Minggu, 20 April 2025

Materi 1 LDK 2025: Memahami Regulasi, Fungsi, dan Tugas Pokok OSIS

Materi 1 LDK 2025

Memahami Regulasi, Fungsi, dan Tugas Pokok OSIS

“Pilar Kepemimpinan Siswa di Sekolah Menengah”


Alihkan ke: MPK, OSIS.


Abstrak

Artikel ini membahas secara komprehensif tentang regulasi, fungsi, dan tugas pokok Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagai pilar utama pembinaan karakter dan kepemimpinan siswa di sekolah menengah. OSIS diposisikan bukan hanya sebagai organisasi formal, melainkan sebagai wahana strategis dalam pendidikan karakter, pengembangan soft skills, dan pembelajaran demokrasi di lingkungan sekolah. Pembahasan mencakup dasar hukum OSIS menurut regulasi nasional, penjabaran visi, misi, dan tujuan organisasi, serta analisis mendalam terhadap fungsi representatif, edukatif, sosial, dan organisatoris OSIS. Selain itu, artikel ini juga mengkaji tantangan implementasi OSIS seperti rendahnya partisipasi siswa, kurangnya pelatihan kepemimpinan, dan keterbatasan fasilitas, serta menawarkan solusi strategis untuk penguatan organisasi. Melalui studi kasus dari beberapa sekolah, artikel ini menampilkan praktik-praktik baik yang dapat direplikasi, serta menegaskan pentingnya sinergi antara pengurus OSIS, guru pembina, dan siswa lain sebagai kunci keberhasilan. Dengan pendekatan akademik dan berbasis sumber ilmiah, artikel ini memberikan kontribusi teoretis dan praktis dalam memperkuat peran OSIS sebagai agen perubahan di lingkungan pendidikan menengah.

Kata Kunci: OSIS, organisasi siswa, kepemimpinan pelajar, pendidikan karakter, partisipasi siswa, manajemen sekolah, kegiatan kesiswaan, sekolah menengah.


PEMBAHASAN

Regulasi, Fungsi, dan Tugas Pokok OSIS


1.           Pendahuluan

Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) merupakan wadah strategis dalam sistem pendidikan menengah yang berfungsi sebagai media pembinaan dan pengembangan kepribadian, minat, bakat, serta kepemimpinan siswa. Dalam konteks pendidikan nasional, OSIS bukan sekadar sarana kegiatan ekstrakurikuler, melainkan instrumen integral dalam pendidikan karakter dan pelatihan kepemimpinan generasi muda. Pembentukan OSIS diatur secara eksplisit dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, yang menyatakan bahwa kegiatan OSIS merupakan bagian dari upaya pengembangan potensi peserta didik secara optimal dan terpadu dalam kerangka pendidikan karakter, etika, dan kepribadian nasional yang kuat.1

Dalam kerangka pendidikan modern, keberadaan OSIS mengisi ruang pembelajaran non-formal yang krusial. Melalui OSIS, siswa tidak hanya dilatih untuk menjadi peserta yang aktif dalam kehidupan sekolah, tetapi juga didorong untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kolaboratif, dan komunikatif. Ini sejalan dengan prinsip pendidikan holistik yang menekankan keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik.2 Bahkan, beberapa studi menunjukkan bahwa keterlibatan dalam organisasi siswa berkorelasi positif dengan peningkatan rasa tanggung jawab, kepemimpinan moral, serta motivasi intrinsik dalam menjalani proses pembelajaran.3

Lebih dari itu, OSIS juga berfungsi sebagai sarana implementasi nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan sekolah. Dalam proses pemilihan pengurus, penyusunan program kerja, hingga pelaksanaan kegiatan, siswa belajar untuk berdiskusi, bernegosiasi, dan membuat keputusan secara kolektif. Dengan demikian, OSIS menjadi laboratorium mini demokrasi yang membentuk karakter partisipatif dan tangguh dalam diri siswa.4 Selain itu, melalui OSIS, sekolah dapat menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan secara lebih aplikatif melalui proyek-proyek sosial, keagamaan, dan kebudayaan.

Namun demikian, efektivitas OSIS sangat bergantung pada pemahaman yang mendalam terhadap regulasi, fungsi, serta tugas pokoknya. Tanpa pemahaman tersebut, OSIS berisiko mengalami disorientasi dalam peran atau bahkan menjadi sekadar formalitas simbolik dalam struktur organisasi sekolah. Oleh karena itu, pembahasan komprehensif mengenai kerangka regulatif, fungsi fundamental, serta peran strategis OSIS perlu dilakukan sebagai pijakan dalam membangun organisasi siswa yang dinamis, inklusif, dan berorientasi pada pengembangan karakter bangsa.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan (Jakarta: Kemendikbud, 2008), Pasal 1 Ayat (2).

[2]                Soetomo, Kepemimpinan Siswa dan Pembentukan Karakter (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 35.

[3]                Dedi Hidayat, Kepemimpinan Pelajar: Teori dan Praktik OSIS di Sekolah Menengah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2020), 64.

[4]                B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 87.


2.           Landasan Regulasi OSIS

Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dibentuk berdasarkan kerangka hukum dan kebijakan pendidikan nasional yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung pertumbuhan kepribadian siswa secara menyeluruh. Sebagai organisasi resmi di lingkungan satuan pendidikan menengah, keberadaan dan mekanisme kerja OSIS diatur dalam berbagai peraturan yang memberikan dasar legalitas, arah operasional, serta batasan etis dalam pelaksanaan kegiatannya. Landasan regulasi ini menjadi pedoman utama bagi pihak sekolah, pembina OSIS, serta para siswa dalam menjalankan organisasi dengan baik dan bertanggung jawab.

2.1.       Dasar Hukum Pembentukan OSIS

Dasar hukum utama yang mengatur keberadaan OSIS adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan, yang secara eksplisit menegaskan bahwa OSIS merupakan bagian dari kegiatan kesiswaan yang diarahkan untuk membentuk siswa yang memiliki kepribadian, budi pekerti luhur, dan keterampilan sosial yang tinggi.1 Dalam peraturan ini, OSIS ditempatkan sebagai organisasi yang memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik secara menyeluruh dan seimbang, selaras dengan tujuan pendidikan nasional.

Selain itu, Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler memberikan penguatan terhadap OSIS sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler wajib. Kegiatan OSIS diklasifikasikan sebagai kegiatan pengembangan diri yang bertujuan untuk membentuk karakter dan keterampilan sosial siswa, serta menumbuhkan semangat kebangsaan, kepemimpinan, dan tanggung jawab sosial.2 Dengan demikian, regulasi ini menegaskan posisi OSIS bukan hanya sebagai organisasi pelengkap, melainkan sebagai komponen penting dari pendidikan karakter dan kewarganegaraan.

Dalam konteks pendidikan madrasah, Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam No. 4961 Tahun 2016 tentang Pedoman Pembinaan Kesiswaan di Madrasah menegaskan bahwa OSIS menjadi wadah utama pembinaan siswa di lingkungan madrasah yang berfungsi untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan Islam yang holistik dan integratif.3 Dokumen ini juga menekankan pentingnya keterlibatan guru pembina dan kepala madrasah dalam mengarahkan kegiatan OSIS agar sejalan dengan visi keislaman dan kebangsaan.

2.2.       Kedudukan OSIS dalam Struktur Kelembagaan Sekolah

Dalam struktur organisasi sekolah, OSIS memiliki posisi strategis sebagai perwakilan resmi peserta didik. OSIS dipimpin oleh siswa dan dibina oleh guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Secara struktural, OSIS berada di bawah koordinasi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan atau Waka Kesiswaan, yang bertugas memastikan seluruh kegiatan OSIS berjalan sesuai dengan program sekolah dan aturan yang berlaku.4 Peran pembina OSIS tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga edukatif, yakni membimbing pengurus OSIS dalam aspek kepemimpinan, manajemen organisasi, serta nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial.

Kedudukan OSIS juga berimplikasi pada relasi antarlembaga di sekolah. Dalam pelaksanaan programnya, OSIS perlu menjalin kerja sama dengan berbagai unit seperti guru mata pelajaran, wali kelas, dan organisasi siswa lainnya (misalnya, ekstrakurikuler, MPK, atau Rohis). Pola kerja sinergis ini menjadi ciri khas pengembangan organisasi siswa berbasis kolaborasi dan partisipasi aktif.

Dengan demikian, regulasi yang mendasari OSIS tidak hanya menetapkan legalitas pembentukan organisasi, tetapi juga memberikan kerangka kerja yang mengatur dinamika internal dan relasi eksternal OSIS dalam lingkungan sekolah. Pemahaman terhadap dasar hukum dan struktur kelembagaan ini menjadi fondasi utama dalam membentuk organisasi siswa yang profesional, adaptif, dan berorientasi pada nilai-nilai luhur pendidikan nasional.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan (Jakarta: Kemendikbud, 2008), Pasal 1 Ayat (2).

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler (Jakarta: Kemendikbud, 2014), Pasal 3 Ayat (1).

[3]                Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Keputusan Dirjen Pendis No. 4961 Tahun 2016 tentang Pedoman Pembinaan Kesiswaan di Madrasah (Jakarta: Kemenag RI, 2016), 12–15.

[4]                B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 79–80.


3.           Visi, Misi, dan Tujuan OSIS

Sebagai organisasi siswa resmi di lingkungan sekolah menengah, OSIS tidak hanya memiliki struktur organisasi yang terdefinisi, tetapi juga memerlukan arah dan orientasi kerja yang jelas melalui rumusan visi, misi, dan tujuan. Ketiga komponen ini berperan sebagai pedoman konseptual dalam menyusun program kerja, membangun budaya organisasi, serta mengarahkan proses pembinaan siswa secara terstruktur dan bermakna. Oleh karena itu, pemahaman terhadap visi, misi, dan tujuan OSIS menjadi landasan penting dalam menciptakan organisasi yang visioner, efektif, dan berdaya guna bagi seluruh warga sekolah.

3.1.       Visi OSIS: Arah Strategis Organisasi Siswa

Visi OSIS merupakan gambaran ideal tentang keadaan yang ingin dicapai di masa depan oleh seluruh pengurus dan anggota organisasi. Visi ini biasanya dirumuskan secara kontekstual oleh masing-masing satuan pendidikan, namun secara umum mencerminkan semangat keunggulan, kepemimpinan, tanggung jawab, dan karakter kebangsaan. Menurut Hidayat, rumusan visi dalam OSIS seyogianya mencerminkan prinsip-prinsip dasar pembinaan siswa seperti keteladanan, integritas, dan kepedulian sosial yang tinggi.1 Sebagai contoh, visi OSIS dapat berbunyi: “Mewujudkan siswa yang berkarakter, berprestasi, berjiwa kepemimpinan, dan aktif dalam pembangunan sekolah.”

Visi yang kuat mendorong setiap anggota OSIS untuk bergerak dalam satu arah yang sama, serta memperkuat identitas organisasi sebagai agen perubahan positif dalam lingkungan sekolah. Di samping itu, visi juga menjadi alat ukur kesuksesan pelaksanaan program kerja secara berkelanjutan.

3.2.       Misi OSIS: Strategi Pencapaian Visi

Misi merupakan penjabaran strategis dari visi yang dijadikan dasar dalam menyusun langkah-langkah operasional organisasi. Misi OSIS berfungsi sebagai kerangka tindakan (action framework) yang memandu pengurus dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan secara sistematis dan terarah. Berdasarkan panduan dalam Pedoman Pembinaan Kesiswaan dari Kemendikbud, misi OSIS dapat meliputi upaya:

1)                  Menumbuhkan semangat kebersamaan dan tanggung jawab dalam organisasi,

2)                  Mengembangkan potensi, bakat, dan minat siswa secara optimal,

3)                  Menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sekolah,

4)                  Menjalin komunikasi yang harmonis antara siswa, guru, dan masyarakat sekolah.2

Setiap misi ini berfungsi sebagai dasar pelaksanaan program-program kerja OSIS, mulai dari kegiatan akademik hingga kegiatan sosial dan budaya. Penjabaran misi yang jelas dan terukur juga memungkinkan dilakukannya evaluasi terhadap pencapaian dan dampak kegiatan OSIS terhadap iklim sekolah.

3.3.       Tujuan OSIS: Fondasi Pendidikan Karakter dan Kepemimpinan

Tujuan OSIS berkaitan erat dengan fungsi pendidikan nasional, yaitu mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta memiliki kemampuan intelektual dan keterampilan sosial yang baik. Dalam konteks ini, OSIS menjadi media pendidikan karakter yang konkret melalui pengalaman organisasi yang langsung dan aplikatif. Tujuan OSIS sebagaimana dirumuskan dalam Permendikbud No. 39 Tahun 2008 mencakup pengembangan potensi peserta didik secara optimal dalam aspek kepribadian, budi pekerti, kepemimpinan, wawasan kebangsaan, dan kecakapan hidup (life skills).3

Secara praktis, OSIS bertujuan:

·                     Mendorong siswa agar mampu berorganisasi secara sehat dan bertanggung jawab,

·                     Meningkatkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, dan problem solving,

·                     Membina rasa peduli dan empati sosial,

·                     Mengembangkan kepemimpinan demokratis dan partisipatif.4

Tujuan-tujuan ini menjadikan OSIS bukan sekadar organisasi pelajar, melainkan bagian penting dari ekosistem pendidikan karakter yang menyatu dengan kurikulum formal dan kegiatan pembelajaran lainnya.

Dengan adanya visi, misi, dan tujuan yang terstruktur, OSIS diharapkan mampu menjadi wadah pengembangan diri siswa yang efektif, mendidik dalam pengalaman, dan membentuk generasi muda yang siap menjadi pemimpin masa depan. Perumusan visi-misi yang partisipatif, berdasarkan musyawarah antar pengurus, pembina, dan siswa, akan memperkuat rasa memiliki dan tanggung jawab kolektif dalam mewujudkan cita-cita organisasi.


Footnotes

[1]                Dedi Hidayat, Kepemimpinan Pelajar: Teori dan Praktik OSIS di Sekolah Menengah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2020), 52–55.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Pembinaan Kesiswaan (Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, 2013), 28–30.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan (Jakarta: Kemendikbud, 2008), Pasal 2 Ayat (1).

[4]                Soetomo, Kepemimpinan Siswa dan Pembentukan Karakter (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 61–64.


4.           Fungsi OSIS dalam Ekosistem Sekolah

Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) memegang peranan strategis dalam membentuk dinamika kehidupan siswa di sekolah. Lebih dari sekadar lembaga pelajar, OSIS berfungsi sebagai media pendidikan karakter, partisipasi sosial, dan pelatihan kepemimpinan yang kontekstual. Dalam ekosistem sekolah yang mencakup dimensi akademik, sosial, budaya, dan moral, OSIS menjadi salah satu elemen yang mengintegrasikan berbagai unsur pembinaan peserta didik dalam kerangka nonformal yang sinergis dan mendalam.

4.1.       Fungsi Representatif

Salah satu fungsi utama OSIS adalah sebagai perwakilan resmi siswa di hadapan pihak sekolah. OSIS menjadi saluran aspirasi, kritik, dan saran dari peserta didik kepada guru, pembina, dan pimpinan sekolah. Hal ini penting dalam mengembangkan budaya partisipatif dan demokratis di lingkungan pendidikan. Menurut Hidayat, melalui fungsi representatif ini, siswa tidak hanya dilatih untuk menyampaikan gagasan, tetapi juga bertanggung jawab dalam menyuarakan kepentingan kolektif secara konstruktif dan etis.1 OSIS juga berperan dalam membangun dialog antara siswa dan pihak sekolah dalam menyusun kegiatan yang relevan dan bermakna.

4.2.       Fungsi Organisatoris

OSIS merupakan wadah pembelajaran manajemen organisasi yang nyata bagi siswa. Pengurus OSIS bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi berbagai program kegiatan sekolah, seperti peringatan hari besar nasional, lomba antar kelas, pelatihan kepemimpinan siswa, hingga kegiatan sosial. Proses ini memberikan ruang bagi siswa untuk memahami fungsi-fungsi manajerial seperti kepemimpinan, koordinasi, pembagian tugas, dan pengambilan keputusan. Menurut Soetomo, melalui keterlibatan dalam OSIS, siswa memperoleh pengalaman langsung tentang bagaimana membentuk struktur organisasi, merumuskan program kerja, serta mengelola sumber daya secara efektif.2

4.3.       Fungsi Edukatif

Fungsi edukatif OSIS diwujudkan melalui pelibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran non-formal yang mendukung kompetensi personal dan sosial. Kegiatan seperti Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), seminar, diskusi terbuka, serta kegiatan mentoring antarsiswa, merupakan bentuk nyata dari pendidikan karakter dan pengembangan diri yang diberikan oleh OSIS. Hal ini sejalan dengan konsep experiential learning dalam pendidikan, yaitu pembelajaran melalui pengalaman langsung yang mampu memperkuat pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai sosial siswa.3

4.4.       Fungsi Sosial dan Kultural

OSIS juga memainkan peran penting dalam memperkuat relasi sosial dan budaya di kalangan peserta didik. Melalui kegiatan seni, budaya, dan bakti sosial, OSIS membentuk semangat kebersamaan, solidaritas, dan kepedulian terhadap lingkungan sosial sekitar. Menurut penelitian oleh Sudrajat, aktivitas OSIS yang bersifat sosial mampu menumbuhkan empati, kerelawanan, dan semangat gotong royong yang sangat penting dalam pembentukan warga negara yang peduli dan aktif secara sosial.4 Di sisi lain, kegiatan budaya yang diorganisir oleh OSIS berkontribusi dalam pelestarian nilai-nilai lokal dan nasional, yang memperkuat identitas kultural siswa.

4.5.       Fungsi Kritis-Konstruktif

Sebagai organisasi yang berada di tengah dinamika sekolah, OSIS juga berfungsi sebagai pengontrol sosial internal yang bersifat kritis namun konstruktif. Artinya, OSIS dapat memberikan masukan, mengajukan evaluasi, atau mengusulkan perubahan terhadap kebijakan sekolah yang dirasa kurang efektif, selama disampaikan dengan etika komunikasi yang baik. Dengan demikian, siswa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan sekolah, tetapi juga menjadi subjek aktif dalam proses pengambilan keputusan. Fungsi ini menunjukkan bagaimana OSIS dapat menjadi sarana pendidikan demokrasi yang aplikatif dalam lingkup mikro sekolah.5


Secara keseluruhan, fungsi OSIS dalam ekosistem sekolah tidak dapat dilepaskan dari orientasi pendidikan yang bersifat holistik dan partisipatif. OSIS bukan sekadar pelengkap administratif, melainkan ruang strategis yang mempertemukan antara kebutuhan pengembangan siswa dengan nilai-nilai pembelajaran sosial, kultural, dan kepemimpinan yang relevan dengan kehidupan abad ke-21.


Footnotes

[1]                Dedi Hidayat, Kepemimpinan Pelajar: Teori dan Praktik OSIS di Sekolah Menengah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2020), 71.

[2]                Soetomo, Kepemimpinan Siswa dan Pembentukan Karakter (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 44–45.

[3]                Kolb, David A., Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development (New Jersey: Prentice-Hall, 1984), 21–22.

[4]                Dedi Sudrajat, "Peran OSIS dalam Pembentukan Karakter Sosial Siswa," Jurnal Pendidikan Karakter 6, no. 1 (2016): 102–103.

[5]                B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 89.


5.           Tugas Pokok dan Peran Strategis OSIS

Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dirancang untuk menjadi laboratorium kepemimpinan, keterampilan sosial, dan pengembangan karakter bagi peserta didik. Tugas pokok OSIS tidak hanya mencerminkan kegiatan administratif atau seremoni belaka, melainkan mencakup dimensi pembelajaran aktif, kolaboratif, dan partisipatif yang secara langsung mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. Untuk itu, pemahaman yang menyeluruh tentang tugas dan peran strategis OSIS sangat diperlukan agar keberadaan organisasi ini tidak hanya bersifat formalitas, melainkan fungsional dan berdampak positif.

5.1.       Tugas Umum OSIS

Secara umum, tugas OSIS adalah merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi berbagai program kegiatan siswa yang mendukung pengembangan diri dan karakter peserta didik. Dalam kerangka Permendikbud No. 39 Tahun 2008, OSIS bertugas menyelenggarakan kegiatan yang menunjang pembinaan kesiswaan dalam aspek wawasan kebangsaan, kepribadian, budi pekerti, dan keterampilan hidup (life skills).1 Tugas ini dijalankan melalui berbagai kegiatan seperti:

·                     Merancang program kerja tahunan berdasarkan musyawarah bersama;

·                     Menyelenggarakan kegiatan yang mendukung pengembangan akademik dan non-akademik siswa;

·                     Menjadi penyelenggara utama dalam kegiatan seperti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), peringatan hari besar nasional dan keagamaan, serta lomba-lomba internal maupun eksternal;

·                     Menjadi jembatan komunikasi antara siswa dan manajemen sekolah.

Melalui pelaksanaan tugas-tugas ini, OSIS membentuk pola kerja organisasi yang sistematis dan mendidik siswa dalam hal perencanaan strategis, pelaksanaan teknis, dan evaluasi kegiatan.

5.2.       Pembagian Tugas Berdasarkan Struktur OSIS

Struktur OSIS secara umum terdiri atas pengurus inti dan seksi-seksi bidang yang bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing. Setiap posisi memiliki tugas dan tanggung jawab yang spesifik namun saling melengkapi:

·                     Ketua OSIS bertanggung jawab sebagai pemimpin organisasi yang menjalankan fungsi koordinasi, representasi, dan pengambilan keputusan strategis;

·                     Wakil Ketua membantu ketua dan menggantikannya bila berhalangan;

·                     Sekretaris bertugas mengelola administrasi, dokumentasi, serta korespondensi kegiatan OSIS;

·                     Bendahara bertugas mengatur keuangan OSIS secara transparan dan akuntabel;

·                     Seksi-seksi bidang (seperti bidang keagamaan, olahraga, seni, akademik, lingkungan hidup, dsb.) bertugas merancang dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang masing-masing.2

Pembagian tugas ini penting untuk menanamkan nilai-nilai tanggung jawab, kedisiplinan, dan kerja sama tim yang merupakan bagian integral dari pendidikan karakter.

5.3.       OSIS sebagai Inkubator Kepemimpinan dan Kewirausahaan

Dalam konteks pendidikan abad ke-21, peran strategis OSIS semakin diperluas sebagai inkubator kepemimpinan dan kewirausahaan pelajar. Melalui keterlibatan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, siswa memperoleh berbagai soft skills seperti kepemimpinan demokratis, komunikasi publik, penyelesaian masalah, dan manajemen konflik. Hasil penelitian Sudrajat menunjukkan bahwa pelajar yang aktif dalam OSIS cenderung memiliki kemampuan sosial yang lebih matang serta kepercayaan diri yang tinggi dalam berinteraksi dengan lingkungan sekolah dan masyarakat.3

Selain itu, OSIS juga dapat menjadi sarana pelatihan kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) melalui kegiatan seperti bazar, koperasi siswa, dan proyek-proyek kreatif. Kegiatan semacam ini menumbuhkan semangat inovatif, kemandirian, dan tanggung jawab ekonomi yang relevan dengan dunia kerja di masa depan.4 Oleh karena itu, OSIS bukan hanya sebagai wadah partisipasi, tetapi juga sebagai ruang transformatif untuk menumbuhkan jiwa pemimpin yang reflektif dan solutif.

5.4.       Tanggung Jawab Etis dan Moral OSIS

Tugas dan peran OSIS tidak dapat dilepaskan dari dimensi etis. Sebagai pemimpin sejawat di lingkungan sekolah, pengurus OSIS harus menjadi teladan dalam sikap, etika, dan kedisiplinan. Hal ini sejalan dengan prinsip leadership by example, yakni pemimpin yang dihormati karena integritasnya, bukan karena posisinya semata.5 Dalam menjalankan tugasnya, OSIS juga diharapkan menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, musyawarah, dan keadilan agar mampu menciptakan organisasi yang inklusif dan adil bagi seluruh siswa.


Dengan memperhatikan tugas pokok dan peran strategis ini, OSIS diharapkan menjadi wahana pembinaan karakter dan kepemimpinan yang konkret di lingkungan sekolah. OSIS bukan hanya tempat "berkegiatan", tetapi juga sarana untuk "menjadi" – yaitu menjadi pelajar yang mandiri, bertanggung jawab, dan siap menghadapi tantangan sosial di masa depan.


Footnotes

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan (Jakarta: Kemendikbud, 2008), Pasal 2 dan 4.

[2]                Dedi Hidayat, Kepemimpinan Pelajar: Teori dan Praktik OSIS di Sekolah Menengah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2020), 75–78.

[3]                Dedi Sudrajat, “Peran OSIS dalam Pembentukan Karakter Sosial Siswa,” Jurnal Pendidikan Karakter 6, no. 1 (2016): 100–101.

[4]                Aditya Nugraha, “Kegiatan OSIS dan Penguatan Jiwa Kewirausahaan Siswa SMA,” Jurnal Manajemen Pendidikan 8, no. 2 (2021): 112–113.

[5]                Soetomo, Kepemimpinan Siswa dan Pembentukan Karakter (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 68.


6.           Sinergi antara OSIS, Guru, dan Siswa Lain

Kesuksesan OSIS sebagai organisasi siswa yang visioner dan edukatif tidak dapat dilepaskan dari adanya sinergi yang kuat antara pengurus OSIS, guru pembina, serta siswa-siswa lainnya. Sinergi dalam konteks ini bukan hanya mencakup kerja sama administratif, tetapi juga melibatkan proses pembinaan, komunikasi efektif, pemberdayaan partisipatif, serta pembentukan ekosistem sekolah yang inklusif dan demokratis. Dalam praktiknya, sinergi ini menciptakan ruang interaksi yang sehat antara unsur-unsur sekolah, memperkuat keterlibatan siswa dalam kehidupan sekolah, dan mendorong budaya organisasi yang kolaboratif.

6.1.       Peran Guru sebagai Pembina dan Fasilitator OSIS

Guru pembina OSIS memiliki peran yang sangat penting dalam membimbing jalannya organisasi. Tugas utama guru pembina bukanlah mendominasi pengambilan keputusan, melainkan mendampingi siswa dalam memahami nilai-nilai kepemimpinan, etika organisasi, serta tata kelola program kerja secara profesional. Seperti ditegaskan oleh Suryosubroto, pembina OSIS hendaknya mampu menyeimbangkan fungsi edukatif dan administratifnya, yakni membina karakter siswa sekaligus menjaga agar kegiatan OSIS sejalan dengan visi sekolah.1 Pembina juga berperan sebagai penengah bila terjadi konflik internal organisasi, serta sebagai penghubung antara siswa dan pihak manajemen sekolah.

Di era pendidikan yang berorientasi pada student-centered learning, peran pembina lebih bersifat sebagai fasilitator dan katalisator, yang mendorong munculnya inisiatif dari siswa, bukan sebagai pemegang kendali penuh. Dengan pendekatan ini, pengurus OSIS memiliki ruang untuk tumbuh, bereksperimen, dan belajar dari pengalaman nyata organisasi.

6.2.       Keterlibatan Wakil Kepala Sekolah dan Manajemen Sekolah

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (Waka Kesiswaan) memegang peran sentral dalam mengarahkan koordinasi OSIS dengan struktur kelembagaan sekolah. Ia bertugas memastikan program kerja OSIS sejalan dengan kalender akademik dan kebijakan sekolah, serta mendukung pelaksanaan kegiatan yang inovatif dan relevan. Menurut Hidayat, keberhasilan OSIS dalam menyelenggarakan program kerja yang berdampak luas sangat dipengaruhi oleh sejauh mana pihak manajemen sekolah memberikan ruang, dukungan, dan kepercayaan kepada siswa untuk mengambil peran strategis.2 Oleh karena itu, dukungan struktural dari manajemen sekolah menjadi elemen krusial dalam menjaga keberlangsungan dan kualitas program-program OSIS.

6.3.       Partisipasi Siswa Non-Pengurus dalam Dinamika OSIS

Sinergi yang sehat dalam OSIS juga mencakup keterlibatan siswa yang bukan pengurus, baik sebagai peserta kegiatan maupun kontributor ide. Siswa-siswa ini adalah mitra sekaligus audiens dari seluruh kegiatan OSIS. Rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan OSIS menjadi tantangan tersendiri yang harus diatasi dengan pendekatan komunikatif dan partisipatif. Kegiatan yang bersifat aspiratif dan menarik minat siswa menjadi kunci untuk meningkatkan partisipasi tersebut.

Menurut Sudrajat, partisipasi siswa non-pengurus tidak hanya berdampak pada keberhasilan kegiatan OSIS, tetapi juga memperkuat rasa memiliki terhadap organisasi sekolah secara menyeluruh.3 Dalam hal ini, OSIS perlu membangun mekanisme komunikasi terbuka seperti forum aspirasi siswa, survei ide kegiatan, atau kolaborasi dengan ekstrakurikuler lain untuk memperluas basis dukungan.

6.4.       Kolaborasi Lintas Unit di Sekolah

Sinergi yang ideal juga melibatkan kerja sama lintas unit seperti kehumasan, perpustakaan, laboratorium, guru seni dan olahraga, serta tim kesehatan sekolah. Melalui pendekatan lintas sektor ini, OSIS dapat mengakses sumber daya yang lebih luas dan mengembangkan kegiatan yang terintegrasi dengan berbagai program sekolah. Sebagai contoh, kegiatan “Bulan Literasi” dapat melibatkan perpustakaan, guru bahasa, dan tim OSIS bidang akademik. Kegiatan seperti ini menunjukkan bahwa OSIS tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari sistem pembelajaran holistik yang bersifat integratif.

Kerja sama ini juga mencerminkan prinsip pendidikan kolaboratif yang diyakini dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran dan pelatihan karakter di lingkungan sekolah.4


Dengan demikian, sinergi antara OSIS, guru, dan siswa lain menjadi faktor penentu utama dalam keberhasilan fungsi organisasi siswa di sekolah. Dalam kerangka ekosistem pendidikan yang ideal, OSIS tidak hanya menjadi organisasi internal siswa, tetapi bagian dari komunitas belajar yang dinamis, saling mendukung, dan berorientasi pada pembentukan generasi muda yang kompeten dan berkarakter.


Footnotes

[1]                B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 93–94.

[2]                Dedi Hidayat, Kepemimpinan Pelajar: Teori dan Praktik OSIS di Sekolah Menengah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2020), 83.

[3]                Dedi Sudrajat, “Peran OSIS dalam Pembentukan Karakter Sosial Siswa,” Jurnal Pendidikan Karakter 6, no. 1 (2016): 105.

[4]                Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2011), 78–80.


7.           Tantangan dan Solusi dalam Implementasi OSIS

Pelaksanaan fungsi dan peran OSIS di berbagai sekolah menengah di Indonesia sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan yang bersifat struktural, kultural, dan pedagogis. Meskipun telah memiliki regulasi yang jelas dan dukungan dari pihak sekolah, OSIS kerap mengalami hambatan dalam menjalankan program secara optimal. Oleh karena itu, analisis atas tantangan-tantangan ini beserta alternatif solusinya menjadi penting agar organisasi siswa dapat berkembang secara efektif sebagai wahana kepemimpinan dan pembelajaran karakter.

7.1.       Tantangan dalam Implementasi OSIS

7.1.1.      Minimnya Partisipasi Aktif dari Siswa

Salah satu tantangan terbesar dalam pelaksanaan kegiatan OSIS adalah rendahnya tingkat partisipasi siswa non-pengurus. Banyak siswa yang melihat OSIS hanya sebagai kegiatan tambahan yang tidak memberikan manfaat langsung, sehingga kurang tertarik untuk terlibat. Hal ini diperkuat oleh studi Sudrajat yang menemukan bahwa keterlibatan siswa dalam kegiatan organisasi masih tergolong rendah karena kurangnya minat, kepercayaan diri, atau pemahaman akan manfaat kegiatan tersebut.1

7.1.2.      Kepemimpinan Siswa yang Kurang Mandiri

Di sejumlah sekolah, pengurus OSIS belum menunjukkan kemandirian dalam merancang dan menjalankan kegiatan secara inisiatif. Terkadang, keputusan lebih banyak didikte oleh pembina atau guru, sehingga fungsi OSIS sebagai sarana latihan kepemimpinan menjadi kurang maksimal. Menurut Hidayat, gaya kepemimpinan yang terlalu teacher-centered justru melemahkan potensi pengembangan karakter siswa sebagai pemimpin muda.2

7.1.3.      Kurangnya Pembinaan dan Pelatihan Organisasi

Banyak pengurus OSIS tidak mendapatkan pembekalan yang memadai dalam hal kepemimpinan, manajemen kegiatan, maupun etika organisasi. Akibatnya, mereka kesulitan dalam menyusun program kerja, mengelola konflik internal, atau mempertanggungjawabkan kegiatan secara sistematis. Ketidaksiapan ini sering kali berdampak pada turunnya kualitas kegiatan OSIS.

7.1.4.      Keterbatasan Fasilitas dan Dukungan Anggaran

Dalam beberapa konteks sekolah, OSIS menghadapi kendala logistik dan anggaran. Minimnya dana, tempat pertemuan, serta alat pendukung menjadi penghambat signifikan dalam pelaksanaan kegiatan. Situasi ini kerap menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap kebijakan sekolah, sehingga membatasi ruang inovasi dari pengurus OSIS sendiri.3

7.1.5.      Kurangnya Integrasi dengan Program Sekolah

OSIS sering kali berjalan dalam “jalur paralel” yang tidak terintegrasi dengan program sekolah. Hal ini menciptakan disonansi antara kegiatan OSIS dan kegiatan akademik, yang seharusnya dapat saling mendukung. Ketidaksinambungan ini mengurangi efektivitas peran OSIS sebagai bagian integral dari pembinaan peserta didik secara holistik.


7.2.       Solusi Strategis untuk Penguatan Implementasi OSIS

7.2.1.      Pelibatan Siswa dalam Proses Perencanaan dan Evaluasi

Solusi pertama adalah menciptakan ruang partisipasi yang luas bagi siswa dalam setiap tahap kegiatan OSIS—mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Hal ini dapat dilakukan melalui forum siswa, polling ide kegiatan, atau pelibatan perwakilan kelas secara aktif. Pelibatan ini mampu meningkatkan rasa kepemilikan terhadap organisasi.4

7.2.2.      Peningkatan Program Pelatihan Kepemimpinan

Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) dan pelatihan organisasi perlu dirancang secara sistematis dan berkelanjutan. Pelatihan ini tidak hanya mencakup teori kepemimpinan, tetapi juga simulasi, studi kasus, dan refleksi nilai-nilai moral dalam organisasi. Program pelatihan berbasis pengalaman terbukti efektif dalam meningkatkan kapasitas siswa sebagai pemimpin muda.5

7.2.3.      Penguatan Peran Pembina sebagai Mentor, Bukan Otoritas

Pembina OSIS sebaiknya berperan sebagai mentor atau fasilitator yang memberikan ruang kemandirian bagi siswa. Pembina dapat memberikan panduan strategis dan dukungan emosional, tanpa mengambil alih tanggung jawab organisasi. Model ini memungkinkan siswa belajar dari pengalaman dan kesalahan secara reflektif.

7.2.4.      Sinergi antara OSIS dan Program Akademik

Kegiatan OSIS sebaiknya dirancang agar mendukung capaian pembelajaran akademik. Misalnya, kegiatan literasi, debat ilmiah, atau festival sains dapat menjadi bagian dari program OSIS yang sekaligus memperkuat keterampilan abad ke-21 siswa. Integrasi semacam ini menciptakan kesinambungan antara dimensi kognitif dan afektif dalam pendidikan.

7.2.5.      Peningkatan Dukungan Logistik dan Anggaran

Pihak sekolah dan komite pendidikan perlu memberikan dukungan sarana dan dana yang proporsional untuk mendukung program OSIS. Selain itu, OSIS dapat dilatih untuk mengelola sponsorship, kewirausahaan pelajar, atau donasi sosial sebagai bagian dari pendidikan finansial dan kemandirian organisasi.


Dengan menghadapi tantangan secara solutif dan strategis, OSIS dapat dikembangkan menjadi organisasi siswa yang produktif, progresif, dan berdaya saing. Perubahan paradigma dari organisasi formal menjadi laboratorium kepemimpinan akan membuka ruang baru bagi pengembangan karakter dan potensi siswa secara utuh.


Footnotes

[1]                Dedi Sudrajat, “Peran OSIS dalam Pembentukan Karakter Sosial Siswa,” Jurnal Pendidikan Karakter 6, no. 1 (2016): 101–102.

[2]                Dedi Hidayat, Kepemimpinan Pelajar: Teori dan Praktik OSIS di Sekolah Menengah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2020), 69–71.

[3]                Soetomo, Kepemimpinan Siswa dan Pembentukan Karakter (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), 72–73.

[4]                B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 95.

[5]                David A. Kolb, Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development (New Jersey: Prentice-Hall, 1984), 30–31.


8.           Studi Kasus dan Praktik Baik

Untuk memperoleh pemahaman yang lebih konkret mengenai efektivitas peran OSIS dalam mendukung pembinaan peserta didik, penting untuk melihat berbagai praktik baik (best practices) yang telah berhasil diterapkan di sejumlah sekolah. Studi kasus ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan implementasi program, tetapi juga menggambarkan bagaimana OSIS dapat berkembang menjadi organisasi strategis yang memberikan kontribusi nyata terhadap ekosistem pendidikan. Praktik-praktik baik ini dapat dijadikan rujukan oleh sekolah lain dalam mengembangkan organisasi siswa yang inovatif, partisipatif, dan berkarakter.

8.1.       Studi Kasus 1: OSIS SMA Negeri 1 Sleman – Integrasi Program OSIS dengan Proyek Sosial Masyarakat

OSIS SMA Negeri 1 Sleman berhasil melaksanakan program “OSIS Peduli Lingkungan dan Sosial” yang mengintegrasikan kegiatan organisasi dengan pengabdian masyarakat. Program ini mencakup kegiatan penghijauan di desa-desa sekitar, edukasi literasi digital kepada anak-anak, serta penggalangan donasi untuk korban bencana alam. Keberhasilan program ini terletak pada kerja sama lintas pihak antara OSIS, guru pembina, dinas lingkungan hidup, dan lembaga mitra sosial.

Studi oleh Rahardjo menunjukkan bahwa model OSIS seperti ini memperkuat empati sosial dan kesadaran lingkungan siswa, sekaligus memberikan pengalaman nyata dalam memimpin proyek kemasyarakatan.1 Strategi kolaboratif ini juga berdampak positif terhadap citra sekolah di mata masyarakat lokal.

8.2.       Studi Kasus 2: OSIS MAN Insan Cendekia Serpong – Kepemimpinan Akademik dan Kegiatan Berbasis Literasi

MAN Insan Cendekia Serpong menjadikan OSIS sebagai motor penggerak kegiatan literasi akademik, seperti debat ilmiah, pelatihan esai, dan klub jurnalistik. Salah satu program unggulan OSIS di madrasah tersebut adalah “Academic Culture Week”, sebuah pekan ilmiah tahunan yang memfasilitasi siswa dari berbagai latar minat untuk berkompetisi dalam bidang sains, humaniora, dan keislaman. OSIS juga mengelola majalah sekolah yang menjadi wadah ekspresi siswa secara kritis dan kreatif.

Menurut studi yang dilakukan oleh Supriyadi, program ini meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kecakapan akademik siswa, serta memperkuat budaya intelektual di kalangan pelajar madrasah.2 OSIS menjadi wahana edukatif yang mendukung keberhasilan akademik sekaligus pembentukan karakter ilmuwan muda yang berintegritas.

8.3.       Studi Kasus 3: OSIS SMK Negeri 2 Surakarta – Wirausaha Pelajar dan Kemandirian Finansial Organisasi

OSIS SMK Negeri 2 Surakarta mengembangkan program “OSIS Preneur”, yaitu kegiatan kewirausahaan siswa berbasis koperasi pelajar dan produk kreatif. Pengurus OSIS bertanggung jawab mengelola unit usaha kecil seperti produksi kerajinan tangan, makanan ringan, dan layanan desain digital. Keuntungan dari usaha tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan sosial, lomba, serta perbaikan fasilitas OSIS.

Model ini telah mendapatkan apresiasi dari Dinas Pendidikan setempat karena mampu menumbuhkan semangat wirausaha dan kemandirian organisasi sejak usia sekolah.3 Selain itu, siswa juga dilatih dalam aspek manajemen keuangan, pemasaran digital, dan pengembangan merek produk.

8.4.       Pola Umum dari Praktik Baik

Dari ketiga studi kasus tersebut, terdapat beberapa pola kunci praktik baik dalam pengelolaan OSIS yang dapat disarikan, yaitu:

1)                  Partisipasi aktif siswa dalam semua lini kegiatan OSIS, mulai dari perencanaan hingga evaluasi;

2)                  Pendampingan intensif dari pembina OSIS dan pihak sekolah, dengan pendekatan fasilitatif, bukan instruktif;

3)                  Integrasi kegiatan OSIS dengan nilai-nilai sosial, akademik, dan kewirausahaan sebagai refleksi pendidikan karakter;

4)                  Keterlibatan mitra eksternal, seperti masyarakat, lembaga swadaya, dunia usaha, dan alumni sekolah;

5)                  Evaluasi berkala dan dokumentasi sistematis, yang menjadi dasar perbaikan berkelanjutan dan pembelajaran institusional.

Model-model praktik baik ini menunjukkan bahwa OSIS memiliki potensi besar untuk berkembang sebagai organisasi yang tidak hanya mengurus kegiatan siswa, tetapi juga menjadi agen transformasi sosial dan budaya di sekolah.


Footnotes

[1]                Bambang Rahardjo, “Pemberdayaan OSIS sebagai Agen Sosial dalam Program Ekstrakurikuler Berbasis Lingkungan,” Jurnal Kepemimpinan Pendidikan 8, no. 1 (2019): 44–46.

[2]                Muhammad Supriyadi, “Peran OSIS dalam Mendorong Budaya Akademik di Madrasah,” Jurnal Pendidikan Islam 12, no. 2 (2021): 155–156.

[3]                Lestari Wulandari, “OSIS dan Kewirausahaan Pelajar: Studi Kasus SMK Negeri 2 Surakarta,” Jurnal Pendidikan Vokasi 10, no. 1 (2020): 99–100.


9.           Penutup

Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) merupakan entitas penting dalam sistem pendidikan menengah yang berfungsi sebagai wahana strategis pembinaan karakter, pelatihan kepemimpinan, dan pengembangan keterampilan sosial siswa. Dengan dasar regulasi yang kuat, OSIS tidak hanya memiliki legitimasi formal, tetapi juga relevansi substansial dalam membentuk budaya partisipatif, demokratis, dan kolaboratif di lingkungan sekolah. Fungsi representatif, edukatif, sosial, dan organisatoris yang dijalankan OSIS menjadikannya sebagai ruang belajar yang melengkapi proses pembelajaran formal dalam kelas.

Sebagaimana dikemukakan oleh Hidayat, OSIS berpotensi menjadi sarana transformasi siswa dari sekadar objek pembelajaran menjadi subjek yang aktif dalam kehidupan sekolah dan masyarakat.1 Namun demikian, potensi besar tersebut hanya dapat diwujudkan apabila terdapat pemahaman yang utuh dan implementasi yang konsisten terhadap regulasi, visi-misi, fungsi, dan tugas pokok OSIS. Sinergi antara pengurus OSIS, guru pembina, manajemen sekolah, dan siswa lainnya merupakan prasyarat penting untuk menjaga keberlanjutan dan keberdayaan organisasi siswa ini.

Tantangan dalam pelaksanaan OSIS, seperti minimnya partisipasi siswa, lemahnya pelatihan organisasi, dan keterbatasan sarana, menunjukkan perlunya intervensi yang bersifat strategis dan sistematis. Berbagai solusi yang telah diuraikan sebelumnya, mulai dari peningkatan pelatihan kepemimpinan hingga integrasi program OSIS dengan kurikulum sekolah, dapat menjadi langkah konkret dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Lebih jauh, studi kasus dari berbagai sekolah yang berhasil menunjukkan bahwa model pengembangan OSIS yang kolaboratif, kreatif, dan berbasis karakter mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas kepemimpinan pelajar.2

Sebagai bagian integral dari pendidikan karakter dan pengembangan kepemimpinan generasi muda, OSIS perlu terus diperkuat dengan pendekatan yang adaptif terhadap tantangan zaman. Dalam era transformasi digital dan globalisasi, peran OSIS harus ditransformasikan dari sekadar pelaksana kegiatan menjadi agen perubahan (change agent) yang mampu menjembatani nilai-nilai luhur pendidikan dengan dinamika kehidupan nyata siswa. Dengan demikian, OSIS akan terus relevan sebagai pilar utama dalam mencetak pelajar Pancasila yang beriman, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif sebagaimana visi besar pendidikan nasional saat ini.3


Footnotes

[1]                Dedi Hidayat, Kepemimpinan Pelajar: Teori dan Praktik OSIS di Sekolah Menengah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2020), 93.

[2]                Bambang Rahardjo, “Pemberdayaan OSIS sebagai Agen Sosial dalam Program Ekstrakurikuler Berbasis Lingkungan,” Jurnal Kepemimpinan Pendidikan 8, no. 1 (2019): 46.

[3]                Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka (Jakarta: Kemendikbudristek, 2022), 7–9.


Daftar Pustaka

Hidayat, D. (2020). Kepemimpinan pelajar: Teori dan praktik OSIS di sekolah menengah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kolb, D. A. (1984). Experiential learning: Experience as the source of learning and development. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Profil pelajar Pancasila dalam kurikulum merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. (2016). Keputusan Dirjen Pendis No. 4961 Tahun 2016 tentang Pedoman Pembinaan Kesiswaan di Madrasah. Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.

Rahardjo, B. (2019). Pemberdayaan OSIS sebagai agen sosial dalam program ekstrakurikuler berbasis lingkungan. Jurnal Kepemimpinan Pendidikan, 8(1), 41–47.

Sahlberg, P. (2011). Finnish lessons: What can the world learn from educational change in Finland? New York: Teachers College Press.

Soetomo. (2017). Kepemimpinan siswa dan pembentukan karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudrajat, D. (2016). Peran OSIS dalam pembentukan karakter sosial siswa. Jurnal Pendidikan Karakter, 6(1), 99–106.

Supriyadi, M. (2021). Peran OSIS dalam mendorong budaya akademik di madrasah. Jurnal Pendidikan Islam, 12(2), 150–160.

Suryosubroto, B. (2009). Manajemen pendidikan di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Wulandari, L. (2020). OSIS dan kewirausahaan pelajar: Studi kasus SMK Negeri 2 Surakarta. Jurnal Pendidikan Vokasi, 10(1), 95–102.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar