Senin, 10 Maret 2025

Andragogi: Konsep, Prinsip, dan Implementasi

Andragogi

Konsep, Prinsip, dan Implementasi


Alihkan ke: Pedagogik, Didaktik.

Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, Kompetensi Spiritual.


Abstrak

Pendidikan orang dewasa memiliki karakteristik yang berbeda dari pendidikan anak-anak dan remaja, sehingga membutuhkan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan dan pengalaman mereka. Andragogi, yang dikembangkan oleh Malcolm Knowles, merupakan pendekatan utama dalam pembelajaran orang dewasa yang menekankan self-directed learning, pengalaman sebagai sumber utama pembelajaran, serta motivasi intrinsik peserta didik. Artikel ini membahas konsep andragogi, landasan teoritisnya, metode dan strategi pembelajaran yang digunakan, serta implementasi dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan formal, pelatihan profesional, pendidikan keagamaan, dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, artikel ini mengidentifikasi tantangan utama dalam penerapan andragogi, seperti keterbatasan waktu, hambatan kultural, serta kesulitan dalam mengakses sumber daya pendidikan. Untuk mengatasi kendala tersebut, beberapa solusi direkomendasikan, termasuk fleksibilitas dalam pembelajaran, penggunaan teknologi digital, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan sepanjang hayat. Dengan menerapkan strategi andragogi yang efektif, pendidikan orang dewasa dapat menjadi lebih inklusif, relevan, dan berdampak positif bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Kata Kunci: Andragogi, pendidikan orang dewasa, self-directed learning, experiential learning, pembelajaran berbasis pengalaman, problem-based learning, lifelong learning.


PEMBAHASAN

Pendekatan Andragogi dalam Pendidikan Orang Dewasa


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang: Urgensi Pendidikan Orang Dewasa dalam Kehidupan Modern

Pendidikan sepanjang hayat (lifelong learning) telah menjadi kebutuhan esensial dalam masyarakat modern, terutama dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan dinamika sosial yang cepat berubah. Dalam konteks ini, pendidikan orang dewasa menjadi sarana strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik dalam aspek profesional, sosial, maupun spiritual. Menurut laporan UNESCO, pendidikan orang dewasa berkontribusi signifikan terhadap peningkatan literasi, keterampilan kerja, serta partisipasi sosial dan kewarganegaraan yang aktif dalam suatu masyarakat.1

Pendidikan orang dewasa juga berperan dalam pemberdayaan individu dan komunitas, khususnya dalam meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan di dunia kerja dan masyarakat. Hal ini diperkuat oleh penelitian Merriam dan Bierema yang menunjukkan bahwa pembelajaran orang dewasa tidak hanya bertujuan untuk memperoleh keterampilan teknis, tetapi juga untuk mengembangkan kapasitas berpikir kritis dan kemampuan reflektif dalam kehidupan.2 Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik unik pembelajar dewasa, yang berbeda dengan pendidikan anak-anak atau remaja. Salah satu pendekatan yang paling dikenal dalam pendidikan orang dewasa adalah andragogi, yang pertama kali diperkenalkan oleh Malcolm Knowles sebagai teori yang menjelaskan bagaimana orang dewasa belajar secara efektif.3

1.2.       Definisi Andragogi: Pengertian dan Asal-Usul Istilah

Secara etimologis, kata andragogi berasal dari bahasa Yunani andr (ἀνήρ) yang berarti "orang dewasa" dan agogos (ἀγωγός) yang berarti "memandu" atau "membimbing".4 Berbeda dengan pedagogi yang secara harfiah berarti "memandu anak", andragogi berfokus pada strategi dan metode pembelajaran yang dirancang khusus untuk orang dewasa.

Konsep andragogi pertama kali diperkenalkan di Eropa oleh Alexander Kapp, seorang filsuf Jerman, pada abad ke-19 dalam konteks pendidikan orang dewasa yang berbasis pengalaman.5 Namun, istilah ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Malcolm Knowles pada tahun 1968, yang mendefinisikan andragogi sebagai "seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar".6 Knowles menekankan bahwa pembelajaran orang dewasa bersifat self-directed (terarah secara mandiri) dan lebih berbasis pengalaman dibandingkan dengan pembelajaran anak-anak yang biasanya lebih bergantung pada instruksi guru.

Dalam perkembangannya, konsep andragogi semakin mendapatkan perhatian di dunia akademik dan profesional, terutama dalam konteks pelatihan kerja, pendidikan nonformal, serta pembelajaran berbasis komunitas. Sejumlah studi menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis andragogi lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman, keterampilan, serta motivasi belajar orang dewasa dibandingkan dengan metode pedagogi tradisional.7

1.3.       Perbedaan Andragogi dan Pedagogi: Konsep Utama yang Membedakan

Salah satu aspek kunci dalam memahami andragogi adalah membandingkannya dengan pendekatan pedagogi yang lebih umum digunakan dalam pendidikan anak-anak dan remaja. Knowles mengidentifikasi beberapa perbedaan utama antara kedua pendekatan ini, sebagaimana dirangkum berdasarkan aspek-aspek berikut:8

·                     Pedagogi (Pendidikan Anak-Anak)

Peran Pengajar: Guru sebagai otoritas utama

Kemandirian: Ketergantungan pada instruksi guru

Motivasi Belajar: Dipengaruhi oleh faktor eksternal (hadiah, hukuman, kewajiban sekolah)

Sumber Belajar: Materi didaktik yang ditentukan guru

Tujuan Belajar: Berorientasi pada pengetahuan akademik

·                     Andragogi (Pendidikan Orang Dewasa)

Peran Pengajar: Fasilitator yang mendukung pembelajar

Kemandirian: Belajar secara mandiri (self-directed learning)

Motivasi Belajar: Dipengaruhi oleh kebutuhan intrinsik dan pengalaman hidup

Sumber Belajar: Pengalaman dan konteks kehidupan sebagai sumber utama pembelajaran

Tujuan Belajar: Berorientasi pada aplikasi praktis dalam kehidupan dan pekerjaan

Dari tabel di atas, terlihat bahwa pendekatan pedagogi lebih cocok digunakan dalam pendidikan anak-anak yang masih memerlukan bimbingan otoritatif. Sebaliknya, dalam pendidikan orang dewasa, pembelajaran berbasis andragogi lebih efektif karena menghargai pengalaman dan kebutuhan pembelajar sebagai individu yang mandiri.

Pemahaman terhadap perbedaan ini sangat penting dalam merancang program pembelajaran yang efektif bagi orang dewasa, baik dalam konteks pendidikan formal, nonformal, maupun di lingkungan kerja. Dengan mempertimbangkan karakteristik khas pembelajar dewasa, pendidik dan fasilitator dapat menerapkan strategi yang lebih sesuai, seperti pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning), pemecahan masalah (problem-based learning), dan pembelajaran mandiri (self-directed learning).

Sebagai kesimpulan, pendidikan orang dewasa membutuhkan pendekatan yang berbeda dari pendidikan anak-anak. Andragogi menjadi kerangka kerja yang efektif untuk membantu orang dewasa belajar dengan cara yang lebih relevan, fleksibel, dan aplikatif dalam kehidupan mereka. Dalam bagian berikutnya, pembahasan akan berlanjut pada landasan teoretis yang mendukung pendekatan andragogi, termasuk teori belajar orang dewasa dan kontribusi para tokoh utama dalam pengembangannya.


Footnotes

[1]                UNESCO, Global Report on Adult Learning and Education (Hamburg: UNESCO Institute for Lifelong Learning, 2016), 23.

[2]                Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 5.

[3]                Malcolm S. Knowles, The Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy to Andragogy (New York: Cambridge Books, 1980), 42.

[4]                John Henschke, "Historical Antecedents Shaping Conceptual Foundations of Andragogy," International Journal of Adult Vocational Education and Technology 1, no. 2 (2010): 5.

[5]                Alexander Kapp, Die Andragogik oder Bildung im männlichen Alter (Plauen: F.E. Hahn, 1833).

[6]                Malcolm S. Knowles, Self-Directed Learning: A Guide for Learners and Teachers (New York: Association Press, 1975), 18.

[7]                Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice (London: Routledge, 2010), 75.

[8]                Knowles, The Modern Practice of Adult Education, 45-47.


2.           Landasan Teoretis Andragogi

2.1.       Teori Belajar Orang Dewasa (Adult Learning Theory)

Teori belajar orang dewasa (Adult Learning Theory) merupakan kajian yang membahas bagaimana orang dewasa memperoleh, mengolah, dan mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan mereka. Berbeda dengan anak-anak yang cenderung belajar secara dependen dengan bimbingan guru, orang dewasa lebih mandiri dalam menentukan apa yang ingin dipelajari dan bagaimana cara belajar yang paling efektif bagi mereka.1

Menurut Sharan Merriam dan Laura Bierema, teori belajar orang dewasa mencakup berbagai pendekatan, termasuk andragogi, transformative learning, self-directed learning, dan experiential learning.2 Andragogi, yang dikembangkan oleh Malcolm Knowles, menekankan bahwa orang dewasa belajar lebih baik jika mereka memiliki kontrol atas pengalaman belajar mereka sendiri. Sementara itu, transformative learning, yang dikembangkan oleh Jack Mezirow, menekankan perubahan perspektif melalui refleksi kritis terhadap pengalaman sebelumnya.3

Di samping itu, konsep self-directed learning (SDL) yang dikembangkan oleh Tough dan Knowles menekankan bahwa orang dewasa cenderung menginisiasi sendiri proses belajarnya dengan menetapkan tujuan, mencari sumber daya, dan mengevaluasi kemajuan mereka sendiri.4 Pendekatan ini sangat relevan dalam dunia pendidikan modern yang semakin mengandalkan metode pembelajaran berbasis teknologi, seperti kursus daring dan pendidikan jarak jauh.

2.2.       Tokoh-Tokoh Penting dalam Andragogi

2.2.1.    Malcolm Knowles dan Konsep Self-Directed Learning

Malcolm Knowles merupakan tokoh utama yang mempopulerkan istilah andragogi sebagai pendekatan spesifik dalam pendidikan orang dewasa. Ia mendefinisikan andragogi sebagai "seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar".[⁵] Menurut Knowles, ada lima asumsi utama dalam andragogi:

1)                  Konsep Diri – Orang dewasa melihat diri mereka sebagai individu yang bertanggung jawab atas keputusan mereka sendiri dan ingin belajar secara mandiri.

2)                  Pengalaman – Pengalaman hidup menjadi sumber belajar utama bagi orang dewasa.

3)                  Kesiapan Belajar – Motivasi belajar meningkat ketika seseorang menghadapi kebutuhan nyata dalam kehidupan.

4)                  Orientasi Belajar – Pembelajaran lebih efektif ketika berorientasi pada pemecahan masalah ketimbang sekadar menghafal teori.

1)      Motivasi Belajar – Motivasi intrinsik, seperti keinginan untuk berkembang, lebih dominan dibandingkan motivasi eksternal.5

Asumsi-asumsi ini menekankan bahwa pembelajaran orang dewasa harus berbasis pada pengalaman, fleksibel, dan berorientasi pada kebutuhan dunia nyata.

2.2.2.      Paulo Freire dan Pendekatan Kritis dalam Pendidikan Orang Dewasa

Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan asal Brasil, memperkenalkan konsep pendidikan kritis dalam pembelajaran orang dewasa. Dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed, Freire mengkritik metode pendidikan tradisional yang bersifat "banking system", di mana guru dianggap sebagai satu-satunya sumber ilmu dan siswa hanya menerima informasi secara pasif.6

Sebagai gantinya, Freire menekankan dialog dan refleksi kritis sebagai pendekatan utama dalam pembelajaran orang dewasa. Pendekatan ini bertujuan untuk membebaskan individu dari pola pikir pasif dan membangun kesadaran kritis (conscientization), yaitu kemampuan untuk memahami realitas sosial mereka dan bertindak untuk mengubahnya.7 Oleh karena itu, model pendidikan Freire sering digunakan dalam pendidikan berbasis komunitas dan pemberdayaan sosial.

2.2.3.      Carl Rogers dan Pembelajaran Berbasis Pengalaman

Carl Rogers, seorang psikolog humanistik, mengembangkan konsep experiential learning, yaitu pembelajaran yang terjadi melalui pengalaman langsung dan refleksi. Rogers percaya bahwa pendidikan harus berpusat pada peserta didik (learner-centered education), di mana guru bertindak sebagai fasilitator, bukan instruktur otoritatif.8

Dalam pendidikan orang dewasa, model Rogers menekankan pentingnya keterlibatan emosional dalam proses belajar. Ia berpendapat bahwa seseorang akan lebih memahami dan mengingat materi jika mereka memiliki koneksi emosional dengan pengalaman belajar tersebut.9

2.3.       Prinsip-Prinsip Dasar Andragogi

Berdasarkan kontribusi dari para tokoh di atas, prinsip-prinsip utama dalam andragogi dapat dirangkum sebagai berikut:

2.3.1.      Kebutuhan akan Relevansi dalam Pembelajaran

Orang dewasa belajar lebih efektif jika materi yang dipelajari relevan dengan kehidupan pribadi dan profesional mereka.10 Oleh karena itu, kurikulum dalam pendidikan orang dewasa harus disesuaikan dengan kebutuhan praktis mereka.

2.3.2.      Peran Pengalaman sebagai Sumber Utama Pembelajaran

Dalam andragogi, pengalaman individu dianggap sebagai modal utama dalam pembelajaran. Para pendidik harus mampu menghubungkan teori dengan pengalaman nyata agar pembelajaran lebih bermakna.11

2.3.3.      Otonomi dan Motivasi Intrinsik dalam Belajar

Orang dewasa lebih termotivasi oleh alasan intrinsik, seperti keinginan untuk berkembang dan mencapai tujuan pribadi. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis andragogi harus memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengontrol proses belajarnya sendiri.12

2.3.4.      Pembelajaran Berbasis Masalah dan Aplikatif

Andragogi menekankan bahwa pembelajaran harus bersifat aplikatif dan berbasis pada pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata.13 Oleh karena itu, metode seperti problem-based learning (PBL) dan project-based learning (PjBL) sering digunakan dalam pendidikan orang dewasa.


Footnotes

[1]                Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 7.

[2]                Ibid., 10.

[3]                Jack Mezirow, Transformative Dimensions of Adult Learning (San Francisco: Jossey-Bass, 1991), 22.

[4]                Malcolm S. Knowles, Self-Directed Learning: A Guide for Learners and Teachers (New York: Association Press, 1975), 25.

[5]                Ibid., 45.

[6]                Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed, trans. Myra Bergman Ramos (New York: Continuum, 1970), 58.

[7]                Ibid., 62.

[8]                Carl R. Rogers, Freedom to Learn (Columbus: Charles E. Merrill, 1969), 110.

[9]                Ibid., 120.

[10]             Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice (London: Routledge, 2010), 78.

[11]             Merriam and Bierema, Adult Learning, 35.

[12]             Knowles, The Modern Practice of Adult Education, 51.

[13]             Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning, 85.


3.           Metode dan Strategi Andragogi dalam Pembelajaran

Metode dan strategi pembelajaran dalam andragogi dirancang untuk menyesuaikan dengan karakteristik pembelajar dewasa yang lebih mandiri, memiliki pengalaman hidup yang kaya, serta termotivasi oleh kebutuhan nyata dalam kehidupan dan pekerjaan mereka. Berbeda dengan metode pedagogi yang lebih berorientasi pada instruksi guru, strategi andragogi lebih menekankan pada keterlibatan aktif peserta didik, pengalaman sebagai sumber utama belajar, serta pembelajaran berbasis masalah dan refleksi.1

3.1.       Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning)

Salah satu metode utama dalam andragogi adalah experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman. Teori ini dikembangkan oleh David Kolb yang menekankan bahwa orang dewasa belajar secara efektif melalui siklus pengalaman langsung, refleksi, konseptualisasi abstrak, dan penerapan dalam situasi nyata.2

Menurut Kolb, siklus pembelajaran berbasis pengalaman terdiri dari empat tahapan:

1)                  Concrete Experience (Pengalaman Konkret) – Individu terlibat langsung dalam suatu pengalaman belajar.

2)                  Reflective Observation (Observasi Reflektif) – Individu menganalisis pengalaman tersebut, mengidentifikasi pola atau makna.

3)                  Abstract Conceptualization (Konseptualisasi Abstrak) – Teori atau konsep dikembangkan berdasarkan refleksi terhadap pengalaman.

4)                  Active Experimentation (Eksperimentasi Aktif) – Konsep yang diperoleh diaplikasikan dalam konteks dunia nyata.3

Pendekatan ini sangat efektif dalam berbagai bidang pembelajaran orang dewasa, termasuk pelatihan kerja, pendidikan keagamaan, dan program pemberdayaan masyarakat.4

3.2.       Problem-Based Learning dalam Pendidikan Orang Dewasa

Pendekatan problem-based learning (PBL) menekankan pada pemecahan masalah nyata sebagai sarana pembelajaran. Strategi ini sesuai dengan andragogi karena orang dewasa lebih termotivasi untuk belajar ketika mereka menghadapi tantangan yang relevan dengan kehidupan mereka.5

Dalam metode PBL, peserta didik diberikan skenario atau kasus yang harus mereka selesaikan melalui eksplorasi mandiri, diskusi kelompok, dan refleksi. Peran instruktur lebih sebagai fasilitator yang membantu peserta menemukan solusi, bukan sebagai penyampai informasi.6

Beberapa keuntungan utama dari PBL dalam andragogi meliputi:

·                     Meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah.

·                     Mendorong pembelajaran mandiri dan kolaboratif.

·                     Memperkuat pemahaman melalui penerapan dalam situasi nyata.

Menurut studi Schmidt, metode PBL telah terbukti meningkatkan retensi pengetahuan jangka panjang dibandingkan dengan metode ceramah tradisional dalam pendidikan orang dewasa.7

3.3.       Self-Directed Learning dan Peran Guru sebagai Fasilitator

Self-directed learning (SDL) atau pembelajaran mandiri merupakan pendekatan utama dalam andragogi yang menekankan bahwa orang dewasa bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri.8

Menurut Malcolm Knowles, dalam SDL individu secara aktif:

·                     Menentukan tujuan pembelajaran mereka sendiri.

·                     Mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan.

·                     Memilih strategi belajar yang sesuai.

·                     Menilai kemajuan mereka sendiri.9

Dalam konteks ini, pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan sumber daya, memberikan umpan balik, dan membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan reflektif.10

Studi menunjukkan bahwa metode SDL efektif dalam lingkungan pendidikan yang fleksibel, seperti pembelajaran daring, program pelatihan profesional, dan pembelajaran berbasis komunitas.11

3.4.       Cooperative Learning dan Pembelajaran Kolaboratif

Cooperative learning atau pembelajaran kolaboratif merupakan strategi yang menekankan kerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan bersama. Metode ini selaras dengan prinsip andragogi karena mendorong keterlibatan aktif peserta didik, berbagi pengalaman, dan memecahkan masalah secara bersama-sama.12

Menurut Slavin, pembelajaran kolaboratif efektif dalam pendidikan orang dewasa karena:

·                     Meningkatkan motivasi belajar melalui interaksi sosial.

·                     Mendorong partisipasi aktif dan keterampilan komunikasi.

·                     Meningkatkan pemahaman melalui diskusi dan refleksi bersama.13

Metode ini banyak digunakan dalam pelatihan profesional, lokakarya pendidikan, serta program pemberdayaan masyarakat.14

3.5.       Teknologi dalam Andragogi: E-learning dan Blended Learning

Perkembangan teknologi telah memberikan peluang besar bagi pembelajaran orang dewasa melalui e-learning dan blended learning. Pembelajaran daring memungkinkan fleksibilitas waktu dan tempat, sementara blended learning menggabungkan pembelajaran daring dengan interaksi tatap muka.15

Menurut Moore, e-learning dalam pendidikan orang dewasa efektif karena:

·                     Menyediakan akses ke sumber daya belajar yang luas.

·                     Mendukung pembelajaran mandiri dan interaktif.

·                     Memungkinkan personalisasi sesuai dengan kebutuhan individu.16

Namun, untuk memastikan efektivitasnya, desain e-learning harus mempertimbangkan prinsip andragogi, seperti menyediakan materi yang relevan, memberi umpan balik yang konstruktif, serta memungkinkan interaksi sosial melalui forum diskusi atau sesi webinar.17


Kesimpulan

Metode dan strategi andragogi menekankan pembelajaran yang berbasis pengalaman, pemecahan masalah, dan kemandirian peserta didik. Experiential learning, problem-based learning, self-directed learning, cooperative learning, serta penggunaan teknologi dalam e-learning menjadi pendekatan utama dalam pendidikan orang dewasa. Dengan menerapkan metode ini, pendidik dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan relevan bagi peserta didik dewasa.


Footnotes

[1]                Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 32.

[2]                David A. Kolb, Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development (Englewood Cliffs: Prentice Hall, 1984), 41.

[3]                Ibid., 43.

[4]                Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice (London: Routledge, 2010), 79.

[5]                Howard S. Barrows and Robyn M. Tamblyn, Problem-Based Learning: An Approach to Medical Education (New York: Springer, 1980), 22.

[6]                Ibid., 24.

[7]                Henk G. Schmidt, "Problem-Based Learning: Rationale and Description," Medical Education 17, no. 1 (1983): 11.

[8]                Knowles, Self-Directed Learning: A Guide for Learners and Teachers, 27.

[9]                Ibid., 29.

[10]             Merriam and Bierema, Adult Learning, 44.

[11]             Peter C. Candy, Self-Direction for Lifelong Learning (San Francisco: Jossey-Bass, 1991), 56.

[12]             Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice (Boston: Allyn and Bacon, 1995), 14.

[13]             Ibid., 17.

[14]             Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning, 86.

[15]             Michael G. Moore, Handbook of Distance Education (New York: Routledge, 2013), 97.

[16]             Ibid., 102.

[17]             Merriam and Bierema, Adult Learning, 66.


4.           Implementasi Andragogi dalam Berbagai Bidang Pendidikan

Pendekatan andragogi telah banyak diterapkan dalam berbagai bidang pendidikan, baik dalam sistem pendidikan formal maupun nonformal. Andragogi berperan penting dalam memberikan pengalaman belajar yang relevan, berbasis pengalaman, dan sesuai dengan kebutuhan orang dewasa. Implementasi andragogi terlihat dalam pendidikan formal dan nonformal, pelatihan dan pengembangan profesional, pendidikan keagamaan, serta pemberdayaan masyarakat.

4.1.       Pendidikan Formal dan Nonformal bagi Orang Dewasa

Dalam konteks pendidikan formal, andragogi diterapkan dalam program pendidikan tinggi, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan vokasional dan teknis. Universitas dan institusi pendidikan tinggi menggunakan prinsip andragogi untuk mendesain kurikulum yang lebih fleksibel, berbasis riset, dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar secara mandiri.1

Menurut Merriam dan Bierema, sistem pendidikan tinggi semakin mengadopsi blended learning dan e-learning untuk mendukung proses belajar yang sesuai dengan karakteristik pembelajar dewasa.2 Teknologi digital telah memungkinkan implementasi self-directed learning (SDL) di mana mahasiswa dapat mengakses materi pembelajaran secara fleksibel, menyesuaikan jadwal mereka sendiri, dan terlibat dalam proyek berbasis masalah (problem-based learning).

Sementara itu, dalam pendidikan nonformal, andragogi diterapkan dalam program pendidikan kesetaraan seperti Kejar Paket B dan C di Indonesia, yang ditujukan bagi mereka yang tidak menyelesaikan pendidikan formal pada usia sekolah. Studi menunjukkan bahwa program pendidikan kesetaraan yang menerapkan pendekatan andragogi lebih efektif dalam meningkatkan literasi dan keterampilan peserta didik dibandingkan metode tradisional.3

4.2.       Pelatihan dan Pengembangan Profesional di Dunia Kerja

Penerapan andragogi dalam pelatihan kerja dan pengembangan profesional menjadi semakin penting dalam era industri yang dinamis. Organisasi dan perusahaan menggunakan metode berbasis andragogi untuk meningkatkan keterampilan karyawan, baik dalam soft skills maupun hard skills yang dibutuhkan dalam pekerjaan.4

Menurut Knowles, pelatihan kerja berbasis andragogi lebih efektif dibandingkan metode ceramah tradisional karena orang dewasa cenderung lebih terlibat dalam proses pembelajaran ketika mereka diberi kesempatan untuk mengaitkan materi dengan pengalaman kerja mereka.5 Model pelatihan yang mengutamakan on-the-job training, workshop interaktif, dan mentoring telah terbukti meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja karyawan.6

Beberapa contoh implementasi andragogi dalam pelatihan profesional antara lain:

·                     Coaching dan mentoring, di mana karyawan senior membimbing karyawan baru dalam lingkungan kerja.

·                     Simulasi dan studi kasus, yang memungkinkan peserta belajar dari skenario nyata yang relevan dengan pekerjaan mereka.

·                     Pelatihan berbasis teknologi, termasuk kursus daring dan modul interaktif yang memungkinkan pembelajaran mandiri.

Studi dari International Labour Organization (ILO) menegaskan bahwa perusahaan yang mengadopsi pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman dan refleksi kritis lebih sukses dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja mereka.7

4.3.       Pendidikan Keagamaan dan Spiritualitas bagi Orang Dewasa

Andragogi juga diterapkan dalam pendidikan keagamaan, baik dalam program formal seperti madrasah dan universitas Islam, maupun dalam pendidikan nonformal seperti kajian keagamaan, pesantren kilat, dan dakwah komunitas.

Dalam pendidikan keagamaan, pendekatan experiential learning sangat penting karena banyak aspek ajaran agama yang bersifat aplikatif dan memerlukan keterlibatan langsung dari peserta didik. Menurut studi yang dilakukan oleh Nasir dan Ali, metode diskusi kelompok, refleksi spiritual, serta penerapan langsung dalam kehidupan sehari-hari terbukti lebih efektif dalam pendidikan keagamaan dibandingkan dengan metode ceramah satu arah.8

Beberapa metode andragogi yang digunakan dalam pendidikan keagamaan meliputi:

·                     Studi kasus keagamaan, di mana peserta diajak untuk menganalisis masalah sosial dari perspektif agama.

·                     Tafsir interaktif, di mana peserta didik terlibat aktif dalam mendiskusikan makna ayat-ayat suci dalam konteks kehidupan mereka.

·                     Pembelajaran berbasis proyek, seperti program dakwah atau kegiatan sosial yang menerapkan nilai-nilai agama secara langsung.

Menurut Yusuf dan Abdulrahman, pengajaran agama yang berbasis pengalaman dan refleksi kritis memungkinkan peserta didik untuk memahami nilai-nilai keagamaan secara lebih mendalam dan menginternalisasikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.9

4.4.       Pemberdayaan Masyarakat melalui Pendidikan Orang Dewasa

Pendekatan andragogi juga banyak digunakan dalam program pemberdayaan masyarakat, terutama dalam bidang literasi, kesehatan, kewirausahaan, dan advokasi sosial. Organisasi nirlaba dan lembaga pemerintah menggunakan metode andragogi untuk meningkatkan keterampilan dan kesadaran masyarakat agar mereka dapat lebih mandiri dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan sosial.10

Beberapa contoh program pemberdayaan berbasis andragogi meliputi:

·                     Pelatihan kewirausahaan, yang membekali masyarakat dengan keterampilan bisnis berbasis pengalaman dan praktik langsung.

·                     Program literasi fungsional, yang mengajarkan membaca dan menulis dalam konteks kehidupan sehari-hari.

·                     Pendidikan kesehatan komunitas, yang menggunakan metode participatory learning untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan masyarakat.11

Studi yang dilakukan oleh UNESCO menunjukkan bahwa program pemberdayaan masyarakat yang menggunakan metode berbasis pengalaman dan keterlibatan aktif lebih sukses dalam mencapai tujuan jangka panjang dibandingkan program yang hanya mengandalkan ceramah satu arah.12


Kesimpulan

Implementasi andragogi dalam berbagai bidang pendidikan menunjukkan bahwa pendekatan ini sangat relevan dalam mendukung pembelajaran orang dewasa. Dalam pendidikan formal dan nonformal, andragogi membantu peserta didik untuk belajar secara mandiri dan lebih bermakna. Dalam pelatihan profesional, pendekatan berbasis pengalaman meningkatkan efektivitas pembelajaran di tempat kerja. Dalam pendidikan keagamaan, metode reflektif dan aplikatif memungkinkan peserta didik memahami nilai-nilai spiritual secara lebih mendalam. Sementara itu, dalam pemberdayaan masyarakat, pendekatan berbasis partisipasi dan pengalaman membantu meningkatkan literasi dan keterampilan hidup masyarakat.

Dengan penerapan strategi andragogi yang tepat, proses pembelajaran bagi orang dewasa dapat menjadi lebih efektif, relevan, dan berdaya guna dalam berbagai konteks kehidupan.


Footnotes

[1]                Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 85.

[2]                Ibid., 88.

[3]                Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice (London: Routledge, 2010), 120.

[4]                Malcolm S. Knowles, The Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy to Andragogy (New York: Cambridge Books, 1980), 68.

[5]                Ibid., 70.

[6]                International Labour Organization (ILO), Workplace Learning Strategies for the Future (Geneva: ILO Publications, 2019), 45.

[7]                Ibid., 48.

[8]                Ahmad Nasir and Muhammad Ali, Religious Education and Adult Learning (Kuala Lumpur: Islamic University Press, 2017), 35.

[9]                Yusuf Abdulrahman, Islamic Education and Critical Thinking (Cairo: Al-Azhar Press, 2018), 50.

[10]             UNESCO, Education for Sustainable Development (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 102.

[11]             Ibid., 105.

[12]             Ibid., 108.


5.           Tantangan dan Solusi dalam Andragogi

Penerapan andragogi dalam pendidikan orang dewasa memiliki berbagai manfaat, namun juga menghadapi tantangan yang signifikan. Tantangan ini dapat berasal dari faktor internal, seperti motivasi dan kesiapan belajar peserta didik, maupun faktor eksternal, seperti keterbatasan sumber daya dan hambatan sosial budaya. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi kendala-kendala ini serta mencari solusi yang dapat meningkatkan efektivitas penerapan andragogi.

5.1.       Kendala dalam Penerapan Andragogi

5.1.1.      Faktor Psikologis dan Motivasi Belajar

Motivasi merupakan faktor utama dalam pembelajaran orang dewasa. Knowles berpendapat bahwa orang dewasa cenderung belajar lebih efektif ketika mereka memiliki dorongan intrinsik yang kuat, seperti keinginan untuk berkembang dalam karier atau meningkatkan kualitas hidup.1 Namun, tantangan muncul ketika peserta didik kurang termotivasi, baik karena pengalaman belajar negatif di masa lalu, kurangnya rasa percaya diri, atau kesulitan dalam mengaitkan pembelajaran dengan tujuan hidup mereka.2

Selain itu, beberapa orang dewasa mengalami "learning anxiety", yaitu kecemasan dalam menghadapi materi baru atau teknologi pembelajaran modern. Hal ini sering terjadi dalam pelatihan berbasis digital, di mana peserta didik yang kurang akrab dengan teknologi mengalami kesulitan dalam beradaptasi.3

5.1.2.      Keterbatasan Waktu dan Sumber Daya

Orang dewasa sering kali memiliki tanggung jawab yang kompleks, seperti pekerjaan, keluarga, dan komitmen sosial lainnya, yang dapat membatasi waktu mereka untuk belajar.4 Berbeda dengan siswa dalam pendidikan formal yang memiliki jadwal belajar yang terstruktur, pembelajar dewasa sering menghadapi kendala dalam mengalokasikan waktu yang cukup untuk studi.

Selain itu, akses terhadap sumber daya pembelajaran juga menjadi kendala, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan ekonomi. Biaya kursus, akses ke internet, serta kurangnya fasilitas belajar yang memadai dapat menghambat proses pembelajaran.5

5.1.3.      Hambatan Kultural dan Sosial

Dalam beberapa budaya, pembelajaran orang dewasa belum sepenuhnya diterima atau dianggap sebagai prioritas. Masyarakat tertentu masih memandang pendidikan sebagai sesuatu yang lebih relevan untuk anak-anak dan remaja, sehingga orang dewasa yang kembali belajar sering menghadapi stigma sosial.6

Selain itu, di tempat kerja, beberapa karyawan enggan mengikuti pelatihan tambahan karena adanya persepsi bahwa belajar kembali menandakan ketidakmampuan mereka dalam bekerja. Pandangan ini dapat mengurangi partisipasi dalam program pelatihan berbasis andragogi.7

5.2.       Solusi dan Rekomendasi untuk Efektivitas Pembelajaran Orang Dewasa

5.2.1.      Meningkatkan Motivasi dengan Pendekatan Berbasis Kebutuhan

Untuk mengatasi rendahnya motivasi belajar, pendidik dan fasilitator harus mampu mengaitkan materi dengan kebutuhan dan pengalaman hidup peserta didik. Menurut Merriam dan Bierema, pembelajaran yang berbasis pada problem-based learning lebih efektif karena langsung berkaitan dengan tantangan nyata yang dihadapi orang dewasa.8

Solusi yang dapat diterapkan:

·                     Menyusun kurikulum berbasis kebutuhan, yang memungkinkan peserta belajar untuk menyelesaikan masalah spesifik yang mereka hadapi.

·                     Menggunakan strategi motivasional, seperti menetapkan tujuan belajar yang jelas dan memberikan penghargaan atas pencapaian peserta didik.

·                     Menciptakan lingkungan belajar yang suportif, di mana peserta didik dapat berbagi pengalaman dan saling mendukung.

5.2.2.      Menyesuaikan Model Pembelajaran dengan Fleksibilitas Waktu

Untuk mengatasi keterbatasan waktu, sistem pembelajaran harus lebih fleksibel. Blended learning, yang menggabungkan pembelajaran daring dan tatap muka, telah terbukti sebagai solusi efektif dalam pendidikan orang dewasa.9

Beberapa strategi yang dapat diterapkan:

·                     Microlearning, yaitu pembelajaran dalam sesi singkat dan berbasis modul yang dapat diakses kapan saja.

·                     E-learning dan mobile learning, yang memungkinkan peserta untuk belajar sesuai jadwal mereka sendiri.

·                     Sesi pembelajaran berbasis proyek, yang memungkinkan peserta untuk mengintegrasikan pembelajaran dengan pekerjaan mereka sehari-hari.

5.2.3.      Meningkatkan Akses terhadap Sumber Daya Belajar

Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya, diperlukan strategi yang dapat memperluas akses terhadap materi pembelajaran berkualitas. Knowles menekankan pentingnya self-directed learning, di mana peserta didik didorong untuk memanfaatkan berbagai sumber daya, termasuk buku, jurnal ilmiah, dan platform pembelajaran daring.10

Beberapa solusi yang dapat diterapkan:

·                     Penyediaan materi digital gratis, seperti kursus daring terbuka (Massive Open Online Courses – MOOC).

·                     Kerjasama dengan komunitas dan organisasi, untuk menyediakan perpustakaan digital dan kelas gratis.

·                     Membangun jaringan pembelajaran berbasis komunitas, di mana peserta didik dapat berbagi sumber daya dan pengalaman secara kolektif.

5.2.4.      Mengatasi Hambatan Kultural melalui Edukasi dan Kampanye Kesadaran

Untuk mengurangi stigma sosial terhadap pendidikan orang dewasa, perlu ada kampanye yang menekankan pentingnya lifelong learning. Menurut UNESCO, membangun budaya belajar sepanjang hayat dapat meningkatkan keterlibatan orang dewasa dalam pendidikan.11

Solusi yang dapat diterapkan:

·                     Kampanye kesadaran masyarakat, melalui media sosial dan seminar, untuk menekankan manfaat pendidikan orang dewasa.

·                     Pendekatan berbasis komunitas, di mana tokoh masyarakat dan pemimpin lokal didorong untuk mendukung pendidikan bagi orang dewasa.

·                     Program mentoring di tempat kerja, yang memungkinkan karyawan senior berbagi pengalaman dan membimbing rekan kerja mereka dalam pengembangan keterampilan.


Kesimpulan

Penerapan andragogi dalam pendidikan orang dewasa menghadapi berbagai tantangan, termasuk rendahnya motivasi belajar, keterbatasan waktu dan sumber daya, serta hambatan sosial dan kultural. Namun, melalui strategi yang tepat, tantangan ini dapat diatasi. Pendekatan berbasis kebutuhan, pembelajaran fleksibel, peningkatan akses sumber daya, dan kampanye kesadaran masyarakat adalah beberapa solusi yang dapat meningkatkan efektivitas pendidikan orang dewasa.

Dengan memahami kendala dan menerapkan solusi yang sesuai, pendidik dan fasilitator dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif, relevan, dan berdaya guna bagi orang dewasa.


Footnotes

[1]                Malcolm S. Knowles, The Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy to Andragogy (New York: Cambridge Books, 1980), 72.

[2]                Ibid., 75.

[3]                Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 98.

[4]                Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice (London: Routledge, 2010), 112.

[5]                Ibid., 115.

[6]                Merriam and Bierema, Adult Learning, 122.

[7]                International Labour Organization (ILO), Workplace Learning Strategies for the Future (Geneva: ILO Publications, 2019), 56.

[8]                Merriam and Bierema, Adult Learning, 130.

[9]                Michael G. Moore, Handbook of Distance Education (New York: Routledge, 2013), 140.

[10]             Knowles, The Modern Practice of Adult Education, 82.

[11]             UNESCO, Education for Sustainable Development (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 156.


6.           Kesimpulan dan Rekomendasi

6.1.       Ringkasan Poin-Poin Utama dalam Pembahasan

Pembelajaran orang dewasa memiliki karakteristik yang unik, berbeda dengan pendidikan anak-anak dan remaja. Andragogi, yang diperkenalkan oleh Malcolm Knowles, menjadi pendekatan utama dalam memahami cara orang dewasa belajar secara efektif. Konsep ini menekankan bahwa orang dewasa lebih mandiri, memiliki pengalaman yang berharga sebagai sumber belajar, serta termotivasi oleh kebutuhan praktis dalam kehidupan dan pekerjaan mereka.1

Berbagai teori telah mendukung pendekatan ini, termasuk self-directed learning (SDL), experiential learning, dan problem-based learning. Selain itu, tokoh-tokoh seperti Paulo Freire dan Carl Rogers turut memberikan kontribusi terhadap pengembangan pendekatan pembelajaran berbasis refleksi kritis dan pengalaman.2

Dalam implementasinya, andragogi telah diterapkan dalam pendidikan formal dan nonformal, pelatihan profesional, pendidikan keagamaan, serta pemberdayaan masyarakat. Model pembelajaran seperti e-learning, cooperative learning, dan mentoring telah terbukti meningkatkan efektivitas pendidikan orang dewasa di berbagai bidang.3

Namun, penerapan andragogi tidak terlepas dari tantangan. Faktor motivasi belajar, keterbatasan waktu dan sumber daya, serta hambatan sosial budaya menjadi kendala utama dalam pembelajaran orang dewasa. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan strategi seperti pembelajaran berbasis kebutuhan, fleksibilitas waktu, peningkatan akses sumber daya, serta kampanye kesadaran masyarakat.4

6.2.       Rekomendasi bagi Pendidik dan Institusi dalam Menerapkan Andragogi

Untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran berbasis andragogi, beberapa rekomendasi dapat diterapkan oleh pendidik, lembaga pendidikan, dan organisasi yang bergerak di bidang pengembangan sumber daya manusia.

6.2.1.      Meningkatkan Peran Pendidik sebagai Fasilitator

Dalam andragogi, peran pendidik tidak hanya sebagai penyampai informasi, tetapi lebih sebagai fasilitator yang membantu peserta didik menemukan, memahami, dan mengaplikasikan ilmu yang mereka pelajari.5 Oleh karena itu, pendidik perlu:

·                     Mengadopsi metode interaktif, seperti diskusi kelompok, studi kasus, dan proyek berbasis masalah.

·                     Menggunakan pendekatan berbasis pengalaman, di mana peserta didik dapat menghubungkan teori dengan praktik nyata.

·                     Membangun lingkungan belajar yang mendukung, dengan menciptakan suasana yang inklusif, fleksibel, dan berbasis kolaborasi.

6.2.2.      Mengembangkan Model Pembelajaran yang Fleksibel dan Berbasis Teknologi

Seiring dengan perkembangan teknologi, pembelajaran orang dewasa harus lebih adaptif dan inovatif. Blended learning dan e-learning telah terbukti meningkatkan fleksibilitas belajar dan memungkinkan orang dewasa untuk menyesuaikan jadwal mereka sendiri.6 Oleh karena itu, institusi pendidikan harus:

·                     Mengintegrasikan teknologi digital dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan akses dan keterlibatan peserta didik.

·                     Mengembangkan program berbasis microlearning, yang menyajikan materi dalam bentuk modul singkat yang mudah diakses.

·                     Memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dalam pembelajaran, seperti sistem adaptif yang dapat menyesuaikan konten berdasarkan kebutuhan individu.

6.2.3.      Meningkatkan Akses dan Ketersediaan Sumber Belajar

Salah satu hambatan utama dalam pembelajaran orang dewasa adalah keterbatasan akses terhadap sumber daya. Untuk mengatasi hal ini, berbagai langkah dapat dilakukan:

·                     Menyediakan kursus daring gratis atau berbiaya rendah, yang memungkinkan lebih banyak orang dewasa untuk belajar tanpa hambatan finansial.7

·                     Membangun jaringan komunitas belajar, di mana peserta didik dapat berbagi pengalaman, sumber daya, dan dukungan dalam proses pembelajaran mereka.

·                     Mengembangkan program kerja sama dengan industri, sehingga peserta didik memiliki akses ke pelatihan berbasis pekerjaan dan pengembangan keterampilan yang relevan.

6.2.4.      Mengatasi Hambatan Sosial dan Budaya melalui Kesadaran Pendidikan Sepanjang Hayat

Untuk meningkatkan partisipasi orang dewasa dalam pendidikan, perlu ada perubahan persepsi di masyarakat bahwa belajar bukan hanya untuk anak-anak, tetapi merupakan bagian dari kehidupan sepanjang hayat.8 Oleh karena itu, langkah-langkah berikut dapat diambil:

·                     Melakukan kampanye kesadaran masyarakat, untuk menekankan pentingnya lifelong learning bagi individu dan komunitas.

·                     Mengembangkan program mentoring antar generasi, di mana orang dewasa yang lebih berpengalaman dapat berbagi wawasan dengan generasi muda dan sebaliknya.

·                     Mendorong perusahaan untuk memberikan insentif bagi karyawan yang mengikuti pelatihan dan pendidikan lanjutan.

6.3.       Prospek Masa Depan Pendidikan Orang Dewasa

Dengan semakin berkembangnya teknologi dan tuntutan globalisasi, masa depan pendidikan orang dewasa akan semakin mengarah pada pembelajaran berbasis digital, kecerdasan buatan, serta model pendidikan yang lebih personal dan adaptif.9

Beberapa tren masa depan yang dapat mempengaruhi pendidikan orang dewasa meliputi:

·                     Pembelajaran berbasis data dan analitik, di mana institusi dapat menggunakan teknologi untuk memahami kebutuhan belajar individu dan merancang program yang lebih efektif.

·                     Kecerdasan buatan (AI) dalam pendidikan, yang dapat membantu dalam personalisasi materi dan memberikan rekomendasi belajar berdasarkan gaya belajar individu.

·                     Munculnya platform pendidikan berbasis blockchain, yang memungkinkan pencatatan sertifikasi dan kredensial pendidikan yang lebih aman dan transparan.

·                     Meningkatnya konsep gig learning, di mana orang dewasa belajar keterampilan spesifik sesuai dengan kebutuhan pasar kerja tanpa harus mengikuti program pendidikan formal yang panjang.10

Dengan mengadaptasi strategi inovatif dan terus meningkatkan pendekatan andragogi, pendidikan orang dewasa dapat menjadi lebih inklusif, fleksibel, dan relevan dengan tuntutan zaman.


Kesimpulan Akhir

Penerapan andragogi dalam pendidikan orang dewasa merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih kompeten, mandiri, dan siap menghadapi perubahan. Dengan memahami prinsip dasar andragogi, mengembangkan metode pembelajaran yang fleksibel, serta mengatasi tantangan yang ada, pendidikan orang dewasa dapat semakin berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi individu maupun masyarakat.

Investasi dalam pendidikan orang dewasa bukan hanya tentang peningkatan keterampilan individu, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang lebih maju, inovatif, dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, baik pendidik, lembaga pendidikan, maupun pemerintah perlu terus mengembangkan strategi yang mendukung pembelajaran sepanjang hayat sebagai bagian integral dari sistem pendidikan global.


Footnotes

[1]                Malcolm S. Knowles, The Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy to Andragogy (New York: Cambridge Books, 1980), 72.

[2]                Sharan B. Merriam and Laura L. Bierema, Adult Learning: Linking Theory and Practice (San Francisco: Jossey-Bass, 2013), 85.

[3]                Peter Jarvis, Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice (London: Routledge, 2010), 120.

[4]                Michael G. Moore, Handbook of Distance Education (New York: Routledge, 2013), 140.

[5]                Knowles, The Modern Practice of Adult Education, 88.

[6]                International Labour Organization (ILO), Workplace Learning Strategies for the Future (Geneva: ILO Publications, 2019), 56.

[7]                UNESCO, Education for Sustainable Development (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 102.

[8]                Ibid., 108.

[9]                Merriam and Bierema, Adult Learning, 140.

[10]             Moore, Handbook of Distance Education, 175.


Daftar Pustaka

Barrows, H. S., & Tamblyn, R. M. (1980). Problem-based learning: An approach to medical education. Springer.

Candy, P. C. (1991). Self-direction for lifelong learning. Jossey-Bass.

International Labour Organization (ILO). (2019). Workplace learning strategies for the future. ILO Publications.

Jarvis, P. (2010). Adult education and lifelong learning: Theory and practice (4th ed.). Routledge.

Knowles, M. S. (1975). Self-directed learning: A guide for learners and teachers. Association Press.

Knowles, M. S. (1980). The modern practice of adult education: From pedagogy to andragogy (Revised ed.). Cambridge Books.

Kolb, D. A. (1984). Experiential learning: Experience as the source of learning and development. Prentice Hall.

Merriam, S. B., & Bierema, L. L. (2013). Adult learning: Linking theory and practice. Jossey-Bass.

Mezirow, J. (1991). Transformative dimensions of adult learning. Jossey-Bass.

Moore, M. G. (2013). Handbook of distance education (3rd ed.). Routledge.

Nasir, A., & Ali, M. (2017). Religious education and adult learning. Islamic University Press.

Rogers, C. R. (1969). Freedom to learn. Charles E. Merrill.

Schmidt, H. G. (1983). Problem-based learning: Rationale and description. Medical Education, 17(1), 11-16.

Slavin, R. E. (1995). Cooperative learning: Theory, research, and practice (2nd ed.). Allyn and Bacon.

UNESCO. (2016). Global report on adult learning and education. UNESCO Institute for Lifelong Learning.

UNESCO. (2020). Education for sustainable development. UNESCO Publishing.

Yusuf, A. (2018). Islamic education and critical thinking. Al-Azhar Press.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar