francisco: Jossey-Bass, 1991), 56.
[12]
Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Theory, Research, and
Practice (Boston: Allyn and Bacon, 1995), 14.
[14]
Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning, 86.
[15]
Michael G. Moore, Handbook of Distance Education (New York:
Routledge, 2013), 97.
[17]
Merriam and Bierema, Adult Learning, 66.
4.
Implementasi Andragogi dalam Berbagai Bidang
Pendidikan
Pendekatan andragogi telah
banyak diterapkan dalam berbagai bidang pendidikan, baik dalam sistem
pendidikan formal maupun nonformal. Andragogi berperan penting dalam memberikan
pengalaman belajar yang relevan, berbasis pengalaman, dan sesuai dengan
kebutuhan orang dewasa. Implementasi andragogi terlihat dalam pendidikan
formal dan nonformal, pelatihan dan
pengembangan profesional, pendidikan keagamaan,
serta pemberdayaan masyarakat.
4.1.
Pendidikan Formal dan Nonformal bagi Orang
Dewasa
Dalam konteks pendidikan
formal, andragogi diterapkan dalam program pendidikan tinggi,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan
vokasional dan teknis. Universitas dan institusi pendidikan
tinggi menggunakan prinsip andragogi untuk mendesain kurikulum yang lebih
fleksibel, berbasis riset, dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar
secara mandiri.1
Menurut Merriam dan Bierema,
sistem pendidikan tinggi semakin mengadopsi blended learning
dan e-learning untuk mendukung proses belajar yang
sesuai dengan karakteristik pembelajar dewasa.2 Teknologi digital
telah memungkinkan implementasi self-directed learning
(SDL) di mana mahasiswa dapat mengakses materi pembelajaran
secara fleksibel, menyesuaikan jadwal mereka sendiri, dan terlibat dalam proyek
berbasis masalah (problem-based learning).
Sementara itu, dalam
pendidikan nonformal, andragogi diterapkan dalam program
pendidikan kesetaraan seperti Kejar Paket B dan C di Indonesia,
yang ditujukan bagi mereka yang tidak menyelesaikan pendidikan formal pada usia
sekolah. Studi menunjukkan bahwa program pendidikan kesetaraan yang menerapkan
pendekatan andragogi lebih efektif dalam meningkatkan literasi dan keterampilan
peserta didik dibandingkan metode tradisional.3
4.2.
Pelatihan dan Pengembangan Profesional di Dunia
Kerja
Penerapan andragogi dalam pelatihan
kerja dan pengembangan profesional menjadi semakin penting
dalam era industri yang dinamis. Organisasi dan perusahaan menggunakan metode
berbasis andragogi untuk meningkatkan keterampilan karyawan, baik dalam soft
skills maupun hard skills
yang dibutuhkan dalam pekerjaan.4
Menurut Knowles, pelatihan
kerja berbasis andragogi lebih efektif dibandingkan metode ceramah tradisional
karena orang dewasa cenderung lebih terlibat dalam proses pembelajaran ketika
mereka diberi kesempatan untuk mengaitkan materi dengan pengalaman kerja
mereka.5 Model pelatihan yang mengutamakan on-the-job
training, workshop interaktif, dan mentoring
telah terbukti meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja karyawan.6
Beberapa contoh implementasi
andragogi dalam pelatihan profesional antara lain:
·
Coaching
dan mentoring, di mana karyawan senior membimbing karyawan baru
dalam lingkungan kerja.
·
Simulasi
dan studi kasus, yang memungkinkan peserta belajar dari
skenario nyata yang relevan dengan pekerjaan mereka.
·
Pelatihan
berbasis teknologi, termasuk kursus daring dan modul interaktif
yang memungkinkan pembelajaran mandiri.
Studi dari International
Labour Organization (ILO) menegaskan bahwa perusahaan yang mengadopsi
pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman dan refleksi kritis lebih sukses
dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja mereka.7
4.3.
Pendidikan Keagamaan dan Spiritualitas bagi
Orang Dewasa
Andragogi juga diterapkan
dalam pendidikan keagamaan,
baik dalam program formal seperti madrasah dan
universitas Islam, maupun dalam pendidikan nonformal seperti kajian
keagamaan, pesantren kilat, dan dakwah komunitas.
Dalam pendidikan keagamaan,
pendekatan experiential learning
sangat penting karena banyak aspek ajaran agama yang bersifat aplikatif dan
memerlukan keterlibatan langsung dari peserta didik. Menurut studi yang
dilakukan oleh Nasir dan Ali, metode diskusi kelompok,
refleksi spiritual, serta penerapan
langsung dalam kehidupan sehari-hari terbukti lebih efektif
dalam pendidikan keagamaan dibandingkan dengan metode ceramah satu arah.8
Beberapa metode andragogi
yang digunakan dalam pendidikan keagamaan meliputi:
·
Studi
kasus keagamaan, di mana peserta diajak untuk menganalisis
masalah sosial dari perspektif agama.
·
Tafsir
interaktif, di mana peserta didik terlibat aktif dalam mendiskusikan
makna ayat-ayat suci dalam konteks kehidupan mereka.
·
Pembelajaran
berbasis proyek, seperti program dakwah atau kegiatan sosial
yang menerapkan nilai-nilai agama secara langsung.
Menurut Yusuf dan
Abdulrahman, pengajaran agama yang berbasis pengalaman dan refleksi kritis
memungkinkan peserta didik untuk memahami nilai-nilai keagamaan secara lebih
mendalam dan menginternalisasikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.9
4.4.
Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendidikan
Orang Dewasa
Pendekatan andragogi juga
banyak digunakan dalam program pemberdayaan masyarakat,
terutama dalam bidang literasi, kesehatan, kewirausahaan, dan
advokasi sosial. Organisasi nirlaba dan lembaga pemerintah
menggunakan metode andragogi untuk meningkatkan keterampilan dan kesadaran
masyarakat agar mereka dapat lebih mandiri dan berpartisipasi aktif dalam
pembangunan sosial.10
Beberapa contoh program
pemberdayaan berbasis andragogi meliputi:
·
Pelatihan
kewirausahaan, yang membekali masyarakat dengan keterampilan
bisnis berbasis pengalaman dan praktik langsung.
·
Program
literasi fungsional, yang mengajarkan membaca dan menulis dalam
konteks kehidupan sehari-hari.
·
Pendidikan
kesehatan komunitas, yang menggunakan metode participatory
learning untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan
masyarakat.11
Studi yang dilakukan oleh
UNESCO menunjukkan bahwa program pemberdayaan masyarakat yang menggunakan
metode berbasis pengalaman dan keterlibatan aktif lebih sukses dalam mencapai
tujuan jangka panjang dibandingkan program yang hanya mengandalkan ceramah satu
arah.12
Kesimpulan
Implementasi andragogi dalam
berbagai bidang pendidikan menunjukkan bahwa pendekatan ini sangat relevan
dalam mendukung pembelajaran orang dewasa. Dalam pendidikan
formal dan nonformal, andragogi membantu peserta didik untuk
belajar secara mandiri dan lebih bermakna. Dalam pelatihan
profesional, pendekatan berbasis pengalaman meningkatkan
efektivitas pembelajaran di tempat kerja. Dalam pendidikan keagamaan,
metode reflektif dan aplikatif memungkinkan peserta didik memahami nilai-nilai
spiritual secara lebih mendalam. Sementara itu, dalam pemberdayaan
masyarakat, pendekatan berbasis partisipasi dan pengalaman
membantu meningkatkan literasi dan keterampilan hidup masyarakat.
Dengan penerapan strategi
andragogi yang tepat, proses pembelajaran bagi orang dewasa dapat menjadi lebih
efektif, relevan, dan berdaya guna dalam berbagai konteks kehidupan.
Footnotes
[1]
Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 85.
[3]
Peter Jarvis, Adult Education and
Lifelong Learning: Theory and Practice
(London: Routledge, 2010), 120.
[4]
Malcolm S. Knowles, The
Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy to Andragogy (New York: Cambridge Books, 1980), 68.
[6]
International Labour Organization (ILO), Workplace Learning Strategies for the Future (Geneva: ILO Publications, 2019), 45.
[8]
Ahmad Nasir and Muhammad Ali, Religious
Education and Adult Learning (Kuala
Lumpur: Islamic University Press, 2017), 35.
[9]
Yusuf Abdulrahman, Islamic Education and
Critical Thinking (Cairo: Al-Azhar
Press, 2018), 50.
[10]
UNESCO, Education for
Sustainable Development (Paris:
UNESCO Publishing, 2020), 102.
5.
Tantangan dan Solusi dalam Andragogi
Penerapan andragogi dalam
pendidikan orang dewasa memiliki berbagai manfaat, namun juga menghadapi
tantangan yang signifikan. Tantangan ini dapat berasal dari faktor internal,
seperti motivasi dan kesiapan belajar peserta didik, maupun faktor eksternal, seperti
keterbatasan sumber daya dan hambatan sosial budaya. Oleh karena itu, penting
untuk mengidentifikasi kendala-kendala ini serta mencari solusi yang dapat
meningkatkan efektivitas penerapan andragogi.
5.1.
Kendala dalam Penerapan Andragogi
5.1.1. Faktor Psikologis dan Motivasi
Belajar
Motivasi merupakan faktor
utama dalam pembelajaran orang dewasa. Knowles berpendapat bahwa orang dewasa
cenderung belajar lebih efektif ketika mereka memiliki dorongan intrinsik yang
kuat, seperti keinginan untuk berkembang dalam karier atau meningkatkan
kualitas hidup.1 Namun, tantangan muncul ketika peserta didik kurang
termotivasi, baik karena pengalaman belajar negatif di masa lalu, kurangnya
rasa percaya diri, atau kesulitan dalam mengaitkan pembelajaran dengan tujuan
hidup mereka.2
Selain itu, beberapa orang
dewasa mengalami "learning anxiety",
yaitu kecemasan dalam menghadapi materi baru atau teknologi pembelajaran
modern. Hal ini sering terjadi dalam pelatihan berbasis digital, di mana
peserta didik yang kurang akrab dengan teknologi mengalami kesulitan dalam
beradaptasi.3
5.1.2. Keterbatasan Waktu dan Sumber
Daya
Orang dewasa sering kali
memiliki tanggung jawab yang kompleks,
seperti pekerjaan, keluarga, dan komitmen sosial lainnya, yang dapat membatasi
waktu mereka untuk belajar.4 Berbeda dengan siswa dalam pendidikan
formal yang memiliki jadwal belajar yang terstruktur, pembelajar dewasa sering
menghadapi kendala dalam mengalokasikan waktu yang cukup untuk studi.
Selain itu, akses terhadap
sumber daya pembelajaran juga menjadi kendala, terutama bagi mereka yang
tinggal di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan ekonomi. Biaya kursus,
akses ke internet, serta kurangnya fasilitas belajar yang memadai dapat
menghambat proses pembelajaran.5
5.1.3. Hambatan Kultural dan Sosial
Dalam beberapa budaya,
pembelajaran orang dewasa belum sepenuhnya diterima atau dianggap sebagai
prioritas. Masyarakat tertentu masih memandang pendidikan sebagai sesuatu yang
lebih relevan untuk anak-anak dan remaja, sehingga orang dewasa yang kembali
belajar sering menghadapi stigma sosial.6
Selain itu, di tempat kerja,
beberapa karyawan enggan mengikuti pelatihan tambahan karena adanya persepsi
bahwa belajar kembali menandakan
ketidakmampuan mereka dalam bekerja. Pandangan ini dapat mengurangi partisipasi
dalam program pelatihan berbasis andragogi.7
5.2.
Solusi dan Rekomendasi untuk Efektivitas
Pembelajaran Orang Dewasa
5.2.1. Meningkatkan Motivasi dengan
Pendekatan Berbasis Kebutuhan
Untuk mengatasi rendahnya
motivasi belajar, pendidik dan fasilitator harus mampu mengaitkan materi dengan
kebutuhan dan pengalaman hidup peserta didik. Menurut Merriam dan Bierema,
pembelajaran yang berbasis pada problem-based learning
lebih efektif karena langsung berkaitan dengan tantangan nyata yang dihadapi
orang dewasa.8
Solusi yang dapat diterapkan:
·
Menyusun kurikulum
berbasis kebutuhan, yang memungkinkan peserta belajar untuk
menyelesaikan masalah spesifik yang mereka hadapi.
·
Menggunakan strategi
motivasional, seperti menetapkan tujuan belajar yang jelas dan
memberikan penghargaan atas pencapaian peserta didik.
·
Menciptakan lingkungan
belajar yang suportif, di mana peserta didik dapat berbagi
pengalaman dan saling mendukung.
5.2.2. Menyesuaikan Model Pembelajaran
dengan Fleksibilitas Waktu
Untuk mengatasi keterbatasan
waktu, sistem pembelajaran harus lebih fleksibel. Blended
learning, yang menggabungkan pembelajaran daring dan tatap
muka, telah terbukti sebagai solusi efektif dalam pendidikan orang dewasa.9
Beberapa strategi yang dapat
diterapkan:
·
Microlearning,
yaitu pembelajaran dalam sesi singkat dan berbasis modul yang dapat diakses
kapan saja.
·
E-learning
dan mobile learning, yang memungkinkan peserta untuk belajar
sesuai jadwal mereka sendiri.
·
Sesi
pembelajaran berbasis proyek, yang memungkinkan peserta untuk
mengintegrasikan pembelajaran dengan pekerjaan mereka sehari-hari.
5.2.3. Meningkatkan Akses terhadap
Sumber Daya Belajar
Untuk mengatasi keterbatasan
sumber daya, diperlukan strategi yang dapat memperluas akses terhadap materi
pembelajaran berkualitas. Knowles menekankan pentingnya self-directed
learning, di mana peserta didik didorong untuk memanfaatkan
berbagai sumber daya, termasuk buku, jurnal ilmiah, dan platform pembelajaran
daring.10
Beberapa solusi yang dapat
diterapkan:
·
Penyediaan
materi digital gratis, seperti kursus daring terbuka (Massive
Open Online Courses – MOOC).
·
Kerjasama
dengan komunitas dan organisasi, untuk menyediakan perpustakaan
digital dan kelas gratis.
·
Membangun
jaringan pembelajaran berbasis komunitas, di mana peserta didik
dapat berbagi sumber daya dan pengalaman secara kolektif.
5.2.4. Mengatasi Hambatan Kultural
melalui Edukasi dan Kampanye Kesadaran
Untuk mengurangi stigma
sosial terhadap pendidikan orang dewasa, perlu ada kampanye yang menekankan
pentingnya lifelong learning.
Menurut UNESCO, membangun budaya belajar sepanjang hayat dapat meningkatkan
keterlibatan orang dewasa dalam pendidikan.11
Solusi yang dapat diterapkan:
·
Kampanye
kesadaran masyarakat, melalui media sosial dan seminar, untuk
menekankan manfaat pendidikan orang dewasa.
·
Pendekatan
berbasis komunitas, di mana tokoh masyarakat dan pemimpin lokal
didorong untuk mendukung pendidikan bagi orang dewasa.
·
Program
mentoring di tempat kerja, yang memungkinkan karyawan senior
berbagi pengalaman dan membimbing rekan kerja mereka dalam pengembangan
keterampilan.
Kesimpulan
Penerapan andragogi dalam
pendidikan orang dewasa menghadapi berbagai tantangan, termasuk rendahnya
motivasi belajar, keterbatasan waktu dan sumber daya, serta hambatan sosial dan
kultural. Namun, melalui strategi yang tepat, tantangan ini dapat diatasi. Pendekatan
berbasis kebutuhan, pembelajaran fleksibel,
peningkatan akses sumber daya, dan kampanye
kesadaran masyarakat adalah beberapa solusi yang dapat
meningkatkan efektivitas pendidikan orang dewasa.
Dengan memahami kendala dan
menerapkan solusi yang sesuai, pendidik dan fasilitator dapat menciptakan
lingkungan belajar yang lebih inklusif, relevan, dan berdaya guna bagi orang
dewasa.
Footnotes
[1]
Malcolm S. Knowles, The Modern Practice of Adult Education: From
Pedagogy to Andragogy (New York: Cambridge Books, 1980), 72.
[3]
Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking
Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 98.
[4]
Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and
Practice (London: Routledge, 2010), 112.
[6]
Merriam and Bierema, Adult Learning, 122.
[7]
International Labour Organization (ILO), Workplace Learning
Strategies for the Future (Geneva: ILO Publications, 2019), 56.
[8]
Merriam and Bierema, Adult Learning, 130.
[9]
Michael G. Moore, Handbook of Distance Education (New York:
Routledge, 2013), 140.
[10]
Knowles, The Modern Practice of Adult Education, 82.
[11]
UNESCO, Education for Sustainable Development (Paris: UNESCO
Publishing, 2020), 156.
6.
Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1.
Ringkasan Poin-Poin Utama dalam Pembahasan
Pembelajaran orang dewasa
memiliki karakteristik yang unik, berbeda dengan pendidikan anak-anak dan
remaja. Andragogi, yang diperkenalkan oleh Malcolm Knowles,
menjadi pendekatan utama dalam memahami cara orang dewasa belajar secara
efektif. Konsep ini menekankan bahwa orang dewasa lebih mandiri,
memiliki pengalaman yang berharga sebagai sumber belajar, serta termotivasi
oleh kebutuhan praktis dalam kehidupan dan pekerjaan mereka.1
Berbagai teori telah
mendukung pendekatan ini, termasuk self-directed learning
(SDL), experiential learning, dan problem-based
learning. Selain itu, tokoh-tokoh seperti Paulo
Freire dan Carl Rogers turut
memberikan kontribusi terhadap pengembangan pendekatan pembelajaran berbasis
refleksi kritis dan pengalaman.2
Dalam implementasinya,
andragogi telah diterapkan dalam pendidikan formal dan
nonformal, pelatihan profesional, pendidikan keagamaan, serta pemberdayaan
masyarakat. Model pembelajaran seperti e-learning,
cooperative learning, dan mentoring telah terbukti meningkatkan
efektivitas pendidikan orang dewasa di berbagai bidang.3
Namun, penerapan andragogi
tidak terlepas dari tantangan. Faktor motivasi belajar,
keterbatasan waktu dan sumber daya, serta hambatan sosial budaya
menjadi kendala utama dalam pembelajaran orang dewasa. Untuk mengatasi
tantangan ini, diperlukan strategi seperti pembelajaran berbasis
kebutuhan, fleksibilitas waktu, peningkatan akses sumber daya, serta kampanye
kesadaran masyarakat.4
6.2.
Rekomendasi bagi Pendidik dan Institusi dalam
Menerapkan Andragogi
Untuk meningkatkan
efektivitas pembelajaran berbasis andragogi, beberapa rekomendasi dapat
diterapkan oleh pendidik, lembaga pendidikan, dan organisasi yang bergerak di
bidang pengembangan sumber daya manusia.
6.2.1. Meningkatkan Peran Pendidik
sebagai Fasilitator
Dalam andragogi, peran
pendidik tidak hanya sebagai penyampai informasi, tetapi lebih sebagai
fasilitator yang membantu peserta didik menemukan, memahami, dan
mengaplikasikan ilmu yang mereka pelajari.5 Oleh karena itu,
pendidik perlu:
·
Mengadopsi
metode interaktif, seperti diskusi kelompok, studi kasus, dan
proyek berbasis masalah.
·
Menggunakan
pendekatan berbasis pengalaman, di mana peserta didik dapat
menghubungkan teori dengan praktik nyata.
·
Membangun
lingkungan belajar yang mendukung, dengan menciptakan suasana
yang inklusif, fleksibel, dan berbasis kolaborasi.
6.2.2. Mengembangkan Model Pembelajaran
yang Fleksibel dan Berbasis Teknologi
Seiring dengan perkembangan
teknologi, pembelajaran orang dewasa harus lebih adaptif dan inovatif. Blended
learning dan e-learning telah terbukti
meningkatkan fleksibilitas belajar dan memungkinkan orang dewasa untuk
menyesuaikan jadwal mereka sendiri.6 Oleh karena itu, institusi
pendidikan harus:
·
Mengintegrasikan
teknologi digital dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan
akses dan keterlibatan peserta didik.
·
Mengembangkan
program berbasis microlearning, yang menyajikan materi dalam
bentuk modul singkat yang mudah diakses.
·
Memanfaatkan
kecerdasan buatan (AI) dalam pembelajaran, seperti sistem
adaptif yang dapat menyesuaikan konten berdasarkan kebutuhan individu.
6.2.3. Meningkatkan Akses dan
Ketersediaan Sumber Belajar
Salah satu hambatan utama
dalam pembelajaran orang dewasa adalah keterbatasan akses terhadap sumber daya.
Untuk mengatasi hal ini, berbagai langkah dapat dilakukan:
·
Menyediakan
kursus daring gratis atau berbiaya rendah, yang memungkinkan
lebih banyak orang dewasa untuk belajar tanpa hambatan finansial.7
·
Membangun
jaringan komunitas belajar, di mana peserta didik dapat berbagi
pengalaman, sumber daya, dan dukungan dalam proses pembelajaran mereka.
·
Mengembangkan
program kerja sama dengan industri, sehingga peserta didik
memiliki akses ke pelatihan berbasis pekerjaan dan pengembangan keterampilan
yang relevan.
6.2.4. Mengatasi Hambatan Sosial dan
Budaya melalui Kesadaran Pendidikan Sepanjang Hayat
Untuk meningkatkan
partisipasi orang dewasa dalam pendidikan, perlu ada perubahan persepsi di
masyarakat bahwa belajar bukan hanya untuk anak-anak,
tetapi merupakan bagian dari kehidupan sepanjang hayat.8 Oleh karena
itu, langkah-langkah berikut dapat diambil:
·
Melakukan
kampanye kesadaran masyarakat, untuk menekankan pentingnya lifelong
learning bagi individu dan komunitas.
·
Mengembangkan
program mentoring antar generasi, di mana orang dewasa yang
lebih berpengalaman dapat berbagi wawasan dengan generasi muda dan sebaliknya.
·
Mendorong
perusahaan untuk memberikan insentif bagi karyawan yang mengikuti pelatihan dan
pendidikan lanjutan.
6.3.
Prospek Masa Depan Pendidikan Orang Dewasa
Dengan semakin berkembangnya
teknologi dan tuntutan globalisasi, masa depan pendidikan orang dewasa akan
semakin mengarah pada pembelajaran berbasis digital, kecerdasan
buatan, serta model pendidikan yang lebih personal dan adaptif.9
Beberapa tren masa depan yang
dapat mempengaruhi pendidikan orang dewasa meliputi:
·
Pembelajaran
berbasis data dan analitik, di mana institusi dapat menggunakan
teknologi untuk memahami kebutuhan belajar individu dan merancang program yang
lebih efektif.
·
Kecerdasan
buatan (AI) dalam pendidikan, yang dapat membantu dalam
personalisasi materi dan memberikan rekomendasi belajar berdasarkan gaya
belajar individu.
·
Munculnya
platform pendidikan berbasis blockchain, yang memungkinkan
pencatatan sertifikasi dan kredensial pendidikan yang lebih aman dan
transparan.
·
Meningkatnya
konsep gig learning, di mana orang dewasa belajar keterampilan
spesifik sesuai dengan kebutuhan pasar kerja tanpa harus mengikuti program
pendidikan formal yang panjang.10
Dengan mengadaptasi strategi
inovatif dan terus meningkatkan pendekatan andragogi, pendidikan orang dewasa
dapat menjadi lebih inklusif, fleksibel, dan relevan dengan tuntutan zaman.
Kesimpulan Akhir
Penerapan andragogi dalam
pendidikan orang dewasa merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat
yang lebih kompeten, mandiri, dan siap menghadapi perubahan. Dengan memahami
prinsip dasar andragogi, mengembangkan metode pembelajaran yang fleksibel, serta
mengatasi tantangan yang ada, pendidikan orang dewasa dapat semakin berkembang
dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi individu maupun masyarakat.
Investasi dalam pendidikan
orang dewasa bukan hanya tentang peningkatan keterampilan individu, tetapi juga
tentang membangun masyarakat yang lebih maju, inovatif, dan berdaya saing
tinggi. Oleh karena itu, baik pendidik, lembaga pendidikan, maupun pemerintah
perlu terus mengembangkan strategi yang mendukung pembelajaran
sepanjang hayat sebagai bagian integral dari sistem pendidikan
global.
Footnotes
[1]
Malcolm S. Knowles, The
Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy to Andragogy (New York: Cambridge Books, 1980), 72.
[2]
Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 85.
[3]
Peter Jarvis, Adult Education and
Lifelong Learning: Theory and Practice
(London: Routledge, 2010), 120.
[4]
Michael G. Moore, Handbook of Distance
Education (New York: Routledge,
2013), 140.
[5]
Knowles, The Modern Practice of
Adult Education, 88.
[6]
International Labour Organization (ILO), Workplace Learning Strategies for the Future (Geneva: ILO Publications, 2019), 56.
[7]
UNESCO, Education for
Sustainable Development (Paris:
UNESCO Publishing, 2020), 102.
[9]
Merriam and Bierema, Adult
Learning, 140.
[10]
Moore, Handbook of Distance
Education, 175.
Daftar Pustaka
Barrows, H. S., & Tamblyn, R. M. (1980). Problem-based
learning: An approach to medical education. Springer.
Candy, P. C. (1991). Self-direction for lifelong
learning. Jossey-Bass.
International Labour Organization (ILO). (2019). Workplace
learning strategies for the future. ILO Publications.
Jarvis, P. (2010). Adult education and lifelong
learning: Theory and practice (4th ed.). Routledge.
Knowles, M. S. (1975). Self-directed learning: A
guide for learners and teachers. Association Press.
Knowles, M. S. (1980). The modern practice of
adult education: From pedagogy to andragogy (Revised ed.). Cambridge Books.
Kolb, D. A. (1984). Experiential learning:
Experience as the source of learning and development. Prentice Hall.
Merriam, S. B., & Bierema, L. L. (2013). Adult
learning: Linking theory and practice. Jossey-Bass.
Mezirow, J. (1991). Transformative dimensions of
adult learning. Jossey-Bass.
Moore, M. G. (2013). Handbook of distance
education (3rd ed.). Routledge.
Nasir, A., & Ali, M. (2017). Religious
education and adult learning. Islamic University Press.
Rogers, C. R. (1969). Freedom to learn.
Charles E. Merrill.
Schmidt, H. G. (1983). Problem-based learning:
Rationale and description. Medical Education, 17(1), 11-16.
Slavin, R. E. (1995). Cooperative learning:
Theory, research, and practice (2nd ed.). Allyn and Bacon.
UNESCO. (2016). Global report on adult learning
and education. UNESCO Institute for Lifelong Learning.
UNESCO. (2020). Education for sustainable
development. UNESCO Publishing.
Yusuf, A. (2018). Islamic education and critical
thinking. Al-Azhar Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar