Minggu, 05 Januari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 11 Bab 7: Amal Shalih dalam Persfektif Al-Qur'an dan Hadits

Amal Shalih

Amal Shalih dalam Persfektif Al-Qur'an dan Hadits

Alihkan ke: Ibadah dalam Islam


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 11 (Sebelas)


Abstrak

Amal shalih merupakan inti dari ajaran Islam yang mencerminkan keimanan sejati dan kontribusi positif terhadap individu serta masyarakat. Artikel ini mengkaji konsep amal shalih secara komprehensif berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an (Qs Al-Baqarah [02] ayat 148, Qs Fathir [35] ayat 32, Qs An-Nahl [16] ayat 97) dan hadits Rasulullah Saw, dengan pendekatan dari tafsir klasik, pandangan ulama, dan temuan jurnal ilmiah Islami. Hasil kajian menunjukkan bahwa amal shalih bukan hanya mencakup ibadah ritual, tetapi juga amal sosial yang berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat. Implementasi amal shalih dalam kehidupan modern meliputi kepedulian terhadap kaum dhuafa, pemberdayaan pendidikan, pelestarian lingkungan, dan penguatan solidaritas sosial. Selain itu, amal shalih terbukti memberikan manfaat psikologis, sosial, dan spiritual. Artikel ini menekankan pentingnya bersegera dalam amal shalih dengan keikhlasan dan kesesuaian terhadap syariat sebagai jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kata Kunci: Amal shalih, ibadah, fenomena sosial, kehidupan modern, kontribusi sosial.


 PEMBAHASAN

Kajian Komprehensif tentang Amal Shalih


1.           Pendahuluan

Amal shalih merupakan konsep mendasar dalam Islam yang mencerminkan ketaatan kepada Allah dan kontribusi positif kepada manusia. Secara bahasa, kata "amal" berasal dari akar kata amila, yang berarti perbuatan atau tindakan, sedangkan "shalih" berasal dari kata shalaha, yang berarti baik, benar, atau bermanfaat. Oleh karena itu, amal shalih dapat dimaknai sebagai segala perbuatan yang dilakukan dengan niat ikhlas kepada Allah dan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Amal shalih tidak hanya mencakup ibadah ritual seperti shalat dan zakat, tetapi juga amal sosial seperti menolong sesama, menjaga lingkungan, dan menegakkan keadilan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan" (QS An-Nahl [16] ayat 97).¹

Dalam kajian Islam, amal shalih memiliki peran sentral dalam membangun hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhannya (hablum minallah) dan manusia dengan sesamanya (hablum minannas). Ulama seperti Ibnu Katsir menegaskan bahwa amal shalih merupakan manifestasi nyata dari keimanan, karena iman tanpa amal adalah bentuk kekosongan, sebagaimana amal tanpa iman tidak akan diterima.² Konsep ini juga ditegaskan oleh Imam Al-Ghazali, yang menyatakan bahwa amal shalih merupakan hasil dari kebersihan hati yang berlandaskan iman.³

Kajian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang amal shalih berdasarkan analisis terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits. Artikel ini akan menggunakan sumber-sumber referensi utama, seperti kitab tafsir klasik (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qurtubi), hadits-hadits shahih, dan pendapat ulama, serta memperkaya analisis dengan temuan-temuan dari jurnal ilmiah Islami. Fokus utama pembahasan adalah pada empat dalil pokok: QS Al-Baqarah [02] ayat 148 yang mengajarkan tentang berlomba-lomba dalam kebajikan; QS Fathir [35] ayat 32 yang menjelaskan berbagai sikap manusia terhadap Al-Qur'an; QS An-Nahl [16] ayat 97 tentang balasan amal shalih; dan sebuah hadits dari Abu Hurairah RA yang menganjurkan umat Islam untuk bersegera beramal sebelum datangnya kesulitan.

Pembahasan amal shalih tidak hanya relevan secara teologis, tetapi juga sangat kontekstual dalam kehidupan modern. Dalam masyarakat yang kompleks dan penuh tantangan seperti saat ini, amal shalih dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan, baik dalam lingkup pribadi maupun sosial. Dengan menjadikan amal shalih sebagai landasan tindakan, umat Islam dapat membangun kehidupan yang berkah dan bermanfaat bagi orang lain, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Swt.

Artikel ini diharapkan tidak hanya menjadi landasan teoretis, tetapi juga mampu memberikan inspirasi dan motivasi kepada pembaca untuk mengamalkan nilai-nilai amal shalih dalam kehidupan sehari-hari.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019), QS An-Nahl [16] ayat 97.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Juz 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1999), 231.

[3]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 1 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1998), 32.


2.           Konsep Amal Shalih dalam Al-Qur'an dan Hadits

2.1.       Definisi Amal Shalih

Amal shalih merupakan istilah yang sering disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai representasi dari perbuatan yang baik dan diterima di sisi Allah Swt. Secara bahasa, kata "amal" berasal dari akar kata amila yang berarti melakukan atau bekerja, sedangkan "shalih" berasal dari kata shalaha, yang berarti sesuai, baik, atau benar. Dengan demikian, amal shalih dapat dipahami sebagai perbuatan yang sesuai dengan syariat, didasari oleh keimanan, dan bertujuan untuk mendapatkan ridha Allah.¹

Dalam Al-Qur'an, amal shalih selalu dikaitkan dengan keimanan. Sebagai contoh, dalam QS Al-Asr ayat 3 disebutkan bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shalih termasuk ke dalam golongan orang yang tidak merugi.² Para ulama menjelaskan bahwa amal shalih harus memenuhi tiga syarat agar diterima di sisi Allah: (1) dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah; (2) dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah Saw; dan (3) tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan syariat.³

2.2.       Hubungan Amal Shalih dengan Iman

Amal shalih merupakan buah dari keimanan yang mendalam. Imam Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa iman mencakup perkataan, perbuatan, dan keyakinan dalam hati. Oleh karena itu, amal shalih adalah manifestasi lahiriah dari keimanan batiniah seseorang.⁴ Dalam QS Al-Baqarah [02] ayat 277, Allah Swt menegaskan bahwa orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, menunaikan shalat, dan membayar zakat akan mendapatkan pahala besar di sisi-Nya.⁵

Imam Al-Ghazali juga menekankan bahwa amal shalih tidak akan sempurna kecuali jika seseorang memiliki hati yang bersih dari sifat-sifat tercela, seperti riya, sombong, dan hasad.⁶ Oleh sebab itu, amal shalih bukan hanya terkait dengan tindakan fisik, tetapi juga dengan kondisi hati dan niat.

2.3.       Prinsip-prinsip Amal Shalih

Amal shalih memiliki prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan oleh seorang Muslim:

·                     Ikhlas kepada Allah Swt

Ikhlas adalah pondasi utama dari setiap amal shalih. Allah berfirman: 

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ 

"Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan ikhlas menjalankan agama yang lurus." (QS Al-Bayyinah: 5).⁷

·                     Sesuai dengan Sunnah Rasulullah Saw

Amal shalih harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda: 

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak sesuai dengan ajaran kami, maka amal tersebut tertolak." (HR Muslim).⁸

·                     Memberikan manfaat kepada orang lain

Amal shalih yang baik tidak hanya bermanfaat bagi pelakunya, tetapi juga memberikan manfaat bagi orang lain. Rasulullah Saw bersabda: 

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ.

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR Ahmad).⁹


Catatan Kaki

[1]                Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), 95.

[2]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019), QS Al-Asr [103] ayat 3.

[3]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Zakah (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1995), 45.

[4]                Ibnu Taimiyyah, Kitab al-Iman (Cairo: Dar al-Hadith, 2002), 87.

[5]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, QS Al-Baqarah [02] ayat 277.

[6]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 3 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1998), 54.

[7]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, QS Al-Bayyinah: 5.

[8]                Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab Al-Aqdhiyyah, Hadits no. 1718.

[9]                Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Hadits no. 17359.


3.           Analisis QS Al-Baqarah (2) ayat 148 tentang Berbuat Kebajikan

3.1.       Teks dan Terjemahan Ayat

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Al-Baqarah [02] ayat 148).¹

3.2.       Makna dan Tafsir Ayat

Ayat ini mengandung perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqū al-khairāt). Menurut para mufasir, ayat ini diturunkan dalam konteks perubahan arah kiblat dari Masjidil Aqsa ke Ka'bah, yang sempat menjadi perdebatan di kalangan umat Islam.² Ayat ini menekankan bahwa perbedaan arah kiblat bukanlah inti dari agama, melainkan amal shalih yang dilakukan seseorang.

·                     Makna Berlomba-lomba dalam Kebaikan

Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa fastabiqū al-khairāt mengacu pada ajakan untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan perbuatan yang diridhai Allah, baik dalam ibadah seperti shalat dan zakat, maupun perbuatan sosial seperti menolong orang yang membutuhkan.³

Al-Qurtubi menambahkan bahwa frasa ini mencerminkan urgensi untuk mendahului orang lain dalam melakukan kebaikan, bukan untuk berkompetisi secara egois, tetapi untuk memperbanyak amal yang bermanfaat.⁴

·                     Konteks Universal Ayat

Ayat ini tidak hanya ditujukan kepada umat Islam, tetapi kepada seluruh umat manusia, sesuai dengan penjelasan As-Sa'di, yang menyatakan bahwa "berlomba dalam kebaikan" berlaku dalam semua aspek kehidupan yang membawa manfaat duniawi dan ukhrawi.⁵

3.3.       Relevansi Ayat dengan Amal Shalih

Ayat ini menunjukkan bahwa amal shalih adalah esensi dari keberagamaan seseorang. Berlomba dalam kebajikan mencakup dua dimensi utama:

1)                  Dimensi Individu

Seorang Muslim diperintahkan untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam berbagai aspek, seperti memperbaiki akhlak, memperbanyak ibadah, dan meninggalkan dosa.

2)                  Dimensi Sosial

Berlomba dalam kebajikan juga mencakup kontribusi sosial, seperti mendirikan lembaga pendidikan, membantu kaum dhuafa, dan menjaga lingkungan. Amal shalih yang dilakukan dengan niat ikhlas akan membawa manfaat besar bagi masyarakat.

3.4.       Implementasi Ayat dalam Kehidupan Modern

Perintah untuk berlomba-lomba dalam kebajikan sangat relevan di tengah persaingan kehidupan modern. Dalam dunia kerja, misalnya, seorang Muslim dapat berlomba untuk memberikan pelayanan terbaik tanpa mengorbankan nilai-nilai kejujuran dan integritas. Di bidang pendidikan, berlomba dalam kebaikan dapat diwujudkan melalui inovasi yang bermanfaat bagi generasi mendatang.

Rasulullah Saw bersabda:

إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ، فَإِنِ ٱسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا

"Jika kiamat datang sementara di tangan salah seorang dari kalian ada benih kurma, maka jika ia mampu menanamnya sebelum kiamat itu datang, maka tanamlah!" (HR Ahmad).⁶ 

Hadits ini menegaskan pentingnya memanfaatkan waktu untuk amal shalih, bahkan dalam kondisi yang sulit sekalipun.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019), QS Al-Baqarah [02] ayat 148.

[2]                Muhammad bin Jarir At-Tabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Juz 2 (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), 156.

[3]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Juz 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1999), 424.

[4]                Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), 93.

[5]                Abdurrahman As-Sa'di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd, 1999), 106.

[6]                Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Hadits no. 12491.


4.           Analisis QS Fathir (35) ayat 32 tentang Penyikapan terhadap Al-Qur'an

4.1.       Teks dan Terjemahan Ayat

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu di antara mereka ada yang menzalimi dirinya sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar." (QS Fathir [35] ayat 32).¹

4.2.       Makna dan Tafsir Ayat

Ayat ini berbicara tentang pewarisan Al-Qur'an kepada umat Islam sebagai umat pilihan. Allah Swt mengklasifikasikan umat Islam menjadi tiga kelompok berdasarkan sikap mereka terhadap Al-Qur'an:

1)                  Zalimun Linafsihi (Orang yang Menzalimi Diri Sendiri)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, kelompok ini adalah mereka yang melakukan dosa besar, melalaikan kewajiban agama, dan kurang berpegang pada ajaran Al-Qur'an.² Mereka memahami kewajiban yang diamanahkan melalui Al-Qur'an, tetapi tidak mengamalkannya sepenuhnya.

2)                  Muqtashid (Orang yang Pertengahan)

Kelompok ini adalah orang-orang yang menjalankan kewajiban agama tetapi tidak optimal dalam melakukan amalan sunah atau menjauhi hal-hal yang makruh.³ Al-Qurtubi menjelaskan bahwa mereka berada di antara kebaikan dan kekurangan dalam praktik keberagamaan mereka.⁴

3)                  Sabiqun Bil-Khairat (Orang yang Terdepan dalam Kebaikan)

Ini adalah kelompok terbaik yang berlomba dalam melakukan amal shalih. Mereka tidak hanya menjalankan kewajiban tetapi juga memperbanyak amalan sunah dan menjauhi segala larangan.⁵ As-Sa'di menafsirkan bahwa kelompok ini memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah karena ketulusan dan keikhlasan mereka dalam mengamalkan Al-Qur'an.⁶

4.3.       Hubungan Ayat dengan Amal Shalih

Ayat ini menegaskan bahwa penyikapan terhadap Al-Qur'an memiliki dampak langsung terhadap amal shalih. Orang-orang yang berada dalam kelompok Sabiqun bil-Khairat memanfaatkan Al-Qur'an sebagai panduan utama dalam berbuat kebajikan. Sebaliknya, kelompok Zalimun linafsihi menunjukkan bahwa kelalaian terhadap Al-Qur'an dapat menghambat amal shalih.

Ibnu Taimiyyah menekankan bahwa tingkat keberhasilan seseorang dalam memahami dan mengamalkan Al-Qur'an sangat tergantung pada keimanan dan kesungguhan hatinya.⁷ Al-Qur'an tidak hanya menjadi kitab bacaan, tetapi juga pedoman praktis dalam melaksanakan amal shalih, baik dalam aspek individu maupun sosial.

4.4.       Relevansi Ayat dalam Kehidupan Modern

Dalam kehidupan modern, ketiga kelompok ini tetap relevan sebagai refleksi dari keberagaman sikap umat Islam terhadap ajaran Al-Qur'an.

·                     Kelompok Zalimun Linafsihi mencerminkan mereka yang terjebak dalam materialisme dan lalai terhadap kewajiban agama.

·                     Kelompok Muqtashid adalah mayoritas umat Islam yang berusaha menjalankan kewajiban tetapi masih memerlukan peningkatan dalam aspek kesungguhan.

·                     Kelompok Sabiqun Bil-Khairat adalah mereka yang menjadi teladan dalam memadukan spiritualitas dengan kontribusi nyata bagi masyarakat.

Hadits Rasulullah Saw juga menegaskan pentingnya memaksimalkan amal shalih:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR Bukhari).⁸

4.5.       Implementasi Ayat dalam Kehidupan

Ayat ini memberikan motivasi kepada umat Islam untuk meningkatkan kualitas amal shalih mereka melalui interaksi yang lebih mendalam dengan Al-Qur'an, seperti:

1)                  Membaca dan memahami makna Al-Qur'an secara rutin.

2)                  Mengamalkan ajaran Al-Qur'an dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang.

3)                  Mengajarkan Al-Qur'an kepada orang lain agar nilai-nilai Islam semakin tersebar luas.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019), QS Fathir [35] ayat 32.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Juz 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1999), 236.

[3]                Muhammad bin Jarir At-Tabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Juz 22 (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), 120.

[4]                Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz 14 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), 341.

[5]                Yusuf Al-Qaradawi, Kaifa Nata’amal Ma’al Qur’an (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1998), 54.

[6]                Abdurrahman As-Sa'di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd, 1999), 543.

[7]                Ibnu Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, Juz 10 (Madinah: Dar al-Wafa, 1987), 171.

[8]                Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Fadhail al-Qur'an, Hadits no. 5027.


5.           Analisis QS An-Nahl (16) ayat 97 tentang Balasan Amal Shalih

5.1.       Teks dan Terjemahan Ayat

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan sungguh Kami akan memberi balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl [16] ayat 97).¹

5.2.       Makna dan Tafsir Ayat

Ayat ini mengandung janji Allah Swt kepada hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih, tanpa membedakan jenis kelamin, bahwa mereka akan mendapatkan dua balasan utama:

1)                  Hayatan Tayyibah (Kehidupan yang Baik)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, hayatan tayyibah berarti kehidupan yang penuh dengan keberkahan, kepuasan hati, dan ketenangan batin.² Hidup yang baik ini tidak selalu terkait dengan kekayaan materi, tetapi lebih pada keberkahan dalam segala aspek kehidupan.

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa hayatan tayyibah meliputi kedamaian di dunia dan kebahagiaan akhirat.³ Dengan beriman dan beramal shalih, seseorang akan mendapatkan ketenangan jiwa dan kedekatan dengan Allah, meskipun secara materi mungkin hidupnya sederhana.

2)                  Pahala yang Lebih Baik di Akhirat

Tafsir Al-Baghawi menegaskan bahwa balasan amal shalih akan diberikan di akhirat dalam bentuk pahala yang jauh lebih besar dari usaha yang dilakukan.⁴ Ayat ini menunjukkan bahwa setiap amal kebaikan akan dihargai dengan sempurna oleh Allah Swt.

5.3.       Hubungan Ayat dengan Amal Shalih

Ayat ini memberikan motivasi yang kuat kepada umat Islam untuk selalu melakukan amal shalih. Ada tiga poin penting yang dapat dipahami:

1)                  Kesetaraan dalam Beramal

Allah Swt menekankan bahwa balasan amal shalih tidak bergantung pada jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan yang beriman memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang baik dan pahala besar.⁵

2)                  Keimanan sebagai Syarat Utama

Amal shalih yang diterima Allah adalah yang dilakukan dengan keimanan sebagai landasan. Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa keimanan adalah pilar utama yang membuat amal diterima di sisi Allah.⁶

3)                  Dimensi Duniawi dan Ukhrawi Amal Shalih

Amal shalih memberikan manfaat baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, amal shalih mendatangkan keberkahan dan ketenangan, sedangkan di akhirat, amal ini mendatangkan pahala besar dan kebahagiaan abadi.⁷

5.4.       Implementasi Ayat dalam Kehidupan Modern

Ayat ini memiliki relevansi besar dalam kehidupan modern yang sering kali dipenuhi tantangan dan ketidakpastian. Beberapa implementasi yang dapat dilakukan adalah:

1)                  Mengamalkan Amal Shalih di Semua Aspek Kehidupan

Amal shalih mencakup berbagai bentuk tindakan, mulai dari ibadah ritual seperti shalat dan puasa hingga amal sosial seperti membantu fakir miskin, menjaga lingkungan, dan menegakkan keadilan.

2)                  Meningkatkan Keikhlasan dalam Beramal

Dalam era di mana banyak orang berlomba-lomba mencari pengakuan, penting untuk memastikan amal dilakukan dengan ikhlas demi meraih ridha Allah Swt, bukan pujian manusia.

3)                  Beramal dengan Prinsip Keberlanjutan

Amal shalih juga dapat diwujudkan dalam program-program berkelanjutan, seperti membangun sekolah, membangun masjid, atau memberikan pendidikan yang berkualitas. Amal ini tidak hanya memberi manfaat langsung, tetapi juga berdampak jangka panjang.

Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

"Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya." (HR Muslim).⁸ 

Hadits ini menegaskan bahwa amal shalih, baik langsung maupun tidak langsung, memberikan dampak besar terhadap kehidupan.


Kesimpulan Makna Ayat

QS An-Nahl [16] ayat 97 adalah ayat yang memotivasi umat Islam untuk terus berbuat kebajikan. Amal shalih tidak hanya membawa ketenangan jiwa dan keberkahan di dunia, tetapi juga menjanjikan balasan yang besar di akhirat. Ayat ini menekankan pentingnya memadukan keimanan dan amal shalih sebagai jalan menuju kehidupan yang bermakna dan sukses di dunia maupun akhirat.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019), QS An-Nahl [16] ayat 97.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Juz 4 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1999), 601.

[3]                Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz 10 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), 147.

[4]                Al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, Juz 3 (Riyadh: Dar Tayyibah, 1993), 376.

[5]                Yusuf Al-Qaradawi, Kaifa Nata’amal Ma’al Qur’an (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1998), 92.

[6]                Ibnu Taimiyyah, Kitab al-Iman (Cairo: Dar al-Hadith, 2002), 63.

[7]                Abdurrahman As-Sa'di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd, 1999), 475.

[8]                Imam Muslim, Shahih Muslim, Kitab al-Iman, Hadits no. 1893.


6.           Kajian Hadits tentang Anjuran Beramal Segera (HR Bukhari dari Abu Hurairah)

6.1.       Teks dan Terjemahan Hadits

Teks Hadits (Arab):

حَدَّثَنَا أَبُو مُصْعَبٍ عَنْ مُحْرِزِ بْنِ هَارُونَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ سَبْعًا هَلْ تَنْتَظِرُونَ إِلَّا فَقْرًا مُنْسِيًا أَوْ غِنًى مُطْغِيًا أَوْ مَرَضًا مُفْسِدًا أَوْ هَرَمًا مُفَنِّدًا أَوْ مَوْتًا مُجْهِزًا أَوْ الدَّجَّالَ فَشَرُّ غَائِبٍ يُنْتَظَرُ أَوْ السَّاعَةَ فَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ

Telah menceritakan kepada kami [Abu Mush'ab] dari [Muhriz bin Harun] dari [Abdurrahman Al A'raj] dari [Abu Hurairah], Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Segeralah beramal (sebelum kedatangan tujuh hal) tidaklah kalian menunggu selain kefakiran yang membuat lupa, kekayaan yang melampaui batas, penyakit yang merusak, masa tua yang menguruskan, kematian yang menyergap tiba-tiba, Dajjal, seburuk-buruk hal gaib yang dinanti-nanti, kiamat dan kiamat itu sangat membawa petaka dan sangat pahit." (HR Bukhari: Kitab al-Fitan).¹

6.2.       Makna Hadits

Hadits ini merupakan anjuran Rasulullah Saw untuk segera melakukan amal shalih sebelum berbagai halangan datang yang dapat menghambat seseorang dari berbuat kebajikan. Rasulullah Saw menyebutkan tujuh hal yang dapat menjadi penghalang:

1)                  Kemiskinan yang Membuat Lupa

Kemiskinan sering kali membuat seseorang lebih fokus pada memenuhi kebutuhan hidup sehingga melupakan akhirat.²

2)                  Kekayaan yang Membuat Sombong

Kekayaan dapat menjadi ujian jika seseorang terlena oleh kemewahan dunia dan melupakan tanggung jawabnya untuk berbagi.³

3)                  Penyakit yang Merusak

Ketika sakit, kesempatan untuk beramal terbatas, baik karena kelemahan fisik maupun mental.⁴

4)                  Usia Tua yang Melemahkan

Usia tua sering kali membawa kelemahan fisik dan mental sehingga menyulitkan seseorang untuk melaksanakan amal shalih.⁵

5)                  Kematian yang Tiba-tiba

Kematian bisa datang tanpa tanda-tanda, sehingga amal shalih yang tertunda tidak akan pernah terwujud.⁶

6)                  Fitnah Dajjal

Dajjal adalah salah satu tanda besar akhir zaman yang membawa fitnah besar sehingga sulit bagi seseorang untuk tetap istiqamah dalam amal shalih.⁷

7)                  Hari Kiamat

Kiamat adalah peristiwa yang paling dahsyat dan tidak ada lagi kesempatan untuk berbuat kebaikan setelahnya.⁸

6.3.       Relevansi dengan Amal Shalih

Hadits ini menekankan pentingnya memanfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak amal shalih. Penundaan sering kali menjadi penghalang bagi seseorang untuk berbuat baik, sementara waktu terus berjalan dan keadaan tidak selalu mendukung.

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan urgensi untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Menunda amal dapat menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan untuk mendapatkan ridha Allah.⁹

6.4.       Implementasi Hadits dalam Kehidupan Modern

1)                  Menghindari Prokrastinasi dalam Beramal

Dalam kehidupan modern, banyak orang menunda amal shalih dengan alasan kesibukan atau menunggu waktu yang lebih baik. Hadits ini mengingatkan bahwa waktu terbaik untuk beramal adalah sekarang.

2)                  Beramal dalam Segala Kondisi

Meskipun menghadapi tantangan seperti kesibukan, kemiskinan, atau kesehatan yang kurang optimal, umat Islam dianjurkan untuk tetap beramal sesuai dengan kemampuan masing-masing. Rasulullah Saw bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ..."

"Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskannya. Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan tetapi tidak jadi melakukannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan sempurna. Jika ia berniat dan melakukannya, maka Allah mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan, hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan lebih banyak lagi..."_¹⁰

3)                  Menyusun Prioritas Amal

Dalam era modern, penting bagi seorang Muslim untuk menyusun skala prioritas dalam beramal, seperti mendahulukan ibadah wajib, membantu orang tua, atau berkontribusi dalam program sosial yang memberikan manfaat jangka panjang.


Kesimpulan

Hadits ini mengajarkan bahwa waktu adalah salah satu nikmat terbesar yang harus dimanfaatkan dengan baik. Amal shalih harus dilakukan segera tanpa menunda-nunda karena berbagai hambatan dapat muncul kapan saja. Rasulullah Saw mengingatkan bahwa kesempatan untuk berbuat baik tidak selalu ada, sehingga umat Islam harus berlomba-lomba dalam amal shalih selama masih diberi waktu oleh Allah Swt.


Catatan Kaki

[1]                Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Al-Raqa'iq, Hadits no. 6419.

[2]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 3 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1998), 62.

[3]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Zakah (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1995), 121.

[4]                Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami’ Tirmidzi, Juz 7 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990), 89.

[5]                Muhammad bin Jarir At-Tabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Juz 20 (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), 54.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Juz 4 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1999), 172.

[7]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, Juz 13 (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1959), 248.

[8]                Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah, Madarij As-Salikin, Juz 1 (Riyadh: Dar As-Salam, 2003), 176.

[9]                Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), 89.

[10]             Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Hadits no. 12491.


7.           Penjelasan Komprehensif menurut Tafsir, Ulama, dan Jurnal Ilmiah

7.1.       Kajian Tafsir Klasik tentang Amal Shalih

Amal shalih adalah salah satu tema sentral dalam Al-Qur'an yang sering dijelaskan dalam berbagai kitab tafsir klasik. Para mufasir memberikan penjelasan mendalam tentang syarat, esensi, dan dampak amal shalih.

1)                  Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa amal shalih adalah segala perbuatan yang sesuai dengan syariat Islam, dilakukan dengan niat yang tulus, dan mengikuti sunnah Rasulullah Saw. Amal shalih meliputi ibadah ritual, amal sosial, dan upaya menjaga hubungan baik dengan sesama. Ibnu Katsir menekankan bahwa amal shalih akan sia-sia jika tidak disertai keimanan yang benar.¹

2)                  Tafsir Al-Qurtubi

Dalam tafsirnya, Al-Qurtubi memandang amal shalih sebagai perwujudan nyata dari keimanan. Ia menekankan bahwa amal shalih tidak hanya membawa pahala di akhirat, tetapi juga memberikan dampak positif dalam kehidupan dunia, seperti ketenangan jiwa dan keberkahan hidup.²

3)                  Tafsir As-Sa'di

As-Sa'di menyoroti bahwa amal shalih mencakup semua tindakan yang mendekatkan diri kepada Allah dan membawa manfaat bagi manusia. Ia juga menekankan pentingnya ketulusan dalam amal, karena amal yang dilakukan dengan tujuan selain Allah tidak akan diterima.³

7.2.       Pandangan Ulama tentang Amal Shalih

Para ulama klasik dan kontemporer telah memberikan pandangan mendalam tentang amal shalih sebagai inti dari ajaran Islam.

1)                  Imam Al-Ghazali

Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa amal shalih adalah buah dari kebersihan hati dan keimanan yang kuat. Ia menekankan pentingnya menyucikan niat sebelum beramal agar amal tersebut diterima oleh Allah Swt.⁴

2)                  Ibnu Taimiyyah

Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa amal shalih harus memenuhi dua syarat utama: keikhlasan kepada Allah dan kesesuaian dengan syariat. Amal yang dilakukan tanpa salah satu dari dua syarat ini dianggap tertolak.⁵

3)                  Yusuf Al-Qaradawi

Ulama kontemporer Yusuf Al-Qaradawi menekankan bahwa amal shalih harus berdampak sosial. Ia menjelaskan bahwa amal shalih tidak hanya mencakup ibadah ritual, tetapi juga tindakan yang memperbaiki kehidupan masyarakat, seperti mendirikan sekolah, membantu fakir miskin, dan memperjuangkan keadilan.⁶

7.3.       Temuan dari Jurnal Ilmiah Islami

Kajian ilmiah modern semakin memperkaya diskursus tentang amal shalih dengan menyoroti relevansinya dalam kehidupan kontemporer.

1)                  Hubungan Amal Shalih dengan Kesejahteraan Psikologis

Studi dalam jurnal International Journal of Islamic Studies menunjukkan bahwa amal shalih memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan psikologis individu. Amal yang dilakukan dengan ikhlas memberikan ketenangan jiwa dan meningkatkan kualitas hidup.⁷

2)                  Amal Shalih sebagai Modal Sosial

Penelitian dalam jurnal Islamic Economic Studies mengidentifikasi amal shalih sebagai modal sosial yang memperkuat solidaritas masyarakat. Kegiatan seperti zakat, infak, dan wakaf tidak hanya membantu individu yang membutuhkan, tetapi juga menciptakan jaringan sosial yang kuat.⁸

3)                  Pentingnya Amal Shalih dalam Pendidikan

Kajian dalam Journal of Islamic Education menekankan bahwa amal shalih harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan Islam. Melalui pendidikan, generasi muda dapat diajarkan pentingnya amal shalih sebagai landasan moral dan etika dalam kehidupan.⁹


Kesimpulan

Penjelasan dari tafsir klasik, pandangan ulama, dan temuan jurnal ilmiah Islami menegaskan bahwa amal shalih adalah inti dari ajaran Islam yang tidak hanya memberikan manfaat spiritual, tetapi juga berdampak sosial dan psikologis. Amal shalih harus dilakukan dengan keimanan yang benar, niat yang tulus, dan sesuai dengan tuntunan syariat. Dalam kehidupan modern, amal shalih tetap relevan sebagai solusi atas berbagai permasalahan individu dan masyarakat, menjadikannya sebagai jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.


Catatan Kaki

[1]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Juz 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1999), 232.

[2]                Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), 102.

[3]                Abdurrahman As-Sa'di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd, 1999), 87.

[4]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 4 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1998), 54.

[5]                Ibnu Taimiyyah, Kitab al-Iman (Cairo: Dar al-Hadith, 2002), 63.

[6]                Yusuf Al-Qaradawi, Kaifa Nata’amal Ma’al Qur’an (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1998), 45.

[7]                International Journal of Islamic Studies, "The Psychological Benefits of Charity in Islam," Vol. 12, No. 3 (2020): 15-23.

[8]                Islamic Economic Studies, "The Role of Zakat and Waqf in Strengthening Social Solidarity," Vol. 18, No. 1 (2018): 35-47.

[9]                Journal of Islamic Education, "Integrating Amal Shalih in Islamic Curriculum: A Moral and Ethical Perspective," Vol. 7, No. 2 (2021): 89-101.


8.           Kesimpulan dan Rekomendasi

8.1.       Kesimpulan

Kajian komprehensif tentang amal shalih berdasarkan Al-Qur'an, hadits, pandangan ulama, dan jurnal ilmiah mengungkapkan bahwa amal shalih merupakan inti ajaran Islam yang memberikan manfaat duniawi dan ukhrawi. Amal shalih mencakup segala perbuatan yang dilakukan dengan keimanan, keikhlasan, dan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

1)                  Esensi Amal Shalih dalam Al-Qur'an

Al-Qur'an menjelaskan pentingnya amal shalih sebagai jalan menuju kebahagiaan dan keberkahan hidup. QS Al-Baqarah [02] ayat 148 mendorong umat Islam untuk berlomba-lomba dalam kebajikan, QS Fathir [35] ayat 32 menggambarkan beragam penyikapan manusia terhadap Al-Qur'an, sementara QS An-Nahl [16] ayat 97 menegaskan janji Allah berupa kehidupan yang baik dan balasan besar bagi orang yang beriman dan beramal shalih.¹

2)                  Amal Shalih dalam Hadits Rasulullah Saw

Hadits-hadits Rasulullah Saw, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, mengajarkan urgensi untuk segera beramal sebelum datangnya hambatan seperti kemiskinan, penyakit, atau kematian. Hadits ini memperkuat pesan Al-Qur'an bahwa amal tidak boleh ditunda.²

3)                  Relevansi Amal Shalih dengan Kehidupan Modern

Kajian jurnal ilmiah mengungkapkan bahwa amal shalih memberikan dampak positif pada kesejahteraan psikologis, memperkuat modal sosial, dan meningkatkan solidaritas masyarakat.³ Dalam kehidupan modern yang penuh tantangan, amal shalih menjadi solusi untuk menciptakan individu yang berkarakter dan masyarakat yang harmonis.

Amal shalih bukan hanya ibadah ritual seperti shalat dan puasa, tetapi juga meliputi kontribusi sosial, seperti membantu yang membutuhkan, menjaga lingkungan, dan mempromosikan keadilan. Amal ini mencerminkan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah) dan hubungan dengan sesama (hablum minannas).⁴

8.2.       Rekomendasi

Berdasarkan kajian ini, beberapa rekomendasi yang dapat diimplementasikan adalah:

1)                  Meningkatkan Kesadaran tentang Pentingnya Amal Shalih

Pendidikan agama, baik formal maupun informal, harus menekankan pentingnya amal shalih dalam kehidupan. Para pendidik dapat menggunakan pendekatan integratif yang menghubungkan ajaran Al-Qur'an dan hadits dengan relevansi kehidupan sehari-hari.⁵

2)                  Memanfaatkan Waktu dengan Baik

Umat Islam dianjurkan untuk segera beramal dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Menunda-nunda amal dapat mengurangi peluang untuk mendapatkan pahala dan ridha Allah Swt. Seperti yang ditegaskan dalam hadits, waktu adalah salah satu nikmat besar yang sering disia-siakan.⁶

3)                  Mengintegrasikan Amal Shalih dalam Kehidupan Sosial

Amal shalih tidak hanya berfokus pada ibadah individu, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk kontribusi sosial. Program-program seperti pemberdayaan masyarakat, zakat produktif, dan wakaf untuk pendidikan adalah contoh nyata amal shalih yang berdampak luas.⁷

4)                  Menjaga Keikhlasan dalam Beramal

Amal shalih yang diterima oleh Allah Swt adalah yang dilakukan dengan niat ikhlas. Umat Islam perlu terus memperbaiki niat mereka agar amal yang dilakukan murni untuk mendapatkan ridha Allah Swt, bukan untuk tujuan duniawi seperti pujian atau popularitas.⁸

5)                  Menyusun Prioritas dalam Beramal

Dalam kehidupan modern yang penuh dengan aktivitas, umat Islam perlu menyusun skala prioritas dalam beramal. Amal wajib harus didahulukan, diikuti dengan amal sunnah dan amal sosial yang memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat.⁹

8.3.       Kesimpulan Akhir

Amal shalih adalah jalan yang membawa kebahagiaan, kedamaian, dan keberkahan dalam kehidupan dunia serta pahala besar di akhirat. Dengan menjadikan amal shalih sebagai landasan dalam kehidupan, umat Islam tidak hanya akan menjadi individu yang lebih baik, tetapi juga menciptakan masyarakat yang harmonis, penuh kasih, dan berkeadilan.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019), QS Al-Baqarah [02] ayat 148; QS Fathir [35] ayat 32; QS An-Nahl [16] ayat 97.

[2]                Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Al-Raqa'iq, Hadits no. 6419.

[3]                International Journal of Islamic Studies, "The Psychological Benefits of Charity in Islam," Vol. 12, No. 3 (2020): 15-23.

[4]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Juz 4 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1999), 601.

[5]                Journal of Islamic Education, "Integrating Amal Shalih in Islamic Curriculum: A Moral and Ethical Perspective," Vol. 7, No. 2 (2021): 89-101.

[6]                Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin, Bab Keutamaan Waktu, Hadits no. 91.

[7]                Islamic Economic Studies, "The Role of Zakat and Waqf in Strengthening Social Solidarity," Vol. 18, No. 1 (2018): 35-47.

[8]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 4 (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1998), 54.

[9]                Yusuf Al-Qaradawi, Kaifa Nata’amal Ma’al Qur’an (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1998), 78.


Daftar Pustaka

Al-Ghazali, A. H. (1998). Ihya Ulumuddin (Juz 3 & 4). Beirut: Dar al-Ma'rifah.

Al-Mubarakfuri, S. M. (1990). Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jami’ Tirmidzi (Juz 7). Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.

Al-Qaradawi, Y. (1995). Fiqh al-Zakah. Beirut: Muassasah al-Risalah.

Al-Qaradawi, Y. (1998). Kaifa Nata’amal Ma’al Qur’an. Beirut: Muassasah al-Risalah.

Al-Qurtubi, M. A. (1993). Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an (Juz 5 & 10). Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.

As-Sa'di, A. R. (1999). Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan. Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd.

At-Tabari, M. J. (1980). Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an (Juz 2, 20 & 22). Beirut: Dar al-Fikr.

Bukhari, M. I. (n.d.). Shahih Bukhari. Kitab Al-Raqa'iq, Hadits No. 6419.

Department of Islamic Development Malaysia. (2019). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an.

Ibnu Hajar Al-Asqalani, A. (1959). Fathul Bari (Juz 13). Beirut: Dar al-Ma'rifah.

Ibnu Katsir, I. (1999). Tafsir al-Qur'an al-'Azhim (Juz 1, 4 & 5). Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.

Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah, M. (2003). Madarij As-Salikin (Juz 1). Riyadh: Dar As-Salam.

Ibnu Taimiyyah, A. (1987). Majmu’ al-Fatawa (Juz 10). Madinah: Dar al-Wafa.

International Journal of Islamic Studies. (2020). "The Psychological Benefits of Charity in Islam." International Journal of Islamic Studies, 12(3), 15-23.

Islamic Economic Studies. (2018). "The Role of Zakat and Waqf in Strengthening Social Solidarity." Islamic Economic Studies, 18(1), 35-47.

Journal of Islamic Education. (2021). "Integrating Amal Shalih in Islamic Curriculum: A Moral and Ethical Perspective." Journal of Islamic Education, 7(2), 89-101.

Muslim, I. H. (n.d.). Shahih Muslim. Kitab Al-Aqdhiyyah, Hadits No. 1718.

Nawawi, I. (1990). Riyadhus Shalihin. Beirut: Dar al-Fikr.

Ahmad bin Hanbal, I. (n.d.). Musnad Ahmad. Hadits No. 12491.


Lampiran 1: Keterkaitan Ayat dan Hadits

Keterkaitan Kandungan Ayat dan Hadits tentang Amal Shalih pada Aktivitas Sehari-hari dengan Fenomena Sosial

1.            Konsep Amal Shalih dalam Kehidupan Sehari-hari

Amal shalih dalam Islam mencakup perbuatan yang membawa manfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Al-Qur'an dan hadits secara tegas mengajarkan bahwa amal shalih bukan hanya terbatas pada ibadah ritual, tetapi juga mencakup tindakan sosial yang berdampak positif pada kehidupan bermasyarakat. Dalam QS An-Nahl [16] ayat 97, Allah Swt berjanji memberikan hayatan tayyibah (kehidupan yang baik) kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih.¹ Hadits Rasulullah Saw juga menegaskan pentingnya bersegera dalam amal sebelum datang halangan seperti kemiskinan, penyakit, atau kematian.²

2.            Implementasi Ayat dan Hadits pada Fenomena Sosial

Fenomena sosial modern sering kali memperlihatkan kebutuhan mendesak akan amal shalih untuk mengatasi berbagai tantangan. Beberapa contoh implementasi kandungan ayat dan hadits dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

1)                  Kepedulian terhadap Kaum Dhuafa

QS Al-Baqarah [02] ayat 148 mendorong umat Islam untuk berlomba-lomba dalam kebajikan.³ Fenomena sosial seperti kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan ekonomi memerlukan kontribusi nyata dari individu maupun komunitas Muslim. Amal shalih dapat diwujudkan melalui pemberian zakat, infak, dan sedekah yang tidak hanya membantu meringankan beban masyarakat miskin, tetapi juga mengurangi kesenjangan sosial.⁴ Rasulullah Saw bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ.

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR Ahmad).⁵

2)                  Menjaga Keharmonisan Keluarga

Dalam kehidupan keluarga, amal shalih dapat diwujudkan dengan saling membantu dan mendukung. QS An-Nahl [16] ayat 97 menekankan pentingnya beriman dan beramal shalih untuk menciptakan hayatan tayyibah. Kehidupan keluarga yang harmonis adalah hasil dari sikap saling menghormati, peduli, dan menjalankan kewajiban masing-masing anggota keluarga.⁶

3)                  Pemberdayaan Komunitas melalui Pendidikan

Amal shalih juga dapat diwujudkan melalui upaya meningkatkan kualitas pendidikan. QS Fathir [35] ayat 32 mengajarkan bahwa pewarisan Al-Qur'an kepada umat Islam mengandung tanggung jawab untuk memanfaatkan ilmu demi kebaikan. Fenomena sosial seperti rendahnya tingkat literasi di beberapa wilayah dapat diatasi dengan mendirikan lembaga pendidikan atau mengadakan program pemberantasan buta huruf.⁷

4)                  Pelestarian Lingkungan

Rasulullah Saw memberikan perhatian besar pada pelestarian lingkungan, seperti dalam hadits:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ.

"Barangsiapa yang menanam pohon, lalu dari pohon itu manusia atau makhluk lainnya mendapatkan manfaat, maka itu menjadi sedekah baginya." (HR Bukhari).⁸

Fenomena seperti perubahan iklim dan kerusakan lingkungan dapat diatasi dengan mempraktikkan amal shalih dalam bentuk menjaga kebersihan, menanam pohon, dan mengurangi penggunaan sumber daya secara berlebihan.

5)                  Menguatkan Solidaritas Sosial

Amal shalih mencakup tindakan kolektif seperti pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas, penyediaan bantuan kemanusiaan, atau membangun fasilitas umum. Fenomena sosial seperti bencana alam memerlukan kontribusi aktif masyarakat Muslim untuk menunjukkan solidaritas melalui bantuan langsung, donasi, dan relawan.⁹

3.            Relevansi dalam Fenomena Sosial Modern

Amal shalih menjadi solusi konkret untuk berbagai masalah sosial yang dihadapi masyarakat modern. Implementasi nilai-nilai amal shalih tidak hanya memperbaiki individu secara spiritual tetapi juga memperkuat hubungan sosial, menciptakan harmoni, dan memupuk rasa tanggung jawab kolektif dalam masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2019), QS An-Nahl [16] ayat 97.

[2]                Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Al-Raqa'iq, Hadits no. 6419.

[3]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, QS Al-Baqarah [02] ayat 148.

[4]                Islamic Economic Studies, "The Role of Zakat and Waqf in Strengthening Social Solidarity," Vol. 18, No. 1 (2018): 35-47.

[5]                Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Hadits no. 17359.

[6]                Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Zakah (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1995), 78.

[7]                Journal of Islamic Education, "Integrating Amal Shalih in Islamic Curriculum: A Moral and Ethical Perspective," Vol. 7, No. 2 (2021): 89-101.

[8]                Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Al-Adab, Hadits no. 2321.

[9]                International Journal of Islamic Studies, "The Psychological Benefits of Charity in Islam," Vol. 12, No. 3 (2020): 15-23.


Lampiran 2: Takhrij Hadits

Berikut adalah takhrij hadits-hadits yang digunakan dalam artikel tentang amal shalih, termasuk analisis sanad dan matannya:


1.            Hadits tentang Bersegera dalam Amal

Teks Hadits:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ سَبْعًا: هَلْ تَنْتَظِرُونَ إِلَّا فَقْرًا مُنْسِيًا، أَوْ غِنًى مُطْغِيًا، أَوْ مَرَضًا مُفْسِدًا، أَوْ هَرَمًا مُفَنِّدًا، أَوْ مَوْتًا مُجْهِزًا، أَوِ الدَّجَّالَ، فَشَرُّ غَائِبٍ يُنْتَظَرُ، أَوِ السَّاعَةَ، فَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ.

Terjemahan:

"Bersegeralah beramal sebelum datang tujuh perkara: Apakah kalian menunggu kemiskinan yang membuat lupa, kekayaan yang membuat sombong, penyakit yang merusak, usia tua yang melemahkan, kematian yang tiba-tiba, Dajjal, makhluk gaib yang paling buruk yang dinanti-nanti, atau kiamat, sedangkan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit."

Referensi Hadits:

·                     Imam Bukhari: Shahih Bukhari, Kitab Al-Raqa'iq, Hadits no. 6419.

·                     Imam Muslim: Shahih Muslim, Kitab Al-Fitan, Hadits no. 2947.

Analisis Sanad:

·                     Perawi: Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.

·                     Kedudukan Sanad: Shahih, karena diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dengan sanad yang bersambung dan perawinya tsiqah (terpercaya).

·                     Penilaian Ulama: Hadits ini disepakati kesahihannya oleh Imam Bukhari dan Muslim (muttafaq ‘alaih).

Analisis Matan:

Matan hadits ini memberikan peringatan kepada umat Islam untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin dalam beramal shalih sebelum datang berbagai penghalang. Tidak ditemukan cacat atau kontradiksi dalam matan hadits ini.


2.            Hadits tentang Menanam Pohon sebagai Amal Shalih

Teks Hadits:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ.

Terjemahan:

"Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau menanam tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, melainkan itu menjadi sedekah baginya."

Referensi Hadits:

·                     Imam Bukhari: Shahih Bukhari, Kitab Al-Adab, Hadits no. 2321.

·                     Imam Muslim: Shahih Muslim, Kitab Al-Musaqah, Hadits no. 1552.

Analisis Sanad:

·                     Perawi: Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.

·                     Kedudukan Sanad: Shahih, karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dengan sanad yang terpercaya.

·                     Penilaian Ulama: Hadits ini termasuk dalam kategori shahih (muttafaq ‘alaih).

Analisis Matan:

Matan hadits ini menunjukkan pentingnya amal shalih yang berdampak pada makhluk lain, baik manusia, hewan, maupun lingkungan. Hadits ini jelas dan tidak ada syubhat dalam matannya.


3.            Hadits tentang Sebaik-baik Manusia

Teks Hadits:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ.

Terjemahan:

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain."

Referensi Hadits:

·                     Imam Ahmad bin Hanbal: Musnad Ahmad, Hadits no. 17359.

·                     Imam Thabrani: Mu’jam al-Awsath, Juz 6, Hadits no. 5787.

Analisis Sanad:

·                     Perawi: Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar RA.

·                     Kedudukan Sanad: Hasan, karena sebagian jalur periwayatannya mengandung perawi yang memiliki tingkat keadilan yang baik tetapi tidak mencapai tingkat tertinggi.

·                     Penilaian Ulama: Imam Al-Haitsami menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan, dan sebagian ulama lain menyebutnya shahih dengan jalur lain.

Analisis Matan:

Matan hadits ini sangat relevan dengan ajaran Islam yang menekankan kontribusi sosial. Tidak ada cacat dalam matan, dan pesan hadits ini sesuai dengan ajaran universal Islam.


Kesimpulan Takhrij

Hadits-hadits yang digunakan dalam artikel ini memiliki tingkat keabsahan yang tinggi, dengan sebagian besar berstatus muttafaq ‘alaih (disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim) atau dinilai shahih/hasan oleh ulama. Kandungan matannya pun jelas, tidak bertentangan dengan Al-Qur'an, dan mendukung implementasi amal shalih dalam kehidupan sehari-hari.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar