Sejarah Kebudayaan Islam
Nilai Posistif Pemikiran Para Pembaharu dalam Islam
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI)
Kelas : 11 (Sebelas)
Abstrak
Gerakan pembaruan dalam Islam merupakan upaya untuk
menghidupkan kembali ajaran Islam yang autentik serta menyesuaikannya dengan
tantangan zaman tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya. Artikel ini
mengkaji nilai-nilai positif dari pemikiran para pembaharu Islam berdasarkan
kajian komprehensif terhadap kitab-kitab sejarah Islam klasik, literatur
sejarah kebudayaan Islam, dan jurnal ilmiah Islami. Kajian ini mencakup
analisis terhadap konsep pembaruan dalam Islam, tokoh-tokoh pembaharu dari
berbagai periode sejarah, serta dampak pemikiran mereka terhadap dunia Islam.
Hasil kajian menunjukkan bahwa gerakan pembaruan
Islam telah memberikan kontribusi besar dalam berbagai aspek, termasuk
revitalisasi pemikiran Islam, modernisasi sistem pendidikan, kebangkitan
politik Islam, reformasi sosial dan ekonomi, serta pemurnian akidah. Gerakan
ini juga telah mempengaruhi struktur sosial dan politik di dunia Islam,
mendorong pengembangan sistem ekonomi Islam, serta menegaskan pentingnya Islam
yang moderat dan toleran.
Dalam kesimpulannya, artikel ini menegaskan bahwa
gerakan pembaruan Islam bukan hanya berperan dalam menjaga keautentikan ajaran
Islam, tetapi juga dalam membangun peradaban Islam yang lebih dinamis dan
adaptif terhadap perkembangan zaman. Rekomendasi yang diberikan meliputi
perlunya penguatan pemahaman terhadap konsep pembaruan, peningkatan kualitas
pendidikan Islam, promosi moderasi Islam, serta pengembangan kebijakan ekonomi
dan politik yang berbasis pada nilai-nilai Islam.
Kata Kunci: Gerakan Pembaruan Islam, Tajdid, Ijtihad, Pemikiran
Islam, Modernisasi Islam, Pendidikan Islam, Politik Islam, Ekonomi Islam,
Moderasi Islam.
PEMBAHASAN
Nilai Posistif Pemikiran Para Pembaharu dalam Islam
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI)
Kelas : 11 (Sebelas)
Bab : Bab 11 -
Nilai Posistif Pemikiran Para Pembaharu dalam Islam
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Islam sebagai agama
yang sempurna telah mengajarkan umatnya untuk selalu berkembang dan
menyesuaikan diri dengan tantangan zaman tanpa menghilangkan esensi ajarannya.
Konsep Tajdid
(pembaruan) dalam Islam merupakan bagian dari dinamika keilmuan Islam yang
bertujuan untuk menjaga kemurnian
ajaran Islam sekaligus menjawab tantangan zaman yang terus berkembang. Dalam
sejarah Islam, banyak tokoh yang melakukan pembaruan di berbagai bidang, mulai
dari teologi, fikih, pendidikan, hingga sosial-politik.
Gerakan pembaruan
dalam Islam lahir sebagai respons terhadap tantangan eksternal seperti
kolonialisme, serta tantangan internal seperti stagnasi intelektual dan
dekadensi moral umat Islam. Muhammad Abduh, salah satu tokoh pembaru Islam abad
ke-19, menekankan bahwa umat Islam harus kembali kepada Ijtihad
dan menjauhi taklid buta agar Islam tetap relevan di era modern tanpa
kehilangan identitasnya.¹ Gagasan ini juga sejalan dengan pemikiran Ibn Khaldun
yang dalam Muqaddimah-nya
menekankan pentingnya siklus peradaban yang selalu bergerak maju dengan inovasi
dalam berbagai aspek kehidupan.²
Oleh karena itu,
mempelajari nilai-nilai positif dari pemikiran para pembaharu Islam sangatlah
penting. Kajian ini tidak hanya akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam
tentang konsep pembaruan, tetapi juga bagaimana pemikiran tersebut berdampak
terhadap dunia Islam, baik di masa lalu maupun saat ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Untuk memahami lebih
dalam tentang nilai positif
pemikiran para pembaharu Islam, beberapa pertanyaan perlu dikaji dalam
pembahasan ini:
1)
Apa yang dimaksud dengan
gerakan pembaruan dalam Islam?
2)
Siapa saja tokoh-tokoh
utama dalam gerakan pembaruan Islam?
3)
Apa saja nilai-nilai
positif yang terkandung dalam pemikiran para pembaharu Islam?
4)
Bagaimana pengaruh gerakan
pembaruan terhadap perkembangan dunia Islam?
Kajian ini akan
mengupas secara komprehensif pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengacu pada
sumber-sumber primer dan
sekunder yang kredibel, termasuk kitab-kitab sejarah Islam klasik, literatur
sejarah kebudayaan Islam, serta jurnal-jurnal ilmiah Islami.
1.3.
Tujuan Pembahasan
Kajian ini bertujuan
untuk:
1)
Memahami konsep dasar
pembaruan dalam Islam berdasarkan perspektif para ulama dan intelektual Muslim.
2)
Menganalisis pemikiran dan
kontribusi tokoh-tokoh pembaru Islam dari berbagai periode sejarah.
3)
Mengidentifikasi
nilai-nilai positif yang terkandung dalam gerakan pembaruan Islam, baik dalam
aspek keagamaan, sosial, politik, maupun pendidikan.
4)
Menjelaskan dampak gerakan
pembaruan terhadap perkembangan peradaban Islam dan relevansinya bagi kehidupan
Muslim saat ini.
Diharapkan melalui
pembahasan ini, kita dapat memahami bahwa pembaruan bukanlah suatu ancaman bagi
Islam, tetapi justru merupakan bagian dari dinamika Islam yang selalu relevan dalam berbagai kondisi
zaman. Seperti yang ditegaskan oleh Yusuf al-Qaradawi, pembaruan harus berjalan
dalam koridor yang seimbang antara pemeliharaan tradisi dan inovasi, sehingga
Islam tetap bersifat dinamis tanpa kehilangan prinsip-prinsipnya.³
Footnotes
[1]
Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt: A Study of the
Modern Reform Movement Inaugurated by Muhammad Abduh (London: Oxford
University Press, 1933), 42.
[2]
Ibn Khaldun, The Muqaddimah: An Introduction to History, terj.
Franz Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 52.
[3]
Yusuf al-Qaradawi, Priorities of the Islamic Movement in the Coming
Phase (Swansea: Awakening Publications, 2000), 67.
2.
Konsep Pembaruan dalam Islam
2.1.
Definisi dan Ruang Lingkup Pembaruan Islam
Pembaruan dalam
Islam atau Tajdid
berasal dari kata jaddada, yang berarti memperbarui
atau menghidupkan kembali sesuatu. Dalam konteks keagamaan, Tajdid
bermakna mengembalikan Islam kepada kemurnian ajarannya yang berdasarkan
Al-Qur'an dan Sunnah, sembari menyesuaikan penerapannya dengan tantangan
zaman.¹ Konsep ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw yang menyatakan
bahwa Allah akan mengutus seorang pembaru (mujaddid) pada setiap awal abad
untuk memperbarui ajaran agama-Nya:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ
لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا
دِينَهَا
"Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk
umat ini pada setiap awal seratus tahun seorang yang akan memperbarui urusan
agamanya." (HR. Abu Dawud, no. 4291)²
Secara historis,
konsep Tajdid
telah diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam, seperti
teologi, fikih, sosial, politik, dan pendidikan. Para ulama klasik seperti
Al-Ghazali dan Ibn Taimiyah menghubungkan Tajdid dengan upaya menghidupkan
kembali nilai-nilai Islam yang lurus dan membersihkannya dari penyimpangan.³
Sementara itu, dalam konteks modern, pembaruan Islam juga mencakup aspek
sosial-politik serta upaya menghadapi modernitas dan kolonialisme.⁴
Dalam
perkembangannya, gerakan pembaruan Islam terbagi menjadi dua pendekatan utama:
1)
Pembaruan Tekstual
(Salafi Tradisionalis)
Kelompok ini berusaha mengembalikan pemahaman
Islam kepada ajaran generasi pertama Islam (Salafus Shalih) dan menolak
berbagai bentuk inovasi (bid’ah). Contohnya adalah gerakan yang
dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.⁵
2)
Pembaruan Kontekstual
(Modernis Islam)
Kelompok ini berusaha menyesuaikan ajaran Islam
dengan perkembangan zaman melalui pendekatan rasional dan reformasi sosial.
Pemikir seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh berupaya
mengintegrasikan Islam dengan sains dan modernitas tanpa meninggalkan
nilai-nilai fundamental Islam.⁶
2.2.
Landasan Teologis Pembaruan dalam Islam
Pembaruan dalam
Islam memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Beberapa ayat
Al-Qur'an yang menjadi landasan bagi konsep pembaruan antara lain:
·
Al-Hadid
(57:16):
أَلَمْ يَأْنِ
لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ
الْحَقِّ
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang
yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang
telah turun kepada mereka?"
Ayat ini sering dikaitkan dengan
perlunya pembaruan spiritual dan intelektual dalam Islam.⁷
·
Al-Mujadilah
(58:11):
يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ
"Allah akan meninggikan derajat
orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat."
Ayat ini menunjukkan bahwa pembaruan
dalam Islam harus berbasis ilmu pengetahuan dan pemahaman yang mendalam.⁸
Selain itu, hadis
Nabi yang menyatakan bahwa Islam akan selalu relevan di setiap zaman juga
menjadi dasar bagi pentingnya pembaruan:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ
مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Akan senantiasa ada sekelompok dari
umatku yang berperang di atas kebenaran dalam keadaan menang hingga datangnya
hari kiamat." (HR. Muslim, no. 1920)⁹
Para ulama seperti
Ibn Taimiyah menekankan bahwa pembaruan dalam Islam harus dilakukan dengan
tetap berpegang pada prinsip Ijtihad yang benar, bukan sekadar
mengikuti tren atau perubahan sosial yang bertentangan dengan syariat.¹⁰ Dalam
konteks modern, Yusuf al-Qaradawi mengusulkan konsep Al-Wasathiyyah
(moderasi) sebagai pendekatan dalam pembaruan Islam agar umat Islam tidak
terjebak dalam ekstremisme atau liberalisme yang berlebihan.¹¹
Dengan demikian,
pembaruan dalam Islam bukanlah sekadar inovasi sosial atau modernisasi, tetapi
merupakan bagian dari dinamika keilmuan Islam yang harus berlandaskan
Al-Qur'an, Sunnah, serta pemahaman ulama yang kompeten.
Footnotes
[1]
Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan
(Jakarta: Mizan, 1999), 18.
[2]
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, no. 4291.
[3]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, vol. 1 (Cairo: Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, 1993), 12.
[4]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939
(Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 45.
[5]
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab al-Tauhid (Riyadh: Maktabah
Riyadh al-Hadithah, 1982), 67.
[6]
Jamaluddin Al-Afghani, Refutation of the Materialists (Delhi:
Islamic Book Service, 2005), 23.
[7]
Al-Qur’an, Surat Al-Hadid (57:16).
[8]
Al-Qur’an, Surat Al-Mujadilah (58:11).
[9]
Muslim, Sahih Muslim, no. 1920.
[10]
Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, vol. 19 (Cairo: Dar al-Wafa,
1991), 320.
[11]
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid ad-Din (Cairo:
Maktabah Wahbah, 2010), 112.
3.
Tokoh-Tokoh Pembaharu dalam Sejarah Islam dan
Pemikirannya
Pembaruan dalam
Islam telah berlangsung sejak masa awal perkembangan Islam hingga era modern.
Para pembaharu (mujaddid) berperan dalam
menghidupkan kembali ajaran Islam, menyempurnakan pemahaman keagamaan, dan
menyesuaikan Islam dengan tantangan zaman tanpa mengorbankan prinsip-prinsip
dasarnya.¹ Para tokoh ini berasal dari berbagai disiplin ilmu, termasuk fikih,
teologi, filsafat, politik, dan pendidikan. Berikut adalah beberapa pembaharu
utama dalam sejarah Islam yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan
pemikiran Islam.
3.1.
Pembaharu dalam Periode Klasik
3.1.1.
Imam
Abu Hanifah (699–767 M)
Imam Abu Hanifah
dikenal sebagai pendiri mazhab Hanafi, yang menekankan penggunaan ra’yu
(nalar) dan qiyas (analogi) dalam menetapkan
hukum Islam.² Pendekatannya yang fleksibel terhadap hukum Islam menjadikan
mazhab Hanafi lebih adaptif terhadap berbagai budaya dan kondisi sosial di
dunia Islam.³
3.1.2. Al-Ghazali (1058–1111 M)
Al-Ghazali dianggap
sebagai pembaru dalam bidang teologi dan tasawuf. Dalam karyanya Ihya
Ulum al-Din, ia menekankan pentingnya keseimbangan antara syariat
dan tasawuf, serta mengkritik filsafat rasionalistik yang dianggapnya
bertentangan dengan akidah Islam.⁴ Pemikirannya membantu membangun pemahaman
yang lebih moderat dalam Islam.
3.1.3. Ibn Taimiyah (1263–1328 M)
Ibn Taimiyah
menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah serta menolak taklid
buta terhadap mazhab tertentu.⁵ Ia juga mengkritik praktik bid’ah dalam Islam
serta menyerukan pembaruan dalam bidang akidah dan sosial-politik.⁶
3.2.
Pembaharu dalam Periode Pertengahan
3.2.1. Ibnu Khaldun (1332–1406 M)
Ibnu Khaldun dikenal
sebagai bapak sosiologi Islam melalui karyanya Muqaddimah.⁷ Ia memperkenalkan
teori siklus peradaban yang menjelaskan bagaimana bangsa-bangsa bangkit dan
runtuh. Pandangannya tentang sejarah dan peradaban sangat berpengaruh dalam
kajian ilmu sosial modern.⁸
3.2.2. Syah Waliyullah ad-Dihlawi
(1703–1762 M)
Syah Waliyullah
berasal dari India dan berupaya memperbaharui Islam melalui pendekatan yang
berbasis pada sintesis antara wahyu dan akal.⁹ Ia menyerukan reformasi dalam pemikiran
Islam dan menyerukan perlunya pemahaman yang lebih dalam terhadap Al-Qur'an dan
Sunnah dengan mempertimbangkan realitas sosial.¹⁰
3.3.
Pembaharu dalam Periode Modern
3.3.1. Jamaluddin Al-Afghani (1838–1897
M)
Jamaluddin
Al-Afghani adalah pelopor gerakan Pan-Islamisme yang menyerukan persatuan dunia
Islam dalam menghadapi kolonialisme Barat.¹¹ Ia menekankan pentingnya
kebangkitan intelektual dan kemandirian politik umat Islam.¹²
3.3.2. Muhammad Abduh (1849–1905 M)
Muhammad Abduh,
murid Al-Afghani, berusaha mereformasi Islam dengan menekankan pentingnya
rasionalitas dan pendidikan.¹³ Dalam karyanya Risalah al-Tauhid, ia menekankan
bahwa Islam tidak bertentangan dengan akal dan sains.¹⁴
3.3.3. Rasyid Ridha (1865–1935 M)
Rasyid Ridha
melanjutkan gagasan Muhammad Abduh dengan mendirikan majalah Al-Manar,
yang menjadi sarana dakwah dan reformasi Islam.¹⁵ Ia juga menekankan pentingnya
pembaruan politik Islam melalui konsep negara Islam yang lebih modern.¹⁶
3.3.4. Hasan Al-Banna (1906–1949 M)
Hasan Al-Banna
mendirikan Ikhwanul Muslimin di Mesir sebagai gerakan yang berupaya
mengembalikan Islam dalam kehidupan sosial dan politik.¹⁷ Ia menekankan
pentingnya penerapan syariat Islam secara bertahap dalam kehidupan masyarakat
Muslim.¹⁸
3.3.5. Muhammad Iqbal (1877–1938 M)
Muhammad Iqbal
adalah pemikir Muslim dari India yang menekankan pentingnya kebangkitan
spiritual dan intelektual umat Islam.¹⁹ Dalam karyanya The
Reconstruction of Religious Thought in Islam, ia menyerukan
perlunya reinterpretasi Islam agar tetap relevan di era modern.²⁰
Kesimpulan
Para pembaharu dalam
Islam telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga relevansi Islam di setiap
zaman. Mereka berperan dalam membangun sistem pemikiran Islam yang lebih
rasional, dinamis, dan sesuai dengan tantangan zaman. Pembaruan ini tidak hanya
berpengaruh dalam bidang keilmuan, tetapi juga dalam sosial-politik dan
pendidikan, memberikan umat Islam panduan untuk menghadapi tantangan global
dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam.
Footnotes
[1]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 23.
[2]
Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories
(Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 112.
[3]
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (Oxford: Clarendon
Press, 1964), 56.
[4]
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, vol. 1 (Cairo: Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, 1993), 87.
[5]
Ibn Taimiyah, Majmu' al-Fatawa, vol. 19 (Cairo: Dar al-Wafa,
1991), 298.
[6]
Henri Laoust, Essai sur les doctrines sociales et politiques de
Takī-d-Dīn Aḥmad b. Taimīya (Cairo: Institut Français d’Archéologie
Orientale, 1939), 123.
[7]
Ibn Khaldun, The Muqaddimah: An Introduction to History, terj.
Franz Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 77.
[8]
Ibid., 101.
[9]
Muhammad Qasim Zaman, Modern Islamic Thought in a Radical Age
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 45.
[10]
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism (Kuala
Lumpur: ISTAC, 1993), 67.
[11]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A
Political Biography (Berkeley: University of California Press, 1972), 39.
[12]
Ibid., 61.
[13]
Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt: A Study of the
Modern Reform Movement Inaugurated by Muhammad Abduh (London: Oxford
University Press, 1933), 87.
[14]
Muhammad Abduh, Risalah al-Tauhid (Cairo: Al-Manar, 1902), 25.
[15]
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. 1 (Cairo: Dar al-Fikr,
1993), 45.
[16]
Malcolm H. Kerr, Islamic Reform: The Political and Legal Theories
of Muhammad Abduh and Rashid Rida (Berkeley: University of California
Press, 1966), 112.
[17]
Hasan Al-Banna, Memoirs of Hasan al-Banna Shaheed (Kuwait:
I.I.F.S.O., 1981), 56.
[18]
Ibid., 72.
[19]
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam
(Lahore: Ashraf, 1930), 87.
[20]
Ibid., 122.
4.
Nilai-Nilai Positif dari Gerakan Pembaruan
Islam
Gerakan pembaruan dalam Islam telah memberikan
berbagai dampak positif dalam kehidupan umat Muslim, baik dalam bidang
keilmuan, sosial, politik, maupun ekonomi. Para pembaru Islam berusaha
menghidupkan kembali ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah,
mengatasi keterbelakangan intelektual, serta menghadapi tantangan zaman dengan
pendekatan yang dinamis dan relevan.¹ Nilai-nilai positif yang muncul dari
gerakan ini dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aspek berikut:
4.1.
Revitalisasi Pemikiran Islam
Salah satu nilai utama dari gerakan pembaruan Islam
adalah upaya menghidupkan kembali pemikiran Islam yang rasional dan dinamis.
Para pembaru seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha menekankan pentingnya ijtihad
sebagai sarana untuk memahami ajaran Islam sesuai dengan perkembangan zaman.²
Konsep ijtihad telah menjadi bagian dari
warisan intelektual Islam sejak zaman klasik. Imam Syafi’i, misalnya,
merumuskan metodologi hukum Islam yang fleksibel dan tetap relevan dengan
perkembangan sosial.³ Dalam konteks modern, pemikiran pembaruan menekankan
perlunya reinterpretasi hukum Islam agar tetap aplikatif tanpa meninggalkan
prinsip-prinsip syariat. Fazlur Rahman, seorang pemikir Islam kontemporer,
menyatakan bahwa Islam harus dipahami dalam konteks yang lebih luas agar dapat
menjawab permasalahan sosial dan politik umat Islam saat ini.⁴
4.2.
Modernisasi Sistem Pendidikan Islam
Gerakan pembaruan Islam juga berkontribusi dalam
reformasi sistem pendidikan Islam. Salah satu pembaru yang menekankan
pentingnya pendidikan adalah Syah Waliyullah ad-Dihlawi, yang menyerukan
perlunya integrasi antara ilmu agama dan ilmu rasional.⁵
Pada abad ke-19, Muhammad Abduh memperkenalkan
reformasi pendidikan di Mesir dengan memasukkan ilmu modern ke dalam kurikulum
madrasah.⁶ Ia menekankan bahwa umat Islam harus menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi agar dapat bersaing dengan dunia Barat. Universitas Al-Azhar, yang
sebelumnya hanya mengajarkan ilmu agama, mulai mengadopsi sistem pendidikan
yang lebih terbuka berkat gagasan pembaruannya.⁷
Selain itu, pemikiran Hasan Al-Banna dan Sayyid
Qutb juga mendorong pendidikan Islam yang berorientasi pada pembentukan
karakter dan kepemimpinan.⁸ Pendidikan Islam yang modern dan inklusif menjadi
salah satu elemen penting dalam membangun generasi Muslim yang mampu menghadapi
tantangan global.
4.3.
Kesadaran Politik dan Kebangkitan Umat
Gerakan pembaruan Islam juga memberikan dampak
signifikan dalam membangkitkan kesadaran politik umat Islam. Jamaluddin
Al-Afghani, misalnya, menyerukan konsep Pan-Islamisme sebagai strategi
untuk melawan kolonialisme dan imperialisme Barat.⁹ Pemikirannya menginspirasi
berbagai gerakan Islam di dunia Muslim, termasuk perjuangan kemerdekaan di
Mesir, India, dan Indonesia.
Konsep negara Islam yang dikembangkan oleh Rasyid
Ridha juga menjadi bagian dari upaya membangun sistem politik yang lebih adil
dan berbasis pada nilai-nilai Islam.¹⁰ Di era modern, pemikiran ini
berkontribusi dalam perkembangan demokrasi Islam dan penerapan syariat di
berbagai negara Muslim.
Gerakan politik Islam yang dipimpin oleh Hasan
Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin menekankan pentingnya peran Islam dalam
membangun masyarakat yang lebih harmonis dan berkeadilan sosial.¹¹ Meskipun
menghadapi tantangan dari berbagai pihak, gerakan ini tetap menjadi inspirasi
bagi banyak kelompok Islam di dunia.
4.4.
Pembaruan Sosial dan Ekonomi
Selain dalam bidang pendidikan dan politik, gerakan
pembaruan Islam juga membawa dampak positif dalam aspek sosial dan ekonomi. Ibn
Khaldun dalam Muqaddimah-nya menekankan bahwa Islam memiliki
prinsip-prinsip ekonomi yang dapat mendorong kemajuan masyarakat.¹² Pemikiran
ini menjadi dasar bagi perkembangan ekonomi Islam modern, termasuk konsep
perbankan syariah dan sistem zakat yang lebih efektif.
Di era modern, pemikiran tentang ekonomi Islam
dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh seperti Yusuf al-Qaradawi, yang menekankan
bahwa sistem ekonomi Islam harus berlandaskan pada keadilan dan kesejahteraan
sosial.¹³ Perkembangan perbankan syariah dan sistem keuangan Islam di berbagai negara
Muslim menjadi bukti nyata bagaimana pembaruan dalam ekonomi Islam dapat
memberikan solusi terhadap sistem ekonomi konvensional yang sering kali tidak
berpihak pada keadilan sosial.
4.5.
Pemurnian Akidah dan Penyegaran Pemahaman
Keagamaan
Gerakan pembaruan Islam juga menekankan pentingnya
kembali kepada ajaran Islam yang murni, bebas dari takhayul, bid’ah, dan
khurafat. Muhammad bin Abdul Wahhab, misalnya, menyerukan pemurnian akidah
Islam dan menekankan ajaran tauhid yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.¹⁴
Selain itu, Ibn Taimiyah juga menekankan bahwa
Islam harus dipahami secara langsung dari sumbernya tanpa perantara pemikiran
yang bertentangan dengan ajaran Islam.¹⁵ Pemikiran ini menjadi dasar bagi
banyak gerakan pembaruan Islam yang bertujuan mengembalikan umat kepada ajaran
Islam yang autentik.
Dalam konteks modern, pemurnian akidah juga
berkaitan dengan penolakan terhadap ekstremisme dan pemahaman keagamaan yang
terlalu kaku. Yusuf al-Qaradawi menekankan konsep wasatiyyah (moderasi)
dalam beragama, di mana Islam harus dijalankan secara seimbang, tidak terlalu
ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.¹⁶
Kesimpulan
Gerakan pembaruan Islam memberikan dampak yang
signifikan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam. Revitalisasi pemikiran
Islam, modernisasi sistem pendidikan, kebangkitan politik Islam, pembaruan
sosial dan ekonomi, serta pemurnian akidah adalah beberapa nilai positif yang
muncul dari gerakan ini. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai ini, umat
Islam dapat menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan identitas keislamannya.
Footnotes
[1]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago
Press, 1982), 31.
[2]
Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt
(London: Oxford University Press, 1933), 42.
[3]
Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal
Theories (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 78.
[4]
Rahman, Islam and Modernity, 67.
[5]
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and
Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 112.
[6]
Adams, Islam and Modernism in Egypt, 89.
[7]
Ibid., 102.
[8]
Hasan Al-Banna, Memoirs of Hasan al-Banna
Shaheed (Kuwait: I.I.F.S.O., 1981), 45.
[9]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din
"al-Afghani": A Political Biography (Berkeley: University of
California Press, 1972), 93.
[10]
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. 1
(Cairo: Dar al-Fikr, 1993), 56.
[11]
Kerr, Islamic Reform, 127.
[12]
Ibn Khaldun, The Muqaddimah, terj. Franz
Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 87.
[13]
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid
ad-Din (Cairo: Maktabah Wahbah, 2010), 87.
[14]
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab al-Tauhid
(Riyadh: Maktabah Riyadh al-Hadithah, 1982), 67.
[15]
Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, vol. 19
(Cairo: Dar al-Wafa, 1991), 298.
[16]
Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah, 102.
5.
Dampak Gerakan Pembaruan terhadap Dunia Islam
Gerakan pembaruan dalam Islam telah memberikan
dampak yang luas terhadap peradaban Islam dalam berbagai aspek kehidupan, mulai
dari pemikiran keagamaan, sosial, politik, hingga pendidikan. Pembaruan ini
bertujuan untuk menghidupkan kembali semangat intelektual Islam, menyesuaikan
ajaran Islam dengan tantangan zaman, serta mendorong umat Islam untuk lebih
proaktif dalam membangun peradaban yang maju dan berkeadilan.¹ Dampak ini dapat
dikategorikan ke dalam beberapa bidang utama sebagai berikut:
5.1.
Dampak terhadap Pemikiran Islam
Salah satu kontribusi utama gerakan pembaruan
adalah revitalisasi pemikiran Islam. Sebelum munculnya gerakan ini, pemikiran
Islam mengalami stagnasi akibat dominasi taklid dan tertutupnya pintu ijtihad.²
Para pembaru seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha berupaya membuka kembali
pintu ijtihad dengan menekankan rasionalisme dalam memahami ajaran
Islam.³
Dalam konteks yang lebih luas, Fazlur Rahman
menekankan bahwa gerakan pembaruan telah mendorong pendekatan hermeneutis dalam
memahami Al-Qur’an, yaitu dengan mempertimbangkan konteks sejarah dan sosial
dalam interpretasi ayat-ayat suci.⁴ Hal ini berdampak pada perkembangan
pemikiran Islam yang lebih dinamis dan mampu menjawab tantangan zaman.
Pemikiran pembaruan juga berkontribusi dalam
mengurangi polarisasi antara Islam tradisional dan modern. Dengan mengadopsi
pendekatan yang lebih inklusif, banyak institusi Islam di berbagai negara mulai
mengembangkan metode tafsir dan fiqih yang lebih sesuai dengan realitas
kontemporer.⁵
5.2.
Dampak terhadap Sosial dan Politik Islam
Gerakan pembaruan Islam juga berpengaruh terhadap
perkembangan sistem sosial dan politik di dunia Islam. Salah satu dampak
utamanya adalah meningkatnya kesadaran politik umat Islam terhadap kolonialisme
dan imperialisme. Jamaluddin Al-Afghani, misalnya, memimpin gerakan Pan-Islamisme
yang bertujuan untuk menyatukan dunia Islam dalam menghadapi penjajahan Barat.⁶
Pada abad ke-20, konsep negara Islam mulai
dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Rasyid Ridha, yang mengusulkan model
pemerintahan berbasis Islam yang demokratis dan berkeadilan sosial.⁷ Di
berbagai negara Muslim, gagasan ini memengaruhi perkembangan konstitusi dan
sistem pemerintahan yang berlandaskan syariat Islam.
Selain itu, munculnya gerakan-gerakan Islam modern
seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jamaat-e-Islami di Pakistan menunjukkan
bagaimana pemikiran pembaruan telah menginspirasi upaya untuk menerapkan
prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan sosial dan politik.⁸
5.3.
Dampak terhadap Pendidikan Islam
Pembaruan Islam juga memberikan pengaruh yang besar
terhadap sistem pendidikan di dunia Islam. Sebelum gerakan pembaruan
berkembang, sistem pendidikan Islam cenderung berbasis pada pengajaran tradisional
yang berfokus pada hafalan dan disiplin ilmu agama tanpa mengintegrasikan ilmu
pengetahuan modern.⁹
Muhammad Abduh di Mesir dan Syah Waliyullah
ad-Dihlawi di India adalah tokoh-tokoh yang berperan dalam mereformasi sistem
pendidikan Islam dengan mengintegrasikan ilmu agama dan sains modern.¹⁰
Reformasi ini melahirkan model pendidikan Islam modern seperti yang diterapkan
di Universitas Al-Azhar dan lembaga pendidikan Islam lainnya.
Selain itu, dampak pembaruan terhadap pendidikan
Islam juga dapat dilihat dari meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan
bagi perempuan. Fatima Mernissi dan pemikir feminis Muslim lainnya menekankan
bahwa Islam memberikan hak pendidikan bagi perempuan, dan pembaruan Islam
seharusnya mencakup aspek ini untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan
setara.¹¹
5.4.
Dampak terhadap Ekonomi Islam
Gerakan pembaruan dalam Islam juga berdampak
signifikan terhadap perkembangan sistem ekonomi Islam. Sebelum munculnya konsep
ekonomi Islam modern, banyak negara Muslim mengadopsi sistem ekonomi kapitalis
atau sosialis yang sering kali tidak sesuai dengan prinsip Islam.
Para pemikir seperti Yusuf al-Qaradawi dan Muhammad
Baqir al-Sadr berperan dalam merumuskan konsep ekonomi Islam yang berbasis pada
keadilan sosial, zakat, dan larangan riba.¹² Gagasan ini melahirkan
industri keuangan Islam yang berkembang pesat, termasuk bank syariah dan
instrumen keuangan berbasis syariah yang kini diterapkan di berbagai negara
Muslim dan non-Muslim.¹³
Selain itu, gerakan pembaruan juga mendorong
penerapan etika Islam dalam bisnis dan perdagangan, seperti konsep murabahah
dan musharakah dalam transaksi ekonomi.¹⁴
5.5.
Dampak terhadap Pemurnian Akidah dan Moderasi
Islam
Gerakan pembaruan dalam Islam juga berkontribusi
terhadap pemurnian akidah dan penyebaran konsep moderasi (wasatiyyah).
Salah satu tokoh utama dalam pemurnian akidah adalah Muhammad bin Abdul Wahhab,
yang menyerukan kembali kepada ajaran tauhid yang murni berdasarkan Al-Qur’an
dan Sunnah.¹⁵
Dalam konteks yang lebih modern, Yusuf al-Qaradawi
mengembangkan konsep wasatiyyah sebagai solusi atas polarisasi antara
ekstremisme dan liberalisme dalam Islam.¹⁶ Pendekatan ini menekankan bahwa
Islam adalah agama yang moderat dan dapat beradaptasi dengan perubahan zaman
tanpa kehilangan esensinya.
Gerakan pembaruan juga berkontribusi dalam melawan
ideologi ekstremis yang berkembang di beberapa kelompok Islam. Melalui
pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis pada pemahaman Islam yang
komprehensif, banyak pemikir Muslim berusaha membangun narasi Islam yang lebih
damai dan toleran.¹⁷
Kesimpulan
Gerakan pembaruan Islam telah memberikan dampak
yang luas dan mendalam terhadap dunia Islam. Dari aspek pemikiran,
sosial-politik, pendidikan, ekonomi, hingga pemurnian akidah, pembaruan ini
telah menghidupkan kembali semangat Islam sebagai agama yang dinamis dan
relevan bagi setiap zaman. Dengan memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai
positif dari gerakan ini, umat Islam dapat menghadapi tantangan modern tanpa
kehilangan identitas keislamannya.
Footnotes
[1]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago
Press, 1982), 29.
[2]
Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal
Theories (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 94.
[3]
Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt
(London: Oxford University Press, 1933), 76.
[4]
Rahman, Islam and Modernity, 112.
[5]
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and
Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 78.
[6]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din
"al-Afghani": A Political Biography (Berkeley: University of
California Press, 1972), 54.
[7]
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. 1
(Cairo: Dar al-Fikr, 1993), 89.
[8]
Malcolm H. Kerr, Islamic Reform (Berkeley:
University of California Press, 1966), 120.
[9]
Adams, Islam and Modernism in Egypt, 112.
[10]
Naquib al-Attas, Islam and Secularism, 136.
[11]
Fatima Mernissi, Beyond the Veil: Male-Female
Dynamics in Muslim Society (Bloomington: Indiana University Press, 1987),
67.
[12]
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid
ad-Din (Cairo: Maktabah Wahbah, 2010), 92.
[13]
Ibid., 104.
[14]
Muhammad Baqir al-Sadr, Iqtisaduna (Beirut:
Dar al-Fikr, 1982), 78.
[15]
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab al-Tauhid
(Riyadh: Maktabah Riyadh al-Hadithah, 1982), 67.
[16]
Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah, 134.
[17]
Kerr, Islamic Reform, 156.
6.
Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1.
Kesimpulan
Gerakan pembaruan
dalam Islam telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan
pemikiran, sosial, politik, pendidikan, dan ekonomi umat Islam. Sejak zaman
klasik hingga era modern, para pemikir Muslim telah berusaha menghidupkan
kembali ajaran Islam dalam berbagai konteks sejarah dan sosial. Pemikiran
mereka tidak hanya berfokus pada pemurnian akidah tetapi juga pada upaya
adaptasi Islam dengan tantangan zaman agar tetap relevan dan mampu memberikan
solusi bagi kehidupan umat manusia.¹
Secara garis besar,
nilai-nilai positif dari gerakan pembaruan dalam Islam dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1)
Revitalisasi Pemikiran
Islam
Gerakan ini mendorong keterbukaan terhadap ijtihad
dan reinterpretasi ajaran Islam dalam konteks sosial yang terus berkembang.²
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, misalnya, menekankan bahwa Islam harus dipahami
secara rasional agar tetap relevan dalam kehidupan modern.³
2)
Modernisasi Sistem
Pendidikan Islam
Pembaruan dalam pendidikan Islam memungkinkan
integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern, sebagaimana diterapkan
di Universitas Al-Azhar dan berbagai lembaga pendidikan Islam lainnya.⁴
3)
Kesadaran Politik dan
Kebangkitan Umat
Para pembaru seperti Jamaluddin Al-Afghani dan
Hasan Al-Banna menginspirasi perjuangan politik Islam yang menekankan
pentingnya persatuan umat dan perlawanan terhadap kolonialisme.⁵
4)
Pembaruan Sosial dan
Ekonomi
Islamisasi ekonomi melalui konsep keuangan
syariah dan perbankan Islam telah memberikan alternatif terhadap sistem ekonomi
kapitalis dan sosialis yang sering kali tidak berpihak kepada keadilan sosial.⁶
5)
Pemurnian Akidah dan
Moderasi Islam
Gerakan ini juga berkontribusi dalam membangun
pemahaman Islam yang lebih moderat (wasatiyyah), menolak ekstremisme,
serta kembali kepada prinsip-prinsip dasar Islam yang autentik.⁷
Dari semua aspek
tersebut, dapat disimpulkan bahwa gerakan pembaruan Islam bukan sekadar upaya
untuk menghidupkan kembali tradisi Islam yang murni, tetapi juga merupakan
strategi untuk menjawab tantangan zaman dengan tetap mempertahankan
prinsip-prinsip ajaran Islam. Pembaruan ini bukan hanya sebuah gerakan akademik
atau intelektual semata, tetapi juga mencerminkan dinamika peradaban Islam yang
selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan umat.
6.2.
Rekomendasi
Berdasarkan berbagai
temuan dalam kajian ini, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan
pedoman bagi umat Islam dalam mengadopsi dan meneruskan nilai-nilai positif
dari gerakan pembaruan:
1)
Memperkuat Pemahaman
terhadap Konsep Pembaruan
Umat Islam perlu memahami bahwa pembaruan (tajdid)
dalam Islam bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan syariat, melainkan bagian
dari dinamika Islam yang telah berlangsung sejak zaman klasik.⁸ Oleh karena
itu, perlu adanya penguatan pemahaman terhadap konsep ijtihad, agar
umat Islam tidak terjebak dalam sikap ekstrem baik dalam bentuk konservatisme
yang kaku maupun liberalisme yang berlebihan.⁹
2)
Meningkatkan Kualitas
Pendidikan Islam
Pendidikan Islam harus terus mengalami reformasi
dengan mengadopsi sistem pembelajaran yang integratif antara ilmu agama dan
ilmu pengetahuan modern.¹⁰ Model pendidikan seperti yang diterapkan oleh
Muhammad Abduh dan Syah Waliyullah ad-Dihlawi dapat menjadi inspirasi bagi
sistem pendidikan Islam saat ini.¹¹
3)
Mempromosikan Islam
yang Moderat dan Toleran
Moderasi dalam Islam harus menjadi pijakan utama
dalam menghadapi tantangan ekstremisme. Konsep wasatiyyah yang
diperkenalkan oleh Yusuf al-Qaradawi dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
menyebarkan ajaran Islam yang damai dan toleran.¹²
4)
Mendorong Partisipasi
Umat Islam dalam Pembangunan Sosial dan Ekonomi
Gerakan pembaruan harus diterjemahkan ke dalam
kebijakan ekonomi yang berkeadilan dan berbasis pada prinsip-prinsip Islam.
Ekonomi Islam modern yang dikembangkan oleh Muhammad Baqir al-Sadr dan Yusuf
al-Qaradawi menunjukkan bahwa Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menjawab
tantangan global.¹³
5)
Mengembangkan Wacana
Politik Islam yang Demokratis dan Berkeadilan
Dalam konteks politik, umat Islam perlu
menyesuaikan konsep negara Islam dengan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi
manusia yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.¹⁴ Pemikiran
Rasyid Ridha tentang negara Islam yang berbasis pada hukum dan keadilan sosial
dapat menjadi rujukan dalam merancang sistem pemerintahan yang lebih adaptif
terhadap perkembangan zaman.¹⁵
6)
Menjaga Relevansi Islam
dalam Kehidupan Modern
Pembaruan dalam Islam harus dilakukan dengan
tetap mempertahankan otentisitas ajaran Islam. Hal ini sejalan dengan konsep
yang diajarkan oleh Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya, bahwa suatu
peradaban harus terus berkembang tanpa kehilangan identitas dan akar
budayanya.¹⁶
Dengan menerapkan
rekomendasi-rekomendasi tersebut, diharapkan umat Islam dapat terus berkembang
dan menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan esensi ajaran Islam yang
autentik.
Footnotes
[1]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press,
1982), 45.
[2]
Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories
(Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 87.
[3]
Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt
(London: Oxford University Press, 1933), 63.
[4]
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur:
ISTAC, 1993), 78.
[5]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A
Political Biography (Berkeley: University of California Press, 1972),
56.
[6]
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid ad-Din
(Cairo: Maktabah Wahbah, 2010), 102.
[7]
Ibid., 118.
[8]
Muhammad Abduh, Risalah al-Tauhid (Cairo: Al-Manar,
1902), 43.
[9]
Adams, Islam and Modernism in Egypt, 94.
[10]
Naquib al-Attas, Islam and Secularism, 136.
[11]
Syah Waliyullah ad-Dihlawi, Hujjatullah al-Balighah (Cairo: Dar
al-Fikr, 1984), 52.
[12]
Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah, 126.
[13]
Muhammad Baqir al-Sadr, Iqtisaduna (Beirut: Dar al-Fikr,
1982), 92.
[14]
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. 1 (Cairo: Dar
al-Fikr, 1993), 87.
[15]
Malcolm H. Kerr, Islamic Reform (Berkeley:
University of California Press, 1966), 143.
[16]
Ibn Khaldun, The Muqaddimah, terj. Franz
Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 94.
Daftar Pustaka
Adams, C. C. (1933). Islam
and Modernism in Egypt: A Study of the Modern Reform Movement Inaugurated by
Muhammad Abduh. London: Oxford University Press.
Al-Afghani, J. (2005). Refutation
of the Materialists. Delhi: Islamic Book Service.
Al-Attas, S. M. N. (1993). Islam
and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC.
Al-Banna, H. (1981). Memoirs
of Hasan al-Banna Shaheed. Kuwait: I.I.F.S.O.
Al-Ghazali. (1993). Ihya
Ulum al-Din (Vol. 1). Cairo: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
Al-Qaradawi, Y. (2010). Fiqh
al-Wasatiyyah wa Tajdid ad-Din. Cairo: Maktabah Wahbah.
Al-Sadr, M. B. (1982). Iqtisaduna.
Beirut: Dar al-Fikr.
Baqir, M. (1982). Iqtisaduna.
Beirut: Dar al-Fikr.
Hallaq, W. B. (1997). A
History of Islamic Legal Theories. Cambridge: Cambridge University Press.
Hourani, A. (1983). Arabic
Thought in the Liberal Age: 1798–1939. Cambridge: Cambridge University
Press.
Ibn Khaldun. (1967). The
Muqaddimah: An Introduction to History (F. Rosenthal, Trans.). Princeton:
Princeton University Press.
Ibn Taimiyah. (1991). Majmu’
al-Fatawa (Vol. 19). Cairo: Dar al-Wafa.
Keddie, N. R. (1972). Sayyid
Jamal ad-Din "al-Afghani": A Political Biography. Berkeley:
University of California Press.
Kerr, M. H. (1966). Islamic
Reform: The Political and Legal Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida.
Berkeley: University of California Press.
Laoust, H. (1939). Essai
sur les doctrines sociales et politiques de Takī-d-Dīn Aḥmad b. Taimīya.
Cairo: Institut Français d’Archéologie Orientale.
Mernissi, F. (1987). Beyond
the Veil: Male-Female Dynamics in Muslim Society. Bloomington: Indiana
University Press.
Muhammad Abduh. (1902). Risalah
al-Tauhid. Cairo: Al-Manar.
Naquib al-Attas, S. M.
(1993). Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC.
Rahman, F. (1982). Islam
and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: University
of Chicago Press.
Ridha, R. (1993). Tafsir
al-Manar (Vol. 1). Cairo: Dar al-Fikr.
Schacht, J. (1964). An
Introduction to Islamic Law. Oxford: Clarendon Press.
Syah Waliyullah ad-Dihlawi.
(1984). Hujjatullah al-Balighah. Cairo: Dar al-Fikr.
Wahhab, M. A. (1982). Kitab
al-Tauhid. Riyadh: Maktabah Riyadh al-Hadithah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar