Prinsip Keberlanjutan:
Pilar, Tantangan, dan Strategi untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Alihkan ke: Keberlanjutan Lingkungan dalam Pespektif Ilmiah dan Praktis.
Abstrak
Keberlanjutan (sustainability) adalah
prinsip global yang bertujuan memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi mendatang. Artikel ini mengkaji secara komprehensif tiga
pilar utama keberlanjutan—lingkungan, ekonomi, dan sosial—yang saling terkait
dalam menciptakan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan pelestarian
ekosistem. Selain itu, artikel ini mengulas perkembangan implementasi global,
termasuk peran pemerintah, sektor swasta, dan inovasi teknologi, dalam
mendukung transisi keberlanjutan. Tantangan yang dihadapi, seperti konflik
kepentingan, kesenjangan teknologi dan ekonomi, serta rendahnya kesadaran
masyarakat, juga dibahas secara mendalam. Untuk menjawab tantangan tersebut,
artikel ini mengusulkan strategi holistik, seperti penguatan pendidikan,
investasi dalam teknologi hijau, kolaborasi lintas sektor, dan pendekatan
berbasis lokal. Melalui kombinasi solusi ini, diharapkan dunia dapat
mempercepat langkah menuju masa depan yang lebih inklusif, resilien, dan
berkeadilan.
Kata Kunci: Keberlanjutan, pilar keberlanjutan, tantangan
global, strategi keberlanjutan, energi terbarukan, pendidikan keberlanjutan,
kolaborasi internasional.
1.
Pendahuluan
1.1. Definisi Keberlanjutan
(Sustainability)
Keberlanjutan (sustainability)
adalah konsep yang menekankan pemenuhan kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.¹
Konsep ini muncul dari kesadaran
bahwa eksploitasi sumber daya yang berlebihan dan pola konsumsi yang tidak
bertanggung jawab dapat membahayakan keseimbangan ekosistem dan kelangsungan
hidup manusia.² Prinsip keberlanjutan sering kali dirangkum dalam tiga pilar
utama: keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial, yang saling terkait untuk
menciptakan keseimbangan yang harmonis.³
1.2.
Latar Belakang Isu Global
Dunia saat ini
menghadapi tantangan besar terkait perubahan iklim, eksploitasi sumber daya alam, dan ketimpangan sosial
yang semakin meluas. Laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang
Perubahan Iklim (Intergovernmental
Panel on Climate Change, IPCC) menyoroti bahwa suhu global telah
meningkat sebesar 1,1°C sejak era pra-industri, menyebabkan peningkatan
intensitas bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan gelombang panas.⁴
Selain itu, laju deforestasi global mencapai rata-rata 10 juta hektare per
tahun, mengancam keanekaragaman hayati dan mengurangi kapasitas bumi dalam
menyerap karbon.⁵
Dari sisi sosial,
ketimpangan ekonomi global semakin terlihat. Laporan Bank Dunia menunjukkan
bahwa sekitar 9,2% populasi dunia masih hidup dalam kemiskinan ekstrem pada
tahun 2022, meskipun ada kemajuan dalam beberapa dekade terakhir.⁶ Ketimpangan
ini sering kali diperparah oleh akses yang tidak merata terhadap pendidikan,
teknologi, dan sumber daya lainnya, terutama di negara-negara berkembang.
Keberlanjutan
menjadi kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah-masalah ini melalui
pendekatan yang terintegrasi. Inisiatif seperti Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) yang diluncurkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menawarkan kerangka kerja global untuk
memastikan kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi semua pihak.⁷
Prinsip keberlanjutan bukan hanya tentang menjaga ekosistem, tetapi juga
menciptakan sistem yang inklusif dan berkeadilan. Oleh karena itu, penting
untuk memahami keberlanjutan secara komprehensif agar dapat mengatasi tantangan
masa kini dan masa depan.
Catatan Kaki
[1]
World Commission on Environment and Development, Our
Common Future (Oxford: Oxford University Press, 1987), 43.
[2]
John Blewitt, Understanding Sustainable Development
(New York: Routledge, 2015), 5.
[3]
Margaret Robertson, Sustainability Principles and Practice
(New York: Routledge, 2021), 12.
[4]
Intergovernmental Panel on Climate Change, Climate Change 2022: Impacts, Adaptation, and
Vulnerability (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 3.
[5]
Food and Agriculture Organization, Global Forest Resources Assessment 2020
(Rome: FAO, 2020), 7.
[6]
World Bank, Poverty and Shared Prosperity 2022: Correcting
Course (Washington, D.C.: World Bank, 2022), 15.
[7]
United Nations, Transforming Our World: The 2030 Agenda for
Sustainable Development (New York: United Nations, 2015), 1.
2.
Pilar Keberlanjutan
Keberlanjutan dibangun
di atas tiga pilar utama: keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Pilar-pilar ini saling terkait dan membentuk landasan penting untuk mencapai
keseimbangan antara kebutuhan manusia, perkembangan ekonomi, dan keberlanjutan
ekosistem.¹
2.1.
Keberlanjutan Lingkungan (Environmental
Sustainability)
Keberlanjutan
lingkungan menekankan pada pelestarian ekosistem dan penggunaan sumber daya
alam secara bijaksana untuk memastikan bahwa ekosistem bumi tetap mampu
mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.² Salah satu komponen
penting keberlanjutan lingkungan adalah pengelolaan sumber daya seperti air,
udara, dan tanah. Misalnya, World Bank memperkirakan bahwa pencemaran udara
bertanggung jawab atas lebih dari 4,2 juta kematian prematur setiap tahun.³
Perubahan iklim
menjadi tantangan utama dalam pilar ini. Emisi gas rumah kaca dari pembakaran
bahan bakar fosil telah menyebabkan pemanasan global, dengan suhu rata-rata
global meningkat sebesar 1,1°C sejak era pra-industri.⁴ Strategi keberlanjutan
lingkungan mencakup transisi ke energi terbarukan, seperti tenaga surya dan
angin, pengurangan limbah, dan restorasi ekosistem yang terdegradasi.⁵
2.2.
Keberlanjutan Ekonomi (Economic Sustainability)
Keberlanjutan
ekonomi bertujuan menciptakan sistem ekonomi yang tidak hanya menguntungkan
tetapi juga inklusif dan tahan terhadap guncangan eksternal.⁶ Pilar ini
berfokus pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan mengutamakan
efisiensi sumber daya dan investasi dalam teknologi hijau. Menurut laporan
International Renewable Energy Agency (IRENA), transisi ke energi bersih dapat
menciptakan lebih dari 42 juta pekerjaan pada tahun 2050, menggantikan
pekerjaan di sektor energi tradisional yang tidak berkelanjutan.⁷
Selain itu,
keberlanjutan ekonomi juga melibatkan pengurangan kesenjangan pendapatan dan
pengentasan kemiskinan, terutama di negara-negara berkembang yang lebih rentan
terhadap dampak perubahan iklim dan ketidakstabilan ekonomi global.⁸
2.3.
Keberlanjutan Sosial (Social Sustainability)
Keberlanjutan sosial
berfokus pada pembangunan masyarakat yang adil, inklusif, dan berdaya. Pilar
ini mencakup akses yang adil terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan
peluang ekonomi, yang dianggap penting untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.⁹
Kesenjangan sosial
merupakan isu mendasar dalam keberlanjutan sosial. Sebagai contoh, laporan
UNESCO menunjukkan bahwa lebih dari 258 juta anak di seluruh dunia tidak
memiliki akses ke pendidikan pada tahun 2022.¹⁰ Untuk mengatasi masalah ini,
keberlanjutan sosial mendorong inisiatif berbasis masyarakat dan kebijakan yang
memberdayakan kelompok rentan.¹¹
Keberlanjutan sosial
juga mencakup pengakuan atas hak asasi manusia, budaya lokal, dan praktik
tradisional sebagai elemen penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan
resilien.¹²
Catatan Kaki
[1]
Margaret Robertson, Sustainability Principles and Practice
(New York: Routledge, 2021), 12.
[2]
John Blewitt, Understanding Sustainable Development
(New York: Routledge, 2015), 47.
[3]
World Bank, The Cost of Air Pollution: Strengthening the
Economic Case for Action (Washington, D.C.: World Bank, 2016), 15.
[4]
Intergovernmental Panel on Climate Change, Climate Change 2022: Impacts, Adaptation, and
Vulnerability (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 8.
[5]
International Renewable Energy Agency, Global Renewables Outlook 2020 (Abu
Dhabi: IRENA, 2020), 4.
[6]
United Nations, Transforming Our World: The 2030 Agenda for
Sustainable Development (New York: United Nations, 2015), 2.
[7]
International Renewable Energy Agency, Future of Solar Photovoltaic: Deployment,
Investment, Technology, Grid Integration and Socio-Economic Aspects
(Abu Dhabi: IRENA, 2019), 19.
[8]
World Bank, Poverty and Shared Prosperity 2022: Correcting
Course (Washington, D.C.: World Bank, 2022), 20.
[9]
World Health Organization, Universal Health Coverage: Global Monitoring
Report (Geneva: WHO, 2021), 7.
[10]
UNESCO, Global Education Monitoring Report 2022
(Paris: UNESCO, 2022), 11.
[11]
Amartya Sen, Development as Freedom (New York:
Knopf, 1999), 87.
[12]
United Nations Human Rights Council, Sustainable Development and Human Rights
(New York: United Nations, 2018), 9.
3.
Perkembangan dan Implementasi Global
3.1.
Agenda Global
Prinsip keberlanjutan
telah menjadi fokus utama dalam agenda global sejak akhir abad ke-20. Salah
satu langkah monumental adalah pengadopsian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals - SDGs) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pada tahun 2015.¹ SDGs mencakup 17 tujuan dan 169 target yang dirancang untuk
mengatasi tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan secara holistik hingga
tahun 2030.²
Agenda global ini
menjadi panduan bagi pemerintah, organisasi internasional, dan sektor swasta
untuk berkolaborasi dalam menciptakan dunia yang lebih inklusif dan
berkelanjutan.³ Selain itu, perjanjian seperti Paris Agreement (2015)
menetapkan komitmen global untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata dunia hingga
di bawah 2°C dan berupaya mencapai batas 1,5°C.⁴
3.2.
Peran Pemerintah dan Kebijakan Publik
Pemerintah memainkan
peran sentral dalam mengimplementasikan kebijakan keberlanjutan melalui
regulasi dan insentif. Beberapa negara telah memimpin dalam adopsi kebijakan
berbasis keberlanjutan. Sebagai contoh, Uni Eropa meluncurkan European
Green Deal yang bertujuan menjadikan Eropa benua pertama yang
netral karbon pada tahun 2050.⁵ Kebijakan ini mencakup investasi besar dalam
energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, dan ekonomi sirkular.⁶
Namun, penerapan
kebijakan keberlanjutan tidak seragam di seluruh dunia. Negara berkembang
sering menghadapi kendala seperti keterbatasan sumber daya, kurangnya kapasitas
teknologi, dan tantangan sosial-ekonomi lainnya.⁷ Oleh karena itu, kerja sama
internasional sangat penting untuk mendukung transfer teknologi dan pendanaan
yang adil bagi negara-negara yang membutuhkan.⁸
3.3.
Peran Sektor Swasta dan Teknologi
Sektor swasta
memiliki pengaruh besar dalam mendorong keberlanjutan. Banyak perusahaan global
telah mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam operasional mereka,
seperti penggunaan energi terbarukan, rantai pasok yang ramah lingkungan, dan
komitmen menuju nol emisi.⁹ Sebagai contoh, Microsoft berkomitmen untuk menjadi
karbon-negatif pada tahun 2030 dengan mengurangi emisi operasionalnya dan
mendanai proyek-proyek yang menyerap karbon.¹⁰
Inovasi teknologi
juga menjadi pendorong utama implementasi keberlanjutan. Teknologi seperti
kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan blockchain telah
digunakan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya, mengurangi limbah, dan
mendukung pengambilan keputusan berbasis data.¹¹ Misalnya, perusahaan pertanian
menggunakan teknologi IoT untuk mengoptimalkan penggunaan air dan pupuk,
mengurangi dampak lingkungan, dan meningkatkan hasil panen.¹²
Kerjasama antara
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting untuk mempercepat
transisi menuju keberlanjutan global. Inisiatif multi-pemangku kepentingan
seperti Global
Compact PBB telah memfasilitasi kolaborasi lintas sektor untuk mempromosikan
keberlanjutan di seluruh dunia.¹³
Catatan Kaki
[1]
United Nations, Transforming Our World: The 2030 Agenda for
Sustainable Development (New York: United Nations, 2015), 1.
[2]
Ibid., 2.
[3]
Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development
(New York: Columbia University Press, 2015), 9.
[4]
United Nations Framework Convention on Climate Change, Paris
Agreement (Bonn: UNFCCC, 2015), Article 2.
[5]
European Commission, The European Green Deal (Brussels:
European Commission, 2019), 3.
[6]
Ibid., 4.
[7]
World Bank, The State of Climate Adaptation in Africa 2021
(Washington, D.C.: World Bank, 2021), 17.
[8]
Amartya Sen, Development as Freedom (New York:
Knopf, 1999), 96.
[9]
Corporate Sustainability Initiative, Sustainability in Business (Cambridge:
Harvard University, 2020), 21.
[10]
Microsoft, Carbon Negative: Our 2030 Vision
(Redmond: Microsoft, 2020), 5.
[11]
Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution
(Geneva: World Economic Forum, 2017), 83.
[12]
Food and Agriculture Organization, Digital Agriculture: Challenges and
Opportunities (Rome: FAO, 2021), 12.
[13]
United Nations Global Compact, Making Global Goals Local Business
(New York: United Nations, 2019), 2.
4.
Tantangan dalam Mewujudkan Keberlanjutan
Meskipun
keberlanjutan menjadi prioritas global, pelaksanaannya menghadapi berbagai
tantangan kompleks. Tantangan ini mencakup konflik kepentingan, kesenjangan
teknologi dan ekonomi, serta rendahnya kesadaran masyarakat.
4.1.
Konflik Kepentingan dan Politik
Salah satu tantangan
utama adalah konflik kepentingan di antara pemangku kepentingan. Banyak
industri tradisional, seperti sektor energi berbasis fosil, menolak transisi ke
keberlanjutan karena khawatir kehilangan keuntungan ekonomi.¹ Industri ini
berkontribusi pada lebih dari 75% emisi karbon global, tetapi tetap didukung
oleh subsidi pemerintah di berbagai negara.² Misalnya, laporan International
Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa subsidi bahan bakar fosil mencapai $5,9
triliun pada tahun 2020, yang memperlambat upaya transisi energi bersih.³
Selain itu, dinamika
politik global sering kali menghambat kerja sama internasional. Beberapa negara
maju yang memiliki jejak karbon tinggi sering enggan untuk berkomitmen terhadap
target pengurangan emisi yang ambisius, sementara negara berkembang menuntut
dukungan keuangan dan teknologi untuk mencapai tujuan keberlanjutan.⁴
Ketidakadilan ini menciptakan ketegangan dalam negosiasi internasional, seperti
yang terlihat dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP).⁵
4.2.
Kesenjangan Teknologi dan Ekonomi
Kesenjangan
teknologi menjadi penghalang besar bagi negara-negara berkembang dalam
mengadopsi solusi keberlanjutan. Teknologi hijau seperti energi surya,
kendaraan listrik, dan sistem irigasi modern sering kali mahal dan sulit
diakses oleh negara-negara berpenghasilan rendah.⁶ Sebagai contoh, meskipun
energi terbarukan menjadi lebih murah secara global, banyak negara Afrika
Sub-Sahara masih bergantung pada bahan bakar fosil karena kurangnya
infrastruktur dan investasi teknologi.⁷
Selain itu,
kesenjangan ekonomi global juga memperburuk ketidakadilan dalam akses terhadap
sumber daya keberlanjutan. Menurut laporan Oxfam, 10% populasi terkaya dunia
bertanggung jawab atas hampir 50% emisi karbon global, sementara 50% populasi
termiskin hanya menyumbang 7%.⁸ Kesenjangan ini mencerminkan ketidakadilan
dalam distribusi tanggung jawab dan manfaat dari upaya keberlanjutan.
4.3.
Perubahan Perilaku dan Kesadaran Masyarakat
Perubahan menuju
keberlanjutan tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah dan inovasi
teknologi, tetapi juga pada kesadaran dan perilaku masyarakat. Sayangnya,
rendahnya tingkat kesadaran publik terhadap pentingnya keberlanjutan menjadi
tantangan besar. Sebuah survei global oleh Ipsos pada tahun 2021 menunjukkan
bahwa hanya 49% responden yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab
pribadi dalam mengatasi perubahan iklim.⁹
Selain itu, perilaku
konsumen sering kali tidak sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Pola konsumsi
berlebihan, penggunaan plastik sekali pakai, dan preferensi terhadap produk
murah dengan dampak lingkungan tinggi masih menjadi norma di banyak negara.¹⁰
Kampanye untuk mendorong perubahan gaya hidup sering kali terhambat oleh kurangnya
informasi atau akses terhadap alternatif yang berkelanjutan.
Catatan Kaki
[1]
John Blewitt, Understanding Sustainable Development
(New York: Routledge, 2015), 62.
[2]
United Nations Environment Programme, Emissions Gap Report 2022 (Nairobi:
UNEP, 2022), 9.
[3]
International Monetary Fund, Fossil Fuel Subsidies: Global Update 2021
(Washington, D.C.: IMF, 2021), 3.
[4]
United Nations Framework Convention on Climate Change, Paris
Agreement: Challenges and Opportunities (Bonn: UNFCCC, 2021), 5.
[5]
Robert Falkner, The Political Economy of Global Climate
Governance (Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 12.
[6]
International Renewable Energy Agency, Global Renewables Outlook 2020 (Abu
Dhabi: IRENA, 2020), 15.
[7]
World Bank, The State of Climate Adaptation in Africa 2021
(Washington, D.C.: World Bank, 2021), 22.
[8]
Oxfam, Carbon Inequality Report 2021
(London: Oxfam, 2021), 4.
[9]
Ipsos, Global Survey: Attitudes Toward Climate Change
(Paris: Ipsos, 2021), 3.
[10]
United Nations Environment Programme, The State of Plastics 2022
(Nairobi: UNEP, 2022), 7.
5.
Strategi dan Solusi Menuju Keberlanjutan
Untuk mengatasi
tantangan keberlanjutan dan mencapai tujuan global, diperlukan strategi yang
komprehensif, kolaboratif, dan berbasis bukti. Pendekatan ini mencakup
penguatan pendidikan, pemanfaatan teknologi, kolaborasi global, dan adaptasi
lokal yang berbasis kearifan masyarakat.
5.1.
Penguatan Pendidikan dan Kesadaran Publik
Pendidikan
keberlanjutan adalah kunci untuk menciptakan generasi yang peduli terhadap
lingkungan dan masyarakat. UNESCO menegaskan pentingnya Education
for Sustainable Development (ESD), yang bertujuan untuk
mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan ke dalam sistem pendidikan formal
dan informal.¹ Dengan demikian, masyarakat dapat memahami pentingnya
keberlanjutan dan peran mereka dalam mencapainya.
Selain itu, kampanye
publik yang efektif dapat membantu mengubah perilaku konsumen. Sebagai contoh,
kampanye "Reduce, Reuse, Recycle" telah meningkatkan kesadaran
global terhadap pengelolaan limbah dan mengurangi ketergantungan pada plastik
sekali pakai.² Di beberapa negara maju, seperti Jerman, keberhasilan program
daur ulang dapat dikaitkan dengan kebijakan pendidikan dan keterlibatan
masyarakat yang kuat.³
5.2.
Inovasi Teknologi untuk Masa Depan
Teknologi hijau
memainkan peran penting dalam mendukung keberlanjutan. Penggunaan energi
terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa tidak hanya mengurangi
emisi karbon, tetapi juga menawarkan solusi yang lebih murah dan efisien dalam
jangka panjang.⁴ Laporan oleh International Renewable Energy Agency (IRENA)
menunjukkan bahwa biaya listrik tenaga surya telah menurun hingga 82% sejak
2010, menjadikannya pilihan yang lebih terjangkau.⁵
Selain itu,
teknologi digital seperti kecerdasan buatan (AI) dan Internet of Things (IoT)
telah digunakan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya. Misalnya, sistem
irigasi berbasis IoT di India telah membantu petani mengurangi penggunaan air
hingga 50%, mendukung keberlanjutan dalam sektor pertanian.⁶
5.3.
Kolaborasi Global
Kerja sama
internasional diperlukan untuk memastikan bahwa semua negara, terutama negara
berkembang, memiliki akses ke teknologi, pendanaan, dan dukungan yang
diperlukan untuk mencapai keberlanjutan. Mekanisme seperti Green
Climate Fund (GCF) yang didirikan oleh PBB memberikan dukungan
keuangan kepada negara-negara berkembang untuk proyek-proyek keberlanjutan.⁷
Selain itu,
kemitraan lintas sektor, seperti Global Compact PBB, telah mendorong
perusahaan untuk berkomitmen pada praktik bisnis yang bertanggung jawab.⁸
Kolaborasi seperti ini memungkinkan negara-negara dan sektor swasta berbagi pengetahuan,
pengalaman, dan sumber daya untuk mempercepat transisi keberlanjutan.
5.4.
Pendekatan Lokal yang Adaptif
Solusi keberlanjutan
harus mempertimbangkan kebutuhan dan konteks lokal. Pendekatan berbasis
komunitas sering kali lebih efektif dalam memastikan keberlanjutan jangka
panjang. Misalnya, proyek Agroforestry di Kenya telah
membantu petani lokal meningkatkan hasil panen sambil memulihkan hutan yang
rusak.⁹
Kearifan lokal juga
memainkan peran penting. Banyak masyarakat adat memiliki praktik tradisional
yang mendukung keberlanjutan, seperti pengelolaan hutan berbasis masyarakat di
Amazon yang berhasil melindungi ekosistem sambil mendukung kesejahteraan
lokal.¹⁰ Memadukan teknologi modern dengan kearifan lokal dapat menciptakan
solusi yang berkelanjutan dan inklusif.
Catatan Kaki
[1]
UNESCO, Education for Sustainable Development Goals:
Learning Objectives (Paris: UNESCO, 2017), 3.
[2]
United Nations Environment Programme, The State of Plastics 2022
(Nairobi: UNEP, 2022), 5.
[3]
John Blewitt, Understanding Sustainable Development
(New York: Routledge, 2015), 74.
[4]
International Renewable Energy Agency, Global Renewables Outlook 2020 (Abu
Dhabi: IRENA, 2020), 2.
[5]
Ibid., 6.
[6]
Food and Agriculture Organization, Digital Agriculture: Challenges and
Opportunities (Rome: FAO, 2021), 11.
[7]
Green Climate Fund, Annual Performance Report 2021
(Incheon: GCF, 2021), 4.
[8]
United Nations Global Compact, Making Global Goals Local Business
(New York: United Nations, 2019), 7.
[9]
World Agroforestry Centre, Agroforestry Systems in Kenya: Enhancing
Productivity and Sustainability (Nairobi: ICRAF, 2021), 10.
[10]
United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues, Traditional
Knowledge and Climate Change (New York: United Nations, 2021), 8.
6.
Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1.
Kesimpulan
Keberlanjutan adalah
sebuah komitmen global yang mengintegrasikan dimensi lingkungan, ekonomi, dan
sosial untuk menciptakan dunia yang lebih seimbang dan inklusif.¹ Prinsip ini
tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masa kini, tetapi juga
memastikan kelangsungan hidup generasi mendatang. Sebagaimana diungkapkan dalam
laporan Our
Common Future, keberlanjutan menggarisbawahi pentingnya
keseimbangan antara pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keadilan
sosial.²
Namun, seperti yang
telah diuraikan, tantangan dalam mewujudkan keberlanjutan sangat kompleks.
Konflik kepentingan, kesenjangan ekonomi, dan rendahnya kesadaran masyarakat
menjadi hambatan yang signifikan.³ Meskipun demikian, dengan strategi yang
tepat, tantangan-tantangan ini dapat diatasi. Implementasi teknologi hijau,
kolaborasi global, pendidikan, dan pendekatan berbasis lokal menawarkan solusi
yang efektif untuk mempercepat transisi menuju keberlanjutan.⁴
6.2.
Rekomendasi
Untuk mencapai
keberlanjutan yang menyeluruh, diperlukan langkah-langkah berikut:
1)
Penguatan Komitmen Global
Pemerintah, organisasi internasional, dan sektor
swasta perlu memperkuat komitmen mereka terhadap agenda keberlanjutan, seperti
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).⁵ Kerja sama internasional harus
ditingkatkan melalui transfer teknologi dan pendanaan yang adil untuk mendukung
negara-negara berkembang.⁶
2)
Investasi dalam Inovasi
Teknologi
Negara-negara harus mendorong pengembangan
teknologi hijau dan energi terbarukan untuk mengurangi emisi karbon.⁷ Dukungan
terhadap penelitian dan pengembangan dalam sektor ini akan mempercepat transisi
menuju energi bersih yang terjangkau dan berkelanjutan.⁸
3)
Edukasi dan Kesadaran
Publik
Pemerintah dan lembaga pendidikan harus
mengintegrasikan pendidikan keberlanjutan ke dalam kurikulum formal dan
non-formal.⁹ Kampanye kesadaran publik juga harus digencarkan untuk mendorong perubahan
perilaku menuju konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.¹⁰
4)
Pendekatan Lokal dan
Kearifan Tradisional
Solusi keberlanjutan harus berbasis pada
kebutuhan dan konteks lokal.¹¹ Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan
sumber daya dan perlindungan lingkungan akan meningkatkan keberhasilan program
keberlanjutan.¹²
5)
Monitoring dan Evaluasi
Pencapaian tujuan keberlanjutan memerlukan sistem
monitoring dan evaluasi yang transparan dan akuntabel.¹³ Indikator-indikator
keberlanjutan harus disesuaikan dengan konteks lokal dan diukur secara berkala
untuk memastikan keberhasilan implementasinya.¹⁴
Dengan mengadopsi
strategi ini, dunia dapat mempercepat langkah menuju keberlanjutan yang lebih
inklusif, resilien, dan berkeadilan, memastikan bahwa sumber daya bumi tetap
terjaga bagi generasi mendatang.¹⁵
Catatan Kaki
[1]
Margaret Robertson, Sustainability Principles and Practice
(New York: Routledge, 2021), 12.
[2]
World Commission on Environment and Development, Our
Common Future (Oxford: Oxford University Press, 1987), 43.
[3]
United Nations Environment Programme, Emissions Gap Report 2022 (Nairobi:
UNEP, 2022), 9.
[4]
John Blewitt, Understanding Sustainable Development
(New York: Routledge, 2015), 84.
[5]
United Nations, Transforming Our World: The 2030 Agenda for
Sustainable Development (New York: United Nations, 2015), 2.
[6]
Green Climate Fund, Annual Performance Report 2021
(Incheon: GCF, 2021), 5.
[7]
International Renewable Energy Agency, Global Renewables Outlook 2020 (Abu
Dhabi: IRENA, 2020), 3.
[8]
United Nations Framework Convention on Climate Change, Paris
Agreement: Challenges and Opportunities (Bonn: UNFCCC, 2021), 5.
[9]
UNESCO, Education for Sustainable Development Goals:
Learning Objectives (Paris: UNESCO, 2017), 3.
[10]
Ipsos, Global Survey: Attitudes Toward Climate Change
(Paris: Ipsos, 2021), 3.
[11]
World Agroforestry Centre, Agroforestry Systems in Kenya: Enhancing
Productivity and Sustainability (Nairobi: ICRAF, 2021), 12.
[12]
United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues, Traditional
Knowledge and Climate Change (New York: United Nations, 2021), 8.
[13]
United Nations, SDG Progress Report 2022 (New York:
United Nations, 2022), 7.
[14]
Robert Falkner, The Political Economy of Global Climate Governance
(Cambridge: Cambridge University Press, 2022), 23.
[15]
Jeffrey D. Sachs, The Age of Sustainable Development
(New York: Columbia University Press, 2015), 35.
Daftar Pustaka
Blewitt, J. (2015). Understanding sustainable
development. New York: Routledge.
European Commission. (2019). The European Green
Deal. Brussels: European Commission.
Food and Agriculture Organization. (2021). Digital
agriculture: Challenges and opportunities. Rome: FAO.
Green Climate Fund. (2021). Annual performance
report 2021. Incheon: GCF.
International Monetary Fund. (2021). Fossil fuel
subsidies: Global update 2021. Washington, D.C.: IMF.
International Renewable Energy Agency. (2020). Global
renewables outlook 2020. Abu Dhabi: IRENA.
International Renewable Energy Agency. (2019). Future
of solar photovoltaic: Deployment, investment, technology, grid integration,
and socio-economic aspects. Abu Dhabi: IRENA.
Intergovernmental Panel on Climate Change. (2022). Climate
change 2022: Impacts, adaptation, and vulnerability. Cambridge: Cambridge
University Press.
Ipsos. (2021). Global survey: Attitudes toward
climate change. Paris: Ipsos.
Microsoft. (2020). Carbon negative: Our 2030
vision. Redmond: Microsoft.
Oxfam. (2021). Carbon inequality report 2021.
London: Oxfam.
Robertson, M. (2021). Sustainability principles
and practice. New York: Routledge.
Sachs, J. D. (2015). The age of sustainable
development. New York: Columbia University Press.
Schwab, K. (2017). The fourth industrial
revolution. Geneva: World Economic Forum.
United Nations. (2015). Transforming our world:
The 2030 agenda for sustainable development. New York: United Nations.
United Nations Environment Programme. (2022). The
state of plastics 2022. Nairobi: UNEP.
United Nations Environment Programme. (2022). Emissions
gap report 2022. Nairobi: UNEP.
United Nations Framework Convention on Climate
Change. (2021). Paris agreement: Challenges and opportunities. Bonn:
UNFCCC.
United Nations Global Compact. (2019). Making
global goals local business. New York: United Nations.
United Nations Permanent Forum on Indigenous
Issues. (2021). Traditional knowledge and climate change. New York:
United Nations.
United Nations. (2022). SDG progress report 2022.
New York: United Nations.
UNESCO. (2017). Education for sustainable
development goals: Learning objectives. Paris: UNESCO.
World Agroforestry Centre. (2021). Agroforestry
systems in Kenya: Enhancing productivity and sustainability. Nairobi:
ICRAF.
World Bank. (2021). The state of climate
adaptation in Africa 2021. Washington, D.C.: World Bank.
World Bank. (2022). Poverty and shared
prosperity 2022: Correcting course. Washington, D.C.: World Bank.
World Commission on Environment and Development.
(1987). Our common future. Oxford: Oxford University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar