Rabu, 14 Mei 2025

P5RA: Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil'Alamin

P5RA

Strategi Holistik Penguatan Karakter Berbasis Nilai Pancasila dan Rahmatan Lil'Alamin


Alihkan ke: Kurikulum Merdeka.

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, Profil Lulusan 8 Dimensi.


Abstrak

Artikel ini membahas secara komprehensif tentang Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin (P5RA) sebagai strategi integratif dalam Kurikulum Merdeka untuk membentuk karakter siswa madrasah yang unggul secara spiritual, sosial, dan intelektual. P5RA merupakan adaptasi dari P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) yang diperkaya dengan nilai-nilai Islam rahmatan lil’alamin, seperti kasih sayang, keadilan sosial, moderasi, dan toleransi. Melalui kajian konseptual, regulatif, dan filosofis, artikel ini menguraikan dasar hukum P5RA, landasan nilai-nilai Pancasila dan Islam, model implementasi pembelajaran berbasis projek, serta tantangan dan solusi pelaksanaannya. Artikel ini juga menampilkan studi kasus dari madrasah-madrasah pelaksana P5RA untuk menunjukkan praktik baik yang dapat direplikasi secara nasional. Hasil kajian menunjukkan bahwa keberhasilan P5RA sangat ditentukan oleh kesiapan guru, dukungan kelembagaan, kontekstualisasi tema, dan keterlibatan komunitas. P5RA terbukti sebagai pendekatan transformatif dalam membentuk pelajar madrasah yang berkarakter, berdaya saing global, dan membawa rahmat bagi lingkungan sosialnya.

Kata Kunci: P5RA, Kurikulum Merdeka, Profil Pelajar Pancasila, Rahmatan Lil’Alamin, Pendidikan Karakter, Madrasah, Pembelajaran Berbasis Proyek.


PEMBAHASAN

Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil'Alamin


1.           Pendahuluan

Pendidikan merupakan pilar utama dalam membentuk karakter dan kepribadian suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, tantangan globalisasi, kemajuan teknologi, dan disrupsi sosial budaya menuntut sistem pendidikan yang tidak hanya menekankan aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik dalam kerangka nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Sebagai respons terhadap tuntutan tersebut, pemerintah melalui Kurikulum Merdeka memperkenalkan pendekatan baru dalam pembelajaran yang menekankan pada penguatan karakter siswa secara holistik dan kontekstual melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan di lingkungan Kementerian Agama dimodifikasi menjadi P5RA (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin).

P5RA dirancang untuk menumbuhkembangkan karakter pelajar Indonesia yang tidak hanya cakap secara intelektual, tetapi juga kuat dalam nilai-nilai Pancasila serta memiliki semangat welas asih, keberagaman, dan kedamaian sebagai perwujudan dari prinsip rahmatan lil'alamin, yaitu menjadi rahmat bagi seluruh alam sebagaimana ajaran Islam dalam Surah Al-Anbiya [21] ayat 107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”¹.

Prinsip ini relevan dan sangat penting dalam pendidikan madrasah yang berorientasi pada pembentukan akhlak mulia dan harmoni sosial lintas budaya.

Secara konseptual, P5RA memperluas cakupan dimensi Profil Pelajar Pancasila yang terdiri dari enam aspek utama, yakni: (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia; (2) berkebinekaan global; (3) bergotong-royong; (4) mandiri; (5) bernalar kritis; dan (6) kreatif². Nilai-nilai tersebut dipadukan dengan prinsip-prinsip Islam universal, seperti kasih sayang, keadilan, perdamaian, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia³. Hal ini menjadikan P5RA sebagai kerangka pendidikan karakter yang menyeluruh (integratif), spiritual, dan kontekstual dalam menjawab tantangan pendidikan abad ke-21.

Urgensi penguatan karakter melalui P5RA diperkuat oleh fakta bahwa pendidikan hari ini menghadapi krisis nilai yang cukup serius, di antaranya meningkatnya intoleransi, individualisme, dan perilaku menyimpang di kalangan pelajar⁴. Oleh sebab itu, P5RA tidak hanya menjadi respons normatif atas regulasi kurikulum, tetapi juga merupakan kebutuhan strategis untuk membentuk pelajar yang cerdas secara spiritual, sosial, dan moral dalam menghadapi dunia yang semakin kompleks dan plural.

Lebih jauh, keberadaan P5RA dalam Kurikulum Merdeka juga menjembatani pendekatan pendidikan nasional dengan kebutuhan lokal-spiritual yang khas di madrasah. P5RA menggabungkan nilai universal Pancasila dengan ajaran Islam yang rahmatan lil'alamin secara sinergis, menjadikan pendidikan bukan sekadar instrumen kognitif, tetapi alat transformatif yang membentuk pribadi yang unggul dan berdaya saing global tanpa kehilangan identitas kebangsaan dan keagamaan⁵.


Footnotes

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS. Al-Anbiya [21]: 107.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 51–52.

[3]                Zuhairi Misrawi, Islam Rahmatan Lil’Alamin: Menebar Damai di Bumi Nusantara (Jakarta: Mizan, 2015), 17–21.

[4]                H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 123–126.

[5]                M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhui atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), 210.


2.           Konsep Dasar P5RA

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin (P5RA) merupakan inovasi kebijakan pendidikan yang lahir dari sinergi antara pendekatan karakter bangsa dalam Kurikulum Merdeka dengan nilai-nilai spiritualitas Islam yang inklusif dan transformatif. P5RA dikembangkan secara khusus oleh Kementerian Agama untuk madrasah sebagai adaptasi dari P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) yang diterapkan di sekolah umum. Secara konseptual, P5RA tidak hanya mengusung penguatan karakter kebangsaan, tetapi juga menanamkan semangat rahmatan lil’alamin sebagai landasan moral dan etika pelajar madrasah.

2.1.       Pengertian dan Ruang Lingkup P5RA

Secara definisi, P5RA adalah kegiatan kokurikuler berbasis proyek yang bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila dan ajaran Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Proyek ini dirancang untuk membentuk pelajar yang unggul secara spiritual, sosial, dan intelektual, dengan mengintegrasikan pengalaman belajar yang kontekstual, kolaboratif, dan reflektif¹. Dengan pendekatan berbasis proyek, P5RA menekankan pada learning by doing, yang memungkinkan siswa mengaktualisasikan nilai-nilai karakter dalam kehidupan nyata.

Dalam pelaksanaannya, P5RA mencakup sejumlah tema besar yang berkaitan erat dengan isu-isu sosial dan moral kontemporer, seperti moderasi beragama, toleransi antarumat beragama, kepedulian lingkungan, kewirausahaan sosial, dan perdamaian global. Tema-tema tersebut dikembangkan berdasarkan konteks lokal madrasah, kebutuhan siswa, serta ketersediaan sumber daya pendidikan yang relevan².

2.2.       Tujuan P5RA

Tujuan utama P5RA adalah membentuk profil pelajar yang ideal menurut perspektif negara dan agama: pelajar yang berintegritas, inklusif, produktif, serta berwawasan kebangsaan dan keislaman. Dengan mengedepankan pendekatan holistik, P5RA bertujuan:

·                     Menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam perilaku sehari-hari siswa.

·                     Menumbuhkan kesadaran siswa akan pentingnya keberagaman dan keadilan sosial.

·                     Menumbuhkan kesalehan sosial berdasarkan ajaran Islam rahmatan lil’alamin.

·                     Menyiapkan pelajar madrasah untuk menjadi warga dunia yang beretika dan bermoral tinggi³.

2.3.       Dimensi dan Nilai-Nilai Inti

P5RA menggabungkan enam dimensi Profil Pelajar Pancasila sebagaimana ditetapkan dalam Kurikulum Merdeka, yaitu:

1)                  Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia

2)                  Berkebinekaan global

3)                  Bergotong royong

4)                  Mandiri

5)                  Bernalar kritis

6)                  Kreatif

Keenam dimensi tersebut dipadukan dengan nilai-nilai Islam universal yang melekat dalam prinsip rahmatan lil’alamin, seperti:

·                     Kasih sayang (rahmah) kepada sesama makhluk,

·                     Keadilan (‘adl) dalam berinteraksi sosial,

·                     Musyawarah (shura) dalam pengambilan keputusan,

·                     Toleransi (tasamuh) terhadap perbedaan,

·                     Moderasi (wasathiyah) dalam berpikir dan bertindak⁵.

Integrasi ini menciptakan suatu kerangka karakter yang bukan hanya normatif, tetapi juga praktis dan operasional, khususnya dalam membentuk pelajar madrasah yang mampu menjadi agen perdamaian dan perubahan sosial yang positif.

2.4.       P5RA sebagai Strategi Pendidikan Transformatif

P5RA tidak hanya bersifat kurikuler, melainkan juga merupakan strategi pendidikan transformatif yang menempatkan peserta didik sebagai subjek pembelajar aktif. Dalam proses ini, pelajar tidak hanya diberi materi, tetapi juga diajak untuk meneliti, berdiskusi, menyusun solusi, dan melaksanakan aksi nyata yang berkaitan dengan nilai-nilai yang diajarkan. Dengan demikian, pendidikan karakter tidak berhenti pada aspek pengetahuan atau pemahaman saja, tetapi menyentuh kesadaran dan kebiasaan perilaku siswa secara menyeluruh⁶.


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil'Alamin (P5RA) (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2023), 5–6.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 22–24.

[3]                M. Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut: Jalan Tengah dalam Berislam (Jakarta: Lentera Hati, 2021), 138–143.

[4]                Kemendikbudristek, Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, 50–52.

[5]                Zuhairi Misrawi, Islam Rahmatan Lil’Alamin: Menebar Damai di Bumi Nusantara (Jakarta: Mizan, 2015), 32–38.

[6]                Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 83–85.


3.           Landasan Regulasi dan Kebijakan Pendidikan

Implementasi P5RA (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin) dalam Kurikulum Merdeka memiliki dasar regulasi yang kuat dan bersifat integral dalam sistem pendidikan nasional. Regulasi ini mencakup konstitusi, kebijakan strategis nasional, serta panduan operasional di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbudristek) serta Kementerian Agama (Kemenag). Kehadiran regulasi tersebut menegaskan bahwa pendidikan karakter bukan sekadar program tambahan, melainkan merupakan arus utama (mainstream) dalam proses pembelajaran abad ke-21 yang berlandaskan nilai-nilai luhur bangsa dan prinsip ajaran Islam yang universal.

3.1.       Landasan Konstitusional dan Filosofis

Konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”¹. Pasal ini menegaskan bahwa pendidikan harus berorientasi pada pembangunan karakter spiritual dan moral, sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Secara filosofis, P5RA juga berakar pada nilai-nilai dasar yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, terutama pada alinea kedua dan keempat yang menekankan pentingnya peradaban yang luhur, keadilan sosial, dan pembentukan warga negara yang berkepribadian. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menekankan bahwa pendidikan harus membentuk manusia merdeka yang berpikir, berperasaan, dan berkehendak bebas, serta memiliki tanggung jawab sosial².

3.2.       Kebijakan Pendidikan Nasional (Kemendikbudristek)

Secara operasional, P5RA berpijak pada regulasi utama Kurikulum Merdeka, yaitu:

·                     Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022, yang mengatur penerapan Kurikulum Merdeka pada satuan pendidikan dasar dan menengah secara bertahap³.

·                     Panduan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang diterbitkan oleh Kemendikbudristek, menjadi acuan konseptual dan teknis dalam pelaksanaan proyek penguatan karakter melalui pendekatan tematik, kontekstual, dan lintas disiplin⁴.

Dalam panduan tersebut, ditegaskan bahwa P5 bertujuan untuk menguatkan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam tindakan nyata melalui proses pembelajaran berbasis proyek, sebagai bagian integral dari kurikulum⁵. P5 menjadi jembatan antara kompetensi akademik dan kompetensi sosial yang dibutuhkan dalam masyarakat majemuk dan dinamis.

3.3.       Kebijakan Pendidikan Madrasah (Kementerian Agama)

Dalam konteks madrasah, Kementerian Agama mengembangkan varian khusus dari P5 yang diberi nama P5RA, sebagai bentuk integrasi antara Profil Pelajar Pancasila dan nilai-nilai Islam rahmatan lil’alamin. Kebijakan ini diatur dalam dokumen resmi:

·                     Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin (P5RA) yang dikeluarkan oleh Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI tahun 2023⁶.

Dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan berciri khas Islam memiliki tanggung jawab membentuk siswa yang tidak hanya beriman dan berakhlak mulia, tetapi juga menjadi rahmat bagi sekitarnya. Oleh karena itu, proyek-proyek yang dikembangkan dalam P5RA diarahkan untuk menciptakan pengalaman belajar yang menanamkan nilai kasih sayang, keadilan sosial, toleransi, dan keberagaman dalam bingkai spiritualitas Islam.

3.4.       Instrumen Turunan dan Dukungan Teknis

Sebagai pelengkap kebijakan di atas, satuan pendidikan juga mendapatkan dukungan melalui berbagai modul projek tematik, pelatihan guru, serta sistem monitoring dan evaluasi. Beberapa instrumen pendukung antara lain:

·                     Modul Tematik Projek P5RA, yang dikembangkan secara kontekstual dan dapat disesuaikan dengan karakteristik lokal madrasah.

·                     Komunitas Belajar P5RA, sebagai wahana kolaborasi antarpendidik untuk merancang, melaksanakan, dan merefleksikan pelaksanaan projek secara berkualitas.

·                     Sistem asesmen proyek berbasis portofolio dan refleksi diri, yang menjadi bagian penting dari proses evaluasi pembelajaran yang humanistik dan non-dikotomik⁷.

Kehadiran instrumen-instrumen ini menunjukkan bahwa pemerintah, melalui dua kementerian penyelenggara pendidikan, berkomitmen menyediakan infrastruktur regulatif dan pedagogis yang memadai guna menjamin keberhasilan implementasi P5RA secara merata dan berkelanjutan.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 31 ayat (3).

[2]                Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan: Pemikiran, Konsepsi, dan Sikap Merdeka Belajar (Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa, 2009), 56–58.

[3]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Keputusan Mendikbudristek No. 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022).

[4]                Kemendikbudristek, Panduan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Direktorat Sekolah Dasar, 2022), 8–9.

[5]                Ibid., 11.

[6]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil'Alamin (P5RA) (Jakarta: Dirjen Pendis, 2023), 4–6.

[7]                Ibid., 22–25.


4.           Tinjauan Pustaka dan Landasan Filosofis

Pendekatan P5RA (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin) dalam Kurikulum Merdeka tidak lahir dalam ruang hampa. Ia merupakan hasil integrasi dari berbagai gagasan besar tentang pendidikan karakter, nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, serta ajaran Islam universal yang menjunjung tinggi kasih sayang, keadilan, dan perdamaian. Oleh karena itu, pemahaman yang utuh terhadap P5RA harus mencakup landasan filosofis dan akademik dari dua poros utama: filsafat pendidikan Pancasila dan nilai-nilai rahmatan lil’alamin dalam Islam.

4.1.       Filsafat Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila bertumpu pada pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengutamakan harmoni antara manusia, masyarakat, dan Tuhan. Dalam konteks filsafat pendidikan, nilai-nilai Pancasila tidak hanya bersifat ideologis, tetapi juga pedagogis, karena mengarahkan proses pendidikan menuju pembentukan manusia seutuhnya—beriman, berakhlak, berpikir kritis, dan bertanggung jawab sosial¹.

Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional menekankan pentingnya pendidikan karakter melalui semboyan "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani", yang bermakna pendidikan harus memberi teladan, membangun semangat, dan memberi dorongan secara berkelanjutan². Konsep ini menegaskan bahwa pendidikan sejati harus membentuk manusia merdeka yang berpikir dan bertindak berdasarkan nilai luhur dan kepentingan kolektif, bukan sekadar mengejar pencapaian akademik semata.

Dalam konteks Kurikulum Merdeka, nilai-nilai tersebut terakomodasi dalam Profil Pelajar Pancasila yang terdiri atas enam dimensi karakter, yaitu: (1) beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia; (2) berkebinekaan global; (3) bergotong royong; (4) mandiri; (5) bernalar kritis; dan (6) kreatif³. Dimensi-dimensi tersebut mencerminkan visi pendidikan Pancasila sebagai upaya membentuk pelajar yang adaptif terhadap perubahan zaman, namun tetap teguh pada akar nilai-nilai bangsa.

4.2.       Nilai-Nilai Rahmatan Lil’Alamin dalam Islam

Dalam perspektif Islam, konsep rahmatan lil’alamin bersumber dari firman Allah dalam Surah Al-Anbiya [21] ayat 107: “Wa mā arsalnāka illā raḥmatan lil-‘ālamīn” (Dan Kami tidak mengutus engkau [Muhammad], melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam)⁴. Ayat ini dipahami sebagai landasan etik universal bahwa ajaran Islam bertujuan menyebarkan kasih sayang, kebaikan, dan kedamaian ke seluruh penjuru dunia tanpa diskriminasi atas dasar agama, ras, maupun budaya.

Pemikiran kontemporer dalam Islam menegaskan bahwa prinsip rahmah mencakup tiga aspek utama: rahmah ilahiyyah (kasih sayang Tuhan sebagai sumber nilai moral), rahmah insaniyyah (kasih sayang antar-manusia dalam semangat keadilan dan perdamaian), serta rahmah kauniyyah (kasih sayang terhadap alam semesta melalui sikap ekologis dan keberlanjutan)⁵. Prinsip ini sangat relevan dengan tujuan pendidikan madrasah untuk membentuk pribadi yang seimbang secara spiritual dan sosial.

Zuhairi Misrawi menyatakan bahwa Islam rahmatan lil’alamin adalah ekspresi Islam moderat yang mendorong dialog, toleransi, penghormatan terhadap pluralitas, serta partisipasi aktif dalam membangun masyarakat majemuk⁶. Dalam konteks pendidikan, nilai ini dapat diterjemahkan dalam bentuk proyek kolaboratif yang mengedepankan inklusivitas, empati sosial, serta kemampuan berpikir lintas batas budaya dan agama.

4.3.       Pendidikan Transformatif dan Integratif

Pendekatan P5RA menggabungkan prinsip pendidikan transformatif sebagaimana dikembangkan oleh Paulo Freire, yaitu bahwa pendidikan sejati bukanlah proses pengisian kepala siswa dengan informasi, melainkan proses membebaskan dan membangkitkan kesadaran kritis (conscientização)⁷. Proyek berbasis nilai dalam P5RA dirancang untuk menggugah kesadaran siswa terhadap realitas sosial di sekitarnya, serta mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan yang bertanggung jawab secara moral dan spiritual.

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dan rahmatan lil’alamin, P5RA menjadi model pendidikan karakter yang holistik dan kontekstual, menciptakan ruang belajar yang tidak hanya menghargai keberagaman tetapi juga mendorong dialog lintas nilai dan aksi sosial yang konstruktif. Pendidikan dalam kerangka ini bukan hanya transfer ilmu, tetapi juga transformasi diri dan masyarakat secara simultan.


Footnotes

[1]                Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2013), 33–35.

[2]                Ki Hadjar Dewantara, Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka Belajar (Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa, 2009), 23–26.

[3]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 8–12.

[4]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS. Al-Anbiya [21]: 107.

[5]                M. Amin Abdullah, Multikultural dan Pendidikan Agama dalam Masyarakat Plural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 115–118.

[6]                Zuhairi Misrawi, Islam Rahmatan Lil’Alamin: Menebar Damai di Bumi Nusantara (Jakarta: Mizan, 2015), 15–20.

[7]                Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 45–49.


5.           Model dan Metode Implementasi P5RA

Implementasi P5RA (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin) menuntut pendekatan pedagogis yang bersifat integratif, partisipatif, dan kontekstual. Karena P5RA merupakan kegiatan kokurikuler berbasis proyek, model pelaksanaannya tidak terikat pada mata pelajaran tertentu, tetapi bersifat tematik dan interdisipliner. Dalam praktiknya, P5RA menempatkan siswa sebagai subjek aktif yang terlibat secara langsung dalam proses perencanaan, pelaksanaan, refleksi, dan tindak lanjut atas proyek yang mereka jalankan. Hal ini selaras dengan prinsip "student-centered learning" dalam pedagogi progresif.

5.1.       Desain Implementasi P5RA

Model dasar P5RA mengikuti kerangka pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) yang menekankan keterlibatan peserta didik dalam pemecahan masalah nyata yang relevan dengan kehidupan sosial, lingkungan, atau isu-isu global. Menurut Kementerian Agama, pelaksanaan P5RA mencakup tiga ranah utama: perencanaan projek, pelaksanaan projek, dan refleksi/asesmen hasil projek¹.

Setiap satuan pendidikan madrasah diberikan keleluasaan untuk memilih tema P5RA yang paling sesuai dengan karakteristik lokal, potensi siswa, dan kearifan budaya setempat. Contoh tema yang disarankan antara lain:

·                     Moderasi beragama

·                     Kearifan lokal dan budaya toleransi

·                     Ekopedagogi dan pelestarian lingkungan

·                     Kewirausahaan sosial berbasis komunitas

·                     Harmoni sosial dalam keberagaman²

Tema-tema tersebut dirancang untuk membentuk karakter siswa secara utuh (holistik) sekaligus membangun kesadaran kritis mereka terhadap persoalan nyata di sekitarnya.

5.2.       Langkah-Langkah Implementasi P5RA

Proses implementasi P5RA dapat dirinci dalam lima tahapan utama sebagai berikut³:

1)                  Identifikasi Tema dan Penetapan Tujuan Pembelajaran

Guru dan tim fasilitator memilih tema projek yang relevan dan menetapkan capaian pembelajaran yang terukur berdasarkan dimensi Profil Pelajar Pancasila dan nilai Rahmatan Lil’Alamin.

2)                  Penyusunan Perencanaan Projek

Perencanaan mencakup pembagian tugas antar guru, pengelompokan siswa, waktu pelaksanaan, serta rancangan kegiatan yang akan dilaksanakan.

3)                  Pelaksanaan Projek

Peserta didik melaksanakan kegiatan berbasis aksi nyata, seperti observasi lapangan, wawancara, kampanye sosial, pembuatan produk, atau advokasi isu tertentu.

4)                  Refleksi dan Presentasi Hasil

Siswa mempresentasikan hasil projeknya dan melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar, nilai-nilai yang diperoleh, serta kontribusinya terhadap masyarakat.

5)                  Asesmen Projek dan Tindak Lanjut

Guru menilai proyek melalui pendekatan portofolio, rubrik observasi, dan penilaian diri siswa. Hasil proyek dapat dijadikan dokumentasi praktik baik yang dapat direplikasi.

5.3.       Prinsip-Prinsip Pedagogis dalam P5RA

Model pelaksanaan P5RA dirancang berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran aktif dan reflektif, antara lain⁴:

·                     Kontekstual (contextual learning): Projek dikaitkan dengan realitas lokal dan kehidupan siswa sehari-hari.

·                     Kolaboratif (collaborative learning): Siswa bekerja dalam tim, belajar saling menghargai dan berbagi tanggung jawab.

·                     Reflektif (reflective learning): Proyek memberikan ruang bagi siswa untuk merenungkan nilai-nilai yang dipelajari dan dampaknya.

·                     Transformatif (transformative learning): Melalui proyek, siswa dilatih menjadi agen perubahan yang mampu memberi kontribusi positif pada masyarakat.

Prinsip-prinsip ini menjadikan P5RA tidak sekadar kegiatan tambahan, tetapi bagian integral dari upaya transformasi pendidikan karakter di madrasah.

5.4.       Contoh Praktik Implementasi P5RA di Madrasah

Beberapa madrasah telah melaksanakan proyek-proyek P5RA yang inovatif dan berdampak langsung, seperti:

·                     Proyek “Kampanye Madrasah Hijau”: siswa menyelenggarakan kegiatan daur ulang, penanaman pohon, dan advokasi kebersihan lingkungan berbasis nilai rahmah kauniyyah.

·                     Proyek “Dialog Lintas Iman”: kegiatan kunjungan ke rumah ibadah lain dan diskusi bersama tokoh lintas agama untuk menumbuhkan sikap tasamuh (toleransi) dan ukhuwah insaniyah.

·                     Proyek “Pasar Amal Kreatif”: siswa membuat produk kerajinan yang dijual untuk penggalangan dana sosial, mengembangkan entrepreneurship sekaligus social empathy.

Praktik-praktik ini menunjukkan bahwa P5RA mampu mendorong siswa untuk berpikir kritis, bertindak nyata, dan menanamkan nilai-nilai keislaman yang moderat dan kontekstual⁵.

5.5.       Evaluasi dan Penilaian

Penilaian P5RA tidak dilakukan melalui ujian tulis atau tes pilihan ganda, melainkan berbasis proses dan produk pembelajaran. Model asesmen yang digunakan meliputi:

·                     Portofolio hasil karya dan dokumentasi proyek

·                     Rubrik penilaian sikap dan keterampilan sosial

·                     Refleksi tertulis atau lisan siswa

·                     Penilaian diri dan teman sejawat (peer assessment)

Dengan pendekatan ini, penilaian tidak hanya mengukur “apa yang siswa tahu,” tetapi juga “apa yang siswa lakukan dan siapa yang mereka jadi.”⁶


Footnotes

[1]                Kementerian Agama Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil'Alamin (P5RA) (Jakarta: Dirjen Pendis, 2023), 10–15.

[2]                Ibid., 16–17.

[3]                Ibid., 18–22.

[4]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 25–28.

[5]                Direktorat KSKK Madrasah, Dokumentasi Praktik Baik Implementasi P5RA (Jakarta: Kemenag RI, 2023), 8–12.

[6]                Kemendikbudristek, Panduan Asesmen Projek P5 (Jakarta: Direktorat SMP, 2022), 32–36.


6.           Tantangan Implementasi P5RA dan Solusinya

Meskipun P5RA (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil'Alamin) hadir sebagai inovasi strategis dalam penguatan karakter siswa madrasah, pelaksanaannya di berbagai satuan pendidikan tidak lepas dari sejumlah tantangan. Tantangan-tantangan tersebut muncul dari aspek struktural, kultural, teknis, maupun pedagogis, yang jika tidak ditangani secara sistematis dapat menghambat efektivitas dan keberlanjutan program. Oleh karena itu, identifikasi tantangan dan penentuan solusi yang tepat menjadi bagian integral dari keberhasilan P5RA sebagai agenda nasional pendidikan karakter berbasis nilai Pancasila dan Islam rahmatan lil’alamin.

6.1.       Tantangan Struktural: Keterbatasan Sumber Daya dan Dukungan Institusional

Salah satu kendala utama dalam implementasi P5RA adalah keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas pendukung di madrasah, khususnya madrasah swasta di daerah pinggiran. Banyak guru belum mendapatkan pelatihan khusus terkait konsep dan teknis pelaksanaan projek berbasis nilai⁽¹⁾. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam kualitas implementasi antar madrasah.

Selain itu, kurangnya integrasi antara kebijakan pusat dan implementasi di lapangan membuat sebagian madrasah belum menjadikan P5RA sebagai prioritas program strategis. Masih ada kecenderungan melihat proyek ini sebagai kegiatan tambahan (ekstra), bukan bagian integral dari sistem pembelajaran⁽²⁾.

Solusi:

·                     Pemerintah perlu meningkatkan akses pelatihan dan pendampingan intensif bagi guru melalui Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) dan komunitas belajar madrasah.

·                     Direktorat KSKK Madrasah perlu memperluas distribusi modul projek tematik yang siap pakai dan sesuai konteks lokal untuk mempermudah adopsi P5RA.

·                     Penetapan P5RA sebagai indikator kinerja madrasah akan mendorong lembaga pendidikan menjadikannya sebagai prioritas strategis dalam RKAM (Rencana Kerja dan Anggaran Madrasah)⁽³⁾.

6.2.       Tantangan Kultural: Resistensi terhadap Pendekatan Baru

Implementasi P5RA membutuhkan perubahan paradigma dari pendekatan pengajaran tradisional menuju pembelajaran yang aktif, reflektif, dan berbasis aksi. Namun, sebagian guru masih terjebak dalam pola pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru (teacher-centered), sehingga mengalami kesulitan beradaptasi dengan pendekatan projek⁽⁴⁾.

Selain itu, budaya sekolah/madrasah yang belum terbiasa dengan kerja kolaboratif dan lintas disiplin sering kali menjadi penghambat terintegrasinya projek P5RA dalam kehidupan sekolah secara menyeluruh.

Solusi:

·                     Penerapan model pelatihan partisipatif berbasis lesson study dan co-teaching untuk membangun pemahaman guru secara berkelanjutan⁽⁵⁾.

·                     Penguatan kepemimpinan kepala madrasah dalam menginisiasi budaya inovasi dan kerja tim sangat penting untuk menciptakan ekosistem pembelajaran kolaboratif.

·                     Dokumentasi dan diseminasi praktik baik (best practices) dari madrasah yang berhasil mengintegrasikan P5RA akan menjadi sumber inspirasi bagi madrasah lain⁽⁶⁾.

6.3.       Tantangan Teknis: Keterbatasan Waktu, Jadwal, dan Evaluasi

Karena bersifat kokurikuler, proyek P5RA seringkali mengalami kendala pengaturan waktu dan beban kerja guru yang sudah padat. Beberapa madrasah juga mengalami kebingungan dalam menyesuaikan jadwal P5RA dengan jadwal pelajaran inti. Selain itu, belum adanya model evaluasi yang seragam dan terstandar membuat pelaksanaan P5RA bersifat sangat bervariasi dan sulit diukur dampaknya secara objektif⁽⁷⁾.

Solusi:

·                     Madrasah perlu menyusun kalender akademik alternatif yang mengalokasikan waktu khusus untuk pelaksanaan P5RA, baik dalam bentuk blok waktu, minggu projek, atau kolaborasi lintas mata pelajaran.

·                     Penyusunan rubrik asesmen holistik oleh guru atau tim fasilitator lokal akan membantu memberikan umpan balik bermakna terhadap proses dan produk siswa.

·                     Penguatan peran tim fasilitator madrasah sebagai pendamping pelaksanaan projek menjadi solusi jangka menengah untuk menjaga konsistensi dan kualitas program.

6.4.       Tantangan Kontekstual: Ketidakselarasan Tema dan Kondisi Sosial Lokal

Pemilihan tema P5RA kadang tidak mempertimbangkan secara optimal realitas sosial, budaya, dan kebutuhan lokal siswa. Akibatnya, siswa kurang merasa memiliki (sense of belonging) terhadap projek yang dijalankan. Proyek menjadi bersifat artifisial, kehilangan makna kontekstual, dan hanya dilaksanakan secara formalitas⁽⁸⁾.

Solusi:

·                     Madrasah harus melakukan analisis kebutuhan siswa dan masyarakat sekitar dalam menyusun tema projek agar benar-benar relevan dan kontekstual.

·                     Libatkan tokoh masyarakat, wali siswa, dan komunitas lokal sebagai mitra pelaksanaan projek, sehingga siswa mengalami pembelajaran bermakna berbasis komunitas.

·                     Gunakan pendekatan ekopedagogi dan pedagogi budaya lokal untuk mengangkat tema yang dekat dengan pengalaman hidup siswa.


Footnotes

[1]                Direktorat KSKK Madrasah, Panduan Implementasi Projek P5RA (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 26–28.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Projek Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 33–34.

[3]                Kemenag RI, Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Berbasis RKAM (Jakarta: Dirjen Pendis, 2021), 18.

[4]                Udin Syaefuddin Sa’ud, Inovasi Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi dalam Pendidikan Islam (Bandung: Alfabeta, 2017), 89–90.

[5]                Bambang Warsita, Pembelajaran Berbasis Proyek dan Problem Solving (Yogyakarta: Gava Media, 2020), 67–70.

[6]                Direktorat KSKK Madrasah, Dokumentasi Praktik Baik P5RA (Jakarta: Kemenag RI, 2023), 5–9.

[7]                Kemendikbudristek, Asesmen Proyek P5 (Jakarta: Direktorat Sekolah Dasar, 2022), 40–42.

[8]                M. Amin Abdullah, Multikultural dan Pendidikan Agama dalam Masyarakat Plural (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 124–126.


7.           Studi Kasus dan Best Practices

Salah satu cara paling efektif untuk memahami keberhasilan implementasi P5RA (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin) adalah melalui telaah studi kasus dan dokumentasi praktik baik (best practices) yang dilakukan oleh madrasah di berbagai daerah. Studi-studi ini memberikan gambaran nyata tentang bagaimana prinsip-prinsip P5RA diimplementasikan dalam konteks lokal yang beragam serta dampaknya terhadap pembentukan karakter dan kepedulian sosial siswa. Selain itu, praktik-praktik ini juga menunjukkan pentingnya inovasi pedagogis, partisipasi komunitas, dan kepemimpinan madrasah dalam menyukseskan pelaksanaan P5RA secara holistik.

7.1.       Studi Kasus: Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Malang – “Proyek Moderasi Beragama”

MAN 2 Kota Malang mengembangkan proyek P5RA bertema Moderasi Beragama dalam Kehidupan Sehari-hari yang bertujuan menanamkan nilai tasamuh (toleransi), ta’awun (kerjasama), dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan) kepada peserta didik. Proyek ini melibatkan siswa dalam dialog lintas iman bersama pelajar dari sekolah lain yang berbeda latar agama, kunjungan ke rumah ibadah non-Muslim, serta pembuatan vlog edukatif tentang pentingnya toleransi di Indonesia⁽¹⁾.

Pendekatan ini tidak hanya memperkaya wawasan keberagaman siswa, tetapi juga mengasah kemampuan komunikasi lintas budaya serta empati sosial. Dalam refleksi pascaprojek, siswa menyampaikan peningkatan kesadaran tentang pentingnya hidup damai di tengah pluralitas keyakinan⁽²⁾. Proyek ini mendapat apresiasi dari tokoh lintas agama dan pemerintah daerah sebagai bentuk nyata penerapan Islam rahmatan lil’alamin di kalangan pelajar madrasah.

7.2.       Studi Kasus: MAN Insan Cendekia Gorontalo – “Ekopedagogi: Madrasah Ramah Lingkungan”

Di MAN IC Gorontalo, P5RA diimplementasikan melalui proyek bertema Madrasah Hijau dan Cinta Lingkungan, yang bertujuan mengembangkan nilai rahmah kauniyyah (kasih sayang terhadap alam) dan tanggung jawab ekologis siswa. Proyek ini meliputi kegiatan seperti pengolahan sampah organik menjadi kompos, penghijauan sekolah dengan tanaman endemik, serta penyuluhan tentang krisis iklim berbasis Al-Qur’an dan hadis.

Selain itu, siswa diajak melakukan riset sederhana tentang kualitas air dan udara di lingkungan sekitar, serta membuat kampanye digital bertema “Islam dan Etika Lingkungan”. Pendekatan ini menciptakan keterlibatan siswa secara aktif dan membangun kesadaran ekologis yang berbasis pada nilai-nilai keagamaan⁽³⁾.

Proyek ini tidak hanya berdampak pada perilaku siswa yang lebih peduli terhadap lingkungan, tetapi juga menjadi model percontohan yang ditiru oleh madrasah lain di Provinsi Gorontalo dalam mengintegrasikan pendidikan lingkungan berbasis spiritualitas Islam.

7.3.       Studi Kasus: MA Al-Muayyad Surakarta – “Sociopreneurship dan Kewirausahaan Sosial”

MA Al-Muayyad mengembangkan proyek P5RA bertema Sociopreneurship: Wirausaha Sosial Berbasis Pesantren yang mengintegrasikan nilai-nilai kemandirian (ikhtiar), kepedulian sosial, dan keadilan distribusi (‘adl). Siswa merancang unit usaha sederhana berbasis produk lokal seperti kerajinan tangan, makanan ringan, dan sabun herbal, yang hasil keuntungannya disumbangkan untuk kegiatan sosial seperti santunan yatim dan penguatan ekonomi keluarga kurang mampu⁽⁴⁾.

Kegiatan ini tidak hanya membentuk semangat entrepreneurship with compassion, tetapi juga mendorong siswa menginternalisasi ajaran al-āmru bil-ma‘rūf wan-nahy ‘anil munkar dalam konteks pemberdayaan ekonomi masyarakat. Model ini berhasil menjembatani antara pembelajaran kewirausahaan dan nilai-nilai Islam sosial secara nyata.

7.4.       Karakteristik Umum Best Practices P5RA

Dari ketiga studi kasus di atas, terdapat sejumlah karakteristik umum yang menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan P5RA di madrasah, antara lain:

·                     Kontekstualisasi Tema: Madrasah memilih tema yang sesuai dengan realitas sosial dan budaya lokal siswa.

·                     Kepemimpinan Transformasional: Kepala madrasah dan guru aktif mendorong inovasi dan kolaborasi antarpihak.

·                     Partisipasi Komunitas: Keterlibatan wali murid, tokoh masyarakat, dan mitra eksternal memperkuat dampak projek.

·                     Integrasi Nilai Spiritual dan Aksi Sosial: Nilai-nilai Islam rahmatan lil’alamin menjadi basis refleksi dan tindakan siswa.

·                     Asesmen Reflektif dan Otentik: Penilaian dilakukan melalui portofolio, jurnal reflektif, dan presentasi publik, bukan sekadar produk fisik⁽⁵⁾.

7.5.       Replikasi dan Skalabilitas Program

Praktik-praktik terbaik tersebut menunjukkan bahwa P5RA dapat diadaptasi dan direplikasi di berbagai konteks madrasah dengan menyesuaikan karakteristik lokal dan kapasitas lembaga. Kunci utama keberhasilan terletak pada:

·                     Kemauan madrasah untuk bertransformasi secara budaya dan pedagogis

·                     Adanya dukungan regulatif dan pendampingan teknis dari Kementerian Agama

·                     Penguatan jejaring antar madrasah sebagai sarana saling belajar dan berbagi pengalaman implementasi projek karakter


Footnotes

[1]                Direktorat KSKK Madrasah, Dokumentasi Praktik Baik Implementasi P5RA (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 12–15.

[2]                Ibid., 16.

[3]                Ibid., 20–22.

[4]                MA Al-Muayyad Surakarta, Laporan Projek Sociopreneurship P5RA Tahun 2023 (Surakarta: MA Al-Muayyad, 2023), 3–6.

[5]                Kemendikbudristek, Panduan Asesmen Projek Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Direktorat Sekolah Menengah, 2022), 32–36.


8.           Kesimpulan dan Rekomendasi

8.1.       Kesimpulan

Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin (P5RA) dalam Kurikulum Merdeka merupakan langkah progresif dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membentuk insan Indonesia yang berkarakter, beriman, dan berdaya saing global. P5RA lahir sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak akan pendidikan karakter yang relevan dengan tantangan zaman dan bersumber pada nilai-nilai luhur bangsa serta ajaran Islam yang membawa rahmat bagi seluruh semesta (rahmatan lil’alamin).

Melalui integrasi nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip Islam moderat, P5RA mampu menghadirkan ruang belajar yang transformatif, partisipatif, dan kontekstual. Enam dimensi Profil Pelajar Pancasila yang berpadu dengan nilai rahmah, ‘adl, tasamuh, dan ukhuwah menjadi dasar pengembangan proyek pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah nyata di lingkungan sekitarnya. Proyek-proyek ini tidak hanya melatih kecakapan hidup abad ke-21, tetapi juga membentuk kepribadian yang spiritual, peduli sosial, dan cinta tanah air⁽¹⁾.

Namun demikian, keberhasilan implementasi P5RA sangat bergantung pada kesiapan ekosistem pendidikan, mulai dari kompetensi guru, dukungan kelembagaan, kebijakan yang konsisten, hingga partisipasi komunitas lokal. Tantangan-tantangan seperti keterbatasan sumber daya, resistensi kultural, kendala teknis, dan kurangnya pemetaan tema yang kontekstual telah diidentifikasi sebagai hambatan yang memerlukan perhatian serius⁽²⁾.

Studi kasus dan praktik baik dari sejumlah madrasah menunjukkan bahwa P5RA dapat dijalankan dengan efektif dan berdampak, asalkan ditopang oleh kepemimpinan yang transformatif, inovasi pedagogis, serta dukungan kebijakan yang terstruktur. Proyek-proyek bertema moderasi beragama, ekopedagogi, dan kewirausahaan sosial telah menjadi bukti bahwa nilai-nilai Islam dan Pancasila dapat dihidupkan secara nyata dalam ruang kelas dan kehidupan siswa⁽³⁾.

8.2.       Rekomendasi Strategis

1)                  Penguatan Kapasitas Guru dan Fasilitator P5RA

Pemerintah dan madrasah perlu memberikan pelatihan berkelanjutan yang tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berbasis praktik lapangan. Guru perlu dibekali keterampilan pedagogis berbasis projek, asesmen autentik, dan integrasi nilai keislaman dalam konteks kekinian⁽⁴⁾.

2)                  Pengembangan Modul Proyek Tematik yang Kontekstual dan Fleksibel

Modul yang dikembangkan harus menyesuaikan dengan kondisi lokal, potensi siswa, serta isu-isu sosial yang relevan. Ini akan meningkatkan partisipasi siswa sekaligus memperkuat makna pembelajaran.

3)                  Peningkatan Dukungan Kelembagaan dan Kebijakan Integratif

Kementerian Agama perlu mengarahkan P5RA sebagai bagian dari indikator kinerja madrasah, dan bukan sekadar program tambahan. Sinkronisasi antara kebijakan pusat dan praktik lapangan harus diperkuat.

4)                  Penerapan Sistem Monitoring dan Evaluasi Berbasis Dampak Karakter

Evaluasi proyek sebaiknya tidak hanya fokus pada keluaran fisik, tetapi juga perubahan perilaku, peningkatan empati sosial, dan penguatan identitas pelajar sebagai agen perubahan yang rahmatan lil’alamin.

5)                  Penguatan Jejaring dan Kolaborasi Antar-Madrasah

Madrasah dapat saling berbagi praktik baik, mengadakan forum diskusi, dan melakukan kolaborasi proyek bersama untuk memperluas dampak dan mempercepat replikasi model yang berhasil.


Secara keseluruhan, P5RA merepresentasikan model pendidikan karakter yang inklusif, adaptif, dan berlandaskan nilai-nilai luhur agama dan bangsa. Jika diimplementasikan secara konsisten dan kreatif, P5RA berpotensi besar menjadi katalis dalam menciptakan generasi pelajar madrasah yang unggul dalam iman, akhlak, dan kontribusi sosial—sehingga benar-benar menjadi rahmat bagi sekitarnya.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Panduan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 11–13.

[2]                Direktorat KSKK Madrasah, Panduan Implementasi Projek P5RA (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 26–30.

[3]                Direktorat KSKK Madrasah, Dokumentasi Praktik Baik Implementasi P5RA (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 9–21.

[4]                Bambang Warsita, Pembelajaran Berbasis Proyek dan Problem Solving (Yogyakarta: Gava Media, 2020), 75–78.


Daftar Pustaka

Abdullah, M. A. (2007). Multikultural dan pendidikan agama dalam masyarakat plural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Muayyad Surakarta. (2023). Laporan projek sociopreneurship P5RA tahun 2023. Surakarta: MA Al-Muayyad.

Departemen Agama Republik Indonesia. (2019). Al-Qur’an dan terjemahannya. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

Dewantara, K. H. (2009). Pemikiran, konsepsi, keteladanan, sikap merdeka belajar. Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa.

Direktorat KSKK Madrasah. (2023). Dokumentasi praktik baik implementasi P5RA. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Direktorat KSKK Madrasah. (2023). Panduan implementasi projek penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil’Alamin (P5RA). Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2021). Pedoman perencanaan dan penganggaran berbasis RKAM. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Keputusan Mendikbudristek No. 56/M/2022 tentang pedoman penerapan Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Panduan pembelajaran dan asesmen Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Panduan projek penguatan Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Direktorat Sekolah Dasar.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Panduan asesmen projek Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Direktorat Sekolah Menengah Pertama.

Misrawi, Z. (2015). Islam rahmatan lil’alamin: Menebar damai di bumi Nusantara. Jakarta: Mizan.

Sa’ud, U. S. (2017). Inovasi pendidikan: Konsep, strategi, dan aplikasi dalam pendidikan Islam. Bandung: Alfabeta.

Shihab, M. Q. (2021). Islam yang saya anut: Jalan tengah dalam berislam. Jakarta: Lentera Hati.

Tilaar, H. A. R. (2002). Perubahan sosial dan pendidikan: Pengantar pedagogik transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Warsita, B. (2020). Pembelajaran berbasis proyek dan problem solving. Yogyakarta: Gava Media.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar