Jumat, 14 Maret 2025

Akidah Akhlak Kelas 11 Bab 7: Menghindari Akhlak Tercela

Akidah Akhlak

Menghindari Akhlak Tercela


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Akidah Akhlak

Kelas                   : 11 (Sebelas)


Abstrak

Akhlak memiliki peran fundamental dalam membentuk karakter seorang Muslim, baik dalam kehidupan individu maupun sosial. Artikel ini membahas tiga akhlak tercela yang dilarang dalam Islam, yaitu israf (berlebihan), tabzir (pemborosan), dan bakhil (kikir), dengan pendekatan berbasis kajian Islam klasik dan penelitian akademik modern. Israf merujuk pada penggunaan sumber daya secara berlebihan tanpa mempertimbangkan kebutuhan, tabzir adalah pemborosan yang tidak memiliki manfaat, sementara bakhil adalah sikap kikir yang menghambat keseimbangan ekonomi dan sosial. Berdasarkan kajian terhadap Al-Qur’an, hadis, serta pandangan ulama seperti Al-Ghazali, Ibnu Katsir, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Miskawayh, ditemukan bahwa ketiga sifat ini tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga memiliki konsekuensi sosial yang luas, seperti meningkatnya kesenjangan ekonomi, ketidakpedulian sosial, dan ketidakseimbangan dalam distribusi harta.

Islam memberikan solusi dengan mengajarkan prinsip wasathiyyah (moderasi), mengelola harta dengan bijak, serta menanamkan kebiasaan berbagi melalui zakat dan sedekah. Selain itu, pendekatan ekonomi Islam menekankan pentingnya manajemen keuangan yang bertanggung jawab untuk menghindari tabzir dan bakhil. Oleh karena itu, dengan menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat menghindari perilaku tercela ini dan mencapai keseimbangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Artikel ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam memahami konsep israf, tabzir, dan bakhil, serta bagaimana cara menghindarinya agar tercipta kehidupan yang lebih harmonis dan berkelanjutan.

Kata Kunci: Israf, Tabzir, Bakhil, Akhlak Tercela, Moderasi Islam, Manajemen Keuangan Islami, Ekonomi Islam, Zakat, Wasathiyyah.


PEMBAHASAN

Menghindari Akhlak Tercela


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Akidah Akhlak

Kelas                   : 11 (Sebelas)

Bab                      : Bab 7 - Menghindari Akhlak Tercela


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Akhlak dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai fondasi dalam membangun kepribadian individu dan masyarakat. Islam menekankan prinsip keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pola konsumsi dan pengelolaan harta. Konsep israf (berlebihan), tabzir (pemborosan), dan bakhil (kikir) merupakan tiga akhlak tercela yang sering menjadi penyebab ketimpangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ketiga sikap ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga berkontribusi terhadap masalah sosial yang lebih luas, seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan eksploitasi sumber daya yang tidak terkendali. Oleh karena itu, memahami konsep ini dari perspektif Islam sangat penting untuk membentuk karakter Muslim yang bertanggung jawab dan beretika.

Dalam Al-Qur’an, larangan terhadap israf dan tabzir disebutkan secara tegas, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A’raf (7) ayat 31:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi janganlah berlebihan (israf). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."1

Selain itu, dalam QS. Al-Isra (17) ayat 26-27, Allah melarang tabzir dengan menyebutkan bahwa mereka yang boros adalah "ikhwanusy syayathin" (saudara setan) ayat

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)

"… dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (26) Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (27)"2

Adapun sifat bakhil dikritik dalam QS. Al-Hadid (57) ayat 24, yang menjelaskan bahwa sifat kikir dapat menghalangi seseorang dari keberkahan Allah:

الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ ۗ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

"(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji."3

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa sifat israf dan tabzir merupakan penyakit hati yang timbul dari ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol nafsu terhadap dunia. Sedangkan sifat bakhil muncul karena ketakutan berlebihan terhadap kekurangan dan ketidakyakinan terhadap rezeki yang telah Allah tetapkan.4 Oleh sebab itu, memahami konsep ini tidak hanya penting dalam konteks individu, tetapi juga dalam dimensi sosial dan ekonomi.

Dalam era modern, pemborosan sumber daya menjadi tantangan global yang berdampak luas terhadap lingkungan dan ekonomi. Studi dalam ekonomi Islam menunjukkan bahwa perilaku israf dan tabzir dapat menyebabkan ketimpangan sosial yang tajam, sementara bakhil menghambat distribusi kekayaan yang adil.5 Oleh karena itu, solusi Islam dalam mengatasi ketiga akhlak tercela ini perlu dikaji lebih dalam dengan merujuk pada kitab-kitab klasik, penjelasan ulama, serta penelitian akademik dalam ranah akhlak dan ekonomi Islam.

1.2.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, artikel ini akan membahas beberapa pertanyaan kunci:

1)                  Bagaimana definisi israf, tabzir, dan bakhil dalam Al-Qur’an, hadis, serta menurut pandangan ulama klasik dan kontemporer?

2)                  Apa saja bentuk nyata dari ketiga perilaku tercela tersebut dalam kehidupan sehari-hari?

3)                  Bagaimana Islam memberikan solusi untuk menghindari perilaku israf, tabzir, dan bakhil dalam kehidupan individu maupun masyarakat?

1.3.       Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk:

1)                  Menjelaskan makna dan esensi dari israf, tabzir, dan bakhil dalam perspektif Islam dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir dan akhlak klasik.

2)                  Mengidentifikasi bentuk-bentuk nyata dari perilaku israf, tabzir, dan bakhil di berbagai aspek kehidupan.

3)                  Menawarkan solusi Islam dalam menghindari dan mengatasi perilaku tersebut berdasarkan prinsip moderasi (wasathiyyah) dan keseimbangan dalam Islam.

Melalui pendekatan ini, diharapkan kajian ini dapat memberikan wawasan komprehensif bagi umat Islam untuk membangun karakter yang lebih bertanggung jawab dalam mengelola rezeki dan sumber daya yang telah Allah anugerahkan.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur’an, Al-A’raf (7) ayat 31.

[2]                Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.

[3]                Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.

[4]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 271.

[5]                Muhammad Nejatullah Siddiqi, Islamic Economics: A Survey of the Literature (Jeddah: Islamic Research and Training Institute, 2001), 18.


2.           Pengertian Israf, Tabzir, dan Bakhil dalam Perspektif Islam

2.1.       Definisi Israf, Tabzir, dan Bakhil menurut Al-Qur’an dan Hadis

Konsep israf (berlebihan), tabzir (pemborosan), dan bakhil (kikir) memiliki dasar dalam ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Dalam Islam, perilaku konsumtif yang tidak terkendali dan ketidakpedulian terhadap kebutuhan sesama manusia dikategorikan sebagai akhlak tercela. Ketiga sifat ini dilarang karena berlawanan dengan prinsip wasathiyyah (moderasi) yang diajarkan Islam.

2.1.1.      Israf dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadis

Kata israf berasal dari bahasa Arab أسرف - يسرف - إسرافًا, yang berarti berlebihan atau melampaui batas dalam segala sesuatu, baik dalam hal makanan, minuman, pakaian, maupun perilaku lainnya1. Al-Qur'an memberikan peringatan tentang bahaya israf dalam beberapa ayat, salah satunya dalam QS. Al-A’raf (7) ayat 31:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi janganlah berlebihan (israf). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."2

Menurut Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, israf dalam ayat ini merujuk pada segala bentuk perilaku berlebihan, termasuk dalam urusan duniawi seperti makanan dan pakaian3. Dalam hadis, Rasulullah Saw juga mengingatkan tentang bahaya hidup berlebihan:

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلَةٍ

"Makan dan minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah, tetapi janganlah berlebihan dan jangan sombong." (HR. Ahmad)4

Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin menjelaskan bahwa israf dapat merusak jiwa seseorang karena membuat seseorang lebih mencintai dunia dan menomorduakan akhirat5.

2.1.2.      Tabzir dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadis

Secara etimologi, tabzir berasal dari kata بذر - يبذر - تبذيرًا, yang berarti menyia-nyiakan atau menghambur-hamburkan harta tanpa manfaat6. Al-Qur’an secara eksplisit melarang tabzir dalam QS. Al-Isra (17) ayat 26-27:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)

"… dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (26) Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (27)"_7

Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, tabzir adalah penggunaan harta yang tidak pada tempatnya, bahkan meskipun jumlahnya sedikit8. Hadis Nabi juga menegaskan bahwa manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas harta yang ia miliki, termasuk bagaimana ia membelanjakannya:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ.

"Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya, bagaimana ia mengamalkannya; tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan; serta tentang tubuhnya, bagaimana ia gunakan." (HR. Tirmidzi)9

Dalam kitab Al-Hisbah fi al-Islam, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa tabzir adalah tindakan yang mengarah pada kemudharatan, baik secara individu maupun sosial. Ia menegaskan bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk mengelola harta secara bijak tanpa menjerumuskan diri pada keborosan atau gaya hidup konsumtif10.

2.1.3.      Bakhil dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis

Sifat bakhil didefinisikan sebagai sikap kikir atau enggan mengeluarkan harta untuk kepentingan yang seharusnya, baik dalam urusan zakat, infaq, maupun membantu orang lain. Allah mengutuk sifat ini dalam QS. Al-Hadid (57) ayat 24:

الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ ۗ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

"(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji."_11

Menurut Ibn Miskawayh dalam Tahdzib al-Akhlaq, bakhil adalah bentuk kecintaan berlebihan terhadap harta yang menyebabkan seseorang enggan berbagi, bahkan terhadap orang yang membutuhkan12. Rasulullah Saw juga bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ، وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ.

"Jauhilah sifat kikir, karena kikir telah membinasakan orang-orang sebelum kalian. Kikir mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan menghalalkan yang haram." (HR. Muslim)13

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah menambahkan bahwa masyarakat yang dipenuhi oleh sifat bakhil akan mengalami stagnasi ekonomi dan melemah dalam aspek sosial, karena tidak ada sirkulasi kekayaan yang seimbang14.

2.2.       Definisi menurut Para Ulama

Para ulama tafsir dan akhlak memberikan definisi khusus tentang ketiga akhlak tercela ini:

·                     Israf

Al-Qurthubi: Berlebihan dalam penggunaan sumber daya

Ibnu Katsir: Melampaui batas dalam hal konsumsi

Al-Ghazali: Kebiasaan buruk yang merusak hati dan jiwa

Ibnu Khaldun: Penyebab kehancuran moral individu

·                     Tabzir

Al-Qurthubi: Menghambur-hamburkan harta di luar kebutuhan

Ibnu Katsir: Pemborosan yang tidak ada manfaatnya

Al-Ghazali: Pemborosan akibat kurangnya manajemen harta

Ibnu Khaldun: Merusak stabilitas ekonomi masyarakat

·                     Bakhil

Al-Qurthubi: Enggan mengeluarkan harta yang wajib

Ibnu Katsir: Sifat pelit yang berlebihan terhadap harta

Al-Ghazali: Menyebabkan seseorang jauh dari sifat tawakal

Ibnu Khaldun: Menghambat distribusi kekayaan dalam ekonomi


Kesimpulan

Konsep israf, tabzir, dan bakhil dalam Islam merupakan akhlak tercela yang dilarang dalam Al-Qur'an dan hadis. Para ulama tafsir dan akhlak sepakat bahwa israf adalah berlebihan dalam penggunaan harta, tabzir adalah pemborosan yang tidak bermanfaat, dan bakhil adalah sifat kikir yang berlebihan. Sifat-sifat ini bertentangan dengan prinsip moderasi (wasathiyyah) dalam Islam dan memiliki dampak negatif baik bagi individu maupun masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                Lisan al-‘Arab, Israf (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 213.

[2]                Al-Qur’an, Al-A’raf (7) ayat 31.

[3]                Al-Qurthubi, Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, vol. 4 (Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi, 2006), 234.

[4]                HR. Ahmad, no. 22204.

[5]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 276.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, vol. 5 (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 48.

[7]                Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.

[8]                Ibid.

[9]                HR. Tirmidzi, no. 2417.

[10]             Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fi al-Islam (Riyadh: Dar al-Ilm, 1998), 89.

[11]             Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.

[12]             Ibn Miskawayh, Tahdzib al-Akhlaq (Beirut: Dar al-Kutub, 1998), 112.

[13]             HR. Muslim, no. 2564.

[14]             Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 241.


3.           Bentuk dan Dampak Akhlak Tercela (Israf, Tabzir, dan Bakhil)

3.1.       Bentuk-Bentuk Israf, Tabzir, dan Bakhil dalam Kehidupan Sehari-Hari

Akhlak tercela dalam bentuk israf, tabzir, dan bakhil dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan. Ketiga sifat ini tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga memiliki dampak luas dalam masyarakat.

3.1.1.      Bentuk-Bentuk Israf

Israf terjadi ketika seseorang menggunakan sesuatu secara berlebihan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan manfaatnya. Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin menjelaskan bahwa israf adalah perbuatan yang melampaui batas dalam membelanjakan harta, makan, minum, dan gaya hidup sehingga dapat merusak keseimbangan diri dan masyarakat1.

Bentuk-bentuk israf yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

1)                  Israf dalam Makanan dan Minuman

(*) Membuang makanan yang masih layak dikonsumsi.

(*) Mengonsumsi makanan secara berlebihan tanpa memperhatikan kesehatan.

(*) Berpesta pora dengan makanan yang melimpah tanpa ada manfaatnya.

Al-Qur'an memperingatkan tentang kebiasaan ini dalam QS. Al-A’raf (7) ayat 31:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

"Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan."_2

2)                  Israf dalam Pakaian dan Gaya Hidup

(*) Menggunakan pakaian berlebihan demi pamer dan kesombongan.

(*) Menghabiskan uang hanya untuk memenuhi tren mode yang tidak perlu.

(*) Menggunakan barang mewah secara berlebihan tanpa manfaat yang jelas.

Dalam hadis, Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا، أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Barang siapa memakai pakaian untuk pamer, maka Allah akan mempermalukannya di hari kiamat." (HR. Ahmad)3

3)                  Israf dalam Penggunaan Sumber Daya Alam

(*) Menggunakan air, listrik, atau bahan bakar secara boros tanpa keperluan yang mendesak.

(*) Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang merusak lingkungan.

Dalam kitab Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur’an, Al-Qurthubi menjelaskan bahwa israf tidak hanya berlaku pada makanan dan harta, tetapi juga pada sumber daya yang digunakan tanpa pertimbangan maslahat4.

3.1.2.      Bentuk-Bentuk Tabzir

Tabzir adalah tindakan menyia-nyiakan harta tanpa ada manfaatnya. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa tabzir adalah penghamburan harta dalam perkara yang tidak ada maslahatnya dan hukumnya lebih buruk daripada israf5.

Beberapa contoh tabzir dalam kehidupan sehari-hari:

1)                  Pemborosan dalam Keuangan Pribadi

(*) Menghabiskan uang untuk hiburan yang tidak bermanfaat.

(*) Membeli barang-barang mewah yang tidak diperlukan.

(*) Berjudi dan menghamburkan uang dalam kesia-siaan.

Al-Qur’an dalam QS. Al-Isra (17) ayat 26-27 menegaskan:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan."_6

2)                  Tabzir dalam Waktu dan Tenaga

(*) Menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak bermanfaat seperti berfoya-foya atau bermain tanpa tujuan.

(*) Kurangnya produktivitas dalam pekerjaan atau belajar akibat kebiasaan membuang waktu.

Dalam hadis, Rasulullah Saw bersabda:

"نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ."

"Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengannya: kesehatan dan waktu luang." (HR. Bukhari)7

3.1.3.      Bentuk-Bentuk Bakhil

Bakhil adalah sikap kikir dan enggan berbagi, meskipun memiliki kemampuan untuk membantu orang lain. Ibn Miskawayh dalam Tahdzib al-Akhlaq menyebutkan bahwa sifat bakhil lahir dari ketakutan akan kehilangan harta dan kurangnya keyakinan terhadap rezeki Allah8.

Bentuk-bentuk bakhil yang sering terjadi:

1)                  Enggan Berzakat dan Bersedekah

(*) Tidak mengeluarkan zakat meskipun telah mencapai nisab.

(*) Enggan membantu orang miskin dan fakir.

Al-Qur’an dalam QS. Al-Hadid (57) ayat 24 menegaskan:

الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ ۗ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

"(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji."_9

2)                  Tidak Membantu Sesama dalam Ilmu dan Keahlian

(*) Enggan membagikan ilmu atau pengalaman kepada orang lain.

(*) Tidak mau berbagi pengetahuan meskipun dapat membantu banyak orang.

Imam Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah menjelaskan bahwa bakhil dalam ilmu dapat memperlambat perkembangan masyarakat dan menyebabkan stagnasi dalam ilmu pengetahuan10.

3.2.       Dampak Negatif dari Ketiga Akhlak Tercela

Ketiga sifat ini membawa dampak negatif yang luas, baik bagi individu maupun masyarakat:

3.2.1.      Dampak Individu

·                     Israf membuat seseorang terjebak dalam gaya hidup konsumtif dan menjauh dari sikap zuhud.

·                     Tabzir menyebabkan kemiskinan dan ketidakstabilan keuangan.

·                     Bakhil menghambat keberkahan rezeki dan menjauhkan diri dari keberuntungan.

3.2.2.      Dampak Sosial

·                     Israf dan tabzir memperbesar kesenjangan sosial dan menghambat distribusi kekayaan.

·                     Bakhil menyebabkan ketidakpedulian sosial dan memperburuk ketimpangan ekonomi.

·                     Ketiga sifat ini dapat melemahkan solidaritas dan ukhuwah Islamiyah dalam masyarakat.

3.2.3.      Dampak Spiritual

·                     Israf dan tabzir menjauhkan seseorang dari sifat syukur dan qana’ah.

·                     Bakhil menjauhkan seseorang dari kasih sayang Allah dan menyebabkan hati menjadi keras.

·                     Ketiga sifat ini dapat menyebabkan seseorang jauh dari keberkahan hidup.


Kesimpulan

Israf, tabzir, dan bakhil adalah akhlak tercela yang memiliki dampak negatif dalam berbagai aspek kehidupan. Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala hal, termasuk dalam mengelola harta dan sumber daya. Oleh karena itu, setiap Muslim harus berusaha menghindari sifat ini agar dapat menjalani kehidupan yang lebih berkah dan bermanfaat bagi diri sendiri serta masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 278.

[2]                Al-Qur’an, Al-A’raf (7) ayat 31.

[3]                HR. Ahmad, no. 22204.

[4]                Al-Qurthubi, Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, vol. 4 (Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi, 2006), 239.

[5]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, vol. 5 (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 51.

[6]                Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.

[7]                HR. Bukhari, no. 6412.

[8]                Ibn Miskawayh, Tahdzib al-Akhlaq (Beirut: Dar al-Kutub, 1998), 115.

[9]                Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.

[10]             Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 243.


4.           Cara Menghindari Israf, Tabzir, dan Bakhil Menurut Islam

Islam sebagai agama yang penuh dengan nilai keseimbangan (wasathiyyah) memberikan pedoman yang jelas dalam menghindari sifat israf (berlebihan), tabzir (pemborosan), dan bakhil (kikir). Ketiga sifat ini dapat dihindari dengan menerapkan prinsip moderasi dalam kehidupan, memahami konsep kepemilikan harta yang hakiki, serta memperkuat kesadaran spiritual dan sosial.

4.1.       Pedoman dari Al-Qur’an dan Hadis

Al-Qur’an dan hadis memberikan arahan bagi umat Islam agar tidak terjerumus dalam perilaku konsumtif dan kikir. Dalam QS. Al-Furqan (25) ayat 67, Allah menegaskan pentingnya keseimbangan dalam membelanjakan harta:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, tetapi di antara keduanya secara wajar."_1

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang Muslim harus berada di jalan tengah antara keborosan dan kekikiran. Islam tidak melarang umatnya untuk menikmati rezeki, tetapi menekankan tanggung jawab dalam penggunaannya.

Dalam hadis, Rasulullah Saw bersabda:

"خَيْرُ الْأُمُورِ أَوْسَطُهَا".

"Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan." (HR. Al-Baihaqi)2

Hadis ini memperkuat konsep wasathiyyah, yang menuntun seorang Muslim untuk hidup dengan keseimbangan dan menghindari sifat ekstrem dalam penggunaan harta.

4.2.       Pendekatan dari Kitab-Kitab Islam Klasik

Para ulama Islam klasik telah banyak membahas cara menghindari israf, tabzir, dan bakhil dalam kitab-kitab mereka.

4.2.1.      Cara Menghindari Israf

1)                  Mengembangkan Sifat Qana'ah (Puas dengan yang Dimiliki)

(*) Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa qana'ah adalah sikap ridha terhadap rezeki yang diberikan Allah, sehingga seseorang tidak mudah tergoda untuk hidup berlebihan3.

(*) Rasulullah Saw bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

"Kekayaan sejati bukanlah banyaknya harta, tetapi hati yang merasa cukup." (HR. Bukhari)4

2)                  Mengelola Keuangan dengan Bijak

(*) Ibnu Taimiyah dalam Al-Hisbah fi al-Islam menekankan pentingnya mengatur pengeluaran agar tidak jatuh dalam pemborosan5.

(*) Islam mengajarkan konsep perencanaan keuangan yang bijak, termasuk dalam hal makanan, pakaian, dan hiburan.

3)                  Menjaga Keseimbangan dalam Gaya Hidup

(*) Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menyoroti bahwa konsumsi yang berlebihan dapat melemahkan moral dan daya juang seseorang, sehingga Muslim dianjurkan untuk hidup sederhana6.

(*) Rasulullah Saw sendiri hidup dengan sederhana meskipun memiliki kesempatan untuk hidup mewah.

4.2.2.      Cara Menghindari Tabzir

1)                  Menggunakan Harta Sesuai Kebutuhan dan Manfaat

(*) Al-Qur'an dalam QS. Al-Isra (17) ayat 26-27 memperingatkan bahwa pemborosan adalah sifat "saudara setan".7

(*) Ibnu Katsir dalam tafsirnya menafsirkan bahwa tabzir adalah mengeluarkan harta untuk hal yang tidak bermanfaat, termasuk hiburan yang berlebihan dan gaya hidup konsumtif8.

2)                  Menerapkan Prinsip Sederhana dalam Konsumsi

(*) Dalam Tahdzib al-Akhlaq, Ibn Miskawayh mengajarkan bahwa keseimbangan dalam konsumsi adalah ciri orang yang berakhlak luhur9.

(*) Rasulullah Saw bersabda:

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

"Tidak ada wadah yang lebih buruk untuk diisi oleh anak Adam selain perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suapan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus (makan lebih banyak), maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya." (HR. Tirmidzi No. 2380, Ibnu Majah No. 3349, Ahmad No. 16735, dan dishahihkan oleh Al-Albani)10

3)                  Mengedukasi Masyarakat tentang Manajemen Keuangan Islami

(*) Dalam Fiqh al-Mu’amalat, Wahbah Az-Zuhaili menyatakan bahwa edukasi keuangan Islami dapat membantu seseorang mengelola hartanya dengan lebih baik, sehingga terhindar dari perilaku tabzir11.

(*) Konsep seperti perencanaan anggaran dan sedekah yang teratur dapat membantu mencegah pemborosan.

4.2.3.      Cara Menghindari Bakhil

1)                  Memahami Konsep Kepemilikan Harta dalam Islam

(*) Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah menjelaskan bahwa harta hanyalah titipan Allah, sehingga manusia harus menggunakannya dengan bijak dan tidak bersikap kikir12.

(*) Al-Qur’an dalam QS. Al-Hadid (57) ayat 24 mengecam orang-orang yang kikir terhadap rezeki yang diberikan Allah13.

2)                  Menanamkan Kebiasaan Bersedekah dan Berzakat

(*) Islam sangat menganjurkan zakat dan sedekah sebagai solusi untuk menghilangkan sifat bakhil.

(*) Rasulullah Saw bersabda:

"مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، بَلْ تَزِيدُ، بَلْ تَزِيدُ، بَلْ تَزِيدُ."

"Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, melainkan bertambah dan bertambah." (HR. Muslim)14

3)                  Menyadari Bahaya Kikir terhadap Akhlak dan Masyarakat

(*) Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa kikir bukan hanya merugikan individu, tetapi juga menyebabkan kesenjangan sosial yang lebih besar15.

(*) Sikap dermawan adalah cerminan dari keyakinan kepada Allah dan bentuk rasa syukur atas nikmat-Nya.


Kesimpulan

Islam memberikan panduan yang jelas dalam menghindari israf, tabzir, dan bakhil. Seorang Muslim harus menerapkan prinsip moderasi dalam kehidupannya, mengelola keuangan dengan bijak, serta menanamkan kebiasaan berbagi melalui zakat dan sedekah. Dengan memahami konsep ini dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat mencapai keseimbangan yang sesuai dengan ajaran Islam.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur’an, Al-Furqan (25) ayat 67.

[2]                HR. Al-Baihaqi, no. 20425.

[3]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 278.

[4]                HR. Bukhari, no. 6446.

[5]                Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fi al-Islam (Riyadh: Dar al-Ilm, 1998), 112.

[6]                Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 252.

[7]                Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.

[8]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, vol. 5 (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 55.

[9]                Ibn Miskawayh, Tahdzib al-Akhlaq (Beirut: Dar al-Kutub, 1998), 97.

[10]             HR. Tirmidzi, no. 2380.

[11]             Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Mu’amalat (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), 76.

[12]             Ibnu Khaldun, Muqaddimah, 269.

[13]             Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.

[14]             HR. Muslim, no. 2588.

[15]             Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 287.


5.           Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1.       Kesimpulan

Dalam Islam, akhlak memiliki peran penting dalam membentuk karakter individu dan masyarakat. Israf (berlebihan), tabzir (pemborosan), dan bakhil (kikir) adalah tiga bentuk akhlak tercela yang dilarang dalam ajaran Islam karena dapat merusak keseimbangan hidup dan menimbulkan dampak negatif bagi individu maupun sosial.

Pertama, israf adalah perilaku yang melampaui batas dalam membelanjakan harta, menggunakan makanan, pakaian, dan sumber daya lainnya. Al-Qur’an melarang israf dalam QS. Al-A’raf (7) ayat 31, di mana Allah mengingatkan manusia untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas1. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa kebiasaan hidup berlebihan akan menumpulkan kepekaan seseorang terhadap kebutuhan sosial dan menjauhkannya dari sifat zuhud2.

Kedua, tabzir adalah tindakan pemborosan harta pada hal yang tidak memiliki manfaat. Allah menegaskan dalam QS. Al-Isra (17) ayat 26-27 bahwa para pemboros adalah "saudara setan", karena mereka tidak memanfaatkan harta dengan bijak3. Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tabzir bukan hanya sekadar menghamburkan harta, tetapi juga menggunakan sumber daya dengan cara yang sia-sia dan tidak memiliki maslahat4.

Ketiga, bakhil adalah sikap kikir dan enggan membagikan harta atau rezeki kepada yang membutuhkan. Al-Qur’an dalam QS. Al-Hadid (57) ayat 24 mengecam orang-orang yang menyembunyikan karunia Allah dan tidak mau berbagi dengan sesama5. Dalam Tahdzib al-Akhlaq, Ibn Miskawayh menyebutkan bahwa sifat bakhil dapat menghancurkan tatanan sosial dan menjadikan seseorang terasing dalam masyarakat6.

Islam menganjurkan keseimbangan dalam membelanjakan harta dan menghindari ekstremitas dalam penggunaan sumber daya. Rasulullah Saw bersabda:

خَيْرُ ٱلْأُمُورِ أَوْسَطُهَا

"Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan." (HR. Al-Baihaqi)7

Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menerapkan prinsip wasathiyyah (keseimbangan) dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari perilaku yang merugikan diri sendiri dan masyarakat.

5.2.       Rekomendasi

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, terdapat beberapa langkah konkret yang dapat diterapkan untuk menghindari israf, tabzir, dan bakhil:

5.2.1.      Meningkatkan Kesadaran akan Prinsip Moderasi dalam Islam

·                     Memahami bahwa wasathiyyah adalah prinsip fundamental dalam Islam yang menekankan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan8.

·                     Mengedukasi masyarakat tentang bahaya gaya hidup konsumtif dan pentingnya mengelola harta dengan bijak.

5.2.2.      Menerapkan Manajemen Keuangan Islami

·                     Mengatur pengeluaran dengan bijak sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan.

·                     Memprioritaskan zakat, infaq, dan sedekah dalam perencanaan keuangan untuk menghindari sifat bakhil9.

·                     Menggunakan konsep ekonomi Islam yang menekankan keadilan dalam distribusi harta dan menghindari eksploitasi sumber daya yang berlebihan10.

5.2.3.      Mendorong Kebiasaan Berbagi dan Saling Membantu

·                     Memperbanyak sedekah dan infak sebagai bentuk kepedulian sosial.

·                     Membantu masyarakat yang kurang mampu melalui program zakat, wakaf, dan infak berjamaah11.

·                     Mengembangkan lembaga sosial berbasis syariah yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan dalam masyarakat.

5.2.4.      Menjaga Keseimbangan dalam Konsumsi

·                     Menerapkan kebiasaan sederhana dalam konsumsi makanan, pakaian, dan sumber daya alam.

·                     Mengurangi kebiasaan membeli barang-barang yang tidak diperlukan demi menjaga keberlanjutan ekonomi dan lingkungan12.

·                     Menanamkan nilai qana’ah (merasa cukup) agar tidak terjebak dalam budaya konsumtif13.

5.2.5.    Meningkatkan Pendidikan dan Kajian Keislaman

·                     Mengajarkan pentingnya etika penggunaan harta sejak usia dini melalui pendidikan Islam14.

·                     Menyelenggarakan kajian Islam yang membahas fiqh muamalah dan etika dalam mengelola kekayaan.

·                     Menerapkan prinsip-prinsip akhlak dalam kebijakan ekonomi berbasis Islam di tingkat komunitas dan pemerintahan.


Kesimpulan Akhir

Menghindari israf, tabzir, dan bakhil bukan hanya kewajiban individu, tetapi juga tanggung jawab sosial dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Islam memberikan solusi konkret melalui konsep wasathiyyah, manajemen harta yang bijak, dan kepedulian terhadap sesama. Dengan menerapkan ajaran ini, umat Islam dapat menjalani kehidupan yang lebih berkah dan terhindar dari dampak negatif akibat gaya hidup yang tidak seimbang.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur’an, Al-A’raf (7) ayat 31.

[2]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), 278.

[3]                Al-Qur’an, Al-Isra (17) ayat 26-27.

[4]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, vol. 5 (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 55.

[5]                Al-Qur’an, Al-Hadid (57) ayat 24.

[6]                Ibn Miskawayh, Tahdzib al-Akhlaq (Beirut: Dar al-Kutub, 1998), 97.

[7]                HR. Al-Baihaqi, no. 20425.

[8]                Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), 201.

[9]                Ibnu Taimiyah, Al-Hisbah fi al-Islam (Riyadh: Dar al-Ilm, 1998), 112.

[10]             Muhammad Nejatullah Siddiqi, Islamic Economics: A Survey of the Literature (Jeddah: Islamic Research and Training Institute, 2001), 47.

[11]             Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 269.

[12]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Zakah (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000), 155.

[13]             Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, vol. 3, 286.

[14]             Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Mu’amalat (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), 76.


Daftar Pustaka

Al-Qur'an dan Hadis

·                     Al-Qur’an Al-Karim

·                     Al-Baihaqi. (n.d.). Sunan al-Kubra.

·                     Al-Bukhari, M. I. (n.d.). Sahih al-Bukhari.

·                     Ahmad bin Hanbal. (n.d.). Musnad Ahmad.

·                     Muslim bin al-Hajjaj. (n.d.). Sahih Muslim.

·                     Al-Tirmidzi, M. I. (n.d.). Sunan al-Tirmidzi.

Kitab Tafsir dan Akhlak Islam

·                     Al-Ghazali, A. H. (2005). Ihya’ Ulumuddin (Vol. 3). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

·                     Al-Qaradawi, Y. (2000). Fiqh al-Zakah. Kairo: Maktabah Wahbah.

·                     Al-Qurthubi, M. A. (2006). Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Vol. 4). Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.

·                     Az-Zuhaili, W. (2005). Fiqh al-Islam wa Adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr.

·                     Az-Zuhaili, W. (2005). Fiqh al-Mu’amalat. Damaskus: Dar al-Fikr.

·                     Ibnu Katsir, I. (2000). Tafsir al-Qur'an al-Adzim (Vol. 5). Beirut: Dar al-Fikr.

·                     Ibnu Khaldun, A. R. (1995). Muqaddimah. Beirut: Dar al-Fikr.

·                     Ibnu Miskawayh, A. I. (1998). Tahdzib al-Akhlaq. Beirut: Dar al-Kutub.

·                     Ibnu Taimiyah, A. A. (1998). Al-Hisbah fi al-Islam. Riyadh: Dar al-Ilm.

Ekonomi dan Manajemen Keuangan Islam

·                     Siddiqi, M. N. (2001). Islamic Economics: A Survey of the Literature. Jeddah: Islamic Research and Training Institute.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar