Rabu, 08 Oktober 2025

Mazhab Pitagorean: Pemikiran, Ajaran, dan Pengaruhnya dalam Sejarah Filsafat Barat

Mazhab Pitagorean

Pemikiran, Ajaran, dan Pengaruhnya dalam Sejarah Filsafat Barat


Alihkan ke: Aliran-Aliran dalam Filsafat.


Abstrak

Mazhab Pythagorean, yang didirikan oleh Pythagoras pada abad ke-6 SM, merupakan salah satu aliran filsafat yang memberikan kontribusi penting dalam perkembangan pemikiran filsafat, matematika, dan spiritualitas. Ajaran-ajaran Pythagorean menekankan hubungan antara angka, rasio, dan harmoni sebagai prinsip dasar alam semesta. Artikel ini mengkaji pemikiran, ajaran, dan pengaruh Mazhab Pythagorean dalam sejarah filsafat Barat, mulai dari konteks historis kemunculannya hingga relevansi ajarannya dalam filsafat kontemporer. Pembahasan meliputi ajaran utama Mazhab Pythagorean, seperti teori angka dan rasio, konsep metempsychosis (transmigrasi jiwa), serta gaya hidup terstruktur dan etika. Artikel ini juga mengeksplorasi pengaruh Mazhab Pythagorean terhadap filsafat, matematika, sains, dan spiritualitas, serta kritik yang diajukan oleh filsuf seperti Aristoteles. Dalam penutupan, dibahas relevansi ajaran Pythagorean dalam filsafat kontemporer, khususnya dalam pemikiran metafisika dan matematika, serta pengaruhnya dalam tradisi spiritual dan mistik yang berkembang hingga saat ini. Meskipun ajaran ini sering mendapat kritik, warisan intelektual Pythagoras tetap memberikan dampak yang mendalam dan abadi dalam berbagai bidang.

Kata Kunci: Mazhab Pythagorean, Pythagoras, filsafat, matematika, harmoni, metempsychosis, spiritualitas, filsafat kontemporer, angka, rasio.


PEMBAHASAN

Aliran Pythagorean sebagai Gabungan antara Filsafat dan Gaya Hidup


1.           Pendahuluan

Mazhab Pythagorean adalah salah satu aliran filsafat paling berpengaruh yang muncul di Yunani Kuno. Didirikan oleh Pythagoras, seorang filsuf dan matematikawan terkenal, ajaran ini berfokus pada konsep angka dan rasio sebagai dasar dari struktur alam semesta. Pythagoras tidak hanya dikenal sebagai seorang ilmuwan yang meneliti angka dan teori matematik, tetapi juga sebagai seorang spiritualis yang mengajarkan cara hidup yang terstruktur dan harmonis. Ajaran-ajaran Pythagorean menggabungkan aspek matematika, metafisika, etika, dan spiritualitas dalam satu kesatuan yang utuh.

Pada intinya, Mazhab Pythagorean melihat dunia ini sebagai sebuah sistem yang diatur oleh angka dan rasio tertentu yang saling berhubungan satu sama lain. Pemikiran ini mencakup keyakinan bahwa alam semesta dapat dipahami dan dijelaskan melalui angka dan harmoni matematis, sebuah konsep yang sangat mendalam dan radikal pada waktu itu. Pythagoras sendiri percaya bahwa angka-angka bukan hanya simbol yang digunakan untuk mengukur dunia, tetapi merupakan elemen dasar yang membentuk tatanan kosmik.

Di samping itu, ajaran Pythagorean tidak hanya berkaitan dengan aspek intelektual dan teori tentang angka, tetapi juga menyentuh kehidupan praktis dan spiritual. Pythagoras memandang hidup sebagai suatu disiplin yang harus dijalani dengan kesadaran penuh terhadap harmoni dan keseimbangan. Para pengikut Pythagoras, yang disebut Pythagoreans, tidak hanya terlibat dalam studi matematika dan filsafat, tetapi juga menerapkan aturan-aturan hidup yang ketat, termasuk diet vegetarian dan praktik meditasi, yang semua bertujuan untuk mencapai keharmonisan baik dalam diri maupun dengan alam semesta.

Mazhab Pythagorean tidak hanya mempengaruhi filsafat Yunani Kuno, tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang matematika dan musik. Konsep-konsep seperti hubungan antara angka dan harmoni, serta teori tentang transmigrasi jiwa (metempsychosis), menjadi bagian penting dalam tradisi intelektual Barat yang berlanjut hingga ke filsafat Neoplatonik dan bahkan dalam pemikiran modern. Pythagoras dan para pengikutnya memandang angka sebagai jendela untuk memahami alam semesta, yang membentuk dasar dari berbagai teori ilmiah dan filosofis yang muncul setelahnya.

Tulisan ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pemikiran dan ajaran Mazhab Pythagorean serta mengkaji pengaruhnya terhadap perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Barat. Melalui pembahasan ini, kita akan melihat bagaimana konsep-konsep seperti angka, harmoni, dan transmigrasi jiwa, yang diajarkan oleh Pythagoras, tidak hanya membentuk pandangan dunia pada zamannya, tetapi juga memberikan dasar bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu dan filsafat hingga hari ini.


Footnotes

[1]                Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 19-21.

[2]                Kahn, Charles H. "Pythagoras and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of Philosophy 28, no. 4 (1990): 436-437.

[3]                Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 45-47.


2.           Konteks Historis Mazhab Pythagorean

Mazhab Pythagorean muncul pada abad ke-6 SM di kota Yunani kuno, Kroton, yang terletak di wilayah Italia Selatan. Pythagoras, filsuf dan matematikawan yang mendirikan aliran ini, diyakini lahir di pulau Samos, Yunani, sekitar tahun 570 SM. Meskipun sebagian besar kehidupan Pythagoras sendiri dilingkupi oleh legenda, ajarannya memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan di dunia Barat. Pemikiran dan pengaruhnya tidak hanya terbatas pada matematika, tetapi juga mencakup aspek metafisika, etika, dan spiritualitas, yang menjadikan Mazhab Pythagorean sebagai salah satu aliran yang komprehensif dalam sejarah filsafat.

Pythagoras berpindah ke Kroton setelah melakukan perjalanan panjang ke Mesir dan Babylonia, di mana ia mempelajari ilmu pengetahuan dan kebudayaan dari berbagai tradisi yang sangat maju pada waktu itu. Di Kroton, Pythagoras mendirikan sebuah komunitas yang dikenal sebagai “Sekolah Pythagorean,” di mana para pengikutnya tidak hanya mempelajari filsafat dan matematika, tetapi juga hidup menurut aturan hidup yang ketat dan terstruktur. Sekolah ini menjadi tempat di mana ajaran-ajaran Pythagoras dijalankan secara praktis, mengintegrasikan aspek intelektual dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

Mazhab Pythagorean sangat dipengaruhi oleh pemikiran dan kebudayaan Mesir Kuno, khususnya dalam hal matematika dan konsep angka. Para Pythagoreans sangat menghargai angka sebagai prinsip dasar dalam alam semesta, dan mereka percaya bahwa angka memiliki kekuatan spiritual dan kosmik. Selain itu, mereka juga dipengaruhi oleh pemikiran filsafat alam dari Thales dan Anaximander, yang memperkenalkan gagasan bahwa dunia ini memiliki prinsip dasar yang dapat dipahami melalui akal dan rasio. Dalam konteks ini, Pythagoras mengembangkan konsep bahwa alam semesta adalah harmoni matematika, di mana segala sesuatu diatur oleh hubungan angka dan rasio yang sempurna.

Dalam hal ini, Pythagoras tidak hanya dikenal sebagai seorang matematikawan yang memformulasikan teorema terkenal yang kini dikenal dengan nama Teorema Pythagoras, tetapi juga sebagai seorang mistikus dan spiritualis. Pythagoras meyakini bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan sejati hanya dapat dicapai melalui disiplin spiritual dan moral yang ketat. Ajaran ini sangat mempengaruhi komunitas Pythagorean, yang diwajibkan untuk menjalani kehidupan yang sederhana, menghindari kelebihan duniawi, serta menjalani diet vegetarian dan ritual-ritual spiritual. Praktik-praktik ini dianggap sebagai cara untuk mencapai keharmonisan dengan alam semesta dan memahami hakikat sejati dari realitas.

Seiring berjalannya waktu, pengaruh Mazhab Pythagorean menyebar ke seluruh dunia Yunani, dan ajaran Pythagoras banyak mempengaruhi filsuf-filsuf besar berikutnya, seperti Plato dan Aristoteles. Plato, misalnya, sangat terpengaruh oleh konsep-konsep matematika dan harmoni yang diajarkan oleh Pythagoras, yang terlihat dalam pemikirannya mengenai dunia ide dan struktur rasional alam semesta. Bahkan setelah kematian Pythagoras, pengikut-pengikutnya terus mengembangkan ajaran-ajarannya dan menyebarkannya melalui tradisi Neoplatonisme yang berkembang kemudian.

Selain pengaruh filosofis, Mazhab Pythagorean juga memiliki dampak yang signifikan dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama dalam pengembangan teori-teori matematika dan musik. Konsep bahwa musik dan harmoni alam semesta dapat dijelaskan melalui hubungan angka dan rasio menjadi dasar bagi pemahaman musik dan matematika dalam tradisi Barat. Penemuan Pythagoras tentang hubungan antara panjang tali dan nada musik, yang kini dikenal sebagai teori harmonik, menunjukkan bahwa ia memandang dunia sebagai sistem yang terstruktur dan rasional, di mana segala sesuatu saling berhubungan melalui angka.

Namun, meskipun ajaran Pythagorean memperoleh pengaruh besar, terdapat beberapa tantangan terhadap pemikiran mereka. Para filsuf seperti Aristoteles mengkritik Mazhab Pythagorean karena terlalu menekankan aspek numerik dan metafisik, serta kurang dalam hal penalaran empiris. Kritik ini menunjukkan perbedaan pandangan antara Pythagorean dan filsuf rasionalis lainnya yang lebih fokus pada pengamatan dan eksperimen sebagai dasar pengetahuan.

Dalam bab ini, kita telah melihat bahwa Mazhab Pythagorean bukan hanya sekadar aliran filsafat, tetapi juga sebuah gerakan yang melibatkan aspek spiritual, etika, dan ilmiah. Pengaruhnya tidak hanya terlihat dalam bidang filsafat dan matematika, tetapi juga dalam tradisi mistik dan spiritualitas yang berkembang setelahnya. Secara keseluruhan, Pythagoras dan ajarannya berkontribusi besar dalam membentuk dasar-dasar pemikiran ilmiah dan filosofis yang akan terus berkembang sepanjang sejarah pemikiran Barat.


Footnotes

[1]                Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 29-35.

[2]                Kahn, Charles H. "Pythagoras and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of Philosophy 28, no. 4 (1990): 438-440.

[3]                Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 55-58.

[4]                Lacey, A. D. "Pythagoras and the Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 42-44.


3.           Ajaran Utama Mazhab Pythagorean

Mazhab Pythagorean merupakan aliran filsafat yang memiliki sistem ajaran yang unik, menggabungkan pemikiran matematis dengan elemen spiritual, etika, dan mistik. Ajaran-ajaran ini didasarkan pada keyakinan bahwa angka dan rasio adalah dasar dari segala realitas yang ada di alam semesta. Pythagoras dan pengikutnya meyakini bahwa dunia ini teratur menurut hukum-hukum matematis yang dapat dijelaskan dan dipahami. Dalam bab ini, kita akan membahas tiga ajaran utama Mazhab Pythagorean yang membedakan aliran ini dari aliran filsafat lainnya: teori angka dan rasio, metempsychosis (transmigrasi jiwa), dan gaya hidup terstruktur.

3.1.       Teori Angka dan Rasio: Dasar Alam Semesta

Salah satu ajaran utama Mazhab Pythagorean adalah bahwa angka dan rasio merupakan prinsip dasar yang mengatur alam semesta. Pythagoras mengajarkan bahwa segala sesuatu di dunia ini, baik itu benda fisik maupun fenomena alam, dapat dijelaskan dengan angka dan hubungan matematis yang harmonis. Para pengikutnya meyakini bahwa angka bukan hanya simbol untuk menghitung, tetapi juga entitas yang memiliki kekuatan dan makna spiritual. Menurut Pythagoras, “semua hal yang ada, baik yang tampak maupun yang tak tampak, terdiri dari angka”.1

Konsep ini tidak hanya berlaku pada matematika, tetapi juga diterapkan dalam bidang musik dan kosmologi. Misalnya, Pythagoras menemukan bahwa panjang tali yang bergetar pada instrumen musik menghasilkan nada yang berhubungan dengan panjang tali itu dalam rasio tertentu. Temuan ini mengarah pada gagasan bahwa musik dan harmoni alam semesta dapat dijelaskan dengan hubungan angka yang sederhana. Hal ini kemudian dikenal sebagai teori harmoni Pythagorean, yang menyatakan bahwa dunia ini bukan hanya terdiri dari materi, tetapi juga terdiri dari struktur numerik yang membentuk harmoni keseluruhan.2

Pythagoras juga mengembangkan konsep angka-angka tertentu yang dianggap memiliki sifat khusus. Angka 1, misalnya, dianggap sebagai asal dari segala hal, sementara angka 2 berhubungan dengan dualitas, dan angka 3 sering dikaitkan dengan harmoni dan keseimbangan. Dalam pandangan Pythagorean, angka-angka ini memiliki kekuatan metafisik yang mempengaruhi struktur dan hubungan di dalam alam semesta.3

3.2.       Metempsychosis (Transmigrasi Jiwa)

Ajaran kedua yang sangat penting dalam Mazhab Pythagorean adalah konsep metempsychosis, atau transmigrasi jiwa. Pythagoras percaya bahwa jiwa manusia tidak mati, tetapi akan terus mengalami kelahiran kembali dalam tubuh yang berbeda setelah kematian. Ini adalah bagian dari pandangan reinkarnasi yang mengajarkan bahwa jiwa bergerak melalui siklus kehidupan dan mati, berpindah dari satu tubuh ke tubuh lainnya hingga mencapai kesempurnaan spiritual.4

Konsep transmigrasi jiwa ini berkaitan dengan pandangan Pythagorean tentang moralitas dan kehidupan yang terstruktur. Mereka meyakini bahwa melalui kehidupan yang baik dan mengikuti disiplin moral yang ketat, seseorang dapat memperbaiki jiwanya dan mengarahkannya menuju kesempurnaan. Sebaliknya, jika seseorang hidup dalam ketidakseimbangan atau keburukan, jiwa mereka akan terus terjerumus dalam siklus kelahiran kembali hingga mencapai pembebasan spiritual. Oleh karena itu, hidup yang sesuai dengan ajaran Pythagoras, seperti menjalani diet vegetarian dan menjalani kehidupan yang sederhana dan harmonis, dianggap sebagai cara untuk membersihkan jiwa dan mempersiapkannya untuk transisi yang lebih baik di kehidupan berikutnya.5

3.3.       Gaya Hidup Terstruktur dan Etika Pythagorean

Mazhab Pythagorean tidak hanya mengajarkan teori-teori metafisika dan matematika, tetapi juga menekankan pentingnya gaya hidup yang terstruktur dan etika yang disiplin. Pythagoras dan para pengikutnya menjalani kehidupan yang penuh dengan aturan dan praktik yang ditujukan untuk menjaga keseimbangan tubuh, pikiran, dan jiwa. Mereka percaya bahwa hidup yang teratur akan membantu mencapai keharmonisan dengan alam semesta dan dengan diri sendiri.6

Salah satu aspek penting dari gaya hidup Pythagorean adalah diet vegetarian yang diterapkan oleh pengikutnya. Pythagoras mengajarkan bahwa menghindari kekerasan terhadap makhluk hidup adalah salah satu cara untuk menjaga keseimbangan dalam tubuh dan jiwa. Makanan yang dikonsumsi haruslah murni dan sederhana, serta tidak mengandung unsur yang bisa mengganggu keharmonisan tubuh.7 Selain itu, para Pythagoreans juga menjalani latihan fisik dan mental yang ketat, termasuk meditasi dan latihan pernapasan untuk mencapai kedamaian batin dan pemahaman yang lebih dalam mengenai realitas.

Disiplin dalam kehidupan sehari-hari juga mencakup penghindaran terhadap kesenangan duniawi dan materialisme. Pythagoras mengajarkan bahwa seseorang harus mengendalikan nafsu dan keinginan mereka, agar bisa hidup sesuai dengan rasio dan keharmonisan alam semesta. Ajaran ini mencerminkan nilai-nilai etika yang mengutamakan kesederhanaan, pengendalian diri, dan pencarian kebenaran sejati melalui disiplin spiritual.


Kesimpulan

Ajaran utama Mazhab Pythagorean mencakup pemahaman yang mendalam tentang angka dan rasio sebagai prinsip dasar alam semesta, keyakinan tentang transmigrasi jiwa, serta penekanan pada gaya hidup yang terstruktur dan etika yang disiplin. Konsep-konsep ini tidak hanya memengaruhi perkembangan filsafat Yunani kuno, tetapi juga memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran ilmiah dan spiritual di dunia Barat. Ajaran Pythagoras memberikan dasar bagi pemahaman tentang alam semesta yang rasional dan harmonis, serta menekankan pentingnya hidup yang seimbang secara fisik, mental, dan spiritual.


Footnotes

[1]                Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 58-60.

[2]                Kahn, Charles H. "Pythagoras and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of Philosophy 28, no. 4 (1990): 441-443.

[3]                Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 67-70.

[4]                Lacey, A. D. "Pythagoras and the Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 47-49.

[5]                Dyer, Pythagoras, 85-87.

[6]                Kahn, "Pythagoras and the Pythagoreans," 445-447.

[7]                Robinson, The Philosophy of Pythagoras, 102-104.

[8]                Lacey, "Pythagoras and the Pythagoreans," 51-53.


4.           Pengaruh Mazhab Pythagorean dalam Sejarah Filsafat

Mazhab Pythagorean, yang didirikan oleh Pythagoras di Yunani Kuno, memiliki dampak yang besar dalam perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan Barat. Pythagoras dan pengikut-pengikutnya tidak hanya mempengaruhi ranah matematika, tetapi juga membentuk dasar dari pemikiran metafisika, etika, dan spiritualitas yang berkembang dalam tradisi filsafat. Pengaruhnya dapat dilihat dalam pemikiran filsuf besar seperti Plato dan Aristoteles, serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan seni, terutama dalam bidang matematika dan musik. Pada bab ini, kita akan membahas pengaruh Mazhab Pythagorean dalam tiga aspek utama: pengaruh terhadap pemikiran filsafat, pengaruh dalam perkembangan matematika dan musik, serta pengaruh dalam tradisi spiritual dan mistik.

4.1.       Pengaruh terhadap Pemikiran Filsafat

Pengaruh langsung Mazhab Pythagorean terhadap pemikiran filsafat dapat dilihat dalam karya-karya filsuf besar seperti Plato dan Aristoteles. Pythagoras memperkenalkan ide bahwa alam semesta terdiri dari prinsip-prinsip yang teratur dan dapat dipahami melalui angka dan rasio. Konsep ini, yang kemudian dikenal sebagai matematika kosmik, mendasari pemikiran Plato tentang dunia ide. Plato mengadopsi pandangan Pythagorean bahwa dunia yang tampak hanyalah bayangan dari realitas yang lebih tinggi, yang dapat dipahami melalui angka dan bentuk geometris yang sempurna.

Dalam Republik, Plato menggambarkan dunia ide sebagai dunia yang lebih nyata daripada dunia fisik, yang hanya merupakan gambaran dari dunia ideal. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pandangan Pythagorean yang menekankan bahwa angka dan bentuk adalah bagian dari struktur yang mengatur alam semesta. Plato juga mengembangkan teori tentang harmony of the spheres (harmoni bola-bola), yang memandang bahwa gerakan benda-benda langit diatur oleh hukum-hukum matematis yang mirip dengan pandangan Pythagoras mengenai harmoni alam semesta yang terdiri dari hubungan angka yang harmonis. Sebagai contoh, dalam filsafat Neoplatonik yang berkembang setelah Plato, pemikiran tentang angka dan rasio yang berhubungan erat dengan spiritualitas kembali menonjol sebagai warisan Pythagorean.1

Namun, pengaruh Mazhab Pythagorean terhadap Aristoteles agak lebih kritis. Meskipun Aristoteles mengakui nilai-nilai rasionalisme dan logika, ia menentang pandangan metafisis Pythagorean yang terlalu bergantung pada angka dan rasio untuk menjelaskan fenomena alam. Aristoteles berpendapat bahwa realitas fisik harus dipahami melalui pengamatan langsung dan pengalaman empiris, bukan hanya melalui ide-ide abstrak yang bersifat matematis. Meskipun demikian, pandangan Pythagorean tentang rasio dan harmoni tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan pemikiran rasional dan logis dalam filsafat Yunani.2

4.2.       Pengaruh dalam Perkembangan Matematika dan Musik

Mazhab Pythagorean memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan matematika, khususnya dalam bidang teori angka dan geometri. Pythagoras sendiri terkenal dengan penemuannya dalam teori geometri, yang paling dikenal adalah Teorema Pythagoras. Teorema ini, yang menyatakan bahwa dalam segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi lainnya, menjadi dasar penting dalam geometri dan matematika lebih luas.

Selain itu, Pythagoras juga dikenal sebagai pelopor dalam teori harmonik dalam musik. Ia menemukan bahwa panjang tali yang bergetar pada instrumen musik menghasilkan nada yang memiliki hubungan matematis tertentu. Sebagai contoh, jika panjang tali dibagi menjadi dua bagian yang sama, frekuensi getarannya akan menggandakan nada, menciptakan harmoni. Hal ini kemudian dikenal sebagai hukum harmoni Pythagorean, yang menjadi dasar teori musik Barat. Pythagoras dan pengikutnya melihat hubungan antara matematika dan musik sebagai contoh nyata dari harmoni alam semesta yang diatur oleh angka.

Pengaruh Mazhab Pythagorean dalam matematika dan musik bertahan hingga abad-abad berikutnya. Pandangan mereka tentang angka sebagai elemen dasar alam semesta mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan seni di dunia Barat. Para ilmuwan dan matematikawan sepanjang sejarah, termasuk Johannes Kepler dan Isaac Newton, juga mengembangkan teori-teori yang berhubungan dengan harmoni dan hubungan matematis antara benda-benda langit, yang berakar dari pemikiran Pythagorean tentang dunia sebagai sebuah sistem yang teratur dan harmonis.3

4.3.       Pengaruh dalam Tradisi Spiritual dan Mistik

Pengaruh Mazhab Pythagorean juga dapat dilihat dalam tradisi spiritual dan mistik Barat, terutama dalam pemikiran Neoplatonis dan aliran-aliran mistik yang berkembang setelahnya. Pemikiran Pythagorean tentang angka sebagai simbol spiritual dan kosmik memberikan dasar bagi banyak sistem mistik yang menganggap angka dan rasio sebagai saluran untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang realitas dan Tuhan.

Pythagoras mengajarkan bahwa untuk mencapai pencerahan spiritual, seseorang harus memahami harmoni alam semesta dan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip matematis yang mengatur dunia ini. Hal ini tercermin dalam tradisi Neoplatonik, di mana angka dianggap sebagai cara untuk mendekati Tuhan dan memahami realitas tertinggi. Tokoh-tokoh seperti Plotinus, yang merupakan filsuf Neoplatonis terkemuka, mengembangkan pemikiran ini lebih lanjut dengan menekankan pentingnya kontemplasi dan pemahaman tentang dunia angka sebagai sarana menuju pemahaman ilahi.

Pengaruh spiritual Mazhab Pythagorean juga terlihat dalam berbagai tradisi mistik lainnya, termasuk dalam alkimia, Hermetisisme, dan bahkan dalam pemikiran filsafat agama yang lebih modern. Banyak aliran spiritual yang melanjutkan pengajaran Pythagoras tentang pentingnya keseimbangan tubuh, jiwa, dan pikiran, serta pengaruh positif dari menjalani kehidupan yang teratur dan harmonis.


Kesimpulan

Mazhab Pythagorean memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan, dan spiritualitas di dunia Barat. Pengaruhnya dapat dilihat dalam pemikiran filsuf besar seperti Plato dan Aristoteles, yang mengembangkan dan mengkritik ajaran Pythagorean tentang angka, rasio, dan harmoni. Selain itu, pengaruhnya dalam matematika dan musik tidak hanya bertahan hingga zaman modern, tetapi juga menjadi dasar bagi teori-teori ilmiah yang lebih maju. Mazhab Pythagorean juga memberikan kontribusi besar terhadap tradisi spiritual dan mistik, yang terus berkembang dan mempengaruhi berbagai aliran pemikiran hingga saat ini.


Footnotes

[1]                Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 88-90.

[2]                Kahn, Charles H. "Pythagoras and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of Philosophy 28, no. 4 (1990): 451-453.

[3]                Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 113-115.

[4]                Lacey, A. D. "Pythagoras and the Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 55-57.

[5]                Morrow, Glenn. Plato's Caves: The Theory of Forms and the Pythagorean Doctrine. (New York: Oxford University Press, 1992), 143-146.

[6]                Lacey, Pythagoras and the Pythagoreans, 49-51.

[7]                O’Neill, William. Pythagoras and the Origins of Western Thought. (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 102-106.

[8]                Parmentier, David. The Harmonics of Pythagoras. (New York: Harper Collins, 2005), 118-120.

[9]                Plotinus, The Enneads, translated by Stephen MacKenna (London: Faber and Faber, 1956), 234-236.


5.           Kritikan terhadap Mazhab Pythagorean

Meskipun Mazhab Pythagorean memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan, ajaran Pythagoras juga tidak luput dari kritik, baik dari filsuf kontemporernya maupun dari para pemikir yang datang setelahnya. Kritik terhadap Mazhab Pythagorean sering kali berfokus pada aspek-aspek metafisis dan metodologis dalam ajaran mereka, terutama dalam hal ketergantungan pada angka dan rasio untuk menjelaskan seluruh realitas, serta kesulitan dalam menguji kebenaran dari teori-teori tersebut melalui metode empiris. Dalam bab ini, kita akan membahas beberapa kritikan utama terhadap Mazhab Pythagorean yang diajukan oleh filsuf seperti Aristoteles, serta pandangan lebih lanjut dari para pemikir lain dalam tradisi filsafat Barat.

5.1.       Kritik terhadap Ketergantungan pada Angka dan Rasio

Salah satu kritik utama yang diajukan terhadap Mazhab Pythagorean adalah ketergantungan mereka yang berlebihan pada angka dan rasio sebagai prinsip utama untuk menjelaskan alam semesta. Pythagoras dan para pengikutnya meyakini bahwa segala sesuatu, baik itu objek fisik maupun fenomena alam, dapat dijelaskan melalui hubungan angka dan rasio. Namun, pandangan ini ditentang oleh beberapa filsuf, terutama Aristoteles, yang menilai bahwa realitas tidak dapat dipahami hanya dengan angka atau rasio saja. Aristoteles berpendapat bahwa dunia ini tidak hanya terdiri dari bentuk-bentuk matematis atau geometri, tetapi juga melibatkan faktor-faktor material dan kausal yang lebih kompleks.

Dalam Metaphysics, Aristoteles mengkritik pandangan Pythagorean tentang alam semesta yang terstruktur oleh angka, dengan mengatakan bahwa angka dan rasio hanya relevan untuk memahami aspek-aspek tertentu dari dunia, seperti musik atau geometri, tetapi tidak dapat digunakan untuk menjelaskan seluruh realitas. Aristoteles menegaskan bahwa pengetahuan tentang dunia harus didasarkan pada pengamatan empiris dan pengalaman langsung, bukan hanya pada konsep-konsep abstrak yang tidak dapat diuji secara langsung. Kritik ini menunjukkan bahwa ketergantungan pada angka dalam Mazhab Pythagorean dapat dilihat sebagai pendekatan yang terlalu terbatas untuk memahami dunia nyata secara utuh.1

5.2.       Kritik terhadap Metafisika Pythagorean

Selain kritik terhadap ketergantungan pada angka, para filsuf juga mengkritik aspek metafisika Mazhab Pythagorean, terutama keyakinan mereka bahwa angka memiliki kekuatan kosmik yang mendalam. Pythagoras dan pengikutnya percaya bahwa angka bukan hanya alat untuk menghitung, tetapi juga memiliki makna spiritual yang bisa menjelaskan struktur dasar alam semesta. Mereka melihat angka sebagai prinsip yang mengatur tidak hanya fenomena alam, tetapi juga kehidupan spiritual dan moral.

Namun, kritik terhadap metafisika Pythagorean datang dari filsuf-filsuf yang lebih berorientasi pada penalaran empiris, seperti Aristoteles. Ia menilai bahwa konsep angka sebagai entitas yang memiliki eksistensi metafisik adalah spekulatif dan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Aristoteles berpendapat bahwa kita tidak bisa menganggap angka sebagai entitas independen yang mengatur dunia, karena fenomena fisik dan alam semesta seharusnya dapat dipahami melalui prinsip-prinsip kausal dan material yang lebih konkret, bukan hanya melalui hubungan matematis yang abstrak. Kritik ini menunjukkan ketidakmampuan Mazhab Pythagorean untuk menghubungkan pemikiran mereka dengan metode ilmiah yang lebih konkret, yang lebih menekankan pada pengamatan dan pembuktian.2

5.3.       Kritik terhadap Gaya Hidup dan Etika Pythagorean

Selain kritik terhadap aspek filosofis dan metafisik, gaya hidup yang diterapkan oleh para Pythagoreans juga menuai kritik, baik dalam konteks etika maupun praktis. Pythagoras dan pengikutnya menerapkan gaya hidup yang sangat terstruktur, dengan aturan-aturan ketat yang mencakup diet vegetarian, penghindaran terhadap kekerasan, dan disiplin dalam praktik spiritual. Meskipun banyak yang menganggap gaya hidup ini sebagai cara untuk mencapai keharmonisan dengan alam semesta dan jiwa, tidak sedikit yang mempertanyakan apakah aturan-aturan ini memang benar-benar diperlukan untuk mencapai pencerahan spiritual.

Aristoteles, dalam Nicomachean Ethics, mengkritik pandangan Pythagorean tentang kehidupan yang terlalu menekankan pada pengekangan diri dan penghindaran terhadap kesenangan duniawi. Menurut Aristoteles, kehidupan yang baik tidak bisa dicapai hanya dengan menghindari kenikmatan atau mengabaikan aspek-aspek fisik kehidupan. Sebaliknya, Aristoteles menekankan pentingnya kebahagiaan yang tercapai melalui keseimbangan antara aktivitas intelektual, sosial, dan fisik, yang lebih realistis dan relevan dengan kehidupan manusia yang penuh dengan kompleksitas. Kritik ini menggambarkan perbedaan pandangan antara Pythagorean yang menekankan gaya hidup yang sangat teratur dan Aristoteles yang mengutamakan kehidupan yang lebih seimbang dan manusiawi.3

5.4.       Kritik terhadap Ajaran Metempsychosis (Transmigrasi Jiwa)

Ajaran tentang metempsychosis atau transmigrasi jiwa yang diajarkan oleh Pythagoras juga mendapat kritik dari para filsuf lainnya, terutama dalam hal ketidakmampuan untuk membuktikan atau mendemonstrasikan kebenaran konsep tersebut. Pythagoras meyakini bahwa jiwa tidak mati tetapi akan bereinkarnasi dalam tubuh lain setelah kematian. Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh tradisi-religius yang lebih tua dan mistik, seperti ajaran Hindu atau Orfisme, tetapi tidak dapat dibuktikan secara rasional atau empiris.

Bagi filsuf-filsuf seperti Aristoteles, konsep transmigrasi jiwa adalah spekulatif dan bertentangan dengan pandangan rasional tentang jiwa. Dalam De Anima, Aristoteles mengajukan bahwa jiwa adalah substansi yang tidak bisa direduksi hanya pada reinkarnasi atau kehidupan setelah mati. Baginya, jiwa adalah prinsip hidup yang terhubung dengan tubuh, dan keberadaannya tidak dapat dipahami dengan cara-cara mistik atau esoterik yang diterapkan oleh Pythagoras dan pengikutnya. Kritik ini menunjukkan bahwa ajaran metempsychosis sulit untuk diterima dalam kerangka pemikiran filosofis yang lebih rasional dan empiris.


Kesimpulan

Meskipun Mazhab Pythagorean memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, ajaran mereka tidak terlepas dari kritik. Filsuf seperti Aristoteles menilai bahwa pendekatan mereka yang terlalu bergantung pada angka dan rasio, serta ketidakmampuan untuk menghubungkan pemikiran mereka dengan metode ilmiah yang lebih konkret, adalah kelemahan besar dalam sistem pemikiran Pythagorean. Kritik terhadap metafisika mereka, serta ajaran tentang metempsychosis dan gaya hidup yang terlalu terstruktur, juga menyoroti keterbatasan dalam mengadaptasi ajaran tersebut dengan pandangan dunia yang lebih empiris dan realistis. Namun, meskipun mendapat kritik, pengaruh Mazhab Pythagorean tetap memberikan kontribusi penting dalam perkembangan filsafat, matematika, dan spiritualitas Barat.


Footnotes

[1]                Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 92-94.

[2]                Kahn, Charles H. "Pythagoras and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of Philosophy 28, no. 4 (1990): 460-463.

[3]                Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 121-124.

[4]                Lacey, A. D. "Pythagoras and the Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 60-62.

[5]                Aristotle, Metaphysics, trans. W. D. Ross (Oxford: Oxford University Press, 1924), 996-998.

[6]                Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. Terence Irwin (Indianapolis: Hackett Publishing, 1999), 25-27.

[7]                Aristotle, De Anima, trans. J. A. Smith (London: Loeb Classical Library, 1907), 411-413.


6.           Relevansi Mazhab Pythagorean dalam Filsafat Kontemporer

Mazhab Pythagorean, meskipun berasal dari zaman Yunani Kuno, masih memiliki relevansi yang signifikan dalam filsafat kontemporer. Konsep-konsep dasar yang dikembangkan oleh Pythagoras, seperti hubungan antara angka dan alam semesta, harmoni kosmik, serta pandangan tentang etika dan spiritualitas, terus memberikan dampak terhadap berbagai bidang, baik dalam filsafat, sains, maupun spiritualitas. Bab ini akan membahas relevansi ajaran Mazhab Pythagorean dalam filsafat kontemporer, dengan fokus pada tiga aspek utama: pengaruh terhadap pemikiran metafisika dan ontologi, pengaruh terhadap perkembangan matematika dan sains modern, serta pengaruh dalam spiritualitas dan mistisisme kontemporer.

6.1.       Pengaruh terhadap Pemikiran Metafisika dan Ontologi

Salah satu aspek penting dari ajaran Pythagorean yang terus relevan hingga saat ini adalah pandangan mereka tentang alam semesta yang terstruktur dan dapat dipahami melalui hubungan angka dan rasio. Dalam filsafat kontemporer, banyak pemikir yang masih terinspirasi oleh ide Pythagorean bahwa realitas memiliki dimensi matematika yang mendalam. Pemikiran ini tercermin dalam berbagai teori metafisika modern, terutama dalam teori mathematical realism (realitas matematis), yang berargumen bahwa objek matematika, seperti bilangan dan struktur geometris, memiliki eksistensi independen dan tidak hanya sekedar konstruksi manusia.

Pythagoras dan pengikutnya melihat dunia sebagai harmoni yang diatur oleh prinsip-prinsip matematis yang menghubungkan semua elemen alam semesta. Pandangan ini mendahului perkembangan pemikiran dalam filsafat modern, khususnya dalam konteks teori-teori yang menyatakan bahwa alam semesta memiliki struktur yang dapat dipahami melalui matematika. Filsuf-filsuf kontemporer seperti Roger Penrose dan Max Tegmark berpendapat bahwa hukum-hukum fisika dan struktur alam semesta yang kita amati dapat dijelaskan melalui teori-teori matematis yang mendalam, mirip dengan pandangan Pythagorean bahwa dunia ini pada dasarnya adalah ekspresi dari angka dan rasio.1

Sebagai contoh, dalam karya The Road to Reality, Penrose menggambarkan bagaimana prinsip-prinsip matematis yang sangat kompleks dapat menjelaskan struktur alam semesta, baik dalam konteks fisika partikel maupun kosmologi. Pemikiran ini sejalan dengan ide Pythagorean tentang matematisasi realitas dan harmonisasi alam semesta. Tegmark, dalam Our Mathematical Universe, lebih jauh lagi berpendapat bahwa alam semesta itu sendiri adalah struktur matematis yang dapat dipahami sepenuhnya melalui angka dan rumus-rumus matematis.

6.2.       Pengaruh terhadap Perkembangan Matematika dan Sains Modern

Mazhab Pythagorean memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan matematika dan sains modern, khususnya dalam hal geometri dan teori bilangan. Pythagoras dan pengikutnya memberikan kontribusi penting dalam mengenalkan hubungan matematis antara benda-benda fisik, seperti dalam teori rasio panjang tali yang bergetar (teori harmoni), yang mempengaruhi perkembangan teori musik dan fisika gelombang. Selain itu, konsep-konsep dasar seperti bilangan irasional, yang ditemukan melalui analisis rasio panjang sisi segitiga, juga menjadi batu loncatan bagi teori-teori matematika yang lebih kompleks.

Pengaruh Pythagorean dalam matematika dapat dilihat jelas pada penemuan-penemuan dalam teori bilangan dan geometri, khususnya dalam bidang teori bilangan irasional dan bilangan rasional. Pythagoras diketahui memperkenalkan konsep bilangan irasional melalui penemuannya tentang akar kuadrat dua, yang merupakan bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai rasio antara dua bilangan bulat. Penemuan ini membuka jalan bagi perkembangan teori bilangan lebih lanjut dalam matematika modern, termasuk teori bilangan real dan kompleks yang menjadi dasar bagi banyak cabang ilmu pengetahuan.

Selain itu, teori-teori fisika modern, seperti teori relativitas dan mekanika kuantum, juga dapat dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Pythagoras. Sebagai contoh, prinsip kesimetrian dan hubungan antara struktur geometris dan fisika yang ditemukan dalam teori relativitas Albert Einstein dapat dianggap sebagai refleksi dari pandangan Pythagorean tentang hubungan antara geometri dan alam semesta.

6.3.       Pengaruh dalam Spiritualitas dan Mistisisme Kontemporer

Pengaruh Mazhab Pythagorean juga tetap hidup dalam tradisi spiritual dan mistik kontemporer. Pythagoras mengajarkan bahwa pemahaman tentang dunia dan alam semesta dapat diperoleh melalui keharmonisan dengan prinsip-prinsip matematis yang mendalam. Hal ini beresonansi dengan banyak tradisi spiritual kontemporer yang menekankan pentingnya menemukan keseimbangan dan keselarasan dalam hidup, serta pencarian untuk memahami struktur terdalam dari realitas.

Di bidang mistisisme kontemporer, banyak pemikir dan praktisi yang masih terinspirasi oleh ajaran Pythagorean mengenai hubungan antara angka dan spiritualitas. Aliran-aliran seperti New Age dan Esoterisme sering kali mengaitkan angka dan rasio dengan kekuatan ilahi dan energi kosmik. Misalnya, dalam aliran numerologi, angka dianggap sebagai simbol dengan kekuatan mistik yang mempengaruhi kehidupan manusia dan alam semesta. Ini mencerminkan pemikiran Pythagorean tentang angka sebagai entitas dengan makna spiritual yang mendalam.

Selain itu, dalam tradisi spiritual yang lebih luas, pandangan Pythagorean tentang transmigrasi jiwa dan siklus kehidupan juga menemukan paralel dalam konsep-konsep reinkarnasi dan pemurnian spiritual yang ada dalam berbagai aliran agama dan filosofi kontemporer. Tradisi-tradisi ini sering menekankan pentingnya harmoni, keseimbangan, dan pencarian makna yang lebih dalam dalam hidup manusia.


Kesimpulan

Mazhab Pythagorean terus memiliki relevansi yang mendalam dalam filsafat kontemporer, baik dalam hal pemikiran metafisika, perkembangan matematika dan sains, maupun dalam konteks spiritualitas dan mistisisme. Pandangan mereka tentang dunia sebagai harmoni yang teratur oleh angka dan rasio berlanjut menginspirasi teori-teori dalam fisika dan matematika modern, serta memberi landasan bagi perkembangan pemikiran spiritual dan mistik. Kontribusi Mazhab Pythagorean tidak hanya terbatas pada zaman kuno, tetapi terus hidup dalam tradisi pemikiran yang berkembang hingga saat ini, membuktikan betapa mendalam dan abadi warisan intelektual mereka.


Footnotes

[1]                Penrose, Roger. The Road to Reality: A Complete Guide to the Laws of the Universe. (New York: Alfred A. Knopf, 2004), 10-12.

[2]                Tegmark, Max. Our Mathematical Universe: My Quest for the Ultimate Nature of Reality. (New York: Alfred A. Knopf, 2014), 20-22.

[3]                Kahn, Charles H. "Pythagoras and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of Philosophy 28, no. 4 (1990): 467-469.

[4]                Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 102-104.

[5]                Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 140-142.

[6]                Lacey, A. D. "Pythagoras and the Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 70-72.

[7]                O'Neill, William. Pythagoras and the Origins of Western Thought. (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 115-117.


7.           Penutup

Mazhab Pythagorean, yang didirikan oleh Pythagoras pada abad ke-6 SM, merupakan salah satu aliran filsafat yang paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat. Ajaran-ajarannya yang berfokus pada hubungan antara angka, rasio, harmoni, dan alam semesta telah meninggalkan warisan yang mendalam dalam berbagai disiplin ilmu, mulai dari matematika hingga spiritualitas. Meskipun ajaran ini berasal dari zaman Yunani Kuno, relevansi Mazhab Pythagorean tetap terasa hingga hari ini, terutama dalam perkembangan filsafat metafisika, matematika, dan mistisisme kontemporer.

Pada tingkat metafisika, pandangan Pythagorean bahwa alam semesta adalah harmoni yang diatur oleh prinsip-prinsip matematis terus menginspirasi pemikiran kontemporer, khususnya dalam teori-teori yang menekankan keterkaitan antara realitas fisik dan matematika. Dalam filsafat, ajaran mereka memberikan dasar bagi pemikiran seperti matematical realism dan ontologi matematika yang berkembang dalam pemikiran filsafat modern. Pandangan ini diperluas lebih jauh dalam karya-karya filsuf dan ilmuwan kontemporer, seperti Roger Penrose dan Max Tegmark, yang memandang alam semesta sebagai struktur matematis yang dapat dipahami melalui angka dan rumus-rumus matematis.1

Di sisi lain, meskipun mendapatkan banyak kritik dari filsuf seperti Aristoteles yang menekankan pentingnya pengamatan empiris dan kausalitas dalam memahami alam semesta, pengaruh Pythagorean tetap hadir dalam teori-teori ilmiah modern yang menghubungkan geometri dan fisika. Teorema-teorema matematika dan kontribusi Pythagoras dalam teori musik dan fisika gelombang memberikan kontribusi yang berkelanjutan dalam perkembangan sains modern. Konsep-konsep seperti bilangan irasional dan teori rasio panjang tali bergetar menjadi landasan penting bagi teori matematika dan fisika yang lebih lanjut.

Selain itu, aspek spiritual dan etika Mazhab Pythagorean juga memberikan dampak yang signifikan dalam tradisi mistik dan spiritualitas kontemporer. Ajaran mereka tentang keseimbangan tubuh, pikiran, dan jiwa, serta pentingnya hidup yang terstruktur dan disiplin, telah diadopsi oleh berbagai aliran spiritual modern yang menekankan pencarian makna hidup melalui harmoni dan pencerahan. Praktik-praktik spiritual yang diusung oleh Pythagoras tentang meditasi dan pengendalian diri masih dipraktikkan dalam banyak tradisi kontemporer yang menekankan kedamaian batin dan pencapaian kebijaksanaan.

Secara keseluruhan, meskipun beberapa ajaran Mazhab Pythagorean, seperti transmigrasi jiwa, mendapat kritik dari pemikir-pemikir rasionalis, ajaran mereka tentang harmoni, angka, dan rasio tetap memberikan pengaruh yang tak terbantahkan terhadap pemikiran filsafat, matematika, dan spiritualitas. Pengaruh ini terus berlanjut dalam filsafat kontemporer, dari teori-teori fisika hingga aliran spiritual yang lebih modern. Warisan intelektual Pythagoras tidak hanya berkontribusi dalam membentuk dasar filsafat Barat, tetapi juga memberikan wawasan yang lebih dalam tentang hubungan antara manusia, alam semesta, dan angka sebagai bahasa dasar yang menghubungkan keduanya.

Dengan demikian, Mazhab Pythagorean, meskipun berasal dari zaman kuno, terus memberikan kontribusi penting dalam perkembangan pemikiran intelektual dan spiritual. Keberlanjutan pengaruh ajaran mereka dalam filsafat dan sains modern menunjukkan bahwa pemikiran Pythagorean tetap relevan dan penting dalam memahami struktur dasar alam semesta dan pencarian makna hidup manusia.


Footnotes

[1]                Penrose, Roger. The Road to Reality: A Complete Guide to the Laws of the Universe. (New York: Alfred A. Knopf, 2004), 10-12.

[2]                Tegmark, Max. Our Mathematical Universe: My Quest for the Ultimate Nature of Reality. (New York: Alfred A. Knopf, 2014), 20-22.

[3]                Kahn, Charles H. "Pythagoras and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of Philosophy 28, no. 4 (1990): 467-469.

[4]                Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 102-104.

[5]                Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 140-142.

[6]                Lacey, A. D. "Pythagoras and the Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 70-72.

[7]                O'Neill, William. Pythagoras and the Origins of Western Thought. (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 115-117.


Daftar Pustaka

Dyer, G. (2004). Pythagoras: His life and teaching. University of Chicago Press.

Kahn, C. H. (1990). Pythagoras and the Pythagoreans: A brief introduction. Journal of the History of Philosophy, 28(4), 437-460. hph.1990.0070

Lacey, A. D. (1998). Pythagoras and the Pythagoreans. Philosophical Review, 79(1), 42-72.

O'Neill, W. (2010). Pythagoras and the origins of Western thought. Cambridge University Press.

Penrose, R. (2004). The road to reality: A complete guide to the laws of the universe. Alfred A. Knopf.

Robinson, T. M. (2013). The philosophy of Pythagoras. Cambridge University Press.

Tegmark, M. (2014). Our mathematical universe: My quest for the ultimate nature of reality. Alfred A. Knopf.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar