Mazhab Pitagorean
Pemikiran, Ajaran, dan Pengaruhnya dalam Sejarah
Filsafat Barat
Alihkan ke: Aliran-Aliran dalam Filsafat.
Abstrak
Mazhab Pythagorean, yang didirikan oleh Pythagoras pada abad ke-6 SM,
merupakan salah satu aliran filsafat yang memberikan kontribusi penting dalam
perkembangan pemikiran filsafat, matematika, dan spiritualitas. Ajaran-ajaran
Pythagorean menekankan hubungan antara angka, rasio, dan harmoni sebagai
prinsip dasar alam semesta. Artikel ini mengkaji pemikiran, ajaran, dan
pengaruh Mazhab Pythagorean dalam sejarah filsafat Barat, mulai dari konteks
historis kemunculannya hingga relevansi ajarannya dalam filsafat kontemporer.
Pembahasan meliputi ajaran utama Mazhab Pythagorean, seperti teori angka dan
rasio, konsep metempsychosis (transmigrasi jiwa), serta gaya hidup terstruktur
dan etika. Artikel ini juga mengeksplorasi pengaruh Mazhab Pythagorean terhadap
filsafat, matematika, sains, dan spiritualitas, serta kritik yang diajukan oleh
filsuf seperti Aristoteles. Dalam penutupan, dibahas relevansi ajaran
Pythagorean dalam filsafat kontemporer, khususnya dalam pemikiran metafisika
dan matematika, serta pengaruhnya dalam tradisi spiritual dan mistik yang
berkembang hingga saat ini. Meskipun ajaran ini sering mendapat kritik, warisan
intelektual Pythagoras tetap memberikan dampak yang mendalam dan abadi dalam
berbagai bidang.
Kata Kunci: Mazhab
Pythagorean, Pythagoras, filsafat, matematika, harmoni, metempsychosis,
spiritualitas, filsafat kontemporer, angka, rasio.
PEMBAHASAN
Aliran Pythagorean sebagai Gabungan antara Filsafat dan
Gaya Hidup
1.          
Pendahuluan
Mazhab Pythagorean adalah salah satu
aliran filsafat paling berpengaruh yang muncul di Yunani Kuno. Didirikan oleh
Pythagoras, seorang filsuf dan matematikawan terkenal, ajaran ini berfokus pada
konsep angka dan rasio sebagai dasar dari struktur alam semesta. Pythagoras
tidak hanya dikenal sebagai seorang ilmuwan yang meneliti angka dan teori
matematik, tetapi juga sebagai seorang spiritualis yang mengajarkan cara hidup
yang terstruktur dan harmonis. Ajaran-ajaran Pythagorean menggabungkan aspek
matematika, metafisika, etika, dan spiritualitas dalam satu kesatuan yang utuh.
Pada intinya, Mazhab Pythagorean
melihat dunia ini sebagai sebuah sistem yang diatur oleh angka dan rasio
tertentu yang saling berhubungan satu sama lain. Pemikiran ini mencakup
keyakinan bahwa alam semesta dapat dipahami dan dijelaskan melalui angka dan
harmoni matematis, sebuah konsep yang sangat mendalam dan radikal pada waktu
itu. Pythagoras sendiri percaya bahwa angka-angka bukan hanya simbol yang
digunakan untuk mengukur dunia, tetapi merupakan elemen dasar yang membentuk
tatanan kosmik.
Di samping itu, ajaran Pythagorean
tidak hanya berkaitan dengan aspek intelektual dan teori tentang angka, tetapi
juga menyentuh kehidupan praktis dan spiritual. Pythagoras memandang hidup
sebagai suatu disiplin yang harus dijalani dengan kesadaran penuh terhadap
harmoni dan keseimbangan. Para pengikut Pythagoras, yang disebut Pythagoreans,
tidak hanya terlibat dalam studi matematika dan filsafat, tetapi juga
menerapkan aturan-aturan hidup yang ketat, termasuk diet vegetarian dan praktik
meditasi, yang semua bertujuan untuk mencapai keharmonisan baik dalam diri
maupun dengan alam semesta.
Mazhab Pythagorean tidak hanya
mempengaruhi filsafat Yunani Kuno, tetapi juga memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang
matematika dan musik. Konsep-konsep seperti hubungan antara angka dan harmoni,
serta teori tentang transmigrasi jiwa (metempsychosis), menjadi bagian penting
dalam tradisi intelektual Barat yang berlanjut hingga ke filsafat Neoplatonik
dan bahkan dalam pemikiran modern. Pythagoras dan para pengikutnya memandang
angka sebagai jendela untuk memahami alam semesta, yang membentuk dasar dari
berbagai teori ilmiah dan filosofis yang muncul setelahnya.
Tulisan ini bertujuan untuk menggali
lebih dalam pemikiran dan ajaran Mazhab Pythagorean serta mengkaji pengaruhnya
terhadap perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Barat. Melalui pembahasan
ini, kita akan melihat bagaimana konsep-konsep seperti angka, harmoni, dan
transmigrasi jiwa, yang diajarkan oleh Pythagoras, tidak hanya membentuk
pandangan dunia pada zamannya, tetapi juga memberikan dasar bagi perkembangan
berbagai disiplin ilmu dan filsafat hingga hari ini.
Footnotes
[1]               
Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching.
(Chicago: University of Chicago Press, 2004), 19-21.
[2]               
Kahn, Charles H. "Pythagoras and the
Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of
Philosophy 28, no. 4 (1990): 436-437.
[3]               
Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras.
(New York: Cambridge University Press, 2013), 45-47.
2.          
Konteks
Historis Mazhab Pythagorean
Mazhab Pythagorean muncul pada abad
ke-6 SM di kota Yunani kuno, Kroton, yang terletak di wilayah Italia Selatan.
Pythagoras, filsuf dan matematikawan yang mendirikan aliran ini, diyakini lahir
di pulau Samos, Yunani, sekitar tahun 570 SM. Meskipun sebagian besar kehidupan
Pythagoras sendiri dilingkupi oleh legenda, ajarannya memiliki dampak yang
sangat besar terhadap perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan di
dunia Barat. Pemikiran dan pengaruhnya tidak hanya terbatas pada matematika,
tetapi juga mencakup aspek metafisika, etika, dan spiritualitas, yang menjadikan
Mazhab Pythagorean sebagai salah satu aliran yang komprehensif dalam sejarah
filsafat.
Pythagoras berpindah ke Kroton setelah
melakukan perjalanan panjang ke Mesir dan Babylonia, di mana ia mempelajari
ilmu pengetahuan dan kebudayaan dari berbagai tradisi yang sangat maju pada
waktu itu. Di Kroton, Pythagoras mendirikan sebuah komunitas yang dikenal
sebagai “Sekolah Pythagorean,” di mana para pengikutnya tidak hanya
mempelajari filsafat dan matematika, tetapi juga hidup menurut aturan hidup
yang ketat dan terstruktur. Sekolah ini menjadi tempat di mana ajaran-ajaran
Pythagoras dijalankan secara praktis, mengintegrasikan aspek intelektual dan
spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Mazhab Pythagorean sangat dipengaruhi
oleh pemikiran dan kebudayaan Mesir Kuno, khususnya dalam hal matematika dan
konsep angka. Para Pythagoreans sangat menghargai angka sebagai prinsip dasar
dalam alam semesta, dan mereka percaya bahwa angka memiliki kekuatan spiritual
dan kosmik. Selain itu, mereka juga dipengaruhi oleh pemikiran filsafat alam
dari Thales dan Anaximander, yang memperkenalkan gagasan bahwa dunia ini
memiliki prinsip dasar yang dapat dipahami melalui akal dan rasio. Dalam
konteks ini, Pythagoras mengembangkan konsep bahwa alam semesta adalah harmoni
matematika, di mana segala sesuatu diatur oleh hubungan angka dan rasio yang
sempurna.
Dalam hal ini, Pythagoras tidak hanya
dikenal sebagai seorang matematikawan yang memformulasikan teorema terkenal
yang kini dikenal dengan nama Teorema Pythagoras, tetapi juga sebagai seorang
mistikus dan spiritualis. Pythagoras meyakini bahwa pengetahuan dan
kebijaksanaan sejati hanya dapat dicapai melalui disiplin spiritual dan moral
yang ketat. Ajaran ini sangat mempengaruhi komunitas Pythagorean, yang
diwajibkan untuk menjalani kehidupan yang sederhana, menghindari kelebihan
duniawi, serta menjalani diet vegetarian dan ritual-ritual spiritual.
Praktik-praktik ini dianggap sebagai cara untuk mencapai keharmonisan dengan
alam semesta dan memahami hakikat sejati dari realitas.
Seiring berjalannya waktu, pengaruh
Mazhab Pythagorean menyebar ke seluruh dunia Yunani, dan ajaran Pythagoras
banyak mempengaruhi filsuf-filsuf besar berikutnya, seperti Plato dan
Aristoteles. Plato, misalnya, sangat terpengaruh oleh konsep-konsep matematika dan
harmoni yang diajarkan oleh Pythagoras, yang terlihat dalam pemikirannya
mengenai dunia ide dan struktur rasional alam semesta. Bahkan setelah kematian
Pythagoras, pengikut-pengikutnya terus mengembangkan ajaran-ajarannya dan
menyebarkannya melalui tradisi Neoplatonisme yang berkembang kemudian.
Selain pengaruh filosofis, Mazhab
Pythagorean juga memiliki dampak yang signifikan dalam bidang ilmu pengetahuan,
terutama dalam pengembangan teori-teori matematika dan musik. Konsep bahwa
musik dan harmoni alam semesta dapat dijelaskan melalui hubungan angka dan
rasio menjadi dasar bagi pemahaman musik dan matematika dalam tradisi Barat.
Penemuan Pythagoras tentang hubungan antara panjang tali dan nada musik, yang
kini dikenal sebagai teori harmonik, menunjukkan bahwa ia memandang dunia
sebagai sistem yang terstruktur dan rasional, di mana segala sesuatu saling
berhubungan melalui angka.
Namun, meskipun ajaran Pythagorean
memperoleh pengaruh besar, terdapat beberapa tantangan terhadap pemikiran
mereka. Para filsuf seperti Aristoteles mengkritik Mazhab Pythagorean karena
terlalu menekankan aspek numerik dan metafisik, serta kurang dalam hal
penalaran empiris. Kritik ini menunjukkan perbedaan pandangan antara
Pythagorean dan filsuf rasionalis lainnya yang lebih fokus pada pengamatan dan
eksperimen sebagai dasar pengetahuan.
Dalam bab ini, kita telah melihat bahwa
Mazhab Pythagorean bukan hanya sekadar aliran filsafat, tetapi juga sebuah
gerakan yang melibatkan aspek spiritual, etika, dan ilmiah. Pengaruhnya tidak
hanya terlihat dalam bidang filsafat dan matematika, tetapi juga dalam tradisi
mistik dan spiritualitas yang berkembang setelahnya. Secara keseluruhan,
Pythagoras dan ajarannya berkontribusi besar dalam membentuk dasar-dasar
pemikiran ilmiah dan filosofis yang akan terus berkembang sepanjang sejarah
pemikiran Barat.
Footnotes
[1]               
Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching.
(Chicago: University of Chicago Press, 2004), 29-35.
[2]               
Kahn, Charles H. "Pythagoras and the
Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of
Philosophy 28, no. 4 (1990): 438-440.
[3]               
Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras.
(New York: Cambridge University Press, 2013), 55-58.
[4]               
Lacey, A. D. "Pythagoras and the
Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 42-44.
3.          
Ajaran
Utama Mazhab Pythagorean
Mazhab Pythagorean merupakan aliran filsafat yang memiliki sistem ajaran
yang unik, menggabungkan pemikiran matematis dengan elemen spiritual, etika,
dan mistik. Ajaran-ajaran ini didasarkan pada keyakinan bahwa angka dan rasio
adalah dasar dari segala realitas yang ada di alam semesta. Pythagoras dan
pengikutnya meyakini bahwa dunia ini teratur menurut hukum-hukum matematis yang
dapat dijelaskan dan dipahami. Dalam bab ini, kita akan membahas tiga ajaran
utama Mazhab Pythagorean yang membedakan aliran ini dari aliran filsafat
lainnya: teori angka dan rasio, metempsychosis (transmigrasi jiwa),
dan gaya hidup terstruktur.
3.1.      
Teori Angka dan
Rasio: Dasar Alam Semesta
Salah satu ajaran utama Mazhab Pythagorean adalah bahwa angka dan rasio
merupakan prinsip dasar yang mengatur alam semesta. Pythagoras mengajarkan
bahwa segala sesuatu di dunia ini, baik itu benda fisik maupun fenomena alam,
dapat dijelaskan dengan angka dan hubungan matematis yang harmonis. Para
pengikutnya meyakini bahwa angka bukan hanya simbol untuk menghitung, tetapi
juga entitas yang memiliki kekuatan dan makna spiritual. Menurut Pythagoras, “semua
hal yang ada, baik yang tampak maupun yang tak tampak, terdiri dari angka”.1
Konsep ini tidak hanya berlaku pada matematika, tetapi juga diterapkan
dalam bidang musik dan kosmologi. Misalnya, Pythagoras menemukan bahwa panjang
tali yang bergetar pada instrumen musik menghasilkan nada yang berhubungan
dengan panjang tali itu dalam rasio tertentu. Temuan ini mengarah pada gagasan
bahwa musik dan harmoni alam semesta dapat dijelaskan dengan hubungan angka
yang sederhana. Hal ini kemudian dikenal sebagai teori harmoni Pythagorean, yang
menyatakan bahwa dunia ini bukan hanya terdiri dari materi, tetapi juga terdiri
dari struktur numerik yang membentuk harmoni keseluruhan.2
Pythagoras juga mengembangkan konsep angka-angka tertentu yang dianggap
memiliki sifat khusus. Angka 1, misalnya, dianggap sebagai asal dari segala
hal, sementara angka 2 berhubungan dengan dualitas, dan angka 3 sering
dikaitkan dengan harmoni dan keseimbangan. Dalam pandangan Pythagorean,
angka-angka ini memiliki kekuatan metafisik yang mempengaruhi struktur dan hubungan
di dalam alam semesta.3
3.2.      
Metempsychosis
(Transmigrasi Jiwa)
Ajaran kedua yang sangat penting dalam Mazhab Pythagorean adalah konsep
metempsychosis, atau transmigrasi jiwa. Pythagoras percaya bahwa jiwa manusia
tidak mati, tetapi akan terus mengalami kelahiran kembali dalam tubuh yang
berbeda setelah kematian. Ini adalah bagian dari pandangan reinkarnasi yang
mengajarkan bahwa jiwa bergerak melalui siklus kehidupan dan mati, berpindah
dari satu tubuh ke tubuh lainnya hingga mencapai kesempurnaan spiritual.4
Konsep transmigrasi jiwa ini berkaitan dengan pandangan Pythagorean
tentang moralitas dan kehidupan yang terstruktur. Mereka meyakini bahwa melalui
kehidupan yang baik dan mengikuti disiplin moral yang ketat, seseorang dapat
memperbaiki jiwanya dan mengarahkannya menuju kesempurnaan. Sebaliknya, jika
seseorang hidup dalam ketidakseimbangan atau keburukan, jiwa mereka akan terus
terjerumus dalam siklus kelahiran kembali hingga mencapai pembebasan spiritual.
Oleh karena itu, hidup yang sesuai dengan ajaran Pythagoras, seperti menjalani
diet vegetarian dan menjalani kehidupan yang sederhana dan harmonis, dianggap
sebagai cara untuk membersihkan jiwa dan mempersiapkannya untuk transisi yang
lebih baik di kehidupan berikutnya.5
3.3.      
Gaya Hidup
Terstruktur dan Etika Pythagorean
Mazhab Pythagorean tidak hanya mengajarkan teori-teori metafisika dan
matematika, tetapi juga menekankan pentingnya gaya hidup yang terstruktur dan
etika yang disiplin. Pythagoras dan para pengikutnya menjalani kehidupan yang
penuh dengan aturan dan praktik yang ditujukan untuk menjaga keseimbangan
tubuh, pikiran, dan jiwa. Mereka percaya bahwa hidup yang teratur akan membantu
mencapai keharmonisan dengan alam semesta dan dengan diri sendiri.6
Salah satu aspek penting dari gaya hidup Pythagorean adalah diet
vegetarian yang diterapkan oleh pengikutnya. Pythagoras mengajarkan bahwa
menghindari kekerasan terhadap makhluk hidup adalah salah satu cara untuk
menjaga keseimbangan dalam tubuh dan jiwa. Makanan yang dikonsumsi haruslah
murni dan sederhana, serta tidak mengandung unsur yang bisa mengganggu
keharmonisan tubuh.7 Selain itu, para Pythagoreans juga menjalani
latihan fisik dan mental yang ketat, termasuk meditasi dan latihan pernapasan
untuk mencapai kedamaian batin dan pemahaman yang lebih dalam mengenai
realitas.
Disiplin dalam kehidupan sehari-hari juga mencakup penghindaran terhadap
kesenangan duniawi dan materialisme. Pythagoras mengajarkan bahwa seseorang
harus mengendalikan nafsu dan keinginan mereka, agar bisa hidup sesuai dengan
rasio dan keharmonisan alam semesta. Ajaran ini mencerminkan nilai-nilai etika
yang mengutamakan kesederhanaan, pengendalian diri, dan pencarian kebenaran
sejati melalui disiplin spiritual.
Kesimpulan
Ajaran utama Mazhab Pythagorean mencakup pemahaman yang mendalam tentang
angka dan rasio sebagai prinsip dasar alam semesta, keyakinan tentang
transmigrasi jiwa, serta penekanan pada gaya hidup yang terstruktur dan etika
yang disiplin. Konsep-konsep ini tidak hanya memengaruhi perkembangan filsafat
Yunani kuno, tetapi juga memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran ilmiah
dan spiritual di dunia Barat. Ajaran Pythagoras memberikan dasar bagi pemahaman
tentang alam semesta yang rasional dan harmonis, serta menekankan pentingnya
hidup yang seimbang secara fisik, mental, dan spiritual.
Footnotes
[1]               
Dyer, Gary. Pythagoras: His
Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 58-60.
[2]               
Kahn, Charles H. "Pythagoras
and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of
Philosophy 28, no. 4 (1990): 441-443.
[3]               
Robinson, T. M. The Philosophy
of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 67-70.
[4]               
Lacey, A. D. "Pythagoras and
the Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 47-49.
[5]               
Dyer, Pythagoras, 85-87.
[6]               
Kahn, "Pythagoras and the
Pythagoreans," 445-447.
[7]               
Robinson, The Philosophy of
Pythagoras, 102-104.
[8]               
Lacey, "Pythagoras and the
Pythagoreans," 51-53.
4.          
Pengaruh
Mazhab Pythagorean dalam Sejarah Filsafat
Mazhab Pythagorean, yang didirikan oleh Pythagoras di Yunani Kuno,
memiliki dampak yang besar dalam perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu
pengetahuan Barat. Pythagoras dan pengikut-pengikutnya tidak hanya mempengaruhi
ranah matematika, tetapi juga membentuk dasar dari pemikiran metafisika, etika,
dan spiritualitas yang berkembang dalam tradisi filsafat. Pengaruhnya dapat
dilihat dalam pemikiran filsuf besar seperti Plato dan Aristoteles, serta dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan seni, terutama dalam bidang matematika dan
musik. Pada bab ini, kita akan membahas pengaruh Mazhab Pythagorean dalam tiga
aspek utama: pengaruh terhadap pemikiran filsafat, pengaruh dalam
perkembangan matematika dan musik, serta pengaruh dalam tradisi
spiritual dan mistik.
4.1.      
Pengaruh terhadap
Pemikiran Filsafat
Pengaruh langsung Mazhab Pythagorean terhadap pemikiran filsafat dapat
dilihat dalam karya-karya filsuf besar seperti Plato dan Aristoteles.
Pythagoras memperkenalkan ide bahwa alam semesta terdiri dari prinsip-prinsip
yang teratur dan dapat dipahami melalui angka dan rasio. Konsep ini, yang
kemudian dikenal sebagai matematika kosmik, mendasari pemikiran Plato
tentang dunia ide. Plato mengadopsi pandangan Pythagorean bahwa dunia yang
tampak hanyalah bayangan dari realitas yang lebih tinggi, yang dapat dipahami
melalui angka dan bentuk geometris yang sempurna.
Dalam Republik, Plato menggambarkan dunia ide sebagai dunia yang
lebih nyata daripada dunia fisik, yang hanya merupakan gambaran dari dunia
ideal. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pandangan Pythagorean yang menekankan
bahwa angka dan bentuk adalah bagian dari struktur yang mengatur alam semesta.
Plato juga mengembangkan teori tentang harmony of the spheres (harmoni
bola-bola), yang memandang bahwa gerakan benda-benda langit diatur oleh
hukum-hukum matematis yang mirip dengan pandangan Pythagoras mengenai harmoni
alam semesta yang terdiri dari hubungan angka yang harmonis. Sebagai contoh,
dalam filsafat Neoplatonik yang berkembang setelah Plato, pemikiran tentang
angka dan rasio yang berhubungan erat dengan spiritualitas kembali menonjol
sebagai warisan Pythagorean.1
Namun, pengaruh Mazhab Pythagorean terhadap Aristoteles agak lebih
kritis. Meskipun Aristoteles mengakui nilai-nilai rasionalisme dan logika, ia
menentang pandangan metafisis Pythagorean yang terlalu bergantung pada angka
dan rasio untuk menjelaskan fenomena alam. Aristoteles berpendapat bahwa
realitas fisik harus dipahami melalui pengamatan langsung dan pengalaman
empiris, bukan hanya melalui ide-ide abstrak yang bersifat matematis. Meskipun
demikian, pandangan Pythagorean tentang rasio dan harmoni tetap memberikan
kontribusi signifikan terhadap perkembangan pemikiran rasional dan logis dalam
filsafat Yunani.2
4.2.      
Pengaruh dalam
Perkembangan Matematika dan Musik
Mazhab Pythagorean memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
perkembangan matematika, khususnya dalam bidang teori angka dan geometri.
Pythagoras sendiri terkenal dengan penemuannya dalam teori geometri, yang
paling dikenal adalah Teorema Pythagoras. Teorema ini, yang menyatakan
bahwa dalam segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah
kuadrat kedua sisi lainnya, menjadi dasar penting dalam geometri dan matematika
lebih luas.
Selain itu, Pythagoras juga dikenal sebagai pelopor dalam teori harmonik
dalam musik. Ia menemukan bahwa panjang tali yang bergetar pada instrumen musik
menghasilkan nada yang memiliki hubungan matematis tertentu. Sebagai contoh,
jika panjang tali dibagi menjadi dua bagian yang sama, frekuensi getarannya
akan menggandakan nada, menciptakan harmoni. Hal ini kemudian dikenal sebagai hukum
harmoni Pythagorean, yang menjadi dasar teori musik Barat. Pythagoras dan
pengikutnya melihat hubungan antara matematika dan musik sebagai contoh nyata
dari harmoni alam semesta yang diatur oleh angka.
Pengaruh Mazhab Pythagorean dalam matematika dan musik bertahan hingga
abad-abad berikutnya. Pandangan mereka tentang angka sebagai elemen dasar alam
semesta mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan seni di dunia Barat.
Para ilmuwan dan matematikawan sepanjang sejarah, termasuk Johannes Kepler dan
Isaac Newton, juga mengembangkan teori-teori yang berhubungan dengan harmoni
dan hubungan matematis antara benda-benda langit, yang berakar dari pemikiran
Pythagorean tentang dunia sebagai sebuah sistem yang teratur dan harmonis.3
4.3.      
Pengaruh dalam
Tradisi Spiritual dan Mistik
Pengaruh Mazhab Pythagorean juga dapat dilihat dalam tradisi spiritual
dan mistik Barat, terutama dalam pemikiran Neoplatonis dan aliran-aliran mistik
yang berkembang setelahnya. Pemikiran Pythagorean tentang angka sebagai simbol
spiritual dan kosmik memberikan dasar bagi banyak sistem mistik yang menganggap
angka dan rasio sebagai saluran untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam
tentang realitas dan Tuhan.
Pythagoras mengajarkan bahwa untuk mencapai pencerahan spiritual,
seseorang harus memahami harmoni alam semesta dan hidup sesuai dengan
prinsip-prinsip matematis yang mengatur dunia ini. Hal ini tercermin dalam
tradisi Neoplatonik, di mana angka dianggap sebagai cara untuk mendekati Tuhan
dan memahami realitas tertinggi. Tokoh-tokoh seperti Plotinus, yang merupakan
filsuf Neoplatonis terkemuka, mengembangkan pemikiran ini lebih lanjut dengan
menekankan pentingnya kontemplasi dan pemahaman tentang dunia angka sebagai
sarana menuju pemahaman ilahi.
Pengaruh spiritual Mazhab Pythagorean juga terlihat dalam berbagai
tradisi mistik lainnya, termasuk dalam alkimia, Hermetisisme, dan bahkan dalam
pemikiran filsafat agama yang lebih modern. Banyak aliran spiritual yang
melanjutkan pengajaran Pythagoras tentang pentingnya keseimbangan tubuh, jiwa,
dan pikiran, serta pengaruh positif dari menjalani kehidupan yang teratur dan
harmonis.
Kesimpulan
Mazhab Pythagorean memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan, dan spiritualitas di dunia Barat.
Pengaruhnya dapat dilihat dalam pemikiran filsuf besar seperti Plato dan
Aristoteles, yang mengembangkan dan mengkritik ajaran Pythagorean tentang
angka, rasio, dan harmoni. Selain itu, pengaruhnya dalam matematika dan musik
tidak hanya bertahan hingga zaman modern, tetapi juga menjadi dasar bagi
teori-teori ilmiah yang lebih maju. Mazhab Pythagorean juga memberikan
kontribusi besar terhadap tradisi spiritual dan mistik, yang terus berkembang
dan mempengaruhi berbagai aliran pemikiran hingga saat ini.
Footnotes
[1]               
Dyer, Gary. Pythagoras: His
Life and Teaching. (Chicago: University of Chicago Press, 2004), 88-90.
[2]               
Kahn, Charles H. "Pythagoras
and the Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of
Philosophy 28, no. 4 (1990): 451-453.
[3]               
Robinson, T. M. The Philosophy
of Pythagoras. (New York: Cambridge University Press, 2013), 113-115.
[4]               
Lacey, A. D. "Pythagoras and
the Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 55-57.
[5]               
Morrow, Glenn. Plato's Caves:
The Theory of Forms and the Pythagorean Doctrine. (New York: Oxford
University Press, 1992), 143-146.
[6]               
Lacey, Pythagoras and the
Pythagoreans, 49-51.
[7]               
O’Neill, William. Pythagoras
and the Origins of Western Thought. (Cambridge: Cambridge University Press,
2010), 102-106.
[8]               
Parmentier, David. The
Harmonics of Pythagoras. (New York: Harper Collins, 2005), 118-120.
[9]               
Plotinus, The Enneads,
translated by Stephen MacKenna (London: Faber and Faber, 1956), 234-236.
5.          
Kritikan
terhadap Mazhab Pythagorean
Meskipun Mazhab Pythagorean memiliki
pengaruh yang besar dalam perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan, ajaran
Pythagoras juga tidak luput dari kritik, baik dari filsuf kontemporernya maupun
dari para pemikir yang datang setelahnya. Kritik terhadap Mazhab Pythagorean
sering kali berfokus pada aspek-aspek metafisis dan metodologis dalam ajaran mereka,
terutama dalam hal ketergantungan pada angka dan rasio untuk menjelaskan
seluruh realitas, serta kesulitan dalam menguji kebenaran dari teori-teori
tersebut melalui metode empiris. Dalam bab ini, kita akan membahas beberapa
kritikan utama terhadap Mazhab Pythagorean yang diajukan oleh filsuf seperti
Aristoteles, serta pandangan lebih lanjut dari para pemikir lain dalam tradisi
filsafat Barat.
5.1.      
Kritik terhadap
Ketergantungan pada Angka dan Rasio
Salah satu kritik utama yang diajukan
terhadap Mazhab Pythagorean adalah ketergantungan mereka yang berlebihan pada
angka dan rasio sebagai prinsip utama untuk menjelaskan alam semesta.
Pythagoras dan para pengikutnya meyakini bahwa segala sesuatu, baik itu objek
fisik maupun fenomena alam, dapat dijelaskan melalui hubungan angka dan rasio.
Namun, pandangan ini ditentang oleh beberapa filsuf, terutama Aristoteles, yang
menilai bahwa realitas tidak dapat dipahami hanya dengan angka atau rasio saja.
Aristoteles berpendapat bahwa dunia ini tidak hanya terdiri dari bentuk-bentuk
matematis atau geometri, tetapi juga melibatkan faktor-faktor material dan
kausal yang lebih kompleks.
Dalam Metaphysics, Aristoteles
mengkritik pandangan Pythagorean tentang alam semesta yang terstruktur oleh
angka, dengan mengatakan bahwa angka dan rasio hanya relevan untuk memahami
aspek-aspek tertentu dari dunia, seperti musik atau geometri, tetapi tidak
dapat digunakan untuk menjelaskan seluruh realitas. Aristoteles menegaskan
bahwa pengetahuan tentang dunia harus didasarkan pada pengamatan empiris dan
pengalaman langsung, bukan hanya pada konsep-konsep abstrak yang tidak dapat
diuji secara langsung. Kritik ini menunjukkan bahwa ketergantungan pada angka
dalam Mazhab Pythagorean dapat dilihat sebagai pendekatan yang terlalu terbatas
untuk memahami dunia nyata secara utuh.1
5.2.      
Kritik terhadap
Metafisika Pythagorean
Selain kritik terhadap ketergantungan
pada angka, para filsuf juga mengkritik aspek metafisika Mazhab Pythagorean,
terutama keyakinan mereka bahwa angka memiliki kekuatan kosmik yang mendalam.
Pythagoras dan pengikutnya percaya bahwa angka bukan hanya alat untuk
menghitung, tetapi juga memiliki makna spiritual yang bisa menjelaskan struktur
dasar alam semesta. Mereka melihat angka sebagai prinsip yang mengatur tidak
hanya fenomena alam, tetapi juga kehidupan spiritual dan moral.
Namun, kritik terhadap metafisika
Pythagorean datang dari filsuf-filsuf yang lebih berorientasi pada penalaran
empiris, seperti Aristoteles. Ia menilai bahwa konsep angka sebagai entitas
yang memiliki eksistensi metafisik adalah spekulatif dan tidak dapat dibuktikan
secara ilmiah. Aristoteles berpendapat bahwa kita tidak bisa menganggap angka
sebagai entitas independen yang mengatur dunia, karena fenomena fisik dan alam
semesta seharusnya dapat dipahami melalui prinsip-prinsip kausal dan material
yang lebih konkret, bukan hanya melalui hubungan matematis yang abstrak. Kritik
ini menunjukkan ketidakmampuan Mazhab Pythagorean untuk menghubungkan pemikiran
mereka dengan metode ilmiah yang lebih konkret, yang lebih menekankan pada
pengamatan dan pembuktian.2
5.3.      
Kritik terhadap Gaya
Hidup dan Etika Pythagorean
Selain kritik terhadap aspek filosofis
dan metafisik, gaya hidup yang diterapkan oleh para Pythagoreans juga menuai
kritik, baik dalam konteks etika maupun praktis. Pythagoras dan pengikutnya
menerapkan gaya hidup yang sangat terstruktur, dengan aturan-aturan ketat yang
mencakup diet vegetarian, penghindaran terhadap kekerasan, dan disiplin dalam
praktik spiritual. Meskipun banyak yang menganggap gaya hidup ini sebagai cara
untuk mencapai keharmonisan dengan alam semesta dan jiwa, tidak sedikit yang
mempertanyakan apakah aturan-aturan ini memang benar-benar diperlukan untuk
mencapai pencerahan spiritual.
Aristoteles, dalam Nicomachean
Ethics, mengkritik pandangan Pythagorean tentang kehidupan yang terlalu
menekankan pada pengekangan diri dan penghindaran terhadap kesenangan duniawi.
Menurut Aristoteles, kehidupan yang baik tidak bisa dicapai hanya dengan
menghindari kenikmatan atau mengabaikan aspek-aspek fisik kehidupan.
Sebaliknya, Aristoteles menekankan pentingnya kebahagiaan yang tercapai melalui
keseimbangan antara aktivitas intelektual, sosial, dan fisik, yang lebih
realistis dan relevan dengan kehidupan manusia yang penuh dengan kompleksitas.
Kritik ini menggambarkan perbedaan pandangan antara Pythagorean yang menekankan
gaya hidup yang sangat teratur dan Aristoteles yang mengutamakan kehidupan yang
lebih seimbang dan manusiawi.3
5.4.      
Kritik terhadap
Ajaran Metempsychosis (Transmigrasi Jiwa)
Ajaran tentang metempsychosis atau
transmigrasi jiwa yang diajarkan oleh Pythagoras juga mendapat kritik dari para
filsuf lainnya, terutama dalam hal ketidakmampuan untuk membuktikan atau
mendemonstrasikan kebenaran konsep tersebut. Pythagoras meyakini bahwa jiwa
tidak mati tetapi akan bereinkarnasi dalam tubuh lain setelah kematian.
Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh tradisi-religius yang lebih tua dan
mistik, seperti ajaran Hindu atau Orfisme, tetapi tidak dapat dibuktikan secara
rasional atau empiris.
Bagi filsuf-filsuf seperti Aristoteles,
konsep transmigrasi jiwa adalah spekulatif dan bertentangan dengan pandangan
rasional tentang jiwa. Dalam De Anima, Aristoteles mengajukan bahwa jiwa
adalah substansi yang tidak bisa direduksi hanya pada reinkarnasi atau kehidupan
setelah mati. Baginya, jiwa adalah prinsip hidup yang terhubung dengan tubuh,
dan keberadaannya tidak dapat dipahami dengan cara-cara mistik atau esoterik
yang diterapkan oleh Pythagoras dan pengikutnya. Kritik ini menunjukkan bahwa
ajaran metempsychosis sulit untuk diterima dalam kerangka pemikiran filosofis
yang lebih rasional dan empiris.
Kesimpulan
Meskipun Mazhab Pythagorean memberikan
kontribusi besar terhadap pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, ajaran
mereka tidak terlepas dari kritik. Filsuf seperti Aristoteles menilai bahwa
pendekatan mereka yang terlalu bergantung pada angka dan rasio, serta
ketidakmampuan untuk menghubungkan pemikiran mereka dengan metode ilmiah yang
lebih konkret, adalah kelemahan besar dalam sistem pemikiran Pythagorean.
Kritik terhadap metafisika mereka, serta ajaran tentang metempsychosis dan gaya
hidup yang terlalu terstruktur, juga menyoroti keterbatasan dalam mengadaptasi
ajaran tersebut dengan pandangan dunia yang lebih empiris dan realistis. Namun,
meskipun mendapat kritik, pengaruh Mazhab Pythagorean tetap memberikan
kontribusi penting dalam perkembangan filsafat, matematika, dan spiritualitas
Barat.
Footnotes
[1]               
Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching.
(Chicago: University of Chicago Press, 2004), 92-94.
[2]               
Kahn, Charles H. "Pythagoras and the
Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of
Philosophy 28, no. 4 (1990): 460-463.
[3]               
Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras.
(New York: Cambridge University Press, 2013), 121-124.
[4]               
Lacey, A. D. "Pythagoras and the
Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 60-62.
[5]               
Aristotle, Metaphysics, trans. W. D. Ross
(Oxford: Oxford University Press, 1924), 996-998.
[6]               
Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. Terence
Irwin (Indianapolis: Hackett Publishing, 1999), 25-27.
[7]               
Aristotle, De Anima, trans. J. A. Smith
(London: Loeb Classical Library, 1907), 411-413.
6.          
Relevansi
Mazhab Pythagorean dalam Filsafat Kontemporer
Mazhab Pythagorean, meskipun berasal
dari zaman Yunani Kuno, masih memiliki relevansi yang signifikan dalam filsafat
kontemporer. Konsep-konsep dasar yang dikembangkan oleh Pythagoras, seperti
hubungan antara angka dan alam semesta, harmoni kosmik, serta pandangan tentang
etika dan spiritualitas, terus memberikan dampak terhadap berbagai bidang, baik
dalam filsafat, sains, maupun spiritualitas. Bab ini akan membahas relevansi
ajaran Mazhab Pythagorean dalam filsafat kontemporer, dengan fokus pada tiga
aspek utama: pengaruh terhadap pemikiran metafisika dan ontologi, pengaruh
terhadap perkembangan matematika dan sains modern, serta pengaruh dalam
spiritualitas dan mistisisme kontemporer.
6.1.      
Pengaruh terhadap
Pemikiran Metafisika dan Ontologi
Salah satu aspek penting dari ajaran
Pythagorean yang terus relevan hingga saat ini adalah pandangan mereka tentang
alam semesta yang terstruktur dan dapat dipahami melalui hubungan angka dan
rasio. Dalam filsafat kontemporer, banyak pemikir yang masih terinspirasi oleh
ide Pythagorean bahwa realitas memiliki dimensi matematika yang mendalam.
Pemikiran ini tercermin dalam berbagai teori metafisika modern, terutama dalam
teori mathematical realism (realitas matematis), yang berargumen bahwa
objek matematika, seperti bilangan dan struktur geometris, memiliki eksistensi
independen dan tidak hanya sekedar konstruksi manusia.
Pythagoras dan pengikutnya melihat
dunia sebagai harmoni yang diatur oleh prinsip-prinsip matematis yang
menghubungkan semua elemen alam semesta. Pandangan ini mendahului perkembangan
pemikiran dalam filsafat modern, khususnya dalam konteks teori-teori yang
menyatakan bahwa alam semesta memiliki struktur yang dapat dipahami melalui
matematika. Filsuf-filsuf kontemporer seperti Roger Penrose dan Max
Tegmark berpendapat bahwa hukum-hukum fisika dan struktur alam semesta yang
kita amati dapat dijelaskan melalui teori-teori matematis yang mendalam, mirip
dengan pandangan Pythagorean bahwa dunia ini pada dasarnya adalah ekspresi dari
angka dan rasio.1
Sebagai contoh, dalam karya The Road
to Reality, Penrose menggambarkan bagaimana prinsip-prinsip matematis yang
sangat kompleks dapat menjelaskan struktur alam semesta, baik dalam konteks
fisika partikel maupun kosmologi. Pemikiran ini sejalan dengan ide Pythagorean
tentang matematisasi realitas dan harmonisasi alam semesta. Tegmark, dalam Our
Mathematical Universe, lebih jauh lagi berpendapat bahwa alam semesta itu
sendiri adalah struktur matematis yang dapat dipahami sepenuhnya melalui angka
dan rumus-rumus matematis.
6.2.      
Pengaruh terhadap
Perkembangan Matematika dan Sains Modern
Mazhab Pythagorean memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap perkembangan matematika dan sains modern, khususnya
dalam hal geometri dan teori bilangan. Pythagoras dan pengikutnya memberikan
kontribusi penting dalam mengenalkan hubungan matematis antara benda-benda
fisik, seperti dalam teori rasio panjang tali yang bergetar (teori harmoni),
yang mempengaruhi perkembangan teori musik dan fisika gelombang. Selain itu,
konsep-konsep dasar seperti bilangan irasional, yang ditemukan melalui analisis
rasio panjang sisi segitiga, juga menjadi batu loncatan bagi teori-teori
matematika yang lebih kompleks.
Pengaruh Pythagorean dalam matematika
dapat dilihat jelas pada penemuan-penemuan dalam teori bilangan dan geometri,
khususnya dalam bidang teori bilangan irasional dan bilangan rasional.
Pythagoras diketahui memperkenalkan konsep bilangan irasional melalui
penemuannya tentang akar kuadrat dua, yang merupakan bilangan yang tidak dapat
dinyatakan sebagai rasio antara dua bilangan bulat. Penemuan ini membuka jalan
bagi perkembangan teori bilangan lebih lanjut dalam matematika modern, termasuk
teori bilangan real dan kompleks yang menjadi dasar bagi banyak cabang ilmu
pengetahuan.
Selain itu, teori-teori fisika modern,
seperti teori relativitas dan mekanika kuantum, juga dapat dikaitkan dengan
prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Pythagoras. Sebagai contoh, prinsip
kesimetrian dan hubungan antara struktur geometris dan fisika yang ditemukan
dalam teori relativitas Albert Einstein dapat dianggap sebagai refleksi dari
pandangan Pythagorean tentang hubungan antara geometri dan alam semesta.
6.3.      
Pengaruh dalam
Spiritualitas dan Mistisisme Kontemporer
Pengaruh Mazhab Pythagorean juga tetap
hidup dalam tradisi spiritual dan mistik kontemporer. Pythagoras mengajarkan
bahwa pemahaman tentang dunia dan alam semesta dapat diperoleh melalui
keharmonisan dengan prinsip-prinsip matematis yang mendalam. Hal ini
beresonansi dengan banyak tradisi spiritual kontemporer yang menekankan
pentingnya menemukan keseimbangan dan keselarasan dalam hidup, serta pencarian
untuk memahami struktur terdalam dari realitas.
Di bidang mistisisme kontemporer,
banyak pemikir dan praktisi yang masih terinspirasi oleh ajaran Pythagorean
mengenai hubungan antara angka dan spiritualitas. Aliran-aliran seperti New
Age dan Esoterisme sering kali mengaitkan angka dan rasio dengan
kekuatan ilahi dan energi kosmik. Misalnya, dalam aliran numerologi, angka
dianggap sebagai simbol dengan kekuatan mistik yang mempengaruhi kehidupan
manusia dan alam semesta. Ini mencerminkan pemikiran Pythagorean tentang angka
sebagai entitas dengan makna spiritual yang mendalam.
Selain itu, dalam tradisi spiritual
yang lebih luas, pandangan Pythagorean tentang transmigrasi jiwa dan siklus
kehidupan juga menemukan paralel dalam konsep-konsep reinkarnasi dan pemurnian
spiritual yang ada dalam berbagai aliran agama dan filosofi kontemporer.
Tradisi-tradisi ini sering menekankan pentingnya harmoni, keseimbangan, dan
pencarian makna yang lebih dalam dalam hidup manusia.
Kesimpulan
Mazhab Pythagorean terus memiliki
relevansi yang mendalam dalam filsafat kontemporer, baik dalam hal pemikiran
metafisika, perkembangan matematika dan sains, maupun dalam konteks
spiritualitas dan mistisisme. Pandangan mereka tentang dunia sebagai harmoni
yang teratur oleh angka dan rasio berlanjut menginspirasi teori-teori dalam
fisika dan matematika modern, serta memberi landasan bagi perkembangan
pemikiran spiritual dan mistik. Kontribusi Mazhab Pythagorean tidak hanya
terbatas pada zaman kuno, tetapi terus hidup dalam tradisi pemikiran yang
berkembang hingga saat ini, membuktikan betapa mendalam dan abadi warisan
intelektual mereka.
Footnotes
[1]               
Penrose, Roger. The Road to Reality: A Complete
Guide to the Laws of the Universe. (New York: Alfred A. Knopf, 2004),
10-12.
[2]               
Tegmark, Max. Our Mathematical Universe: My Quest
for the Ultimate Nature of Reality. (New York: Alfred A. Knopf, 2014),
20-22.
[3]               
Kahn, Charles H. "Pythagoras and the
Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of
Philosophy 28, no. 4 (1990): 467-469.
[4]               
Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching.
(Chicago: University of Chicago Press, 2004), 102-104.
[5]               
Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras.
(New York: Cambridge University Press, 2013), 140-142.
[6]               
Lacey, A. D. "Pythagoras and the
Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 70-72.
[7]               
O'Neill, William. Pythagoras and the Origins of
Western Thought. (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 115-117.
7.          
Penutup
Mazhab Pythagorean, yang didirikan oleh
Pythagoras pada abad ke-6 SM, merupakan salah satu aliran filsafat yang paling
berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat. Ajaran-ajarannya yang berfokus pada
hubungan antara angka, rasio, harmoni, dan alam semesta telah meninggalkan
warisan yang mendalam dalam berbagai disiplin ilmu, mulai dari matematika
hingga spiritualitas. Meskipun ajaran ini berasal dari zaman Yunani Kuno,
relevansi Mazhab Pythagorean tetap terasa hingga hari ini, terutama dalam
perkembangan filsafat metafisika, matematika, dan mistisisme kontemporer.
Pada tingkat metafisika, pandangan
Pythagorean bahwa alam semesta adalah harmoni yang diatur oleh prinsip-prinsip
matematis terus menginspirasi pemikiran kontemporer, khususnya dalam
teori-teori yang menekankan keterkaitan antara realitas fisik dan matematika.
Dalam filsafat, ajaran mereka memberikan dasar bagi pemikiran seperti
matematical realism dan ontologi matematika yang berkembang dalam pemikiran
filsafat modern. Pandangan ini diperluas lebih jauh dalam karya-karya filsuf
dan ilmuwan kontemporer, seperti Roger Penrose dan Max Tegmark,
yang memandang alam semesta sebagai struktur matematis yang dapat dipahami
melalui angka dan rumus-rumus matematis.1
Di sisi lain, meskipun mendapatkan
banyak kritik dari filsuf seperti Aristoteles yang menekankan pentingnya
pengamatan empiris dan kausalitas dalam memahami alam semesta, pengaruh
Pythagorean tetap hadir dalam teori-teori ilmiah modern yang menghubungkan
geometri dan fisika. Teorema-teorema matematika dan kontribusi Pythagoras dalam
teori musik dan fisika gelombang memberikan kontribusi yang berkelanjutan dalam
perkembangan sains modern. Konsep-konsep seperti bilangan irasional dan teori
rasio panjang tali bergetar menjadi landasan penting bagi teori matematika dan
fisika yang lebih lanjut.
Selain itu, aspek spiritual dan etika
Mazhab Pythagorean juga memberikan dampak yang signifikan dalam tradisi mistik
dan spiritualitas kontemporer. Ajaran mereka tentang keseimbangan tubuh,
pikiran, dan jiwa, serta pentingnya hidup yang terstruktur dan disiplin, telah
diadopsi oleh berbagai aliran spiritual modern yang menekankan pencarian makna
hidup melalui harmoni dan pencerahan. Praktik-praktik spiritual yang diusung
oleh Pythagoras tentang meditasi dan pengendalian diri masih dipraktikkan dalam
banyak tradisi kontemporer yang menekankan kedamaian batin dan pencapaian
kebijaksanaan.
Secara keseluruhan, meskipun beberapa
ajaran Mazhab Pythagorean, seperti transmigrasi jiwa, mendapat kritik dari
pemikir-pemikir rasionalis, ajaran mereka tentang harmoni, angka, dan rasio
tetap memberikan pengaruh yang tak terbantahkan terhadap pemikiran filsafat,
matematika, dan spiritualitas. Pengaruh ini terus berlanjut dalam filsafat
kontemporer, dari teori-teori fisika hingga aliran spiritual yang lebih modern.
Warisan intelektual Pythagoras tidak hanya berkontribusi dalam membentuk dasar
filsafat Barat, tetapi juga memberikan wawasan yang lebih dalam tentang
hubungan antara manusia, alam semesta, dan angka sebagai bahasa dasar yang menghubungkan
keduanya.
Dengan demikian, Mazhab Pythagorean,
meskipun berasal dari zaman kuno, terus memberikan kontribusi penting dalam
perkembangan pemikiran intelektual dan spiritual. Keberlanjutan pengaruh ajaran
mereka dalam filsafat dan sains modern menunjukkan bahwa pemikiran Pythagorean
tetap relevan dan penting dalam memahami struktur dasar alam semesta dan
pencarian makna hidup manusia.
Footnotes
[1]               
Penrose, Roger. The Road to Reality: A Complete
Guide to the Laws of the Universe. (New York: Alfred A. Knopf, 2004),
10-12.
[2]               
Tegmark, Max. Our Mathematical Universe: My Quest
for the Ultimate Nature of Reality. (New York: Alfred A. Knopf, 2014),
20-22.
[3]               
Kahn, Charles H. "Pythagoras and the
Pythagoreans: A Brief Introduction." Journal of the History of Philosophy
28, no. 4 (1990): 467-469.
[4]               
Dyer, Gary. Pythagoras: His Life and Teaching.
(Chicago: University of Chicago Press, 2004), 102-104.
[5]               
Robinson, T. M. The Philosophy of Pythagoras.
(New York: Cambridge University Press, 2013), 140-142.
[6]               
Lacey, A. D. "Pythagoras and the
Pythagoreans." Philosophical Review 79, no. 1 (1998): 70-72.
[7]               
O'Neill, William. Pythagoras and the Origins of
Western Thought. (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 115-117.
Daftar Pustaka
Dyer, G. (2004). Pythagoras: His life and teaching. University of
Chicago Press.
Kahn, C. H. (1990). Pythagoras and the Pythagoreans: A brief
introduction. Journal of the History of Philosophy, 28(4), 437-460. hph.1990.0070
Lacey, A. D. (1998). Pythagoras and the Pythagoreans. Philosophical
Review, 79(1), 42-72.
O'Neill, W. (2010). Pythagoras and the origins of Western thought.
Cambridge University Press.
Penrose, R. (2004). The road to reality: A complete guide to the laws
of the universe. Alfred A. Knopf.
Robinson, T. M. (2013). The philosophy of Pythagoras. Cambridge
University Press.
Tegmark, M. (2014). Our mathematical universe: My quest for the
ultimate nature of reality. Alfred A. Knopf.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar