Kajian Komprehensif tentang Ulumul Qur'an
Abstrak
Kajian Ulumul
Qur'an merupakan cabang ilmu yang membahas berbagai aspek terkait dengan
Al-Qur'an, mulai dari sejarah, konteks, metode interpretasi, hingga aplikasinya
dalam kehidupan modern. Artikel ini menyajikan analisis komprehensif mengenai
sejarah perkembangan Ulumul Qur'an, cabang-cabang utama yang menjadi fokus
kajiannya, metode penelitian yang digunakan, serta relevansinya dalam menjawab
tantangan era kontemporer. Berbagai cabang ilmu seperti Asbabun Nuzul, Nasikh
wa Mansukh, Makki dan Madani, Qira’at, hingga I’jazul Qur'an dibahas secara
mendalam untuk memberikan gambaran holistik terhadap Al-Qur'an sebagai kitab
suci umat Islam.
Relevansi
kajian ini tidak hanya terbatas pada aspek spiritual, tetapi juga meluas ke
ranah sosial, politik, dan sains modern. Ulumul Qur'an memberikan kontribusi
signifikan dalam menjawab tantangan globalisasi, termasuk isu keadilan sosial,
integrasi nilai-nilai moral dalam demokrasi, serta hubungan antara Al-Qur'an
dan temuan ilmiah modern. Di sisi lain, kajian ini juga menghadapi tantangan,
seperti kritik orientalis, minimnya pemahaman masyarakat, dan disinformasi di
era digital.
Dengan
memanfaatkan sumber-sumber primer seperti Al-Qur'an, hadis, karya ulama klasik
(Al-Itqan oleh Al-Suyuthi dan Al-Burhan oleh Al-Zarkasyi), serta
literatur kontemporer, kajian ini menawarkan pendekatan yang sistematis dan
relevan. Artikel ini menekankan pentingnya integrasi ilmu tradisional dengan
pendekatan modern untuk memastikan bahwa Al-Qur'an terus menjadi panduan
kehidupan yang otentik dan relevan sepanjang zaman.
Kata Kunci: Ulumul Qur'an, Asbabun
Nuzul, Nasikh wa Mansukh, Al-Qur'an, Kemukjizatan, Relevansi Modern.
PEMBAHASAN
Ulumul
Qur’an: Pengertian dan Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
1.
Pendahuluan
1.1.
Definisi Ulumul Qur'an
Ulumul Qur'an secara harfiah berarti "Ilmu-ilmu tentang
Al-Qur'an". Istilah ini merujuk pada cabang-cabang ilmu yang membahas
segala hal yang berkaitan dengan Al-Qur'an, seperti sejarah turunnya wahyu,
penulisan mushaf, cara membaca, dan penafsiran ayat-ayatnya. Menurut Imam
Jalaluddin Al-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an,
Ulumul Qur'an mencakup berbagai ilmu yang membantu memahami isi dan pesan
Al-Qur'an secara mendalam, mulai dari ilmu Asbabun Nuzul hingga I'jazul Qur'an
(kemukjizatan Al-Qur'an).1
1.2.
Urgensi Kajian Ulumul Qur'an
Kajian tentang Ulumul Qur'an memiliki urgensi yang sangat besar
dalam tradisi keilmuan Islam. Al-Qur'an adalah pedoman hidup umat Islam yang
berfungsi sebagai sumber hukum utama dan petunjuk kehidupan (QS. Al-Baqarah [02]
ayat 2). Pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur'an hanya dapat dicapai melalui
penguasaan ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya. Ulumul Qur'an membantu umat
Islam memahami konteks turunnya ayat, hukum-hukum di dalamnya, dan nilai-nilai
universal yang terkandung dalam kitab suci ini. Tanpa pemahaman yang memadai,
seseorang dapat tergelincir dalam penafsiran yang keliru atau bahkan
bertentangan dengan syariat.2
Lebih lanjut, Sheikh Muhammad Abu Zahrah dalam Tafsir wa
Mufassirun menjelaskan bahwa salah satu tujuan penting Ulumul Qur'an
adalah menjaga keaslian dan otentisitas Al-Qur'an agar tidak terjadi distorsi
dalam memahami pesan ilahiah yang terkandung di dalamnya. Hal ini sangat
relevan di tengah dinamika zaman modern yang sering kali menghadirkan tantangan
baru dalam memahami Al-Qur'an.3
1.3.
Tujuan Kajian
Tujuan dari artikel ini adalah memberikan gambaran yang
komprehensif mengenai Ulumul Qur'an, mulai dari sejarah perkembangannya,
cabang-cabang ilmunya, hingga relevansinya dalam kehidupan kontemporer. Kajian
ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi pembaca, khususnya pelajar dan
akademisi, untuk mendalami Al-Qur'an dengan pendekatan yang ilmiah dan
bertanggung jawab. Melalui artikel ini, penulis juga berharap dapat memupuk
kecintaan terhadap Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam yang menjadi sumber
inspirasi, etika, dan ilmu pengetahuan.
Footnotes
[1]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, (Beirut:
Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1996), Juz 1, hlm. 3.
[2]
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2019), QS. Al-Baqarah: 2.
[3]
Muhammad
Abu Zahrah, Tafsir wa Mufassirun, (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi,
1976), hlm. 45.
2.
Sejarah Perkembangan Ulumul Qur'an
2.1.
Masa Nabi Muhammad Saw
Pada masa Nabi Muhammad Saw, wahyu Al-Qur'an diturunkan secara
bertahap selama 23 tahun, sesuai dengan situasi dan kebutuhan umat Islam pada
saat itu. Para sahabat langsung belajar Al-Qur'an dari Nabi, baik dalam aspek
bacaannya maupun pemahamannya. Nabi sendiri menjelaskan makna ayat-ayat yang
dianggap sulit dipahami oleh sahabat, sehingga pada masa ini, Ulumul Qur'an
bersifat praktis dan langsung terikat pada wahyu yang turun. Hal ini tercermin
dalam peristiwa turunnya QS. Al-Ma’idah [05] ayat 3, yang menjadi penanda
selesainya syariat Islam.1
2.2.
Periode Khulafaurasyidin
Setelah wafatnya Nabi, perhatian terhadap pelestarian Al-Qur'an
menjadi semakin penting. Pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, terjadi
pengumpulan pertama mushaf Al-Qur'an dalam satu naskah berdasarkan inisiatif
Umar bin Khattab, menyusul gugurnya banyak penghafal Al-Qur'an dalam Perang
Yamamah.2 Kodifikasi ini kemudian disempurnakan pada
masa Khalifah Utsman bin Affan, dengan standarisasi mushaf dan pengiriman
salinan ke berbagai wilayah Islam. Langkah ini bertujuan untuk menghindari
perbedaan bacaan (ikhtilaf qira’at) yang dapat memicu konflik di
antara umat Islam.3
2.3.
Masa Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in
Pada masa tabi’in dan tabi’ut tabi’in, perhatian terhadap kajian
sistematis ilmu-ilmu Al-Qur'an semakin meningkat. Ilmu Asbabun Nuzul, Makki dan
Madani, Nasikh wa Mansukh, serta Qira’at mulai disusun secara mandiri. Salah
satu ulama yang berperan besar dalam pengembangan Ulumul Qur'an pada masa ini
adalah Imam Mujahid (w. 722 M), seorang murid Abdullah bin Abbas, yang dikenal
sebagai bapak tafsir.4
2.4.
Kontribusi Ulama Klasik
Pada era keemasan Islam, Ulumul Qur'an berkembang menjadi
disiplin ilmu yang mapan. Tokoh-tokoh seperti Al-Zarkasyi (w. 1392 M) dengan
karyanya Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an dan Al-Suyuthi (w. 1505 M) dengan
Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an adalah dua figur penting yang menyusun
sistematika Ulumul Qur'an dalam bentuk yang kita kenal hari ini. Karya-karya
mereka tidak hanya menjadi rujukan utama dalam kajian Al-Qur'an tetapi juga
menunjukkan keluasan cakupan Ulumul Qur'an, termasuk aspek linguistik, tematik,
dan historis.5
2.5.
Era Kontemporer
Pada abad modern, kajian Ulumul Qur'an terus mengalami
pembaruan. Tokoh seperti Muhammad Abduh dan Rashid Rida menekankan relevansi
Al-Qur'an dengan konteks sosial dan sains modern. Selain itu, para akademisi
kontemporer seperti Dr. Subhi Al-Salih dalam bukunya Mabahith fi Ulum
al-Qur'an menambahkan pendekatan ilmiah dalam membahas ilmu-ilmu
Al-Qur'an, sehingga dapat diterima oleh berbagai kalangan.6
Footnotes
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Kementerian
Agama RI, 2019), QS. Al-Ma’idah: 3.
[2]
Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, Kitab Fadha'il Al-Qur'an, Hadis
No. 4986.
[3]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), Juz 1, hlm. 70.
[4]
Ibn Kathir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 2001), Juz 9, hlm. 223.
[5]
Badr al-Din al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an, (Beirut:
Dar al-Ma’rifah, 1957), Juz 1, hlm. 5-10.
[6]
Subhi al-Salih, Mabahith fi Ulum al-Qur'an, (Beirut: Dar
al-‘Ilm li al-Malayin, 1988), hlm. 15-20.
3.
Cabang-Cabang Utama Ulumul Qur'an
Kajian Ulumul Qur'an mencakup berbagai cabang ilmu yang membantu
memahami Al-Qur'an secara mendalam. Berikut adalah cabang-cabang utamanya:
3.1.
Ilmu Asbabun Nuzul (Sebab-Sebab Turunnya Ayat)
Ilmu ini membahas latar belakang dan sebab-sebab turunnya ayat
Al-Qur'an, baik terkait peristiwa tertentu maupun pertanyaan dari umat.
Pemahaman terhadap Asbabun Nuzul membantu menjelaskan konteks ayat, sehingga
umat Islam dapat menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran. Sebagaimana
dikatakan oleh Al-Suyuthi dalam Al-Itqan,
"Mengetahui sebab turunnya ayat adalah kunci untuk memahami maknanya
dengan benar."1 Contohnya adalah QS. Al-Baqarah [02] ayat
219, yang diturunkan menjawab pertanyaan tentang hukum khamar dan judi.2
3.2.
Ilmu Makki dan Madani
Ilmu ini membahas klasifikasi ayat-ayat Al-Qur'an berdasarkan
tempat turunnya (Makkiyah dan Madaniyah). Ayat Makkiyah biasanya memiliki
karakteristik dakwah tauhid, sementara ayat Madaniyah cenderung mengatur aspek
sosial dan hukum. Ulama seperti Al-Zarkasyi menjelaskan bahwa memahami Makki
dan Madani membantu dalam memahami konteks historis Al-Qur'an dan urutan wahyu.3
3.3.
Ilmu Nasikh wa Mansukh
Ilmu ini membahas ayat-ayat yang nasikh (menghapus hukum) dan
mansukh (dihapus hukumnya). Pengetahuan ini penting untuk memahami hukum
syariat yang berlaku. Misalnya, QS. Al-Baqarah: 180 tentang wasiat dihapus oleh
QS. An-Nisa [04] ayat 11 yang mengatur pembagian warisan secara rinci.4 Subhi Al-Salih menekankan bahwa ilmu ini
mencegah kontradiksi dalam memahami hukum Al-Qur'an.5
3.4.
Ilmu Qira’at
Ilmu ini membahas variasi bacaan Al-Qur'an yang diakui dalam
tradisi Islam. Bacaan qira'at mutawatir seperti riwayat Hafs dan Warsh
menunjukkan kekayaan linguistik Al-Qur'an dan fleksibilitasnya dalam
menyampaikan pesan. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an,
perbedaan bacaan ini tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi makna ayat.6
3.5.
Ilmu Tajwid
Ilmu Tajwid adalah ilmu yang mengatur cara membaca Al-Qur'an
dengan tartil, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Muzzammil [73] ayat 4,
"Bacalah Al-Qur'an dengan tartil." Ilmu ini meliputi kaidah
bacaan, pengucapan huruf, dan aturan waqaf, sehingga pembacaan Al-Qur'an
dilakukan sesuai dengan kaidah yang benar.7
3.6.
Ilmu I’jazul Qur'an
Ilmu ini membahas kemukjizatan Al-Qur'an dalam berbagai aspek,
termasuk bahasa, kandungan hukum, dan petunjuk ilmiah. Salah satu bentuk
kemukjizatan adalah keindahan gaya bahasa Al-Qur'an yang tidak dapat
ditandingi, sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 23 yang
menantang manusia untuk membuat satu surah serupa.8 Fakhruddin Al-Razi menegaskan bahwa
kemukjizatan Al-Qur'an juga mencakup keilmuan yang melampaui zamannya.9
3.7.
Ilmu Gharibul Qur'an
Ilmu ini mempelajari kata-kata asing atau sulit dalam Al-Qur'an.
Misalnya, kata "ababil" dalam QS. Al-Fil [105] ayat 3 yang
bermakna "burung dalam kelompok."10 Memahami ilmu ini penting untuk mencegah
salah tafsir akibat ketidaktahuan terhadap kosakata kuno.
3.8.
Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir adalah cabang utama Ulumul Qur'an yang membahas
metode untuk memahami, menjelaskan, dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an. Tafsir
terbagi menjadi tafsir bi al-ma'tsur (berdasarkan hadis dan pendapat sahabat)
dan tafsir bi al-ra’yi (berdasarkan ijtihad ulama). Tokoh besar seperti Ibn
Jarir Al-Tabari menjadi pelopor dalam menyusun kitab tafsir monumental, yaitu Tafsir Al-Tabari.11
3.9.
Ilmu Rasmul Mushaf
Ilmu ini membahas kaidah penulisan Al-Qur'an sesuai dengan
tulisan mushaf Utsmani. Ilmu ini penting untuk menjaga keaslian mushaf
Al-Qur'an dan menghindari penyimpangan dalam penulisan. Misalnya, penulisan
kata "sholat" ditulis sebagai "صلوة" dalam mushaf.12
Footnotes
[1]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), Juz 1, hlm. 31.
[2]
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2019), QS. Al-Baqarah: 219.
[3]
Badruddin Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an, (Beirut:
Dar al-Ma’rifah, 1957), Juz 1, hlm. 45-50.
[4]
Subhi Al-Salih, Mabahith fi Ulum al-Qur'an, (Beirut:
Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1988), hlm. 71-73.
[5]
Subhi Al-Salih, Mabahith fi Ulum al-Qur'an, hlm. 72.
[6]
Badruddin Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an, Juz 1, hlm.
101.
[7]
Departemen Agama RI, QS. Al-Muzzammil: 4.
[8]
Departemen Agama RI, QS. Al-Baqarah: 23.
[9]
Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb, (Beirut: Dar al-Fikr, 1981),
Juz 1, hlm. 88.
[10]
Al-Khalil ibn Ahmad, Kitab al-Ain, (Beirut: Dar al-Fikr, 1982), hlm. 114.
[11]
Ibn Jarir Al-Tabari, Tafsir Al-Tabari, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1987),
Juz 1, hlm. 5.
[12]
Abu Amr Al-Dani, Al-Muqni’ fi Rasm Masahif Al-Amsar, (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997), hlm. 10.
4.
Metode Penelitian dalam Ulumul Qur'an
Metode penelitian dalam Ulumul Qur'an mencakup berbagai
pendekatan yang digunakan oleh para ulama untuk memahami, mengkaji, dan menganalisis
Al-Qur'an. Pendekatan-pendekatan ini tidak hanya bersifat tradisional tetapi
juga terus berkembang sesuai kebutuhan zaman. Berikut adalah metode utama dalam
penelitian Ulumul Qur'an:
4.1.
Pendekatan Tematik (Mawdu’i)
Pendekatan tematik adalah metode penelitian yang mengkaji tema
tertentu dalam Al-Qur'an dengan menghimpun semua ayat yang berkaitan dengan
tema tersebut, kemudian menganalisisnya secara komprehensif. Contohnya adalah
tema keadilan, yang dibahas melalui ayat-ayat seperti QS. An-Nisa [04] ayat 58
dan QS. Al-Ma’idah [05] ayat 8. Subhi Al-Salih menjelaskan bahwa pendekatan ini
bertujuan untuk menemukan pandangan Al-Qur'an secara holistik terhadap suatu
topik.1
Pendekatan tematik memudahkan pembaca memahami bagaimana
Al-Qur'an membahas suatu isu dalam konteks yang lebih luas dan terintegrasi.
4.2.
Pendekatan Tahlili (Analitis)
Metode ini adalah pendekatan klasik yang dilakukan dengan
menguraikan ayat-ayat Al-Qur'an satu per satu berdasarkan susunan mushaf. Para
mufassir, seperti Ibn Kathir dan Al-Tabari, menggunakan metode ini dalam
karya-karya tafsir mereka. Pendekatan ini melibatkan analisis linguistik,
sejarah, dan hukum dari setiap ayat. Fakhruddin Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb
menyatakan bahwa metode tahlili memberikan ruang untuk analisis yang mendalam
terhadap kata-kata Al-Qur'an.2
4.3.
Pendekatan Muqaran (Komparatif)
Pendekatan muqaran digunakan untuk membandingkan berbagai
penafsiran atau pendapat ulama terhadap suatu ayat. Misalnya, perbedaan
penafsiran tentang ayat mutasyabihat dalam QS. Ali ‘Imran [03] ayat 7 antara
ulama yang menganut metode tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Allah) dan
ulama yang menggunakan metode ta'wil (penafsiran simbolik). Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan
menekankan pentingnya pendekatan ini untuk memahami keragaman pemikiran dalam
Islam.3
4.4.
Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis digunakan untuk menggali nilai-nilai
filosofis dan metafisis yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Misalnya,
konsep tauhid sebagai dasar kosmologi Islam dianalisis melalui pendekatan ini.
Ulama seperti Al-Ghazali menggunakan pendekatan ini untuk menjelaskan hubungan
antara Tuhan, manusia, dan alam semesta, sebagaimana terlihat dalam Ihya Ulumuddin.4
4.5.
Pendekatan Historis
Pendekatan historis digunakan untuk memahami konteks sejarah
turunnya ayat-ayat Al-Qur'an (Asbabun Nuzul) dan kondisi sosial masyarakat Arab
pada masa itu. Metode ini membantu menjelaskan bagaimana pesan Al-Qur'an
relevan dengan situasi masa kini. Sebagai contoh, ayat-ayat yang mengatur
perbudakan (QS. An-Nur [24] ayat 33) dapat dipahami melalui konteks sosial
zaman Nabi.5
4.6.
Pendekatan Linguistik
Metode linguistik bertujuan untuk menganalisis struktur bahasa,
gaya sastra, dan kosa kata Al-Qur'an. Ilmu seperti Gharibul Qur'an (kata-kata
sulit dalam Al-Qur'an) dan Balaghah (retorika) adalah bagian integral
dari pendekatan ini. Al-Jurjani dalam Dala'il
al-I'jaz menunjukkan bahwa keindahan bahasa Al-Qur'an adalah salah
satu bukti kemukjizatannya.6
4.7.
Pendekatan Modern
Pada abad ke-20, muncul pendekatan-pendekatan baru yang mencoba
mengaitkan Al-Qur'an dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Pendekatan
ini digunakan untuk membuktikan bahwa Al-Qur'an mengandung pengetahuan ilmiah
yang melampaui zamannya. Misalnya, penafsiran tentang proses penciptaan manusia
dalam QS. Al-Mu’minun [23] ayat 12-14 yang dianalisis berdasarkan embriologi
modern.7
Kesimpulan
Metode penelitian dalam Ulumul Qur'an mencerminkan kedalaman dan
kompleksitas ilmu ini. Setiap pendekatan memiliki kekhasan dan kegunaannya
masing-masing, tergantung pada tujuan kajian. Dengan memadukan
pendekatan-pendekatan ini, para ulama dapat memberikan penafsiran yang lebih
komprehensif dan relevan terhadap Al-Qur'an.
Footnotes
[1]
Subhi Al-Salih, Mabahith fi Ulum al-Qur'an, (Beirut:
Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1988), hlm. 128.
[2]
Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb, (Beirut: Dar al-Fikr, 1981),
Juz 1, hlm. 22.
[3]
Badruddin Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an, (Beirut:
Dar al-Ma’rifah, 1957), Juz 2, hlm. 120-125.
[4]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Kairo: Dar al-Hadith, 1993), Juz 4, hlm. 12-15.
[5]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1987), hlm. 35.
[6]
Al-Jurjani, Dala'il al-I'jaz, (Kairo: Dar al-Fikr, 1992),
hlm. 50-55.
[7]
Maurice Bucaille, The Bible, the Qur'an and Science,
(Indianapolis: American Trust Publications, 1976), hlm. 190-195.
5.
Relevansi Ulumul Qur'an dalam Kehidupan Modern
Kajian Ulumul Qur'an tidak
hanya berperan dalam memahami Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam, tetapi
juga memiliki relevansi yang signifikan dalam menjawab tantangan kehidupan
modern. Berikut adalah beberapa aspek penting relevansi Ulumul Qur'an:
5.1.
Sebagai Panduan Etika dan Moral
Al-Qur'an menawarkan panduan
etika dan moral universal yang relevan untuk berbagai aspek kehidupan manusia,
baik individu maupun sosial. Prinsip-prinsip keadilan, toleransi, dan
kemanusiaan yang terkandung dalam Al-Qur'an tetap relevan untuk mengatasi
konflik, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial di era modern. Misalnya, QS.
Al-Maidah [05] ayat 8 menekankan keadilan meskipun terhadap pihak yang tidak
disukai:
"Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah;
karena keadilan itu lebih dekat kepada takwa."1
5.2.
Menjawab Tantangan Sosial-Politik
Dalam konteks modern, Ulumul
Qur'an dapat memberikan perspektif Islam tentang isu-isu kontemporer seperti
hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan sosial. Al-Qur'an mengajarkan
prinsip syura (musyawarah) dalam pengambilan keputusan (QS. Asy-Syura [42] ayat
38), yang sejalan dengan nilai-nilai demokrasi modern. Hal ini menunjukkan
bahwa Al-Qur'an memiliki fleksibilitas untuk diintegrasikan ke dalam sistem
sosial-politik yang dinamis.2
5.3.
Hubungan Antara Agama dan Sains
Ulumul Qur'an membantu umat
Islam memahami bagaimana Al-Qur'an relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
modern. Sebagai contoh, ayat tentang penciptaan manusia dalam QS. Al-Mu’minun
[23] ayat 12-14 menjelaskan tahapan perkembangan embrio yang selaras dengan
temuan ilmu kedokteran modern. Maurice Bucaille mencatat bahwa keselarasan ini
menjadi bukti bahwa Al-Qur'an mendahului penemuan ilmiah modern.3
5.4.
Menginspirasi Teknologi dan Inovasi
Beberapa ulama modern melihat
bahwa Al-Qur'an memberikan motivasi bagi pengembangan teknologi dan inovasi.
Misalnya, QS. Al-Anbiya [21] ayat 30 yang menyebutkan penciptaan alam semesta
sebagai satu kesatuan yang "terpisah" relevan dengan teori Big
Bang. Penelitian dalam bidang astronomi sering kali merujuk pada ayat-ayat
Al-Qur'an sebagai inspirasi.4
5.5.
Penerapan dalam Pendidikan
Ulumul Qur'an berperan
penting dalam pengembangan kurikulum pendidikan Islam yang komprehensif.
Pemahaman mendalam terhadap Ulumul Qur'an membantu generasi muda Muslim
membangun pola pikir yang kritis dan terbuka terhadap perubahan zaman tanpa
kehilangan nilai-nilai spiritual. Sheikh Muhammad Abduh menekankan pentingnya
pendidikan Al-Qur'an yang mengintegrasikan ilmu agama dengan sains modern,
sehingga menghasilkan generasi yang seimbang secara spiritual dan intelektual.5
5.6.
Panduan Resolusi Konflik
Nilai-nilai toleransi dan
perdamaian dalam Al-Qur'an dapat digunakan untuk meredakan konflik, baik dalam
keluarga, masyarakat, maupun antarnegara. QS. Al-Hujurat [49] ayat 10
mengajarkan pentingnya rekonsiliasi:
"Sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara. Karena itu, damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."6
5.7.
Relevansi Spiritual
Di tengah krisis spiritual
dan materialisme yang melanda dunia modern, Ulumul Qur'an memberikan panduan
hidup yang memadukan keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi.
Nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam Al-Qur'an mengajarkan manusia untuk
hidup dengan kesadaran terhadap tujuan penciptaannya, sebagaimana disebutkan
dalam QS. Adz-Dzariyat [51] ayat 56:
"Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku."7
Kesimpulan
Relevansi Ulumul Qur'an dalam
kehidupan modern sangat luas, mencakup aspek etika, sains, pendidikan,
sosial-politik, dan spiritualitas. Pemahaman yang mendalam terhadap Ulumul
Qur'an memungkinkan umat Islam untuk menjadikan Al-Qur'an sebagai panduan yang
relevan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.
Footnotes
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur'an
dan Terjemahannya, (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2019), QS. Al-Maidah: 8.
[2]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan
fi Ulum al-Qur'an, (Beirut: Dar
al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1996), Juz 1, hlm. 221-222.
[3]
Maurice Bucaille, The Bible, the Qur'an
and Science, (Indianapolis: American
Trust Publications, 1976), hlm. 188-190.
[4]
Harun Yahya, The Miracles of the
Qur'an, (Istanbul: Global
Publishing, 2003), hlm. 85.
[5]
Muhammad Abduh, Risalat al-Tawhid, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), hlm. 98-101.
[6]
Departemen Agama RI, Al-Qur'an
dan Terjemahannya, QS. Al-Hujurat:
10.
[7]
Departemen Agama RI, Al-Qur'an
dan Terjemahannya, QS. Adz-Dzariyat:
56.
6.
Tantangan dalam Kajian Ulumul Qur'an
Kajian Ulumul Qur'an telah menghadapi
berbagai tantangan sepanjang sejarah, terutama dalam upaya memelihara
otentisitas dan relevansinya di tengah perubahan zaman. Tantangan ini semakin
kompleks pada era modern, di mana perkembangan teknologi, perbedaan ideologi,
dan globalisasi memberikan dampak signifikan terhadap kajian ini. Berikut
adalah beberapa tantangan utama:
6.1.
Minimnya Pemahaman Masyarakat
Banyak umat Islam yang belum
memiliki pemahaman mendalam tentang Ulumul Qur'an. Sebagian besar hanya
terbatas pada pembacaan Al-Qur'an tanpa memahami kandungan ilmunya, seperti
Asbabun Nuzul, Nasikh wa Mansukh, atau Qira’at. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya akses terhadap kitab-kitab klasik dan minimnya upaya pendidikan yang
terstruktur dalam mengenalkan Ulumul Qur'an kepada generasi muda.1
6.2.
Kompleksitas Bahasa dan Konteks
Bahasa Arab Al-Qur'an, yang
kaya akan makna dan nuansa, menjadi salah satu tantangan utama dalam kajian
Ulumul Qur'an. Sebagian besar umat Islam di dunia bukanlah penutur asli bahasa
Arab, sehingga interpretasi ayat-ayat Al-Qur'an dapat terhambat oleh
keterbatasan pemahaman linguistik. Sebagaimana dicatat oleh Al-Jurjani,
keindahan dan kedalaman makna Al-Qur'an sering kali tidak dapat diterjemahkan
secara sempurna ke dalam bahasa lain.2
6.3.
Kesalahpahaman terhadap Ilmu Nasikh wa Mansukh
Ilmu Nasikh wa Mansukh sering
kali menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama dan umat Islam. Sebagian pihak
menganggap bahwa konsep ini menunjukkan "perubahan" dalam
wahyu, sehingga menimbulkan keraguan terhadap keabsahan hukum dalam Al-Qur'an.
Padahal, menurut Imam As-Suyuthi dalam Al-Itqan,
nasikh wa mansukh merupakan bentuk fleksibilitas hukum syariat yang disesuaikan
dengan konteks sosial pada masa penurunan wahyu.3
6.4.
Perbedaan Qira’at dan Mazhab
Variasi dalam bacaan (qira’at)
Al-Qur'an, seperti Qira’at Hafs dan Warsh, sering menjadi sumber kebingungan
bagi umat Islam yang tidak memahami ilmu Qira’at. Perbedaan ini, meskipun
bersifat minor, dapat menimbulkan kesalahpahaman tentang keaslian Al-Qur'an
bagi mereka yang tidak mendalami ilmunya. Ulama seperti Al-Dani dalam Taysir
al-Qira'at menegaskan bahwa semua qira’at mutawatir adalah bagian
dari kekayaan tradisi Islam, bukan kontradiksi.4
6.5.
Pengaruh Ideologi dan Politisasi
Kajian Ulumul Qur'an sering
kali terpengaruh oleh ideologi tertentu yang berusaha menafsirkan Al-Qur'an
sesuai dengan agenda politik atau kepentingan kelompok tertentu. Hal ini terlihat
dalam upaya beberapa pihak yang menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk
melegitimasi tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai universal Islam,
seperti kekerasan atau diskriminasi. Subhi Al-Salih memperingatkan bahwa
politisasi Al-Qur'an dapat merusak integritas kajian ilmiah Ulumul Qur'an.5
6.6.
Tantangan dari Kritik Orientalis
Para orientalis Barat sering
kali mengkritik Al-Qur'an melalui pendekatan yang berbeda dengan tradisi
keilmuan Islam. Mereka mempertanyakan otentisitas Al-Qur'an, konteks sejarah
wahyu, hingga metode pengumpulan mushaf. Dalam bukunya The
History of the Qur'an, Theodor Nöldeke, salah satu orientalis
terkemuka, mengajukan teori yang meragukan kodifikasi Al-Qur'an oleh Khalifah
Utsman bin Affan. Kritik ini memicu tantangan bagi para ulama untuk menjelaskan
kembali otentisitas Al-Qur'an dengan data dan argumen yang kuat.6
6.7.
Dampak Globalisasi dan Teknologi
Di era globalisasi, informasi
tentang Al-Qur'an tersebar luas tanpa kendali, baik melalui media sosial maupun
platform digital. Sayangnya, tidak semua informasi tersebut berasal dari sumber
yang otoritatif, sehingga sering kali menimbulkan disinformasi dan pemahaman
yang keliru. Sebagai contoh, banyak tafsir palsu atau konten tendensius yang
disebarkan untuk mendiskreditkan Al-Qur'an dan Islam.7
Solusi untuk Menghadapi Tantangan
Untuk mengatasi tantangan
tersebut, diperlukan pendekatan yang strategis, seperti:
1)
Pendidikan
Ulumul Qur'an yang Terstruktur:
Memasukkan kajian Ulumul Qur'an dalam
kurikulum pendidikan Islam.
2)
Pengembangan
Studi Digital:
Meningkatkan akses ke kitab-kitab klasik
Ulumul Qur'an melalui platform digital.
3)
Dialog
Antaragama dan Antarkomunitas:
Mengatasi kesalahpahaman melalui dialog
yang terbuka dan berbasis ilmu pengetahuan.
4)
Pelatihan
Bahasa Arab:
Meningkatkan kompetensi bahasa Arab di
kalangan umat Islam untuk memperdalam pemahaman mereka terhadap Al-Qur'an.
Footnotes
[1]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan
fi Ulum al-Qur'an, (Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), Juz 1, hlm. 45.
[2]
Al-Jurjani, Dala'il al-I'jaz, (Kairo: Dar al-Fikr, 1992), hlm. 72.
[3]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan
fi Ulum al-Qur'an, Juz 1, hlm.
53-56.
[4]
Abu Amr Al-Dani, Taysir al-Qira'at, (Beirut: Dar al-Ma'arif, 1993), hlm. 10-15.
[5]
Subhi Al-Salih, Mabahith fi Ulum
al-Qur'an, (Beirut: Dar al-‘Ilm li
al-Malayin, 1988), hlm. 212-215.
[6]
Theodor Nöldeke, The History of the
Qur'an, (Edinburgh: Edinburgh
University Press, 2013), hlm. 128-134.
[7]
Harun Yahya, The Miracles of the
Qur'an, (Istanbul: Global
Publishing, 2003), hlm. 145-148.
7.
Sumber-Sumber Utama Kajian Ulumul Qur'an
Kajian Ulumul Qur'an tidak
dapat dilepaskan dari sumber-sumber utamanya yang terdiri dari teks-teks suci
Islam, karya-karya ulama klasik, serta literatur kontemporer. Berikut adalah sumber-sumber
utama yang menjadi rujukan dalam kajian ini:
7.1.
Al-Qur'an sebagai Sumber Primer
Sebagai objek utama kajian,
Al-Qur'an adalah sumber primer dalam Ulumul Qur'an. Seluruh cabang ilmu dalam
Ulumul Qur'an berakar dari ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Misalnya,
kajian tentang Asbabun Nuzul bersumber dari penjelasan Al-Qur'an tentang
sebab-sebab tertentu di balik turunnya ayat-ayat (QS. Al-Ahqaf [46] ayat 9).
Penafsiran dan analisis terhadap Al-Qur'an dilakukan dengan merujuk pada
prinsip-prinsip yang diatur oleh Al-Qur'an itu sendiri.1
7.2.
Hadis Nabi SAW
Hadis berperan sebagai sumber
sekunder dalam memahami Al-Qur'an. Rasulullah SAW adalah penafsir pertama
Al-Qur'an yang memberikan penjelasan tentang makna ayat-ayatnya. Misalnya,
hadis tentang ayat QS. Al-Baqarah: 2 yang menjelaskan makna "muttaqin"
sebagai mereka yang percaya kepada yang gaib, mendirikan salat, dan menafkahkan
sebagian rezeki mereka.2
Kitab hadis seperti Sahih Al-Bukhari dan Sahih
Muslim sering menjadi rujukan dalam kajian Ulumul Qur'an.
7.3.
Karya-Karya Klasik Ulumul Qur'an
Beberapa kitab monumental
dalam Ulumul Qur'an yang disusun oleh para ulama klasik menjadi referensi utama
dalam kajian ini. Di antaranya:
·
Al-Itqan
fi Ulum al-Qur'an oleh Imam Jalaluddin Al-Suyuthi:
Kitab ini mencakup berbagai cabang ilmu
Al-Qur'an seperti Asbabun Nuzul, Nasikh wa Mansukh, dan Qira’at. Al-Suyuthi
mengumpulkan berbagai pandangan ulama terdahulu untuk memberikan pemahaman yang
komprehensif tentang Al-Qur'an.3
·
Al-Burhan
fi Ulum al-Qur'an oleh Badruddin Al-Zarkasyi:
Kitab ini membahas metode tafsir,
i'jazul Qur'an (kemukjizatan), dan ilmu-ilmu lain yang relevan dengan
Al-Qur'an.4
·
Lubab
al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul oleh Al-Suyuthi:
Fokus pada penjelasan tentang
sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur'an.5
7.4.
Tafsir Al-Qur'an
Kitab-kitab tafsir juga
menjadi sumber utama dalam kajian Ulumul Qur'an. Beberapa tafsir yang sering
dirujuk antara lain:
·
Tafsir
Al-Tabari:
Salah satu kitab tafsir tertua yang
menguraikan makna ayat berdasarkan riwayat dari sahabat dan tabi’in.6
·
Tafsir
Ibn Kathir:
Menggunakan pendekatan hadis untuk
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an secara mendalam.7
·
Tafsir
Al-Razi:
Dikenal dengan pendekatan filosofis dan
rasional dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an.8
7.5.
Literatur Kontemporer
Literatur kontemporer
memberikan perspektif baru dalam kajian Ulumul Qur'an, sering kali dengan
pendekatan yang relevan dengan tantangan modern. Beberapa di antaranya:
·
Mabahith
fi Ulum al-Qur'an oleh Subhi Al-Salih:
Menyajikan sistematika Ulumul Qur'an
dengan pendekatan modern yang mudah dipahami oleh akademisi masa kini.9
·
The
Quranic Sciences oleh Muhammad Ali Sabuni:
Buku ini mengintegrasikan pendekatan
tradisional dan modern dalam mengkaji Ulumul Qur'an.10
·
The
Bible, The Qur'an, and Science oleh Maurice Bucaille:
Menghubungkan Al-Qur'an dengan sains
modern, menunjukkan harmoni antara wahyu ilahi dan penemuan ilmiah.11
7.6.
Sumber Digital dan Platform Online
Di era modern, akses terhadap
kitab-kitab klasik dan tafsir Al-Qur'an semakin mudah melalui platform digital
seperti Al-Maktaba al-Shamela dan aplikasi Quran digital.
Platform ini menyediakan kitab-kitab klasik dalam format digital, memudahkan
peneliti untuk melakukan kajian Ulumul Qur'an secara mendalam tanpa kendala
geografis atau akses fisik.
Kesimpulan
Sumber-sumber utama dalam
kajian Ulumul Qur'an mencakup teks suci Al-Qur'an, hadis, karya-karya ulama
klasik, literatur kontemporer, dan platform digital modern. Kombinasi dari sumber-sumber
ini memungkinkan kajian yang lebih mendalam, relevan, dan terstruktur.
Footnotes
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur'an
dan Terjemahannya, (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2019), QS. Al-Ahqaf: 9.
[2]
Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, Kitab Al-Iman, Hadis No. 50.
[3]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan
fi Ulum al-Qur'an, (Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), Juz 1, hlm. 3-5.
[4]
Badruddin Al-Zarkasyi, Al-Burhan
fi Ulum al-Qur'an, (Beirut: Dar
al-Ma'arif, 1957), Juz 1, hlm. 12-15.
[5]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Lubab
al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, (Beirut:
Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1987), hlm. 5.
[6]
Ibn Jarir Al-Tabari, Jami'
al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an,
(Beirut: Dar al-Ma'arif, 1987), Juz 1, hlm. 10.
[7]
Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an
al-Azim, (Riyadh: Darus Salam,
2000), Juz 1, hlm. 5.
[8]
Fakhruddin Al-Razi, Mafatih
al-Ghayb, (Beirut: Dar al-Fikr,
1981), Juz 1, hlm. 22-25.
[9]
Subhi Al-Salih, Mabahith fi Ulum
al-Qur'an, (Beirut: Dar al-‘Ilm li
al-Malayin, 1988), hlm. 12-15.
[10]
Muhammad Ali Sabuni, The
Quranic Sciences, (Makkah: Umm
Al-Qura University, 1996), hlm. 20-25.
[11]
Maurice Bucaille, The Bible, the Qur'an
and Science, (Indianapolis: American
Trust Publications, 1976), hlm. 185-190.
8.
Kesimpulan
Kajian tentang Ulumul
Qur'an merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat penting dalam
studi Islam, karena ia menjadi kunci dalam memahami, menganalisis, dan
mengaplikasikan Al-Qur'an dalam kehidupan. Ulumul Qur'an mencakup berbagai
disiplin ilmu yang membahas aspek historis, linguistik, hukum, dan spiritual
dari kitab suci Al-Qur'an. Dengan mendalami Ulumul Qur'an, umat Islam dapat
lebih memahami wahyu ilahi secara utuh dan relevan dengan berbagai konteks zaman.
8.1.
Intisari dari Kajian Ulumul Qur'an
Ulumul Qur'an memiliki
cakupan yang sangat luas, mencakup ilmu Asbabun Nuzul, Makki dan Madani, Nasikh
wa Mansukh, Qira’at, Tajwid, dan berbagai ilmu lainnya yang membantu memahami
Al-Qur'an secara komprehensif. Para ulama seperti Imam Jalaluddin Al-Suyuthi
dan Badruddin Al-Zarkasyi telah memberikan kontribusi besar melalui karya-karya
mereka, seperti Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an
dan Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an, yang hingga kini
menjadi rujukan utama dalam kajian ini.1
8.2.
Pentingnya Ulumul Qur'an dalam Kehidupan Modern
Dalam konteks modern, Ulumul
Qur'an memberikan panduan moral, sosial, dan ilmiah yang relevan untuk menjawab
tantangan globalisasi, perkembangan teknologi, dan dinamika sosial-politik.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an, seperti keadilan, toleransi, dan
kepedulian sosial, menjadi landasan penting bagi pembangunan masyarakat yang
harmonis. Sebagaimana dinyatakan oleh Subhi Al-Salih, kajian Ulumul Qur'an
memungkinkan umat Islam untuk memahami pesan-pesan universal Al-Qur'an yang
dapat diterapkan di berbagai era dan budaya.2
8.3.
Tantangan dan Peluang
Kajian Ulumul Qur'an
menghadapi tantangan besar, mulai dari kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
cabang-cabang ilmu ini hingga pengaruh ideologi yang mencoba mempolitisasi
Al-Qur'an. Namun, globalisasi dan teknologi juga memberikan peluang besar untuk
menyebarkan pengetahuan tentang Ulumul Qur'an melalui platform digital. Dengan
memanfaatkan media modern, umat Islam dapat mengakses sumber-sumber klasik dan
kontemporer untuk memperdalam ilmu ini.3
8.4.
Rekomendasi untuk Pengembangan Kajian Ulumul
Qur'an
Untuk memastikan kelangsungan
kajian Ulumul Qur'an, langkah-langkah strategis perlu dilakukan:
·
Pendidikan
Formal:
Integrasi Ulumul Qur'an dalam kurikulum
pendidikan Islam di berbagai jenjang, dari sekolah hingga universitas.
·
Pengembangan
Digital:
Penerbitan kitab-kitab klasik dalam
format digital dan aplikasi yang mudah diakses oleh masyarakat luas.
·
Penelitian
Interdisipliner:
Menghubungkan Ulumul Qur'an dengan
bidang ilmu lain seperti sains, filsafat, dan teknologi untuk menjelaskan
relevansi Al-Qur'an dengan era modern.
Penutup
Sebagai kitab suci, Al-Qur'an
tetap menjadi pedoman hidup bagi umat Islam sepanjang zaman. Melalui kajian
Ulumul Qur'an, umat Islam tidak hanya menjaga keaslian dan otentisitas
Al-Qur'an, tetapi juga memastikan bahwa pesan-pesan ilahi di dalamnya dapat
dipahami, diaplikasikan, dan dijadikan solusi bagi permasalahan modern. Dengan
pendekatan yang komprehensif dan bertanggung jawab, Ulumul Qur'an dapat terus
menjadi cahaya penuntun bagi umat manusia, sebagaimana Allah berfirman:
"Sesungguhnya
Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus..."
(QS. Al-Isra’ [17] ayat 9).4
Footnotes
[1]
Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan
fi Ulum al-Qur'an, (Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), Juz 1, hlm. 3-5.
[2]
Subhi Al-Salih, Mabahith fi Ulum
al-Qur'an, (Beirut: Dar al-‘Ilm li
al-Malayin, 1988), hlm. 212-215.
[3]
Harun Yahya, The Miracles of the
Qur'an, (Istanbul: Global
Publishing, 2003), hlm. 145-148.
[4]
Departemen Agama RI, Al-Qur'an
dan Terjemahannya, (Jakarta:
Kementerian Agama RI, 2019), QS. Al-Isra’: 9.
Daftar Pustaka
Al-Bukhari, M. I. (1987). Sahih Al-Bukhari.
Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Dani, A. A. (1993). Taysir al-Qira'at.
Beirut: Dar al-Ma'arif.
Al-Ghazali, A. H. M. (1993). Ihya Ulumuddin.
Kairo: Dar al-Hadith.
Al-Jurjani, A. Q. (1992). Dala'il al-I'jaz.
Kairo: Dar al-Fikr.
Al-Razi, F. (1981). Mafatih al-Ghayb.
Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Suyuthi, J. (1996). Al-Itqan fi Ulum
al-Qur'an. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Al-Suyuthi, J. (1987). Lubab al-Nuqul fi Asbab
al-Nuzul. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.
Al-Tabari, M. J. (1987). Jami' al-Bayan fi
Tafsir al-Qur'an. Beirut: Dar al-Ma'arif.
Bucaille, M. (1976). The Bible, The Qur'an, and
Science. Indianapolis: American Trust Publications.
Departemen Agama RI. (2019). Al-Qur'an dan
Terjemahannya. Jakarta: Kementerian Agama RI.
Harun Yahya. (2003). The Miracles of the Qur'an.
Istanbul: Global Publishing.
Ibn Kathir, I. (2000). Tafsir Al-Qur'an al-Azim.
Riyadh: Darus Salam.
Nöldeke, T. (2013). The History of the Qur'an.
Edinburgh: Edinburgh University Press.
Sabuni, M. A. (1996). The Quranic Sciences.
Makkah: Umm Al-Qura University.
Subhi, A. (1988). Mabahith fi Ulum al-Qur'an.
Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin.
Zarkasyi, B. A. (1957). Al-Burhan fi Ulum
al-Qur'an. Beirut: Dar al-Ma'arif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar