Wawasan Kebangsaan
Pilar Persatuan dan
Kemajuan Bangsa
Abstrak
Wawasan kebangsaan merupakan cara pandang suatu
bangsa dalam menjaga persatuan, kedaulatan, dan identitas nasional di tengah
keberagaman dan tantangan global. Artikel ini membahas secara komprehensif
landasan filosofis dan konstitusional wawasan kebangsaan Indonesia, yang
bertumpu pada nilai-nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Pilar-pilar utama seperti cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara,
komitmen terhadap persatuan dan kesatuan, serta semangat rela berkorban
diuraikan sebagai dasar untuk membangun bangsa yang kuat dan berintegritas.
Dalam konteks kekinian, wawasan kebangsaan
dihadapkan pada tantangan globalisasi, digitalisasi, dan polarisasi sosial. Artikel
ini juga mengulas berbagai strategi untuk menguatkan wawasan kebangsaan,
termasuk melalui pendidikan karakter, pelestarian budaya, literasi digital,
serta kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Diharapkan, pembahasan ini
dapat memberikan kontribusi dalam memperkuat kesadaran kolektif terhadap
pentingnya wawasan kebangsaan sebagai pilar utama persatuan dan kemajuan
bangsa.
Kata Kunci: Wawasan kebangsaan, Pancasila, Bhinneka Tunggal
Ika, UUD 1945, pendidikan karakter, literasi digital, persatuan bangsa,
identitas nasional.
1.
Pendahuluan
1.1. Definisi Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan
merupakan cara pandang suatu bangsa dalam memahami eksistensinya sebagai bagian
dari komunitas global dengan tetap memprioritaskan kepentingan nasional.
Wawasan ini menjadi landasan bagi setiap warga negara untuk bersikap dan
bertindak dalam menjaga persatuan, kedaulatan, serta keutuhan wilayah.¹ Dalam
konteks Indonesia, wawasan kebangsaan didasari oleh Pancasila sebagai pedoman
hidup berbangsa dan bernegara yang mencerminkan nilai-nilai persatuan,
kemanusiaan, dan keadilan.²
1.2.
Urgensi Wawasan Kebangsaan di Era Globalisasi
Di tengah arus
globalisasi yang semakin deras, wawasan kebangsaan memiliki peran yang sangat
penting dalam menjaga identitas dan integritas bangsa. Globalisasi membuka
peluang kemajuan dalam bidang teknologi, komunikasi, dan ekonomi, tetapi juga
membawa ancaman seperti polarisasi ideologi, lunturnya nilai-nilai budaya
lokal, dan meningkatnya ancaman disintegrasi sosial.³
Sebagai contoh,
kemajuan teknologi informasi telah mempermudah pertukaran informasi lintas
negara, namun di sisi lain, hal ini juga mempermudah penyebaran hoaks dan
ideologi transnasional yang dapat memengaruhi stabilitas nasional.⁴ Dalam situasi ini, wawasan kebangsaan
menjadi tameng untuk memperkuat kesadaran kolektif dan identitas nasional
sehingga bangsa Indonesia dapat menghadapi tantangan global tanpa kehilangan
jati dirinya.⁵
Pentingnya wawasan
kebangsaan juga tercermin dalam berbagai kebijakan pendidikan yang menekankan pentingnya
penguatan nilai-nilai kebangsaan
di tengah generasi muda. Pendidikan menjadi sarana utama untuk menanamkan
pemahaman tentang sejarah perjuangan bangsa, prinsip-prinsip demokrasi, dan
pentingnya persatuan dalam keberagaman.⁶
Catatan Kaki
[1]
Puslitbang Kebijakan Pendidikan, Wawasan Kebangsaan dalam Pendidikan Indonesia
(Jakarta: Kemendikbud, 2020), 15.
[2]
Mohammad Hatta, Demokrasi Kita (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2009), 45.
[3]
Anthony Giddens, Runaway World: How Globalization is Reshaping
Our Lives (New York: Routledge, 2003), 67.
[4]
Agus Wahyudi, "Literasi Digital dan Tantangan Kebangsaan di Era
Globalisasi," Jurnal Pendidikan Nasional 15, no.
3 (2021): 34–36.
[5]
Anies Baswedan, "Pendidikan sebagai Pilar Kebangsaan," Kompas,
14 Agustus 2019.
[6]
Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui
Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 123.
2.
Landasan Filosofis dan Konstitusional Wawasan
Kebangsaan
2.1.
Dasar Filosofis
Wawasan kebangsaan
Indonesia bertumpu pada Pancasila sebagai ideologi bangsa yang menggariskan
nilai-nilai kebangsaan, moralitas, dan kemanusiaan. Pancasila, yang terdiri
dari lima sila, memberikan dasar filosofis bagi integrasi nasional dengan
menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan, serta keadilan sosial sebagai pedoman hidup
berbangsa.¹
Konsep Bhinneka
Tunggal Ika yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu"
memperkuat nilai-nilai kebangsaan dalam keberagaman budaya, suku, agama, dan
bahasa di Indonesia.² Falsafah ini menekankan bahwa keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang
harus dipelihara dan dijaga sebagai sumber kekuatan nasional.
2.2.
Dasar Konstitusional
Secara
konstitusional, wawasan kebangsaan diatur dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar
1945. Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa "Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik," yang menegaskan
prinsip persatuan sebagai fondasi bernegara.³ Selain itu, Pasal 27 Ayat (3) mewajibkan setiap warga negara untuk
"ikut serta dalam upaya pembelaan negara," sebagai bentuk
konkret dari kesadaran berbangsa dan bernegara.⁴
Pasal 30 Ayat (1)
UUD 1945 juga memperkuat komitmen nasional dengan menyebutkan bahwa
"tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara."⁵ Dengan demikian, landasan konstitusional ini mengukuhkan pentingnya partisipasi aktif warga
negara dalam menjaga kedaulatan, keamanan, dan keutuhan bangsa.
2.3.
Dimensi Historis
Dimensi historis
wawasan kebangsaan dapat dilihat dari perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan. Perlawanan terhadap penjajahan menunjukkan betapa pentingnya rasa persatuan dan solidaritas untuk mencapai
kemerdekaan.⁶ Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan
tonggak sejarah yang merefleksikan hasil perjuangan kolektif seluruh elemen
bangsa.⁷
Para pendiri bangsa,
seperti Soekarno dan Mohammad Hatta, telah menanamkan nilai-nilai wawasan
kebangsaan dalam setiap pidato dan kebijakan awal kemerdekaan. Mereka
menekankan bahwa persatuan bangsa adalah modal utama untuk membangun Indonesia
yang kuat dan mandiri di tengah keberagaman.⁸
Catatan Kaki
[1]
Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik
Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 23.
[2]
Muhammad Yamin, Bhinneka Tunggal Ika: Falsafah Persatuan Bangsa
(Jakarta: Balai Pustaka, 1958), 12.
[3]
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 2002), Pasal 1 Ayat
(1).
[4]
Ibid., Pasal 27 Ayat (3).
[5]
Ibid., Pasal 30 Ayat (1).
[6]
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah
Pergerakan Nasional dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), 128.
[7]
Sukarno, Di Bawah Bendera Revolusi (Jakarta:
Panitia Pembina Jiwa Revolusi, 1964), 36.
[8]
Mohammad Hatta, Menuju Indonesia Merdeka (Jakarta:
Pustaka Antara, 1945), 45.
3.
Pilar-Pilar Wawasan Kebangsaan
3.1.
Cinta Tanah Air
Cinta tanah air
merupakan pilar utama dalam wawasan kebangsaan yang diwujudkan melalui sikap
dan tindakan nyata dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta
kelestarian budaya bangsa.¹ Nilai cinta tanah air tercermin dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan, di mana para pahlawan rela berkorban demi kemerdekaan.² Dalam
konteks kekinian, cinta tanah air dapat diwujudkan dengan menghormati
simbol-simbol negara seperti bendera, lagu kebangsaan, dan lambang negara,
serta berkontribusi dalam pembangunan masyarakat.³
3.2.
Kesadaran Berbangsa dan Bernegara
Kesadaran berbangsa
dan bernegara adalah kemampuan untuk memahami peran dan tanggung jawab sebagai bagian dari negara. Pilar ini
menekankan pentingnya memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara sesuai
dengan konstitusi.⁴ Dalam konteks ini, pendidikan kewarganegaraan memainkan
peran sentral dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan pada generasi muda,
termasuk pentingnya menjaga persatuan dan menghormati perbedaan.⁵
Kesadaran bernegara
juga melibatkan komitmen untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan fungsi
negara. Hal ini mencakup partisipasi aktif dalam proses demokrasi, seperti pemilihan umum, serta menaati
hukum yang berlaku.⁶
3.3.
Komitmen terhadap Persatuan dan Kesatuan
Persatuan dan
kesatuan menjadi nilai inti dalam wawasan kebangsaan yang mempersatukan seluruh elemen bangsa dari
berbagai latar belakang budaya, agama, dan etnis.⁷ Komitmen ini tidak hanya
diwujudkan melalui toleransi antar kelompok, tetapi juga melalui upaya aktif
untuk mencegah konflik yang dapat mengancam keutuhan bangsa.⁸
Sebagai negara yang
memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa dan 700 bahasa daerah, Indonesia
menghadapi tantangan besar dalam menjaga persatuan. Oleh karena itu, penerapan prinsip Bhinneka
Tunggal Ika menjadi kunci untuk memperkuat kohesi sosial di tengah
keberagaman.⁹
3.4.
Semangat Rela Berkorban untuk Bangsa
Rela berkorban untuk
bangsa adalah bentuk tertinggi dari cinta tanah air yang mencerminkan kesediaan
seseorang untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi.¹⁰
Pengorbanan ini tidak hanya terbatas pada kontribusi fisik, tetapi juga
meliputi pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran untuk kemajuan bangsa.¹¹
Dalam sejarah,
semangat ini ditunjukkan oleh para pahlawan nasional yang mempertaruhkan nyawa
demi kemerdekaan. Dalam konteks modern, semangat rela berkorban dapat diwujudkan melalui dedikasi untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, seperti melalui pengabdian di bidang pendidikan,
kesehatan, dan pembangunan sosial.¹²
Catatan Kaki
[1]
Muhammad Hatta, Cinta Tanah Air dalam Perspektif Bangsa
Indonesia (Jakarta: Pustaka Antara, 1961), 18.
[2]
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Perjuangan
Bangsa Melawan Penjajah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2014), 97.
[3]
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi (Jakarta:
Panitia Pembina Jiwa Revolusi, 1964), 54.
[4]
Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik
Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 45.
[5]
Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui
Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 67.
[6]
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 2002), Pasal 27 Ayat
(1).
[7]
Muhammad Yamin, Bhinneka Tunggal Ika: Falsafah Persatuan Bangsa
(Jakarta: Balai Pustaka, 1958), 22.
[8]
Agus Wahyudi, "Strategi Mempertahankan Persatuan di Era
Digital," Jurnal Pendidikan Nasional 16, no.
2 (2022): 45–47.
[9]
Anthony Reid, Indonesia: Nation and Diversity
(Singapore: NUS Press, 2012), 31.
[10]
Anies Baswedan, "Pendidikan Karakter dan Semangat
Kebangsaan," Kompas, 19 Juni 2021.
[11]
Mochtar Lubis, Makna Pengorbanan dalam Sejarah Perjuangan
Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1976), 29.
[12]
Agus Salim, Berbakti kepada Bangsa: Filosofi Rela Berkorban
(Bandung: Alfabeta, 2018), 43.
4.
Wawasan Kebangsaan dalam Konteks Kekinian
4.1.
Penerapan Wawasan Kebangsaan di Bidang
Pendidikan
Pendidikan memainkan
peran sentral dalam membentuk karakter kebangsaan yang kuat. Kurikulum
pendidikan di Indonesia menempatkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sebagai salah satu mata
pelajaran wajib untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan sejak dini.¹ Materi ini
dirancang untuk membangun kesadaran siswa terhadap pentingnya persatuan,
toleransi, dan kontribusi terhadap bangsa.²
Selain itu, berbagai
program ekstrakurikuler seperti pramuka dan upacara bendera juga menjadi sarana
efektif untuk menanamkan rasa cinta tanah air di kalangan generasi muda.³
Namun, tantangan tetap ada, seperti kurangnya pemahaman mendalam terhadap
nilai-nilai kebangsaan di tengah arus globalisasi dan digitalisasi.⁴ Oleh
karena itu, pendidikan berbasis wawasan kebangsaan perlu terus diperkuat untuk
membekali generasi muda menghadapi tantangan zaman.⁵
4.2.
Wawasan Kebangsaan dan Pemuda
Pemuda memiliki
peran strategis dalam menjaga dan mengembangkan wawasan kebangsaan. Sebagai
generasi penerus bangsa, pemuda diharapkan mampu mengintegrasikan nilai-nilai
kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari,
baik di lingkungan pendidikan, pekerjaan, maupun masyarakat.⁶
Namun, dalam era
digital ini, pemuda juga menghadapi tantangan seperti individualisme,
polarisasi politik, dan paparan budaya asing yang berpotensi mengikis identitas kebangsaan.⁷ Untuk
mengatasinya, dibutuhkan program yang mampu membangkitkan semangat
nasionalisme, seperti kegiatan sosial kemasyarakatan, pelatihan kepemimpinan
berbasis kebangsaan, dan kampanye cinta tanah air melalui media sosial.⁸
4.3.
Wawasan Kebangsaan dalam Kehidupan Digital
Era digital membawa
perubahan besar dalam cara masyarakat mengakses dan membagikan informasi. Di
satu sisi, teknologi digital memberikan peluang untuk menyebarkan nilai-nilai
kebangsaan secara lebih luas. Pemerintah
dan berbagai organisasi telah memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan
simbol-simbol negara, sejarah nasional, dan nilai-nilai kebangsaan.⁹
Namun, di sisi lain,
arus digital juga membawa ancaman seperti hoaks, ujaran kebencian, dan ideologi transnasional yang dapat memecah
belah persatuan bangsa.¹⁰ Literasi digital menjadi kunci utama dalam menguatkan
wawasan kebangsaan di tengah era ini.¹¹ Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk memilah informasi yang
kredibel serta memahami dampak sosial dari penggunaan teknologi secara tidak
bijaksana.¹²
Sebagai contoh,
kampanye literasi digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika telah berhasil meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang bahaya informasi palsu serta pentingnya menjaga
ruang digital yang sehat untuk memperkuat wawasan kebangsaan.¹³
Catatan Kaki
[1]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(Jakarta: Kemendikbud, 2019), 13.
[2]
Anies Baswedan, "Pendidikan Karakter untuk Generasi Bangsa," Kompas,
15 Juli 2020.
[3]
Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui
Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 89.
[4]
Agus Wahyudi, "Pendidikan dan Tantangan Globalisasi," Jurnal
Pendidikan Nasional 15, no. 2 (2020): 45–47.
[5]
Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik
Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 67.
[6]
Sukarno, Pemuda dan Revolusi (Jakarta: Balai
Pustaka, 1963), 19.
[7]
Anthony Giddens, Runaway World: How Globalization is Reshaping
Our Lives (New York: Routledge, 2003), 78.
[8]
Agus Salim, Pemuda dan Tantangan Kebangsaan
(Bandung: Alfabeta, 2018), 34.
[9]
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Laporan Literasi Digital 2023
(Jakarta: Kominfo, 2023), 25.
[10]
Agus Wahyudi, "Hoaks dan Polarisasi Politik," Jurnal
Pendidikan Nasional 16, no. 3 (2022): 21–23.
[11]
Henry Jenkins, Participatory Culture in a Networked Era
(Cambridge: Polity Press, 2015), 92.
[12]
Agus Salim, Literasi Digital dan Nasionalisme
(Jakarta: Pustaka Sains, 2022), 43.
[13]
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kampanye Nasional Literasi Digital
(Jakarta: Kominfo, 2023), 33.
5.
Strategi Menguatkan Wawasan Kebangsaan
5.1.
Peningkatan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter
berbasis wawasan kebangsaan merupakan salah satu strategi utama dalam
memperkuat rasa cinta tanah air dan kesadaran berbangsa.¹ Kurikulum yang menanamkan nilai-nilai
Pancasila, toleransi, dan solidaritas sangat penting untuk membentuk generasi
muda yang memiliki integritas moral dan komitmen terhadap keutuhan bangsa.²
Pendidikan tidak
hanya harus dilakukan di sekolah, tetapi juga di keluarga dan masyarakat. Dalam
hal ini, peran guru dan orang tua sangat krusial sebagai teladan bagi anak-anak
dalam mengaplikasikan nilai-nilai kebangsaan.³ Selain itu, program pendidikan
informal seperti pelatihan kepemimpinan dan kegiatan sosial berbasis masyarakat
juga dapat membantu menanamkan karakter kebangsaan pada generasi muda.⁴
5.2.
Penguatan Identitas Budaya
Budaya lokal
merupakan bagian integral dari identitas nasional. Dengan menjaga dan
melestarikan kebudayaan daerah, wawasan kebangsaan dapat diperkuat melalui rasa bangga terhadap warisan
leluhur.⁵ Festival budaya, seni tradisional, dan kearifan lokal perlu terus
dilestarikan sebagai simbol persatuan dalam keberagaman.⁶
Peran pemerintah
sangat penting dalam mendukung pelestarian budaya. Misalnya, melalui kebijakan
alokasi anggaran untuk kegiatan seni dan budaya, serta promosi budaya lokal di
tingkat internasional.⁷ Hal ini dapat memberikan pengakuan global terhadap identitas kebangsaan sekaligus
memperkuat rasa bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia.⁸
5.3.
Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat
Menguatkan wawasan
kebangsaan membutuhkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus terus menciptakan kebijakan yang
mendukung penguatan identitas nasional, seperti program bela negara,
sosialisasi nilai-nilai Pancasila, dan penyelenggaraan kegiatan yang mempererat
persatuan.⁹
Di sisi lain,
masyarakat perlu berperan aktif dalam mendukung program-program pemerintah dan
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk memperkuat wawasan kebangsaan. Misalnya, organisasi masyarakat
dapat mengadakan diskusi kebangsaan, pelatihan literasi digital, dan kegiatan
sosial yang mengedepankan nilai-nilai persatuan.¹⁰
5.4.
Pemanfaatan Teknologi untuk Literasi Kebangsaan
Teknologi dapat
menjadi alat strategis untuk memperkuat wawasan kebangsaan, terutama di era
digital.¹¹ Kampanye nasionalisme melalui media sosial, pembuatan konten kreatif
berbasis kebangsaan, dan platform edukasi
digital yang menekankan nilai-nilai Pancasila adalah beberapa contoh yang
efektif.¹²
Namun, literasi
digital juga harus diperkuat untuk mengatasi ancaman seperti hoaks, polarisasi,
dan ujaran kebencian yang dapat memecah belah bangsa.¹³ Pelatihan literasi digital yang inklusif dan
berkelanjutan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, menjadi langkah penting
untuk memastikan ruang digital yang sehat dan mendukung wawasan kebangsaan.¹⁴
Catatan Kaki
[1]
Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik
Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 89.
[2]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Panduan Pendidikan Karakter Berbasis Kebangsaan
(Jakarta: Kemendikbud, 2020), 12.
[3]
Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui
Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 97.
[4]
Agus Salim, Pemuda dan Tantangan Kebangsaan
(Bandung: Alfabeta, 2018), 54.
[5]
Muhammad Yamin, Bhinneka Tunggal Ika: Falsafah Persatuan Bangsa
(Jakarta: Balai Pustaka, 1958), 37.
[6]
Anies Baswedan, "Kebudayaan sebagai Fondasi Kebangsaan," Kompas,
23 Juni 2021.
[7]
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Laporan
Tahunan: Pelestarian Budaya Lokal (Jakarta: Kemenparekraf, 2023),
29.
[8]
Anthony Reid, Indonesia: Nation and Diversity
(Singapore: NUS Press, 2012), 42.
[9]
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 2002), Pasal 27 Ayat
(3).
[10]
Agus Wahyudi, "Peran Organisasi Sosial dalam Memperkuat Wawasan
Kebangsaan," Jurnal Sosial Budaya 18, no. 2
(2022): 45–46.
[11]
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Laporan Literasi Digital 2023
(Jakarta: Kominfo, 2023), 19.
[12]
Henry Jenkins, Participatory Culture in a Networked Era
(Cambridge: Polity Press, 2015), 112.
[13]
Agus Salim, Literasi Digital dan Nasionalisme
(Jakarta: Pustaka Sains, 2022), 56.
[14]
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kampanye Nasional Literasi Digital
(Jakarta: Kominfo, 2023), 21.
6.
Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1.
Kesimpulan
Wawasan kebangsaan
merupakan landasan utama dalam menjaga persatuan, kedaulatan, dan kemajuan
bangsa Indonesia di tengah keberagaman dan tantangan global. Pilar-pilar
seperti cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, komitmen terhadap
persatuan dan kesatuan, serta semangat
rela berkorban adalah nilai-nilai utama yang harus terus diperkuat dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.¹
Dalam konteks
kekinian, wawasan kebangsaan menghadapi berbagai tantangan, termasuk derasnya
arus globalisasi, polarisasi sosial, dan ancaman dari penyalahgunaan teknologi
digital.² Meski demikian, dengan strategi yang tepat seperti peningkatan
pendidikan karakter, pelestarian budaya, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, serta pemanfaatan
teknologi secara bijak, wawasan kebangsaan dapat terus diperkuat untuk
memastikan keberlanjutan negara yang berdaulat, adil, dan makmur.³
6.2.
Rekomendasi
1)
Penguatan Pendidikan
Berbasis Wawasan Kebangsaan
Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu
memastikan bahwa kurikulum pendidikan menanamkan nilai-nilai kebangsaan secara
komprehensif. Program seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus
dirancang lebih interaktif dan kontekstual agar relevan dengan tantangan
zaman.⁴
2)
Pelestarian dan Promosi
Kebudayaan Lokal
Budaya lokal harus terus dilestarikan sebagai
salah satu cara untuk memperkuat identitas nasional. Pemerintah dapat mendorong
kegiatan seperti festival budaya, pelatihan seni tradisional, dan promosi
budaya melalui media internasional.⁵
3)
Penguatan Literasi
Digital
Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk
meningkatkan literasi digital guna menghadapi ancaman hoaks, ujaran kebencian,
dan ideologi transnasional. Kampanye literasi digital harus mencakup pelatihan
teknis dan pemahaman tentang etika bermedia sosial untuk menciptakan ruang
digital yang sehat dan mendukung wawasan kebangsaan.⁶
4)
Meningkatkan
Partisipasi Generasi Muda
Generasi muda perlu didorong untuk berkontribusi
dalam upaya menjaga dan mengembangkan wawasan kebangsaan melalui kegiatan
sosial, pelatihan kepemimpinan, dan kampanye kebangsaan. Pemerintah dan
organisasi masyarakat dapat menyediakan platform yang mendukung kreativitas
generasi muda dalam menyebarkan nilai-nilai nasionalisme.⁷
5)
Kolaborasi Antar
Stakeholder
Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan
sektor swasta diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
penguatan wawasan kebangsaan. Program-program seperti bela negara, forum
diskusi kebangsaan, dan kegiatan sosial berbasis komunitas dapat mempererat
rasa persatuan.⁸
Catatan Kaki
[1]
Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik
Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 102.
[2]
Agus Wahyudi, "Tantangan Wawasan Kebangsaan di Era
Globalisasi," Jurnal Pendidikan Nasional 16, no.
2 (2022): 23–25.
[3]
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Panduan Pendidikan Berbasis Kebangsaan
(Jakarta: Kemendikbud, 2020), 45.
[4]
Anies Baswedan, "Pendidikan Karakter sebagai Pilar
Kebangsaan," Kompas, 19 Agustus 2019.
[5]
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Laporan
Tahunan: Pelestarian Budaya Lokal (Jakarta: Kemenparekraf, 2023),
39.
[6]
Agus Salim, Literasi Digital dan Nasionalisme
(Jakarta: Pustaka Sains, 2022), 67.
[7]
Anthony Giddens, Runaway World: How Globalization is Reshaping
Our Lives (New York: Routledge, 2003), 82.
[8]
Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui
Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 112.
Daftar Pustaka
Anies Baswedan. (2019, Agustus 19). Pendidikan
karakter sebagai pilar kebangsaan. Kompas.
Anies Baswedan. (2021, Juni 23). Kebudayaan sebagai
fondasi kebangsaan. Kompas.
Dedi Haryadi. (2018). Membangun karakter
kebangsaan melalui pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Giddens, A. (2003). Runaway world: How
globalization is reshaping our lives. New York: Routledge.
Indonesia. (2002). Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
Jenkins, H. (2015). Participatory culture in a
networked era. Cambridge: Polity Press.
Kaelan. (2017). Pancasila: Paradigma ilmu dan
etika politik bangsa Indonesia. Yogyakarta: Paradigma.
Kartodirdjo, S. (2014). Pengantar sejarah
Indonesia baru: Perjuangan bangsa melawan penjajah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (2023). Kampanye
nasional literasi digital. Jakarta: Kominfo.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (2023). Laporan
literasi digital 2023. Jakarta: Kominfo.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2019). Pendidikan
Pancasila dan kewarganegaraan. Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2020). Panduan
pendidikan berbasis kebangsaan. Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
(2023). Laporan tahunan: Pelestarian budaya lokal. Jakarta:
Kemenparekraf.
Lubis, M. (1976). Makna pengorbanan dalam
sejarah perjuangan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Muhammad Yamin. (1958). Bhinneka Tunggal Ika:
Falsafah persatuan bangsa. Jakarta: Balai Pustaka.
Reid, A. (2012). Indonesia: Nation and diversity.
Singapore: NUS Press.
Salim, A. (2018). Pemuda dan tantangan
kebangsaan. Bandung: Alfabeta.
Salim, A. (2022). Literasi digital dan
nasionalisme. Jakarta: Pustaka Sains.
Soekarno. (1963). Pemuda dan revolusi.
Jakarta: Balai Pustaka.
Soekarno. (1964). Di bawah bendera revolusi.
Jakarta: Panitia Pembina Jiwa Revolusi.
Wahyudi, A. (2020). Pendidikan dan tantangan
globalisasi. Jurnal Pendidikan Nasional, 15(2), 45–47.
Wahyudi, A. (2022). Peran organisasi sosial dalam
memperkuat wawasan kebangsaan. Jurnal Sosial Budaya, 18(2), 45–46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar