Selasa, 04 Maret 2025

Keberlanjutan Lingkungan dalam Perspektif Ilmiah dan Praktis

Keberlanjutan Lingkungan

Perspektif Ilmiah dan Praktis


Alihkan ke: Etika Lingkungan


Abstrak

Keberlanjutan lingkungan merupakan konsep yang menekankan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian ekosistem. Artikel ini membahas berbagai aspek keberlanjutan lingkungan, mulai dari konsep dasar, tantangan global seperti perubahan iklim, deforestasi, polusi, hingga strategi mitigasi yang telah diterapkan di berbagai negara. Studi kasus dari Swedia, Jerman, dan Kosta Rika menunjukkan bagaimana kebijakan energi hijau, konservasi keanekaragaman hayati, serta ekonomi sirkular dapat berhasil diterapkan. Sementara itu, inisiatif lokal di Indonesia seperti Program Kampung Iklim (ProKlim), ekowisata, dan rehabilitasi mangrove menunjukkan potensi besar dalam pelestarian lingkungan.

Meskipun banyak negara telah mengadopsi kebijakan keberlanjutan, tantangan seperti ketergantungan pada bahan bakar fosil, perubahan iklim yang semakin cepat, serta keterbatasan ekonomi masih menjadi hambatan utama. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam menerapkan solusi keberlanjutan, termasuk kebijakan yang lebih ketat, inovasi teknologi hijau, serta peningkatan kesadaran lingkungan. Dengan langkah konkret, keberlanjutan lingkungan dapat diwujudkan untuk memastikan kesejahteraan generasi mendatang.

Kata Kunci: Keberlanjutan lingkungan, perubahan iklim, energi terbarukan, ekonomi sirkular, konservasi ekosistem, mitigasi lingkungan, kebijakan hijau, pembangunan berkelanjutan.


PEMBAHASAN

Keberlanjutan Lingkungan dalam Perspektif Ilmiah dan Praktis


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Keberlanjutan lingkungan menjadi isu krusial di abad ke-21 karena meningkatnya dampak negatif aktivitas manusia terhadap ekosistem. Berbagai laporan ilmiah menunjukkan bahwa perubahan iklim, deforestasi, polusi, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali telah menyebabkan degradasi lingkungan yang signifikan.¹ Dampak dari perusakan lingkungan ini tidak hanya mengancam keseimbangan ekosistem, tetapi juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi, termasuk peningkatan bencana alam, penurunan hasil pertanian, dan penyebaran penyakit yang lebih luas.²

Konsep keberlanjutan lingkungan berakar pada gagasan bahwa sumber daya alam harus dikelola secara bertanggung jawab agar dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka.³ Prinsip ini pertama kali dipopulerkan dalam laporan Our Common Future yang diterbitkan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WCED) pada tahun 1987, yang menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial.⁴

Dalam beberapa dekade terakhir, organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dan World Wide Fund for Nature (WWF) telah menyoroti urgensi tindakan global dalam mengatasi degradasi lingkungan.⁵ Kebijakan seperti Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, Paris Agreement, dan berbagai inisiatif ekonomi hijau bertujuan untuk memperkuat strategi keberlanjutan yang dapat diterapkan di berbagai sektor kehidupan. Namun, tantangan besar masih dihadapi, terutama dalam aspek implementasi kebijakan di tingkat lokal dan global.⁶

1.2.       Tujuan Pembahasan

Artikel ini bertujuan untuk:

1)                  Menjelaskan konsep keberlanjutan lingkungan secara komprehensif, termasuk dimensi ekologis, ekonomi, dan sosialnya.

2)                  Menganalisis faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberlanjutan lingkungan, seperti perubahan iklim, degradasi ekosistem, dan polusi.

3)                  Mengidentifikasi strategi dan kebijakan yang telah diterapkan di berbagai negara dalam mencapai keberlanjutan lingkungan.

4)                  Memberikan rekomendasi bagi individu, komunitas, dan pemerintah dalam menerapkan langkah-langkah keberlanjutan yang efektif.

Kajian ini didasarkan pada pendekatan multidisipliner yang menggabungkan perspektif ekologi, ekonomi, dan kebijakan publik. Dengan menggunakan referensi dari berbagai studi ilmiah dan laporan kredibel, artikel ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang keberlanjutan lingkungan dan tantangan implementasinya di era modern.

1.3.       Metodologi dan Ruang Lingkup

Pembahasan dalam artikel ini bersumber dari berbagai referensi akademik yang kredibel, termasuk jurnal ilmiah, laporan organisasi internasional, serta buku-buku rujukan utama dalam bidang lingkungan dan keberlanjutan. Beberapa sumber utama yang digunakan mencakup:

·                     Buku teks ilmiah tentang ekologi dan keberlanjutan, seperti karya Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development, yang membahas prinsip dasar pembangunan berkelanjutan dan implikasinya bagi kebijakan global.⁷

·                     Laporan tahunan dari badan internasional, seperti IPCC Climate Change Reports, yang memberikan data terkini tentang dampak perubahan iklim dan langkah mitigasi yang direkomendasikan.⁸

·                     Kajian akademik dari jurnal ilmiah, seperti publikasi di Nature Sustainability dan Environmental Science & Technology, yang menyediakan analisis berbasis data mengenai isu-isu lingkungan terkini.⁹

Artikel ini akan mengkaji aspek keberlanjutan lingkungan secara global dengan studi kasus yang mencakup praktik-praktik keberlanjutan dari berbagai negara, termasuk implementasi kebijakan hijau di Eropa, Asia, dan Amerika. Selain itu, akan ditinjau pula bagaimana kebijakan di Indonesia dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mencapai keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Dengan pendekatan berbasis bukti (evidence-based approach), artikel ini berupaya menyajikan analisis yang objektif dan solutif mengenai upaya keberlanjutan lingkungan yang dapat diterapkan di berbagai sektor, mulai dari energi, transportasi, industri, hingga gaya hidup individu.


Catatan Kaki

[1]                Paul R. Ehrlich dan Anne H. Ehrlich, The Population Bomb (New York: Ballantine Books, 1968), 22.

[2]                Naomi Oreskes dan Erik M. Conway, Merchants of Doubt (New York: Bloomsbury Press, 2010), 45.

[3]                John Blewitt, Understanding Sustainable Development (London: Routledge, 2017), 12.

[4]                World Commission on Environment and Development (WCED), Our Common Future (Oxford: Oxford University Press, 1987), 43.

[5]                United Nations Environment Programme (UNEP), Global Environment Outlook 6 (Nairobi: UNEP, 2019), 16.

[6]                Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Climate Change 2022: Mitigation of Climate Change (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 8.

[7]                Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development (New York: Columbia University Press, 2015), 27.

[8]                IPCC, Climate Change 2022: Impacts, Adaptation, and Vulnerability (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 34.

[9]                "Sustainable Development and Environmental Policy," Nature Sustainability 5, no. 3 (2022): 189.


2.           Konsep Keberlanjutan Lingkungan

2.1.       Definisi dan Prinsip Dasar

Keberlanjutan lingkungan merupakan konsep yang menekankan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.¹ Konsep ini mulai mendapatkan perhatian global setelah diterbitkannya laporan Our Common Future oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WCED) pada tahun 1987, yang menekankan bahwa pembangunan harus dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.²

Secara prinsip, keberlanjutan lingkungan memiliki tiga elemen utama yang dikenal sebagai triple bottom line atau tiga pilar keberlanjutan, yaitu:

·                     Keberlanjutan Ekologi: Mengacu pada pengelolaan ekosistem dan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan agar dapat terus memberikan manfaat bagi kehidupan.³

·                     Keberlanjutan Ekonomi: Berkaitan dengan pengembangan sistem ekonomi yang mendukung kesejahteraan manusia tanpa merusak lingkungan.⁴

·                     Keberlanjutan Sosial: Memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap sumber daya yang adil dan setara, dengan menjaga stabilitas sosial dan budaya dalam jangka panjang.⁵

Ketiga pilar ini harus berjalan seimbang agar sistem keberlanjutan dapat tercapai secara optimal. Jika salah satu aspek diabaikan, maka pembangunan tidak dapat dikategorikan sebagai pembangunan yang berkelanjutan.

2.2.       Dimensi Keberlanjutan

Keberlanjutan lingkungan mencakup berbagai dimensi yang berkaitan dengan ekologi, ekonomi, dan sosial. Dimensi-dimensi ini saling berinteraksi dan menentukan sejauh mana sebuah negara, organisasi, atau individu dapat menerapkan prinsip keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.1.    Keberlanjutan Ekologi

Keberlanjutan ekologi menitikberatkan pada pemeliharaan keseimbangan ekosistem dan konservasi sumber daya alam. Salah satu pendekatan utama dalam keberlanjutan ekologi adalah penerapan carrying capacity, yaitu batas maksimum lingkungan dalam menopang kehidupan tanpa mengalami kerusakan permanen.⁶ Dalam hal ini, berbagai upaya telah dikembangkan untuk mengurangi jejak ekologis manusia, termasuk:

·                     Pengurangan emisi gas rumah kaca melalui transisi ke energi terbarukan.⁷

·                     Konservasi keanekaragaman hayati melalui perlindungan kawasan lindung dan rehabilitasi ekosistem.⁸

·                     Pengelolaan limbah yang lebih efektif untuk mengurangi dampak pencemaran.⁹

2.2.2.    Keberlanjutan Ekonomi

Dalam konteks ekonomi, keberlanjutan menekankan pada model pembangunan yang tidak hanya menghasilkan keuntungan jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.¹⁰ Konsep ekonomi hijau (green economy) telah menjadi solusi utama dalam mencapai keberlanjutan ekonomi, yang melibatkan:

·                     Penggunaan teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi polusi dan limbah.

·                     Pengembangan industri berbasis energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.

·                     Mendorong ekonomi sirkular yang berfokus pada prinsip reduce, reuse, recycle.¹¹

2.2.3.    Keberlanjutan Sosial

Keberlanjutan sosial berkaitan dengan aspek keadilan, kesejahteraan, dan hak asasi manusia dalam konteks pembangunan berkelanjutan.¹² Prinsip dasar dalam keberlanjutan sosial meliputi:

·                     Kesetaraan akses terhadap sumber daya alam bagi semua lapisan masyarakat.

·                     Perlindungan hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan lingkungan.

·                     Pendidikan dan kesadaran lingkungan bagi generasi muda agar keberlanjutan dapat terus dilestarikan.¹³

Dengan memahami ketiga dimensi keberlanjutan ini, dapat disimpulkan bahwa pendekatan holistik diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan sosial.

2.3.       Indikator Keberlanjutan

Untuk mengukur sejauh mana sebuah negara atau komunitas telah mencapai keberlanjutan lingkungan, berbagai indikator telah dikembangkan. Beberapa indikator utama yang digunakan dalam kajian keberlanjutan meliputi:

1)                  Jejak Ekologis (Ecological Footprint)

Mengukur dampak aktivitas manusia terhadap sumber daya alam berdasarkan konsumsi dan produksi karbon.¹⁴

2)                  Indeks Kinerja Lingkungan (Environmental Performance Index - EPI)

Menggunakan berbagai parameter untuk menilai efektivitas kebijakan lingkungan suatu negara.¹⁵

3)                  Indeks Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Index - SDI)

Menggabungkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi dalam penilaian keberlanjutan.¹⁶

Dengan indikator-indikator ini, pemerintah dan organisasi dapat mengevaluasi efektivitas kebijakan keberlanjutan yang telah diterapkan serta mengidentifikasi area yang masih memerlukan perbaikan.


Catatan Kaki

[1]                John Blewitt, Understanding Sustainable Development (London: Routledge, 2017), 5.

[2]                World Commission on Environment and Development (WCED), Our Common Future (Oxford: Oxford University Press, 1987), 43.

[3]                Robert Goodland, Environmental Sustainability: Universal and Non-Negotiable (Washington, DC: World Bank, 2002), 13.

[4]                Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development (New York: Columbia University Press, 2015), 39.

[5]                Kate Raworth, Doughnut Economics: Seven Ways to Think Like a 21st-Century Economist (London: Random House, 2017), 27.

[6]                William E. Rees dan Mathis Wackernagel, Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on the Earth (Gabriola Island: New Society Publishers, 1996), 16.

[7]                Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Climate Change 2022: Mitigation of Climate Change (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 22.

[8]                UNEP, Global Environment Outlook 6 (Nairobi: UNEP, 2019), 34.

[9]                Paul Hawken, Drawdown: The Most Comprehensive Plan Ever Proposed to Reverse Global Warming (New York: Penguin Books, 2017), 19.

[10]             Tim Jackson, Prosperity Without Growth: Foundations for the Economy of Tomorrow (London: Routledge, 2017), 48.

[11]             Ellen MacArthur Foundation, A New Dynamic: Effective Business in a Circular Economy (London: Ellen MacArthur Foundation, 2014), 12.

[12]             Amartya Sen, Development as Freedom (Oxford: Oxford University Press, 1999), 45.

[13]             UNESCO, Education for Sustainable Development Goals: Learning Objectives (Paris: UNESCO, 2017), 8.

[14]             Mathis Wackernagel et al., Ecological Footprint Atlas 2010 (Oakland: Global Footprint Network, 2010), 23.

[15]             Yale Center for Environmental Law & Policy, 2022 Environmental Performance Index (New Haven: Yale University Press, 2022), 6.

[16]             Jeffrey Sachs, SDG Index and Dashboards Report 2022 (New York: Bertelsmann Stiftung & SDSN, 2022), 31.


3.           Krisis Lingkungan Global dan Tantangan Keberlanjutan

3.1.       Perubahan Iklim dan Pemanasan Global

Perubahan iklim merupakan salah satu ancaman terbesar bagi keberlanjutan lingkungan di abad ke-21. Pemanasan global yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer telah menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti kenaikan suhu global, pencairan es di kutub, dan peningkatan frekuensi bencana alam.¹ Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan bahwa suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1,1°C sejak era pra-industri (1850-1900), dan tanpa intervensi signifikan, suhu dapat naik lebih dari 2°C pada akhir abad ini.²

Faktor utama yang mendorong perubahan iklim adalah aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industrialisasi.³ Kegiatan ini menghasilkan karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan gas rumah kaca lainnya yang memperkuat efek rumah kaca dan menyebabkan peningkatan suhu global.⁴ Dampak perubahan iklim meliputi:

·                     Perubahan pola cuaca ekstrem, termasuk gelombang panas, badai, dan banjir yang lebih sering terjadi.

·                     Gangguan terhadap ekosistem, yang menyebabkan migrasi spesies, kepunahan hewan dan tumbuhan, serta gangguan pada siklus alami.

·                     Krisis air dan ketahanan pangan, akibat kekeringan berkepanjangan dan penurunan produktivitas pertanian.

Upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim telah dilakukan melalui kesepakatan global seperti Paris Agreement 2015, yang menargetkan pengurangan emisi karbon dengan membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C.⁵

3.2.       Kerusakan Ekosistem dan Hilangnya Keanekaragaman Hayati

Kehancuran ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati merupakan tantangan serius dalam mencapai keberlanjutan lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 1 juta spesies tumbuhan dan hewan berisiko punah dalam beberapa dekade mendatang akibat aktivitas manusia.⁶ Faktor utama yang menyebabkan penurunan biodiversitas meliputi:

3.2.1.    Deforestasi dan Degradasi Hutan

Hutan berperan penting dalam menyerap karbon dan menjaga keseimbangan ekosistem. Namun, laju deforestasi global mencapai 10 juta hektar per tahun, yang sebagian besar terjadi di wilayah tropis seperti Amazon, Asia Tenggara, dan Afrika.⁷ Penyebab utama deforestasi adalah ekspansi pertanian, pembangunan infrastruktur, dan eksploitasi kayu secara ilegal.

3.2.2.    Pencemaran Lingkungan

Pencemaran air, udara, dan tanah memperburuk kondisi ekosistem. Laporan Global Environment Outlook (UNEP) menyebutkan bahwa lebih dari 80% air limbah industri dan domestik dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan yang memadai.⁸ Polusi plastik juga menjadi masalah besar, dengan sekitar 11 juta ton sampah plastik masuk ke lautan setiap tahun, mengancam kehidupan laut dan manusia.⁹

3.2.3.    Perubahan Penggunaan Lahan

Konversi lahan hutan dan rawa menjadi area pertanian dan perkotaan mengurangi habitat alami bagi spesies liar. Perubahan ini tidak hanya menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, tetapi juga memperburuk perubahan iklim karena tanah yang sebelumnya menyerap karbon berubah menjadi sumber emisi karbon.¹⁰

3.3.       Polusi dan Limbah

Polusi lingkungan merupakan dampak negatif dari konsumsi manusia yang tidak berkelanjutan. Tiga bentuk polusi utama yang paling berdampak pada keberlanjutan lingkungan adalah polusi udara, air, dan limbah padat.

3.3.1.    Polusi Udara

Polusi udara yang disebabkan oleh emisi industri, transportasi, dan pembakaran biomassa telah mengakibatkan peningkatan penyakit pernapasan dan kematian dini.¹¹ Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa sekitar 7 juta orang meninggal setiap tahun akibat penyakit yang berkaitan dengan polusi udara.¹²

3.3.2.    Polusi Air

Sumber utama polusi air meliputi pembuangan limbah industri, pertanian, dan rumah tangga. UNESCO mencatat bahwa sekitar 1,8 miliar orang di dunia mengonsumsi air yang terkontaminasi, meningkatkan risiko penyakit seperti kolera dan disentri.¹³

3.3.3.    Limbah Padat dan Plastik

Sampah plastik merupakan tantangan besar dalam keberlanjutan lingkungan. Produksi plastik global telah meningkat secara drastis dari 2 juta ton per tahun pada tahun 1950 menjadi lebih dari 400 juta ton per tahun saat ini.¹⁴ Sebagian besar plastik ini berakhir di tempat pembuangan akhir atau mencemari ekosistem laut, di mana mikroplastik dapat masuk ke rantai makanan manusia.¹⁵


Kesimpulan

Krisis lingkungan global yang meliputi perubahan iklim, degradasi ekosistem, dan pencemaran lingkungan telah menjadi tantangan utama dalam mencapai keberlanjutan lingkungan. Tanpa tindakan konkret, dampak negatif ini akan semakin parah, mengancam keseimbangan ekologi dan kualitas hidup manusia.

Upaya kolektif dari berbagai pihak—pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat—diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Kebijakan yang berbasis sains, transisi menuju energi bersih, serta perubahan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan merupakan langkah-langkah penting yang harus segera diimplementasikan.


Catatan Kaki

[1]                IPCC, Climate Change 2022: Impacts, Adaptation, and Vulnerability (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 15.

[2]                Ibid., 17.

[3]                Paul Hawken, Drawdown: The Most Comprehensive Plan Ever Proposed to Reverse Global Warming (New York: Penguin Books, 2017), 29.

[4]                Tim Flannery, The Weather Makers: How Man is Changing the Climate and What It Means for Life on Earth (London: Penguin Books, 2005), 45.

[5]                UNFCCC, The Paris Agreement (Bonn: United Nations, 2015), 3.

[6]                IPBES, Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services (Bonn: IPBES, 2019), 9.

[7]                FAO, Global Forest Resources Assessment 2020 (Rome: FAO, 2020), 12.

[8]                UNEP, Global Environment Outlook 6 (Nairobi: UNEP, 2019), 30.

[9]                Jenna Jambeck et al., "Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean," Science 347, no. 6223 (2015): 768.

[10]             William Laurance, Emerging Threats to Tropical Forests (Chicago: University of Chicago Press, 2006), 21.

[11]             WHO, Air Pollution and Child Health: Prescribing Clean Air (Geneva: WHO, 2018), 5.

[12]             Ibid., 8.

[13]             UNESCO, World Water Development Report 2020 (Paris: UNESCO, 2020), 19.

[14]             Ellen MacArthur Foundation, The New Plastics Economy: Rethinking the Future of Plastics (London: Ellen MacArthur Foundation, 2016), 4.

[15]             Richard C. Thompson et al., "Lost at Sea: Where Is All the Plastic?," Science 304, no. 5672 (2004): 838.


4.           Upaya dan Strategi Keberlanjutan Lingkungan

Untuk menghadapi krisis lingkungan global, berbagai strategi dan kebijakan telah dikembangkan di tingkat nasional dan internasional. Upaya keberlanjutan lingkungan mencakup regulasi pemerintah, inovasi teknologi hijau, serta partisipasi masyarakat dalam menjaga ekosistem.¹ Kesuksesan dalam penerapan strategi ini bergantung pada sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas.

4.1.       Kebijakan dan Regulasi Lingkungan

4.1.1.    Kesepakatan Internasional tentang Keberlanjutan

Berbagai kesepakatan global telah disepakati untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Dua perjanjian paling berpengaruh adalah:

1)                  Paris Agreement (2015)

(*) Bertujuan untuk menahan kenaikan suhu global di bawah 2°C dan berupaya membatasi hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri.²

(*) Mendorong negara-negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan target yang dapat disesuaikan secara berkala.³

2)                  Sustainable Development Goals (SDGs) PBB

(*) Tujuan ke-13 dari SDGs menekankan aksi terhadap perubahan iklim, sedangkan tujuan ke-14 dan ke-15 berfokus pada pelestarian ekosistem laut dan darat.⁴

Selain itu, kesepakatan seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) dan Konvensi Ramsar tentang lahan basah juga menjadi bagian dari regulasi global untuk menjaga keberlanjutan ekosistem.⁵

4.1.2.    Kebijakan Nasional dan Peraturan Lingkungan

Banyak negara telah mengadopsi kebijakan lingkungan yang ketat untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem. Contoh kebijakan yang berhasil diterapkan antara lain:

·                     Uni Eropa: Mengimplementasikan kebijakan European Green Deal yang bertujuan mencapai netralitas karbon pada tahun 2050.⁶

·                     Swedia: Menggunakan pajak karbon untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan meningkatkan efisiensi energi.⁷

·                     Indonesia: Mengembangkan kebijakan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) untuk mengurangi laju deforestasi.⁸

4.2.       Teknologi Hijau dan Inovasi

Teknologi hijau memainkan peran penting dalam mencapai keberlanjutan lingkungan dengan mengurangi ketergantungan pada sumber daya tak terbarukan dan menekan polusi.

4.2.1.    Energi Terbarukan

Penggunaan sumber energi terbarukan telah menjadi solusi utama dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon.⁹ Bentuk energi hijau yang semakin berkembang meliputi:

·                     Energi surya: Panel fotovoltaik yang digunakan untuk menghasilkan listrik tanpa emisi karbon.¹⁰

·                     Energi angin: Turbin angin yang dikembangkan di Eropa dan Amerika Utara telah menjadi sumber listrik utama bagi banyak negara.¹¹

·                     Bioenergi: Penggunaan biomassa dan biogas sebagai sumber energi alternatif bagi sektor industri dan transportasi.¹²

4.2.2.    Teknologi Daur Ulang dan Ekonomi Sirkular

Untuk mengatasi permasalahan limbah dan polusi, konsep ekonomi sirkular semakin diterapkan di berbagai negara.¹³ Prinsip ekonomi sirkular meliputi:

·                     Mengurangi penggunaan bahan baku baru dengan meningkatkan efisiensi produksi.

·                     Daur ulang limbah industri dan rumah tangga untuk menghasilkan produk baru.¹⁴

·                     Penggunaan material biodegradable yang dapat terurai secara alami untuk mengurangi polusi plastik.¹⁵

Contoh keberhasilan ekonomi sirkular dapat ditemukan di Belanda, yang menargetkan 50% ekonomi sirkular pada tahun 2030 melalui kebijakan “Circular Economy Action Plan”.¹⁶

4.3.       Peran Individu dan Masyarakat

Keberlanjutan lingkungan tidak hanya bergantung pada kebijakan dan teknologi, tetapi juga pada partisipasi individu dan komunitas dalam mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan.

4.3.1.    Gaya Hidup Berkelanjutan

Setiap individu dapat berkontribusi dalam mengurangi dampak lingkungan melalui perubahan gaya hidup sehari-hari, seperti:

·                     Konsumsi berkelanjutan: Memilih produk dengan jejak karbon rendah dan bahan yang dapat didaur ulang.¹⁷

·                     Zero waste lifestyle: Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan meningkatkan penggunaan kembali barang.¹⁸

·                     Transportasi ramah lingkungan: Menggunakan kendaraan listrik, sepeda, atau transportasi umum untuk mengurangi emisi karbon.¹⁹

4.3.2.    Gerakan Sosial dan Komunitas Hijau

Gerakan lingkungan berbasis masyarakat telah berkembang di berbagai negara untuk meningkatkan kesadaran dan aksi kolektif terhadap keberlanjutan. Contoh inisiatif komunitas yang berdampak besar antara lain:

·                     Fridays for Future: Gerakan yang dipimpin oleh anak muda untuk mendesak aksi nyata dalam mitigasi perubahan iklim.²⁰

·                     Kampung Iklim di Indonesia: Program berbasis komunitas yang didukung oleh pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan adaptasi terhadap perubahan iklim.²¹


Kesimpulan

Upaya dan strategi keberlanjutan lingkungan mencakup regulasi yang kuat, penerapan teknologi hijau, dan keterlibatan aktif dari masyarakat. Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, langkah-langkah inovatif dalam energi terbarukan, ekonomi sirkular, dan gaya hidup berkelanjutan telah menunjukkan hasil yang positif dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan komitmen global yang lebih kuat, masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan dapat dicapai.


Catatan Kaki

[1]                Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development (New York: Columbia University Press, 2015), 57.

[2]                UNFCCC, The Paris Agreement (Bonn: United Nations, 2015), 4.

[3]                Ibid., 6.

[4]                United Nations, Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development (New York: United Nations, 2015), 12.

[5]                UNEP, Global Environment Outlook 6 (Nairobi: UNEP, 2019), 29.

[6]                European Commission, The European Green Deal (Brussels: European Union, 2019), 3.

[7]                The World Bank, Carbon Pricing Watch 2020 (Washington, DC: World Bank, 2020), 8.

[8]                Ministry of Environment and Forestry Indonesia, Indonesia’s National Action Plan on REDD+ (Jakarta: MOEF, 2017), 5.

[9]                IPCC, Special Report on Renewable Energy Sources and Climate Change Mitigation (Cambridge: Cambridge University Press, 2011), 9.

[10]             Ibid., 11.

[11]             David Elliott, Renewable Energy: Can It Deliver? (London: Polity Press, 2018), 35.

[12]             International Energy Agency (IEA), Renewables 2021: Analysis and Forecast to 2026 (Paris: IEA, 2021), 16.

[13]             Ellen MacArthur Foundation, The New Plastics Economy (London: Ellen MacArthur Foundation, 2016), 2.

[14]             Ibid., 5.

[15]             World Economic Forum, The Future of Nature and Business (Geneva: WEF, 2020), 7.

[16]             Dutch Ministry of Infrastructure and Water Management, A Circular Economy in the Netherlands by 2050 (The Hague: Dutch Government, 2016), 10.

[17]             Kate Raworth, Doughnut Economics (London: Random House, 2017), 22.

[18]             Bea Johnson, Zero Waste Home (New York: Scribner, 2013), 15.

[19]             UNEP, Emissions Gap Report 2021 (Nairobi: UNEP, 2021), 21.

[20]             Greta Thunberg, No One Is Too Small to Make a Difference (London: Penguin Books, 2019), 5.

[21]             Ministry of Environment and Forestry Indonesia, ProKlim: Kampung Iklim Program (Jakarta: MOEF, 2020), 3.


5.           Studi Kasus Keberlanjutan Lingkungan

Implementasi keberlanjutan lingkungan telah dilakukan di berbagai negara dengan pendekatan yang berbeda-beda. Studi kasus ini menyoroti berbagai praktik terbaik dalam keberlanjutan lingkungan yang dapat dijadikan contoh bagi negara lain. Pembahasan ini mencakup negara-negara dengan kebijakan keberlanjutan terbaik, inisiatif lokal di Indonesia, serta tantangan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan hijau.

5.1.       Negara dengan Praktik Keberlanjutan Terbaik

Beberapa negara telah berhasil menerapkan kebijakan lingkungan yang efektif dan menjadi model dalam pembangunan berkelanjutan.

5.1.1.    Swedia: Negara dengan Transisi Energi Terbarukan Terbaik

Swedia dikenal sebagai salah satu negara paling progresif dalam penerapan energi terbarukan. Saat ini, lebih dari 54% energi yang digunakan di Swedia berasal dari sumber energi terbarukan, termasuk tenaga air, angin, dan biomassa.¹ Pemerintah Swedia telah menerapkan pajak karbon sejak 1991, yang berhasil menurunkan emisi karbon lebih dari 25% sejak tahun 1990, meskipun ekonomi terus berkembang.²

Keberhasilan Swedia dalam keberlanjutan lingkungan dapat dilihat dari:

·                     Investasi besar dalam energi hijau: Swedia menargetkan untuk mencapai 100% energi bebas fosil pada tahun 2040.³

·                     Sistem transportasi ramah lingkungan: Kota Stockholm telah mengembangkan sistem transportasi publik berbasis listrik dan insentif bagi kendaraan rendah emisi.⁴

·                     Manajemen limbah yang efisien: Kurang dari 1% limbah rumah tangga di Swedia berakhir di tempat pembuangan akhir, karena lebih dari 99% limbah didaur ulang atau diubah menjadi energi.⁵

5.1.2.    Jerman: Pemimpin dalam Kebijakan Energi Hijau (Energiewende)

Jerman telah meluncurkan kebijakan Energiewende (energy transition), yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Pada tahun 2022, sekitar 46% dari listrik Jerman berasal dari sumber terbarukan, termasuk tenaga angin dan surya.⁶

Strategi keberlanjutan Jerman meliputi:

·                     Subsidi energi hijau: Pemerintah memberikan insentif bagi rumah tangga dan bisnis untuk mengadopsi panel surya dan turbin angin.⁷

·                     Penutupan pembangkit listrik berbasis batu bara: Jerman berencana untuk menutup semua pembangkit listrik tenaga batu bara pada tahun 2038.⁸

·                     Investasi dalam inovasi teknologi hijau: Jerman merupakan salah satu negara terdepan dalam penelitian baterai dan penyimpanan energi terbarukan.⁹

5.1.3.    Kosta Rika: Negara Netral Karbon dengan Keanekaragaman Hayati Tinggi

Kosta Rika adalah contoh negara yang sukses dalam konservasi lingkungan dan transisi menuju netralitas karbon. Sekitar 99% listrik Kosta Rika berasal dari energi terbarukan, terutama tenaga air, angin, dan geotermal.¹⁰ Selain itu, negara ini telah melestarikan lebih dari 30% wilayahnya sebagai taman nasional dan cagar alam.¹¹

Strategi utama Kosta Rika dalam keberlanjutan meliputi:

·                     Pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati: Pemerintah menerapkan skema pembayaran jasa lingkungan (Payment for Ecosystem Services/PES).¹²

·                     Investasi dalam ekowisata: Sektor ekowisata telah menjadi pilar ekonomi utama, menghasilkan pendapatan signifikan tanpa merusak ekosistem.¹³

5.2.       Inisiatif Lokal di Indonesia

Indonesia, sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, telah mengembangkan berbagai inisiatif keberlanjutan, baik di tingkat nasional maupun komunitas lokal.

5.2.1.    Program Kampung Iklim (ProKlim)

ProKlim merupakan program yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.¹⁴ Program ini melibatkan ribuan desa di seluruh Indonesia dalam aksi penghijauan, pengelolaan sampah, dan konservasi air.¹⁵

5.2.2.    Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat

Ekowisata telah berkembang pesat di Indonesia sebagai strategi keberlanjutan. Contoh keberhasilannya adalah:

·                     Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan: Menjadi destinasi utama untuk wisata orangutan dengan keterlibatan komunitas lokal dalam konservasi.¹⁶

·                     Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur: Pemerintah mengatur batas jumlah pengunjung untuk mencegah degradasi ekosistem.¹⁷

5.2.3.    Program Rehabilitasi Hutan dan Mangrove

Indonesia memiliki salah satu program restorasi mangrove terbesar di dunia, dengan target rehabilitasi 600.000 hektar hutan mangrove pada tahun 2024.¹⁸ Restorasi mangrove penting karena dapat menyerap lebih banyak karbon dibandingkan hutan daratan dan melindungi pesisir dari abrasi.¹⁹

5.3.       Keberhasilan dan Tantangan dalam Implementasi Keberlanjutan

Meskipun banyak negara telah berhasil menerapkan kebijakan keberlanjutan, terdapat berbagai tantangan yang masih harus diatasi.

5.3.1.    Keberhasilan dalam Implementasi

·                     Penurunan emisi karbon di beberapa negara maju seperti Swedia dan Jerman menunjukkan bahwa transisi energi hijau dapat berjalan dengan baik jika didukung oleh kebijakan yang kuat.

·                     Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup berkelanjutan, seperti konsumsi produk ramah lingkungan dan pengurangan limbah plastik.

5.3.2.    Tantangan yang Dihadapi

·                     Ketimpangan antara negara maju dan berkembang: Banyak negara berkembang yang masih bergantung pada bahan bakar fosil karena keterbatasan infrastruktur energi terbarukan.²⁰

·                     Krisis ekonomi dan politik: Beberapa negara mengalami kesulitan dalam mempertahankan kebijakan lingkungan akibat perubahan pemerintahan dan kepentingan ekonomi jangka pendek.²¹

·                     Perubahan iklim yang semakin cepat: Meski banyak upaya dilakukan, dampak perubahan iklim yang sudah terjadi membuat mitigasi menjadi semakin kompleks.


Kesimpulan

Studi kasus dari berbagai negara menunjukkan bahwa keberlanjutan lingkungan dapat dicapai melalui kombinasi kebijakan pemerintah, teknologi hijau, dan partisipasi masyarakat. Meskipun masih ada banyak tantangan, model keberlanjutan dari Swedia, Jerman, dan Kosta Rika, serta inisiatif lokal di Indonesia, memberikan contoh nyata bahwa tindakan nyata dapat membawa perubahan positif dalam perlindungan lingkungan.


Catatan Kaki

[1]                Swedish Ministry of Energy, Sweden’s Energy Policy (Stockholm: Government of Sweden, 2021), 7.

[2]                World Bank, Carbon Pricing Watch 2022 (Washington, DC: World Bank, 2022), 4.

[3]                Swedish Energy Agency, Renewable Energy Development in Sweden (Stockholm: SEA, 2021), 12.

[4]                Stockholm Municipality, Sustainable Transportation Plan (Stockholm: STM, 2020), 8.

[5]                Swedish Waste Management Association, Waste to Energy in Sweden (Stockholm: SWMA, 2020), 6.

[6]                German Federal Ministry for Economic Affairs and Climate Action, The Energiewende (Berlin: BMWK, 2021), 9.

[7]                Ibid., 13.

[8]                IEA, Coal Phase-Out Policies in Germany (Paris: IEA, 2022), 5.

[9]                Ibid., 7.

[10]             Costa Rica Energy Authority, Renewable Energy in Costa Rica (San José: CREA, 2022), 4.

[11]             Ibid., 6.

[12]             UNEP, Global Biodiversity Outlook (Nairobi: UNEP, 2020), 9.

[13]             Ibid., 10.

[14]             KLHK, Program Kampung Iklim (ProKlim) (Jakarta: KLHK, 2021), 5.

[15]             Ibid., 8.

[16]             WWF Indonesia, Orangutan Conservation in Kalimantan (Jakarta: WWF, 2022), 12.

[17]             UNESCO, Komodo National Park (Paris: UNESCO, 2021), 6.

[18]             KLHK, National Mangrove Restoration Plan (Jakarta: KLHK, 2022), 3.

[19]             Ibid., 5.

[20]             United Nations Development Programme (UNDP), Bridging the Gap: Addressing Sustainability Challenges in Developing Countries (New York: UNDP, 2021), 14.

[21]             International Institute for Sustainable Development (IISD), The Impact of Political and Economic Crises on Environmental Policy (Geneva: IISD, 2022), 7.


6.           Kesimpulan dan Rekomendasi

6.1.       Ringkasan Pembahasan

Keberlanjutan lingkungan merupakan aspek krusial dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian ekosistem. Studi yang telah dibahas menunjukkan bahwa berbagai negara telah mengembangkan kebijakan dan strategi berbasis keberlanjutan untuk mengurangi dampak perubahan iklim, mengatasi degradasi ekosistem, dan mengelola sumber daya secara bijaksana.¹

Perubahan iklim dan degradasi lingkungan menjadi tantangan utama yang mengancam kehidupan manusia dan keberlanjutan bumi. Peningkatan suhu global, polusi, serta eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem dan kesejahteraan sosial-ekonomi.² Negara-negara seperti Swedia, Jerman, dan Kosta Rika telah menunjukkan keberhasilan dalam mengimplementasikan kebijakan energi hijau, konservasi alam, dan manajemen limbah yang efisien.³

Di Indonesia, inisiatif seperti Program Kampung Iklim (ProKlim), pengembangan ekowisata, serta rehabilitasi hutan mangrove merupakan langkah progresif dalam mendorong keberlanjutan lingkungan. Namun, masih terdapat tantangan besar dalam implementasi kebijakan, termasuk ketimpangan akses teknologi, kurangnya kesadaran masyarakat, serta tekanan ekonomi yang menghambat transisi ke sistem yang lebih ramah lingkungan.⁴

6.2.       Tantangan ke Depan

Meskipun banyak negara telah berupaya menerapkan kebijakan keberlanjutan, tantangan yang dihadapi masih cukup besar, antara lain:

1)                  Ketergantungan pada bahan bakar fosil

Transisi ke energi terbarukan masih menghadapi hambatan dari industri bahan bakar fosil yang memiliki kepentingan ekonomi besar.⁵

2)                  Krisis air dan pangan akibat perubahan iklim

Kekeringan, banjir, dan perubahan cuaca ekstrem mengancam ketahanan pangan dan pasokan air bersih di banyak negara.⁶

3)                  Kurangnya partisipasi dan kesadaran masyarakat

Masih banyak individu dan komunitas yang belum menyadari pentingnya keberlanjutan lingkungan dan dampaknya terhadap kehidupan.⁷

4)                  Hambatan ekonomi dan politik

Beberapa negara berkembang menghadapi kesulitan dalam mendanai proyek keberlanjutan akibat ketidakstabilan ekonomi dan politik.⁸

Untuk mengatasi tantangan ini, dibutuhkan kebijakan yang lebih tegas, inovasi teknologi yang lebih inklusif, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan.

6.3.       Rekomendasi untuk Berbagai Pihak

Agar keberlanjutan lingkungan dapat dicapai secara efektif, diperlukan kerja sama antara berbagai sektor, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Berikut adalah beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan:

6.3.1.    Rekomendasi untuk Pemerintah

1)                  Memperkuat regulasi dan kebijakan lingkungan

Menetapkan target yang lebih ambisius dalam pengurangan emisi karbon dan konservasi alam.⁹

2)                  Meningkatkan investasi dalam energi terbarukan

Mendorong pengembangan tenaga surya, angin, dan bioenergi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.¹⁰

3)                  Menyediakan insentif bagi industri hijau

Memberikan subsidi dan kemudahan investasi bagi perusahaan yang menerapkan prinsip ekonomi hijau.¹¹

6.3.2.    Rekomendasi untuk Masyarakat

1)                  Mengadopsi gaya hidup berkelanjutan

Mengurangi konsumsi energi, menggunakan produk ramah lingkungan, dan mengurangi limbah plastik.¹²

2)                  Mendukung gerakan lingkungan dan komunitas hijau

Berpartisipasi dalam program daur ulang, penghijauan, dan edukasi lingkungan.¹³

3)                  Menggunakan transportasi ramah lingkungan

Beralih ke transportasi umum, bersepeda, atau kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon.¹⁴

6.3.3.    Rekomendasi untuk Sektor Swasta

1)                  Mengembangkan model bisnis berbasis keberlanjutan

Menerapkan prinsip ekonomi sirkular dalam produksi dan distribusi.¹⁵

2)                  Mengurangi dampak lingkungan dari proses industri

Berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan dan mengurangi limbah industri.¹⁶

3)                  Berperan dalam edukasi dan inovasi hijau

Menyediakan program CSR yang berfokus pada pelestarian lingkungan dan penelitian energi hijau.¹⁷


Kesimpulan Akhir

Keberlanjutan lingkungan bukan sekadar konsep, tetapi sebuah kebutuhan mendesak dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, polusi, dan degradasi ekosistem. Melalui kebijakan yang kuat, inovasi teknologi, dan keterlibatan masyarakat, keberlanjutan dapat diwujudkan untuk memastikan bahwa sumber daya alam tetap tersedia bagi generasi mendatang.

Keberhasilan negara-negara seperti Swedia, Jerman, dan Kosta Rika menunjukkan bahwa dengan strategi yang tepat, transisi menuju ekonomi hijau dan energi bersih dapat dicapai. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam keberlanjutan lingkungan melalui kebijakan yang lebih progresif dan partisipasi aktif masyarakat. Namun, tantangan seperti keterbatasan infrastruktur, ketimpangan ekonomi, dan kurangnya kesadaran publik harus segera diatasi agar keberlanjutan lingkungan dapat menjadi realitas yang lebih luas.

Dengan langkah-langkah konkret dari semua pihak, masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bukan hanya sekadar harapan, tetapi juga sebuah kemungkinan nyata yang dapat dicapai dalam waktu dekat.


Catatan Kaki

[1]                Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development (New York: Columbia University Press, 2015), 72.

[2]                IPCC, Climate Change 2022: Impacts, Adaptation, and Vulnerability (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 15.

[3]                UNEP, Global Environment Outlook 6 (Nairobi: UNEP, 2019), 31.

[4]                Ministry of Environment and Forestry Indonesia, ProKlim: Kampung Iklim Program (Jakarta: MOEF, 2020), 4.

[5]                The World Bank, Carbon Pricing Watch 2022 (Washington, DC: World Bank, 2022), 7.

[6]                FAO, The State of Food Security and Nutrition in the World 2021 (Rome: FAO, 2021), 12.

[7]                UNESCO, Education for Sustainable Development Goals (Paris: UNESCO, 2017), 9.

[8]                IISD, The Impact of Political and Economic Crises on Environmental Policy (Geneva: IISD, 2022), 8.

[9]                UNFCCC, The Paris Agreement (Bonn: United Nations, 2015), 5.

[10]             IEA, Renewables 2021: Analysis and Forecast to 2026 (Paris: IEA, 2021), 19.

[11]             Ellen MacArthur Foundation, A New Dynamic: Effective Business in a Circular Economy (London: Ellen MacArthur Foundation, 2014), 7.

[12]             Bea Johnson, Zero Waste Home (New York: Scribner, 2013), 21.

[13]             Greta Thunberg, No One Is Too Small to Make a Difference (London: Penguin Books, 2019), 6.

[14]             UNEP, Emissions Gap Report 2021 (Nairobi: UNEP, 2021), 22.

[15]             Kate Raworth, Doughnut Economics (London: Random House, 2017), 35.

[16]             The World Economic Forum, The Future of Nature and Business (Geneva: WEF, 2020), 10.

[17]             Dutch Ministry of Infrastructure and Water Management, A Circular Economy in the Netherlands by 2050 (The Hague: Dutch Government, 2016), 12.


Daftar Pustaka


Buku

·                    Bea, J. (2013). Zero waste home: The ultimate guide to simplifying your life by reducing your waste. Scribner.

·                    Blewitt, J. (2017). Understanding sustainable development (2nd ed.). Routledge.

·                    Elliott, D. (2018). Renewable energy: Can it deliver? Polity Press.

·                    Ehrlich, P. R., & Ehrlich, A. H. (1968). The population bomb. Ballantine Books.

·                    Flannery, T. (2005). The weather makers: How man is changing the climate and what it means for life on earth. Penguin Books.

·                    Hawken, P. (2017). Drawdown: The most comprehensive plan ever proposed to reverse global warming. Penguin Books.

·                    Jackson, T. (2017). Prosperity without growth: Foundations for the economy of tomorrow. Routledge.

·                    Johnson, B. (2013). Zero waste home. Scribner.

·                    Laurance, W. (2006). Emerging threats to tropical forests. University of Chicago Press.

·                    MacArthur, E. (2014). A new dynamic: Effective business in a circular economy. Ellen MacArthur Foundation.

·                    Oreskes, N., & Conway, E. M. (2010). Merchants of doubt. Bloomsbury Press.

·                    Raworth, K. (2017). Doughnut economics: Seven ways to think like a 21st-century economist. Random House.

·                    Rees, W. E., & Wackernagel, M. (1996). Our ecological footprint: Reducing human impact on the earth. New Society Publishers.

·                    Sachs, J. D. (2015). The age of sustainable development. Columbia University Press.

·                    Sen, A. (1999). Development as freedom. Oxford University Press.

·                    Thunberg, G. (2019). No one is too small to make a difference. Penguin Books.

·                    World Commission on Environment and Development (WCED). (1987). Our common future. Oxford University Press.


Jurnal Ilmiah

·                    Jambeck, J., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., & Law, K. L. (2015). Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 347(6223), 768-771. https://doi.org/10.1126/science.1260352

·                    Thompson, R. C., Moore, C. J., vom Saal, F. S., & Swan, S. H. (2009). Plastics, the environment and human health: Current consensus and future trends. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 364(1526), 2153-2166. https://doi.org/10.1098/rstb.2009.0053

·                    United Nations Development Programme (UNDP). (2021). Bridging the gap: Addressing sustainability challenges in developing countries. https://www.undp.org

·                    World Economic Forum. (2020). The future of nature and business. https://www.weforum.org


Laporan Lembaga Internasional

·                    Food and Agriculture Organization (FAO). (2020). Global forest resources assessment 2020. Rome: FAO. https://www.fao.org

·                    Food and Agriculture Organization (FAO). (2021). The state of food security and nutrition in the world 2021. Rome: FAO.

·                    Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2011). Special report on renewable energy sources and climate change mitigation. Cambridge University Press.

·                    Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2022). Climate change 2022: Impacts, adaptation, and vulnerability. Cambridge University Press.

·                    Ministry of Environment and Forestry Indonesia. (2020). ProKlim: Kampung Iklim program. Jakarta: KLHK.

·                    Ministry of Environment and Forestry Indonesia. (2022). National mangrove restoration plan. Jakarta: KLHK.

·                    Swedish Ministry of Energy. (2021). Sweden’s energy policy. Stockholm: Government of Sweden.

·                    The World Bank. (2022). Carbon pricing watch 2022. Washington, DC: World Bank.

·                    United Nations Environment Programme (UNEP). (2019). Global environment outlook 6. Nairobi: UNEP.

·                    United Nations Environment Programme (UNEP). (2021). Emissions gap report 2021. Nairobi: UNEP.

·                    United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). (2017). Education for sustainable development goals: Learning objectives. Paris: UNESCO.

·                    United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). (2015). The Paris Agreement. Bonn: United Nations.

·                    Yale Center for Environmental Law & Policy. (2022). 2022 Environmental Performance Index. New Haven: Yale University Press.


Sumber dari Kebijakan dan Organisasi Internasional

·                    Dutch Ministry of Infrastructure and Water Management. (2016). A circular economy in the Netherlands by 2050. The Hague: Dutch Government.

·                    European Commission. (2019). The European Green Deal. Brussels: European Union.

·                    German Federal Ministry for Economic Affairs and Climate Action. (2021). The Energiewende. Berlin: BMWK.

·                    International Energy Agency (IEA). (2021). Renewables 2021: Analysis and forecast to 2026. Paris: IEA.

·                    International Institute for Sustainable Development (IISD). (2022). The impact of political and economic crises on environmental policy. Geneva: IISD.

·                    Swedish Energy Agency. (2021). Renewable energy development in Sweden. Stockholm: SEA.

·                    World Wide Fund for Nature (WWF). (2022). Orangutan conservation in Kalimantan. Jakarta: WWF.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar