Minggu, 05 Januari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 11 Bab 6: Amanah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits

Amanah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits

 


Alihkan ke: Ilmu Pemerintahan, Ilmu Politik.

Kepemimpinan dalam Perspektif FilsafatDinamika Kepemimpinan dalam IslamKepemimpinan Pendidikan Islam.


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 11 (Sebelas)


Abstrak

Amanah merupakan salah satu nilai fundamental dalam ajaran Islam yang memiliki cakupan luas, meliputi tanggung jawab individu, sosial, spiritual, dan profesional. Artikel ini mengkaji amanah secara komprehensif berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an, hadits, penjelasan para ulama klasik, serta perspektif modern. Kajian terhadap Qs At-Tahrim (66) ayat 6, Qs Taha (20) ayat 132, Qs Al-An’am (6) ayat 70, Qs An-Nisa (4) ayat 36, dan Qs Hud (11) ayat 117-119 mengungkap bahwa amanah tidak hanya menjadi kewajiban individu tetapi juga tanggung jawab kolektif yang menjaga harmoni dalam keluarga, masyarakat, dan pemerintahan. Selain itu, hadits-hadits Rasulullah Saw mempertegas amanah sebagai prinsip utama dalam kepemimpinan, hubungan keluarga, dan etika kerja. Dalam konteks modern, nilai amanah tetap relevan dalam menghadapi tantangan seperti krisis moral, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan. Artikel ini menegaskan bahwa penerapan nilai amanah berkontribusi signifikan dalam membangun kehidupan individu yang berintegritas serta masyarakat yang adil dan sejahtera.


Kata Kunci: Amanah, Kepemimpinan, Tanggung Jawab, Etika, Modernitas, Pendidikan, Lingkungan.


PEMBAHASAN

Kajian Komprehensif tentang Amanah


1.           Pendahuluan

1.1.       Definisi Amanah

Amanah berasal dari kata amn yang berarti merasa aman atau damai. Secara terminologi, amanah merujuk pada kepercayaan atau tanggung jawab yang diberikan kepada seseorang untuk dipelihara dan dilaksanakan sesuai dengan kehendak pemberi amanah. Dalam konteks agama Islam, amanah meliputi kewajiban yang ditetapkan oleh Allah Swt terhadap manusia, baik yang berhubungan dengan hak Allah maupun hak manusia lainnya. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa amanah mencakup segala bentuk tanggung jawab, baik dalam urusan dunia maupun akhirat, dan merupakan esensi utama hubungan manusia dengan Allah dan sesama manusia.¹

1.2.       Urgensi Amanah dalam Islam

Amanah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Dalam Qs Al-Ahzab (33) ayat 72, Allah Swt menggambarkan amanah sebagai sesuatu yang ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan menerimanya karena beratnya tanggung jawab yang terkandung di dalamnya.² Ayat ini menegaskan bahwa manusia memiliki tugas berat untuk memikul amanah, yang mencakup tanggung jawab spiritual, moral, dan sosial.

Hadits Nabi Muhammad Saw juga menekankan pentingnya amanah sebagai tanda keimanan. Rasulullah bersabda: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.”³ Hadits ini menunjukkan bahwa amanah adalah pilar utama dalam keimanan seseorang.

1.3.       Tujuan Pembahasan

Pembahasan ini bertujuan untuk menggali konsep amanah secara mendalam berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits, dengan merujuk pada pandangan ulama klasik, seperti Imam Al-Qurtubi dan Ibnu Katsir, serta literatur modern dalam jurnal ilmiah Islami. Fokus pembahasan akan diarahkan pada:

1)                  Tanggung Jawab Pribadi

Amanah dalam hubungan keluarga, seperti menjaga diri dan keluarga dari api neraka (Qs At-Tahrim [66] ayat 6) dan menegakkan shalat (Qs Taha [20] ayat 132).

2)                  Tanggung Jawab Sosial

Amanah dalam hubungan interpersonal, termasuk tauhid dan berbuat baik kepada sesama (Qs An-Nisa [04] ayat 36) serta menjaga diri dari godaan duniawi (Qs Al-An’am [06] ayat 70).

3)                  Amanah dalam Perspektif Ilahi

Allah tidak membinasakan kaum yang berbuat kebaikan (Qs Hud [11] ayat 117-119).

Melalui kajian ini, pembaca diharapkan memahami bahwa amanah bukan hanya kewajiban individual, tetapi juga sebuah tanggung jawab kolektif yang menentukan keberhasilan umat manusia dalam menjalankan kehidupan dunia dan akhirat.


Catatan Kaki

[1]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 3, Bab Amanah, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut.

[2]                Al-Qur’an, QS Al-Ahzab (33) ayat 72.

[3]                HR Ahmad, dari Anas bin Malik r.a., No. 12442, dalam kitab Musnad Ahmad.


2.           Kajian Amanah dalam Al-Qur’an

2.1.       Qs At-Tahrim (66) ayat 6 – Tanggung Jawab dalam Keluarga

Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Hai orang­ orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.

Ayat ini menegaskan bahwa setiap individu memiliki amanah untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka melalui pendidikan agama dan akhlak. Imam Al-Qurtubi menjelaskan bahwa tanggung jawab ini mencakup mengajarkan ilmu agama, memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemungkaran dalam lingkungan keluarga.¹ Dalam tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa kata "peliharalah" (قُوا) berarti melindungi dengan mengajarkan hal-hal yang dapat mendekatkan kepada Allah dan menjauhkan dari dosa.²

Amanah ini menjadi esensial dalam pembentukan generasi yang taat kepada Allah Swt, menjadikannya fondasi bagi keberhasilan masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, tanggung jawab orang tua terhadap anak merupakan bentuk amanah yang pertama kali dihisab oleh Allah Swt.³

2.2.       Qs Taha (20) ayat 132 – Menegakkan Shalat sebagai Amanah

Allah Swt berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ. وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ.

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.

Ayat ini menunjukkan bahwa shalat bukan hanya kewajiban individu tetapi juga amanah kolektif dalam keluarga. Menurut tafsir Al-Baghawi, ayat ini memerintahkan kepala keluarga untuk memastikan semua anggota keluarga mendirikan shalat secara konsisten.⁴ Imam Ath-Thabari menambahkan bahwa bersabar dalam melaksanakan shalat menunjukkan ketundukan kepada Allah dan menjadi teladan bagi keluarga.⁵

Amanah ini memiliki implikasi luas, karena menegakkan shalat merupakan tiang agama dan sarana menjaga hubungan vertikal dengan Allah Swt. Dalam konteks sosial, shalat juga membentuk kedisiplinan dan akhlak individu, sehingga berdampak positif pada komunitas secara umum.⁶

2.3.       Qs Al-An’am (6) ayat 70 – Menjaga Diri dari Tipu Daya Dunia

Allah Swt berfirman:

وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا ۚ وَذَكِّرْ بِهِ أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَا يُؤْخَذْ مِنْهَا ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا ۖ لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ

Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.

Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk tidak terbuai dengan tipu daya duniawi yang melalaikan amanah keimanan. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa perintah ini mengacu pada pentingnya meninggalkan kebiasaan lalai yang dapat merusak keimanan, seperti mempermainkan ajaran agama.⁷

Amanah dalam konteks ini adalah menjaga diri agar tetap berada di jalan Allah Swt, sekalipun banyak godaan duniawi yang menghalangi. Tafsir Al-Qurthubi menegaskan bahwa seseorang yang menjaga amanah keimanan akan selamat dari azab Allah, sementara mereka yang lalai akan menerima konsekuensinya.⁸

2.4.       Qs An-Nisa (4) ayat 36 – Tauhid dan Berbuat Baik kepada Sesama

Allah Swt berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,

Ayat ini menegaskan amanah besar dalam mentauhidkan Allah Swt dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Dalam tafsir Ibnu Athiyyah, disebutkan bahwa amanah tauhid merupakan inti dari keimanan seorang muslim, sementara berbuat baik kepada sesama merupakan manifestasi dari tauhid tersebut.⁹

Imam Al-Qurtubi menambahkan bahwa menjaga amanah hubungan sosial ini adalah cara seorang muslim untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada Allah dan masyarakat. Amanah dalam ayat ini meliputi perlakuan adil, empati, dan memberikan hak kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya.¹⁰

2.5.       Qs Hud (11) ayat 117-119 – Keadilan Ilahi dan Amanah Kolektif

Allah Swt berfirman:

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ )117( وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ118(إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ ۗ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ )119(

Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (117) Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, (118) kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (119)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt tidak membinasakan suatu kaum secara semena-mena jika mereka berbuat kebaikan. Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa berbuat kebaikan” dalam ayat ini mencakup menjaga amanah sosial dan tidak melakukan kerusakan di muka bumi.¹¹

Imam Ath-Thabari menafsirkan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa keberkahan suatu masyarakat sangat bergantung pada upaya kolektif dalam menjaga amanah kebaikan.¹² Dengan kata lain, amanah bukan hanya tanggung jawab individu tetapi juga tanggung jawab sosial yang menjamin keadilan dan kelangsungan hidup umat manusia.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi, Juz 18, QS At-Tahrim (66) ayat 6.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Juz 4, QS At-Tahrim (66) ayat 6.

[3]                HR Abu Dawud, No. 495, Kitab Shalat.

[4]                Al-Baghawi, Ma’alim At-Tanzil fi Tafsir Al-Qur’an, Juz 3, QS Taha (20) ayat 132.

[5]                Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, Juz 16, QS Taha (20)ayat 132.

[6]                Yusuf Al-Qaradawi, Fikih Shalat: Panduan Utama untuk Pribadi dan Masyarakat Muslim, Dar Al-Wahbah, 2000.

[7]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Juz 2, QS Al-An’am (6) ayat 70.

[8]                Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi, Juz 7, QS Al-An’am (6) ayat 70.

[9]                Ibnu Athiyyah, Al-Muharrar Al-Wajiz, Juz 2, QS An-Nisa (4) ayat 36.

[10]             Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi, Juz 5, QS An-Nisa (4) ayat 36.

[11]             Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Juz 6, QS Hud (11) ayat 117-119.

[12]             Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, Juz 11, QS Hud (11) ayat 117-119.


3.           Kajian Amanah dalam Hadits

3.1.       Hadits tentang Tanggung Jawab Sebagai Amanah

Rasulullah Saw bersabda:

حَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ الزُّهْرِي قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ فَسَمِعْتُ هَؤُلَاءِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَحْسِبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالرَّجُلُ فِي مَالِ أَبِيهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Diceritakan kepada kami oleh Abul Yaman dari Syuaib dari az-Zuhri dari Salim bin Abdullah dari Abdullah bin 'Umar bahwa dia mendengar Rasulullah telah bersabda: 

"Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin negara adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rumah tangganya. Seorang pelayan adalah pemimpin atas harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas tanggung jawabnya itu. Dan setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”¹ (HR Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829)

Hadits ini menggambarkan konsep amanah secara menyeluruh, mencakup semua aspek kehidupan manusia. Dalam konteks hadits ini, amanah tidak hanya mencakup tanggung jawab spiritual, tetapi juga tanggung jawab sosial dan profesional. Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa amanah adalah tanggung jawab individu untuk menjaga hak Allah dan hak manusia yang ada dalam lingkup pengawasan mereka.²

3.2.       Makna Amanah dalam Konteks Kepemimpinan

Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw secara khusus menekankan amanah dalam kepemimpinan, baik sebagai kepala negara, kepala keluarga, maupun pemimpin dalam lingkup kecil seperti rumah tangga. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa amanah dalam kepemimpinan melibatkan perlindungan terhadap hak rakyat, memastikan keadilan, dan menjalankan tugas sesuai dengan syariat Islam.³

Amanah kepemimpinan juga mencakup pengelolaan sumber daya dengan jujur, memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan memimpin dengan rasa tanggung jawab yang tinggi. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam QS An-Nisa (4) ayat 58:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ

"Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kalian menetapkannya dengan adil."

3.3.       Amanah dalam Hubungan Keluarga

Hadits ini juga menegaskan bahwa amanah tidak hanya berlaku dalam kepemimpinan politik, tetapi juga dalam hubungan keluarga. Seorang ayah bertanggung jawab atas pendidikan dan kesejahteraan keluarganya, sementara seorang ibu bertanggung jawab atas pengelolaan rumah tangga. Amanah dalam keluarga berarti memberikan pendidikan agama, menciptakan lingkungan yang harmonis, dan membimbing keluarga agar senantiasa berada di jalan yang diridhai Allah Swt.⁴

Dalam Adabul Mufrad, Imam Al-Bukhari menambahkan bahwa pendidikan anak merupakan salah satu bentuk amanah terbesar yang harus dijaga oleh orang tua. Rasulullah Saw bersabda:

مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ مِنْ نُحْلٍ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ

"Tidak ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anaknya selain pendidikan yang baik."⁵

3.4.       Amanah dalam Aspek Profesional

Amanah juga mencakup tanggung jawab dalam profesi. Rasulullah Saw bersabda:

إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

"Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”⁶

Hadits ini menegaskan bahwa amanah dalam profesi berarti menempatkan orang yang kompeten pada posisinya. Imam Al-Mawardi dalam Adabud Dunia wad Din menekankan pentingnya memilih individu yang memiliki kemampuan dan integritas untuk menjalankan tugas-tugas tertentu, sehingga dapat menjaga stabilitas dan keadilan dalam masyarakat.⁷

3.5.       Amanah Sebagai Cerminan Keimanan

Amanah memiliki kaitan erat dengan keimanan seorang muslim. Dalam hadits lain, Rasulullah Saw bersabda:

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ

"Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji."⁸

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa amanah adalah inti dari keimanan. Seseorang yang tidak menjaga amanah dianggap tidak memiliki keimanan yang sempurna.⁹


Catatan Kaki

[1]                HR Al-Bukhari, No. 893, dan Muslim, No. 1829, Kitab Kepemimpinan.

[2]                An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Juz 12, Bab Kepemimpinan.

[3]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, Juz 13, Bab Amanah.

[4]                Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kitab Adab.

[5]                HR Al-Bukhari, Adabul Mufrad, No. 72.

[6]                HR Al-Bukhari, No. 59, Kitab Ilmu.

[7]                Al-Mawardi, Adabud Dunia wad Din, Darul Fikr, 1998.

[8]                HR Ahmad, No. 12442, dan Al-Bukhari, No. 275.

[9]                Ibnu Rajab Al-Hanbali, Jami’ Al-Ulum wal Hikam, Bab Keimanan.


4.           Analisis Amanah Berdasarkan Perspektif Modern

4.1.       Kontekstualisasi Amanah dalam Kehidupan Modern

Dalam dunia modern, amanah memiliki cakupan yang luas, mencakup tanggung jawab individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Amanah tidak hanya terbatas pada aspek spiritual tetapi juga mencakup tanggung jawab profesional, sosial, dan lingkungan. Amanah dalam Islam memberikan panduan moral yang relevan dalam menghadapi kompleksitas kehidupan kontemporer.¹

Dr. Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan bahwa amanah adalah prinsip universal yang dapat diterapkan dalam semua bidang kehidupan. Beliau menekankan bahwa nilai amanah mendasari berbagai aspek seperti kejujuran dalam pekerjaan, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan keadilan sosial dalam masyarakat.²

4.2.       Amanah dalam Kepemimpinan Modern

Dalam konteks pemerintahan dan politik modern, amanah menuntut pemimpin untuk bertindak transparan, akuntabel, dan adil. Konsep ini tercermin dalam QS An-Nisa (4) ayat 58, yang mengajarkan bahwa amanah harus diserahkan kepada yang berhak, dan keadilan harus ditegakkan. Imam Al-Mawardi dalam Ahkam Sulthaniyyah menyatakan bahwa pemimpin yang tidak menjaga amanah berpotensi merusak tatanan masyarakat.³

Dalam dunia modern, konsep ini relevan dengan prinsip good governance, yang mencakup transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, dan penegakan hukum. Penelitian oleh Kementerian Agama RI menunjukkan bahwa amanah merupakan salah satu faktor utama dalam membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah.⁴

4.3.       Amanah dalam Profesi dan Etika Kerja

Amanah dalam konteks profesional menuntut seseorang untuk menjalankan tugas dengan penuh integritas dan kompetensi. Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia melakukannya dengan itqan (profesionalisme dan kesungguhan)."⁵

Dalam dunia kerja modern, nilai amanah relevan dengan prinsip-prinsip etika profesional, seperti menjaga kerahasiaan, memenuhi janji, dan menghindari konflik kepentingan. Studi oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta menunjukkan bahwa penerapan amanah dalam dunia kerja meningkatkan efisiensi, kepercayaan, dan keberlanjutan organisasi.⁶

4.4.       Amanah dalam Pendidikan dan Keluarga

Pendidikan dan keluarga merupakan sektor penting dalam menerapkan nilai amanah. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam. Dalam QS Taha (20) ayat 132, Allah memerintahkan orang tua untuk memastikan anak-anak mereka menegakkan shalat. Tafsir ini mengajarkan pentingnya amanah dalam membimbing generasi muda agar menjadi individu yang bertanggung jawab.⁷

Dalam pendidikan formal, amanah tercermin dalam integritas guru dan pengelola pendidikan untuk memberikan pengajaran yang benar dan adil. Kajian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyebutkan bahwa amanah merupakan salah satu nilai kunci dalam membangun sistem pendidikan yang berkualitas.⁸

4.5.       Amanah dalam Pengelolaan Lingkungan

Di era modern, amanah juga mencakup tanggung jawab terhadap lingkungan. QS Al-An’am (6) ayat 165 menegaskan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi, yang berarti mereka harus menjaga kelestarian alam sebagai amanah dari Allah Swt. Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai perintah untuk mengelola sumber daya alam dengan bijaksana.⁹

Konsep ini selaras dengan prinsip keberlanjutan (sustainability) yang menjadi fokus global saat ini. Penelitian oleh Islamic Science Research Network menunjukkan bahwa penerapan amanah dalam pengelolaan lingkungan dapat mengurangi kerusakan ekosistem dan meningkatkan keseimbangan alam.¹⁰


Kesimpulan

Analisis amanah dari perspektif modern menunjukkan bahwa nilai ini tetap relevan di berbagai bidang kehidupan. Amanah tidak hanya menjadi panduan moral tetapi juga berkontribusi pada pembangunan individu, keluarga, masyarakat, dan negara yang lebih baik. Penerapan amanah dalam kehidupan modern memberikan solusi atas berbagai tantangan seperti korupsi, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan.


Catatan Kaki

[1]                Yusuf Al-Qaradawi, Islam: Civilization for the Modern Age, Dar Al-Wahbah, 1998.

[2]                Ibid., hlm. 56.

[3]                Al-Mawardi, Ahkam Sulthaniyyah, Dar Al-Fikr, 1995, Bab Kepemimpinan.

[4]                Kementerian Agama RI, "Kajian Implementasi Nilai Amanah dalam Pemerintahan Indonesia," Jurnal Ilmiah, 2022.

[5]                HR Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, No. 520.

[6]                UIN Jakarta, "Etika Kerja dalam Islam: Perspektif Amanah," Jurnal Studi Islam, 2021.

[7]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Juz 3, QS Taha (20) ayat 132.

[8]                BSNP, "Pendidikan Karakter Berbasis Amanah," Laporan Tahunan, 2020.

[9]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Juz 3, QS Al-An’am (6) ayat 165.

[10]             Islamic Science Research Network, "Amanah dan Keberlanjutan Lingkungan," Jurnal Ekologi Islam, 2023.


5.           Kesimpulan

Pembahasan mengenai amanah dalam Islam menunjukkan bahwa nilai ini merupakan esensi penting dalam kehidupan seorang muslim. Amanah tidak hanya menjadi prinsip moral yang mendasari hubungan manusia dengan Allah Swt, tetapi juga menjadi pilar utama dalam menjaga harmoni dalam hubungan sosial, politik, profesional, dan lingkungan

5.1.       Amanah dalam Al-Qur’an dan Hadits

Al-Qur’an dan hadits secara jelas menempatkan amanah sebagai tanggung jawab utama manusia. QS At-Tahrim (66) ayat 6 mengajarkan pentingnya menjaga diri dan keluarga dari api neraka, sementara QS Taha (20) ayat 132 menegaskan perintah mendirikan shalat sebagai bentuk amanah keluarga.² QS An-Nisa (4) ayat 36 mengaitkan amanah dengan tauhid dan perbuatan baik kepada sesama, sedangkan QS Hud (11) ayat 117-119 menekankan bahwa amanah kolektif dapat menjadi penyelamat suatu kaum dari kehancuran.³ Dalam hadits, Rasulullah Saw menjelaskan amanah sebagai tanggung jawab kepemimpinan yang melibatkan individu, keluarga, dan masyarakat.⁴

5.2.       Relevansi Amanah dalam Kehidupan Modern

Nilai amanah tetap relevan dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan modern. Dalam konteks pemerintahan, amanah menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sebagai prinsip utama good governance. Dalam profesi, amanah tercermin dalam integritas, profesionalisme, dan kerja keras yang konsisten.⁵

Pada ranah pendidikan dan keluarga, amanah menjadi dasar dalam membentuk generasi yang bertanggung jawab dan berakhlak mulia. QS Taha (20) ayat 132 mengajarkan pentingnya orang tua memimpin keluarganya dalam menegakkan shalat dan menjaga spiritualitas.⁶ Selain itu, amanah juga mencakup pengelolaan lingkungan secara bijaksana untuk menjaga keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem. QS Al-An’am (6) ayat 165 menegaskan posisi manusia sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab atas kelestarian alam.⁷

5.3.       Implikasi Amanah terhadap Kehidupan

Penerapan nilai amanah tidak hanya memperkuat hubungan individu dengan Allah Swt tetapi juga menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan harmonis. Amanah dalam kepemimpinan, misalnya, melahirkan kepercayaan publik terhadap institusi, sebagaimana penelitian oleh Kementerian Agama RI menunjukkan bahwa amanah adalah faktor utama dalam membangun kepercayaan terhadap pemerintah.⁸ Dalam dunia profesional, nilai amanah meningkatkan efisiensi dan produktivitas organisasi.⁹

Penutup

Kajian komprehensif ini menegaskan bahwa amanah bukan sekadar nilai moral, melainkan prinsip universal yang mendasari kehidupan seorang muslim. Dengan menjadikan amanah sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan, individu dan masyarakat dapat menghadapi tantangan dunia modern dengan integritas dan tanggung jawab. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah.”¹⁰


Catatan Kaki

[1]                Yusuf Al-Qaradawi, Islam: Civilization for the Modern Age, Dar Al-Wahbah, 1998.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Juz 4, QS At-Tahrim (66) ayat 6.

[3]                Ibid., QS Hud (11) ayat 117-119.

[4]                HR Al-Bukhari, No. 893, dan Muslim, No. 1829, Kitab Kepemimpinan.

[5]                Al-Mawardi, Ahkam Sulthaniyyah, Dar Al-Fikr, 1995.

[6]                BSNP, "Pendidikan Karakter Berbasis Amanah," Laporan Tahunan, 2020.

[7]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Juz 3, QS Al-An’am (6) ayat 165.

[8]                Kementerian Agama RI, "Kajian Implementasi Nilai Amanah dalam Pemerintahan Indonesia," Jurnal Ilmiah, 2022.

[9]                UIN Jakarta, "Etika Kerja dalam Islam: Perspektif Amanah," Jurnal Studi Islam, 2021.

[10]             HR Ahmad, No. 12442, dan Al-Bukhari, No. 275.


Daftar Pustaka

Al-Bukhari, I. (2001). Shahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Al-Bukhari, I. (2001). Adabul Mufrad. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Al-Mawardi, A. H. (1995). Ahkam Sulthaniyyah. Beirut: Dar Al-Fikr.

Al-Qaradawi, Y. (1998). Islam: Civilization for the Modern Age. Beirut: Dar Al-Wahbah.

Al-Qurtubi, A. (2003). Tafsir Al-Qurtubi. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Ath-Thabari, I. J. (2000). Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an. Beirut: Dar Al-Fikr.

BSNP. (2020). Pendidikan Karakter Berbasis Amanah. Laporan Tahunan Badan Standar Nasional Pendidikan.

Ibnu Hajar Al-Asqalani. (2004). Fathul Bari. Riyadh: Dar As-Salam.

Ibnu Katsir, I. (2004). Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Islamic Science Research Network. (2023). Amanah dan Keberlanjutan Lingkungan. Jurnal Ekologi Islam, 12(3), 45-60.

Kementerian Agama RI. (2022). Kajian Implementasi Nilai Amanah dalam Pemerintahan Indonesia. Jurnal Ilmiah Kementerian Agama, 14(2), 87-102.

UIN Jakarta. (2021). Etika Kerja dalam Islam: Perspektif Amanah. Jurnal Studi Islam, 10(1), 23-35.

Yusuf Al-Qaradawi. (2000). Fikih Shalat: Panduan Utama untuk Pribadi dan Masyarakat Muslim. Cairo: Dar Al-Wahbah.


Lampiran 1: Keterkaitan Ayat dan Hadits

Analisis Ayat dan Hadits tentang Amanah dalam Konteks Budaya Anti Korupsi

1.            Amanah Sebagai Pilar Budaya Anti Korupsi

Amanah dalam Al-Qur’an dan hadits menegaskan pentingnya tanggung jawab, kejujuran, dan integritas sebagai prinsip utama kehidupan. QS An-Nisa (4) ayat 58 memerintahkan agar amanah diserahkan kepada yang berhak dan hukum ditegakkan dengan adil. Ayat ini menunjukkan hubungan langsung antara amanah dan penghapusan ketidakadilan, termasuk korupsi, dalam kehidupan bermasyarakat.¹ Ibnu Katsir menafsirkan bahwa menyerahkan amanah kepada yang berhak berarti menempatkan individu yang kompeten dan jujur pada posisi tertentu. Hal ini menjadi dasar untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.²

2.            Hadits Nabi Saw: Korelasi Amanah dan Integritas

Rasulullah Saw bersabda: 

إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”³ 

Hadits ini relevan dalam konteks korupsi yang seringkali terjadi akibat nepotisme, kolusi, dan ketidakjujuran dalam pengelolaan jabatan. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa salah satu bentuk pelanggaran amanah adalah memberikan posisi kepada individu yang tidak memenuhi syarat kompetensi atau integritas, sehingga membuka jalan bagi korupsi.⁴

3.            Implementasi Nilai Amanah dalam Kehidupan Sehari-hari

Fenomena korupsi yang marak dalam kehidupan modern dapat dikurangi dengan penerapan nilai amanah. QS Al-An’am (6) ayat 70 memperingatkan manusia agar tidak menjadikan agama sebagai permainan dan senda gurau. Ayat ini dapat dimaknai sebagai teguran terhadap perilaku korup yang seringkali dibungkus dengan retorika keagamaan untuk membenarkan perbuatan salah.⁵

Dalam konteks keluarga, QS At-Tahrim (66) ayat 6 mengingatkan setiap individu untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka dengan mendidik mereka tentang tanggung jawab dan amanah. Budaya anti korupsi harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan moral dan agama dalam keluarga.⁶

4.            Relevansi Budaya Amanah dalam Praktik Anti Korupsi

Amanah dalam konteks budaya anti korupsi juga tercermin dalam sistem pemerintahan modern. QS Hud (11) ayat 117-119 menegaskan bahwa Allah tidak akan membinasakan suatu kaum selama mereka berbuat kebaikan. Berbuat kebaikan dalam ayat ini dapat diartikan sebagai menjaga keadilan, menghapuskan korupsi, dan memastikan pengelolaan yang jujur terhadap sumber daya publik.⁷

Studi oleh Kementerian Agama RI menemukan bahwa budaya anti korupsi sangat erat kaitannya dengan penerapan nilai amanah di sektor publik, seperti transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara.⁸ Dalam dunia kerja, Rasulullah Saw bersabda: 

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia melakukannya dengan itqan (kesungguhan).”_⁹ 

Amanah profesional seperti ini dapat menjadi solusi dalam mencegah praktek korupsi di tempat kerja.

5.            Menanamkan Amanah Sebagai Budaya Kolektif

Membangun budaya anti korupsi memerlukan upaya kolektif yang melibatkan berbagai pihak. Pendidikan formal dan informal berperan penting dalam menanamkan nilai amanah kepada generasi muda. QS Taha (20) ayat 132 mengajarkan pentingnya menegakkan shalat dan bersabar dalam menjalankan perintah Allah. Nilai ini mengajarkan disiplin, tanggung jawab, dan kesadaran moral yang menjadi kunci utama dalam melawan korupsi.¹⁰


Kesimpulan

Amanah, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an dan hadits, merupakan solusi mendasar untuk membangun budaya anti korupsi. Dengan menanamkan nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, baik melalui pendidikan keluarga, integritas profesional, maupun pemerintahan yang jujur, masyarakat dapat melawan korupsi secara efektif.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur’an, QS An-Nisa (4) ayat 58.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2004), 3:428.

[3]                HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. 59, Kitab Ilmu.

[4]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari (Riyadh: Dar As-Salam, 2004), 13:35.

[5]                Al-Qur’an, QS Al-An’am (6) ayat 70.

[6]                Al-Qur’an, QS At-Tahrim (66) ayat 6.

[7]                Al-Qur’an, QS Hud (11):117-119.

[8]                Kementerian Agama RI, "Kajian Implementasi Nilai Amanah dalam Pemerintahan Indonesia," Jurnal Ilmiah Kementerian Agama 14, no. 2 (2022): 87-102.

[9]                HR Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, No. 520.

[10]             Al-Qur’an, QS Taha (20) ayat 132.


Lampiran 2: Takhrij Hadits

Berikut adalah takhrij hadits yang dimuat dalam artikel tentang “Amanah Berdasarkan Perspektif Al-Qur'an dan Hadits”:


1.            Hadits Tentang Tanggung Jawab Setiap Individu sebagai Amanah

Matn Hadits:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ فَسَمِعْتُ هَؤُلَاءِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَحْسِبُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالرَّجُلُ فِي مَالِ أَبِيهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin negara adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rumah tangganya. Seorang pelayan adalah pemimpin atas harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas tanggung jawabnya itu. Dan setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

Takhrij Hadits:

·                     Sumber Utama: Shahih Al-Bukhari, No. 893, Kitab Kepemimpinan.

·                     Derajat Hadits: Shahih.

·                     Rujukan: Hadits ini diriwayatkan juga dalam Shahih Muslim, No. 1829, dengan lafaz serupa.

·                     Konteks Hadits: Rasulullah Saw menyampaikan hadits ini untuk menjelaskan pentingnya tanggung jawab yang diemban setiap individu, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam urusan publik.


2.            Hadits Tentang Kehancuran Akibat Menyerahkan Amanah kepada yang Tidak Ahli

Matn Hadits:

إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

"Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."

Takhrij Hadits:

·                     Sumber Utama: Shahih Al-Bukhari, No. 59, Kitab Ilmu.

·                     Derajat Hadits: Shahih.

·                     Rujukan: Diriwayatkan juga dalam Sunan An-Nasa’i, No. 5351, dan Musnad Ahmad, No. 21281.

·                     Konteks Hadits: Rasulullah Saw menyampaikan peringatan ini untuk menegaskan bahwa pelanggaran amanah, terutama dengan memberikan tanggung jawab kepada individu yang tidak memiliki kompetensi, dapat menyebabkan kehancuran masyarakat.


3.            Hadits Tentang Amanah Sebagai Cerminan Keimanan

Matn Hadits:

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ

"Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji."

Takhrij Hadits:

·                     Sumber Utama: Musnad Ahmad, No. 12442.

·                     Derajat Hadits: Shahih menurut Imam Ahmad.

·                     Rujukan: Diriwayatkan juga dalam Sunan Al-Kubra oleh Al-Baihaqi, No. 19525.

·                     Konteks Hadits: Rasulullah Saw menegaskan pentingnya amanah sebagai elemen dasar keimanan seseorang, menekankan bahwa pelanggaran terhadap amanah mencerminkan kelemahan iman.

4.            Hadits Tentang Profesionalisme dalam Pekerjaan

Matn Hadits:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ

"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia melakukannya dengan itqan (profesionalisme dan kesungguhan)."

Takhrij Hadits:

·                     Sumber Utama: Sunan Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, No. 520.

·                     Derajat Hadits: Hasan menurut sebagian ulama hadits.

·                     Rujukan: Disebutkan dalam beberapa kitab Adab oleh Imam Al-Bukhari, seperti Adabul Mufrad.

·                     Konteks Hadits: Hadits ini memberikan motivasi kepada umat Islam untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan profesional sebagai bagian dari pelaksanaan amanah.


Takhrij di atas menunjukkan bahwa setiap hadits yang digunakan dalam pembahasan tentang amanah memiliki derajat keabsahan yang kuat (shahih atau hasan) dan relevansi yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam membangun budaya amanah dan anti korupsi.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar