Kamis, 13 Maret 2025

Kompetensi Sosial Guru

Kompetensi Sosial Guru

Pilar Profesionalisme dalam Pendidikan menurut Regulasi dan Kajian Akademik


Alihkan ke: SKS PPG Al-Qur’an Hadits Daljab 2019.

Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional, Kompetensi KepribadianKompetensi Spiritual.


Abstrak

Kompetensi sosial merupakan salah satu pilar utama profesionalisme guru dalam dunia pendidikan. Kompetensi ini mencakup kemampuan guru dalam berkomunikasi secara efektif, menjalin hubungan baik dengan peserta didik, rekan sejawat, orang tua, serta masyarakat, dan memahami keberagaman sosial dan budaya di lingkungan sekolah. Artikel ini membahas kompetensi sosial guru berdasarkan landasan normatif dalam regulasi pendidikan di Indonesia, konsep dan ruang lingkupnya, serta implementasinya dalam pembelajaran. Selain itu, artikel ini juga mengkaji tantangan yang dihadapi guru dalam mengembangkan kompetensi sosialnya serta solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan tersebut. Berdasarkan analisis berbagai regulasi, kajian akademik, dan penelitian terdahulu, ditemukan bahwa kompetensi sosial guru memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, membangun iklim sekolah yang harmonis, serta meningkatkan prestasi dan kesejahteraan peserta didik. Namun, penguatan kompetensi sosial masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya pelatihan yang terintegrasi, tingginya beban administratif guru, serta keterbatasan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang mendukung pengembangan profesional berkelanjutan bagi guru, penyederhanaan sistem administrasi, serta penguatan kerja sama antara sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas interaksi sosial dalam dunia pendidikan.

Kata Kunci: Kompetensi sosial guru, profesionalisme guru, regulasi pendidikan, interaksi sosial, lingkungan belajar, pendidikan inklusif.


PEMBAHASAN

Kompetensi Sosial Guru


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang Pentingnya Kompetensi Sosial Guru

Guru memiliki peran sentral dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan membangun hubungan positif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, serta masyarakat. Kompetensi sosial menjadi salah satu aspek fundamental yang menentukan keberhasilan proses pendidikan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa seorang guru harus memiliki empat kompetensi utama: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi sosial mengacu pada kemampuan guru dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan beradaptasi secara efektif dalam lingkungan sosial yang beragam.¹

Dalam konteks global, UNESCO menekankan bahwa kualitas guru tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan mengajarnya, tetapi juga oleh kemampuannya membangun interaksi sosial yang baik dengan berbagai pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan.² Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi sosial berperan dalam membentuk hubungan harmonis antara guru, peserta didik, orang tua, dan masyarakat, yang pada akhirnya berdampak pada efektivitas pembelajaran.

1.2.       Definisi Kompetensi Sosial Guru Menurut Regulasi

Secara normatif, kompetensi sosial guru didefinisikan dalam berbagai regulasi di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, kompetensi sosial mencakup beberapa aspek utama, yaitu: (1) kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, (2) kemampuan beradaptasi dalam lingkungan kerja dan masyarakat, serta (3) kemampuan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan mutu pendidikan.³

Selain itu, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dalam Standar Nasional Pendidikan juga menggarisbawahi bahwa kompetensi sosial guru meliputi kemampuan dalam membangun relasi sosial yang sehat dan mendukung ekosistem pendidikan yang inklusif.⁴ Kompetensi ini penting untuk memastikan bahwa guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi juga sebagai fasilitator, mediator, dan komunikator yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi semua peserta didik.

1.3.       Tujuan dan Manfaat Penguatan Kompetensi Sosial dalam Dunia Pendidikan

Penguatan kompetensi sosial guru bertujuan untuk meningkatkan kualitas interaksi dan komunikasi dalam dunia pendidikan. Beberapa manfaat utama dari kompetensi sosial guru yang kuat meliputi:

1)                  Meningkatkan Kualitas Hubungan Guru dan Peserta Didik

Guru yang memiliki kompetensi sosial yang baik dapat membangun hubungan yang lebih dekat dan positif dengan peserta didik, sehingga meningkatkan motivasi belajar dan keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran.⁵

2)                  Menciptakan Iklim Sekolah yang Kondusif

Interaksi yang harmonis antara guru, sesama tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan akan menciptakan suasana kerja yang positif dan kolaboratif, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.⁶

3)                  Meningkatkan Kepercayaan Orang Tua dan Masyarakat terhadap Sekolah

Kemampuan guru dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang tua dan masyarakat akan memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan. Partisipasi orang tua dalam mendukung pendidikan anak juga akan meningkat apabila mereka merasa memiliki hubungan yang baik dengan guru.⁷

4)                  Memfasilitasi Kolaborasi dalam Dunia Pendidikan

Kompetensi sosial yang baik memungkinkan guru untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk rekan sejawat, kepala sekolah, dan komunitas pendidikan lainnya. Hal ini mendukung upaya perbaikan dan inovasi dalam sistem pembelajaran.⁸

Melalui pemahaman dan penguatan kompetensi sosial, guru dapat lebih efektif dalam menjalankan perannya sebagai pendidik sekaligus agen perubahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, kajian mengenai kompetensi sosial guru berdasarkan regulasi dan referensi akademik yang kredibel menjadi sangat penting untuk memastikan profesionalisme dalam dunia pendidikan.


Footnotes

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV, Pasal 10.

[2]                UNESCO, Teachers and Educational Quality: Monitoring Global Needs for 2015 (Paris: UNESCO Publishing, 2006), 45.

[3]                Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Pasal 3.

[4]                Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: BSNP, 2020), 27.

[5]                John Hattie, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning (New York: Routledge, 2012), 78.

[6]                Andy Hargreaves and Michael Fullan, Professional Capital: Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College Press, 2012), 103.

[7]                Epstein, Joyce L., School, Family, and Community Partnerships: Preparing Educators and Improving Schools (Boulder, CO: Westview Press, 2011), 56.

[8]                Linda Darling-Hammond, The Flat World and Education: How America’s Commitment to Equity Will Determine Our Future (New York: Teachers College Press, 2010), 122.


2.           Landasan Normatif Kompetensi Sosial Guru

2.1.       Regulasi dan Kebijakan Nasional

2.1.1.    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Salah satu regulasi utama yang mengatur kompetensi guru di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam Pasal 10 ayat (1), disebutkan bahwa seorang guru harus memiliki empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.¹ Kompetensi sosial dalam konteks ini didefinisikan sebagai "kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, serta masyarakat sekitar".²

Regulasi ini menegaskan bahwa guru bukan hanya sebagai pengajar yang mentransfer ilmu, tetapi juga sebagai agen sosial yang mampu membangun hubungan yang harmonis dengan berbagai pihak di lingkungan pendidikan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mendukung perkembangan peserta didik secara holistik.

2.1.2.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

Lebih lanjut, Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 menguraikan standar kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam peraturan ini, kompetensi sosial guru mencakup tiga aspek utama, yaitu:

1)                  Kemampuan berkomunikasi secara efektif dan santun dengan peserta didik

2)                  Kemampuan berinteraksi dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan

3)                  Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sosial dan budaya sekolah³

Regulasi ini menekankan bahwa kompetensi sosial guru harus mencerminkan etika yang baik, kepedulian terhadap lingkungan sosial, serta keterampilan komunikasi yang mendukung proses pembelajaran.

2.1.3.      Standar Nasional Pendidikan (SNP) oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam penetapan standar pendidikan di Indonesia, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) juga mengatur kompetensi sosial dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar ini menegaskan bahwa guru harus mampu menjadi teladan dalam sikap dan perilaku sosial serta membangun relasi yang positif di lingkungan pendidikan.⁴

BSNP menekankan bahwa kompetensi sosial bukan hanya aspek tambahan dalam profesionalisme guru, tetapi merupakan unsur utama dalam keberhasilan pendidikan. Sebab, tanpa kompetensi sosial yang baik, guru akan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang mendukung pembelajaran efektif.

2.2.       Perspektif Internasional tentang Kompetensi Sosial Guru

2.2.1.      Standar UNESCO tentang Kompetensi Guru

UNESCO, sebagai organisasi yang menaungi pendidikan di tingkat global, menetapkan berbagai standar mengenai kompetensi guru, termasuk kompetensi sosial. Dalam dokumen Teachers and Educational Quality: Monitoring Global Needs for 2015, UNESCO menekankan bahwa kualitas guru tidak hanya bergantung pada kompetensi akademik dan pedagogik, tetapi juga pada keterampilan sosial yang memungkinkan mereka membangun hubungan positif dengan peserta didik, orang tua, dan masyarakat.⁵

UNESCO menyatakan bahwa guru yang memiliki keterampilan sosial yang baik dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, mengurangi angka putus sekolah, serta meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penguatan kompetensi sosial harus menjadi prioritas dalam pelatihan dan pengembangan profesional guru.

2.2.2.      Perbandingan dengan Standar Kompetensi Guru di Negara Lain

Beberapa negara telah mengadopsi standar kompetensi guru yang juga memasukkan aspek sosial sebagai elemen utama. Misalnya, National Board for Professional Teaching Standards (NBPTS) di Amerika Serikat mencantumkan bahwa guru harus mampu membangun komunitas belajar yang berorientasi pada interaksi sosial yang sehat antara siswa, guru, dan orang tua.⁶

Demikian pula, dalam sistem pendidikan Finlandia, yang dikenal dengan kualitasnya yang tinggi, kompetensi sosial guru dipandang sebagai elemen penting dalam membangun lingkungan belajar yang berbasis kepercayaan dan kerja sama antara guru, siswa, dan masyarakat sekolah.⁷ Sistem ini membuktikan bahwa kompetensi sosial yang kuat berkontribusi langsung terhadap efektivitas pendidikan dan kesejahteraan peserta didik.

2.3.       Implikasi Regulasi terhadap Profesionalisme Guru

Berdasarkan regulasi nasional dan perspektif internasional, kompetensi sosial guru memiliki implikasi yang luas terhadap profesionalisme dan kualitas pendidikan. Beberapa poin penting yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

1)                  Kompetensi sosial merupakan bagian integral dari profesionalisme guru

Regulasi di Indonesia maupun standar internasional menegaskan bahwa kemampuan sosial guru memiliki dampak signifikan terhadap keberhasilan pendidikan.

2)                  Perlunya peningkatan pelatihan dalam kompetensi sosial

Meski regulasi telah menetapkan standar kompetensi sosial, masih diperlukan upaya lebih lanjut dalam bentuk pelatihan dan pengembangan profesional agar guru dapat mengasah keterampilan sosialnya dengan lebih baik.

3)                  Penguatan kerja sama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat

Dengan kompetensi sosial yang baik, guru dapat membangun sinergi yang kuat dengan berbagai pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Keseluruhan regulasi dan standar kompetensi sosial ini menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan tidak hanya bergantung pada aspek akademik dan pedagogik, tetapi juga pada keterampilan sosial yang memungkinkan guru membangun hubungan yang baik dengan peserta didik, rekan kerja, dan masyarakat.


Footnotes

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV, Pasal 10.

[2]                Ibid.

[3]                Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Pasal 3.

[4]                Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: BSNP, 2020), 27.

[5]                UNESCO, Teachers and Educational Quality: Monitoring Global Needs for 2015 (Paris: UNESCO Publishing, 2006), 45.

[6]                National Board for Professional Teaching Standards (NBPTS), What Teachers Should Know and Be Able to Do (Arlington, VA: NBPTS, 2016), 21.

[7]                Pasi Sahlberg, Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2015), 62.


3.           Konsep dan Ruang Lingkup Kompetensi Sosial Guru

3.1.       Pengertian Kompetensi Sosial dalam Konteks Pendidikan

Kompetensi sosial dalam dunia pendidikan merujuk pada kemampuan seorang guru dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang efektif dengan peserta didik, sesama tenaga pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat luas.¹ Dalam konteks yang lebih luas, kompetensi sosial guru juga mencerminkan kapasitas mereka untuk memahami perbedaan sosial-budaya dan beradaptasi dengan lingkungan yang beragam.²

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007, kompetensi sosial guru melibatkan keterampilan dalam berkomunikasi secara santun dan empatik, berinteraksi secara efektif dengan lingkungan, serta menunjukkan sikap inklusif dan tidak diskriminatif.³ Dengan demikian, kompetensi sosial merupakan salah satu indikator utama profesionalisme guru yang tidak hanya mencakup keahlian mengajar, tetapi juga keterampilan membangun relasi interpersonal yang positif.

Selain itu, John Hattie dalam bukunya "Visible Learning for Teachers" menekankan bahwa hubungan yang positif antara guru dan peserta didik memiliki pengaruh signifikan terhadap efektivitas pembelajaran.³ Interaksi sosial yang sehat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung, meningkatkan motivasi siswa, serta membangun rasa aman dan percaya diri dalam proses pembelajaran.

3.2.       Ruang Lingkup Kompetensi Sosial Guru

Dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007, kompetensi sosial guru dikategorikan ke dalam beberapa aspek utama yang menjadi prasyarat dalam menjalankan peran profesionalnya, yaitu:

3.2.1.      Kemampuan Berkomunikasi Secara Efektif dan Santun dengan Peserta Didik

Guru harus mampu menyampaikan pesan dengan cara yang jelas, tepat, dan mudah dipahami oleh peserta didik dengan berbagai latar belakang sosial-budaya.⁴ Komunikasi yang efektif mencakup keterampilan mendengarkan secara aktif, merespons dengan empati, serta menggunakan bahasa verbal dan non-verbal yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa

Studi yang dilakukan oleh Marzano, Marzano, dan Pickering menunjukkan bahwa hubungan positif antara guru dan siswa memiliki dampak langsung pada prestasi akademik.⁵ Dengan menjalin komunikasi yang baik, guru dapat memahami kebutuhan dan potensi masing-masing siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

3.2.2.      Kemampuan Berinteraksi Secara Harmonis dengan Rekan Sejawat, Orang Tua, dan Masyarakat

Peran guru dalam dunia pendidikan tidak terbatas pada ruang kelas. Interaksi yang positif dengan sesama tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Guru juga perlu mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang tua siswa untuk membangun kemitraan yang mendukung perkembangan anak.

Menurut Linda Darling-Hammond, keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan meningkatkan motivasi belajar siswa dan memperbaiki pencapaian akademik mereka.⁶ Oleh karena itu, guru perlu memiliki keterampilan sosial yang baik agar dapat berkomunikasi dengan orang tua secara efektif, memberikan umpan balik yang membangun, serta bekerja sama dalam merancang strategi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

3.2.3.      Adaptasi terhadap Lingkungan Sosial dan Budaya Sekolah

Salah satu indikator keberhasilan kompetensi sosial guru adalah kemampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial dan budaya sekolah. UNESCO menegaskan bahwa guru harus memahami latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya peserta didik mereka, serta menyesuaikan metode pengajaran agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif.⁶

Sebagai contoh, dalam sistem pendidikan Finlandia yang sering menjadi acuan bagi banyak negara, guru dilatih untuk memahami konteks sosial dan budaya siswa mereka.⁷ Dengan memahami latar belakang siswa, guru dapat menyusun strategi pembelajaran yang lebih relevan dan efektif, serta mencegah terjadinya kesenjangan pendidikan yang disebabkan oleh perbedaan sosial-ekonomi atau budaya.

3.2.4.      Menjadi Teladan dalam Etika dan Moralitas Sosial

Selain sebagai pendidik, guru juga berperan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Kompetensi sosial yang baik mencerminkan perilaku yang etis dan moral yang tinggi, yang dapat diteladani oleh siswa. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 20, disebutkan bahwa guru memiliki tanggung jawab untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi, yang mencakup sikap, etika, dan interaksi sosial dengan berbagai pihak.²

Menurut Hargreaves dan Fullan, seorang guru yang menjadi teladan dalam moralitas akan memberikan dampak positif terhadap perilaku peserta didik, menciptakan lingkungan belajar yang sehat, dan membentuk karakter siswa secara lebih baik.⁶ Oleh karena itu, penguatan kompetensi sosial dalam aspek etika dan kepemimpinan moral menjadi bagian esensial dalam pengembangan profesional guru.


Kesimpulan

Kompetensi sosial merupakan salah satu dari empat pilar utama yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional sesuai dengan amanat regulasi nasional dan standar internasional. Dalam praktik pendidikan, kompetensi ini mencakup kemampuan komunikasi yang baik, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sosial yang beragam, membangun hubungan yang harmonis dengan berbagai pihak, serta menjadi teladan dalam etika dan moralitas. Regulasi di Indonesia, termasuk UU Guru dan Dosen serta peraturan dari BSNP, menegaskan bahwa kompetensi sosial guru adalah elemen krusial dalam meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat untuk terus memperkuat kompetensi sosial guru guna menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan berkualitas.


Footnotes

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV, Pasal 10.

[2]                UNESCO, Teachers and Educational Quality: Monitoring Global Needs for 2015 (Paris: UNESCO Publishing, 2006), 45.

[3]                Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Pasal 3.

[4]                Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: BSNP, 2020), 27.

[5]                John Hattie, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning (New York: Routledge, 2012), 78.

[6]                Andy Hargreaves and Michael Fullan, Professional Capital: Transforming Teaching in Every School (New York: Teachers College Press, 2012), 145.


4.           Implementasi Kompetensi Sosial dalam Pembelajaran

4.1.       Peran Kompetensi Sosial dalam Interaksi Guru dan Peserta Didik

Kompetensi sosial memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendukung perkembangan peserta didik secara holistik. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, salah satu aspek utama dari kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi secara efektif dan santun dengan peserta didik.¹

Studi yang dilakukan oleh Hattie (2012) menunjukkan bahwa hubungan positif antara guru dan peserta didik memiliki dampak signifikan terhadap keterlibatan dan hasil belajar.¹ Guru yang memiliki empati, mampu mendengarkan dengan baik, serta memahami kebutuhan dan karakteristik individu siswa akan lebih efektif dalam memotivasi mereka untuk belajar.

Beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh guru untuk membangun interaksi yang positif dengan peserta didik meliputi:

1)                  Membangun komunikasi dua arah yang terbuka dan inklusif

Guru harus mampu mendorangkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas dan menumbuhkan rasa percaya diri mereka dalam mengemukakan pendapat.²

2)                  Menjadi pendengar yang baik

Guru yang memiliki kompetensi sosial yang baik harus mampu mendengarkan peserta didik dengan penuh perhatian, memberikan respons yang relevan, dan tidak serta-merta menghakimi mereka.³

3)                  Membangun kedekatan secara personal dan emosional

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cornelius-White (2007), ditemukan bahwa guru yang menunjukkan kehangatan dan dukungan sosial lebih mungkin untuk membangun hubungan kepercayaan dengan siswa, yang berkontribusi terhadap peningkatan motivasi dan hasil belajar mereka.⁴

4.2.       Pengaruh Kompetensi Sosial dalam Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas yang baik tidak hanya bergantung pada keterampilan pedagogik guru dalam mengatur strategi pembelajaran, tetapi juga pada kompetensi sosialnya dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan nyaman bagi peserta didik.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007, salah satu indikator utama kompetensi sosial guru adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan peserta didik secara efektif dan menciptakan suasana belajar yang harmonis.⁴

Kompetensi sosial guru dapat membantu pengelolaan kelas dalam beberapa aspek, di antaranya:

1)                  Membangun Kedisiplinan dengan Pendekatan Humanis

Guru harus mampu menegakkan disiplin di kelas tanpa harus menciptakan ketakutan di antara peserta didik. Pendekatan berbasis dialog dan negosiasi lebih efektif dalam membangun kedisiplinan dibandingkan dengan hukuman fisik atau otoritarianisme.⁴

2)                  Mencegah dan Menyelesaikan Konflik dalam Kelas

Konflik antar peserta didik atau antara guru dan siswa dapat menghambat proses pembelajaran. Guru dengan kompetensi sosial yang baik dapat berperan sebagai mediator, membantu menyelesaikan konflik dengan pendekatan yang adil dan solutif.⁵

3)                  Meningkatkan Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran

Menurut penelitian Hattie (2012), keterampilan komunikasi guru yang baik dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam diskusi kelas, memperkuat motivasi belajar mereka, serta mendorong pemikiran kritis dan kreatif.⁶ Oleh karena itu, guru perlu menggunakan pendekatan interaktif seperti diskusi kelompok, studi kasus, dan metode berbasis proyek untuk meningkatkan partisipasi siswa.

Kompetensi Sosial Guru dalam Kolaborasi dengan Orang Tua dan Masyarakat

Kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat merupakan aspek esensial dalam membangun lingkungan belajar yang kondusif. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah menegaskan pentingnya peran serta masyarakat, termasuk orang tua, dalam meningkatkan kualitas pendidikan.⁶

Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk memperkuat hubungan dengan orang tua dan masyarakat meliputi:

1)                  Membangun komunikasi yang transparan dan terbuka

Guru perlu memberikan informasi kepada orang tua mengenai perkembangan akademik dan non-akademik peserta didik. Penggunaan platform komunikasi digital, seperti WhatsApp grup kelas atau Learning Management System (LMS), dapat membantu menjembatani interaksi antara guru dan orang tua.⁷

2)                  Melibatkan orang tua dalam pembelajaran siswa

Studi yang dilakukan oleh Epstein (2011) menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak berkontribusi terhadap peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.⁸ Oleh karena itu, guru dapat mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua untuk membahas perkembangan anak dan mendiskusikan langkah-langkah pembelajaran yang lebih efektif.

3)                  Membangun kemitraan dengan masyarakat

Menurut Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), sekolah yang aktif berinteraksi dengan komunitas sekitar dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan akademik peserta didik.⁷ Kerja sama dengan komunitas lokal, organisasi sosial, dan dunia usaha dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih luas bagi siswa dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam kehidupan sosial.

4.3.       Tantangan dan Solusi dalam Implementasi Kompetensi Sosial Guru

Meskipun kompetensi sosial guru memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran, terdapat berbagai tantangan yang dapat menghambat implementasinya secara efektif. Beberapa tantangan tersebut antara lain:

1)                  Kurangnya Pelatihan dalam Kompetensi Sosial

Banyak program pelatihan guru yang lebih berfokus pada aspek pedagogik dan mengabaikan pengembangan keterampilan sosial. Solusinya adalah mengintegrasikan pelatihan keterampilan komunikasi, empati, dan resolusi konflik dalam program pendidikan guru.

2)                  Kesulitan Beradaptasi dengan Keberagaman Peserta Didik

Perbedaan latar belakang sosial-budaya peserta didik sering kali menjadi kendala dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Guru perlu mendapatkan pelatihan tentang pendidikan multikultural agar dapat lebih memahami dan menghargai keberagaman.⁸

3)                  Minimnya Dukungan dari Sekolah dan Masyarakat

Implementasi kompetensi sosial guru juga bergantung pada dukungan dari institusi sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih menekankan pada kerja sama antara sekolah, orang tua, dan lingkungan sekitar untuk menciptakan sistem pendidikan yang berbasis partisipasi bersama.⁹


Footnotes

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV, Pasal 10.

[2]                Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Pasal 3.

[3]                John Hattie, Visible Learning for Teachers: Maximizing Impact on Learning (New York: Routledge, 2012), 78.

[4]                Robert Marzano, Debra Pickering, dan Jane Pollock, Classroom Instruction That Works: Research-Based Strategies for Increasing Student Achievement (Alexandria: ASCD, 2001), 94.

[5]                Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 120.

[6]                UNESCO, Teachers and Educational Quality: Monitoring Global Needs for 2015 (Paris: UNESCO Publishing, 2006), 57.

[7]                OECD, Teachers Matter: Attracting, Developing and Retaining Effective Teachers (Paris: OECD Publishing, 2005), 32.

[8]                Joyce L. Epstein, School, Family, and Community Partnerships: Preparing Educators and Improving Schools (New York: Routledge, 2011), 98.

[9]                Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Pasal 28.


5.           Tantangan dan Solusi dalam Penguatan Kompetensi Sosial Guru

5.1.       Tantangan dalam Penguatan Kompetensi Sosial Guru

Meskipun kompetensi sosial merupakan aspek krusial dalam profesionalisme guru, implementasinya di lapangan menghadapi berbagai tantangan. Tantangan ini berasal dari faktor internal, seperti keterbatasan keterampilan komunikasi, hingga faktor eksternal, seperti kurangnya dukungan institusi pendidikan dan perubahan dinamika sosial.

5.1.1.      Kurangnya Pelatihan Kompetensi Sosial dalam Pendidikan Guru

Salah satu tantangan utama adalah minimnya pelatihan yang secara khusus membekali guru dengan keterampilan sosial yang memadai. Pendidikan guru cenderung lebih menitikberatkan pada aspek pedagogik dan akademik dibandingkan dengan pengembangan interpersonal dan komunikasi.¹

Menurut OECD (2019), dalam banyak sistem pendidikan di dunia, pelatihan guru lebih berfokus pada penguasaan materi dan metode mengajar, sementara aspek kompetensi sosial seperti komunikasi, resolusi konflik, dan kerja sama dengan orang tua masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional.²

Dampak dari kurangnya pelatihan ini adalah guru sering mengalami kesulitan dalam membangun interaksi yang efektif dengan siswa, menghadapi keberagaman sosial dan budaya, serta menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua dan masyarakat.

5.1.2.      Beban Administratif yang Tinggi

Banyak guru menghadapi tantangan berupa beban administratif yang tinggi, yang mengurangi fokus mereka dalam membangun hubungan sosial dengan peserta didik dan komunitas sekolah.³ Survei yang dilakukan oleh UNESCO (2020) menemukan bahwa lebih dari 60% guru merasa terbebani dengan tugas administratif yang berlebihan, sehingga mengurangi waktu mereka untuk berinteraksi secara lebih mendalam dengan siswa.⁴

Beban kerja yang berat menyebabkan guru kelelahan secara fisik dan mental, yang pada akhirnya dapat menghambat efektivitas komunikasi dan interaksi sosial mereka di lingkungan pendidikan.

5.1.3.      Perbedaan Latar Belakang Sosial dan Budaya Peserta Didik

Keberagaman sosial dan budaya dalam kelas dapat menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam membangun hubungan yang efektif dengan peserta didik. Di Indonesia, dengan keberagaman etnis, agama, dan tingkat ekonomi, guru sering menghadapi situasi di mana mereka harus menyesuaikan cara berkomunikasi dan berinteraksi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau ketegangan sosial.⁵

Menurut penelitian Banks (2015), guru yang tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang pendidikan multikultural sering kali mengalami kesulitan dalam membangun lingkungan kelas yang inklusif dan responsif terhadap keberagaman peserta didik.⁶

5.1.4.      Kurangnya Dukungan dari Sekolah dan Masyarakat

Kolaborasi antara sekolah dan masyarakat sangat penting dalam penguatan kompetensi sosial guru. Namun, dalam praktiknya, tidak semua sekolah memiliki kebijakan yang mendukung keterlibatan orang tua dan komunitas dalam pendidikan. Banyak sekolah yang masih menerapkan pendekatan birokratis yang membatasi ruang gerak guru dalam menjalin komunikasi dengan orang tua dan masyarakat.⁷

Menurut Epstein (2011), kurangnya dukungan dari sekolah terhadap kerja sama dengan masyarakat dapat menghambat keterlibatan guru dalam membangun hubungan yang lebih luas dengan lingkungan sosial peserta didik.⁸

5.2.       Solusi dalam Penguatan Kompetensi Sosial Guru

5.2.1.      Integrasi Pelatihan Kompetensi Sosial dalam Pendidikan Guru

Untuk mengatasi minimnya pelatihan kompetensi sosial, diperlukan integrasi program pelatihan keterampilan sosial dalam pendidikan guru. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan modul khusus tentang keterampilan komunikasi, resolusi konflik, serta kerja sama dengan orang tua dan masyarakat dalam kurikulum pendidikan guru.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007, salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah keterampilan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial secara efektif.⁹ Oleh karena itu, lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) perlu mengembangkan metode pembelajaran berbasis praktik, seperti simulasi komunikasi interpersonal dan studi kasus tentang interaksi sosial di sekolah.

5.2.2.      Reduksi Beban Administratif Guru

Untuk mengurangi dampak negatif dari beban administratif yang tinggi, sekolah perlu melakukan efisiensi dalam manajemen tugas administrasi guru. Salah satu solusinya adalah pemanfaatan teknologi digital dalam pengelolaan administrasi sekolah, seperti Learning Management System (LMS) dan Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIMS).

Menurut UNESCO (2021), penggunaan teknologi dalam administrasi pendidikan dapat mengurangi beban kerja guru hingga 30%, sehingga mereka dapat lebih fokus pada interaksi sosial dengan peserta didik.¹⁰

5.2.3.      Peningkatan Pemahaman tentang Pendidikan Multikultural

Untuk menghadapi keberagaman sosial dan budaya di dalam kelas, guru perlu mendapatkan pelatihan tentang pendidikan multikultural dan pendekatan berbasis inklusi. Program ini dapat mencakup pelatihan tentang:

·                     Strategi komunikasi efektif dalam lingkungan multikultural

·                     Penyelesaian konflik berbasis keadilan sosial

·                     Pengembangan metode pembelajaran yang inklusif

Penelitian Banks (2015) menunjukkan bahwa guru yang mendapatkan pelatihan pendidikan multikultural lebih mampu menciptakan suasana kelas yang inklusif dan mendukung keberagaman.¹¹

5.2.4.      Penguatan Kolaborasi Sekolah dengan Masyarakat

Agar kompetensi sosial guru dapat berkembang secara optimal, diperlukan kerja sama yang erat antara sekolah, orang tua, dan komunitas lokal. Pemerintah telah mengatur mekanisme keterlibatan masyarakat dalam pendidikan melalui Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang menekankan peran serta masyarakat dalam mendukung pendidikan.¹²

Sekolah dapat mengembangkan program kemitraan dengan orang tua dan komunitas melalui:

1)                  Pertemuan rutin antara guru dan orang tua untuk mendiskusikan perkembangan peserta didik

2)                  Kegiatan bersama dengan komunitas lokal, seperti bakti sosial dan proyek berbasis masyarakat

3)                  Peningkatan peran komite sekolah dalam mendukung kebijakan pendidikan yang berbasis partisipasi masyarakat

Menurut Epstein (2011), sekolah yang menjalin kerja sama yang baik dengan komunitas dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan kesejahteraan sosial siswa secara signifikan.¹³


Kesimpulan

Tantangan dalam penguatan kompetensi sosial guru meliputi minimnya pelatihan, beban administratif yang tinggi, perbedaan latar belakang sosial peserta didik, serta kurangnya dukungan dari sekolah dan masyarakat. Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan solusi strategis seperti integrasi pelatihan kompetensi sosial dalam pendidikan guru, reduksi beban administratif, peningkatan pemahaman tentang pendidikan multikultural, serta penguatan kerja sama sekolah dengan masyarakat.

Penguatan kompetensi sosial guru merupakan langkah krusial dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan, sehingga perlu didukung oleh kebijakan yang berpihak pada pengembangan profesionalisme guru dalam aspek sosial dan komunikasi.


Footnotes

[1]                OECD, Teaching and Learning International Survey (TALIS) 2019 (Paris: OECD Publishing, 2019), 56.

[2]                UNESCO, Education in a Post-COVID World (Paris: UNESCO Publishing, 2020), 62.

[3]                Linda Darling-Hammond, The Right to Learn: A Blueprint for Creating Schools That Work (San Francisco: Jossey-Bass, 1997), 140.

[4]                UNESCO, Teachers and Educational Quality: Monitoring Global Needs for 2015 (Paris: UNESCO Publishing, 2006), 88.

[5]                James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (New York: Routledge, 2015), 110.

[6]                Joyce L. Epstein, School, Family, and Community Partnerships: Preparing Educators and Improving Schools (New York: Routledge, 2011), 75.

[7]                Linda Darling-Hammond, Powerful Teacher Education: Lessons from Exemplary Programs (San Francisco: Jossey-Bass, 2006), 98.

[8]                Epstein, School, Family, and Community Partnerships, 120.

[9]                Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

[10]             UNESCO, Digital Transformation in Education: A Global Perspective (Paris: UNESCO Publishing, 2021), 45.

[11]             Banks, Cultural Diversity and Education, 135.

[12]             Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

[13]             Epstein, School, Family, and Community Partnerships, 142.


6.           Kesimpulan

Kompetensi sosial guru merupakan salah satu pilar utama dalam profesionalisme pendidikan yang berperan dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif, inklusif, dan efektif. Kompetensi ini mencakup keterampilan komunikasi interpersonal, kolaborasi dengan sesama pendidik dan masyarakat, serta pemahaman terhadap keberagaman sosial dan budaya peserta didik. Sebagai bagian dari standar kompetensi guru yang telah diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2007, kompetensi sosial menjadi aspek yang tak terpisahkan dari tugas dan tanggung jawab guru dalam proses pendidikan.¹

6.1.       Peran Strategis Kompetensi Sosial Guru dalam Pendidikan

Sebagaimana diuraikan dalam kajian ini, kompetensi sosial memiliki peran strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan. Studi yang dilakukan oleh Hattie (2009) menunjukkan bahwa hubungan yang positif antara guru dan peserta didik berdampak signifikan pada pencapaian akademik siswa, motivasi belajar, serta perkembangan sosial-emosional mereka.² Interaksi yang baik antara guru dan siswa dapat menciptakan iklim kelas yang suportif, mendorong partisipasi aktif, serta membangun rasa percaya diri dan semangat belajar.

Selain itu, keterampilan sosial guru dalam berkomunikasi dengan rekan sejawat dan masyarakat sangat penting dalam membangun budaya sekolah yang harmonis dan kolaboratif. Menurut Epstein (2011), keterlibatan guru dalam kemitraan dengan orang tua dan masyarakat memiliki dampak positif terhadap perkembangan akademik dan sosial siswa.³ Oleh karena itu, sekolah dan pemerintah harus mendorong guru untuk mengembangkan kemampuan ini melalui berbagai program pelatihan dan kebijakan yang mendukung.

6.2.       Tantangan dalam Penguatan Kompetensi Sosial Guru

Meskipun penting, penguatan kompetensi sosial guru menghadapi beberapa tantangan. Beberapa di antaranya adalah minimnya pelatihan formal mengenai keterampilan sosial dalam pendidikan guru, tingginya beban administratif, serta kompleksitas keberagaman sosial dan budaya di lingkungan sekolah. Studi yang dilakukan oleh OECD (2019) menunjukkan bahwa dalam banyak sistem pendidikan, aspek pedagogik lebih diprioritaskan dibandingkan dengan penguatan kompetensi sosial, yang berdampak pada kurangnya kesiapan guru dalam membangun interaksi sosial yang baik di lingkungan sekolah.⁴

Tantangan lain yang dihadapi guru adalah keterbatasan ruang lingkup dalam menjalin komunikasi dengan orang tua dan masyarakat akibat birokrasi sekolah yang masih kaku. Seperti yang diungkapkan oleh Epstein (2011), kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pendidikan dapat menghambat interaksi sosial yang efektif antara guru, peserta didik, dan lingkungan sekitarnya.⁵

6.3.       Solusi untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial Guru

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, diperlukan langkah-langkah konkret guna meningkatkan kompetensi sosial guru. Strategi yang dapat diterapkan meliputi:

1)                  Integrasi pelatihan kompetensi sosial dalam pendidikan guru, mencakup keterampilan komunikasi, resolusi konflik, dan pembangunan hubungan sosial yang inklusif.²

2)                  Penyederhanaan beban administratif guru, dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dalam pelaporan dan manajemen sekolah, sebagaimana disarankan oleh OECD (2019)

3)                  Peningkatan pemahaman tentang pendidikan multikultural, agar guru dapat lebih memahami perbedaan sosial, budaya, dan ekonomi siswa serta membangun lingkungan belajar yang inklusif.⁴

4)                  Penguatan kerja sama antara sekolah dan masyarakat, dengan mengadakan program yang mendorong keterlibatan orang tua dalam pendidikan, sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.⁵

6.4.       Rekomendasi dan Implikasi

Untuk meningkatkan kompetensi sosial guru, diperlukan kebijakan yang mendukung pengembangan profesional yang berkelanjutan. Pemerintah dan institusi pendidikan perlu berkolaborasi dalam menyediakan program pelatihan berkala yang tidak hanya berfokus pada aspek pedagogik, tetapi juga pada penguatan keterampilan komunikasi dan sosial. Selain itu, sistem administrasi di sekolah perlu disederhanakan agar guru dapat lebih fokus dalam membangun hubungan dengan peserta didik dan masyarakat.

Dalam jangka panjang, penguatan kompetensi sosial guru tidak hanya berkontribusi pada peningkatan kualitas pembelajaran, tetapi juga membangun ekosistem pendidikan yang lebih harmonis, inklusif, dan berorientasi pada pengembangan karakter peserta didik. Oleh karena itu, upaya penguatan kompetensi sosial guru harus menjadi prioritas dalam kebijakan pendidikan di Indonesia agar dapat mencetak generasi yang unggul dan berakhlak mulia.


Footnotes

[1]                Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10.

[2]                OECD, Teaching and Learning International Survey (TALIS) 2019 (Paris: OECD Publishing, 2019), 57.

[3]                Linda Darling-Hammond, The Flat World and Education: How America's Commitment to Equity Will Determine Our Future (New York: Teachers College Press, 2010), 160.

[4]                James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (Boston: Pearson, 2015), 125.

[5]                Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.


Daftar Pustaka

·                     Banks, J. A. (2015). Cultural diversity and education: Foundations, curriculum, and teaching (6th ed.). Pearson.

·                     Darling-Hammond, L. (2010). The flat world and education: How America's commitment to equity will determine our future. Teachers College Press.

·                     Epstein, J. L. (2011). School, family, and community partnerships: Preparing educators and improving schools (2nd ed.). Routledge.

·                     Hattie, J. (2009). Visible learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement. Routledge.

·                     Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2019). Teaching and learning international survey (TALIS) 2019. OECD Publishing. https://doi.org/10.1787/1a72efdb-en

·                     Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

·                     Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

·                     Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


Lampiran: Daftar Teori dan Prinsip tentang Kompetensi Sosial

Untuk membangun kompetensi sosial yang baik, seorang guru perlu memahami berbagai teori dan prinsip dalam bidang komunikasi, psikologi pendidikan, dan sosiologi. Berikut adalah daftar teori serta prinsip yang relevan:

1.            Teori-Teori yang Perlu Dipelajari

1.1.            Teori Komunikasi

1)                  Teori Komunikasi Interpersonal (Joseph A. DeVito)

Menjelaskan bagaimana individu berinteraksi satu sama lain melalui pesan verbal dan nonverbal.

Guru harus menguasai keterampilan mendengarkan aktif, komunikasi empatik, dan strategi komunikasi yang efektif dengan siswa, rekan kerja, serta orang tua.

2)                  Teori Komunikasi Efektif (David K. Berlo – SMCR Model)

Model komunikasi yang mencakup Source (sumber), Message (pesan), Channel (saluran), dan Receiver (penerima).

Guru harus memahami bagaimana menyampaikan pesan secara jelas dan sesuai dengan audiens yang beragam.

3)                  Teori Kecerdasan Emosional (Daniel Goleman)

Menekankan pentingnya kesadaran diri, pengendalian emosi, motivasi, empati, dan keterampilan sosial dalam interaksi sosial.

Guru harus mampu mengelola emosinya sendiri serta memahami emosi peserta didik dalam proses pembelajaran.

1.2.            Teori Psikologi Sosial dan Pendidikan

4)                  Teori Perkembangan Sosial (Lev Vygotsky – Zone of Proximal Development/ZPD)

Menjelaskan bahwa perkembangan sosial individu dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain, terutama dalam proses belajar.

Guru harus berperan sebagai fasilitator yang mendukung interaksi sosial dan kerja sama dalam kelas.

5)                  Teori Pembelajaran Sosial (Albert Bandura)

Mengemukakan bahwa individu belajar melalui observasi dan interaksi dengan lingkungannya.

Guru harus menjadi teladan dalam perilaku sosial yang baik bagi peserta didik.

6)                  Teori Motivasi Self-Determination (Deci & Ryan)

Menjelaskan bahwa seseorang akan lebih termotivasi dalam belajar dan bekerja jika mendapatkan otonomi, keterhubungan sosial, dan kompetensi.

Guru harus membangun hubungan yang baik dengan peserta didik untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan mereka dalam pembelajaran.

1.3.            Teori Sosiologi Pendidikan

7)                  Teori Interaksi Simbolik (George Herbert Mead)

Menekankan bahwa identitas sosial seseorang dibentuk melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya.

Guru harus memahami bagaimana peserta didik membangun identitas mereka dan memberikan bimbingan dalam perkembangan sosialnya.

8)                  Teori Modal Sosial (Pierre Bourdieu)

Mengemukakan bahwa keberhasilan seseorang dalam masyarakat bergantung pada modal sosial, ekonomi, dan budaya yang dimilikinya.

Guru perlu memahami pentingnya jaringan sosial dan kerja sama untuk membangun komunitas pendidikan yang kuat.

2.            Prinsip-Prinsip Kompetensi Sosial Guru

Agar dapat mengembangkan kompetensi sosial yang baik, guru perlu menerapkan beberapa prinsip berikut:

2.1.        Prinsip Komunikasi Efektif

1)                  Kejelasan dalam Berkomunikasi – Pesan yang disampaikan harus jelas, tidak ambigu, dan sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.

2)                  Mendengarkan Secara Aktif – Guru harus memperhatikan dengan saksama ketika peserta didik atau rekan kerja berbicara, serta menunjukkan pemahaman dan respons yang tepat.

3)                  Penggunaan Bahasa yang Empatik – Menghindari kata-kata yang bisa menyinggung atau menyakiti orang lain, serta menunjukkan rasa peduli dalam interaksi sosial.

2.2.            Prinsip Keterbukaan dan Inklusivitas

4)                  Menghargai Keberagaman – Guru harus menerima dan menghormati perbedaan latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi peserta didik.

5)                  Menciptakan Lingkungan Belajar yang Inklusif – Membangun suasana kelas yang nyaman dan terbuka agar semua siswa merasa diterima.

2.3.            Prinsip Pengelolaan Konflik Sosial

6)                  Menggunakan Pendekatan Mediasi – Dalam menghadapi konflik antar siswa atau antar guru, guru harus bertindak sebagai mediator yang mencari solusi terbaik.

7)                  Berorientasi pada Solusi – Fokus pada cara menyelesaikan permasalahan sosial di lingkungan sekolah daripada memperuncing perbedaan.

2.4.            Prinsip Kolaborasi dengan Masyarakat dan Orang Tua

8)                  Membangun Kemitraan dengan Orang Tua – Berkomunikasi secara terbuka dengan orang tua dalam mendukung perkembangan peserta didik.

9)                  Menjalin Hubungan dengan Masyarakat Sekitar – Menggunakan sumber daya komunitas untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa.


Kesimpulan

Dengan memahami teori dan prinsip-prinsip di atas, seorang guru dapat mengembangkan kompetensi sosial yang baik, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada efektivitas pembelajaran, hubungan dengan peserta didik, serta iklim sekolah yang harmonis.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar