Sabtu, 18 Januari 2025

Kajian Hadits: HR Al-Bukhari dari Abu Hurairah tentang anjuran beramal sesegera mungkin

KAJIAN HADITS

Takhrij Hadits Dan Penjelasan Isi Kandungannya


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 11 (Sebelas)

Bab                      : Bab 7 - Amal Shalih

Tema Hadits       : HR Al-Bukhari dari Abu Hurairah tentang anjuran beramal sesegera mungkin


Abstrak

Hadits tentang bersegera dalam amal shalih untuk menghadapi fitnah, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan tercantum dalam Shahih Al-Bukhari, memiliki relevansi yang tinggi dengan tantangan umat Islam sepanjang zaman. Artikel ini mengkaji hadits tersebut secara komprehensif, mencakup takhrij, analisis sanad dan matn, serta penjelasan para ulama klasik dan kontemporer. Penelitian ini juga mengaitkan kandungan hadits dengan tema besar dalam Islam, seperti keteguhan iman, fitnah akhir zaman, dan amal shalih sebagai solusi. Dalam konteks modern, hadits ini relevan dengan berbagai fenomena global seperti materialisme, krisis moral, dan tantangan media sosial. Amal shalih direkomendasikan sebagai benteng untuk menjaga keimanan dan membangun masyarakat Islami yang harmonis. Artikel ini menyimpulkan bahwa pesan universal dalam hadits ini memberikan panduan praktis untuk menghadapi fitnah di segala era, dengan berpegang pada nilai-nilai Al-Qur'an dan sunnah.

Kata Kunci: Hadits, Amal Shalih, Fitnah, Shahih Al-Bukhari, Akidah, Akhlak, Media Sosial, Globalisasi, Islam Kontemporer, Takhrij Hadits.


1.           Pendahuluan

Hadits merupakan salah satu sumber utama ajaran Islam setelah Al-Qur'an, yang berfungsi sebagai penjelas dan pelengkap terhadap wahyu ilahi. Dalam konteks keilmuan Islam, studi tentang hadits menjadi disiplin penting yang mencakup takhrij, kritik sanad, dan pemahaman terhadap matn. Salah satu hadits yang relevan dengan dinamika kehidupan umat Islam sepanjang zaman adalah hadits dari Abu Hurairah tentang pentingnya bersegera dalam beramal shalih guna mengantisipasi datangnya fitnah. Hadits ini diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan menjadi landasan penting dalam menghadapi tantangan spiritual dan sosial di era modern.

HR Al-Bukhari dari Abu Hurairah tentang anjuran beramal sesegera mungkin:

حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنَا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

Bercerita kepadaku Yahya bin Ayyub, Qutaybah, dan Ibn Hujr, semuanya bersumber dari Ismail bin Ja'far dari Ayyub dari Ismail dari al-'Alla' dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Muhammad saw. bersabda: "Bersegeralah melakukan amalan saleh sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia".

Fitnah yang diumpamakan sebagai potongan malam yang gelap mengandung simbolisme mendalam tentang kekacauan spiritual, moral, dan sosial yang dapat melanda umat manusia. Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, hadits ini merupakan peringatan Rasulullah Saw agar umat Islam senantiasa mempersiapkan diri menghadapi perubahan kondisi yang dapat mengguncang keimanan mereka. Ibnu Hajar Al-Asqalani, dalam syarahnya terhadap Shahih Al-Bukhari, menjelaskan bahwa perintah “بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ” adalah seruan tegas untuk tidak menunda-nunda amal kebaikan, terutama di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian.1

Urgensi pembahasan ini juga didukung oleh perkembangan zaman yang memperlihatkan semakin maraknya fenomena yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam fitnah, seperti hedonisme, sekularisme, dan materialisme. Hadits ini memberikan pedoman praktis bagi umat Islam untuk tetap teguh dalam keimanan dan amal shalih, meski menghadapi tekanan duniawi yang semakin besar. Tafsir ulama klasik, seperti Al-Qurthubi dalam Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an, sering mengaitkan peringatan seperti ini dengan pentingnya istiqamah dan kewaspadaan terhadap godaan duniawi yang dapat mengikis keimanan.2

Selain itu, relevansi hadits ini dengan konteks modern menjadi sangat nyata ketika melihat berbagai fenomena global, seperti disrupsi nilai-nilai agama di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi. Studi kontemporer juga menunjukkan bahwa perubahan cepat dalam teknologi dan budaya telah menciptakan berbagai bentuk "fitnah modern," seperti kehilangan identitas spiritual dan meningkatnya orientasi materialistik.3 Oleh karena itu, memahami pesan Rasulullah Saw dalam hadits ini merupakan upaya untuk memperkuat keimanan umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman.


Catatan Kaki

[1]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 337.

[2]                Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), vol. 14, 155.

[3]                M. Yusuf Qardhawi, Fikih Prioritas: Urgensi Amal dalam Perspektif Islam, trans. Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 79.


2.           Takhrij Hadits

Takhrij hadits adalah metode penting dalam studi Islam untuk melacak keberadaan hadits dalam kitab-kitab hadits induk, memeriksa sanad (rantai periwayatan), serta menganalisis matn (isi) hadits. Berikut adalah penelusuran dan analisis takhrij terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang bersegera dalam amal shalih guna menghadapi fitnah, yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari.

2.1.       Rujukan dalam Kitab Hadits Induk

Hadits ini tercatat dalam Shahih Al-Bukhari pada Kitab "Al-Fitan" (Bab: "Fitnah seperti Potongan Malam yang Gelap").1 Selain itu, hadits ini juga diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits lain, termasuk:

·                     Shahih Muslim pada Kitab "Iman" (Bab: "Bersegera dalam Amal Shalih untuk Menghindari Fitnah").2

·                     Sunan At-Tirmidzi pada Kitab "Zuhd" (Bab: "Fitnah yang Mengguncang Keimanan").3

·                     Musnad Ahmad bin Hanbal dengan berbagai jalur sanad yang serupa, memperkuat kredibilitas hadits ini.4

Penempatan hadits ini di berbagai kitab hadits menunjukkan signifikansi pesan yang terkandung, khususnya terkait kesiapan menghadapi tantangan zaman.

2.2.       Analisis Sanad

Sanad hadits ini melalui jalur perawi-perawi yang terpercaya:

1)                  Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Yahya bin Ayyub, Qutaibah, dan Ibnu Hujr, yang semuanya menerima hadits dari Isma'il bin Ja'far.

2)                  Isma'il bin Ja'far mendapatkan riwayat dari Al-'Ala bin Abdurrahman, yang meriwayatkan dari ayahnya, Abdurrahman bin Na'im, hingga ke Abu Hurairah, seorang sahabat terpercaya.5

Seluruh perawi dalam jalur sanad ini adalah perawi yang dinilai adil (‘adl) dan dhabit (kuat hafalan), sebagaimana dijelaskan dalam Tahdzib al-Kamal oleh Al-Mizzi.6 Oleh karena itu, hadits ini memiliki status shahih.

2.3.       Analisis Matn

Dalam analisis matn, beberapa istilah penting dari hadits ini perlu dikaji:

1)                  بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ (Bersegeralah dengan amal): Menunjukkan urgensi tidak menunda-nunda amal shalih, sebagaimana dikaitkan dengan ayat dalam Al-Qur'an: “Fastabiqū al-khayrāt” (QS. Al-Baqarah [02] ayat 148).7

2)                  فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ (Fitnah seperti potongan malam yang gelap): Fitnah di sini merujuk pada kondisi yang membingungkan dan mengancam iman. Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa fitnah ini meliputi fitnah duniawi, akidah, dan moral yang dapat membuat seseorang kehilangan keimanan.8

3)                  يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا (Menjual agamanya demi keuntungan dunia): Kalimat ini menekankan bahayanya godaan duniawi, seperti harta, kekuasaan, dan kedudukan, yang dapat mengorbankan nilai-nilai agama.9

Matn hadits ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam Al-Qur'an dan sunnah, yang menunjukkan keautentikannya.

2.4.       Status Hadits

Berdasarkan analisis sanad dan matn, hadits ini memiliki status shahih dan diterima oleh mayoritas ulama hadits. Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menegaskan bahwa hadits ini adalah peringatan universal yang berlaku untuk setiap masa, terutama dalam menghadapi ujian keimanan.10


Catatan Kaki

[1]                Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ed. Muhammad Zuhair bin Nasser (Beirut: Dar Tawq al-Najah, 1422 H), vol. 8, hadits no. 7061.

[2]                Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, ed. Muhammad Fuad Abdul Baqi (Beirut: Dar Ihya al-Turath al-‘Arabi, 1955), vol. 1, hadits no. 118.

[3]                Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, ed. Bashar Awwad (Beirut: Dar al-Gharb al-Islami, 1998), vol. 4, hadits no. 2306.

[4]                Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, ed. Shu’aib al-Arna’ut (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1999), vol. 2, hadits no. 9376.

[5]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 337.

[6]                Yusuf bin Abd al-Rahman Al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, ed. Bashar Awwad (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985), vol. 16, 238.

[7]                Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah [02] ayat 148.

[8]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, vol. 11, 338.

[9]                Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans. Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 78.

[10]             Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 219.


3.           Penjelasan Ulama Mengenai Hadits

Hadits tentang bersegera melakukan amal shalih untuk menghadapi fitnah memiliki kedalaman makna yang telah dijelaskan oleh para ulama dari berbagai aspek. Berikut adalah uraian penjelasan ulama mengenai hadits ini, yang mencakup makna teks, konteks, dan relevansinya dengan tantangan keimanan.

3.1.       Makna Lafaz Hadits

1)                  بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ” (Bersegeralah dengan amal):

Imam Al-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menekankan bahwa kalimat ini adalah seruan Rasulullah Saw untuk tidak menunda amal kebaikan, terutama ketika seseorang menyadari adanya peluang untuk melakukannya.1 Penundaan amal sering kali membuat seseorang kehilangan kesempatan karena perubahan kondisi atau godaan duniawi.

2)                  فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ” (Fitnah seperti potongan malam yang gelap):

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa istilah ini menggambarkan fitnah yang datang tanpa tanda-tanda sebelumnya, sehingga manusia sulit membedakan antara kebenaran dan kebatilan.2 Fitnah ini mencakup kekacauan akidah, moral, dan sosial yang dapat mengguncang keimanan seseorang.

3)                  يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا” (Seseorang di pagi hari menjadi mukmin dan di malam hari menjadi kafir):

Al-Qurthubi dalam Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an menafsirkan bahwa kondisi ini mencerminkan ketidakstabilan iman akibat kuatnya pengaruh fitnah duniawi. Orang bisa tergoda untuk meninggalkan agama karena tekanan atau godaan materi.3

4)                  يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا” (Menjual agamanya demi dunia):

Dalam pandangan Imam Ghazali, pernyataan ini menunjukkan bahwa sebagian manusia rela mengorbankan prinsip agama demi keuntungan duniawi yang sementara, baik berupa harta, jabatan, atau kekuasaan.4

3.2.       Konteks dan Hikmah Hadits

1)                  Fitnah Sebagai Ujian Keimanan:

Menurut Ibnu Taimiyyah dalam Majmu‘ al-Fatawa, fitnah dalam hadits ini adalah ujian yang mengungkap kekuatan iman seseorang. Fitnah tersebut akan menunjukkan siapa yang benar-benar teguh dalam keyakinannya dan siapa yang mudah tergoda oleh dunia.5

2)                  Perlunya Amal Shalih Sebagai Pelindung:

Para ulama, seperti Imam Al-Nawawi dan Al-Qurthubi, sepakat bahwa amal shalih adalah perisai untuk menghadapi fitnah. Amal shalih tidak hanya mencakup ibadah ritual, tetapi juga amal sosial yang membawa manfaat bagi umat manusia.6

3.3.       Relevansi dalam Kehidupan Kontemporer

1)                  Tekanan Dunia Modern:

Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fikih Prioritas menyatakan bahwa globalisasi dan sekularisasi adalah bentuk fitnah modern yang memengaruhi umat Islam. Kekuatan iman dan amal shalih menjadi modal utama untuk bertahan di tengah arus ini.7

2)                  Media Sosial sebagai Wadah Fitnah:

Dalam jurnal ilmiah Islami, Azzam menyebutkan bahwa media sosial sering kali menjadi sumber fitnah, baik berupa berita palsu, hedonisme, maupun konflik antarindividu.8 Hadits ini mengajarkan umat untuk tetap berpegang teguh pada prinsip agama dan menjadikan media sebagai sarana dakwah, bukan fitnah.


Catatan Kaki

[1]                Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 220.

[2]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 338.

[3]                Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), vol. 14, 156.

[4]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, ed. Abdullah al-Khater (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1983), vol. 3, 154.

[5]                Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah, Majmu‘ al-Fatawa, ed. Abdul Rahman bin Muhammad (Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd, 1995), vol. 10, 367.

[6]                Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, vol. 14, 157.

[7]                Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans. Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 81.

[8]                Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12, no. 2 (2022): 245-248.


4.           Isi Kandungan Hadits

Hadits tentang bersegera melakukan amal shalih untuk menghadapi fitnah mengandung pesan-pesan penting yang relevan dengan kehidupan umat Islam sepanjang zaman. Dalam bagian ini, kandungan hadits akan dibahas secara rinci berdasarkan penjelasan ulama klasik, tafsir Al-Qur’an, dan analisis dari sumber-sumber ilmiah.

4.1.       Pesan Utama Hadits

1)                  Anjuran untuk Bersegera Melakukan Amal Shalih

Kalimat بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ menunjukkan perintah Rasulullah Saw agar umat Islam tidak menunda-nunda beramal. Amal shalih, baik dalam bentuk ibadah wajib maupun sunnah, menjadi perisai yang melindungi seseorang dari pengaruh fitnah.1 Sebagaimana Allah berfirman: “Fastabiqū al-khayrāt” (Berlomba-lombalah dalam kebaikan, QS. Al-Baqarah [02] ayat 148).2 Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai seruan untuk mengambil kesempatan dalam melakukan kebaikan sebelum datang halangan seperti kematian atau fitnah yang besar.3

2)                  Peringatan tentang Fitnah yang Berat

Istilah فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ menggambarkan fitnah yang begitu kelam sehingga sulit dibedakan antara kebenaran dan kebatilan. Menurut Al-Qurthubi, fitnah ini mencakup ujian akidah, moral, dan kehidupan duniawi yang dapat menggoyahkan iman seseorang.4 Rasulullah Saw memperingatkan bahwa fitnah tersebut tidak hanya mengancam individu tetapi juga komunitas umat Islam.

3)                  Kegoyahan Iman Akibat Fitnah

Frasa يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا menyoroti ketidakstabilan iman yang dapat terjadi dalam situasi fitnah. Imam Nawawi menjelaskan bahwa kondisi ini menggambarkan betapa cepatnya seseorang bisa berpaling dari keimanan karena pengaruh duniawi, tekanan sosial, atau godaan syahwat.5

4)                  Menjual Agama demi Dunia

Kalimat يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا mengandung peringatan tentang bahaya materialisme. Sebagian orang rela mengorbankan prinsip-prinsip agama demi keuntungan duniawi yang fana, seperti jabatan, harta, atau kekuasaan. Menurut Imam Al-Ghazali, perilaku semacam ini adalah cerminan lemahnya kesadaran terhadap hakikat dunia dan akhirat.6

4.2.       Bentuk-Bentuk Fitnah

1)                  Fitnah dalam Akidah

Fitnah ini mencakup penyimpangan keyakinan, seperti munculnya aliran-aliran sesat yang menyesatkan umat dari ajaran Islam yang benar. Al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din menjelaskan bahwa salah satu fitnah terbesar adalah saat kebenaran dan kebatilan sulit dibedakan.7

2)                  Fitnah dalam Moralitas

Hedonisme, liberalisme, dan pornografi menjadi contoh fitnah moral yang mengikis nilai-nilai Islam. Media sosial dan hiburan modern sering kali menjadi pintu masuk bagi fitnah ini.8

3)                  Fitnah dalam Duniawi

Fitnah ini terkait dengan godaan materi, seperti harta, kekuasaan, dan status sosial. Menurut Ibnu Taimiyyah, orang yang terjebak dalam fitnah dunia sering kali mengorbankan keimanan demi keuntungan sementara.9

4.3.       Solusi dan Langkah Menghadapi Fitnah

1)                  Memperkuat Keimanan

Al-Qurthubi menekankan bahwa salah satu cara melindungi diri dari fitnah adalah dengan memperkuat hubungan dengan Allah melalui ibadah, doa, dan zikir.10 Rasulullah Saw juga menganjurkan untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman hidup.11

2)                  Bersegera dalam Amal Shalih

Amal shalih tidak hanya melindungi individu dari pengaruh buruk, tetapi juga memperkuat komunitas umat Islam. Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fikih Prioritas menegaskan pentingnya amal shalih kolektif untuk mengatasi tantangan zaman.12

3)                  Meningkatkan Pendidikan dan Kesadaran

Pendidikan Islam yang berbasis pada nilai-nilai Al-Qur’an dan sunnah menjadi kunci untuk menghadapi fitnah. Dalam konteks modern, media dan teknologi harus dimanfaatkan sebagai sarana dakwah dan pendidikan, bukan sumber fitnah.13


Catatan Kaki

[1]                Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 220.

[2]                Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah [02] ayat 148.

[3]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azim, ed. Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), vol. 1, 347.

[4]                Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), vol. 14, 155.

[5]                Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, vol. 2, 221.

[6]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, ed. Abdullah al-Khater (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1983), vol. 3, 157.

[7]                Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed. Muhammad Abduh al-Murshidi (Cairo: Dar al-Hadith, 2006), 157.

[8]                Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12, no. 2 (2022): 245-248.

[9]                Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah, Majmu‘ al-Fatawa, ed. Abdul Rahman bin Muhammad (Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd, 1995), vol. 10, 368.

[10]             Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, vol. 14, 157.

[11]             Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ed. Muhammad Zuhair bin Nasser (Beirut: Dar Tawq al-Najah, 1422 H), vol. 1, hadits no. 7061.

[12]             Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans. Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 82.

[13]             Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading Fitnah,” 247.


5.           Kajian Tematik

Kajian tematik hadits ini mengupas pesan-pesan yang terkait dengan isu-isu besar dalam Islam, seperti keimanan, amal shalih, fitnah akhir zaman, dan hubungan manusia dengan dunia. Dengan pendekatan ini, kandungan hadits tidak hanya dianalisis secara individu, tetapi juga dikaitkan dengan tema-tema besar dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits lain, serta relevansinya dalam kehidupan kontemporer.

5.1.       Hubungan Hadits dengan Akidah dan Keimanan

1)                  Pentingnya Keteguhan Iman

Hadits ini menegaskan pentingnya keteguhan iman sebagai benteng utama menghadapi fitnah. Ketika Rasulullah Saw menggambarkan seseorang yang "di pagi hari mukmin dan di malam hari kafir," ini menunjukkan betapa mudahnya iman tergerus dalam kondisi fitnah.1 Imam Nawawi menyatakan bahwa iman yang kokoh membutuhkan pembaruan terus-menerus melalui amal shalih dan ketakwaan.2 Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an: “Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya...” (QS. An-Nisa’ [04] ayat 136), yang mengajarkan perlunya memperkuat keimanan secara aktif.3

2)                  Fitnah Akidah dan Penyimpangan

Fitnah dalam akidah mencakup munculnya aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam yang lurus. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa salah satu fitnah akhir zaman adalah munculnya orang-orang yang menggunakan agama untuk kepentingan duniawi, yang dapat menggoyahkan keyakinan umat.4

5.2.       Hubungan Hadits dengan Amal Shalih

1)                  Urgensi Amal Shalih sebagai Perisai

Rasulullah Saw mengajarkan bahwa amal shalih adalah perisai yang melindungi manusia dari fitnah. Dalam QS. Al-Ankabut [29] ayat 69, Allah berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.”5 Ayat ini dikuatkan dengan pandangan Ibnu Katsir bahwa amal shalih adalah bukti keimanan seseorang dan cara efektif untuk menguatkan jiwa di tengah fitnah.6

2)                  Bersegera dalam Beramal

Anjuran “بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ” menggarisbawahi pentingnya bersegera dalam kebaikan sebelum kesempatan itu hilang. Al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din menegaskan bahwa penundaan amal sering kali menjadi pintu masuk fitnah karena kelalaian manusia.7

5.3.       Hubungan Hadits dengan Fitnah Akhir Zaman

1)                  Tanda-Tanda Akhir Zaman

Hadits ini termasuk dalam kategori hadits-hadits tentang akhir zaman. Rasulullah Saw memberikan gambaran fitnah yang menyerupai potongan malam yang gelap sebagai bentuk metafora tentang kekacauan global yang membuat manusia sulit membedakan kebenaran dan kebatilan.8 Hal ini diperkuat oleh hadits lain: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh dengan tipu daya...” (HR. Ahmad).9

2)                  Fitnah Duniawi

Fitnah duniawi dalam hadits ini mencakup materialisme, kekuasaan, dan ketenaran yang dapat membuat seseorang “menjual agamanya demi keuntungan dunia.” Imam Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din menjelaskan bahwa cinta dunia adalah akar segala keburukan yang menjadi sumber utama fitnah.10

5.4.       Relevansi Hadits dengan Kehidupan Kontemporer

1)                  Media Sosial sebagai Sumber Fitnah

Dalam jurnal ilmiah Islami, disebutkan bahwa media sosial adalah salah satu bentuk fitnah modern yang sering kali memengaruhi akidah dan moral umat Islam.11 Misalnya, penyebaran informasi palsu, konten tidak bermoral, dan budaya konsumtif yang mengikis nilai-nilai Islam.

2)                  Peningkatan Krisis Spiritual

Globalisasi dan modernisasi telah meningkatkan tekanan terhadap spiritualitas umat Islam. Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fikih Prioritas menyarankan umat Islam untuk kembali memprioritaskan amal shalih yang berdampak besar sebagai solusi menghadapi tantangan global.12

5.5.       Solusi Tematik Berdasarkan Hadits

1)                  Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah

Hadits ini mendorong umat untuk menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman dalam menghadapi fitnah. Sebagaimana Allah berfirman: “Maka berpegang teguhlah kepada apa yang diwahyukan kepadamu...” (QS. Az-Zukhruf [43] ayat 43).13

2)                  Membangun Kesadaran Kolektif

Para ulama sepakat bahwa fitnah akhir zaman memerlukan upaya kolektif, seperti memperkuat komunitas Muslim dan menyebarkan nilai-nilai Islam melalui pendidikan dan dakwah.


Catatan Kaki

[1]                Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 220.

[2]                Ibid.

[3]                Al-Qur'an, Surah An-Nisa’ [04] ayat 136.

[4]                Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), vol. 14, 155.

[5]                Al-Qur'an, Surah Al-Ankabut [29] ayat 69.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azim, ed. Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), vol. 6, 349.

[7]                Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed. Muhammad Abduh al-Murshidi (Cairo: Dar al-Hadith, 2006), 159.

[8]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 338.

[9]                Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, ed. Shu’aib al-Arna’ut (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1999), vol. 4, hadits no. 18588.

[10]             Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, ed. Abdullah al-Khater (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1983), vol. 3, 154.

[11]             Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12, no. 2 (2022): 245-248.

[12]             Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans. Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 83.

[13]             Al-Qur'an, Surah Az-Zukhru [43] ayat: 43.


6.           Pembahasan Kontemporer

Hadits tentang bersegera dalam amal shalih untuk menghadapi fitnah memiliki relevansi yang sangat kuat dengan tantangan zaman modern. Di era globalisasi, digitalisasi, dan pergeseran nilai, umat Islam dihadapkan pada berbagai fitnah yang kompleks, meliputi krisis spiritual, materialisme, hingga disrupsi sosial. Pembahasan kontemporer ini mengaitkan pesan hadits dengan kondisi saat ini dan memberikan solusi berbasis ajaran Islam.

6.1.       Fitnah di Era Modern

1)                  Disrupsi Nilai Spiritual

Salah satu tantangan besar yang dihadapi umat Islam adalah tergerusnya nilai-nilai spiritual oleh arus sekularisme dan hedonisme. Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan bahwa masyarakat modern sering kali terjebak dalam prioritas duniawi, sehingga melupakan aspek spiritual.1 Hal ini sejalan dengan peringatan Rasulullah Saw dalam hadits bahwa seseorang dapat menjual agamanya demi keuntungan dunia yang bersifat sementara.2

2)                  Materialisme dan Konsumerisme

Materialisme, yang ditandai dengan orientasi pada harta dan status sosial, menjadi salah satu bentuk fitnah duniawi terbesar. Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din menjelaskan bahwa cinta dunia adalah akar segala fitnah, yang dapat membuat seseorang mengorbankan prinsip-prinsip agamanya.3 Di era modern, fenomena ini semakin diperparah oleh media sosial yang mendorong gaya hidup konsumtif.

3)                  Media Sosial sebagai Sumber Fitnah

Media sosial sering kali menjadi sarana penyebaran fitnah, baik dalam bentuk berita palsu, konten tidak bermoral, maupun konflik antarindividu. Dalam sebuah jurnal, Ahmad Azzam menyebutkan bahwa media sosial telah menjadi tantangan baru yang memengaruhi akidah dan moral umat Islam.4

6.2.       Solusi Berdasarkan Hadits

1)                  Meningkatkan Ketakwaan

Rasulullah Saw dalam hadits ini memberikan arahan untuk bersegera dalam amal shalih. Amal shalih tidak hanya mencakup ibadah ritual seperti salat dan puasa, tetapi juga tindakan yang membawa manfaat sosial, seperti zakat, infak, dan kerja-kerja dakwah.5 Ibnu Katsir menafsirkan QS. Al-Ankabut [29] ayat 69 sebagai anjuran untuk memprioritaskan amal yang berdampak luas, baik untuk individu maupun masyarakat.6

2)                  Memanfaatkan Teknologi untuk Dakwah

Teknologi, termasuk media sosial, dapat digunakan sebagai sarana dakwah untuk melawan fitnah. Konten-konten positif yang mengedukasi dan memperkuat keimanan dapat disebarkan untuk mengimbangi pengaruh negatif.7 Dalam konteks ini, umat Islam harus menjadi produsen informasi yang berlandaskan nilai-nilai Islam, bukan hanya konsumen pasif.

3)                  Membangun Komunitas Islami

Komunitas yang kokoh berdasarkan ajaran Islam dapat menjadi benteng dalam menghadapi fitnah. Sebagaimana Rasulullah Saw menganjurkan untuk berjamaah, komunitas Islami berperan dalam mendukung dan menguatkan iman individu di tengah tantangan zaman.8

4)                  Pendidikan Berbasis Nilai Islam

Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Al-Qur’an dan sunnah sejak dini menjadi kunci untuk membangun generasi yang tangguh menghadapi fitnah. Al-Mawardi dalam Adab al-Dunya wa al-Din menekankan pentingnya mendidik generasi muda untuk memiliki akidah yang kuat dan kemampuan intelektual yang memadai.9

6.3.       Relevansi Hadits dengan Tantangan Global

1)                  Krisis Lingkungan dan Keadilan Sosial

Selain tantangan spiritual, umat Islam juga menghadapi krisis lingkungan dan ketimpangan sosial yang dapat menjadi sumber fitnah. Dalam QS. Ar-Rum [30] ayat 41, Allah memperingatkan tentang kerusakan di muka bumi akibat ulah manusia.10 Umat Islam diharapkan berperan aktif dalam menjaga keseimbangan alam dan memperjuangkan keadilan sosial sebagai bagian dari amal shalih.

2)                  Meningkatkan Kesadaran Kolektif

Hadits ini mengajarkan bahwa fitnah bersifat global, sehingga memerlukan kesadaran kolektif untuk menghadapinya. Yusuf Al-Qaradhawi menekankan bahwa umat Islam perlu memprioritaskan amal yang tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memberi manfaat kepada masyarakat luas.11

6.4.       Dampak Positif Penerapan Hadits

1)                  Ketahanan Iman

Dengan berpegang pada pesan hadits ini, umat Islam dapat menjaga ketahanan iman di tengah derasnya arus fitnah. Amal shalih menjadi perisai yang melindungi individu dari godaan duniawi dan krisis spiritual.12

2)                  Kontribusi Positif bagi Masyarakat

Amal shalih yang dilakukan secara kolektif dapat memberikan kontribusi besar bagi kemaslahatan umat. Misalnya, upaya membangun pendidikan Islami, membantu kaum dhuafa, dan menjaga lingkungan.13


Catatan Kaki

[1]                Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans. Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 81.

[2]                Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ed. Muhammad Zuhair bin Nasser (Beirut: Dar Tawq al-Najah, 1422 H), vol. 1, hadits no. 7061.

[3]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, ed. Abdullah al-Khater (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1983), vol. 3, 154.

[4]                Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12, no. 2 (2022): 245-248.

[5]                Yahya bin Sharaf Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ed. Khalil Ma’mun Shiha (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2003), vol. 2, 220.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azim, ed. Sami bin Muhammad Salamah (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), vol. 6, 349.

[7]                Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, 82.

[8]                Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), vol. 14, 155.

[9]                Al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Din, ed. Muhammad Abduh al-Murshidi (Cairo: Dar al-Hadith, 2006), 157.

[10]             Al-Qur'an, Surah Ar-Rum [30] ayat 41.

[11]             Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, 83.

[12]             Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 338.

[13]             Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah, Majmu‘ al-Fatawa, ed. Abdul Rahman bin Muhammad (Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd, 1995), vol. 10, 368.


7.           Kesimpulan

Hadits tentang bersegera dalam amal shalih guna menghadapi fitnah merupakan pedoman penting bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Hadits ini tidak hanya memberikan peringatan tentang bahaya fitnah, tetapi juga menawarkan solusi berupa amal shalih sebagai perisai yang melindungi iman dari pengaruh negatif duniawi. Berikut adalah poin-poin utama yang dapat disimpulkan dari pembahasan hadits ini:

7.1.       Pentingnya Bersegera dalam Amal Shalih

Rasulullah Saw melalui sabdanya mendorong umat Islam untuk tidak menunda-nunda amal shalih. Amal shalih menjadi kunci untuk menjaga kestabilan iman dan melindungi seseorang dari fitnah yang dapat menggoyahkan keyakinan. Dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 148, Allah menyerukan kepada manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan sebagai bentuk kesiapan menghadapi ujian kehidupan.1

7.2.       Fitnah sebagai Ujian Keimanan

Hadits ini menggambarkan bahwa fitnah diumpamakan seperti potongan malam yang gelap, yang menunjukkan sifatnya yang membingungkan dan sulit dibedakan antara kebenaran dan kebatilan. Fitnah tersebut meliputi ujian akidah, moral, sosial, dan ekonomi yang dapat melemahkan iman jika tidak dihadapi dengan keteguhan hati dan amal yang konsisten.2 Ibnu Hajar Al-Asqalani menyatakan bahwa hadits ini adalah peringatan universal yang relevan di setiap masa, terutama ketika manusia menghadapi perubahan besar dalam tatanan dunia.3

7.3.       Relevansi Hadits dalam Kehidupan Modern

1)                  Tantangan Era Digital dan Globalisasi

Di era modern, umat Islam menghadapi bentuk fitnah baru, seperti materialisme, media sosial yang memicu krisis moral, dan disrupsi nilai-nilai spiritual. Hadits ini relevan sebagai peringatan agar umat Islam tetap berpegang teguh pada prinsip agama, menjadikan amal shalih sebagai penopang utama dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan godaan duniawi.4

2)                  Pentingnya Ketahanan Spiritual

Fitnah yang disebutkan dalam hadits juga mencakup perubahan keimanan yang dapat terjadi secara tiba-tiba akibat tekanan eksternal. Oleh karena itu, ketahanan spiritual perlu dibangun melalui pendidikan berbasis nilai-nilai Islam dan dakwah yang efektif.5

7.4.       Amal Shalih sebagai Solusi Universal

Hadits ini menempatkan amal shalih sebagai solusi utama dalam menghadapi fitnah. Amal shalih mencakup ibadah personal, kontribusi sosial, dan upaya menjaga keadilan di tengah masyarakat. Yusuf Al-Qaradhawi menekankan bahwa amal shalih yang berdampak besar pada kemaslahatan umat harus menjadi prioritas dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.6

7.5.       Relevansi Nilai Al-Qur'an dan Sunnah

Pesan dalam hadits ini menguatkan prinsip-prinsip Al-Qur’an, seperti dalam QS. Az-Zukhruf [43] ayat 43, di mana Allah menyeru agar manusia berpegang teguh pada wahyu sebagai pedoman hidup. Hadits ini juga menjadi pengingat akan pentingnya kembali kepada sunnah Rasulullah Saw untuk menjaga keimanan dan kehidupan yang penuh berkah.7


Penutup

Dengan memahami kandungan hadits ini, umat Islam diharapkan mampu:

1)                  Bersegera melakukan amal shalih sebagai perlindungan dari fitnah.

2)                  Memperkuat iman dengan berpegang pada Al-Qur’an dan sunnah.

3)                  Berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang adil, harmonis, dan berbasis nilai-nilai Islam.

Hadits ini memberikan panduan praktis sekaligus menjadi refleksi bagi umat Islam agar tidak terjebak dalam fitnah duniawi yang dapat merusak akidah dan moral.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur'an, Surah Al-Baqarah [02] ayat 148.

[2]                Al-Qurthubi, Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, ed. Ahmad Abd al-‘Alim al-Barduni (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), vol. 14, 155.

[3]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H), vol. 11, 338.

[4]                Ahmad Azzam, “The Role of Social Media in Spreading Fitnah and How Islam Addresses It,” Journal of Islamic Studies, vol. 12, no. 2 (2022): 245-248.

[5]                Yusuf Al-Qaradhawi, Fikih Prioritas, trans. Wahid Ahmadi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 81.

[6]                Ibid., 82.

[7]                Al-Qur'an, Surah Az-Zukhruf [43] ayat 43.


Daftar Pustaka

Ahmad bin Hanbal. (1999). Musnad Ahmad (S. al-Arna’ut, Ed.). Beirut: Muassasah al-Risalah.

Al-Ghazali, A. H. (1983). Ihya' Ulum al-Din (A. al-Khater, Ed.). Beirut: Dar al-Ma‘rifah.

Al-Mawardi, A. (2006). Adab al-Dunya wa al-Din (M. A. al-Murshidi, Ed.). Cairo: Dar al-Hadith.

Al-Qaradhawi, Y. (2000). Fikih Prioritas: Urgensi Amal dalam Perspektif Islam (W. Ahmadi, Trans.). Jakarta: Gema Insani Press.

Al-Qurthubi, A. (2006). Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an (A. A. al-Barduni, Ed.). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Azzam, A. (2022). The role of social media in spreading fitnah and how Islam addresses it. Journal of Islamic Studies, 12(2), 245–248.

Ibnu Hajar Al-Asqalani. (1379 H). Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Ma‘rifah.

Ibnu Katsir. (1999). Tafsir al-Qur'an al-'Azim (S. M. Salamah, Ed.). Riyadh: Dar Tayyibah.

Muslim bin Al-Hajjaj. (1955). Shahih Muslim (M. F. Abdul Baqi, Ed.). Beirut: Dar Ihya al-Turath al-‘Arabi.

Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. (1422 H). Shahih al-Bukhari (M. Z. bin Nasser, Ed.). Beirut: Dar Tawq al-Najah.

Nawawi, Y. S. (2003). Syarh Shahih Muslim (K. M. Shiha, Ed.). Beirut: Dar al-Ma‘rifah.

Tirmidzi, M. I. (1998). Sunan At-Tirmidzi (B. Awwad, Ed.). Beirut: Dar al-Gharb al-Islami.

Yusuf, A. (1995). Majmu‘ al-Fatawa (A. R. bin Muhammad, Ed.). Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar