Keberlanjutan
Lingkungan
Perspektif Ilmiah dan Praktis
Alihkan ke: Etika
Lingkungan
Abstrak
Keberlanjutan lingkungan merupakan konsep yang
menekankan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan
kelestarian ekosistem. Artikel ini membahas berbagai aspek keberlanjutan
lingkungan, mulai dari konsep dasar, tantangan global seperti perubahan iklim,
deforestasi, polusi, hingga strategi mitigasi yang telah diterapkan di berbagai
negara. Studi kasus dari Swedia, Jerman, dan Kosta Rika menunjukkan bagaimana
kebijakan energi hijau, konservasi keanekaragaman hayati, serta ekonomi sirkular
dapat berhasil diterapkan. Sementara itu, inisiatif lokal di Indonesia seperti Program
Kampung Iklim (ProKlim), ekowisata, dan rehabilitasi mangrove menunjukkan
potensi besar dalam pelestarian lingkungan.
Meskipun banyak negara telah mengadopsi kebijakan
keberlanjutan, tantangan seperti ketergantungan pada bahan bakar fosil,
perubahan iklim yang semakin cepat, serta keterbatasan ekonomi masih menjadi
hambatan utama. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, sektor
swasta, dan masyarakat dalam menerapkan solusi keberlanjutan, termasuk
kebijakan yang lebih ketat, inovasi teknologi hijau, serta peningkatan
kesadaran lingkungan. Dengan langkah konkret, keberlanjutan lingkungan dapat
diwujudkan untuk memastikan kesejahteraan generasi mendatang.
Kata Kunci: Keberlanjutan lingkungan, perubahan iklim, energi
terbarukan, ekonomi sirkular, konservasi ekosistem, mitigasi lingkungan,
kebijakan hijau, pembangunan berkelanjutan.
PEMBAHASAN
Keberlanjutan Lingkungan dalam Perspektif Ilmiah
dan Praktis
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Keberlanjutan lingkungan
menjadi isu krusial di abad ke-21 karena meningkatnya dampak negatif aktivitas
manusia terhadap ekosistem. Berbagai laporan ilmiah menunjukkan bahwa perubahan
iklim, deforestasi, polusi, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak
terkendali telah menyebabkan degradasi lingkungan yang signifikan.¹ Dampak dari
perusakan lingkungan ini tidak hanya mengancam keseimbangan ekosistem, tetapi
juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi, termasuk peningkatan bencana alam,
penurunan hasil pertanian, dan penyebaran penyakit yang lebih luas.²
Konsep keberlanjutan
lingkungan berakar pada gagasan bahwa sumber daya alam harus dikelola secara
bertanggung jawab agar dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka.³
Prinsip ini pertama kali dipopulerkan dalam laporan Our Common Future
yang diterbitkan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WCED) pada
tahun 1987, yang menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi,
keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial.⁴
Dalam beberapa dekade
terakhir, organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC),
dan World Wide Fund for Nature (WWF) telah menyoroti urgensi
tindakan global dalam mengatasi degradasi lingkungan.⁵ Kebijakan seperti Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, Paris Agreement, dan berbagai
inisiatif ekonomi hijau bertujuan untuk memperkuat strategi keberlanjutan yang
dapat diterapkan di berbagai sektor kehidupan. Namun, tantangan besar masih
dihadapi, terutama dalam aspek implementasi kebijakan di tingkat lokal dan
global.⁶
1.2.
Tujuan Pembahasan
Artikel ini bertujuan untuk:
1)
Menjelaskan
konsep keberlanjutan lingkungan secara komprehensif, termasuk
dimensi ekologis, ekonomi, dan sosialnya.
2)
Menganalisis
faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberlanjutan lingkungan,
seperti perubahan iklim, degradasi ekosistem, dan polusi.
3)
Mengidentifikasi
strategi dan kebijakan yang telah diterapkan di berbagai negara
dalam mencapai keberlanjutan lingkungan.
4)
Memberikan
rekomendasi bagi individu, komunitas, dan pemerintah dalam
menerapkan langkah-langkah keberlanjutan yang efektif.
Kajian ini didasarkan pada
pendekatan multidisipliner yang menggabungkan perspektif ekologi, ekonomi, dan
kebijakan publik. Dengan menggunakan referensi dari berbagai studi ilmiah dan
laporan kredibel, artikel ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih
mendalam tentang keberlanjutan lingkungan dan tantangan implementasinya di era
modern.
1.3.
Metodologi dan Ruang Lingkup
Pembahasan dalam artikel ini
bersumber dari berbagai referensi akademik yang kredibel, termasuk jurnal
ilmiah, laporan organisasi internasional, serta buku-buku rujukan utama dalam
bidang lingkungan dan keberlanjutan. Beberapa sumber utama yang digunakan mencakup:
·
Buku
teks ilmiah tentang ekologi dan keberlanjutan, seperti karya
Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development,
yang membahas prinsip dasar pembangunan berkelanjutan dan implikasinya bagi
kebijakan global.⁷
·
Laporan
tahunan dari badan internasional, seperti IPCC
Climate Change Reports, yang memberikan data terkini tentang
dampak perubahan iklim dan langkah mitigasi yang direkomendasikan.⁸
·
Kajian
akademik dari jurnal ilmiah, seperti publikasi di Nature
Sustainability dan Environmental Science & Technology,
yang menyediakan analisis berbasis data mengenai isu-isu lingkungan terkini.⁹
Artikel ini akan mengkaji
aspek keberlanjutan lingkungan secara global dengan studi kasus yang mencakup
praktik-praktik keberlanjutan dari berbagai negara, termasuk implementasi
kebijakan hijau di Eropa, Asia, dan Amerika. Selain itu, akan ditinjau pula
bagaimana kebijakan di Indonesia dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mencapai
keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Dengan pendekatan berbasis
bukti (evidence-based approach), artikel ini berupaya menyajikan analisis yang
objektif dan solutif mengenai upaya keberlanjutan lingkungan yang dapat
diterapkan di berbagai sektor, mulai dari energi, transportasi, industri,
hingga gaya hidup individu.
Catatan Kaki
[1]
Paul R. Ehrlich dan Anne H. Ehrlich, The Population Bomb (New York:
Ballantine Books, 1968), 22.
[2]
Naomi Oreskes dan Erik M. Conway, Merchants of Doubt (New York:
Bloomsbury Press, 2010), 45.
[3]
John Blewitt, Understanding Sustainable Development
(London: Routledge, 2017), 12.
[4]
World Commission on Environment and Development (WCED), Our
Common Future (Oxford: Oxford University Press, 1987), 43.
[5]
United Nations Environment Programme (UNEP), Global
Environment Outlook 6 (Nairobi: UNEP, 2019), 16.
[6]
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Climate
Change 2022: Mitigation of Climate Change (Cambridge: Cambridge
University Press, 2022), 8.
[7]
Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development
(New York: Columbia University Press, 2015), 27.
[8]
IPCC, Climate Change 2022: Impacts, Adaptation, and
Vulnerability (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 34.
[9]
"Sustainable Development and Environmental Policy," Nature
Sustainability 5, no. 3 (2022): 189.
2.
Konsep Keberlanjutan Lingkungan
2.1.
Definisi dan Prinsip Dasar
Keberlanjutan lingkungan
merupakan konsep yang menekankan pemanfaatan sumber daya alam secara
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.¹ Konsep ini mulai
mendapatkan perhatian global setelah diterbitkannya laporan Our Common
Future oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WCED) pada
tahun 1987, yang menekankan bahwa pembangunan harus dilakukan dengan
mempertimbangkan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.²
Secara prinsip, keberlanjutan
lingkungan memiliki tiga elemen utama yang dikenal sebagai triple
bottom line atau tiga pilar keberlanjutan, yaitu:
·
Keberlanjutan
Ekologi: Mengacu pada pengelolaan ekosistem dan keanekaragaman
hayati secara berkelanjutan agar dapat terus memberikan manfaat bagi
kehidupan.³
·
Keberlanjutan
Ekonomi: Berkaitan dengan pengembangan sistem ekonomi yang
mendukung kesejahteraan manusia tanpa merusak lingkungan.⁴
·
Keberlanjutan
Sosial: Memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap
sumber daya yang adil dan setara, dengan menjaga stabilitas sosial dan budaya
dalam jangka panjang.⁵
Ketiga pilar ini harus
berjalan seimbang agar sistem keberlanjutan dapat tercapai secara optimal. Jika
salah satu aspek diabaikan, maka pembangunan tidak dapat dikategorikan sebagai
pembangunan yang berkelanjutan.
2.2.
Dimensi Keberlanjutan
Keberlanjutan lingkungan
mencakup berbagai dimensi yang berkaitan dengan ekologi, ekonomi, dan sosial.
Dimensi-dimensi ini saling berinteraksi dan menentukan sejauh mana sebuah
negara, organisasi, atau individu dapat menerapkan prinsip keberlanjutan dalam
kehidupan sehari-hari.
2.2.1.
Keberlanjutan
Ekologi
Keberlanjutan ekologi
menitikberatkan pada pemeliharaan keseimbangan ekosistem dan konservasi sumber
daya alam. Salah satu pendekatan utama dalam keberlanjutan ekologi adalah
penerapan carrying capacity, yaitu batas maksimum lingkungan dalam
menopang kehidupan tanpa mengalami kerusakan permanen.⁶ Dalam hal ini, berbagai
upaya telah dikembangkan untuk mengurangi jejak ekologis manusia, termasuk:
·
Pengurangan emisi gas rumah
kaca melalui transisi ke energi terbarukan.⁷
·
Konservasi keanekaragaman
hayati melalui perlindungan kawasan lindung dan rehabilitasi ekosistem.⁸
·
Pengelolaan limbah yang
lebih efektif untuk mengurangi dampak pencemaran.⁹
2.2.2.
Keberlanjutan
Ekonomi
Dalam konteks ekonomi,
keberlanjutan menekankan pada model pembangunan yang tidak hanya menghasilkan
keuntungan jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap
sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.¹⁰ Konsep ekonomi hijau
(green economy) telah menjadi solusi utama dalam mencapai
keberlanjutan ekonomi, yang melibatkan:
·
Penggunaan teknologi ramah
lingkungan untuk mengurangi polusi dan limbah.
·
Pengembangan industri
berbasis energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
·
Mendorong ekonomi sirkular
yang berfokus pada prinsip reduce, reuse, recycle.¹¹
2.2.3.
Keberlanjutan Sosial
Keberlanjutan sosial
berkaitan dengan aspek keadilan, kesejahteraan, dan hak asasi manusia dalam
konteks pembangunan berkelanjutan.¹² Prinsip dasar dalam keberlanjutan sosial
meliputi:
·
Kesetaraan akses terhadap
sumber daya alam bagi semua lapisan masyarakat.
·
Perlindungan hak-hak
masyarakat adat dalam pengelolaan lingkungan.
·
Pendidikan dan kesadaran
lingkungan bagi generasi muda agar keberlanjutan dapat terus dilestarikan.¹³
Dengan memahami ketiga
dimensi keberlanjutan ini, dapat disimpulkan bahwa pendekatan holistik
diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara ekologi, ekonomi, dan sosial.
2.3.
Indikator Keberlanjutan
Untuk mengukur sejauh mana
sebuah negara atau komunitas telah mencapai keberlanjutan lingkungan, berbagai
indikator telah dikembangkan. Beberapa indikator utama yang digunakan dalam
kajian keberlanjutan meliputi:
1)
Jejak Ekologis (Ecological
Footprint)
Mengukur dampak aktivitas manusia terhadap sumber
daya alam berdasarkan konsumsi dan produksi karbon.¹⁴
2)
Indeks Kinerja Lingkungan
(Environmental Performance Index - EPI)
Menggunakan berbagai parameter untuk menilai
efektivitas kebijakan lingkungan suatu negara.¹⁵
3)
Indeks Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development Index - SDI)
Menggabungkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi
dalam penilaian keberlanjutan.¹⁶
Dengan indikator-indikator
ini, pemerintah dan organisasi dapat mengevaluasi efektivitas kebijakan keberlanjutan
yang telah diterapkan serta mengidentifikasi area yang masih memerlukan
perbaikan.
Catatan Kaki
[1]
John Blewitt, Understanding Sustainable Development
(London: Routledge, 2017), 5.
[2]
World Commission on Environment and Development (WCED), Our
Common Future (Oxford: Oxford University Press, 1987), 43.
[3]
Robert Goodland, Environmental Sustainability: Universal and
Non-Negotiable (Washington, DC: World Bank, 2002), 13.
[4]
Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development
(New York: Columbia University Press, 2015), 39.
[5]
Kate Raworth, Doughnut Economics: Seven Ways to Think Like a
21st-Century Economist (London: Random House, 2017), 27.
[6]
William E. Rees dan Mathis Wackernagel, Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact
on the Earth (Gabriola Island: New Society Publishers, 1996), 16.
[7]
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), Climate
Change 2022: Mitigation of Climate Change (Cambridge: Cambridge
University Press, 2022), 22.
[8]
UNEP, Global Environment Outlook 6
(Nairobi: UNEP, 2019), 34.
[9]
Paul Hawken, Drawdown: The Most Comprehensive Plan Ever
Proposed to Reverse Global Warming (New York: Penguin Books, 2017),
19.
[10]
Tim Jackson, Prosperity Without Growth: Foundations for the
Economy of Tomorrow (London: Routledge, 2017), 48.
[11]
Ellen MacArthur Foundation, A New Dynamic: Effective Business in a Circular
Economy (London: Ellen MacArthur Foundation, 2014), 12.
[12]
Amartya Sen, Development as Freedom (Oxford:
Oxford University Press, 1999), 45.
[13]
UNESCO, Education for Sustainable Development Goals:
Learning Objectives (Paris: UNESCO, 2017), 8.
[14]
Mathis Wackernagel et al., Ecological Footprint Atlas 2010
(Oakland: Global Footprint Network, 2010), 23.
[15]
Yale Center for Environmental Law & Policy, 2022
Environmental Performance Index (New Haven: Yale University Press,
2022), 6.
[16]
Jeffrey Sachs, SDG Index and Dashboards Report 2022
(New York: Bertelsmann Stiftung & SDSN, 2022), 31.
3.
Krisis Lingkungan Global dan Tantangan
Keberlanjutan
3.1.
Perubahan Iklim dan Pemanasan Global
Perubahan iklim merupakan
salah satu ancaman terbesar bagi keberlanjutan lingkungan di abad ke-21.
Pemanasan global yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca
(GRK) di atmosfer telah menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti kenaikan
suhu global, pencairan es di kutub, dan peningkatan frekuensi bencana alam.¹
Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyebutkan bahwa suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1,1°C
sejak era pra-industri (1850-1900), dan tanpa intervensi signifikan,
suhu dapat naik lebih dari 2°C pada akhir abad ini.²
Faktor utama yang mendorong
perubahan iklim adalah aktivitas manusia, terutama pembakaran
bahan bakar fosil, deforestasi, dan industrialisasi.³ Kegiatan ini menghasilkan
karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan gas rumah kaca
lainnya yang memperkuat efek rumah kaca dan menyebabkan peningkatan suhu
global.⁴ Dampak perubahan iklim meliputi:
·
Perubahan
pola cuaca ekstrem, termasuk gelombang panas, badai, dan banjir
yang lebih sering terjadi.
·
Gangguan
terhadap ekosistem, yang menyebabkan migrasi spesies, kepunahan
hewan dan tumbuhan, serta gangguan pada siklus alami.
·
Krisis
air dan ketahanan pangan, akibat kekeringan berkepanjangan dan
penurunan produktivitas pertanian.
Upaya untuk mengurangi dampak
perubahan iklim telah dilakukan melalui kesepakatan global seperti Paris
Agreement 2015, yang menargetkan pengurangan emisi karbon dengan
membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C.⁵
3.2.
Kerusakan Ekosistem dan Hilangnya
Keanekaragaman Hayati
Kehancuran ekosistem dan
berkurangnya keanekaragaman hayati merupakan tantangan serius dalam mencapai
keberlanjutan lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 1
juta spesies tumbuhan dan hewan berisiko punah dalam beberapa dekade
mendatang akibat aktivitas manusia.⁶ Faktor utama yang menyebabkan penurunan
biodiversitas meliputi:
3.2.1.
Deforestasi dan
Degradasi Hutan
Hutan berperan penting dalam
menyerap karbon dan menjaga keseimbangan ekosistem. Namun, laju
deforestasi global mencapai 10 juta hektar per tahun,
yang sebagian besar terjadi di wilayah tropis seperti Amazon, Asia Tenggara,
dan Afrika.⁷ Penyebab utama deforestasi adalah ekspansi pertanian, pembangunan
infrastruktur, dan eksploitasi kayu secara ilegal.
3.2.2.
Pencemaran
Lingkungan
Pencemaran air, udara, dan
tanah memperburuk kondisi ekosistem. Laporan Global Environment Outlook
(UNEP) menyebutkan bahwa lebih dari 80% air limbah industri
dan domestik dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan yang memadai.⁸
Polusi plastik juga menjadi masalah besar, dengan sekitar 11 juta ton
sampah plastik masuk ke lautan setiap tahun, mengancam kehidupan laut
dan manusia.⁹
3.2.3.
Perubahan Penggunaan
Lahan
Konversi lahan hutan dan rawa
menjadi area pertanian dan perkotaan mengurangi habitat alami bagi spesies
liar. Perubahan ini tidak hanya menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati,
tetapi juga memperburuk perubahan iklim karena tanah yang sebelumnya menyerap
karbon berubah menjadi sumber emisi karbon.¹⁰
3.3.
Polusi dan Limbah
Polusi lingkungan merupakan
dampak negatif dari konsumsi manusia yang tidak berkelanjutan. Tiga bentuk
polusi utama yang paling berdampak pada keberlanjutan lingkungan adalah polusi
udara, air, dan limbah padat.
3.3.1.
Polusi Udara
Polusi udara yang disebabkan
oleh emisi industri, transportasi, dan pembakaran biomassa telah mengakibatkan
peningkatan penyakit pernapasan dan kematian dini.¹¹ Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa sekitar 7 juta orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit yang berkaitan dengan polusi udara.¹²
3.3.2.
Polusi Air
Sumber utama polusi air
meliputi pembuangan limbah industri, pertanian, dan rumah tangga. UNESCO
mencatat bahwa sekitar 1,8 miliar orang di dunia mengonsumsi air yang
terkontaminasi, meningkatkan risiko penyakit seperti kolera dan
disentri.¹³
3.3.3.
Limbah Padat dan
Plastik
Sampah plastik merupakan
tantangan besar dalam keberlanjutan lingkungan. Produksi plastik global telah
meningkat secara drastis dari 2 juta ton per tahun pada tahun 1950
menjadi lebih dari 400 juta ton per tahun saat ini.¹⁴ Sebagian besar
plastik ini berakhir di tempat pembuangan akhir atau mencemari ekosistem laut,
di mana mikroplastik dapat masuk ke rantai makanan manusia.¹⁵
Kesimpulan
Krisis lingkungan global yang
meliputi perubahan iklim, degradasi ekosistem, dan pencemaran lingkungan telah
menjadi tantangan utama dalam mencapai keberlanjutan lingkungan. Tanpa tindakan
konkret, dampak negatif ini akan semakin parah, mengancam keseimbangan ekologi
dan kualitas hidup manusia.
Upaya kolektif dari berbagai
pihak—pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat—diperlukan untuk mengatasi
tantangan ini. Kebijakan yang berbasis sains, transisi menuju energi bersih, serta
perubahan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan merupakan langkah-langkah
penting yang harus segera diimplementasikan.
Catatan Kaki
[1]
IPCC, Climate Change 2022: Impacts, Adaptation, and
Vulnerability (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 15.
[2]
Ibid., 17.
[3]
Paul Hawken, Drawdown: The Most Comprehensive Plan Ever
Proposed to Reverse Global Warming (New York: Penguin Books, 2017),
29.
[4]
Tim Flannery, The Weather Makers: How Man is Changing the
Climate and What It Means for Life on Earth (London: Penguin Books,
2005), 45.
[5]
UNFCCC, The Paris Agreement (Bonn: United
Nations, 2015), 3.
[6]
IPBES, Global Assessment Report on Biodiversity and
Ecosystem Services (Bonn: IPBES, 2019), 9.
[7]
FAO, Global Forest Resources Assessment 2020
(Rome: FAO, 2020), 12.
[8]
UNEP, Global Environment Outlook 6
(Nairobi: UNEP, 2019), 30.
[9]
Jenna Jambeck et al., "Plastic Waste Inputs from Land into the
Ocean," Science 347, no. 6223 (2015): 768.
[10]
William Laurance, Emerging Threats to Tropical Forests
(Chicago: University of Chicago Press, 2006), 21.
[11]
WHO, Air Pollution and Child Health: Prescribing
Clean Air (Geneva: WHO, 2018), 5.
[12]
Ibid., 8.
[13]
UNESCO, World Water Development Report 2020
(Paris: UNESCO, 2020), 19.
[14]
Ellen MacArthur Foundation, The New Plastics Economy: Rethinking the Future
of Plastics (London: Ellen MacArthur Foundation, 2016), 4.
[15]
Richard C. Thompson et al., "Lost at Sea: Where Is All the
Plastic?," Science 304, no. 5672 (2004): 838.
4.
Upaya dan Strategi Keberlanjutan Lingkungan
Untuk menghadapi krisis
lingkungan global, berbagai strategi dan kebijakan telah dikembangkan di
tingkat nasional dan internasional. Upaya keberlanjutan lingkungan mencakup
regulasi pemerintah, inovasi teknologi hijau, serta partisipasi masyarakat
dalam menjaga ekosistem.¹ Kesuksesan dalam penerapan strategi ini bergantung
pada sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah,
industri, akademisi, dan komunitas.
4.1.
Kebijakan dan Regulasi Lingkungan
4.1.1.
Kesepakatan Internasional
tentang Keberlanjutan
Berbagai kesepakatan global
telah disepakati untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan degradasi
lingkungan. Dua perjanjian paling berpengaruh adalah:
1)
Paris
Agreement (2015)
(*) Bertujuan untuk menahan
kenaikan suhu global di bawah 2°C dan berupaya membatasi
hingga 1,5°C
di atas tingkat pra-industri.²
(*) Mendorong negara-negara
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan target yang dapat disesuaikan
secara berkala.³
2)
Sustainable Development Goals (SDGs) PBB
(*) Tujuan ke-13 dari SDGs menekankan
aksi terhadap perubahan iklim, sedangkan tujuan ke-14 dan ke-15 berfokus pada
pelestarian ekosistem laut dan darat.⁴
Selain itu, kesepakatan
seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) dan Konvensi
Ramsar tentang lahan basah juga menjadi bagian dari regulasi global
untuk menjaga keberlanjutan ekosistem.⁵
4.1.2.
Kebijakan Nasional
dan Peraturan Lingkungan
Banyak negara telah
mengadopsi kebijakan lingkungan yang ketat untuk mengurangi dampak negatif
terhadap ekosistem. Contoh kebijakan yang berhasil diterapkan antara lain:
·
Uni
Eropa: Mengimplementasikan kebijakan European
Green Deal yang bertujuan mencapai netralitas karbon pada tahun
2050.⁶
·
Swedia:
Menggunakan pajak karbon untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan
meningkatkan efisiensi energi.⁷
·
Indonesia:
Mengembangkan kebijakan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation
and Forest Degradation) untuk mengurangi laju deforestasi.⁸
4.2.
Teknologi Hijau dan Inovasi
Teknologi hijau memainkan
peran penting dalam mencapai keberlanjutan lingkungan dengan mengurangi
ketergantungan pada sumber daya tak terbarukan dan menekan polusi.
4.2.1.
Energi Terbarukan
Penggunaan sumber energi
terbarukan telah menjadi solusi utama dalam transisi menuju ekonomi rendah
karbon.⁹ Bentuk energi hijau yang semakin berkembang meliputi:
·
Energi
surya: Panel fotovoltaik yang digunakan untuk menghasilkan
listrik tanpa emisi karbon.¹⁰
·
Energi
angin: Turbin angin yang dikembangkan di Eropa dan Amerika
Utara telah menjadi sumber listrik utama bagi banyak negara.¹¹
·
Bioenergi:
Penggunaan biomassa dan biogas sebagai sumber energi alternatif bagi sektor
industri dan transportasi.¹²
4.2.2.
Teknologi Daur Ulang
dan Ekonomi Sirkular
Untuk mengatasi permasalahan
limbah dan polusi, konsep ekonomi sirkular semakin diterapkan
di berbagai negara.¹³ Prinsip ekonomi sirkular meliputi:
·
Mengurangi
penggunaan bahan baku baru dengan meningkatkan efisiensi
produksi.
·
Daur
ulang limbah industri dan rumah tangga untuk menghasilkan
produk baru.¹⁴
·
Penggunaan
material biodegradable yang dapat terurai secara alami untuk
mengurangi polusi plastik.¹⁵
Contoh keberhasilan ekonomi
sirkular dapat ditemukan di Belanda, yang menargetkan 50%
ekonomi sirkular pada tahun 2030 melalui kebijakan “Circular Economy
Action Plan”.¹⁶
4.3.
Peran Individu dan Masyarakat
Keberlanjutan lingkungan
tidak hanya bergantung pada kebijakan dan teknologi, tetapi juga pada
partisipasi individu dan komunitas dalam mengadopsi gaya hidup ramah
lingkungan.
4.3.1.
Gaya Hidup
Berkelanjutan
Setiap individu dapat
berkontribusi dalam mengurangi dampak lingkungan melalui perubahan gaya hidup
sehari-hari, seperti:
·
Konsumsi
berkelanjutan: Memilih produk dengan jejak karbon rendah dan
bahan yang dapat didaur ulang.¹⁷
·
Zero
waste lifestyle: Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan
meningkatkan penggunaan kembali barang.¹⁸
·
Transportasi
ramah lingkungan: Menggunakan kendaraan listrik, sepeda, atau
transportasi umum untuk mengurangi emisi karbon.¹⁹
4.3.2.
Gerakan Sosial dan
Komunitas Hijau
Gerakan lingkungan berbasis
masyarakat telah berkembang di berbagai negara untuk meningkatkan kesadaran dan
aksi kolektif terhadap keberlanjutan. Contoh inisiatif komunitas yang berdampak
besar antara lain:
·
Fridays
for Future: Gerakan yang dipimpin oleh anak muda untuk mendesak
aksi nyata dalam mitigasi perubahan iklim.²⁰
·
Kampung
Iklim di Indonesia: Program berbasis komunitas yang didukung
oleh pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan adaptasi terhadap perubahan
iklim.²¹
Kesimpulan
Upaya dan strategi
keberlanjutan lingkungan mencakup regulasi yang kuat, penerapan teknologi
hijau, dan keterlibatan aktif dari masyarakat. Meskipun banyak tantangan yang
dihadapi, langkah-langkah inovatif dalam energi terbarukan, ekonomi sirkular,
dan gaya hidup berkelanjutan telah menunjukkan hasil yang positif dalam
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan komitmen global yang
lebih kuat, masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan dapat dicapai.
Catatan Kaki
[1]
Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development
(New York: Columbia University Press, 2015), 57.
[2]
UNFCCC, The Paris Agreement (Bonn: United
Nations, 2015), 4.
[3]
Ibid., 6.
[4]
United Nations, Transforming Our World: The 2030 Agenda for
Sustainable Development (New York: United Nations, 2015), 12.
[5]
UNEP, Global Environment Outlook 6
(Nairobi: UNEP, 2019), 29.
[6]
European Commission, The European Green Deal (Brussels:
European Union, 2019), 3.
[7]
The World Bank, Carbon Pricing Watch 2020
(Washington, DC: World Bank, 2020), 8.
[8]
Ministry of Environment and Forestry Indonesia, Indonesia’s
National Action Plan on REDD+ (Jakarta: MOEF, 2017), 5.
[9]
IPCC, Special Report on Renewable Energy Sources and
Climate Change Mitigation (Cambridge: Cambridge University Press,
2011), 9.
[10]
Ibid., 11.
[11]
David Elliott, Renewable Energy: Can It Deliver?
(London: Polity Press, 2018), 35.
[12]
International Energy Agency (IEA), Renewables 2021: Analysis and Forecast to 2026
(Paris: IEA, 2021), 16.
[13]
Ellen MacArthur Foundation, The New Plastics Economy (London:
Ellen MacArthur Foundation, 2016), 2.
[14]
Ibid., 5.
[15]
World Economic Forum, The Future of Nature and Business
(Geneva: WEF, 2020), 7.
[16]
Dutch Ministry of Infrastructure and Water Management, A
Circular Economy in the Netherlands by 2050 (The Hague: Dutch
Government, 2016), 10.
[17]
Kate Raworth, Doughnut Economics (London: Random
House, 2017), 22.
[18]
Bea Johnson, Zero Waste Home (New York:
Scribner, 2013), 15.
[19]
UNEP, Emissions Gap Report 2021 (Nairobi:
UNEP, 2021), 21.
[20]
Greta Thunberg, No One Is Too Small to Make a Difference
(London: Penguin Books, 2019), 5.
[21]
Ministry of Environment and Forestry Indonesia, ProKlim:
Kampung Iklim Program (Jakarta: MOEF, 2020), 3.
5.
Studi Kasus Keberlanjutan Lingkungan
Implementasi keberlanjutan
lingkungan telah dilakukan di berbagai negara dengan pendekatan yang
berbeda-beda. Studi kasus ini menyoroti berbagai praktik terbaik dalam
keberlanjutan lingkungan yang dapat dijadikan contoh bagi negara lain.
Pembahasan ini mencakup negara-negara dengan kebijakan keberlanjutan terbaik,
inisiatif lokal di Indonesia, serta tantangan yang dihadapi dalam implementasi
kebijakan hijau.
5.1.
Negara dengan Praktik Keberlanjutan Terbaik
Beberapa negara telah
berhasil menerapkan kebijakan lingkungan yang efektif dan menjadi model dalam
pembangunan berkelanjutan.
5.1.1.
Swedia: Negara
dengan Transisi Energi Terbarukan Terbaik
Swedia dikenal sebagai salah
satu negara paling progresif dalam penerapan energi terbarukan. Saat ini, lebih
dari 54% energi yang digunakan di Swedia berasal dari sumber energi
terbarukan, termasuk tenaga air, angin, dan biomassa.¹ Pemerintah
Swedia telah menerapkan pajak karbon sejak 1991, yang berhasil
menurunkan emisi karbon lebih dari 25% sejak tahun 1990,
meskipun ekonomi terus berkembang.²
Keberhasilan Swedia dalam
keberlanjutan lingkungan dapat dilihat dari:
·
Investasi
besar dalam energi hijau: Swedia menargetkan untuk mencapai
100% energi bebas fosil pada tahun 2040.³
·
Sistem
transportasi ramah lingkungan: Kota Stockholm telah
mengembangkan sistem transportasi publik berbasis listrik
dan insentif bagi kendaraan rendah emisi.⁴
·
Manajemen
limbah yang efisien: Kurang dari 1% limbah rumah tangga di Swedia
berakhir di tempat pembuangan akhir, karena lebih dari 99%
limbah didaur ulang atau diubah menjadi energi.⁵
5.1.2.
Jerman: Pemimpin
dalam Kebijakan Energi Hijau (Energiewende)
Jerman telah meluncurkan
kebijakan Energiewende (energy transition), yang
bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan
penggunaan energi terbarukan. Pada tahun 2022, sekitar 46% dari listrik
Jerman berasal dari sumber terbarukan, termasuk tenaga angin dan
surya.⁶
Strategi keberlanjutan Jerman
meliputi:
·
Subsidi
energi hijau: Pemerintah memberikan insentif bagi rumah tangga
dan bisnis untuk mengadopsi panel surya dan turbin angin.⁷
·
Penutupan
pembangkit listrik berbasis batu bara: Jerman berencana untuk
menutup semua pembangkit listrik tenaga batu bara pada tahun 2038.⁸
·
Investasi
dalam inovasi teknologi hijau: Jerman merupakan salah satu
negara terdepan dalam penelitian baterai dan penyimpanan energi terbarukan.⁹
5.1.3.
Kosta Rika: Negara
Netral Karbon dengan Keanekaragaman Hayati Tinggi
Kosta Rika adalah contoh
negara yang sukses dalam konservasi lingkungan dan transisi menuju netralitas
karbon. Sekitar 99% listrik Kosta Rika berasal dari energi terbarukan,
terutama tenaga air, angin, dan geotermal.¹⁰ Selain itu, negara ini telah
melestarikan lebih dari 30% wilayahnya sebagai taman nasional dan cagar
alam.¹¹
Strategi utama Kosta Rika
dalam keberlanjutan meliputi:
·
Pelestarian
hutan dan keanekaragaman hayati: Pemerintah menerapkan skema
pembayaran jasa lingkungan (Payment for Ecosystem Services/PES).¹²
·
Investasi
dalam ekowisata: Sektor ekowisata telah menjadi pilar ekonomi
utama, menghasilkan pendapatan signifikan tanpa merusak ekosistem.¹³
5.2.
Inisiatif Lokal di Indonesia
Indonesia, sebagai negara
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, telah mengembangkan berbagai
inisiatif keberlanjutan, baik di tingkat nasional maupun komunitas lokal.
5.2.1.
Program Kampung
Iklim (ProKlim)
ProKlim merupakan program
yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim.¹⁴ Program ini melibatkan ribuan desa di seluruh
Indonesia dalam aksi penghijauan, pengelolaan sampah, dan konservasi air.¹⁵
5.2.2.
Pengembangan
Ekowisata Berbasis Masyarakat
Ekowisata telah berkembang
pesat di Indonesia sebagai strategi keberlanjutan. Contoh keberhasilannya
adalah:
·
Taman
Nasional Tanjung Puting, Kalimantan: Menjadi destinasi utama
untuk wisata orangutan dengan keterlibatan komunitas lokal dalam konservasi.¹⁶
·
Pulau
Komodo, Nusa Tenggara Timur: Pemerintah mengatur batas jumlah
pengunjung untuk mencegah degradasi ekosistem.¹⁷
5.2.3.
Program Rehabilitasi
Hutan dan Mangrove
Indonesia memiliki salah satu
program restorasi mangrove terbesar di dunia, dengan target rehabilitasi 600.000
hektar hutan mangrove pada tahun 2024.¹⁸ Restorasi mangrove penting
karena dapat menyerap lebih banyak karbon dibandingkan hutan daratan dan
melindungi pesisir dari abrasi.¹⁹
5.3.
Keberhasilan dan Tantangan dalam Implementasi
Keberlanjutan
Meskipun banyak negara telah
berhasil menerapkan kebijakan keberlanjutan, terdapat berbagai tantangan yang
masih harus diatasi.
5.3.1.
Keberhasilan dalam
Implementasi
·
Penurunan
emisi karbon di beberapa negara maju seperti Swedia dan Jerman
menunjukkan bahwa transisi energi hijau dapat berjalan dengan baik jika
didukung oleh kebijakan yang kuat.
·
Peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup berkelanjutan, seperti
konsumsi produk ramah lingkungan dan pengurangan limbah plastik.
5.3.2.
Tantangan yang
Dihadapi
·
Ketimpangan
antara negara maju dan berkembang: Banyak negara berkembang
yang masih bergantung pada bahan bakar fosil karena keterbatasan infrastruktur
energi terbarukan.²⁰
·
Krisis
ekonomi dan politik: Beberapa negara mengalami kesulitan dalam
mempertahankan kebijakan lingkungan akibat perubahan pemerintahan dan
kepentingan ekonomi jangka pendek.²¹
·
Perubahan
iklim yang semakin cepat: Meski banyak upaya dilakukan, dampak
perubahan iklim yang sudah terjadi membuat mitigasi menjadi semakin kompleks.
Kesimpulan
Studi kasus dari berbagai
negara menunjukkan bahwa keberlanjutan lingkungan dapat dicapai melalui
kombinasi kebijakan pemerintah, teknologi hijau, dan partisipasi masyarakat.
Meskipun masih ada banyak tantangan, model keberlanjutan dari Swedia, Jerman, dan
Kosta Rika, serta inisiatif lokal di Indonesia, memberikan contoh nyata bahwa
tindakan nyata dapat membawa perubahan positif dalam perlindungan lingkungan.
Catatan Kaki
[1]
Swedish Ministry of Energy, Sweden’s Energy Policy (Stockholm:
Government of Sweden, 2021), 7.
[2]
World Bank, Carbon Pricing Watch 2022
(Washington, DC: World Bank, 2022), 4.
[3]
Swedish Energy Agency, Renewable Energy Development in Sweden
(Stockholm: SEA, 2021), 12.
[4]
Stockholm Municipality, Sustainable Transportation Plan
(Stockholm: STM, 2020), 8.
[5]
Swedish Waste Management Association, Waste to Energy in Sweden
(Stockholm: SWMA, 2020), 6.
[6]
German Federal Ministry for Economic Affairs and Climate Action, The
Energiewende (Berlin: BMWK, 2021), 9.
[7]
Ibid., 13.
[8]
IEA, Coal Phase-Out Policies in Germany
(Paris: IEA, 2022), 5.
[9]
Ibid., 7.
[10]
Costa Rica Energy Authority, Renewable Energy in Costa Rica (San
José: CREA, 2022), 4.
[11]
Ibid., 6.
[12]
UNEP, Global Biodiversity Outlook
(Nairobi: UNEP, 2020), 9.
[13]
Ibid., 10.
[14]
KLHK, Program Kampung Iklim (ProKlim)
(Jakarta: KLHK, 2021), 5.
[15]
Ibid., 8.
[16]
WWF Indonesia, Orangutan Conservation in Kalimantan
(Jakarta: WWF, 2022), 12.
[17]
UNESCO, Komodo National Park (Paris:
UNESCO, 2021), 6.
[18]
KLHK, National Mangrove Restoration Plan
(Jakarta: KLHK, 2022), 3.
[19]
Ibid., 5.
[20]
United Nations Development Programme (UNDP), Bridging
the Gap: Addressing Sustainability Challenges in Developing Countries (New
York: UNDP, 2021), 14.
[21]
International Institute for Sustainable Development
(IISD), The Impact of Political and Economic Crises on Environmental Policy
(Geneva: IISD, 2022), 7.
6.
Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1.
Ringkasan Pembahasan
Keberlanjutan lingkungan
merupakan aspek krusial dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan
kelestarian ekosistem. Studi yang telah dibahas menunjukkan bahwa berbagai
negara telah mengembangkan kebijakan dan strategi berbasis keberlanjutan untuk
mengurangi dampak perubahan iklim, mengatasi degradasi ekosistem, dan mengelola
sumber daya secara bijaksana.¹
Perubahan iklim dan
degradasi lingkungan menjadi tantangan utama yang mengancam kehidupan
manusia dan keberlanjutan bumi. Peningkatan suhu global, polusi, serta
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan telah menimbulkan dampak negatif
terhadap ekosistem dan kesejahteraan sosial-ekonomi.² Negara-negara seperti Swedia,
Jerman, dan Kosta Rika telah menunjukkan keberhasilan dalam
mengimplementasikan kebijakan energi hijau, konservasi alam, dan manajemen
limbah yang efisien.³
Di Indonesia, inisiatif
seperti Program Kampung Iklim (ProKlim), pengembangan ekowisata, serta
rehabilitasi hutan mangrove merupakan langkah progresif dalam
mendorong keberlanjutan lingkungan. Namun, masih terdapat tantangan besar dalam
implementasi kebijakan, termasuk ketimpangan akses teknologi, kurangnya
kesadaran masyarakat, serta tekanan ekonomi yang menghambat transisi ke sistem
yang lebih ramah lingkungan.⁴
6.2.
Tantangan ke Depan
Meskipun banyak negara telah
berupaya menerapkan kebijakan keberlanjutan, tantangan yang dihadapi masih
cukup besar, antara lain:
1)
Ketergantungan
pada bahan bakar fosil
Transisi ke energi terbarukan masih
menghadapi hambatan dari industri bahan bakar fosil yang memiliki kepentingan
ekonomi besar.⁵
2)
Krisis
air dan pangan akibat perubahan iklim
Kekeringan, banjir, dan perubahan cuaca
ekstrem mengancam ketahanan pangan dan pasokan air bersih di banyak negara.⁶
3)
Kurangnya
partisipasi dan kesadaran masyarakat
Masih banyak individu dan komunitas yang
belum menyadari pentingnya keberlanjutan lingkungan dan dampaknya terhadap
kehidupan.⁷
4)
Hambatan
ekonomi dan politik
Beberapa negara berkembang menghadapi
kesulitan dalam mendanai proyek keberlanjutan akibat ketidakstabilan ekonomi
dan politik.⁸
Untuk mengatasi tantangan
ini, dibutuhkan kebijakan yang lebih tegas, inovasi teknologi yang lebih
inklusif, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam upaya pelestarian
lingkungan.
6.3.
Rekomendasi untuk Berbagai Pihak
Agar keberlanjutan lingkungan
dapat dicapai secara efektif, diperlukan kerja sama antara berbagai sektor,
termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Berikut adalah beberapa
rekomendasi yang dapat diterapkan:
6.3.1.
Rekomendasi untuk
Pemerintah
1)
Memperkuat
regulasi dan kebijakan lingkungan
Menetapkan target yang lebih ambisius
dalam pengurangan emisi karbon dan konservasi alam.⁹
2)
Meningkatkan
investasi dalam energi terbarukan
Mendorong pengembangan tenaga surya,
angin, dan bioenergi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.¹⁰
3)
Menyediakan
insentif bagi industri hijau
Memberikan subsidi dan kemudahan
investasi bagi perusahaan yang menerapkan prinsip ekonomi hijau.¹¹
6.3.2.
Rekomendasi untuk
Masyarakat
1)
Mengadopsi
gaya hidup berkelanjutan
Mengurangi konsumsi energi, menggunakan
produk ramah lingkungan, dan mengurangi limbah plastik.¹²
2)
Mendukung
gerakan lingkungan dan komunitas hijau
Berpartisipasi dalam program daur ulang,
penghijauan, dan edukasi lingkungan.¹³
3)
Menggunakan
transportasi ramah lingkungan
Beralih ke transportasi umum, bersepeda,
atau kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon.¹⁴
6.3.3.
Rekomendasi untuk
Sektor Swasta
1)
Mengembangkan
model bisnis berbasis keberlanjutan
Menerapkan prinsip ekonomi sirkular
dalam produksi dan distribusi.¹⁵
2)
Mengurangi
dampak lingkungan dari proses industri
Berinvestasi dalam teknologi ramah
lingkungan dan mengurangi limbah industri.¹⁶
3)
Berperan
dalam edukasi dan inovasi hijau
Menyediakan program CSR yang berfokus
pada pelestarian lingkungan dan penelitian energi hijau.¹⁷
Kesimpulan Akhir
Keberlanjutan lingkungan
bukan sekadar konsep, tetapi sebuah kebutuhan mendesak dalam menghadapi
tantangan global seperti perubahan iklim, polusi, dan degradasi ekosistem.
Melalui kebijakan yang kuat, inovasi teknologi, dan keterlibatan masyarakat,
keberlanjutan dapat diwujudkan untuk memastikan bahwa sumber daya alam tetap
tersedia bagi generasi mendatang.
Keberhasilan negara-negara
seperti Swedia, Jerman, dan Kosta Rika menunjukkan bahwa dengan strategi yang
tepat, transisi menuju ekonomi hijau dan energi bersih dapat dicapai. Indonesia
juga memiliki potensi besar dalam keberlanjutan lingkungan melalui kebijakan
yang lebih progresif dan partisipasi aktif masyarakat. Namun, tantangan seperti
keterbatasan infrastruktur, ketimpangan ekonomi, dan kurangnya kesadaran publik
harus segera diatasi agar keberlanjutan lingkungan dapat menjadi realitas yang
lebih luas.
Dengan langkah-langkah
konkret dari semua pihak, masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bukan
hanya sekadar harapan, tetapi juga sebuah kemungkinan nyata yang dapat dicapai
dalam waktu dekat.
Catatan Kaki
[1]
Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development
(New York: Columbia University Press, 2015), 72.
[2]
IPCC, Climate Change 2022: Impacts, Adaptation, and
Vulnerability (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 15.
[3]
UNEP, Global Environment Outlook 6
(Nairobi: UNEP, 2019), 31.
[4]
Ministry of Environment and Forestry Indonesia, ProKlim:
Kampung Iklim Program (Jakarta: MOEF, 2020), 4.
[5]
The World Bank, Carbon Pricing Watch 2022
(Washington, DC: World Bank, 2022), 7.
[6]
FAO, The State of Food Security and Nutrition in the
World 2021 (Rome: FAO, 2021), 12.
[7]
UNESCO, Education for Sustainable Development Goals
(Paris: UNESCO, 2017), 9.
[8]
IISD, The Impact of Political and Economic Crises on
Environmental Policy (Geneva: IISD, 2022), 8.
[9]
UNFCCC, The Paris Agreement (Bonn: United
Nations, 2015), 5.
[10]
IEA, Renewables 2021: Analysis and Forecast to 2026
(Paris: IEA, 2021), 19.
[11]
Ellen MacArthur Foundation, A New Dynamic: Effective Business in a Circular
Economy (London: Ellen MacArthur Foundation, 2014), 7.
[12]
Bea Johnson, Zero Waste Home (New York:
Scribner, 2013), 21.
[13]
Greta Thunberg, No One Is Too Small to Make a Difference
(London: Penguin Books, 2019), 6.
[14]
UNEP, Emissions Gap Report 2021 (Nairobi:
UNEP, 2021), 22.
[15]
Kate Raworth, Doughnut Economics (London: Random
House, 2017), 35.
[16]
The World Economic Forum, The Future of Nature and Business
(Geneva: WEF, 2020), 10.
[17]
Dutch Ministry of Infrastructure and Water Management, A
Circular Economy in the Netherlands by 2050 (The Hague: Dutch
Government, 2016), 12.
Daftar Pustaka
Buku
·
Bea, J. (2013). Zero
waste home: The ultimate guide to simplifying your life by reducing your waste.
Scribner.
·
Blewitt, J. (2017). Understanding
sustainable development (2nd ed.). Routledge.
·
Elliott, D. (2018). Renewable
energy: Can it deliver? Polity Press.
·
Ehrlich, P. R., &
Ehrlich, A. H. (1968). The population bomb. Ballantine Books.
·
Flannery, T. (2005). The
weather makers: How man is changing the climate and what it means for life on
earth. Penguin Books.
·
Hawken, P. (2017). Drawdown:
The most comprehensive plan ever proposed to reverse global warming.
Penguin Books.
·
Jackson, T. (2017). Prosperity
without growth: Foundations for the economy of tomorrow. Routledge.
·
Johnson, B. (2013). Zero
waste home. Scribner.
·
Laurance, W. (2006). Emerging
threats to tropical forests. University of Chicago Press.
·
MacArthur, E. (2014). A
new dynamic: Effective business in a circular economy. Ellen MacArthur
Foundation.
·
Oreskes, N., & Conway,
E. M. (2010). Merchants of doubt. Bloomsbury Press.
·
Raworth, K. (2017). Doughnut
economics: Seven ways to think like a 21st-century economist. Random
House.
·
Rees, W. E., &
Wackernagel, M. (1996). Our ecological footprint: Reducing human impact on
the earth. New Society Publishers.
·
Sachs, J. D. (2015). The
age of sustainable development. Columbia University Press.
·
Sen, A. (1999). Development
as freedom. Oxford University Press.
·
Thunberg, G. (2019). No
one is too small to make a difference. Penguin Books.
·
World Commission on
Environment and Development (WCED). (1987). Our common future. Oxford
University Press.
Jurnal Ilmiah
·
Jambeck, J., Geyer, R.,
Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., & Law, K. L. (2015).
Plastic waste inputs from land into the ocean. Science, 347(6223),
768-771. https://doi.org/10.1126/science.1260352
·
Thompson, R. C., Moore, C.
J., vom Saal, F. S., & Swan, S. H. (2009). Plastics, the environment and
human health: Current consensus and future trends. Philosophical Transactions
of the Royal Society B: Biological Sciences, 364(1526), 2153-2166. https://doi.org/10.1098/rstb.2009.0053
·
United Nations Development
Programme (UNDP). (2021). Bridging the gap: Addressing sustainability
challenges in developing countries. https://www.undp.org
·
World Economic Forum.
(2020). The future of nature and business. https://www.weforum.org
Laporan Lembaga Internasional
·
Food and Agriculture
Organization (FAO). (2020). Global forest resources assessment 2020.
Rome: FAO. https://www.fao.org
·
Food and Agriculture
Organization (FAO). (2021). The state of food security and nutrition in the
world 2021. Rome: FAO.
·
Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC). (2011). Special report on renewable energy sources
and climate change mitigation. Cambridge University Press.
·
Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC). (2022). Climate change 2022: Impacts, adaptation,
and vulnerability. Cambridge University Press.
·
Ministry of Environment and
Forestry Indonesia. (2020). ProKlim: Kampung Iklim program. Jakarta:
KLHK.
·
Ministry of Environment and
Forestry Indonesia. (2022). National mangrove restoration plan.
Jakarta: KLHK.
·
Swedish Ministry of Energy.
(2021). Sweden’s energy policy. Stockholm: Government of Sweden.
·
The World Bank. (2022). Carbon
pricing watch 2022. Washington, DC: World Bank.
·
United Nations Environment
Programme (UNEP). (2019). Global environment outlook 6. Nairobi: UNEP.
·
United Nations Environment
Programme (UNEP). (2021). Emissions gap report 2021. Nairobi: UNEP.
·
United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization (UNESCO). (2017). Education for
sustainable development goals: Learning objectives. Paris: UNESCO.
·
United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC). (2015). The Paris Agreement.
Bonn: United Nations.
·
Yale Center for
Environmental Law & Policy. (2022). 2022 Environmental Performance
Index. New Haven: Yale University Press.
Sumber dari Kebijakan dan
Organisasi Internasional
·
Dutch Ministry of
Infrastructure and Water Management. (2016). A circular economy in the
Netherlands by 2050. The Hague: Dutch Government.
·
European Commission.
(2019). The European Green Deal. Brussels: European Union.
·
German Federal Ministry for
Economic Affairs and Climate Action. (2021). The Energiewende. Berlin:
BMWK.
·
International Energy Agency
(IEA). (2021). Renewables 2021: Analysis and forecast to 2026. Paris:
IEA.
·
International Institute for
Sustainable Development (IISD). (2022). The impact of political and
economic crises on environmental policy. Geneva: IISD.
·
Swedish Energy Agency.
(2021). Renewable energy development in Sweden. Stockholm: SEA.
·
World Wide Fund for Nature
(WWF). (2022). Orangutan conservation in Kalimantan. Jakarta: WWF.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar