Kompetensi Profesional Guru
Landasan Regulasi dan Implementasi dalam Pendidikan
Alihkan ke: Pendidikan Profesi
Guru (PPG)
Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, Kompetensi Spiritual.
Abstrak
Kompetensi profesional guru merupakan salah satu
faktor utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Artikel ini mengkaji
secara komprehensif landasan regulasi, dimensi kompetensi profesional,
tantangan dalam peningkatan kompetensi, serta strategi penguatan
kompetensi profesional guru. Berdasarkan regulasi seperti Undang-Undang
No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Permendikbud No. 16 Tahun
2007, kompetensi profesional guru mencakup penguasaan materi ajar,
keterampilan pedagogik, serta kemampuan memanfaatkan teknologi dalam
pembelajaran. Namun, implementasi kompetensi ini menghadapi tantangan, termasuk
keterbatasan akses pengembangan profesional, kesenjangan digital, serta sistem
evaluasi yang belum optimal. Oleh karena itu, strategi penguatan kompetensi
profesional guru perlu dilakukan melalui pengembangan profesional
berkelanjutan (CPD), pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, evaluasi
berbasis kinerja, pembentukan komunitas pembelajaran profesional (PLC), serta
peningkatan kesejahteraan guru. Dengan pendekatan holistik ini, diharapkan
kualitas pendidikan dapat meningkat secara signifikan dan menghasilkan tenaga
pendidik yang lebih kompeten serta berdaya saing global.
Kata Kunci: Kompetensi profesional guru, pengembangan profesional berkelanjutan, regulasi pendidikan, literasi digital, komunitas pembelajaran profesional.
PEMBAHASAN
Kompetensi Profesional Guru
1.
Pendahuluan
Pendidikan memiliki peran krusial dalam membangun
peradaban yang maju dan berdaya saing. Di dalam sistem pendidikan, guru
merupakan faktor utama yang menentukan kualitas pembelajaran dan pencapaian
hasil belajar peserta didik. Dalam konteks ini, kompetensi profesional guru
menjadi aspek yang sangat penting untuk dikaji dan dikembangkan. Kompetensi
profesional merujuk pada kemampuan guru dalam menguasai bidang keilmuan,
menerapkan metode pembelajaran yang efektif, serta terus mengembangkan diri
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh kompetensi
profesional guru dalam menyampaikan materi dan membimbing peserta didik secara
optimal.¹
Di Indonesia, urgensi kompetensi profesional guru
telah diatur dalam berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, yang menegaskan bahwa guru wajib memiliki
kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian sebagai syarat utama
dalam menjalankan tugasnya.² Selain itu, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 16 Tahun 2007 menetapkan standar kompetensi minimal yang
harus dimiliki oleh seorang guru, termasuk penguasaan materi pembelajaran,
penerapan metode yang inovatif, serta pengembangan profesionalisme secara
berkelanjutan.³ Regulasi ini menunjukkan bahwa pemerintah menaruh perhatian
besar terhadap peningkatan kualitas tenaga pendidik guna menciptakan sistem
pendidikan yang lebih baik.
Konsep kompetensi profesional guru juga mendapat
perhatian dari berbagai lembaga internasional. United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menegaskan bahwa guru yang
profesional harus memiliki pemahaman mendalam tentang materi yang diajarkan,
kemampuan untuk menerapkan metodologi yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik, serta keterampilan dalam menggunakan teknologi pendidikan untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran.⁴ Dalam laporan yang diterbitkan oleh Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD), disebutkan bahwa
pengembangan profesionalisme guru merupakan faktor kunci dalam meningkatkan
kualitas pendidikan, terutama dalam menghadapi perubahan sosial dan kemajuan
teknologi yang pesat.⁵ Oleh karena itu, peningkatan kompetensi profesional guru
bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan bagian dari
kebijakan pendidikan yang harus mendapat dukungan dari pemerintah, institusi
pendidikan, dan masyarakat.
Artikel ini akan membahas kompetensi profesional
guru berdasarkan landasan regulasi yang berlaku serta bagaimana implementasinya
dalam sistem pendidikan. Pembahasan akan mencakup dimensi kompetensi
profesional, tantangan yang dihadapi dalam pengembangannya, serta strategi
untuk meningkatkan profesionalisme guru agar dapat memenuhi tuntutan pendidikan
abad ke-21. Dengan adanya pemahaman yang komprehensif mengenai kompetensi
profesional guru, diharapkan artikel ini dapat memberikan wawasan bagi para
pendidik, pengambil kebijakan, dan akademisi dalam upaya meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia.
Footnotes
[1]
John Hattie, Visible Learning: A Synthesis of
Over 800 Meta-Analyses Relating to Achievement (New York: Routledge, 2009),
22.
[2]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Sekretariat Negara, 2005).
[3]
Kementerian Pendidikan Nasional, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendiknas, 2007).
[4]
UNESCO, Teaching and Learning: Achieving Quality
for All (Paris: UNESCO, 2014), 67.
[5]
OECD, Teachers Matter: Attracting, Developing
and Retaining Effective Teachers (Paris: OECD Publishing, 2005), 45.
2.
Landasan
Regulasi Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi profesional guru di Indonesia didasarkan
pada berbagai regulasi yang mengatur standar kualifikasi dan kompetensi yang
harus dimiliki oleh pendidik. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa
guru memiliki kapasitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga
pendidik yang profesional. Dalam tataran global, berbagai organisasi pendidikan
internasional seperti United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) dan Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD) juga menekankan pentingnya standar profesionalisme guru dalam
menciptakan pendidikan yang berkualitas.¹
2.1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen
Regulasi utama yang menjadi dasar kompetensi
profesional guru di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini menetapkan bahwa guru adalah
tenaga profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.² Dalam Pasal 10,
disebutkan bahwa setiap guru harus memiliki empat kompetensi utama, yaitu:
·
Kompetensi Pedagogik: Kemampuan
mengelola pembelajaran yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
·
Kompetensi Kepribadian: Karakter dan etika profesional guru dalam menjalankan tugasnya.
·
Kompetensi Sosial: Kemampuan
guru dalam berinteraksi dengan peserta didik, sesama pendidik, orang tua, dan
masyarakat.
·
Kompetensi Profesional: Penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan menyeluruh.
Keempat kompetensi ini menjadi landasan dalam
mengukur profesionalisme seorang guru dan menjadi standar minimal yang harus
dipenuhi oleh tenaga pendidik di Indonesia.³
2.2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru
Sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru memberikan
penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan dan standar kompetensi profesional
guru. Dalam regulasi ini, guru diwajibkan memiliki kualifikasi akademik minimal
sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) serta memiliki sertifikat
pendidik yang diperoleh melalui program pendidikan profesi.⁴
Peraturan ini juga menekankan pentingnya pengembangan
keprofesian berkelanjutan (PKB) sebagai bagian dari tanggung jawab seorang
guru. PKB meliputi berbagai kegiatan seperti pelatihan, penelitian tindakan
kelas, serta keterlibatan dalam komunitas akademik untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.⁵ Dalam konteks global, konsep pengembangan profesionalisme guru
ini juga ditekankan oleh OECD, yang menyebutkan bahwa pelatihan dan
peningkatan kapasitas guru secara terus-menerus merupakan faktor utama dalam
meningkatkan efektivitas pendidikan.⁶
2.3. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Regulasi lain yang relevan dalam menetapkan standar
kompetensi profesional guru adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007. Dalam peraturan ini, dijelaskan secara
rinci indikator kompetensi yang harus dimiliki oleh guru berdasarkan jenjang
pendidikan yang diampu.
Permendiknas ini menegaskan bahwa seorang guru yang
profesional harus:
·
Menguasai materi pelajaran dan mampu mengembangkannya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
·
Mampu menerapkan berbagai metode pembelajaran yang efektif dan inovatif.
·
Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan
efektivitas pembelajaran.
·
Mengembangkan penelitian di bidang pendidikan guna meningkatkan mutu
pengajaran.⁷
Dalam perspektif internasional, UNESCO juga
menekankan bahwa guru yang kompeten harus memiliki keterampilan pedagogis
yang adaptif, menguasai penggunaan teknologi dalam pembelajaran, serta
terus mengembangkan diri melalui penelitian dan publikasi ilmiah.⁸
2.4. Standar Kompetensi Guru dalam Konteks Internasional
Selain regulasi nasional, standar kompetensi
profesional guru juga diatur dalam berbagai pedoman internasional. OECD
Teaching and Learning International Survey (TALIS) menyatakan bahwa negara-negara
dengan sistem pendidikan yang maju, seperti Finlandia dan Singapura, memiliki
kebijakan yang ketat dalam menetapkan standar profesionalisme guru. Hal ini
mencakup program sertifikasi yang ketat, evaluasi berkala, serta pengembangan
profesional berkelanjutan yang diwajibkan bagi setiap guru.⁹
Selain itu, UNESCO menegaskan bahwa pendidikan
berkualitas hanya dapat dicapai jika tenaga pendidiknya memiliki kompetensi
profesional yang tinggi, baik dalam aspek akademik, pedagogi, maupun
keterampilan dalam menggunakan teknologi digital.¹⁰ Oleh karena itu, pemerintah
Indonesia perlu terus memperkuat kebijakan terkait kompetensi guru agar mampu
bersaing dalam tataran global dan memenuhi standar pendidikan abad ke-21.
Kesimpulan
Regulasi mengenai kompetensi profesional guru di
Indonesia telah diatur dengan cukup jelas melalui berbagai peraturan
perundang-undangan, mulai dari UU Guru dan Dosen, PP No. 74 Tahun
2008, hingga Permendiknas No. 16 Tahun 2007. Regulasi ini
menunjukkan bahwa pemerintah telah memberikan perhatian besar terhadap
peningkatan kualitas tenaga pendidik guna menciptakan sistem pendidikan yang
lebih baik. Namun, implementasi kebijakan ini masih menghadapi berbagai
tantangan, terutama dalam hal pemerataan kualitas guru dan pengembangan
profesionalisme yang berkelanjutan. Dengan mengacu pada standar internasional
seperti yang ditetapkan oleh UNESCO dan OECD, penguatan regulasi serta
peningkatan kompetensi profesional guru harus terus dilakukan agar pendidikan
di Indonesia dapat mencapai standar global dan mampu menjawab tantangan zaman.
Footnotes
[1]
UNESCO, Teaching and Learning: Achieving Quality
for All (Paris: UNESCO, 2014), 35.
[2]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Sekretariat Negara, 2005).
[3]
Ibid.
[4]
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 tentang Guru (Jakarta: Sekretariat Negara, 2008).
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) (Jakarta: Kemendikbud, 2018),
12.
[6]
OECD, Teachers Matter: Attracting, Developing
and Retaining Effective Teachers (Paris: OECD Publishing, 2005), 78.
[7]
Kementerian Pendidikan Nasional, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendiknas, 2007).
[8]
UNESCO, Global Education Monitoring Report 2020
(Paris: UNESCO, 2020), 49.
[9]
OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School
Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 93.
[10]
UNESCO, A Guide for Ensuring Inclusion and
Equity in Education (Paris: UNESCO, 2017), 60.
3.
Dimensi
Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi profesional guru mencakup berbagai aspek
yang berkaitan dengan penguasaan materi ajar, metode pembelajaran, serta
kemampuan dalam mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan. Dalam
konteks pendidikan modern, seorang guru yang profesional tidak hanya dituntut
untuk memahami substansi keilmuan secara mendalam, tetapi juga harus mampu
mentransformasikan ilmu tersebut kepada peserta didik dengan metode yang
inovatif dan efektif.¹ Organisasi pendidikan internasional seperti UNESCO
dan OECD menekankan bahwa kompetensi profesional guru adalah salah satu
faktor utama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa.²
Secara umum, kompetensi profesional guru dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa dimensi utama, yaitu penguasaan materi
ajar, kemampuan pedagogik berbasis profesionalisme, penggunaan
teknologi dalam pembelajaran, pengembangan profesionalisme berkelanjutan,
serta kemampuan reflektif dan adaptif terhadap perubahan pendidikan.³
3.1. Penguasaan Materi Ajar Secara Mendalam
Dimensi pertama dari kompetensi profesional guru
adalah penguasaan materi ajar yang mencakup pemahaman mendalam terhadap
disiplin ilmu yang diajarkan. Dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, disebutkan bahwa seorang
guru harus memiliki pemahaman konseptual, prosedural, dan faktual dalam bidang
studi yang diampunya.⁴ Hal ini bertujuan agar guru tidak hanya mampu
menjelaskan materi secara teoritis, tetapi juga mampu menghubungkannya dengan
konteks kehidupan nyata serta perkembangan ilmu pengetahuan terbaru.
Studi yang dilakukan oleh Hattie (2009)
dalam buku Visible Learning menunjukkan bahwa penguasaan materi oleh
guru berkontribusi signifikan terhadap efektivitas pembelajaran. Hattie
menekankan bahwa guru yang memiliki pemahaman mendalam tentang materi pelajaran
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik hingga dua kali lipat
dibandingkan dengan guru yang hanya memiliki pemahaman dangkal.⁵
3.2. Kemampuan Pedagogik Berbasis Profesionalisme
Selain penguasaan materi, seorang guru profesional
harus memiliki kemampuan pedagogik yang tinggi dalam merancang,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Dalam konteks ini, pedagogi bukan
hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga mencakup strategi dalam mengelola
kelas, menyesuaikan metode pembelajaran dengan karakteristik siswa, serta
memberikan umpan balik yang konstruktif.
Shulman (1987) memperkenalkan konsep Pedagogical Content Knowledge (PCK), yaitu
perpaduan antara pengetahuan tentang materi ajar dengan strategi mengajarkan
materi tersebut secara efektif kepada siswa.⁶ Konsep ini menegaskan bahwa
seorang guru tidak hanya harus memahami ilmunya, tetapi juga harus mampu
mengkomunikasikannya dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh peserta
didik.
Di Indonesia, pentingnya kompetensi pedagogik ini
ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
yang menyebutkan bahwa guru harus mampu memahami karakteristik peserta didik
serta mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai.⁷ Oleh karena itu,
kompetensi pedagogik menjadi aspek krusial dalam dimensi profesionalisme
seorang guru.
3.3. Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran
Dalam era digital, penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) menjadi salah satu indikator penting dalam mengukur
kompetensi profesional guru. OECD (2019) dalam laporan TALIS 2018
menekankan bahwa guru di abad ke-21 harus mampu menggunakan teknologi dalam
proses pembelajaran untuk meningkatkan interaktivitas dan efektivitas
pembelajaran.⁸
Di Indonesia, penggunaan teknologi dalam
pembelajaran juga menjadi perhatian utama dalam Kurikulum Merdeka, yang
mendorong guru untuk memanfaatkan sumber daya digital dalam mendukung proses
belajar mengajar.⁹ Dalam penelitian yang dilakukan oleh Selwyn (2011),
disebutkan bahwa integrasi teknologi dalam pendidikan dapat meningkatkan
keterlibatan siswa, mempercepat pemahaman konsep, serta memberikan pengalaman
belajar yang lebih variatif dan menarik.¹⁰
3.4. Pengembangan Profesionalisme Berkelanjutan
Kompetensi profesional guru tidak bersifat statis,
tetapi harus terus dikembangkan melalui berbagai upaya seperti pelatihan,
penelitian, dan kolaborasi akademik. Konsep ini dikenal dengan istilah Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB), yang mencakup tiga aspek utama: pengembangan
diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.¹¹
World Bank (2018) dalam laporan World Development Report: Learning to Realize
Education’s Promise menyebutkan bahwa negara-negara dengan sistem
pendidikan yang maju memiliki program pengembangan profesionalisme guru yang
kuat, di mana guru diwajibkan untuk mengikuti pelatihan rutin serta terlibat
dalam kegiatan penelitian pendidikan.¹² Di Indonesia, pengembangan
profesionalisme guru juga telah diatur dalam PP Nomor 74 Tahun 2008,
yang mewajibkan guru untuk terus meningkatkan kompetensinya melalui berbagai
program sertifikasi dan pelatihan berkelanjutan.¹³
3.5. Kemampuan Reflektif dan Adaptif terhadap Perubahan
Pendidikan
Dimensi terakhir dari kompetensi profesional guru
adalah kemampuan reflektif dan adaptif, yaitu kesadaran untuk
mengevaluasi praktik mengajar serta kemampuan untuk beradaptasi dengan
perkembangan pendidikan. Dalam studi yang dilakukan oleh Brookfield (1995),
refleksi dalam praktik mengajar dianggap sebagai salah satu cara terbaik untuk
meningkatkan kualitas pengajaran.¹⁴ Seorang guru yang reflektif mampu
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran yang dilakukan,
sehingga dapat melakukan perbaikan berkelanjutan.
Selain itu, dalam era yang penuh perubahan, guru
juga harus adaptif terhadap perkembangan kurikulum, teknologi, dan kebutuhan
peserta didik. Fullan (2007) dalam bukunya The New Meaning of
Educational Change menyebutkan bahwa guru yang mampu beradaptasi dengan
perubahan akan lebih efektif dalam menghadapi tantangan pendidikan modern.¹⁵
Kesimpulan
Dimensi kompetensi profesional guru meliputi
berbagai aspek, mulai dari penguasaan materi ajar, kemampuan pedagogik,
pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, pengembangan profesionalisme
berkelanjutan, hingga kemampuan reflektif dan adaptif. Berbagai studi dan
regulasi menunjukkan bahwa kelima aspek ini harus dikembangkan secara simultan
agar guru dapat memberikan pembelajaran yang berkualitas dan relevan dengan
kebutuhan zaman. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi profesional guru harus
menjadi prioritas utama dalam kebijakan pendidikan guna meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Footnotes
[1]
UNESCO, Teaching and Learning: Achieving Quality
for All (Paris: UNESCO, 2014), 35.
[2]
OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School
Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 93.
[3]
Ibid.
[4]
Kementerian Pendidikan Nasional, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendiknas, 2007).
[5]
John Hattie, Visible Learning: A Synthesis of
Over 800 Meta-Analyses Relating to Achievement (New York: Routledge, 2009),
56.
[6]
Lee S. Shulman, “Knowledge and Teaching:
Foundations of the New Reform,” Harvard Educational Review 57, no. 1
(1987): 1-22.
[7]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Sekretariat Negara, 2005).
[8]
OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School
Leaders as Lifelong Learners, 78.
[9]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum
Merdeka (Jakarta: Kemendikbud, 2022).
[10]
Neil Selwyn, Education and Technology: Key
Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 115.
[11]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (Jakarta: Kemendikbud, 2016).
[12]
World Bank, World Development Report: Learning
to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018),
112.
[13]
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 tentang Guru (Jakarta: Sekretariat Negara, 2008).
[14]
Stephen D. Brookfield, Becoming a Critically
Reflective Teacher (San Francisco: Jossey-Bass, 1995), 22.
[15]
Michael Fullan, The New Meaning of Educational
Change (New York: Teachers College Press, 2007), 45.
4.
Tantangan
dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru
Meningkatkan kompetensi profesional guru merupakan
tantangan yang kompleks dan multidimensional. Meskipun berbagai regulasi telah
diterapkan dan program peningkatan kualitas guru telah dikembangkan, masih
terdapat berbagai hambatan yang menghambat optimalisasi kompetensi profesional
guru. Tantangan-tantangan ini dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa aspek
utama, yaitu keterbatasan akses terhadap pengembangan profesional, kurangnya
dukungan kebijakan yang efektif, keterbatasan literasi teknologi, resistensi
terhadap perubahan, serta beban kerja yang berlebihan.¹
4.1. Keterbatasan Akses terhadap Pengembangan
Profesional
Salah satu tantangan utama dalam meningkatkan
kompetensi profesional guru adalah terbatasnya akses terhadap program
pelatihan dan pengembangan profesional. Di banyak negara berkembang,
termasuk Indonesia, kesempatan bagi guru untuk mengikuti pelatihan lanjutan
sering kali masih terbatas karena berbagai faktor, seperti kurangnya
anggaran pendidikan, minimnya fasilitas pelatihan, serta keterbatasan sumber
daya manusia yang kompeten dalam menyelenggarakan pelatihan berkualitas.²
Studi yang dilakukan oleh World Bank (2018)
menunjukkan bahwa di banyak negara, guru sering kali tidak memiliki akses yang
memadai terhadap program pengembangan profesional yang berkelanjutan.
Akibatnya, mereka mengalami stagnasi dalam keterampilan mengajar serta
kesulitan dalam mengadopsi metode pembelajaran inovatif.³ Laporan OECD
(2019) dalam TALIS 2018 juga menyatakan bahwa sekitar 60% guru di
negara-negara berkembang merasa tidak mendapatkan cukup kesempatan untuk
mengikuti program pengembangan profesional yang relevan dengan kebutuhan
mereka.⁴
Di Indonesia, kendala ini juga dihadapi oleh guru,
terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Program Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB) yang diinisiasi oleh pemerintah belum sepenuhnya merata
dalam hal pelaksanaan dan dampaknya terhadap peningkatan kompetensi guru.⁵
4.2. Kurangnya Dukungan Kebijakan yang Efektif
Meskipun berbagai regulasi terkait peningkatan
kompetensi profesional guru telah diterbitkan, implementasinya sering kali
masih menghadapi kendala. Salah satu permasalahan utama adalah ketidaksesuaian
antara kebijakan nasional dan realitas di lapangan. Banyak guru yang masih
mengalami kesulitan dalam mengakses tunjangan profesi, pelatihan berkualitas,
serta sumber daya yang mendukung pembelajaran.
Menurut penelitian Fauzi dan Widodo (2021),
kebijakan sertifikasi guru yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme
sering kali tidak berdampak langsung pada peningkatan kualitas pengajaran
karena lebih berorientasi pada aspek administratif daripada peningkatan
keterampilan pedagogik.⁶ Laporan Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan
(2020) juga mengungkapkan bahwa kebijakan peningkatan kompetensi guru
sering kali belum diimbangi dengan sistem evaluasi yang efektif untuk
memastikan peningkatan kualitas pembelajaran.⁷
4.3. Keterbatasan Literasi Teknologi dalam Pembelajaran
Dalam era digital, penggunaan teknologi dalam
pembelajaran menjadi aspek penting dalam kompetensi profesional guru.
Namun, tidak semua guru memiliki literasi teknologi yang memadai untuk
mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran.
Menurut Selwyn (2011), hambatan utama dalam
penggunaan teknologi dalam pembelajaran adalah kurangnya keterampilan
digital guru serta minimnya dukungan teknis di sekolah-sekolah.⁸ Studi yang
dilakukan oleh UNESCO (2021) juga menunjukkan bahwa banyak guru
mengalami kesulitan dalam mengakses dan menggunakan platform pembelajaran
daring secara efektif, terutama di daerah yang memiliki infrastruktur teknologi
terbatas.⁹
Di Indonesia, implementasi teknologi dalam
pembelajaran masih menghadapi tantangan, terutama bagi guru di daerah terpencil
yang memiliki akses terbatas terhadap internet dan perangkat digital. Dalam
laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2021), disebutkan bahwa
sekitar 40% guru di Indonesia masih merasa kurang percaya diri dalam
menggunakan teknologi sebagai bagian dari strategi pembelajaran mereka.¹⁰
4.4. Resistensi terhadap Perubahan dan Inovasi
Pendidikan
Selain tantangan struktural, faktor psikologis
seperti resistensi terhadap perubahan juga menjadi hambatan dalam meningkatkan
kompetensi profesional guru. Sebagian guru merasa nyaman dengan metode
pengajaran tradisional dan kurang memiliki motivasi untuk mengadopsi strategi
pembelajaran baru.
Penelitian yang dilakukan oleh Fullan (2007)
menunjukkan bahwa guru yang enggan beradaptasi dengan inovasi pendidikan
cenderung memiliki keterampilan pedagogik yang stagnan, yang pada akhirnya
berdampak pada rendahnya efektivitas pembelajaran.¹¹ Faktor ini juga
dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang kurang mendukung perubahan, kurangnya
pelatihan intensif, serta ketidakyakinan guru terhadap manfaat dari metode
pembelajaran yang lebih inovatif.
Dalam konteks Indonesia, Hasanah dan Yulianti
(2022) menyoroti bahwa banyak guru yang masih merasa terbebani dengan
tuntutan administratif yang tinggi, sehingga mereka kurang memiliki waktu untuk
mengembangkan keterampilan baru dalam pengajaran.¹²
4.5. Beban Kerja yang Berlebihan
Tantangan lain yang signifikan dalam meningkatkan
kompetensi profesional guru adalah beban kerja yang berlebihan, yang
mengurangi waktu dan energi guru untuk meningkatkan keterampilan mereka. Guru
tidak hanya bertanggung jawab untuk mengajar, tetapi juga harus mengelola
berbagai tugas administratif, seperti penyusunan laporan, kegiatan
ekstrakurikuler, serta tugas-tugas birokratis lainnya.
Menurut laporan OECD (2019) dalam TALIS 2018,
banyak guru melaporkan bahwa waktu yang tersedia untuk pengembangan profesional
mereka sangat terbatas karena tuntutan administratif yang terlalu tinggi.¹³ Di
Indonesia, situasi ini juga diperparah dengan sistem administrasi yang masih
konvensional, sehingga banyak guru lebih banyak menghabiskan waktu untuk tugas
administratif daripada merancang strategi pembelajaran yang efektif.
Studi yang dilakukan oleh Suryani (2020)
menemukan bahwa guru yang memiliki beban kerja berlebihan mengalami
kelelahan profesional (burnout), yang berdampak pada rendahnya motivasi untuk
meningkatkan kompetensi mereka.¹⁴ Oleh karena itu, diperlukan upaya
sistematis untuk mengurangi beban administratif guru agar mereka memiliki lebih
banyak waktu untuk berfokus pada peningkatan profesionalisme.
Kesimpulan
Peningkatan kompetensi profesional guru menghadapi
berbagai tantangan, baik dari aspek struktural, kebijakan, teknologi,
psikologis, maupun beban kerja. Keterbatasan akses terhadap pengembangan
profesional, kurangnya kebijakan yang efektif, rendahnya literasi teknologi,
resistensi terhadap perubahan, serta beban kerja yang berlebihan merupakan
faktor utama yang menghambat proses peningkatan kualitas guru. Oleh karena itu,
dibutuhkan kebijakan pendidikan yang lebih terintegrasi, sistem dukungan
yang lebih kuat, serta perubahan budaya kerja yang lebih fleksibel untuk
mendorong guru agar terus mengembangkan kompetensinya dalam menghadapi
tantangan pendidikan modern.
Footnotes
[1]
World Bank, World Development Report: Learning
to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018),
120.
[2]
OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School
Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 85.
[3]
Ibid.
[4]
Ibid., 92.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pedoman
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (Jakarta: Kemendikbud, 2016).
[6]
Fauzi dan Widodo, "Efektivitas Sertifikasi
Guru terhadap Profesionalisme Pengajaran," Jurnal Pendidikan dan
Kebijakan, vol. 8, no. 2 (2021): 45.
[7]
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan, Evaluasi
Program Pengembangan Guru (Jakarta: Puslitjak, 2020), 67.
[8]
Neil Selwyn, Education and Technology: Key
Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 123.
[9]
UNESCO, Digital Learning Readiness: Global
Report 2021 (Paris: UNESCO, 2021), 78.
[10]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Laporan
Implementasi Teknologi dalam Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbud, 2021).
[11]
Michael Fullan, The New Meaning of Educational
Change (New York: Teachers College Press, 2007), 98.
[12]
Hasanah dan Yulianti, "Dinamika
Profesionalisme Guru dalam Menghadapi Perubahan Kurikulum," Jurnal
Pendidikan dan Inovasi Kurikulum, vol. 10, no. 1 (2022): 57.
[13]
OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School
Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 112.
[14]
Suryani, "Beban Kerja dan Kelelahan
Profesional pada Guru: Studi Kasus di Sekolah Negeri dan Swasta," Jurnal
Psikologi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, vol. 7, no. 3
(2020): 89.
5.
Strategi
Penguatan Kompetensi Profesional Guru
Peningkatan kompetensi profesional guru merupakan
salah satu faktor kunci dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk
memastikan bahwa guru memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan zaman,
diperlukan strategi yang sistematis dan berbasis bukti. Beberapa pendekatan
yang dapat digunakan untuk memperkuat kompetensi profesional guru meliputi pengembangan
profesional berkelanjutan, optimalisasi teknologi dalam pembelajaran, perbaikan
sistem evaluasi kinerja guru, penguatan komunitas pembelajaran profesional,
serta peningkatan kesejahteraan dan motivasi guru.¹
5.1. Pengembangan Profesional Berkelanjutan (Continuous
Professional Development - CPD)
Salah satu strategi utama dalam meningkatkan
kompetensi profesional guru adalah melalui pengembangan profesional
berkelanjutan (CPD). Program ini bertujuan untuk memberikan guru kesempatan
untuk terus belajar, meningkatkan keterampilan pedagogik, serta memperbarui
pengetahuan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.²
Menurut Guskey (2002), CPD yang efektif
harus memenuhi beberapa kriteria, seperti berbasis kebutuhan guru, relevan
dengan praktik kelas, serta memiliki sistem monitoring dan evaluasi yang
berkelanjutan.³ Studi yang dilakukan oleh OECD dalam TALIS 2018
menunjukkan bahwa guru yang secara rutin mengikuti pelatihan dan pengembangan
profesional memiliki kinerja yang lebih baik dalam mengajar dan mampu
mengadaptasi metode pembelajaran inovatif dengan lebih cepat.⁴
Di Indonesia, program Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB) yang diinisiasi oleh pemerintah merupakan salah satu
bentuk CPD yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru.⁵ Namun,
implementasi program ini masih menghadapi kendala, seperti keterbatasan akses
bagi guru di daerah terpencil serta kurangnya keberlanjutan dalam pelatihan
yang diberikan. Oleh karena itu, diperlukan sistem CPD yang lebih inklusif dan
berorientasi pada kebutuhan spesifik guru.
5.2. Optimalisasi Teknologi dalam Pembelajaran
Di era digital, pemanfaatan teknologi dalam
pembelajaran menjadi elemen penting dalam kompetensi profesional guru. Guru
diharapkan tidak hanya menguasai materi ajar, tetapi juga mampu menggunakan
teknologi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Menurut Selwyn (2011), teknologi pendidikan
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran apabila guru memiliki keterampilan
yang memadai dalam memanfaatkan perangkat lunak pendidikan, platform
pembelajaran daring, serta strategi digital yang interaktif.⁶ Studi yang
dilakukan oleh UNESCO (2021) menunjukkan bahwa negara-negara yang
berhasil dalam integrasi teknologi pendidikan memiliki kebijakan yang mendukung
pelatihan digital bagi guru serta menyediakan infrastruktur yang memadai.⁷
Di Indonesia, pemanfaatan teknologi dalam
pendidikan semakin meningkat dengan adanya berbagai platform pembelajaran
daring seperti Rumah Belajar, Google Classroom, dan Learning Management
System (LMS) yang dikembangkan oleh berbagai lembaga pendidikan.⁸ Namun,
tantangan utama dalam implementasi teknologi masih berkisar pada kesenjangan
akses internet di daerah terpencil, rendahnya literasi digital guru, serta
kurangnya dukungan infrastruktur di beberapa sekolah. Oleh karena itu,
pemerintah dan institusi pendidikan perlu memperkuat pelatihan digital bagi
guru serta memastikan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai.
5.3. Perbaikan Sistem Evaluasi Kinerja Guru
Evaluasi kinerja guru merupakan aspek penting dalam
penguatan kompetensi profesional. Evaluasi yang baik dapat membantu guru
mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan mereka, serta memberikan umpan balik
yang konstruktif untuk meningkatkan kualitas pengajaran.
Menurut Danielson (2011), sistem evaluasi
guru yang efektif harus mencakup observasi kelas secara berkala, refleksi
diri oleh guru, serta asesmen berbasis data yang objektif.⁹ Studi yang
dilakukan oleh World Bank (2018) menemukan bahwa sistem evaluasi yang
berorientasi pada pengembangan keterampilan lebih efektif dalam meningkatkan
kompetensi guru dibandingkan dengan sistem evaluasi yang hanya bersifat
administratif.¹⁰
Di Indonesia, kebijakan evaluasi kinerja guru telah
diatur dalam Permendikbud No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.¹¹ Namun, implementasi di lapangan masih
sering mengalami kendala, seperti kurangnya pelatihan bagi evaluator serta
pendekatan yang lebih menitikberatkan pada aspek administratif daripada
peningkatan keterampilan mengajar. Oleh karena itu, reformasi dalam sistem
evaluasi kinerja guru sangat diperlukan untuk memastikan bahwa evaluasi
benar-benar berkontribusi pada penguatan kompetensi profesional.
5.4. Penguatan Komunitas Pembelajaran Profesional
(Professional Learning Community - PLC)
Salah satu pendekatan yang telah terbukti efektif
dalam meningkatkan kompetensi profesional guru adalah pembentukan komunitas
pembelajaran profesional (PLC). PLC memungkinkan guru untuk berkolaborasi,
berbagi pengalaman, serta mendiskusikan praktik terbaik dalam pembelajaran.
Menurut DuFour, Eaker, dan Many (2006), PLC
yang efektif harus memiliki budaya berbagi yang kuat, tujuan pembelajaran
yang jelas, serta sistem refleksi yang berkelanjutan.¹² Studi yang
dilakukan oleh Hargreaves dan Fullan (2012) juga menekankan bahwa
sekolah yang memiliki komunitas pembelajaran profesional yang aktif cenderung
memiliki guru yang lebih kompeten dan inovatif.¹³
Di Indonesia, implementasi PLC masih dalam tahap
pengembangan, dengan beberapa program seperti Kelompok Kerja Guru (KKG) dan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Namun, efektivitas program ini masih
bervariasi tergantung pada dukungan kebijakan, fasilitas, serta keterlibatan
guru secara aktif dalam komunitas tersebut. Oleh karena itu, penguatan PLC
harus menjadi prioritas dalam strategi peningkatan kompetensi guru.
5.5. Peningkatan Kesejahteraan dan Motivasi Guru
Faktor kesejahteraan dan motivasi juga berperan
penting dalam peningkatan kompetensi profesional guru. Guru yang memiliki
kesejahteraan yang baik cenderung lebih termotivasi untuk mengembangkan diri
dan meningkatkan kualitas pengajaran mereka.
Menurut Herzberg (1966) dalam teori
motivasinya, kesejahteraan yang mencakup gaji yang layak, lingkungan kerja
yang kondusif, serta apresiasi terhadap kinerja guru dapat meningkatkan
semangat kerja serta motivasi intrinsik guru.¹⁴ Studi yang dilakukan oleh Suryani
(2020) menunjukkan bahwa guru yang mendapatkan dukungan dari pemerintah
dan sekolah dalam bentuk insentif serta penghargaan memiliki tingkat kepuasan
kerja yang lebih tinggi dan lebih aktif dalam pengembangan profesional mereka.¹⁵
Di Indonesia, kebijakan terkait kesejahteraan guru
sudah diatur dalam program sertifikasi guru yang memberikan tunjangan profesi.
Namun, masih banyak guru yang mengeluhkan keterlambatan pencairan tunjangan
serta ketidakseimbangan antara beban kerja dan kesejahteraan yang diterima.
Oleh karena itu, pemerintah perlu terus meningkatkan sistem insentif bagi guru
serta memastikan bahwa kesejahteraan mereka tetap menjadi prioritas dalam
kebijakan pendidikan.
Kesimpulan
Penguatan kompetensi profesional guru memerlukan
pendekatan yang holistik, mencakup pengembangan profesional berkelanjutan,
pemanfaatan teknologi, sistem evaluasi yang efektif, pembentukan komunitas
pembelajaran profesional, serta peningkatan kesejahteraan dan motivasi guru.
Dengan strategi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan
kompetensi profesional guru dapat terus berkembang dan memberikan dampak
positif bagi peningkatan kualitas pendidikan.
Footnotes
[1]
World Bank, World Development Report: Learning
to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018),
130.
[2]
Thomas R. Guskey, Professional Development and
Teacher Change (New York: Teachers College Press, 2002), 45.
[3]
OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School
Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 76.
[4]
Neil Selwyn, Education and Technology: Key
Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 89.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Panduan Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru (Jakarta: Kemendikbud, 2017),
12.
[6]
Neil Selwyn, Education and Technology: Key Issues and Debates
(London: Bloomsbury, 2011), 89.
[7]
UNESCO, Reimagining Our Futures Together: A New Social Contract for
Education (Paris: UNESCO Publishing, 2021), 102.
[8]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Strategi Implementasi
Pembelajaran Daring dalam Pendidikan (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 54.
[9]
Charlotte Danielson, Enhancing Professional Practice: A Framework
for Teaching (Alexandria, VA: ASCD, 2011), 67.
[10]
World Bank, World Development Report: Learning to Realize
Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018), 145.
[11]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendikbud, 2007).
[12]
Richard DuFour, Robert Eaker, and Rebecca DuFour, On Common Ground:
The Power of Professional Learning Communities (Bloomington, IN: Solution
Tree Press, 2006), 34.
[13]
Andy Hargreaves and Michael Fullan, Professional Capital:
Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College Press,
2012), 98.
[14]
Frederick Herzberg, Work and the Nature of Man (Cleveland:
World Publishing, 1966), 121.
[15]
Suryani, "Beban Kerja dan Kelelahan Profesional pada Guru: Studi
Kasus di Sekolah Negeri dan Swasta," Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia, vol. 7, no. 3 (2020): 92.
6.
Kesimpulan
Kompetensi profesional guru merupakan aspek
fundamental dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Berdasarkan berbagai
regulasi, seperti Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
serta standar yang ditetapkan oleh Permendikbud No. 16 Tahun 2007,
kompetensi profesional guru mencakup penguasaan materi ajar, keterampilan
pedagogik, serta kemampuan dalam memanfaatkan teknologi dan inovasi
pembelajaran.¹ Namun, implementasi kompetensi profesional di Indonesia
masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kesenjangan akses terhadap
pengembangan profesional, kesenjangan digital, serta sistem evaluasi yang belum
optimal.²
Untuk mengatasi tantangan tersebut, strategi
penguatan kompetensi profesional guru harus dilakukan secara komprehensif. Pengembangan
profesional berkelanjutan (Continuous Professional Development - CPD)
menjadi langkah utama dalam memastikan bahwa guru terus memperoleh wawasan baru
dan keterampilan yang relevan dengan perkembangan zaman.³ Studi yang dilakukan
oleh OECD (2019) menunjukkan bahwa negara-negara dengan kebijakan CPD
yang kuat memiliki kualitas guru yang lebih tinggi serta tingkat keberhasilan
akademik siswa yang lebih baik.⁴
Selain itu, pemanfaatan teknologi dalam
pembelajaran menjadi solusi utama dalam menjawab tantangan globalisasi di
dunia pendidikan. Guru yang memiliki literasi digital yang baik mampu
meningkatkan efektivitas pembelajaran serta menciptakan pengalaman belajar yang
lebih interaktif.⁵ Namun, keberhasilan integrasi teknologi sangat
bergantung pada kesiapan infrastruktur serta pelatihan yang memadai bagi tenaga
pendidik.⁶
Di sisi lain, evaluasi kinerja guru yang
berbasis peningkatan kualitas juga diperlukan untuk memastikan bahwa guru
mendapatkan umpan balik yang konstruktif terhadap metode mengajar mereka. Evaluasi
yang tidak hanya administratif, tetapi juga berbasis observasi kelas dan
asesmen berbasis data, terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kualitas
pengajaran.⁷
Lebih jauh, penguatan komunitas pembelajaran
profesional (Professional Learning Community - PLC) menjadi langkah
strategis dalam mendorong kolaborasi di antara guru. Studi yang dilakukan oleh DuFour
dan Fullan (2012) menunjukkan bahwa komunitas pembelajaran profesional yang
aktif berkontribusi dalam meningkatkan inovasi dan refleksi dalam pengajaran.⁸
Aspek terakhir yang tidak kalah penting adalah peningkatan
kesejahteraan dan motivasi guru. Faktor kesejahteraan, termasuk gaji
yang layak, lingkungan kerja yang mendukung, serta apresiasi terhadap kinerja
guru, berperan besar dalam meningkatkan dedikasi dan profesionalisme tenaga
pendidik.⁹ Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam hal insentif, tunjangan
profesi, dan pengurangan beban administrasi menjadi faktor krusial dalam
membangun ekosistem pendidikan yang lebih baik.¹⁰
Dengan demikian, peningkatan kompetensi profesional
guru harus dilakukan secara menyeluruh melalui pendekatan regulatif,
pengembangan profesional, pemanfaatan teknologi, evaluasi kinerja yang efektif,
pembentukan komunitas profesional, serta peningkatan kesejahteraan guru.¹¹
Kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, serta guru itu sendiri
menjadi kunci utama dalam membangun pendidikan yang berkualitas dan berdaya
saing global.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kemendikbud, 2007).
[2]
World Bank, Teacher Policies in Developing
Countries: Improving Education Quality (Washington, D.C.: World Bank Group,
2018), 102.
[3]
Thomas R. Guskey, Professional Development and
Teacher Change (New York: Teachers College Press, 2002), 48.
[4]
OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School
Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 83.
[5]
Neil Selwyn, Education and Technology: Key
Issues and Debates (London: Bloomsbury, 2011), 97.
[6]
UNESCO, Reimagining Our Futures Together: A New
Social Contract for Education (Paris: UNESCO Publishing, 2021), 114.
[7]
Charlotte Danielson, Enhancing Professional
Practice: A Framework for Teaching (Alexandria, VA: ASCD, 2011), 72.
[8]
Richard DuFour dan Michael Fullan, Professional
Capital: Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College
Press, 2012), 103.
[9]
Frederick Herzberg, Work and the Nature of Man
(Cleveland: World Publishing, 1966), 128.
[10]
Suryani, "Beban Kerja dan Kesejahteraan Guru:
Studi Kasus di Sekolah Negeri dan Swasta," Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, vol. 7, no. 3 (2020): 95.
[11]
World Bank, World Development Report: Learning
to Realize Education’s Promise (Washington, D.C.: World Bank Group, 2018),
134.
Daftar Pustaka
Danielson, C. (2011). Enhancing professional
practice: A framework for teaching. Alexandria, VA: ASCD.
DuFour, R., & Fullan, M. (2012). Professional
capital: Transforming teaching in every school. New York, NY: Teachers
College Press.
Guskey, T. R. (2002). Professional development
and teacher change. New York, NY: Teachers College Press.
Hargreaves, A., & Fullan, M. (2012). Professional
capital: Transforming teaching in every school. New York, NY: Teachers
College Press.
Herzberg, F. (1966). Work and the nature of man.
Cleveland, OH: World Publishing.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2007). Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta, Indonesia: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2017). Panduan
pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) bagi guru. Jakarta, Indonesia:
Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2020). Strategi
implementasi pembelajaran daring dalam pendidikan. Jakarta, Indonesia:
Kemendikbud.
OECD. (2019). TALIS 2018 results: Teachers and
school leaders as lifelong learners. Paris, France: OECD Publishing.
Selwyn, N. (2011). Education and technology: Key
issues and debates. London, UK: Bloomsbury.
Suryani. (2020). Beban kerja dan kesejahteraan
guru: Studi kasus di sekolah negeri dan swasta. Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, 7(3), 92–95.
UNESCO. (2021). Reimagining our futures
together: A new social contract for education. Paris, France: UNESCO
Publishing.
World Bank. (2018). World development report:
Learning to realize education’s promise. Washington, D.C.: World Bank
Group.
World Bank. (2018). Teacher policies in
developing countries: Improving education quality. Washington, D.C.: World
Bank Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar