Kompetensi Kepribadian Guru
Kajian Berdasarkan Regulasi dan Referensi Kredibel
Alihkan ke: SKS PPG Al-Qur’an Hadits Daljab
2019.
Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional, Kompetensi Sosial, Kompetensi Spiritual.
Abstrak
Kompetensi kepribadian merupakan salah satu aspek
esensial dalam profesionalisme guru yang berkontribusi terhadap efektivitas
pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik. Artikel ini membahas
secara komprehensif mengenai kompetensi kepribadian guru dengan meninjau landasan
konseptual, regulasi hukum, indikator utama, implementasi dalam proses
pembelajaran, serta tantangan dan solusi dalam penguatannya. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007, kompetensi kepribadian guru
meliputi stabilitas emosional, kedewasaan, kewibawaan, serta kemampuan menjadi
teladan bagi peserta didik. Indikator kompetensi ini mencakup keteladanan
moral, kedisiplinan, integritas, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas
sebagai pendidik. Dalam implementasinya, guru yang memiliki kepribadian yang
kuat mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan membangun hubungan
yang positif dengan peserta didik. Namun, terdapat berbagai tantangan dalam
penguatan kompetensi kepribadian, seperti beban administratif yang tinggi,
kurangnya pelatihan karakter, serta dampak negatif perkembangan teknologi. Oleh
karena itu, diperlukan strategi yang meliputi peningkatan pelatihan guru,
penguatan regulasi yang berorientasi pada pembentukan karakter, serta
kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam mendukung
perkembangan kepribadian guru yang profesional. Dengan demikian, pendidikan
yang berbasis nilai-nilai moral dan karakter dapat terus berkembang dan
memberikan dampak positif bagi generasi mendatang.
Kata Kunci: Kompetensi kepribadian guru, profesionalisme,
regulasi pendidikan, indikator kepribadian, tantangan pendidikan, karakter guru.
PEMBAHASAN
Kompetensi Kepribadian Guru
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Guru merupakan
elemen kunci dalam dunia pendidikan yang berperan sebagai pendidik, pembimbing,
dan teladan bagi peserta didik. Keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya
ditentukan oleh kecakapan intelektual dan pedagogik seorang guru, tetapi juga
oleh kualitas kepribadiannya. Kompetensi kepribadian menjadi landasan utama
dalam membentuk karakter peserta didik dan menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif. Dalam perspektif pendidikan, guru yang memiliki kepribadian kuat dan
stabil akan mampu memberikan pengaruh positif yang mendalam bagi siswa, baik
dalam aspek akademik maupun moral.1
Kompetensi
kepribadian guru diakui sebagai salah satu dari empat kompetensi utama yang
harus dimiliki oleh seorang pendidik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.2 Regulasi
ini menegaskan bahwa guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, serta berakhlak
mulia. Dengan demikian, kompetensi kepribadian tidak hanya bersifat personal,
tetapi juga memiliki dimensi profesional yang menentukan kualitas seorang guru
dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
1.2.
Relevansi Kompetensi Kepribadian Guru
Dalam konteks
global, penguatan kompetensi kepribadian guru menjadi semakin penting di tengah
tantangan pendidikan abad ke-21. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan
PBB (UNESCO) menekankan bahwa pendidikan harus berorientasi
pada empat pilar utama, yaitu learning to know (belajar untuk
mengetahui), learning to do (belajar untuk
melakukan), learning to be (belajar untuk
menjadi), dan learning to live together (belajar
untuk hidup bersama).3 Pilar learning to be menegaskan bahwa
aspek kepribadian seorang pendidik memiliki peran krusial dalam membentuk
peserta didik yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki
integritas moral yang tinggi.
Lebih lanjut,
penelitian menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian guru berkorelasi erat
dengan efektivitas pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik.4
Guru yang memiliki kepribadian positif, seperti kesabaran, empati, dan ketegasan
dalam mendidik, cenderung lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang
inspiratif dan kondusif. Sebaliknya, guru yang memiliki kepribadian yang kurang
stabil, misalnya mudah marah atau tidak konsisten dalam bersikap, dapat
memberikan dampak negatif terhadap perkembangan psikologis dan motivasi belajar
siswa.5
1.3.
Tujuan Pembahasan
Berdasarkan urgensi
kompetensi kepribadian dalam dunia pendidikan, artikel ini bertujuan untuk:
1)
Mengulas
pengertian dan indikator kompetensi kepribadian guru
berdasarkan regulasi dan pendapat para ahli.
2)
Menjelaskan
landasan hukum dan kebijakan pendidikan yang mengatur
kompetensi kepribadian guru di Indonesia.
3)
Menganalisis
implementasi kompetensi kepribadian dalam proses pembelajaran
dan interaksi guru dengan peserta didik.
4)
Membahas
tantangan dan solusi dalam penguatan kompetensi kepribadian
guru di era modern.
Dengan adanya
pembahasan yang komprehensif ini, diharapkan artikel ini dapat memberikan
wawasan yang lebih mendalam bagi para pendidik, akademisi, serta pemangku kebijakan
dalam memahami dan meningkatkan kompetensi kepribadian guru untuk pendidikan
yang lebih berkualitas.
Footnotes
[1]
Tilaar, H. A. R., Membenahi Pendidikan Nasional (Jakarta:
Rineka Cipta, 2012), 45.
[2]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal
10.
[3]
Jacques Delors et al., Learning: The Treasure Within (Paris:
UNESCO Publishing, 1996), 37.
[4]
Hattie, John, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning
(New York: Routledge, 2012), 91.
[5]
Marzano, Robert J., The Art and Science of Teaching: A
Comprehensive Framework for Effective Instruction (Alexandria: ASCD,
2007), 67.
2.
Pengertian Kompetensi Kepribadian Guru
2.1.
Definisi Kompetensi Kepribadian Guru
Kompetensi kepribadian guru
merupakan salah satu dari empat kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh
pendidik, selain kompetensi pedagogik, profesional, dan sosial. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa
guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat.1
Dalam regulasi lainnya, yaitu Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007,
dijelaskan bahwa kompetensi kepribadian mencakup sikap konsisten terhadap
norma, etika, serta tanggung jawab moral dalam mendidik.2
Menurut Sudjana,
kompetensi kepribadian mencerminkan karakter seorang guru dalam berperan
sebagai teladan yang baik bagi peserta didik dan lingkungan sekitarnya.3
Sementara itu, Syaiful Sagala
mengungkapkan bahwa kepribadian guru adalah faktor yang menentukan keberhasilan
proses pendidikan, karena interaksi antara guru dan siswa tidak hanya bersifat
akademik, tetapi juga melibatkan pembentukan karakter dan moral.4
Dengan demikian, kompetensi kepribadian merupakan aspek yang sangat fundamental
dalam menentukan kualitas seorang pendidik.
2.2.
Peran Kompetensi Kepribadian dalam Profesi
Keguruan
Kepribadian seorang guru
tidak hanya mempengaruhi bagaimana ia mengajar, tetapi juga bagaimana ia
membentuk karakter peserta didik. Ki Hadjar Dewantara,
tokoh pendidikan Indonesia, menekankan konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing
Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, yang berarti bahwa seorang guru
harus menjadi teladan di depan, membimbing di tengah, dan memberi dorongan dari
belakang.5 Prinsip ini menunjukkan
bahwa kompetensi kepribadian bukan hanya berkaitan dengan sikap pribadi, tetapi
juga dengan perannya dalam membentuk karakter dan motivasi belajar siswa.
Dalam kajian psikologi
pendidikan, kompetensi kepribadian guru berpengaruh terhadap motivasi belajar
dan kesejahteraan psikologis peserta didik.6 Guru
yang memiliki kestabilan emosi, sikap empati, dan ketegasan dalam mendidik
cenderung lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendorong
siswa untuk berkembang secara optimal.7
2.3.
Ciri-Ciri Guru dengan Kompetensi Kepribadian
yang Baik
Seorang guru yang memiliki
kompetensi kepribadian yang kuat dapat dikenali melalui beberapa karakteristik
utama:
1)
Kepribadian yang Mantap
dan Stabil
Guru harus memiliki kepribadian yang tidak mudah
terpengaruh oleh tekanan eksternal dan dapat bersikap profesional dalam
menghadapi berbagai situasi di lingkungan pendidikan.8
2)
Menjadi Teladan bagi
Peserta Didik dan Masyarakat
Sebagaimana dinyatakan dalam Permendiknas
No. 16 Tahun 2007, seorang guru harus menjadi figur yang dapat
dicontoh oleh peserta didik dalam aspek moral, disiplin, dan tanggung jawab.9
3)
Memiliki Etos Kerja
yang Tinggi
Guru yang memiliki etos kerja tinggi akan menunjukkan
dedikasi dan komitmen dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, baik dalam
aspek akademik maupun non-akademik.10
4)
Konsisten dalam
Bersikap dan Bertindak Sesuai dengan Etika Profesi
Guru harus menunjukkan sikap yang selaras antara
perkataan dan perbuatannya, sehingga dapat membangun kepercayaan dan rasa
hormat dari peserta didik.11
Kesimpulan
Kompetensi kepribadian guru
merupakan faktor kunci dalam dunia pendidikan yang menentukan keberhasilan
pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik. Regulasi pendidikan di
Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
dan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, telah mengatur
bahwa guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, dan
berwibawa. Sejalan dengan pandangan para ahli, guru yang memiliki kompetensi
kepribadian yang baik akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
dan memberikan pengaruh positif bagi siswa. Oleh karena itu, penguatan
kompetensi kepribadian harus menjadi bagian integral dalam pengembangan profesionalisme
guru di Indonesia.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal
10.
[2]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.
[3]
Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2005), 78.
[4]
Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung:
Alfabeta, 2013), 102.
[5]
Dewantara, Ki Hadjar, Pendidikan (Yogyakarta: Taman Siswa,
1952), 23.
[6]
Slavin, Robert E., Educational Psychology: Theory and Practice
(New York: Pearson Education, 2018), 56.
[7]
Woolfolk, Anita, Educational Psychology (Boston: Pearson,
2016), 89.
[8]
Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi
Aksara, 2018), 112.
[9]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007, Pasal 3.
[10]
Marzano, Robert J., The Art and Science of Teaching
(Alexandria: ASCD, 2007), 134.
[11]
Hattie, John, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on
Learning (New York: Routledge, 2012), 156.
3.
Landasan Hukum dan Regulasi Kompetensi
Kepribadian Guru
3.1.
Pengantar Regulasi Kompetensi Guru
Dalam sistem pendidikan
nasional, guru memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan
intelektualitas peserta didik. Oleh karena itu, kualitas seorang guru harus
memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Regulasi terkait kompetensi
guru di Indonesia telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum bagi kebijakan pendidikan nasional. Salah satu aspek utama
dalam standar kompetensi guru adalah kompetensi kepribadian,
yang mencerminkan karakter, integritas, dan keteladanan seorang pendidik dalam
menjalankan tugasnya.
Pemerintah Indonesia telah
menetapkan sejumlah regulasi yang mengatur kompetensi guru, termasuk kompetensi
kepribadian. Regulasi tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pendidik
memiliki standar etika dan profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan
perannya di dunia pendidikan.
3.2.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen
Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjadi pijakan utama
dalam menetapkan standar profesionalisme guru di Indonesia. Dalam Pasal 10 ayat
(1), undang-undang ini menetapkan bahwa kompetensi guru meliputi empat aspek
utama: kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial.1
Kompetensi kepribadian didefinisikan sebagai "kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, serta memiliki akhlak mulia".2
Lebih lanjut, Pasal 20
menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang guru harus menjunjung
tinggi kode etik profesi, memiliki komitmen terhadap peningkatan kualitas
pendidikan, dan bertindak sesuai dengan norma sosial serta budaya yang berlaku
di masyarakat.3 Dengan demikian, regulasi
ini menegaskan bahwa kepribadian guru bukan hanya persoalan individual, tetapi
juga merupakan bagian dari tanggung jawab profesional yang berimplikasi pada
keberhasilan pendidikan secara nasional.
3.3.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru
Regulasi berikutnya yang
memperkuat standar kompetensi guru adalah Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Pasal 3 PP ini
menegaskan bahwa guru harus memiliki kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan profesi, yang meliputi kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.4
Dalam konteks kompetensi
kepribadian, Pasal 24 menyatakan bahwa seorang guru harus memiliki kepribadian
yang:
1)
Beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Berakhlak
mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik serta masyarakat.
3)
Memiliki
kepribadian yang dewasa, stabil, arif, dan berwibawa.
4)
Menunjukkan
etos kerja yang tinggi serta tanggung jawab dalam menjalankan profesi sebagai
pendidik.5
Ketentuan ini memperkuat
bahwa aspek kepribadian guru bukan hanya faktor tambahan, melainkan bagian
integral dari profesionalisme seorang pendidik.
3.4.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor
16 Tahun 2007 memberikan rincian lebih spesifik mengenai
standar kompetensi guru berdasarkan kualifikasi akademik. Permendiknas ini
mengklasifikasikan kompetensi kepribadian dalam beberapa indikator utama,
yaitu:6
·
Menunjukkan
kepribadian yang stabil dan dewasa.
·
Menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
·
Memiliki
komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
·
Menunjukkan
sikap etis, profesional, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas sebagai
pendidik.
Permendiknas ini memberikan
panduan lebih teknis terkait bagaimana guru seharusnya mengembangkan kompetensi
kepribadian mereka dalam praktik pembelajaran sehari-hari.
3.5.
Kode Etik Guru Indonesia
Selain regulasi pemerintah, Kode
Etik Guru Indonesia juga menjadi pedoman moral dan profesional
bagi para pendidik. Kode etik ini dikeluarkan oleh organisasi profesi guru dan
menetapkan norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap guru dalam menjalankan
tugasnya. Beberapa poin utama dalam kode etik ini yang berhubungan dengan
kompetensi kepribadian meliputi:7
·
Guru harus berperilaku
jujur dan bertanggung jawab dalam mendidik peserta didik.
·
Guru harus memiliki rasa
empati dan kasih sayang terhadap peserta didik.
·
Guru tidak boleh
menyalahgunakan profesinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
·
Guru harus bersikap adil
dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik.
Kode etik ini menjadi pedoman
penting dalam memastikan bahwa setiap guru menjaga standar moral dan etika
dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
Kesimpulan
Regulasi yang mengatur
kompetensi kepribadian guru di Indonesia mencerminkan pentingnya aspek ini dalam
dunia pendidikan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005,
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, dan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007
semuanya menegaskan bahwa guru harus memiliki kepribadian yang stabil, dewasa,
arif, berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
Selain itu, Kode Etik Guru Indonesia
juga memberikan landasan moral dan profesional bagi para pendidik dalam
menjalankan tugasnya.
Dengan adanya regulasi ini,
diharapkan setiap guru dapat mengembangkan kompetensi kepribadiannya secara
optimal, sehingga dapat memberikan dampak positif yang luas bagi dunia
pendidikan dan perkembangan karakter peserta didik.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10
Ayat (1).
[2]
Ibid.
[3]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, Pasal 20.
[4]
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2008), Pasal
3.
[5]
Ibid., Pasal 24.
[6]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.
[7]
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode Etik Guru Indonesia
(Jakarta: PGRI, 2010), 12.
4.
Indikator Kompetensi Kepribadian Guru
Kompetensi kepribadian guru
merupakan salah satu dari empat kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh
pendidik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.1 Kompetensi ini
mencerminkan karakter dan nilai-nilai moral seorang guru yang dapat memengaruhi
peserta didik secara langsung. Untuk memahami lebih jauh bagaimana kompetensi kepribadian
dapat diukur dan dikembangkan, diperlukan indikator-indikator yang jelas.
Indikator kompetensi
kepribadian guru telah diatur dalam beberapa regulasi, seperti Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007
dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Selain itu, berbagai penelitian dalam bidang pendidikan juga mengidentifikasi
sejumlah karakteristik yang mencerminkan kualitas kepribadian seorang pendidik
yang efektif.
4.1.
Indikator Kompetensi Kepribadian Guru Berdasarkan
Regulasi
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 merinci
beberapa indikator kompetensi kepribadian guru yang harus dimiliki oleh setiap
pendidik, yaitu:2
1)
Memiliki kepribadian
yang stabil dan dewasa
Seorang guru harus menunjukkan stabilitas emosi,
tidak mudah terpengaruh oleh tekanan, serta mampu mengambil keputusan dengan
bijaksana. Stabilitas ini menjadi dasar bagi kepercayaan diri dalam mengelola
kelas dan berinteraksi dengan peserta didik.
2)
Menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat
Guru adalah figur panutan yang tindakannya akan
dicontoh oleh peserta didik. Oleh karena itu, guru harus berperilaku sesuai
dengan norma sosial dan etika yang berlaku.
3)
Memiliki komitmen untuk
meningkatkan kualitas pendidikan
Komitmen ini tercermin dalam sikap
profesionalisme, disiplin, serta motivasi untuk terus belajar dan mengembangkan
diri dalam dunia pendidikan.
4)
Menunjukkan sikap etis,
profesional, dan bertanggung jawab
Guru harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral
dalam menjalankan tugasnya serta tidak melakukan tindakan yang dapat mencederai
etika profesi.
5)
Memiliki integritas dan
akhlak mulia
Seorang guru harus menunjukkan sikap jujur,
amanah, dan berorientasi pada nilai-nilai kebaikan yang menjadi contoh bagi
peserta didik.
Sementara itu, Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 menambahkan bahwa seorang guru
juga harus memiliki etos kerja yang tinggi serta mampu
membangun hubungan yang baik dengan peserta didik dan masyarakat.3
4.2.
Indikator Kompetensi Kepribadian Guru dalam Perspektif
Keilmuan
Selain regulasi pemerintah,
berbagai penelitian dalam bidang pendidikan juga mengidentifikasi sejumlah
indikator penting yang menjadi ciri khas guru dengan kepribadian unggul.
Beberapa di antaranya adalah:
1)
Kecerdasan Emosional
Daniel Goleman dalam bukunya Emotional
Intelligence menekankan bahwa kecerdasan emosional merupakan aspek penting
dalam kepemimpinan dan pendidikan.4 Guru
yang memiliki kecerdasan emosional mampu mengelola emosi pribadi, memahami
perasaan orang lain, serta menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
2)
Kemampuan Beradaptasi
Pendidikan adalah bidang yang terus berkembang,
sehingga seorang guru harus fleksibel dan mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan kurikulum, teknologi, dan dinamika sosial dalam dunia pendidikan.5
3)
Motivasi Intrinsik
untuk Mengajar
Guru yang memiliki dorongan intrinsik untuk
mengajar cenderung lebih berdedikasi dan berorientasi pada peningkatan kualitas
pendidikan dibandingkan mereka yang hanya menjadikan profesi ini sebagai
pekerjaan biasa.6
4)
Kehangatan dan Empati
Menurut Carl Rogers dalam teorinya tentang person-centered
learning, empati dan hubungan yang positif antara guru dan peserta didik
dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran.7 Guru
yang penuh empati cenderung lebih sukses dalam membangun kedekatan dengan
peserta didik, sehingga dapat membantu mereka mengatasi kesulitan belajar.
Kesimpulan
Indikator kompetensi
kepribadian guru telah diatur dalam berbagai regulasi seperti Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008, yang menekankan pentingnya stabilitas
emosional, keteladanan, profesionalisme, integritas, dan tanggung jawab.
Selain itu, perspektif keilmuan juga menunjukkan bahwa kecerdasan
emosional, kemampuan beradaptasi, motivasi intrinsik, dan empati
merupakan elemen penting dalam membentuk kepribadian seorang guru yang efektif.
Dengan memahami indikator
ini, diharapkan guru dapat terus mengembangkan kepribadian mereka sehingga
mampu memberikan dampak positif dalam dunia pendidikan dan membentuk karakter peserta
didik secara optimal.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10
Ayat (1).
[2]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.
[3]
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2008), Pasal
24.
[4]
Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than
IQ (New York: Bantam Books, 1995), 34.
[5]
Linda Darling-Hammond and John Bransford, Preparing Teachers for a
Changing World: What Teachers Should Learn and Be Able to Do (San
Francisco: Jossey-Bass, 2005), 87.
[6]
Richard M. Ryan and Edward L. Deci, Self-Determination Theory:
Basic Psychological Needs in Motivation, Development, and Wellness (New
York: Guilford Press, 2017), 105.
[7]
Carl Rogers, Freedom to Learn (Columbus: Merrill, 1969), 145.
5.
Implementasi Kompetensi Kepribadian dalam
Proses Pembelajaran
Kompetensi kepribadian guru
tidak hanya menjadi standar normatif dalam profesi keguruan, tetapi juga
memiliki dampak langsung terhadap efektivitas pembelajaran. Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa
guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, berwibawa, serta
menjadi teladan bagi peserta didik.1
Implementasi kompetensi ini dalam proses pembelajaran akan menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar, berkembang, dan
membentuk karakter mereka.
Beberapa regulasi, seperti Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, menekankan bahwa guru tidak
hanya harus menguasai materi pelajaran, tetapi juga mampu membangun hubungan
yang baik dengan peserta didik, menciptakan suasana belajar yang positif, serta
menjadi inspirasi dalam pembentukan karakter.2
5.1.
Strategi Implementasi Kompetensi Kepribadian
dalam Pembelajaran
Dalam praktiknya, kompetensi
kepribadian guru dapat diimplementasikan melalui beberapa strategi berikut:
5.1.1. Membangun Keteladanan dalam
Sikap dan Perilaku
Sebagaimana dinyatakan dalam
teori Social Learning Theory
oleh Albert Bandura, peserta didik cenderung meniru perilaku yang mereka lihat
dari figur otoritas di lingkungan mereka, termasuk guru.3
Oleh karena itu, guru harus menunjukkan perilaku yang positif, seperti:
·
Menunjukkan sikap
jujur dan amanah dalam setiap interaksi dengan peserta didik.
·
Menjaga konsistensi
antara perkataan dan perbuatan, sehingga peserta didik memiliki
contoh nyata dalam bertindak.
·
Mempraktikkan kesabaran
dan empati, terutama dalam menghadapi peserta didik yang
mengalami kesulitan dalam belajar.
5.1.2. Menciptakan Lingkungan Belajar
yang Positif
Lingkungan belajar yang
positif sangat berpengaruh terhadap motivasi dan perkembangan karakter peserta
didik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Marzano, seorang guru yang
memiliki kepribadian positif mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif
dengan:4
·
Menunjukkan
antusiasme dalam mengajar, sehingga peserta didik lebih
termotivasi untuk belajar.
·
Menjalin
komunikasi yang baik dengan peserta didik, baik dalam maupun di
luar kelas.
·
Menghindari
sikap otoriter dan menggantinya dengan pendekatan demokratis
yang memberikan ruang bagi peserta didik untuk berpikir kritis.
5.1.3. Menanamkan Nilai-Nilai Etika dan
Moral dalam Pembelajaran
Kompetensi kepribadian guru
juga dapat diimplementasikan dengan mengintegrasikan nilai-nilai etika dalam
setiap mata pelajaran. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
·
Menyisipkan
pesan moral dalam materi pembelajaran, misalnya dengan
mengambil contoh kasus nyata yang mencerminkan nilai-nilai kejujuran, kerja
keras, dan tanggung jawab.
·
Mendorong
peserta didik untuk memiliki sikap saling menghormati, baik
terhadap guru maupun sesama teman.
·
Menyediakan
kesempatan bagi peserta didik untuk berdiskusi mengenai dilema moral,
sehingga mereka dapat belajar bagaimana mengambil keputusan berdasarkan
nilai-nilai yang benar.
5.2.
Tantangan dalam Implementasi Kompetensi
Kepribadian Guru
Meskipun kompetensi
kepribadian memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan,
implementasinya di dalam kelas menghadapi beberapa tantangan, antara lain:
1)
Perbedaan Karakter
Peserta Didik
Setiap peserta didik memiliki latar belakang yang
berbeda-beda, sehingga pendekatan yang digunakan oleh guru harus fleksibel dan
disesuaikan dengan kebutuhan mereka.5
2)
Tekanan Administratif dan
Beban Kerja Guru
Guru sering kali menghadapi beban administratif
yang berat, yang dapat mengurangi fokus mereka dalam membangun hubungan yang
baik dengan peserta didik.6
3)
Kurangnya Penguatan
dalam Pengembangan Kepribadian Guru
Pelatihan guru sering kali lebih menekankan pada
aspek pedagogik dan metodologi pembelajaran, sedangkan aspek kepribadian masih
kurang mendapatkan perhatian yang cukup dalam program pengembangan profesional.7
Kesimpulan
Implementasi kompetensi
kepribadian dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan menjadi
teladan yang baik, menciptakan lingkungan belajar yang positif, dan menanamkan
nilai-nilai etika dalam pembelajaran. Guru yang memiliki
kepribadian unggul tidak hanya mampu mengajarkan materi akademik, tetapi juga
membentuk karakter peserta didik yang lebih baik.
Namun, beberapa tantangan
seperti perbedaan karakter peserta didik, beban
administratif, dan kurangnya pelatihan terkait kepribadian guru
perlu diatasi dengan kebijakan yang lebih berpihak pada penguatan aspek
kepribadian dalam pendidikan guru. Dengan demikian, kompetensi kepribadian
dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif yang lebih luas dalam
dunia pendidikan.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10
Ayat (1).
[2]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.
[3]
Albert Bandura, Social Learning Theory (Englewood Cliffs, NJ:
Prentice-Hall, 1977), 22.
[4]
Robert J. Marzano, Classroom Management That Works: Research-Based
Strategies for Every Teacher (Alexandria, VA: ASCD, 2003), 45.
[5]
Carol Ann Tomlinson, How to Differentiate Instruction in
Mixed-Ability Classrooms (Alexandria, VA: ASCD, 2017), 78.
[6]
Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A Blueprint for Creating
Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 109.
[7]
John Hattie, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on
Learning (New York: Routledge, 2012), 134.
6.
Tantangan dan Solusi dalam Penguatan Kompetensi
Kepribadian Guru
Kompetensi kepribadian
merupakan aspek fundamental dalam profesi guru yang tidak hanya berkaitan
dengan kemampuan akademik, tetapi juga mencerminkan integritas moral dan
keteladanan seorang pendidik. Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah menetapkan bahwa
kompetensi kepribadian mencakup kepribadian yang stabil, dewasa, berwibawa,
serta dapat menjadi teladan bagi peserta didik.1
Namun, dalam implementasinya,
penguatan kompetensi kepribadian guru menghadapi berbagai tantangan yang
kompleks. Tantangan ini tidak hanya berasal dari faktor internal dalam diri
guru, tetapi juga dari faktor eksternal seperti lingkungan sekolah, kebijakan
pendidikan, serta perkembangan sosial dan teknologi yang terus berubah. Oleh
karena itu, diperlukan solusi yang sistematis untuk memastikan bahwa kompetensi
kepribadian guru tetap terjaga dan berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman.
6.1.
Tantangan dalam Penguatan Kompetensi
Kepribadian Guru
Tantangan yang dihadapi dalam
upaya penguatan kompetensi kepribadian guru dapat dikategorikan ke dalam
beberapa aspek utama, yaitu:
6.1.1. Beban Administratif dan Tekanan
Profesional
Salah satu tantangan utama
yang dihadapi oleh guru adalah beban administratif yang tinggi. Menurut laporan
OECD Teaching and Learning International Survey (TALIS),
banyak guru menghabiskan lebih banyak waktu untuk tugas administratif dibandingkan
dengan pengembangan profesional dan interaksi dengan peserta didik.2
Akibatnya, aspek penguatan kepribadian sering kali terabaikan karena guru lebih
fokus pada kewajiban administratif dibandingkan dengan pembinaan karakter
peserta didik.
6.1.2. Kurangnya Pelatihan dalam
Pengembangan Kepribadian
Sebagian besar program
pelatihan guru lebih berfokus pada penguatan kompetensi pedagogik dan
profesional, sementara aspek kepribadian masih kurang mendapatkan perhatian. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 telah
menetapkan standar kompetensi kepribadian, tetapi dalam implementasinya,
pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan karakter dan keteladanan masih
terbatas.3
6.1.3. Pengaruh Perkembangan Teknologi
dan Media Sosial
Kemajuan teknologi dan media
sosial memberikan tantangan tersendiri bagi guru dalam menjaga otoritas moral
dan keteladanan mereka. Banyak kasus di mana perilaku guru di media sosial
menjadi sorotan publik dan menimbulkan dampak negatif terhadap citra mereka di
mata peserta didik.4 Oleh karena itu, guru
harus lebih berhati-hati dalam berinteraksi di ruang digital agar tetap menjadi
contoh yang baik bagi peserta didik.
6.1.4. Tantangan Moral dan Etika dalam
Masyarakat
Perubahan sosial yang cepat
juga menjadi tantangan dalam penguatan kompetensi kepribadian guru. Dalam
banyak kasus, guru menghadapi tekanan dari lingkungan eksternal yang dapat
memengaruhi nilai-nilai yang mereka pegang. Misalnya, nilai-nilai pragmatisme
yang semakin kuat dalam masyarakat sering kali bertentangan dengan nilai-nilai
idealisme yang harus dimiliki seorang pendidik.5
6.2.
Solusi dalam Penguatan Kompetensi Kepribadian
Guru
Menghadapi
tantangan-tantangan di atas, diperlukan solusi strategis yang dapat membantu
guru dalam memperkuat kompetensi kepribadian mereka. Berikut beberapa solusi
yang dapat diterapkan:
6.2.1. Penguatan Pelatihan dan
Pendidikan Karakter bagi Guru
Pemerintah dan lembaga
pendidikan harus memberikan perhatian lebih terhadap pelatihan yang berkaitan
dengan penguatan karakter guru. Program Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang dicanangkan oleh
Kementerian Pendidikan perlu lebih menekankan pada aspek pembentukan
kepribadian, bukan hanya kompetensi teknis mengajar.6
6.2.2. Pengurangan Beban Administratif
Guru
Agar guru dapat lebih fokus
pada interaksi dengan peserta didik, kebijakan yang mengurangi beban
administratif harus diterapkan. Beberapa negara seperti Finlandia telah
berhasil menerapkan model pendidikan yang membebaskan guru dari tugas
administratif yang berlebihan, sehingga mereka dapat lebih fokus pada
pembelajaran dan pembinaan karakter peserta didik.7
6.2.3. Pemanfaatan Teknologi secara
Bijak dalam Pendidikan
Daripada melihat teknologi
sebagai ancaman, guru harus diberikan pelatihan dalam pemanfaatan media digital
secara bijak dan edukatif. Pelatihan dalam digital citizenship
dapat membantu guru dalam menjaga profesionalisme mereka di ruang digital
sekaligus memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajaran yang lebih
interaktif.8
6.2.4.
Penguatan
Komunitas dan Dukungan Sosial bagi Guru
Guru perlu didukung oleh
komunitas profesional yang dapat menjadi ruang refleksi dan penguatan moral.
Beberapa negara telah mengembangkan Professional Learning
Communities (PLC) yang memungkinkan guru untuk berbagi
pengalaman dan saling menguatkan dalam menjaga profesionalisme mereka.9
Kesimpulan
Penguatan kompetensi
kepribadian guru menghadapi berbagai tantangan, seperti beban administratif
yang tinggi, kurangnya pelatihan dalam pengembangan karakter, serta pengaruh
teknologi dan perubahan sosial. Namun, dengan strategi yang tepat, seperti penguatan
pelatihan karakter, pengurangan beban administratif, pemanfaatan teknologi
secara bijak, dan penguatan komunitas guru, tantangan tersebut
dapat diatasi.
Pemerintah, institusi
pendidikan, dan masyarakat memiliki peran penting dalam mendukung guru agar
tetap menjadi sosok yang berintegritas dan berwibawa. Dengan demikian,
kompetensi kepribadian guru dapat terus berkembang dan memberikan dampak
positif bagi dunia pendidikan secara berkelanjutan.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal
10.
[2]
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), TALIS
2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris:
OECD Publishing, 2019), 77.
[3]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.
[4]
Daniel Kardefelt-Winther, How Does the Time Children Spend Using
Digital Technology Impact Their Mental Well-being? (Florence: UNICEF
Office of Research, 2017), 30.
[5]
Zygmunt Bauman, Moral Blindness: The Loss of Sensitivity in Liquid
Modernity (Cambridge: Polity Press, 2013), 96.
[6]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Program Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru (Jakarta: Kemendikbud, 2018),
15.
[7]
Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the World Learn from
Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2015),
112.
[8]
Mike Ribble, Digital Citizenship in Schools: Nine Elements All
Students Should Know (Eugene, OR: ISTE, 2011), 49.
[9]
Richard DuFour, Professional Learning Communities at Work: Best
Practices for Enhancing Student Achievement (Bloomington, IN: Solution
Tree Press, 2009), 72.
7.
Kesimpulan
Kompetensi kepribadian
merupakan salah satu pilar utama dalam profesi guru yang memiliki dampak
langsung terhadap efektivitas pendidikan dan pembentukan karakter peserta didik.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
telah menetapkan bahwa kompetensi kepribadian guru harus mencerminkan
kepribadian yang stabil, dewasa, berwibawa, serta dapat menjadi teladan bagi
peserta didik.1 Regulasi ini menegaskan bahwa keberhasilan
pendidikan tidak hanya bergantung pada penguasaan pedagogik dan profesionalisme
akademik, tetapi juga pada kualitas moral dan karakter yang dimiliki oleh
seorang guru.
Dalam pembahasan artikel ini,
telah diuraikan secara sistematis mengenai pengertian kompetensi
kepribadian guru, landasan hukum dan regulasi yang mendasarinya,
indikator-indikator utama, implementasi dalam pembelajaran, serta tantangan dan
solusi yang dihadapi dalam penguatannya. Berdasarkan analisis
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut:
1)
Kompetensi kepribadian
guru mencakup aspek moral, etika, serta stabilitas emosional
yang menjadi dasar dalam membentuk lingkungan pembelajaran yang kondusif dan
inspiratif. Kepribadian yang kuat membantu guru dalam menghadapi berbagai
tantangan pendidikan dan sosial secara profesional.2
2)
Regulasi yang mengatur
kompetensi kepribadian guru telah tertuang dalam berbagai kebijakan pendidikan,
termasuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru. Namun, implementasi regulasi ini masih memerlukan penguatan
dalam bentuk kebijakan yang lebih operasional dan berorientasi pada
pengembangan karakter guru.3
3)
Indikator utama
kompetensi kepribadian guru mencakup keteladanan moral, kedewasaan emosional,
kemandirian, dan kewibawaan dalam mendidik. Indikator ini bukan
hanya standar administratif, tetapi juga menjadi tolok ukur dalam membangun
profesionalisme guru yang berkualitas.4
4)
Implementasi kompetensi
kepribadian dalam proses pembelajaran sangat bergantung pada interaksi guru
dengan peserta didik, lingkungan sekolah, serta kebijakan yang mendukung
pembentukan karakter. Guru yang memiliki kompetensi kepribadian
yang baik cenderung lebih mampu membangun hubungan interpersonal yang positif
dan menciptakan suasana belajar yang lebih efektif.5
5)
Tantangan utama dalam
penguatan kompetensi kepribadian guru meliputi beban administratif yang tinggi,
kurangnya pelatihan dalam pengembangan karakter, serta pengaruh negatif dari
perkembangan teknologi dan media sosial. Beban administratif
yang berlebihan sering kali mengurangi waktu guru dalam membangun relasi yang
baik dengan peserta didik.6
6)
Untuk mengatasi
tantangan tersebut, beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain adalah
peningkatan pelatihan karakter bagi guru, pengurangan beban administratif,
pemanfaatan teknologi secara bijak, serta penguatan komunitas guru sebagai
wadah refleksi dan pengembangan profesionalisme.7
Sebagai kesimpulan akhir,
penguatan kompetensi kepribadian guru merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Guru
tidak hanya dituntut untuk menjadi pengajar yang kompeten dalam hal akademik,
tetapi juga sebagai sosok panutan yang memiliki karakter kuat
dan mampu memberikan inspirasi bagi peserta didik. Oleh karena
itu, diperlukan kebijakan pendidikan yang lebih fokus
pada pembentukan karakter guru, serta dukungan berkelanjutan dalam bentuk
pelatihan dan komunitas profesional. Dengan demikian,
pendidikan yang berbasis nilai-nilai moral dan karakter dapat terus berkembang
dan memberikan dampak positif bagi generasi mendatang.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal
10.
[2]
Muhammad Zuhdi, Profesionalisme Guru dalam Pendidikan Karakter
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2018), 57.
[3]
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.
[4]
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), 104.
[5]
John Hattie, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on
Learning (London: Routledge, 2012), 52.
[6]
OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong
Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 79.
[7]
Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the World Learn from
Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2015),
120.
Daftar Pustaka
Hattie, J. (2012). Visible
learning for teachers: Maximizing impact on learning. Routledge.
Mulyasa, E. (2013). Menjadi
guru profesional. PT Remaja Rosdakarya.
OECD. (2019). TALIS
2018 results: Teachers and school leaders as lifelong learners. OECD
Publishing. https://doi.org/10.1787/1d0bc92a-en
Republik Indonesia. (2005).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Republik Indonesia. (2007).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sahlberg, P. (2015). Finnish
lessons: What can the world learn from educational change in Finland?
Teachers College Press.
Zuhdi, M. (2018). Profesionalisme
guru dalam pendidikan karakter. RajaGrafindo Persada.
Lampiran: Teori dan Prinsip tentang Kompetensi
Kepribadian yang Baik
Untuk mengembangkan
kompetensi kepribadian yang kuat, seorang guru perlu memahami berbagai teori
dan prinsip dalam psikologi, pendidikan, dan etika profesional.
Berikut adalah daftar teori dan prinsip yang relevan:
1.
Teori Psikologi Kepribadian
1)
Teori Psikoanalisis
(Sigmund Freud)
Memahami aspek id, ego, dan superego
dalam membentuk kepribadian dan kontrol diri.
Membantu guru dalam memahami dinamika psikologis
peserta didik.
2)
Teori Perkembangan
Psikososial (Erik Erikson)
Menjelaskan delapan tahap
perkembangan manusia, yang membantu guru memahami krisis identitas
peserta didik dan cara membimbing mereka.
3)
Teori Kepribadian
Humanistik (Carl Rogers & Abraham Maslow)
Menekankan pada aktualisasi diri,
empati, dan penghargaan positif tanpa syarat, yang penting bagi pembentukan
kepribadian guru yang inspiratif.
4)
Teori Temperamen dan
Karakter (Cloninger)
Mengajarkan tentang temperamen
bawaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian guru
dan peserta didik.
2.
Prinsip-Prinsip Etika dan Moral dalam Profesi
Guru
1)
Kode Etik Guru
Standar perilaku profesional dalam mendidik,
bersikap, dan berinteraksi dengan peserta didik, rekan kerja, serta masyarakat.
2)
Etika Profesi dan
Moralitas
Prinsip tanggung jawab, kejujuran, integritas,
dan keteladanan moral dalam menjalankan tugas
sebagai pendidik.
3)
Prinsip Keteladanan
dalam Islam (Uswatun Hasanah)
Guru sebagai teladan utama bagi peserta didik
dalam nilai-nilai kejujuran, kesabaran, kedisiplinan, dan
tanggung jawab.
3.
Teori dan Prinsip dalam Pengembangan Kecerdasan
Emosional
1)
Teori Kecerdasan
Emosional (Daniel Goleman)
Lima aspek utama: kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial,
yang membantu guru dalam membangun hubungan yang baik dengan peserta didik.
2)
Prinsip Self-Regulation
(Pengendalian Diri)
Mengajarkan cara mengelola emosi, menghadapi
stres, dan tetap tenang dalam situasi sulit.
3)
Teori Mindfulness dalam
Pendidikan
Teknik untuk meningkatkan kesadaran
diri dan konsentrasi, yang membantu guru tetap fokus dan
positif dalam mengajar.
4.
Teori dan Prinsip dalam Kepemimpinan dan
Motivasi Guru
1)
Teori Kepemimpinan
Transformasional (Bass & Avolio)
Guru sebagai pemimpin yang inspiratif,
visioner, dan mampu membimbing peserta didik untuk berkembang.
2)
Teori Motivasi (Maslow
& Herzberg)
Menjelaskan bagaimana kebutuhan
dasar dan faktor motivasi dapat mempengaruhi semangat kerja
guru dan peserta didik.
3)
Prinsip Pendidikan
Karakter (Thomas Lickona)
Fokus pada pembentukan karakter
peserta didik melalui keteladanan, pembiasaan, dan refleksi
dalam proses belajar.
5.
Prinsip-Prinsip dalam Membangun Hubungan Positif
dengan Peserta Didik
1)
Teori Konstruktivisme
Sosial (Lev Vygotsky)
Interaksi sosial sebagai faktor utama dalam
perkembangan kognitif dan karakter peserta didik.
2)
Prinsip Komunikasi
Efektif dalam Pendidikan
Teknik membangun komunikasi yang empatik,
asertif, dan inspiratif dengan peserta didik dan lingkungan
sekolah.
3)
Teori Pembelajaran
Positif (Carol Dweck)
Konsep growth mindset yang membantu guru
dalam mendorong peserta didik untuk berkembang
dan tidak takut gagal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar