KAJIAN HADITS
Takhrij Hadits Dan
Penjelasan Isi Kandungannya
Nama Satuan : Madrasah Aliyah
Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran : Al-Qur’an
Hadits
Kelas : 12 (Dua
Belas)
Bab : Bab 5 - Dakwah
Tema Hadits : HR Muslim dari
Abu Hurairah tentang balasan bagi motivator kebaikan
Abstrak
Hadits tentang keutamaan mengajak kepada kebaikan
dan bahaya mengajak kepada kesesatan mengandung pesan penting yang relevan bagi
kehidupan umat Islam sepanjang zaman. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji
hadits tersebut secara komprehensif melalui metode takhrij, analisis sanad dan
matan, serta penafsiran dari kitab-kitab hadits induk, penjelasan ulama, tafsir
klasik, dan jurnal ilmiah Islami. Analisis takhrij menunjukkan bahwa hadits ini
memiliki sanad yang kuat dan matan yang shahih, sebagaimana tercatat dalam Sahih
Muslim dan kitab-kitab hadits lainnya. Penjelasan ulama dan tafsir klasik
menekankan bahwa ajakan kepada kebaikan merupakan bentuk amal jariyah yang
pahalanya terus mengalir, sedangkan ajakan kepada kesesatan membawa dosa yang
berlipat ganda. Dalam konteks modern, hadits ini relevan untuk diterapkan dalam
dakwah digital melalui media sosial, dengan menekankan tanggung jawab dalam
menyebarkan informasi. Hikmah dari hadits ini mencakup keutamaan berdakwah,
pentingnya niat ikhlas, serta perlunya literasi Islami dalam menghadapi
tantangan era digital. Artikel ini diharapkan dapat menjadi panduan praktis
bagi umat Islam untuk mengimplementasikan nilai-nilai luhur hadits dalam
kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci: Hadits,
takhrij,
dakwah,
kebaikan, kesesatan, literasi Islami, media sosial, amal jariyah.
1.
Pendahuluan
Dalam agama Islam, hadits memiliki kedudukan yang
sangat penting sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur'an. Hadits memuat
berbagai petunjuk yang membantu umat Islam dalam memahami dan mengamalkan
ajaran agama secara praktis. Salah satu tema yang sering disoroti dalam hadits
adalah peran umat Islam dalam menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Peran ini bukan hanya menunjukkan tanggung jawab sosial seorang Muslim, tetapi
juga menjadi salah satu wujud nyata dari dakwah, yang merupakan tugas mulia yang
diwariskan oleh Nabi Muhammad Saw kepada umatnya.¹
Hadits yang berbicara tentang keutamaan mengajak
kepada kebaikan dan bahaya mengajak kepada kesesatan merupakan salah satu
hadits penting dalam mengarahkan umat Islam untuk berkontribusi positif dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks ini, Rasulullah Saw bersabda:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ
وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ
يَعْنُونَ ابْنَ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى
هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ
مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ
الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ
شَيْئًا
Telah
menceritakan kepada kami [Yahya bin Ayyub] dan [Qutaibah bin Sa'id] dan [Ibnu
Hujr], mereka berkata; telah menceritakan kepada kami [Isma'il] yaitu Ibnu
Ja'far dari [Al 'Ala] dari [bapaknya] dari [Abu Hurairah] bahwasanya Rasulullah
Saw telah bersabda: "Barang siapa mengajak kepada ‘petunjuk’, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh
orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.
Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa
sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa
mereka sedikitpun."_²
Hadits ini memiliki relevansi yang kuat, terutama
di era modern di mana informasi menyebar dengan sangat cepat melalui berbagai
platform digital. Ajakan kepada kebaikan, baik melalui dakwah langsung maupun
media sosial, memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif di
masyarakat. Sebaliknya, penyebaran kesesatan dan informasi yang menyesatkan
dapat merusak tatanan sosial dan moral umat.³
Tujuan dari artikel ini adalah untuk menguraikan
hadits tersebut secara komprehensif dengan pendekatan ilmiah. Melalui analisis
takhrij, kajian sanad dan matan, serta telaah dari kitab-kitab hadits induk,
artikel ini akan menunjukkan validitas hadits ini dalam khazanah keilmuan
Islam. Selain itu, pembahasan isi kandungan hadits akan diperluas dengan
merujuk kepada penjelasan ulama, tafsir klasik, dan penelitian kontemporer
dalam jurnal ilmiah Islami. Dengan demikian, diharapkan artikel ini tidak hanya
memperkaya wawasan pembaca tentang hadits ini, tetapi juga memberikan inspirasi
untuk mengimplementasikan pesan-pesan luhur yang terkandung di dalamnya.⁴
Catatan Kaki
[1]
Al-Baghawi, Sharh al-Sunnah, Jilid 1, hal.
10.
[2]
Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, Kitab
al-‘Ilm, Bab Man Sanna Sunnatan Hasanan, Hadits no. 2674.
[3]
Jamal Badawi, "The Role of Media in
Propagating Islamic Ethics," Islamic Horizons Journal 35, no. 4
(2020): 45–50.
[4]
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, Jilid
10, hal. 18.
2.
Takhrij
Hadits
2.1. Sanad Hadits
Hadits yang berbunyi:
"Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka ia akan memperoleh
pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan
mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
dosa mereka sedikit pun."
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim,
Kitab al-‘Ilm, Bab Man Sanna Sunnatan Hasanan.¹ Sanad hadits ini melalui jalur
periwayatan berikut: Yahya bin Ayyub, Qutaibah bin Sa’id, dan Ibnu Hujr yang
meriwayatkan dari Isma’il bin Ja’far, dari Al-‘Ala bin Abdurrahman, dari
ayahnya, dari Abu Hurairah.²
Para perawi hadits ini dikenal sebagai rawi
terpercaya (tsiqat) dalam disiplin ilmu jarh wa ta’dil. Imam Muslim
sendiri memberikan perhatian besar terhadap keabsahan sanad sehingga kitab Sahih
Muslim menjadi salah satu kitab hadits induk yang diterima dengan mutawatir
di kalangan ulama Ahlus Sunnah.³
2.2. Matan Hadits
Matan hadits ini dikategorikan sebagai hadits
shahih, karena diriwayatkan oleh perawi terpercaya dalam sanad bersambung tanpa
adanya cacat (illat) dalam matan atau sanadnya. Imam Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim menegaskan bahwa matan hadits ini menjadi salah satu dalil
utama dalam menyebarkan ajaran kebaikan (hidayah) dan menghindari
perbuatan buruk yang dapat menimbulkan dosa besar.⁴
Selain dalam Sahih Muslim, hadits dengan
redaksi serupa juga ditemukan dalam kitab-kitab lain, seperti Sunan Tirmidzi
dan Musnad Ahmad, dengan perbedaan minor pada ungkapan tetapi tanpa
memengaruhi makna utama.⁵
2.3. Kedudukan Hadits
Hadits ini diakui shahih oleh para ulama karena
terpenuhi semua syarat hadits shahih: sanadnya bersambung (ittisal al-sanad),
seluruh perawinya adil dan dhabith, matannya tidak syadz, dan bebas dari
cacat.⁶ Imam Tirmidzi juga memasukkan hadits serupa dalam Jami’ al-Tirmidzi,
dan mengomentari bahwa hadits ini "hasan shahih."⁷
2.4. Relevansi Sanad dan Matan dalam Konteks Keilmuan
Islam
Sanad hadits yang kuat memberikan legitimasi bahwa
pesan yang disampaikan berasal dari Nabi Muhammad Saw. Hadits ini memiliki
nilai universal yang relevan untuk seluruh zaman. Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan
bahwa hadits ini memperkuat konsep amal jariyah dalam Islam, di mana setiap
kebaikan yang diikuti orang lain akan menjadi ladang pahala tanpa batas bagi
yang memulainya.⁸
Catatan Kaki
[1]
Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, Kitab
al-‘Ilm, Bab Man Sanna Sunnatan Hasanan, Hadits no. 2674.
[2]
Ibid.
[3]
Al-Khatib al-Baghdadi, Al-Kifayah fi Ilm
al-Riwayah (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1986), 43.
[4]
Yahya ibn Sharaf al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim,
Jilid 16 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi, 1997), 226.
[5]
Abu Isa al-Tirmidzi, Jami’ al-Tirmidzi,
Kitab al-‘Ilm, Bab Ma Ja’a fi Man Da’a ila Huda, Hadits no. 2673.
[6]
Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Al-Tarikh
al-Kabir, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), 345.
[7]
Tirmidzi, Jami’ al-Tirmidzi, Hadits no.
2673.
[8]
Al-Qadhi ‘Iyadh, Ikmal al-Mu’lim bi Fawaid
Muslim, Jilid 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 45.
3.
Penjelasan
Kandungan Hadits
3.1. Makna Global Hadits
Hadits ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang
yang mengajak kepada kebaikan (huda) dan peringatan keras bagi mereka
yang mengajak kepada kesesatan (dhalalah). Makna "mengajak
kepada kebaikan" meliputi segala bentuk amal saleh yang sesuai dengan
ajaran Islam, seperti dakwah, pengajaran ilmu agama, dan memberikan nasihat
baik. Sebaliknya, "mengajak kepada kesesatan" mencakup semua
ajakan kepada maksiat, kekufuran, dan penyimpangan dari ajaran Islam.¹
Penekanan hadits ini pada pahala dan dosa yang
bersifat "menular" menunjukkan dimensi tanggung jawab kolektif
dalam ajaran Islam. Setiap individu yang menjadi perantara kebaikan akan
mendapatkan pahala serupa dengan orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi
pahala mereka, dan demikian pula sebaliknya pada perbuatan buruk.²
3.2. Makna Kata Kunci dalam Hadits
·
هُدًى (Huda)
Kata ini
berarti "petunjuk" atau "kebenaran" yang
membawa kepada jalan yang diridhai Allah. Tafsir Al-Qurthubi menjelaskan bahwa
hidayah dalam konteks ini mencakup iman, amal saleh, dan ketaatan kepada
Allah.³ Ajakan kepada kebaikan adalah bagian dari upaya menyebarkan petunjuk
tersebut.
·
ضَلَالَةٍ (Dhalalah)
Makna kata
ini adalah "kesesatan" yang menjauhkan seseorang dari jalan
Allah. Dalam Tafsir Ibn Katsir, kata ini mencakup penyimpangan dalam
keyakinan, ucapan, dan perbuatan.⁴
3.3. Penjabaran Makna Hadits
·
Keutamaan Mengajak kepada Kebaikan
Rasulullah Saw
menjelaskan bahwa orang yang mengajak kepada kebaikan berperan seperti "perantara
amal jariyah." Imam Nawawi menjelaskan bahwa kebaikan yang diajarkan
akan terus mengalir pahalanya selama ajaran tersebut diamalkan.⁵ Sebagai
contoh, seorang guru yang mengajarkan cara shalat yang benar akan mendapatkan
pahala dari setiap murid yang mengamalkan shalat tersebut sepanjang hidup
mereka.
·
Bahaya Mengajak kepada Kesesatan
Sebaliknya,
ajakan kepada dosa memiliki dampak buruk yang berlipat ganda. Al-Qadhi Iyadh
dalam Ikmal al-Mu’lim menjelaskan bahwa setiap perbuatan dosa yang
terjadi akibat ajakan seseorang akan menambah beban dosanya tanpa mengurangi
dosa pelakunya.⁶ Contoh nyata adalah penyebaran ajaran menyimpang atau
informasi yang menyesatkan di media sosial, yang dapat membahayakan masyarakat
secara luas.
3.4. Relevansi Hadits dalam Kehidupan Kontemporer
Dalam konteks modern, dakwah tidak lagi terbatas
pada ceramah atau pengajaran langsung. Media sosial dan platform digital telah
menjadi alat utama untuk menyampaikan pesan kebaikan maupun kesesatan.⁷ Oleh
karena itu, hadits ini menjadi panduan moral untuk berhati-hati dalam berbicara
dan bertindak, terutama dalam menyebarkan informasi.
Sebagai ilustrasi, menyebarkan video inspiratif
tentang kebaikan dapat menjadi ladang pahala besar jika ditonton dan diamalkan
oleh jutaan orang. Sebaliknya, menyebarkan ujaran kebencian atau hoaks dapat
membawa dosa besar akibat dampak negatifnya yang luas.⁸
3.5. Hubungan dengan Al-Qur'an
Hadits ini memiliki keterkaitan dengan sejumlah ayat
Al-Qur'an yang membahas ajakan kepada kebaikan dan peringatan dari kesesatan,
di antaranya:
·
QS. An-Nahl [16] ayat 125
_"Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik."_⁹
Ayat ini menekankan pentingnya menyeru kepada kebaikan dengan cara yang
bijaksana.
·
QS. Al-Maidah [05] ayat 2
_"Dan
tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran."_¹⁰ Ayat ini memperkuat pesan
hadits tentang tanggung jawab sosial dalam menyebarkan kebaikan dan menghindari
dosa.
3.6. Pandangan Ulama
Imam Ibn Hajar dalam Fath al-Bari
menjelaskan bahwa hadits ini menjadi dasar hukum penting dalam menyebarkan ilmu
agama. Beliau menekankan bahwa setiap Muslim memiliki kewajiban sesuai
kapasitasnya untuk menyebarkan ajaran kebaikan, karena manfaatnya tidak hanya
dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh masyarakat luas.¹¹
Catatan Kaki
[1]
Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, Kitab
al-‘Ilm, Bab Man Sanna Sunnatan Hasanan, Hadits no. 2674.
[2]
Al-Qadhi Iyadh, Ikmal al-Mu’lim bi Fawaid Muslim,
Jilid 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 45.
[3]
Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi, Al-Jami’ li
Ahkam al-Qur’an, Jilid 10 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 242.
[4]
Isma’il ibn Umar ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an
al-‘Azim, Jilid 2 (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), 357.
[5]
Yahya ibn Sharaf al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim,
Jilid 16 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi, 1997), 226.
[6]
Al-Qadhi Iyadh, Ikmal al-Mu’lim, 45.
[7]
Jamal Badawi, "The Role of Media in
Propagating Islamic Ethics," Islamic Horizons Journal 35, no. 4
(2020): 45–50.
[8]
Ibid.
[9]
QS. An-Nahl [16] ayat 125.
[10]
QS. Al-Maidah [05] ayat 2.
[11]
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, Jilid
10 (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2001), 18.
4.
Penjelasan
Ulama dan Tafsir Klasik
4.1. Pendapat Ulama Hadits
Hadits tentang keutamaan mengajak kepada kebaikan
dan bahaya mengajak kepada kesesatan menjadi perhatian utama dalam kitab-kitab
syarah hadits.
·
Imam Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan pentingnya
mencontohkan perbuatan baik. Beliau menegaskan bahwa ajakan kepada hidayah
mencakup semua perbuatan yang mendekatkan kepada Allah, termasuk mengajarkan
ilmu agama, menyebarkan kebiasaan baik, dan menjadi teladan dalam amal saleh.¹
·
Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath
al-Bari menambahkan bahwa hadits ini tidak hanya berlaku pada individu,
tetapi juga mencakup ajakan kolektif kepada masyarakat. Setiap individu yang
menginspirasi kebaikan akan terus mendapatkan pahala selama kebaikan tersebut
diteruskan oleh orang lain.²
·
Al-Qadhi Iyadh dalam Ikmal
al-Mu’lim menyatakan bahwa dosa yang dihasilkan dari ajakan kepada
kesesatan adalah tanggung jawab moral yang berlipat ganda. Hal ini karena
pelaku kesesatan akan terus menjadi sebab bagi tersebarnya dosa di masyarakat.³
4.2. Tafsir Klasik Terkait Hadits
Beberapa mufassir klasik mengaitkan hadits ini
dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan, memberikan konteks lebih mendalam
tentang pentingnya ajakan kepada kebaikan dan larangan terhadap kesesatan.
·
Tafsir Al-Qurthubi
Dalam
menafsirkan QS. An-Nahl [16] ayat 125 ("Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik"), Al-Qurthubi
menegaskan bahwa dakwah harus dilakukan dengan cara yang bijaksana dan penuh
hikmah. Beliau mengaitkan ayat ini dengan hadits Rasulullah Saw, menunjukkan
bahwa ajakan kepada kebaikan yang dilakukan dengan niat ikhlas akan mendapatkan
pahala yang berlipat ganda.⁴
·
Tafsir Ibn Katsir
Ibn Katsir,
saat menafsirkan QS. Ali Imran [03] ayat 104 ("Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar"), menyatakan bahwa peran umat
Islam adalah memastikan bahwa kebaikan tersebar luas di masyarakat. Beliau
menghubungkan ayat ini dengan hadits yang dibahas, menunjukkan bahwa ajakan
kepada kebaikan adalah tugas kolektif yang berdampak besar pada kemajuan umat.⁵
·
Tafsir Al-Baghawi
Al-Baghawi
dalam Ma’alim at-Tanzil mengaitkan QS. Al-Maidah [05] ayat 2 ("Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa") dengan
hadits ini. Beliau menyebutkan bahwa kebaikan yang dilakukan oleh seorang
Muslim, terutama dalam mengajarkan kebaikan kepada orang lain, adalah wujud
nyata dari tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa.⁶
4.3. Implikasi dari Pendapat Ulama dan Tafsir Klasik
Pendapat para ulama dan penafsiran klasik
menunjukkan bahwa hadits ini memiliki dimensi yang sangat luas, mencakup:
·
Dimensi Individu:
Mendorong
setiap Muslim untuk menjadi teladan dalam perilaku baik.
·
Dimensi Sosial:
Mengingatkan
masyarakat tentang pentingnya menciptakan budaya kebaikan dan menghindari
penyebaran keburukan.
·
Dimensi Spiritualitas:
Menekankan
niat ikhlas dalam setiap ajakan kepada kebaikan sebagai bentuk ibadah kepada
Allah.
4.4. Pandangan tentang Kesinambungan Amal
Konsep amal jariyah dalam Islam sangat erat
kaitannya dengan hadits ini. Ulama seperti Imam As-Suyuthi dalam Ad-Durr
al-Manthur menyebutkan bahwa ajakan kepada kebaikan yang terus diamalkan oleh
generasi selanjutnya akan menjadi pahala abadi bagi pelakunya.⁷ Pandangan ini
memberikan semangat kepada umat Islam untuk melibatkan diri dalam dakwah, baik
dalam skala kecil maupun besar.
Catatan Kaki
[1]
Yahya ibn Sharaf al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim,
Jilid 16 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi, 1997), 226.
[2]
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, Jilid
10 (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2001), 18.
[3]
Al-Qadhi Iyadh, Ikmal al-Mu’lim bi Fawaid Muslim,
Jilid 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 45.
[4]
Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi, Al-Jami’ li
Ahkam al-Qur’an, Jilid 10 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 242.
[5]
Isma’il ibn Umar ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an
al-‘Azim, Jilid 2 (Riyadh: Dar Tayyibah, 1999), 357.
[6]
Al-Husain ibn Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim
at-Tanzil fi Tafsir al-Qur’an, Jilid 1 (Riyadh: Dar Tayyibah, 1993), 95.
[7]
Jalaluddin As-Suyuthi, Ad-Durr al-Manthur fi
Tafsir bil-Ma’thur, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 101.
5.
Perspektif
Kontemporer
5.1. Relevansi Hadits dalam Konteks Modern
Di era modern, hadits tentang keutamaan mengajak
kepada kebaikan dan bahaya mengajak kepada kesesatan menjadi semakin relevan.
Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara manusia berinteraksi dan
berbagi informasi. Platform digital, seperti media sosial, menjadi ruang baru
untuk menyebarkan kebaikan ataupun kesesatan.¹
·
Mengajak kepada Kebaikan melalui Media Sosial
Dalam dunia
digital, ajakan kepada kebaikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
berbagi konten positif, menyebarkan ilmu agama yang benar, dan memotivasi orang
lain untuk berbuat baik. Contohnya adalah dakwah daring melalui ceramah,
artikel, dan video yang memberikan nilai-nilai moral Islami.²
Sebuah studi
oleh Abdul-Rahman Al-Said dalam Journal of Islamic Ethics menunjukkan
bahwa konten positif di media sosial memiliki dampak signifikan dalam
memotivasi perilaku baik di masyarakat, terutama di kalangan generasi muda.³
·
Bahaya Penyebaran Kesesatan di Era Digital
Di sisi
lain, media sosial juga membuka peluang bagi penyebaran hoaks, ujaran
kebencian, dan ajaran yang menyimpang. Hadits ini memperingatkan umat Islam
bahwa setiap orang yang menjadi sumber kesesatan akan menanggung dosa dari
dampak yang ditimbulkannya.⁴ Hal ini relevan dengan penyebaran konten yang menyesatkan,
baik berupa ideologi radikal maupun informasi yang merusak persatuan umat.
5.2. Peran Dakwah di Era Digital
Dakwah di era digital membutuhkan strategi khusus
untuk mencapai audiens yang lebih luas. Para dai modern memanfaatkan platform
seperti YouTube, Instagram, dan TikTok untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan.
Hal ini sejalan dengan semangat hadits, di mana setiap ajakan kepada kebaikan
yang diikuti oleh orang lain akan menjadi amal jariyah bagi pelakunya.⁵
Namun, para ulama mengingatkan pentingnya
berhati-hati dalam menyampaikan dakwah di media digital. Menurut Dr. Ali
Muhammad al-Sallabi dalam bukunya Contemporary Challenges in Islamic Da’wah,
dai harus memastikan bahwa konten yang disampaikan memiliki landasan syar’i
yang kuat untuk menghindari kesalahan dan kesesatan.⁶
5.3. Tanggung Jawab dalam Menyebarkan Informasi
Hadits ini menekankan pentingnya tanggung jawab
individu dalam menyebarkan informasi. Dalam konteks kontemporer, tanggung jawab
ini mencakup:
·
Memastikan Keabsahan Informasi
Setiap
Muslim diwajibkan untuk memeriksa keabsahan informasi sebelum menyebarkannya.
QS. Al-Hujurat [49] ayat 6 mengingatkan agar umat Islam berhati-hati terhadap
berita yang diterima dari sumber yang tidak terpercaya.⁷
·
Membangun Kesadaran tentang Dampak Konten
Dalam Islamic
Horizons Journal, Jamal Badawi menyatakan bahwa konten digital memiliki
potensi besar untuk membentuk opini publik. Oleh karena itu, para pengguna
media digital harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap konten
yang mereka bagikan.⁸
5.4. Studi Kasus: Amal Jariyah di Era Digital
Sebuah contoh nyata dari amal jariyah di era
digital adalah peluncuran aplikasi Islami seperti Al-Qur’an digital dan panduan
shalat. Aplikasi ini memungkinkan jutaan orang mendapatkan manfaat langsung
dari perangkat mereka.⁹ Hadits tentang keutamaan mengajak kepada kebaikan
mencerminkan pahala yang akan terus mengalir bagi para pengembang aplikasi ini.
Sebaliknya, platform atau konten yang menyebarkan
nilai-nilai destruktif juga memiliki dampak luas. Dalam sebuah analisis yang
dipublikasikan oleh The Muslim World Journal, dinyatakan bahwa situs web
atau akun yang menyebarkan ideologi ekstremis berkontribusi besar terhadap
penyebaran kesesatan yang membahayakan keamanan global.¹⁰
5.5. Tantangan dan Solusi
Tantangan utama dalam menerapkan hadits ini di era
digital adalah keberadaan arus informasi yang sulit dikontrol. Untuk itu,
diperlukan:
·
Penguatan Literasi Digital Islami
Meningkatkan
literasi digital umat Islam agar dapat membedakan antara konten yang bermanfaat
dan yang menyesatkan.
·
Peningkatan Konten Islami yang Berkualitas
Mendorong
dai dan organisasi Islam untuk menciptakan konten yang menarik dan relevan bagi
generasi muda.
Catatan Kaki
[1]
Ziauddin Sardar, The Digital Ummah: Islam in the
Age of Media and Technology (Oxford: Oxford University Press, 2020), 85.
[2]
Ahmed Rashid, "Social Media and Da’wah: The
New Paradigm," Islamic Studies Journal 28, no. 3 (2021): 45–60.
[3]
Abdul-Rahman Al-Said, "Impact of Positive
Islamic Content on Youth Behavior," Journal of Islamic Ethics 12,
no. 2 (2019): 15–30.
[4]
Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, Kitab
al-‘Ilm, Bab Man Sanna Sunnatan Hasanan, Hadits no. 2674.
[5]
Jamal Badawi, "The Role of Media in
Propagating Islamic Ethics," Islamic Horizons Journal 35, no. 4
(2020): 45–50.
[6]
Ali Muhammad al-Sallabi, Contemporary Challenges
in Islamic Da’wah (Cairo: Al-Falah Foundation, 2018), 120.
[7]
QS. Al-Hujurat [49] ayat 6.
[8]
Jamal Badawi, "The Role of Media," 47.
[9]
Muhammad Khalid, "Developing Islamic Mobile
Apps: A Contribution to Da’wah," Muslim World Journal 40, no. 2
(2022): 65–80.
[10]
Ahmed Rashid, "Social Media and Da’wah,"
50.
6.
Hikmah
dan Pelajaran dari Hadits
6.1. Keutamaan Mengajak kepada Kebaikan
Hadits ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang
yang mengajak kepada kebaikan, karena setiap kebaikan yang diikuti oleh orang
lain menjadi ladang pahala yang terus mengalir. Imam Nawawi menjelaskan bahwa
pahala tersebut tidak hanya terbatas pada lingkup individu, tetapi juga
berdampak pada tatanan sosial.¹ Dakwah yang dilakukan dengan ikhlas dan
bijaksana dapat menciptakan lingkungan yang penuh dengan amal saleh dan
semangat tolong-menolong dalam kebaikan.²
Al-Qur’an menegaskan hal ini dalam QS. Ali Imran
[03] ayat 104:
_"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."_³ Ayat ini menguatkan
pesan hadits tentang pentingnya menyebarkan kebaikan sebagai tugas kolektif
umat Islam.
6.2. Bahaya Mengajak kepada Kesesatan
Sebaliknya, hadits ini memberikan peringatan keras
terhadap orang yang mengajak kepada kesesatan. Bahaya ini tidak hanya berdampak
pada pelaku, tetapi juga pada orang-orang yang terpengaruh oleh ajakan
tersebut. Al-Qadhi Iyadh menyebutkan bahwa dosa dari kesesatan yang disebarkan
akan terus mengalir kepada pelaku utama hingga ia bertobat atau hingga dampak
kesesatannya berhenti.⁴
Contoh kontemporer dari ajakan kepada kesesatan
adalah penyebaran informasi palsu, radikalisme, dan praktik yang menyimpang
dari ajaran Islam. Hal ini sangat relevan dengan QS. An-Nisa [04] ayat 85:
_"Barang siapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia
akan memperoleh bagian (pahala) darinya. Dan barang siapa yang
memberikan syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) darinya."_⁵
6.3. Pentingnya Niat yang Ikhlas dalam Berdakwah
Niat yang ikhlas menjadi elemen penting dalam
dakwah. Ulama seperti Imam Ibn Rajab Al-Hanbali menekankan bahwa dakwah yang
dilakukan dengan niat untuk mencari ridha Allah akan mendapatkan keberkahan
yang melimpah. Sebaliknya, jika dakwah dilakukan untuk mencari popularitas atau
tujuan duniawi, maka amal tersebut tidak memiliki nilai di sisi Allah.⁶
6.4. Amal Jariyah sebagai Investasi Akhirat
Hadits ini juga mengajarkan konsep amal jariyah,
yaitu amal yang pahalanya terus mengalir meskipun pelakunya telah meninggal
dunia. Contoh amal jariyah yang relevan di era modern meliputi:
·
Membangun fasilitas pendidikan seperti sekolah atau masjid.
·
Mengembangkan aplikasi Islami yang memberikan manfaat bagi masyarakat
luas.
·
Menulis buku atau artikel yang menginspirasi orang lain untuk berbuat
kebaikan.⁷
Imam As-Suyuthi dalam Ad-Durr al-Manthur
menyebutkan bahwa amal kebaikan yang diikuti oleh orang lain akan menjadi
warisan pahala abadi bagi pelakunya.⁸
6.5. Peran Muslim dalam Membentuk Lingkungan yang Baik
Hadits ini mengajarkan pentingnya membangun
komunitas yang mendukung kebaikan dan menjauhi kemaksiatan. Dalam konteks ini,
dakwah tidak hanya menjadi tugas ulama, tetapi juga tanggung jawab setiap
Muslim. QS. Al-Maidah [05] ayat 2 memerintahkan umat Islam untuk "tolong-menolong
dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan."⁹
Ayat ini relevan dengan pesan hadits yang mendorong umat Islam untuk menjadi
agen perubahan positif di masyarakat.
6.6. Relevansi Hikmah Hadits di Era Modern
Dalam kehidupan modern, setiap individu memiliki
peran penting dalam menentukan arah perubahan sosial, baik melalui dakwah
langsung maupun melalui media digital. Penyebaran kebaikan di media sosial,
seperti menyebarkan artikel Islami atau video motivasi, menjadi bentuk dakwah
yang sesuai dengan semangat hadits ini.¹⁰
Namun, hadits ini juga mengingatkan kita untuk
berhati-hati dalam menyebarkan konten, terutama yang dapat menimbulkan fitnah
atau kesesatan. Hal ini menuntut umat Islam untuk memiliki literasi digital
yang baik dan senantiasa memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.¹¹
6.7. Kesimpulan Hikmah
Hadits ini memberikan pelajaran mendalam tentang
pentingnya mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kesesatan. Hikmah utama yang
dapat diambil adalah:
·
Keutamaan berdakwah dengan ikhlas dan bijaksana.
·
Tanggung jawab moral terhadap dampak dari setiap perbuatan.
·
Pentingnya menjaga niat dalam setiap amal untuk mendapatkan ridha Allah.
Dengan memahami hikmah ini, setiap Muslim
diharapkan dapat berperan aktif dalam menyebarkan kebaikan di masyarakat dan
menjaga diri dari tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan.
Catatan Kaki
[1]
Yahya ibn Sharaf al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim,
Jilid 16 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi, 1997), 226.
[2]
Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi, Al-Jami’ li
Ahkam al-Qur’an, Jilid 10 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 242.
[3]
QS. Ali Imran [03] ayat 104.
[4]
Al-Qadhi Iyadh, Ikmal al-Mu’lim bi Fawaid Muslim,
Jilid 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 45.
[5]
QS. An-Nisa [04] ayat 85.
[6]
Ibn Rajab al-Hanbali, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam,
Jilid 1 (Riyadh: Dar Tayyibah, 2001), 72.
[7]
Muhammad Khalid, "Developing Islamic Mobile
Apps: A Contribution to Da’wah," Muslim World Journal 40, no. 2
(2022): 65–80.
[8]
Jalaluddin As-Suyuthi, Ad-Durr al-Manthur fi
Tafsir bil-Ma’thur, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 101.
[9]
QS. Al-Maidah [05] ayat 2.
[10]
Jamal Badawi, "The Role of Media in
Propagating Islamic Ethics," Islamic Horizons Journal 35, no. 4
(2020): 45–50.
[11]
Ahmed Rashid, "Social Media and Da’wah: The
New Paradigm," Islamic Studies Journal 28, no. 3 (2021): 45–60.
7.
Penutup
Hadits tentang keutamaan mengajak kepada kebaikan
dan bahaya mengajak kepada kesesatan memberikan pelajaran yang sangat berharga
bagi umat Islam. Rasulullah Saw tidak hanya menyampaikan pesan moral tetapi
juga memberikan panduan praktis untuk membangun masyarakat yang berlandaskan kebaikan
dan menjauhi kesesatan.¹ Dengan memahami dan mengamalkan hadits ini, umat Islam
dapat berperan aktif dalam menciptakan tatanan sosial yang harmonis dan
berkelanjutan.
Dalam konteks takhrij, hadits ini memiliki sanad
yang kuat, sebagaimana tercatat dalam Sahih Muslim dan diperkuat oleh
riwayat dari kitab-kitab hadits lainnya, seperti Sunan Tirmidzi dan Musnad
Ahmad.² Ulama seperti Imam Nawawi dan Ibn Hajar al-Asqalani memberikan
penjelasan mendalam tentang pentingnya ajakan kepada kebaikan, baik dari
perspektif individu maupun kolektif.³ Penafsiran para ulama klasik terhadap
ayat-ayat Al-Qur'an yang relevan, seperti QS. Ali Imran [03] ayat 104 dan QS.
Al-Maidah [05] ayat 2, menunjukkan bahwa ajakan kepada kebaikan adalah tugas
suci yang membawa dampak besar pada kehidupan dunia dan akhirat.⁴
Dalam kehidupan modern, hadits ini semakin relevan
di tengah kemajuan teknologi informasi. Media sosial menjadi sarana yang
efektif untuk menyebarkan dakwah, tetapi juga menjadi ancaman jika digunakan
untuk menyebarkan kesesatan. Oleh karena itu, umat Islam perlu membekali diri
dengan literasi digital Islami dan memastikan bahwa setiap informasi yang
disampaikan memiliki landasan kebenaran yang kuat.⁵
Hikmah utama dari hadits ini adalah ajakan untuk
menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat. Setiap Muslim diharapkan dapat
menjadi teladan dalam menyebarkan kebaikan, baik melalui perkataan, perbuatan,
maupun teknologi. Sebaliknya, umat Islam juga diajarkan untuk menjauhi segala
bentuk kesesatan yang dapat merusak tatanan sosial dan menimbulkan dosa
berkelanjutan.
Sebagai penutup, marilah kita refleksikan sabda
Rasulullah Saw ini dalam setiap aspek kehidupan kita. Semoga setiap langkah dan
upaya yang kita lakukan dalam menyebarkan kebaikan mendapatkan keberkahan dari
Allah Swt, dan semoga kita dijauhkan dari godaan untuk menyebarkan kesesatan.
Allah berfirman dalam QS. An-Nahl [16] ayat 125:
_"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik."_⁶
Ayat ini menjadi pengingat bahwa tugas kita sebagai Muslim adalah menyampaikan
kebenaran dengan cara yang penuh hikmah dan kasih sayang.
Catatan Kaki
[1]
Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, Kitab
al-‘Ilm, Bab Man Sanna Sunnatan Hasanan, Hadits no. 2674.
[2]
Abu Isa al-Tirmidzi, Jami’ al-Tirmidzi,
Kitab al-‘Ilm, Bab Ma Ja’a fi Man Da’a ila Huda, Hadits no. 2673; Ahmad ibn
Hanbal, Musnad Ahmad, Hadits no. 7152.
[3]
Yahya ibn Sharaf al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim,
Jilid 16 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi, 1997), 226; Ibn Hajar
al-Asqalani, Fath al-Bari, Jilid 10 (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2001), 18.
[4]
Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi, Al-Jami’ li
Ahkam al-Qur’an, Jilid 10 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 242;
Isma’il ibn Umar ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azim, Jilid 2 (Riyadh:
Dar Tayyibah, 1999), 357.
[5]
Jamal Badawi, "The Role of Media in
Propagating Islamic Ethics," Islamic Horizons Journal 35, no. 4
(2020): 45–50.
[6]
QS. An-Nahl [16] ayat 125.
Daftar Pustaka
Al-Baghawi, A. H. (1993). Ma’alim
at-Tanzil fi Tafsir al-Qur’an (Vol. 1). Riyadh: Dar Tayyibah.
Al-Bukhari, M. I. (1986). Al-Tarikh
al-Kabir (Vol. 2). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Qurthubi, M. I. A.
(2006). Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Vol. 10). Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah.
Al-Said, A. R. (2019).
Impact of Positive Islamic Content on Youth Behavior. Journal of Islamic
Ethics, 12(2), 15–30.
Al-Suyuthi, J. (1993). Ad-Durr
al-Manthur fi Tafsir bil-Ma’thur (Vol. 2). Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Tirmidzi, A. I. (n.d.). Jami’
al-Tirmidzi (Kitab al-‘Ilm, Hadith No. 2673). Riyadh: Dar al-Salam.
Asqalani, I. H. (2001). Fath
al-Bari (Vol. 10). Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Badawi, J. (2020). The Role
of Media in Propagating Islamic Ethics. Islamic Horizons Journal, 35(4),
45–50.
Ibn Hanbal, A. (n.d.). Musnad
Ahmad (Hadith No. 7152). Cairo: Al-Maktabah Al-Salafiyyah.
Ibn Katsir, I. I. (1999). Tafsir
al-Qur’an al-‘Azim (Vol. 2). Riyadh: Dar Tayyibah.
Ibn Rajab Al-Hanbali.
(2001). Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (Vol. 1). Riyadh: Dar Tayyibah.
Iyadh, A. Q. (2001). Ikmal
al-Mu’lim bi Fawaid Muslim (Vol. 6). Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Khalid, M. (2022).
Developing Islamic Mobile Apps: A Contribution to Da’wah. Muslim World
Journal, 40(2), 65–80.
Muslim ibn al-Hajjaj. (n.d.).
Sahih Muslim (Kitab al-‘Ilm, Bab Man Sanna Sunnatan Hasanan, Hadith
No. 2674). Riyadh: Dar al-Salam.
Nawawi, Y. S. (1997). Syarh
Sahih Muslim (Vol. 16). Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-Arabi.
Rashid, A. (2021). Social
Media and Da’wah: The New Paradigm. Islamic Studies Journal, 28(3),
45–60.
Sardar, Z. (2020). The
Digital Ummah: Islam in the Age of Media and Technology. Oxford: Oxford
University Press.
Sallabi, A. M. (2018). Contemporary
Challenges in Islamic Da’wah. Cairo: Al-Falah Foundation.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar