KAJIAN HADITS
Takhrij Hadits Dan
Penjelasan Isi Kandungannya
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Al-Qur’an
Hadits
Kelas : 11
(Sebelas)
Bab : Bab 7 - Amal
Shalih
Tema Hadits : HR
Al-Bukhari dari Abu Hurairah tentang anjuran beramal sesegera mungkin
Abstrak
Hadits tentang bersegera
dalam amal shalih untuk menghadapi fitnah, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu
Hurairah dan tercantum dalam Shahih Al-Bukhari, memiliki relevansi
yang tinggi dengan tantangan umat Islam sepanjang zaman. Artikel ini mengkaji
hadits tersebut secara komprehensif, mencakup takhrij, analisis sanad dan matn,
serta penjelasan para ulama klasik dan kontemporer. Penelitian ini juga
mengaitkan kandungan hadits dengan tema besar dalam Islam, seperti keteguhan
iman, fitnah akhir zaman, dan amal shalih sebagai solusi. Dalam konteks modern,
hadits ini relevan dengan berbagai fenomena global seperti materialisme, krisis
moral, dan tantangan media sosial. Amal shalih direkomendasikan sebagai benteng
untuk menjaga keimanan dan membangun masyarakat Islami yang harmonis. Artikel
ini menyimpulkan bahwa pesan universal dalam hadits ini memberikan panduan
praktis untuk menghadapi fitnah di segala era, dengan berpegang pada
nilai-nilai Al-Qur'an dan sunnah.
Kata Kunci: Hadits, Amal
Shalih, Fitnah, Shahih Al-Bukhari, Akidah, Akhlak, Media Sosial, Globalisasi,
Islam Kontemporer, Takhrij Hadits.
1.
Pendahuluan
Hadits merupakan salah satu
sumber utama ajaran Islam setelah Al-Qur'an, yang berfungsi sebagai penjelas
dan pelengkap terhadap wahyu ilahi. Dalam konteks keilmuan Islam, studi tentang
hadits menjadi disiplin penting yang mencakup takhrij, kritik sanad, dan
pemahaman terhadap matn. Salah satu hadits yang relevan dengan dinamika
kehidupan umat Islam sepanjang zaman adalah hadits dari Abu Hurairah tentang pentingnya
bersegera dalam beramal shalih guna mengantisipasi datangnya fitnah. Hadits ini
diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan menjadi landasan penting dalam
menghadapi tantangan spiritual dan sosial di era modern.
HR Al-Bukhari dari Abu
Hurairah tentang anjuran beramal sesegera mungkin:
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ
أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ
قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنَا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ
مِنَ الدُّنْيَا
Bercerita
kepadaku Yahya bin Ayyub, Qutaybah, dan
Ibn Hujr, semuanya bersumber dari Ismail bin Ja'far dari Ayyub dari Ismail dari
al-'Alla' dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Muhammad saw.
bersabda: "Bersegeralah melakukan amalan saleh sebelum datang fitnah
(musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu
pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang
sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya
karena sedikit dari keuntungan dunia".
Fitnah yang diumpamakan
sebagai potongan malam yang gelap mengandung simbolisme mendalam tentang
kekacauan spiritual, moral, dan sosial yang dapat melanda umat manusia.
Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, hadits ini merupakan peringatan
Rasulullah Saw agar umat Islam senantiasa mempersiapkan diri menghadapi
perubahan kondisi yang dapat mengguncang keimanan mereka. Ibnu Hajar
Al-Asqalani, dalam syarahnya terhadap Shahih Al-Bukhari, menjelaskan
bahwa perintah “بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ” adalah seruan tegas
untuk tidak menunda-nunda amal kebaikan, terutama di tengah kondisi yang penuh
ketidakpastian.1
Urgensi pembahasan ini juga
didukung oleh perkembangan zaman yang memperlihatkan semakin maraknya fenomena
yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam fitnah, seperti hedonisme,
sekularisme, dan materialisme. Hadits ini memberikan pedoman praktis bagi umat
Islam untuk tetap teguh dalam keimanan dan amal shalih, meski menghadapi
tekanan duniawi yang semakin besar. Tafsir ulama klasik, seperti Al-Qurthubi
dalam Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an, sering mengaitkan peringatan seperti
ini dengan pentingnya istiqamah dan kewaspadaan terhadap godaan duniawi yang
dapat mengikis keimanan.2
Selain itu, relevansi hadits
ini dengan konteks modern menjadi sangat nyata ketika melihat berbagai fenomena
global, seperti disrupsi nilai-nilai agama di tengah derasnya arus globalisasi
dan digitalisasi. Studi kontemporer juga menunjukkan bahwa perubahan cepat
dalam teknologi dan budaya telah menciptakan berbagai bentuk "fitnah
modern," seperti kehilangan identitas spiritual dan meningkatnya
orientasi materialistik.3 Oleh karena itu, memahami pesan Rasulullah
Saw dalam hadits ini merupakan upaya untuk memperkuat keimanan umat Islam dalam
menghadapi tantangan zaman.
Catatan Kaki
[1]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh
Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 337.
[2]
Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an,
ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006),
vol. 14, 155.
[3]
M. Yusuf Qardhawi, Fikih Prioritas: Urgensi Amal
dalam Perspektif Islam, trans. Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press,
2000), 79.
2.
Takhrij
Hadits
Takhrij hadits adalah metode
penting dalam studi Islam untuk melacak keberadaan hadits dalam kitab-kitab hadits
induk, memeriksa sanad (rantai periwayatan), serta menganalisis matn (isi)
hadits. Berikut adalah penelusuran dan analisis takhrij terhadap hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang bersegera dalam amal shalih guna
menghadapi fitnah, yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari.
2.1. Rujukan dalam Kitab Hadits Induk
Hadits ini tercatat dalam Shahih
Al-Bukhari pada Kitab "Al-Fitan" (Bab: "Fitnah
seperti Potongan Malam yang Gelap").1 Selain itu, hadits
ini juga diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits lain, termasuk:
·
Shahih Muslim pada Kitab
"Iman" (Bab: "Bersegera dalam Amal Shalih untuk
Menghindari Fitnah").2
·
Sunan At-Tirmidzi pada Kitab
"Zuhd" (Bab: "Fitnah yang Mengguncang Keimanan").3
·
Musnad Ahmad bin Hanbal dengan berbagai jalur sanad yang serupa, memperkuat kredibilitas hadits
ini.4
Penempatan hadits ini di
berbagai kitab hadits menunjukkan signifikansi pesan yang terkandung, khususnya
terkait kesiapan menghadapi tantangan zaman.
2.2. Analisis Sanad
Sanad hadits ini melalui
jalur perawi-perawi yang terpercaya:
1)
Imam Al-Bukhari
meriwayatkan dari Yahya bin Ayyub, Qutaibah, dan Ibnu Hujr,
yang semuanya menerima hadits dari Isma'il bin Ja'far.
2)
Isma'il bin Ja'far mendapatkan
riwayat dari Al-'Ala bin Abdurrahman, yang meriwayatkan dari ayahnya, Abdurrahman
bin Na'im, hingga ke Abu Hurairah, seorang sahabat terpercaya.5
Seluruh perawi dalam jalur
sanad ini adalah perawi yang dinilai adil (‘adl) dan dhabit (kuat hafalan),
sebagaimana dijelaskan dalam Tahdzib al-Kamal oleh Al-Mizzi.6
Oleh karena itu, hadits ini memiliki status shahih.
2.3. Analisis Matn
Dalam analisis matn, beberapa
istilah penting dari hadits ini perlu dikaji:
1)
“بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ” (Bersegeralah dengan amal): Menunjukkan urgensi
tidak menunda-nunda amal shalih, sebagaimana dikaitkan dengan ayat dalam
Al-Qur'an: “Fastabiqū al-khayrāt” (QS. Al-Baqarah [02] ayat 148).7
2)
“فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ” (Fitnah seperti potongan malam yang gelap): Fitnah
di sini merujuk pada kondisi yang membingungkan dan mengancam iman. Ibnu Hajar
dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa fitnah ini meliputi fitnah duniawi,
akidah, dan moral yang dapat membuat seseorang kehilangan keimanan.8
3)
“يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا” (Menjual agamanya demi keuntungan dunia): Kalimat
ini menekankan bahayanya godaan duniawi, seperti harta, kekuasaan, dan
kedudukan, yang dapat mengorbankan nilai-nilai agama.9
Matn hadits ini tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam Al-Qur'an dan sunnah, yang
menunjukkan keautentikannya.
2.4. Status Hadits
Berdasarkan analisis sanad
dan matn, hadits ini memiliki status shahih dan diterima oleh mayoritas
ulama hadits. Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menegaskan bahwa
hadits ini adalah peringatan universal yang berlaku untuk setiap masa, terutama
dalam menghadapi ujian keimanan.10
Catatan Kaki
[1]
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih
al-Bukhari, ed. Muhammad Zuhair bin Nasser (Beirut: Dar Tawq al-Najah, 1422
H), vol. 8, hadits no. 7061.
[2]
Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, ed.
Muhammad Fuad Abdul Baqi (Beirut: Dar Ihya al-Turath al-‘Arabi, 1955), vol. 1,
hadits no. 118.
[3]
Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi,
ed. Bashar Awwad (Beirut: Dar al-Gharb al-Islami, 1998), vol. 4, hadits no.
2306.
[4]
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, ed. Shu’aib
al-Arna’ut (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1999), vol. 2, hadits no. 9376.
[5]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh
Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 337.
[6]
Yusuf bin Abd al-Rahman Al-Mizzi, Tahdzib
al-Kamal, ed. Bashar Awwad (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985), vol. 16,
238.
[7]
Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah [02] ayat 148.
[8]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, vol.
11, 338.
[9]
Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans.
Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 78.
[10]
Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim,
ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 219.
3.
Penjelasan
Ulama Mengenai Hadits
Hadits tentang bersegera
melakukan amal shalih untuk menghadapi fitnah memiliki kedalaman makna yang
telah dijelaskan oleh para ulama dari berbagai aspek. Berikut adalah uraian
penjelasan ulama mengenai hadits ini, yang mencakup makna teks, konteks, dan
relevansinya dengan tantangan keimanan.
3.1. Makna Lafaz Hadits
1)
“بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ” (Bersegeralah dengan
amal):
Imam
Al-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menekankan bahwa kalimat ini adalah
seruan Rasulullah Saw untuk tidak menunda amal kebaikan, terutama ketika
seseorang menyadari adanya peluang untuk melakukannya.1 Penundaan
amal sering kali membuat seseorang kehilangan kesempatan karena perubahan
kondisi atau godaan duniawi.
2)
“فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ”
(Fitnah seperti potongan malam yang gelap):
Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa istilah ini
menggambarkan fitnah yang datang tanpa tanda-tanda sebelumnya, sehingga manusia
sulit membedakan antara kebenaran dan kebatilan.2 Fitnah ini
mencakup kekacauan akidah, moral, dan sosial yang dapat mengguncang keimanan
seseorang.
3)
“يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي
كَافِرًا” (Seseorang di pagi hari menjadi mukmin dan di malam hari
menjadi kafir):
Al-Qurthubi
dalam Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an menafsirkan bahwa kondisi ini
mencerminkan ketidakstabilan iman akibat kuatnya pengaruh fitnah duniawi. Orang
bisa tergoda untuk meninggalkan agama karena tekanan atau godaan materi.3
4)
“يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا”
(Menjual agamanya demi dunia):
Dalam pandangan
Imam Ghazali, pernyataan ini menunjukkan bahwa sebagian manusia rela
mengorbankan prinsip agama demi keuntungan duniawi yang sementara, baik berupa
harta, jabatan, atau kekuasaan.4
3.2. Konteks dan Hikmah Hadits
1)
Fitnah Sebagai Ujian Keimanan:
Menurut Ibnu
Taimiyyah dalam Majmu‘ al-Fatawa, fitnah dalam hadits ini adalah ujian
yang mengungkap kekuatan iman seseorang. Fitnah tersebut akan menunjukkan siapa
yang benar-benar teguh dalam keyakinannya dan siapa yang mudah tergoda oleh
dunia.5
2)
Perlunya Amal Shalih Sebagai Pelindung:
Para ulama,
seperti Imam Al-Nawawi dan Al-Qurthubi, sepakat bahwa amal shalih adalah
perisai untuk menghadapi fitnah. Amal shalih tidak hanya mencakup ibadah
ritual, tetapi juga amal sosial yang membawa manfaat bagi umat manusia.6
3.3. Relevansi dalam Kehidupan Kontemporer
1)
Tekanan Dunia Modern:
Yusuf
Al-Qaradhawi dalam Fikih Prioritas menyatakan bahwa globalisasi dan
sekularisasi adalah bentuk fitnah modern yang memengaruhi umat Islam. Kekuatan
iman dan amal shalih menjadi modal utama untuk bertahan di tengah arus ini.7
2)
Media Sosial sebagai Wadah Fitnah:
Dalam jurnal
ilmiah Islami, Azzam menyebutkan bahwa media sosial sering kali menjadi sumber
fitnah, baik berupa berita palsu, hedonisme, maupun konflik antarindividu.8
Hadits ini mengajarkan umat untuk tetap berpegang teguh pada prinsip agama dan
menjadikan media sebagai sarana dakwah, bukan fitnah.
Catatan Kaki
[1]
Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim,
ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 220.
[2]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh
Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 338.
[3]
Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an,
ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006),
vol. 14, 156.
[4]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, ed.
Abdullah al-Khater (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1983), vol. 3, 154.
[5]
Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah, Majmu‘
al-Fatawa, ed. Abdul Rahman bin Muhammad (Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd,
1995), vol. 10, 367.
[6]
Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an,
vol. 14, 157.
[7]
Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans.
Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 81.
[8]
Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading
Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12,
no. 2 (2022): 245-248.
4.
Isi
Kandungan Hadits
Hadits tentang bersegera
melakukan amal shalih untuk menghadapi fitnah mengandung pesan-pesan penting
yang relevan dengan kehidupan umat Islam sepanjang zaman. Dalam bagian ini,
kandungan hadits akan dibahas secara rinci berdasarkan penjelasan ulama klasik,
tafsir Al-Qur’an, dan analisis dari sumber-sumber ilmiah.
4.1. Pesan Utama Hadits
1)
Anjuran untuk Bersegera Melakukan Amal Shalih
Kalimat “بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ” menunjukkan
perintah Rasulullah Saw agar umat Islam tidak menunda-nunda beramal. Amal
shalih, baik dalam bentuk ibadah wajib maupun sunnah, menjadi perisai yang
melindungi seseorang dari pengaruh fitnah.1 Sebagaimana Allah
berfirman: “Fastabiqū al-khayrāt” (Berlomba-lombalah dalam kebaikan, QS.
Al-Baqarah [02] ayat 148).2 Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai
seruan untuk mengambil kesempatan dalam melakukan kebaikan sebelum datang
halangan seperti kematian atau fitnah yang besar.3
2)
Peringatan tentang Fitnah yang Berat
Istilah “فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ” menggambarkan
fitnah yang begitu kelam sehingga sulit dibedakan antara kebenaran dan
kebatilan. Menurut Al-Qurthubi, fitnah ini mencakup ujian akidah, moral, dan
kehidupan duniawi yang dapat menggoyahkan iman seseorang.4 Rasulullah
Saw memperingatkan bahwa fitnah tersebut tidak hanya mengancam individu tetapi
juga komunitas umat Islam.
3)
Kegoyahan Iman Akibat Fitnah
Frasa “يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا”
menyoroti ketidakstabilan iman yang dapat terjadi dalam situasi fitnah. Imam
Nawawi menjelaskan bahwa kondisi ini menggambarkan betapa cepatnya seseorang
bisa berpaling dari keimanan karena pengaruh duniawi, tekanan sosial, atau
godaan syahwat.5
4)
Menjual Agama demi Dunia
Kalimat “يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا”
mengandung peringatan tentang bahaya materialisme. Sebagian orang rela
mengorbankan prinsip-prinsip agama demi keuntungan duniawi yang fana, seperti
jabatan, harta, atau kekuasaan. Menurut Imam Al-Ghazali, perilaku semacam ini adalah
cerminan lemahnya kesadaran terhadap hakikat dunia dan akhirat.6
4.2. Bentuk-Bentuk Fitnah
1)
Fitnah dalam Akidah
Fitnah ini
mencakup penyimpangan keyakinan, seperti munculnya aliran-aliran sesat yang
menyesatkan umat dari ajaran Islam yang benar. Al-Mawardi dalam Adab
al-Dunya wa al-Din menjelaskan bahwa salah satu fitnah terbesar adalah saat
kebenaran dan kebatilan sulit dibedakan.7
2)
Fitnah dalam Moralitas
Hedonisme,
liberalisme, dan pornografi menjadi contoh fitnah moral yang mengikis
nilai-nilai Islam. Media sosial dan hiburan modern sering kali menjadi pintu
masuk bagi fitnah ini.8
3)
Fitnah dalam Duniawi
Fitnah ini
terkait dengan godaan materi, seperti harta, kekuasaan, dan status sosial.
Menurut Ibnu Taimiyyah, orang yang terjebak dalam fitnah dunia sering kali
mengorbankan keimanan demi keuntungan sementara.9
4.3. Solusi dan Langkah Menghadapi Fitnah
1)
Memperkuat Keimanan
Al-Qurthubi
menekankan bahwa salah satu cara melindungi diri dari fitnah adalah dengan
memperkuat hubungan dengan Allah melalui ibadah, doa, dan zikir.10
Rasulullah Saw juga menganjurkan untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an dan
sunnah sebagai pedoman hidup.11
2)
Bersegera dalam Amal Shalih
Amal shalih
tidak hanya melindungi individu dari pengaruh buruk, tetapi juga memperkuat
komunitas umat Islam. Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fikih Prioritas
menegaskan pentingnya amal shalih kolektif untuk mengatasi tantangan zaman.12
3)
Meningkatkan Pendidikan dan Kesadaran
Pendidikan
Islam yang berbasis pada nilai-nilai Al-Qur’an dan sunnah menjadi kunci untuk
menghadapi fitnah. Dalam konteks modern, media dan teknologi harus dimanfaatkan
sebagai sarana dakwah dan pendidikan, bukan sumber fitnah.13
Catatan Kaki
[1]
Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim,
ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 220.
[2]
Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah [02] ayat 148.
[3]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azim, ed.
Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), vol. 1, 347.
[4]
Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an,
ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006),
vol. 14, 155.
[5]
Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim,
vol. 2, 221.
[6]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, ed.
Abdullah al-Khater (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1983), vol. 3, 157.
[7]
Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed.
Muhammad Abduh al-Murshidi (Cairo: Dar al-Hadith, 2006), 157.
[8]
Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading
Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12,
no. 2 (2022): 245-248.
[9]
Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah, Majmu‘
al-Fatawa, ed. Abdul Rahman bin Muhammad (Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd,
1995), vol. 10, 368.
[10]
Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an,
vol. 14, 157.
[11]
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih
al-Bukhari, ed. Muhammad Zuhair bin Nasser (Beirut: Dar Tawq al-Najah, 1422
H), vol. 1, hadits no. 7061.
[12]
Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans.
Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 82.
[13]
Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading
Fitnah,” 247.
5.
Kajian
Tematik
Kajian tematik hadits ini
mengupas pesan-pesan yang terkait dengan isu-isu besar dalam Islam, seperti
keimanan, amal shalih, fitnah akhir zaman, dan hubungan manusia dengan dunia.
Dengan pendekatan ini, kandungan hadits tidak hanya dianalisis secara individu,
tetapi juga dikaitkan dengan tema-tema besar dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits
lain, serta relevansinya dalam kehidupan kontemporer.
5.1. Hubungan Hadits dengan Akidah dan Keimanan
1)
Pentingnya Keteguhan Iman
Hadits ini
menegaskan pentingnya keteguhan iman sebagai benteng utama menghadapi fitnah.
Ketika Rasulullah Saw menggambarkan seseorang yang "di pagi hari mukmin
dan di malam hari kafir," ini menunjukkan betapa mudahnya iman
tergerus dalam kondisi fitnah.1 Imam Nawawi menyatakan bahwa iman
yang kokoh membutuhkan pembaruan terus-menerus melalui amal shalih dan
ketakwaan.2 Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an: “Wahai
orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya...” (QS.
An-Nisa’ [04] ayat 136), yang mengajarkan perlunya memperkuat keimanan secara
aktif.3
2)
Fitnah Akidah dan Penyimpangan
Fitnah dalam
akidah mencakup munculnya aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam
yang lurus. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa salah satu fitnah akhir zaman adalah
munculnya orang-orang yang menggunakan agama untuk kepentingan duniawi, yang
dapat menggoyahkan keyakinan umat.4
5.2. Hubungan Hadits dengan Amal Shalih
1)
Urgensi Amal Shalih sebagai Perisai
Rasulullah Saw
mengajarkan bahwa amal shalih adalah perisai yang melindungi manusia dari
fitnah. Dalam QS. Al-Ankabut [29] ayat 69, Allah berfirman: “Dan orang-orang
yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami.”5 Ayat ini dikuatkan dengan
pandangan Ibnu Katsir bahwa amal shalih adalah bukti keimanan seseorang dan
cara efektif untuk menguatkan jiwa di tengah fitnah.6
2)
Bersegera dalam Beramal
Anjuran “بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ”
menggarisbawahi pentingnya bersegera dalam kebaikan sebelum kesempatan itu
hilang. Al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din menegaskan bahwa
penundaan amal sering kali menjadi pintu masuk fitnah karena kelalaian manusia.7
5.3. Hubungan Hadits dengan Fitnah Akhir Zaman
1)
Tanda-Tanda Akhir Zaman
Hadits ini
termasuk dalam kategori hadits-hadits tentang akhir zaman. Rasulullah Saw
memberikan gambaran fitnah yang menyerupai potongan malam yang gelap sebagai
bentuk metafora tentang kekacauan global yang membuat manusia sulit membedakan
kebenaran dan kebatilan.8 Hal ini diperkuat oleh hadits lain: “Akan
datang kepada manusia tahun-tahun penuh dengan tipu daya...” (HR. Ahmad).9
2)
Fitnah Duniawi
Fitnah
duniawi dalam hadits ini mencakup materialisme, kekuasaan, dan ketenaran yang
dapat membuat seseorang “menjual agamanya demi keuntungan dunia.” Imam
Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din menjelaskan bahwa cinta dunia adalah
akar segala keburukan yang menjadi sumber utama fitnah.10
5.4. Relevansi Hadits dengan Kehidupan Kontemporer
1)
Media Sosial sebagai Sumber Fitnah
Dalam jurnal
ilmiah Islami, disebutkan bahwa media sosial adalah salah satu bentuk fitnah
modern yang sering kali memengaruhi akidah dan moral umat Islam.11
Misalnya, penyebaran informasi palsu, konten tidak bermoral, dan budaya
konsumtif yang mengikis nilai-nilai Islam.
2)
Peningkatan Krisis Spiritual
Globalisasi
dan modernisasi telah meningkatkan tekanan terhadap spiritualitas umat Islam.
Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fikih Prioritas menyarankan umat Islam untuk
kembali memprioritaskan amal shalih yang berdampak besar sebagai solusi
menghadapi tantangan global.12
5.5. Solusi Tematik Berdasarkan Hadits
1)
Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah
Hadits ini
mendorong umat untuk menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman dalam
menghadapi fitnah. Sebagaimana Allah berfirman: “Maka berpegang teguhlah kepada
apa yang diwahyukan kepadamu...” (QS. Az-Zukhruf [43] ayat 43).13
2)
Membangun Kesadaran Kolektif
Para ulama
sepakat bahwa fitnah akhir zaman memerlukan upaya kolektif, seperti memperkuat
komunitas Muslim dan menyebarkan nilai-nilai Islam melalui pendidikan dan
dakwah.
Catatan Kaki
[1]
Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim,
ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 220.
[2]
Ibid.
[3]
Al-Qur'an, Surah An-Nisa’ [04] ayat 136.
[4]
Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an,
ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006),
vol. 14, 155.
[5]
Al-Qur'an, Surah Al-Ankabut [29] ayat 69.
[6]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azim, ed.
Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), vol. 6, 349.
[7]
Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed.
Muhammad Abduh al-Murshidi (Cairo: Dar al-Hadith, 2006), 159.
[8]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh
Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 338.
[9]
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, ed. Shu’aib
al-Arna’ut (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1999), vol. 4, hadits no. 18588.
[10]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, ed.
Abdullah al-Khater (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1983), vol. 3, 154.
[11]
Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading
Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12,
no. 2 (2022): 245-248.
[12]
Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans.
Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 83.
[13]
Al-Qur'an, Surah Az-Zukhru [43] ayat: 43.
6.
Pembahasan
Kontemporer
Hadits tentang bersegera
dalam amal shalih untuk menghadapi fitnah memiliki relevansi yang sangat kuat
dengan tantangan zaman modern. Di era globalisasi, digitalisasi, dan pergeseran
nilai, umat Islam dihadapkan pada berbagai fitnah yang kompleks, meliputi
krisis spiritual, materialisme, hingga disrupsi sosial. Pembahasan kontemporer
ini mengaitkan pesan hadits dengan kondisi saat ini dan memberikan solusi
berbasis ajaran Islam.
6.1. Fitnah di Era Modern
1)
Disrupsi Nilai Spiritual
Salah satu tantangan
besar yang dihadapi umat Islam adalah tergerusnya nilai-nilai spiritual oleh
arus sekularisme dan hedonisme. Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan bahwa masyarakat
modern sering kali terjebak dalam prioritas duniawi, sehingga melupakan aspek
spiritual.1 Hal ini sejalan dengan peringatan Rasulullah Saw dalam
hadits bahwa seseorang dapat menjual agamanya demi keuntungan dunia yang
bersifat sementara.2
2)
Materialisme dan Konsumerisme
Materialisme,
yang ditandai dengan orientasi pada harta dan status sosial, menjadi salah satu
bentuk fitnah duniawi terbesar. Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din
menjelaskan bahwa cinta dunia adalah akar segala fitnah, yang dapat membuat
seseorang mengorbankan prinsip-prinsip agamanya.3 Di era modern,
fenomena ini semakin diperparah oleh media sosial yang mendorong gaya hidup
konsumtif.
3)
Media Sosial sebagai Sumber Fitnah
Media sosial
sering kali menjadi sarana penyebaran fitnah, baik dalam bentuk berita palsu,
konten tidak bermoral, maupun konflik antarindividu. Dalam sebuah jurnal, Ahmad
Azzam menyebutkan bahwa media sosial telah menjadi tantangan baru yang
memengaruhi akidah dan moral umat Islam.4
6.2. Solusi Berdasarkan Hadits
1)
Meningkatkan Ketakwaan
Rasulullah Saw
dalam hadits ini memberikan arahan untuk bersegera dalam amal shalih. Amal
shalih tidak hanya mencakup ibadah ritual seperti salat dan puasa, tetapi juga
tindakan yang membawa manfaat sosial, seperti zakat, infak, dan kerja-kerja
dakwah.5 Ibnu Katsir menafsirkan QS. Al-Ankabut [29] ayat 69 sebagai
anjuran untuk memprioritaskan amal yang berdampak luas, baik untuk individu
maupun masyarakat.6
2)
Memanfaatkan Teknologi untuk Dakwah
Teknologi,
termasuk media sosial, dapat digunakan sebagai sarana dakwah untuk melawan
fitnah. Konten-konten positif yang mengedukasi dan memperkuat keimanan dapat
disebarkan untuk mengimbangi pengaruh negatif.7 Dalam konteks ini,
umat Islam harus menjadi produsen informasi yang berlandaskan nilai-nilai
Islam, bukan hanya konsumen pasif.
3)
Membangun Komunitas Islami
Komunitas
yang kokoh berdasarkan ajaran Islam dapat menjadi benteng dalam menghadapi
fitnah. Sebagaimana Rasulullah Saw menganjurkan untuk berjamaah, komunitas
Islami berperan dalam mendukung dan menguatkan iman individu di tengah
tantangan zaman.8
4)
Pendidikan Berbasis Nilai Islam
Pendidikan
yang menanamkan nilai-nilai Al-Qur’an dan sunnah sejak dini menjadi kunci untuk
membangun generasi yang tangguh menghadapi fitnah. Al-Mawardi dalam Adab
al-Dunya wa al-Din menekankan pentingnya mendidik generasi muda untuk memiliki
akidah yang kuat dan kemampuan intelektual yang memadai.9
6.3. Relevansi Hadits dengan Tantangan Global
1)
Krisis Lingkungan dan Keadilan Sosial
Selain
tantangan spiritual, umat Islam juga menghadapi krisis lingkungan dan
ketimpangan sosial yang dapat menjadi sumber fitnah. Dalam QS. Ar-Rum [30] ayat
41, Allah memperingatkan tentang kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia.10
Umat Islam diharapkan berperan aktif dalam menjaga keseimbangan alam dan
memperjuangkan keadilan sosial sebagai bagian dari amal shalih.
2)
Meningkatkan Kesadaran Kolektif
Hadits ini
mengajarkan bahwa fitnah bersifat global, sehingga memerlukan kesadaran
kolektif untuk menghadapinya. Yusuf Al-Qaradhawi menekankan bahwa umat Islam
perlu memprioritaskan amal yang tidak hanya berdampak pada individu, tetapi
juga memberi manfaat kepada masyarakat luas.11
6.4. Dampak Positif Penerapan Hadits
1)
Ketahanan Iman
Dengan
berpegang pada pesan hadits ini, umat Islam dapat menjaga ketahanan iman di
tengah derasnya arus fitnah. Amal shalih menjadi perisai yang melindungi
individu dari godaan duniawi dan krisis spiritual.12
2)
Kontribusi Positif bagi Masyarakat
Amal shalih
yang dilakukan secara kolektif dapat memberikan kontribusi besar bagi
kemaslahatan umat. Misalnya, upaya membangun pendidikan Islami, membantu kaum
dhuafa, dan menjaga lingkungan.13
Catatan Kaki
[1]
Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans.
Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 81.
[2]
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih
al-Bukhari, ed. Muhammad Zuhair bin Nasser (Beirut: Dar Tawq al-Najah, 1422
H), vol. 1, hadits no. 7061.
[3]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, ed.
Abdullah al-Khater (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1983), vol. 3, 154.
[4]
Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading
Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12,
no. 2 (2022): 245-248.
[5]
Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim,
ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 220.
[6]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azim, ed.
Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), vol. 6, 349.
[7]
Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, 82.
[8]
Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an,
ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006),
vol. 14, 155.
[9]
Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed.
Muhammad Abduh al-Murshidi (Cairo: Dar al-Hadith, 2006), 157.
[10]
Al-Qur'an, Surah Ar-Rum [30] ayat 41.
[11]
Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, 83.
[12]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh
Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 338.
[13]
Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah, Majmu‘
al-Fatawa, ed. Abdul Rahman bin Muhammad (Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd,
1995), vol. 10, 368.
7.
Kesimpulan
Hadits tentang bersegera
dalam amal shalih guna menghadapi fitnah merupakan pedoman penting bagi umat
Islam dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Hadits ini tidak hanya
memberikan peringatan tentang bahaya fitnah, tetapi juga menawarkan solusi
berupa amal shalih sebagai perisai yang melindungi iman dari pengaruh negatif
duniawi. Berikut adalah poin-poin utama yang dapat disimpulkan dari pembahasan
hadits ini:
7.1. Pentingnya Bersegera dalam Amal Shalih
Rasulullah Saw melalui
sabdanya mendorong umat Islam untuk tidak menunda-nunda amal shalih. Amal
shalih menjadi kunci untuk menjaga kestabilan iman dan melindungi seseorang
dari fitnah yang dapat menggoyahkan keyakinan. Dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat
148, Allah menyerukan kepada manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan
sebagai bentuk kesiapan menghadapi ujian kehidupan.1
7.2. Fitnah sebagai Ujian Keimanan
Hadits ini menggambarkan
bahwa fitnah diumpamakan seperti potongan malam yang gelap, yang menunjukkan
sifatnya yang membingungkan dan sulit dibedakan antara kebenaran dan kebatilan.
Fitnah tersebut meliputi ujian akidah, moral, sosial, dan ekonomi yang dapat
melemahkan iman jika tidak dihadapi dengan keteguhan hati dan amal yang konsisten.2
Ibnu Hajar Al-Asqalani menyatakan bahwa hadits ini adalah peringatan universal
yang relevan di setiap masa, terutama ketika manusia menghadapi perubahan besar
dalam tatanan dunia.3
7.3. Relevansi Hadits dalam Kehidupan Modern
1)
Tantangan Era Digital dan Globalisasi
Di era
modern, umat Islam menghadapi bentuk fitnah baru, seperti materialisme, media
sosial yang memicu krisis moral, dan disrupsi nilai-nilai spiritual. Hadits ini
relevan sebagai peringatan agar umat Islam tetap berpegang teguh pada prinsip
agama, menjadikan amal shalih sebagai penopang utama dalam menjalani kehidupan
yang penuh dengan godaan duniawi.4
2)
Pentingnya Ketahanan Spiritual
Fitnah yang
disebutkan dalam hadits juga mencakup perubahan keimanan yang dapat terjadi
secara tiba-tiba akibat tekanan eksternal. Oleh karena itu, ketahanan spiritual
perlu dibangun melalui pendidikan berbasis nilai-nilai Islam dan dakwah yang
efektif.5
7.4. Amal Shalih sebagai Solusi Universal
Hadits ini menempatkan amal
shalih sebagai solusi utama dalam menghadapi fitnah. Amal shalih mencakup
ibadah personal, kontribusi sosial, dan upaya menjaga keadilan di tengah
masyarakat. Yusuf Al-Qaradhawi menekankan bahwa amal shalih yang berdampak
besar pada kemaslahatan umat harus menjadi prioritas dalam menghadapi berbagai
tantangan zaman.6
7.5. Relevansi Nilai Al-Qur'an dan Sunnah
Pesan dalam hadits ini
menguatkan prinsip-prinsip Al-Qur’an, seperti dalam QS. Az-Zukhruf [43] ayat
43, di mana Allah menyeru agar manusia berpegang teguh pada wahyu sebagai
pedoman hidup. Hadits ini juga menjadi pengingat akan pentingnya kembali kepada
sunnah Rasulullah Saw untuk menjaga keimanan dan kehidupan yang penuh berkah.7
Penutup
Dengan memahami kandungan
hadits ini, umat Islam diharapkan mampu:
1)
Bersegera melakukan amal shalih sebagai perlindungan dari fitnah.
2)
Memperkuat iman dengan berpegang pada Al-Qur’an dan sunnah.
3)
Berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang adil, harmonis, dan
berbasis nilai-nilai Islam.
Hadits ini memberikan panduan
praktis sekaligus menjadi refleksi bagi umat Islam agar tidak terjebak dalam
fitnah duniawi yang dapat merusak akidah dan moral.
Catatan Kaki
[1]
Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah [02] ayat 148.
[2]
Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an,
ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006),
vol. 14, 155.
[3]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh
Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 338.
[4]
Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading
Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12,
no. 2 (2022): 245-248.
[5]
Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans.
Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 81.
[6]
Ibid., 82.
[7]
Al-Qur'an, Surah Az-Zukhruf [43] ayat 43.
Daftar Pustaka
Ahmad bin Hanbal. (1999). Musnad Ahmad (S.
al-Arna’ut, Ed.). Beirut: Muassasah al-Risalah.
Al-Ghazali, A. H. (1983). Ihya' Ulum al-Din
(A. al-Khater, Ed.). Beirut: Dar al-Ma‘rifah.
Al-Mawardi, A. (2006). Adab al-Dunya wa al-Din
(M. A. al-Murshidi, Ed.). Cairo: Dar al-Hadith.
Al-Qaradhawi, Y. (2000). Fikih Prioritas:
Urgensi Amal dalam Perspektif Islam (W. Ahmadi, Trans.). Jakarta: Gema
Insani Press.
Al-Qurthubi, A. (2006). Al-Jami‘ li Ahkam
al-Qur’an (A. A. al-Barduni, Ed.). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Azzam, A. (2022). The role of social media in
spreading fitnah and how Islam addresses it. Journal of Islamic Studies, 12(2),
245–248.
Ibnu Hajar Al-Asqalani. (1379 H). Fath al-Bari
bi Sharh Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Ma‘rifah.
Ibnu Katsir. (1999). Tafsir al-Qur'an al-'Azim
(S. M. Salamah, Ed.). Riyadh: Dar Tayyibah.
Muslim bin Al-Hajjaj. (1955). Shahih Muslim
(M. F. Abdul Baqi, Ed.). Beirut: Dar Ihya al-Turath al-‘Arabi.
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. (1422 H). Shahih
al-Bukhari (M. Z. bin Nasser, Ed.). Beirut: Dar Tawq al-Najah.
Nawawi, Y. S. (2003). Syarh Shahih Muslim (K.
M. Shiha, Ed.). Beirut: Dar al-Ma‘rifah.
Tirmidzi, M. I. (1998). Sunan At-Tirmidzi
(B. Awwad, Ed.). Beirut: Dar al-Gharb al-Islami.
Yusuf, A. (1995). Majmu‘ al-Fatawa (A. R.
bin Muhammad, Ed.). Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar