Ekonomi Internasional
Teori, Kebijakan, dan Tantangan Global Kontemporer
Alihkan ke: Ilmu Ekonomi.
Abstrak
Artikel ini membahas secara komprehensif dinamika
ekonomi internasional dari sudut pandang teoritis, kebijakan, dan tantangan kontemporer
dalam tatanan global. Dimulai dari pemahaman dasar mengenai konsep dan teori
perdagangan internasional—seperti keunggulan komparatif, model Heckscher-Ohlin,
dan teori perdagangan baru—artikel ini mengulas secara mendalam peran kebijakan
negara dalam membentuk arus perdagangan dan modal lintas batas. Pembahasan
berlanjut pada instrumen ekonomi internasional seperti neraca pembayaran,
sistem nilai tukar, serta investasi asing langsung dan portofolio, yang
memiliki implikasi langsung terhadap stabilitas makroekonomi nasional.
Dalam konteks globalisasi, artikel ini menyoroti
manfaat integrasi ekonomi internasional sekaligus risiko yang ditimbulkannya,
seperti ketimpangan global, krisis keuangan, serta degradasi lingkungan.
Perhatian khusus diberikan pada peran Indonesia sebagai aktor ekonomi global,
termasuk upaya diversifikasi ekspor, hilirisasi industri, diplomasi ekonomi
multilateral, dan penguatan posisi dalam organisasi ekonomi internasional.
Kajian ini menyimpulkan bahwa keterlibatan aktif dan strategis dalam ekonomi
internasional menuntut keseimbangan antara keterbukaan pasar dan perlindungan
terhadap kepentingan nasional melalui kebijakan yang inklusif, adaptif, dan
berkelanjutan.
Kata Kunci: ekonomi internasional, perdagangan global,
investasi asing, globalisasi, kebijakan perdagangan, neraca pembayaran, nilai
tukar, Indonesia, diplomasi ekonomi, pembangunan berkelanjutan.
PEMBAHASAN
Dinamika Ekonomi Internasional
1.
Pendahuluan
Perkembangan ekonomi
global dalam beberapa dekade terakhir telah menunjukkan bahwa interdependensi
antarnegara tidak hanya bersifat politis, tetapi juga sangat kental dalam aspek
ekonomi. Arus perdagangan barang, jasa, modal, dan tenaga kerja
yang melintasi batas-batas negara telah menjadi ciri utama dari era globalisasi
ekonomi. Fenomena ini menuntut pemahaman yang mendalam terhadap ekonomi
internasional sebagai cabang ilmu ekonomi yang membahas
interaksi ekonomi lintas negara, baik dalam konteks teori maupun praktik.
Ilmu ekonomi
internasional pada dasarnya mengkaji bagaimana negara-negara terlibat dalam
perdagangan dan keuangan lintas batas, serta bagaimana
kebijakan ekonomi domestik dan global memengaruhi arus tersebut. Dalam bidang
ini, para ekonom telah mengembangkan teori-teori seperti keunggulan komparatif,
faktor endowmen, serta model perdagangan intraindustri yang menjelaskan motif
dan pola perdagangan antarnegara.¹ Selain itu, aspek kelembagaan seperti peran
World Trade Organization (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF), serta
blok-blok perdagangan regional seperti ASEAN dan Uni Eropa
turut menjadi bagian penting dari analisis ekonomi internasional.²
Pentingnya kajian
ekonomi internasional tidak hanya terletak pada aspek teoritisnya, tetapi juga
pada implikasi
kebijakan yang dapat diambil oleh negara untuk meningkatkan daya saing dan
kesejahteraan masyarakatnya. Perdebatan antara pendekatan
perdagangan bebas dan proteksionisme mencerminkan kompleksitas dalam merumuskan
kebijakan perdagangan yang optimal.³ Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,
menghadapi tantangan tersendiri dalam mengintegrasikan ekonominya ke pasar
global sambil menjaga stabilitas domestik dan kedaulatan ekonomi.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa ekonomi internasional juga menjadi ruang pertarungan
kepentingan geopolitik dan dinamika kekuasaan global. Krisis
keuangan global 2008, ketegangan dagang antara negara-negara besar, hingga
dampak ekonomi dari pandemi COVID-19, semuanya menunjukkan bahwa sistem ekonomi
internasional sangat rentan terhadap gejolak eksternal.⁴ Oleh karena itu, studi
tentang ekonomi internasional tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga sangat
relevan dalam menyusun respons kebijakan yang adaptif terhadap perubahan global
yang cepat.
Artikel ini disusun
untuk memberikan pemahaman menyeluruh mengenai teori-teori utama dalam ekonomi internasional,
kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara dalam konteks global,
serta tantangan-tantangan kontemporer yang dihadapi oleh tatanan ekonomi dunia.
Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan wawasan
ilmiah, khususnya dalam menganalisis posisi dan peran Indonesia dalam ekonomi
global.
Footnotes
[1]
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics: Theory and Policy, 11th ed. (New York: Pearson, 2022), 10–18.
[2]
Dominick Salvatore, International
Economics, 13th ed. (Hoboken: Wiley,
2020), 21–25.
[3]
Jagdish Bhagwati, Protectionism (Cambridge: MIT Press, 2007), 3–12.
[4]
Dani Rodrik, The Globalization
Paradox: Democracy and the Future of the World Economy (New York: W. W. Norton & Company, 2011), 5–9.
2.
Konsep Dasar Ekonomi Internasional
2.1.
Definisi dan Ruang
Lingkup Ekonomi Internasional
Ekonomi
internasional adalah cabang ilmu ekonomi yang mempelajari interaksi ekonomi
antarnegara, terutama dalam hal perdagangan barang dan jasa, pergerakan modal
dan tenaga kerja, serta kebijakan ekonomi yang memengaruhi hubungan antarnegara.¹
Kajian ini mencakup aspek mikroekonomi—seperti teori harga dalam perdagangan
lintas batas—dan makroekonomi, termasuk keseimbangan neraca pembayaran dan
dinamika nilai tukar mata uang.²
Ruang lingkup
ekonomi internasional sangat luas, meliputi:
·
Teori perdagangan
internasional, yang menjelaskan alasan dan manfaat perdagangan
antarnegara;
·
Kebijakan
perdagangan, yang membahas instrumen-instrumen proteksi atau liberalisasi;
·
Keuangan
internasional, yang mengkaji pergerakan modal, kurs valuta asing, dan
sistem moneter internasional;
·
Ekonomi terbuka,
yang menganalisis integrasi ekonomi domestik dalam konteks global.³
Dengan demikian,
ekonomi internasional tidak hanya berfokus pada pergerakan barang dan jasa,
tetapi juga mencakup peran institusi internasional,
dinamika geopolitik, serta efek jangka panjang terhadap pembangunan dan
distribusi pendapatan global.
2.2.
Sejarah dan
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Internasional
Pemikiran mengenai
ekonomi internasional telah mengalami perkembangan signifikan sejak masa merkantilisme
pada abad ke-16 hingga teori perdagangan modern saat ini. Pada masa
merkantilisme, negara dianggap makmur jika berhasil mengekspor lebih banyak
daripada mengimpor, sehingga akumulasi emas dan perak dipandang sebagai ukuran
kekayaan nasional.⁴ Namun, pendekatan ini dikritik oleh Adam
Smith dalam karyanya The Wealth of Nations (1776), yang
memperkenalkan konsep keunggulan absolut, di mana setiap
negara akan memperoleh keuntungan dengan mengkhususkan diri pada produksi
barang yang bisa dihasilkan secara lebih efisien.⁵
Perkembangan penting
berikutnya datang dari David Ricardo, yang
menyempurnakan argumen Smith melalui teori keunggulan komparatif.
Ricardo menunjukkan bahwa bahkan jika suatu negara lebih efisien dalam
memproduksi semua barang dibanding negara lain, perdagangan tetap menguntungkan
jika masing-masing negara mengkhususkan diri berdasarkan biaya peluang
relatif.⁶ Teori ini menjadi fondasi utama dalam justifikasi perdagangan
bebas yang masih relevan hingga kini.
Dalam era modern,
teori-teori baru seperti model Heckscher-Ohlin, teori perdagangan
intraindustri, serta pendekatan berbasis skala ekonomi dan
diferensiasi produk turut memperkaya pemahaman tentang struktur perdagangan
internasional.⁷
2.3.
Hubungan Ekonomi
Internasional dengan Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro
Ekonomi
internasional bersifat lintas dimensi karena menggabungkan pendekatan mikroekonomi dan
makroekonomi dalam menganalisis fenomena global. Dari sisi
mikro, ekonomi internasional menyelidiki perilaku individu, perusahaan, dan pasar dalam
konteks lintas batas, seperti bagaimana tarif memengaruhi harga
relatif barang. Dari sisi makro, ia mengkaji isu-isu seperti neraca perdagangan, inflasi
impor, stabilitas kurs, dan kebijakan moneter terbuka.⁸
Pemahaman ekonomi
internasional juga penting dalam merancang kebijakan ekonomi nasional yang terintegrasi
dengan sistem ekonomi global. Negara yang mampu menyeimbangkan
antara keterbukaan ekonomi dengan stabilitas domestik akan memiliki daya saing
yang lebih baik dalam kancah internasional.
2.4.
Aktor dan Institusi
dalam Ekonomi Internasional
Dalam praktiknya,
ekonomi internasional melibatkan berbagai aktor yang memainkan peran strategis:
·
Negara-bangsa,
yang membuat dan menerapkan kebijakan perdagangan, fiskal, dan moneter;
·
Perusahaan
multinasional, yang beroperasi lintas batas dan memengaruhi aliran
investasi dan teknologi;
·
Lembaga keuangan
internasional, seperti IMF, World Bank,
dan WTO, yang membentuk kerangka kerja global untuk stabilitas
dan integrasi ekonomi.⁹
Institusi-institusi
ini memiliki pengaruh besar terhadap sistem perdagangan dan keuangan dunia,
termasuk dalam proses liberalisasi perdagangan, penanganan krisis
keuangan, serta penyelesaian sengketa antarnegara. Peran aktif
dalam forum-forum internasional memungkinkan negara berkembang seperti
Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam sistem ekonomi global
yang kompleks dan dinamis.
Footnotes
[1]
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics: Theory and Policy, 11th ed. (New York: Pearson, 2022), 5–6.
[2]
Robert J. Carbaugh, International
Economics, 17th ed. (Boston: Cengage
Learning, 2020), 2–4.
[3]
Dennis R. Appleyard, Alfred J. Field, dan Steven L. Cobb, International Economics,
8th ed. (New York: McGraw-Hill, 2017), 1–3.
[4]
Dominick Salvatore, International
Economics, 13th ed. (Hoboken: Wiley,
2020), 25.
[5]
Adam Smith, An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations (London: W. Strahan and T. Cadell, 1776).
[6]
David Ricardo, On the Principles of
Political Economy and Taxation
(London: John Murray, 1817), bab 7.
[7]
Krugman dan Obstfeld, International
Economics, 122–130.
[8]
Carbaugh, International Economics, 12–15.
[9]
Dani Rodrik, The Globalization
Paradox: Democracy and the Future of the World Economy (New York: W. W. Norton & Company, 2011), 43–45.
3.
Teori Perdagangan Internasional
3.1.
Pengantar: Mengapa
Negara Melakukan Perdagangan Internasional
Perdagangan
internasional merupakan fenomena ekonomi yang esensial dalam sistem ekonomi
global. Negara-negara melakukan perdagangan karena tidak semua kebutuhan dan
keinginan dapat dipenuhi secara domestik, baik karena perbedaan
sumber daya alam, teknologi, tenaga kerja, maupun efisiensi produksi.¹
Perdagangan memungkinkan spesialisasi dan peningkatan produktivitas, sehingga
mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.
3.2.
Teori Klasik
Perdagangan Internasional
3.2.1. Teori Keunggulan Absolut –
Adam Smith
Adam Smith (1776)
merupakan pelopor teori perdagangan internasional melalui gagasan keunggulan
absolut. Ia berpendapat bahwa setiap negara sebaiknya memproduksi dan
mengekspor barang yang dapat dihasilkannya dengan lebih efisien dibanding
negara lain, dan mengimpor barang yang diproduksi secara kurang
efisien.² Melalui spesialisasi ini, produktivitas global meningkat dan semua
negara memperoleh keuntungan dari perdagangan.
Contoh: Jika Inggris
lebih efisien dalam memproduksi tekstil, dan Portugal dalam anggur, maka
masing-masing sebaiknya mengekspor barang tersebut dan mengimpor dari yang
lain.
3.2.2.
Teori Keunggulan Komparatif – David Ricardo
David Ricardo (1817)
menyempurnakan pemikiran Smith dengan teori keunggulan komparatif,
yang menekankan bahwa negara tetap bisa memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional walaupun lebih efisien dalam memproduksi semua jenis
barang, selama mereka mengkhususkan diri dalam barang yang
memiliki opportunity
cost relatif lebih rendah.³
Ini merupakan
fondasi teori perdagangan bebas modern dan menjelaskan keuntungan
mutualistik dari spesialisasi internasional, tanpa memerlukan
keunggulan absolut.
3.3.
Teori Modern
Perdagangan Internasional
3.3.1.
Model Heckscher-Ohlin (H-O)
Model ini
dikembangkan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, dan dikenal sebagai teori
faktor endowmen. Menurut model ini, negara
akan mengekspor barang yang produksinya intensif pada faktor produksi yang
dimilikinya secara relatif lebih melimpah, dan mengimpor barang
yang membutuhkan faktor yang langka.⁴
Misalnya, negara
dengan tenaga kerja melimpah akan mengekspor barang padat karya seperti
tekstil, sedangkan negara kaya modal akan mengekspor barang padat modal seperti
mobil.
Meskipun elegan, prediksi
H-O tidak selalu sesuai kenyataan, sebagaimana ditunjukkan oleh
Paradoks
Leontief yang menemukan bahwa AS—negara kaya modal—justru lebih
banyak mengekspor produk padat karya.⁵
3.3.2.
Teori Perdagangan Baru (New Trade Theory)
Dikembangkan pada
akhir 1970-an dan 1980-an oleh ekonom seperti Paul Krugman, teori ini
menjelaskan bahwa perdagangan juga dapat terjadi antarnegara
dengan sumber daya serupa, karena skala
ekonomi dan diferensiasi produk.⁶
Konsumen cenderung
menginginkan variasi produk, dan perusahaan mendapat keuntungan dari produksi
dalam skala besar—hal ini mendorong perdagangan intraindustri seperti antara
mobil Jepang dan mobil Jerman.
Teori ini
menjelaskan mengapa negara-negara maju saling berdagang
barang-barang yang serupa, yang tidak bisa dijelaskan oleh
teori klasik maupun H-O.
3.4.
Teori Siklus Produk
dan Teknologi
Teori
siklus produk oleh Raymond Vernon menyoroti peran inovasi dalam
perdagangan. Suatu produk biasanya ditemukan dan diproduksi pertama kali di
negara maju, kemudian saat teknologi menyebar dan biaya menurun, produksinya
dipindahkan ke negara berkembang.⁷
Contohnya adalah
produk elektronik seperti televisi dan ponsel, yang awalnya diproduksi di AS
dan Jepang, tetapi kini lebih banyak diproduksi di Asia Tenggara dan Tiongkok.
Teori ini menjelaskan
dinamika perubahan pola perdagangan dari waktu ke waktu,
berdasarkan siklus hidup produk dan difusi teknologi antarnegara.
3.5.
Evaluasi dan Aplikasi
Teori Perdagangan
Teori-teori
perdagangan internasional memberikan dasar pemahaman yang penting bagi perumus
kebijakan. Namun, dalam praktiknya, faktor-faktor seperti intervensi pemerintah,
struktur pasar, geopolitik, dan isu distribusi pendapatan seringkali menghambat
penerapan teori murni.⁸
Kritik terhadap
teori klasik dan neoklasik juga menyoroti ketimpangan hasil perdagangan—di
mana negara berkembang seringkali terkunci pada ekspor komoditas primer,
sedangkan negara maju mendominasi nilai tambah industri manufaktur dan
teknologi tinggi.⁹
Sebagai respons,
pendekatan kontemporer menggabungkan teori dengan analisis institusional,
struktural, dan historis, untuk memahami kompleksitas
perdagangan global yang sesungguhnya.
Footnotes
[1]
Robert J. Carbaugh, International
Economics, 17th ed. (Boston: Cengage
Learning, 2020), 30–32.
[2]
Adam Smith, An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations (London: W. Strahan and T. Cadell, 1776), Book IV.
[3]
David Ricardo, On the Principles of
Political Economy and Taxation
(London: John Murray, 1817), chap. 7.
[4]
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics: Theory and Policy, 11th ed. (New York: Pearson, 2022), 72–75.
[5]
Wassily Leontief, “Domestic Production and Foreign Trade: The American
Capital Position Re-examined,” Proceedings
of the American Philosophical Society
97, no. 4 (1953): 332–349.
[6]
Paul Krugman, “Increasing Returns, Monopolistic Competition, and
International Trade,” Journal of
International Economics 9, no. 4
(1979): 469–479.
[7]
Raymond Vernon, “International Investment and International Trade in
the Product Cycle,” Quarterly Journal of
Economics 80, no. 2 (1966): 190–207.
[8]
Dani Rodrik, The Globalization
Paradox: Democracy and the Future of the World Economy (New York: W. W. Norton & Company, 2011), 87–91.
[9]
Ha-Joon Chang, Kicking Away the
Ladder: Development Strategy in Historical Perspective (London: Anthem Press, 2002), 29–33.
4.
Kebijakan Perdagangan Internasional
4.1.
Konsep Dasar Kebijakan
Perdagangan
Kebijakan
perdagangan internasional merujuk pada serangkaian peraturan, strategi, dan instrumen
yang diterapkan oleh pemerintah dalam mengatur kegiatan ekspor dan impor barang
dan jasa.¹ Tujuan utamanya adalah untuk melindungi kepentingan
nasional, meningkatkan kesejahteraan ekonomi, serta menjaga kestabilan neraca
pembayaran. Kebijakan ini dapat berupa dukungan terhadap perdagangan bebas
maupun penerapan
langkah-langkah proteksionis tergantung pada konteks sosial,
politik, dan ekonomi suatu negara.
Secara umum,
kebijakan perdagangan dibagi menjadi dua kategori besar:
·
Kebijakan
liberalisasi perdagangan, yang menekankan penghapusan hambatan-hambatan
perdagangan untuk mendorong integrasi ekonomi global.
·
Kebijakan
proteksionisme, yang justru menerapkan hambatan perdagangan demi
melindungi industri dalam negeri dari kompetisi luar negeri.²
4.2.
Instrumen Kebijakan
Perdagangan
Berbagai instrumen
kebijakan perdagangan telah digunakan dalam praktik internasional. Beberapa
yang utama antara lain:
4.2.1.
Tarif dan Bea Masuk
Tarif adalah pajak
yang dikenakan atas barang impor. Tarif memiliki dua fungsi: membatasi
volume impor dan meningkatkan pendapatan negara.
Tarif yang tinggi dapat membuat harga barang impor lebih mahal dibandingkan
barang lokal, sehingga mendorong konsumen untuk membeli produk dalam negeri.³
4.2.2.
Kuota dan Pembatasan Kuantitatif
Kuota merupakan
pembatasan jumlah barang tertentu yang boleh diimpor dalam periode waktu
tertentu. Kuota tidak menghasilkan pendapatan fiskal, tetapi membatasi
secara langsung akses pasar asing, dan sering digunakan
bersamaan dengan sistem lisensi impor.⁴
4.2.3.
Subsidi Ekspor
Pemerintah dapat
memberikan subsidi kepada produsen domestik agar harga produknya lebih
kompetitif di pasar internasional. Namun, subsidi dapat merusak mekanisme pasar global
dan dianggap sebagai bentuk praktik perdagangan tidak adil dalam kerangka WTO.⁵
4.2.4.
Hambatan Non-Tarif (Non-Tariff Barriers/NTBs)
Hambatan ini
mencakup regulasi teknis, standar kesehatan dan keamanan, serta prosedur
administrasi yang kompleks. NTBs sering kali menjadi alat
proteksi terselubung yang legal, dan dapat berdampak besar
terhadap kelancaran perdagangan global.⁶
4.3.
Argumentasi Teoritis:
Perdagangan Bebas vs Proteksionisme
Dalam teori ekonomi,
perdagangan
bebas dipandang lebih efisien dan optimal dalam alokasi sumber daya.
Dengan spesialisasi dan skala ekonomi, setiap negara dapat memperoleh manfaat
maksimal dari perdagangan.⁷ Namun, kenyataannya, berbagai alasan sering
dikemukakan untuk membenarkan proteksionisme:
·
Melindungi industri
infant (baru tumbuh) agar mampu bersaing dalam jangka panjang.⁸
·
Menjaga ketahanan
ekonomi nasional, terutama dalam sektor strategis seperti pangan dan energi.
·
Mengurangi
ketergantungan ekonomi terhadap negara lain atau pasar global.
·
Mengatasi
ketidakseimbangan neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
Ekonom seperti Jagdish
Bhagwati menyatakan bahwa proteksionisme sering kali digunakan
sebagai dalih politik oleh kelompok-kelompok kepentingan domestik untuk
mempertahankan monopoli atau inefisiensi.⁹ Namun, dalam situasi tertentu,
langkah protektif dapat dibenarkan secara ekonomi, misalnya saat menghadapi
dumping atau ketimpangan struktural yang tajam.¹⁰
4.4.
Peran Organisasi
Internasional dalam Regulasi Perdagangan
World
Trade Organization (WTO) memainkan peran penting dalam mengatur
sistem perdagangan dunia berdasarkan prinsip-prinsip non-diskriminasi,
transparansi, dan penyelesaian sengketa secara adil.¹¹
Organisasi ini menggantikan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) sejak
tahun 1995 dan menjadi lembaga sentral dalam merumuskan kesepakatan
multilateral.
Selain WTO, perjanjian
perdagangan regional dan bilateral seperti ASEAN Free Trade
Area (AFTA), USMCA, serta Uni Eropa juga memiliki peran strategis dalam menata
hubungan dagang antarnegara dengan basis preferensi regional. Sementara itu,
IMF dan Bank Dunia berperan dalam mendukung stabilitas makroekonomi dan
kapasitas fiskal negara berkembang dalam menjalankan liberalisasi
perdagangan.¹²
4.5.
Studi Kasus: Kebijakan
Perdagangan Indonesia
Indonesia telah
menjalankan pendekatan campuran antara liberalisasi dan proteksi.
Sejak era reformasi, Indonesia bergabung aktif dalam WTO dan menandatangani
berbagai FTA (Free Trade Agreement). Namun demikian, untuk sektor-sektor
tertentu seperti industri otomotif, pertanian, dan produk UMKM,
kebijakan protektif tetap diterapkan guna menjaga daya saing domestik.¹³
Kebijakan
perdagangan Indonesia juga diarahkan pada penguatan ekspor berbasis nilai tambah,
bukan hanya ekspor komoditas mentah. Hal ini sejalan dengan strategi jangka
panjang untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam
rantai nilai global (global value chain).¹⁴
Footnotes
[1]
Robert J. Carbaugh, International
Economics, 17th ed. (Boston: Cengage
Learning, 2020), 114.
[2]
Dennis R. Appleyard, Alfred J. Field, dan Steven L. Cobb, International Economics,
8th ed. (New York: McGraw-Hill, 2017), 123–124.
[3]
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics: Theory and Policy, 11th ed. (New York: Pearson, 2022), 198–200.
[4]
Dominick Salvatore, International
Economics, 13th ed. (Hoboken: Wiley,
2020), 180–182.
[5]
Douglas A. Irwin, “The Political Economy of Free Trade,” Journal of Economic Perspectives 6, no. 4 (1992): 107–108.
[6]
Jagdish Bhagwati, Protectionism (Cambridge: MIT Press, 2007), 24–28.
[7]
Krugman dan Obstfeld, International
Economics, 53–56.
[8]
Ha-Joon Chang, Kicking Away the
Ladder: Development Strategy in Historical Perspective (London: Anthem Press, 2002), 59–60.
[9]
Bhagwati, Protectionism, 40–42.
[10]
Joseph E. Stiglitz, Globalization
and Its Discontents (New York: W. W.
Norton & Company, 2002), 60–61.
[11]
World Trade Organization, “Understanding the WTO,” accessed April 20,
2025, https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/whatis_e.htm.
[12]
IMF, Trade and Globalization, 2023 Report, https://www.imf.org.
[13]
Kementerian Perdagangan RI, Laporan
Kinerja Perdagangan Internasional Indonesia (Jakarta: Kemendag, 2023), 45–48.
[14]
Bank Indonesia, Outlook Perekonomian
Indonesia 2024, 66–70.
5.
Neraca Pembayaran dan Kurs Valuta Asing
5.1.
Pengertian dan Fungsi
Neraca Pembayaran
Neraca
pembayaran (Balance of Payments, BOP) merupakan catatan
sistematis yang mencerminkan semua transaksi ekonomi antara penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain dalam suatu periode tertentu.¹ Dokumen ini
meliputi arus barang dan jasa, aliran modal, serta perubahan
cadangan devisa, dan digunakan sebagai indikator utama dalam
menilai kondisi eksternal suatu perekonomian.
Neraca pembayaran
terbagi menjadi tiga komponen utama:
·
Transaksi Berjalan
(Current Account): mencakup ekspor-impor barang dan jasa, pendapatan
faktor produksi, serta transfer unilateral.
·
Transaksi Modal dan
Finansial (Capital and Financial Account): meliputi investasi
langsung, portofolio, dan arus modal jangka pendek.
·
Cadangan Resmi dan
Kesalahan Statistik: mencerminkan intervensi otoritas moneter dalam
pasar valuta asing dan koreksi terhadap ketidaksesuaian pencatatan.²
Keseimbangan dalam
neraca pembayaran bukan berarti nilai antara ekspor dan impor harus sama,
melainkan kemampuan suatu negara untuk membiayai defisit
atau memanfaatkan surplus secara produktif.³
5.2.
Neraca Transaksi
Berjalan dan Dampaknya terhadap Ekonomi
Transaksi
berjalan sering menjadi sorotan utama karena menunjukkan apakah
suatu negara mengkonsumsi lebih banyak daripada yang diproduksi (defisit), atau
sebaliknya (surplus). Defisit transaksi berjalan dapat
menandakan ketergantungan pada pembiayaan luar negeri, yang berpotensi
menimbulkan tekanan terhadap stabilitas ekonomi makro.⁴
Sebaliknya, surplus
transaksi berjalan—seperti yang dialami Tiongkok dan Jerman dalam dua dekade
terakhir—dapat memperkuat posisi cadangan devisa dan stabilitas kurs, namun
juga memicu ketidakseimbangan global yang memunculkan ketegangan dagang.⁵
5.3.
Kurs Valuta Asing:
Sistem dan Penentuannya
Kurs
valuta asing (foreign exchange rate) adalah harga mata uang
suatu negara terhadap mata uang lain. Kurs dapat ditentukan dalam tiga sistem
utama:⁶
·
Sistem kurs tetap
(fixed exchange rate): nilai tukar ditetapkan oleh otoritas moneter
dan dijaga melalui intervensi.
·
Sistem kurs
mengambang (floating exchange rate): nilai tukar ditentukan oleh
mekanisme pasar tanpa campur tangan aktif dari otoritas moneter.
·
Sistem kurs
mengambang terkendali (managed float): kombinasi keduanya, di mana
bank sentral intervensi jika terjadi fluktuasi ekstrem.
Penentu nilai tukar
dalam sistem mengambang mencakup:
·
Permintaan dan penawaran
valas di pasar.
·
Inflasi relatif antara
negara.
·
Tingkat suku bunga dan arus
modal.
·
Ekspektasi pasar terhadap
stabilitas politik dan ekonomi.⁷
5.4.
Intervensi Bank
Sentral dan Stabilitas Nilai Tukar
Bank sentral
memainkan peran penting dalam menstabilkan nilai tukar,
terutama dalam sistem kurs mengambang terkendali. Mereka dapat membeli atau
menjual valuta asing untuk mengurangi volatilitas dan menjaga kepercayaan
pasar. Intervensi ini memengaruhi posisi cadangan devisa dan
dapat berdampak pada moneter domestik.⁸
Sebagai contoh, Bank
Indonesia secara rutin melakukan intervensi di pasar valas
untuk menjaga
nilai tukar rupiah dalam koridor yang stabil, terutama saat
terjadi tekanan global seperti kenaikan suku bunga The Fed atau lonjakan harga
minyak dunia.⁹
Namun demikian,
intervensi yang berlebihan dapat menyebabkan distorsi pasar dan mendorong
spekulasi, serta menguras cadangan devisa jika tidak diimbangi
dengan kebijakan makroekonomi yang kredibel.
5.5.
Implikasi Kurs dan
Neraca Pembayaran terhadap Kebijakan Ekonomi
Nilai tukar yang
tidak stabil atau neraca pembayaran yang tidak seimbang dapat memaksa
pemerintah untuk melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi. Dalam kasus defisit
transaksi berjalan yang kronis, negara dapat:
·
Melakukan devaluasi
mata uang untuk meningkatkan ekspor.
·
Menerapkan kebijakan pengetatan
fiskal dan moneter untuk mengurangi permintaan impor.
·
Meningkatkan daya
saing industri domestik melalui reformasi struktural.¹⁰
Sebaliknya, surplus
neraca pembayaran dapat digunakan untuk memperkuat cadangan
devisa atau diinvestasikan ke luar negeri,
seperti dilakukan oleh negara-negara surplus seperti Jepang, Norwegia, atau Uni
Emirat Arab melalui sovereign wealth funds.
Kebijakan nilai
tukar dan neraca pembayaran memiliki konsekuensi langsung terhadap inflasi, suku
bunga, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat,
sehingga harus dikelola secara hati-hati dan terintegrasi dengan kebijakan
makro lainnya.
Footnotes
[1]
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics: Theory and Policy, 11th ed. (New York: Pearson, 2022), 383.
[2]
Dominick Salvatore, International
Economics, 13th ed. (Hoboken: Wiley,
2020), 428–430.
[3]
Robert J. Carbaugh, International
Economics, 17th ed. (Boston: Cengage
Learning, 2020), 347–350.
[4]
IMF, External Sector Report:
Tackling Global Imbalances and Currency Misalignments, July 2023, https://www.imf.org.
[5]
Dani Rodrik, The Globalization
Paradox: Democracy and the Future of the World Economy (New York: W. W. Norton & Company, 2011),
123–125.
[6]
Krugman dan Obstfeld, International
Economics, 405–410.
[7]
Dennis R. Appleyard, Alfred J. Field, dan Steven L. Cobb, International Economics,
8th ed. (New York: McGraw-Hill, 2017), 412–415.
[8]
Bank for International Settlements, Central
Bank Market Interventions: Effects and Effectiveness, 2022.
[9]
Bank Indonesia, Laporan Stabilitas
Sistem Keuangan, Triwulan IV 2023,
31–34.
[10]
Ha-Joon Chang, Economics: The User’s
Guide (London: Pelican Books, 2014),
204–206.
6.
Arus Modal Internasional dan Investasi Asing
6.1.
Konsep Arus Modal
Internasional
Arus
modal internasional merujuk pada pergerakan dana atau aset
keuangan antarnegara yang digunakan untuk tujuan investasi, pembiayaan, atau
spekulasi. Arus ini terdiri dari dua bentuk utama:
·
Investasi langsung
asing (Foreign Direct Investment/FDI): investasi jangka panjang di
mana investor memiliki kontrol atau pengaruh substansial terhadap perusahaan di
negara penerima.
·
Investasi
portofolio: investasi jangka pendek di pasar keuangan seperti saham,
obligasi, dan instrumen derivatif tanpa keterlibatan dalam manajemen.¹
Arus modal memainkan
peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, meningkatkan likuiditas
global, serta memperkuat integrasi keuangan antarnegara. Namun, pergerakan
modal yang cepat dan besar juga dapat menimbulkan risiko volatilitas dan
ketidakstabilan makroekonomi, khususnya bagi negara-negara
berkembang.²
6.2.
Motif dan Faktor
Pendorong Arus Modal
Beberapa faktor
utama yang mendorong arus modal internasional antara lain:
·
Perbedaan suku
bunga antarnegara (interest rate differentials).
·
Prospek pertumbuhan
ekonomi dan keuntungan investasi.
·
Stabilitas politik
dan ekonomi, serta kebijakan makro yang kredibel.
·
Perlindungan hukum
terhadap investor asing.³
FDI biasanya
dipengaruhi oleh motif strategis, seperti akses
terhadap pasar, sumber daya, atau efisiensi biaya produksi. Sementara itu, arus
portofolio lebih dipicu oleh dinamika return dan risiko jangka pendek,
serta persepsi pasar terhadap ekspektasi moneter dan geopolitik.⁴
6.3.
Investasi Langsung
Asing (FDI) dan Dampaknya
FDI merupakan bentuk
investasi asing yang dianggap lebih stabil dan produktif karena biasanya
disertai dengan transfer teknologi, penciptaan lapangan kerja,
serta integrasi industri lokal ke dalam rantai nilai global.⁵
Banyak negara
berkembang menjadikan FDI sebagai strategi untuk meningkatkan industrialisasi,
khususnya dalam sektor manufaktur, infrastruktur, dan energi. Namun demikian,
FDI juga dapat menimbulkan tantangan seperti:
·
Dominasi perusahaan
asing atas sektor strategis.
·
Pemindahan
keuntungan (profit shifting) ke negara asal.
·
Risiko
ketergantungan ekonomi terhadap investor luar negeri.⁶
Untuk memaksimalkan
manfaatnya, negara penerima perlu memiliki kebijakan investasi yang selektif dan berbasis
kepentingan nasional, termasuk syarat alih teknologi dan
keterlibatan industri lokal.
6.4.
Investasi Portofolio
dan Risiko Volatilitas
Berbeda dengan FDI, investasi
portofolio bersifat lebih spekulatif dan sangat sensitif
terhadap perubahan ekspektasi pasar. Aliran modal masuk yang besar dapat
memperkuat nilai tukar dan menaikkan harga aset finansial, tetapi juga
meningkatkan risiko sudden reversal atau
pembalikan modal secara mendadak.⁷
Krisis keuangan Asia
1997 dan krisis global 2008 menjadi contoh nyata bagaimana arus
modal jangka pendek dapat memperburuk krisis makroekonomi
ketika terjadi ketidakpastian global. Oleh karena itu, banyak negara menerapkan
mekanisme
pengendalian modal (capital controls) sebagai instrumen untuk
menyeimbangkan antara liberalisasi keuangan dan stabilitas domestik.⁸
6.5.
Peran Institusi
Internasional dalam Mengelola Arus Modal
Dana
Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memainkan peran
penting dalam memberikan pembiayaan darurat dan asistensi teknis bagi
negara-negara yang mengalami tekanan arus modal. IMF juga mengembangkan
kerangka kerja untuk membantu negara-negara menilai kerentanan terhadap krisis
neraca pembayaran dan merancang kebijakan makroprudensial yang adaptif.⁹
Sementara itu,
organisasi seperti OECD dan UNCTAD
memberikan panduan internasional terkait regulasi FDI yang adil dan transparan,
serta mendukung negara berkembang dalam memperkuat daya tarik investasi melalui
pembangunan kapasitas kelembagaan.
6.6.
Arus Modal
Internasional dan Strategi Ekonomi Indonesia
Indonesia telah
mengalami peningkatan arus modal asing sejak liberalisasi ekonomi
pascareformasi. FDI mengalir terutama ke sektor manufaktur,
pertambangan, dan infrastruktur, sementara investasi portofolio
terkonsentrasi pada pasar surat utang negara dan saham.¹⁰
Pemerintah Indonesia
melalui BKPM (sekarang Kementerian Investasi) terus melakukan reformasi untuk
meningkatkan kemudahan berusaha dan iklim investasi, seperti melalui Omnibus
Law Cipta Kerja. Namun tantangan tetap ada, termasuk:
·
Kepastian hukum dan
birokrasi.
·
Risiko nilai tukar.
·
Infrastruktur logistik yang
belum merata.
Di sisi lain,
otoritas moneter seperti Bank Indonesia aktif dalam
mengelola aliran modal jangka pendek agar tidak menimbulkan volatilitas nilai tukar dan
inflasi yang tidak terkendali, termasuk melalui intervensi
pasar dan cadangan devisa.
Footnotes
[1]
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics: Theory and Policy, 11th ed. (New York: Pearson, 2022), 490–491.
[2]
Robert J. Carbaugh, International
Economics, 17th ed. (Boston: Cengage
Learning, 2020), 368–370.
[3]
Dominick Salvatore, International
Economics, 13th ed. (Hoboken: Wiley,
2020), 447–449.
[4]
Richard E. Baldwin dan Charles Wyplosz, The Economics of European Integration, 6th ed. (London: McGraw-Hill, 2019), 224–226.
[5]
UNCTAD, World Investment Report
2023: Investing in Sustainable Energy for All, Geneva: United Nations, 2023, 19–21.
[6]
Ha-Joon Chang, Kicking Away the
Ladder: Development Strategy in Historical Perspective (London: Anthem Press, 2002), 77–79.
[7]
Barry Eichengreen, Globalizing Capital: A
History of the International Monetary System, 3rd ed. (Princeton: Princeton University Press, 2019), 186–189.
[8]
IMF, Capital Flow Management
Measures: Macro-Financial Considerations, 2022, https://www.imf.org.
[9]
IMF, Integrated Policy
Framework: Institutional View on Capital Flows, 2023, https://www.imf.org.
[10]
Kementerian Investasi RI, Laporan
Realisasi Investasi 2023, https://www.investindonesia.go.id.
7.
Globalisasi Ekonomi dan Tantangan Kontemporer
7.1.
Pengertian dan
Karakteristik Globalisasi Ekonomi
Globalisasi
ekonomi merujuk pada integrasi yang semakin mendalam antara
ekonomi nasional dengan sistem ekonomi global melalui peningkatan arus
perdagangan, investasi, informasi, dan tenaga kerja lintas batas.¹ Fenomena ini
dipicu oleh kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi, liberalisasi kebijakan
ekonomi, serta ekspansi peran perusahaan multinasional.
Karakteristik utama
globalisasi ekonomi mencakup:
·
Peningkatan volume
dan kompleksitas perdagangan internasional.
·
Arus modal dan
investasi lintas negara yang dinamis.
·
Integrasi pasar
keuangan global.
·
Keterkaitan sistem
produksi dan rantai pasok global (global value chains).²
Globalisasi telah
membawa peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi dan difusi teknologi, tetapi juga
memunculkan tantangan sosial, politik, dan ekologis yang signifikan.
7.2.
Dampak Positif
Globalisasi Ekonomi
Secara teoritis dan
empiris, globalisasi ekonomi memberikan sejumlah manfaat:
·
Akses terhadap
pasar global memungkinkan negara-negara berkembang memperluas ekspor
dan menarik investasi asing.
·
Spesialisasi dan
skala ekonomi mendorong efisiensi produksi dan daya saing.
·
Peningkatan
transfer teknologi serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia.
·
Diversifikasi
pilihan konsumen dan penurunan harga relatif.³
Studi oleh Bank
Dunia menunjukkan bahwa negara-negara yang terbuka terhadap perdagangan dan
investasi mengalami pertumbuhan PDB per kapita lebih tinggi dibanding negara
yang tertutup.⁴ Namun demikian, manfaat ini tidak selalu terdistribusi secara
merata.
7.3.
Ketimpangan Global dan
Kesenjangan Pembangunan
Salah satu kritik
utama terhadap globalisasi adalah kontribusinya terhadap peningkatan ketimpangan,
baik antarnegara maupun di dalam negara. Negara-negara maju cenderung lebih
diuntungkan dari globalisasi dibandingkan negara berkembang yang masih
bergantung pada ekspor komoditas primer.⁵
Di sisi domestik, segmen
masyarakat berpendidikan rendah atau yang bekerja di sektor informal
sering kali tidak mendapatkan manfaat langsung dari integrasi global. Hal ini
mendorong polarisasi sosial dan meningkatkan resistensi terhadap keterbukaan
ekonomi.⁶
Contoh nyata adalah
dampak relokasi industri manufaktur dari negara maju ke negara berkembang, yang
memicu kehilangan pekerjaan di sektor tradisional di negara asal, sekaligus
menciptakan tekanan upah di negara tujuan.
7.4.
Krisis Global dan
Kerentanan Sistem Ekonomi
Globalisasi juga
telah mempercepat transmisi krisis keuangan dan ekonomi lintas batas,
sebagaimana terlihat pada krisis finansial Asia 1997, krisis keuangan global
2008, dan krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19.⁷
Integrasi
pasar keuangan global menciptakan saluran cepat bagi persebaran
guncangan ekonomi, yang jika tidak diantisipasi, dapat menimbulkan efek domino
terhadap stabilitas ekonomi nasional. Hal ini mempertegas pentingnya kebijakan
makroprudensial, cadangan devisa yang cukup, serta koordinasi antarnegara
dalam merespons krisis global.⁸
7.5.
Isu Lingkungan dan
Keberlanjutan Globalisasi
Salah satu kritik
kontemporer terhadap globalisasi adalah dampaknya terhadap lingkungan hidup.
Peningkatan produksi dan konsumsi global telah memicu eksploitasi
sumber daya alam, degradasi lingkungan, dan peningkatan emisi karbon.⁹
Dalam konteks ini,
muncul dorongan kuat untuk menciptakan “globalisasi berkelanjutan”,
yakni sistem ekonomi global yang:
·
Menginternalisasi biaya
lingkungan dalam harga pasar.
·
Mendorong transisi energi
hijau dan ekonomi rendah karbon.
·
Memberikan insentif bagi
perusahaan yang menerapkan standar lingkungan dan sosial yang tinggi.¹⁰
Organisasi seperti UNCTAD
dan OECD
menekankan pentingnya prinsip pembangunan berkelanjutan dalam tata kelola
globalisasi ekonomi, termasuk melalui penguatan perdagangan hijau dan investasi
berwawasan lingkungan.
7.6.
Tanggapan terhadap
Deglobalisasi dan Fragmentasi Ekonomi
Dalam beberapa tahun
terakhir, tren deglobalisasi atau fragmentasi
ekonomi global mulai mengemuka, ditandai oleh:
·
Meningkatnya
proteksionisme dan perang dagang, terutama antara AS dan Tiongkok.
·
Relokasi rantai
pasok strategis akibat ketegangan geopolitik dan pandemi.
·
Kebangkitan
nasionalisme ekonomi dan keinginan untuk memperkuat kedaulatan
industri domestik.¹¹
Meskipun globalisasi
tidak sepenuhnya berakhir, arah pergerakannya telah berubah menuju pola regionalisasi
dan pendekatan selektif terhadap integrasi ekonomi.
Negara-negara dituntut untuk mengelola keterbukaan ekonomi secara strategis,
menyeimbangkan antara daya saing global dan ketahanan nasional.
Footnotes
[1]
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics: Theory and Policy, 11th ed. (New York: Pearson, 2022), 9–11.
[2]
Richard Baldwin, The Great Convergence:
Information Technology and the New Globalization (Cambridge: Harvard University Press, 2016), 63–67.
[3]
Robert J. Carbaugh, International
Economics, 17th ed. (Boston: Cengage
Learning, 2020), 485–488.
[4]
World Bank, Globalization and
Growth: Implications for Poverty and Inequality (Washington, DC: World Bank Publications, 2004),
25–29.
[5]
Dani Rodrik, The Globalization
Paradox: Democracy and the Future of the World Economy (New York: W. W. Norton & Company, 2011),
142–145.
[6]
Branko Milanović, Global Inequality: A
New Approach for the Age of Globalization (Cambridge: Harvard University Press, 2016), 104–106.
[7]
Barry Eichengreen, Globalizing Capital: A
History of the International Monetary System, 3rd ed. (Princeton: Princeton University Press, 2019), 223–226.
[8]
IMF, Integrated Policy
Framework for Managing External Shocks,
2023, https://www.imf.org.
[9]
Nicholas Stern, Why Are We Waiting? The
Logic, Urgency, and Promise of Tackling Climate Change (Cambridge: MIT Press, 2015), 53–59.
[10]
UNCTAD, Trade and Environment
Review 2023: Building a Sustainable Global Economy, Geneva: United Nations, 2023.
[11]
IMF, Geoeconomic
Fragmentation and the Future of Multilateralism, 2023 Annual Meetings Paper, https://www.imf.org.
8.
Peran Indonesia dalam Ekonomi Internasional
8.1.
Posisi Strategis
Indonesia dalam Sistem Ekonomi Global
Sebagai negara
kepulauan terbesar dengan letak geografis strategis di jalur perdagangan
internasional antara Samudera Pasifik dan Hindia, Indonesia
memiliki peran penting dalam dinamika ekonomi global.¹ Dengan
populasi lebih dari 270 juta jiwa dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara,
Indonesia termasuk dalam kelompok negara G20, yang
mencerminkan peranannya sebagai kekuatan ekonomi menengah di
tataran global.
Dalam dua dekade
terakhir, keterlibatan Indonesia dalam perdagangan dan investasi internasional
terus meningkat. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa kontribusi
ekspor terhadap PDB Indonesia pada tahun 2022 mencapai 22,6%,
sementara arus investasi asing langsung (FDI) mengalami pertumbuhan stabil
sejak reformasi ekonomi pascareformasi 1998.²
8.2.
Struktur Perdagangan
Internasional Indonesia
Struktur ekspor
Indonesia selama ini didominasi oleh komoditas primer, seperti
batubara, minyak kelapa sawit (CPO), karet, dan produk pertambangan. Namun
dalam beberapa tahun terakhir, terdapat pergeseran ke arah ekspor barang manufaktur dan
bernilai tambah, termasuk besi dan baja, elektronik, serta
produk tekstil.³
Pasar ekspor utama
Indonesia meliputi Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, India, dan
Singapura, sementara impor Indonesia mencakup bahan baku
industri, barang modal, serta produk konsumsi.⁴ Untuk meningkatkan daya saing
ekspor, pemerintah telah menerapkan strategi hilirisasi industri,
khususnya di sektor pertambangan seperti nikel dan tembaga.
Kebijakan ini
bertujuan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan mendorong
penciptaan nilai tambah di dalam negeri.⁵
8.3.
Peran Indonesia dalam
Organisasi dan Perjanjian Ekonomi Internasional
Indonesia aktif
dalam berbagai forum ekonomi multilateral dan regional, antara lain:
·
World Trade
Organization (WTO) – sebagai negara anggota sejak 1995, Indonesia
berperan dalam negosiasi putaran Doha serta isu-isu perdagangan yang menyangkut
negara berkembang.
·
G20 –
sebagai satu-satunya wakil ASEAN, Indonesia turut menentukan agenda global
dalam isu ketahanan pangan, energi, reformasi keuangan, dan ekonomi digital.
·
ASEAN Economic
Community (AEC) – Indonesia mendorong integrasi ekonomi kawasan
melalui harmonisasi tarif dan peraturan perdagangan.
·
Kerja sama ekonomi
Asia-Pasifik (APEC) dan perjanjian Regional Comprehensive
Economic Partnership (RCEP) – yang memperkuat akses pasar dan rantai
pasok regional.⁶
Aktivisme Indonesia
di berbagai forum ini menunjukkan komitmen terhadap sistem
perdagangan multilateral yang terbuka dan adil, serta upaya
diplomasi ekonomi untuk memperkuat posisi tawar dalam tata ekonomi dunia.⁷
8.4.
Tantangan yang
Dihadapi Indonesia dalam Ekonomi Internasional
Meskipun menunjukkan
kemajuan, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan dalam memperkuat peran
globalnya, di antaranya:
·
Ketergantungan pada
ekspor komoditas, yang rentan terhadap fluktuasi harga dunia.
·
Defisit transaksi
berjalan yang kronis akibat impor barang modal dan jasa yang tinggi.
·
Ketimpangan daya
saing sektor industri karena produktivitas rendah dan keterbatasan
teknologi.
·
Hambatan regulasi
dan birokrasi investasi, yang menurunkan daya tarik Indonesia sebagai
tujuan FDI.⁸
Untuk mengatasi
tantangan tersebut, pemerintah terus mendorong reformasi struktural melalui
program seperti Omnibus Law Cipta Kerja,
pengembangan infrastruktur, digitalisasi UMKM, serta integrasi ekonomi digital
dalam kerangka ekonomi global.⁹
8.5.
Prospek dan Strategi
Penguatan Peran Global Indonesia
Prospek Indonesia
dalam ekonomi internasional cukup menjanjikan, terutama jika strategi
pembangunan diarahkan pada:
·
Diversifikasi
ekspor dan penguatan industri berbasis inovasi.
·
Pengembangan
ekonomi hijau dan berkelanjutan, guna merespons tuntutan global
terhadap dekarbonisasi.
·
Peningkatan
kualitas SDM dan pendidikan vokasional dalam menunjang ekonomi
berbasis pengetahuan.
·
Kebijakan
perdagangan dan investasi yang inklusif dan berbasis kepentingan nasional.
Indonesia juga perlu
memperkuat
daya saing regional melalui ASEAN sebagai batu loncatan dalam
menghadapi persaingan global, serta mengoptimalkan diplomasi ekonomi dalam
forum-forum strategis seperti G20 dan RCEP.¹⁰
Dengan pendekatan
yang terintegrasi dan berorientasi jangka panjang, Indonesia berpotensi menjadi
kekuatan
ekonomi utama di kawasan Asia dan kontributor aktif dalam tata ekonomi global
yang adil dan berkelanjutan.
Footnotes
[1]
Robert J. Carbaugh, International
Economics, 17th ed. (Boston: Cengage
Learning, 2020), 302–305.
[2]
World Bank, World Development
Indicators, accessed April 2025, https://databank.worldbank.org.
[3]
Kementerian Perdagangan RI, Laporan
Kinerja Perdagangan Internasional Indonesia 2023 (Jakarta: Kemendag, 2024), 19–22.
[4]
Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik
Ekspor Impor Indonesia 2023, https://www.bps.go.id.
[5]
Kementerian Investasi RI, Strategi
Hilirisasi dan Realisasi Investasi Nasional 2023, https://www.investindonesia.go.id.
[6]
ASEAN Secretariat, ASEAN Integration
Report 2023 (Jakarta: ASEAN, 2024),
40–45.
[7]
Ministry of Foreign Affairs Indonesia, Indonesia’s Role in Global Economic Forums, Policy Brief Series No. 7, 2023.
[8]
OECD, Investment Policy
Review of Indonesia 2022 (Paris:
OECD Publishing, 2022), 15–18.
[9]
Bank Indonesia, Outlook Ekonomi
Indonesia 2024, 33–36.
[10]
UNCTAD, Trade and Development
Report 2023, Geneva: United Nations,
2023, 61–64.
9.
Penutup
Studi mengenai ekonomi internasional
merupakan bagian integral dari pemahaman atas dinamika global kontemporer yang
semakin kompleks. Melalui kajian ini, terlihat bahwa interaksi
antarnegara dalam perdagangan, arus modal, nilai tukar, dan kebijakan ekonomi
tidak hanya membentuk struktur ekonomi dunia, tetapi juga menentukan arah
pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.¹
Dari perspektif
teoretis, pembahasan tentang keunggulan komparatif, model Heckscher-Ohlin,
teori siklus produk, hingga perdagangan intraindustri menunjukkan
bahwa perdagangan internasional mendorong efisiensi alokasi sumber daya dan
peningkatan spesialisasi produksi.² Namun dalam praktiknya, keterlibatan dalam
ekonomi global tidak selalu menghasilkan distribusi manfaat yang merata—baik
antarnegara maupun di dalam negeri—sehingga memunculkan dinamika baru seperti
proteksionisme, deglobalisasi, dan nasionalisme ekonomi.³
Kebijakan
perdagangan internasional—melalui instrumen seperti tarif, kuota, subsidi,
serta regulasi non-tarif—menjadi alat utama bagi negara dalam menavigasi sistem
global yang penuh tantangan. Hal ini harus dikelola secara bijak agar tidak
merugikan keseimbangan antara keterbukaan dan kedaulatan ekonomi nasional.⁴
Demikian pula, dalam konteks arus modal dan investasi asing, negara-negara perlu
memastikan bahwa FDI dan investasi portofolio berkontribusi
terhadap pembangunan jangka panjang, bukan hanya kepentingan
jangka pendek investor global.⁵
Krisis
ekonomi global, baik yang bersifat keuangan maupun akibat
disrupsi non-ekonomi seperti pandemi dan konflik geopolitik, telah menunjukkan
betapa rentannya sistem ekonomi internasional. Hal ini menuntut penguatan
institusi domestik, pengelolaan nilai tukar yang adaptif, serta cadangan devisa
yang memadai untuk menjaga stabilitas ekonomi makro.⁶
Di sisi lain, globalisasi
ekonomi—meskipun mempercepat pertumbuhan dan inovasi—juga
menimbulkan tantangan serius terkait ketimpangan pendapatan, degradasi lingkungan,
dan tekanan terhadap kedaulatan ekonomi.⁷ Oleh karena itu, arah
globalisasi masa depan perlu disesuaikan dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan, inklusivitas sosial, dan kerangka tata kelola
yang multilateral namun berkeadilan.
Dalam konteks
Indonesia, peran dalam ekonomi internasional semakin signifikan. Sebagai
anggota G20 dan negara terbesar di ASEAN, Indonesia berkesempatan untuk mempengaruhi
arah tata kelola ekonomi global, sekaligus memperkuat posisinya
melalui reformasi struktural, hilirisasi industri,
diplomasi ekonomi, dan digitalisasi perdagangan.⁸ Untuk itu,
diperlukan sinergi antara sektor publik dan swasta dalam membangun ekonomi
nasional yang tangguh namun terbuka terhadap integrasi global.
Secara keseluruhan,
kajian ini memperlihatkan bahwa ekonomi internasional bukanlah sekadar teori
perdagangan atau keuangan lintas batas, melainkan medan
strategis yang menentukan posisi dan masa depan suatu negara dalam
arsitektur ekonomi global. Pemahaman yang mendalam, respons
kebijakan yang tepat, serta strategi pembangunan yang inklusif dan berwawasan
ke depan merupakan kunci untuk menjadikan keterlibatan global sebagai kekuatan
transformatif yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Footnotes
[1]
Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld, International Economics: Theory and Policy, 11th ed. (New York: Pearson, 2022), 6–8.
[2]
Dominick Salvatore, International
Economics, 13th ed. (Hoboken: Wiley,
2020), 62–65.
[3]
Dani Rodrik, The Globalization
Paradox: Democracy and the Future of the World Economy (New York: W. W. Norton & Company, 2011),
153–158.
[4]
Jagdish Bhagwati, Protectionism (Cambridge: MIT Press, 2007), 28–30.
[5]
UNCTAD, World Investment Report
2023: Investing in Sustainable Energy for All (Geneva: United Nations, 2023), 47–50.
[6]
IMF, Integrated Policy
Framework: Managing External Shocks in a Global Economy, 2023, https://www.imf.org.
[7]
Nicholas Stern, Why Are We Waiting? The
Logic, Urgency, and Promise of Tackling Climate Change (Cambridge: MIT Press, 2015), 73–75.
[8]
Kementerian Investasi RI, Reformasi
Iklim Investasi Nasional dan Hilirisasi Sumber Daya Alam (Jakarta: Kementerian Investasi, 2023).
Daftar Pustaka
Appleyard, D. R., Field, A.
J., & Cobb, S. L. (2017). International economics (8th
ed.). McGraw-Hill.
ASEAN Secretariat. (2024). ASEAN
integration report 2023. Jakarta: ASEAN.
Baldwin, R. (2016). The
great convergence: Information technology and the new globalization.
Harvard University Press.
Bank Indonesia. (2024). Outlook
ekonomi Indonesia 2024. https://www.bi.go.id
Bank Indonesia. (2023). Laporan
stabilitas sistem keuangan: Triwulan IV 2023. https://www.bi.go.id
Bhagwati, J. (2007). Protectionism.
MIT Press.
Badan Pusat Statistik.
(2023). Statistik ekspor impor Indonesia 2023. https://www.bps.go.id
Carbaugh, R. J. (2020). International
economics (17th ed.). Cengage Learning.
Chang, H.-J. (2002). Kicking
away the ladder: Development strategy in historical perspective.
Anthem Press.
Chang, H.-J. (2014). Economics:
The user’s guide. Pelican Books.
Eichengreen, B. (2019). Globalizing
capital: A history of the international monetary system (3rd ed.).
Princeton University Press.
Hill, C. W. L. (2022). International
business: Competing in the global marketplace (13th ed.).
McGraw-Hill.
International Monetary
Fund. (2022). Capital flow management measures:
Macro-financial considerations. https://www.imf.org
International Monetary
Fund. (2023a). External sector report: Tackling global
imbalances and currency misalignments. https://www.imf.org
International Monetary
Fund. (2023b). Geoeconomic fragmentation and the future
of multilateralism. https://www.imf.org
International Monetary
Fund. (2023c). Integrated policy framework for managing
external shocks. https://www.imf.org
Invest Indonesia. (2023). Strategi
hilirisasi dan realisasi investasi nasional 2023. https://www.investindonesia.go.id
Kementerian Investasi
Republik Indonesia. (2023). Reformasi iklim investasi nasional dan
hilirisasi sumber daya alam. https://www.investindonesia.go.id
Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia. (2024). Laporan kinerja perdagangan internasional
Indonesia 2023. Jakarta: Kemendag.
Krugman, P. R., &
Obstfeld, M. (2022). International economics: Theory and
policy (11th ed.). Pearson.
Leontief, W. (1953).
Domestic production and foreign trade: The American capital position
re-examined. Proceedings of the American Philosophical
Society, 97(4), 332–349.
Milanović, B. (2016). Global
inequality: A new approach for the age of globalization. Harvard
University Press.
Ministry of Foreign Affairs
Indonesia. (2023). Indonesia’s role in global economic
forums (Policy Brief Series No. 7).
Organisation for Economic
Co-operation and Development. (2022). Investment policy
review of Indonesia 2022. OECD Publishing.
Ricardo, D. (1817). On
the principles of political economy and taxation. John Murray.
Rodrik, D. (2011). The
globalization paradox: Democracy and the future of the world economy.
W. W. Norton & Company.
Salvatore, D. (2020). International
economics (13th ed.). Wiley.
Smith, A. (1776). An
inquiry into the nature and causes of the wealth of nations. W.
Strahan and T. Cadell.
Stern, N. (2015). Why
are we waiting? The logic, urgency, and promise of tackling climate change.
MIT Press.
United Nations Conference
on Trade and Development. (2023a). World investment report
2023: Investing in sustainable energy for all. Geneva: United
Nations.
United Nations Conference
on Trade and Development. (2023b). Trade and environment
review 2023: Building a sustainable global economy. Geneva: United
Nations.
United Nations Conference
on Trade and Development. (2023c). Trade and development
report 2023. Geneva: United Nations.
World Bank. (2004). Globalization
and growth: Implications for poverty and inequality. World Bank
Publications.
World Bank. (2025). World
development indicators. https://databank.worldbank.org
World Trade Organization.
(2025). Understanding the WTO. https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/whatis_e.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar