Rabu, 15 Januari 2025

Ulama dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

Ulama dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

Kajian Berdasarkan Tafsir Klasik, Kitab Klasik, dan Referensi Ilmiah Islami


Abstrak

Artikel ini membahas peran dan kedudukan ulama dalam Islam berdasarkan perspektif Al-Qur'an dan Hadits, serta penjelasan yang didukung oleh tafsir klasik, kitab-kitab klasik, dan kajian ilmiah modern. Ulama dijelaskan sebagai pewaris para nabi yang bertugas menjaga dan menyebarkan ilmu agama, serta menjadi pembimbing umat menuju kehidupan yang diridhai Allah. Dalam Al-Qur'an, ulama disebutkan sebagai mereka yang memiliki rasa takut kepada Allah karena ilmunya (QS. Fathir [35] ayat 28), sementara Hadits menggambarkan ulama sebagai figur penting yang memegang amanah ilmu. Tafsir dan kitab klasik memberikan dimensi historis dan kontekstual mengenai karakteristik ulama sejati, seperti integritas, keikhlasan, dan kemampuan untuk mengintegrasikan ilmu dengan amal. Kajian modern menyoroti tantangan yang dihadapi ulama di era globalisasi dan teknologi, serta peran mereka dalam pendidikan, ekonomi Islam, dan rekonsiliasi sosial. Artikel ini menyimpulkan bahwa ulama memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan ajaran Islam dan membimbing umat di berbagai zaman, dengan adaptasi terhadap tantangan kontemporer tanpa mengabaikan prinsip-prinsip syariat.

Kata Kunci: Ulama, Al-Qur'an, Hadits, Tafsir Klasik, Kitab Klasik, Peran Ulama, Dinamika Sosial, Kajian Modern, Pendidikan Islam, Ekonomi Islam.


1.           Pendahuluan

1.1.       Definisi Ulama dalam Islam

Secara etimologis, kata ulama berasal dari akar kata bahasa Arab "Ężalima" yang berarti "mengetahui." Dalam terminologi Islam, ulama merujuk kepada orang-orang yang memiliki ilmu agama yang mendalam, memahami ajaran Islam secara komprehensif, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.¹ Dalam Al-Qur'an, istilah ulama digunakan untuk menunjukkan mereka yang takut kepada Allah karena ilmu mereka, sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama” (QS. Fathir [35] ayat 28).² Tafsir klasik seperti Tafsir al-Thabari menekankan bahwa ulama adalah mereka yang mengenal Allah melalui ilmu-Nya dan menunjukkan ketakwaan yang mendalam.³

1.2.       Posisi dan Peran Ulama dalam Islam

Dalam Islam, ulama memiliki posisi yang istimewa sebagai pewaris para nabi. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi.”⁴ Mereka bukan hanya penjaga ajaran Islam, tetapi juga pembimbing moral dan spiritual bagi umat.⁵ Dalam sejarah Islam, ulama memainkan peran sentral dalam menjaga keutuhan agama dan melindungi masyarakat dari penyimpangan.⁶ Peran ini terlihat dalam kontribusi ulama pada bidang hukum Islam (fiqh), pendidikan, hingga politik, baik di masa klasik maupun modern.⁷

1.3.       Pentingnya Memahami Konsep Ulama

Memahami konsep ulama menjadi penting karena mereka adalah pilar utama dalam penyebaran ilmu dan pembentukan karakter umat. Dalam konteks modern, ulama dihadapkan pada tantangan globalisasi, sekularisasi, dan dinamika sosial yang cepat berubah.⁸ Sebuah kajian mendalam tentang ulama yang berdasarkan Al-Qur'an, Hadits, tafsir klasik, kitab klasik, dan referensi ilmiah diperlukan untuk memahami bagaimana ulama dapat terus relevan dalam membimbing umat menuju kehidupan yang selaras dengan ajaran Islam. Dengan begitu, keberadaan ulama tetap menjadi sumber rujukan otoritatif bagi umat di tengah tantangan zaman.⁹


Catatan Kaki:

[1]                Edward W. Lane, Arabic-English Lexicon (London: Williams & Norgate, 1863), 123.

[2]                QS. Fathir [35] ayat 28.

[3]                Al-Thabari, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an, ed. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Kairo: Dar Hajr, 2001), 15:568.

[4]                Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.

[5]                Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, ed. Muhammad Abdul Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:38.

[6]                Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1952), 223.

[7]                Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat (Kairo: Dar al-Shorouq, 1994), 67-69.

[8]                Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation (Oxford: Oxford University Press, 2009), 21.

[9]                Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982), 135.


2.           Ulama dalam Perspektif Al-Qur'an

2.1.       Ayat-Ayat tentang Ulama

Konsep ulama dalam Al-Qur'an memiliki dasar yang kuat, terutama melalui ayat-ayat yang menekankan pentingnya ilmu dan ketakwaan. Salah satu ayat yang secara eksplisit menyebutkan ulama adalah QS. Fathir [35] ayat 28: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.”¹ Ayat ini menunjukkan hubungan erat antara ilmu dan ketakwaan. Tafsir klasik seperti Tafsir al-Thabari menafsirkan kata "ulama" dalam ayat ini sebagai orang-orang yang memiliki pemahaman mendalam tentang kebesaran Allah melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya di alam semesta.²

Selain itu, ayat-ayat lain yang mengindikasikan pentingnya ulama antara lain QS. Az-Zumar [39] ayat 9: “Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Ayat ini menggarisbawahi keutamaan ilmu sebagai pembeda utama antara manusia.³ Dalam Tafsir Al-Qurtubi, ulama dianggap sebagai mereka yang tidak hanya memiliki pengetahuan agama, tetapi juga mengamalkan ilmu tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah.⁴

2.2.       Karakteristik Ulama Menurut Al-Qur'an

Al-Qur'an memberikan gambaran mendalam tentang karakteristik ulama yang sejati, yaitu:

1)                  Memiliki rasa takut kepada Allah

Takut kepada Allah (khasyah) adalah ciri khas ulama yang disebutkan dalam QS. Fathir [35] ayat 28. Tafsir Ibn Katsir menjelaskan bahwa ketakutan ini lahir dari pengenalan mendalam tentang Allah dan refleksi atas keagungan-Nya.⁵

2)                  Berilmu dan Bijaksana

QS. Al-Baqarah [02] ayat 269 menyebutkan bahwa hikmah (kebijaksanaan) diberikan kepada siapa yang dikehendaki oleh Allah, dan barang siapa yang diberi hikmah, ia telah diberi kebaikan yang banyak.⁶ Dalam tafsir Mafatih al-Ghayb karya Fakhruddin al-Razi, hikmah di sini dikaitkan dengan ulama yang mampu memahami Al-Qur'an dan menyampaikan pemahamannya dengan cara yang benar dan bijak.⁷

3)                  Mengamalkan Ilmu

QS. As-Saff [61] ayat 2-3 mencela mereka yang berkata tetapi tidak mengamalkan apa yang dikatakan. Ulama yang sejati adalah mereka yang menyelaraskan ucapan dan perbuatannya.⁸ Dalam Tafsir al-Mawardi, ditekankan bahwa ulama yang tidak mengamalkan ilmu mereka digambarkan seperti keledai yang membawa kitab (QS. Al-Jumu'ah [62] ayat 5).⁹

2.3.       Kontribusi Ulama Berdasarkan Al-Qur'an

Ulama dalam Al-Qur'an diposisikan sebagai penjaga ajaran agama, pembimbing umat, dan penegak keadilan. QS. An-Nisa [04] ayat 135 menekankan pentingnya berdiri tegak dalam menegakkan keadilan, bahkan terhadap diri sendiri atau keluarga.¹⁰ Dalam tafsir Tafsir Al-Baghawi, ulama dijelaskan sebagai penjaga nilai-nilai keadilan yang berlandaskan wahyu Allah.¹¹

Kesimpulan

Dari perspektif Al-Qur'an, ulama adalah sosok yang tidak hanya memiliki ilmu tetapi juga ketakwaan dan kemampuan untuk mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman ini sejalan dengan tafsir-tafsir klasik dan menegaskan posisi ulama sebagai pilar utama dalam menjaga keutuhan ajaran Islam.


Catatan Kaki

[1]                QS. Fathir [35] ayat 28.

[2]                Al-Thabari, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an, ed. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Kairo: Dar Hajr, 2001), 15:568.

[3]                QS. Az-Zumar [39] ayat 9.

[4]                Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed. Ahmad al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1993), 15:232.

[5]                Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, ed. Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), 3:457.

[6]                QS. Al-Baqarah [02] ayat 269.

[7]                Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghayb, ed. Abdul Mun'im Haridi (Beirut: Dar Ihya' al-Turath al-Arabi, 1992), 5:344.

[8]                QS. As-Saff [61] ayat 2-3.

[9]                Al-Mawardi, Al-Nukat wa al-Uyun, ed. Khalil Muhammad Harras (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1992), 1:245.

[10]             QS. An-Nisa [04] ayat 135.

[11]             Al-Baghawi, Ma'alim at-Tanzil, ed. Muhammad ibn Atiyyah (Beirut: Dar Ihya' al-Turath, 1987), 1:523.


3.           Ulama dalam Perspektif Hadits

3.1.       Hadits-Hadits tentang Kedudukan Ulama

Hadits-hadits Rasulullah Saw memberikan penghormatan yang besar terhadap ulama, menunjukkan peran sentral mereka dalam menjaga dan menyebarkan ilmu Islam. Salah satu hadits yang paling terkenal menyebutkan: “Ulama adalah pewaris para nabi.”¹ Dalam penjelasannya, Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menekankan bahwa pewarisan ini bukan dalam bentuk materi, melainkan dalam bentuk ilmu yang disampaikan kepada umat.²

Selain itu, hadits lain menggambarkan keutamaan ulama melalui analogi: “Keutamaan seorang alim atas seorang abid seperti keutamaan bulan di atas seluruh bintang.”³ Hadits ini menunjukkan peran ulama dalam menerangi jalan umat sebagaimana bulan menerangi malam. Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam Fath al-Bari bahwa ulama bukan hanya mengamalkan ilmu untuk dirinya sendiri, tetapi juga menyebarkan manfaatnya kepada orang lain.⁴

Hadits lainnya menyebutkan: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”⁵ Hal ini menunjukkan bahwa para ulama memiliki tanggung jawab untuk memotivasi umat agar menuntut ilmu dan menjadikannya sebagai jalan menuju ridha Allah.

3.2.       Sifat dan Tanggung Jawab Ulama dalam Hadits

Hadits-hadits juga memberikan panduan tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang ulama sejati serta tanggung jawab mereka terhadap umat:

1)                  Keikhlasan dalam Menyampaikan Ilmu

Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa menyembunyikan ilmu, Allah akan mengekangnya dengan kekang api neraka.”⁶ Hadits ini menekankan tanggung jawab ulama untuk tidak menyembunyikan ilmu, khususnya ilmu agama yang dapat menyelamatkan umat dari kesesatan.⁷ Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa keikhlasan menjadi pondasi utama dalam dakwah ulama.⁸

2)                  Menjaga Amanah Ilmu

Dalam hadits lain, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari manusia dengan mencabutnya sekaligus, tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama...”⁹ Hadits ini menggambarkan bahwa ilmu adalah amanah yang dipegang oleh ulama, dan hilangnya ulama berarti hilangnya panduan ilmu bagi umat. Ibn Rajab al-Hanbali menekankan bahwa ulama adalah benteng terakhir dari penyimpangan dan kebodohan.¹⁰

3)                  Menyampaikan Ilmu Secara Bijak

Rasulullah Saw bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.”¹¹ Dalam hadits ini, ulama dianjurkan untuk menyampaikan ilmu secara bertahap dan sesuai dengan kapasitas penerima. Imam Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Adab al-Mufrad menjelaskan bahwa ulama perlu memahami konteks dan kondisi umat untuk menyampaikan ilmu dengan efektif.¹²

3.3.       Peran Ulama sebagai Penjaga Umat

Hadits-hadits juga menekankan bahwa ulama adalah penjaga umat dari penyimpangan akidah dan moral. Rasulullah Saw bersabda: “Akan datang masa di mana manusia akan mencari ilmu dari orang-orang bodoh, lalu mereka memberi fatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.”¹³ Hadits ini menjadi peringatan akan pentingnya mencari ilmu dari ulama yang memiliki kapasitas ilmiah yang benar. Ibn Al-Qayyim menjelaskan bahwa ulama sejati harus memiliki akhlak yang mulia, kejujuran, dan kemampuan intelektual untuk memandu umat.¹⁴


Kesimpulan

Dari perspektif hadits, ulama adalah pewaris nabi yang bertanggung jawab untuk menjaga, menyampaikan, dan mengamalkan ilmu secara ikhlas dan bijaksana. Mereka memiliki kedudukan yang istimewa sebagai penjaga agama dan pembimbing umat. Hadits-hadits yang relevan menunjukkan betapa pentingnya keberadaan ulama untuk mencegah penyimpangan dan membimbing umat menuju jalan yang benar.


Catatan Kaki

[1]                Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.

[2]                An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Ahmad ibn Ibrahim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 2:141.

[3]                Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Ulama, No. 2682.

[4]                Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, ed. Abdul Aziz al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379H), 1:134.

[5]                Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Dzikir, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 2699.

[6]                Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Kitab Ilmu, Bab Menyampaikan Ilmu, No. 2649.

[7]                An-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, ed. Abdullah ibn Abdurrahman (Riyadh: Dar al-Salam, 2000), 4:23.

[8]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Muhammad Abdul Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:56.

[9]                Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab Ilmu, Bab Cara Allah Mencabut Ilmu, No. 100.

[10]             Ibn Rajab al-Hanbali, Jami' al-Ulum wa al-Hikam, ed. Ahmad Farid (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), 1:154.

[11]             Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab Ilmu, Bab Sampaikan Walaupun Satu Ayat, No. 3461.

[12]             Al-Bukhari, Al-Adab al-Mufrad, ed. Muhammad Fuad Abdul Baqi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), 1:37.

[13]             Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Ilmu, Bab Bahaya Fatwa Tanpa Ilmu, No. 2673.

[14]             Ibn al-Qayyim, Madarij al-Salikin, ed. Muhammad Mahmud al-Filali (Kairo: Maktabah Dar al-Turath, 1980), 2:456.


4.           Perspektif Ulama dalam Tafsir dan Kitab Klasik

4.1.       Penjelasan tentang Ulama dalam Tafsir Klasik

Para mufasir klasik memberikan perhatian besar terhadap konsep ulama, menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan mereka secara mendalam. Dalam Tafsir al-Thabari, ulama digambarkan sebagai orang-orang yang memahami tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta dan menjadikannya sebagai landasan untuk meningkatkan ketakwaan.¹ Penjelasan ini merujuk pada QS. Fathir [35] ayat 28, yang menyebut ulama sebagai hamba-hamba Allah yang paling takut kepada-Nya.

Tafsir al-Qurtubi menambahkan dimensi praktis, dengan menyatakan bahwa ulama tidak hanya memahami ilmu agama, tetapi juga mengamalkannya untuk memberikan manfaat bagi masyarakat.² Dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 9, yang berbunyi, “Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”, Al-Qurtubi menekankan bahwa ulama memiliki tanggung jawab moral untuk memimpin umat berdasarkan ilmu mereka.³

Sementara itu, Tafsir Ibn Katsir menyoroti aspek spiritual dari ulama. Ia mengaitkan ketakwaan ulama dengan pengenalan mendalam terhadap Allah melalui ilmu, yang melahirkan rasa takut kepada-Nya.⁴ Dalam konteks QS. Al-Baqarah [02] ayat 269, yang menyebut hikmah sebagai kebaikan yang luar biasa, Ibn Katsir menyatakan bahwa ulama adalah mereka yang dianugerahi hikmah untuk memahami Al-Qur'an dan mengajarkannya dengan bijaksana.⁵

4.2.       Kajian Ulama dalam Kitab Klasik

Selain tafsir, kitab-kitab klasik juga memberikan pemahaman yang mendalam tentang peran dan karakteristik ulama. Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa ulama adalah penjaga ilmu agama yang bertanggung jawab menjaga kemurnian akidah dan amal ibadah.⁶ Ia juga memperingatkan tentang bahaya ulama su', yaitu ulama yang menggunakan ilmu untuk kepentingan duniawi semata.⁷ Dalam pandangan Al-Ghazali, ulama sejati adalah mereka yang mendekatkan diri kepada Allah dan menuntun umat menuju keselamatan.⁸

Ibnu Taimiyah dalam Majmu' al-Fatawa menyoroti pentingnya ulama sebagai pemersatu umat Islam. Ia berpendapat bahwa ulama memiliki peran strategis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat di antara umat melalui ilmu dan hikmah.⁹ Menurutnya, ulama yang berkompeten adalah mereka yang memahami syariat secara menyeluruh dan mampu memberikan solusi berdasarkan dalil yang kuat.¹⁰

Dalam Al-Muwafaqat, Al-Syatibi menguraikan hubungan antara ilmu dan amal dalam diri ulama. Ia berpendapat bahwa ilmu tanpa amal adalah seperti pohon tanpa buah.¹¹ Dalam pandangan Al-Syatibi, ulama adalah teladan dalam mengintegrasikan ilmu dan amal, sehingga menjadi sumber inspirasi bagi umat untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan.¹²

4.3.       Konsep Ulama dalam Biografi Klasik

Kitab-kitab sejarah dan biografi juga menyoroti kehidupan ulama sebagai teladan. Dalam Siyar A'lam al-Nubala karya Adz-Dzahabi, ulama digambarkan sebagai individu yang memiliki keteguhan iman, ketekunan dalam menuntut ilmu, dan komitmen tinggi dalam mengajarkan ilmu kepada umat.¹³ Adz-Dzahabi memuat kisah-kisah para ulama yang memberikan inspirasi dalam menjaga integritas, seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal.¹⁴


Kesimpulan

Perspektif ulama dalam tafsir dan kitab klasik menunjukkan kedudukan istimewa mereka sebagai penjaga ilmu dan pembimbing umat. Tafsir klasik menggambarkan ulama sebagai individu yang memahami ilmu dengan mendalam dan mengamalkannya, sedangkan kitab klasik menekankan integritas moral dan tanggung jawab sosial ulama dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, ulama memiliki peran sentral dalam menjaga keutuhan ajaran Islam dan membimbing umat menuju keselamatan dunia dan akhirat.


Catatan Kaki

[1]                Al-Thabari, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an, ed. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Kairo: Dar Hajr, 2001), 15:568.

[2]                Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed. Ahmad al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1993), 15:232.

[3]                QS. Az-Zumar [39] ayat 9.

[4]                Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, ed. Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), 3:457.

[5]                QS. Al-Baqarah [02] ayat 269.

[6]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Muhammad Abdul Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:56.

[7]                Ibid., 1:60.

[8]                Ibid., 1:64.

[9]                Ibn Taimiyah, Majmu' al-Fatawa, ed. Abd al-Rahman bin Muhammad (Madinah: King Fahd Complex, 2004), 1:115.

[10]             Ibid., 1:118.

[11]             Al-Syatibi, Al-Muwafaqat, ed. Ibrahim bin Musa (Kairo: Dar Ibn Affan, 1997), 2:241.

[12]             Ibid., 2:243.

[13]             Adz-Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala, ed. Shuayb al-Arnaut (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985), 7:23.

[14]             Ibid., 7:35.


5.           Klasifikasi dan Tugas Ulama

5.1.       Klasifikasi Ulama

Dalam literatur Islam klasik, ulama diklasifikasikan berdasarkan karakteristik, peran, dan keilmuan mereka. Klasifikasi ini memberikan gambaran komprehensif mengenai berbagai jenis ulama serta tanggung jawab yang mereka emban.

1)                  Ulama Rabbani dan Ulama Su’

Ulama Rabbani adalah mereka yang mendalam ilmunya, beramal dengan ilmu tersebut, dan membimbing umat menuju kebenaran. QS. Ali Imran [03] ayat 79 menyebutkan, “Hendaklah kamu menjadi ulama Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”¹ Imam Al-Thabari menafsirkan ulama Rabbani sebagai mereka yang memiliki pemahaman mendalam tentang syariat dan mampu mendidik umat secara bertahap.² Sebaliknya, ulama su’ (ulama buruk) adalah mereka yang menyalahgunakan ilmu untuk kepentingan duniawi.³ Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali memperingatkan bahaya ulama su’ yang dapat menyesatkan umat dengan fatwa yang tidak berdasarkan kebenaran.⁴

2)                  Ulama Ushul dan Ulama Furu’

Dalam literatur fikih, ulama sering dibedakan menjadi ulama ushul (yang menguasai dasar-dasar agama) dan ulama furu’ (yang mendalami cabang-cabang hukum). Menurut Al-Syafi’i dalam Al-Risalah, ulama ushul bertugas merumuskan kaidah-kaidah syariat, sedangkan ulama furu’ bertanggung jawab mengaplikasikan kaidah tersebut dalam persoalan praktis.⁵

3)                  Ulama Ilmu dan Ulama Amalan

Ulama ilmu adalah mereka yang mendalami aspek teoritis agama, seperti tafsir, hadits, dan ilmu kalam. Sebaliknya, ulama amalan adalah mereka yang mengintegrasikan ilmu dengan amal, menjadikan keduanya sebagai panduan hidup.⁶ Ibn al-Qayyim dalam Madarij al-Salikin menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu dan amal dalam diri ulama agar mereka dapat menjadi teladan bagi umat.⁷

5.2.       Tugas Utama Ulama

Ulama memegang peran strategis dalam Islam. Tugas mereka mencakup berbagai aspek kehidupan umat, baik dalam dimensi spiritual maupun sosial.

1)                  Penjaga Akidah Umat

Salah satu tugas utama ulama adalah menjaga akidah umat dari penyimpangan. QS. An-Nisa [04] ayat 165 menyebutkan bahwa para rasul diutus sebagai pemberi peringatan, dan ulama sebagai pewaris para nabi meneruskan tugas ini.⁸ Ibn Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa menyebut ulama sebagai penjaga akidah yang bertanggung jawab memastikan umat tetap berada di jalan yang benar.⁹

2)                  Penegak Syariat dan Moralitas Masyarakat

Ulama berperan sebagai penegak syariat Islam, baik melalui fatwa maupun pendidikan. QS. Al-Maidah [05] ayat 44 menegaskan bahwa orang-orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah adalah orang zalim, dan ulama memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan umat tentang pentingnya menerapkan syariat dalam kehidupan sehari-hari.¹⁰ Dalam Al-Muwafaqat, Al-Syatibi menyatakan bahwa ulama harus menjadi teladan moral bagi masyarakat dengan menunjukkan akhlak mulia dalam kehidupan mereka.¹¹

3)                  Penyebar Ilmu yang Bermanfaat

Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.”¹² Dalam Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi menekankan bahwa ulama harus menyampaikan ilmu mereka kepada umat dengan cara yang bijak dan penuh hikmah.¹³

4)                  Pemimpin dan Penasihat Umat

Ulama juga berperan sebagai pemimpin dan penasihat bagi umat, terutama dalam menyelesaikan persoalan yang kompleks. Al-Mawardi dalam Al-Ahkam al-Sultaniyyah menyebutkan bahwa ulama adalah mitra pemimpin dalam menegakkan keadilan dan menjaga stabilitas sosial.¹⁴ Peran ini sangat penting untuk mencegah penyimpangan dan memastikan masyarakat tetap berada dalam kerangka syariat Islam.¹⁵

Kesimpulan

Klasifikasi ulama menunjukkan betapa luasnya cakupan peran mereka dalam Islam. Sebagai penjaga akidah, penegak syariat, dan penyebar ilmu, ulama memiliki tugas yang sangat penting dalam menjaga keutuhan agama dan membimbing umat menuju keselamatan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, ulama yang sejati harus memiliki integritas, keikhlasan, dan kecerdasan untuk menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik.


Catatan Kaki

[1]                QS. Ali Imran [03] ayat 79.

[2]                Al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, ed. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Kairo: Dar Hajr, 2001), 3:413.

[3]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Muhammad Abdul Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:68.

[4]                Ibid., 1:72.

[5]                Al-Syafi’i, Al-Risalah, ed. Ahmad Muhammad Syakir (Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1940), 56.

[6]                Ibn al-Qayyim, Madarij al-Salikin, ed. Muhammad Mahmud al-Filali (Kairo: Maktabah Dar al-Turath, 1980), 2:112.

[7]                Ibid., 2:115.

[8]                QS. An-Nisa [04] ayat 165.

[9]                Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, ed. Abd al-Rahman bin Muhammad (Madinah: King Fahd Complex, 2004), 1:213.

[10]             QS. Al-Maidah [05] ayat 44.

[11]             Al-Syatibi, Al-Muwafaqat, ed. Ibrahim bin Musa (Kairo: Dar Ibn Affan, 1997), 3:312.

[12]             Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Mengajarkan Al-Qur’an, No. 5027.

[13]             An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Ahmad ibn Ibrahim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 2:223.

[14]             Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sultaniyyah, ed. Wahbah al-Zuhaili (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 175.

[15]             Ibid., 177.


6.           Ulama dan Dinamika Sosial di Berbagai Zaman

6.1.       Peran Ulama dalam Perubahan Sosial

Ulama memiliki peran penting dalam membentuk dan memengaruhi dinamika sosial di berbagai zaman. Mereka tidak hanya menjadi penjaga nilai-nilai agama, tetapi juga bertindak sebagai agen perubahan sosial. Dalam sejarah Islam, ulama berperan sebagai penggerak masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk kolonialisme, modernisasi, dan globalisasi.

Pada masa awal Islam, Rasulullah Saw memposisikan ulama sebagai pewaris tugas kenabian dalam menyebarkan ajaran Islam dan menjaga keutuhan umat.¹ Dalam konteks ini, ulama mengambil peran sebagai pemimpin moral dan intelektual masyarakat, membimbing umat dalam menghadapi tantangan spiritual dan sosial.²

Pada masa kekhalifahan, ulama seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berkontribusi dalam pembentukan sistem hukum Islam yang menjadi panduan masyarakat. Imam Syafi’i dalam Al-Risalah menekankan pentingnya kaidah fikih sebagai solusi atas persoalan-persoalan masyarakat yang terus berkembang.³

Di era kolonial, ulama seperti Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) di Indonesia berperan sebagai pelopor pergerakan melawan penjajahan melalui dakwah dan pendidikan.⁴ Ulama dalam konteks ini bertindak sebagai pemimpin sosial yang menginspirasi masyarakat untuk melawan penindasan dan membangun kemandirian umat.⁵

6.2.       Tantangan Ulama dalam Era Modern

Pada era modern, ulama menghadapi tantangan yang lebih kompleks, termasuk globalisasi, sekularisasi, dan perkembangan teknologi. Teknologi informasi, misalnya, membuka akses luas terhadap berbagai sumber pengetahuan, tetapi juga menimbulkan tantangan dalam menjaga otoritas ilmu agama di tengah banjir informasi yang tidak terverifikasi.⁶

Ulama saat ini harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa mengkompromikan prinsip-prinsip syariat. Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh al-Awlawiyyat menyebutkan bahwa ulama harus memahami prioritas umat, sehingga dapat memberikan solusi yang relevan dengan kondisi sosial dan budaya yang terus berubah.⁷

6.3.       Kritik terhadap Ulama dalam Kehidupan Publik

Kritik terhadap ulama dalam kehidupan publik sering kali muncul terkait dengan peran mereka dalam politik dan ekonomi. Beberapa ulama dituduh terlalu terlibat dalam kekuasaan politik, sehingga kehilangan independensi dan otoritas moral mereka.⁸ Ibn Khaldun dalam Muqaddimah memperingatkan bahaya kedekatan ulama dengan penguasa, yang dapat mengurangi kredibilitas mereka di mata umat.⁹

Namun, ulama yang ideal adalah mereka yang mampu menyeimbangkan peran sebagai penasehat penguasa dengan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat. Dalam sejarah Islam, ulama seperti Imam Ahmad bin Hanbal menunjukkan keteguhan dalam mempertahankan prinsip agama meskipun harus menghadapi tekanan politik selama peristiwa Mihnah (pengujian akidah).¹⁰

6.4.       Ulama sebagai Agen Rekonsiliasi Sosial

Di tengah perpecahan sosial dan konflik di berbagai belahan dunia Muslim, ulama juga memainkan peran sebagai agen rekonsiliasi. Ulama memiliki tanggung jawab untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan mencegah perpecahan di tengah umat. QS. Al-Hujurat [49] ayat 10 menegaskan bahwa orang-orang beriman adalah bersaudara, dan ulama memiliki tanggung jawab untuk menjaga persatuan ini.¹¹

Al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din menyebutkan bahwa ulama harus menjadi penghubung antara berbagai kelompok masyarakat, mempromosikan dialog, dan mendorong rekonsiliasi untuk mencapai harmoni sosial.¹²

Kesimpulan

Ulama memiliki peran yang strategis dalam dinamika sosial di berbagai zaman. Mereka bukan hanya penjaga nilai-nilai agama, tetapi juga pemimpin masyarakat yang mampu menjawab tantangan sosial, politik, dan budaya. Peran ini menuntut ulama untuk memiliki integritas, pemahaman yang mendalam tentang agama, serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensi syariat Islam.


Catatan Kaki

[1]                Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.

[2]                An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Ahmad ibn Ibrahim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 2:141.

[3]                Al-Syafi’i, Al-Risalah, ed. Ahmad Muhammad Syakir (Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1940), 23.

[4]                Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), 1:12.

[5]                Azyumardi Azra, The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia (Honolulu: University of Hawai'i Press, 2004), 34-36.

[6]                Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation (Oxford: Oxford University Press, 2009), 45.

[7]                Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat (Kairo: Dar al-Shorouq, 1994), 112.

[8]                Ibn Khaldun, Muqaddimah, ed. Abd al-Salam Cheddadi (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), 376.

[9]                Ibid., 377.

[10]             Ahmad ibn Hanbal, Kitab al-Sunnah, ed. Abdul Aziz bin Baz (Madinah: Maktabah Salafiyyah, 1987), 243.

[11]             QS. Al-Hujurat [49] ayat 10.

[12]             Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed. Ahmad Zaki Mansur (Kairo: Dar al-Fikr, 1980), 143.


7.           Kajian Modern tentang Ulama dalam Jurnal Ilmiah Islami

7.1.       Studi Kontemporer tentang Peran Ulama

Kajian modern tentang ulama dalam jurnal-jurnal ilmiah Islami menyoroti peran mereka sebagai penggerak utama dalam mempertahankan nilai-nilai Islam di tengah perubahan global. Beberapa penelitian menyoroti transformasi peran ulama dari sekadar ahli agama menjadi pemimpin intelektual yang menjawab tantangan sosial, politik, dan ekonomi.¹ Dalam jurnal Islamic Studies, ulama digambarkan sebagai sosok yang harus mampu beradaptasi dengan dinamika zaman tanpa kehilangan otoritas keilmuan mereka.²

Salah satu isu yang sering dibahas dalam jurnal ilmiah adalah bagaimana ulama menghadapi globalisasi dan teknologi. Sebuah artikel dalam Journal of Muslim Minority Affairs menggarisbawahi pentingnya ulama dalam menggunakan media digital untuk mendidik umat dan melawan penyebaran informasi palsu tentang Islam.³ Dalam konteks ini, ulama dituntut untuk menguasai teknologi komunikasi modern sebagai alat dakwah dan pembinaan umat.⁴

7.2.       Kontribusi Ulama terhadap Pendidikan dan Ekonomi Islam

Kajian modern juga menyoroti kontribusi ulama dalam pengembangan pendidikan Islam. Dalam Journal of Islamic Education, peran ulama dalam membangun sistem pendidikan yang berintegrasi antara ilmu agama dan ilmu duniawi dianggap sangat penting untuk menciptakan generasi Muslim yang kompeten di berbagai bidang.⁵ Ulama harus menjadi katalis dalam menghidupkan kembali tradisi keilmuan Islam melalui pengajaran dan pembimbingan yang relevan dengan kebutuhan umat.⁶

Selain itu, ulama memiliki kontribusi yang signifikan dalam pengembangan ekonomi Islam. Dalam International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, ulama disebut sebagai aktor kunci dalam merumuskan prinsip-prinsip ekonomi syariah yang mendasari praktik perbankan Islam.⁷ Mereka juga berperan dalam mengawasi produk keuangan syariah agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.⁸

7.3.       Relevansi Konsep Ulama dengan Dunia Modern

Kajian dalam jurnal-jurnal ilmiah juga membahas bagaimana ulama dapat tetap relevan dalam dunia modern. Dalam The Muslim World, ulama disebut sebagai jembatan antara tradisi Islam dan tantangan kontemporer.⁹ Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi ulama adalah bagaimana menjawab isu-isu kontemporer seperti hak asasi manusia, gender, dan pluralisme agama tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar Islam.¹⁰

Sebagai contoh, Yusuf al-Qaradawi melalui berbagai tulisan dan fatwanya menunjukkan bagaimana ulama dapat memberikan solusi berbasis syariat terhadap masalah-masalah kontemporer, seperti lingkungan, hak-hak perempuan, dan keadilan sosial.¹¹ Dalam konteks ini, ulama dituntut untuk memiliki wawasan global, pemahaman mendalam tentang syariat, dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan berbagai kalangan.¹²

7.4.       Kritik terhadap Ulama dalam Jurnal Ilmiah

Kajian ilmiah juga mengkritisi sebagian ulama yang terlalu terpolarisasi antara dua kutub: konservatisme ekstrem dan liberalisme yang berlebihan.¹³ Dalam jurnal Contemporary Islam, peneliti mencatat bahwa beberapa ulama terjebak dalam konflik internal umat Islam yang menyebabkan fragmentasi sosial.¹⁴ Kritik ini menunjukkan bahwa ulama perlu memainkan peran lebih besar dalam menyatukan umat dan menghindari keterlibatan dalam polemik yang tidak produktif.¹⁵

Kesimpulan

Kajian modern dalam jurnal-jurnal ilmiah Islami menegaskan bahwa ulama memiliki peran yang sangat strategis dalam membimbing umat di tengah perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang cepat. Dengan menguasai teknologi, memberikan kontribusi dalam pendidikan dan ekonomi Islam, serta tetap relevan dalam menghadapi isu-isu kontemporer, ulama dapat terus menjadi sumber otoritas yang dihormati di tengah masyarakat Muslim global.


Catatan Kaki

[1]                Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation (Oxford: Oxford University Press, 2009), 21.

[2]                Fathi Osman, "The Role of Scholars in Modern Islam," Islamic Studies 36, no. 2 (1997): 123–125.

[3]                M. S. Hussain, "Media and the Representation of Islam," Journal of Muslim Minority Affairs 25, no. 3 (2005): 213–214.

[4]                Ibid., 216.

[5]                Mohamed A. Fadzil, "Integration of Knowledge: The Role of Islamic Education," Journal of Islamic Education 12, no. 1 (2019): 89–91.

[6]                Ibid., 93.

[7]                Mervyn K. Lewis, "Islamic Banking and Finance," International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management 2, no. 3 (2009): 210–212.

[8]                Ibid., 214.

[9]                Abdullah Saeed, "Ulama and Modern Challenges," The Muslim World 87, no. 4 (1997): 295–297.

[10]             Ibid., 299.

[11]             Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat (Kairo: Dar al-Shorouq, 1994), 67–69.

[12]             Ibid., 71.

[13]             Mona Siddiqui, "Contemporary Challenges for Muslim Scholars," Contemporary Islam 4, no. 3 (2010): 153–156.

[14]             Ibid., 158.

[15]             Ibid., 160.


8.           Penutup

8.1.       Kesimpulan

Kajian tentang ulama dalam perspektif Al-Qur'an dan Hadits, yang diperkuat dengan analisis tafsir klasik, kitab-kitab klasik, dan referensi ilmiah Islami, menunjukkan bahwa ulama memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Mereka adalah pewaris para nabi, penjaga ilmu, dan pembimbing umat menuju kehidupan yang diridhai Allah.¹ Dalam Al-Qur'an, ulama digambarkan sebagai individu yang takut kepada Allah karena ilmunya (QS. Fathir [35] ayat 28), sementara dalam Hadits, ulama disebut sebagai pemegang amanah ilmu yang diwariskan dari para nabi.² Tafsir dan kitab klasik memperkaya pemahaman ini dengan menekankan karakteristik ulama yang sejati, seperti integritas, hikmah, dan kemampuan untuk mengintegrasikan ilmu dengan amal.³

Dalam dinamika sosial, ulama telah memainkan peran strategis sebagai agen perubahan dan penjaga moralitas umat di berbagai zaman.⁴ Mereka mampu menavigasi tantangan sosial, politik, dan ekonomi dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip Islam. Kajian modern dalam jurnal-jurnal ilmiah Islami menyoroti bagaimana ulama dapat tetap relevan di era globalisasi dan teknologi dengan menguasai alat-alat modern untuk mendidik umat dan mempromosikan nilai-nilai Islam.⁵

8.2.       Rekomendasi

Untuk memperkuat peran ulama dalam membimbing umat di masa depan, beberapa langkah strategis perlu dipertimbangkan:

1)                  Peningkatan Kompetensi Keilmuan Ulama

Ulama perlu terus memperbarui pengetahuan mereka, tidak hanya dalam ilmu agama tetapi juga dalam bidang-bidang yang relevan dengan tantangan kontemporer, seperti teknologi, ekonomi, dan hubungan internasional.⁶

2)                  Integrasi Ilmu dan Teknologi dalam Dakwah

Ulama diharapkan memanfaatkan teknologi komunikasi modern untuk menyebarkan ilmu Islam secara luas dan melawan misinformasi tentang agama.⁷

3)                  Pendidikan Regenerasi Ulama

Institusi pendidikan Islam harus memberikan perhatian khusus pada pembinaan generasi ulama yang memiliki integritas, keikhlasan, dan kemampuan untuk menjawab kebutuhan umat di era modern.⁸

4)                  Memperkuat Kerja Sama Antar Ulama

Ulama perlu mempererat kerja sama antar kelompok dan institusi Islam untuk memperkuat persatuan umat dan mencegah fragmentasi sosial.⁹

8.3.       Doa Penutup

Semoga pembahasan ini dapat menjadi pendorong untuk memperkuat pemahaman umat tentang peran dan tanggung jawab ulama dalam Islam. Harapan kami, ulama dapat terus menjadi teladan dalam menjaga keutuhan ajaran Islam dan membimbing umat menuju kehidupan yang penuh berkah dan keberkahan.


Catatan Kaki

[1]                Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.

[2]                QS. Fathir [35] ayat 28.

[3]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Muhammad Abdul Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:56.

[4]                Abdullah Saeed, "Ulama and Modern Challenges," The Muslim World 87, no. 4 (1997): 295–297.

[5]                Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat (Kairo: Dar al-Shorouq, 1994), 67–69.

[6]                Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation (Oxford: Oxford University Press, 2009), 45.

[7]                M. S. Hussain, "Media and the Representation of Islam," Journal of Muslim Minority Affairs 25, no. 3 (2005): 213–214.

[8]                Mohamed A. Fadzil, "Integration of Knowledge: The Role of Islamic Education," Journal of Islamic Education 12, no. 1 (2019): 89–91.

[9]                Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed. Ahmad Zaki Mansur (Kairo: Dar al-Fikr, 1980), 143.


Daftar Pustaka

Abu Dawud. (n.d.). Sunan Abi Dawud. Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.

Al-Ghazali. (1998). Ihya Ulumuddin (M. A. H. Abu Rida, Ed.). Kairo: Dar al-Salam.

Al-Mawardi. (1980). Adab al-Dunya wa al-Din (A. Z. Mansur, Ed.). Kairo: Dar al-Fikr.

Al-Qaradawi, Y. (1994). Fiqh al-Awlawiyyat. Kairo: Dar al-Shorouq.

Al-Syafi’i. (1940). Al-Risalah (A. M. Syakir, Ed.). Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi.

Fadzil, M. A. (2019). Integration of Knowledge: The Role of Islamic Education. Journal of Islamic Education, 12(1), 89–91.

Hussain, M. S. (2005). Media and the Representation of Islam. Journal of Muslim Minority Affairs, 25(3), 213–214.

Ibn Khaldun. (1992). Muqaddimah (A. S. Cheddadi, Ed.). Beirut: Dar al-Fikr.

Mohamed, A. (2009). Islamic Banking and Finance. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 2(3), 210–214.

Osman, F. (1997). The Role of Scholars in Modern Islam. Islamic Studies, 36(2), 123–125.

Ramadan, T. (2009). Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation. Oxford: Oxford University Press.

Saeed, A. (1997). Ulama and Modern Challenges. The Muslim World, 87(4), 295–299.

Siddiqui, M. (2010). Contemporary Challenges for Muslim Scholars. Contemporary Islam, 4(3), 153–160.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar