Jihad dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits
Pemahaman Komprehensif
Berdasarkan Referensi yang Kredibel
Abstrak
Jihad adalah konsep penting dalam Islam yang sering
disalahpahami baik oleh umat Islam maupun non-Muslim. Artikel ini bertujuan
untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang jihad berdasarkan
perspektif Al-Qur'an dan Hadits, dengan mengacu pada sumber-sumber referensi
yang kredibel. Pembahasan meliputi definisi jihad dari sudut pandang etimologi
dan terminologi, jenis-jenis jihad yang mencakup aspek spiritual, sosial, dan
fisik, serta prinsip dan batasan jihad dalam Islam. Artikel ini juga
menjelaskan relevansi jihad dalam kehidupan modern, termasuk implementasinya
dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan perjuangan melawan ketidakadilan. Dengan
merujuk pada pandangan ulama klasik dan kontemporer, artikel ini menegaskan
bahwa jihad sejati adalah perjuangan untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan
perdamaian dalam kerangka syariat Islam. Pemahaman yang benar tentang jihad
dapat menjadi solusi untuk menghindari penyalahgunaan konsep ini dan mendorong
umat Islam untuk berkontribusi secara positif dalam membangun peradaban dunia
yang damai.
Kata Kunci: Jihad,
Al-Qur'an, Hadits, Islam, Pendidikan, Keadilan, Perdamaian, Ulama Kontemporer.
1.
Pendahuluan
1.1. Pengertian Jihad: Etimologi dan Terminologi
Jihad adalah salah satu konsep penting dalam Islam
yang sering disalahpahami oleh sebagian kalangan. Secara etimologi, kata "jihad"
berasal dari akar kata jāhada yang berarti "berusaha"
atau "bersungguh-sungguh". Dalam terminologi syar'i, jihad
mencakup segala bentuk usaha sungguh-sungguh untuk menegakkan agama Allah, baik
melalui perjuangan melawan hawa nafsu, dakwah, maupun perang dalam kondisi
tertentu.¹ Pemahaman ini diperkuat oleh pandangan Imam al-Qurtubi yang
menyatakan bahwa jihad mencakup setiap upaya yang dilakukan seorang Muslim
dalam menaati perintah Allah.²
1.2. Pentingnya Memahami Jihad dalam Konteks Islam
Pemahaman yang benar tentang jihad sangat penting,
terutama dalam menghadapi berbagai kesalahpahaman dan penyalahgunaan istilah
ini. Di satu sisi, jihad sering dipahami sebagai semata-mata perang fisik
(qital), sementara di sisi lain, jihad memiliki makna yang lebih luas mencakup
aspek spiritual, sosial, dan intelektual.³ Misalnya, jihad melawan hawa nafsu (jihad
an-nafs) disebut oleh Rasulullah Saw sebagai "jihad akbar,"
yaitu jihad terbesar yang dilakukan individu untuk melawan kelemahan dirinya.⁴
Pentingnya memahami jihad dalam kerangka Al-Qur'an
dan Hadits bertujuan untuk memberikan panduan yang sesuai dengan ajaran Islam
yang murni. Dalam Al-Qur'an, terdapat berbagai ayat yang membahas jihad, salah
satunya adalah Surat Al-Baqarah [02] ayat 216, yang menegaskan bahwa jihad
mungkin terasa sulit, tetapi memiliki manfaat besar bagi umat Islam.⁵ Ulama seperti
Wahbah Zuhaili menegaskan bahwa pemahaman tentang jihad tidak dapat dilepaskan
dari konteks ayat dan kondisi historis saat wahyu tersebut diturunkan.⁶
1.3. Tujuan Penulisan Artikel
Artikel ini bertujuan untuk menyajikan pemahaman
komprehensif mengenai jihad berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dengan merujuk
kepada referensi-referensi kredibel. Penulis berharap pembahasan ini dapat
meluruskan persepsi yang salah sekaligus memperkaya wawasan pembaca tentang
jihad sebagai konsep yang mulia dalam Islam. Dengan mengacu pada sumber-sumber
klasik seperti Tafsir Ibnu Katsir serta pendapat ulama kontemporer
seperti Yusuf al-Qaradawi, artikel ini berusaha menjelaskan berbagai dimensi
jihad yang relevan untuk diaplikasikan dalam kehidupan modern.
Catatan Kaki
[1]
Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, ed. Muhammad
Ahmad (Beirut: Dar Sader, 1994), jilid 3, hlm. 126.
[2]
Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed.
Muhammad Ibrahim (Kairo: Dar al-Hadith, 2006), jilid 5, hlm. 147.
[3]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar
al-Syuruq, 2009), hlm. 21.
[4]
Al-Bayhaqi, Sunan al-Kubra, ed. Muhammad Abd
al-Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), jilid 10, hlm. 208.
[5]
Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah: 216.
[6]
Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed.
Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 2, hlm. 327.
2.
Definisi Jihad dalam Islam
2.1. Pengertian Jihad secara Bahasa dan Istilah
Kata jihad berasal dari akar kata Arab jāhada,
yang berarti "berusaha keras" atau "berjuang".¹
Secara terminologis, jihad diartikan sebagai segala bentuk usaha
sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan mulia yang diridhai Allah Swt.² Dalam
konteks syariat, jihad meliputi berbagai dimensi, termasuk perjuangan melawan
hawa nafsu, menyebarkan dakwah, menggunakan harta untuk kepentingan agama, dan
berperang dalam kondisi tertentu.³ Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa jihad
mencakup tiga aspek utama: jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, dan
jihad melawan musuh yang nyata.⁴
2.2. Konteks Jihad dalam Al-Qur'an
Jihad disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur'an
dengan konteks dan makna yang beragam. Salah satu ayat yang sering dijadikan
rujukan adalah Surat Al-Baqarah [02] ayat 216, yang menyatakan bahwa jihad
diwajibkan meskipun terasa berat.⁵ Ayat ini menegaskan pentingnya pengorbanan
demi kepentingan yang lebih besar.
Namun, makna jihad tidak selalu merujuk pada perang
fisik. Sebagai contoh, dalam Surat Al-Furqan [25] ayat 52, Allah berfirman: “Maka
janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah melawan mereka
dengan Al-Qur'an dengan jihad yang besar.”⁶ Ayat ini menunjukkan bahwa jihad
dapat dilakukan dengan cara intelektual dan spiritual melalui penyampaian
ajaran Islam.
Tafsir klasik seperti Tafsir Ibnu Katsir
menjelaskan bahwa konteks jihad dalam Al-Qur'an harus dipahami berdasarkan
sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) dan kondisi masyarakat pada masa wahyu
diturunkan.⁷ Sementara itu, tafsir modern seperti Tafsir Al-Misbah karya
Quraish Shihab menegaskan bahwa jihad adalah konsep yang fleksibel dan harus
diterjemahkan sesuai kebutuhan zaman.⁸
2.3. Hadits tentang Jihad
Hadits Nabi Muhammad Saw memperkaya pemahaman kita
tentang jihad. Salah satu hadits yang terkenal adalah sabda Rasulullah setelah
Perang Tabuk: “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar.”
Saat ditanya tentang makna jihad besar, Rasulullah menjelaskan bahwa jihad
besar adalah perjuangan melawan hawa nafsu.⁹
Hadits ini menunjukkan bahwa jihad melawan diri
sendiri adalah aspek utama dari jihad. Selain itu, hadits lain dari Abu
Hurairah RA menyatakan bahwa jihad tertinggi adalah menyampaikan kebenaran di
hadapan penguasa yang zalim.¹⁰ Para ulama menyepakati bahwa jihad tidak selalu
berkonotasi dengan perang, tetapi juga melibatkan perjuangan dalam bidang
sosial dan spiritual.
Catatan Kaki
[1]
Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, ed. Muhammad
Ahmad (Beirut: Dar Sader, 1994), jilid 3, hlm. 126.
[2]
Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed.
Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 2, hlm. 328.
[3]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar
al-Syuruq, 2009), hlm. 23.
[4]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Mustafa
Abdul Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), jilid 4, hlm. 10.
[5]
Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah [02] ayat 216.
[6]
Al-Qur'an, Surat Al-Furqan [25] ayat 52.
[7]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed.
Ali Muhammad (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), jilid 1, hlm. 561.
[8]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), jilid 8, hlm. 152.
[9]
Al-Bayhaqi, Sunan al-Kubra, ed. Muhammad Abd
al-Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), jilid 10, hlm. 208.
[10]
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, ed. Muhammad
al-Khathib (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2004), hadits no. 4344.
3.
Jenis-Jenis Jihad
3.1. Jihad An-Nafs (Melawan Hawa Nafsu)
Jihad an-nafs, atau jihad melawan hawa nafsu,
sering disebut sebagai jihad akbar atau "jihad terbesar."
Rasulullah Saw menjelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Al-Bayhaqi, bahwa perjuangan melawan hawa nafsu adalah bentuk jihad yang lebih
berat dibandingkan jihad fisik.¹ Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin
menegaskan bahwa jihad melawan hawa nafsu melibatkan upaya untuk mengendalikan
diri dari dorongan-dorongan negatif, seperti amarah, keserakahan, dan syahwat.²
Dalil Al-Qur'an yang relevan untuk jihad ini
terdapat dalam Surat Al-Ankabut [29] ayat 69: “Dan orang-orang yang berjihad
untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami.”³ Ayat ini menekankan bahwa jihad melawan diri sendiri
adalah langkah awal untuk meraih petunjuk Allah Swt. Jihad an-nafs mencakup
berbagai aspek, termasuk memperbaiki akhlak, menjaga keikhlasan, dan
meningkatkan kualitas ibadah.⁴
3.2. Jihad Bil-Mal (Dengan Harta)
Jihad bil-mal adalah bentuk jihad yang dilakukan
melalui pengorbanan harta untuk kepentingan agama. Dalam Al-Qur'an, Allah Swt berfirman:
“Berjuanglah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.”⁵ Ayat ini
menunjukkan bahwa harta memiliki peran penting dalam mendukung dakwah dan
perjuangan Islam.
Sejarah Islam mencatat banyak contoh jihad bil-mal,
seperti pengorbanan harta yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq RA saat
mendermakan seluruh kekayaannya untuk kepentingan umat Islam dalam perang
Tabuk.⁶ Para ulama menegaskan bahwa jihad bil-mal tidak terbatas pada perang,
tetapi juga mencakup aktivitas sosial seperti membantu fakir miskin, membangun
fasilitas umum, dan mendukung pendidikan Islam.⁷
3.3. Jihad Bil-Lisan (Dengan Dakwah)
Jihad bil-lisan merujuk pada perjuangan
menyampaikan kebenaran melalui lisan, tulisan, atau media lainnya. Dalam sebuah
hadits, Rasulullah Saw bersabda: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan
kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim.”⁸ Hadits ini menunjukkan
pentingnya keberanian dalam menegakkan kebenaran di tengah tantangan.
Al-Qur'an menegaskan aspek jihad ini dalam Surat
An-Nahl [16] ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”⁹
Ayat ini menunjukkan bahwa dakwah adalah bentuk jihad yang menuntut kecerdasan,
kesabaran, dan empati. Dalam konteks modern, jihad bil-lisan mencakup dakwah
melalui berbagai platform, seperti media sosial, seminar, dan literasi.
3.4. Jihad Qital (Perang di Jalan Allah)
Jihad qital adalah bentuk jihad yang melibatkan
perang fisik dalam kondisi tertentu. Namun, jihad qital hanya dapat dilakukan
sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat Islam, seperti
melindungi umat Islam dari agresi, menjaga kedaulatan wilayah, atau membela
mereka yang tertindas.¹⁰
Dalam Surat Al-Hajj [22] ayat 39, Allah Swt berfirman:
“Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya.”¹¹ Ayat ini menegaskan bahwa jihad qital hanya
dilakukan sebagai upaya membela diri, bukan untuk menyerang tanpa alasan yang
dibenarkan. Imam Al-Qurtubi dalam Tafsir al-Jami' menegaskan bahwa jihad
qital adalah bentuk jihad terakhir yang diprioritaskan jika segala upaya damai
telah gagal.¹²
Catatan Kaki
[1]
Al-Bayhaqi, Sunan al-Kubra, ed. Muhammad Abd
al-Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), jilid 10, hlm. 208.
[2]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Mustafa
Abdul Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), jilid 4, hlm. 10.
[3]
Al-Qur'an, Surat Al-Ankabut [29] ayat 69.
[4]
Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed.
Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 5, hlm. 327.
[5]
Al-Qur'an, Surat At-Taubah [09] ayat 41.
[6]
Ibnu Sa'ad, Tabaqat al-Kubra, ed. Muhammad
Abdurrahman (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), jilid 3, hlm. 174.
[7]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar
al-Syuruq, 2009), hlm. 35.
[8]
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, ed. Muhammad
al-Khathib (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2004), hadits no. 4344.
[9]
Al-Qur'an, Surat An-Nahl [16] ayat 125.
[10]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, hlm. 120.
[11]
Al-Qur'an, Surat Al-Hajj [22] ayat 39.
[12]
Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed.
Muhammad Ibrahim (Kairo: Dar al-Hadith, 2006), jilid 7, hlm. 178.
4.
Prinsip dan Batasan Jihad dalam Islam
4.1. Prinsip-Prinsip Jihad dalam Islam
Jihad dalam Islam diatur oleh prinsip-prinsip yang
memastikan bahwa pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan mulia syariat.
Prinsip pertama adalah ikhlas karena Allah Swt. Setiap jihad harus
dilakukan dengan niat untuk menegakkan agama Allah dan bukan untuk kepentingan
duniawi seperti kekuasaan atau balas dendam.¹ Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa
yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka itulah jihad di jalan
Allah.”²
Prinsip kedua adalah mengutamakan jalan damai
sebelum perang. Dalam Al-Qur'an, Allah Swt memerintahkan umat Islam untuk
selalu mencari jalan damai dan menghindari konflik jika memungkinkan.³ Dalam
Surat Al-Anfal [08] ayat 61, Allah berfirman: “Dan jika mereka condong
kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya.”⁴ Ayat ini menunjukkan bahwa
jihad fisik bukanlah tujuan utama, tetapi pilihan terakhir jika semua upaya
damai gagal.
Prinsip ketiga adalah keadilan dan kasih sayang
dalam pelaksanaan jihad. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw memperingatkan
agar tidak berbuat aniaya, tidak membunuh non-kombatan, tidak merusak fasilitas
umum, dan tidak menghancurkan lingkungan.⁵ Hal ini menunjukkan bahwa jihad
dalam Islam tidak boleh melampaui batas-batas etika dan moral.
4.2. Batasan-Batasan dalam Jihad
Islam memberikan batasan yang ketat dalam
pelaksanaan jihad untuk memastikan bahwa jihad tidak menjadi alat yang
disalahgunakan. Batasan pertama adalah larangan melampaui batas (ghuluw).
Al-Qur'an menegaskan dalam Surat Al-Baqarah [02] ayat 190: “Berperanglah di
jalan Allah melawan orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.”⁶ Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa melampaui batas mencakup segala
bentuk tindakan berlebihan, seperti membunuh non-kombatan, menghancurkan tempat
ibadah, atau menyiksa musuh.⁷
Batasan kedua adalah menghormati hak-hak
non-Muslim dalam masyarakat Islam. Dalam Piagam Madinah, Rasulullah Saw memberikan
hak-hak penuh kepada non-Muslim untuk menjalankan agama mereka dan hidup dalam
kedamaian di bawah pemerintahan Islam.⁸ Ini menunjukkan bahwa jihad tidak boleh
digunakan untuk memaksa seseorang masuk Islam, karena keimanan harus lahir dari
hati yang tulus, sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-Baqarah [02] ayat 256: “Tidak
ada paksaan dalam (menganut) agama.”⁹
Batasan ketiga adalah larangan menggunakan jihad
sebagai pembenaran untuk kekerasan ekstrem. Islam mengutuk tindakan radikal
yang menyebabkan kerusakan masif, termasuk terorisme. Yusuf Al-Qaradawi
menekankan bahwa tindakan kekerasan yang mengorbankan jiwa orang-orang tak
bersalah adalah penyimpangan dari ajaran jihad yang sebenarnya.¹⁰
4.3. Peringatan terhadap Penyalahgunaan Konsep Jihad
Penyalahgunaan konsep jihad merupakan masalah
serius yang dapat merusak citra Islam. Dalam beberapa kasus, jihad
dipersepsikan sebagai alat pembenaran untuk tindakan kekerasan, yang
bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengutamakan perdamaian dan
keadilan. Ulama seperti Wahbah Zuhaili dan Syekh Ali Jum’ah menekankan bahwa
jihad harus dipahami secara holistik, dengan merujuk kepada Al-Qur'an, Hadits,
dan tradisi ulama salaf yang menjunjung tinggi akhlak mulia.¹¹
Sebagai langkah pencegahan, umat Islam perlu
memperdalam pemahaman mereka tentang jihad melalui pendidikan dan literasi
agama yang benar. Rasulullah Saw bersabda: “Tidak akan hilang sekelompok
umatku yang terus berjuang di atas kebenaran hingga hari kiamat.”¹² Hadits
ini menunjukkan pentingnya menjaga esensi jihad yang sejati sebagai perjuangan
menegakkan keadilan dan kebenaran.
Catatan Kaki
[1]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Mustafa
Abdul Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), jilid 4, hlm. 13.
[2]
Bukhari, Sahih al-Bukhari, ed. Muhammad
Muhsin (Riyadh: Darussalam, 1997), jilid 4, hadits no. 2810.
[3]
Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed.
Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 6, hlm. 347.
[4]
Al-Qur'an, Surat Al-Anfal [08] ayat 61.
[5]
Muslim, Sahih Muslim, ed. Abdul Hamid
Siddiqi (Lahore: Sh. Muhammad Ashraf, 2000), jilid 5, hadits no. 1731.
[6]
Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah: 190.
[7]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed.
Ali Muhammad (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), jilid 1, hlm. 541.
[8]
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, ed. Muhammad
al-Saqqa (Kairo: Dar al-Hadith, 1997), jilid 2, hlm. 136.
[9]
Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah [02] ayat 256.
[10]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar
al-Syuruq, 2009), hlm. 124.
[11]
Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, jilid 5,
hlm. 332; Ali Jum’ah, Tajdid al-Fiqh al-Islami (Kairo: Dar al-Nashr,
2015), hlm. 94.
[12]
Bukhari, Sahih al-Bukhari, hadits no. 7311.
5.
Relevansi Jihad dalam Kehidupan Modern
5.1. Implementasi Jihad dalam Konteks Modern
Dalam kehidupan modern, jihad tidak hanya terbatas
pada perjuangan fisik, tetapi lebih banyak diwujudkan melalui kontribusi
positif di berbagai bidang kehidupan. Salah satu bentuk jihad modern adalah jihad
dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”¹ Ayat ini
menegaskan bahwa perjuangan dalam menuntut ilmu adalah salah satu bentuk jihad
yang utama.
Rasulullah Saw juga bersabda: “Menuntut ilmu
adalah kewajiban bagi setiap Muslim.”² Dalam konteks ini, jihad modern
dapat berupa upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mendorong inovasi
ilmiah, dan menggunakan ilmu untuk kemaslahatan umat manusia. Sebagai contoh,
para dokter, insinyur, dan pendidik yang bekerja untuk kemajuan masyarakat
adalah para mujahid yang berjihad melalui profesi mereka.³
Selain itu, jihad juga diwujudkan melalui perjuangan
melawan kemiskinan dan ketidakadilan. Islam mendorong umatnya untuk aktif
dalam meningkatkan kesejahteraan sosial, sebagaimana firman Allah dalam Surat
Al-Ma’un: “Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.”⁴ Perjuangan
untuk menciptakan keadilan ekonomi, melawan korupsi, dan mendukung
keberlanjutan lingkungan adalah bentuk jihad yang relevan dengan tantangan
zaman ini.⁵
5.2. Pandangan Ulama Kontemporer tentang Jihad
Ulama kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi dan
Wahbah Zuhaili menekankan bahwa jihad modern harus diarahkan pada pembangunan
umat dan perdamaian dunia.⁶ Menurut Al-Qaradawi, jihad tidak hanya terkait
dengan konflik fisik tetapi juga perjuangan untuk memperbaiki kualitas hidup
umat manusia secara keseluruhan. Beliau menyatakan bahwa jihad intelektual
melalui dialog antaragama dan penguatan solidaritas umat Islam adalah prioritas
utama dalam era globalisasi.⁷
Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu menambahkan bahwa jihad modern melibatkan penguatan ekonomi umat
Islam, penguasaan teknologi, dan advokasi hak-hak asasi manusia.⁸ Hal ini
mencerminkan bahwa jihad harus disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan zaman
tanpa meninggalkan prinsip-prinsip syariat.
5.3. Peran Jihad dalam Perdamaian Dunia
Jihad juga memiliki relevansi penting dalam
membangun perdamaian dunia. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin
menempatkan jihad sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan dan harmoni. Rasulullah
Saw bersabda: “Seorang Muslim adalah orang yang menjadikan Muslim lainnya
aman dari lisan dan tangannya.”⁹ Hadits ini menegaskan bahwa jihad yang
sejati adalah perjuangan untuk memastikan kedamaian dan keamanan bagi semua
orang.
Dalam konteks internasional, jihad dapat berupa
partisipasi umat Islam dalam forum global untuk mendukung hak-hak minoritas,
menentang penjajahan, dan mempromosikan perdamaian.¹⁰ Jihad modern juga
mencakup upaya melawan Islamofobia melalui pendidikan, dialog antaragama, dan
pemberdayaan media yang positif.¹¹
Sebagai contoh, organisasi-organisasi kemanusiaan
berbasis Islam yang membantu korban konflik dan bencana alam di seluruh dunia
adalah wujud nyata dari jihad sosial. Peran umat Islam dalam membangun
perdamaian dan keadilan di dunia global menjadikan jihad sebagai kekuatan yang
relevan untuk menciptakan perubahan positif.
Catatan Kaki
[1]
Al-Qur'an, Surat Al-Mujadilah [58] ayat 11.
[2]
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, ed. Muhammad
Fuad Abdul Baqi (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), jilid 1, hadits no. 224.
[3]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar
al-Syuruq, 2009), hlm. 55.
[4]
Al-Qur'an, Surat Al-Ma’un [107] ayat 3.
[5]
Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed.
Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 10, hlm. 245.
[6]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, hlm. 122;
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar al-Fikr,
1989), jilid 8, hlm. 547.
[7]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, hlm. 130.
[8]
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,
jilid 8, hlm. 550.
[9]
Bukhari, Sahih al-Bukhari, ed. Muhammad
Muhsin (Riyadh: Darussalam, 1997), jilid 1, hadits no. 10.
[10]
Karen Armstrong, Fields of Blood: Religion and
the History of Violence (New York: Anchor Books, 2015), hlm. 291.
[11]
Tariq Ramadan, Islam, the West and the
Challenges of Modernity (Oxford: Oxford University Press, 2001), hlm. 74.
6.
Kesimpulan
Jihad dalam perspektif Al-Qur'an dan Hadits
merupakan konsep yang sangat luas, mencakup dimensi spiritual, sosial, dan
fisik. Pemahaman yang benar tentang jihad adalah kunci untuk menghindari penyalahgunaan
istilah ini, terutama dalam konteks modern yang sering kali menghadirkan
tantangan terhadap pemahaman esensial Islam.
6.1. Rangkuman Pemahaman Jihad dalam Islam
Esensi jihad adalah perjuangan untuk mendekatkan
diri kepada Allah Swt, baik melalui perbaikan diri, dakwah, penggunaan harta,
maupun perlindungan terhadap umat Islam dari ancaman.¹ Dalam Al-Qur'an dan
Hadits, jihad ditekankan sebagai upaya menyeluruh untuk mencapai kemaslahatan
umat manusia dengan mengedepankan prinsip keadilan, kasih sayang, dan
perdamaian.² Jihad bukanlah tindakan agresi, melainkan respon terhadap
ketidakadilan dan upaya untuk menegakkan kebenaran dengan tetap berpegang pada
syariat.³
6.2. Relevansi Pemahaman Jihad yang Benar
Pemahaman jihad yang benar sangat relevan dalam
kehidupan modern. Konsep jihad melawan hawa nafsu, memperjuangkan ilmu
pengetahuan, memberantas kemiskinan, dan melindungi hak asasi manusia adalah
bentuk implementasi jihad yang sesuai dengan tantangan zaman.⁴ Sebagaimana
ditegaskan oleh Yusuf Al-Qaradawi, jihad yang bersifat intelektual, sosial, dan
ekonomi lebih relevan untuk membangun peradaban Islam yang damai dan maju.⁵
6.3. Pesan untuk Umat Islam
Jihad sejati adalah upaya yang dilakukan dengan
niat tulus dan dalam kerangka syariat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda:
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa
yang zalim.”⁶ Hadits ini menekankan pentingnya keberanian dalam menegakkan
keadilan, bahkan dalam situasi yang sulit. Oleh karena itu, umat Islam harus
memahami jihad sebagai sebuah tanggung jawab moral dan spiritual yang
melibatkan pengorbanan untuk kebaikan bersama.
Ulama kontemporer, seperti Wahbah Zuhaili dan Syekh
Ali Jum’ah, menegaskan bahwa jihad modern harus diarahkan pada upaya memperkuat
umat Islam di bidang pendidikan, ekonomi, dan teknologi.⁷ Dalam dunia yang
semakin kompleks, jihad melawan kebodohan, ketidakadilan, dan kemiskinan adalah
prioritas utama yang harus diutamakan. Dengan demikian, umat Islam dapat
menjadi pelopor perdamaian dan keadilan, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang
rahmatan lil ‘alamin.
Catatan Kaki
[1]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar
al-Syuruq, 2009), hlm. 21.
[2]
Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed.
Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 5, hlm. 327.
[3]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed.
Ali Muhammad (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), jilid 1, hlm. 561.
[4]
Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah [02] ayat 216.
[5]
Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, hlm. 130.
[6]
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, ed. Muhammad
al-Khathib (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2004), hadits no. 4344.
[7]
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu
(Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), jilid 8, hlm. 547; Ali Jum’ah, Tajdid al-Fiqh
al-Islami (Kairo: Dar al-Nashr, 2015), hlm. 94.
Daftar Pustaka
Al-Bayhaqi. (2003). Sunan
al-Kubra (Ed. Muhammad Abd al-Qadir). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Ghazali. (1992). Ihya
Ulumuddin (Ed. Mustafa Abdul Qadir). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Qaradawi, Y. (2009). Fiqh
al-Jihad. Kairo: Dar al-Syuruq.
Armstrong, K. (2015). Fields
of Blood: Religion and the History of Violence. New York: Anchor Books.
Bukhari, I. (1997). Sahih
al-Bukhari (Ed. Muhammad Muhsin). Riyadh: Darussalam.
Ibnu Hisyam. (1997). Sirah
Nabawiyah (Ed. Muhammad al-Saqqa). Kairo: Dar al-Hadith.
Ibnu Katsir. (1999). Tafsir
al-Qur'an al-Azim (Ed. Ali Muhammad). Riyadh: Dar Tayyibah.
Ibn Manzur. (1994). Lisan
al-‘Arab (Ed. Muhammad Ahmad). Beirut: Dar Sader.
Ibnu Majah. (1998). Sunan
Ibnu Majah (Ed. Muhammad Fuad Abdul Baqi). Beirut: Dar al-Fikr.
Muslim, I. (2000). Sahih
Muslim (Ed. Abdul Hamid Siddiqi). Lahore: Sh. Muhammad Ashraf.
Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir
Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Ramadan, T. (2001). Islam,
the West and the Challenges of Modernity. Oxford: Oxford University Press.
Wahbah Zuhaili. (1989). Al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr.
Wahbah Zuhaili. (2001). Al-Tafsir
al-Munir (Ed. Ismail Yusuf). Damaskus: Dar al-Fikr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar