Jumat, 09 Mei 2025

Kajian Teori Matsama: Masa Ta'aruf Siswa Madrasah

Kajian Teori Matsama

Membangun Fondasi Karakter dan Adaptasi Siswa Baru di Madrasah


Abstrak

Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) merupakan kegiatan orientasi yang dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik baru dalam mengenal lingkungan, nilai-nilai, dan budaya madrasah. Artikel ini bertujuan menjelaskan konsep, prinsip, implementasi, serta tantangan dan solusi pelaksanaan Matsama sebagai instrumen pembentukan karakter Islami dan adaptasi sosial-psikologis siswa di awal tahun ajaran. Dengan pendekatan deskriptif-kualitatif berbasis kajian literatur dari regulasi pemerintah, buku ilmiah, dan jurnal pendidikan, artikel ini menyajikan ruang lingkup kegiatan, peran pihak terkait (guru, panitia, dan siswa senior), hingga studi kasus praktik baik dari berbagai madrasah unggulan. Ditekankan pula pentingnya evaluasi dan tindak lanjut pasca-Matsama agar kegiatan ini tidak sekadar seremonial, melainkan berdampak jangka panjang dalam proses pendidikan karakter. Temuan menunjukkan bahwa keberhasilan Matsama sangat ditentukan oleh kolaborasi multi-pihak, pemahaman prinsip dasar, dan inovasi program yang kontekstual. Oleh karena itu, Matsama dapat menjadi titik awal strategis dalam membangun insan madrasah yang berakhlak mulia, mandiri, dan siap menghadapi tantangan global dengan identitas keislaman yang kokoh.

Kata Kunci: Matsama, orientasi siswa baru, pendidikan karakter, madrasah, adaptasi, moderasi beragama, pendidikan Islam.


PEMBAHASAN

Masa Ta'aruf Siswa Madrasah


1.           Pendahuluan

Transisi dari jenjang pendidikan sebelumnya menuju lingkungan baru merupakan fase kritis dalam perkembangan psikososial siswa. Dalam konteks lembaga pendidikan Islam, madrasah memerlukan strategi adaptasi yang tidak hanya mengenalkan aspek akademik, tetapi juga membina karakter dan nilai-nilai spiritual keislaman. Oleh karena itu, pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) menjadi bagian integral dari proses orientasi yang dirancang khusus untuk siswa baru di lingkungan madrasah.

Matsama merupakan program yang diformulasikan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai wujud pengenalan lingkungan madrasah secara sistematis, terarah, dan edukatif. Program ini bertujuan untuk membantu peserta didik baru agar dapat menyesuaikan diri secara optimal dengan kultur belajar, nilai-nilai keislaman, tata tertib, serta sistem pembelajaran yang berlaku di madrasah.1 Melalui kegiatan ini, siswa tidak hanya diperkenalkan kepada struktur organisasi dan fasilitas sekolah, tetapi juga diperkuat dengan nilai-nilai dasar seperti kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan kedisiplinan yang menjadi pilar karakter Islami.

Urgensi kegiatan orientasi siswa baru telah menjadi perhatian dalam berbagai literatur pendidikan. Menurut Santrock, masa adaptasi awal sekolah dapat menjadi penentu keberhasilan proses belajar dan kesejahteraan psikologis siswa, terutama dalam membangun hubungan sosial yang sehat dan motivasi belajar yang kuat.2 Dalam konteks madrasah, Matsama juga mengemban peran sebagai sarana pembinaan awal terhadap nilai-nilai moderasi beragama dan penguatan identitas kebangsaan yang berbasis pada nilai-nilai Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) atau prinsip moderasi dalam berislam yang rahmatan lil ‘alamin.3

Matsama dirancang untuk menjawab tantangan pendidikan modern yang menuntut penguatan karakter (character building), pengembangan kecakapan sosial (social adjustment), dan integrasi nilai-nilai religiusitas dalam satu kesatuan pengalaman belajar. Maka, pembahasan mengenai Matsama tidak hanya penting dalam tataran praktis sebagai rutinitas awal tahun ajaran, tetapi juga relevan sebagai strategi pendidikan karakter berbasis Islam yang terstruktur dan berkelanjutan.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 4–5.

[2]                John W. Santrock, Educational Psychology, 6th ed. (New York: McGraw-Hill Education, 2017), 102.

[3]                M. Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut: Dasar-Dasar Moderasi Islam (Jakarta: Lentera Hati, 2019), 78–79.


2.           Pengertian dan Landasan Matsama

2.1.       Pengertian Matsama

Matsama adalah singkatan dari Masa Ta’aruf Siswa Madrasah, yaitu kegiatan pengenalan lingkungan madrasah yang dilaksanakan pada awal tahun pelajaran bagi peserta didik baru. Secara etimologis, kata ta’aruf berasal dari bahasa Arab yang berarti saling mengenal. Dalam konteks pendidikan madrasah, ta’aruf mencerminkan proses pengenalan multidimensi antara siswa dengan madrasah sebagai lingkungan sosial, akademik, dan spiritual.1 Kegiatan ini dirancang untuk menjadi media orientasi yang edukatif dan humanistik agar peserta didik merasa nyaman, aman, serta termotivasi dalam menempuh pendidikan di madrasah.

Secara terminologis, Kementerian Agama Republik Indonesia mendefinisikan Matsama sebagai serangkaian kegiatan untuk memperkenalkan peserta didik baru pada lingkungan madrasah, termasuk di dalamnya pengenalan terhadap program, cara belajar, budaya, dan tata tertib madrasah, yang dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, bersahabat, dan tidak diskriminatif.2 Matsama menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai keislaman sejak dini sekaligus memperkuat kohesi sosial antara peserta didik baru dengan komunitas madrasah.

2.2.       Landasan Matsama

Matsama memiliki landasan yuridis, filosofis, dan pedagogis yang kuat. Secara yuridis, pelaksanaan Matsama berpedoman pada beberapa regulasi nasional dan internal madrasah. Di antaranya adalah:

·                     Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa pendidikan harus berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.3

·                     Petunjuk Teknis Masa Ta’aruf Siswa Madrasah yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI, sebagai acuan operasional resmi dalam pelaksanaan Matsama.4

·                     Permendikbud No. 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru, yang meskipun ditujukan kepada sekolah umum, namun menjadi rujukan normatif dalam melarang praktik perpeloncoan dan kekerasan dalam kegiatan orientasi.5

Secara filosofis, Matsama dilandasi oleh semangat pendidikan yang memanusiakan manusia (humanisasi), sebagaimana ditegaskan oleh tokoh pendidikan Islam seperti Syed Naquib al-Attas, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan insan yang baik (al-insan al-shalih), yaitu manusia yang memiliki adab dan pemahaman yang utuh terhadap dirinya, Tuhannya, dan lingkungannya.6 Dalam konteks ini, Matsama merupakan proses pengenalan dan penanaman adab dasar sebagai fondasi perjalanan pendidikan siswa di madrasah.

Secara pedagogis, kegiatan ini mencerminkan prinsip orientasi pembelajaran kontekstual (contextual learning) dan pembelajaran sosial-emosional (social-emotional learning/SEL) yang bertujuan mengembangkan kemampuan siswa dalam mengenali diri, mengelola emosi, membangun hubungan, dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab.7 Maka dari itu, Matsama bukan sekadar pengenalan fisik lingkungan madrasah, tetapi juga proses penyesuaian emosional dan kognitif terhadap budaya serta sistem belajar di madrasah.

Dengan dasar-dasar tersebut, Matsama bukan hanya sekadar kegiatan rutin tahunan, melainkan menjadi instrumen penting dalam pembentukan identitas dan orientasi nilai siswa baru sebagai bagian dari komunitas pendidikan Islam.


Footnotes

[1]                Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), 17.

[2]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 6.

[3]                Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.

[4]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Juknis Matsama, 8–9.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru (Jakarta: Kemendikbud, 2016), Pasal 4–6.

[6]                Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1991), 12–13.

[7]                Linda Darling-Hammond et al., “Implications for Educational Practice of the Science of Learning and Development,” Applied Developmental Science 24, no. 2 (2020): 97–140.


3.           Tujuan dan Manfaat Matsama

3.1.       Tujuan Matsama

Matsama memiliki peran strategis dalam membantu peserta didik baru beradaptasi dengan lingkungan madrasah secara holistik—baik secara fisik, sosial, psikologis, maupun spiritual. Tujuan utama kegiatan ini bukan hanya mengenalkan infrastruktur dan aturan madrasah, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keislaman, membangun identitas siswa sebagai bagian dari komunitas pendidikan Islam, serta menciptakan iklim belajar yang positif sejak awal.

Secara eksplisit, Petunjuk Teknis Matsama menyebutkan beberapa tujuan pelaksanaan kegiatan ini, antara lain:

1)                  Mengenalkan peserta didik baru terhadap lingkungan fisik dan sosial madrasah.

2)                  Menumbuhkan motivasi, semangat belajar, dan rasa percaya diri siswa.

3)                  Membangun karakter dan kepribadian Islami.

4)                  Menciptakan hubungan harmonis antara siswa, guru, dan warga madrasah.

5)                  Menanamkan nilai-nilai moderasi beragama dan semangat kebangsaan.1

Dalam kerangka ini, Matsama mendukung proses pembinaan awal siswa sebagai manusia pembelajar (lifelong learner) yang memiliki kesiapan mental, emosional, dan spiritual untuk menjalani proses pendidikan. Aktivitas ta’aruf ini menjadi jembatan antara identitas pribadi siswa dan kultur kolektif madrasah.

3.2.       Manfaat Matsama

Pelaksanaan Matsama memberikan berbagai manfaat strategis, baik dari sisi individu siswa, komunitas madrasah, maupun sistem pendidikan Islam secara keseluruhan:

3.2.1.    Bagi Peserta Didik Baru

Matsama membantu siswa memahami struktur kelembagaan, mengenal guru dan teman baru, serta menyesuaikan diri dengan pola pembelajaran khas madrasah. Selain itu, kegiatan ini juga dapat meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap madrasah, yang menjadi faktor penting dalam motivasi dan keterlibatan belajar.2

Penelitian dalam psikologi pendidikan menunjukkan bahwa masa transisi yang dikelola dengan baik melalui kegiatan orientasi dapat meningkatkan academic engagement dan menurunkan tingkat stres atau kecemasan siswa baru.3 Dalam konteks madrasah, Matsama juga memberikan ruang bagi siswa untuk mulai menyerap nilai-nilai keagamaan dan budaya spiritual melalui kegiatan seperti tadarus, shalat berjamaah, atau tausiyah pembinaan akhlak.

3.2.2.    Bagi Guru dan Warga Madrasah

Bagi guru, Matsama menjadi kesempatan awal untuk mengenali karakter dan potensi peserta didik secara lebih personal, sehingga dapat merancang pendekatan pembelajaran yang lebih inklusif dan adaptif. Selain itu, Matsama memperkuat komunikasi awal antara guru dan orang tua siswa baru, sebagai landasan kemitraan dalam pendidikan.4

3.2.3.    Bagi Lembaga Madrasah

Secara kelembagaan, Matsama menjadi sarana penting untuk menginternalisasikan visi, misi, dan budaya madrasah kepada generasi baru peserta didik. Proses ini berkontribusi pada pembentukan identitas kelembagaan yang konsisten dan bermakna. Matsama juga dapat menjadi etalase pencitraan positif bagi madrasah dalam menunjukkan karakteristik keunggulan dan nilai-nilai yang diusungnya.

Dalam kerangka pendidikan karakter nasional, Matsama turut mendukung implementasi penguatan pendidikan karakter (PPK), yang menekankan lima nilai utama: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.5 Oleh karena itu, Matsama memiliki kontribusi nyata terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 6–7.

[2]                Goodenow, Carol, “The Psychological Sense of School Membership among Adolescents: Scale Development and Educational Correlates,” Psychology in the Schools 30, no. 1 (1993): 79–90.

[3]                Anderson, Lorin W., and Benjamin S. Bloom, eds., A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives (New York: Longman, 2001), 47–49.

[4]                Epstein, Joyce L., School, Family, and Community Partnerships: Preparing Educators and Improving Schools (Boulder: Westview Press, 2001), 28–29.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Kemendikbud, 2017), 3–5.


4.           Ruang Lingkup dan Materi Kegiatan Matsama

4.1.       Ruang Lingkup Kegiatan Matsama

Ruang lingkup kegiatan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) mencakup berbagai aspek yang dirancang untuk membekali peserta didik baru dengan pengetahuan, keterampilan awal, serta pemahaman nilai-nilai dasar kehidupan di madrasah. Dalam Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, ruang lingkup Matsama dibagi ke dalam tiga dimensi utama: pengenalan lingkungan madrasah, pembinaan karakter Islami, dan penguatan semangat kebangsaan.1

Pertama, aspek pengenalan lingkungan madrasah meliputi pemahaman terhadap struktur organisasi madrasah, sarana dan prasarana, sistem tata tertib, serta sistem pembelajaran dan penilaian. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesiapan siswa dalam beradaptasi secara teknis dan administratif terhadap pola belajar di madrasah.

Kedua, dimensi pembinaan karakter Islami difokuskan pada penanaman nilai-nilai akhlakul karimah, seperti kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, dan sikap toleran, yang semuanya dijalankan melalui kegiatan pembiasaan ibadah, tadarus Al-Qur’an, dan shalat berjamaah.

Ketiga, kegiatan Matsama juga mencakup penguatan wawasan kebangsaan dan nilai-nilai moderasi beragama. Peserta didik diperkenalkan pada pentingnya sikap nasionalis, cinta tanah air, serta menghargai keragaman sebagai bagian dari praktik keberagamaan yang moderat dan inklusif.2

4.2.       Materi Kegiatan Matsama

Materi Matsama dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu materi wajib dan materi pengembangan. Masing-masing dirancang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kebutuhan aktual lembaga madrasah.

4.2.1.    Materi Wajib

Materi wajib Matsama mencakup:

1)                  Pengenalan Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah

Peserta didik dikenalkan pada cita-cita kelembagaan, nilai dasar madrasah, serta peran yang diharapkan dari setiap siswa sebagai bagian dari komunitas belajar Islami.3

2)                  Tata Tertib dan Disiplin Madrasah

Siswa dikenalkan pada peraturan akademik dan non-akademik, sistem penghargaan dan sanksi, serta budaya kedisiplinan yang diterapkan di madrasah.

3)                  Kegiatan Keagamaan Harian dan Mingguan

Seperti shalat berjamaah, tadarus pagi, dan kegiatan pembinaan rohani. Ini bertujuan memperkuat integrasi antara spiritualitas dan pembelajaran.

4)                  Pengenalan Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Tujuannya adalah membangun hubungan awal yang positif antara siswa dan para guru, kepala madrasah, serta staf administrasi.

5)                  Pengenalan Sarana dan Prasarana

Meliputi orientasi lokasi kelas, perpustakaan, laboratorium, mushalla, dan fasilitas pendukung lainnya.

6)                  Bahaya Perundungan dan Pencegahannya

Materi ini mengedukasi siswa untuk menciptakan lingkungan madrasah yang ramah, aman, dan bebas kekerasan fisik maupun verbal.4

4.2.2.    Materi Pengembangan

Materi pengembangan disusun oleh panitia Matsama sesuai dengan kreativitas dan konteks kebutuhan lokal madrasah. Contohnya antara lain:

·                     Pengenalan Ekstrakurikuler dan Organisasi Siswa (OSIM/OSIS)

Mendorong partisipasi aktif siswa dalam kegiatan non-akademik.

·                     Literasi Digital dan Etika Bermedia Sosial

Memberikan panduan etis dan islami dalam menggunakan media sosial dan teknologi informasi.

·                     Simulasi Kegiatan Belajar dan Penilaian

Memperkenalkan sistem pembelajaran daring/luring dan strategi belajar efektif.

·                     Pendidikan Kepemimpinan dan Kolaborasi

Melalui kegiatan permainan edukatif, diskusi kelompok, dan studi kasus.

Dalam implementasinya, penyajian materi dilakukan dengan metode partisipatif, interaktif, dan menyenangkan. Strategi ini sejalan dengan pendekatan student-centered learning yang terbukti efektif dalam meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa sejak hari pertama belajar.5 Penyesuaian terhadap kebutuhan generasi digital juga dilakukan dengan mengintegrasikan media digital seperti video, kuis interaktif, dan aplikasi pendidikan dalam pelaksanaan kegiatan.

Dengan ruang lingkup yang menyeluruh dan materi yang dirancang secara pedagogis, Matsama memiliki peran kunci dalam membentuk persepsi awal yang positif terhadap madrasah dan memperkuat motivasi belajar siswa baru secara berkelanjutan.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 8–10.

[2]                Muhammad Ali Aziz, Pendidikan Islam dalam Tantangan Modernitas (Yogyakarta: LKiS, 2019), 112.

[3]                Suyanto dan A. Djihad Hisyam, Refleksi Pembelajaran Pendidikan Karakter (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 35–36.

[4]                Wiyono, Bambang Budi, “Manajemen Pendidikan Antiperundungan di Sekolah Menengah,” Jurnal Ilmu Pendidikan 26, no. 2 (2020): 152–164.

[5]                Hattie, John, Visible Learning: A Synthesis of Over 800 Meta-Analyses Relating to Achievement (London: Routledge, 2009), 41–44.


5.           Prinsip dan Nilai yang Diusung dalam Matsama

5.1.       Prinsip Pelaksanaan Matsama

Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) tidak hanya berfungsi sebagai pengenalan lingkungan belajar, tetapi juga merupakan instrumen strategis dalam membentuk atmosfer pendidikan yang inklusif, menyenangkan, dan berbasis nilai. Oleh karena itu, kegiatan Matsama harus dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip pedagogis dan etis yang kokoh, sebagaimana dirumuskan oleh Kementerian Agama dalam Petunjuk Teknis pelaksanaannya. Lima prinsip dasar yang menjadi pijakan utama kegiatan ini adalah: edukatif, kreatif, menyenangkan, aman, dan bermakna.1

Prinsip edukatif menuntut agar seluruh materi dan aktivitas Matsama berorientasi pada tujuan pembelajaran, bukan sekadar formalitas. Kegiatan harus mendukung pencapaian kompetensi awal dan membangun kesiapan siswa mengikuti proses pendidikan madrasah. Prinsip kreatif dan menyenangkan menekankan pentingnya pendekatan yang sesuai dengan karakteristik generasi digital yang aktif, komunikatif, dan menyukai interaktivitas. Maka, penggunaan metode seperti games edukatif, role play, diskusi kelompok, dan simulasi sangat dianjurkan.2

Prinsip aman menjamin bahwa seluruh kegiatan Matsama bebas dari tindakan perundungan, kekerasan fisik dan verbal, serta pelecehan dalam bentuk apa pun. Ini sejalan dengan semangat pendidikan ramah anak sebagaimana tertuang dalam Child-Friendly School Framework yang dicanangkan oleh UNICEF dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).3

Sementara itu, prinsip bermakna mengharuskan pelaksanaan Matsama dikaitkan dengan nilai-nilai kehidupan, karakter Islami, dan visi misi madrasah. Dengan demikian, kegiatan orientasi tidak bersifat artifisial atau seremonial semata, melainkan memiliki dampak jangka panjang terhadap pembentukan jati diri siswa.

5.2.       Nilai-nilai Fundamental dalam Matsama

Sejalan dengan prinsip-prinsip di atas, Matsama juga bertujuan menginternalisasi sejumlah nilai dasar yang mencerminkan watak pendidikan Islam dan karakter kebangsaan. Beberapa nilai utama tersebut meliputi:

5.2.1.    Keislaman

Matsama menanamkan nilai-nilai ajaran Islam seperti ikhlas, tawadhu’, taat, dan ukhuwah. Aktivitas seperti tadarus Al-Qur’an, tausiyah, serta shalat berjamaah membentuk habitus spiritual sejak dini, selaras dengan tujuan pendidikan Islam yaitu pembentukan insan yang berakhlak mulia (al-akhlāq al-karīmah).4

5.2.2.    Kedisiplinan dan Tanggung Jawab

Melalui penegasan tata tertib dan latihan kedisiplinan selama Matsama, siswa dibiasakan untuk mengatur waktu, mengikuti aturan, dan menyelesaikan tugas dengan tanggung jawab. Kebiasaan ini penting sebagai modal karakter dalam proses pembelajaran selanjutnya.5

5.2.3.    Kepedulian Sosial dan Toleransi

Matsama dirancang untuk menumbuhkan rasa empati dan kerjasama antar siswa, serta mengembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan latar belakang budaya dan sosial. Ini sejalan dengan misi moderasi beragama yang menolak ekstremisme serta menjunjung nilai-nilai keadilan dan keseimbangan dalam praktik keagamaan.6

5.2.4.    Nasionalisme dan Cinta Tanah Air

Kegiatan Matsama juga menyisipkan penguatan wawasan kebangsaan, seperti pengenalan lambang negara, semangat kebinekaan, dan peran Islam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Nilai-nilai ini penting untuk membentuk generasi muda madrasah yang religius sekaligus nasionalis.7

Prinsip dan nilai tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling melengkapi untuk membentuk siswa yang cakap dalam menghadapi dinamika zaman, memiliki integritas, dan siap menjadi bagian aktif dalam membangun masyarakat. Oleh karena itu, Matsama menjadi wahana penting bagi transformasi budaya pendidikan di madrasah, dari yang sekadar institusional menjadi holistik dan berorientasi nilai.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 10.

[2]                Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Kencana, 2011), 93–94.

[3]                UNICEF Indonesia dan KPPPA, Panduan Sekolah Ramah Anak (Jakarta: UNICEF, 2020), 15–17.

[4]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz 3 (Beirut: Dar al-Fikr, 2005), 48–49.

[5]                Thomas Lickona, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility (New York: Bantam Books, 1991), 45–46.

[6]                Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 118–120.

[7]                M. Quraish Shihab, Islam dan Kebangsaan: Menjawab Keresahan Sebuah Bangsa (Jakarta: Lentera Hati, 2020), 56–57.


6.           Peran Guru, Panitia, dan Siswa Senior

Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) yang efektif sangat bergantung pada sinergi antar pihak yang terlibat. Guru, panitia pelaksana, dan siswa senior (terutama pengurus OSIM/OSIS) memiliki peran strategis dalam menciptakan pengalaman awal yang positif bagi peserta didik baru. Masing-masing unsur ini memiliki tanggung jawab yang berbeda namun saling melengkapi, dalam rangka mendukung prinsip edukatif, aman, dan menyenangkan sebagaimana diamanatkan dalam petunjuk teknis pelaksanaan Matsama.

6.1.       Peran Guru

Guru memegang peranan sentral dalam Matsama sebagai pendidik sekaligus pembimbing awal karakter siswa baru. Dalam perannya, guru tidak hanya menyampaikan informasi administratif dan akademik, tetapi juga harus menghadirkan keteladanan sikap, komunikasi yang suportif, serta pendekatan yang ramah. Guru diharapkan menciptakan suasana inklusif dan memfasilitasi proses adaptasi siswa terhadap lingkungan belajar yang baru.1

Guru juga bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan nilai-nilai pendidikan Islam, sekaligus memastikan tidak adanya tindakan menyimpang seperti perundungan, diskriminasi, atau kekerasan verbal. Dalam pendekatan pendidikan Islam klasik, guru adalah sumber ilmu sekaligus figur moral (murabbi), yang tugasnya mencakup pembinaan ruhani dan akhlak siswa, bukan hanya aspek kognitif.2

6.2.       Peran Panitia Pelaksana Matsama

Panitia pelaksana, yang biasanya terdiri dari unsur manajemen madrasah dan dewan guru, bertanggung jawab dalam perencanaan, koordinasi, dan evaluasi seluruh rangkaian kegiatan Matsama. Tugas mereka meliputi:

·                     Menyusun agenda harian kegiatan berdasarkan petunjuk teknis dari Kementerian Agama.

·                     Mengorganisir pembagian peran di antara guru, narasumber, dan siswa pendamping.

·                     Menyediakan sarana prasarana yang mendukung kegiatan yang aman dan nyaman.

·                     Menjamin keterlibatan peserta didik secara aktif dan inklusif tanpa tekanan psikologis.

Dalam perspektif manajemen pendidikan, keberhasilan kegiatan orientasi sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan dan kepemimpinan panitia pelaksana. Menurut Robbins dan Coulter, fungsi manajerial dalam konteks pendidikan mencakup perencanaan strategis, pengorganisasian sumber daya, dan pengawasan pelaksanaan agar tujuan institusional tercapai secara efektif.3

6.3.       Peran Siswa Senior (OSIM/OSIS dan MPK)

Siswa senior, terutama yang tergabung dalam OSIM/OSIS dan MPK (Majelis Permusyawaratan Kelas), memiliki peran sebagai duta dan fasilitator kultural madrasah. Kehadiran mereka dalam kegiatan Matsama bukan sekadar formalitas, tetapi menjadi sarana pembelajaran kepemimpinan, komunikasi, dan empati sosial. Mereka menjadi figur panutan (role model) bagi siswa baru dalam membiasakan budaya madrasah seperti salam-sapa, disiplin waktu, dan adab terhadap guru.

Namun demikian, keterlibatan siswa senior harus selalu berada dalam pengawasan guru pembimbing, agar tidak melanggar prinsip perlindungan peserta didik. Peran siswa senior diarahkan untuk membangun semangat solidaritas, bukan superioritas. Di sinilah pentingnya pelatihan awal bagi siswa OSIM/OSIS sebelum pelaksanaan Matsama, agar mereka memahami peran edukatifnya secara proporsional.4

Pendekatan kolaboratif antara guru dan siswa senior dalam Matsama juga memperkuat nilai peer mentoring, yaitu pembinaan antar-siswa yang terbukti efektif dalam membangun iklim sekolah yang suportif dan kohesif.5 Dengan demikian, siswa senior tidak hanya berperan sebagai pembimbing teknis, tetapi juga sebagai agen nilai dan budaya madrasah.


Secara keseluruhan, sinergi antara guru, panitia, dan siswa senior adalah penentu utama keberhasilan Matsama dalam membentuk persepsi awal yang positif terhadap madrasah, sekaligus sebagai pondasi pembentukan karakter Islami yang kuat. Keterlibatan aktif dan bertanggung jawab dari seluruh komponen tersebut mencerminkan ekosistem pendidikan yang sehat dan kolaboratif.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 11–12.

[2]                Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), 4–5.

[3]                Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Management, 13th ed. (Boston: Pearson Education, 2016), 6–10.

[4]                Muhaimin, Reorientasi Pendidikan Islam: Menuju Pengembangan Kepribadian dan Profesionalisme Guru (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), 177–178.

[5]                Topping, Keith J., “Trends in Peer Learning,” Educational Psychology 25, no. 6 (2005): 631–645.


7.           Evaluasi dan Tindak Lanjut Pasca-Matsama

7.1.       Pentingnya Evaluasi Matsama

Evaluasi merupakan tahap krusial dalam setiap proses pendidikan, termasuk dalam pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama). Evaluasi tidak hanya berfungsi untuk menilai efektivitas kegiatan, tetapi juga untuk mengidentifikasi aspek keberhasilan dan area yang perlu perbaikan. Dalam kerangka pendidikan Islam, evaluasi merupakan bagian dari muhasabah atau proses reflektif yang bertujuan memperbaiki amal dan meningkatkan kualitas pembinaan.1

Kementerian Agama RI menegaskan bahwa evaluasi Matsama harus dilakukan secara menyeluruh oleh panitia penyelenggara, guru, dan bahkan peserta didik, untuk menjamin bahwa seluruh prinsip dasar pelaksanaan (edukatif, aman, menyenangkan, dan bermakna) telah terpenuhi.2 Instrumen evaluasi dapat berupa angket umpan balik, observasi langsung, catatan reflektif, dan laporan harian kegiatan.

Menurut teori evaluasi formatif dan sumatif dalam pendidikan, penilaian terhadap Matsama dapat mencakup dua aspek utama:

1)                  Evaluasi Proses, untuk melihat efektivitas pelaksanaan harian (misalnya ketepatan waktu, partisipasi siswa, dan keterlibatan narasumber).

2)                  Evaluasi Hasil, untuk mengukur dampak kegiatan terhadap pemahaman siswa tentang madrasah, integrasi nilai, dan kesiapan mengikuti kegiatan belajar.3

7.2.       Indikator Keberhasilan Matsama

Beberapa indikator keberhasilan kegiatan Matsama antara lain:

·                     Tingkat partisipasi aktif siswa dalam seluruh kegiatan.

·                     Respon positif siswa terhadap suasana belajar dan interaksi sosial.

·                     Pemahaman siswa terhadap visi-misi madrasah, tata tertib, dan budaya sekolah.

·                     Tumbuhnya semangat keislaman dan kebangsaan melalui pembiasaan ibadah dan diskusi nilai.

·                     Minimnya laporan pelanggaran disiplin atau tindakan yang menyimpang dari prinsip Matsama.

Keberhasilan Matsama yang dicapai secara objektif akan berdampak pada iklim psikologis siswa dalam jangka panjang. Siswa yang merasa diterima dan dikenali pada tahap awal cenderung menunjukkan school belongingness, yaitu rasa keterikatan terhadap lingkungan sekolah yang berkorelasi positif dengan prestasi akademik dan kesejahteraan mental.4

7.3.       Tindak Lanjut Pasca-Matsama

Kegiatan Matsama tidak boleh berakhir sebagai program seremonial, tetapi harus dilanjutkan dengan pembinaan yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, terdapat beberapa strategi tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh madrasah:

7.3.1.    Pembinaan Karakter dan Adab Harian

Guru wali kelas, pembimbing, dan guru mata pelajaran diharapkan terus melanjutkan penanaman nilai-nilai yang dikenalkan selama Matsama, seperti kedisiplinan, tanggung jawab, dan etika sosial. Ini dapat dilakukan melalui program character talk, mentoring pekanan, dan kegiatan keteladanan.

7.3.2.    Pendampingan Akademik dan Sosial

Madrasah perlu menyediakan layanan konseling atau bimbingan siswa secara berkala. Hal ini bertujuan mengantisipasi kesulitan adaptasi akademik maupun sosial yang dialami siswa baru, terutama dalam beberapa bulan pertama setelah Matsama.5

7.3.3.    Monitoring dan Supervisi Berkala

Tim kurikulum dan kesiswaan dapat merancang sistem monitoring berkelanjutan untuk melihat progres penyesuaian siswa baru. Supervisi ini bukan hanya administratif, tetapi juga mendalam secara pedagogis dan psikologis.

7.3.4.    Integrasi dengan Program Kesiswaan dan Ekstrakurikuler

Nilai-nilai hasil Matsama dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan OSIM/OSIS, pramuka, dan program ekstrakurikuler lainnya. Dengan demikian, pembinaan nilai dan identitas tidak berhenti di awal tahun, tetapi terus berlanjut melalui interaksi dan pembelajaran nonformal.

Upaya tindak lanjut pasca-Matsama ini mendukung pandangan bahwa pendidikan karakter dan penguatan nilai harus bersifat kontinu, sistematis, dan menyatu dengan kultur madrasah.6 Hal ini sejalan dengan konsep hidden curriculum, di mana proses pembelajaran nilai seringkali lebih efektif ketika berlangsung dalam keseharian, bukan hanya dalam sesi formal.


Footnotes

[1]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz 3 (Beirut: Dar al-Fikr, 2005), 54–55.

[2]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 13.

[3]                Nitko, Anthony J., dan Susan M. Brookhart, Educational Assessment of Students, 7th ed. (Boston: Pearson, 2014), 8–10.

[4]                Goodenow, Carol, “Classroom Belonging among Early Adolescent Students: Relationships to Motivation and Achievement,” Journal of Early Adolescence 13, no. 1 (1993): 21–43.

[5]                Corey, Gerald, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, 10th ed. (Boston: Cengage Learning, 2017), 315–316.

[6]                Thomas Lickona, Character Matters: How to Help Our Children Develop Good Judgment, Integrity, and Other Essential Virtues (New York: Touchstone, 2004), 22.


8.           Studi Kasus dan Praktik Baik Matsama

Untuk memahami implementasi Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) secara lebih nyata, perlu dikaji beberapa studi kasus dan praktik baik (best practices) dari madrasah yang telah berhasil mengintegrasikan kegiatan ini ke dalam sistem pembinaan karakter dan adaptasi siswa secara efektif. Praktik baik tidak hanya ditunjukkan oleh kelengkapan administrasi dan ketertiban kegiatan, melainkan oleh sejauh mana Matsama memberikan dampak psikososial, akademik, dan spiritual terhadap peserta didik baru.

8.1.       MA Plus Al-Aqsha Tasikmalaya: Integrasi Nilai Aswaja dan Moderasi Beragama

Salah satu praktik inspiratif datang dari MA Plus Al-Aqsha, Tasikmalaya, yang mengintegrasikan nilai-nilai Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) ke dalam seluruh rangkaian kegiatan Matsama. Kegiatan seperti pembiasaan membaca ma’tsurat pagi, pengenalan tokoh-tokoh ulama Nusantara, hingga simulasi adab kepada guru dan orang tua menjadi bagian dari konten wajib Matsama. Pendekatan ini sejalan dengan konsep education for identity, yakni pendidikan yang memperkuat jati diri religius dan budaya peserta didik.1

Selain itu, madrasah ini menerapkan prinsip inklusif dengan melibatkan wali murid dalam sesi penutupan Matsama sebagai bentuk komunikasi awal antara lembaga dan keluarga. Kolaborasi ini terbukti meningkatkan keterikatan emosional siswa terhadap madrasah dan menurunkan kecenderungan putus sekolah pada tahun pertama.2

8.2.       MAN 2 Kota Malang: Matsama Berbasis Literasi dan Digitalisasi

Studi kasus dari MAN 2 Kota Malang, yang merupakan salah satu madrasah unggulan di Jawa Timur, menunjukkan penerapan Matsama berbasis literasi dan digitalisasi. Seluruh kegiatan Matsama dikemas dalam platform daring menggunakan Learning Management System (LMS), di mana siswa dapat mengakses video pengenalan guru, kuis interaktif tentang tata tertib madrasah, serta modul e-book tentang sejarah madrasah dan peran Islam dalam kebangsaan.3

Model ini sangat relevan di era digital dan pandemi, karena mendukung prinsip blended learning serta penguatan kompetensi literasi digital sejak awal. Studi oleh Yusuf dkk. di Jurnal Teknologi Pendidikan menyebut bahwa pemanfaatan teknologi dalam kegiatan orientasi siswa dapat meningkatkan student engagement dan efektivitas penyampaian informasi.4

8.3.       MAN Insan Cendekia Serpong: Penguatan Soft Skills dan Kepemimpinan

Contoh lain datang dari MAN Insan Cendekia Serpong, madrasah berasrama yang melaksanakan Matsama sebagai bagian dari sistem penguatan karakter dan kepemimpinan berbasis boarding school. Kegiatan seperti outbound syariah, simulasi problem solving kelompok, serta pelatihan public speaking menjadi ciri khas pelaksanaan Matsama di madrasah ini.

Program ini tidak hanya membantu siswa mengenal lingkungan belajar, tetapi juga menumbuhkan kemandirian, kolaborasi, dan keterampilan komunikasi yang merupakan bagian dari kompetensi abad ke-21. Hal ini sesuai dengan pandangan Trilling dan Fadel bahwa pendidikan modern harus memfasilitasi learning and innovation skills, termasuk berpikir kritis dan kepemimpinan.5

8.4.       Pelajaran dari Praktik Baik

Dari studi-studi di atas, dapat disimpulkan bahwa praktik Matsama yang berhasil umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1)                  Terintegrasi dengan visi dan nilai kelembagaan madrasah.

2)                  Melibatkan guru, siswa senior, dan wali murid secara aktif.

3)                  Mengadaptasi perkembangan teknologi dan kebutuhan kontekstual.

4)                  Mendorong keterlibatan emosional dan spiritual siswa baru.

5)                  Mendukung kompetensi karakter, sosial, dan kepemimpinan.

Praktik baik tersebut menunjukkan bahwa Matsama yang dirancang secara strategis dan berbasis nilai memiliki dampak transformatif bagi peserta didik baru. Ia menjadi bukan sekadar sarana orientasi, tetapi juga alat pembentuk identitas siswa sebagai santri modern yang religius, cerdas, dan berkarakter.


Footnotes

[1]                Zuhairini et al., Pendidikan Islam dalam Perspektif Teoritis dan Praktis (Surabaya: Bina Ilmu, 1991), 93–94.

[2]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Laporan Evaluasi Pelaksanaan Matsama Tahun 2022 (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2022), 18.

[3]                Wulandari, Intan, “Implementasi Literasi Digital dalam Matsama MAN 2 Kota Malang,” Jurnal Literasi Madrasah 5, no. 1 (2023): 44–56.

[4]                Yusuf, Mulyono et al., “Inovasi Digitalisasi dalam Masa Orientasi Peserta Didik Baru,” Jurnal Teknologi Pendidikan 25, no. 2 (2022): 115–130.

[5]                Bernie Trilling and Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 53–55.


9.           Tantangan dan Solusi dalam Pelaksanaan Matsama

Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama), meskipun telah memiliki pedoman dan regulasi yang jelas, tetap menghadapi berbagai tantangan di lapangan. Tantangan tersebut bisa bersifat teknis, struktural, maupun kultural, yang apabila tidak diantisipasi dengan baik dapat mengurangi efektivitas program serta membahayakan prinsip dasar pelaksanaannya, yakni edukatif, menyenangkan, aman, dan bermakna.

9.1.       Tantangan dalam Pelaksanaan Matsama

9.1.1.    Kurangnya Pemahaman terhadap Prinsip Matsama

Masih ditemukan pelaksana Matsama—baik guru maupun siswa senior—yang kurang memahami esensi kegiatan ini sebagai program pembinaan karakter dan bukan sekadar rutinitas orientasi. Hal ini terkadang menyebabkan kegiatan dilaksanakan secara seremonial dan minim makna, atau bahkan terjebak pada pola-pola lama seperti perpeloncoan terselubung.1

9.1.2.    Keterbatasan Sumber Daya dan Infrastruktur

Di beberapa madrasah, keterbatasan sarana prasarana, tenaga pendidik, serta dukungan teknologi menjadi kendala dalam menyelenggarakan kegiatan Matsama secara optimal, terlebih di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Akibatnya, konten dan metode pelaksanaan menjadi kurang variatif dan tidak sesuai dengan kebutuhan generasi digital saat ini.2

9.1.3.    Partisipasi Orang Tua yang Minim

Minimnya keterlibatan orang tua dalam proses awal pendidikan di madrasah dapat melemahkan dukungan psikologis dan emosional yang dibutuhkan siswa baru. Padahal, kolaborasi antara madrasah dan orang tua merupakan faktor penting dalam menciptakan rasa aman dan nyaman pada peserta didik baru.3

9.1.4.    Kurangnya Pelatihan bagi Siswa Pendamping

Siswa senior yang dilibatkan dalam pelaksanaan Matsama terkadang belum diberikan pelatihan khusus terkait komunikasi, etika pembimbingan, serta pemahaman tentang keragaman latar belakang peserta didik baru. Hal ini berpotensi menimbulkan miskomunikasi, bias perilaku, atau ketidaksensitifan terhadap kondisi psikologis siswa baru.4

9.2.       Solusi Strategis Menghadapi Tantangan Matsama

9.2.1.    Pelatihan dan Sosialisasi yang Komprehensif

Sebelum pelaksanaan Matsama, perlu dilakukan pelatihan menyeluruh bagi panitia, guru pembimbing, dan siswa pendamping mengenai konsep dasar Matsama, pendekatan psikopedagogis, dan teknik fasilitasi kegiatan interaktif. Pelatihan ini dapat berbasis workshop singkat atau modul digital pembelajaran.5

9.2.2.    Inovasi Program dan Adaptasi Kontekstual

Madrasah didorong untuk berinovasi dalam bentuk dan isi kegiatan Matsama sesuai dengan karakteristik lokal dan perkembangan zaman. Penggunaan media digital, permainan edukatif, pemanfaatan outdoor learning, serta integrasi tema moderasi beragama dan wawasan kebangsaan merupakan contoh adaptasi yang dapat meningkatkan daya tarik dan makna kegiatan.6

9.2.3.    Peningkatan Kolaborasi dengan Orang Tua

Matsama harus didesain sebagai kegiatan terbuka, di mana orang tua siswa juga mendapat ruang untuk memahami sistem pendidikan madrasah. Bentuknya bisa berupa sesi dialog, webinar parenting, atau undangan khusus pada acara penutupan Matsama. Pendekatan ini mendukung prinsip school-family-community partnership yang terbukti memperkuat kohesi pendidikan.7

9.2.4.    Penguatan Supervisi dan Refleksi Berkala

Tim pengelola madrasah perlu melakukan supervisi harian selama Matsama dan menyediakan waktu khusus untuk refleksi bersama, baik dengan peserta didik maupun panitia. Evaluasi cepat ini penting untuk mengantisipasi potensi masalah dan melakukan penyesuaian secara real time.

Dengan menghadapi tantangan secara sistematis dan berbasis nilai-nilai pendidikan Islami, Matsama dapat terus ditingkatkan menjadi wahana pembinaan awal yang lebih relevan, humanis, dan kontekstual. Keberhasilan pelaksanaan Matsama bukan hanya terletak pada kelancarannya, tetapi pada kemampuannya membekas dalam memori dan karakter siswa sebagai titik awal perjalanannya di madrasah.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Laporan Evaluasi Pelaksanaan Matsama Tahun 2022 (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 16.

[2]                Muslimin, “Manajemen Kegiatan Matsama di Daerah 3T,” Jurnal Pendidikan Madrasah 5, no. 2 (2021): 88–97.

[3]                Epstein, Joyce L., School, Family, and Community Partnerships: Preparing Educators and Improving Schools (New York: Routledge, 2011), 42–44.

[4]                Fadillah, M. Nur, “Etika Pendampingan dan Peran Siswa Senior dalam Matsama,” Jurnal Pendidikan Karakter 12, no. 1 (2022): 56–67.

[5]                Wahyudi, “Pelatihan Guru dan OSIS dalam Kegiatan Matsama,” Manajerial: Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan Islam 7, no. 1 (2022): 19–25.

[6]                Trilling, Bernie, dan Charles Fadel, 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times (San Francisco: Jossey-Bass, 2009), 88–90.

[7]                Sheldon, Steven B., “A Framework for Building Partnerships Between Schools and Communities,” School Community Journal 14, no. 2 (2004): 19–36.


10.       Penutup

Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) bukan sekadar serangkaian aktivitas penyambutan siswa baru, tetapi merupakan fase strategis dalam pendidikan madrasah untuk meletakkan dasar karakter, membangun jati diri keislaman, serta menciptakan iklim belajar yang kondusif dan kolaboratif sejak hari pertama pembelajaran. Pelaksanaan Matsama yang baik akan berdampak langsung terhadap proses adaptasi, keterikatan emosional, dan motivasi belajar peserta didik baru, sebagaimana ditegaskan dalam berbagai studi psikologi pendidikan bahwa pengalaman awal yang positif di lingkungan sekolah sangat menentukan perkembangan sosial dan akademik anak.1

Melalui pendekatan yang sistematis dan berbasis nilai, Matsama mampu menjadi instrumen integratif dalam membentuk karakter Islami, memperkenalkan budaya madrasah, dan membangun pemahaman kebangsaan secara proporsional. Ini sejalan dengan fungsi strategis madrasah sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada capaian akademik, tetapi juga pada pembinaan moral, spiritual, dan sosial peserta didik.2

Namun demikian, keberhasilan pelaksanaan Matsama tidak terlepas dari tantangan yang harus dihadapi dan dikelola secara bijak. Keterbatasan sumber daya, kurangnya pelatihan SDM, serta potensi penyimpangan prinsip pelaksanaan merupakan tantangan nyata yang harus direspons melalui perencanaan yang matang, kolaborasi antarpihak, dan pengawasan yang kuat. Di sinilah pentingnya keterlibatan guru, panitia, siswa senior, dan orang tua secara holistik untuk menjadikan Matsama sebagai entry point pendidikan karakter yang autentik dan berkelanjutan.3

Kegiatan Matsama yang ideal harus selalu berpijak pada prinsip edukatif, kreatif, menyenangkan, aman, dan bermakna, sebagaimana telah dirumuskan dalam Petunjuk Teknis dari Kementerian Agama. Prinsip-prinsip ini tidak hanya menjaga integritas kegiatan, tetapi juga memastikan bahwa Matsama berperan sebagai wahana pembentukan school culture yang inklusif, religius, dan progresif.4 Oleh karena itu, Matsama tidak boleh dipahami sebagai ritual tahunan semata, melainkan sebagai bagian integral dari proses pembelajaran madrasah yang mendidik, membimbing, dan membentuk siswa menjadi insan yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.

Dengan demikian, Matsama memiliki peran penting dalam membangun fondasi karakter dan adaptasi siswa baru di madrasah. Apabila dijalankan dengan pendekatan yang holistik, partisipatif, dan kontekstual, Matsama dapat menjadi model pendidikan awal yang unggul dalam menyiapkan generasi pelajar madrasah yang unggul secara spiritual, akademik, dan sosial di tengah tantangan zaman.


Footnotes

[1]                Goodenow, Carol, “The Psychological Sense of School Membership among Adolescents: Scale Development and Educational Correlates,” Psychology in the Schools 30, no. 1 (1993): 79–90.

[2]                Zuhairini et al., Pendidikan Islam dalam Perspektif Teoritis dan Praktis (Surabaya: Bina Ilmu, 1991), 102.

[3]                Wahyudi, “Pelatihan Guru dan OSIS dalam Kegiatan Matsama,” Manajerial: Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan Islam 7, no. 1 (2022): 19–25.

[4]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2022), 10.


Daftar Pustaka

Al-Ghazali. (2005). Ihya’ Ulumuddin (Vol. 3). Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Zarnuji. (2003). Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Aziz, M. A. (2019). Pendidikan Islam dalam tantangan modernitas. Yogyakarta: LKiS.

Azra, A. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi dan modernisasi menuju milenium baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Corey, G. (2017). Theory and practice of counseling and psychotherapy (10th ed.). Boston, MA: Cengage Learning.

Epstein, J. L. (2011). School, family, and community partnerships: Preparing educators and improving schools (2nd ed.). New York, NY: Routledge.

Fadillah, M. N. (2022). Etika pendampingan dan peran siswa senior dalam Matsama. Jurnal Pendidikan Karakter, 12(1), 56–67.

Goodenow, C. (1993). The psychological sense of school membership among adolescents: Scale development and educational correlates. Psychology in the Schools, 30(1), 79–90.

Goodenow, C. (1993). Classroom belonging among early adolescent students: Relationships to motivation and achievement. Journal of Early Adolescence, 13(1), 21–43.

Hattie, J. (2009). Visible learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement. London: Routledge.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2022). Petunjuk teknis pelaksanaan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2022). Laporan evaluasi pelaksanaan Matsama tahun 2022. Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah bagi Siswa Baru. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2017). Panduan penguatan pendidikan karakter. Jakarta: Kemendikbud.

Lickona, T. (1991). Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility. New York, NY: Bantam Books.

Lickona, T. (2004). Character matters: How to help our children develop good judgment, integrity, and other essential virtues. New York, NY: Touchstone.

Muhaimin. (2004). Reorientasi pendidikan Islam: Menuju pengembangan kepribadian dan profesionalisme guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Muslimin. (2021). Manajemen kegiatan Matsama di daerah 3T. Jurnal Pendidikan Madrasah, 5(2), 88–97.

Nitko, A. J., & Brookhart, S. M. (2014). Educational assessment of students (7th ed.). Boston, MA: Pearson.

Robbins, S. P., & Coulter, M. (2016). Management (13th ed.). Boston, MA: Pearson.

Sheldon, S. B. (2004). A framework for building partnerships between schools and communities. School Community Journal, 14(2), 19–36.

Shihab, M. Q. (2019). Islam yang saya anut: Dasar-dasar moderasi Islam. Jakarta: Lentera Hati.

Shihab, M. Q. (2020). Islam dan kebangsaan: Menjawab keresahan sebuah bangsa. Jakarta: Lentera Hati.

Suyanto, & Hisyam, A. D. (2012). Refleksi pembelajaran pendidikan karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Thomas, L. (2020). Pelatihan guru dan OSIS dalam kegiatan Matsama. Manajerial: Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan Islam, 7(1), 19–25.

Toping, K. J. (2005). Trends in peer learning. Educational Psychology, 25(6), 631–645.

Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st century skills: Learning for life in our times. San Francisco, CA: Jossey-Bass.

UNICEF Indonesia & KPPPA. (2020). Panduan sekolah ramah anak. Jakarta: UNICEF.

Wahyudi. (2022). Pelatihan guru dan OSIS dalam kegiatan Matsama. Manajerial: Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan Islam, 7(1), 19–25.

Wiyono, B. B. (2020). Manajemen pendidikan antiperundungan di sekolah menengah. Jurnal Ilmu Pendidikan, 26(2), 152–164.

Wulandari, I. (2023). Implementasi literasi digital dalam Matsama MAN 2 Kota Malang. Jurnal Literasi Madrasah, 5(1), 44–56.

Yusuf, M., Mulyono, A., & Sari, P. D. (2022). Inovasi digitalisasi dalam masa orientasi peserta didik baru. Jurnal Teknologi Pendidikan, 25(2), 115–130.

Zuhairini, Z., dkk. (1991). Pendidikan Islam dalam perspektif teoritis dan praktis. Surabaya: Bina Ilmu.


Lampiran: Rekomendasi Materi Matsama

Berikut adalah 4 tema materi utama Matsama yang dirancang secara terintegrasi, relevan, dan komprehensif untuk digunakan di MA Plus Al-Aqsha, berdasarkan pedoman resmi Kementerian Agama RI dan prinsip pendidikan karakter Islami tingkat SLTA (SMA/MA/SMK):


1.            Tema 1: “Menjadi Pelajar Madrasah yang Berakhlak dan Berdaya Saing”

Submateri:

·                     Visi, misi, dan tata nilai MA Plus Al-Aqsha.

·                     Tata tertib, budaya disiplin, dan sistem penghargaan.

·                     Adab terhadap guru, orang tua, dan sesama teman.

·                     Karakter Islami: kejujuran, tanggung jawab, dan integritas.

·                     Simulasi adab masuk kelas, berpakaian, dan komunikasi sopan.

Tujuan:

Membentuk fondasi akhlak siswa dalam menjalani kehidupan madrasah, membangun semangat belajar yang bertanggung jawab, serta menanamkan kebiasaan hidup disiplin sesuai nilai-nilai Islam.

2.            Tema 2: “Mengenal Lingkungan Madrasah dan Sistem Pembelajaran Abad 21”

Submateri:

·                     Struktur organisasi madrasah dan peran setiap unit.

·                     Pengenalan guru, tenaga kependidikan, dan wali kelas.

·                     Sarana dan prasarana (perpustakaan, laboratorium, ruang multimedia, masjid).

·                     Sistem pembelajaran kurikulum merdeka dan asesmen.

·                     Literasi digital dan etika bermedia sosial.

·                     Kegiatan akademik dan non-akademik unggulan (BTQ, Tahfidz, OSIM, ekstrakurikuler).

Tujuan:

Membekali siswa baru dengan pemahaman menyeluruh tentang sistem belajar, fasilitas, serta cara beradaptasi dengan model pembelajaran modern berbasis teknologi dan kolaboratif.

3.            Tema 3: “Islam Moderat, Nasionalisme, dan Kebinekaan dalam Kehidupan Madrasah”

Submateri:

·                     Moderasi beragama dalam Islam: toleransi, anti-radikalisme, dan cinta damai.

·                     Islam rahmatan lil ‘alamin dan ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja).

·                     Peran santri dan madrasah dalam sejarah perjuangan bangsa.

·                     Cinta tanah air sebagai bagian dari iman.

·                     Mengenal simbol-simbol negara dan semangat Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

·                     Kegiatan wawasan kebangsaan dan simulasi upacara bendera.

Tujuan:

Menumbuhkan sikap cinta tanah air, memperkuat wawasan kebangsaan, dan membentuk siswa madrasah yang mampu mengamalkan Islam secara damai dalam masyarakat multikultural.

4.            Tema 4: “Bersama Kita Hebat: Kolaborasi, Kesehatan Mental, dan Aman Bermadrasah”

Submateri:

·                     Pembentukan kelompok solidaritas dan latihan kolaborasi.

·                     Pencegahan perundungan (bullying) dan kekerasan verbal/non-verbal.

·                     Edukasi kesehatan mental, kecerdasan emosional, dan teknik manajemen stres.

·                     Kesehatan pribadi dan lingkungan: pola hidup sehat, kebersihan kelas, protokol kebersihan.

·                     Simulasi pelayanan UKS dan Bimbingan Konseling.

·                     Hak dan kewajiban siswa serta perlindungan anak dalam satuan pendidikan.

Tujuan:

Menciptakan lingkungan madrasah yang aman, inklusif, dan mendukung pertumbuhan emosional siswa. Membangun kesadaran kolektif untuk saling menjaga, menghargai, dan bekerjasama.


Catatan Penyusunan dan Implementasi:

·                     Masing-masing tema dapat disampaikan dalam 1 hari (jika Matsama berlangsung 3–4 hari).

·                     Integrasikan metode games edukatif, diskusi kelompok, simulasi, video interaktif, dan praktik langsung.

·                     Libatkan OSIM sebagai fasilitator kegiatan berbasis peer learning, dengan supervisi guru.

·                     Sesuaikan konten lokal dengan nilai khas MA Plus Al-Aqsha dan karakteristik siswa baru.


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar