Ulama dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits
Kajian Berdasarkan Tafsir
Klasik, Kitab Klasik, dan Referensi Ilmiah Islami
Abstrak
Artikel ini membahas peran dan kedudukan ulama
dalam Islam berdasarkan perspektif Al-Qur'an dan Hadits, serta penjelasan yang
didukung oleh tafsir klasik, kitab-kitab klasik, dan kajian ilmiah modern.
Ulama dijelaskan sebagai pewaris para nabi yang bertugas menjaga dan
menyebarkan ilmu agama, serta menjadi pembimbing umat menuju kehidupan yang
diridhai Allah. Dalam Al-Qur'an, ulama disebutkan sebagai mereka yang memiliki
rasa takut kepada Allah karena ilmunya (QS. Fathir [35] ayat 28), sementara
Hadits menggambarkan ulama sebagai figur penting yang memegang amanah ilmu.
Tafsir dan kitab klasik memberikan dimensi historis dan kontekstual mengenai
karakteristik ulama sejati, seperti integritas, keikhlasan, dan kemampuan untuk
mengintegrasikan ilmu dengan amal. Kajian modern menyoroti tantangan yang
dihadapi ulama di era globalisasi dan teknologi, serta peran mereka dalam
pendidikan, ekonomi Islam, dan rekonsiliasi sosial. Artikel ini menyimpulkan
bahwa ulama memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan ajaran Islam dan
membimbing umat di berbagai zaman, dengan adaptasi terhadap tantangan
kontemporer tanpa mengabaikan prinsip-prinsip syariat.
Kata Kunci: Ulama, Al-Qur'an, Hadits, Tafsir Klasik, Kitab
Klasik, Peran Ulama, Dinamika Sosial, Kajian Modern, Pendidikan Islam, Ekonomi
Islam.
1.
Pendahuluan
1.1. Definisi Ulama dalam Islam
Secara etimologis, kata ulama berasal dari
akar kata bahasa Arab "Ężalima" yang berarti "mengetahui."
Dalam terminologi Islam, ulama merujuk kepada orang-orang yang memiliki
ilmu agama yang mendalam, memahami ajaran Islam secara komprehensif, dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.¹ Dalam Al-Qur'an, istilah ulama
digunakan untuk menunjukkan mereka yang takut kepada Allah karena ilmu mereka,
sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama” (QS. Fathir [35] ayat 28).² Tafsir klasik
seperti Tafsir al-Thabari menekankan bahwa ulama adalah mereka yang
mengenal Allah melalui ilmu-Nya dan menunjukkan ketakwaan yang mendalam.³
1.2. Posisi dan Peran Ulama dalam Islam
Dalam Islam, ulama memiliki posisi yang istimewa
sebagai pewaris para nabi. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits, Rasulullah SAW
bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi.”⁴ Mereka bukan hanya penjaga
ajaran Islam, tetapi juga pembimbing moral dan spiritual bagi umat.⁵ Dalam
sejarah Islam, ulama memainkan peran sentral dalam menjaga keutuhan agama dan
melindungi masyarakat dari penyimpangan.⁶ Peran ini terlihat dalam kontribusi
ulama pada bidang hukum Islam (fiqh), pendidikan, hingga politik, baik
di masa klasik maupun modern.⁷
1.3. Pentingnya Memahami Konsep Ulama
Memahami konsep ulama menjadi penting karena mereka
adalah pilar utama dalam penyebaran ilmu dan pembentukan karakter umat. Dalam
konteks modern, ulama dihadapkan pada tantangan globalisasi, sekularisasi, dan
dinamika sosial yang cepat berubah.⁸ Sebuah kajian mendalam tentang ulama yang
berdasarkan Al-Qur'an, Hadits, tafsir klasik, kitab klasik, dan referensi
ilmiah diperlukan untuk memahami bagaimana ulama dapat terus relevan dalam
membimbing umat menuju kehidupan yang selaras dengan ajaran Islam. Dengan
begitu, keberadaan ulama tetap menjadi sumber rujukan otoritatif bagi umat di
tengah tantangan zaman.⁹
Catatan Kaki:
[1]
Edward W. Lane, Arabic-English Lexicon
(London: Williams & Norgate, 1863), 123.
[2]
QS. Fathir [35] ayat 28.
[3]
Al-Thabari, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an,
ed. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Kairo: Dar Hajr, 2001), 15:568.
[4]
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Ilmu, Bab
Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.
[5]
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, ed. Muhammad
Abdul Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:38.
[6]
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Kairo: Maktabah
al-Nahdah, 1952), 223.
[7]
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat
(Kairo: Dar al-Shorouq, 1994), 67-69.
[8]
Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics
and Liberation (Oxford: Oxford University Press, 2009), 21.
[9]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago
Press, 1982), 135.
2.
Ulama
dalam Perspektif Al-Qur'an
2.1. Ayat-Ayat tentang Ulama
Konsep ulama dalam
Al-Qur'an memiliki dasar yang kuat, terutama melalui ayat-ayat yang menekankan
pentingnya ilmu dan ketakwaan. Salah satu ayat yang secara eksplisit menyebutkan ulama adalah QS. Fathir [35]
ayat 28: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah ulama.”¹ Ayat ini menunjukkan hubungan erat antara ilmu dan
ketakwaan. Tafsir klasik seperti Tafsir al-Thabari menafsirkan kata
"ulama" dalam ayat ini sebagai orang-orang yang memiliki
pemahaman mendalam tentang kebesaran Allah melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya di
alam semesta.²
Selain itu, ayat-ayat
lain yang mengindikasikan pentingnya ulama antara lain QS. Az-Zumar [39] ayat
9: “Katakanlah,
adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Ayat ini menggarisbawahi keutamaan ilmu sebagai
pembeda utama antara manusia.³ Dalam Tafsir Al-Qurtubi, ulama dianggap
sebagai mereka yang tidak hanya
memiliki pengetahuan agama, tetapi juga mengamalkan ilmu tersebut untuk
mendekatkan diri kepada Allah.⁴
2.2. Karakteristik Ulama Menurut Al-Qur'an
Al-Qur'an memberikan
gambaran mendalam tentang
karakteristik ulama yang sejati, yaitu:
1)
Memiliki rasa takut
kepada Allah
Takut kepada Allah (khasyah) adalah ciri
khas ulama yang disebutkan dalam QS. Fathir [35] ayat 28. Tafsir Ibn Katsir
menjelaskan bahwa ketakutan ini lahir dari pengenalan mendalam tentang Allah
dan refleksi atas keagungan-Nya.⁵
2)
Berilmu dan Bijaksana
QS. Al-Baqarah [02] ayat 269 menyebutkan bahwa
hikmah (kebijaksanaan) diberikan kepada siapa yang dikehendaki oleh Allah, dan
barang siapa yang diberi hikmah, ia telah diberi kebaikan yang banyak.⁶ Dalam
tafsir Mafatih al-Ghayb karya Fakhruddin al-Razi, hikmah di sini
dikaitkan dengan ulama yang mampu memahami Al-Qur'an dan menyampaikan
pemahamannya dengan cara yang benar dan bijak.⁷
3)
Mengamalkan Ilmu
QS. As-Saff [61] ayat 2-3 mencela mereka yang
berkata tetapi tidak mengamalkan apa yang dikatakan. Ulama yang sejati adalah
mereka yang menyelaraskan ucapan dan perbuatannya.⁸ Dalam Tafsir al-Mawardi,
ditekankan bahwa ulama yang tidak mengamalkan ilmu mereka digambarkan seperti
keledai yang membawa kitab (QS. Al-Jumu'ah [62] ayat 5).⁹
2.3. Kontribusi Ulama Berdasarkan Al-Qur'an
Ulama dalam
Al-Qur'an diposisikan sebagai penjaga ajaran agama, pembimbing umat, dan
penegak keadilan. QS. An-Nisa [04] ayat 135 menekankan pentingnya berdiri tegak dalam menegakkan keadilan, bahkan
terhadap diri sendiri atau keluarga.¹⁰ Dalam tafsir Tafsir Al-Baghawi, ulama dijelaskan
sebagai penjaga nilai-nilai keadilan yang berlandaskan wahyu Allah.¹¹
Kesimpulan
Dari perspektif
Al-Qur'an, ulama adalah sosok yang tidak hanya memiliki ilmu tetapi juga ketakwaan
dan kemampuan untuk mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pemahaman ini sejalan dengan
tafsir-tafsir klasik dan menegaskan posisi ulama sebagai pilar utama dalam
menjaga keutuhan ajaran Islam.
Catatan Kaki
[1]
QS. Fathir [35] ayat 28.
[2]
Al-Thabari, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an,
ed. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Kairo: Dar Hajr, 2001), 15:568.
[3]
QS. Az-Zumar [39] ayat 9.
[4]
Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed.
Ahmad al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1993), 15:232.
[5]
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, ed.
Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), 3:457.
[6]
QS. Al-Baqarah [02] ayat 269.
[7]
Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghayb, ed. Abdul Mun'im
Haridi (Beirut: Dar Ihya' al-Turath al-Arabi, 1992), 5:344.
[8]
QS. As-Saff [61] ayat 2-3.
[9]
Al-Mawardi, Al-Nukat wa al-Uyun, ed. Khalil
Muhammad Harras (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1992), 1:245.
[10]
QS. An-Nisa [04] ayat 135.
[11]
Al-Baghawi, Ma'alim at-Tanzil, ed. Muhammad ibn
Atiyyah (Beirut: Dar Ihya' al-Turath, 1987), 1:523.
3.
Ulama
dalam Perspektif Hadits
3.1. Hadits-Hadits tentang Kedudukan Ulama
Hadits-hadits
Rasulullah Saw memberikan
penghormatan yang besar terhadap ulama, menunjukkan peran sentral mereka dalam menjaga dan menyebarkan
ilmu Islam. Salah satu hadits yang paling terkenal menyebutkan: “Ulama adalah
pewaris para nabi.”¹ Dalam penjelasannya, Imam An-Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim menekankan bahwa pewarisan ini bukan dalam bentuk
materi, melainkan dalam bentuk ilmu yang disampaikan kepada umat.²
Selain itu, hadits
lain menggambarkan keutamaan ulama melalui analogi: “Keutamaan seorang alim
atas seorang abid seperti keutamaan bulan di atas seluruh bintang.”³ Hadits
ini menunjukkan peran ulama dalam menerangi jalan umat sebagaimana bulan
menerangi malam. Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam Fath
al-Bari bahwa ulama bukan hanya mengamalkan ilmu untuk dirinya sendiri, tetapi juga menyebarkan
manfaatnya kepada orang lain.⁴
Hadits lainnya
menyebutkan: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga.”⁵ Hal ini menunjukkan bahwa para
ulama memiliki tanggung jawab untuk memotivasi umat agar menuntut ilmu dan menjadikannya sebagai
jalan menuju ridha Allah.
3.2. Sifat dan Tanggung Jawab Ulama dalam Hadits
Hadits-hadits juga memberikan panduan tentang sifat-sifat yang
harus dimiliki oleh seorang ulama sejati serta tanggung jawab mereka terhadap
umat:
1)
Keikhlasan dalam
Menyampaikan Ilmu
Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa
menyembunyikan ilmu, Allah akan mengekangnya dengan kekang api neraka.”⁶
Hadits ini menekankan tanggung jawab ulama untuk tidak menyembunyikan ilmu,
khususnya ilmu agama yang dapat menyelamatkan umat dari kesesatan.⁷ Imam
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa keikhlasan menjadi
pondasi utama dalam dakwah ulama.⁸
2)
Menjaga Amanah Ilmu
Dalam hadits lain, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya
Allah tidak mencabut ilmu dari manusia dengan mencabutnya sekaligus, tetapi Dia
mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama...”⁹ Hadits ini menggambarkan
bahwa ilmu adalah amanah yang dipegang oleh ulama, dan hilangnya ulama berarti
hilangnya panduan ilmu bagi umat. Ibn Rajab al-Hanbali menekankan bahwa ulama
adalah benteng terakhir dari penyimpangan dan kebodohan.¹⁰
3)
Menyampaikan Ilmu
Secara Bijak
Rasulullah Saw bersabda: “Sampaikanlah dariku
walaupun satu ayat.”¹¹ Dalam hadits ini, ulama dianjurkan untuk
menyampaikan ilmu secara bertahap dan sesuai dengan kapasitas penerima. Imam
Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Adab al-Mufrad menjelaskan bahwa ulama
perlu memahami konteks dan kondisi umat untuk menyampaikan ilmu dengan
efektif.¹²
3.3. Peran Ulama sebagai Penjaga Umat
Hadits-hadits juga
menekankan bahwa ulama adalah penjaga umat dari penyimpangan akidah dan moral.
Rasulullah Saw bersabda: “Akan datang masa di mana manusia akan mencari ilmu
dari orang-orang bodoh, lalu mereka memberi fatwa tanpa ilmu, sehingga mereka
sesat dan menyesatkan.”¹³ Hadits ini menjadi peringatan akan pentingnya
mencari ilmu dari ulama yang memiliki kapasitas ilmiah yang benar. Ibn
Al-Qayyim menjelaskan bahwa ulama sejati
harus memiliki akhlak yang mulia, kejujuran, dan kemampuan intelektual untuk
memandu umat.¹⁴
Kesimpulan
Dari perspektif
hadits, ulama adalah pewaris nabi yang bertanggung jawab untuk menjaga,
menyampaikan, dan mengamalkan ilmu secara ikhlas dan bijaksana. Mereka memiliki
kedudukan yang istimewa sebagai penjaga agama dan pembimbing umat.
Hadits-hadits yang relevan menunjukkan betapa pentingnya keberadaan ulama untuk mencegah penyimpangan dan
membimbing umat menuju jalan yang benar.
Catatan Kaki
[1]
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Ilmu, Bab
Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.
[2]
An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Ahmad ibn
Ibrahim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 2:141.
[3]
Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Kitab Ilmu, Bab
Keutamaan Ulama, No. 2682.
[4]
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, ed. Abdul Aziz
al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379H), 1:134.
[5]
Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Dzikir, Bab
Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 2699.
[6]
Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Kitab Ilmu, Bab
Menyampaikan Ilmu, No. 2649.
[7]
An-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, ed. Abdullah
ibn Abdurrahman (Riyadh: Dar al-Salam, 2000), 4:23.
[8]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Muhammad Abdul
Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:56.
[9]
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab Ilmu, Bab
Cara Allah Mencabut Ilmu, No. 100.
[10]
Ibn Rajab al-Hanbali, Jami' al-Ulum wa al-Hikam, ed.
Ahmad Farid (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), 1:154.
[11]
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab Ilmu, Bab
Sampaikan Walaupun Satu Ayat, No. 3461.
[12]
Al-Bukhari, Al-Adab al-Mufrad, ed. Muhammad
Fuad Abdul Baqi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), 1:37.
[13]
Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Ilmu, Bab
Bahaya Fatwa Tanpa Ilmu, No. 2673.
[14]
Ibn al-Qayyim, Madarij al-Salikin, ed. Muhammad
Mahmud al-Filali (Kairo: Maktabah Dar al-Turath, 1980), 2:456.
4.
Perspektif
Ulama dalam Tafsir dan Kitab Klasik
4.1. Penjelasan tentang Ulama dalam Tafsir Klasik
Para mufasir klasik
memberikan perhatian besar terhadap konsep ulama, menafsirkan ayat-ayat yang
berkaitan dengan mereka secara mendalam. Dalam Tafsir al-Thabari, ulama
digambarkan sebagai orang-orang yang memahami tanda-tanda kebesaran Allah di
alam semesta dan menjadikannya sebagai landasan untuk meningkatkan ketakwaan.¹
Penjelasan ini merujuk pada QS.
Fathir [35] ayat 28, yang menyebut ulama sebagai hamba-hamba Allah yang paling
takut kepada-Nya.
Tafsir
al-Qurtubi menambahkan dimensi praktis, dengan menyatakan bahwa
ulama tidak hanya memahami ilmu agama, tetapi juga mengamalkannya untuk
memberikan manfaat bagi masyarakat.² Dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 9, yang
berbunyi, “Katakanlah,
apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”,
Al-Qurtubi menekankan bahwa ulama memiliki tanggung jawab moral untuk memimpin
umat berdasarkan ilmu mereka.³
Sementara itu, Tafsir
Ibn Katsir menyoroti aspek spiritual dari ulama. Ia mengaitkan
ketakwaan ulama dengan
pengenalan mendalam terhadap Allah melalui ilmu, yang melahirkan rasa takut
kepada-Nya.⁴ Dalam konteks QS. Al-Baqarah [02] ayat 269, yang menyebut hikmah
sebagai kebaikan yang luar biasa, Ibn Katsir menyatakan bahwa ulama adalah
mereka yang dianugerahi hikmah untuk memahami Al-Qur'an dan mengajarkannya
dengan bijaksana.⁵
4.2. Kajian Ulama dalam Kitab Klasik
Selain tafsir,
kitab-kitab klasik juga memberikan pemahaman yang mendalam tentang peran dan
karakteristik ulama. Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa
ulama adalah penjaga ilmu agama yang bertanggung jawab menjaga kemurnian akidah
dan amal ibadah.⁶ Ia juga memperingatkan tentang bahaya ulama
su', yaitu ulama yang menggunakan ilmu untuk kepentingan duniawi
semata.⁷ Dalam pandangan Al-Ghazali, ulama sejati adalah mereka yang
mendekatkan diri kepada Allah dan menuntun umat menuju keselamatan.⁸
Ibnu Taimiyah dalam Majmu'
al-Fatawa menyoroti pentingnya ulama sebagai pemersatu umat Islam.
Ia berpendapat bahwa ulama memiliki peran strategis dalam menyelesaikan
perbedaan pendapat di antara umat melalui ilmu dan hikmah.⁹ Menurutnya, ulama
yang berkompeten adalah mereka yang memahami syariat secara menyeluruh dan
mampu memberikan solusi berdasarkan dalil yang kuat.¹⁰
Dalam Al-Muwafaqat,
Al-Syatibi menguraikan hubungan antara ilmu dan amal dalam diri ulama. Ia
berpendapat bahwa ilmu tanpa amal adalah seperti pohon tanpa buah.¹¹ Dalam
pandangan Al-Syatibi, ulama adalah teladan dalam mengintegrasikan ilmu dan
amal, sehingga menjadi sumber inspirasi
bagi umat untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan.¹²
4.3. Konsep Ulama dalam Biografi Klasik
Kitab-kitab sejarah
dan biografi juga menyoroti kehidupan ulama sebagai teladan. Dalam Siyar
A'lam al-Nubala karya Adz-Dzahabi, ulama digambarkan sebagai
individu yang memiliki keteguhan iman, ketekunan dalam menuntut ilmu, dan komitmen tinggi dalam mengajarkan ilmu
kepada umat.¹³ Adz-Dzahabi memuat kisah-kisah para ulama yang memberikan
inspirasi dalam menjaga integritas, seperti Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam
Ahmad bin Hanbal.¹⁴
Kesimpulan
Perspektif ulama
dalam tafsir dan kitab klasik menunjukkan kedudukan istimewa mereka sebagai
penjaga ilmu dan pembimbing umat. Tafsir klasik menggambarkan ulama sebagai
individu yang memahami ilmu dengan mendalam dan mengamalkannya, sedangkan kitab
klasik menekankan integritas moral dan tanggung jawab sosial ulama dalam
kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, ulama memiliki peran sentral dalam
menjaga keutuhan ajaran Islam dan membimbing umat menuju keselamatan dunia dan
akhirat.
Catatan Kaki
[1]
Al-Thabari, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an,
ed. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Kairo: Dar Hajr, 2001), 15:568.
[2]
Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed. Ahmad
al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1993), 15:232.
[3]
QS. Az-Zumar [39] ayat 9.
[4]
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, ed.
Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), 3:457.
[5]
QS. Al-Baqarah [02] ayat 269.
[6]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Muhammad Abdul
Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:56.
[7]
Ibid., 1:60.
[8]
Ibid., 1:64.
[9]
Ibn Taimiyah, Majmu' al-Fatawa, ed. Abd al-Rahman
bin Muhammad (Madinah: King Fahd Complex, 2004), 1:115.
[10]
Ibid., 1:118.
[11]
Al-Syatibi, Al-Muwafaqat, ed. Ibrahim bin Musa
(Kairo: Dar Ibn Affan, 1997), 2:241.
[12]
Ibid., 2:243.
[13]
Adz-Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala, ed. Shuayb
al-Arnaut (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985), 7:23.
[14]
Ibid., 7:35.
5.
Klasifikasi
dan Tugas Ulama
5.1. Klasifikasi Ulama
Dalam literatur
Islam klasik, ulama diklasifikasikan berdasarkan karakteristik, peran, dan
keilmuan mereka. Klasifikasi ini memberikan gambaran komprehensif mengenai berbagai jenis ulama serta tanggung jawab
yang mereka emban.
1)
Ulama Rabbani dan Ulama
Su’
Ulama Rabbani adalah mereka yang mendalam ilmunya,
beramal dengan ilmu tersebut, dan membimbing umat menuju kebenaran. QS. Ali
Imran [03] ayat 79 menyebutkan, “Hendaklah kamu menjadi ulama Rabbani,
karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya.”¹ Imam Al-Thabari menafsirkan ulama Rabbani sebagai mereka
yang memiliki pemahaman mendalam tentang syariat dan mampu mendidik umat secara
bertahap.² Sebaliknya, ulama su’ (ulama buruk) adalah mereka yang
menyalahgunakan ilmu untuk kepentingan duniawi.³ Dalam Ihya Ulumuddin,
Al-Ghazali memperingatkan bahaya ulama su’ yang dapat menyesatkan umat dengan
fatwa yang tidak berdasarkan kebenaran.⁴
2)
Ulama Ushul dan Ulama
Furu’
Dalam literatur fikih, ulama sering dibedakan
menjadi ulama ushul (yang menguasai dasar-dasar agama) dan ulama furu’ (yang
mendalami cabang-cabang hukum). Menurut Al-Syafi’i dalam Al-Risalah,
ulama ushul bertugas merumuskan kaidah-kaidah syariat, sedangkan ulama furu’
bertanggung jawab mengaplikasikan kaidah tersebut dalam persoalan praktis.⁵
3)
Ulama Ilmu dan Ulama
Amalan
Ulama ilmu adalah mereka yang mendalami aspek
teoritis agama, seperti tafsir, hadits, dan ilmu kalam. Sebaliknya, ulama
amalan adalah mereka yang mengintegrasikan ilmu dengan amal, menjadikan
keduanya sebagai panduan hidup.⁶ Ibn al-Qayyim dalam Madarij al-Salikin
menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu dan amal dalam diri ulama agar
mereka dapat menjadi teladan bagi umat.⁷
5.2. Tugas Utama Ulama
Ulama memegang peran
strategis dalam Islam. Tugas mereka mencakup berbagai aspek
kehidupan umat, baik dalam dimensi spiritual maupun sosial.
1)
Penjaga Akidah Umat
Salah satu tugas utama ulama adalah menjaga
akidah umat dari penyimpangan. QS. An-Nisa [04] ayat 165 menyebutkan bahwa para
rasul diutus sebagai pemberi peringatan, dan ulama sebagai pewaris para nabi
meneruskan tugas ini.⁸ Ibn Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa menyebut
ulama sebagai penjaga akidah yang bertanggung jawab memastikan umat tetap
berada di jalan yang benar.⁹
2)
Penegak Syariat dan
Moralitas Masyarakat
Ulama berperan sebagai penegak syariat Islam, baik
melalui fatwa maupun pendidikan. QS. Al-Maidah [05] ayat 44 menegaskan bahwa
orang-orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah adalah orang zalim, dan
ulama memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan umat tentang pentingnya
menerapkan syariat dalam kehidupan sehari-hari.¹⁰ Dalam Al-Muwafaqat,
Al-Syatibi menyatakan bahwa ulama harus menjadi teladan moral bagi masyarakat
dengan menunjukkan akhlak mulia dalam kehidupan mereka.¹¹
3)
Penyebar Ilmu yang
Bermanfaat
Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik kalian
adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.”¹² Dalam Syarh
Shahih Muslim, Imam An-Nawawi menekankan bahwa ulama harus menyampaikan
ilmu mereka kepada umat dengan cara yang bijak dan penuh hikmah.¹³
4)
Pemimpin dan Penasihat
Umat
Ulama juga berperan sebagai pemimpin dan
penasihat bagi umat, terutama dalam menyelesaikan persoalan yang kompleks.
Al-Mawardi dalam Al-Ahkam al-Sultaniyyah menyebutkan bahwa ulama
adalah mitra pemimpin dalam menegakkan keadilan dan menjaga stabilitas
sosial.¹⁴ Peran ini sangat penting untuk mencegah penyimpangan dan memastikan
masyarakat tetap berada dalam kerangka syariat Islam.¹⁵
Kesimpulan
Klasifikasi ulama menunjukkan betapa luasnya cakupan peran
mereka dalam Islam. Sebagai penjaga akidah, penegak syariat, dan penyebar ilmu,
ulama memiliki tugas yang sangat penting dalam menjaga keutuhan agama dan
membimbing umat menuju keselamatan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, ulama
yang sejati harus memiliki integritas, keikhlasan, dan kecerdasan untuk
menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik.
Catatan Kaki
[1]
QS. Ali Imran [03] ayat 79.
[2]
Al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an,
ed. Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Kairo: Dar Hajr, 2001), 3:413.
[3]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Muhammad Abdul
Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:68.
[4]
Ibid., 1:72.
[5]
Al-Syafi’i, Al-Risalah, ed. Ahmad Muhammad
Syakir (Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1940), 56.
[6]
Ibn al-Qayyim, Madarij al-Salikin, ed. Muhammad
Mahmud al-Filali (Kairo: Maktabah Dar al-Turath, 1980), 2:112.
[7]
Ibid., 2:115.
[8]
QS. An-Nisa [04] ayat 165.
[9]
Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, ed. Abd al-Rahman
bin Muhammad (Madinah: King Fahd Complex, 2004), 1:213.
[10]
QS. Al-Maidah [05] ayat 44.
[11]
Al-Syatibi, Al-Muwafaqat, ed. Ibrahim bin Musa
(Kairo: Dar Ibn Affan, 1997), 3:312.
[12]
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab Ilmu, Bab
Keutamaan Mengajarkan Al-Qur’an, No. 5027.
[13]
An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Ahmad ibn
Ibrahim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 2:223.
[14]
Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sultaniyyah, ed. Wahbah
al-Zuhaili (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), 175.
[15]
Ibid., 177.
6.
Ulama
dan Dinamika Sosial di Berbagai Zaman
6.1. Peran Ulama dalam Perubahan Sosial
Ulama memiliki peran
penting dalam membentuk dan memengaruhi dinamika sosial di berbagai zaman. Mereka tidak hanya menjadi
penjaga nilai-nilai agama, tetapi juga bertindak sebagai agen perubahan sosial.
Dalam sejarah Islam, ulama berperan sebagai penggerak masyarakat dalam
menghadapi tantangan zaman, termasuk kolonialisme, modernisasi, dan
globalisasi.
Pada masa awal
Islam, Rasulullah Saw memposisikan ulama sebagai pewaris tugas kenabian dalam
menyebarkan ajaran Islam dan menjaga keutuhan umat.¹ Dalam konteks ini, ulama
mengambil peran sebagai pemimpin moral dan intelektual masyarakat, membimbing
umat dalam menghadapi tantangan spiritual dan sosial.²
Pada masa kekhalifahan,
ulama seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berkontribusi dalam pembentukan
sistem hukum Islam yang menjadi panduan masyarakat. Imam Syafi’i dalam Al-Risalah
menekankan pentingnya kaidah fikih sebagai solusi atas persoalan-persoalan
masyarakat yang terus berkembang.³
Di era kolonial,
ulama seperti Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) di Indonesia berperan sebagai pelopor
pergerakan melawan penjajahan melalui dakwah dan pendidikan.⁴ Ulama dalam
konteks ini bertindak sebagai pemimpin sosial yang menginspirasi masyarakat
untuk melawan penindasan dan membangun kemandirian umat.⁵
6.2. Tantangan Ulama dalam Era Modern
Pada era modern,
ulama menghadapi tantangan yang lebih kompleks, termasuk globalisasi,
sekularisasi, dan perkembangan teknologi. Teknologi informasi, misalnya, membuka akses luas terhadap berbagai sumber
pengetahuan, tetapi juga menimbulkan tantangan dalam menjaga otoritas ilmu
agama di tengah banjir informasi yang tidak terverifikasi.⁶
Ulama saat ini harus
mampu beradaptasi dengan
perkembangan zaman tanpa mengkompromikan prinsip-prinsip syariat. Yusuf
al-Qaradawi dalam Fiqh al-Awlawiyyat menyebutkan
bahwa ulama harus memahami prioritas umat, sehingga dapat memberikan solusi
yang relevan dengan kondisi sosial dan budaya yang terus berubah.⁷
6.3. Kritik terhadap Ulama dalam Kehidupan Publik
Kritik terhadap
ulama dalam kehidupan publik sering kali muncul terkait dengan peran mereka
dalam politik dan ekonomi. Beberapa ulama dituduh terlalu terlibat dalam kekuasaan politik, sehingga
kehilangan independensi dan otoritas moral mereka.⁸ Ibn Khaldun dalam Muqaddimah
memperingatkan bahaya kedekatan ulama dengan penguasa, yang dapat mengurangi
kredibilitas mereka di mata umat.⁹
Namun, ulama yang
ideal adalah mereka yang mampu menyeimbangkan peran sebagai penasehat penguasa
dengan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat. Dalam sejarah Islam, ulama
seperti Imam Ahmad bin Hanbal menunjukkan keteguhan dalam mempertahankan prinsip agama meskipun harus menghadapi
tekanan politik selama peristiwa Mihnah (pengujian akidah).¹⁰
6.4. Ulama sebagai Agen Rekonsiliasi Sosial
Di tengah perpecahan
sosial dan konflik di berbagai belahan dunia Muslim, ulama juga memainkan peran
sebagai agen rekonsiliasi. Ulama memiliki tanggung jawab untuk memperkuat
ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan mencegah perpecahan di tengah umat.
QS. Al-Hujurat [49] ayat 10 menegaskan bahwa orang-orang beriman adalah
bersaudara, dan ulama memiliki tanggung jawab untuk menjaga persatuan ini.¹¹
Al-Mawardi dalam Adab
al-Dunya wa al-Din menyebutkan bahwa ulama harus menjadi penghubung
antara berbagai kelompok masyarakat,
mempromosikan dialog, dan mendorong rekonsiliasi untuk mencapai harmoni
sosial.¹²
Kesimpulan
Ulama memiliki peran
yang strategis dalam dinamika sosial di berbagai zaman. Mereka bukan hanya
penjaga nilai-nilai agama, tetapi juga pemimpin masyarakat yang mampu menjawab
tantangan sosial, politik, dan budaya. Peran ini menuntut ulama untuk memiliki
integritas, pemahaman yang mendalam tentang agama, serta kemampuan beradaptasi
dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensi syariat Islam.
Catatan Kaki
[1]
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Ilmu, Bab
Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.
[2]
An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Ahmad ibn
Ibrahim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 2:141.
[3]
Al-Syafi’i, Al-Risalah, ed. Ahmad Muhammad
Syakir (Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1940), 23.
[4]
Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1984), 1:12.
[5]
Azyumardi Azra, The Origins of Islamic Reformism in Southeast
Asia (Honolulu: University of Hawai'i Press, 2004), 34-36.
[6]
Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation
(Oxford: Oxford University Press, 2009), 45.
[7]
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat (Kairo: Dar
al-Shorouq, 1994), 112.
[8]
Ibn Khaldun, Muqaddimah, ed. Abd al-Salam
Cheddadi (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), 376.
[9]
Ibid., 377.
[10]
Ahmad ibn Hanbal, Kitab al-Sunnah, ed. Abdul Aziz bin
Baz (Madinah: Maktabah Salafiyyah, 1987), 243.
[11]
QS. Al-Hujurat [49] ayat 10.
[12]
Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed. Ahmad
Zaki Mansur (Kairo: Dar al-Fikr, 1980), 143.
7.
Kajian
Modern tentang Ulama dalam Jurnal Ilmiah Islami
7.1. Studi Kontemporer tentang Peran Ulama
Kajian modern
tentang ulama dalam jurnal-jurnal ilmiah Islami menyoroti peran mereka sebagai penggerak utama dalam mempertahankan
nilai-nilai Islam di tengah perubahan global. Beberapa penelitian menyoroti
transformasi peran ulama dari sekadar ahli agama menjadi pemimpin intelektual
yang menjawab tantangan sosial, politik, dan ekonomi.¹ Dalam jurnal Islamic
Studies, ulama digambarkan sebagai sosok yang harus mampu
beradaptasi dengan dinamika zaman tanpa kehilangan otoritas keilmuan mereka.²
Salah satu isu yang
sering dibahas dalam jurnal ilmiah adalah bagaimana ulama menghadapi
globalisasi dan teknologi. Sebuah artikel dalam Journal of Muslim Minority Affairs
menggarisbawahi pentingnya ulama dalam menggunakan media digital untuk mendidik
umat dan melawan penyebaran informasi palsu tentang Islam.³ Dalam konteks ini,
ulama dituntut untuk menguasai teknologi komunikasi modern sebagai alat dakwah
dan pembinaan umat.⁴
7.2. Kontribusi Ulama terhadap Pendidikan dan Ekonomi
Islam
Kajian modern juga
menyoroti kontribusi ulama dalam pengembangan pendidikan Islam. Dalam Journal
of Islamic Education, peran ulama dalam membangun sistem pendidikan
yang berintegrasi antara ilmu agama dan ilmu duniawi dianggap sangat penting
untuk menciptakan generasi Muslim
yang kompeten di berbagai bidang.⁵ Ulama harus menjadi katalis dalam
menghidupkan kembali tradisi keilmuan Islam melalui pengajaran dan pembimbingan
yang relevan dengan kebutuhan umat.⁶
Selain itu, ulama
memiliki kontribusi yang signifikan dalam pengembangan ekonomi Islam. Dalam International
Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, ulama
disebut sebagai aktor kunci dalam merumuskan prinsip-prinsip ekonomi syariah
yang mendasari praktik perbankan Islam.⁷
Mereka juga berperan dalam mengawasi produk keuangan syariah agar tetap sesuai
dengan prinsip-prinsip syariat.⁸
7.3. Relevansi Konsep Ulama dengan Dunia Modern
Kajian dalam
jurnal-jurnal ilmiah juga membahas bagaimana ulama dapat tetap relevan dalam
dunia modern. Dalam The Muslim World, ulama disebut
sebagai jembatan antara tradisi Islam dan tantangan kontemporer.⁹ Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi
ulama adalah bagaimana menjawab isu-isu kontemporer seperti hak asasi manusia,
gender, dan pluralisme agama tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar Islam.¹⁰
Sebagai contoh,
Yusuf al-Qaradawi melalui berbagai tulisan dan fatwanya menunjukkan bagaimana
ulama dapat memberikan solusi berbasis syariat terhadap masalah-masalah
kontemporer, seperti lingkungan, hak-hak perempuan, dan keadilan sosial.¹¹
Dalam konteks ini, ulama dituntut untuk memiliki wawasan global, pemahaman
mendalam tentang syariat, dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan berbagai
kalangan.¹²
7.4. Kritik terhadap Ulama dalam Jurnal Ilmiah
Kajian ilmiah juga
mengkritisi sebagian ulama yang terlalu terpolarisasi antara dua kutub: konservatisme ekstrem dan liberalisme yang
berlebihan.¹³ Dalam jurnal Contemporary Islam, peneliti
mencatat bahwa beberapa ulama terjebak dalam konflik internal umat Islam yang
menyebabkan fragmentasi sosial.¹⁴ Kritik ini menunjukkan bahwa ulama perlu
memainkan peran lebih besar dalam menyatukan umat dan menghindari keterlibatan
dalam polemik yang tidak produktif.¹⁵
Kesimpulan
Kajian modern dalam
jurnal-jurnal ilmiah Islami menegaskan bahwa ulama memiliki peran yang sangat
strategis dalam membimbing umat di tengah perubahan sosial, politik, dan
ekonomi yang cepat. Dengan menguasai teknologi, memberikan kontribusi dalam
pendidikan dan ekonomi Islam, serta tetap relevan dalam menghadapi isu-isu
kontemporer, ulama dapat terus menjadi
sumber otoritas yang dihormati di tengah masyarakat Muslim global.
Catatan Kaki
[1]
Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation
(Oxford: Oxford University Press, 2009), 21.
[2]
Fathi Osman, "The Role of Scholars in Modern Islam," Islamic
Studies 36, no. 2 (1997): 123–125.
[3]
M. S. Hussain, "Media and the Representation of Islam," Journal
of Muslim Minority Affairs 25, no. 3 (2005): 213–214.
[4]
Ibid., 216.
[5]
Mohamed A. Fadzil, "Integration of Knowledge: The Role of Islamic
Education," Journal of Islamic Education 12,
no. 1 (2019): 89–91.
[6]
Ibid., 93.
[7]
Mervyn K. Lewis, "Islamic Banking and Finance," International
Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management 2, no.
3 (2009): 210–212.
[8]
Ibid., 214.
[9]
Abdullah Saeed, "Ulama and Modern Challenges," The
Muslim World 87, no. 4 (1997): 295–297.
[10]
Ibid., 299.
[11]
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat (Kairo: Dar
al-Shorouq, 1994), 67–69.
[12]
Ibid., 71.
[13]
Mona Siddiqui, "Contemporary Challenges for Muslim Scholars,"
Contemporary
Islam 4, no. 3 (2010): 153–156.
[14]
Ibid., 158.
[15]
Ibid., 160.
8.
Penutup
8.1. Kesimpulan
Kajian tentang ulama
dalam perspektif Al-Qur'an dan Hadits, yang diperkuat dengan analisis tafsir
klasik, kitab-kitab klasik, dan referensi ilmiah Islami, menunjukkan bahwa
ulama memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Mereka adalah pewaris para nabi,
penjaga ilmu, dan pembimbing umat menuju kehidupan yang diridhai Allah.¹ Dalam
Al-Qur'an, ulama digambarkan sebagai individu yang takut kepada Allah karena
ilmunya (QS. Fathir [35] ayat 28), sementara dalam Hadits, ulama disebut
sebagai pemegang amanah ilmu yang diwariskan dari para nabi.² Tafsir dan kitab
klasik memperkaya pemahaman ini dengan menekankan karakteristik ulama yang
sejati, seperti integritas, hikmah, dan kemampuan untuk mengintegrasikan ilmu
dengan amal.³
Dalam dinamika
sosial, ulama telah memainkan peran strategis sebagai agen perubahan dan
penjaga moralitas umat di berbagai zaman.⁴ Mereka mampu menavigasi tantangan
sosial, politik, dan ekonomi dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip Islam.
Kajian modern dalam jurnal-jurnal ilmiah Islami menyoroti bagaimana ulama dapat
tetap relevan di era globalisasi dan teknologi dengan menguasai alat-alat
modern untuk mendidik umat dan mempromosikan nilai-nilai Islam.⁵
8.2. Rekomendasi
Untuk memperkuat
peran ulama dalam membimbing umat di masa depan, beberapa langkah strategis
perlu dipertimbangkan:
1)
Peningkatan Kompetensi
Keilmuan Ulama
Ulama perlu terus memperbarui pengetahuan mereka,
tidak hanya dalam ilmu agama tetapi juga dalam bidang-bidang yang relevan
dengan tantangan kontemporer, seperti teknologi, ekonomi, dan hubungan
internasional.⁶
2)
Integrasi Ilmu dan
Teknologi dalam Dakwah
Ulama diharapkan memanfaatkan teknologi
komunikasi modern untuk menyebarkan ilmu Islam secara luas dan melawan
misinformasi tentang agama.⁷
3)
Pendidikan Regenerasi
Ulama
Institusi pendidikan Islam harus memberikan
perhatian khusus pada pembinaan generasi ulama yang memiliki integritas,
keikhlasan, dan kemampuan untuk menjawab kebutuhan umat di era modern.⁸
4)
Memperkuat Kerja Sama
Antar Ulama
Ulama perlu mempererat kerja sama antar kelompok
dan institusi Islam untuk memperkuat persatuan umat dan mencegah fragmentasi
sosial.⁹
8.3. Doa Penutup
Semoga pembahasan
ini dapat menjadi pendorong untuk memperkuat pemahaman umat tentang peran dan
tanggung jawab ulama dalam Islam. Harapan kami, ulama dapat terus menjadi
teladan dalam menjaga keutuhan ajaran Islam dan membimbing umat menuju
kehidupan yang penuh berkah dan keberkahan.
Catatan Kaki
[1]
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Kitab Ilmu, Bab
Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.
[2]
QS. Fathir [35] ayat 28.
[3]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, ed. Muhammad Abdul
Hadi Abu Rida (Kairo: Dar al-Salam, 1998), 1:56.
[4]
Abdullah Saeed, "Ulama and Modern Challenges," The
Muslim World 87, no. 4 (1997): 295–297.
[5]
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat (Kairo: Dar
al-Shorouq, 1994), 67–69.
[6]
Tariq Ramadan, Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation
(Oxford: Oxford University Press, 2009), 45.
[7]
M. S. Hussain, "Media and the Representation of Islam," Journal
of Muslim Minority Affairs 25, no. 3 (2005): 213–214.
[8]
Mohamed A. Fadzil, "Integration of Knowledge: The Role of Islamic
Education," Journal of Islamic Education 12,
no. 1 (2019): 89–91.
[9]
Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed. Ahmad
Zaki Mansur (Kairo: Dar al-Fikr, 1980), 143.
Daftar Pustaka
Abu Dawud. (n.d.). Sunan Abi Dawud. Kitab
Ilmu, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu, No. 3641.
Al-Ghazali. (1998). Ihya Ulumuddin (M. A. H.
Abu Rida, Ed.). Kairo: Dar al-Salam.
Al-Mawardi. (1980). Adab al-Dunya wa al-Din
(A. Z. Mansur, Ed.). Kairo: Dar al-Fikr.
Al-Qaradawi, Y. (1994). Fiqh al-Awlawiyyat.
Kairo: Dar al-Shorouq.
Al-Syafi’i. (1940). Al-Risalah (A. M.
Syakir, Ed.). Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi.
Fadzil, M. A. (2019). Integration of Knowledge: The
Role of Islamic Education. Journal of Islamic Education, 12(1), 89–91.
Hussain, M. S. (2005). Media and the Representation
of Islam. Journal of Muslim Minority Affairs, 25(3), 213–214.
Ibn Khaldun. (1992). Muqaddimah (A. S.
Cheddadi, Ed.). Beirut: Dar al-Fikr.
Mohamed, A. (2009). Islamic Banking and Finance. International
Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 2(3),
210–214.
Osman, F. (1997). The Role of Scholars in Modern
Islam. Islamic Studies, 36(2), 123–125.
Ramadan, T. (2009). Radical Reform: Islamic
Ethics and Liberation. Oxford: Oxford University Press.
Saeed, A. (1997). Ulama and Modern Challenges. The
Muslim World, 87(4), 295–299.
Siddiqui, M. (2010). Contemporary Challenges for
Muslim Scholars. Contemporary Islam, 4(3), 153–160.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar