Rabu, 12 Maret 2025

Kompetensi Profesional Guru

Kompetensi Profesional Guru

Landasan Regulasi dan Implementasi dalam Pendidikan


Alihkan ke: Pendidikan Profesi Guru (PPG)

Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, Kompetensi Spiritual.


Abstrak

Kompetensi profesional guru merupakan salah satu faktor utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Artikel ini mengkaji secara komprehensif landasan regulasi, dimensi kompetensi profesional, tantangan dalam peningkatan kompetensi, serta strategi penguatan kompetensi profesional guru. Berdasarkan regulasi seperti Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Permendikbud No. 16 Tahun 2007, kompetensi profesional guru mencakup penguasaan materi ajar, keterampilan pedagogik, serta kemampuan memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Namun, implementasi kompetensi ini menghadapi tantangan, termasuk keterbatasan akses pengembangan profesional, kesenjangan digital, serta sistem evaluasi yang belum optimal. Oleh karena itu, strategi penguatan kompetensi profesional guru perlu dilakukan melalui pengembangan profesional berkelanjutan (CPD), pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, evaluasi berbasis kinerja, pembentukan komunitas pembelajaran profesional (PLC), serta peningkatan kesejahteraan guru. Dengan pendekatan holistik ini, diharapkan kualitas pendidikan dapat meningkat secara signifikan dan menghasilkan tenaga pendidik yang lebih kompeten serta berdaya saing global.

Kata Kunci: Kompetensi profesional guru, pengembangan profesional berkelanjutan, regulasi pendidikan, literasi digital, komunitas pembelajaran profesional.


PEMBAHASAN

Kompetensi Profesional Guru


1.           Pendahuluan

Pendidikan memiliki peran krusial dalam membangun peradaban yang maju dan berdaya saing. Di dalam sistem pendidikan, guru merupakan faktor utama yang menentukan kualitas pembelajaran dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Dalam konteks ini, kompetensi profesional guru menjadi aspek yang sangat penting untuk dikaji dan dikembangkan. Kompetensi profesional merujuk pada kemampuan guru dalam menguasai bidang keilmuan, menerapkan metode pembelajaran yang efektif, serta terus mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kompetensi profesional guru dalam menyampaikan materi dan membimbing peserta didik secara optimal.¹

Di Indonesia, urgensi kompetensi profesional guru telah diatur dalam berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menegaskan bahwa guru wajib memiliki kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian sebagai syarat utama dalam menjalankan tugasnya.² Selain itu, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 menetapkan standar kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seorang guru, termasuk penguasaan materi pembelajaran, penerapan metode yang inovatif, serta pengembangan profesionalisme secara berkelanjutan.³ Regulasi ini menunjukkan bahwa pemerintah menaruh perhatian besar terhadap peningkatan kualitas tenaga pendidik guna menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik.

Konsep kompetensi profesional guru juga mendapat perhatian dari berbagai lembaga internasional. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menegaskan bahwa guru yang profesional harus memiliki pemahaman mendalam tentang materi yang diajarkan, kemampuan untuk menerapkan metodologi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, serta keterampilan dalam menggunakan teknologi pendidikan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.⁴ Dalam laporan yang diterbitkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), disebutkan bahwa pengembangan profesionalisme guru merupakan faktor kunci dalam meningkatkan kualitas pendidikan, terutama dalam menghadapi perubahan sosial dan kemajuan teknologi yang pesat.⁵ Oleh karena itu, peningkatan kompetensi profesional guru bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan bagian dari kebijakan pendidikan yang harus mendapat dukungan dari pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat.

Artikel ini akan membahas kompetensi profesional guru berdasarkan landasan regulasi yang berlaku serta bagaimana implementasinya dalam sistem pendidikan. Pembahasan akan mencakup dimensi kompetensi profesional, tantangan yang dihadapi dalam pengembangannya, serta strategi untuk meningkatkan profesionalisme guru agar dapat memenuhi tuntutan pendidikan abad ke-21. Dengan adanya pemahaman yang komprehensif mengenai kompetensi profesional guru, diharapkan artikel ini dapat memberikan wawasan bagi para pendidik, pengambil kebijakan, dan akademisi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.


Footnotes

[1]                John Hattie, Visible Learning: A Synthesis of Over 800 Meta-Analyses Relating to Achievement (New York: Routledge, 2009), 22.

[2]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Sekretariat Negara, 2005).

[3]                Kementerian Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendiknas, 2007).

[4]                UNESCO, Teaching and Learning: Achieving Quality for All (Paris: UNESCO, 2014), 67.

[5]                OECD, Teachers Matter: Attracting, Developing and Retaining Effective Teachers (Paris: OECD Publishing, 2005), 45.


2.           Landasan Regulasi Kompetensi Profesional Guru

Kompetensi profesional guru di Indonesia didasarkan pada berbagai regulasi yang mengatur standar kualifikasi dan kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa guru memiliki kapasitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik yang profesional. Dalam tataran global, berbagai organisasi pendidikan internasional seperti United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) juga menekankan pentingnya standar profesionalisme guru dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas.¹

2.1.       Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Regulasi utama yang menjadi dasar kompetensi profesional guru di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini menetapkan bahwa guru adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.² Dalam Pasal 10, disebutkan bahwa setiap guru harus memiliki empat kompetensi utama, yaitu:

·                     Kompetensi Pedagogik: Kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

·                     Kompetensi Kepribadian: Karakter dan etika profesional guru dalam menjalankan tugasnya.

·                     Kompetensi Sosial: Kemampuan guru dalam berinteraksi dengan peserta didik, sesama pendidik, orang tua, dan masyarakat.

·                     Kompetensi Profesional: Penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan menyeluruh.

Keempat kompetensi ini menjadi landasan dalam mengukur profesionalisme seorang guru dan menjadi standar minimal yang harus dipenuhi oleh tenaga pendidik di Indonesia.³

2.2.       Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

Sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan dan standar kompetensi profesional guru. Dalam regulasi ini, guru diwajibkan memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) serta memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui program pendidikan profesi.⁴

Peraturan ini juga menekankan pentingnya pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) sebagai bagian dari tanggung jawab seorang guru. PKB meliputi berbagai kegiatan seperti pelatihan, penelitian tindakan kelas, serta keterlibatan dalam komunitas akademik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.⁵ Dalam konteks global, konsep pengembangan profesionalisme guru ini juga ditekankan oleh OECD, yang menyebutkan bahwa pelatihan dan peningkatan kapasitas guru secara terus-menerus merupakan faktor utama dalam meningkatkan efektivitas pendidikan.⁶

2.3.       Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

Regulasi lain yang relevan dalam menetapkan standar kompetensi profesional guru adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007. Dalam peraturan ini, dijelaskan secara rinci indikator kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berdasarkan jenjang pendidikan yang diampu.

Permendiknas ini menegaskan bahwa seorang guru yang profesional harus:

·                     Menguasai materi pelajaran dan mampu mengembangkannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

·                     Mampu menerapkan berbagai metode pembelajaran yang efektif dan inovatif.

·                     Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

·                     Mengembangkan penelitian di bidang pendidikan guna meningkatkan mutu pengajaran.⁷

Dalam perspektif internasional, UNESCO juga menekankan bahwa guru yang kompeten harus memiliki keterampilan pedagogis yang adaptif, menguasai penggunaan teknologi dalam pembelajaran, serta terus mengembangkan diri melalui penelitian dan publikasi ilmiah.⁸

2.4.       Standar Kompetensi Guru dalam Konteks Internasional

Selain regulasi nasional, standar kompetensi profesional guru juga diatur dalam berbagai pedoman internasional. OECD Teaching and Learning International Survey (TALIS) menyatakan bahwa negara-negara dengan sistem pendidikan yang maju, seperti Finlandia dan Singapura, memiliki kebijakan yang ketat dalam menetapkan standar profesionalisme guru. Hal ini mencakup program sertifikasi yang ketat, evaluasi berkala, serta pengembangan profesional berkelanjutan yang diwajibkan bagi setiap guru.⁹

Selain itu, UNESCO menegaskan bahwa pendidikan berkualitas hanya dapat dicapai jika tenaga pendidiknya memiliki kompetensi profesional yang tinggi, baik dalam aspek akademik, pedagogi, maupun keterampilan dalam menggunakan teknologi digital.¹⁰ Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu terus memperkuat kebijakan terkait kompetensi guru agar mampu bersaing dalam tataran global dan memenuhi standar pendidikan abad ke-21.


Kesimpulan

Regulasi mengenai kompetensi profesional guru di Indonesia telah diatur dengan cukup jelas melalui berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari UU Guru dan Dosen, PP No. 74 Tahun 2008, hingga Permendiknas No. 16 Tahun 2007. Regulasi ini menunjukkan bahwa pemerintah telah memberikan perhatian besar terhadap peningkatan kualitas tenaga pendidik guna menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik. Namun, implementasi kebijakan ini masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal pemerataan kualitas guru dan pengembangan profesionalisme yang berkelanjutan. Dengan mengacu pada standar internasional seperti yang ditetapkan oleh UNESCO dan OECD, penguatan regulasi serta peningkatan kompetensi profesional guru harus terus dilakukan agar pendidikan di Indonesia dapat mencapai standar global dan mampu menjawab tantangan zaman.


Footnotes

[1]                UNESCO, Teaching and Learning: Achieving Quality for All (Paris: UNESCO, 2014), 35.

[2]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Sekretariat Negara, 2005).

[3]                Ibid.

[4]                Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Jakarta: Sekretariat Negara, 2008).

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 12.

[6]                OECD, Teachers Matter: Attracting, Developing and Retaining Effective Teachers (Paris: OECD Publishing, 2005), 78.

[7]                Kementerian Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendiknas, 2007).

[8]                UNESCO, Global Education Monitoring Report 2020 (Paris: UNESCO, 2020), 49.

[9]                OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 93.

[10]             UNESCO, A Guide for Ensuring Inclusion and Equity in Education (Paris: UNESCO, 2017), 60.


3.           Dimensi Kompetensi Profesional Guru

Kompetensi profesional guru mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan penguasaan materi ajar, metode pembelajaran, serta kemampuan dalam mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan. Dalam konteks pendidikan modern, seorang guru yang profesional tidak hanya dituntut untuk memahami substansi keilmuan secara mendalam, tetapi juga harus mampu mentransformasikan ilmu tersebut kepada peserta didik dengan metode yang inovatif dan efektif.¹ Organisasi pendidikan internasional seperti UNESCO dan OECD menekankan bahwa kompetensi profesional guru adalah salah satu faktor utama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa.²

Secara umum, kompetensi profesional guru dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa dimensi utama, yaitu penguasaan materi ajar, kemampuan pedagogik berbasis profesionalisme, penggunaan teknologi dalam pembelajaran, pengembangan profesionalisme berkelanjutan, serta kemampuan reflektif dan adaptif terhadap perubahan pendidikan

3.1.       Penguasaan Materi Ajar Secara Mendalam

Dimensi pertama dari kompetensi profesional guru adalah penguasaan materi ajar yang mencakup pemahaman mendalam terhadap disiplin ilmu yang diajarkan. Dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, disebutkan bahwa seorang guru harus memiliki pemahaman konseptual, prosedural, dan faktual dalam bidang studi yang diampunya.⁴ Hal ini bertujuan agar guru tidak hanya mampu menjelaskan materi secara teoritis, tetapi juga mampu menghubungkannya dengan konteks kehidupan nyata serta perkembangan ilmu pengetahuan terbaru.

Studi yang dilakukan oleh Hattie (2009) dalam buku Visible Learning menunjukkan bahwa penguasaan materi oleh guru berkontribusi signifikan terhadap efektivitas pembelajaran. Hattie menekankan bahwa guru yang memiliki pemahaman mendalam tentang materi pelajaran dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik hingga dua kali lipat dibandingkan dengan guru yang hanya memiliki pemahaman dangkal.⁵

3.2.       Kemampuan Pedagogik Berbasis Profesionalisme

Selain penguasaan materi, seorang guru profesional harus memiliki kemampuan pedagogik yang tinggi dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Dalam konteks ini, pedagogi bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga mencakup strategi dalam mengelola kelas, menyesuaikan metode pembelajaran dengan karakteristik siswa, serta memberikan umpan balik yang konstruktif.

Shulman (1987) memperkenalkan konsep Pedagogical Content Knowledge (PCK), yaitu perpaduan antara pengetahuan tentang materi ajar dengan strategi mengajarkan materi tersebut secara efektif kepada siswa.⁶ Konsep ini menegaskan bahwa seorang guru tidak hanya harus memahami ilmunya, tetapi juga harus mampu mengkomunikasikannya dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh peserta didik.

Di Indonesia, pentingnya kompetensi pedagogik ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyebutkan bahwa guru harus mampu memahami karakteristik peserta didik serta mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai.⁷ Oleh karena itu, kompetensi pedagogik menjadi aspek krusial dalam dimensi profesionalisme seorang guru.

3.3.       Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran

Dalam era digital, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi salah satu indikator penting dalam mengukur kompetensi profesional guru. OECD (2019) dalam laporan TALIS 2018 menekankan bahwa guru di abad ke-21 harus mampu menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan interaktivitas dan efektivitas pembelajaran.⁸

Di Indonesia, penggunaan teknologi dalam pembelajaran juga menjadi perhatian utama dalam Kurikulum Merdeka, yang mendorong guru untuk memanfaatkan sumber daya digital dalam mendukung proses belajar mengajar.⁹ Dalam penelitian yang dilakukan oleh Selwyn (2011), disebutkan bahwa integrasi teknologi dalam pendidikan dapat meningkatkan keterlibatan siswa, mempercepat pemahaman konsep, serta memberikan pengalaman belajar yang lebih variatif dan menarik.¹⁰

3.4.       Pengembangan Profesionalisme Berkelanjutan

Kompetensi profesional guru tidak bersifat statis, tetapi harus terus dikembangkan melalui berbagai upaya seperti pelatihan, penelitian, dan kolaborasi akademik. Konsep ini dikenal dengan istilah Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), yang mencakup tiga aspek utama: pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.¹¹

World Bank (2018) dalam laporan World Development Report: Learning to Realize Education’s Promise menyebutkan bahwa negara-negara dengan sistem pendidikan yang maju memiliki program pengembangan profesionalisme guru yang kuat, di mana guru diwajibkan untuk mengikuti pelatihan rutin serta terlibat dalam kegiatan penelitian pendidikan.¹² Di Indonesia, pengembangan profesionalisme guru juga telah diatur dalam PP Nomor 74 Tahun 2008, yang mewajibkan guru untuk terus meningkatkan kompetensinya melalui berbagai program sertifikasi dan pelatihan berkelanjutan.¹³

3.5.       Kemampuan Reflektif dan Adaptif terhadap Perubahan Pendidikan

Dimensi terakhir dari kompetensi profesional guru adalah kemampuan reflektif dan adaptif, yaitu kesadaran untuk mengevaluasi praktik mengajar serta kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan pendidikan. Dalam studi yang dilakukan oleh Brookfield (1995), refleksi dalam praktik mengajar dianggap sebagai salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kualitas pengajaran.¹⁴ Seorang guru yang reflektif mampu mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran yang dilakukan, sehingga dapat melakukan perbaikan berkelanjutan.

Selain itu, dalam era yang penuh perubahan, guru juga harus adaptif terhadap perkembangan kurikulum, teknologi, dan kebutuhan peserta didik. Fullan (2007) dalam bukunya The New Meaning of Educational Change menyebutkan bahwa guru yang mampu beradaptasi dengan perubahan akan lebih efektif dalam menghadapi tantangan pendidikan modern.¹⁵


Kesimpulan

Dimensi kompetensi profesional guru meliputi berbagai aspek, mulai dari penguasaan materi ajar, kemampuan pedagogik, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, pengembangan profesionalisme berkelanjutan, hingga kemampuan reflektif dan adaptif. Berbagai studi dan regulasi menunjukkan bahwa kelima aspek ini harus dikembangkan secara simultan agar guru dapat memberikan pembelajaran yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi profesional guru harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pendidikan guna meningkatkan mutu pendidikan nasional.


Footnotes

[1]                UNESCO, Teaching and Learning: Achieving Quality for All (Paris: UNESCO, 2014), 35.

[2]                OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 93.

[3]                Ibid.

[4]                Kementerian Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendiknas, 2007).

[5]                John Hattie, Visible Learning: A Synthesis of Over 800 Meta-Analyses Relating to Achievement (New York: Routledge, 2009), 56.

[6]                Lee S. Shulman, “Knowledge and Teaching: Foundations of the New Reform,” Harvard Educational Review 57, no. 1 (1987): 1-22.

[7]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Sekretariat Negara, 2005).

[8]                OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners, 78.

[9]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbud, 2022).

[10]             Neil Selwyn, Education and Technology: Key Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 115.

[11]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (Jakarta: Kemendikbud, 2016).

[12]             World Bank, World Development Report: Learning to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018), 112.

[13]             Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Jakarta: Sekretariat Negara, 2008).

[14]             Stephen D. Brookfield, Becoming a Critically Reflective Teacher (San Francisco: Jossey-Bass, 1995), 22.

[15]             Michael Fullan, The New Meaning of Educational Change (New York: Teachers College Press, 2007), 45.


4.           Tantangan dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru

Meningkatkan kompetensi profesional guru merupakan tantangan yang kompleks dan multidimensional. Meskipun berbagai regulasi telah diterapkan dan program peningkatan kualitas guru telah dikembangkan, masih terdapat berbagai hambatan yang menghambat optimalisasi kompetensi profesional guru. Tantangan-tantangan ini dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa aspek utama, yaitu keterbatasan akses terhadap pengembangan profesional, kurangnya dukungan kebijakan yang efektif, keterbatasan literasi teknologi, resistensi terhadap perubahan, serta beban kerja yang berlebihan

4.1.       Keterbatasan Akses terhadap Pengembangan Profesional

Salah satu tantangan utama dalam meningkatkan kompetensi profesional guru adalah terbatasnya akses terhadap program pelatihan dan pengembangan profesional. Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, kesempatan bagi guru untuk mengikuti pelatihan lanjutan sering kali masih terbatas karena berbagai faktor, seperti kurangnya anggaran pendidikan, minimnya fasilitas pelatihan, serta keterbatasan sumber daya manusia yang kompeten dalam menyelenggarakan pelatihan berkualitas

Studi yang dilakukan oleh World Bank (2018) menunjukkan bahwa di banyak negara, guru sering kali tidak memiliki akses yang memadai terhadap program pengembangan profesional yang berkelanjutan. Akibatnya, mereka mengalami stagnasi dalam keterampilan mengajar serta kesulitan dalam mengadopsi metode pembelajaran inovatif.³ Laporan OECD (2019) dalam TALIS 2018 juga menyatakan bahwa sekitar 60% guru di negara-negara berkembang merasa tidak mendapatkan cukup kesempatan untuk mengikuti program pengembangan profesional yang relevan dengan kebutuhan mereka.⁴

Di Indonesia, kendala ini juga dihadapi oleh guru, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang diinisiasi oleh pemerintah belum sepenuhnya merata dalam hal pelaksanaan dan dampaknya terhadap peningkatan kompetensi guru.⁵

4.2.       Kurangnya Dukungan Kebijakan yang Efektif

Meskipun berbagai regulasi terkait peningkatan kompetensi profesional guru telah diterbitkan, implementasinya sering kali masih menghadapi kendala. Salah satu permasalahan utama adalah ketidaksesuaian antara kebijakan nasional dan realitas di lapangan. Banyak guru yang masih mengalami kesulitan dalam mengakses tunjangan profesi, pelatihan berkualitas, serta sumber daya yang mendukung pembelajaran.

Menurut penelitian Fauzi dan Widodo (2021), kebijakan sertifikasi guru yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme sering kali tidak berdampak langsung pada peningkatan kualitas pengajaran karena lebih berorientasi pada aspek administratif daripada peningkatan keterampilan pedagogik.⁶ Laporan Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan (2020) juga mengungkapkan bahwa kebijakan peningkatan kompetensi guru sering kali belum diimbangi dengan sistem evaluasi yang efektif untuk memastikan peningkatan kualitas pembelajaran.⁷

4.3.       Keterbatasan Literasi Teknologi dalam Pembelajaran

Dalam era digital, penggunaan teknologi dalam pembelajaran menjadi aspek penting dalam kompetensi profesional guru. Namun, tidak semua guru memiliki literasi teknologi yang memadai untuk mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran.

Menurut Selwyn (2011), hambatan utama dalam penggunaan teknologi dalam pembelajaran adalah kurangnya keterampilan digital guru serta minimnya dukungan teknis di sekolah-sekolah.⁸ Studi yang dilakukan oleh UNESCO (2021) juga menunjukkan bahwa banyak guru mengalami kesulitan dalam mengakses dan menggunakan platform pembelajaran daring secara efektif, terutama di daerah yang memiliki infrastruktur teknologi terbatas.⁹

Di Indonesia, implementasi teknologi dalam pembelajaran masih menghadapi tantangan, terutama bagi guru di daerah terpencil yang memiliki akses terbatas terhadap internet dan perangkat digital. Dalam laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2021), disebutkan bahwa sekitar 40% guru di Indonesia masih merasa kurang percaya diri dalam menggunakan teknologi sebagai bagian dari strategi pembelajaran mereka.¹⁰

4.4.       Resistensi terhadap Perubahan dan Inovasi Pendidikan

Selain tantangan struktural, faktor psikologis seperti resistensi terhadap perubahan juga menjadi hambatan dalam meningkatkan kompetensi profesional guru. Sebagian guru merasa nyaman dengan metode pengajaran tradisional dan kurang memiliki motivasi untuk mengadopsi strategi pembelajaran baru.

Penelitian yang dilakukan oleh Fullan (2007) menunjukkan bahwa guru yang enggan beradaptasi dengan inovasi pendidikan cenderung memiliki keterampilan pedagogik yang stagnan, yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya efektivitas pembelajaran.¹¹ Faktor ini juga dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang kurang mendukung perubahan, kurangnya pelatihan intensif, serta ketidakyakinan guru terhadap manfaat dari metode pembelajaran yang lebih inovatif.

Dalam konteks Indonesia, Hasanah dan Yulianti (2022) menyoroti bahwa banyak guru yang masih merasa terbebani dengan tuntutan administratif yang tinggi, sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk mengembangkan keterampilan baru dalam pengajaran.¹²

4.5.       Beban Kerja yang Berlebihan

Tantangan lain yang signifikan dalam meningkatkan kompetensi profesional guru adalah beban kerja yang berlebihan, yang mengurangi waktu dan energi guru untuk meningkatkan keterampilan mereka. Guru tidak hanya bertanggung jawab untuk mengajar, tetapi juga harus mengelola berbagai tugas administratif, seperti penyusunan laporan, kegiatan ekstrakurikuler, serta tugas-tugas birokratis lainnya.

Menurut laporan OECD (2019) dalam TALIS 2018, banyak guru melaporkan bahwa waktu yang tersedia untuk pengembangan profesional mereka sangat terbatas karena tuntutan administratif yang terlalu tinggi.¹³ Di Indonesia, situasi ini juga diperparah dengan sistem administrasi yang masih konvensional, sehingga banyak guru lebih banyak menghabiskan waktu untuk tugas administratif daripada merancang strategi pembelajaran yang efektif.

Studi yang dilakukan oleh Suryani (2020) menemukan bahwa guru yang memiliki beban kerja berlebihan mengalami kelelahan profesional (burnout), yang berdampak pada rendahnya motivasi untuk meningkatkan kompetensi mereka.¹⁴ Oleh karena itu, diperlukan upaya sistematis untuk mengurangi beban administratif guru agar mereka memiliki lebih banyak waktu untuk berfokus pada peningkatan profesionalisme.


Kesimpulan

Peningkatan kompetensi profesional guru menghadapi berbagai tantangan, baik dari aspek struktural, kebijakan, teknologi, psikologis, maupun beban kerja. Keterbatasan akses terhadap pengembangan profesional, kurangnya kebijakan yang efektif, rendahnya literasi teknologi, resistensi terhadap perubahan, serta beban kerja yang berlebihan merupakan faktor utama yang menghambat proses peningkatan kualitas guru. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan pendidikan yang lebih terintegrasi, sistem dukungan yang lebih kuat, serta perubahan budaya kerja yang lebih fleksibel untuk mendorong guru agar terus mengembangkan kompetensinya dalam menghadapi tantangan pendidikan modern.


Footnotes

[1]                World Bank, World Development Report: Learning to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018), 120.

[2]                OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 85.

[3]                Ibid.

[4]                Ibid., 92.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (Jakarta: Kemendikbud, 2016).

[6]                Fauzi dan Widodo, "Efektivitas Sertifikasi Guru terhadap Profesionalisme Pengajaran," Jurnal Pendidikan dan Kebijakan, vol. 8, no. 2 (2021): 45.

[7]                Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan, Evaluasi Program Pengembangan Guru (Jakarta: Puslitjak, 2020), 67.

[8]                Neil Selwyn, Education and Technology: Key Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 123.

[9]                UNESCO, Digital Learning Readiness: Global Report 2021 (Paris: UNESCO, 2021), 78.

[10]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Laporan Implementasi Teknologi dalam Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbud, 2021).

[11]             Michael Fullan, The New Meaning of Educational Change (New York: Teachers College Press, 2007), 98.

[12]             Hasanah dan Yulianti, "Dinamika Profesionalisme Guru dalam Menghadapi Perubahan Kurikulum," Jurnal Pendidikan dan Inovasi Kurikulum, vol. 10, no. 1 (2022): 57.

[13]             OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 112.

[14]             Suryani, "Beban Kerja dan Kelelahan Profesional pada Guru: Studi Kasus di Sekolah Negeri dan Swasta," Jurnal Psikologi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, vol. 7, no. 3 (2020): 89.


5.           Strategi Penguatan Kompetensi Profesional Guru

Peningkatan kompetensi profesional guru merupakan salah satu faktor kunci dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk memastikan bahwa guru memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan zaman, diperlukan strategi yang sistematis dan berbasis bukti. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkuat kompetensi profesional guru meliputi pengembangan profesional berkelanjutan, optimalisasi teknologi dalam pembelajaran, perbaikan sistem evaluasi kinerja guru, penguatan komunitas pembelajaran profesional, serta peningkatan kesejahteraan dan motivasi guru

5.1.       Pengembangan Profesional Berkelanjutan (Continuous Professional Development - CPD)

Salah satu strategi utama dalam meningkatkan kompetensi profesional guru adalah melalui pengembangan profesional berkelanjutan (CPD). Program ini bertujuan untuk memberikan guru kesempatan untuk terus belajar, meningkatkan keterampilan pedagogik, serta memperbarui pengetahuan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.²

Menurut Guskey (2002), CPD yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria, seperti berbasis kebutuhan guru, relevan dengan praktik kelas, serta memiliki sistem monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan.³ Studi yang dilakukan oleh OECD dalam TALIS 2018 menunjukkan bahwa guru yang secara rutin mengikuti pelatihan dan pengembangan profesional memiliki kinerja yang lebih baik dalam mengajar dan mampu mengadaptasi metode pembelajaran inovatif dengan lebih cepat.⁴

Di Indonesia, program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang diinisiasi oleh pemerintah merupakan salah satu bentuk CPD yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru.⁵ Namun, implementasi program ini masih menghadapi kendala, seperti keterbatasan akses bagi guru di daerah terpencil serta kurangnya keberlanjutan dalam pelatihan yang diberikan. Oleh karena itu, diperlukan sistem CPD yang lebih inklusif dan berorientasi pada kebutuhan spesifik guru.

5.2.       Optimalisasi Teknologi dalam Pembelajaran

Di era digital, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran menjadi elemen penting dalam kompetensi profesional guru. Guru diharapkan tidak hanya menguasai materi ajar, tetapi juga mampu menggunakan teknologi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Menurut Selwyn (2011), teknologi pendidikan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran apabila guru memiliki keterampilan yang memadai dalam memanfaatkan perangkat lunak pendidikan, platform pembelajaran daring, serta strategi digital yang interaktif.⁶ Studi yang dilakukan oleh UNESCO (2021) menunjukkan bahwa negara-negara yang berhasil dalam integrasi teknologi pendidikan memiliki kebijakan yang mendukung pelatihan digital bagi guru serta menyediakan infrastruktur yang memadai.⁷

Di Indonesia, pemanfaatan teknologi dalam pendidikan semakin meningkat dengan adanya berbagai platform pembelajaran daring seperti Rumah Belajar, Google Classroom, dan Learning Management System (LMS) yang dikembangkan oleh berbagai lembaga pendidikan.⁸ Namun, tantangan utama dalam implementasi teknologi masih berkisar pada kesenjangan akses internet di daerah terpencil, rendahnya literasi digital guru, serta kurangnya dukungan infrastruktur di beberapa sekolah. Oleh karena itu, pemerintah dan institusi pendidikan perlu memperkuat pelatihan digital bagi guru serta memastikan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai.

5.3.       Perbaikan Sistem Evaluasi Kinerja Guru

Evaluasi kinerja guru merupakan aspek penting dalam penguatan kompetensi profesional. Evaluasi yang baik dapat membantu guru mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan mereka, serta memberikan umpan balik yang konstruktif untuk meningkatkan kualitas pengajaran.

Menurut Danielson (2011), sistem evaluasi guru yang efektif harus mencakup observasi kelas secara berkala, refleksi diri oleh guru, serta asesmen berbasis data yang objektif.⁹ Studi yang dilakukan oleh World Bank (2018) menemukan bahwa sistem evaluasi yang berorientasi pada pengembangan keterampilan lebih efektif dalam meningkatkan kompetensi guru dibandingkan dengan sistem evaluasi yang hanya bersifat administratif.¹⁰

Di Indonesia, kebijakan evaluasi kinerja guru telah diatur dalam Permendikbud No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.¹¹ Namun, implementasi di lapangan masih sering mengalami kendala, seperti kurangnya pelatihan bagi evaluator serta pendekatan yang lebih menitikberatkan pada aspek administratif daripada peningkatan keterampilan mengajar. Oleh karena itu, reformasi dalam sistem evaluasi kinerja guru sangat diperlukan untuk memastikan bahwa evaluasi benar-benar berkontribusi pada penguatan kompetensi profesional.

5.4.       Penguatan Komunitas Pembelajaran Profesional (Professional Learning Community - PLC)

Salah satu pendekatan yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan kompetensi profesional guru adalah pembentukan komunitas pembelajaran profesional (PLC). PLC memungkinkan guru untuk berkolaborasi, berbagi pengalaman, serta mendiskusikan praktik terbaik dalam pembelajaran.

Menurut DuFour, Eaker, dan Many (2006), PLC yang efektif harus memiliki budaya berbagi yang kuat, tujuan pembelajaran yang jelas, serta sistem refleksi yang berkelanjutan.¹² Studi yang dilakukan oleh Hargreaves dan Fullan (2012) juga menekankan bahwa sekolah yang memiliki komunitas pembelajaran profesional yang aktif cenderung memiliki guru yang lebih kompeten dan inovatif.¹³

Di Indonesia, implementasi PLC masih dalam tahap pengembangan, dengan beberapa program seperti Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Namun, efektivitas program ini masih bervariasi tergantung pada dukungan kebijakan, fasilitas, serta keterlibatan guru secara aktif dalam komunitas tersebut. Oleh karena itu, penguatan PLC harus menjadi prioritas dalam strategi peningkatan kompetensi guru.

5.5.       Peningkatan Kesejahteraan dan Motivasi Guru

Faktor kesejahteraan dan motivasi juga berperan penting dalam peningkatan kompetensi profesional guru. Guru yang memiliki kesejahteraan yang baik cenderung lebih termotivasi untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas pengajaran mereka.

Menurut Herzberg (1966) dalam teori motivasinya, kesejahteraan yang mencakup gaji yang layak, lingkungan kerja yang kondusif, serta apresiasi terhadap kinerja guru dapat meningkatkan semangat kerja serta motivasi intrinsik guru.¹⁴ Studi yang dilakukan oleh Suryani (2020) menunjukkan bahwa guru yang mendapatkan dukungan dari pemerintah dan sekolah dalam bentuk insentif serta penghargaan memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi dan lebih aktif dalam pengembangan profesional mereka.¹⁵

Di Indonesia, kebijakan terkait kesejahteraan guru sudah diatur dalam program sertifikasi guru yang memberikan tunjangan profesi. Namun, masih banyak guru yang mengeluhkan keterlambatan pencairan tunjangan serta ketidakseimbangan antara beban kerja dan kesejahteraan yang diterima. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus meningkatkan sistem insentif bagi guru serta memastikan bahwa kesejahteraan mereka tetap menjadi prioritas dalam kebijakan pendidikan.


Kesimpulan

Penguatan kompetensi profesional guru memerlukan pendekatan yang holistik, mencakup pengembangan profesional berkelanjutan, pemanfaatan teknologi, sistem evaluasi yang efektif, pembentukan komunitas pembelajaran profesional, serta peningkatan kesejahteraan dan motivasi guru. Dengan strategi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan kompetensi profesional guru dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas pendidikan.


Footnotes

[1]                World Bank, World Development Report: Learning to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018), 130.

[2]                Thomas R. Guskey, Professional Development and Teacher Change (New York: Teachers College Press, 2002), 45.

[3]                OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 76.

[4]                Neil Selwyn, Education and Technology: Key Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 89.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Panduan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 12.

[6]                Neil Selwyn, Education and Technology: Key Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 89.

[7]                UNESCO, Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for Education (Paris: UNESCO Publishing, 2021), 102.

[8]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Strategi Implementasi Pembelajaran Daring dalam Pendidikan (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 54.

[9]                Charlotte Danielson, Enhancing Professional Practice: A Framework for Teaching (Alexandria, VA: ASCD, 2011), 67.

[10]             World Bank, World Development Report: Learning to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018), 145.

[11]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendikbud, 2007).

[12]             Richard DuFour, Robert Eaker, and Rebecca DuFour, On Common Ground: The Power of Professional Learning Communities (Bloomington, IN: Solution Tree Press, 2006), 34.

[13]             Andy Hargreaves and Michael Fullan, Professional Capital: Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College Press, 2012), 98.

[14]             Frederick Herzberg, Work and the Nature of Man (Cleveland: World Publishing, 1966), 121.

[15]             Suryani, "Beban Kerja dan Kelelahan Profesional pada Guru: Studi Kasus di Sekolah Negeri dan Swasta," Jurnal Psikologi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, vol. 7, no. 3 (2020): 92.


6.           Kesimpulan

Kompetensi profesional guru merupakan aspek fundamental dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasarkan berbagai regulasi, seperti Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta standar yang ditetapkan oleh Permendikbud No. 16 Tahun 2007, kompetensi profesional guru mencakup penguasaan materi ajar, keterampilan pedagogik, serta kemampuan dalam memanfaatkan teknologi dan inovasi pembelajaran.¹ Namun, implementasi kompetensi profesional di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kesenjangan akses terhadap pengembangan profesional, kesenjangan digital, serta sistem evaluasi yang belum optimal

Untuk mengatasi tantangan tersebut, strategi penguatan kompetensi profesional guru harus dilakukan secara komprehensif. Pengembangan profesional berkelanjutan (Continuous Professional Development - CPD) menjadi langkah utama dalam memastikan bahwa guru terus memperoleh wawasan baru dan keterampilan yang relevan dengan perkembangan zaman.³ Studi yang dilakukan oleh OECD (2019) menunjukkan bahwa negara-negara dengan kebijakan CPD yang kuat memiliki kualitas guru yang lebih tinggi serta tingkat keberhasilan akademik siswa yang lebih baik.⁴

Selain itu, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran menjadi solusi utama dalam menjawab tantangan globalisasi di dunia pendidikan. Guru yang memiliki literasi digital yang baik mampu meningkatkan efektivitas pembelajaran serta menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif.⁵ Namun, keberhasilan integrasi teknologi sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur serta pelatihan yang memadai bagi tenaga pendidik.⁶

Di sisi lain, evaluasi kinerja guru yang berbasis peningkatan kualitas juga diperlukan untuk memastikan bahwa guru mendapatkan umpan balik yang konstruktif terhadap metode mengajar mereka. Evaluasi yang tidak hanya administratif, tetapi juga berbasis observasi kelas dan asesmen berbasis data, terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kualitas pengajaran.⁷

Lebih jauh, penguatan komunitas pembelajaran profesional (Professional Learning Community - PLC) menjadi langkah strategis dalam mendorong kolaborasi di antara guru. Studi yang dilakukan oleh DuFour dan Fullan (2012) menunjukkan bahwa komunitas pembelajaran profesional yang aktif berkontribusi dalam meningkatkan inovasi dan refleksi dalam pengajaran.⁸

Aspek terakhir yang tidak kalah penting adalah peningkatan kesejahteraan dan motivasi guru. Faktor kesejahteraan, termasuk gaji yang layak, lingkungan kerja yang mendukung, serta apresiasi terhadap kinerja guru, berperan besar dalam meningkatkan dedikasi dan profesionalisme tenaga pendidik.⁹ Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam hal insentif, tunjangan profesi, dan pengurangan beban administrasi menjadi faktor krusial dalam membangun ekosistem pendidikan yang lebih baik.¹⁰

Dengan demikian, peningkatan kompetensi profesional guru harus dilakukan secara menyeluruh melalui pendekatan regulatif, pengembangan profesional, pemanfaatan teknologi, evaluasi kinerja yang efektif, pembentukan komunitas profesional, serta peningkatan kesejahteraan guru.¹¹ Kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, serta guru itu sendiri menjadi kunci utama dalam membangun pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing global.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendikbud, 2007).

[2]                World Bank, Teacher Policies in Developing Countries: Improving Education Quality (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018), 102.

[3]                Thomas R. Guskey, Professional Development and Teacher Change (New York: Teachers College Press, 2002), 48.

[4]                OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 83.

[5]                Neil Selwyn, Education and Technology: Key Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 97.

[6]                UNESCO, Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for Education (Paris: UNESCO Publishing, 2021), 114.

[7]                Charlotte Danielson, Enhancing Professional Practice: A Framework for Teaching (Alexandria, VA: ASCD, 2011), 72.

[8]                Richard DuFour dan Michael Fullan, Professional Capital: Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College Press, 2012), 103.

[9]                Frederick Herzberg, Work and the Nature of Man (Cleveland: World Publishing, 1966), 128.

[10]             Suryani, "Beban Kerja dan Kesejahteraan Guru: Studi Kasus di Sekolah Negeri dan Swasta," Jurnal Psikologi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, vol. 7, no. 3 (2020): 95.

[11]             World Bank, World Development Report: Learning to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018), 134.


Daftar Pustaka

Danielson, C. (2011). Enhancing professional practice: A framework for teaching. Alexandria, VA: ASCD.

DuFour, R., & Fullan, M. (2012). Professional capital: Transforming teaching in every school. New York, NY: Teachers College Press.

Guskey, T. R. (2002). Professional development and teacher change. New York, NY: Teachers College Press.

Hargreaves, A., & Fullan, M. (2012). Professional capital: Transforming teaching in every school. New York, NY: Teachers College Press.

Herzberg, F. (1966). Work and the nature of man. Cleveland, OH: World Publishing.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta, Indonesia: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2017). Panduan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) bagi guru. Jakarta, Indonesia: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2020). Strategi implementasi pembelajaran daring dalam pendidikan. Jakarta, Indonesia: Kemendikbud.

OECD. (2019). TALIS 2018 results: Teachers and school leaders as lifelong learners. Paris, France: OECD Publishing.

Selwyn, N. (2011). Education and technology: Key issues and debates. London, UK: Bloomsbury.

Suryani. (2020). Beban kerja dan kesejahteraan guru: Studi kasus di sekolah negeri dan swasta. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 7(3), 92–95.

UNESCO. (2021). Reimagining our futures together: A new social contract for education. Paris, France: UNESCO Publishing.

World Bank. (2018). World development report: Learning to realize education’s promise. Washington, D.C.: World Bank Group.

World Bank. (2018). Teacher policies in developing countries: Improving education quality. Washington, D.C.: World Bank Group.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar