Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)
Strategi Integratif Penguatan Karakter dan Kompetensi
Abad 21 dalam Kurikulum Merdeka
Alihkan ke: Kurikulum Merdeka.
P5RA, Profil
Lulusan 8 Dimensi.
Abstrak
Artikel ini membahas secara komprehensif tentang
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) sebagai strategi kunci dalam
implementasi Kurikulum Merdeka yang menekankan integrasi antara penguatan
karakter dan pengembangan kompetensi abad ke-21. Berlandaskan nilai-nilai
Pancasila dan filosofi pendidikan nasional, P5 dirancang sebagai kegiatan
kokurikuler berbasis proyek yang holistik, kontekstual, dan partisipatif.
Artikel ini mengkaji secara sistematis landasan filosofis dan regulatif P5,
tujuan dan fungsinya dalam pembelajaran, struktur pelaksanaan, prinsip-prinsip
pengembangan tema, hingga metode implementasi di satuan pendidikan. Berbagai
praktik baik dan studi kasus di sekolah dan madrasah dijadikan sebagai bukti
empiris keberhasilan P5 dalam membentuk karakter pelajar Indonesia yang
beriman, mandiri, kreatif, bernalar kritis, bergotong royong, dan berkebinekaan
global. Selain itu, artikel ini menyoroti tantangan implementasi seperti
keterbatasan kapasitas guru dan sumber daya pendidikan, serta menawarkan solusi
strategis berbasis pelatihan, kolaborasi multipihak, dan evaluasi reflektif.
Dengan pendekatan yang kontekstual dan transformatif, P5 dipandang sebagai
instrumen efektif untuk merealisasikan cita-cita pendidikan nasional menuju
generasi Indonesia Emas 2045.
Kata Kunci: Profil Pelajar Pancasila, Kurikulum Merdeka, Projek
P5, Pendidikan Karakter, Pembelajaran Abad 21, Pendidikan Holistik, Asesmen
Autentik, Sekolah Penggerak.
PEMBAHASAN
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
1.
Pendahuluan
Pendidikan di abad
ke-21 dihadapkan pada tantangan kompleks yang menuntut transformasi paradigma,
dari sekadar transfer pengetahuan menuju pembentukan karakter dan kompetensi
yang holistik. Peserta didik tidak hanya dituntut untuk cakap dalam aspek
kognitif, tetapi juga memiliki kemampuan sosial-emosional, berpikir kritis,
kreatif, dan mampu beradaptasi dengan dinamika global. Dalam konteks ini,
Indonesia merespons kebutuhan tersebut melalui kebijakan Kurikulum
Merdeka, yang menekankan pada pembelajaran yang lebih
fleksibel, berpusat pada peserta didik, dan berorientasi pada penguatan
karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Salah satu elemen penting
dalam Kurikulum Merdeka adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
P5 merupakan bentuk
kegiatan kokurikuler yang bertujuan
untuk menginternalisasikan nilai-nilai luhur Pancasila melalui pengalaman belajar
yang bermakna dan kontekstual. P5 tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap
pembelajaran intrakurikuler, tetapi juga sebagai wahana untuk membentuk profil
pelajar ideal Indonesia: beriman dan bertakwa, berkebinekaan global, bergotong
royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif—yang dikenal sebagai enam
dimensi Profil Pelajar Pancasila1. Dengan demikian,
P5 menjadi instrumen strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya unggul
secara akademik, tetapi juga kokoh dalam integritas moral dan nasionalisme.
Kelahiran P5
merupakan respons terhadap hasil evaluasi berbagai kurikulum sebelumnya,
termasuk Kurikulum 2013, yang dinilai belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan
perubahan zaman dan kebutuhan penguatan karakter. Dalam kajian yang dilakukan
oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek),
ditemukan bahwa pembelajaran yang bersifat tekstual dan terfragmentasi tidak
cukup memadai untuk membentuk peserta didik yang utuh sebagai warga negara
global yang bertanggung jawab2.
Lebih jauh lagi,
Kurikulum Merdeka melalui P5 memberikan ruang kepada satuan pendidikan untuk
mengembangkan kegiatan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning),
yang terbukti secara teoritis dan empiris dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, kolaboratif, serta mengasah empati dan kesadaran sosial3.
Implementasi P5 juga memungkinkan integrasi lintas disiplin ilmu dengan
mempertimbangkan konteks lokal dan potensi komunitas sekitar, sehingga
pembelajaran menjadi lebih relevan dan kontekstual bagi kehidupan peserta
didik.
Urgensi pembahasan
mengenai P5 semakin relevan mengingat tantangan pendidikan ke depan yang
bersifat multidimensional: mulai dari disrupsi teknologi, krisis identitas
kebangsaan, hingga minimnya literasi karakter di kalangan generasi muda. Oleh
karena itu, artikel ini akan mengkaji secara komprehensif mengenai latar
belakang filosofis, regulasi, referensi keilmuan, serta metode implementasi P5
sebagai strategi integratif dalam membentuk Profil Pelajar Pancasila yang
tangguh dan adaptif menghadapi zaman.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 4–5.
[2]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Rencana Strategis Kemdikbud 2020–2024 (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemdikbud, 2020),
24–26.
[3]
Thomas Markham, “Project Based Learning: Design and Practice for 21st
Century Learners,” Teaching for the 21st
Century, ed. by BIE (California:
Buck Institute for Education, 2011), 2–3.
2.
Landasan
Filosofis dan Teoritis P5
Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila (P5) memiliki akar yang kuat dalam landasan
filosofis pendidikan nasional Indonesia, yang berpijak pada
nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa, dan panduan
moral dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan dalam konteks ini tidak hanya
bertujuan mencetak individu cakap secara intelektual, tetapi juga manusia
seutuhnya—beriman, bermoral, dan bertanggung jawab sosial. Hal ini sejalan
dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yang
menempatkan pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia dan membentuk watak
sesuai kodrat alam dan zaman1.
Filsafat pendidikan
Pancasila menghendaki agar peserta didik tidak tercerabut dari akar budaya
bangsa dan memiliki kesadaran kebangsaan yang kuat di tengah arus globalisasi.
Dalam pandangan ini, Profil Pelajar Pancasila merupakan
elaborasi operasional dari cita-cita pendidikan nasional sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab2.
Secara teoritis,
pengembangan P5 didasari oleh pendekatan pendidikan karakter holistik,
yang mengintegrasikan nilai-nilai moral ke dalam proses pembelajaran dan
kehidupan sehari-hari di sekolah. Model ini mengacu pada teori Thomas Lickona
yang menyebutkan bahwa pendidikan karakter yang efektif harus menyentuh aspek
pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral
feeling), dan tindakan moral (moral action)3. P5
dirancang untuk memberikan ruang praktik nyata bagi peserta didik untuk
mengalami nilai-nilai tersebut dalam konteks yang kontekstual, bukan sekadar
dalam bentuk narasi teoritis.
Selain itu,
pelaksanaan P5 juga memanfaatkan pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based
Learning/PjBL), yang berakar dari teori konstruktivisme. Dalam
teori ini, belajar dianggap sebagai proses aktif di mana peserta didik
membangun pemahaman melalui pengalaman nyata dan interaksi sosial4.
PjBL memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memecahkan masalah, bekerja
dalam tim, melakukan riset, dan menyampaikan ide secara kreatif—semuanya
merupakan karakteristik penting dalam pembentukan profil pelajar abad 21.
Proyek-proyek yang
dilakukan dalam P5 dirancang untuk membangun agency atau kemampuan bertindak
secara mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini berlandaskan pada prinsip bahwa
peserta didik bukan sekadar objek pendidikan, melainkan subjek yang aktif dalam
merancang, menjalankan, dan merefleksikan proses belajarnya sendiri5.
Dengan demikian, P5 mencerminkan sebuah paradigma baru dalam pendidikan
Indonesia—yakni pendidikan yang berakar pada nilai-nilai lokal, berorientasi
global, dan berbasis pada partisipasi aktif peserta didik dalam membentuk masa
depannya.
Footnotes
[1]
Ki Hadjar Dewantara, Karya
Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan, ed. Majelis Luhur Tamansiswa (Yogyakarta: MLTS,
2004), 28–30.
[2]
Republik Indonesia, Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003), Pasal 3.
[3]
Thomas Lickona, Educating for Character:
How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility (New York: Bantam Books, 1991), 51–55.
[4]
John W. Thomas, A Review of Research on
Project-Based Learning (California:
The Autodesk Foundation, 2000), 2–3.
[5]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 12–13.
3.
Regulasi
dan Kebijakan yang Melandasi P5
Pelaksanaan Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) tidak dapat dilepaskan dari kerangka
regulatif dan kebijakan nasional yang mengarahkan transformasi sistem
pendidikan Indonesia menuju pendekatan yang lebih kontekstual, partisipatif,
dan berbasis nilai. P5 merupakan bagian integral dari Kurikulum
Merdeka, yang secara resmi ditetapkan melalui berbagai
peraturan perundang-undangan dan kebijakan strategis Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Secara normatif,
dasar hukum utama pelaksanaan P5 mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 3, yang menyatakan
bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab1. Tujuan ini selaras
dengan enam dimensi Profil Pelajar Pancasila, yang
menjadi sasaran utama P5 dalam konteks pembelajaran holistik.
Kebijakan
operasional mengenai Kurikulum Merdeka dan P5 lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Mendikbudristek Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman
Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran, yang
menetapkan P5 sebagai kegiatan kokurikuler wajib di semua jenjang pendidikan
dasar dan menengah2. Regulasi ini juga memberikan kewenangan kepada
satuan pendidikan untuk mengelola kurikulum operasionalnya secara fleksibel,
termasuk dalam memilih tema P5 yang relevan dengan konteks lokal.
Sebelumnya, arah
penguatan karakter peserta didik juga telah ditetapkan melalui Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK). Regulasi ini menegaskan bahwa pendidikan
karakter merupakan bagian dari pembangunan manusia Indonesia secara utuh dan
menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat3.
P5 dapat dipandang sebagai bentuk implementasi konkret dari kebijakan PPK dalam
paradigma Kurikulum Merdeka yang lebih progresif.
Dari sisi kebijakan
strategis, Rencana Strategis (Renstra) Kemendikbudristek
2020–2024 menempatkan penguatan karakter sebagai
prioritas utama dalam pembangunan pendidikan nasional. Dalam dokumen tersebut,
ditegaskan pentingnya pembelajaran yang relevan dengan kehidupan nyata dan
mendorong terbentuknya pelajar yang bernalar kritis, inovatif, dan memiliki
semangat gotong royong serta kebinekaan4. P5 secara langsung
dirancang untuk menjawab kebutuhan ini dengan pendekatan pembelajaran berbasis
proyek yang eksploratif dan reflektif.
Selaras dengan visi
besar tersebut, Platform Merdeka Mengajar yang
diluncurkan oleh Kemendikbudristek juga mendukung implementasi P5 dengan
menyediakan berbagai sumber daya, pelatihan daring, dan panduan teknis bagi
pendidik. Hal ini memperlihatkan adanya dukungan sistemik dan berkelanjutan
dari pemerintah dalam memastikan keberhasilan transformasi pendidikan melalui
P5.
Dengan demikian,
regulasi dan kebijakan yang melandasi P5 menunjukkan konsistensi arah
pembangunan pendidikan nasional yang berfokus pada penguatan karakter,
partisipasi aktif peserta didik, dan adaptasi terhadap tantangan abad ke-21.
Kerangka normatif ini menjadi pijakan penting dalam menjamin legalitas,
keberlanjutan, dan efektivitas pelaksanaan P5 di satuan pendidikan.
Footnotes
[1]
Republik Indonesia, Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003), Pasal 3.
[2]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Peraturan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022
tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), Pasal 6–9.
[3]
Republik Indonesia, Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter (Jakarta: Sekretariat
Negara, 2017), Pasal 2–4.
[4]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun
2020–2024 (Jakarta: Kemdikbud,
2020), 14–18.
4.
Tujuan
dan Fungsi Projek P5 dalam Kurikulum Merdeka
Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan instrumen strategis dalam implementasi
Kurikulum Merdeka yang bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi
utuh sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional. Berbeda dari pendekatan
kurikulum yang bersifat akademis semata, P5 secara eksplisit menitikberatkan
pada pembentukan karakter dan kompetensi sosial-kultural peserta didik melalui
pengalaman belajar yang nyata, kontekstual, dan reflektif1.
Tujuan utama P5
adalah untuk menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam diri peserta
didik, tidak hanya dalam tataran kognitif, tetapi juga afektif dan
psikomotorik. Hal ini selaras dengan visi Profil Pelajar Pancasila yang
mencakup enam dimensi utama:
1)
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia
2)
Berkebinekaan global
3)
Bergotong royong
4)
Mandiri
5)
Bernalar kritis
6)
Kreatif2
Melalui P5, peserta
didik diberi ruang untuk mengalami secara langsung bagaimana nilai-nilai
tersebut bekerja dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain, P5 tidak sekadar
menjadi medium pembelajaran, tetapi merupakan wahana pembentukan jati diri
siswa sebagai warga negara yang tangguh dalam menghadapi kompleksitas kehidupan
global, namun tetap berpijak pada jati diri kebangsaan.
Fungsi P5 dalam
Kurikulum Merdeka juga sangat relevan dalam menjembatani kesenjangan antara
capaian pembelajaran akademik dan pembentukan karakter. Di satu sisi, P5
mendorong peserta didik untuk mengembangkan soft skills seperti kepemimpinan,
empati, komunikasi, dan kerja tim. Di sisi lain, proyek ini juga berperan dalam
memperkuat kompetensi abad ke-21, seperti pemecahan masalah, kolaborasi,
literasi digital, serta inovasi dan kewirausahaan3.
Lebih dari itu, P5
berfungsi sebagai platform pembelajaran lintas disiplin,
yang memungkinkan peserta didik untuk mengintegrasikan berbagai pengetahuan
dari mata pelajaran berbeda dalam satu kesatuan pengalaman belajar yang utuh.
Pendekatan lintas bidang ini tidak hanya meningkatkan relevansi pembelajaran,
tetapi juga mendekatkan peserta didik pada persoalan nyata di lingkungan sosial
mereka.
P5 juga dirancang
untuk memperkuat otonomi satuan pendidikan dalam menyusun dan mengembangkan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan siswa. Hal ini memberikan
ruang kreativitas bagi guru dan komunitas sekolah dalam menentukan tema,
metode, serta bentuk asesmen yang relevan dan bermakna bagi perkembangan
karakter peserta didik4.
Dengan demikian, P5
berperan sebagai jembatan antara ideologi Pancasila dengan praktik pendidikan
sehari-hari. Ia bukan sekadar program tambahan, tetapi fondasi kultural dan
pedagogis dari Kurikulum Merdeka itu sendiri. P5 hadir sebagai ruang
kolaboratif dan reflektif yang mengajak seluruh ekosistem
pendidikan—peserta didik, guru, orang tua, dan masyarakat—untuk terlibat aktif
dalam pembentukan generasi yang berkarakter, berdaya saing, dan berakar pada
nilai-nilai luhur bangsa.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 6–8.
[2]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka
(Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, 2022), 11–13.
[3]
World Economic Forum, The
Future of Jobs Report 2020 (Geneva:
WEF, 2020), 33–36.
[4]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Peraturan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman
Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), Lampiran III.
5.
Struktur,
Prinsip, dan Dimensi Projek P5
Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam Kurikulum Merdeka dirancang secara sistematis
sebagai kegiatan kokurikuler yang memiliki struktur, prinsip pelaksanaan, serta
dimensi tujuan yang jelas. Ketiga aspek ini menjadi fondasi utama agar
pelaksanaan P5 tidak bersifat seremonial semata, melainkan mampu menciptakan
pengalaman belajar yang bermakna dan transformasional bagi peserta didik.
5.1.
Struktur Projek P5
Secara struktural,
P5 terintegrasi ke dalam kurikulum operasional satuan pendidikan dengan alokasi
waktu yang khusus dan fleksibel. P5 bukan bagian dari mata pelajaran tertentu,
melainkan berdiri sebagai kegiatan terpisah yang dirancang dalam bentuk
pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). Dalam
jenjang pendidikan dasar dan menengah, alokasi waktu untuk P5 ditetapkan
sekitar 20–30% dari total jam pelajaran dalam satu tahun ajaran, tergantung
pada jenjang dan fase pendidikan1.
Setiap satuan
pendidikan diwajibkan melaksanakan sedikitnya dua proyek P5 setiap tahun ajaran,
dengan satu proyek dilakukan setiap semester. Proyek ini disusun berdasarkan tema-tema
prioritas nasional, namun tetap dapat dikontekstualisasikan
sesuai dengan potensi lokal dan kebutuhan peserta didik. Struktur
pelaksanaannya dibagi dalam tiga fase utama: perencanaan proyek, pelaksanaan
kegiatan, dan refleksi-evaluasi hasil belajar2.
5.2.
Prinsip Pelaksanaan P5
Dalam
implementasinya, P5 berlandaskan pada empat prinsip utama yang menjiwai proses
pembelajaran:
·
Holistik:
P5 berorientasi pada pengembangan karakter secara utuh, melibatkan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
·
Kontekstual:
Proyek dikembangkan berdasarkan isu dan potensi yang relevan dengan lingkungan
sekitar peserta didik, baik lokal, nasional, maupun global.
·
Eksploratif:
P5 mendorong peserta didik untuk aktif mengeksplorasi pengetahuan, pengalaman,
dan keterampilan secara mandiri dan kolaboratif.
·
Berpusat
pada peserta didik: Seluruh proses proyek menempatkan peserta
didik sebagai subjek utama yang memiliki agency
dalam menentukan arah pembelajaran mereka sendiri3.
Prinsip-prinsip ini
juga menunjukkan bahwa P5 merupakan bentuk nyata dari paradigma pendidikan yang
menekankan proses, bukan hanya hasil. Guru berperan sebagai fasilitator dan
pendamping, bukan satu-satunya sumber informasi.
5.3.
Dimensi Profil
Pelajar Pancasila
P5 bertujuan
membentuk peserta didik yang merepresentasikan Profil Pelajar Pancasila—suatu
model karakter ideal warga negara Indonesia abad ke-21. Profil ini dirumuskan
dalam enam
dimensi utama yang menjadi arah dan ukuran penguatan karakter
peserta didik:
1)
Beriman, bertakwa
kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
Menunjukkan integritas spiritual dan perilaku
etis dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2)
Berkebinekaan global
Menghargai keberagaman budaya, bersikap inklusif,
serta terbuka terhadap perspektif global.
3)
Bergotong royong
Mengedepankan kolaborasi, solidaritas, dan
tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
4)
Mandiri
Mampu mengelola diri, memotivasi diri, dan
bertanggung jawab atas proses serta hasil belajarnya sendiri.
5)
Bernalar kritis
Menganalisis informasi secara objektif,
menyelesaikan masalah secara sistematis, dan membuat keputusan berdasarkan
data.
6)
Kreatif
Menghasilkan gagasan dan karya inovatif dengan
memanfaatkan berbagai sumber dan teknologi4.
Dimensi-dimensi
tersebut tidak dipelajari secara terpisah, melainkan dibentuk melalui
pengalaman nyata yang terstruktur dalam proyek. Setiap proyek P5 harus
dirancang agar minimal mengembangkan dua dimensi Profil Pelajar Pancasila
yang dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran karakter yang ditargetkan.
Dengan struktur yang
fleksibel, prinsip pelaksanaan yang berpihak pada peserta didik, serta dimensi
karakter yang terukur, P5 menjadi model pembelajaran yang merevolusi pendekatan
pendidikan karakter di Indonesia. Ia bukan sekadar agenda pendidikan formal,
tetapi juga wahana pembentukan ekosistem belajar yang relevan dengan
nilai-nilai luhur Pancasila dan tuntutan dunia modern.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 9–10.
[2]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Peraturan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman
Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), Lampiran III.
[3]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka
(Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, 2022), 16–18.
[4]
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Profil Pelajar Pancasila: Panduan Sekolah Penggerak (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 5–7.
6.
Tema-Tema
Prioritas dan Fleksibilitas Konteks Satuan Pendidikan
Dalam pelaksanaan
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), tema proyek menjadi kerangka
utama yang mengarahkan tujuan pembelajaran karakter dan pengembangan kompetensi
peserta didik. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menetapkan tujuh
tema utama sebagai acuan nasional yang dapat dikembangkan dan
dipilih oleh satuan pendidikan sesuai konteks masing-masing1.
6.1.
Tujuh Tema Prioritas
Nasional P5
Ketujuh tema
prioritas tersebut dirancang untuk menjawab isu-isu strategis yang relevan
dengan tantangan global dan lokal, serta membentuk karakter peserta didik yang
adaptif, tangguh, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. Tema-tema tersebut
meliputi:
1)
Gaya Hidup
Berkelanjutan
Mendorong kesadaran ekologis, perilaku ramah
lingkungan, dan tanggung jawab terhadap keberlanjutan bumi.
2)
Kearifan Lokal
Mengangkat nilai-nilai budaya lokal sebagai
identitas dan sumber kebijaksanaan dalam kehidupan modern.
3)
Bhinneka Tunggal Ika
Memperkuat semangat toleransi, menghargai
perbedaan, dan memperkuat persatuan dalam keberagaman.
4)
Bangunlah Jiwa dan
Raganya
Menekankan pentingnya kesehatan fisik, mental,
dan keseimbangan hidup sebagai dasar pencapaian potensi diri.
5)
Suara Demokrasi
Membina peserta didik agar memahami
prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan tanggung jawab sebagai warga
negara.
6)
Rekayasa dan Teknologi
Mendorong inovasi, pemikiran kreatif, dan
kemampuan teknologi untuk memecahkan masalah nyata di masyarakat.
7)
Kewirausahaan
Mengembangkan jiwa wirausaha, kreativitas dalam
berkarya, serta tanggung jawab sosial dalam dunia usaha2.
Ketujuh tema
tersebut tidak berdiri secara kaku, tetapi dimaksudkan sebagai kerangka
fleksibel yang dapat dikontekstualisasikan sesuai kebutuhan dan
karakteristik satuan pendidikan, peserta didik, serta lingkungan sosial-budaya
setempat.
6.2.
Fleksibilitas Konteks
dalam Satuan Pendidikan
Kurikulum Merdeka
memberikan otonomi luas kepada sekolah dan
madrasah untuk memilih, memodifikasi, bahkan menyusun subtema proyek P5
berdasarkan hasil asesmen konteks dan kebutuhan nyata di lapangan. Satuan
pendidikan diberi kebebasan untuk menyesuaikan desain proyek dengan
mempertimbangkan:
·
Karakteristik
peserta didik
·
Nilai
dan budaya lokal
·
Isu
aktual yang berkembang di masyarakat
·
Potensi
daerah, sumber daya manusia, dan jejaring kemitraan lokal
Misalnya, sekolah di
kawasan pesisir dapat memilih tema Gaya Hidup Berkelanjutan dengan
subtema "Konservasi Laut dan Ekosistem Mangrove". Madrasah
berbasis pesantren dapat mengembangkan tema Kearifan Lokal dengan proyek “Revitalisasi
Tradisi Santri dalam Masyarakat Digital”. Satuan pendidikan multikultural
dapat mengekspresikan tema Bhinneka Tunggal Ika melalui
proyek “Festival Budaya Nusantara” yang menampilkan keragaman etnis di
lingkungan sekolah3.
Fleksibilitas ini
merupakan bentuk konkret dari prinsip “berpusat pada peserta didik dan konteksnya”,
serta mendorong keterlibatan aktif guru dalam merancang pembelajaran yang autentik dan
bermakna. Proses inilah yang kemudian memungkinkan peserta
didik untuk belajar tidak hanya dari buku, tetapi dari kehidupan nyata dan
lingkungan sekitarnya.
6.3.
Sinergi antara Tema
dan Dimensi Profil Pelajar Pancasila
Setiap tema P5
dirancang untuk mengembangkan minimal dua dari enam dimensi Profil
Pelajar Pancasila, namun dalam praktiknya, pengembangan dapat
mencakup lebih dari dua dimensi tergantung pada cakupan dan kompleksitas
proyek. Sebagai contoh:
·
Tema Kewirausahaan
dapat mengembangkan dimensi mandiri, kreatif,
dan bergotong royong.
·
Tema Suara
Demokrasi secara langsung berkaitan dengan dimensi berkebinekaan
global dan beriman serta berakhlak mulia,
dalam konteks memahami hak dan tanggung jawab.
Sinergi ini
memastikan bahwa setiap proyek tidak hanya menciptakan produk, tetapi juga
membentuk nilai-nilai dalam diri peserta didik secara utuh4.
Dengan pendekatan
tematik yang adaptif dan berbasis konteks, P5 memberikan ruang luas bagi satuan
pendidikan untuk menciptakan model pembelajaran karakter yang autentik, berakar
pada nilai lokal, namun tetap relevan dengan tantangan global. Inilah kekuatan
P5 sebagai wahana pembelajaran hidup yang memadukan ideologi Pancasila dengan
praktik pendidikan abad ke-21.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 17–18.
[2]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka
(Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, 2022), 21–23.
[3]
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: Implementasi Projek P5 di
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 14–15.
[4]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Platform Merdeka
Mengajar – Tema dan Dimensi P5,
diakses 3 Mei 2025, https://guru.kemdikbud.go.id.
7.
Metode
Implementasi P5 di Satuan Pendidikan
Implementasi Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di satuan pendidikan merupakan proses
kompleks yang membutuhkan strategi sistematis, kolaboratif, dan berkelanjutan.
Keberhasilan implementasi tidak hanya ditentukan oleh desain kurikulum, tetapi
juga oleh keterlibatan aktif seluruh elemen ekosistem pendidikan, mulai dari
kepala sekolah, guru, peserta didik, hingga masyarakat sekitar. Oleh karena
itu, metode implementasi P5 harus memperhatikan berbagai aspek teknis dan
kontekstual agar pelaksanaannya tidak sekadar formalitas, melainkan mampu
menciptakan transformasi pembelajaran yang nyata dan bermakna.
7.1.
Tahapan
Implementasi: Perencanaan, Pelaksanaan, dan Refleksi
Secara umum,
implementasi P5 mencakup tiga tahap utama:
·
Perencanaan
Satuan pendidikan membentuk tim fasilitator P5
yang terdiri dari guru lintas mata pelajaran, wakil kepala sekolah, serta pihak
lain yang relevan. Pada tahap ini, sekolah melakukan asesmen konteks (internal
dan eksternal), pemilihan tema, dan perumusan tujuan proyek berdasarkan dimensi
Profil Pelajar Pancasila yang ingin dikembangkan1.
·
Pelaksanaan
Tahap ini melibatkan kegiatan eksplorasi,
elaborasi, dan aksi nyata peserta didik. Pembelajaran dilakukan dengan
pendekatan berbasis proyek (project-based learning), di
mana peserta didik diberi kebebasan untuk mengembangkan ide, berkolaborasi, dan
menghasilkan produk atau solusi yang relevan dengan tema yang diangkat2.
Guru berperan sebagai fasilitator, pendamping, dan evaluator sepanjang proses.
·
Refleksi
dan Tindak Lanjut
Di akhir proyek, peserta didik melakukan refleksi
terhadap pengalaman belajar yang dialami. Refleksi ini mencakup pemahaman
nilai-nilai yang diperoleh, kendala yang dihadapi, dan rencana pengembangan
diri ke depan. Proses ini diperkuat dengan dokumentasi portofolio dan penilaian
berbasis rubrik3.
7.2.
Model Pelaksanaan:
Monolitik dan Terintegrasi
Metode implementasi
P5 dapat dilakukan melalui dua model pendekatan, yaitu:
·
Model
Monolitik
Proyek dirancang dan dilaksanakan secara terpisah
dari mata pelajaran. Guru-guru membentuk tim khusus untuk merancang proyek yang
berdiri sendiri sebagai kegiatan kokurikuler. Model ini memberi keleluasaan
untuk eksplorasi tema secara mendalam dan multidisipliner.
·
Model
Terintegrasi
Proyek dikaitkan dengan materi dari beberapa mata
pelajaran yang relevan. Misalnya, tema Gaya Hidup
Berkelanjutan dapat diintegrasikan dengan pelajaran Biologi, IPS,
dan Bahasa Indonesia. Model ini memungkinkan sinergi antara pembelajaran
intrakurikuler dan proyek karakter4.
Pemilihan model
disesuaikan dengan kesiapan satuan pendidikan, kompetensi guru, dan kondisi
peserta didik. Kedua model sama-sama valid selama tetap berpedoman pada prinsip
dan tujuan P5.
7.3.
Kolaborasi dan Keterlibatan
Multipihak
Salah satu kekuatan
utama P5 terletak pada dorongannya terhadap partisipasi multipihak
(multi-stakeholders). Implementasi proyek yang berhasil umumnya melibatkan:
·
Peserta
didik sebagai subjek aktif yang berinisiatif, berkolaborasi,
dan bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
·
Guru
sebagai fasilitator, pemantik diskusi, dan pembimbing dalam eksplorasi nilai
dan keterampilan.
·
Kepala
sekolah dan manajemen sekolah sebagai pengarah kebijakan dan
penguat budaya kolaboratif di sekolah.
·
Orang
tua dan masyarakat sebagai mitra dalam mendukung dan memperkuat
konteks proyek di luar sekolah5.
Kemitraan ini sangat
penting untuk memperkaya konteks proyek, membuka ruang praktik sosial nyata,
dan memperluas dampak pembelajaran karakter peserta didik.
7.4.
Strategi Penunjang:
Pelatihan Guru dan Platform Digital
Kemendikbudristek
menyediakan Platform Merdeka Mengajar
sebagai sarana pelatihan, referensi, dan kolaborasi guru dalam mendesain serta
melaksanakan P5. Modul pelatihan, video inspiratif, dan forum komunitas
disediakan untuk meningkatkan kapasitas guru sebagai fasilitator P56.
Selain itu,
keberhasilan implementasi P5 sangat dipengaruhi oleh budaya reflektif dan
evaluatif yang dibangun di lingkungan sekolah. Refleksi bersama antar guru
secara berkala menjadi praktik penting untuk menilai efektivitas pendekatan,
mengatasi hambatan, dan menyusun strategi perbaikan ke depan.
Melalui pendekatan
yang fleksibel namun terstruktur, P5 memberi ruang luas bagi inovasi
pembelajaran berbasis karakter. Dengan dukungan metode yang tepat dan
kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, P5 dapat menjadi katalisator perubahan
pendidikan Indonesia menuju arah yang lebih humanis, kontekstual, dan
berkarakter.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 12–14.
[2]
John W. Thomas, A Review of Research on
Project-Based Learning (California:
The Autodesk Foundation, 2000), 4–6.
[3]
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: Implementasi Projek P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 22–24.
[4]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka
(Jakarta: BSKAP, 2022), 25–27.
[5]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Petunjuk Teknis Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila
(Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 10–11.
[6]
Kemendikbudristek, Platform Merdeka
Mengajar, diakses 5 Mei 2025, https://guru.kemdikbud.go.id.
8.
Praktik
Baik dan Studi Kasus Implementasi P5
Pelaksanaan Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di berbagai satuan pendidikan
menunjukkan beragam praktik baik yang menjadi inspirasi nasional dalam mewujudkan
pendidikan karakter berbasis nilai dan konteks lokal. Meskipun implementasinya
masih dalam tahap pengembangan, berbagai studi kasus telah menunjukkan bahwa
pendekatan kontekstual, kolaboratif, dan berbasis proyek mampu membangun
pengalaman belajar yang mendalam serta berdampak jangka panjang terhadap
peserta didik.
8.1.
Praktik Baik dari
Sekolah Penggerak
Salah satu contoh
menonjol berasal dari SMPN 1 Temanggung, Jawa Tengah,
yang mengembangkan proyek P5 dengan tema Kearifan Lokal melalui kegiatan “Pasar
Tradisional Mini”. Dalam proyek ini, peserta didik mempelajari nilai-nilai
budaya, keterampilan berdagang, dan pentingnya keberlanjutan ekonomi lokal.
Proyek ini melibatkan kolaborasi dengan pedagang pasar, orang tua, dan tokoh
masyarakat, serta mengintegrasikan pelajaran IPS, Matematika, dan Bahasa
Indonesia. Proyek ini sukses mengembangkan dimensi gotong royong, kreativitas,
dan kemandirian
peserta didik1.
Di SMKN 1
Cibinong, Jawa Barat, pelaksanaan proyek P5 mengambil tema Gaya
Hidup Berkelanjutan dengan subproyek “Urban Farming Sekolah”.
Para siswa secara kolektif merancang dan mengelola kebun hidroponik di halaman
sekolah, yang hasilnya digunakan untuk konsumsi kantin dan dibagikan ke
masyarakat sekitar. Proyek ini mengembangkan keterampilan berpikir kritis,
kewirausahaan, dan kesadaran lingkungan yang kuat pada siswa2.
8.2.
Studi Kasus di
Madrasah Berbasis Pesantren
Praktik implementasi
P5 juga dilakukan dengan pendekatan khas madrasah. MAN 2
Kota Kediri, misalnya, melaksanakan proyek P5 dengan tema Suara
Demokrasi melalui kegiatan simulasi pemilu OSIM (Organisasi Siswa
Intra Madrasah). Dalam kegiatan ini, peserta didik dilibatkan dalam proses
kampanye, debat visi-misi, dan pemungutan suara berbasis digital. Kegiatan ini
dirancang untuk mengembangkan dimensi berkebinekaan global, berakhlak
mulia, serta berpikir kritis dalam memahami
nilai-nilai demokrasi dan kepemimpinan3.
Sementara itu, MA
Al-Muayyad Surakarta, mengusung tema Kearifan
Lokal melalui program “Revitalisasi Manuskrip Islam Nusantara”.
Peserta didik diajak meneliti, mendokumentasikan, dan menyajikan kembali
karya-karya ulama lokal sebagai bagian dari warisan intelektual Islam di
Indonesia. Proyek ini menanamkan rasa bangga terhadap identitas budaya dan
literasi sejarah lokal serta memperkuat karakter spiritual dan akademik siswa4.
8.3.
Faktor Kunci
Keberhasilan
Berdasarkan berbagai
praktik di atas, terdapat beberapa faktor kunci keberhasilan implementasi P5
yang dapat diidentifikasi:
·
Kepemimpinan
transformasional dari kepala sekolah/madrasah yang mendukung
inovasi kurikulum dan pembelajaran berbasis proyek.
·
Keterlibatan
guru lintas disiplin yang bekerja dalam tim untuk merancang dan
memfasilitasi proyek.
·
Kontekstualisasi
tema proyek sesuai dengan isu dan kekayaan lokal peserta didik.
·
Kemitraan
strategis dengan orang tua, dunia usaha, dan komunitas lokal.
·
Penguatan
budaya refleksi dan dokumentasi, termasuk penggunaan portofolio
siswa dan evaluasi partisipatif.
Keberhasilan
tersebut menegaskan bahwa implementasi P5 bukanlah kegiatan yang seragam, melainkan
fleksibel, inklusif, dan sensitif terhadap kondisi lokal. Praktik-praktik baik
ini menunjukkan bahwa jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan kolaboratif,
P5 mampu menciptakan ruang belajar yang tidak hanya mendidik tetapi juga
menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan nyata peserta didik.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Modul Pelatihan P5
Jenjang SMP: Inspirasi Praktik Baik Sekolah Penggerak (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 35–36.
[2]
Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan, Dokumentasi Praktik Baik Projek P5 di SMK (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 12–13.
[3]
Direktorat KSKK Madrasah, Laporan
Implementasi P5 di Madrasah Model Program Sekolah Penggerak Tahun 2023 (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 8–9.
[4]
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Tengah, Kumpulan Praktik Baik P5 Berbasis Kearifan Lokal di Madrasah, ed. oleh LPM Jawa Tengah (Semarang: Kemenag Jateng,
2023), 14–16.
9.
Evaluasi
dan Asesmen dalam Projek P5
Asesmen dalam Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bukan hanya berfungsi sebagai alat ukur
keberhasilan, tetapi juga sebagai proses pembelajaran yang mendorong refleksi,
pertumbuhan pribadi, dan penguatan karakter peserta didik. Berbeda dari asesmen
konvensional yang lebih bersifat kuantitatif dan berorientasi pada hasil akhir,
asesmen dalam P5 mengutamakan pendekatan formatif, holistik, dan naratif,
yang merekam proses perkembangan peserta didik dalam mencapai dimensi Profil
Pelajar Pancasila secara autentik dan kontekstual1.
9.1.
Prinsip Dasar
Asesmen P5
Asesmen dalam P5
dirancang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
·
Berbasis
proses, bukan hanya hasil akhir: menilai bagaimana peserta
didik membangun pemahaman, keterampilan, dan nilai melalui tahapan proyek.
·
Bersifat
formatif dan reflektif: memberikan umpan balik secara
berkelanjutan untuk mendorong perbaikan diri dan kesadaran belajar.
·
Kualitatif
dan deskriptif: menghindari penilaian angka sebagai
satu-satunya indikator keberhasilan, dan menggantikannya dengan deskripsi
capaian dan rekomendasi pengembangan karakter2.
Dengan prinsip ini,
asesmen tidak dimaknai sebagai penghakiman, tetapi sebagai alat
pedagogis yang membangun hubungan positif antara guru dan peserta
didik dalam proses pembelajaran berbasis nilai.
9.2.
Instrumen Asesmen:
Rubrik, Portofolio, dan Refleksi
Tiga instrumen utama
digunakan dalam proses evaluasi dan asesmen P5:
·
Rubrik
Penilaian
Rubrik dirancang untuk menilai capaian dimensi
Profil Pelajar Pancasila dalam konteks proyek. Misalnya, untuk dimensi gotong
royong, indikator dapat mencakup kemampuan bekerja dalam tim,
menghargai pendapat orang lain, dan kontribusi dalam penyelesaian tugas
bersama. Rubrik harus disusun secara jelas, berbasis indikator perilaku, dan
bersifat terbuka bagi peserta didik3.
·
Portofolio
Peserta Didik
Portofolio merupakan kumpulan dokumentasi proses
belajar, seperti jurnal, foto kegiatan, hasil karya, catatan refleksi, dan
rekaman video. Portofolio menjadi bukti nyata bahwa peserta didik telah melalui
proses belajar yang bernilai dan bermakna.
·
Refleksi
dan Self-Assessment
Refleksi adalah bagian penting dalam P5, di mana
peserta didik menilai perkembangan dirinya sendiri secara jujur dan bertanggung
jawab. Proses ini dapat dilakukan secara lisan, tertulis, atau melalui media
kreatif seperti vlog atau presentasi. Refleksi membantu menumbuhkan kesadaran
diri dan kepercayaan terhadap proses pembelajaran4.
9.3.
Peran Guru dan
Kolaborasi Asesmen
Dalam konteks P5,
guru berperan sebagai fasilitator asesmen yang
mendorong partisipasi aktif peserta didik dalam menilai diri dan kelompoknya.
Guru juga berkolaborasi lintas mata pelajaran untuk menyusun rubrik terpadu dan
membagikan tanggung jawab penilaian sesuai dengan aspek yang dikembangkan dalam
proyek. Pendekatan ini menciptakan budaya evaluasi yang kolektif dan
menyeluruh.
Selain itu,
keterlibatan orang tua dan masyarakat juga dapat menjadi bagian dari proses
asesmen, terutama dalam proyek yang berdampak pada komunitas. Umpan balik dari
luar sekolah memperkaya perspektif dan memberi nilai autentik terhadap
kontribusi peserta didik di dunia nyata5.
9.4.
Tantangan dan
Strategi Penguatan
Meski pendekatan
asesmen dalam P5 menjanjikan penguatan karakter yang autentik, sejumlah
tantangan masih dihadapi satuan pendidikan, antara lain:
·
Kurangnya pemahaman guru
dalam merancang rubrik yang sesuai
·
Beban administratif yang
tinggi jika asesmen tidak dirancang efisien
·
Belum adanya integrasi
sistematis dengan laporan perkembangan peserta didik
Sebagai solusinya,
Kemendikbudristek mendorong penguatan kapasitas guru melalui pelatihan
asesmen autentik, penyederhanaan instrumen penilaian, serta
integrasi asesmen P5 ke dalam rapor pendidikan berbasis
deskripsi perkembangan karakter dan kompetensi sosial6.
Melalui asesmen yang
berorientasi pada proses, refleksi, dan pertumbuhan karakter, P5 menghadirkan
pendekatan evaluasi yang lebih manusiawi dan transformatif. Evaluasi tidak lagi
menjadi beban administratif semata, melainkan bagian integral dari upaya memanusiakan
pendidikan dan mewujudkan generasi yang berpikir kritis, berakhlak, dan siap
menghadapi tantangan zaman.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 27–29.
[2]
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: Penilaian dalam P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 5–6.
[3]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka
(Jakarta: BSKAP, 2022), 28–29.
[4]
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Buku
Saku Praktik Refleksi dan Self-Assessment dalam P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 10–11.
[5]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Petunjuk Teknis Projek
P5 di Sekolah Dasar dan Menengah
(Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 22.
[6]
Kemendikbudristek, Platform Merdeka
Mengajar – Pelatihan Asesmen Proyek
(diakses 5 Mei 2025), https://guru.kemdikbud.go.id.
10. Tantangan dan Solusi Implementasi P5
Implementasi Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di satuan pendidikan menghadirkan
peluang besar bagi transformasi karakter peserta didik, namun sekaligus
memunculkan tantangan struktural, pedagogis, dan kultural yang tidak dapat
diabaikan. Untuk mewujudkan P5 secara optimal dan berkelanjutan, diperlukan
strategi penanganan yang sistematis dan berbasis pada pengalaman lapangan serta
praktik-praktik pendidikan yang adaptif dan kontekstual.
10.1.
Tantangan
Implementasi P5
10.1.1.
Keterbatasan
Kapasitas Guru
Banyak pendidik
belum sepenuhnya memahami filosofi, tujuan, dan metode pelaksanaan P5, terutama
dalam hal perancangan proyek lintas disiplin, penilaian berbasis rubrik, dan
fasilitasi pembelajaran kolaboratif. Hal ini disebabkan oleh minimnya pelatihan
teknis yang menyeluruh, beban kerja guru yang tinggi, serta keterbatasan waktu
untuk kolaborasi antarguru1.
10.1.2.
Kultur
Sekolah yang Belum Mendukung
Sebagian sekolah
masih berorientasi pada capaian akademik konvensional dan belum menginternalisasi
nilai-nilai pembelajaran berbasis karakter. P5 yang menekankan proses, kerja
tim, dan refleksi sering kali dianggap kurang produktif secara kuantitatif
dibanding ujian berbasis angka2.
10.1.3.
Keterbatasan
Sumber Daya
Masih banyak satuan
pendidikan, terutama di daerah terpencil, menghadapi keterbatasan
infrastruktur, akses internet, dan bahan ajar kontekstual. Kekurangan ini
menghambat pelaksanaan proyek berbasis teknologi, kolaborasi daring, serta
dokumentasi portofolio secara digital3.
10.1.4.
Sinkronisasi
dengan Kurikulum Operasional Sekolah (KOS)
P5 yang bersifat
fleksibel menuntut penyelarasan dengan KOS dan manajemen waktu yang baik agar
tidak tumpang tindih dengan pembelajaran intrakurikuler. Namun, tidak semua
satuan pendidikan mampu menyusun strategi integrasi yang efektif dan efisien4.
10.2.
Solusi Strategis
untuk Penguatan Implementasi
10.2.1.
Peningkatan
Kapasitas Guru melalui Pelatihan Berbasis Praktik
Kemendikbudristek
perlu memperluas program coaching dan mentoring
yang bersifat praktis dan berbasis konteks, seperti melalui Platform
Merdeka Mengajar atau komunitas belajar guru. Pelatihan harus
mencakup perencanaan proyek, fasilitasi pembelajaran lintas disiplin, dan
asesmen autentik berbasis karakter5.
10.2.2.
Penguatan
Budaya Sekolah Kolaboratif
Kepala sekolah perlu
membangun budaya sekolah yang kolaboratif, reflektif, dan partisipatif. Hal ini
bisa dicapai melalui kebijakan alokasi waktu khusus untuk rapat perencanaan
proyek, tim fasilitator P5 lintas mapel, serta penghargaan bagi inisiatif guru
dan siswa yang inovatif6.
10.2.3.
Pemanfaatan
Potensi Lokal dan Kemitraan Komunitas
Sekolah dapat
mengoptimalkan P5 dengan melibatkan sumber daya lokal, seperti tokoh adat,
pelaku UMKM, atau komunitas lingkungan. Ini memungkinkan pelaksanaan proyek
tetap berjalan meskipun sumber daya digital terbatas. Selain itu, kemitraan
dengan perguruan tinggi atau NGO lokal juga dapat memperkuat dukungan teknis
dan tematik7.
10.2.4.
Integrasi
P5 dalam Rencana Kurikulum dan Supervisi Akademik
P5 perlu dimasukkan
secara eksplisit dalam Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP), termasuk
jadwal pelaksanaan, tim pelaksana, dan indikator ketercapaian. Supervisi
akademik dari pengawas juga perlu mengakomodasi evaluasi proses P5, bukan hanya
capaian kognitif semata8.
10.2.5. Pemantauan dan Umpan Balik
Berkelanjutan
Perlu dikembangkan
sistem pemantauan berbasis data dan refleksi di tingkat sekolah untuk
mengidentifikasi hambatan dan praktik baik pelaksanaan P5. Evaluasi ini dapat
dilakukan secara berkala oleh tim fasilitator P5 dan dilaporkan melalui rapor
pendidikan karakter yang terintegrasi9.
Dengan pendekatan
yang adaptif, kolaboratif, dan berakar pada nilai-nilai lokal, tantangan dalam
implementasi P5 dapat ditangani secara bertahap. Kunci keberhasilan P5 bukan
terletak pada kesempurnaan teknis semata, melainkan pada komitmen kolektif
untuk menghadirkan pendidikan yang lebih humanis, relevan, dan berdaya
transformatif bagi masa depan peserta didik Indonesia.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Modul Pelatihan Sekolah
Penggerak: Strategi Implementasi P5
(Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 5–6.
[2]
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Laporan Refleksi Implementasi Kurikulum Merdeka Tahap Awal (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 11–12.
[3]
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Kajian
Evaluatif Pelaksanaan P5 di Sekolah Non-Perkotaan (Jakarta: LPMP, 2023), 7–8.
[4]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka
(Jakarta: BSKAP, 2022), 31.
[5]
Kemendikbudristek, Platform Merdeka
Mengajar: Pelatihan Implementasi P5,
diakses 6 Mei 2025, https://guru.kemdikbud.go.id.
[6]
Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan, Panduan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Implementasi Kurikulum
Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek,
2022), 18.
[7]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan Kemitraan Sekolah dalam Proyek P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 14–15.
[8]
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Integrasi P5 dalam Kurikulum Madrasah (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 9.
[9]
Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Buku
Saku Pemantauan dan Evaluasi P5
(Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 6.
11. Kesimpulan dan Rekomendasi
11.1.
Kesimpulan
Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan inovasi kurikuler dalam Kurikulum
Merdeka yang bertujuan untuk menyeimbangkan pengembangan
kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik. Berlandaskan pada
filosofi pendidikan nasional yang berpijak pada nilai-nilai Pancasila, P5 tidak
hanya hadir sebagai strategi pembelajaran baru, tetapi juga sebagai transformasi
kultural dalam sistem pendidikan Indonesia1.
P5 dirancang secara
sistematis melalui struktur kokurikuler, prinsip pelaksanaan yang eksploratif
dan partisipatif, serta tema-tema prioritas yang relevan dengan tantangan
global dan lokal. Melalui enam dimensi Profil Pelajar Pancasila—beriman,
berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan
kreatif—peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara abad ke-21 yang
cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual2.
Implementasi P5 yang
efektif terbukti melalui berbagai praktik baik dan studi kasus di sekolah dan
madrasah penggerak. Namun demikian, pelaksanaannya tidak lepas dari tantangan
seperti rendahnya kapasitas guru, keterbatasan sumber daya, dan belum
terbentuknya budaya pembelajaran lintas disiplin. Oleh karena itu, keberhasilan
P5 sangat ditentukan oleh kepemimpinan sekolah, kolaborasi multipihak, serta
keberlanjutan sistem pendampingan dan evaluasi3.
Dengan pendekatan
yang fleksibel dan berbasis kontekstual, P5 berpotensi besar menjadi katalisator
perubahan pendidikan nasional yang lebih bermakna dan relevan
dengan kebutuhan peserta didik masa kini dan masa depan.
11.2.
Rekomendasi
Berdasarkan analisis
dan temuan di atas, beberapa rekomendasi strategis dapat diajukan untuk
memperkuat implementasi P5 di satuan pendidikan:
1)
Penguatan Kapasitas
Guru dan Fasilitator P5
Pemerintah perlu memperluas dan mempersonalisasi
pelatihan guru melalui Platform Merdeka Mengajar dan
komunitas belajar daring/luring, dengan fokus pada desain proyek, asesmen
karakter, dan refleksi pembelajaran4.
2)
Integrasi P5 dalam
Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP)
Setiap sekolah dan madrasah perlu
mengintegrasikan tema P5 ke dalam rencana tahunan sekolah, termasuk perencanaan
alokasi waktu, tim pelaksana, dan strategi asesmen berbasis dimensi karakter.
3)
Pemberdayaan Komunitas
Sekitar sebagai Mitra Proyek
Untuk menguatkan konteks lokal dan keberlanjutan
proyek, keterlibatan tokoh masyarakat, dunia usaha, serta organisasi lokal
perlu difasilitasi sebagai mitra kolaboratif.
4)
Monitoring dan Evaluasi
Berbasis Refleksi
Pusat dan daerah perlu membangun sistem
monitoring P5 yang berfokus pada praktik baik, kendala lapangan, serta
pertumbuhan karakter siswa—bukan sekadar kepatuhan administratif.
5)
Penguatan Infrastruktur
Pendukung Proyek di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal)
Pemerataan akses sumber daya teknologi, bahan
ajar kontekstual, dan pendampingan lapangan harus menjadi prioritas utama untuk
memastikan pemerataan kualitas pelaksanaan P5 secara nasional5.
Secara keseluruhan,
keberhasilan P5 memerlukan kerja sama lintas level—dari pengambil kebijakan
hingga pelaku pendidikan di lapangan. Hanya dengan pendekatan holistik,
kolaboratif, dan kontekstual, P5 dapat menjadi landasan kokoh dalam membangun generasi
Indonesia emas yang berakhlak mulia, kompeten, dan berdaya
saing global.
Footnotes
[1]
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia, Panduan Implementasi
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 3–5.
[2]
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: P5 dan Transformasi
Pembelajaran (Jakarta:
Kemendikbudristek, 2022), 8–9.
[3]
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Refleksi
Nasional Implementasi Kurikulum Merdeka dan P5 Tahun 2022 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 11–12.
[4]
Kemendikbudristek, Platform Merdeka
Mengajar: Pelatihan Asesmen Proyek
(diakses 6 Mei 2025), https://guru.kemdikbud.go.id.
[5]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kebijakan Pemerataan Akses Kurikulum Merdeka dan P5 di Daerah 3T (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 7–9.
Daftar Pustaka
Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan. (2022). Panduan
kepemimpinan kepala sekolah dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Jakarta:
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen.
(2021). Modul pelatihan sekolah penggerak: Implementasi projek P5 di jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Kemendikbudristek.
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen.
(2022). Modul pelatihan sekolah penggerak: Penilaian dalam P5. Jakarta:
Kemendikbudristek.
Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen.
(2022). Laporan refleksi implementasi Kurikulum Merdeka tahap awal.
Jakarta: Kemendikbudristek.
Direktorat KSKK Madrasah. (2023). Laporan
implementasi P5 di madrasah model program Sekolah Penggerak tahun 2023.
Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.
Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan. (2022). Dokumentasi
praktik baik projek P5 di SMK. Jakarta: Kemendikbudristek.
John W. Thomas. (2000). A review of research on
project-based learning. California: The Autodesk Foundation.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. (2017). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017
tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. (2020). Rencana strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
tahun 2020–2024. Jakarta: Kemdikbud.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. (2022). Desain Kurikulum Merdeka. Jakarta: Badan Standar,
Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. (2022). Panduan kemitraan sekolah dalam proyek P5. Jakarta:
Kemendikbudristek.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia. (2021). Panduan implementasi Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia. (2022). Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman penerapan
kurikulum dalam rangka pemulihan pembelajaran. Jakarta: Kemendikbudristek.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia. (2022). Petunjuk teknis Projek Penguatan
Profil Pelajar Pancasila di sekolah dasar dan menengah. Jakarta:
Kemendikbudristek.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi Republik Indonesia. (2023). Kebijakan pemerataan akses Kurikulum
Merdeka dan P5 di daerah 3T. Jakarta: Kemendikbudristek.
Ki Hadjar Dewantara. (2004). Karya Ki Hadjar
Dewantara bagian pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. (2022). Buku
saku praktik refleksi dan self-assessment dalam P5. Jakarta:
Kemendikbudristek.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. (2023). Refleksi
nasional implementasi Kurikulum Merdeka dan P5 tahun 2022. Jakarta:
Kemendikbudristek.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Tengah.
(2023). Kumpulan praktik baik P5 berbasis kearifan lokal di madrasah.
Semarang: Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah.
Pusat Asesmen dan Pembelajaran. (2022). Buku
saku pemantauan dan evaluasi P5. Jakarta: Kemendikbudristek.
Thomas, L. (1991). Educating for character: How
our schools can teach respect and responsibility. New York: Bantam Books.
World Economic Forum. (2020). The future of jobs
report 2020. Geneva: World Economic Forum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar