Rabu, 15 Januari 2025

Jihad dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

Jihad dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

Pemahaman Komprehensif Berdasarkan Referensi yang Kredibel


Abstrak

Jihad adalah konsep penting dalam Islam yang sering disalahpahami baik oleh umat Islam maupun non-Muslim. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang jihad berdasarkan perspektif Al-Qur'an dan Hadits, dengan mengacu pada sumber-sumber referensi yang kredibel. Pembahasan meliputi definisi jihad dari sudut pandang etimologi dan terminologi, jenis-jenis jihad yang mencakup aspek spiritual, sosial, dan fisik, serta prinsip dan batasan jihad dalam Islam. Artikel ini juga menjelaskan relevansi jihad dalam kehidupan modern, termasuk implementasinya dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan perjuangan melawan ketidakadilan. Dengan merujuk pada pandangan ulama klasik dan kontemporer, artikel ini menegaskan bahwa jihad sejati adalah perjuangan untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan perdamaian dalam kerangka syariat Islam. Pemahaman yang benar tentang jihad dapat menjadi solusi untuk menghindari penyalahgunaan konsep ini dan mendorong umat Islam untuk berkontribusi secara positif dalam membangun peradaban dunia yang damai.

Kata Kunci: Jihad, Al-Qur'an, Hadits, Islam, Pendidikan, Keadilan, Perdamaian, Ulama Kontemporer.


1.           Pendahuluan

1.1.       Pengertian Jihad: Etimologi dan Terminologi

Jihad adalah salah satu konsep penting dalam Islam yang sering disalahpahami oleh sebagian kalangan. Secara etimologi, kata "jihad" berasal dari akar kata jāhada yang berarti "berusaha" atau "bersungguh-sungguh". Dalam terminologi syar'i, jihad mencakup segala bentuk usaha sungguh-sungguh untuk menegakkan agama Allah, baik melalui perjuangan melawan hawa nafsu, dakwah, maupun perang dalam kondisi tertentu.¹ Pemahaman ini diperkuat oleh pandangan Imam al-Qurtubi yang menyatakan bahwa jihad mencakup setiap upaya yang dilakukan seorang Muslim dalam menaati perintah Allah.²

1.2.       Pentingnya Memahami Jihad dalam Konteks Islam

Pemahaman yang benar tentang jihad sangat penting, terutama dalam menghadapi berbagai kesalahpahaman dan penyalahgunaan istilah ini. Di satu sisi, jihad sering dipahami sebagai semata-mata perang fisik (qital), sementara di sisi lain, jihad memiliki makna yang lebih luas mencakup aspek spiritual, sosial, dan intelektual.³ Misalnya, jihad melawan hawa nafsu (jihad an-nafs) disebut oleh Rasulullah Saw sebagai "jihad akbar," yaitu jihad terbesar yang dilakukan individu untuk melawan kelemahan dirinya.⁴

Pentingnya memahami jihad dalam kerangka Al-Qur'an dan Hadits bertujuan untuk memberikan panduan yang sesuai dengan ajaran Islam yang murni. Dalam Al-Qur'an, terdapat berbagai ayat yang membahas jihad, salah satunya adalah Surat Al-Baqarah [02] ayat 216, yang menegaskan bahwa jihad mungkin terasa sulit, tetapi memiliki manfaat besar bagi umat Islam.⁵ Ulama seperti Wahbah Zuhaili menegaskan bahwa pemahaman tentang jihad tidak dapat dilepaskan dari konteks ayat dan kondisi historis saat wahyu tersebut diturunkan.⁶

1.3.       Tujuan Penulisan Artikel

Artikel ini bertujuan untuk menyajikan pemahaman komprehensif mengenai jihad berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dengan merujuk kepada referensi-referensi kredibel. Penulis berharap pembahasan ini dapat meluruskan persepsi yang salah sekaligus memperkaya wawasan pembaca tentang jihad sebagai konsep yang mulia dalam Islam. Dengan mengacu pada sumber-sumber klasik seperti Tafsir Ibnu Katsir serta pendapat ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradawi, artikel ini berusaha menjelaskan berbagai dimensi jihad yang relevan untuk diaplikasikan dalam kehidupan modern.


Catatan Kaki

[1]                Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, ed. Muhammad Ahmad (Beirut: Dar Sader, 1994), jilid 3, hlm. 126.

[2]                Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed. Muhammad Ibrahim (Kairo: Dar al-Hadith, 2006), jilid 5, hlm. 147.

[3]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar al-Syuruq, 2009), hlm. 21.

[4]                Al-Bayhaqi, Sunan al-Kubra, ed. Muhammad Abd al-Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), jilid 10, hlm. 208.

[5]                Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah: 216.

[6]                Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed. Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 2, hlm. 327.


2.           Definisi Jihad dalam Islam

2.1.       Pengertian Jihad secara Bahasa dan Istilah

Kata jihad berasal dari akar kata Arab jāhada, yang berarti "berusaha keras" atau "berjuang".¹ Secara terminologis, jihad diartikan sebagai segala bentuk usaha sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan mulia yang diridhai Allah Swt.² Dalam konteks syariat, jihad meliputi berbagai dimensi, termasuk perjuangan melawan hawa nafsu, menyebarkan dakwah, menggunakan harta untuk kepentingan agama, dan berperang dalam kondisi tertentu.³ Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa jihad mencakup tiga aspek utama: jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, dan jihad melawan musuh yang nyata.⁴

2.2.       Konteks Jihad dalam Al-Qur'an

Jihad disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur'an dengan konteks dan makna yang beragam. Salah satu ayat yang sering dijadikan rujukan adalah Surat Al-Baqarah [02] ayat 216, yang menyatakan bahwa jihad diwajibkan meskipun terasa berat.⁵ Ayat ini menegaskan pentingnya pengorbanan demi kepentingan yang lebih besar.

Namun, makna jihad tidak selalu merujuk pada perang fisik. Sebagai contoh, dalam Surat Al-Furqan [25] ayat 52, Allah berfirman: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah melawan mereka dengan Al-Qur'an dengan jihad yang besar.”⁶ Ayat ini menunjukkan bahwa jihad dapat dilakukan dengan cara intelektual dan spiritual melalui penyampaian ajaran Islam.

Tafsir klasik seperti Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa konteks jihad dalam Al-Qur'an harus dipahami berdasarkan sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) dan kondisi masyarakat pada masa wahyu diturunkan.⁷ Sementara itu, tafsir modern seperti Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab menegaskan bahwa jihad adalah konsep yang fleksibel dan harus diterjemahkan sesuai kebutuhan zaman.⁸

2.3.       Hadits tentang Jihad

Hadits Nabi Muhammad Saw memperkaya pemahaman kita tentang jihad. Salah satu hadits yang terkenal adalah sabda Rasulullah setelah Perang Tabuk: “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar.” Saat ditanya tentang makna jihad besar, Rasulullah menjelaskan bahwa jihad besar adalah perjuangan melawan hawa nafsu.⁹

Hadits ini menunjukkan bahwa jihad melawan diri sendiri adalah aspek utama dari jihad. Selain itu, hadits lain dari Abu Hurairah RA menyatakan bahwa jihad tertinggi adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.¹⁰ Para ulama menyepakati bahwa jihad tidak selalu berkonotasi dengan perang, tetapi juga melibatkan perjuangan dalam bidang sosial dan spiritual.


Catatan Kaki

[1]                Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, ed. Muhammad Ahmad (Beirut: Dar Sader, 1994), jilid 3, hlm. 126.

[2]                Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed. Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 2, hlm. 328.

[3]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar al-Syuruq, 2009), hlm. 23.

[4]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Mustafa Abdul Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), jilid 4, hlm. 10.

[5]                Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah [02] ayat 216.

[6]                Al-Qur'an, Surat Al-Furqan [25] ayat 52.

[7]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. Ali Muhammad (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), jilid 1, hlm. 561.

[8]                M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), jilid 8, hlm. 152.

[9]                Al-Bayhaqi, Sunan al-Kubra, ed. Muhammad Abd al-Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), jilid 10, hlm. 208.

[10]             Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, ed. Muhammad al-Khathib (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2004), hadits no. 4344.


3.           Jenis-Jenis Jihad

3.1.       Jihad An-Nafs (Melawan Hawa Nafsu)

Jihad an-nafs, atau jihad melawan hawa nafsu, sering disebut sebagai jihad akbar atau "jihad terbesar." Rasulullah Saw menjelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi, bahwa perjuangan melawan hawa nafsu adalah bentuk jihad yang lebih berat dibandingkan jihad fisik.¹ Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa jihad melawan hawa nafsu melibatkan upaya untuk mengendalikan diri dari dorongan-dorongan negatif, seperti amarah, keserakahan, dan syahwat.²

Dalil Al-Qur'an yang relevan untuk jihad ini terdapat dalam Surat Al-Ankabut [29] ayat 69: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.”³ Ayat ini menekankan bahwa jihad melawan diri sendiri adalah langkah awal untuk meraih petunjuk Allah Swt. Jihad an-nafs mencakup berbagai aspek, termasuk memperbaiki akhlak, menjaga keikhlasan, dan meningkatkan kualitas ibadah.⁴

3.2.       Jihad Bil-Mal (Dengan Harta)

Jihad bil-mal adalah bentuk jihad yang dilakukan melalui pengorbanan harta untuk kepentingan agama. Dalam Al-Qur'an, Allah Swt berfirman: “Berjuanglah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.”⁵ Ayat ini menunjukkan bahwa harta memiliki peran penting dalam mendukung dakwah dan perjuangan Islam.

Sejarah Islam mencatat banyak contoh jihad bil-mal, seperti pengorbanan harta yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq RA saat mendermakan seluruh kekayaannya untuk kepentingan umat Islam dalam perang Tabuk.⁶ Para ulama menegaskan bahwa jihad bil-mal tidak terbatas pada perang, tetapi juga mencakup aktivitas sosial seperti membantu fakir miskin, membangun fasilitas umum, dan mendukung pendidikan Islam.⁷

3.3.       Jihad Bil-Lisan (Dengan Dakwah)

Jihad bil-lisan merujuk pada perjuangan menyampaikan kebenaran melalui lisan, tulisan, atau media lainnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim.”⁸ Hadits ini menunjukkan pentingnya keberanian dalam menegakkan kebenaran di tengah tantangan.

Al-Qur'an menegaskan aspek jihad ini dalam Surat An-Nahl [16] ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”⁹ Ayat ini menunjukkan bahwa dakwah adalah bentuk jihad yang menuntut kecerdasan, kesabaran, dan empati. Dalam konteks modern, jihad bil-lisan mencakup dakwah melalui berbagai platform, seperti media sosial, seminar, dan literasi.

3.4.       Jihad Qital (Perang di Jalan Allah)

Jihad qital adalah bentuk jihad yang melibatkan perang fisik dalam kondisi tertentu. Namun, jihad qital hanya dapat dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat Islam, seperti melindungi umat Islam dari agresi, menjaga kedaulatan wilayah, atau membela mereka yang tertindas.¹⁰

Dalam Surat Al-Hajj [22] ayat 39, Allah Swt berfirman: “Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya.”¹¹ Ayat ini menegaskan bahwa jihad qital hanya dilakukan sebagai upaya membela diri, bukan untuk menyerang tanpa alasan yang dibenarkan. Imam Al-Qurtubi dalam Tafsir al-Jami' menegaskan bahwa jihad qital adalah bentuk jihad terakhir yang diprioritaskan jika segala upaya damai telah gagal.¹²


Catatan Kaki

[1]                Al-Bayhaqi, Sunan al-Kubra, ed. Muhammad Abd al-Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), jilid 10, hlm. 208.

[2]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Mustafa Abdul Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), jilid 4, hlm. 10.

[3]                Al-Qur'an, Surat Al-Ankabut [29] ayat 69.

[4]                Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed. Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 5, hlm. 327.

[5]                Al-Qur'an, Surat At-Taubah [09] ayat 41.

[6]                Ibnu Sa'ad, Tabaqat al-Kubra, ed. Muhammad Abdurrahman (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), jilid 3, hlm. 174.

[7]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar al-Syuruq, 2009), hlm. 35.

[8]                Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, ed. Muhammad al-Khathib (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2004), hadits no. 4344.

[9]                Al-Qur'an, Surat An-Nahl [16] ayat 125.

[10]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, hlm. 120.

[11]             Al-Qur'an, Surat Al-Hajj [22] ayat 39.

[12]             Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed. Muhammad Ibrahim (Kairo: Dar al-Hadith, 2006), jilid 7, hlm. 178.


4.           Prinsip dan Batasan Jihad dalam Islam

4.1.       Prinsip-Prinsip Jihad dalam Islam

Jihad dalam Islam diatur oleh prinsip-prinsip yang memastikan bahwa pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan mulia syariat. Prinsip pertama adalah ikhlas karena Allah Swt. Setiap jihad harus dilakukan dengan niat untuk menegakkan agama Allah dan bukan untuk kepentingan duniawi seperti kekuasaan atau balas dendam.¹ Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka itulah jihad di jalan Allah.”²

Prinsip kedua adalah mengutamakan jalan damai sebelum perang. Dalam Al-Qur'an, Allah Swt memerintahkan umat Islam untuk selalu mencari jalan damai dan menghindari konflik jika memungkinkan.³ Dalam Surat Al-Anfal [08] ayat 61, Allah berfirman: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya.”⁴ Ayat ini menunjukkan bahwa jihad fisik bukanlah tujuan utama, tetapi pilihan terakhir jika semua upaya damai gagal.

Prinsip ketiga adalah keadilan dan kasih sayang dalam pelaksanaan jihad. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw memperingatkan agar tidak berbuat aniaya, tidak membunuh non-kombatan, tidak merusak fasilitas umum, dan tidak menghancurkan lingkungan.⁵ Hal ini menunjukkan bahwa jihad dalam Islam tidak boleh melampaui batas-batas etika dan moral.

4.2.       Batasan-Batasan dalam Jihad

Islam memberikan batasan yang ketat dalam pelaksanaan jihad untuk memastikan bahwa jihad tidak menjadi alat yang disalahgunakan. Batasan pertama adalah larangan melampaui batas (ghuluw). Al-Qur'an menegaskan dalam Surat Al-Baqarah [02] ayat 190: “Berperanglah di jalan Allah melawan orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”⁶ Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa melampaui batas mencakup segala bentuk tindakan berlebihan, seperti membunuh non-kombatan, menghancurkan tempat ibadah, atau menyiksa musuh.⁷

Batasan kedua adalah menghormati hak-hak non-Muslim dalam masyarakat Islam. Dalam Piagam Madinah, Rasulullah Saw memberikan hak-hak penuh kepada non-Muslim untuk menjalankan agama mereka dan hidup dalam kedamaian di bawah pemerintahan Islam.⁸ Ini menunjukkan bahwa jihad tidak boleh digunakan untuk memaksa seseorang masuk Islam, karena keimanan harus lahir dari hati yang tulus, sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-Baqarah [02] ayat 256: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama.”⁹

Batasan ketiga adalah larangan menggunakan jihad sebagai pembenaran untuk kekerasan ekstrem. Islam mengutuk tindakan radikal yang menyebabkan kerusakan masif, termasuk terorisme. Yusuf Al-Qaradawi menekankan bahwa tindakan kekerasan yang mengorbankan jiwa orang-orang tak bersalah adalah penyimpangan dari ajaran jihad yang sebenarnya.¹⁰

4.3.       Peringatan terhadap Penyalahgunaan Konsep Jihad

Penyalahgunaan konsep jihad merupakan masalah serius yang dapat merusak citra Islam. Dalam beberapa kasus, jihad dipersepsikan sebagai alat pembenaran untuk tindakan kekerasan, yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengutamakan perdamaian dan keadilan. Ulama seperti Wahbah Zuhaili dan Syekh Ali Jum’ah menekankan bahwa jihad harus dipahami secara holistik, dengan merujuk kepada Al-Qur'an, Hadits, dan tradisi ulama salaf yang menjunjung tinggi akhlak mulia.¹¹

Sebagai langkah pencegahan, umat Islam perlu memperdalam pemahaman mereka tentang jihad melalui pendidikan dan literasi agama yang benar. Rasulullah Saw bersabda: “Tidak akan hilang sekelompok umatku yang terus berjuang di atas kebenaran hingga hari kiamat.”¹² Hadits ini menunjukkan pentingnya menjaga esensi jihad yang sejati sebagai perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran.


Catatan Kaki

[1]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Mustafa Abdul Qadir (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), jilid 4, hlm. 13.

[2]                Bukhari, Sahih al-Bukhari, ed. Muhammad Muhsin (Riyadh: Darussalam, 1997), jilid 4, hadits no. 2810.

[3]                Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed. Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 6, hlm. 347.

[4]                Al-Qur'an, Surat Al-Anfal [08] ayat 61.

[5]                Muslim, Sahih Muslim, ed. Abdul Hamid Siddiqi (Lahore: Sh. Muhammad Ashraf, 2000), jilid 5, hadits no. 1731.

[6]                Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah: 190.

[7]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. Ali Muhammad (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), jilid 1, hlm. 541.

[8]                Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, ed. Muhammad al-Saqqa (Kairo: Dar al-Hadith, 1997), jilid 2, hlm. 136.

[9]                Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah [02] ayat 256.

[10]             Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar al-Syuruq, 2009), hlm. 124.

[11]             Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, jilid 5, hlm. 332; Ali Jum’ah, Tajdid al-Fiqh al-Islami (Kairo: Dar al-Nashr, 2015), hlm. 94.

[12]             Bukhari, Sahih al-Bukhari, hadits no. 7311.


5.           Relevansi Jihad dalam Kehidupan Modern

5.1.       Implementasi Jihad dalam Konteks Modern

Dalam kehidupan modern, jihad tidak hanya terbatas pada perjuangan fisik, tetapi lebih banyak diwujudkan melalui kontribusi positif di berbagai bidang kehidupan. Salah satu bentuk jihad modern adalah jihad dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”¹ Ayat ini menegaskan bahwa perjuangan dalam menuntut ilmu adalah salah satu bentuk jihad yang utama.

Rasulullah Saw juga bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.”² Dalam konteks ini, jihad modern dapat berupa upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mendorong inovasi ilmiah, dan menggunakan ilmu untuk kemaslahatan umat manusia. Sebagai contoh, para dokter, insinyur, dan pendidik yang bekerja untuk kemajuan masyarakat adalah para mujahid yang berjihad melalui profesi mereka.³

Selain itu, jihad juga diwujudkan melalui perjuangan melawan kemiskinan dan ketidakadilan. Islam mendorong umatnya untuk aktif dalam meningkatkan kesejahteraan sosial, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Ma’un: “Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.”⁴ Perjuangan untuk menciptakan keadilan ekonomi, melawan korupsi, dan mendukung keberlanjutan lingkungan adalah bentuk jihad yang relevan dengan tantangan zaman ini.⁵

5.2.       Pandangan Ulama Kontemporer tentang Jihad

Ulama kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi dan Wahbah Zuhaili menekankan bahwa jihad modern harus diarahkan pada pembangunan umat dan perdamaian dunia.⁶ Menurut Al-Qaradawi, jihad tidak hanya terkait dengan konflik fisik tetapi juga perjuangan untuk memperbaiki kualitas hidup umat manusia secara keseluruhan. Beliau menyatakan bahwa jihad intelektual melalui dialog antaragama dan penguatan solidaritas umat Islam adalah prioritas utama dalam era globalisasi.⁷

Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menambahkan bahwa jihad modern melibatkan penguatan ekonomi umat Islam, penguasaan teknologi, dan advokasi hak-hak asasi manusia.⁸ Hal ini mencerminkan bahwa jihad harus disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan zaman tanpa meninggalkan prinsip-prinsip syariat.

5.3.       Peran Jihad dalam Perdamaian Dunia

Jihad juga memiliki relevansi penting dalam membangun perdamaian dunia. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin menempatkan jihad sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan dan harmoni. Rasulullah Saw bersabda: “Seorang Muslim adalah orang yang menjadikan Muslim lainnya aman dari lisan dan tangannya.”⁹ Hadits ini menegaskan bahwa jihad yang sejati adalah perjuangan untuk memastikan kedamaian dan keamanan bagi semua orang.

Dalam konteks internasional, jihad dapat berupa partisipasi umat Islam dalam forum global untuk mendukung hak-hak minoritas, menentang penjajahan, dan mempromosikan perdamaian.¹⁰ Jihad modern juga mencakup upaya melawan Islamofobia melalui pendidikan, dialog antaragama, dan pemberdayaan media yang positif.¹¹

Sebagai contoh, organisasi-organisasi kemanusiaan berbasis Islam yang membantu korban konflik dan bencana alam di seluruh dunia adalah wujud nyata dari jihad sosial. Peran umat Islam dalam membangun perdamaian dan keadilan di dunia global menjadikan jihad sebagai kekuatan yang relevan untuk menciptakan perubahan positif.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur'an, Surat Al-Mujadilah [58] ayat 11.

[2]                Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, ed. Muhammad Fuad Abdul Baqi (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), jilid 1, hadits no. 224.

[3]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar al-Syuruq, 2009), hlm. 55.

[4]                Al-Qur'an, Surat Al-Ma’un [107] ayat 3.

[5]                Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed. Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 10, hlm. 245.

[6]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, hlm. 122; Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), jilid 8, hlm. 547.

[7]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, hlm. 130.

[8]                Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, jilid 8, hlm. 550.

[9]                Bukhari, Sahih al-Bukhari, ed. Muhammad Muhsin (Riyadh: Darussalam, 1997), jilid 1, hadits no. 10.

[10]             Karen Armstrong, Fields of Blood: Religion and the History of Violence (New York: Anchor Books, 2015), hlm. 291.

[11]             Tariq Ramadan, Islam, the West and the Challenges of Modernity (Oxford: Oxford University Press, 2001), hlm. 74.


6.           Kesimpulan

Jihad dalam perspektif Al-Qur'an dan Hadits merupakan konsep yang sangat luas, mencakup dimensi spiritual, sosial, dan fisik. Pemahaman yang benar tentang jihad adalah kunci untuk menghindari penyalahgunaan istilah ini, terutama dalam konteks modern yang sering kali menghadirkan tantangan terhadap pemahaman esensial Islam.

6.1.       Rangkuman Pemahaman Jihad dalam Islam

Esensi jihad adalah perjuangan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, baik melalui perbaikan diri, dakwah, penggunaan harta, maupun perlindungan terhadap umat Islam dari ancaman.¹ Dalam Al-Qur'an dan Hadits, jihad ditekankan sebagai upaya menyeluruh untuk mencapai kemaslahatan umat manusia dengan mengedepankan prinsip keadilan, kasih sayang, dan perdamaian.² Jihad bukanlah tindakan agresi, melainkan respon terhadap ketidakadilan dan upaya untuk menegakkan kebenaran dengan tetap berpegang pada syariat.³

6.2.       Relevansi Pemahaman Jihad yang Benar

Pemahaman jihad yang benar sangat relevan dalam kehidupan modern. Konsep jihad melawan hawa nafsu, memperjuangkan ilmu pengetahuan, memberantas kemiskinan, dan melindungi hak asasi manusia adalah bentuk implementasi jihad yang sesuai dengan tantangan zaman.⁴ Sebagaimana ditegaskan oleh Yusuf Al-Qaradawi, jihad yang bersifat intelektual, sosial, dan ekonomi lebih relevan untuk membangun peradaban Islam yang damai dan maju.⁵

6.3.       Pesan untuk Umat Islam

Jihad sejati adalah upaya yang dilakukan dengan niat tulus dan dalam kerangka syariat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.”⁶ Hadits ini menekankan pentingnya keberanian dalam menegakkan keadilan, bahkan dalam situasi yang sulit. Oleh karena itu, umat Islam harus memahami jihad sebagai sebuah tanggung jawab moral dan spiritual yang melibatkan pengorbanan untuk kebaikan bersama.

Ulama kontemporer, seperti Wahbah Zuhaili dan Syekh Ali Jum’ah, menegaskan bahwa jihad modern harus diarahkan pada upaya memperkuat umat Islam di bidang pendidikan, ekonomi, dan teknologi.⁷ Dalam dunia yang semakin kompleks, jihad melawan kebodohan, ketidakadilan, dan kemiskinan adalah prioritas utama yang harus diutamakan. Dengan demikian, umat Islam dapat menjadi pelopor perdamaian dan keadilan, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.


Catatan Kaki

[1]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad (Kairo: Dar al-Syuruq, 2009), hlm. 21.

[2]                Wahbah Zuhaili, Al-Tafsir al-Munir, ed. Ismail Yusuf (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), jilid 5, hlm. 327.

[3]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. Ali Muhammad (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), jilid 1, hlm. 561.

[4]                Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah [02] ayat 216.

[5]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, hlm. 130.

[6]                Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, ed. Muhammad al-Khathib (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2004), hadits no. 4344.

[7]                Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), jilid 8, hlm. 547; Ali Jum’ah, Tajdid al-Fiqh al-Islami (Kairo: Dar al-Nashr, 2015), hlm. 94.


Daftar Pustaka

Al-Bayhaqi. (2003). Sunan al-Kubra (Ed. Muhammad Abd al-Qadir). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Ghazali. (1992). Ihya Ulumuddin (Ed. Mustafa Abdul Qadir). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Qaradawi, Y. (2009). Fiqh al-Jihad. Kairo: Dar al-Syuruq.

Armstrong, K. (2015). Fields of Blood: Religion and the History of Violence. New York: Anchor Books.

Bukhari, I. (1997). Sahih al-Bukhari (Ed. Muhammad Muhsin). Riyadh: Darussalam.

Ibnu Hisyam. (1997). Sirah Nabawiyah (Ed. Muhammad al-Saqqa). Kairo: Dar al-Hadith.

Ibnu Katsir. (1999). Tafsir al-Qur'an al-Azim (Ed. Ali Muhammad). Riyadh: Dar Tayyibah.

Ibn Manzur. (1994). Lisan al-‘Arab (Ed. Muhammad Ahmad). Beirut: Dar Sader.

Ibnu Majah. (1998). Sunan Ibnu Majah (Ed. Muhammad Fuad Abdul Baqi). Beirut: Dar al-Fikr.

Muslim, I. (2000). Sahih Muslim (Ed. Abdul Hamid Siddiqi). Lahore: Sh. Muhammad Ashraf.

Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Ramadan, T. (2001). Islam, the West and the Challenges of Modernity. Oxford: Oxford University Press.

Wahbah Zuhaili. (1989). Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr.

Wahbah Zuhaili. (2001). Al-Tafsir al-Munir (Ed. Ismail Yusuf). Damaskus: Dar al-Fikr.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar