Akidah Akhlak
Menghindari Akhlak Tercela
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Akidah Akhlak
Kelas : 11 (Sebelas)
Abstrak
Akhlak memiliki peran fundamental dalam membentuk
karakter seorang Muslim, baik dalam kehidupan individu maupun sosial. Artikel
ini membahas tiga akhlak tercela yang dilarang dalam Islam, yaitu israf
(berlebihan), tabzir (pemborosan), dan bakhil (kikir), dengan pendekatan
berbasis kajian Islam klasik dan penelitian akademik modern. Israf merujuk
pada penggunaan sumber daya secara berlebihan tanpa mempertimbangkan kebutuhan,
tabzir adalah pemborosan yang tidak memiliki manfaat, sementara bakhil
adalah sikap kikir yang menghambat keseimbangan ekonomi dan sosial. Berdasarkan
kajian terhadap Al-Qur’an, hadis, serta pandangan ulama seperti Al-Ghazali,
Ibnu Katsir, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Miskawayh, ditemukan bahwa ketiga sifat
ini tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga memiliki konsekuensi sosial
yang luas, seperti meningkatnya kesenjangan ekonomi, ketidakpedulian sosial,
dan ketidakseimbangan dalam distribusi harta.
Islam memberikan solusi dengan mengajarkan prinsip
wasathiyyah (moderasi), mengelola harta dengan bijak, serta menanamkan
kebiasaan berbagi melalui zakat dan sedekah. Selain itu, pendekatan ekonomi
Islam menekankan pentingnya manajemen keuangan yang bertanggung jawab untuk
menghindari tabzir dan bakhil. Oleh karena itu, dengan menerapkan nilai-nilai
Islam dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat menghindari perilaku tercela
ini dan mencapai keseimbangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Artikel ini
diharapkan dapat menjadi panduan dalam memahami konsep israf, tabzir, dan
bakhil, serta bagaimana cara menghindarinya agar tercipta kehidupan yang lebih
harmonis dan berkelanjutan.
Kata Kunci: Israf, Tabzir, Bakhil, Akhlak Tercela, Moderasi
Islam, Manajemen Keuangan Islami, Ekonomi Islam, Zakat, Wasathiyyah.
PEMBAHASAN
Menghindari Akhlak Tercela
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Akidah Akhlak
Kelas : 11
(Sebelas)
Bab : Bab 7 - Menghindari
Akhlak Tercela
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Akhlak dalam Islam
memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai fondasi dalam membangun
kepribadian individu dan masyarakat. Islam menekankan prinsip keseimbangan
dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pola konsumsi dan pengelolaan
harta. Konsep israf (berlebihan), tabzir (pemborosan), dan
bakhil (kikir) merupakan tiga akhlak tercela yang sering
menjadi penyebab ketimpangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ketiga sikap
ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga berkontribusi terhadap
masalah sosial yang lebih luas, seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan
eksploitasi sumber daya yang tidak terkendali. Oleh karena itu, memahami konsep
ini dari perspektif Islam sangat penting untuk membentuk karakter Muslim yang
bertanggung jawab dan beretika.
Dalam Al-Qur’an,
larangan terhadap israf dan tabzir
disebutkan secara tegas, sebagaimana firman Allah dalam QS.
Al-A’raf (7) ayat 31:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا
زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi janganlah
berlebihan (israf). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan."1
Selain itu, dalam QS.
Al-Isra (17) ayat 26-27, Allah melarang tabzir dengan
menyebutkan bahwa mereka yang boros adalah "ikhwanusy syayathin"
(saudara setan) ayat
…
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
"… dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (26) Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara
setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (27)"2
Adapun sifat bakhil
dikritik dalam QS. Al-Hadid (57) ayat 24, yang
menjelaskan bahwa sifat kikir dapat menghalangi seseorang dari keberkahan
Allah:
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ
وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ ۗ وَمَنْ يَتَوَلَّ
فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
"(yaitu) orang-orang yang kikir dan
menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari
perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi
Maha Terpuji."3
Dalam kitab Ihya’
Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa
sifat israf dan tabzir merupakan penyakit hati yang timbul dari ketidakmampuan
seseorang dalam mengontrol nafsu terhadap dunia. Sedangkan sifat bakhil muncul
karena ketakutan berlebihan terhadap kekurangan dan ketidakyakinan terhadap
rezeki yang telah Allah tetapkan.4 Oleh sebab itu, memahami konsep
ini tidak hanya penting dalam konteks individu, tetapi juga dalam dimensi
sosial dan ekonomi.
Dalam era modern,
pemborosan sumber daya menjadi tantangan global yang berdampak luas terhadap
lingkungan dan ekonomi. Studi dalam ekonomi Islam menunjukkan bahwa perilaku
israf dan tabzir dapat menyebabkan ketimpangan sosial yang tajam, sementara
bakhil menghambat distribusi kekayaan yang adil.5 Oleh karena itu,
solusi Islam dalam mengatasi ketiga akhlak tercela ini perlu dikaji lebih dalam
dengan merujuk pada kitab-kitab klasik, penjelasan ulama, serta penelitian
akademik dalam ranah akhlak dan ekonomi Islam.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, artikel ini akan membahas beberapa pertanyaan kunci:
1)
Bagaimana definisi israf,
tabzir, dan bakhil dalam Al-Qur’an, hadis, serta menurut pandangan ulama klasik
dan kontemporer?
2)
Apa saja bentuk nyata dari
ketiga perilaku tercela tersebut dalam kehidupan sehari-hari?
3)
Bagaimana Islam memberikan
solusi untuk menghindari perilaku israf, tabzir, dan bakhil dalam kehidupan
individu maupun masyarakat?
1.3.
Tujuan Kajian
Kajian ini bertujuan
untuk:
1)
Menjelaskan makna dan
esensi dari israf, tabzir, dan bakhil dalam perspektif Islam dengan merujuk
kepada kitab-kitab tafsir dan akhlak klasik.
2)
Mengidentifikasi
bentuk-bentuk nyata dari perilaku israf, tabzir, dan bakhil di berbagai aspek
kehidupan.
3)
Menawarkan solusi Islam
dalam menghindari dan mengatasi perilaku tersebut berdasarkan prinsip moderasi
(wasathiyyah)
dan keseimbangan dalam Islam.
Melalui pendekatan
ini, diharapkan kajian ini dapat memberikan wawasan komprehensif bagi umat
Islam untuk membangun karakter yang lebih bertanggung jawab dalam mengelola
rezeki dan sumber daya yang telah Allah anugerahkan.
Catatan Kaki
[1]
Al-Qur’an, Al-A’raf (7) ayat 31.
[2]
Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.
[3]
Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.
[4]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 271.
[5]
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Islamic Economics: A Survey of the Literature
(Jeddah: Islamic Research and Training Institute, 2001), 18.
2.
Pengertian
Israf, Tabzir, dan Bakhil dalam Perspektif Islam
2.1.
Definisi Israf, Tabzir, dan Bakhil menurut
Al-Qur’an dan Hadis
Konsep israf
(berlebihan), tabzir (pemborosan), dan bakhil (kikir) memiliki
dasar dalam ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Dalam Islam,
perilaku konsumtif yang tidak
terkendali dan ketidakpedulian terhadap kebutuhan sesama manusia dikategorikan
sebagai akhlak tercela. Ketiga sifat ini dilarang karena berlawanan dengan
prinsip wasathiyyah (moderasi) yang
diajarkan Islam.
2.1.1. Israf dalam Perspektif Al-Qur'an
dan Hadis
Kata israf
berasal dari bahasa Arab أسرف - يسرف - إسرافًا, yang berarti
berlebihan atau melampaui batas dalam segala sesuatu, baik dalam hal makanan,
minuman, pakaian, maupun perilaku lainnya1. Al-Qur'an memberikan
peringatan tentang bahaya israf dalam beberapa ayat,
salah satunya dalam QS. Al-A’raf (7) ayat 31:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا
زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi janganlah
berlebihan (israf). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan."2
Menurut Al-Qurthubi
dalam Tafsir
al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, israf dalam ayat ini merujuk pada
segala bentuk perilaku berlebihan, termasuk dalam urusan duniawi seperti
makanan dan pakaian3. Dalam hadis, Rasulullah Saw juga mengingatkan
tentang bahaya hidup berlebihan:
كُلُوا وَاشْرَبُوا
وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلَةٍ
"Makan dan minumlah, bersedekahlah, dan
berpakaianlah, tetapi janganlah berlebihan dan jangan sombong." (HR.
Ahmad)4
Imam Al-Ghazali
dalam Ihya'
Ulumuddin menjelaskan bahwa israf dapat merusak jiwa seseorang
karena membuat seseorang lebih mencintai dunia dan menomorduakan akhirat5.
2.1.2. Tabzir dalam Perspektif Al-Qur'an
dan Hadis
Secara etimologi,
tabzir berasal dari kata بذر - يبذر - تبذيرًا,
yang berarti menyia-nyiakan atau menghambur-hamburkan harta tanpa manfaat6.
Al-Qur’an secara eksplisit melarang tabzir dalam QS.
Al-Isra (17) ayat 26-27:
…
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
"… dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (26) Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara
setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (27)"_7
Menurut Ibnu
Katsir dalam tafsirnya, tabzir adalah penggunaan harta yang
tidak pada tempatnya, bahkan meskipun jumlahnya sedikit8. Hadis Nabi
juga menegaskan bahwa manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas harta yang
ia miliki, termasuk bagaimana ia membelanjakannya:
لَا تَزُولُ قَدَمَا
عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا
أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ
اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ.
"Tidak akan bergeser kaki seorang hamba
pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya,
untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya, bagaimana ia mengamalkannya; tentang
hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan; serta tentang
tubuhnya, bagaimana ia gunakan." (HR. Tirmidzi)9
Dalam kitab Al-Hisbah
fi al-Islam, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa
tabzir
adalah tindakan yang mengarah pada kemudharatan, baik secara individu maupun
sosial. Ia menegaskan bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk
mengelola harta secara bijak tanpa menjerumuskan diri pada keborosan atau gaya
hidup konsumtif10.
2.1.3. Bakhil dalam Perspektif
Al-Qur’an dan Hadis
Sifat bakhil
didefinisikan sebagai sikap kikir atau enggan mengeluarkan harta untuk
kepentingan yang seharusnya, baik dalam urusan zakat, infaq, maupun membantu
orang lain. Allah mengutuk sifat ini dalam QS. Al-Hadid (57) ayat 24:
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ
وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ ۗ وَمَنْ يَتَوَلَّ
فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
"(yaitu) orang-orang yang kikir dan
menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah
Allah) maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji."_11
Menurut Ibn
Miskawayh dalam Tahdzib al-Akhlaq, bakhil adalah
bentuk kecintaan berlebihan terhadap harta yang menyebabkan seseorang enggan
berbagi, bahkan terhadap orang yang membutuhkan12. Rasulullah Saw
juga bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّ
الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ،
وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ.
"Jauhilah sifat kikir, karena kikir
telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Kikir mendorong mereka untuk
menumpahkan darah dan menghalalkan yang haram." (HR. Muslim)13
Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah
menambahkan bahwa masyarakat yang dipenuhi oleh sifat bakhil akan
mengalami stagnasi ekonomi dan melemah dalam aspek sosial,
karena tidak ada sirkulasi kekayaan yang seimbang14.
2.2.
Definisi menurut Para Ulama
Para ulama tafsir
dan akhlak memberikan definisi khusus tentang ketiga akhlak tercela ini:
·
Israf
Al-Qurthubi: Berlebihan dalam
penggunaan sumber daya
Ibnu Katsir: Melampaui batas
dalam hal konsumsi
Al-Ghazali: Kebiasaan buruk yang
merusak hati dan jiwa
Ibnu Khaldun: Penyebab kehancuran
moral individu
·
Tabzir
Al-Qurthubi: Menghambur-hamburkan
harta di luar kebutuhan
Ibnu Katsir: Pemborosan yang
tidak ada manfaatnya
Al-Ghazali: Pemborosan akibat
kurangnya manajemen harta
Ibnu Khaldun: Merusak stabilitas
ekonomi masyarakat
·
Bakhil
Al-Qurthubi: Enggan mengeluarkan
harta yang wajib
Ibnu Katsir: Sifat pelit yang
berlebihan terhadap harta
Al-Ghazali: Menyebabkan seseorang
jauh dari sifat tawakal
Ibnu Khaldun: Menghambat
distribusi kekayaan dalam ekonomi
Kesimpulan
Konsep israf,
tabzir, dan bakhil dalam Islam merupakan akhlak tercela yang
dilarang dalam Al-Qur'an dan hadis. Para ulama tafsir dan akhlak sepakat bahwa israf
adalah berlebihan dalam penggunaan harta, tabzir adalah pemborosan yang tidak
bermanfaat, dan bakhil adalah sifat kikir yang berlebihan.
Sifat-sifat ini bertentangan dengan prinsip moderasi (wasathiyyah)
dalam Islam dan memiliki dampak negatif baik bagi individu maupun masyarakat.
Catatan Kaki
[1]
Lisan al-‘Arab, Israf (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 1993), 213.
[2]
Al-Qur’an, Al-A’raf (7) ayat 31.
[3]
Al-Qurthubi, Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an,
vol. 4 (Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi, 2006), 234.
[4]
HR. Ahmad, no. 22204.
[5]
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 276.
[6]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, vol. 5
(Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 48.
[7]
Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.
[8]
Ibid.
[9]
HR. Tirmidzi, no. 2417.
[10]
Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fi al-Islam (Riyadh: Dar
al-Ilm, 1998), 89.
[11]
Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.
[12]
Ibn Miskawayh, Tahdzib al-Akhlaq (Beirut: Dar
al-Kutub, 1998), 112.
[13]
HR. Muslim, no. 2564.
[14]
Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr,
1995), 241.
3.
Bentuk
dan Dampak Akhlak Tercela (Israf, Tabzir, dan Bakhil)
3.1.
Bentuk-Bentuk Israf, Tabzir, dan Bakhil dalam
Kehidupan Sehari-Hari
Akhlak tercela dalam
bentuk israf,
tabzir, dan bakhil dapat ditemukan dalam berbagai aspek
kehidupan. Ketiga sifat ini tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga
memiliki dampak luas dalam masyarakat.
3.1.1. Bentuk-Bentuk Israf
Israf terjadi ketika
seseorang menggunakan sesuatu secara berlebihan tanpa mempertimbangkan
kebutuhan dan manfaatnya. Imam Al-Ghazali dalam Ihya'
Ulumuddin menjelaskan bahwa israf adalah perbuatan yang melampaui
batas dalam membelanjakan harta, makan, minum, dan gaya hidup sehingga dapat
merusak keseimbangan diri dan masyarakat1.
Bentuk-bentuk israf
yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
1)
Israf dalam Makanan dan
Minuman
(*) Membuang makanan yang
masih layak dikonsumsi.
(*) Mengonsumsi makanan
secara berlebihan tanpa memperhatikan kesehatan.
(*) Berpesta pora dengan
makanan yang melimpah tanpa ada manfaatnya.
Al-Qur'an memperingatkan tentang
kebiasaan ini dalam QS. Al-A’raf (7) ayat 31:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
"Makan dan minumlah, tetapi jangan
berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihan."_2
2)
Israf dalam Pakaian dan
Gaya Hidup
(*) Menggunakan pakaian berlebihan
demi pamer dan kesombongan.
(*) Menghabiskan uang hanya
untuk memenuhi tren mode yang tidak perlu.
(*) Menggunakan barang mewah
secara berlebihan tanpa manfaat yang jelas.
Dalam hadis, Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ
شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا، أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
"Barang siapa memakai pakaian untuk pamer,
maka Allah akan mempermalukannya di hari kiamat." (HR. Ahmad)3
3)
Israf
dalam Penggunaan Sumber Daya Alam
(*) Menggunakan air, listrik,
atau bahan bakar secara boros tanpa keperluan yang mendesak.
(*) Eksploitasi sumber daya
alam secara berlebihan yang merusak lingkungan.
Dalam kitab Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur’an,
Al-Qurthubi
menjelaskan bahwa israf tidak hanya berlaku pada makanan dan harta, tetapi juga
pada sumber daya yang digunakan tanpa pertimbangan maslahat4.
3.1.2. Bentuk-Bentuk Tabzir
Tabzir adalah
tindakan menyia-nyiakan harta tanpa ada manfaatnya. Imam Ibnu
Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa tabzir adalah penghamburan
harta dalam perkara yang tidak ada maslahatnya dan hukumnya
lebih buruk daripada israf5.
Beberapa contoh tabzir dalam kehidupan sehari-hari:
1)
Pemborosan dalam
Keuangan Pribadi
(*) Menghabiskan uang untuk
hiburan yang tidak bermanfaat.
(*) Membeli barang-barang
mewah yang tidak diperlukan.
(*) Berjudi dan menghamburkan
uang dalam kesia-siaan.
Al-Qur’an dalam QS.
Al-Isra (17) ayat 26-27 menegaskan:
… وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah
saudara setan."_6
2)
Tabzir dalam Waktu dan
Tenaga
(*) Menghabiskan waktu untuk
kegiatan yang tidak bermanfaat seperti berfoya-foya atau bermain tanpa tujuan.
(*) Kurangnya produktivitas
dalam pekerjaan atau belajar akibat kebiasaan membuang waktu.
Dalam hadis, Rasulullah Saw bersabda:
"نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ
النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ."
"Dua nikmat yang banyak manusia tertipu
dengannya: kesehatan dan waktu luang." (HR. Bukhari)7
3.1.3. Bentuk-Bentuk Bakhil
Bakhil adalah sikap
kikir dan enggan berbagi, meskipun memiliki kemampuan untuk membantu orang
lain. Ibn
Miskawayh dalam Tahdzib al-Akhlaq menyebutkan bahwa
sifat bakhil lahir dari ketakutan akan kehilangan harta dan
kurangnya keyakinan terhadap rezeki Allah8.
Bentuk-bentuk bakhil yang sering terjadi:
1)
Enggan Berzakat dan
Bersedekah
(*) Tidak mengeluarkan zakat
meskipun telah mencapai nisab.
(*) Enggan membantu orang
miskin dan fakir.
Al-Qur’an dalam QS.
Al-Hadid (57) ayat 24 menegaskan:
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ
بِالْبُخْلِ ۗ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ
الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
"(yaitu)
orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang
berpaling (dari perintah-perintah
Allah) maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya
lagi Maha Terpuji."_9
2)
Tidak Membantu Sesama
dalam Ilmu dan Keahlian
(*) Enggan membagikan ilmu
atau pengalaman kepada orang lain.
(*) Tidak mau berbagi
pengetahuan meskipun dapat membantu banyak orang.
Imam Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah
menjelaskan bahwa bakhil dalam ilmu dapat memperlambat perkembangan masyarakat
dan menyebabkan stagnasi dalam ilmu pengetahuan10.
3.2.
Dampak Negatif dari Ketiga Akhlak Tercela
Ketiga sifat ini
membawa dampak negatif yang luas, baik bagi individu maupun masyarakat:
3.2.1. Dampak Individu
·
Israf membuat seseorang
terjebak dalam gaya hidup konsumtif dan menjauh dari sikap zuhud.
·
Tabzir menyebabkan
kemiskinan dan ketidakstabilan keuangan.
·
Bakhil menghambat
keberkahan rezeki dan menjauhkan diri dari keberuntungan.
3.2.2. Dampak Sosial
·
Israf dan tabzir
memperbesar kesenjangan sosial dan menghambat distribusi kekayaan.
·
Bakhil menyebabkan
ketidakpedulian sosial dan memperburuk ketimpangan ekonomi.
·
Ketiga sifat ini dapat
melemahkan solidaritas dan ukhuwah Islamiyah dalam masyarakat.
3.2.3. Dampak Spiritual
·
Israf dan tabzir menjauhkan
seseorang dari sifat syukur dan qana’ah.
·
Bakhil menjauhkan seseorang
dari kasih sayang Allah dan menyebabkan hati menjadi keras.
·
Ketiga sifat ini dapat
menyebabkan seseorang jauh dari keberkahan hidup.
Kesimpulan
Israf, tabzir, dan
bakhil adalah akhlak tercela yang memiliki dampak negatif dalam berbagai aspek
kehidupan. Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala hal, termasuk dalam
mengelola harta dan sumber daya. Oleh karena itu, setiap Muslim harus berusaha
menghindari sifat ini agar dapat menjalani kehidupan yang lebih berkah dan
bermanfaat bagi diri sendiri serta masyarakat.
Catatan Kaki
[1]
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 278.
[2]
Al-Qur’an, Al-A’raf (7) ayat 31.
[3]
HR. Ahmad, no. 22204.
[4]
Al-Qurthubi, Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an,
vol. 4 (Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi, 2006), 239.
[5]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, vol. 5
(Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 51.
[6]
Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.
[7]
HR. Bukhari, no. 6412.
[8]
Ibn Miskawayh, Tahdzib al-Akhlaq (Beirut: Dar
al-Kutub, 1998), 115.
[9]
Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.
[10]
Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr,
1995), 243.
4.
Cara
Menghindari Israf, Tabzir, dan Bakhil Menurut Islam
Islam sebagai agama
yang penuh dengan nilai keseimbangan (wasathiyyah) memberikan pedoman
yang jelas dalam menghindari sifat israf (berlebihan), tabzir
(pemborosan), dan bakhil (kikir). Ketiga sifat
ini dapat dihindari dengan menerapkan prinsip moderasi dalam kehidupan,
memahami konsep kepemilikan harta yang hakiki, serta memperkuat kesadaran
spiritual dan sosial.
4.1.
Pedoman dari Al-Qur’an dan Hadis
Al-Qur’an dan hadis
memberikan arahan bagi umat Islam agar tidak terjerumus dalam perilaku
konsumtif dan kikir. Dalam QS. Al-Furqan (25) ayat 67,
Allah menegaskan pentingnya keseimbangan dalam membelanjakan harta:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا
وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
"Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, tetapi
di antara keduanya secara wajar."_1
Ayat ini menunjukkan
bahwa seorang Muslim harus berada di jalan tengah antara keborosan dan
kekikiran. Islam tidak melarang umatnya untuk menikmati rezeki, tetapi
menekankan tanggung jawab dalam penggunaannya.
Dalam hadis,
Rasulullah Saw bersabda:
"خَيْرُ
الْأُمُورِ أَوْسَطُهَا".
"Sebaik-baik perkara adalah yang
pertengahan." (HR. Al-Baihaqi)2
Hadis ini memperkuat
konsep wasathiyyah,
yang menuntun seorang Muslim untuk hidup dengan keseimbangan dan menghindari
sifat ekstrem dalam penggunaan harta.
4.2.
Pendekatan dari Kitab-Kitab Islam Klasik
Para ulama Islam
klasik telah banyak membahas cara menghindari israf, tabzir, dan bakhil dalam
kitab-kitab mereka.
4.2.1. Cara Menghindari Israf
1)
Mengembangkan Sifat
Qana'ah (Puas dengan yang Dimiliki)
(*) Al-Ghazali
dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa qana'ah adalah sikap ridha
terhadap rezeki yang diberikan Allah, sehingga seseorang tidak mudah tergoda
untuk hidup berlebihan3.
(*) Rasulullah Saw bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ،
وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
"Kekayaan sejati bukanlah banyaknya
harta, tetapi hati yang merasa cukup." (HR. Bukhari)4
2)
Mengelola Keuangan
dengan Bijak
(*) Ibnu
Taimiyah dalam Al-Hisbah fi al-Islam menekankan
pentingnya mengatur pengeluaran agar tidak jatuh dalam pemborosan5.
(*) Islam mengajarkan konsep
perencanaan keuangan yang bijak, termasuk dalam hal makanan, pakaian, dan
hiburan.
3)
Menjaga Keseimbangan
dalam Gaya Hidup
(*) Dalam Muqaddimah,
Ibnu
Khaldun menyoroti bahwa konsumsi yang berlebihan dapat
melemahkan moral dan daya juang seseorang, sehingga Muslim dianjurkan untuk
hidup sederhana6.
(*) Rasulullah Saw sendiri
hidup dengan sederhana meskipun memiliki kesempatan untuk hidup mewah.
4.2.2. Cara Menghindari Tabzir
1)
Menggunakan Harta
Sesuai Kebutuhan dan Manfaat
(*) Al-Qur'an dalam QS.
Al-Isra (17) ayat 26-27 memperingatkan bahwa pemborosan adalah
sifat "saudara setan".7
(*) Ibnu
Katsir dalam tafsirnya menafsirkan bahwa tabzir adalah
mengeluarkan harta untuk hal yang tidak bermanfaat, termasuk hiburan yang
berlebihan dan gaya hidup konsumtif8.
2)
Menerapkan Prinsip
Sederhana dalam Konsumsi
(*) Dalam Tahdzib
al-Akhlaq, Ibn Miskawayh mengajarkan bahwa
keseimbangan dalam konsumsi adalah ciri orang yang berakhlak luhur9.
(*) Rasulullah Saw bersabda:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ
بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا
مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
"Tidak ada wadah yang lebih buruk untuk
diisi oleh anak Adam selain perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suapan
yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus (makan lebih
banyak), maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan
sepertiga untuk napasnya." (HR. Tirmidzi No. 2380, Ibnu Majah
No. 3349, Ahmad No. 16735, dan dishahihkan oleh Al-Albani)10
3)
Mengedukasi Masyarakat
tentang Manajemen Keuangan Islami
(*) Dalam Fiqh
al-Mu’amalat, Wahbah Az-Zuhaili menyatakan
bahwa edukasi keuangan Islami dapat membantu seseorang mengelola hartanya
dengan lebih baik, sehingga terhindar dari perilaku tabzir11.
(*) Konsep seperti
perencanaan anggaran dan sedekah yang teratur dapat membantu mencegah
pemborosan.
4.2.3. Cara Menghindari Bakhil
1)
Memahami Konsep Kepemilikan
Harta dalam Islam
(*) Ibnu
Khaldun dalam Muqaddimah menjelaskan bahwa harta
hanyalah titipan Allah, sehingga manusia harus menggunakannya dengan bijak dan
tidak bersikap kikir12.
(*) Al-Qur’an dalam QS.
Al-Hadid (57) ayat 24 mengecam orang-orang yang kikir terhadap
rezeki yang diberikan Allah13.
2)
Menanamkan Kebiasaan
Bersedekah dan Berzakat
(*) Islam sangat menganjurkan
zakat dan sedekah sebagai solusi untuk menghilangkan sifat bakhil.
(*) Rasulullah Saw bersabda:
"مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، بَلْ
تَزِيدُ، بَلْ تَزِيدُ، بَلْ تَزِيدُ."
"Tidak akan berkurang harta yang
disedekahkan, melainkan bertambah dan bertambah." (HR. Muslim)14
3)
Menyadari Bahaya Kikir
terhadap Akhlak dan Masyarakat
(*) Al-Ghazali
dalam Ihya’
Ulumuddin menjelaskan bahwa kikir bukan hanya merugikan individu,
tetapi juga menyebabkan kesenjangan sosial yang lebih besar15.
(*) Sikap dermawan adalah
cerminan dari keyakinan kepada Allah dan bentuk rasa syukur atas nikmat-Nya.
Kesimpulan
Islam memberikan
panduan yang jelas dalam menghindari israf, tabzir, dan bakhil.
Seorang Muslim harus menerapkan prinsip moderasi dalam kehidupannya, mengelola
keuangan dengan bijak, serta menanamkan kebiasaan berbagi melalui zakat dan
sedekah. Dengan memahami
konsep ini dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat
mencapai keseimbangan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Catatan Kaki
[1]
Al-Qur’an, Al-Furqan (25) ayat 67.
[2]
HR. Al-Baihaqi, no. 20425.
[3]
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 278.
[4]
HR. Bukhari, no. 6446.
[5]
Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fi al-Islam (Riyadh: Dar
al-Ilm, 1998), 112.
[6]
Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr,
1995), 252.
[7]
Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.
[8]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, vol. 5 (Beirut:
Dar al-Fikr, 2000), 55.
[9]
Ibn Miskawayh, Tahdzib al-Akhlaq (Beirut: Dar
al-Kutub, 1998), 97.
[10]
HR. Tirmidzi, no. 2380.
[11]
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Mu’amalat (Damaskus: Dar
al-Fikr, 2005), 76.
[12]
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, 269.
[13]
Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.
[14]
HR. Muslim, no. 2588.
[15]
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 287.
5.
Kesimpulan
dan Rekomendasi
5.1. Kesimpulan
Dalam Islam, akhlak
memiliki peran penting dalam membentuk karakter individu dan masyarakat. Israf
(berlebihan), tabzir (pemborosan), dan bakhil (kikir) adalah
tiga bentuk akhlak tercela yang dilarang dalam ajaran Islam karena dapat
merusak keseimbangan hidup dan menimbulkan dampak negatif bagi individu maupun sosial.
Pertama,
israf
adalah perilaku yang melampaui batas dalam membelanjakan harta, menggunakan makanan, pakaian, dan sumber
daya lainnya. Al-Qur’an melarang israf dalam QS. Al-A’raf (7) ayat 31, di
mana Allah mengingatkan manusia untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum
karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas1. Imam Al-Ghazali
dalam Ihya’
Ulumuddin menjelaskan bahwa kebiasaan hidup berlebihan akan
menumpulkan kepekaan seseorang terhadap kebutuhan sosial dan menjauhkannya dari
sifat zuhud2.
Kedua,
tabzir
adalah tindakan pemborosan harta pada hal yang tidak memiliki manfaat. Allah
menegaskan dalam QS. Al-Isra (17) ayat 26-27
bahwa para pemboros adalah "saudara setan",
karena mereka tidak memanfaatkan harta dengan bijak3. Tafsir Ibnu
Katsir menjelaskan bahwa tabzir bukan hanya sekadar
menghamburkan harta, tetapi juga menggunakan sumber daya dengan cara yang
sia-sia dan tidak memiliki maslahat4.
Ketiga,
bakhil
adalah sikap kikir dan enggan membagikan harta atau rezeki kepada yang
membutuhkan. Al-Qur’an dalam QS. Al-Hadid (57) ayat 24
mengecam orang-orang yang menyembunyikan karunia Allah dan tidak mau berbagi
dengan sesama5. Dalam Tahdzib al-Akhlaq, Ibn
Miskawayh menyebutkan bahwa sifat bakhil dapat menghancurkan
tatanan sosial dan menjadikan seseorang
terasing dalam masyarakat6.
Islam menganjurkan
keseimbangan dalam membelanjakan harta dan menghindari ekstremitas dalam penggunaan sumber daya. Rasulullah Saw
bersabda:
خَيْرُ ٱلْأُمُورِ أَوْسَطُهَا
"Sebaik-baik urusan adalah yang
pertengahan." (HR. Al-Baihaqi)7
Oleh karena itu,
umat Islam dianjurkan untuk menerapkan prinsip wasathiyyah (keseimbangan)
dalam kehidupan sehari-hari agar
terhindar dari perilaku yang merugikan diri sendiri dan masyarakat.
5.2.
Rekomendasi
Berdasarkan kajian
yang telah dilakukan, terdapat beberapa langkah konkret yang dapat diterapkan
untuk menghindari israf, tabzir, dan bakhil:
5.2.1. Meningkatkan Kesadaran akan
Prinsip Moderasi dalam Islam
·
Memahami bahwa wasathiyyah
adalah prinsip fundamental dalam Islam yang menekankan keseimbangan dalam
segala aspek kehidupan8.
·
Mengedukasi masyarakat
tentang bahaya gaya hidup konsumtif dan pentingnya mengelola harta dengan
bijak.
5.2.2. Menerapkan Manajemen Keuangan
Islami
·
Mengatur pengeluaran dengan
bijak sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan.
·
Memprioritaskan zakat,
infaq, dan sedekah dalam perencanaan keuangan untuk menghindari sifat bakhil9.
·
Menggunakan konsep ekonomi
Islam yang menekankan keadilan dalam distribusi harta dan menghindari
eksploitasi sumber daya yang berlebihan10.
5.2.3. Mendorong Kebiasaan Berbagi dan
Saling Membantu
·
Memperbanyak sedekah dan
infak sebagai bentuk kepedulian sosial.
·
Membantu masyarakat yang
kurang mampu melalui program zakat, wakaf, dan infak berjamaah11.
·
Mengembangkan lembaga
sosial berbasis syariah yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan dalam
masyarakat.
5.2.4. Menjaga Keseimbangan dalam
Konsumsi
·
Menerapkan kebiasaan
sederhana dalam konsumsi makanan, pakaian, dan sumber daya alam.
·
Mengurangi kebiasaan
membeli barang-barang yang tidak diperlukan demi menjaga keberlanjutan ekonomi
dan lingkungan12.
·
Menanamkan nilai qana’ah
(merasa cukup) agar tidak terjebak dalam budaya konsumtif13.
5.2.5.
Meningkatkan
Pendidikan dan Kajian Keislaman
·
Mengajarkan pentingnya
etika penggunaan harta sejak usia dini melalui pendidikan Islam14.
·
Menyelenggarakan kajian
Islam yang membahas fiqh muamalah dan etika dalam mengelola kekayaan.
·
Menerapkan prinsip-prinsip
akhlak dalam kebijakan ekonomi berbasis Islam di tingkat komunitas dan
pemerintahan.
Kesimpulan Akhir
Menghindari israf,
tabzir, dan bakhil bukan hanya kewajiban individu, tetapi juga
tanggung jawab sosial dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Islam memberikan solusi konkret melalui konsep wasathiyyah, manajemen harta
yang bijak, dan kepedulian terhadap sesama. Dengan menerapkan ajaran ini, umat
Islam dapat menjalani kehidupan yang lebih berkah dan terhindar dari dampak
negatif akibat gaya hidup yang tidak seimbang.
Catatan Kaki
[1]
Al-Qur’an, Al-A’raf (7) ayat 31.
[2]
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 278.
[3]
Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.
[4]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, vol. 5
(Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 55.
[5]
Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.
[6]
Ibn Miskawayh, Tahdzib al-Akhlaq (Beirut: Dar
al-Kutub, 1998), 97.
[7]
HR. Al-Baihaqi, no. 20425.
[8]
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu (Damaskus:
Dar al-Fikr, 2005), 201.
[9]
Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fi al-Islam (Riyadh: Dar
al-Ilm, 1998), 112.
[10]
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Islamic Economics: A Survey of the Literature
(Jeddah: Islamic Research and Training Institute, 2001), 47.
[11]
Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr,
1995), 269.
[12]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Zakah (Kairo: Maktabah
Wahbah, 2000), 155.
[13]
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3, 286.
[14]
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Mu’amalat (Damaskus: Dar
al-Fikr, 2005), 76.
Daftar Pustaka
Al-Qur'an dan Hadis
·
Al-Qur’an Al-Karim
·
Al-Baihaqi. (n.d.). Sunan al-Kubra.
·
Al-Bukhari, M. I. (n.d.). Sahih al-Bukhari.
·
Ahmad bin Hanbal. (n.d.). Musnad Ahmad.
·
Muslim bin al-Hajjaj. (n.d.). Sahih Muslim.
·
Al-Tirmidzi, M. I. (n.d.). Sunan al-Tirmidzi.
Kitab Tafsir dan Akhlak Islam
·
Al-Ghazali, A. H. (2005). Ihya’ Ulumuddin (Vol. 3). Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
·
Al-Qaradawi, Y. (2000). Fiqh al-Zakah. Kairo: Maktabah Wahbah.
·
Al-Qurthubi, M. A. (2006). Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an
(Vol. 4). Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.
·
Az-Zuhaili, W. (2005). Fiqh al-Islam wa Adillatuhu. Damaskus: Dar
al-Fikr.
·
Az-Zuhaili, W. (2005). Fiqh al-Mu’amalat. Damaskus: Dar al-Fikr.
·
Ibnu Katsir, I. (2000). Tafsir al-Qur'an al-Adzim (Vol. 5).
Beirut: Dar al-Fikr.
·
Ibnu Khaldun, A. R. (1995). Muqaddimah. Beirut: Dar al-Fikr.
·
Ibnu Miskawayh, A. I. (1998). Tahdzib al-Akhlaq. Beirut: Dar
al-Kutub.
·
Ibnu Taimiyah, A. A. (1998). Al-Hisbah fi al-Islam. Riyadh: Dar
al-Ilm.
Ekonomi dan Manajemen
Keuangan Islam
·
Siddiqi, M. N. (2001). Islamic Economics: A Survey of the Literature.
Jeddah: Islamic Research and Training Institute.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar