Rabu, 14 Mei 2025

P5: Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

Strategi Integratif Penguatan Karakter dan Kompetensi Abad 21 dalam Kurikulum Merdeka


Alihkan ke: Kurikulum Merdeka.

P5RA, Profil Lulusan 8 Dimensi.


Abstrak

Artikel ini membahas secara komprehensif tentang Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) sebagai strategi kunci dalam implementasi Kurikulum Merdeka yang menekankan integrasi antara penguatan karakter dan pengembangan kompetensi abad ke-21. Berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan filosofi pendidikan nasional, P5 dirancang sebagai kegiatan kokurikuler berbasis proyek yang holistik, kontekstual, dan partisipatif. Artikel ini mengkaji secara sistematis landasan filosofis dan regulatif P5, tujuan dan fungsinya dalam pembelajaran, struktur pelaksanaan, prinsip-prinsip pengembangan tema, hingga metode implementasi di satuan pendidikan. Berbagai praktik baik dan studi kasus di sekolah dan madrasah dijadikan sebagai bukti empiris keberhasilan P5 dalam membentuk karakter pelajar Indonesia yang beriman, mandiri, kreatif, bernalar kritis, bergotong royong, dan berkebinekaan global. Selain itu, artikel ini menyoroti tantangan implementasi seperti keterbatasan kapasitas guru dan sumber daya pendidikan, serta menawarkan solusi strategis berbasis pelatihan, kolaborasi multipihak, dan evaluasi reflektif. Dengan pendekatan yang kontekstual dan transformatif, P5 dipandang sebagai instrumen efektif untuk merealisasikan cita-cita pendidikan nasional menuju generasi Indonesia Emas 2045.

Kata Kunci: Profil Pelajar Pancasila, Kurikulum Merdeka, Projek P5, Pendidikan Karakter, Pembelajaran Abad 21, Pendidikan Holistik, Asesmen Autentik, Sekolah Penggerak.


PEMBAHASAN

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila


1.           Pendahuluan

Pendidikan di abad ke-21 dihadapkan pada tantangan kompleks yang menuntut transformasi paradigma, dari sekadar transfer pengetahuan menuju pembentukan karakter dan kompetensi yang holistik. Peserta didik tidak hanya dituntut untuk cakap dalam aspek kognitif, tetapi juga memiliki kemampuan sosial-emosional, berpikir kritis, kreatif, dan mampu beradaptasi dengan dinamika global. Dalam konteks ini, Indonesia merespons kebutuhan tersebut melalui kebijakan Kurikulum Merdeka, yang menekankan pada pembelajaran yang lebih fleksibel, berpusat pada peserta didik, dan berorientasi pada penguatan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Salah satu elemen penting dalam Kurikulum Merdeka adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

P5 merupakan bentuk kegiatan kokurikuler yang bertujuan untuk menginternalisasikan nilai-nilai luhur Pancasila melalui pengalaman belajar yang bermakna dan kontekstual. P5 tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap pembelajaran intrakurikuler, tetapi juga sebagai wahana untuk membentuk profil pelajar ideal Indonesia: beriman dan bertakwa, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif—yang dikenal sebagai enam dimensi Profil Pelajar Pancasila1. Dengan demikian, P5 menjadi instrumen strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga kokoh dalam integritas moral dan nasionalisme.

Kelahiran P5 merupakan respons terhadap hasil evaluasi berbagai kurikulum sebelumnya, termasuk Kurikulum 2013, yang dinilai belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan perubahan zaman dan kebutuhan penguatan karakter. Dalam kajian yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), ditemukan bahwa pembelajaran yang bersifat tekstual dan terfragmentasi tidak cukup memadai untuk membentuk peserta didik yang utuh sebagai warga negara global yang bertanggung jawab2.

Lebih jauh lagi, Kurikulum Merdeka melalui P5 memberikan ruang kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), yang terbukti secara teoritis dan empiris dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kolaboratif, serta mengasah empati dan kesadaran sosial3. Implementasi P5 juga memungkinkan integrasi lintas disiplin ilmu dengan mempertimbangkan konteks lokal dan potensi komunitas sekitar, sehingga pembelajaran menjadi lebih relevan dan kontekstual bagi kehidupan peserta didik.

Urgensi pembahasan mengenai P5 semakin relevan mengingat tantangan pendidikan ke depan yang bersifat multidimensional: mulai dari disrupsi teknologi, krisis identitas kebangsaan, hingga minimnya literasi karakter di kalangan generasi muda. Oleh karena itu, artikel ini akan mengkaji secara komprehensif mengenai latar belakang filosofis, regulasi, referensi keilmuan, serta metode implementasi P5 sebagai strategi integratif dalam membentuk Profil Pelajar Pancasila yang tangguh dan adaptif menghadapi zaman.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 4–5.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Rencana Strategis Kemdikbud 2020–2024 (Jakarta: Sekretariat Jenderal Kemdikbud, 2020), 24–26.

[3]                Thomas Markham, “Project Based Learning: Design and Practice for 21st Century Learners,” Teaching for the 21st Century, ed. by BIE (California: Buck Institute for Education, 2011), 2–3.


2.           Landasan Filosofis dan Teoritis P5

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) memiliki akar yang kuat dalam landasan filosofis pendidikan nasional Indonesia, yang berpijak pada nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa, dan panduan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan dalam konteks ini tidak hanya bertujuan mencetak individu cakap secara intelektual, tetapi juga manusia seutuhnya—beriman, bermoral, dan bertanggung jawab sosial. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yang menempatkan pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia dan membentuk watak sesuai kodrat alam dan zaman1.

Filsafat pendidikan Pancasila menghendaki agar peserta didik tidak tercerabut dari akar budaya bangsa dan memiliki kesadaran kebangsaan yang kuat di tengah arus globalisasi. Dalam pandangan ini, Profil Pelajar Pancasila merupakan elaborasi operasional dari cita-cita pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab2.

Secara teoritis, pengembangan P5 didasari oleh pendekatan pendidikan karakter holistik, yang mengintegrasikan nilai-nilai moral ke dalam proses pembelajaran dan kehidupan sehari-hari di sekolah. Model ini mengacu pada teori Thomas Lickona yang menyebutkan bahwa pendidikan karakter yang efektif harus menyentuh aspek pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan tindakan moral (moral action)3. P5 dirancang untuk memberikan ruang praktik nyata bagi peserta didik untuk mengalami nilai-nilai tersebut dalam konteks yang kontekstual, bukan sekadar dalam bentuk narasi teoritis.

Selain itu, pelaksanaan P5 juga memanfaatkan pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning/PjBL), yang berakar dari teori konstruktivisme. Dalam teori ini, belajar dianggap sebagai proses aktif di mana peserta didik membangun pemahaman melalui pengalaman nyata dan interaksi sosial4. PjBL memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memecahkan masalah, bekerja dalam tim, melakukan riset, dan menyampaikan ide secara kreatif—semuanya merupakan karakteristik penting dalam pembentukan profil pelajar abad 21.

Proyek-proyek yang dilakukan dalam P5 dirancang untuk membangun agency atau kemampuan bertindak secara mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini berlandaskan pada prinsip bahwa peserta didik bukan sekadar objek pendidikan, melainkan subjek yang aktif dalam merancang, menjalankan, dan merefleksikan proses belajarnya sendiri5. Dengan demikian, P5 mencerminkan sebuah paradigma baru dalam pendidikan Indonesia—yakni pendidikan yang berakar pada nilai-nilai lokal, berorientasi global, dan berbasis pada partisipasi aktif peserta didik dalam membentuk masa depannya.


Footnotes

[1]                Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan, ed. Majelis Luhur Tamansiswa (Yogyakarta: MLTS, 2004), 28–30.

[2]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003), Pasal 3.

[3]                Thomas Lickona, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility (New York: Bantam Books, 1991), 51–55.

[4]                John W. Thomas, A Review of Research on Project-Based Learning (California: The Autodesk Foundation, 2000), 2–3.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 12–13.


3.           Regulasi dan Kebijakan yang Melandasi P5

Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) tidak dapat dilepaskan dari kerangka regulatif dan kebijakan nasional yang mengarahkan transformasi sistem pendidikan Indonesia menuju pendekatan yang lebih kontekstual, partisipatif, dan berbasis nilai. P5 merupakan bagian integral dari Kurikulum Merdeka, yang secara resmi ditetapkan melalui berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan strategis Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Secara normatif, dasar hukum utama pelaksanaan P5 mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 3, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab1. Tujuan ini selaras dengan enam dimensi Profil Pelajar Pancasila, yang menjadi sasaran utama P5 dalam konteks pembelajaran holistik.

Kebijakan operasional mengenai Kurikulum Merdeka dan P5 lebih lanjut diatur dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran, yang menetapkan P5 sebagai kegiatan kokurikuler wajib di semua jenjang pendidikan dasar dan menengah2. Regulasi ini juga memberikan kewenangan kepada satuan pendidikan untuk mengelola kurikulum operasionalnya secara fleksibel, termasuk dalam memilih tema P5 yang relevan dengan konteks lokal.

Sebelumnya, arah penguatan karakter peserta didik juga telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Regulasi ini menegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan bagian dari pembangunan manusia Indonesia secara utuh dan menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat3. P5 dapat dipandang sebagai bentuk implementasi konkret dari kebijakan PPK dalam paradigma Kurikulum Merdeka yang lebih progresif.

Dari sisi kebijakan strategis, Rencana Strategis (Renstra) Kemendikbudristek 2020–2024 menempatkan penguatan karakter sebagai prioritas utama dalam pembangunan pendidikan nasional. Dalam dokumen tersebut, ditegaskan pentingnya pembelajaran yang relevan dengan kehidupan nyata dan mendorong terbentuknya pelajar yang bernalar kritis, inovatif, dan memiliki semangat gotong royong serta kebinekaan4. P5 secara langsung dirancang untuk menjawab kebutuhan ini dengan pendekatan pembelajaran berbasis proyek yang eksploratif dan reflektif.

Selaras dengan visi besar tersebut, Platform Merdeka Mengajar yang diluncurkan oleh Kemendikbudristek juga mendukung implementasi P5 dengan menyediakan berbagai sumber daya, pelatihan daring, dan panduan teknis bagi pendidik. Hal ini memperlihatkan adanya dukungan sistemik dan berkelanjutan dari pemerintah dalam memastikan keberhasilan transformasi pendidikan melalui P5.

Dengan demikian, regulasi dan kebijakan yang melandasi P5 menunjukkan konsistensi arah pembangunan pendidikan nasional yang berfokus pada penguatan karakter, partisipasi aktif peserta didik, dan adaptasi terhadap tantangan abad ke-21. Kerangka normatif ini menjadi pijakan penting dalam menjamin legalitas, keberlanjutan, dan efektivitas pelaksanaan P5 di satuan pendidikan.


Footnotes

[1]                Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sekretariat Negara, 2003), Pasal 3.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), Pasal 6–9.

[3]                Republik Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (Jakarta: Sekretariat Negara, 2017), Pasal 2–4.

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020–2024 (Jakarta: Kemdikbud, 2020), 14–18.


4.           Tujuan dan Fungsi Projek P5 dalam Kurikulum Merdeka

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan instrumen strategis dalam implementasi Kurikulum Merdeka yang bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi utuh sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional. Berbeda dari pendekatan kurikulum yang bersifat akademis semata, P5 secara eksplisit menitikberatkan pada pembentukan karakter dan kompetensi sosial-kultural peserta didik melalui pengalaman belajar yang nyata, kontekstual, dan reflektif1.

Tujuan utama P5 adalah untuk menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam diri peserta didik, tidak hanya dalam tataran kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik. Hal ini selaras dengan visi Profil Pelajar Pancasila yang mencakup enam dimensi utama:

1)                  Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia

2)                  Berkebinekaan global

3)                  Bergotong royong

4)                  Mandiri

5)                  Bernalar kritis

6)                  Kreatif2

Melalui P5, peserta didik diberi ruang untuk mengalami secara langsung bagaimana nilai-nilai tersebut bekerja dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain, P5 tidak sekadar menjadi medium pembelajaran, tetapi merupakan wahana pembentukan jati diri siswa sebagai warga negara yang tangguh dalam menghadapi kompleksitas kehidupan global, namun tetap berpijak pada jati diri kebangsaan.

Fungsi P5 dalam Kurikulum Merdeka juga sangat relevan dalam menjembatani kesenjangan antara capaian pembelajaran akademik dan pembentukan karakter. Di satu sisi, P5 mendorong peserta didik untuk mengembangkan soft skills seperti kepemimpinan, empati, komunikasi, dan kerja tim. Di sisi lain, proyek ini juga berperan dalam memperkuat kompetensi abad ke-21, seperti pemecahan masalah, kolaborasi, literasi digital, serta inovasi dan kewirausahaan3.

Lebih dari itu, P5 berfungsi sebagai platform pembelajaran lintas disiplin, yang memungkinkan peserta didik untuk mengintegrasikan berbagai pengetahuan dari mata pelajaran berbeda dalam satu kesatuan pengalaman belajar yang utuh. Pendekatan lintas bidang ini tidak hanya meningkatkan relevansi pembelajaran, tetapi juga mendekatkan peserta didik pada persoalan nyata di lingkungan sosial mereka.

P5 juga dirancang untuk memperkuat otonomi satuan pendidikan dalam menyusun dan mengembangkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan siswa. Hal ini memberikan ruang kreativitas bagi guru dan komunitas sekolah dalam menentukan tema, metode, serta bentuk asesmen yang relevan dan bermakna bagi perkembangan karakter peserta didik4.

Dengan demikian, P5 berperan sebagai jembatan antara ideologi Pancasila dengan praktik pendidikan sehari-hari. Ia bukan sekadar program tambahan, tetapi fondasi kultural dan pedagogis dari Kurikulum Merdeka itu sendiri. P5 hadir sebagai ruang kolaboratif dan reflektif yang mengajak seluruh ekosistem pendidikan—peserta didik, guru, orang tua, dan masyarakat—untuk terlibat aktif dalam pembentukan generasi yang berkarakter, berdaya saing, dan berakar pada nilai-nilai luhur bangsa.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 6–8.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka (Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, 2022), 11–13.

[3]                World Economic Forum, The Future of Jobs Report 2020 (Geneva: WEF, 2020), 33–36.

[4]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), Lampiran III.


5.           Struktur, Prinsip, dan Dimensi Projek P5

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam Kurikulum Merdeka dirancang secara sistematis sebagai kegiatan kokurikuler yang memiliki struktur, prinsip pelaksanaan, serta dimensi tujuan yang jelas. Ketiga aspek ini menjadi fondasi utama agar pelaksanaan P5 tidak bersifat seremonial semata, melainkan mampu menciptakan pengalaman belajar yang bermakna dan transformasional bagi peserta didik.

5.1.       Struktur Projek P5

Secara struktural, P5 terintegrasi ke dalam kurikulum operasional satuan pendidikan dengan alokasi waktu yang khusus dan fleksibel. P5 bukan bagian dari mata pelajaran tertentu, melainkan berdiri sebagai kegiatan terpisah yang dirancang dalam bentuk pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). Dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah, alokasi waktu untuk P5 ditetapkan sekitar 20–30% dari total jam pelajaran dalam satu tahun ajaran, tergantung pada jenjang dan fase pendidikan1.

Setiap satuan pendidikan diwajibkan melaksanakan sedikitnya dua proyek P5 setiap tahun ajaran, dengan satu proyek dilakukan setiap semester. Proyek ini disusun berdasarkan tema-tema prioritas nasional, namun tetap dapat dikontekstualisasikan sesuai dengan potensi lokal dan kebutuhan peserta didik. Struktur pelaksanaannya dibagi dalam tiga fase utama: perencanaan proyek, pelaksanaan kegiatan, dan refleksi-evaluasi hasil belajar2.

5.2.       Prinsip Pelaksanaan P5

Dalam implementasinya, P5 berlandaskan pada empat prinsip utama yang menjiwai proses pembelajaran:

·                     Holistik: P5 berorientasi pada pengembangan karakter secara utuh, melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

·                     Kontekstual: Proyek dikembangkan berdasarkan isu dan potensi yang relevan dengan lingkungan sekitar peserta didik, baik lokal, nasional, maupun global.

·                     Eksploratif: P5 mendorong peserta didik untuk aktif mengeksplorasi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan secara mandiri dan kolaboratif.

·                     Berpusat pada peserta didik: Seluruh proses proyek menempatkan peserta didik sebagai subjek utama yang memiliki agency dalam menentukan arah pembelajaran mereka sendiri3.

Prinsip-prinsip ini juga menunjukkan bahwa P5 merupakan bentuk nyata dari paradigma pendidikan yang menekankan proses, bukan hanya hasil. Guru berperan sebagai fasilitator dan pendamping, bukan satu-satunya sumber informasi.

5.3.       Dimensi Profil Pelajar Pancasila

P5 bertujuan membentuk peserta didik yang merepresentasikan Profil Pelajar Pancasila—suatu model karakter ideal warga negara Indonesia abad ke-21. Profil ini dirumuskan dalam enam dimensi utama yang menjadi arah dan ukuran penguatan karakter peserta didik:

1)                  Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia

Menunjukkan integritas spiritual dan perilaku etis dalam kehidupan pribadi dan sosial.

2)                  Berkebinekaan global

Menghargai keberagaman budaya, bersikap inklusif, serta terbuka terhadap perspektif global.

3)                  Bergotong royong

Mengedepankan kolaborasi, solidaritas, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

4)                  Mandiri

Mampu mengelola diri, memotivasi diri, dan bertanggung jawab atas proses serta hasil belajarnya sendiri.

5)                  Bernalar kritis

Menganalisis informasi secara objektif, menyelesaikan masalah secara sistematis, dan membuat keputusan berdasarkan data.

6)                  Kreatif

Menghasilkan gagasan dan karya inovatif dengan memanfaatkan berbagai sumber dan teknologi4.

Dimensi-dimensi tersebut tidak dipelajari secara terpisah, melainkan dibentuk melalui pengalaman nyata yang terstruktur dalam proyek. Setiap proyek P5 harus dirancang agar minimal mengembangkan dua dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran karakter yang ditargetkan.


Dengan struktur yang fleksibel, prinsip pelaksanaan yang berpihak pada peserta didik, serta dimensi karakter yang terukur, P5 menjadi model pembelajaran yang merevolusi pendekatan pendidikan karakter di Indonesia. Ia bukan sekadar agenda pendidikan formal, tetapi juga wahana pembentukan ekosistem belajar yang relevan dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan tuntutan dunia modern.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 9–10.

[2]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), Lampiran III.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka (Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, 2022), 16–18.

[4]                Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Profil Pelajar Pancasila: Panduan Sekolah Penggerak (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 5–7.


6.           Tema-Tema Prioritas dan Fleksibilitas Konteks Satuan Pendidikan

Dalam pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), tema proyek menjadi kerangka utama yang mengarahkan tujuan pembelajaran karakter dan pengembangan kompetensi peserta didik. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menetapkan tujuh tema utama sebagai acuan nasional yang dapat dikembangkan dan dipilih oleh satuan pendidikan sesuai konteks masing-masing1.

6.1.       Tujuh Tema Prioritas Nasional P5

Ketujuh tema prioritas tersebut dirancang untuk menjawab isu-isu strategis yang relevan dengan tantangan global dan lokal, serta membentuk karakter peserta didik yang adaptif, tangguh, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. Tema-tema tersebut meliputi:

1)                  Gaya Hidup Berkelanjutan

Mendorong kesadaran ekologis, perilaku ramah lingkungan, dan tanggung jawab terhadap keberlanjutan bumi.

2)                  Kearifan Lokal

Mengangkat nilai-nilai budaya lokal sebagai identitas dan sumber kebijaksanaan dalam kehidupan modern.

3)                  Bhinneka Tunggal Ika

Memperkuat semangat toleransi, menghargai perbedaan, dan memperkuat persatuan dalam keberagaman.

4)                  Bangunlah Jiwa dan Raganya

Menekankan pentingnya kesehatan fisik, mental, dan keseimbangan hidup sebagai dasar pencapaian potensi diri.

5)                  Suara Demokrasi

Membina peserta didik agar memahami prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan tanggung jawab sebagai warga negara.

6)                  Rekayasa dan Teknologi

Mendorong inovasi, pemikiran kreatif, dan kemampuan teknologi untuk memecahkan masalah nyata di masyarakat.

7)                  Kewirausahaan

Mengembangkan jiwa wirausaha, kreativitas dalam berkarya, serta tanggung jawab sosial dalam dunia usaha2.

Ketujuh tema tersebut tidak berdiri secara kaku, tetapi dimaksudkan sebagai kerangka fleksibel yang dapat dikontekstualisasikan sesuai kebutuhan dan karakteristik satuan pendidikan, peserta didik, serta lingkungan sosial-budaya setempat.

6.2.       Fleksibilitas Konteks dalam Satuan Pendidikan

Kurikulum Merdeka memberikan otonomi luas kepada sekolah dan madrasah untuk memilih, memodifikasi, bahkan menyusun subtema proyek P5 berdasarkan hasil asesmen konteks dan kebutuhan nyata di lapangan. Satuan pendidikan diberi kebebasan untuk menyesuaikan desain proyek dengan mempertimbangkan:

·                     Karakteristik peserta didik

·                     Nilai dan budaya lokal

·                     Isu aktual yang berkembang di masyarakat

·                     Potensi daerah, sumber daya manusia, dan jejaring kemitraan lokal

Misalnya, sekolah di kawasan pesisir dapat memilih tema Gaya Hidup Berkelanjutan dengan subtema "Konservasi Laut dan Ekosistem Mangrove". Madrasah berbasis pesantren dapat mengembangkan tema Kearifan Lokal dengan proyek “Revitalisasi Tradisi Santri dalam Masyarakat Digital”. Satuan pendidikan multikultural dapat mengekspresikan tema Bhinneka Tunggal Ika melalui proyek “Festival Budaya Nusantara” yang menampilkan keragaman etnis di lingkungan sekolah3.

Fleksibilitas ini merupakan bentuk konkret dari prinsip “berpusat pada peserta didik dan konteksnya”, serta mendorong keterlibatan aktif guru dalam merancang pembelajaran yang autentik dan bermakna. Proses inilah yang kemudian memungkinkan peserta didik untuk belajar tidak hanya dari buku, tetapi dari kehidupan nyata dan lingkungan sekitarnya.

6.3.       Sinergi antara Tema dan Dimensi Profil Pelajar Pancasila

Setiap tema P5 dirancang untuk mengembangkan minimal dua dari enam dimensi Profil Pelajar Pancasila, namun dalam praktiknya, pengembangan dapat mencakup lebih dari dua dimensi tergantung pada cakupan dan kompleksitas proyek. Sebagai contoh:

·                     Tema Kewirausahaan dapat mengembangkan dimensi mandiri, kreatif, dan bergotong royong.

·                     Tema Suara Demokrasi secara langsung berkaitan dengan dimensi berkebinekaan global dan beriman serta berakhlak mulia, dalam konteks memahami hak dan tanggung jawab.

Sinergi ini memastikan bahwa setiap proyek tidak hanya menciptakan produk, tetapi juga membentuk nilai-nilai dalam diri peserta didik secara utuh4.


Dengan pendekatan tematik yang adaptif dan berbasis konteks, P5 memberikan ruang luas bagi satuan pendidikan untuk menciptakan model pembelajaran karakter yang autentik, berakar pada nilai lokal, namun tetap relevan dengan tantangan global. Inilah kekuatan P5 sebagai wahana pembelajaran hidup yang memadukan ideologi Pancasila dengan praktik pendidikan abad ke-21.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 17–18.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka (Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, 2022), 21–23.

[3]                Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: Implementasi Projek P5 di Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 14–15.

[4]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Platform Merdeka Mengajar – Tema dan Dimensi P5, diakses 3 Mei 2025, https://guru.kemdikbud.go.id.


7.           Metode Implementasi P5 di Satuan Pendidikan

Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di satuan pendidikan merupakan proses kompleks yang membutuhkan strategi sistematis, kolaboratif, dan berkelanjutan. Keberhasilan implementasi tidak hanya ditentukan oleh desain kurikulum, tetapi juga oleh keterlibatan aktif seluruh elemen ekosistem pendidikan, mulai dari kepala sekolah, guru, peserta didik, hingga masyarakat sekitar. Oleh karena itu, metode implementasi P5 harus memperhatikan berbagai aspek teknis dan kontekstual agar pelaksanaannya tidak sekadar formalitas, melainkan mampu menciptakan transformasi pembelajaran yang nyata dan bermakna.

7.1.       Tahapan Implementasi: Perencanaan, Pelaksanaan, dan Refleksi

Secara umum, implementasi P5 mencakup tiga tahap utama:

·                     Perencanaan

Satuan pendidikan membentuk tim fasilitator P5 yang terdiri dari guru lintas mata pelajaran, wakil kepala sekolah, serta pihak lain yang relevan. Pada tahap ini, sekolah melakukan asesmen konteks (internal dan eksternal), pemilihan tema, dan perumusan tujuan proyek berdasarkan dimensi Profil Pelajar Pancasila yang ingin dikembangkan1.

·                     Pelaksanaan

Tahap ini melibatkan kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan aksi nyata peserta didik. Pembelajaran dilakukan dengan pendekatan berbasis proyek (project-based learning), di mana peserta didik diberi kebebasan untuk mengembangkan ide, berkolaborasi, dan menghasilkan produk atau solusi yang relevan dengan tema yang diangkat2. Guru berperan sebagai fasilitator, pendamping, dan evaluator sepanjang proses.

·                     Refleksi dan Tindak Lanjut

Di akhir proyek, peserta didik melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar yang dialami. Refleksi ini mencakup pemahaman nilai-nilai yang diperoleh, kendala yang dihadapi, dan rencana pengembangan diri ke depan. Proses ini diperkuat dengan dokumentasi portofolio dan penilaian berbasis rubrik3.

7.2.       Model Pelaksanaan: Monolitik dan Terintegrasi

Metode implementasi P5 dapat dilakukan melalui dua model pendekatan, yaitu:

·                     Model Monolitik

Proyek dirancang dan dilaksanakan secara terpisah dari mata pelajaran. Guru-guru membentuk tim khusus untuk merancang proyek yang berdiri sendiri sebagai kegiatan kokurikuler. Model ini memberi keleluasaan untuk eksplorasi tema secara mendalam dan multidisipliner.

·                     Model Terintegrasi

Proyek dikaitkan dengan materi dari beberapa mata pelajaran yang relevan. Misalnya, tema Gaya Hidup Berkelanjutan dapat diintegrasikan dengan pelajaran Biologi, IPS, dan Bahasa Indonesia. Model ini memungkinkan sinergi antara pembelajaran intrakurikuler dan proyek karakter4.

Pemilihan model disesuaikan dengan kesiapan satuan pendidikan, kompetensi guru, dan kondisi peserta didik. Kedua model sama-sama valid selama tetap berpedoman pada prinsip dan tujuan P5.

7.3.       Kolaborasi dan Keterlibatan Multipihak

Salah satu kekuatan utama P5 terletak pada dorongannya terhadap partisipasi multipihak (multi-stakeholders). Implementasi proyek yang berhasil umumnya melibatkan:

·                     Peserta didik sebagai subjek aktif yang berinisiatif, berkolaborasi, dan bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.

·                     Guru sebagai fasilitator, pemantik diskusi, dan pembimbing dalam eksplorasi nilai dan keterampilan.

·                     Kepala sekolah dan manajemen sekolah sebagai pengarah kebijakan dan penguat budaya kolaboratif di sekolah.

·                     Orang tua dan masyarakat sebagai mitra dalam mendukung dan memperkuat konteks proyek di luar sekolah5.

Kemitraan ini sangat penting untuk memperkaya konteks proyek, membuka ruang praktik sosial nyata, dan memperluas dampak pembelajaran karakter peserta didik.

7.4.       Strategi Penunjang: Pelatihan Guru dan Platform Digital

Kemendikbudristek menyediakan Platform Merdeka Mengajar sebagai sarana pelatihan, referensi, dan kolaborasi guru dalam mendesain serta melaksanakan P5. Modul pelatihan, video inspiratif, dan forum komunitas disediakan untuk meningkatkan kapasitas guru sebagai fasilitator P56.

Selain itu, keberhasilan implementasi P5 sangat dipengaruhi oleh budaya reflektif dan evaluatif yang dibangun di lingkungan sekolah. Refleksi bersama antar guru secara berkala menjadi praktik penting untuk menilai efektivitas pendekatan, mengatasi hambatan, dan menyusun strategi perbaikan ke depan.


Melalui pendekatan yang fleksibel namun terstruktur, P5 memberi ruang luas bagi inovasi pembelajaran berbasis karakter. Dengan dukungan metode yang tepat dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, P5 dapat menjadi katalisator perubahan pendidikan Indonesia menuju arah yang lebih humanis, kontekstual, dan berkarakter.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 12–14.

[2]                John W. Thomas, A Review of Research on Project-Based Learning (California: The Autodesk Foundation, 2000), 4–6.

[3]                Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: Implementasi Projek P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 22–24.

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka (Jakarta: BSKAP, 2022), 25–27.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 10–11.

[6]                Kemendikbudristek, Platform Merdeka Mengajar, diakses 5 Mei 2025, https://guru.kemdikbud.go.id.


8.           Praktik Baik dan Studi Kasus Implementasi P5

Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di berbagai satuan pendidikan menunjukkan beragam praktik baik yang menjadi inspirasi nasional dalam mewujudkan pendidikan karakter berbasis nilai dan konteks lokal. Meskipun implementasinya masih dalam tahap pengembangan, berbagai studi kasus telah menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual, kolaboratif, dan berbasis proyek mampu membangun pengalaman belajar yang mendalam serta berdampak jangka panjang terhadap peserta didik.

8.1.       Praktik Baik dari Sekolah Penggerak

Salah satu contoh menonjol berasal dari SMPN 1 Temanggung, Jawa Tengah, yang mengembangkan proyek P5 dengan tema Kearifan Lokal melalui kegiatan “Pasar Tradisional Mini”. Dalam proyek ini, peserta didik mempelajari nilai-nilai budaya, keterampilan berdagang, dan pentingnya keberlanjutan ekonomi lokal. Proyek ini melibatkan kolaborasi dengan pedagang pasar, orang tua, dan tokoh masyarakat, serta mengintegrasikan pelajaran IPS, Matematika, dan Bahasa Indonesia. Proyek ini sukses mengembangkan dimensi gotong royong, kreativitas, dan kemandirian peserta didik1.

Di SMKN 1 Cibinong, Jawa Barat, pelaksanaan proyek P5 mengambil tema Gaya Hidup Berkelanjutan dengan subproyek “Urban Farming Sekolah”. Para siswa secara kolektif merancang dan mengelola kebun hidroponik di halaman sekolah, yang hasilnya digunakan untuk konsumsi kantin dan dibagikan ke masyarakat sekitar. Proyek ini mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kewirausahaan, dan kesadaran lingkungan yang kuat pada siswa2.

8.2.       Studi Kasus di Madrasah Berbasis Pesantren

Praktik implementasi P5 juga dilakukan dengan pendekatan khas madrasah. MAN 2 Kota Kediri, misalnya, melaksanakan proyek P5 dengan tema Suara Demokrasi melalui kegiatan simulasi pemilu OSIM (Organisasi Siswa Intra Madrasah). Dalam kegiatan ini, peserta didik dilibatkan dalam proses kampanye, debat visi-misi, dan pemungutan suara berbasis digital. Kegiatan ini dirancang untuk mengembangkan dimensi berkebinekaan global, berakhlak mulia, serta berpikir kritis dalam memahami nilai-nilai demokrasi dan kepemimpinan3.

Sementara itu, MA Al-Muayyad Surakarta, mengusung tema Kearifan Lokal melalui program “Revitalisasi Manuskrip Islam Nusantara”. Peserta didik diajak meneliti, mendokumentasikan, dan menyajikan kembali karya-karya ulama lokal sebagai bagian dari warisan intelektual Islam di Indonesia. Proyek ini menanamkan rasa bangga terhadap identitas budaya dan literasi sejarah lokal serta memperkuat karakter spiritual dan akademik siswa4.

8.3.       Faktor Kunci Keberhasilan

Berdasarkan berbagai praktik di atas, terdapat beberapa faktor kunci keberhasilan implementasi P5 yang dapat diidentifikasi:

·                     Kepemimpinan transformasional dari kepala sekolah/madrasah yang mendukung inovasi kurikulum dan pembelajaran berbasis proyek.

·                     Keterlibatan guru lintas disiplin yang bekerja dalam tim untuk merancang dan memfasilitasi proyek.

·                     Kontekstualisasi tema proyek sesuai dengan isu dan kekayaan lokal peserta didik.

·                     Kemitraan strategis dengan orang tua, dunia usaha, dan komunitas lokal.

·                     Penguatan budaya refleksi dan dokumentasi, termasuk penggunaan portofolio siswa dan evaluasi partisipatif.

Keberhasilan tersebut menegaskan bahwa implementasi P5 bukanlah kegiatan yang seragam, melainkan fleksibel, inklusif, dan sensitif terhadap kondisi lokal. Praktik-praktik baik ini menunjukkan bahwa jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan kolaboratif, P5 mampu menciptakan ruang belajar yang tidak hanya mendidik tetapi juga menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan nyata peserta didik.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Modul Pelatihan P5 Jenjang SMP: Inspirasi Praktik Baik Sekolah Penggerak (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 35–36.

[2]                Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan, Dokumentasi Praktik Baik Projek P5 di SMK (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 12–13.

[3]                Direktorat KSKK Madrasah, Laporan Implementasi P5 di Madrasah Model Program Sekolah Penggerak Tahun 2023 (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 8–9.

[4]                Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Tengah, Kumpulan Praktik Baik P5 Berbasis Kearifan Lokal di Madrasah, ed. oleh LPM Jawa Tengah (Semarang: Kemenag Jateng, 2023), 14–16.


9.           Evaluasi dan Asesmen dalam Projek P5

Asesmen dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bukan hanya berfungsi sebagai alat ukur keberhasilan, tetapi juga sebagai proses pembelajaran yang mendorong refleksi, pertumbuhan pribadi, dan penguatan karakter peserta didik. Berbeda dari asesmen konvensional yang lebih bersifat kuantitatif dan berorientasi pada hasil akhir, asesmen dalam P5 mengutamakan pendekatan formatif, holistik, dan naratif, yang merekam proses perkembangan peserta didik dalam mencapai dimensi Profil Pelajar Pancasila secara autentik dan kontekstual1.

9.1.       Prinsip Dasar Asesmen P5

Asesmen dalam P5 dirancang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

·                     Berbasis proses, bukan hanya hasil akhir: menilai bagaimana peserta didik membangun pemahaman, keterampilan, dan nilai melalui tahapan proyek.

·                     Bersifat formatif dan reflektif: memberikan umpan balik secara berkelanjutan untuk mendorong perbaikan diri dan kesadaran belajar.

·                     Kualitatif dan deskriptif: menghindari penilaian angka sebagai satu-satunya indikator keberhasilan, dan menggantikannya dengan deskripsi capaian dan rekomendasi pengembangan karakter2.

Dengan prinsip ini, asesmen tidak dimaknai sebagai penghakiman, tetapi sebagai alat pedagogis yang membangun hubungan positif antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran berbasis nilai.

9.2.       Instrumen Asesmen: Rubrik, Portofolio, dan Refleksi

Tiga instrumen utama digunakan dalam proses evaluasi dan asesmen P5:

·                     Rubrik Penilaian

Rubrik dirancang untuk menilai capaian dimensi Profil Pelajar Pancasila dalam konteks proyek. Misalnya, untuk dimensi gotong royong, indikator dapat mencakup kemampuan bekerja dalam tim, menghargai pendapat orang lain, dan kontribusi dalam penyelesaian tugas bersama. Rubrik harus disusun secara jelas, berbasis indikator perilaku, dan bersifat terbuka bagi peserta didik3.

·                     Portofolio Peserta Didik

Portofolio merupakan kumpulan dokumentasi proses belajar, seperti jurnal, foto kegiatan, hasil karya, catatan refleksi, dan rekaman video. Portofolio menjadi bukti nyata bahwa peserta didik telah melalui proses belajar yang bernilai dan bermakna.

·                     Refleksi dan Self-Assessment

Refleksi adalah bagian penting dalam P5, di mana peserta didik menilai perkembangan dirinya sendiri secara jujur dan bertanggung jawab. Proses ini dapat dilakukan secara lisan, tertulis, atau melalui media kreatif seperti vlog atau presentasi. Refleksi membantu menumbuhkan kesadaran diri dan kepercayaan terhadap proses pembelajaran4.

9.3.       Peran Guru dan Kolaborasi Asesmen

Dalam konteks P5, guru berperan sebagai fasilitator asesmen yang mendorong partisipasi aktif peserta didik dalam menilai diri dan kelompoknya. Guru juga berkolaborasi lintas mata pelajaran untuk menyusun rubrik terpadu dan membagikan tanggung jawab penilaian sesuai dengan aspek yang dikembangkan dalam proyek. Pendekatan ini menciptakan budaya evaluasi yang kolektif dan menyeluruh.

Selain itu, keterlibatan orang tua dan masyarakat juga dapat menjadi bagian dari proses asesmen, terutama dalam proyek yang berdampak pada komunitas. Umpan balik dari luar sekolah memperkaya perspektif dan memberi nilai autentik terhadap kontribusi peserta didik di dunia nyata5.

9.4.       Tantangan dan Strategi Penguatan

Meski pendekatan asesmen dalam P5 menjanjikan penguatan karakter yang autentik, sejumlah tantangan masih dihadapi satuan pendidikan, antara lain:

·                     Kurangnya pemahaman guru dalam merancang rubrik yang sesuai

·                     Beban administratif yang tinggi jika asesmen tidak dirancang efisien

·                     Belum adanya integrasi sistematis dengan laporan perkembangan peserta didik

Sebagai solusinya, Kemendikbudristek mendorong penguatan kapasitas guru melalui pelatihan asesmen autentik, penyederhanaan instrumen penilaian, serta integrasi asesmen P5 ke dalam rapor pendidikan berbasis deskripsi perkembangan karakter dan kompetensi sosial6.


Melalui asesmen yang berorientasi pada proses, refleksi, dan pertumbuhan karakter, P5 menghadirkan pendekatan evaluasi yang lebih manusiawi dan transformatif. Evaluasi tidak lagi menjadi beban administratif semata, melainkan bagian integral dari upaya memanusiakan pendidikan dan mewujudkan generasi yang berpikir kritis, berakhlak, dan siap menghadapi tantangan zaman.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 27–29.

[2]                Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: Penilaian dalam P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 5–6.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka (Jakarta: BSKAP, 2022), 28–29.

[4]                Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Buku Saku Praktik Refleksi dan Self-Assessment dalam P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 10–11.

[5]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Projek P5 di Sekolah Dasar dan Menengah (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 22.

[6]                Kemendikbudristek, Platform Merdeka Mengajar – Pelatihan Asesmen Proyek (diakses 5 Mei 2025), https://guru.kemdikbud.go.id.


10.       Tantangan dan Solusi Implementasi P5

Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di satuan pendidikan menghadirkan peluang besar bagi transformasi karakter peserta didik, namun sekaligus memunculkan tantangan struktural, pedagogis, dan kultural yang tidak dapat diabaikan. Untuk mewujudkan P5 secara optimal dan berkelanjutan, diperlukan strategi penanganan yang sistematis dan berbasis pada pengalaman lapangan serta praktik-praktik pendidikan yang adaptif dan kontekstual.

10.1.    Tantangan Implementasi P5

10.1.1.  Keterbatasan Kapasitas Guru

Banyak pendidik belum sepenuhnya memahami filosofi, tujuan, dan metode pelaksanaan P5, terutama dalam hal perancangan proyek lintas disiplin, penilaian berbasis rubrik, dan fasilitasi pembelajaran kolaboratif. Hal ini disebabkan oleh minimnya pelatihan teknis yang menyeluruh, beban kerja guru yang tinggi, serta keterbatasan waktu untuk kolaborasi antarguru1.

10.1.2.  Kultur Sekolah yang Belum Mendukung

Sebagian sekolah masih berorientasi pada capaian akademik konvensional dan belum menginternalisasi nilai-nilai pembelajaran berbasis karakter. P5 yang menekankan proses, kerja tim, dan refleksi sering kali dianggap kurang produktif secara kuantitatif dibanding ujian berbasis angka2.

10.1.3.  Keterbatasan Sumber Daya

Masih banyak satuan pendidikan, terutama di daerah terpencil, menghadapi keterbatasan infrastruktur, akses internet, dan bahan ajar kontekstual. Kekurangan ini menghambat pelaksanaan proyek berbasis teknologi, kolaborasi daring, serta dokumentasi portofolio secara digital3.

10.1.4.  Sinkronisasi dengan Kurikulum Operasional Sekolah (KOS)

P5 yang bersifat fleksibel menuntut penyelarasan dengan KOS dan manajemen waktu yang baik agar tidak tumpang tindih dengan pembelajaran intrakurikuler. Namun, tidak semua satuan pendidikan mampu menyusun strategi integrasi yang efektif dan efisien4.

10.2.    Solusi Strategis untuk Penguatan Implementasi

10.2.1.  Peningkatan Kapasitas Guru melalui Pelatihan Berbasis Praktik

Kemendikbudristek perlu memperluas program coaching dan mentoring yang bersifat praktis dan berbasis konteks, seperti melalui Platform Merdeka Mengajar atau komunitas belajar guru. Pelatihan harus mencakup perencanaan proyek, fasilitasi pembelajaran lintas disiplin, dan asesmen autentik berbasis karakter5.

10.2.2.  Penguatan Budaya Sekolah Kolaboratif

Kepala sekolah perlu membangun budaya sekolah yang kolaboratif, reflektif, dan partisipatif. Hal ini bisa dicapai melalui kebijakan alokasi waktu khusus untuk rapat perencanaan proyek, tim fasilitator P5 lintas mapel, serta penghargaan bagi inisiatif guru dan siswa yang inovatif6.

10.2.3.  Pemanfaatan Potensi Lokal dan Kemitraan Komunitas

Sekolah dapat mengoptimalkan P5 dengan melibatkan sumber daya lokal, seperti tokoh adat, pelaku UMKM, atau komunitas lingkungan. Ini memungkinkan pelaksanaan proyek tetap berjalan meskipun sumber daya digital terbatas. Selain itu, kemitraan dengan perguruan tinggi atau NGO lokal juga dapat memperkuat dukungan teknis dan tematik7.

10.2.4.  Integrasi P5 dalam Rencana Kurikulum dan Supervisi Akademik

P5 perlu dimasukkan secara eksplisit dalam Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP), termasuk jadwal pelaksanaan, tim pelaksana, dan indikator ketercapaian. Supervisi akademik dari pengawas juga perlu mengakomodasi evaluasi proses P5, bukan hanya capaian kognitif semata8.

10.2.5. Pemantauan dan Umpan Balik Berkelanjutan

Perlu dikembangkan sistem pemantauan berbasis data dan refleksi di tingkat sekolah untuk mengidentifikasi hambatan dan praktik baik pelaksanaan P5. Evaluasi ini dapat dilakukan secara berkala oleh tim fasilitator P5 dan dilaporkan melalui rapor pendidikan karakter yang terintegrasi9.


Dengan pendekatan yang adaptif, kolaboratif, dan berakar pada nilai-nilai lokal, tantangan dalam implementasi P5 dapat ditangani secara bertahap. Kunci keberhasilan P5 bukan terletak pada kesempurnaan teknis semata, melainkan pada komitmen kolektif untuk menghadirkan pendidikan yang lebih humanis, relevan, dan berdaya transformatif bagi masa depan peserta didik Indonesia.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: Strategi Implementasi P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 5–6.

[2]                Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Laporan Refleksi Implementasi Kurikulum Merdeka Tahap Awal (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 11–12.

[3]                Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Kajian Evaluatif Pelaksanaan P5 di Sekolah Non-Perkotaan (Jakarta: LPMP, 2023), 7–8.

[4]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Desain Kurikulum Merdeka (Jakarta: BSKAP, 2022), 31.

[5]                Kemendikbudristek, Platform Merdeka Mengajar: Pelatihan Implementasi P5, diakses 6 Mei 2025, https://guru.kemdikbud.go.id.

[6]                Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan, Panduan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 18.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Panduan Kemitraan Sekolah dalam Proyek P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 14–15.

[8]                Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Integrasi P5 dalam Kurikulum Madrasah (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2023), 9.

[9]                Pusat Asesmen dan Pembelajaran, Buku Saku Pemantauan dan Evaluasi P5 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 6.


11.       Kesimpulan dan Rekomendasi

11.1.    Kesimpulan

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) merupakan inovasi kurikuler dalam Kurikulum Merdeka yang bertujuan untuk menyeimbangkan pengembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik. Berlandaskan pada filosofi pendidikan nasional yang berpijak pada nilai-nilai Pancasila, P5 tidak hanya hadir sebagai strategi pembelajaran baru, tetapi juga sebagai transformasi kultural dalam sistem pendidikan Indonesia1.

P5 dirancang secara sistematis melalui struktur kokurikuler, prinsip pelaksanaan yang eksploratif dan partisipatif, serta tema-tema prioritas yang relevan dengan tantangan global dan lokal. Melalui enam dimensi Profil Pelajar Pancasila—beriman, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif—peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara abad ke-21 yang cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual2.

Implementasi P5 yang efektif terbukti melalui berbagai praktik baik dan studi kasus di sekolah dan madrasah penggerak. Namun demikian, pelaksanaannya tidak lepas dari tantangan seperti rendahnya kapasitas guru, keterbatasan sumber daya, dan belum terbentuknya budaya pembelajaran lintas disiplin. Oleh karena itu, keberhasilan P5 sangat ditentukan oleh kepemimpinan sekolah, kolaborasi multipihak, serta keberlanjutan sistem pendampingan dan evaluasi3.

Dengan pendekatan yang fleksibel dan berbasis kontekstual, P5 berpotensi besar menjadi katalisator perubahan pendidikan nasional yang lebih bermakna dan relevan dengan kebutuhan peserta didik masa kini dan masa depan.

11.2.    Rekomendasi

Berdasarkan analisis dan temuan di atas, beberapa rekomendasi strategis dapat diajukan untuk memperkuat implementasi P5 di satuan pendidikan:

1)                  Penguatan Kapasitas Guru dan Fasilitator P5

Pemerintah perlu memperluas dan mempersonalisasi pelatihan guru melalui Platform Merdeka Mengajar dan komunitas belajar daring/luring, dengan fokus pada desain proyek, asesmen karakter, dan refleksi pembelajaran4.

2)                  Integrasi P5 dalam Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP)

Setiap sekolah dan madrasah perlu mengintegrasikan tema P5 ke dalam rencana tahunan sekolah, termasuk perencanaan alokasi waktu, tim pelaksana, dan strategi asesmen berbasis dimensi karakter.

3)                  Pemberdayaan Komunitas Sekitar sebagai Mitra Proyek

Untuk menguatkan konteks lokal dan keberlanjutan proyek, keterlibatan tokoh masyarakat, dunia usaha, serta organisasi lokal perlu difasilitasi sebagai mitra kolaboratif.

4)                  Monitoring dan Evaluasi Berbasis Refleksi

Pusat dan daerah perlu membangun sistem monitoring P5 yang berfokus pada praktik baik, kendala lapangan, serta pertumbuhan karakter siswa—bukan sekadar kepatuhan administratif.

5)                  Penguatan Infrastruktur Pendukung Proyek di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal)

Pemerataan akses sumber daya teknologi, bahan ajar kontekstual, dan pendampingan lapangan harus menjadi prioritas utama untuk memastikan pemerataan kualitas pelaksanaan P5 secara nasional5.


Secara keseluruhan, keberhasilan P5 memerlukan kerja sama lintas level—dari pengambil kebijakan hingga pelaku pendidikan di lapangan. Hanya dengan pendekatan holistik, kolaboratif, dan kontekstual, P5 dapat menjadi landasan kokoh dalam membangun generasi Indonesia emas yang berakhlak mulia, kompeten, dan berdaya saing global.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Panduan Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (Jakarta: Kemendikbudristek, 2021), 3–5.

[2]                Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Modul Pelatihan Sekolah Penggerak: P5 dan Transformasi Pembelajaran (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 8–9.

[3]                Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Refleksi Nasional Implementasi Kurikulum Merdeka dan P5 Tahun 2022 (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 11–12.

[4]                Kemendikbudristek, Platform Merdeka Mengajar: Pelatihan Asesmen Proyek (diakses 6 Mei 2025), https://guru.kemdikbud.go.id.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kebijakan Pemerataan Akses Kurikulum Merdeka dan P5 di Daerah 3T (Jakarta: Kemendikbudristek, 2023), 7–9.


Daftar Pustaka

Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan. (2022). Panduan kepemimpinan kepala sekolah dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen. (2021). Modul pelatihan sekolah penggerak: Implementasi projek P5 di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Kemendikbudristek.

Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen. (2022). Modul pelatihan sekolah penggerak: Penilaian dalam P5. Jakarta: Kemendikbudristek.

Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen. (2022). Laporan refleksi implementasi Kurikulum Merdeka tahap awal. Jakarta: Kemendikbudristek.

Direktorat KSKK Madrasah. (2023). Laporan implementasi P5 di madrasah model program Sekolah Penggerak tahun 2023. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan. (2022). Dokumentasi praktik baik projek P5 di SMK. Jakarta: Kemendikbudristek.

John W. Thomas. (2000). A review of research on project-based learning. California: The Autodesk Foundation.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2020). Rencana strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020–2024. Jakarta: Kemdikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2022). Desain Kurikulum Merdeka. Jakarta: Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2022). Panduan kemitraan sekolah dalam proyek P5. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2021). Panduan implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman penerapan kurikulum dalam rangka pemulihan pembelajaran. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Petunjuk teknis Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila di sekolah dasar dan menengah. Jakarta: Kemendikbudristek.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2023). Kebijakan pemerataan akses Kurikulum Merdeka dan P5 di daerah 3T. Jakarta: Kemendikbudristek.

Ki Hadjar Dewantara. (2004). Karya Ki Hadjar Dewantara bagian pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa.

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. (2022). Buku saku praktik refleksi dan self-assessment dalam P5. Jakarta: Kemendikbudristek.

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. (2023). Refleksi nasional implementasi Kurikulum Merdeka dan P5 tahun 2022. Jakarta: Kemendikbudristek.

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Tengah. (2023). Kumpulan praktik baik P5 berbasis kearifan lokal di madrasah. Semarang: Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah.

Pusat Asesmen dan Pembelajaran. (2022). Buku saku pemantauan dan evaluasi P5. Jakarta: Kemendikbudristek.

Thomas, L. (1991). Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility. New York: Bantam Books.

World Economic Forum. (2020). The future of jobs report 2020. Geneva: World Economic Forum.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar