Jumat, 14 Maret 2025

Bahan Ajar SKI Kelas 11 Bab 11: Nilai Posistif Pemikiran Para Pembaharu dalam Islam

Sejarah Kebudayaan Islam

Nilai Posistif Pemikiran Para Pembaharu dalam Islam


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)

Kelas                   : 11 (Sebelas)


Abstrak

Gerakan pembaruan dalam Islam merupakan upaya untuk menghidupkan kembali ajaran Islam yang autentik serta menyesuaikannya dengan tantangan zaman tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya. Artikel ini mengkaji nilai-nilai positif dari pemikiran para pembaharu Islam berdasarkan kajian komprehensif terhadap kitab-kitab sejarah Islam klasik, literatur sejarah kebudayaan Islam, dan jurnal ilmiah Islami. Kajian ini mencakup analisis terhadap konsep pembaruan dalam Islam, tokoh-tokoh pembaharu dari berbagai periode sejarah, serta dampak pemikiran mereka terhadap dunia Islam.

Hasil kajian menunjukkan bahwa gerakan pembaruan Islam telah memberikan kontribusi besar dalam berbagai aspek, termasuk revitalisasi pemikiran Islam, modernisasi sistem pendidikan, kebangkitan politik Islam, reformasi sosial dan ekonomi, serta pemurnian akidah. Gerakan ini juga telah mempengaruhi struktur sosial dan politik di dunia Islam, mendorong pengembangan sistem ekonomi Islam, serta menegaskan pentingnya Islam yang moderat dan toleran.

Dalam kesimpulannya, artikel ini menegaskan bahwa gerakan pembaruan Islam bukan hanya berperan dalam menjaga keautentikan ajaran Islam, tetapi juga dalam membangun peradaban Islam yang lebih dinamis dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Rekomendasi yang diberikan meliputi perlunya penguatan pemahaman terhadap konsep pembaruan, peningkatan kualitas pendidikan Islam, promosi moderasi Islam, serta pengembangan kebijakan ekonomi dan politik yang berbasis pada nilai-nilai Islam.

Kata Kunci: Gerakan Pembaruan Islam, Tajdid, Ijtihad, Pemikiran Islam, Modernisasi Islam, Pendidikan Islam, Politik Islam, Ekonomi Islam, Moderasi Islam.


PEMBAHASAN

Nilai Posistif Pemikiran Para Pembaharu dalam Islam


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)

Kelas                   : 11 (Sebelas)

Bab                      : Bab 11 - Nilai Posistif Pemikiran Para Pembaharu dalam Islam


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengajarkan umatnya untuk selalu berkembang dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman tanpa menghilangkan esensi ajarannya. Konsep Tajdid (pembaruan) dalam Islam merupakan bagian dari dinamika keilmuan Islam yang bertujuan untuk menjaga kemurnian ajaran Islam sekaligus menjawab tantangan zaman yang terus berkembang. Dalam sejarah Islam, banyak tokoh yang melakukan pembaruan di berbagai bidang, mulai dari teologi, fikih, pendidikan, hingga sosial-politik.

Gerakan pembaruan dalam Islam lahir sebagai respons terhadap tantangan eksternal seperti kolonialisme, serta tantangan internal seperti stagnasi intelektual dan dekadensi moral umat Islam. Muhammad Abduh, salah satu tokoh pembaru Islam abad ke-19, menekankan bahwa umat Islam harus kembali kepada Ijtihad dan menjauhi taklid buta agar Islam tetap relevan di era modern tanpa kehilangan identitasnya.¹ Gagasan ini juga sejalan dengan pemikiran Ibn Khaldun yang dalam Muqaddimah-nya menekankan pentingnya siklus peradaban yang selalu bergerak maju dengan inovasi dalam berbagai aspek kehidupan.²

Oleh karena itu, mempelajari nilai-nilai positif dari pemikiran para pembaharu Islam sangatlah penting. Kajian ini tidak hanya akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep pembaruan, tetapi juga bagaimana pemikiran tersebut berdampak terhadap dunia Islam, baik di masa lalu maupun saat ini.

1.2.       Rumusan Masalah

Untuk memahami lebih dalam tentang nilai positif pemikiran para pembaharu Islam, beberapa pertanyaan perlu dikaji dalam pembahasan ini:

1)                  Apa yang dimaksud dengan gerakan pembaruan dalam Islam?

2)                  Siapa saja tokoh-tokoh utama dalam gerakan pembaruan Islam?

3)                  Apa saja nilai-nilai positif yang terkandung dalam pemikiran para pembaharu Islam?

4)                  Bagaimana pengaruh gerakan pembaruan terhadap perkembangan dunia Islam?

Kajian ini akan mengupas secara komprehensif pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengacu pada sumber-sumber primer dan sekunder yang kredibel, termasuk kitab-kitab sejarah Islam klasik, literatur sejarah kebudayaan Islam, serta jurnal-jurnal ilmiah Islami.

1.3.       Tujuan Pembahasan

Kajian ini bertujuan untuk:

1)                  Memahami konsep dasar pembaruan dalam Islam berdasarkan perspektif para ulama dan intelektual Muslim.

2)                  Menganalisis pemikiran dan kontribusi tokoh-tokoh pembaru Islam dari berbagai periode sejarah.

3)                  Mengidentifikasi nilai-nilai positif yang terkandung dalam gerakan pembaruan Islam, baik dalam aspek keagamaan, sosial, politik, maupun pendidikan.

4)                  Menjelaskan dampak gerakan pembaruan terhadap perkembangan peradaban Islam dan relevansinya bagi kehidupan Muslim saat ini.

Diharapkan melalui pembahasan ini, kita dapat memahami bahwa pembaruan bukanlah suatu ancaman bagi Islam, tetapi justru merupakan bagian dari dinamika Islam yang selalu relevan dalam berbagai kondisi zaman. Seperti yang ditegaskan oleh Yusuf al-Qaradawi, pembaruan harus berjalan dalam koridor yang seimbang antara pemeliharaan tradisi dan inovasi, sehingga Islam tetap bersifat dinamis tanpa kehilangan prinsip-prinsipnya.³


Footnotes

[1]                Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt: A Study of the Modern Reform Movement Inaugurated by Muhammad Abduh (London: Oxford University Press, 1933), 42.

[2]                Ibn Khaldun, The Muqaddimah: An Introduction to History, terj. Franz Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 52.

[3]                Yusuf al-Qaradawi, Priorities of the Islamic Movement in the Coming Phase (Swansea: Awakening Publications, 2000), 67.


2.           Konsep Pembaruan dalam Islam

2.1.       Definisi dan Ruang Lingkup Pembaruan Islam

Pembaruan dalam Islam atau Tajdid berasal dari kata jaddada, yang berarti memperbarui atau menghidupkan kembali sesuatu. Dalam konteks keagamaan, Tajdid bermakna mengembalikan Islam kepada kemurnian ajarannya yang berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah, sembari menyesuaikan penerapannya dengan tantangan zaman.¹ Konsep ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw yang menyatakan bahwa Allah akan mengutus seorang pembaru (mujaddid) pada setiap awal abad untuk memperbarui ajaran agama-Nya:

إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا

"Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini pada setiap awal seratus tahun seorang yang akan memperbarui urusan agamanya." (HR. Abu Dawud, no. 4291)²

Secara historis, konsep Tajdid telah diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam, seperti teologi, fikih, sosial, politik, dan pendidikan. Para ulama klasik seperti Al-Ghazali dan Ibn Taimiyah menghubungkan Tajdid dengan upaya menghidupkan kembali nilai-nilai Islam yang lurus dan membersihkannya dari penyimpangan.³ Sementara itu, dalam konteks modern, pembaruan Islam juga mencakup aspek sosial-politik serta upaya menghadapi modernitas dan kolonialisme.⁴

Dalam perkembangannya, gerakan pembaruan Islam terbagi menjadi dua pendekatan utama:

1)                  Pembaruan Tekstual (Salafi Tradisionalis)

Kelompok ini berusaha mengembalikan pemahaman Islam kepada ajaran generasi pertama Islam (Salafus Shalih) dan menolak berbagai bentuk inovasi (bid’ah). Contohnya adalah gerakan yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahhab.⁵

2)                  Pembaruan Kontekstual (Modernis Islam)

Kelompok ini berusaha menyesuaikan ajaran Islam dengan perkembangan zaman melalui pendekatan rasional dan reformasi sosial. Pemikir seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh berupaya mengintegrasikan Islam dengan sains dan modernitas tanpa meninggalkan nilai-nilai fundamental Islam.⁶

2.2.       Landasan Teologis Pembaruan dalam Islam

Pembaruan dalam Islam memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Beberapa ayat Al-Qur'an yang menjadi landasan bagi konsep pembaruan antara lain:

·                     Al-Hadid (57:16):

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka?"

Ayat ini sering dikaitkan dengan perlunya pembaruan spiritual dan intelektual dalam Islam.⁷

·                     Al-Mujadilah (58:11):

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ

"Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."

Ayat ini menunjukkan bahwa pembaruan dalam Islam harus berbasis ilmu pengetahuan dan pemahaman yang mendalam.⁸

Selain itu, hadis Nabi yang menyatakan bahwa Islam akan selalu relevan di setiap zaman juga menjadi dasar bagi pentingnya pembaruan:

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang di atas kebenaran dalam keadaan menang hingga datangnya hari kiamat." (HR. Muslim, no. 1920)⁹

Para ulama seperti Ibn Taimiyah menekankan bahwa pembaruan dalam Islam harus dilakukan dengan tetap berpegang pada prinsip Ijtihad yang benar, bukan sekadar mengikuti tren atau perubahan sosial yang bertentangan dengan syariat.¹⁰ Dalam konteks modern, Yusuf al-Qaradawi mengusulkan konsep Al-Wasathiyyah (moderasi) sebagai pendekatan dalam pembaruan Islam agar umat Islam tidak terjebak dalam ekstremisme atau liberalisme yang berlebihan.¹¹

Dengan demikian, pembaruan dalam Islam bukanlah sekadar inovasi sosial atau modernisasi, tetapi merupakan bagian dari dinamika keilmuan Islam yang harus berlandaskan Al-Qur'an, Sunnah, serta pemahaman ulama yang kompeten.


Footnotes

[1]                Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan (Jakarta: Mizan, 1999), 18.

[2]                Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, no. 4291.

[3]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, vol. 1 (Cairo: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993), 12.

[4]                Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939 (Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 45.

[5]                Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab al-Tauhid (Riyadh: Maktabah Riyadh al-Hadithah, 1982), 67.

[6]                Jamaluddin Al-Afghani, Refutation of the Materialists (Delhi: Islamic Book Service, 2005), 23.

[7]                Al-Qur’an, Surat Al-Hadid (57:16).

[8]                Al-Qur’an, Surat Al-Mujadilah (58:11).

[9]                Muslim, Sahih Muslim, no. 1920.

[10]             Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, vol. 19 (Cairo: Dar al-Wafa, 1991), 320.

[11]             Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid ad-Din (Cairo: Maktabah Wahbah, 2010), 112.


3.           Tokoh-Tokoh Pembaharu dalam Sejarah Islam dan Pemikirannya

Pembaruan dalam Islam telah berlangsung sejak masa awal perkembangan Islam hingga era modern. Para pembaharu (mujaddid) berperan dalam menghidupkan kembali ajaran Islam, menyempurnakan pemahaman keagamaan, dan menyesuaikan Islam dengan tantangan zaman tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasarnya.¹ Para tokoh ini berasal dari berbagai disiplin ilmu, termasuk fikih, teologi, filsafat, politik, dan pendidikan. Berikut adalah beberapa pembaharu utama dalam sejarah Islam yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan pemikiran Islam.

3.1.       Pembaharu dalam Periode Klasik

3.1.1.    Imam Abu Hanifah (699–767 M)

Imam Abu Hanifah dikenal sebagai pendiri mazhab Hanafi, yang menekankan penggunaan ra’yu (nalar) dan qiyas (analogi) dalam menetapkan hukum Islam.² Pendekatannya yang fleksibel terhadap hukum Islam menjadikan mazhab Hanafi lebih adaptif terhadap berbagai budaya dan kondisi sosial di dunia Islam.³

3.1.2.      Al-Ghazali (1058–1111 M)

Al-Ghazali dianggap sebagai pembaru dalam bidang teologi dan tasawuf. Dalam karyanya Ihya Ulum al-Din, ia menekankan pentingnya keseimbangan antara syariat dan tasawuf, serta mengkritik filsafat rasionalistik yang dianggapnya bertentangan dengan akidah Islam.⁴ Pemikirannya membantu membangun pemahaman yang lebih moderat dalam Islam.

3.1.3.      Ibn Taimiyah (1263–1328 M)

Ibn Taimiyah menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah serta menolak taklid buta terhadap mazhab tertentu.⁵ Ia juga mengkritik praktik bid’ah dalam Islam serta menyerukan pembaruan dalam bidang akidah dan sosial-politik.⁶

3.2.       Pembaharu dalam Periode Pertengahan

3.2.1.      Ibnu Khaldun (1332–1406 M)

Ibnu Khaldun dikenal sebagai bapak sosiologi Islam melalui karyanya Muqaddimah.⁷ Ia memperkenalkan teori siklus peradaban yang menjelaskan bagaimana bangsa-bangsa bangkit dan runtuh. Pandangannya tentang sejarah dan peradaban sangat berpengaruh dalam kajian ilmu sosial modern.⁸

3.2.2.      Syah Waliyullah ad-Dihlawi (1703–1762 M)

Syah Waliyullah berasal dari India dan berupaya memperbaharui Islam melalui pendekatan yang berbasis pada sintesis antara wahyu dan akal.⁹ Ia menyerukan reformasi dalam pemikiran Islam dan menyerukan perlunya pemahaman yang lebih dalam terhadap Al-Qur'an dan Sunnah dengan mempertimbangkan realitas sosial.¹⁰

3.3.       Pembaharu dalam Periode Modern

3.3.1.      Jamaluddin Al-Afghani (1838–1897 M)

Jamaluddin Al-Afghani adalah pelopor gerakan Pan-Islamisme yang menyerukan persatuan dunia Islam dalam menghadapi kolonialisme Barat.¹¹ Ia menekankan pentingnya kebangkitan intelektual dan kemandirian politik umat Islam.¹²

3.3.2.      Muhammad Abduh (1849–1905 M)

Muhammad Abduh, murid Al-Afghani, berusaha mereformasi Islam dengan menekankan pentingnya rasionalitas dan pendidikan.¹³ Dalam karyanya Risalah al-Tauhid, ia menekankan bahwa Islam tidak bertentangan dengan akal dan sains.¹⁴

3.3.3.      Rasyid Ridha (1865–1935 M)

Rasyid Ridha melanjutkan gagasan Muhammad Abduh dengan mendirikan majalah Al-Manar, yang menjadi sarana dakwah dan reformasi Islam.¹⁵ Ia juga menekankan pentingnya pembaruan politik Islam melalui konsep negara Islam yang lebih modern.¹⁶

3.3.4.      Hasan Al-Banna (1906–1949 M)

Hasan Al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin di Mesir sebagai gerakan yang berupaya mengembalikan Islam dalam kehidupan sosial dan politik.¹⁷ Ia menekankan pentingnya penerapan syariat Islam secara bertahap dalam kehidupan masyarakat Muslim.¹⁸

3.3.5.      Muhammad Iqbal (1877–1938 M)

Muhammad Iqbal adalah pemikir Muslim dari India yang menekankan pentingnya kebangkitan spiritual dan intelektual umat Islam.¹⁹ Dalam karyanya The Reconstruction of Religious Thought in Islam, ia menyerukan perlunya reinterpretasi Islam agar tetap relevan di era modern.²⁰


Kesimpulan

Para pembaharu dalam Islam telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga relevansi Islam di setiap zaman. Mereka berperan dalam membangun sistem pemikiran Islam yang lebih rasional, dinamis, dan sesuai dengan tantangan zaman. Pembaruan ini tidak hanya berpengaruh dalam bidang keilmuan, tetapi juga dalam sosial-politik dan pendidikan, memberikan umat Islam panduan untuk menghadapi tantangan global dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam.


Footnotes

[1]                Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 23.

[2]                Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 112.

[3]                Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (Oxford: Clarendon Press, 1964), 56.

[4]                Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, vol. 1 (Cairo: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993), 87.

[5]                Ibn Taimiyah, Majmu' al-Fatawa, vol. 19 (Cairo: Dar al-Wafa, 1991), 298.

[6]                Henri Laoust, Essai sur les doctrines sociales et politiques de Takī-d-Dīn Aḥmad b. Taimīya (Cairo: Institut Français d’Archéologie Orientale, 1939), 123.

[7]                Ibn Khaldun, The Muqaddimah: An Introduction to History, terj. Franz Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 77.

[8]                Ibid., 101.

[9]                Muhammad Qasim Zaman, Modern Islamic Thought in a Radical Age (Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 45.

[10]             Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 67.

[11]             Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A Political Biography (Berkeley: University of California Press, 1972), 39.

[12]             Ibid., 61.

[13]             Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt: A Study of the Modern Reform Movement Inaugurated by Muhammad Abduh (London: Oxford University Press, 1933), 87.

[14]             Muhammad Abduh, Risalah al-Tauhid (Cairo: Al-Manar, 1902), 25.

[15]             Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. 1 (Cairo: Dar al-Fikr, 1993), 45.

[16]             Malcolm H. Kerr, Islamic Reform: The Political and Legal Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida (Berkeley: University of California Press, 1966), 112.

[17]             Hasan Al-Banna, Memoirs of Hasan al-Banna Shaheed (Kuwait: I.I.F.S.O., 1981), 56.

[18]             Ibid., 72.

[19]             Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Lahore: Ashraf, 1930), 87.

[20]             Ibid., 122.


4.           Nilai-Nilai Positif dari Gerakan Pembaruan Islam

Gerakan pembaruan dalam Islam telah memberikan berbagai dampak positif dalam kehidupan umat Muslim, baik dalam bidang keilmuan, sosial, politik, maupun ekonomi. Para pembaru Islam berusaha menghidupkan kembali ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, mengatasi keterbelakangan intelektual, serta menghadapi tantangan zaman dengan pendekatan yang dinamis dan relevan.¹ Nilai-nilai positif yang muncul dari gerakan ini dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aspek berikut:

4.1.       Revitalisasi Pemikiran Islam

Salah satu nilai utama dari gerakan pembaruan Islam adalah upaya menghidupkan kembali pemikiran Islam yang rasional dan dinamis. Para pembaru seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha menekankan pentingnya ijtihad sebagai sarana untuk memahami ajaran Islam sesuai dengan perkembangan zaman.²

Konsep ijtihad telah menjadi bagian dari warisan intelektual Islam sejak zaman klasik. Imam Syafi’i, misalnya, merumuskan metodologi hukum Islam yang fleksibel dan tetap relevan dengan perkembangan sosial.³ Dalam konteks modern, pemikiran pembaruan menekankan perlunya reinterpretasi hukum Islam agar tetap aplikatif tanpa meninggalkan prinsip-prinsip syariat. Fazlur Rahman, seorang pemikir Islam kontemporer, menyatakan bahwa Islam harus dipahami dalam konteks yang lebih luas agar dapat menjawab permasalahan sosial dan politik umat Islam saat ini.⁴

4.2.       Modernisasi Sistem Pendidikan Islam

Gerakan pembaruan Islam juga berkontribusi dalam reformasi sistem pendidikan Islam. Salah satu pembaru yang menekankan pentingnya pendidikan adalah Syah Waliyullah ad-Dihlawi, yang menyerukan perlunya integrasi antara ilmu agama dan ilmu rasional.⁵

Pada abad ke-19, Muhammad Abduh memperkenalkan reformasi pendidikan di Mesir dengan memasukkan ilmu modern ke dalam kurikulum madrasah.⁶ Ia menekankan bahwa umat Islam harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat bersaing dengan dunia Barat. Universitas Al-Azhar, yang sebelumnya hanya mengajarkan ilmu agama, mulai mengadopsi sistem pendidikan yang lebih terbuka berkat gagasan pembaruannya.⁷

Selain itu, pemikiran Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb juga mendorong pendidikan Islam yang berorientasi pada pembentukan karakter dan kepemimpinan.⁸ Pendidikan Islam yang modern dan inklusif menjadi salah satu elemen penting dalam membangun generasi Muslim yang mampu menghadapi tantangan global.

4.3.       Kesadaran Politik dan Kebangkitan Umat

Gerakan pembaruan Islam juga memberikan dampak signifikan dalam membangkitkan kesadaran politik umat Islam. Jamaluddin Al-Afghani, misalnya, menyerukan konsep Pan-Islamisme sebagai strategi untuk melawan kolonialisme dan imperialisme Barat.⁹ Pemikirannya menginspirasi berbagai gerakan Islam di dunia Muslim, termasuk perjuangan kemerdekaan di Mesir, India, dan Indonesia.

Konsep negara Islam yang dikembangkan oleh Rasyid Ridha juga menjadi bagian dari upaya membangun sistem politik yang lebih adil dan berbasis pada nilai-nilai Islam.¹⁰ Di era modern, pemikiran ini berkontribusi dalam perkembangan demokrasi Islam dan penerapan syariat di berbagai negara Muslim.

Gerakan politik Islam yang dipimpin oleh Hasan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin menekankan pentingnya peran Islam dalam membangun masyarakat yang lebih harmonis dan berkeadilan sosial.¹¹ Meskipun menghadapi tantangan dari berbagai pihak, gerakan ini tetap menjadi inspirasi bagi banyak kelompok Islam di dunia.

4.4.       Pembaruan Sosial dan Ekonomi

Selain dalam bidang pendidikan dan politik, gerakan pembaruan Islam juga membawa dampak positif dalam aspek sosial dan ekonomi. Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya menekankan bahwa Islam memiliki prinsip-prinsip ekonomi yang dapat mendorong kemajuan masyarakat.¹² Pemikiran ini menjadi dasar bagi perkembangan ekonomi Islam modern, termasuk konsep perbankan syariah dan sistem zakat yang lebih efektif.

Di era modern, pemikiran tentang ekonomi Islam dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh seperti Yusuf al-Qaradawi, yang menekankan bahwa sistem ekonomi Islam harus berlandaskan pada keadilan dan kesejahteraan sosial.¹³ Perkembangan perbankan syariah dan sistem keuangan Islam di berbagai negara Muslim menjadi bukti nyata bagaimana pembaruan dalam ekonomi Islam dapat memberikan solusi terhadap sistem ekonomi konvensional yang sering kali tidak berpihak pada keadilan sosial.

4.5.       Pemurnian Akidah dan Penyegaran Pemahaman Keagamaan

Gerakan pembaruan Islam juga menekankan pentingnya kembali kepada ajaran Islam yang murni, bebas dari takhayul, bid’ah, dan khurafat. Muhammad bin Abdul Wahhab, misalnya, menyerukan pemurnian akidah Islam dan menekankan ajaran tauhid yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.¹⁴

Selain itu, Ibn Taimiyah juga menekankan bahwa Islam harus dipahami secara langsung dari sumbernya tanpa perantara pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam.¹⁵ Pemikiran ini menjadi dasar bagi banyak gerakan pembaruan Islam yang bertujuan mengembalikan umat kepada ajaran Islam yang autentik.

Dalam konteks modern, pemurnian akidah juga berkaitan dengan penolakan terhadap ekstremisme dan pemahaman keagamaan yang terlalu kaku. Yusuf al-Qaradawi menekankan konsep wasatiyyah (moderasi) dalam beragama, di mana Islam harus dijalankan secara seimbang, tidak terlalu ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.¹⁶


Kesimpulan

Gerakan pembaruan Islam memberikan dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam. Revitalisasi pemikiran Islam, modernisasi sistem pendidikan, kebangkitan politik Islam, pembaruan sosial dan ekonomi, serta pemurnian akidah adalah beberapa nilai positif yang muncul dari gerakan ini. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai ini, umat Islam dapat menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan identitas keislamannya.


Footnotes

[1]                Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 31.

[2]                Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt (London: Oxford University Press, 1933), 42.

[3]                Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 78.

[4]                Rahman, Islam and Modernity, 67.

[5]                Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 112.

[6]                Adams, Islam and Modernism in Egypt, 89.

[7]                Ibid., 102.

[8]                Hasan Al-Banna, Memoirs of Hasan al-Banna Shaheed (Kuwait: I.I.F.S.O., 1981), 45.

[9]                Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A Political Biography (Berkeley: University of California Press, 1972), 93.

[10]             Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. 1 (Cairo: Dar al-Fikr, 1993), 56.

[11]             Kerr, Islamic Reform, 127.

[12]             Ibn Khaldun, The Muqaddimah, terj. Franz Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 87.

[13]             Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid ad-Din (Cairo: Maktabah Wahbah, 2010), 87.

[14]             Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab al-Tauhid (Riyadh: Maktabah Riyadh al-Hadithah, 1982), 67.

[15]             Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, vol. 19 (Cairo: Dar al-Wafa, 1991), 298.

[16]             Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah, 102.


5.           Dampak Gerakan Pembaruan terhadap Dunia Islam

Gerakan pembaruan dalam Islam telah memberikan dampak yang luas terhadap peradaban Islam dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pemikiran keagamaan, sosial, politik, hingga pendidikan. Pembaruan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali semangat intelektual Islam, menyesuaikan ajaran Islam dengan tantangan zaman, serta mendorong umat Islam untuk lebih proaktif dalam membangun peradaban yang maju dan berkeadilan.¹ Dampak ini dapat dikategorikan ke dalam beberapa bidang utama sebagai berikut:

5.1.       Dampak terhadap Pemikiran Islam

Salah satu kontribusi utama gerakan pembaruan adalah revitalisasi pemikiran Islam. Sebelum munculnya gerakan ini, pemikiran Islam mengalami stagnasi akibat dominasi taklid dan tertutupnya pintu ijtihad.² Para pembaru seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha berupaya membuka kembali pintu ijtihad dengan menekankan rasionalisme dalam memahami ajaran Islam.³

Dalam konteks yang lebih luas, Fazlur Rahman menekankan bahwa gerakan pembaruan telah mendorong pendekatan hermeneutis dalam memahami Al-Qur’an, yaitu dengan mempertimbangkan konteks sejarah dan sosial dalam interpretasi ayat-ayat suci.⁴ Hal ini berdampak pada perkembangan pemikiran Islam yang lebih dinamis dan mampu menjawab tantangan zaman.

Pemikiran pembaruan juga berkontribusi dalam mengurangi polarisasi antara Islam tradisional dan modern. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif, banyak institusi Islam di berbagai negara mulai mengembangkan metode tafsir dan fiqih yang lebih sesuai dengan realitas kontemporer.⁵

5.2.       Dampak terhadap Sosial dan Politik Islam

Gerakan pembaruan Islam juga berpengaruh terhadap perkembangan sistem sosial dan politik di dunia Islam. Salah satu dampak utamanya adalah meningkatnya kesadaran politik umat Islam terhadap kolonialisme dan imperialisme. Jamaluddin Al-Afghani, misalnya, memimpin gerakan Pan-Islamisme yang bertujuan untuk menyatukan dunia Islam dalam menghadapi penjajahan Barat.⁶

Pada abad ke-20, konsep negara Islam mulai dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Rasyid Ridha, yang mengusulkan model pemerintahan berbasis Islam yang demokratis dan berkeadilan sosial.⁷ Di berbagai negara Muslim, gagasan ini memengaruhi perkembangan konstitusi dan sistem pemerintahan yang berlandaskan syariat Islam.

Selain itu, munculnya gerakan-gerakan Islam modern seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jamaat-e-Islami di Pakistan menunjukkan bagaimana pemikiran pembaruan telah menginspirasi upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan sosial dan politik.⁸

5.3.       Dampak terhadap Pendidikan Islam

Pembaruan Islam juga memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem pendidikan di dunia Islam. Sebelum gerakan pembaruan berkembang, sistem pendidikan Islam cenderung berbasis pada pengajaran tradisional yang berfokus pada hafalan dan disiplin ilmu agama tanpa mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern.⁹

Muhammad Abduh di Mesir dan Syah Waliyullah ad-Dihlawi di India adalah tokoh-tokoh yang berperan dalam mereformasi sistem pendidikan Islam dengan mengintegrasikan ilmu agama dan sains modern.¹⁰ Reformasi ini melahirkan model pendidikan Islam modern seperti yang diterapkan di Universitas Al-Azhar dan lembaga pendidikan Islam lainnya.

Selain itu, dampak pembaruan terhadap pendidikan Islam juga dapat dilihat dari meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Fatima Mernissi dan pemikir feminis Muslim lainnya menekankan bahwa Islam memberikan hak pendidikan bagi perempuan, dan pembaruan Islam seharusnya mencakup aspek ini untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.¹¹

5.4.       Dampak terhadap Ekonomi Islam

Gerakan pembaruan dalam Islam juga berdampak signifikan terhadap perkembangan sistem ekonomi Islam. Sebelum munculnya konsep ekonomi Islam modern, banyak negara Muslim mengadopsi sistem ekonomi kapitalis atau sosialis yang sering kali tidak sesuai dengan prinsip Islam.

Para pemikir seperti Yusuf al-Qaradawi dan Muhammad Baqir al-Sadr berperan dalam merumuskan konsep ekonomi Islam yang berbasis pada keadilan sosial, zakat, dan larangan riba.¹² Gagasan ini melahirkan industri keuangan Islam yang berkembang pesat, termasuk bank syariah dan instrumen keuangan berbasis syariah yang kini diterapkan di berbagai negara Muslim dan non-Muslim.¹³

Selain itu, gerakan pembaruan juga mendorong penerapan etika Islam dalam bisnis dan perdagangan, seperti konsep murabahah dan musharakah dalam transaksi ekonomi.¹⁴

5.5.       Dampak terhadap Pemurnian Akidah dan Moderasi Islam

Gerakan pembaruan dalam Islam juga berkontribusi terhadap pemurnian akidah dan penyebaran konsep moderasi (wasatiyyah). Salah satu tokoh utama dalam pemurnian akidah adalah Muhammad bin Abdul Wahhab, yang menyerukan kembali kepada ajaran tauhid yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.¹⁵

Dalam konteks yang lebih modern, Yusuf al-Qaradawi mengembangkan konsep wasatiyyah sebagai solusi atas polarisasi antara ekstremisme dan liberalisme dalam Islam.¹⁶ Pendekatan ini menekankan bahwa Islam adalah agama yang moderat dan dapat beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensinya.

Gerakan pembaruan juga berkontribusi dalam melawan ideologi ekstremis yang berkembang di beberapa kelompok Islam. Melalui pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis pada pemahaman Islam yang komprehensif, banyak pemikir Muslim berusaha membangun narasi Islam yang lebih damai dan toleran.¹⁷


Kesimpulan

Gerakan pembaruan Islam telah memberikan dampak yang luas dan mendalam terhadap dunia Islam. Dari aspek pemikiran, sosial-politik, pendidikan, ekonomi, hingga pemurnian akidah, pembaruan ini telah menghidupkan kembali semangat Islam sebagai agama yang dinamis dan relevan bagi setiap zaman. Dengan memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai positif dari gerakan ini, umat Islam dapat menghadapi tantangan modern tanpa kehilangan identitas keislamannya.


Footnotes

[1]                Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 29.

[2]                Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 94.

[3]                Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt (London: Oxford University Press, 1933), 76.

[4]                Rahman, Islam and Modernity, 112.

[5]                Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 78.

[6]                Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A Political Biography (Berkeley: University of California Press, 1972), 54.

[7]                Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. 1 (Cairo: Dar al-Fikr, 1993), 89.

[8]                Malcolm H. Kerr, Islamic Reform (Berkeley: University of California Press, 1966), 120.

[9]                Adams, Islam and Modernism in Egypt, 112.

[10]             Naquib al-Attas, Islam and Secularism, 136.

[11]             Fatima Mernissi, Beyond the Veil: Male-Female Dynamics in Muslim Society (Bloomington: Indiana University Press, 1987), 67.

[12]             Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid ad-Din (Cairo: Maktabah Wahbah, 2010), 92.

[13]             Ibid., 104.

[14]             Muhammad Baqir al-Sadr, Iqtisaduna (Beirut: Dar al-Fikr, 1982), 78.

[15]             Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab al-Tauhid (Riyadh: Maktabah Riyadh al-Hadithah, 1982), 67.

[16]             Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah, 134.

[17]             Kerr, Islamic Reform, 156.


6.           Kesimpulan dan Rekomendasi

6.1.       Kesimpulan

Gerakan pembaruan dalam Islam telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan pemikiran, sosial, politik, pendidikan, dan ekonomi umat Islam. Sejak zaman klasik hingga era modern, para pemikir Muslim telah berusaha menghidupkan kembali ajaran Islam dalam berbagai konteks sejarah dan sosial. Pemikiran mereka tidak hanya berfokus pada pemurnian akidah tetapi juga pada upaya adaptasi Islam dengan tantangan zaman agar tetap relevan dan mampu memberikan solusi bagi kehidupan umat manusia.¹

Secara garis besar, nilai-nilai positif dari gerakan pembaruan dalam Islam dapat disimpulkan sebagai berikut:

1)                  Revitalisasi Pemikiran Islam

Gerakan ini mendorong keterbukaan terhadap ijtihad dan reinterpretasi ajaran Islam dalam konteks sosial yang terus berkembang.² Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, misalnya, menekankan bahwa Islam harus dipahami secara rasional agar tetap relevan dalam kehidupan modern.³

2)                  Modernisasi Sistem Pendidikan Islam

Pembaruan dalam pendidikan Islam memungkinkan integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern, sebagaimana diterapkan di Universitas Al-Azhar dan berbagai lembaga pendidikan Islam lainnya.⁴

3)                  Kesadaran Politik dan Kebangkitan Umat

Para pembaru seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Hasan Al-Banna menginspirasi perjuangan politik Islam yang menekankan pentingnya persatuan umat dan perlawanan terhadap kolonialisme.⁵

4)                  Pembaruan Sosial dan Ekonomi

Islamisasi ekonomi melalui konsep keuangan syariah dan perbankan Islam telah memberikan alternatif terhadap sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang sering kali tidak berpihak kepada keadilan sosial.⁶

5)                  Pemurnian Akidah dan Moderasi Islam

Gerakan ini juga berkontribusi dalam membangun pemahaman Islam yang lebih moderat (wasatiyyah), menolak ekstremisme, serta kembali kepada prinsip-prinsip dasar Islam yang autentik.⁷

Dari semua aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa gerakan pembaruan Islam bukan sekadar upaya untuk menghidupkan kembali tradisi Islam yang murni, tetapi juga merupakan strategi untuk menjawab tantangan zaman dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip ajaran Islam. Pembaruan ini bukan hanya sebuah gerakan akademik atau intelektual semata, tetapi juga mencerminkan dinamika peradaban Islam yang selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan umat.

6.2.       Rekomendasi

Berdasarkan berbagai temuan dalam kajian ini, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam mengadopsi dan meneruskan nilai-nilai positif dari gerakan pembaruan:

1)                  Memperkuat Pemahaman terhadap Konsep Pembaruan

Umat Islam perlu memahami bahwa pembaruan (tajdid) dalam Islam bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan syariat, melainkan bagian dari dinamika Islam yang telah berlangsung sejak zaman klasik.⁸ Oleh karena itu, perlu adanya penguatan pemahaman terhadap konsep ijtihad, agar umat Islam tidak terjebak dalam sikap ekstrem baik dalam bentuk konservatisme yang kaku maupun liberalisme yang berlebihan.⁹

2)                  Meningkatkan Kualitas Pendidikan Islam

Pendidikan Islam harus terus mengalami reformasi dengan mengadopsi sistem pembelajaran yang integratif antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern.¹⁰ Model pendidikan seperti yang diterapkan oleh Muhammad Abduh dan Syah Waliyullah ad-Dihlawi dapat menjadi inspirasi bagi sistem pendidikan Islam saat ini.¹¹

3)                  Mempromosikan Islam yang Moderat dan Toleran

Moderasi dalam Islam harus menjadi pijakan utama dalam menghadapi tantangan ekstremisme. Konsep wasatiyyah yang diperkenalkan oleh Yusuf al-Qaradawi dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menyebarkan ajaran Islam yang damai dan toleran.¹²

4)                  Mendorong Partisipasi Umat Islam dalam Pembangunan Sosial dan Ekonomi

Gerakan pembaruan harus diterjemahkan ke dalam kebijakan ekonomi yang berkeadilan dan berbasis pada prinsip-prinsip Islam. Ekonomi Islam modern yang dikembangkan oleh Muhammad Baqir al-Sadr dan Yusuf al-Qaradawi menunjukkan bahwa Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menjawab tantangan global.¹³

5)                  Mengembangkan Wacana Politik Islam yang Demokratis dan Berkeadilan

Dalam konteks politik, umat Islam perlu menyesuaikan konsep negara Islam dengan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.¹⁴ Pemikiran Rasyid Ridha tentang negara Islam yang berbasis pada hukum dan keadilan sosial dapat menjadi rujukan dalam merancang sistem pemerintahan yang lebih adaptif terhadap perkembangan zaman.¹⁵

6)                  Menjaga Relevansi Islam dalam Kehidupan Modern

Pembaruan dalam Islam harus dilakukan dengan tetap mempertahankan otentisitas ajaran Islam. Hal ini sejalan dengan konsep yang diajarkan oleh Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya, bahwa suatu peradaban harus terus berkembang tanpa kehilangan identitas dan akar budayanya.¹⁶

Dengan menerapkan rekomendasi-rekomendasi tersebut, diharapkan umat Islam dapat terus berkembang dan menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan esensi ajaran Islam yang autentik.


Footnotes

[1]                Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 45.

[2]                Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 87.

[3]                Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt (London: Oxford University Press, 1933), 63.

[4]                Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 1993), 78.

[5]                Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A Political Biography (Berkeley: University of California Press, 1972), 56.

[6]                Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid ad-Din (Cairo: Maktabah Wahbah, 2010), 102.

[7]                Ibid., 118.

[8]                Muhammad Abduh, Risalah al-Tauhid (Cairo: Al-Manar, 1902), 43.

[9]                Adams, Islam and Modernism in Egypt, 94.

[10]             Naquib al-Attas, Islam and Secularism, 136.

[11]             Syah Waliyullah ad-Dihlawi, Hujjatullah al-Balighah (Cairo: Dar al-Fikr, 1984), 52.

[12]             Qaradawi, Fiqh al-Wasatiyyah, 126.

[13]             Muhammad Baqir al-Sadr, Iqtisaduna (Beirut: Dar al-Fikr, 1982), 92.

[14]             Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. 1 (Cairo: Dar al-Fikr, 1993), 87.

[15]             Malcolm H. Kerr, Islamic Reform (Berkeley: University of California Press, 1966), 143.

[16]             Ibn Khaldun, The Muqaddimah, terj. Franz Rosenthal (Princeton: Princeton University Press, 1967), 94.


Daftar Pustaka

Adams, C. C. (1933). Islam and Modernism in Egypt: A Study of the Modern Reform Movement Inaugurated by Muhammad Abduh. London: Oxford University Press.

Al-Afghani, J. (2005). Refutation of the Materialists. Delhi: Islamic Book Service.

Al-Attas, S. M. N. (1993). Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC.

Al-Banna, H. (1981). Memoirs of Hasan al-Banna Shaheed. Kuwait: I.I.F.S.O.

Al-Ghazali. (1993). Ihya Ulum al-Din (Vol. 1). Cairo: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

Al-Qaradawi, Y. (2010). Fiqh al-Wasatiyyah wa Tajdid ad-Din. Cairo: Maktabah Wahbah.

Al-Sadr, M. B. (1982). Iqtisaduna. Beirut: Dar al-Fikr.

Baqir, M. (1982). Iqtisaduna. Beirut: Dar al-Fikr.

Hallaq, W. B. (1997). A History of Islamic Legal Theories. Cambridge: Cambridge University Press.

Hourani, A. (1983). Arabic Thought in the Liberal Age: 1798–1939. Cambridge: Cambridge University Press.

Ibn Khaldun. (1967). The Muqaddimah: An Introduction to History (F. Rosenthal, Trans.). Princeton: Princeton University Press.

Ibn Taimiyah. (1991). Majmu’ al-Fatawa (Vol. 19). Cairo: Dar al-Wafa.

Keddie, N. R. (1972). Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A Political Biography. Berkeley: University of California Press.

Kerr, M. H. (1966). Islamic Reform: The Political and Legal Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida. Berkeley: University of California Press.

Laoust, H. (1939). Essai sur les doctrines sociales et politiques de Takī-d-Dīn Aḥmad b. Taimīya. Cairo: Institut Français d’Archéologie Orientale.

Mernissi, F. (1987). Beyond the Veil: Male-Female Dynamics in Muslim Society. Bloomington: Indiana University Press.

Muhammad Abduh. (1902). Risalah al-Tauhid. Cairo: Al-Manar.

Naquib al-Attas, S. M. (1993). Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC.

Rahman, F. (1982). Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: University of Chicago Press.

Ridha, R. (1993). Tafsir al-Manar (Vol. 1). Cairo: Dar al-Fikr.

Schacht, J. (1964). An Introduction to Islamic Law. Oxford: Clarendon Press.

Syah Waliyullah ad-Dihlawi. (1984). Hujjatullah al-Balighah. Cairo: Dar al-Fikr.

Wahhab, M. A. (1982). Kitab al-Tauhid. Riyadh: Maktabah Riyadh al-Hadithah.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar