Jumat, 17 Januari 2025

Wawasan Kebangsaan: Pilar Persatuan dan Kemajuan Bangsa

Wawasan Kebangsaan

Pilar Persatuan dan Kemajuan Bangsa


Abstrak

Wawasan kebangsaan merupakan cara pandang suatu bangsa dalam menjaga persatuan, kedaulatan, dan identitas nasional di tengah keberagaman dan tantangan global. Artikel ini membahas secara komprehensif landasan filosofis dan konstitusional wawasan kebangsaan Indonesia, yang bertumpu pada nilai-nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945. Pilar-pilar utama seperti cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, komitmen terhadap persatuan dan kesatuan, serta semangat rela berkorban diuraikan sebagai dasar untuk membangun bangsa yang kuat dan berintegritas.

Dalam konteks kekinian, wawasan kebangsaan dihadapkan pada tantangan globalisasi, digitalisasi, dan polarisasi sosial. Artikel ini juga mengulas berbagai strategi untuk menguatkan wawasan kebangsaan, termasuk melalui pendidikan karakter, pelestarian budaya, literasi digital, serta kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Diharapkan, pembahasan ini dapat memberikan kontribusi dalam memperkuat kesadaran kolektif terhadap pentingnya wawasan kebangsaan sebagai pilar utama persatuan dan kemajuan bangsa.

Kata Kunci: Wawasan kebangsaan, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, pendidikan karakter, literasi digital, persatuan bangsa, identitas nasional.


1.           Pendahuluan

1.1.       Definisi Wawasan Kebangsaan

Wawasan kebangsaan merupakan cara pandang suatu bangsa dalam memahami eksistensinya sebagai bagian dari komunitas global dengan tetap memprioritaskan kepentingan nasional. Wawasan ini menjadi landasan bagi setiap warga negara untuk bersikap dan bertindak dalam menjaga persatuan, kedaulatan, serta keutuhan wilayah.¹ Dalam konteks Indonesia, wawasan kebangsaan didasari oleh Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang mencerminkan nilai-nilai persatuan, kemanusiaan, dan keadilan.²

1.2.       Urgensi Wawasan Kebangsaan di Era Globalisasi

Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, wawasan kebangsaan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga identitas dan integritas bangsa. Globalisasi membuka peluang kemajuan dalam bidang teknologi, komunikasi, dan ekonomi, tetapi juga membawa ancaman seperti polarisasi ideologi, lunturnya nilai-nilai budaya lokal, dan meningkatnya ancaman disintegrasi sosial.³

Sebagai contoh, kemajuan teknologi informasi telah mempermudah pertukaran informasi lintas negara, namun di sisi lain, hal ini juga mempermudah penyebaran hoaks dan ideologi transnasional yang dapat memengaruhi stabilitas nasional.⁴ Dalam situasi ini, wawasan kebangsaan menjadi tameng untuk memperkuat kesadaran kolektif dan identitas nasional sehingga bangsa Indonesia dapat menghadapi tantangan global tanpa kehilangan jati dirinya.⁵

Pentingnya wawasan kebangsaan juga tercermin dalam berbagai kebijakan pendidikan yang menekankan pentingnya penguatan nilai-nilai kebangsaan di tengah generasi muda. Pendidikan menjadi sarana utama untuk menanamkan pemahaman tentang sejarah perjuangan bangsa, prinsip-prinsip demokrasi, dan pentingnya persatuan dalam keberagaman.⁶


Catatan Kaki

[1]                Puslitbang Kebijakan Pendidikan, Wawasan Kebangsaan dalam Pendidikan Indonesia (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 15.

[2]                Mohammad Hatta, Demokrasi Kita (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), 45.

[3]                Anthony Giddens, Runaway World: How Globalization is Reshaping Our Lives (New York: Routledge, 2003), 67.

[4]                Agus Wahyudi, "Literasi Digital dan Tantangan Kebangsaan di Era Globalisasi," Jurnal Pendidikan Nasional 15, no. 3 (2021): 34–36.

[5]                Anies Baswedan, "Pendidikan sebagai Pilar Kebangsaan," Kompas, 14 Agustus 2019.

[6]                Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 123.


2.           Landasan Filosofis dan Konstitusional Wawasan Kebangsaan

2.1.       Dasar Filosofis

Wawasan kebangsaan Indonesia bertumpu pada Pancasila sebagai ideologi bangsa yang menggariskan nilai-nilai kebangsaan, moralitas, dan kemanusiaan. Pancasila, yang terdiri dari lima sila, memberikan dasar filosofis bagi integrasi nasional dengan menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, serta keadilan sosial sebagai pedoman hidup berbangsa.¹

Konsep Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu" memperkuat nilai-nilai kebangsaan dalam keberagaman budaya, suku, agama, dan bahasa di Indonesia.² Falsafah ini menekankan bahwa keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang harus dipelihara dan dijaga sebagai sumber kekuatan nasional.

2.2.       Dasar Konstitusional

Secara konstitusional, wawasan kebangsaan diatur dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik," yang menegaskan prinsip persatuan sebagai fondasi bernegara.³ Selain itu, Pasal 27 Ayat (3) mewajibkan setiap warga negara untuk "ikut serta dalam upaya pembelaan negara," sebagai bentuk konkret dari kesadaran berbangsa dan bernegara.⁴

Pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 juga memperkuat komitmen nasional dengan menyebutkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara."⁵ Dengan demikian, landasan konstitusional ini mengukuhkan pentingnya partisipasi aktif warga negara dalam menjaga kedaulatan, keamanan, dan keutuhan bangsa.

2.3.       Dimensi Historis

Dimensi historis wawasan kebangsaan dapat dilihat dari perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perlawanan terhadap penjajahan menunjukkan betapa pentingnya rasa persatuan dan solidaritas untuk mencapai kemerdekaan.⁶ Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan tonggak sejarah yang merefleksikan hasil perjuangan kolektif seluruh elemen bangsa.⁷

Para pendiri bangsa, seperti Soekarno dan Mohammad Hatta, telah menanamkan nilai-nilai wawasan kebangsaan dalam setiap pidato dan kebijakan awal kemerdekaan. Mereka menekankan bahwa persatuan bangsa adalah modal utama untuk membangun Indonesia yang kuat dan mandiri di tengah keberagaman.⁸


Catatan Kaki

[1]                Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 23.

[2]                Muhammad Yamin, Bhinneka Tunggal Ika: Falsafah Persatuan Bangsa (Jakarta: Balai Pustaka, 1958), 12.

[3]                Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 2002), Pasal 1 Ayat (1).

[4]                Ibid., Pasal 27 Ayat (3).

[5]                Ibid., Pasal 30 Ayat (1).

[6]                Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), 128.

[7]                Sukarno, Di Bawah Bendera Revolusi (Jakarta: Panitia Pembina Jiwa Revolusi, 1964), 36.

[8]                Mohammad Hatta, Menuju Indonesia Merdeka (Jakarta: Pustaka Antara, 1945), 45.


3.           Pilar-Pilar Wawasan Kebangsaan

3.1.       Cinta Tanah Air

Cinta tanah air merupakan pilar utama dalam wawasan kebangsaan yang diwujudkan melalui sikap dan tindakan nyata dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta kelestarian budaya bangsa.¹ Nilai cinta tanah air tercermin dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan, di mana para pahlawan rela berkorban demi kemerdekaan.² Dalam konteks kekinian, cinta tanah air dapat diwujudkan dengan menghormati simbol-simbol negara seperti bendera, lagu kebangsaan, dan lambang negara, serta berkontribusi dalam pembangunan masyarakat.³

3.2.       Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

Kesadaran berbangsa dan bernegara adalah kemampuan untuk memahami peran dan tanggung jawab sebagai bagian dari negara. Pilar ini menekankan pentingnya memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara sesuai dengan konstitusi.⁴ Dalam konteks ini, pendidikan kewarganegaraan memainkan peran sentral dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan pada generasi muda, termasuk pentingnya menjaga persatuan dan menghormati perbedaan.⁵

Kesadaran bernegara juga melibatkan komitmen untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan fungsi negara. Hal ini mencakup partisipasi aktif dalam proses demokrasi, seperti pemilihan umum, serta menaati hukum yang berlaku.⁶

3.3.       Komitmen terhadap Persatuan dan Kesatuan

Persatuan dan kesatuan menjadi nilai inti dalam wawasan kebangsaan yang mempersatukan seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang budaya, agama, dan etnis.⁷ Komitmen ini tidak hanya diwujudkan melalui toleransi antar kelompok, tetapi juga melalui upaya aktif untuk mencegah konflik yang dapat mengancam keutuhan bangsa.⁸

Sebagai negara yang memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa dan 700 bahasa daerah, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga persatuan. Oleh karena itu, penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika menjadi kunci untuk memperkuat kohesi sosial di tengah keberagaman.⁹

3.4.       Semangat Rela Berkorban untuk Bangsa

Rela berkorban untuk bangsa adalah bentuk tertinggi dari cinta tanah air yang mencerminkan kesediaan seseorang untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi.¹⁰ Pengorbanan ini tidak hanya terbatas pada kontribusi fisik, tetapi juga meliputi pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran untuk kemajuan bangsa.¹¹

Dalam sejarah, semangat ini ditunjukkan oleh para pahlawan nasional yang mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan. Dalam konteks modern, semangat rela berkorban dapat diwujudkan melalui dedikasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, seperti melalui pengabdian di bidang pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sosial.¹²


Catatan Kaki

[1]                Muhammad Hatta, Cinta Tanah Air dalam Perspektif Bangsa Indonesia (Jakarta: Pustaka Antara, 1961), 18.

[2]                Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Perjuangan Bangsa Melawan Penjajah (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), 97.

[3]                Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi (Jakarta: Panitia Pembina Jiwa Revolusi, 1964), 54.

[4]                Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 45.

[5]                Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 67.

[6]                Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 2002), Pasal 27 Ayat (1).

[7]                Muhammad Yamin, Bhinneka Tunggal Ika: Falsafah Persatuan Bangsa (Jakarta: Balai Pustaka, 1958), 22.

[8]                Agus Wahyudi, "Strategi Mempertahankan Persatuan di Era Digital," Jurnal Pendidikan Nasional 16, no. 2 (2022): 45–47.

[9]                Anthony Reid, Indonesia: Nation and Diversity (Singapore: NUS Press, 2012), 31.

[10]             Anies Baswedan, "Pendidikan Karakter dan Semangat Kebangsaan," Kompas, 19 Juni 2021.

[11]             Mochtar Lubis, Makna Pengorbanan dalam Sejarah Perjuangan Indonesia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1976), 29.

[12]             Agus Salim, Berbakti kepada Bangsa: Filosofi Rela Berkorban (Bandung: Alfabeta, 2018), 43.


4.           Wawasan Kebangsaan dalam Konteks Kekinian

4.1.       Penerapan Wawasan Kebangsaan di Bidang Pendidikan

Pendidikan memainkan peran sentral dalam membentuk karakter kebangsaan yang kuat. Kurikulum pendidikan di Indonesia menempatkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran wajib untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan sejak dini.¹ Materi ini dirancang untuk membangun kesadaran siswa terhadap pentingnya persatuan, toleransi, dan kontribusi terhadap bangsa.²

Selain itu, berbagai program ekstrakurikuler seperti pramuka dan upacara bendera juga menjadi sarana efektif untuk menanamkan rasa cinta tanah air di kalangan generasi muda.³ Namun, tantangan tetap ada, seperti kurangnya pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai kebangsaan di tengah arus globalisasi dan digitalisasi.⁴ Oleh karena itu, pendidikan berbasis wawasan kebangsaan perlu terus diperkuat untuk membekali generasi muda menghadapi tantangan zaman.⁵

4.2.       Wawasan Kebangsaan dan Pemuda

Pemuda memiliki peran strategis dalam menjaga dan mengembangkan wawasan kebangsaan. Sebagai generasi penerus bangsa, pemuda diharapkan mampu mengintegrasikan nilai-nilai kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan pendidikan, pekerjaan, maupun masyarakat.⁶

Namun, dalam era digital ini, pemuda juga menghadapi tantangan seperti individualisme, polarisasi politik, dan paparan budaya asing yang berpotensi mengikis identitas kebangsaan.⁷ Untuk mengatasinya, dibutuhkan program yang mampu membangkitkan semangat nasionalisme, seperti kegiatan sosial kemasyarakatan, pelatihan kepemimpinan berbasis kebangsaan, dan kampanye cinta tanah air melalui media sosial.⁸

4.3.       Wawasan Kebangsaan dalam Kehidupan Digital

Era digital membawa perubahan besar dalam cara masyarakat mengakses dan membagikan informasi. Di satu sisi, teknologi digital memberikan peluang untuk menyebarkan nilai-nilai kebangsaan secara lebih luas. Pemerintah dan berbagai organisasi telah memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan simbol-simbol negara, sejarah nasional, dan nilai-nilai kebangsaan.⁹

Namun, di sisi lain, arus digital juga membawa ancaman seperti hoaks, ujaran kebencian, dan ideologi transnasional yang dapat memecah belah persatuan bangsa.¹⁰ Literasi digital menjadi kunci utama dalam menguatkan wawasan kebangsaan di tengah era ini.¹¹ Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk memilah informasi yang kredibel serta memahami dampak sosial dari penggunaan teknologi secara tidak bijaksana.¹²

Sebagai contoh, kampanye literasi digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika telah berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya informasi palsu serta pentingnya menjaga ruang digital yang sehat untuk memperkuat wawasan kebangsaan.¹³


Catatan Kaki

[1]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Jakarta: Kemendikbud, 2019), 13.

[2]                Anies Baswedan, "Pendidikan Karakter untuk Generasi Bangsa," Kompas, 15 Juli 2020.

[3]                Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 89.

[4]                Agus Wahyudi, "Pendidikan dan Tantangan Globalisasi," Jurnal Pendidikan Nasional 15, no. 2 (2020): 45–47.

[5]                Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 67.

[6]                Sukarno, Pemuda dan Revolusi (Jakarta: Balai Pustaka, 1963), 19.

[7]                Anthony Giddens, Runaway World: How Globalization is Reshaping Our Lives (New York: Routledge, 2003), 78.

[8]                Agus Salim, Pemuda dan Tantangan Kebangsaan (Bandung: Alfabeta, 2018), 34.

[9]                Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Laporan Literasi Digital 2023 (Jakarta: Kominfo, 2023), 25.

[10]             Agus Wahyudi, "Hoaks dan Polarisasi Politik," Jurnal Pendidikan Nasional 16, no. 3 (2022): 21–23.

[11]             Henry Jenkins, Participatory Culture in a Networked Era (Cambridge: Polity Press, 2015), 92.

[12]             Agus Salim, Literasi Digital dan Nasionalisme (Jakarta: Pustaka Sains, 2022), 43.

[13]             Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kampanye Nasional Literasi Digital (Jakarta: Kominfo, 2023), 33.


5.           Strategi Menguatkan Wawasan Kebangsaan

5.1.       Peningkatan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berbasis wawasan kebangsaan merupakan salah satu strategi utama dalam memperkuat rasa cinta tanah air dan kesadaran berbangsa.¹ Kurikulum yang menanamkan nilai-nilai Pancasila, toleransi, dan solidaritas sangat penting untuk membentuk generasi muda yang memiliki integritas moral dan komitmen terhadap keutuhan bangsa.²

Pendidikan tidak hanya harus dilakukan di sekolah, tetapi juga di keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini, peran guru dan orang tua sangat krusial sebagai teladan bagi anak-anak dalam mengaplikasikan nilai-nilai kebangsaan.³ Selain itu, program pendidikan informal seperti pelatihan kepemimpinan dan kegiatan sosial berbasis masyarakat juga dapat membantu menanamkan karakter kebangsaan pada generasi muda.⁴

5.2.       Penguatan Identitas Budaya

Budaya lokal merupakan bagian integral dari identitas nasional. Dengan menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah, wawasan kebangsaan dapat diperkuat melalui rasa bangga terhadap warisan leluhur.⁵ Festival budaya, seni tradisional, dan kearifan lokal perlu terus dilestarikan sebagai simbol persatuan dalam keberagaman.⁶

Peran pemerintah sangat penting dalam mendukung pelestarian budaya. Misalnya, melalui kebijakan alokasi anggaran untuk kegiatan seni dan budaya, serta promosi budaya lokal di tingkat internasional.⁷ Hal ini dapat memberikan pengakuan global terhadap identitas kebangsaan sekaligus memperkuat rasa bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia.⁸

5.3.       Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat

Menguatkan wawasan kebangsaan membutuhkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus terus menciptakan kebijakan yang mendukung penguatan identitas nasional, seperti program bela negara, sosialisasi nilai-nilai Pancasila, dan penyelenggaraan kegiatan yang mempererat persatuan.⁹

Di sisi lain, masyarakat perlu berperan aktif dalam mendukung program-program pemerintah dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk memperkuat wawasan kebangsaan. Misalnya, organisasi masyarakat dapat mengadakan diskusi kebangsaan, pelatihan literasi digital, dan kegiatan sosial yang mengedepankan nilai-nilai persatuan.¹⁰

5.4.       Pemanfaatan Teknologi untuk Literasi Kebangsaan

Teknologi dapat menjadi alat strategis untuk memperkuat wawasan kebangsaan, terutama di era digital.¹¹ Kampanye nasionalisme melalui media sosial, pembuatan konten kreatif berbasis kebangsaan, dan platform edukasi digital yang menekankan nilai-nilai Pancasila adalah beberapa contoh yang efektif.¹²

Namun, literasi digital juga harus diperkuat untuk mengatasi ancaman seperti hoaks, polarisasi, dan ujaran kebencian yang dapat memecah belah bangsa.¹³ Pelatihan literasi digital yang inklusif dan berkelanjutan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, menjadi langkah penting untuk memastikan ruang digital yang sehat dan mendukung wawasan kebangsaan.¹⁴


Catatan Kaki

[1]                Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 89.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Panduan Pendidikan Karakter Berbasis Kebangsaan (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 12.

[3]                Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 97.

[4]                Agus Salim, Pemuda dan Tantangan Kebangsaan (Bandung: Alfabeta, 2018), 54.

[5]                Muhammad Yamin, Bhinneka Tunggal Ika: Falsafah Persatuan Bangsa (Jakarta: Balai Pustaka, 1958), 37.

[6]                Anies Baswedan, "Kebudayaan sebagai Fondasi Kebangsaan," Kompas, 23 Juni 2021.

[7]                Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Laporan Tahunan: Pelestarian Budaya Lokal (Jakarta: Kemenparekraf, 2023), 29.

[8]                Anthony Reid, Indonesia: Nation and Diversity (Singapore: NUS Press, 2012), 42.

[9]                Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara RI, 2002), Pasal 27 Ayat (3).

[10]             Agus Wahyudi, "Peran Organisasi Sosial dalam Memperkuat Wawasan Kebangsaan," Jurnal Sosial Budaya 18, no. 2 (2022): 45–46.

[11]             Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Laporan Literasi Digital 2023 (Jakarta: Kominfo, 2023), 19.

[12]             Henry Jenkins, Participatory Culture in a Networked Era (Cambridge: Polity Press, 2015), 112.

[13]             Agus Salim, Literasi Digital dan Nasionalisme (Jakarta: Pustaka Sains, 2022), 56.

[14]             Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, Kampanye Nasional Literasi Digital (Jakarta: Kominfo, 2023), 21.


6.           Kesimpulan dan Rekomendasi

6.1.       Kesimpulan

Wawasan kebangsaan merupakan landasan utama dalam menjaga persatuan, kedaulatan, dan kemajuan bangsa Indonesia di tengah keberagaman dan tantangan global. Pilar-pilar seperti cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, komitmen terhadap persatuan dan kesatuan, serta semangat rela berkorban adalah nilai-nilai utama yang harus terus diperkuat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.¹

Dalam konteks kekinian, wawasan kebangsaan menghadapi berbagai tantangan, termasuk derasnya arus globalisasi, polarisasi sosial, dan ancaman dari penyalahgunaan teknologi digital.² Meski demikian, dengan strategi yang tepat seperti peningkatan pendidikan karakter, pelestarian budaya, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat, serta pemanfaatan teknologi secara bijak, wawasan kebangsaan dapat terus diperkuat untuk memastikan keberlanjutan negara yang berdaulat, adil, dan makmur.³

6.2.       Rekomendasi

1)                  Penguatan Pendidikan Berbasis Wawasan Kebangsaan

Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memastikan bahwa kurikulum pendidikan menanamkan nilai-nilai kebangsaan secara komprehensif. Program seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus dirancang lebih interaktif dan kontekstual agar relevan dengan tantangan zaman.⁴

2)                  Pelestarian dan Promosi Kebudayaan Lokal

Budaya lokal harus terus dilestarikan sebagai salah satu cara untuk memperkuat identitas nasional. Pemerintah dapat mendorong kegiatan seperti festival budaya, pelatihan seni tradisional, dan promosi budaya melalui media internasional.⁵

3)                  Penguatan Literasi Digital

Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk meningkatkan literasi digital guna menghadapi ancaman hoaks, ujaran kebencian, dan ideologi transnasional. Kampanye literasi digital harus mencakup pelatihan teknis dan pemahaman tentang etika bermedia sosial untuk menciptakan ruang digital yang sehat dan mendukung wawasan kebangsaan.⁶

4)                  Meningkatkan Partisipasi Generasi Muda

Generasi muda perlu didorong untuk berkontribusi dalam upaya menjaga dan mengembangkan wawasan kebangsaan melalui kegiatan sosial, pelatihan kepemimpinan, dan kampanye kebangsaan. Pemerintah dan organisasi masyarakat dapat menyediakan platform yang mendukung kreativitas generasi muda dalam menyebarkan nilai-nilai nasionalisme.⁷

5)                  Kolaborasi Antar Stakeholder

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penguatan wawasan kebangsaan. Program-program seperti bela negara, forum diskusi kebangsaan, dan kegiatan sosial berbasis komunitas dapat mempererat rasa persatuan.⁸


Catatan Kaki

[1]                Kaelan, Pancasila: Paradigma Ilmu dan Etika Politik Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paradigma, 2017), 102.

[2]                Agus Wahyudi, "Tantangan Wawasan Kebangsaan di Era Globalisasi," Jurnal Pendidikan Nasional 16, no. 2 (2022): 23–25.

[3]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Panduan Pendidikan Berbasis Kebangsaan (Jakarta: Kemendikbud, 2020), 45.

[4]                Anies Baswedan, "Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangsaan," Kompas, 19 Agustus 2019.

[5]                Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Laporan Tahunan: Pelestarian Budaya Lokal (Jakarta: Kemenparekraf, 2023), 39.

[6]                Agus Salim, Literasi Digital dan Nasionalisme (Jakarta: Pustaka Sains, 2022), 67.

[7]                Anthony Giddens, Runaway World: How Globalization is Reshaping Our Lives (New York: Routledge, 2003), 82.

[8]                Dedi Haryadi, Membangun Karakter Kebangsaan melalui Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2018), 112.


Daftar Pustaka

Anies Baswedan. (2019, Agustus 19). Pendidikan karakter sebagai pilar kebangsaan. Kompas.

Anies Baswedan. (2021, Juni 23). Kebudayaan sebagai fondasi kebangsaan. Kompas.

Dedi Haryadi. (2018). Membangun karakter kebangsaan melalui pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Giddens, A. (2003). Runaway world: How globalization is reshaping our lives. New York: Routledge.

Indonesia. (2002). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Jenkins, H. (2015). Participatory culture in a networked era. Cambridge: Polity Press.

Kaelan. (2017). Pancasila: Paradigma ilmu dan etika politik bangsa Indonesia. Yogyakarta: Paradigma.

Kartodirdjo, S. (2014). Pengantar sejarah Indonesia baru: Perjuangan bangsa melawan penjajah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (2023). Kampanye nasional literasi digital. Jakarta: Kominfo.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (2023). Laporan literasi digital 2023. Jakarta: Kominfo.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2019). Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2020). Panduan pendidikan berbasis kebangsaan. Jakarta: Kemendikbud.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. (2023). Laporan tahunan: Pelestarian budaya lokal. Jakarta: Kemenparekraf.

Lubis, M. (1976). Makna pengorbanan dalam sejarah perjuangan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Muhammad Yamin. (1958). Bhinneka Tunggal Ika: Falsafah persatuan bangsa. Jakarta: Balai Pustaka.

Reid, A. (2012). Indonesia: Nation and diversity. Singapore: NUS Press.

Salim, A. (2018). Pemuda dan tantangan kebangsaan. Bandung: Alfabeta.

Salim, A. (2022). Literasi digital dan nasionalisme. Jakarta: Pustaka Sains.

Soekarno. (1963). Pemuda dan revolusi. Jakarta: Balai Pustaka.

Soekarno. (1964). Di bawah bendera revolusi. Jakarta: Panitia Pembina Jiwa Revolusi.

Wahyudi, A. (2020). Pendidikan dan tantangan globalisasi. Jurnal Pendidikan Nasional, 15(2), 45–47.

Wahyudi, A. (2022). Peran organisasi sosial dalam memperkuat wawasan kebangsaan. Jurnal Sosial Budaya, 18(2), 45–46.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar