Jumat, 17 Januari 2025

Karakteristik Pribadi: Sifat, Perilaku, dan Nilai yang Mencerminkan Kepribadian Individu

Karakteristik Pribadi

Sifat, Perilaku, dan Nilai yang Mencerminkan Kepribadian Individu


Alihkan ke: Karakteristi Pribadi Edisi 1


Abstrak

Karakteristik pribadi merupakan aspek mendasar yang membentuk pola pikir, sikap, dan perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari. Artikel ini menyajikan kajian komprehensif mengenai karakteristik pribadi dengan mengintegrasikan perspektif psikologi, sosiologi, dan agama. Dimulai dengan pengertian karakteristik pribadi, artikel ini membahas dimensi-dimensi utama, faktor-faktor yang memengaruhi, serta teori-teori relevan seperti Big Five Personality Traits, teori psikoanalisis Freud, dan konsep akhlaqul karimah dalam Islam. Pemahaman mendalam terhadap karakteristik pribadi memiliki signifikansi penting dalam pengembangan diri, hubungan interpersonal, dan kepemimpinan. Selain itu, strategi seperti introspeksi diri, pengelolaan emosi, dan pendidikan karakter disoroti sebagai langkah praktis untuk mengembangkan karakteristik positif. Studi kasus tokoh inspiratif seperti Mahatma Gandhi, Rasulullah Muhammad Saw, dan Nelson Mandela menegaskan bahwa karakteristik pribadi unggul dapat menciptakan perubahan besar dalam kehidupan individu dan masyarakat. Dengan demikian, artikel ini diharapkan memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan pemahaman dan pengembangan karakteristik pribadi yang positif.

Kata Kunci: Karakteristik Pribadi, Psikologi, Sosiologi, Pendidikan Karakter, Kepemimpinan, Akhlaqul Karimah, Pengembangan Diri, Big Five Personality Traits, Kecerdasan Emosional.


1.           Pendahuluan

Dalam era modern yang penuh tantangan, kajian tentang karakteristik pribadi menjadi semakin penting. Karakteristik pribadi, yang mencakup sifat, temperamen, dan perilaku individu, memainkan peran utama dalam membentuk identitas seseorang dan menentukan kualitas hubungan interpersonal maupun keberhasilan sosial. Pemahaman terhadap karakteristik pribadi bukan hanya relevan di ranah individu, tetapi juga menjadi landasan untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dan beradab.

Secara terminologis, karakteristik pribadi dapat diartikan sebagai kumpulan sifat dan kualitas yang mencerminkan kepribadian seseorang dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam Islam, karakteristik pribadi yang mulia sering dikaitkan dengan istilah akhlak atau moralitas yang luhur. Nabi Muhammad Saw. menegaskan pentingnya akhlak dalam sabdanya: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."1 Pemahaman ini menunjukkan bahwa karakteristik pribadi yang unggul merupakan salah satu tujuan utama dalam kehidupan manusia.

Sementara itu, dalam perspektif psikologi modern, karakteristik pribadi sering kali dijelaskan melalui teori kepribadian. Salah satu pendekatan populer adalah Big Five Personality Traits, yang mengidentifikasi lima dimensi utama kepribadian: keterbukaan terhadap pengalaman, ketelitian, ekstroversi, keramahan, dan stabilitas emosi2. Pendekatan ini menyoroti bagaimana faktor genetik dan lingkungan berkontribusi dalam membentuk karakter individu.

Adanya kajian lintas disiplin ini menunjukkan bahwa karakteristik pribadi memiliki kompleksitas tersendiri yang melibatkan aspek teologis, psikologis, dan sosial. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk memberikan kajian komprehensif yang tidak hanya menggali karakteristik pribadi dari sudut pandang Islam, tetapi juga menghubungkannya dengan pandangan psikologi dan ilmu sosial lainnya.

Tujuan utama dari artikel ini adalah:

1)                  Menguraikan definisi dan ruang lingkup karakteristik pribadi berdasarkan perspektif agama dan sains.

2)                  Mengidentifikasi faktor pembentuk karakteristik pribadi, baik internal maupun eksternal.

3)                  Menjelaskan strategi untuk mengembangkan karakteristik pribadi positif berdasarkan pendekatan agama dan psikologi modern.

4)                  Memberikan wawasan tentang tantangan era modern dalam membentuk karakter individu.

Kajian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi individu, keluarga, dan lembaga pendidikan dalam membangun kepribadian yang unggul dan berkontribusi positif di masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                Nabi Muhammad Saw., Hadis Riwayat Ahmad, no. 8952.

[2]                John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big Five trait taxonomy: History, measurement, and theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of Personality: Theory and Research (Vol. 2, pp. 102-138). New York: Guilford Press.


2.           Definisi dan Ruang Lingkup

2.1.       Definisi Karakteristik Pribadi

Karakteristik pribadi dapat dipahami sebagai serangkaian sifat, perilaku, dan nilai yang mencerminkan kepribadian individu dalam konteks tertentu. Definisi ini memiliki variasi bergantung pada sudut pandang yang digunakan, baik dari perspektif agama maupun ilmu pengetahuan modern.

Dalam terminologi agama Islam, karakteristik pribadi sering dikaitkan dengan akhlak. Akhlak didefinisikan sebagai sifat-sifat batiniah yang menjadi dasar perilaku seseorang. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyebutkan bahwa akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan atau pemikiran lebih lanjut1. Definisi ini menunjukkan bahwa karakteristik pribadi mencakup dimensi internal yang memengaruhi tindakan eksternal.

Dalam konteks psikologi, karakteristik pribadi dijelaskan melalui konsep kepribadian (personality). Menurut Gordon Allport, kepribadian adalah “organisasi dinamis dari sistem psikofisis dalam individu yang menentukan pola unik dari perilaku, pemikiran, dan perasaan mereka2. Sementara itu, teori Big Five Personality Traits mengklasifikasikan karakteristik pribadi ke dalam lima dimensi utama: keterbukaan terhadap pengalaman, ketelitian, ekstroversi, keramahan, dan stabilitas emosi3. Definisi ini menggarisbawahi aspek biologis dan lingkungan sebagai faktor penting pembentuk karakteristik pribadi.

2.2.       Ruang Lingkup Kajian Karakteristik Pribadi

Kajian tentang karakteristik pribadi mencakup berbagai dimensi, baik internal maupun eksternal, yang saling memengaruhi. Berikut adalah ruang lingkup utama dalam kajian ini:

1)                  Dimensi Internal:

o     Sifat dan Temperamen: Sifat bawaan individu yang mencerminkan kecenderungan alami mereka. Dalam Islam, konsep fitrah menjadi landasan bahwa setiap manusia diciptakan dengan potensi kebaikan4.

o     Kecerdasan Emosional: Kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri serta orang lain. Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional memiliki pengaruh besar terhadap kesuksesan pribadi dan sosial5.

2)                  Dimensi Eksternal:

o     Perilaku dan Interaksi Sosial: Bagaimana individu berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai situasi. Rasulullah Saw. dikenal sebagai teladan dalam interaksi sosial, di mana beliau menunjukkan sifat lemah lembut, kasih sayang, dan penghormatan terhadap semua golongan6.

o     Lingkungan Sosial dan Budaya: Faktor eksternal seperti keluarga, pendidikan, dan masyarakat yang turut membentuk karakteristik pribadi seseorang7.

2.3.       Relevansi Kajian Ruang Lingkup Karakteristik Pribadi

Pemahaman terhadap definisi dan ruang lingkup karakteristik pribadi memberikan wawasan yang menyeluruh tentang bagaimana individu dapat berkembang secara holistik. Perspektif ini membantu dalam membangun kepribadian yang tidak hanya unggul secara individual, tetapi juga mampu berkontribusi dalam masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 3, Bab Akhlak.

[2]                Allport, G. W. (1937). Personality: A Psychological Interpretation. New York: Holt, Rinehart, and Winston.

[3]                John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big Five trait taxonomy: History, measurement, and theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of Personality: Theory and Research (Vol. 2, pp. 102-138). New York: Guilford Press.

[4]                QS. Ar-Rum [30]:30.

[5]                Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. New York: Bantam Books.

[6]                Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Raheeq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah).

[7]                Bronfenbrenner, U. (1979). The Ecology of Human Development: Experiments by Nature and Design. Cambridge, MA: Harvard University Press.


3.           Pendekatan Teoretis

Kajian tentang karakteristik pribadi melibatkan berbagai perspektif yang saling melengkapi. Pendekatan teoretis dalam artikel ini mencakup tiga sudut pandang utama: agama, psikologi, dan sosial-budaya. Pendekatan ini memberikan kerangka analisis yang komprehensif untuk memahami pembentukan, pengembangan, dan implikasi karakteristik pribadi.

3.1.       Pendekatan Agama

Agama memiliki peran penting dalam membentuk karakteristik pribadi individu. Dalam Islam, karakteristik pribadi yang baik sering dikaitkan dengan akhlak mulia dan keimanan yang kokoh. Rasulullah Saw. disebut dalam Al-Qur'an sebagai uswah hasanah (teladan yang baik) bagi umat manusia1. Dalam praktiknya, sifat-sifat seperti kejujuran, amanah, kesabaran, dan rasa syukur menjadi fondasi karakteristik pribadi yang ideal.

Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa pembentukan karakter yang baik harus dimulai dari pengendalian nafsu dan penanaman kebiasaan positif yang konsisten2. Pendekatan ini menekankan pentingnya pendidikan akhlak melalui ibadah, seperti shalat, puasa, dan dzikir, yang secara spiritual memperkuat karakter pribadi.

Pendekatan agama juga menyoroti pentingnya fitrah manusia sebagai landasan pembentukan karakter. Fitrah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Ar-Rum [30] ayat 30, mengacu pada potensi bawaan manusia untuk mengenal kebaikan dan menyembah Allah3.

3.2.       Pendekatan Psikologi

Dalam psikologi, karakteristik pribadi dipelajari melalui teori-teori kepribadian yang beragam. Salah satu teori yang paling banyak digunakan adalah Big Five Personality Traits, yang mengidentifikasi lima dimensi utama kepribadian: keterbukaan terhadap pengalaman, ketelitian, ekstroversi, keramahan, dan stabilitas emosi4. Teori ini menjelaskan bagaimana karakteristik pribadi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, serta bagaimana sifat-sifat tersebut dapat diukur secara empiris.

Pendekatan psikologi juga mencakup teori-teori perkembangan, seperti teori Hierarki Kebutuhan Maslow, yang menempatkan aktualisasi diri sebagai puncak perkembangan karakter manusia5. Maslow menjelaskan bahwa individu dengan karakteristik pribadi yang matang memiliki kemampuan untuk berpikir rasional, menghargai orang lain, dan menjalani hidup yang bermakna.

Selain itu, teori kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) yang dikembangkan oleh Daniel Goleman juga relevan. Kecerdasan emosional mencakup kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri serta orang lain. Hal ini sangat penting dalam membentuk hubungan interpersonal yang sehat dan produktif6.

3.3.       Pendekatan Sosial-Budaya

Karakteristik pribadi juga sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya. Teori Ekologi Bronfenbrenner menyoroti bagaimana interaksi individu dengan lingkungan mikro (keluarga, teman) hingga lingkungan makro (masyarakat, budaya) berkontribusi pada pembentukan karakteristik pribadi7.

Budaya memberikan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi individu untuk bertindak. Misalnya, masyarakat dengan budaya kolektivisme cenderung menekankan pentingnya kerjasama dan empati dalam membentuk karakteristik pribadi yang pro-sosial8. Sebaliknya, budaya individualisme cenderung mendorong kemandirian dan kreativitas.


Kesimpulan Pendekatan Teoretis

Pendekatan agama, psikologi, dan sosial-budaya memberikan wawasan yang saling melengkapi dalam memahami karakteristik pribadi. Pendekatan agama menekankan pada aspek spiritual dan moral, pendekatan psikologi menggali dimensi internal dan eksternal individu, sementara pendekatan sosial-budaya memberikan konteks lingkungan yang memengaruhi pembentukan karakter. Integrasi ketiga pendekatan ini menghasilkan pemahaman yang holistik dan aplikatif.


Catatan Kaki

[1]                QS. Al-Ahzab [33] ayat 21.

[2]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 3, Bab Akhlak.

[3]                QS. Ar-Rum [30]:30.

[4]                John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big Five trait taxonomy: History, measurement, and theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of Personality: Theory and Research (Vol. 2, pp. 102-138). New York: Guilford Press.

[5]                Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396.

[6]                Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. New York: Bantam Books.

[7]                Bronfenbrenner, U. (1979). The Ecology of Human Development: Experiments by Nature and Design. Cambridge, MA: Harvard University Press.

[8]                Hofstede, G. (2001). Culture's Consequences: Comparing Values, Behaviors, Institutions, and Organizations Across Nations. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.


4.           Karakteristik Pribadi dalam Islam

Dalam Islam, pembentukan karakteristik pribadi merupakan bagian integral dari ajaran agama yang bertujuan menciptakan individu yang berakhlak mulia. Al-Qur'an dan Hadis menekankan pentingnya akhlak sebagai landasan kehidupan manusia. Rasulullah Saw. menyatakan: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”1. Pernyataan ini menunjukkan bahwa misi utama Islam adalah membangun karakteristik pribadi yang luhur.

4.1.       Karakteristik Pribadi Ideal dalam Islam

Karakteristik pribadi yang diidealkan dalam Islam mencakup sifat-sifat yang terpuji, baik dalam hubungan dengan Allah (habl min Allah) maupun sesama manusia (habl min an-nas). Beberapa karakteristik utama yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Hadis antara lain:

1)                  Kejujuran (Shidq)

Kejujuran adalah sifat yang sangat ditekankan dalam Islam. Al-Qur'an memerintahkan agar setiap Muslim berbicara dengan benar dan adil:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar” (QS. Al-Ahzab [33] ayat 70)2.

Nabi Muhammad Saw. sendiri dikenal dengan julukan Al-Amin (yang terpercaya), yang mencerminkan sifat kejujurannya dalam setiap aspek kehidupan3.

2)                  Amanah (Dapat Dipercaya)

Amanah adalah kualitas yang menunjukkan tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugas atau kepercayaan. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An-Nisa [4] ayat 58)4.

Amanah tidak hanya mencakup materi tetapi juga janji, tugas, dan tanggung jawab sosial.

3)                  Kesabaran (Shabr)

Kesabaran adalah pilar penting dalam membangun karakteristik pribadi yang kokoh. Dalam Al-Qur'an, Allah memuji orang-orang yang sabar:

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 153)5.

Kesabaran mencakup ketabahan dalam menghadapi cobaan, konsistensi dalam kebaikan, dan pengendalian diri dari hawa nafsu.

4)                  Rendah Hati (Tawadhu)

Tawadhu adalah sifat yang melambangkan kerendahan hati seseorang di hadapan Allah dan manusia. Dalam sebuah Hadis, Rasulullah Saw. bersabda:

“Barang siapa merendahkan dirinya karena Allah, maka Allah akan meninggikannya”6.

Karakteristik ini mencegah kesombongan dan mendorong sikap menghargai orang lain.

5)                  Syukur (Gratitude)

Sikap syukur merupakan wujud pengakuan atas nikmat Allah. Al-Qur'an menegaskan bahwa syukur membawa keberkahan:

“Jika kamu bersyukur, Aku pasti akan menambah nikmat untukmu” (QS. Ibrahim [14] ayat 7)7.

4.2.       Teladan Karakteristik Pribadi Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw. adalah contoh nyata dari karakteristik pribadi yang sempurna. Allah memuji karakter beliau dalam Al-Qur'an:

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam [68] ayat 4)8.

Karakter Rasulullah mencakup sifat-sifat berikut:

·                     Lemah Lembut: Rasulullah Saw. dikenal memiliki sifat lemah lembut, bahkan terhadap musuhnya (QS. Ali Imran [3] ayat 159).

·                     Keberanian dan Ketegasan: Beliau selalu berada di garis depan dalam mempertahankan kebenaran.

·                     Kasih Sayang Universal: Rasulullah Saw. menunjukkan kasih sayang yang tulus kepada keluarga, sahabat, dan umat manusia.

4.3.       Relevansi Karakteristik Pribadi dalam Kehidupan Sehari-Hari

Karakteristik pribadi dalam Islam memiliki aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Kejujuran membangun kepercayaan dalam hubungan interpersonal, amanah menciptakan masyarakat yang bertanggung jawab, dan kesabaran membantu individu menghadapi tantangan hidup. Sifat-sifat ini, jika diterapkan secara konsisten, dapat membangun individu yang tangguh secara spiritual dan sosial, sekaligus menciptakan komunitas yang harmonis.


Catatan Kaki

[1]                Nabi Muhammad Saw., Hadis Riwayat Ahmad, no. 8952.

[2]                QS. Al-Ahzab [33] ayat 70.

[3]                Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Raheeq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah).

[4]                QS. An-Nisa [4] ayat 58.

[5]                QS. Al-Baqarah [2] ayat 153.

[6]                Hadis Riwayat Muslim, no. 2588.

[7]                QS. Ibrahim [14] ayat 7.

[8]                QS. Al-Qalam [68] ayat 4.


5.           Faktor-Faktor Pembentuk Karakteristik Pribadi

Karakteristik pribadi seseorang tidak terbentuk secara spontan, melainkan melalui proses kompleks yang melibatkan faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor ini bekerja secara sinergis, memengaruhi pola pikir, emosi, dan perilaku individu. Dengan memahami faktor-faktor ini, kita dapat mengidentifikasi cara-cara untuk mengembangkan karakteristik pribadi yang positif.

5.1.       Faktor Internal

1)                  Fitrah dan Potensi Bawaan

Dalam Islam, manusia dilahirkan dengan fitrah atau potensi bawaan untuk mengenal kebaikan. Allah berfirman:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu” (QS. Ar-Rum [30] ayat 30)1.

Fitrah ini memberikan fondasi bagi pengembangan sifat-sifat mulia, meskipun individu tetap memerlukan bimbingan dan pendidikan untuk mewujudkan potensinya secara optimal.

2)                  Kecenderungan Genetik

Ilmu psikologi modern menunjukkan bahwa genetik memainkan peran dalam pembentukan karakteristik pribadi. Misalnya, sifat dasar seperti temperamen, tingkat keberanian, atau kecenderungan emosional sebagian dipengaruhi oleh faktor genetik2. Namun, pengaruh genetik ini tidak bersifat deterministik, karena lingkungan dapat mengubah atau memperkuat pengaruh tersebut.

3)                  Struktur Kepribadian

Menurut Sigmund Freud, kepribadian terbentuk dari tiga komponen utama: id (dorongan dasar), ego (rasionalitas), dan superego (nilai moral)3. Interaksi antara ketiga elemen ini menentukan bagaimana individu bertindak dalam situasi tertentu. Misalnya, ego membantu seseorang menyeimbangkan antara dorongan id yang impulsif dan tuntutan superego yang idealis.

5.2.       Faktor Eksternal

1)                  Keluarga

Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang membentuk karakteristik pribadi seseorang. Rasulullah Saw. bersabda:

“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”4.

Orang tua berperan dalam menanamkan nilai-nilai moral, membentuk kebiasaan, dan memberikan teladan yang baik.

2)                  Pendidikan

Pendidikan formal maupun informal memegang peranan penting dalam pembentukan karakter. Dalam Islam, pendidikan diarahkan untuk mencetak individu yang berakhlak mulia dan berilmu. Al-Ghazali menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan individu kepada Allah sekaligus membentuk karakter yang berguna bagi masyarakat5. Dalam konteks modern, pendidikan karakter menjadi bagian penting dari kurikulum di sekolah-sekolah6.

3)                  Lingkungan Sosial dan Budaya

Lingkungan sosial, termasuk teman sebaya, tempat tinggal, dan budaya, memiliki pengaruh besar terhadap pengembangan karakter. Bronfenbrenner dalam Teori Ekologi Perkembangan menjelaskan bahwa lingkungan mikro (keluarga, teman) hingga makro (kebijakan, budaya) berkontribusi dalam membentuk perilaku dan sikap individu7. Dalam budaya kolektivisme, misalnya, individu cenderung mengembangkan sifat-sifat seperti empati dan kerja sama, sementara budaya individualisme menonjolkan kemandirian dan kreativitas8.

4)                  Pengalaman Hidup

Pengalaman, baik positif maupun negatif, membentuk cara pandang seseorang terhadap dunia dan memengaruhi pengembangan karakteristik pribadinya. Contohnya, individu yang menghadapi kesulitan dengan ketabahan sering kali mengembangkan sifat tangguh dan optimis9.

5.3.       Interaksi Faktor Internal dan Eksternal

Karakteristik pribadi terbentuk melalui interaksi antara faktor internal (fitrah, genetik, dan struktur kepribadian) dan faktor eksternal (keluarga, pendidikan, lingkungan, dan pengalaman). Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki kecenderungan genetik untuk ekstroversi dapat mengembangkan sifat tersebut lebih optimal jika didukung oleh lingkungan keluarga yang hangat dan mendukung.

Dalam perspektif Islam, keseimbangan antara potensi bawaan dan pengaruh lingkungan menjadi kunci dalam membangun karakteristik pribadi yang baik. Oleh karena itu, pengasuhan yang baik, pendidikan yang berkualitas, dan pengalaman hidup yang bermakna menjadi pilar utama dalam pembentukan individu yang berkarakter.


Catatan Kaki

[1]                QS. Ar-Rum [30] ayat 30.

[2]                Plomin, R., DeFries, J. C., Knopik, V. S., & Neiderhiser, J. M. (2013). Behavioral Genetics (6th ed.). Worth Publishers.

[3]                Freud, S. (1923). The Ego and the Id. Standard Edition.

[4]                Nabi Muhammad Saw., Hadis Riwayat Muslim, no. 2658.

[5]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 1, Bab Pendidikan Anak.

[6]                Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

[7]                Bronfenbrenner, U. (1979). The Ecology of Human Development: Experiments by Nature and Design. Cambridge, MA: Harvard University Press.

[8]                Hofstede, G. (2001). Culture's Consequences: Comparing Values, Behaviors, Institutions, and Organizations Across Nations. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

[9]                Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (2004). Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification. Oxford University Press.


6.           Cara Mengembangkan Karakteristik Pribadi Positif

Pengembangan karakteristik pribadi yang positif memerlukan usaha yang sistematis dan berkelanjutan. Dalam perspektif Islam, pengembangan ini berakar pada penguatan iman dan amal saleh, sedangkan dalam psikologi modern, pendekatan berbasis pengelolaan diri dan pengembangan emosi memainkan peran utama. Berikut adalah strategi yang dapat diterapkan berdasarkan pendekatan agama dan sains.

6.1.       Dalam Perspektif Agama

1)                  Memperkuat Iman melalui Ibadah

Ibadah merupakan sarana utama untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperbaiki karakter. Al-Qur'an menyatakan bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut [29] ayat 45)1. Shalat yang dilakukan dengan khusyuk akan melatih kesabaran, ketenangan, dan rasa syukur.

Selain itu, ibadah puasa mendidik manusia untuk mengendalikan hawa nafsu dan meningkatkan ketakwaan (QS. Al-Baqarah [2] ayat 183)2.

2)                  Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan pilar penting dalam membentuk karakteristik pribadi. Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya pembiasaan sifat-sifat baik sejak kecil, seperti kejujuran, amanah, dan tanggung jawab3. Hal ini dapat dilakukan melalui teladan orang tua, lingkungan keluarga yang kondusif, dan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam.

3)                  Dzikir dan Muhasabah

Dzikir mengingatkan individu akan kebesaran Allah dan membangun ketenangan jiwa (QS. Ar-Ra’d [13] ayat 28)4. Muhasabah, atau evaluasi diri, membantu individu mengidentifikasi kelemahan dan memperbaikinya. Umar bin Khattab pernah berkata:

“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang”5.

Dengan introspeksi rutin, seseorang dapat meningkatkan kesadaran diri dan membangun sifat-sifat yang lebih baik.

6.2.       Dalam Perspektif Psikologi

1)                  Pengembangan Kecerdasan Emosional

Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence menjelaskan bahwa kecerdasan emosional mencakup kemampuan mengenali, memahami, dan mengelola emosi diri serta orang lain6. Pengembangan kecerdasan emosional dapat dilakukan melalui latihan seperti:

o     Mengenali emosi diri (self-awareness).

o     Mengelola stres melalui teknik relaksasi atau mindfulness7.

o     Meningkatkan empati dengan memahami perspektif orang lain.

2)                  Latihan Pengembangan Diri (Self-Improvement)

Pengembangan diri melibatkan kebiasaan belajar yang terus-menerus untuk meningkatkan kualitas pribadi. Stephen R. Covey dalam The 7 Habits of Highly Effective People menekankan pentingnya proaktif, memiliki visi hidup, dan terus memperbarui keterampilan8. Membaca buku, mengikuti pelatihan, atau mencari mentor dapat menjadi bagian dari strategi pengembangan diri.

3)                  Pengelolaan Pikiran Positif (Positive Thinking)

Menurut Martin Seligman dalam Positive Psychology, individu yang fokus pada kekuatan dan potensi diri cenderung lebih sukses dan bahagia9. Latihan seperti mencatat hal-hal yang disyukuri setiap hari atau visualisasi tujuan hidup dapat membantu membentuk pola pikir positif.

6.3.       Dalam Perspektif Sosial

1)                  Penerapan Nilai-Nilai dalam Interaksi Sosial

Interaksi sosial yang sehat dapat membentuk karakter positif, seperti empati, keramahan, dan rasa hormat. Rasulullah Saw. menjadi teladan dalam berinteraksi, di mana beliau selalu memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan keadilan (QS. Ali Imran [3] ayat 159)10.

Penguatan hubungan sosial dapat dilakukan melalui:

o     Partisipasi dalam kegiatan sosial atau komunitas.

o     Menjalin hubungan harmonis dengan keluarga dan teman.

2)                  Memberikan dan Menerima Umpan Balik

Dalam teori komunikasi, umpan balik yang konstruktif membantu individu memahami persepsi orang lain terhadap dirinya dan mengidentifikasi area perbaikan11. Membuka diri terhadap kritik membangun akan mendorong pertumbuhan pribadi yang lebih baik.

3)                  Membangun Kebiasaan Berbagi dan Memberi

Bersedekah atau berbagi kepada sesama tidak hanya bermanfaat bagi penerima tetapi juga memperkuat karakter pribadi pemberi. Rasulullah Saw. bersabda:

“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”12.

Membiasakan diri untuk berbagi akan membentuk sifat dermawan, empati, dan kasih sayang.


Kesimpulan

Pengembangan karakteristik pribadi positif adalah proses berkelanjutan yang membutuhkan usaha di berbagai aspek kehidupan. Pendekatan agama memberikan dasar moral dan spiritual yang kuat, sementara pendekatan psikologi modern menawarkan metode praktis untuk mengelola emosi dan membangun kebiasaan positif. Dengan mengintegrasikan kedua pendekatan ini, individu dapat membangun karakteristik pribadi yang unggul dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                QS. Al-Ankabut [29] ayat 45.

[2]                QS. Al-Baqarah [2] ayat 183.

[3]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 1, Bab Pendidikan Akhlak.

[4]                QS. Ar-Ra’d [13] ayat 28.

[5]                Umar bin Khattab, Shahih Al-Bukhari, Kitab Riqaq.

[6]                Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. New York: Bantam Books.

[7]                Kabat-Zinn, J. (1990). Full Catastrophe Living: Using the Wisdom of Your Body and Mind to Face Stress, Pain, and Illness. New York: Bantam Books.

[8]                Covey, S. R. (1989). The 7 Habits of Highly Effective People. New York: Free Press.

[9]                Seligman, M. E. P. (2004). Authentic Happiness. New York: Free Press.

[10]             QS. Ali Imran [3] ayat 159.

[11]             Schramm, W. (1954). The Process and Effects of Communication. Urbana: University of Illinois Press.

[12]             Nabi Muhammad Saw., Hadis Riwayat Bukhari, no. 1427.


7.           Tantangan dalam Membentuk Karakteristik Pribadi

Membentuk karakteristik pribadi yang positif tidak terlepas dari berbagai tantangan, terutama di era modern. Faktor-faktor internal dan eksternal yang kompleks sering kali menjadi hambatan dalam proses pembentukan kepribadian yang ideal. Tantangan ini melibatkan perubahan budaya, kemajuan teknologi, dan konflik nilai yang dapat memengaruhi individu secara mendalam.

7.1.       Tantangan di Era Modern

1)                  Pengaruh Materialisme dan Hedonisme

Budaya materialisme dan hedonisme yang semakin meluas menjadi tantangan besar dalam membangun karakter pribadi. Materialisme mengarahkan individu untuk mengejar kepuasan duniawi secara berlebihan, sehingga mengabaikan nilai-nilai spiritual dan moral1. Hedonisme, di sisi lain, mendorong perilaku yang berorientasi pada kesenangan sesaat, yang dapat mengikis sifat tanggung jawab dan pengendalian diri.

Al-Qur'an mengingatkan bahaya kecenderungan terhadap kehidupan duniawi:

“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan, bermegah-megahan di antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak” (QS. Al-Hadid [57] ayat 20)2.

2)                  Pengaruh Media Sosial

Media sosial, meskipun memberikan banyak manfaat, juga menjadi tantangan dalam pembentukan karakter. Platform digital sering kali memunculkan perilaku negatif seperti narsisme, cyberbullying, dan ketergantungan terhadap validasi sosial3. Studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menurunkan harga diri dan meningkatkan stres4.

3)                  Individualisme dan Krisis Nilai Sosial

Budaya individualisme yang berkembang di masyarakat modern cenderung mengurangi rasa empati dan solidaritas sosial5. Individu lebih fokus pada pencapaian pribadi dibandingkan kepentingan kolektif. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan kerja sama dan kebersamaan (QS. Al-Maidah [5] ayat 2)6.

7.2.       Konflik Nilai Tradisional dan Modern

1)                  Benturan Antara Nilai Lokal dan Global

Globalisasi telah memperluas akses terhadap berbagai budaya, namun sering kali mengakibatkan benturan nilai antara tradisi lokal dan pengaruh budaya asing7. Misalnya, nilai-nilai kearifan lokal seperti gotong royong dan rasa hormat kepada orang tua mulai tergerus oleh gaya hidup modern yang lebih individualistis. Dalam Islam, penghormatan kepada orang tua adalah salah satu nilai utama (QS. Luqman [31] ayat 14)8.

2)                  Tekanan Sosial Ekonomi

Tantangan ekonomi, seperti pengangguran atau kesenjangan sosial, dapat memengaruhi pembentukan karakter. Tekanan untuk memenuhi kebutuhan dasar sering kali memaksa individu mengesampingkan nilai-nilai moral demi bertahan hidup9. Rasulullah Saw. bersabda:

“Kefakiran itu mendekatkan kepada kekufuran”10.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi yang sulit dapat menjadi ujian berat bagi karakter individu.

7.3.       Ketidakstabilan Psikologis dan Kesehatan Mental

1)                  Stres dan Depresi

Ketidakstabilan psikologis, seperti stres dan depresi, menjadi tantangan besar dalam membangun karakter yang tangguh. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan psikologis dapat menurunkan kemampuan individu untuk mengelola emosi dan membuat keputusan yang bijaksana11. Dalam Islam, kesabaran dan doa diajarkan sebagai cara untuk menghadapi tekanan hidup (QS. Al-Baqarah [2] ayat 153)12.

2)                  Kurangnya Dukungan Sosial

Individu yang tidak memiliki dukungan sosial yang kuat, baik dari keluarga maupun lingkungan, cenderung kesulitan dalam membangun karakter yang stabil13. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan komunitas yang mendukung pengembangan pribadi.


Kesimpulan

Tantangan dalam membentuk karakteristik pribadi di era modern sangat beragam, mulai dari pengaruh budaya materialisme, media sosial, hingga konflik nilai antara tradisi dan modernitas. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk penguatan spiritual, pengelolaan emosi, dan dukungan sosial yang baik. Islam memberikan panduan moral yang kuat, sementara ilmu modern menawarkan strategi praktis untuk membantu individu mengatasi hambatan tersebut.


Catatan Kaki

[1]                Kasser, T., & Kanner, A. D. (2004). Psychology and Consumer Culture: The Struggle for a Good Life in a Materialistic World. American Psychological Association.

[2]                QS. Al-Hadid [57]:20.

[3]                Twenge, J. M. (2017). iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious, More Tolerant, Less Happy–and Completely Unprepared for Adulthood. Atria Books.

[4]                Andreassen, C. S., & Pallesen, S. (2014). Social network site addiction—An overview. Current Addiction Reports, 1(2), 84-90.

[5]                Hofstede, G. (2001). Culture's Consequences: Comparing Values, Behaviors, Institutions, and Organizations Across Nations. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

[6]                QS. Al-Maidah [5] ayat 2.

[7]                Appadurai, A. (1996). Modernity at Large: Cultural Dimensions of Globalization. University of Minnesota Press.

[8]                QS. Luqman [31] ayat 14.

[9]                Sen, A. (1999). Development as Freedom. Oxford University Press.

[10]             Nabi Muhammad Saw., Hadis Riwayat Al-Baihaqi, Shu'ab al-Iman, no. 1955.

[11]             Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. Springer Publishing.

[12]             QS. Al-Baqarah [2] ayat 153.

[13]             Uchino, B. N. (2004). Social Support and Physical Health: Understanding the Health Consequences of Relationships. Yale University Press.


8.           Studi Kasus dan Praktik Nyata

Untuk memahami bagaimana karakteristik pribadi yang positif dapat dibentuk dan diaplikasikan, penting untuk menganalisis studi kasus dan praktik nyata dari kehidupan individu atau institusi yang berhasil mengimplementasikan nilai-nilai tersebut. Studi kasus ini mencakup contoh tokoh inspiratif dalam Islam, tokoh modern, dan program pengembangan karakter yang berhasil diterapkan di institusi pendidikan.

8.1.       Studi Kasus Tokoh Inspiratif dalam Islam

1)                  Rasulullah Muhammad Saw.

Rasulullah Saw. adalah teladan utama dalam pembentukan karakteristik pribadi yang sempurna. Beliau dikenal memiliki sifat-sifat mulia seperti kejujuran (shidq), amanah, kesabaran (shabr), dan kasih sayang yang universal. Misalnya, dalam perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah menunjukkan sifat amanah dan kejujuran meskipun syarat perjanjian tersebut tampak berat bagi kaum Muslim1.

Al-Qur'an memuji karakter Rasulullah:

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam [68] ayat 4)2.

Praktik ini menunjukkan bahwa karakter pribadi yang unggul dibangun melalui komitmen terhadap prinsip moral, bahkan dalam situasi yang menantang.

2)                  Umar bin Khattab

Umar bin Khattab adalah contoh pemimpin yang memiliki karakteristik pribadi yang kuat, seperti keadilan, keberanian, dan ketegasan. Dalam masa kepemimpinannya, Umar memastikan distribusi keadilan kepada semua kalangan tanpa pandang bulu. Salah satu kisah terkenal adalah ketika Umar menegur Gubernur Mesir karena ketidakadilan terhadap seorang rakyat kecil3. Hal ini menunjukkan bagaimana karakter pribadi yang adil dapat membawa perubahan sosial yang besar.

8.2.       Studi Kasus Tokoh Modern

1)                  Nelson Mandela

Nelson Mandela adalah contoh karakteristik pribadi modern yang mengedepankan kesabaran, ketabahan, dan kepemimpinan. Selama 27 tahun di penjara, Mandela tetap menjaga prinsip perjuangannya untuk menghapuskan apartheid di Afrika Selatan. Setelah dibebaskan, ia tidak membalas dendam, melainkan mempromosikan rekonsiliasi nasional4. Sikap Mandela menunjukkan pentingnya pengendalian diri dan visi untuk mencapai perubahan yang lebih besar.

2)                  Malala Yousafzai

Sebagai aktivis pendidikan perempuan, Malala Yousafzai menunjukkan keberanian dan keteguhan meskipun menghadapi ancaman dari kelompok ekstremis. Keinginannya untuk memperjuangkan hak pendidikan perempuan mencerminkan nilai-nilai tanggung jawab dan empati terhadap sesama5.

8.3.       Praktik Nyata dalam Institusi Pendidikan

1)                  Program Pendidikan Karakter di Sekolah

Banyak institusi pendidikan yang berhasil menerapkan program pengembangan karakter, seperti Character Counts! di Amerika Serikat. Program ini menanamkan nilai-nilai inti seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat melalui kegiatan kurikulum dan ekstrakurikuler6. Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti program ini cenderung memiliki perilaku yang lebih etis dan sikap yang positif terhadap teman sebaya7.

2)                  Pesantren di Indonesia

Pesantren merupakan contoh nyata praktik pendidikan karakter berbasis nilai Islam. Santri dilatih untuk menginternalisasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran agama, disiplin dalam kehidupan sehari-hari, dan hubungan sosial yang penuh hormat8. Sistem pendidikan ini telah melahirkan banyak tokoh masyarakat yang memiliki karakter unggul.

8.4.       Praktik Pengembangan Karakter di Komunitas

1)                  Program Relawan Sosial

Kegiatan sukarela di komunitas sering kali menjadi sarana efektif untuk membentuk karakteristik pribadi seperti empati, tanggung jawab sosial, dan kepedulian. Contoh nyata adalah program Habitat for Humanity, di mana relawan membangun rumah untuk keluarga yang membutuhkan9. Kegiatan ini membantu individu memahami nilai berbagi dan kepedulian sosial.

2)                  Gerakan Lingkungan Hidup

Kampanye lingkungan seperti Fridays for Future yang dipimpin oleh Greta Thunberg mengajarkan nilai tanggung jawab terhadap lingkungan. Gerakan ini mendorong individu untuk menjadi lebih sadar akan dampak perilaku mereka terhadap planet ini10.


Kesimpulan

Studi kasus dan praktik nyata menunjukkan bahwa karakteristik pribadi yang positif dapat dibentuk melalui keteladanan individu, pendidikan formal dan informal, serta partisipasi aktif dalam kegiatan sosial. Baik dalam konteks agama maupun modern, keberhasilan pengembangan karakter memerlukan komitmen terhadap prinsip moral, pengelolaan diri, dan dedikasi untuk memberikan dampak positif pada lingkungan sekitar.


Catatan Kaki

[1]                Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Raheeq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah).

[2]                QS. Al-Qalam [68] ayat 4.

[3]                Ibn Sa’d, Kitab Al-Tabaqat Al-Kubra, Bab Kisah Umar bin Khattab.

[4]                Mandela, N. (1994). Long Walk to Freedom: The Autobiography of Nelson Mandela. Little, Brown and Company.

[5]                Yousafzai, M., & Lamb, C. (2013). I Am Malala: The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban. Little, Brown and Company.

[6]                Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

[7]                Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What works in character education: A research-driven guide for educators. Character Education Partnership.

[8]                Azra, A. (2012). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Globalisasi. Jakarta: Kencana.

[9]                Habitat for Humanity. (n.d.). Mission and Vision. Retrieved from habitat.org.

[10]             Fridays for Future. (n.d.). Our Movement. Retrieved from fridaysforfuture.org.


9.           Kesimpulan

Kajian tentang karakteristik pribadi menunjukkan bahwa pembentukan kepribadian yang positif adalah proses kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor internal dan eksternal. Dalam Islam, karakteristik pribadi yang ideal berakar pada nilai-nilai akhlak mulia yang ditanamkan melalui iman dan amal. Sementara itu, psikologi modern menawarkan pendekatan yang terukur untuk memahami dan mengembangkan aspek-aspek kepribadian manusia. Integrasi keduanya menghasilkan pandangan yang holistik dan aplikatif.

9.1.       Karakteristik Pribadi: Pilar Utama Kehidupan yang Bermakna

Karakteristik pribadi yang baik adalah pilar penting dalam membangun individu yang berkontribusi positif bagi masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an, manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi dengan tanggung jawab moral untuk memelihara keseimbangan sosial dan ekologis (QS. Al-Baqarah [2] ayat 30)1. Hal ini menegaskan bahwa pembentukan karakter bukan hanya kebutuhan pribadi, tetapi juga kewajiban sosial dan spiritual.

Pendekatan agama menyoroti pentingnya pembentukan karakter melalui iman, ibadah, dan pendidikan akhlak. Sifat-sifat seperti kejujuran, amanah, dan kesabaran menjadi inti dari karakteristik pribadi yang ideal. Rasulullah Saw. telah memberikan teladan sempurna dalam mempraktikkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari2.

9.2.       Faktor dan Tantangan dalam Pembentukan Karakter

Karakteristik pribadi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal seperti fitrah dan genetik, maupun eksternal seperti keluarga, lingkungan sosial, dan budaya. Namun, tantangan modern seperti materialisme, individualisme, dan pengaruh media sosial sering kali menghambat proses ini3. Oleh karena itu, penguatan karakter harus disertai dengan strategi untuk mengatasi hambatan-hambatan ini melalui pendekatan spiritual dan psikologis.

9.3.       Langkah Nyata untuk Mengembangkan Karakteristik Positif

Pengembangan karakteristik pribadi positif memerlukan langkah konkret yang melibatkan pendidikan, introspeksi, dan interaksi sosial. Pendidikan karakter yang terintegrasi dengan nilai-nilai agama dan moral memberikan fondasi kuat bagi individu. Selain itu, introspeksi rutin dan praktik muhasabah membantu individu mengenali kelemahan dan memperbaiki diri4.

Kegiatan sosial seperti program relawan dan gerakan berbasis komunitas juga berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai empati dan tanggung jawab5. Praktik nyata ini menunjukkan bahwa pengembangan karakter bukan hanya teori, tetapi juga bisa diwujudkan dalam tindakan sehari-hari.

9.4.       Rekomendasi untuk Masa Depan

Untuk membangun masyarakat yang lebih harmonis dan berkepribadian unggul, perlu dilakukan langkah-langkah berikut:

1)                  Penguatan Pendidikan Karakter:

Pendidikan formal dan nonformal harus menanamkan nilai-nilai moral yang relevan dengan tantangan era modern6.

2)                  Peningkatan Kesadaran Spiritual:

Menghidupkan kembali praktik keagamaan seperti shalat, dzikir, dan muhasabah untuk memperkuat fondasi spiritual7.

3)                  Pengelolaan Teknologi dan Media Sosial:

Membangun kesadaran tentang penggunaan media sosial secara sehat untuk mengurangi dampak negatifnya8.

4)                  Pemberdayaan Komunitas:

Mengintegrasikan nilai-nilai moral dalam program-program sosial dan lingkungan untuk menciptakan perubahan positif di masyarakat.


Penutup

Karakteristik pribadi yang unggul tidak hanya penting bagi individu tetapi juga berdampak pada kesejahteraan sosial secara keseluruhan. Sebagaimana Islam menekankan nilai-nilai akhlak, pendekatan modern menawarkan strategi praktis untuk implementasi di kehidupan sehari-hari. Dengan komitmen dan usaha berkelanjutan, individu dapat mengembangkan karakter yang kokoh, berkontribusi untuk menciptakan masyarakat yang harmonis, dan memenuhi peran mereka sebagai khalifah di muka bumi.


Catatan Kaki

[1]                QS. Al-Baqarah [2] ayat 30.

[2]                Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Raheeq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah).

[3]                Kasser, T., & Kanner, A. D. (2004). Psychology and Consumer Culture: The Struggle for a Good Life in a Materialistic World. American Psychological Association.

[4]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 1, Bab Muhasabah.

[5]                Habitat for Humanity. (n.d.). Mission and Vision. Retrieved from habitat.org.

[6]                Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

[7]                QS. Ar-Ra’d [13] ayat 28.

[8]                Twenge, J. M. (2017). iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Rebellious, More Tolerant, Less Happy–and Completely Unprepared for Adulthood. Atria Books.


Daftar Pustaka

Al-Ghazali. (2001). Ihya’ Ulumuddin (Vol. 1–3). Beirut: Dar Al-Minhaj.

Andreassen, C. S., & Pallesen, S. (2014). Social network site addiction—An overview. Current Addiction Reports, 1(2), 84–90. https://doi.org/10.1007/s40429-014-0011-1

Appadurai, A. (1996). Modernity at large: Cultural dimensions of globalization. Minneapolis: University of Minnesota Press.

Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What works in character education: A research-driven guide for educators. Character Education Partnership. Retrieved from https://www.character.org

Bronfenbrenner, U. (1979). The ecology of human development: Experiments by nature and design. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Covey, S. R. (1989). The 7 habits of highly effective people. New York: Free Press.

Freud, S. (1923). The ego and the id. Standard Edition.

Goleman, D. (1995). Emotional intelligence: Why it can matter more than IQ. New York: Bantam Books.

Habitat for Humanity. (n.d.). Mission and vision. Retrieved from https://www.habitat.org

Hofstede, G. (2001). Culture's consequences: Comparing values, behaviors, institutions, and organizations across nations. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Ibn Sa’d. (n.d.). Kitab Al-Tabaqat Al-Kubra. Beirut: Dar Sader.

Kasser, T., & Kanner, A. D. (2004). Psychology and consumer culture: The struggle for a good life in a materialistic world. Washington, DC: American Psychological Association. https://doi.org/10.1037/10658-000

Lickona, T. (1991). Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility. New York: Bantam Books.

Mandela, N. (1994). Long walk to freedom: The autobiography of Nelson Mandela. New York: Little, Brown and Company.

Plomin, R., DeFries, J. C., Knopik, V. S., & Neiderhiser, J. M. (2013). Behavioral genetics (6th ed.). Worth Publishers.

Qur’an.

Seligman, M. E. P. (2004). Authentic happiness. New York: Free Press.

Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. (2002). Ar-Raheeq Al-Makhtum (Sirah Nabawiyah). Riyadh: Maktabah Darus Salam.

Sen, A. (1999). Development as freedom. New York: Oxford University Press.

Twenge, J. M. (2017). iGen: Why today’s super-connected kids are growing up less rebellious, more tolerant, less happy–and completely unprepared for adulthood. New York: Atria Books.

Uchino, B. N. (2004). Social support and physical health: Understanding the health consequences of relationships. New Haven, CT: Yale University Press.

Yousafzai, M., & Lamb, C. (2013). I am Malala: The girl who stood up for education and was shot by the Taliban. New York: Little, Brown and Company.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar