Etika Profesi
“Konsep, Prinsip, dan
Implementasi dalam Dunia Kerja Modern”
Abstrak
Etika profesi merupakan salah satu elemen
fundamental dalam dunia kerja modern yang berfungsi sebagai pedoman moral bagi
individu dan organisasi. Artikel ini mengulas konsep, prinsip, dan implementasi
etika profesi secara komprehensif, dengan fokus pada nilai-nilai inti seperti
integritas, tanggung jawab, keadilan, kerahasiaan, dan profesionalisme.
Pembahasan mencakup dasar-dasar etika profesi, kode etik dalam berbagai bidang,
tantangan penerapannya, serta perspektif agama dan budaya yang memengaruhi
etika di berbagai konteks profesional. Selain itu, artikel ini juga
mengidentifikasi berbagai dilema moral, tekanan kerja, serta dampak teknologi
dan globalisasi terhadap etika profesi. Melalui analisis ini, disimpulkan bahwa
pendidikan etika, budaya organisasi yang mendukung, dan mekanisme pengawasan
yang efektif sangat penting untuk memastikan penerapan etika yang
berkelanjutan. Artikel ini merekomendasikan integrasi nilai-nilai agama,
budaya, dan profesionalisme untuk menghadapi tantangan etika di era modern yang
dinamis.
Kata Kunci: Etika Profesi, Prinsip Etika, Kode Etik,
Implementasi Etika, Tantangan Moral, Agama, Budaya, Profesionalisme, Dunia
Kerja Modern.
1.
Pendahuluan
Etika profesi merupakan cabang dari etika terapan
yang berfokus pada standar moral dan prinsip perilaku yang menjadi panduan bagi
individu dalam menjalankan peran profesional mereka. Dalam dunia kerja modern,
etika profesi memainkan peranan yang signifikan, tidak hanya untuk memastikan
kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi tetapi juga untuk menciptakan
lingkungan kerja yang harmonis dan berkelanjutan. Istilah "etika
profesi" pertama kali muncul dalam literatur pada abad ke-20, sebagai
respons terhadap meningkatnya spesialisasi pekerjaan dan kebutuhan akan pedoman
moral yang konsisten di berbagai bidang pekerjaan profesional.¹
Secara etimologis, kata etika berasal dari
bahasa Yunani ethikos, yang berarti "kebiasaan" atau
"karakter". Dalam konteks profesi, etika merujuk pada
seperangkat nilai dan prinsip moral yang memandu perilaku individu di tempat
kerja.² Etika profesi tidak hanya mengatur hubungan antarprofesional tetapi
juga hubungan profesional dengan klien, masyarakat, dan institusi tempat mereka
bekerja. Oleh karena itu, keberadaan etika profesi dianggap esensial dalam
membangun profesionalisme, kepercayaan, dan akuntabilitas.
1.1. Pentingnya Etika dalam Dunia Profesi
Penerapan etika profesi berkontribusi pada
peningkatan kredibilitas suatu profesi di mata masyarakat. Sebagai contoh,
seorang dokter yang mematuhi prinsip-prinsip etika profesi, seperti menjaga
kerahasiaan pasien, tidak hanya meningkatkan kepercayaan pasien terhadap
layanan kesehatan tetapi juga menjaga martabat profesi kedokteran itu sendiri.³
Hal yang sama berlaku dalam profesi lain seperti pengacara, guru, dan akuntan,
yang semuanya terikat oleh kode etik tertentu untuk menjaga integritas mereka
di masyarakat.
Selain itu, etika profesi membantu individu
menghadapi dilema moral dalam pekerjaan mereka. Misalnya, dalam dunia bisnis,
seorang manajer mungkin menghadapi situasi di mana keuntungan perusahaan
bertentangan dengan prinsip keadilan terhadap karyawan. Dengan pedoman etika
yang jelas, keputusan yang diambil diharapkan tetap mempertahankan keseimbangan
antara nilai moral dan tujuan bisnis.⁴
1.2. Tujuan Artikel
Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
yang komprehensif tentang etika profesi, mencakup konsep, prinsip dasar,
nilai-nilai inti, dan tantangan penerapannya dalam berbagai bidang pekerjaan.
Dengan mengacu pada referensi yang kredibel, artikel ini juga berupaya
menyajikan wawasan tentang pentingnya integritas profesional dalam dunia kerja
yang terus berkembang.
Catatan Kaki
[1]
John K. Alexander, Professional Ethics in the
Modern Workplace (New York: Oxford University Press, 2017), 12.
[2]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New
Jersey: Pearson Education, 2010), 4.
[3]
Beauchamp, Tom L., and James F. Childress, Principles
of Biomedical Ethics, 7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013),
25.
[4]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian
Perspective (New York: Cambridge University Press, 2017), 40.
2.
Dasar-Dasar Etika Profesi
Etika profesi adalah
cabang etika terapan yang membahas norma-norma dan prinsip-prinsip moral yang menjadi pedoman dalam
menjalankan tugas profesional. Pemahaman dasar tentang etika profesi mencakup
pengertian etika, moral, perbedaan antara etika umum dan etika profesi, serta
sejarah perkembangannya.
2.1. Pengertian Etika dan Moral dalam Konteks
Profesional
Kata etika
berasal dari bahasa Yunani ethikos, yang berarti "kebiasaan"
atau "karakter".¹ Dalam konteks modern, etika merujuk pada
studi tentang prinsip-prinsip moral yang
mengatur perilaku individu atau kelompok. Moral, di sisi lain, lebih mengacu
pada standar perilaku baik dan buruk yang diterima dalam masyarakat tertentu.²
Dalam dunia profesional, kedua konsep ini saling berkaitan. Etika berfungsi
sebagai landasan normatif yang memberikan panduan untuk bertindak secara moral
dalam setiap situasi kerja.
2.2. Perbedaan Antara Etika Umum dan Etika Profesi
Etika umum mencakup
prinsip-prinsip moral universal yang berlaku bagi semua individu, seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung
jawab. Sementara itu, etika profesi lebih spesifik karena dirancang untuk
mengatur perilaku individu dalam peran profesional tertentu.³ Misalnya, seorang
dokter terikat oleh kode etik kedokteran yang mengatur kewajiban terhadap
pasien, sedangkan seorang pengacara memiliki kode etik yang berbeda yang fokus
pada hubungan dengan klien dan pengadilan.
Etika profesi juga
mencakup tanggung jawab profesional yang tidak hanya terbatas pada hukum, tetapi juga pada standar moral yang
lebih tinggi. Dalam praktiknya, etika profesi sering kali menghadapi dilema
moral, di mana keputusan yang diambil harus mempertimbangkan nilai-nilai moral,
hukum, dan kepentingan masyarakat.
2.3. Sejarah Perkembangan Etika Profesi
Etika profesi telah
berkembang seiring dengan kemajuan peradaban manusia. Dalam sejarahnya,
prinsip-prinsip etika profesi mulai muncul di zaman kuno. Contoh awal adalah Hippocratic
Oath yang menjadi pedoman etika bagi para dokter sejak abad ke-5
SM.⁴ Pada abad pertengahan, etika profesi berkembang dalam konteks keagamaan,
seperti panduan moral yang diberikan oleh gereja kepada para pedagang dan
pekerja.
Pada abad ke-20,
perkembangan industri dan spesialisasi pekerjaan mendorong perlunya pengaturan
etika yang lebih terstruktur. Kode etik formal mulai diperkenalkan di berbagai bidang, seperti kedokteran, hukum,
pendidikan, dan bisnis.⁵ Etika profesi modern tidak hanya berfokus pada
hubungan antara profesional dan klien, tetapi juga memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari keputusan
profesional.
2.4. Pentingnya Pemahaman Dasar Etika Profesi
Pemahaman dasar
tentang etika profesi membantu profesional menghadapi dilema moral dengan cara
yang bertanggung jawab dan konsisten. Hal ini juga menjadi fondasi untuk membangun kepercayaan publik terhadap
profesi tertentu.⁶
Catatan Kaki
[1]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New Jersey:
Pearson Education, 2010), 3.
[2]
Louis P. Pojman and James Fieser, Ethics: Discovering Right and Wrong,
7th ed. (Belmont: Wadsworth, 2012), 12.
[3]
John K. Alexander, Professional Ethics in the Modern Workplace
(New York: Oxford University Press, 2017), 18.
[4]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013), 5.
[5]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective
(New York: Cambridge University Press, 2017), 32.
[6]
Michael Davis, Thinking Like an Engineer: Studies in the
Ethics of a Profession (New York: Oxford University Press, 1998),
45.
3.
Prinsip-Prinsip Etika Profesi
Prinsip-prinsip
etika profesi merupakan panduan normatif yang membantu individu dalam suatu
profesi untuk bertindak secara benar, adil, dan bertanggung jawab. Prinsip ini
berlaku sebagai kerangka kerja moral yang memastikan praktik profesional dilaksanakan dengan integritas dan
memenuhi harapan masyarakat terhadap suatu profesi. Beberapa prinsip inti dalam
etika profesi yang sering diacu mencakup integritas, tanggung jawab, keadilan,
kerahasiaan, dan profesionalisme.
3.1. Integritas
Integritas merupakan
prinsip dasar yang menekankan pentingnya kejujuran dan konsistensi moral dalam setiap tindakan profesional. Seorang
profesional dengan integritas tidak
hanya bertindak sesuai dengan hukum tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai
moral yang berlaku.¹ Dalam praktiknya, integritas tercermin melalui
transparansi, kejujuran dalam pelaporan, dan tidak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika, seperti korupsi atau manipulasi data.²
3.2. Tanggung Jawab
Prinsip tanggung
jawab mengharuskan setiap profesional untuk menjalankan tugasnya dengan penuh kesadaran akan dampak dari setiap keputusan
yang diambil. Hal ini mencakup tanggung jawab terhadap klien, organisasi,
masyarakat, dan lingkungan.³ Sebagai contoh, seorang insinyur bertanggung jawab
memastikan bahwa desainnya tidak hanya efisien tetapi juga aman bagi
masyarakat.⁴
3.3. Keadilan
Keadilan menekankan
perlakuan yang adil, tidak memihak, dan tanpa diskriminasi terhadap individu
atau kelompok tertentu. Prinsip ini memastikan bahwa keputusan dan tindakan
profesional dilakukan berdasarkan fakta dan merit, bukan pada preferensi
pribadi atau bias.⁵ Dalam konteks hukum, misalnya, seorang hakim harus
memberikan putusan yang adil tanpa dipengaruhi oleh tekanan politik atau
kepentingan pribadi.⁶
3.4. Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan
mewajibkan profesional untuk menjaga privasi dan informasi sensitif yang mereka
peroleh dalam menjalankan tugasnya. Hal ini sangat penting dalam profesi
seperti kedokteran, hukum, dan keuangan, di mana pelanggaran kerahasiaan dapat
merugikan individu atau organisasi secara signifikan.⁷ Sebagai contoh, dokter
harus menjaga kerahasiaan rekam medis pasien, kecuali ada alasan hukum atau
etika yang jelas untuk membukanya.⁸
3.5. Profesionalisme
Profesionalisme
mencakup sikap dan perilaku yang mencerminkan kompetensi, tanggung jawab, dan
penghormatan terhadap standar profesi. Prinsip ini mengharuskan setiap
profesional untuk terus meningkatkan keterampilan
dan pengetahuannya serta mematuhi kode etik yang berlaku di bidangnya.⁹ Dalam
dunia kerja modern, profesionalisme juga mencakup kemampuan untuk beradaptasi
dengan perubahan teknologi dan kebutuhan pasar yang dinamis.¹⁰
Catatan Kaki
[1]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New Jersey:
Pearson Education, 2010), 20.
[2]
John K. Alexander, Professional Ethics in the Modern Workplace
(New York: Oxford University Press, 2017), 15.
[3]
Louis P. Pojman and James Fieser, Ethics: Discovering Right and Wrong,
7th ed. (Belmont: Wadsworth, 2012), 30.
[4]
Michael Davis, Thinking Like an Engineer: Studies in the
Ethics of a Profession (New York: Oxford University Press, 1998),
60.
[5]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective
(New York: Cambridge University Press, 2017), 40.
[6]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013), 25.
[7]
Philip J. Boyer and Joseph T. Wells, Confidentiality in Professional Practice
(New York: Wiley, 2011), 12.
[8]
Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics,
45.
[9]
Richard O. Mason et al., Ethics of Information Management
(New York: Sage Publications, 1995), 28.
[10]
Michael G. Gibbons, The New Production of Knowledge: The Dynamics
of Science and Research in Contemporary Societies (London: Sage
Publications, 1994), 34.
4.
Nilai-Nilai Etika dalam Berbagai Profesi
Setiap profesi memiliki nilai-nilai etika yang unik,
disesuaikan dengan karakteristik, tanggung jawab, dan dampak sosial dari
pekerjaan tersebut. Nilai-nilai ini menjadi panduan bagi para profesional untuk
bertindak dengan integritas, kompetensi, dan tanggung jawab dalam menjalankan
tugas mereka. Dalam bagian ini, akan dijelaskan nilai-nilai etika yang menjadi
landasan beberapa profesi utama, yaitu kesehatan, hukum, pendidikan, bisnis,
dan teknologi informasi.
4.1. Etika dalam Profesi Kesehatan
Dalam profesi
kesehatan, nilai-nilai utama meliputi penghormatan terhadap otonomi pasien,
prinsip nonmaleficence (tidak merugikan), beneficence (berbuat baik), dan keadilan.¹ Profesional kesehatan,
seperti dokter dan perawat, memiliki tanggung jawab untuk menjaga kesejahteraan
pasien dengan tidak hanya memberikan perawatan medis terbaik tetapi juga
menghormati hak pasien untuk membuat keputusan terkait kesehatan mereka.²
Misalnya, menjaga kerahasiaan informasi pasien adalah kewajiban etis yang
diatur dalam prinsip kerahasiaan medis.³
4.2. Etika dalam Profesi Hukum
Etika profesi hukum
menekankan pada kejujuran, kerahasiaan, keadilan, dan kewajiban untuk membela
klien secara maksimal sesuai dengan hukum.⁴ Pengacara, hakim, dan notaris
memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan secara
adil dan tidak memihak.⁵ Contohnya, pengacara harus menjaga kerahasiaan
komunikasi dengan kliennya bahkan jika informasi tersebut tidak menguntungkan
bagi kasus mereka.⁶
4.3. Etika dalam Profesi Pendidikan
Guru dan dosen
memiliki peran sentral dalam membentuk karakter generasi muda. Oleh karena itu,
nilai-nilai etika dalam profesi pendidikan meliputi tanggung jawab, keadilan,
komitmen terhadap pengembangan siswa, dan integritas akademik.⁷ Guru diharapkan
untuk tidak hanya mentransfer pengetahuan tetapi juga menjadi teladan moral
bagi siswanya.⁸ Pelanggaran nilai-nilai ini, seperti diskriminasi atau
manipulasi nilai, dapat merusak kepercayaan siswa dan masyarakat terhadap
institusi pendidikan.⁹
4.4. Etika dalam Profesi Bisnis dan Keuangan
Profesi di bidang
bisnis dan keuangan, seperti akuntan dan manajer, sangat bergantung pada
nilai-nilai seperti integritas, transparansi, dan akuntabilitas.¹⁰ Etika bisnis
berperan penting dalam membangun kepercayaan antara perusahaan dengan konsumen, investor, dan masyarakat. Misalnya,
akuntan wajib memberikan laporan keuangan yang jujur dan akurat tanpa
manipulasi data untuk keuntungan pribadi.¹¹ Prinsip ini menjadi dasar
keberlanjutan dunia bisnis dalam jangka panjang.
4.5. Etika dalam Teknologi Informasi
Seiring dengan
kemajuan teknologi, nilai-nilai etika dalam profesi teknologi informasi menjadi
semakin relevan. Profesional TI, seperti programmer dan analis data, diharapkan
untuk menjaga keamanan data, melindungi privasi pengguna, dan menghindari
penyalahgunaan teknologi untuk tujuan yang merugikan.¹² Salah satu tantangan
utama dalam profesi ini adalah menghadapi dilema terkait penggunaan data
pengguna untuk kepentingan bisnis tanpa melanggar hak privasi mereka.¹³
Catatan Kaki
[1]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013), 13.
[2]
Richard E. Ashcroft et al., Principles of Health Care Ethics,
2nd ed. (Chichester: John Wiley & Sons, 2007), 45.
[3]
Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics,
45.
[4]
Geoffrey C. Hazard Jr. and Angelo Dondi, Legal Ethics: A Comparative Study
(Stanford: Stanford University Press, 2004), 8.
[5]
Deborah L. Rhode, Professional Responsibility and Regulation
(New York: Aspen Publishers, 2006), 25.
[6]
Hazard and Dondi, Legal Ethics: A Comparative Study,
18.
[7]
David Carr, Making Sense of Education: An Introduction to
the Philosophy and Theory of Education and Teaching (London:
Routledge, 2003), 60.
[8]
Nel Noddings, The Ethics of Teaching (New York:
Teachers College Press, 1996), 12.
[9]
Ibid., 25.
[10]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New Jersey:
Pearson Education, 2010), 70.
[11]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective
(New York: Cambridge University Press, 2017), 32.
[12]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 50.
[13]
Deborah G. Johnson, Computer Ethics, 4th ed. (New York:
Pearson Education, 2009), 45.
5.
Kode Etik Profesi
Kode etik profesi
adalah seperangkat pedoman moral yang dirumuskan secara resmi oleh suatu
profesi untuk mengatur perilaku anggotanya. Kode etik ini tidak hanya memberikan arahan tentang apa yang
dianggap benar atau salah dalam konteks profesional, tetapi juga menetapkan
standar yang menjaga integritas profesi dan kepercayaan publik terhadapnya.¹
5.1. Pengertian Kode Etik
Kode etik adalah
dokumen tertulis yang memuat prinsip, nilai, dan standar moral yang menjadi
pedoman bagi individu dalam profesi tertentu.² Kode ini dirancang untuk
membantu para profesional dalam menghadapi dilema etis, memelihara reputasi
profesi, dan meningkatkan tanggung jawab sosial mereka.³ Sebagai contoh, Kode
Etik Kedokteran mengatur kewajiban dokter untuk menjaga kerahasiaan pasien dan
memberikan perawatan terbaik tanpa diskriminasi.⁴
5.2. Fungsi dan Tujuan Kode Etik
Kode etik memiliki beberapa fungsi utama:⁵
1)
Pedoman
Moral: Memberikan arahan tentang perilaku yang diharapkan dalam
situasi tertentu.
2)
Pengontrol
Perilaku: Mencegah pelanggaran etika yang dapat merusak
reputasi individu maupun profesi.
3)
Pengukuran
Kinerja: Menjadi standar evaluasi perilaku profesional.
4)
Peningkatan
Kepercayaan Publik: Memastikan bahwa para profesional bertindak
dengan integritas, sehingga masyarakat mempercayai mereka.
Kode etik bertujuan
untuk melindungi kepentingan masyarakat, mendukung profesional dalam menghadapi dilema moral, dan mempromosikan
keadilan serta akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas profesional.⁶
5.3. Contoh Kode Etik dalam Berbagai Profesi
Kode etik dirancang sesuai dengan karakteristik unik masing-masing profesi.
Beberapa contoh kode etik yang signifikan meliputi:
1)
Kode Etik Dokter
(Hippocratic Oath):
Hippocratic Oath adalah salah satu dokumen etika
tertua dalam dunia kedokteran. Prinsip utamanya meliputi menjaga kerahasiaan
pasien, berbuat baik (beneficence), dan menghindari tindakan yang
merugikan (nonmaleficence).⁷ Dalam versi modern, Sumpah Hipokrates
juga mencakup kewajiban untuk menghormati hak pasien dan bekerja sama dengan
profesional kesehatan lainnya.⁸
2)
Kode Etik Guru:
Dalam profesi pendidikan, kode etik guru mencakup
komitmen untuk mengembangkan potensi siswa, menjaga integritas akademik, dan
tidak melakukan diskriminasi. Guru juga diharapkan untuk menjadi teladan moral
bagi siswa dan masyarakat.⁹ Kode Etik Guru di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.¹⁰
3)
Kode Etik Akuntan (IFAC
Code of Ethics):
Dalam bidang keuangan, International Federation
of Accountants (IFAC) menetapkan kode etik global yang mencakup prinsip
integritas, objektivitas, kompetensi profesional, kerahasiaan, dan perilaku
profesional.¹¹ Akuntan wajib memastikan bahwa laporan keuangan yang mereka buat
mencerminkan kondisi sebenarnya tanpa manipulasi.¹²
5.4. Pentingnya Kepatuhan terhadap Kode Etik
Kepatuhan terhadap
kode etik tidak hanya menjaga reputasi profesional, tetapi juga mencegah
pelanggaran hukum dan etika. Sebaliknya, pelanggaran kode etik dapat merusak
kepercayaan masyarakat, menyebabkan sanksi profesional, dan bahkan berujung
pada tuntutan hukum.¹³ Oleh karena itu, organisasi profesional sering kali
menetapkan mekanisme pengawasan dan penegakan kode etik, termasuk sanksi bagi
pelanggar.¹⁴
Catatan Kaki
[1]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New Jersey:
Pearson Education, 2010), 50.
[2]
Michael Davis, Thinking Like an Engineer: Studies in the
Ethics of a Profession (New York: Oxford University Press, 1998),
20.
[3]
John K. Alexander, Professional Ethics in the Modern Workplace
(New York: Oxford University Press, 2017), 25.
[4]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013), 40.
[5]
Louis P. Pojman and James Fieser, Ethics: Discovering Right and Wrong,
7th ed. (Belmont: Wadsworth, 2012), 80.
[6]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective
(New York: Cambridge University Press, 2017), 32.
[7]
Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics,
55.
[8]
Ashcroft et al., Principles of Health Care Ethics,
2nd ed. (Chichester: John Wiley & Sons, 2007), 12.
[9]
Nel Noddings, The Ethics of Teaching (New York:
Teachers College Press, 1996), 15.
[10]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, Pasal 20.
[11]
IFAC, Handbook of the Code of Ethics for Professional
Accountants, 2020, 10.
[12]
Ibid., 15.
[13]
Deborah L. Rhode, Professional Responsibility and Regulation
(New York: Aspen Publishers, 2006), 60.
[14]
Hazard and Dondi, Legal Ethics: A Comparative Study
(Stanford: Stanford University Press, 2004), 45.
6.
Implementasi Etika Profesi di Dunia Kerja
Implementasi etika
profesi di dunia kerja merupakan upaya nyata untuk mengintegrasikan
prinsip-prinsip etika ke dalam praktik profesional sehari-hari. Etika profesi
tidak hanya menjadi pedoman perilaku individu tetapi juga menjadi fondasi bagi
keberhasilan organisasi dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, dan hubungan
yang berkelanjutan dengan masyarakat.¹
6.1. Pentingnya Implementasi Etika Profesi
Etika profesi
menjadi alat utama untuk menghindari konflik kepentingan, mencegah pelanggaran
moral, dan memastikan terciptanya lingkungan kerja yang sehat.² Dalam dunia kerja modern yang semakin kompleks,
nilai-nilai etika menjadi kunci dalam menghadapi tantangan seperti globalisasi,
digitalisasi, dan meningkatnya tekanan untuk mencapai target bisnis.³ Misalnya,
integritas profesional yang diwujudkan dalam pelaporan keuangan yang jujur
dapat mencegah skandal korporasi seperti yang terjadi pada kasus Enron dan WorldCom.⁴
6.2. Peran Pendidikan dan Pelatihan Etika
Pendidikan dan
pelatihan etika merupakan langkah awal dalam memastikan bahwa prinsip-prinsip
etika profesi dipahami dan diterapkan oleh individu di tempat kerja.⁵ Banyak
organisasi kini mengintegrasikan pelatihan
etika dalam program orientasi karyawan untuk memastikan bahwa nilai-nilai
perusahaan sejalan dengan prinsip etika profesi.⁶
Sebagai contoh, pelatihan etika bagi tenaga kesehatan
mencakup simulasi kasus-kasus dilematis seperti pengambilan keputusan pada
pasien kritis, sementara pelatihan bagi akuntan sering kali menekankan
pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan laporan keuangan.⁷
6.3. Etika dalam Pengambilan Keputusan
Implementasi etika
profesi sering diuji dalam pengambilan keputusan, terutama ketika profesional menghadapi dilema moral. Dilema
ini biasanya muncul ketika ada konflik antara nilai-nilai etika, kepentingan
organisasi, dan tekanan eksternal.⁸
Contohnya, dalam
dunia bisnis, manajer sering kali menghadapi keputusan antara mengejar keuntungan jangka pendek atau
mempertahankan kepercayaan pelanggan dengan menjaga kualitas produk. Dalam
situasi seperti ini, pendekatan berbasis prinsip seperti teori deontologi
membantu memastikan keputusan yang diambil tetap etis dan bertanggung jawab.⁹
6.4. Studi Kasus Implementasi Etika Profesi
Beberapa studi kasus
menunjukkan pentingnya implementasi etika di berbagai bidang profesional:
·
Kesehatan:
Dalam profesi medis, pelanggaran prinsip
kerahasiaan pasien dapat merusak reputasi dokter dan institusi kesehatan.
Contoh implementasi yang baik adalah sistem rekam medis digital yang dilengkapi
dengan fitur keamanan untuk melindungi privasi pasien.¹⁰
·
Hukum:
Dalam dunia hukum, pengacara yang
mematuhi prinsip kerahasiaan klien dan tidak menyalahgunakan informasi rahasia
membangun kepercayaan masyarakat terhadap profesi hukum.¹¹
·
Teknologi
Informasi:
Di bidang teknologi, implementasi etika
terlihat dalam kebijakan perlindungan data pengguna dan pencegahan penyebaran
berita palsu.¹²
6.5. Tantangan dalam Implementasi Etika Profesi
Implementasi etika
profesi tidak lepas dari berbagai tantangan, seperti kurangnya pemahaman etika,
tekanan untuk mencapai target kerja, dan dilema moral.¹³ Teknologi juga membawa
tantangan baru, seperti munculnya isu privasi dalam penggunaan kecerdasan
buatan (AI) dan big data.¹⁴ Oleh karena itu, organisasi perlu mengembangkan
mekanisme pengawasan dan sistem pelaporan untuk memastikan kepatuhan terhadap kode etik.¹⁵
6.6. Dampak Implementasi Etika Profesi
Implementasi etika
profesi yang efektif memberikan dampak positif, seperti meningkatkan reputasi
organisasi, memperkuat hubungan dengan klien, dan menciptakan budaya kerja yang
sehat.¹⁶ Sebaliknya, pelanggaran etika dapat mengakibatkan kerugian finansial,
rusaknya reputasi, dan hilangnya kepercayaan publik.¹⁷
Catatan Kaki
[1]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New Jersey:
Pearson Education, 2010), 70.
[2]
John K. Alexander, Professional Ethics in the Modern Workplace
(New York: Oxford University Press, 2017), 25.
[3]
Louis P. Pojman and James Fieser, Ethics: Discovering Right and Wrong,
7th ed. (Belmont: Wadsworth, 2012), 50.
[4]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective
(New York: Cambridge University Press, 2017), 12.
[5]
Deborah L. Rhode, Professional Responsibility and Regulation
(New York: Aspen Publishers, 2006), 30.
[6]
Michael Davis, Thinking Like an Engineer: Studies in the
Ethics of a Profession (New York: Oxford University Press, 1998),
45.
[7]
Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013), 40.
[8]
Richard E. Ashcroft et al., Principles of Health Care Ethics,
2nd ed. (Chichester: John Wiley & Sons, 2007), 90.
[9]
Philip J. Boyer and Joseph T. Wells, Confidentiality in Professional Practice
(New York: Wiley, 2011), 15.
[10]
Ibid., 18.
[11]
Hazard and Dondi, Legal Ethics: A Comparative Study
(Stanford: Stanford University Press, 2004), 55.
[12]
Deborah G. Johnson, Computer Ethics, 4th ed. (New York:
Pearson Education, 2009), 90.
[13]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 45.
[14]
Floridi, The Ethics of Information, 55.
[15]
Richard O. Mason et al., Ethics of Information Management
(New York: Sage Publications, 1995), 25.
[16]
Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective,
50.
[17]
Rhode, Professional Responsibility and Regulation,
60.
7.
Tantangan dalam Penerapan Etika Profesi
Penerapan etika
profesi sering kali menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari dinamika
lingkungan kerja, perkembangan teknologi, dan tekanan eksternal.
Tantangan-tantangan ini memengaruhi kemampuan individu dan organisasi untuk
mematuhi standar etika yang telah ditetapkan. Untuk menjaga integritas profesi dan mencegah pelanggaran, penting
untuk memahami faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam implementasi etika
profesi.
7.1. Konflik Kepentingan
Salah satu tantangan
utama dalam penerapan etika profesi adalah konflik kepentingan. Konflik ini
terjadi ketika seorang profesional harus memilih antara kewajiban moral
terhadap profesi dan keuntungan pribadi atau pihak lain.¹ Sebagai contoh, dalam
profesi kesehatan, dokter mungkin menghadapi dilema antara memberikan layanan
terbaik untuk pasien dan memenuhi target keuangan rumah sakit.² Konflik
kepentingan juga sering ditemukan dalam
profesi hukum, di mana pengacara dapat merasa tertekan untuk mengabaikan etika
demi membela klien mereka.³
7.2. Dilema Etis
Dilema etis muncul
ketika profesional menghadapi situasi di mana tidak ada pilihan yang sepenuhnya
sesuai dengan prinsip etika.⁴ Misalnya, seorang insinyur mungkin diminta untuk menyetujui proyek dengan biaya
rendah tetapi menggunakan bahan berkualitas rendah yang dapat membahayakan
keselamatan. Dalam situasi seperti ini, profesional perlu mempertimbangkan
dampak dari setiap keputusan yang diambil dan berpegang pada nilai-nilai dasar
profesinya.⁵
7.3. Tekanan dari Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja
yang kompetitif sering kali memberikan tekanan kepada individu untuk
mengesampingkan standar etika demi mencapai target kerja.⁶ Sebagai contoh,
dalam industri keuangan, tekanan untuk mencapai keuntungan jangka pendek dapat
mendorong karyawan untuk mengambil risiko yang tidak etis, seperti memanipulasi
laporan keuangan.⁷ Selain itu, budaya organisasi yang tidak mendukung penerapan
etika juga menjadi tantangan
serius, terutama ketika manajemen tidak memberikan contoh yang baik dalam
menjunjung nilai-nilai etika.⁸
7.4. Teknologi dan Digitalisasi
Kemajuan teknologi
telah membawa tantangan baru dalam penerapan etika profesi, khususnya dalam
bidang yang berkaitan dengan privasi data dan keamanan informasi.⁹ Dengan
meningkatnya penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan big data, profesional
teknologi informasi sering menghadapi dilema terkait penggunaan data pengguna untuk kepentingan bisnis tanpa melanggar
hak privasi mereka.¹⁰ Di bidang medis, teknologi juga menimbulkan tantangan,
seperti penggunaan data pasien dalam penelitian tanpa persetujuan mereka.¹¹
7.5. Globalisasi dan Perbedaan Budaya
Globalisasi
memperkenalkan kompleksitas baru dalam penerapan etika, terutama ketika
profesional bekerja dalam konteks multinasional. Perbedaan budaya dan
nilai-nilai lokal dapat menyebabkan perbedaan interpretasi tentang apa yang
dianggap etis atau tidak.¹² Sebagai contoh, praktik bisnis yang diterima di satu negara mungkin dianggap
tidak etis di negara lain. Untuk mengatasi tantangan ini, profesional perlu
memahami dan menghormati perbedaan budaya sambil tetap berpegang pada
prinsip-prinsip dasar etika profesi.¹³
7.6. Kurangnya Pendidikan Etika
Kurangnya pendidikan
dan pelatihan dalam etika profesi juga menjadi salah satu hambatan utama dalam penerapan etika. Banyak profesional
memasuki dunia kerja tanpa pemahaman yang mendalam tentang kode etik profesi
mereka.¹⁴ Hal ini sering kali mengarah pada keputusan yang tidak etis akibat ketidaktahuan atau kurangnya
panduan praktis.¹⁵
7.7. Strategi Mengatasi Tantangan
Untuk mengatasi
tantangan dalam penerapan etika
profesi, organisasi perlu:
1)
Mengintegrasikan pendidikan
dan pelatihan etika ke dalam program orientasi dan pengembangan karyawan.
2)
Membangun budaya organisasi
yang mendukung nilai-nilai etika melalui kepemimpinan yang memberikan teladan.
3)
Mengembangkan mekanisme
pelaporan yang memungkinkan karyawan melaporkan pelanggaran etika tanpa takut
akan pembalasan.¹⁶
Catatan Kaki
[1]
John K. Alexander, Professional Ethics in the Modern Workplace
(New York: Oxford University Press, 2017), 25.
[2]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013), 40.
[3]
Geoffrey C. Hazard Jr. and Angelo Dondi, Legal Ethics: A Comparative Study
(Stanford: Stanford University Press, 2004), 18.
[4]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New Jersey:
Pearson Education, 2010), 30.
[5]
Michael Davis, Thinking Like an Engineer: Studies in the
Ethics of a Profession (New York: Oxford University Press, 1998),
45.
[6]
Deborah L. Rhode, Professional Responsibility and Regulation
(New York: Aspen Publishers, 2006), 15.
[7]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective
(New York: Cambridge University Press, 2017), 50.
[8]
Richard E. Ashcroft et al., Principles of Health Care Ethics,
2nd ed. (Chichester: John Wiley & Sons, 2007), 12.
[9]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 55.
[10]
Deborah G. Johnson, Computer Ethics, 4th ed. (New York:
Pearson Education, 2009), 25.
[11]
Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics,
45.
[12]
Louis P. Pojman and James Fieser, Ethics: Discovering Right and Wrong,
7th ed. (Belmont: Wadsworth, 2012), 50.
[13]
Hazard and Dondi, Legal Ethics: A Comparative Study,
60.
[14]
Richard O. Mason et al., Ethics of Information Management
(New York: Sage Publications, 1995), 40.
[15]
Rhode, Professional Responsibility and Regulation,
60.
[16]
Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective,
70.
8.
Etika Profesi dalam Perspektif Agama dan Budaya
Etika profesi tidak
hanya dipengaruhi oleh prinsip-prinsip universal, tetapi juga oleh nilai-nilai
yang bersumber dari agama dan budaya. Dalam setiap masyarakat, agama dan budaya memainkan peran penting dalam
membentuk pandangan tentang apa yang benar dan salah dalam dunia kerja.1
Integrasi antara nilai-nilai agama, budaya, dan profesionalisme menghasilkan
pedoman moral yang kaya dan kontekstual.
8.1. Etika Profesi dalam Perspektif Agama
Agama menyediakan
kerangka moral yang kuat yang dapat dijadikan landasan dalam penerapan etika
profesi. Berikut adalah beberapa contoh penerapan nilai-nilai agama dalam etika profesi:
8.1.1.
Islam
Dalam Islam, etika
profesi didasarkan pada ajaran Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip-prinsip seperti amanah
(tanggung jawab), ihsan (kesungguhan), dan adil
(keadilan) menjadi dasar etika dalam berbagai profesi.2 Misalnya,
seorang dokter Muslim tidak hanya wajib memberikan perawatan medis terbaik
tetapi juga harus melakukannya dengan niat untuk mendapatkan ridha Allah.3 Etika profesi dalam Islam
juga mencakup larangan untuk mengambil keuntungan secara tidak adil, seperti
manipulasi data atau praktik korupsi.4
8.1.2.
Kristen
Dalam agama Kristen,
nilai-nilai seperti kejujuran, kasih, dan keadilan menjadi landasan dalam
praktik profesional. Prinsip do unto others as you would have them do unto
you (perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan)
sering menjadi pedoman moral bagi
profesional Kristen dalam menjalankan tugas mereka.5 Misalnya,
seorang guru Kristen diwajibkan untuk mengedepankan kasih dan keadilan dalam
mendidik siswa, tanpa diskriminasi.6
8.1.3.
Hindu dan Buddha
Dalam Hindu dan Buddha,
konsep dharma
atau kewajiban moral sangat ditekankan dalam profesi. Seorang profesional
dianggap bertanggung jawab untuk menjalankan tugasnya dengan jujur dan tidak merugikan orang lain.7 Prinsip ahimsa
(tidak menyakiti) juga relevan dalam dunia kerja, terutama dalam profesi
kesehatan atau hukum.8
8.2. Etika Profesi dalam Perspektif Budaya
Budaya juga
memengaruhi pandangan tentang etika profesi. Dalam konteks globalisasi, perbedaan budaya sering menjadi tantangan
dalam penerapan standar etika yang seragam.9 Berikut adalah contoh
peran budaya dalam etika profesi:
8.2.1.
Budaya Barat
Di negara-negara
Barat, etika profesi sering kali didasarkan pada prinsip individualisme dan rasionalisme.10 Profesional
diharapkan bertindak berdasarkan hukum dan logika, dengan penekanan pada
tanggung jawab individu dan akuntabilitas.11
8.2.2.
Budaya Timur
Dalam budaya Timur,
seperti di Jepang dan Korea, etika profesi dipengaruhi oleh nilai-nilai
kolektivisme dan keharmonisan sosial.12 Profesional diharapkan untuk
mengutamakan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu dan menjaga
hubungan baik dengan kolega.13
8.2.3.
Budaya Indonesia
Di Indonesia, etika
profesi sering kali dipengaruhi oleh nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan
sosial, persatuan, dan gotong royong.14 Misalnya, dalam profesi pelayanan
publik, pegawai negeri diharapkan melayani masyarakat dengan adil dan menjaga integritas.15
Selain itu, kearifan lokal, seperti konsep musyawarah dan kekeluargaan,
juga menjadi pedoman dalam menyelesaikan konflik di tempat kerja.16
8.3. Integrasi Agama dan Budaya dalam Etika Profesi
Meskipun agama dan budaya memiliki perbedaan
nilai, keduanya dapat diintegrasikan untuk memperkaya etika profesi.17
Dalam lingkungan kerja multikultural, profesional diharapkan untuk memahami
perbedaan ini dan tetap menghormati prinsip universal seperti kejujuran,
keadilan, dan tanggung jawab.18
Dengan pendekatan ini, etika profesi dapat diterapkan secara efektif dalam
konteks global maupun lokal.
Catatan Kaki
[1]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New Jersey:
Pearson Education, 2010), 80.
[2]
Yusuf al-Qaradawi, Al-Halal wa al-Haram fil-Islam
(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2007), 95.
[3]
A. Yusuf Ali, The Holy Quran: Text, Translation and
Commentary (Lahore: Islamic Propagation Centre International,
1934), Surah Al-Baqarah: 177.
[4]
Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013), 40.
[5]
John C. Haughey, The Holy Use of Money: Personal Finances in
Light of Christian Faith (New York: Doubleday, 1986), 12.
[6]
Nel Noddings, The Ethics of Teaching (New York:
Teachers College Press, 1996), 22.
[7]
Ravi Ravindra, The Spiritual Roots of Yoga: Royal Path to
Freedom (New York: Morning Light Press, 2006), 34.
[8]
Damien Keown, Buddhist Ethics: A Very Short Introduction
(Oxford: Oxford University Press, 2005), 40.
[9]
Deborah L. Rhode, Professional Responsibility and Regulation
(New York: Aspen Publishers, 2006), 25.
[10]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective
(New York: Cambridge University Press, 2017), 50.
[11]
Richard O. Mason et al., Ethics of Information Management
(New York: Sage Publications, 1995), 25.
[12]
John K. Alexander, Professional Ethics in the Modern Workplace
(New York: Oxford University Press, 2017), 30.
[13]
Ruth Benedict, The Chrysanthemum and the Sword: Patterns of
Japanese Culture (Boston: Houghton Mifflin, 1946), 70.
[14]
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta:
Gramedia, 1992), 112.
[15]
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, Pasal 3.
[16]
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan
(Jakarta: Gramedia, 2002), 50.
[17]
Rhode, Professional Responsibility and Regulation,
60.
[18]
DeGeorge, Business Ethics, 90.
9.
Kesimpulan dan Rekomendasi
9.1. Kesimpulan
Etika profesi
memainkan peran sentral dalam membentuk perilaku individu dan organisasi di dunia kerja modern. Prinsip-prinsip
dasar seperti integritas, tanggung
jawab, keadilan, kerahasiaan, dan profesionalisme bukan hanya panduan moral,
tetapi juga alat untuk membangun kepercayaan publik terhadap berbagai profesi.¹
Nilai-nilai etika ini menjadi semakin relevan di era globalisasi dan
digitalisasi, di mana tantangan seperti konflik kepentingan, dilema moral, dan
tekanan lingkungan kerja sering kali menguji komitmen profesional terhadap kode
etik.²
Penerapan etika
profesi yang konsisten memberikan dampak positif, termasuk peningkatan reputasi organisasi, penguatan
hubungan dengan klien, dan terciptanya budaya kerja yang sehat.³ Sebaliknya,
pelanggaran terhadap etika profesi dapat mengakibatkan kerugian finansial,
rusaknya kredibilitas, dan hilangnya kepercayaan masyarakat.⁴ Oleh karena itu,
etika profesi harus menjadi bagian integral dari setiap aspek kehidupan
profesional, mulai dari pendidikan hingga praktik kerja sehari-hari.⁵
9.2. Rekomendasi
Untuk memastikan penerapan etika profesi yang efektif dan
berkelanjutan, beberapa rekomendasi berikut dapat dipertimbangkan:
9.2.1.
Pendidikan dan Pelatihan Etika yang
Berkelanjutan
Organisasi perlu
mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan etika dalam program pengembangan karyawan.⁶ Pelatihan ini harus
mencakup studi kasus yang relevan dan simulasi untuk membantu karyawan memahami
penerapan etika dalam situasi dunia nyata.⁷ Institusi pendidikan juga harus
memasukkan kurikulum etika profesi dalam program studi mereka, terutama di
bidang-bidang yang memiliki dampak besar terhadap masyarakat, seperti
kedokteran, hukum, dan teknologi informasi.⁸
9.2.2.
Penguatan Budaya Organisasi yang Etis
Budaya organisasi
yang mendukung nilai-nilai etika memainkan peran penting dalam memastikan kepatuhan
terhadap kode etik.⁹ Pemimpin organisasi harus menjadi teladan dalam menjunjung
tinggi prinsip-prinsip etika dan menciptakan lingkungan di mana karyawan merasa
dihargai dan didukung untuk bertindak secara etis.¹⁰
9.2.3.
Pengembangan Mekanisme Pengawasan
Mekanisme pengawasan
yang efektif, seperti komite etika dan sistem pelaporan pelanggaran, perlu
diterapkan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar etika.¹¹ Sistem pelaporan harus dirancang untuk melindungi
pelapor dari pembalasan dan mendorong transparansi dalam menangani
pelanggaran.¹²
9.2.4.
Pemanfaatan Teknologi untuk Mendukung Etika
Teknologi dapat
digunakan untuk mendukung penerapan etika, seperti dalam perlindungan data dan
transparansi informasi.¹³ Misalnya, perusahaan dapat menggunakan perangkat
lunak untuk memonitor kepatuhan terhadap standar etika tanpa melanggar privasi
karyawan.¹⁴
9.2.5.
Penyesuaian Etika dengan Konteks Lokal
Dalam dunia yang
semakin global, penting untuk menyesuaikan penerapan etika profesi dengan nilai-nilai lokal dan budaya
masyarakat.¹⁵ Hal ini dapat dicapai melalui dialog antara para profesional
lintas budaya dan pengembangan pedoman yang bersifat inklusif.¹⁶
Catatan Kaki
[1]
Richard T. DeGeorge, Business Ethics (New Jersey:
Pearson Education, 2010), 100.
[2]
John K. Alexander, Professional Ethics in the Modern Workplace
(New York: Oxford University Press, 2017), 40.
[3]
Deborah L. Rhode, Professional Responsibility and Regulation
(New York: Aspen Publishers, 2006), 25.
[4]
Norman E. Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective
(New York: Cambridge University Press, 2017), 50.
[5]
Michael Davis, Thinking Like an Engineer: Studies in the
Ethics of a Profession (New York: Oxford University Press, 1998),
30.
[6]
Beauchamp and Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (New York: Oxford University Press, 2013), 55.
[7]
Richard O. Mason et al., Ethics of Information Management
(New York: Sage Publications, 1995), 25.
[8]
Louis P. Pojman and James Fieser, Ethics: Discovering Right and Wrong,
7th ed. (Belmont: Wadsworth, 2012), 80.
[9]
Richard E. Ashcroft et al., Principles of Health Care Ethics,
2nd ed. (Chichester: John Wiley & Sons, 2007), 12.
[10]
Rhode, Professional Responsibility and Regulation,
35.
[11]
Hazard and Dondi, Legal Ethics: A Comparative Study
(Stanford: Stanford University Press, 2004), 45.
[12]
Deborah G. Johnson, Computer Ethics, 4th ed. (New York:
Pearson Education, 2009), 30.
[13]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 60.
[14]
Bowie, Business Ethics: A Kantian Perspective,
70.
[15]
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta:
Gramedia, 1992), 120.
[16]
DeGeorge, Business Ethics, 120.
Daftar Pustaka
Alexander, J. K. (2017). Professional ethics in
the modern workplace. New York, NY: Oxford University Press.
Ashcroft, R. E., Dawson, A., Draper, H., &
McMillan, J. R. (2007). Principles of health care ethics (2nd ed.).
Chichester, UK: John Wiley & Sons.
Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2013). Principles
of biomedical ethics (7th ed.). New York, NY: Oxford University Press.
Benedict, R. (1946). The chrysanthemum and the
sword: Patterns of Japanese culture. Boston, MA: Houghton Mifflin.
Bowie, N. E. (2017). Business ethics: A Kantian
perspective. New York, NY: Cambridge University Press.
Budiardjo, M. (1992). Dasar-dasar ilmu politik.
Jakarta, Indonesia: Gramedia.
Davis, M. (1998). Thinking like an engineer:
Studies in the ethics of a profession. New York, NY: Oxford University
Press.
DeGeorge, R. T. (2010). Business ethics. New
Jersey, NJ: Pearson Education.
Floridi, L. (2013). The ethics of information.
Oxford, UK: Oxford University Press.
Haughey, J. C. (1986). The holy use of money:
Personal finances in light of Christian faith. New York, NY: Doubleday.
Hazard, G. C., Jr., & Dondi, A. (2004). Legal
ethics: A comparative study. Stanford, CA: Stanford University Press.
Indonesia. (2005). Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Johnson, D. G. (2009). Computer ethics (4th
ed.). New York, NY: Pearson Education.
Mason, R. O., Mason, F. M., & Culnan, M. J.
(1995). Ethics of information management. New York, NY: Sage
Publications.
Noddings, N. (1996). The ethics of teaching.
New York, NY: Teachers College Press.
Pojman, L. P., & Fieser, J. (2012). Ethics:
Discovering right and wrong (7th ed.). Belmont, CA: Wadsworth.
Qaradawi, Y. (2007). Al-Halal wa al-Haram
fil-Islam. Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Ravindra, R. (2006). The spiritual roots of
yoga: Royal path to freedom. New York, NY: Morning Light Press.
Rhode, D. L. (2006). Professional responsibility
and regulation. New York, NY: Aspen Publishers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar