Sejarah Kebudayaan Islam
Gerakan Pembaruan dalam Islam
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI)
Kelas : 11 (Sebelas)
Abstrak
Gerakan pembaruan dalam Islam merupakan upaya untuk
mereformasi pemikiran dan praktik Islam agar lebih sesuai dengan tantangan
zaman. Gerakan ini muncul sebagai respons terhadap stagnasi intelektual,
kemunduran politik, dan tekanan kolonialisme yang dihadapi umat Islam sejak
abad ke-18 hingga awal abad ke-20. Artikel ini mengkaji secara komprehensif
tokoh-tokoh utama gerakan pembaruan, yaitu Ali Pasha, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Muhammad Iqbal, serta gagasan mereka
dalam bidang pendidikan, hukum Islam, politik, dan sosial. Kajian ini dilakukan
dengan merujuk pada kitab-kitab sejarah Islam klasik, literatur sejarah
kebudayaan Islam, serta jurnal ilmiah Islami untuk memberikan analisis yang
lebih mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerakan
pembaruan Islam memiliki dampak signifikan dalam membentuk pemikiran Islam
modern. Reformasi pendidikan yang dilakukan oleh Abduh dan Ridha telah membuka
ruang bagi sistem pendidikan Islam yang lebih berbasis ilmu pengetahuan modern
dan rasionalisme. Konsep Pan-Islamisme yang dikembangkan oleh Al-Afghani
menginspirasi gerakan nasionalisme Muslim dalam melawan kolonialisme, sementara
pemikiran Muhammad Iqbal tentang kebangkitan Islam memberikan fondasi bagi
pembentukan negara Islam modern. Selain itu, gerakan ini juga mendorong
penerapan ijtihad dalam hukum Islam, sehingga hukum Islam menjadi lebih
dinamis dan kontekstual.
Meskipun menghadapi tantangan dari kelompok
konservatif dan sekularis, pemikiran para tokoh pembaru terus memberikan
pengaruh besar dalam diskursus keislaman kontemporer. Oleh karena itu, kajian
terhadap gerakan pembaruan dalam Islam tetap relevan untuk memahami bagaimana
Islam dapat terus berkembang sebagai sistem pemikiran yang adaptif terhadap
modernitas tanpa kehilangan nilai-nilai fundamentalnya.
Kata Kunci: Gerakan Pembaruan Islam, Ijtihad, Pan-Islamisme,
Reformasi Pendidikan Islam, Hukum Islam Modern, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal, Ali Pasha.
Gerakan Pembaruan dalam Islam
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI)
Kelas : 11
(Sebelas)
Bab : Bab 10 -
Gerakan Pembaruan dalam Islam
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sejarah peradaban Islam
mengalami berbagai fase, mulai dari masa keemasan pada abad ke-8 hingga ke-13,
kemunduran pada periode akhir abad pertengahan, hingga era modern yang ditandai
dengan munculnya berbagai gerakan pembaruan. Salah satu faktor utama yang
mendorong gerakan pembaruan dalam Islam adalah stagnasi intelektual dan sosial
yang terjadi akibat dominasi pemikiran skolastik serta lemahnya inovasi dalam
berbagai bidang kehidupan umat Islam. Pemikiran kritis dan dinamika intelektual
yang berkembang pada masa keemasan mulai mengalami kemunduran sejak abad ke-14,
seiring dengan melemahnya Dinasti Abbasiyah dan munculnya kekuatan kolonial
Barat yang semakin mendominasi dunia Islam.¹
Gerakan pembaruan dalam Islam
muncul sebagai respons terhadap tantangan internal dan eksternal yang dihadapi
umat Islam. Internally, umat Islam mengalami kemunduran dalam bidang politik,
ekonomi, pendidikan, dan sosial yang mengakibatkan keterbelakangan peradaban
Islam dibandingkan dengan Barat.² Secara eksternal, kolonialisme Eropa yang
dimulai sejak abad ke-16 dan mencapai puncaknya pada abad ke-19 semakin
memperburuk kondisi dunia Islam.³ Negara-negara Muslim, seperti Kesultanan
Utsmaniyah, Kesultanan Mughal, dan Dinasti Safawi, mengalami kemerosotan akibat
tekanan dari kekuatan Barat serta konflik internal yang tak kunjung usai.⁴
Situasi ini mendorong
munculnya pemikir-pemikir Muslim yang menyerukan pembaruan (tajdid) dalam
berbagai aspek kehidupan. Gerakan ini tidak hanya bersifat politis, tetapi juga
mencakup aspek pendidikan, sosial, dan keagamaan. Para tokoh pembaru seperti
Ali Pasha, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Muhammad
Iqbal memainkan peran penting dalam membangkitkan kembali semangat intelektual
dan keislaman melalui gagasan-gagasan mereka yang progresif.⁵ Pemikiran mereka
memiliki pengaruh yang luas dan masih relevan dalam membangun peradaban Islam
di era kontemporer.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan, artikel ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan
mendasar terkait dengan gerakan pembaruan dalam Islam, yaitu:
·
Apa yang dimaksud dengan
gerakan pembaruan dalam Islam?
·
Apa saja faktor penyebab
munculnya gerakan pembaruan dalam Islam?
·
Siapa saja tokoh-tokoh
utama dalam gerakan pembaruan Islam dan bagaimana pemikiran mereka?
·
Bagaimana dampak pemikiran
para tokoh pembaru terhadap perkembangan dunia Islam hingga saat ini?
1.3.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan
artikel ini adalah sebagai berikut:
·
Menganalisis konsep dan
latar belakang munculnya gerakan pembaruan dalam Islam dengan merujuk pada
kitab-kitab sejarah Islam klasik, literatur sejarah kebudayaan Islam, dan
jurnal ilmiah islami.
·
Mengkaji pemikiran para
tokoh pembaru dalam Islam dan memahami bagaimana ide-ide mereka berusaha
mengatasi tantangan zaman.
·
Menyajikan kajian yang
komprehensif mengenai dampak pemikiran para pembaru terhadap umat Islam secara
historis maupun dalam konteks modern.
Dengan memahami pemikiran
para tokoh pembaru dalam Islam, diharapkan umat Islam dapat mengambil pelajaran
dari sejarah dan merancang strategi yang lebih baik dalam menghadapi tantangan
global saat ini.
Catatan Kaki
[1]
Bernard Lewis, Islam in History: Ideas, People, and Events in
the Middle East (Chicago: Open Court, 1993), 78.
[2]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982),
45.
[3]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939
(Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 12.
[4]
Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in
a World Civilization, vol. 3 (Chicago: University of Chicago Press,
1974), 265.
[5]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A
Political Biography (Berkeley: University of California Press,
1972), 88.
2.
Konsep dan Latar Belakang Gerakan Pembaruan
dalam Islam
2.1.
Pengertian Gerakan Pembaruan dalam Islam
Gerakan pembaruan dalam Islam
merupakan suatu upaya intelektual dan sosial untuk mereformasi berbagai aspek
kehidupan umat Islam dengan tujuan mengembalikan kejayaan peradaban Islam
melalui reinterpretasi ajaran agama yang sesuai dengan perkembangan zaman.¹
Gerakan ini muncul sebagai respons terhadap stagnasi pemikiran, kemunduran
politik, serta pengaruh kolonialisme yang melemahkan kekuatan dunia Islam sejak
abad ke-18 hingga awal abad ke-20.²
Konsep pembaruan (tajdīd)
dalam Islam memiliki akar yang kuat dalam tradisi keilmuan Islam. Dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini di setiap awal
seratus tahun seseorang yang akan memperbarui agamanya."_³ Hadis ini
menjadi dasar bagi munculnya gagasan bahwa Islam perlu diperbarui secara
berkala oleh para ulama dan pemikir yang memiliki pemahaman mendalam tentang
syariat dan kondisi sosial masyarakat.
Dalam kajian sejarah, gerakan
pembaruan dalam Islam sering dikaitkan dengan konsep islah
(reformasi) dan ijtihad (pemikiran kritis)
sebagai metode utama dalam membangun kembali peradaban Islam.⁴ Islah mengacu
pada upaya perbaikan dalam bidang keagamaan, sosial, dan politik, sementara
ijtihad menekankan perlunya interpretasi hukum Islam yang dinamis untuk
menjawab tantangan zaman.⁵ Para pemikir Muslim modern, seperti Jamaluddin
Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha, menekankan pentingnya kedua
konsep ini sebagai fondasi utama dalam gerakan pembaruan mereka.⁶
2.2.
Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan
Pembaruan
Gerakan pembaruan dalam Islam
tidak muncul dalam ruang hampa sejarah. Ada beberapa faktor utama yang
melatarbelakangi kemunculan gerakan ini, baik dari sisi internal umat Islam
maupun dari tekanan eksternal yang datang dari dunia Barat.
2.2.1. Faktor Internal: Kemunduran
Politik, Ekonomi, dan Intelektual
Salah satu faktor utama yang
mendorong munculnya gerakan pembaruan adalah kemunduran politik di dunia Islam,
terutama yang dialami oleh Kesultanan Utsmani, Kesultanan Mughal, dan Dinasti
Safawi.⁷ Sejak abad ke-17, dunia Islam mengalami kelemahan dalam tata kelola
pemerintahan, korupsi yang merajalela, serta perpecahan internal yang
menyebabkan hilangnya kekuatan politik Islam.⁸
Selain itu, stagnasi ekonomi
menjadi faktor lain yang memperparah situasi. Negara-negara Muslim yang
sebelumnya menjadi pusat perdagangan dunia mengalami penurunan daya saing
akibat perubahan jalur perdagangan global dan dominasi ekonomi Eropa.⁹
Akibatnya, dunia Islam mengalami ketertinggalan dalam sektor industri, teknologi,
dan inovasi ekonomi.
Dari segi intelektual,
kemunduran umat Islam juga dipicu oleh berkembangnya sikap taqlid
(pengikutan tanpa kritik) yang menghambat inovasi pemikiran.¹⁰ Sejak abad
ke-14, pintu ijtihad mulai tertutup dan pemikiran keagamaan didominasi oleh
pendekatan tekstual yang tidak memberikan ruang bagi pembaruan.¹¹ Hal ini
berbanding terbalik dengan masa keemasan Islam, di mana para ulama seperti
Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali mengembangkan pemikiran kritis yang
menghubungkan ilmu pengetahuan dengan ajaran Islam.¹²
2.2.2. Faktor Eksternal: Pengaruh
Kolonialisme dan Modernisasi Barat
Di sisi lain, faktor
eksternal juga berperan besar dalam mendorong munculnya gerakan pembaruan dalam
Islam. Sejak abad ke-18, banyak wilayah Muslim jatuh ke tangan kekuatan
kolonial Eropa, seperti Inggris yang menguasai India, Prancis yang menguasai
Aljazair dan Mesir, serta Belanda yang mendominasi Nusantara.¹³ Kolonialisme
membawa dampak yang sangat besar terhadap dunia Islam, baik dalam aspek
politik, ekonomi, maupun sosial.
Modernisasi yang dibawa oleh
Barat menempatkan dunia Islam dalam posisi yang sulit. Di satu sisi,
modernisasi menawarkan kemajuan dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan sistem
pemerintahan yang lebih efisien. Namun di sisi lain, modernisasi juga membawa
nilai-nilai sekularisme dan liberalisme yang dianggap bertentangan dengan
ajaran Islam.¹⁴ Para pemikir Muslim pun terbagi dalam menyikapi modernitas: ada
yang menolaknya secara total, ada yang menerimanya tanpa kritik, dan ada yang
berusaha mencari titik temu antara Islam dan modernitas.¹⁵
Gerakan pembaruan dalam Islam
muncul sebagai jawaban atas dilema ini. Para tokoh pembaru berusaha mengambil
nilai-nilai positif dari modernitas tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip
Islam.¹⁶ Mereka menekankan perlunya reformasi dalam sistem pendidikan Islam,
penerapan ijtihad dalam hukum Islam, serta penguatan kembali konsep persatuan
dunia Islam untuk menghadapi dominasi Barat.¹⁷
Catatan Kaki
[1]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual
Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 78.
[2]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939
(Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 27.
[3]
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, no. 4291.
[4]
Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in
a World Civilization, vol. 3 (Chicago: University of Chicago Press,
1974), 310.
[5]
Muhammad Qasim Zaman, Modern Islamic Thought in a Radical Age
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 45.
[6]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A
Political Biography (Berkeley: University of California Press,
1972), 120.
[7]
Bernard Lewis, What Went Wrong? The Clash Between Islam and
Modernity in the Middle East (New York: Oxford University Press,
2002), 94.
[8]
Wilfred Cantwell Smith, Islam in Modern History (Princeton:
Princeton University Press, 1957), 151.
[9]
Karen Armstrong, Islam: A Short History (New York:
Modern Library, 2002), 183.
[10]
Ibrahim M. Abu-Rabi’, Contemporary Arab Thought: Studies in Post-1967
Arab Intellectual History (Pluto Press, 2004), 92.
[11]
Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories: An
Introduction to Sunni Usul al-Fiqh (Cambridge: Cambridge University
Press, 1997), 172.
[12]
Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam
(Cambridge: Harvard University Press, 1968), 121.
[13]
Francis Robinson, Islam and the European Empires
(Oxford: Oxford University Press, 2010), 75.
[14]
John L. Esposito, The Islamic Threat: Myth or Reality?
(Oxford: Oxford University Press, 1999), 203.
[15]
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in
Islam (Lahore: Sh. Muhammad Ashraf, 1934), 56.
[16]
Leonard Binder, Islamic Liberalism: A Critique of Development
Ideologies (Chicago: University of Chicago Press, 1988), 112.
[17]
Olivier Roy, The Failure of Political Islam
(Cambridge: Harvard University Press, 1994), 87.
3.
Tokoh-Tokoh Gerakan Pembaruan dalam Islam dan
Pemikirannya
Gerakan pembaruan dalam Islam
didukung oleh para pemikir dan reformis yang berusaha merespons tantangan zaman
dengan merumuskan gagasan-gagasan progresif. Beberapa tokoh kunci dalam gerakan
ini adalah Ali Pasha, Jamaluddin
Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha, dan Muhammad Iqbal.
Masing-masing tokoh memiliki pemikiran yang berpengaruh dalam membentuk
dinamika pembaruan Islam di dunia Muslim.
3.1.
Ali Pasha (1769–1871): Reformasi dalam
Pemerintahan Utsmani
Ali Pasha merupakan salah
satu figur sentral dalam upaya modernisasi Kesultanan Utsmani. Ia dikenal
sebagai negarawan yang memperkenalkan berbagai reformasi administratif, hukum,
dan militer. Dalam konteks pembaruan Islam, ia mengadopsi konsep Tanzimat,
yaitu serangkaian reformasi yang bertujuan untuk menyelaraskan sistem
pemerintahan Islam dengan standar modern Eropa.¹
Ali Pasha berusaha memperkuat
birokrasi negara dengan membentuk lembaga-lembaga modern dan merombak sistem
hukum Utsmani agar lebih rasional serta berbasis undang-undang tertulis.²
Reformasi pendidikannya mendorong penerapan sistem pendidikan sekuler yang
lebih luas, meskipun menimbulkan kontroversi di kalangan ulama konservatif.³
3.2.
Jamaluddin Al-Afghani (1838–1897): Pelopor
Pan-Islamisme
Jamaluddin Al-Afghani adalah
salah satu tokoh pembaru yang paling berpengaruh dalam sejarah Islam modern. Ia
mengembangkan gagasan Pan-Islamisme, yaitu
konsep yang menyerukan persatuan umat Islam di bawah satu kekuatan politik
untuk melawan kolonialisme Barat.⁴ Ia menegaskan bahwa kemunduran umat Islam
disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam menghadapi tantangan intelektual
dan teknologi dari dunia Barat.⁵
Al-Afghani mengkritik praktik
taqlid yang menghambat kemajuan umat Islam dan
mendorong pentingnya ijtihad dalam membangun
pemikiran Islam yang lebih adaptif.⁶ Melalui tulisannya, ia menyerukan umat
Islam untuk bangkit dari ketertinggalan dengan mengadopsi ilmu pengetahuan
modern, tanpa harus meninggalkan nilai-nilai Islam.⁷ Ia juga berusaha membangun
kesadaran politik di kalangan umat Islam agar mampu menghadapi imperialisme dan
kolonialisme yang mengancam dunia Muslim.⁸
3.3.
Muhammad Abduh (1849–1905): Reformasi
Pendidikan dan Pemikiran Islam
Muhammad Abduh, murid
Jamaluddin Al-Afghani, berfokus pada reformasi pendidikan dan pemikiran Islam.
Ia menekankan pentingnya rasionalisme dalam
memahami ajaran Islam dan menolak pemahaman agama yang didasarkan pada tradisi
buta.⁹
Sebagai Grand Mufti Mesir,
Abduh menginisiasi reformasi dalam sistem pendidikan Al-Azhar, mendorong metode
pengajaran yang lebih kritis dan analitis.¹⁰ Ia juga berusaha menyesuaikan
hukum Islam dengan perkembangan zaman melalui konsep ijtihad,
terutama dalam bidang hukum keluarga dan sosial.¹¹ Abduh mengkritik pemikiran
Islam yang stagnan dan menekankan bahwa Islam harus mampu beradaptasi dengan
tuntutan zaman tanpa kehilangan esensi ajarannya.¹²
3.4.
Rasyid Ridha (1865–1935): Reformasi Negara
Islam dan Pemurnian Akidah
Rasyid Ridha adalah murid
Muhammad Abduh yang memperdalam gagasan reformasi Islam dengan pendekatan yang
lebih sistematis. Ia mengembangkan konsep negara Islam modern,
yang menggabungkan prinsip-prinsip Islam dengan sistem pemerintahan yang lebih
terstruktur dan efisien.¹³
Dalam bukunya, Al-Khilafah
wa al-Imamah al-‘Uzma, Ridha menekankan pentingnya sistem
pemerintahan yang berbasis syura (musyawarah) dan
hukum Islam yang dinamis.¹⁴ Ia juga berusaha memurnikan Islam dari berbagai
bentuk bid‘ah dan khurafat yang dianggap menghambat perkembangan umat.¹⁵ Ridha
percaya bahwa kebangkitan Islam hanya bisa dicapai melalui pendidikan yang
berkualitas dan penerapan hukum Islam yang lebih progresif.¹⁶
3.5.
Muhammad Iqbal (1877–1938): Kebangkitan
Spiritualitas Islam
Muhammad Iqbal adalah seorang
filsuf dan penyair Muslim asal India yang berkontribusi besar dalam membangun
kesadaran intelektual umat Islam. Dalam karyanya The Reconstruction of
Religious Thought in Islam, Iqbal mengembangkan gagasan tentang ijtihad
dinamis, yang menekankan bahwa Islam harus terus berkembang dan
tidak boleh terjebak dalam dogma masa lalu.¹⁷
Iqbal percaya bahwa
kebangkitan Islam harus dimulai dari perubahan pola pikir umat. Ia menggabungkan
mistisisme Islam dengan pemikiran
filsafat Barat, menciptakan sintesis pemikiran yang unik.¹⁸
Selain itu, ia juga menjadi inspirasi utama bagi berdirinya negara Pakistan,
karena visinya tentang negara Muslim yang progresif dan berbasis ilmu pengetahuan.¹⁹
Kesimpulan
Kelima tokoh ini memiliki
peran penting dalam gerakan pembaruan Islam dengan gagasan dan pendekatan yang
berbeda-beda. Namun, tujuan utama mereka tetap sama, yaitu membangkitkan
kembali kejayaan Islam dengan menyesuaikan ajaran agama dengan tuntutan zaman.
Pemikiran mereka terus menjadi inspirasi bagi umat Islam dalam menghadapi
tantangan modernitas dan globalisasi.
Catatan Kaki
[1]
Bernard Lewis, The Emergence of Modern Turkey (New
York: Oxford University Press, 1961), 128.
[2]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939
(Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 52.
[3]
Karen Armstrong, Islam: A Short History (New York:
Modern Library, 2002), 164.
[4]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A
Political Biography (Berkeley: University of California Press,
1972), 37.
[5]
Wilfred Cantwell Smith, Islam in Modern History (Princeton:
Princeton University Press, 1957), 205.
[6]
Muhammad Qasim Zaman, Modern Islamic Thought in a Radical Age
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 98.
[7]
John L. Esposito, Islam and the West (Oxford: Oxford
University Press, 1999), 117.
[8]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982),
56.
[9]
Leonard Binder, Islamic Liberalism: A Critique of Development
Ideologies (Chicago: University of Chicago Press, 1988), 147.
[10]
Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories
(Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 203.
[11]
Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam
(Cambridge: Harvard University Press, 1968), 131.
[12]
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in
Islam (Lahore: Sh. Muhammad Ashraf, 1934), 72.
[13]
Olivier Roy, The Failure of Political Islam
(Cambridge: Harvard University Press, 1994), 124.
[14]
Rasyid Ridha, Al-Khilafah wa al-Imamah al-‘Uzma
(Cairo: al-Manar Press, 1923), 89.
[15]
Yvonne Haddad, Contemporary Islam and the
Challenge of History (Albany: State University of New York Press, 1982),
112.
[16]
Malcolm H. Kerr, Islamic Reform: The Political
and Legal Theories of Muhammad Abduh and Rashid Rida (Berkeley: University
of California Press, 1966), 215.
[17]
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious
Thought in Islam (Lahore: Sh. Muhammad Ashraf, 1934), 145.
[18]
Annemarie Schimmel, Gabriel’s Wing: A Study into
the Religious Ideas of Sir Muhammad Iqbal (Leiden: Brill, 1963), 203.
[19]
Javed Majeed, Muhammad Iqbal: Islam, Aesthetics
and Postcolonialism (London: Routledge, 2009), 178.
4.
Dampak dan Pengaruh Gerakan Pembaruan dalam
Islam
Gerakan pembaruan dalam Islam
yang muncul pada abad ke-18 hingga ke-20 telah memberikan pengaruh yang luas
terhadap dunia Islam, baik dalam aspek politik, sosial, keagamaan, maupun
pendidikan. Para pemikir seperti Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Muhammad Iqbal memainkan
peran penting dalam membentuk arah pemikiran Islam modern. Dampak dari gerakan
pembaruan ini masih terasa hingga saat ini, terutama dalam perdebatan mengenai
modernisasi Islam, nasionalisme Muslim, serta hubungan antara Islam dan sains.
4.1.
Dampak Terhadap Dunia Islam
Gerakan pembaruan Islam
berdampak signifikan pada berbagai aspek kehidupan umat Muslim, baik dalam
konteks sosial, politik, maupun keilmuan.
4.1.1. Reformasi Pendidikan dan
Kebangkitan Intelektual Islam
Salah satu dampak paling
nyata dari gerakan pembaruan dalam Islam adalah reformasi dalam sistem
pendidikan Islam. Muhammad Abduh, misalnya, berusaha memperbarui kurikulum
Al-Azhar dengan memasukkan ilmu-ilmu rasional dan menekankan pentingnya metode
berpikir kritis dalam memahami ajaran Islam.¹
Selain itu, Rasyid Ridha juga
mendorong pendidikan Islam yang lebih sistematis dan berorientasi pada sains
modern.² Upaya ini menginspirasi pendirian berbagai universitas Islam modern,
seperti Universitas Islam Madinah, Universitas Aligarh di India, dan
Universitas Nasional Islam Indonesia.³ Pembaruan dalam pendidikan ini kemudian
memunculkan generasi intelektual Muslim yang lebih adaptif terhadap tantangan
zaman.
4.1.2. Perlawanan terhadap Kolonialisme
dan Kebangkitan Nasionalisme Muslim
Gerakan pembaruan dalam Islam
juga berkontribusi besar terhadap kebangkitan nasionalisme di dunia Muslim.
Jamaluddin Al-Afghani adalah salah satu tokoh yang paling vokal dalam
menyerukan persatuan dunia Islam (Pan-Islamisme)
sebagai cara untuk melawan dominasi kolonial Barat.⁴ Pemikirannya memengaruhi
banyak gerakan kemerdekaan di dunia Islam, termasuk di Mesir, Turki, dan
India.⁵
Muhammad Iqbal juga memainkan
peran penting dalam kebangkitan nasionalisme Muslim di anak benua India.
Pemikirannya tentang Islam sebagai sistem politik dan spiritual menginspirasi
berdirinya negara Pakistan pada tahun 1947.⁶ Pemikiran ini menunjukkan
bagaimana gerakan pembaruan Islam tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga
berdampak pada geopolitik global.
4.1.3. Pembaruan Hukum Islam dan
Reformasi Sosial
Reformasi hukum Islam juga
menjadi salah satu hasil dari gerakan pembaruan. Para pembaru seperti Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridha menekankan pentingnya ijtihad
dalam menyesuaikan hukum Islam dengan realitas modern.⁷ Upaya mereka membuka
jalan bagi reformasi dalam berbagai aspek hukum Islam, termasuk hukum keluarga,
hak-hak perempuan, dan sistem peradilan Islam.⁸
Sebagai contoh, Mesir dan
Turki mulai menerapkan sistem hukum yang menggabungkan prinsip-prinsip Islam
dengan hukum positif modern.⁹ Hal ini menciptakan model baru dalam penerapan
hukum Islam yang lebih fleksibel dan responsif terhadap perkembangan zaman.
4.2.
Pengaruh Terhadap Gerakan Islam Kontemporer
Dampak pemikiran para pembaru
tidak hanya terbatas pada masa mereka, tetapi juga terus menginspirasi gerakan
Islam kontemporer di berbagai belahan dunia.
4.2.1. Pengaruh terhadap Gerakan Islam
Modern
Pemikiran tokoh-tokoh pembaru
Islam memberikan inspirasi bagi berbagai gerakan Islam modern, baik yang
bersifat moderat maupun yang lebih konservatif. Gerakan Ikhwanul
Muslimin di Mesir, misalnya, dipengaruhi oleh pemikiran Rasyid
Ridha dalam hal konsep negara Islam dan kepemimpinan umat.¹⁰ Sementara itu,
gerakan Jamaat-e-Islami di
India-Pakistan dipengaruhi oleh gagasan Muhammad Iqbal tentang Islam sebagai
sistem kehidupan yang menyeluruh.¹¹
4.2.2. Peran dalam Dialog Islam dan
Modernitas
Salah satu kontribusi
terbesar dari gerakan pembaruan Islam adalah upaya mereka dalam mencari titik
temu antara Islam dan modernitas. Banyak pemikir Muslim kontemporer, seperti
Fazlur Rahman dan Tariq Ramadan, melanjutkan gagasan para pembaru dalam
menjembatani Islam dengan ilmu pengetahuan modern, demokrasi, dan hak asasi manusia.¹²
Pemikiran ini juga memberikan
pengaruh terhadap kebijakan di beberapa negara Muslim yang mencoba mengadopsi
sistem demokrasi tanpa mengabaikan nilai-nilai Islam.¹³ Negara-negara seperti
Turki, Malaysia, dan Indonesia mengembangkan model pemerintahan yang memadukan
prinsip demokrasi dengan syariat Islam, sebuah gagasan yang awalnya dirintis
oleh para pembaru Islam abad ke-19 dan ke-20.
4.2.3. Tantangan dan Kritik terhadap
Gerakan Pembaruan
Meskipun memiliki banyak
dampak positif, gerakan pembaruan Islam juga menghadapi tantangan dan kritik
dari berbagai pihak. Di satu sisi, kaum konservatif menolak gagasan reformasi
yang dianggap sebagai penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.¹⁴ Di sisi
lain, kaum sekularis menilai bahwa reformasi yang dilakukan oleh para pembaru
masih kurang radikal dalam mengakomodasi prinsip-prinsip modernitas.¹⁵
Selain itu, beberapa
pemikiran para pembaru Islam justru diadopsi oleh kelompok-kelompok ekstremis
yang menafsirkan konsep ijtihad dan jihad secara keliru. Hal ini menunjukkan
bahwa gerakan pembaruan dalam Islam masih menghadapi tantangan dalam menemukan
keseimbangan antara tradisi dan modernitas.¹⁶
Kesimpulan
Gerakan pembaruan dalam Islam
telah memberikan dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan umat Muslim, mulai
dari pendidikan, politik, hingga hukum Islam. Pemikiran para tokoh pembaru
terus menginspirasi generasi Muslim dalam menghadapi tantangan zaman. Namun,
gerakan ini juga menghadapi tantangan, baik dari kalangan konservatif maupun
sekularis, yang memunculkan perdebatan tentang masa depan Islam dalam konteks
global.
Catatan Kaki
[1]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939
(Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 72.
[2]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual
Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 99.
[3]
Wilfred Cantwell Smith, Islam in Modern History (Princeton:
Princeton University Press, 1957), 128.
[4]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A
Political Biography (Berkeley: University of California Press,
1972), 58.
[5]
John L. Esposito, Islam and Politics (New York:
Syracuse University Press, 1984), 203.
[6]
Javed Majeed, Muhammad Iqbal: Islam, Aesthetics and
Postcolonialism (London: Routledge, 2009), 145.
[7]
Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories
(Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 156.
[8]
Leonard Binder, Islamic Liberalism: A Critique of Development
Ideologies (Chicago: University of Chicago Press, 1988), 187.
[9]
Olivier Roy, The Failure of Political Islam
(Cambridge: Harvard University Press, 1994), 79.
[10]
Richard P. Mitchell, The Society of the Muslim Brothers
(New York: Oxford University Press, 1969), 93.
[11]
Seyyed Vali Nasr, The Vanguard of the Islamic Revolution: The
Jamaat-e-Islami of Pakistan (Berkeley: University of California
Press, 1994), 110.
[12]
Tariq Ramadan, Western Muslims and the Future of Islam
(Oxford: Oxford University Press, 2004), 211.
[13]
Nader Hashemi, Islam, Secularism, and Liberal
Democracy: Toward a Democratic Theory for Muslim Societies (Oxford: Oxford
University Press, 2009), 167.
[14]
Muhammad Qasim Zaman, Modern Islamic Thought in
a Radical Age (Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 189.
[15]
Bassam Tibi, Islam's Predicament with Modernity:
Religious Reform and Cultural Change (New York: Routledge, 2009), 143.
[16]
Gilles Kepel, Jihad: The Trail of Political
Islam (Cambridge: Harvard University Press, 2002), 121.
5.
Kesimpulan dan Saran
5.1.
Kesimpulan
Gerakan pembaruan dalam Islam
merupakan respons terhadap berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat Muslim,
baik dari segi internal seperti stagnasi intelektual dan kemunduran politik,
maupun eksternal seperti kolonialisme dan pengaruh modernisasi Barat.¹ Sejak
akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-20, berbagai tokoh Muslim seperti Ali
Pasha, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Muhammad Iqbal
berusaha menghidupkan kembali kejayaan Islam melalui reformasi di berbagai
bidang, termasuk pendidikan, hukum Islam, dan politik.
Salah satu hasil utama dari
gerakan pembaruan ini adalah reformasi sistem pendidikan Islam yang lebih
berorientasi pada pemikiran rasional dan ilmu pengetahuan modern.² Para pembaru
menekankan pentingnya ijtihad sebagai metode
untuk menjawab tantangan zaman, menggantikan praktik taqlid
yang dianggap menghambat kemajuan umat Islam.³ Gerakan ini juga berdampak pada
munculnya gagasan negara Islam modern, yang
mengakomodasi prinsip-prinsip Islam dalam sistem pemerintahan yang lebih
adaptif dan efisien.⁴
Selain dalam ranah akademik
dan politik, gerakan pembaruan juga memberikan dampak besar pada kebangkitan
nasionalisme di dunia Islam. Pemikiran Pan-Islamisme
yang dikembangkan oleh Al-Afghani, misalnya, menginspirasi berbagai gerakan
kemerdekaan di dunia Muslim.⁵ Demikian pula, gagasan Muhammad Iqbal tentang
Islam sebagai sistem kehidupan telah mendorong lahirnya negara Pakistan serta
memengaruhi pemikiran politik Muslim di anak benua India.⁶
Namun, gerakan pembaruan
dalam Islam tidak terlepas dari tantangan dan kritik. Di satu sisi, kaum
konservatif menilai bahwa reformasi yang diusung oleh para pembaru terlalu
menyesuaikan diri dengan pemikiran Barat dan berpotensi melemahkan identitas
Islam yang autentik.⁷ Di sisi lain, kelompok sekularis menganggap bahwa gerakan
ini masih belum cukup progresif dalam mengakomodasi prinsip-prinsip
modernitas.⁸ Terlepas dari berbagai kritik tersebut, gerakan pembaruan Islam
tetap menjadi inspirasi bagi berbagai gerakan Islam kontemporer dalam upaya
mencari keseimbangan antara tradisi dan modernitas.
5.2.
Saran
Berdasarkan analisis terhadap
gerakan pembaruan dalam Islam dan dampaknya terhadap dunia Muslim, terdapat
beberapa rekomendasi yang dapat menjadi pertimbangan dalam mengembangkan
pemikiran Islam di era kontemporer:
5.2.1. Pentingnya Penguatan Pendidikan
Islam Berbasis Ilmu Pengetahuan
Sebagaimana ditunjukkan oleh
para pembaru seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha,
reformasi pendidikan merupakan kunci utama dalam membangkitkan kembali
peradaban Islam. Oleh karena itu, perlu ada upaya serius untuk mengembangkan
kurikulum pendidikan Islam yang tidak hanya berorientasi pada ilmu keagamaan,
tetapi juga pada ilmu pengetahuan modern.⁹
Universitas-universitas Islam
di berbagai negara Muslim harus mengadopsi metode pendidikan yang lebih
berbasis pada critical thinking dan interdisiplin
ilmu, agar generasi Muslim dapat menghadapi tantangan global
dengan pemikiran yang lebih adaptif dan inovatif.¹⁰
5.2.2. Mendorong Keseimbangan antara
Tradisi dan Modernitas
Para pembaru Islam menekankan
pentingnya ijtihad dalam menghadapi
perubahan zaman. Oleh karena itu, para ulama dan intelektual Muslim perlu lebih
aktif dalam mengembangkan pemikiran Islam yang relevan dengan tantangan modern,
tanpa harus mengabaikan nilai-nilai fundamental Islam.¹¹ Pemikiran Fazlur
Rahman, misalnya, menegaskan bahwa Islam harus terus berkembang
sebagai sistem pemikiran yang dinamis, bukan sekadar ajaran yang statis.¹²
Selain itu, perlu ada upaya
untuk memperkuat moderasi Islam agar dapat
menjadi jalan tengah antara fundamentalisme dan sekularisme.¹³ Konsep Maqashid
Syariah (tujuan-tujuan hukum Islam) harus lebih dikedepankan
dalam diskursus keislaman agar umat Islam dapat memahami bahwa Islam adalah
agama yang fleksibel dan berorientasi pada kemaslahatan umat.¹⁴
5.2.3. Membangun Solidaritas Dunia
Islam untuk Menghadapi Tantangan Global
Salah satu gagasan utama dari
gerakan pembaruan Islam adalah persatuan umat Islam dalam menghadapi tantangan
global. Konsep Pan-Islamisme yang
dikembangkan oleh Al-Afghani masih relevan dalam konteks dunia saat ini,
terutama dalam menghadapi tantangan seperti islamofobia,
ketimpangan ekonomi, dan ketidakadilan global.¹⁵
Untuk mewujudkan hal ini,
diperlukan kerja sama yang lebih erat antarnegara Muslim dalam bidang ekonomi,
pendidikan, dan teknologi.¹⁶ Selain itu, organisasi Islam internasional seperti
OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) perlu berperan
lebih aktif dalam mempromosikan nilai-nilai Islam yang bersifat universal serta
membangun dialog yang konstruktif dengan dunia Barat.¹⁷
5.2.4.
Memperkuat
Kajian Ilmiah terhadap Gerakan Pembaruan Islam
Terakhir, diperlukan lebih
banyak penelitian akademik mengenai gerakan pembaruan dalam
Islam untuk memahami lebih dalam kontribusi para tokoh pembaru
serta bagaimana pemikiran mereka dapat diaplikasikan dalam konteks
kontemporer.¹⁸
Universitas dan lembaga
penelitian Islam di berbagai belahan dunia harus lebih aktif dalam mengkaji
pemikiran para pembaru dengan pendekatan yang lebih holistik.¹⁹ Dengan
demikian, pemikiran reformis Islam dapat terus berkembang dan memberikan
kontribusi nyata bagi kebangkitan peradaban Islam.
Catatan Kaki
[1]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press,
1982), 77.
[2]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age, 1798-1939
(Cambridge: Cambridge University Press, 1983), 201.
[3]
Wael B. Hallaq, A History of Islamic Legal Theories
(Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 134.
[4]
Olivier Roy, The Failure of Political Islam
(Cambridge: Harvard University Press, 1994), 88.
[5]
Nikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din "al-Afghani": A
Political Biography (Berkeley: University of California Press,
1972), 109.
[6]
Javed Majeed, Muhammad Iqbal: Islam, Aesthetics and
Postcolonialism (London: Routledge, 2009), 153.
[7]
Leonard Binder, Islamic Liberalism: A Critique of Development
Ideologies (Chicago: University of Chicago Press, 1988), 189.
[8]
Bassam Tibi, Islam's Predicament with Modernity: Religious
Reform and Cultural Change (New York: Routledge, 2009), 142.
[9]
Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam
(Cambridge: Harvard University Press, 1968), 194.
[10]
Tariq Ramadan, Western Muslims and the Future of Islam
(Oxford: Oxford University Press, 2004), 67.
[11]
Muhammad Qasim Zaman, Modern Islamic Thought in a Radical Age
(Cambridge: Cambridge University Press, 2012), 211.
[12]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago
Press, 1982), 155.
[13]
Nader Hashemi, Islam, Secularism, and Liberal
Democracy: Toward a Democratic Theory for Muslim Societies (Oxford: Oxford
University Press, 2009), 172.
[14]
Jasser Auda, Maqasid Al-Shariah as Philosophy of
Islamic Law: A Systems Approach (London: International Institute of Islamic
Thought, 2008), 98.
[15]
John L. Esposito, The Future of Islam (New
York: Oxford University Press, 2010), 134.
[16]
Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics
and Liberation (Oxford: Oxford University Press, 2008), 186.
[17]
Ali A. Mazrui, Islam Between Globalization and
Counterterrorism (Oxford: James Currey, 2006), 211.
[18]
Wael B. Hallaq, The Impossible State: Islam,
Politics, and Modernity’s Moral Predicament (New York: Columbia University
Press, 2012), 245.
[19]
Ebrahim Moosa, What Is a Madrasa? (Chapel
Hill: University of North Carolina Press, 2015), 167.
Daftar Pustaka
Auda, J. (2008). Maqasid al-Shariah as
philosophy of Islamic law: A systems approach. International Institute of
Islamic Thought.
Binder, L. (1988). Islamic liberalism: A
critique of development ideologies. University of Chicago Press.
Esposito, J. L. (1984). Islam and politics.
Syracuse University Press.
Esposito, J. L. (1999). The Islamic threat: Myth
or reality? Oxford University Press.
Esposito, J. L. (2010). The future of Islam.
Oxford University Press.
Fazlur Rahman. (1982). Islam and modernity:
Transformation of an intellectual tradition. University of Chicago Press.
Hallaq, W. B. (1997). A history of Islamic legal
theories: An introduction to Sunni usul al-fiqh. Cambridge University
Press.
Hallaq, W. B. (2012). The impossible state:
Islam, politics, and modernity’s moral predicament. Columbia University
Press.
Hashemi, N. (2009). Islam, secularism, and
liberal democracy: Toward a democratic theory for Muslim societies. Oxford
University Press.
Hourani, A. (1983). Arabic thought in the
liberal age, 1798-1939. Cambridge University Press.
Iqbal, M. (1934). The reconstruction of
religious thought in Islam. Sh. Muhammad Ashraf.
Keddie, N. R. (1972). Sayyid Jamal ad-Din
"al-Afghani": A political biography. University of California Press.
Kepel, G. (2002). Jihad: The trail of political
Islam. Harvard University Press.
Lewis, B. (1961). The emergence of modern Turkey.
Oxford University Press.
Lewis, B. (1993). Islam in history: Ideas,
people, and events in the Middle East. Open Court.
Mazrui, A. A. (2006). Islam between
globalization and counterterrorism. James Currey.
Majeed, J. (2009). Muhammad Iqbal: Islam,
aesthetics and postcolonialism. Routledge.
Mitchell, R. P. (1969). The society of the
Muslim brothers. Oxford University Press.
Moosa, E. (2015). What is a madrasa?
University of North Carolina Press.
Nasr, S. H. (1968). Science and civilization in
Islam. Harvard University Press.
Nasr, S. V. R. (1994). The vanguard of the
Islamic revolution: The Jamaat-e-Islami of Pakistan. University of
California Press.
Ramadan, T. (2004). Western Muslims and the
future of Islam. Oxford University Press.
Ramadan, T. (2008). Radical reform: Islamic
ethics and liberation. Oxford University Press.
Ridha, R. (1923). Al-Khilafah wa al-Imamah
al-‘Uzma. Al-Manar Press.
Robinson, F. (2010). Islam and the European
empires. Oxford University Press.
Roy, O. (1994). The failure of political Islam.
Harvard University Press.
Smith, W. C. (1957). Islam in modern history.
Princeton University Press.
Tibi, B. (2009). Islam's predicament with
modernity: Religious reform and cultural change. Routledge.
Zaman, M. Q. (2012). Modern Islamic thought in a
radical age. Cambridge University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar