Kamis, 13 Maret 2025

Kompetensi Kepribadian Guru

Kompetensi Kepribadian Guru

Kajian Berdasarkan Regulasi dan Referensi Kredibel


Alihkan ke: SKS PPG Al-Qur’an Hadits Daljab 2019.

Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional, Kompetensi Sosial, Kompetensi Spiritual.


Abstrak

Kompetensi kepribadian merupakan salah satu aspek esensial dalam profesionalisme guru yang berkontribusi terhadap efektivitas pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik. Artikel ini membahas secara komprehensif mengenai kompetensi kepribadian guru dengan meninjau landasan konseptual, regulasi hukum, indikator utama, implementasi dalam proses pembelajaran, serta tantangan dan solusi dalam penguatannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007, kompetensi kepribadian guru meliputi stabilitas emosional, kedewasaan, kewibawaan, serta kemampuan menjadi teladan bagi peserta didik. Indikator kompetensi ini mencakup keteladanan moral, kedisiplinan, integritas, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas sebagai pendidik. Dalam implementasinya, guru yang memiliki kepribadian yang kuat mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan membangun hubungan yang positif dengan peserta didik. Namun, terdapat berbagai tantangan dalam penguatan kompetensi kepribadian, seperti beban administratif yang tinggi, kurangnya pelatihan karakter, serta dampak negatif perkembangan teknologi. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang meliputi peningkatan pelatihan guru, penguatan regulasi yang berorientasi pada pembentukan karakter, serta kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam mendukung perkembangan kepribadian guru yang profesional. Dengan demikian, pendidikan yang berbasis nilai-nilai moral dan karakter dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi generasi mendatang.

Kata Kunci: Kompetensi kepribadian guru, profesionalisme, regulasi pendidikan, indikator kepribadian, tantangan pendidikan, karakter guru.


PEMBAHASAN

Kompetensi Kepribadian Guru



1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Guru merupakan elemen kunci dalam dunia pendidikan yang berperan sebagai pendidik, pembimbing, dan teladan bagi peserta didik. Keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh kecakapan intelektual dan pedagogik seorang guru, tetapi juga oleh kualitas kepribadiannya. Kompetensi kepribadian menjadi landasan utama dalam membentuk karakter peserta didik dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dalam perspektif pendidikan, guru yang memiliki kepribadian kuat dan stabil akan mampu memberikan pengaruh positif yang mendalam bagi siswa, baik dalam aspek akademik maupun moral.1

Kompetensi kepribadian guru diakui sebagai salah satu dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.2 Regulasi ini menegaskan bahwa guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, serta berakhlak mulia. Dengan demikian, kompetensi kepribadian tidak hanya bersifat personal, tetapi juga memiliki dimensi profesional yang menentukan kualitas seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

1.2.       Relevansi Kompetensi Kepribadian Guru

Dalam konteks global, penguatan kompetensi kepribadian guru menjadi semakin penting di tengah tantangan pendidikan abad ke-21. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menekankan bahwa pendidikan harus berorientasi pada empat pilar utama, yaitu learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk melakukan), learning to be (belajar untuk menjadi), dan learning to live together (belajar untuk hidup bersama).3 Pilar learning to be menegaskan bahwa aspek kepribadian seorang pendidik memiliki peran krusial dalam membentuk peserta didik yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki integritas moral yang tinggi.

Lebih lanjut, penelitian menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian guru berkorelasi erat dengan efektivitas pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik.4 Guru yang memiliki kepribadian positif, seperti kesabaran, empati, dan ketegasan dalam mendidik, cenderung lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang inspiratif dan kondusif. Sebaliknya, guru yang memiliki kepribadian yang kurang stabil, misalnya mudah marah atau tidak konsisten dalam bersikap, dapat memberikan dampak negatif terhadap perkembangan psikologis dan motivasi belajar siswa.5

1.3.       Tujuan Pembahasan

Berdasarkan urgensi kompetensi kepribadian dalam dunia pendidikan, artikel ini bertujuan untuk:

1)                  Mengulas pengertian dan indikator kompetensi kepribadian guru berdasarkan regulasi dan pendapat para ahli.

2)                  Menjelaskan landasan hukum dan kebijakan pendidikan yang mengatur kompetensi kepribadian guru di Indonesia.

3)                  Menganalisis implementasi kompetensi kepribadian dalam proses pembelajaran dan interaksi guru dengan peserta didik.

4)                  Membahas tantangan dan solusi dalam penguatan kompetensi kepribadian guru di era modern.

Dengan adanya pembahasan yang komprehensif ini, diharapkan artikel ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam bagi para pendidik, akademisi, serta pemangku kebijakan dalam memahami dan meningkatkan kompetensi kepribadian guru untuk pendidikan yang lebih berkualitas.


Footnotes

[1]                Tilaar, H. A. R., Membenahi Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 45.

[2]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10.

[3]                Jacques Delors et al., Learning: The Treasure Within (Paris: UNESCO Publishing, 1996), 37.

[4]                Hattie, John, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning (New York: Routledge, 2012), 91.

[5]                Marzano, Robert J., The Art and Science of Teaching: A Comprehensive Framework for Effective Instruction (Alexandria: ASCD, 2007), 67.


2.           Pengertian Kompetensi Kepribadian Guru

2.1.       Definisi Kompetensi Kepribadian Guru

Kompetensi kepribadian guru merupakan salah satu dari empat kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh pendidik, selain kompetensi pedagogik, profesional, dan sosial. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat.1 Dalam regulasi lainnya, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007, dijelaskan bahwa kompetensi kepribadian mencakup sikap konsisten terhadap norma, etika, serta tanggung jawab moral dalam mendidik.2

Menurut Sudjana, kompetensi kepribadian mencerminkan karakter seorang guru dalam berperan sebagai teladan yang baik bagi peserta didik dan lingkungan sekitarnya.3 Sementara itu, Syaiful Sagala mengungkapkan bahwa kepribadian guru adalah faktor yang menentukan keberhasilan proses pendidikan, karena interaksi antara guru dan siswa tidak hanya bersifat akademik, tetapi juga melibatkan pembentukan karakter dan moral.4 Dengan demikian, kompetensi kepribadian merupakan aspek yang sangat fundamental dalam menentukan kualitas seorang pendidik.

2.2.       Peran Kompetensi Kepribadian dalam Profesi Keguruan

Kepribadian seorang guru tidak hanya mempengaruhi bagaimana ia mengajar, tetapi juga bagaimana ia membentuk karakter peserta didik. Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, menekankan konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, yang berarti bahwa seorang guru harus menjadi teladan di depan, membimbing di tengah, dan memberi dorongan dari belakang.5 Prinsip ini menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian bukan hanya berkaitan dengan sikap pribadi, tetapi juga dengan perannya dalam membentuk karakter dan motivasi belajar siswa.

Dalam kajian psikologi pendidikan, kompetensi kepribadian guru berpengaruh terhadap motivasi belajar dan kesejahteraan psikologis peserta didik.6 Guru yang memiliki kestabilan emosi, sikap empati, dan ketegasan dalam mendidik cenderung lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendorong siswa untuk berkembang secara optimal.7

2.3.       Ciri-Ciri Guru dengan Kompetensi Kepribadian yang Baik

Seorang guru yang memiliki kompetensi kepribadian yang kuat dapat dikenali melalui beberapa karakteristik utama:

1)                  Kepribadian yang Mantap dan Stabil

Guru harus memiliki kepribadian yang tidak mudah terpengaruh oleh tekanan eksternal dan dapat bersikap profesional dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan pendidikan.8

2)                  Menjadi Teladan bagi Peserta Didik dan Masyarakat

Sebagaimana dinyatakan dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007, seorang guru harus menjadi figur yang dapat dicontoh oleh peserta didik dalam aspek moral, disiplin, dan tanggung jawab.9

3)                  Memiliki Etos Kerja yang Tinggi

Guru yang memiliki etos kerja tinggi akan menunjukkan dedikasi dan komitmen dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, baik dalam aspek akademik maupun non-akademik.10

4)                  Konsisten dalam Bersikap dan Bertindak Sesuai dengan Etika Profesi

Guru harus menunjukkan sikap yang selaras antara perkataan dan perbuatannya, sehingga dapat membangun kepercayaan dan rasa hormat dari peserta didik.11

Kesimpulan

Kompetensi kepribadian guru merupakan faktor kunci dalam dunia pendidikan yang menentukan keberhasilan pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik. Regulasi pendidikan di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 dan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, telah mengatur bahwa guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, dan berwibawa. Sejalan dengan pandangan para ahli, guru yang memiliki kompetensi kepribadian yang baik akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan memberikan pengaruh positif bagi siswa. Oleh karena itu, penguatan kompetensi kepribadian harus menjadi bagian integral dalam pengembangan profesionalisme guru di Indonesia.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10.

[2]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.

[3]                Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), 78.

[4]                Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2013), 102.

[5]                Dewantara, Ki Hadjar, Pendidikan (Yogyakarta: Taman Siswa, 1952), 23.

[6]                Slavin, Robert E., Educational Psychology: Theory and Practice (New York: Pearson Education, 2018), 56.

[7]                Woolfolk, Anita, Educational Psychology (Boston: Pearson, 2016), 89.

[8]                Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), 112.

[9]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007, Pasal 3.

[10]             Marzano, Robert J., The Art and Science of Teaching (Alexandria: ASCD, 2007), 134.

[11]             Hattie, John, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning (New York: Routledge, 2012), 156.


3.           Landasan Hukum dan Regulasi Kompetensi Kepribadian Guru

3.1.       Pengantar Regulasi Kompetensi Guru

Dalam sistem pendidikan nasional, guru memiliki peran strategis dalam membentuk karakter dan intelektualitas peserta didik. Oleh karena itu, kualitas seorang guru harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Regulasi terkait kompetensi guru di Indonesia telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum bagi kebijakan pendidikan nasional. Salah satu aspek utama dalam standar kompetensi guru adalah kompetensi kepribadian, yang mencerminkan karakter, integritas, dan keteladanan seorang pendidik dalam menjalankan tugasnya.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan sejumlah regulasi yang mengatur kompetensi guru, termasuk kompetensi kepribadian. Regulasi tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pendidik memiliki standar etika dan profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan perannya di dunia pendidikan.

3.2.       Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjadi pijakan utama dalam menetapkan standar profesionalisme guru di Indonesia. Dalam Pasal 10 ayat (1), undang-undang ini menetapkan bahwa kompetensi guru meliputi empat aspek utama: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.1 Kompetensi kepribadian didefinisikan sebagai "kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, serta memiliki akhlak mulia".2

Lebih lanjut, Pasal 20 menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang guru harus menjunjung tinggi kode etik profesi, memiliki komitmen terhadap peningkatan kualitas pendidikan, dan bertindak sesuai dengan norma sosial serta budaya yang berlaku di masyarakat.3 Dengan demikian, regulasi ini menegaskan bahwa kepribadian guru bukan hanya persoalan individual, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab profesional yang berimplikasi pada keberhasilan pendidikan secara nasional.

3.3.       Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

Regulasi berikutnya yang memperkuat standar kompetensi guru adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Pasal 3 PP ini menegaskan bahwa guru harus memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan profesi, yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.4

Dalam konteks kompetensi kepribadian, Pasal 24 menyatakan bahwa seorang guru harus memiliki kepribadian yang:

1)                  Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2)                  Berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik serta masyarakat.

3)                  Memiliki kepribadian yang dewasa, stabil, arif, dan berwibawa.

4)                  Menunjukkan etos kerja yang tinggi serta tanggung jawab dalam menjalankan profesi sebagai pendidik.5

Ketentuan ini memperkuat bahwa aspek kepribadian guru bukan hanya faktor tambahan, melainkan bagian integral dari profesionalisme seorang pendidik.

3.4.       Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 memberikan rincian lebih spesifik mengenai standar kompetensi guru berdasarkan kualifikasi akademik. Permendiknas ini mengklasifikasikan kompetensi kepribadian dalam beberapa indikator utama, yaitu:6

·                     Menunjukkan kepribadian yang stabil dan dewasa.

·                     Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat.

·                     Memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

·                     Menunjukkan sikap etis, profesional, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas sebagai pendidik.

Permendiknas ini memberikan panduan lebih teknis terkait bagaimana guru seharusnya mengembangkan kompetensi kepribadian mereka dalam praktik pembelajaran sehari-hari.

3.5.       Kode Etik Guru Indonesia

Selain regulasi pemerintah, Kode Etik Guru Indonesia juga menjadi pedoman moral dan profesional bagi para pendidik. Kode etik ini dikeluarkan oleh organisasi profesi guru dan menetapkan norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap guru dalam menjalankan tugasnya. Beberapa poin utama dalam kode etik ini yang berhubungan dengan kompetensi kepribadian meliputi:7

·                     Guru harus berperilaku jujur dan bertanggung jawab dalam mendidik peserta didik.

·                     Guru harus memiliki rasa empati dan kasih sayang terhadap peserta didik.

·                     Guru tidak boleh menyalahgunakan profesinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

·                     Guru harus bersikap adil dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik.

Kode etik ini menjadi pedoman penting dalam memastikan bahwa setiap guru menjaga standar moral dan etika dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

Kesimpulan

Regulasi yang mengatur kompetensi kepribadian guru di Indonesia mencerminkan pentingnya aspek ini dalam dunia pendidikan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, dan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 semuanya menegaskan bahwa guru harus memiliki kepribadian yang stabil, dewasa, arif, berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Selain itu, Kode Etik Guru Indonesia juga memberikan landasan moral dan profesional bagi para pendidik dalam menjalankan tugasnya.

Dengan adanya regulasi ini, diharapkan setiap guru dapat mengembangkan kompetensi kepribadiannya secara optimal, sehingga dapat memberikan dampak positif yang luas bagi dunia pendidikan dan perkembangan karakter peserta didik.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10 Ayat (1).

[2]                Ibid.

[3]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 20.

[4]                Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2008), Pasal 3.

[5]                Ibid., Pasal 24.

[6]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.

[7]                Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Kode Etik Guru Indonesia (Jakarta: PGRI, 2010), 12.


4.           Indikator Kompetensi Kepribadian Guru

Kompetensi kepribadian guru merupakan salah satu dari empat kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh pendidik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.1 Kompetensi ini mencerminkan karakter dan nilai-nilai moral seorang guru yang dapat memengaruhi peserta didik secara langsung. Untuk memahami lebih jauh bagaimana kompetensi kepribadian dapat diukur dan dikembangkan, diperlukan indikator-indikator yang jelas.

Indikator kompetensi kepribadian guru telah diatur dalam beberapa regulasi, seperti Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Selain itu, berbagai penelitian dalam bidang pendidikan juga mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang mencerminkan kualitas kepribadian seorang pendidik yang efektif.

4.1.       Indikator Kompetensi Kepribadian Guru Berdasarkan Regulasi

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 merinci beberapa indikator kompetensi kepribadian guru yang harus dimiliki oleh setiap pendidik, yaitu:2

1)                  Memiliki kepribadian yang stabil dan dewasa

Seorang guru harus menunjukkan stabilitas emosi, tidak mudah terpengaruh oleh tekanan, serta mampu mengambil keputusan dengan bijaksana. Stabilitas ini menjadi dasar bagi kepercayaan diri dalam mengelola kelas dan berinteraksi dengan peserta didik.

2)                  Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat

Guru adalah figur panutan yang tindakannya akan dicontoh oleh peserta didik. Oleh karena itu, guru harus berperilaku sesuai dengan norma sosial dan etika yang berlaku.

3)                  Memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan

Komitmen ini tercermin dalam sikap profesionalisme, disiplin, serta motivasi untuk terus belajar dan mengembangkan diri dalam dunia pendidikan.

4)                  Menunjukkan sikap etis, profesional, dan bertanggung jawab

Guru harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam menjalankan tugasnya serta tidak melakukan tindakan yang dapat mencederai etika profesi.

5)                  Memiliki integritas dan akhlak mulia

Seorang guru harus menunjukkan sikap jujur, amanah, dan berorientasi pada nilai-nilai kebaikan yang menjadi contoh bagi peserta didik.

Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 menambahkan bahwa seorang guru juga harus memiliki etos kerja yang tinggi serta mampu membangun hubungan yang baik dengan peserta didik dan masyarakat.3

4.2.       Indikator Kompetensi Kepribadian Guru dalam Perspektif Keilmuan

Selain regulasi pemerintah, berbagai penelitian dalam bidang pendidikan juga mengidentifikasi sejumlah indikator penting yang menjadi ciri khas guru dengan kepribadian unggul. Beberapa di antaranya adalah:

1)                  Kecerdasan Emosional

Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence menekankan bahwa kecerdasan emosional merupakan aspek penting dalam kepemimpinan dan pendidikan.4 Guru yang memiliki kecerdasan emosional mampu mengelola emosi pribadi, memahami perasaan orang lain, serta menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

2)                  Kemampuan Beradaptasi

Pendidikan adalah bidang yang terus berkembang, sehingga seorang guru harus fleksibel dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kurikulum, teknologi, dan dinamika sosial dalam dunia pendidikan.5

3)                  Motivasi Intrinsik untuk Mengajar

Guru yang memiliki dorongan intrinsik untuk mengajar cenderung lebih berdedikasi dan berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan dibandingkan mereka yang hanya menjadikan profesi ini sebagai pekerjaan biasa.6

4)                  Kehangatan dan Empati

Menurut Carl Rogers dalam teorinya tentang person-centered learning, empati dan hubungan yang positif antara guru dan peserta didik dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran.7 Guru yang penuh empati cenderung lebih sukses dalam membangun kedekatan dengan peserta didik, sehingga dapat membantu mereka mengatasi kesulitan belajar.

Kesimpulan

Indikator kompetensi kepribadian guru telah diatur dalam berbagai regulasi seperti Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, yang menekankan pentingnya stabilitas emosional, keteladanan, profesionalisme, integritas, dan tanggung jawab. Selain itu, perspektif keilmuan juga menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, kemampuan beradaptasi, motivasi intrinsik, dan empati merupakan elemen penting dalam membentuk kepribadian seorang guru yang efektif.

Dengan memahami indikator ini, diharapkan guru dapat terus mengembangkan kepribadian mereka sehingga mampu memberikan dampak positif dalam dunia pendidikan dan membentuk karakter peserta didik secara optimal.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10 Ayat (1).

[2]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.

[3]                Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2008), Pasal 24.

[4]                Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ (New York: Bantam Books, 1995), 34.

[5]                Linda Darling-Hammond and John Bransford, Preparing Teachers for a Changing World: What Teachers Should Learn and Be Able to Do (San Francisco: Jossey-Bass, 2005), 87.

[6]                Richard M. Ryan and Edward L. Deci, Self-Determination Theory: Basic Psychological Needs in Motivation, Development, and Wellness (New York: Guilford Press, 2017), 105.

[7]                Carl Rogers, Freedom to Learn (Columbus: Merrill, 1969), 145.


5.           Implementasi Kompetensi Kepribadian dalam Proses Pembelajaran

Kompetensi kepribadian guru tidak hanya menjadi standar normatif dalam profesi keguruan, tetapi juga memiliki dampak langsung terhadap efektivitas pembelajaran. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik.1 Implementasi kompetensi ini dalam proses pembelajaran akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar, berkembang, dan membentuk karakter mereka.

Beberapa regulasi, seperti Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, menekankan bahwa guru tidak hanya harus menguasai materi pelajaran, tetapi juga mampu membangun hubungan yang baik dengan peserta didik, menciptakan suasana belajar yang positif, serta menjadi inspirasi dalam pembentukan karakter.2

5.1.       Strategi Implementasi Kompetensi Kepribadian dalam Pembelajaran

Dalam praktiknya, kompetensi kepribadian guru dapat diimplementasikan melalui beberapa strategi berikut:

5.1.1.      Membangun Keteladanan dalam Sikap dan Perilaku

Sebagaimana dinyatakan dalam teori Social Learning Theory oleh Albert Bandura, peserta didik cenderung meniru perilaku yang mereka lihat dari figur otoritas di lingkungan mereka, termasuk guru.3 Oleh karena itu, guru harus menunjukkan perilaku yang positif, seperti:

·                     Menunjukkan sikap jujur dan amanah dalam setiap interaksi dengan peserta didik.

·                     Menjaga konsistensi antara perkataan dan perbuatan, sehingga peserta didik memiliki contoh nyata dalam bertindak.

·                     Mempraktikkan kesabaran dan empati, terutama dalam menghadapi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar.

5.1.2.      Menciptakan Lingkungan Belajar yang Positif

Lingkungan belajar yang positif sangat berpengaruh terhadap motivasi dan perkembangan karakter peserta didik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Marzano, seorang guru yang memiliki kepribadian positif mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dengan:4

·                     Menunjukkan antusiasme dalam mengajar, sehingga peserta didik lebih termotivasi untuk belajar.

·                     Menjalin komunikasi yang baik dengan peserta didik, baik dalam maupun di luar kelas.

·                     Menghindari sikap otoriter dan menggantinya dengan pendekatan demokratis yang memberikan ruang bagi peserta didik untuk berpikir kritis.

5.1.3.      Menanamkan Nilai-Nilai Etika dan Moral dalam Pembelajaran

Kompetensi kepribadian guru juga dapat diimplementasikan dengan mengintegrasikan nilai-nilai etika dalam setiap mata pelajaran. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

·                     Menyisipkan pesan moral dalam materi pembelajaran, misalnya dengan mengambil contoh kasus nyata yang mencerminkan nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab.

·                     Mendorong peserta didik untuk memiliki sikap saling menghormati, baik terhadap guru maupun sesama teman.

·                     Menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk berdiskusi mengenai dilema moral, sehingga mereka dapat belajar bagaimana mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai yang benar.

5.2.       Tantangan dalam Implementasi Kompetensi Kepribadian Guru

Meskipun kompetensi kepribadian memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan, implementasinya di dalam kelas menghadapi beberapa tantangan, antara lain:

1)                  Perbedaan Karakter Peserta Didik

Setiap peserta didik memiliki latar belakang yang berbeda-beda, sehingga pendekatan yang digunakan oleh guru harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan mereka.5

2)                  Tekanan Administratif dan Beban Kerja Guru

Guru sering kali menghadapi beban administratif yang berat, yang dapat mengurangi fokus mereka dalam membangun hubungan yang baik dengan peserta didik.6

3)                  Kurangnya Penguatan dalam Pengembangan Kepribadian Guru

Pelatihan guru sering kali lebih menekankan pada aspek pedagogik dan metodologi pembelajaran, sedangkan aspek kepribadian masih kurang mendapatkan perhatian yang cukup dalam program pengembangan profesional.7

Kesimpulan

Implementasi kompetensi kepribadian dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan menjadi teladan yang baik, menciptakan lingkungan belajar yang positif, dan menanamkan nilai-nilai etika dalam pembelajaran. Guru yang memiliki kepribadian unggul tidak hanya mampu mengajarkan materi akademik, tetapi juga membentuk karakter peserta didik yang lebih baik.

Namun, beberapa tantangan seperti perbedaan karakter peserta didik, beban administratif, dan kurangnya pelatihan terkait kepribadian guru perlu diatasi dengan kebijakan yang lebih berpihak pada penguatan aspek kepribadian dalam pendidikan guru. Dengan demikian, kompetensi kepribadian dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif yang lebih luas dalam dunia pendidikan.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10 Ayat (1).

[2]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.

[3]                Albert Bandura, Social Learning Theory (Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1977), 22.

[4]                Robert J. Marzano, Classroom Management That Works: Research-Based Strategies for Every Teacher (Alexandria, VA: ASCD, 2003), 45.

[5]                Carol Ann Tomlinson, How to Differentiate Instruction in Mixed-Ability Classrooms (Alexandria, VA: ASCD, 2017), 78.

[6]                Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 109.

[7]                John Hattie, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning (New York: Routledge, 2012), 134.


6.           Tantangan dan Solusi dalam Penguatan Kompetensi Kepribadian Guru

Kompetensi kepribadian merupakan aspek fundamental dalam profesi guru yang tidak hanya berkaitan dengan kemampuan akademik, tetapi juga mencerminkan integritas moral dan keteladanan seorang pendidik. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah menetapkan bahwa kompetensi kepribadian mencakup kepribadian yang stabil, dewasa, berwibawa, serta dapat menjadi teladan bagi peserta didik.1

Namun, dalam implementasinya, penguatan kompetensi kepribadian guru menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Tantangan ini tidak hanya berasal dari faktor internal dalam diri guru, tetapi juga dari faktor eksternal seperti lingkungan sekolah, kebijakan pendidikan, serta perkembangan sosial dan teknologi yang terus berubah. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang sistematis untuk memastikan bahwa kompetensi kepribadian guru tetap terjaga dan berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman.

6.1.       Tantangan dalam Penguatan Kompetensi Kepribadian Guru

Tantangan yang dihadapi dalam upaya penguatan kompetensi kepribadian guru dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek utama, yaitu:

6.1.1.      Beban Administratif dan Tekanan Profesional

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh guru adalah beban administratif yang tinggi. Menurut laporan OECD Teaching and Learning International Survey (TALIS), banyak guru menghabiskan lebih banyak waktu untuk tugas administratif dibandingkan dengan pengembangan profesional dan interaksi dengan peserta didik.2 Akibatnya, aspek penguatan kepribadian sering kali terabaikan karena guru lebih fokus pada kewajiban administratif dibandingkan dengan pembinaan karakter peserta didik.

6.1.2.      Kurangnya Pelatihan dalam Pengembangan Kepribadian

Sebagian besar program pelatihan guru lebih berfokus pada penguatan kompetensi pedagogik dan profesional, sementara aspek kepribadian masih kurang mendapatkan perhatian. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 telah menetapkan standar kompetensi kepribadian, tetapi dalam implementasinya, pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan karakter dan keteladanan masih terbatas.3

6.1.3.      Pengaruh Perkembangan Teknologi dan Media Sosial

Kemajuan teknologi dan media sosial memberikan tantangan tersendiri bagi guru dalam menjaga otoritas moral dan keteladanan mereka. Banyak kasus di mana perilaku guru di media sosial menjadi sorotan publik dan menimbulkan dampak negatif terhadap citra mereka di mata peserta didik.4 Oleh karena itu, guru harus lebih berhati-hati dalam berinteraksi di ruang digital agar tetap menjadi contoh yang baik bagi peserta didik.

6.1.4.      Tantangan Moral dan Etika dalam Masyarakat

Perubahan sosial yang cepat juga menjadi tantangan dalam penguatan kompetensi kepribadian guru. Dalam banyak kasus, guru menghadapi tekanan dari lingkungan eksternal yang dapat memengaruhi nilai-nilai yang mereka pegang. Misalnya, nilai-nilai pragmatisme yang semakin kuat dalam masyarakat sering kali bertentangan dengan nilai-nilai idealisme yang harus dimiliki seorang pendidik.5

6.2.       Solusi dalam Penguatan Kompetensi Kepribadian Guru

Menghadapi tantangan-tantangan di atas, diperlukan solusi strategis yang dapat membantu guru dalam memperkuat kompetensi kepribadian mereka. Berikut beberapa solusi yang dapat diterapkan:

6.2.1.      Penguatan Pelatihan dan Pendidikan Karakter bagi Guru

Pemerintah dan lembaga pendidikan harus memberikan perhatian lebih terhadap pelatihan yang berkaitan dengan penguatan karakter guru. Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan perlu lebih menekankan pada aspek pembentukan kepribadian, bukan hanya kompetensi teknis mengajar.6

6.2.2.      Pengurangan Beban Administratif Guru

Agar guru dapat lebih fokus pada interaksi dengan peserta didik, kebijakan yang mengurangi beban administratif harus diterapkan. Beberapa negara seperti Finlandia telah berhasil menerapkan model pendidikan yang membebaskan guru dari tugas administratif yang berlebihan, sehingga mereka dapat lebih fokus pada pembelajaran dan pembinaan karakter peserta didik.7

6.2.3.      Pemanfaatan Teknologi secara Bijak dalam Pendidikan

Daripada melihat teknologi sebagai ancaman, guru harus diberikan pelatihan dalam pemanfaatan media digital secara bijak dan edukatif. Pelatihan dalam digital citizenship dapat membantu guru dalam menjaga profesionalisme mereka di ruang digital sekaligus memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajaran yang lebih interaktif.8

6.2.4.    Penguatan Komunitas dan Dukungan Sosial bagi Guru

Guru perlu didukung oleh komunitas profesional yang dapat menjadi ruang refleksi dan penguatan moral. Beberapa negara telah mengembangkan Professional Learning Communities (PLC) yang memungkinkan guru untuk berbagi pengalaman dan saling menguatkan dalam menjaga profesionalisme mereka.9

Kesimpulan

Penguatan kompetensi kepribadian guru menghadapi berbagai tantangan, seperti beban administratif yang tinggi, kurangnya pelatihan dalam pengembangan karakter, serta pengaruh teknologi dan perubahan sosial. Namun, dengan strategi yang tepat, seperti penguatan pelatihan karakter, pengurangan beban administratif, pemanfaatan teknologi secara bijak, dan penguatan komunitas guru, tantangan tersebut dapat diatasi.

Pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat memiliki peran penting dalam mendukung guru agar tetap menjadi sosok yang berintegritas dan berwibawa. Dengan demikian, kompetensi kepribadian guru dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi dunia pendidikan secara berkelanjutan.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10.

[2]                Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 77.

[3]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.

[4]                Daniel Kardefelt-Winther, How Does the Time Children Spend Using Digital Technology Impact Their Mental Well-being? (Florence: UNICEF Office of Research, 2017), 30.

[5]                Zygmunt Bauman, Moral Blindness: The Loss of Sensitivity in Liquid Modernity (Cambridge: Polity Press, 2013), 96.

[6]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi Guru (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 15.

[7]                Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2015), 112.

[8]                Mike Ribble, Digital Citizenship in Schools: Nine Elements All Students Should Know (Eugene, OR: ISTE, 2011), 49.

[9]                Richard DuFour, Professional Learning Communities at Work: Best Practices for Enhancing Student Achievement (Bloomington, IN: Solution Tree Press, 2009), 72.


7.           Kesimpulan

Kompetensi kepribadian merupakan salah satu pilar utama dalam profesi guru yang memiliki dampak langsung terhadap efektivitas pendidikan dan pembentukan karakter peserta didik. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah menetapkan bahwa kompetensi kepribadian guru harus mencerminkan kepribadian yang stabil, dewasa, berwibawa, serta dapat menjadi teladan bagi peserta didik.1 Regulasi ini menegaskan bahwa keberhasilan pendidikan tidak hanya bergantung pada penguasaan pedagogik dan profesionalisme akademik, tetapi juga pada kualitas moral dan karakter yang dimiliki oleh seorang guru.

Dalam pembahasan artikel ini, telah diuraikan secara sistematis mengenai pengertian kompetensi kepribadian guru, landasan hukum dan regulasi yang mendasarinya, indikator-indikator utama, implementasi dalam pembelajaran, serta tantangan dan solusi yang dihadapi dalam penguatannya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut:

1)                  Kompetensi kepribadian guru mencakup aspek moral, etika, serta stabilitas emosional yang menjadi dasar dalam membentuk lingkungan pembelajaran yang kondusif dan inspiratif. Kepribadian yang kuat membantu guru dalam menghadapi berbagai tantangan pendidikan dan sosial secara profesional.2

2)                  Regulasi yang mengatur kompetensi kepribadian guru telah tertuang dalam berbagai kebijakan pendidikan, termasuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Namun, implementasi regulasi ini masih memerlukan penguatan dalam bentuk kebijakan yang lebih operasional dan berorientasi pada pengembangan karakter guru.3

3)                  Indikator utama kompetensi kepribadian guru mencakup keteladanan moral, kedewasaan emosional, kemandirian, dan kewibawaan dalam mendidik. Indikator ini bukan hanya standar administratif, tetapi juga menjadi tolok ukur dalam membangun profesionalisme guru yang berkualitas.4

4)                  Implementasi kompetensi kepribadian dalam proses pembelajaran sangat bergantung pada interaksi guru dengan peserta didik, lingkungan sekolah, serta kebijakan yang mendukung pembentukan karakter. Guru yang memiliki kompetensi kepribadian yang baik cenderung lebih mampu membangun hubungan interpersonal yang positif dan menciptakan suasana belajar yang lebih efektif.5

5)                  Tantangan utama dalam penguatan kompetensi kepribadian guru meliputi beban administratif yang tinggi, kurangnya pelatihan dalam pengembangan karakter, serta pengaruh negatif dari perkembangan teknologi dan media sosial. Beban administratif yang berlebihan sering kali mengurangi waktu guru dalam membangun relasi yang baik dengan peserta didik.6

6)                  Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain adalah peningkatan pelatihan karakter bagi guru, pengurangan beban administratif, pemanfaatan teknologi secara bijak, serta penguatan komunitas guru sebagai wadah refleksi dan pengembangan profesionalisme.7

Sebagai kesimpulan akhir, penguatan kompetensi kepribadian guru merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Guru tidak hanya dituntut untuk menjadi pengajar yang kompeten dalam hal akademik, tetapi juga sebagai sosok panutan yang memiliki karakter kuat dan mampu memberikan inspirasi bagi peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pendidikan yang lebih fokus pada pembentukan karakter guru, serta dukungan berkelanjutan dalam bentuk pelatihan dan komunitas profesional. Dengan demikian, pendidikan yang berbasis nilai-nilai moral dan karakter dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi generasi mendatang.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2005), Pasal 10.

[2]                Muhammad Zuhdi, Profesionalisme Guru dalam Pendidikan Karakter (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2018), 57.

[3]                Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2007), Pasal 2.

[4]                E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 104.

[5]                John Hattie, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning (London: Routledge, 2012), 52.

[6]                OECD, TALIS 2018 Results: Teachers and School Leaders as Lifelong Learners (Paris: OECD Publishing, 2019), 79.

[7]                Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2015), 120.


Daftar Pustaka

Hattie, J. (2012). Visible learning for teachers: Maximizing impact on learning. Routledge.

Mulyasa, E. (2013). Menjadi guru profesional. PT Remaja Rosdakarya.

OECD. (2019). TALIS 2018 results: Teachers and school leaders as lifelong learners. OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/1d0bc92a-en

Republik Indonesia. (2005). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sahlberg, P. (2015). Finnish lessons: What can the world learn from educational change in Finland? Teachers College Press.

Zuhdi, M. (2018). Profesionalisme guru dalam pendidikan karakter. RajaGrafindo Persada.


Lampiran: Teori dan Prinsip tentang Kompetensi Kepribadian yang Baik

Untuk mengembangkan kompetensi kepribadian yang kuat, seorang guru perlu memahami berbagai teori dan prinsip dalam psikologi, pendidikan, dan etika profesional. Berikut adalah daftar teori dan prinsip yang relevan:

1.            Teori Psikologi Kepribadian

1)                  Teori Psikoanalisis (Sigmund Freud)

Memahami aspek id, ego, dan superego dalam membentuk kepribadian dan kontrol diri.

Membantu guru dalam memahami dinamika psikologis peserta didik.

2)                  Teori Perkembangan Psikososial (Erik Erikson)

Menjelaskan delapan tahap perkembangan manusia, yang membantu guru memahami krisis identitas peserta didik dan cara membimbing mereka.

3)                  Teori Kepribadian Humanistik (Carl Rogers & Abraham Maslow)

Menekankan pada aktualisasi diri, empati, dan penghargaan positif tanpa syarat, yang penting bagi pembentukan kepribadian guru yang inspiratif.

4)                  Teori Temperamen dan Karakter (Cloninger)

Mengajarkan tentang temperamen bawaan dan faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian guru dan peserta didik.

2.            Prinsip-Prinsip Etika dan Moral dalam Profesi Guru

1)                  Kode Etik Guru

Standar perilaku profesional dalam mendidik, bersikap, dan berinteraksi dengan peserta didik, rekan kerja, serta masyarakat.

2)                  Etika Profesi dan Moralitas

Prinsip tanggung jawab, kejujuran, integritas, dan keteladanan moral dalam menjalankan tugas sebagai pendidik.

3)                  Prinsip Keteladanan dalam Islam (Uswatun Hasanah)

Guru sebagai teladan utama bagi peserta didik dalam nilai-nilai kejujuran, kesabaran, kedisiplinan, dan tanggung jawab.

3.            Teori dan Prinsip dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional

1)                  Teori Kecerdasan Emosional (Daniel Goleman)

Lima aspek utama: kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial, yang membantu guru dalam membangun hubungan yang baik dengan peserta didik.

2)                  Prinsip Self-Regulation (Pengendalian Diri)

Mengajarkan cara mengelola emosi, menghadapi stres, dan tetap tenang dalam situasi sulit.

3)                  Teori Mindfulness dalam Pendidikan

Teknik untuk meningkatkan kesadaran diri dan konsentrasi, yang membantu guru tetap fokus dan positif dalam mengajar.

4.            Teori dan Prinsip dalam Kepemimpinan dan Motivasi Guru

1)                  Teori Kepemimpinan Transformasional (Bass & Avolio)

Guru sebagai pemimpin yang inspiratif, visioner, dan mampu membimbing peserta didik untuk berkembang.

2)                  Teori Motivasi (Maslow & Herzberg)

Menjelaskan bagaimana kebutuhan dasar dan faktor motivasi dapat mempengaruhi semangat kerja guru dan peserta didik.

3)                  Prinsip Pendidikan Karakter (Thomas Lickona)

Fokus pada pembentukan karakter peserta didik melalui keteladanan, pembiasaan, dan refleksi dalam proses belajar.

5.            Prinsip-Prinsip dalam Membangun Hubungan Positif dengan Peserta Didik

1)                  Teori Konstruktivisme Sosial (Lev Vygotsky)

Interaksi sosial sebagai faktor utama dalam perkembangan kognitif dan karakter peserta didik.

2)                  Prinsip Komunikasi Efektif dalam Pendidikan

Teknik membangun komunikasi yang empatik, asertif, dan inspiratif dengan peserta didik dan lingkungan sekolah.

3)                  Teori Pembelajaran Positif (Carol Dweck)

Konsep growth mindset yang membantu guru dalam mendorong peserta didik untuk berkembang dan tidak takut gagal.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar