Amar Makruf Nahi Munkar dalam Perspektif Al-Qur'an dan
Hadits
Alihkan ke: Hisbah, Amar
Ma’ruf Nahi Munkar: Konsep Dasar dan Tema Sentral dalam Ilmu Kalam
Nama Satuan :
Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran :
Al-Qur’an Hadits
Kelas :
12 (Dua belas)
Abstrak
Amar makruf nahi munkar merupakan salah satu pilar
utama dalam ajaran Islam yang berfungsi menjaga moralitas individu dan
masyarakat. Artikel ini mengkaji konsep amar makruf nahi munkar berdasarkan
perspektif Al-Qur'an dan Hadits, dengan menyoroti QS Ali Imran (3) ayat 104 dan
110, QS Al-Maidah (5) ayat 78-80, serta Hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Muslim. Kajian ini mengungkapkan bahwa amar makruf nahi munkar adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah) yang menentukan posisi
umat Islam sebagai khairu ummah. Selain itu, pandangan ulama klasik dan
kontemporer, seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, dan Yusuf Al-Qaradawi,
memberikan pemahaman mendalam tentang prinsip dan implementasi amar makruf nahi munkar di masyarakat. Artikel ini juga membahas tantangan dalam penerapan
konsep ini di era
modern, seperti individualisme dan resistensi sosial, serta memberikan
solusi melalui pendidikan, dakwah berbasis hikmah,
dan pemanfaatan teknologi digital. Kesimpulannya, amar makruf nahi munkar tidak
hanya membentuk moralitas individu, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan
peradaban Islam yang adil dan bermartabat.
Kata Kunci: Amar
Makruf Nahi Munkar, Al-Qur'an, Hadits, Khairu Ummah, Moralitas, Peradaban
Islam, Ulama, Era Modern, Teknologi Digital.
PEMBAHASAN
Amar Makruf Nahi Munkar
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Amar makruf nahi munkar merupakan salah satu prinsip utama dalam ajaran Islam yang berfungsi
menjaga keseimbangan moral dan sosial masyarakat. Dalam Al-Qur'an, kewajiban
ini disebutkan secara tegas sebagai ciri khas umat Islam yang menjadi "khairu ummah" (umat terbaik). Hal ini tercermin dalam firman Allah Swt:
"Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung"
(QS Ali Imran [3] ayat 104).¹
Konteks ayat ini
menekankan pentingnya membentuk komunitas yang aktif menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam masyarakat modern, peran amar makruf nahi munkar menjadi semakin penting untuk mengatasi
berbagai tantangan sosial seperti degradasi moral, korupsi, dan ketidakadilan.²
Selain itu, Nabi Muhammad Saw menegaskan dalam sebuah hadits:
"Barang siapa di antara kalian melihat
kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan
lisannya. Dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah
selemah-lemahnya iman" (HR
Muslim).³
Hadits ini menunjukkan
tingkatan dan fleksibilitas dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar sesuai kemampuan individu, sekaligus
menegaskan pentingnya peran setiap Muslim dalam menjaga nilai-nilai Islam di
masyarakat.
1.2.
Rumusan Masalah
Meskipun amar makruf nahi munkar merupakan kewajiban yang jelas, implementasinya dalam masyarakat
sering kali menghadapi berbagai hambatan, seperti kurangnya pemahaman, tekanan sosial, dan tantangan struktural.
Artikel ini berupaya menjawab beberapa pertanyaan utama:
·
Apa pengertian amar makruf nahi munkar berdasarkan perspektif Al-Qur'an dan Hadits?
·
Bagaimana penjelasan QS Ali
Imran (3) ayat 104, 110, QS al-Maidah (5) ayat 78-80, dan HR Muslim tentang
konsep ini?
·
Apa dampak amar makruf nahi munkar dalam membentuk umat terbaik?
Dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini, diharapkan pembaca memperoleh pemahaman komprehensif yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
1.3.
Metode Kajian
Kajian ini
menggunakan pendekatan tafsir tematik untuk menganalisis ayat-ayat terkait
dalam Al-Qur'an, serta penjelasan dari tafsir klasik seperti Tafsir
Al-Qurthubi dan Tafsir Ibnu Katsir. Untuk
memperkaya perspektif, juga digunakan referensi hadits sahih yang relevan serta
pendapat ulama, baik klasik maupun
kontemporer. Sebagai tambahan, kajian ini mengacu pada jurnal ilmiah Islami
untuk menyoroti relevansi konsep amar makruf nahi munkar dalam konteks modern.
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 69.
[2]
Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and
Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought,
2006), hlm. 157.
[3]
Muslim bin al-Hajjaj al-Qushayri, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits
No. 49.
2.
Definisi Amar Makruf Nahi Munkar
2.1.
Pengertian Bahasa dan Istilah
Secara bahasa,
istilah amar makruf nahi munkar berasal
dari bahasa Arab. Kata "amar" berarti memerintahkan, "makruf"
berarti sesuatu yang dikenal atau baik, dan "nahi" berarti
melarang, sedangkan "munkar" berarti sesuatu yang buruk atau
tidak dikenal dalam syariat.¹ Dalam istilah syar'i, amar makruf berarti mengajak kepada kebaikan yang sesuai dengan
ajaran Islam, sedangkan nahi munkar adalah mencegah segala hal yang
bertentangan dengan syariat.²
Imam Al-Ghazali
mendefinisikan amar makruf nahi munkar sebagai upaya aktif untuk menyeru kepada
ketaatan kepada Allah Swt dan mencegah hal-hal yang dilarang-Nya, baik melalui
tindakan, perkataan, atau hati.³ Pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Taimiyyah
yang menekankan bahwa amar
makruf nahi munkar bukan hanya kewajiban individu, tetapi juga merupakan
tanggung jawab kolektif umat Islam untuk menjaga moralitas masyarakat.⁴
2.2.
Dalil-Dalil Utama
Amar makruf nahi munkar adalah prinsip yang menjadi landasan penting dalam ajaran Islam,
sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an dan Hadits:
1)
QS Ali Imran (3)
ayat 104
Allah Swt berfirman:
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."⁵
Ayat ini menunjukkan pentingnya pembentukan
kelompok yang secara aktif menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Menurut Al-Qurthubi, ayat ini adalah perintah kolektif (fardhu kifayah)
yang menjadi kewajiban komunitas Muslim, terutama para pemimpin dan ulama.⁶
2)
QS Ali Imran (3)
ayat 110
Dalam ayat ini, umat Islam disebut sebagai "umat
terbaik" (khairu ummah) karena mereka menjalankan amar makruf nahi munkar. Allah Swt berfirman:
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ
الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
"Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."⁷
Menurut Ibnu Katsir, keunggulan umat Islam
terletak pada komitmen mereka untuk memelihara kebaikan dan menolak
kemungkaran, sehingga menjadi teladan bagi umat manusia.⁸
3)
HR Muslim dari Abu Said
al-Khudri
Nabi Muhammad Saw bersabda:
مَنْ رَأَى
مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ
الْإِيْمَانِ
"Barang siapa di antara kalian melihat
kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan
lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah
selemah-lemahnya iman."⁹
Hadits
ini menunjukkan tiga tingkatan amar makruf nahi munkar: tindakan langsung (dengan
tangan), penyampaian kebenaran (dengan lisan), dan penolakan secara
batin (dengan hati). Para ulama sepakat bahwa tingkatan ini disesuaikan
dengan kemampuan dan situasi masing-masing individu.¹⁰
Catatan Kaki
[1]
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Arab-Indonesia
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 45.
[2]
Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Jilid 4 (Damaskus:
Dar Al-Fikr, 1998), hlm. 123.
[3]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2 (Beirut:
Dar Al-Ma’rifah, 1982), hlm. 213.
[4]
Ibnu Taimiyyah, Hisbah fil Islam (Riyadh: Dar
Al-Salam, 2003), hlm. 45.
[5]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm.
69.
[6]
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 4 (Kairo:
Dar Al-Hadith, 2005), hlm. 173.
[7]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm.
71.
[8]
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2
(Riyadh: Darussalam, 2000), hlm. 214.
[9]
Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits
No. 49.
[10]
Nawawi Al-Bantani, Syarah Riyadhus Shalihin (Jakarta:
Dar Al-Hikmah, 1999), hlm. 89.
3.
Amar Makruf Nahi Munkar dalam Al-Qur’an
3.1.
Kajian QS Ali Imran (3) ayat 104
Allah Swt berfirman:
"Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."¹
Ayat ini
memerintahkan umat Islam untuk membentuk komunitas yang aktif menyeru kepada
kebaikan (da'wah) dan mencegah kemungkaran (hisbah). Dalam Tafsir
Al-Qurthubi, ayat ini dijelaskan sebagai perintah fardhu kifayah.
Artinya, jika sudah ada sekelompok orang yang menjalankan tugas ini, kewajiban
tersebut gugur bagi yang lain. Namun, jika tidak ada yang melaksanakannya,
seluruh umat berdosa.²
Menurut Tafsir
Ibnu Katsir, amar makruf nahi munkar adalah tugas utama umat Islam
untuk menjaga masyarakat dari kerusakan
moral. Ayat ini juga menjadi dasar legitimasi pembentukan lembaga hisbah dalam
sejarah Islam, seperti pada masa Khalifah Umar bin Khattab.³
3.2.
Kajian QS Ali Imran (3) ayat 110
Allah Swt berfirman:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah."⁴
Ayat ini menyebutkan
bahwa umat Islam memiliki keistimewaan sebagai "khairu ummah"
(umat terbaik) karena mereka menjalankan tiga tugas utama: menyeru kepada yang
baik, mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah. Dalam Tafsir
Al-Mawardi, ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam menjadi umat
terbaik bukan hanya karena status, tetapi karena tanggung jawab mereka sebagai
penjaga moralitas masyarakat.⁵
Ibnu Katsir
menegaskan bahwa kewajiban amar makruf nahi munkar adalah syarat utama untuk mendapatkan predikat sebagai umat terbaik.
Jika tugas ini ditinggalkan, umat Islam akan kehilangan status istimewa ini dan
jatuh dalam kehinaan, sebagaimana yang terjadi pada umat-umat terdahulu.⁶
3.3.
Kajian QS Al-Maidah (5) ayat 78-80
Allah Swt berfirman:
"Telah dilaknat orang-orang kafir dari
Bani Israil melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, karena
mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak saling
melarang perbuatan mungkar yang mereka perbuat. Sungguh, amat buruk apa yang
mereka perbuat itu."⁷
Ayat ini memberikan
peringatan keras kepada umat Islam agar tidak mengabaikan amar makruf nahi munkar. Menurut Tafsir Al-Misbah, pelajaran utama
dari ayat ini adalah bahwa
kelalaian mencegah kemungkaran menjadi sebab utama kehancuran moral suatu umat,
sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil.⁸
Al-Qurthubi
menjelaskan bahwa ayat ini adalah peringatan bagi umat Islam agar tidak
mengulangi kesalahan Bani Israil yang mengabaikan tanggung jawab moral mereka.
Kemungkaran yang dibiarkan tanpa koreksi akan menyebar dan membawa bencana kolektif bagi seluruh
masyarakat.⁹
3.4.
Kesimpulan Ayat-Ayat
Ketiga ayat di atas
secara konsisten menunjukkan pentingnya amar makruf nahi munkar sebagai kewajiban utama umat Islam. Ayat-ayat
tersebut menekankan:
1)
Peran
kolektif umat Islam untuk membangun masyarakat yang berbasis
kebaikan dan keadilan (QS Ali Imran [03] ayat 104).
2)
Keistimewaan
umat terbaik hanya dapat diraih melalui pelaksanaan amar makruf nahi munkar (QS Ali Imran [03] ayat 110).
3)
Akibat
fatal dari mengabaikan tanggung jawab ini, yakni kehancuran
moral masyarakat (QS Al-Maidah [05] ayat 78-80).
Melalui ketiga ayat
ini, Al-Qur'an tidak hanya memberikan perintah, tetapi juga menunjukkan dampak positif dan negatif dari pelaksanaan atau
pengabaian amar makruf nahi munkar.
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 69.
[2]
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 4 (Kairo:
Dar Al-Hadith, 2005), hlm. 173.
[3]
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2
(Riyadh: Darussalam, 2000), hlm. 214.
[4]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm.
71.
[5]
Al-Mawardi, Tafsir Al-Mawardi, Jilid 1 (Beirut:
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2007), hlm. 312.
[6]
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, hlm.
215.
[7]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm.
132.
[8]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2 (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), hlm. 209.
[9]
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 6 (Kairo:
Dar Al-Hadith, 2005), hlm. 341.
4.
Amar Makruf Nahi Munkar dalam Hadits
4.1.
Hadits HR Muslim dari Abu Said al-Khudri
Nabi Muhammad Saw bersabda:
"Barang siapa di antara kalian melihat
kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan
lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah
selemah-lemahnya iman."¹
Hadits ini
menegaskan kewajiban setiap Muslim untuk mencegah kemungkaran dengan cara yang
sesuai dengan kemampuannya. Para ulama mengelompokkan amar makruf nahi munkar ke dalam tiga tingkatan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits ini:
1)
Mengubah dengan tangan
(tindakan fisik):
Tingkatan ini merupakan pilihan pertama bagi
mereka yang memiliki kekuatan atau otoritas, seperti pemerintah atau pemimpin
masyarakat. Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa
tindakan ini harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, tanpa menyebabkan
kerusakan yang lebih besar.²
2)
Mengubah dengan lisan
(nasihat):
Cara ini dilakukan melalui dakwah dan nasihat
yang baik, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan tetapi mampu
menyampaikan kebenaran. Ibnu Taimiyyah menekankan bahwa metode ini sangat
efektif jika dilakukan dengan hikmah dan pengajaran yang baik.³
3)
Mengubah dengan hati
(penolakan batin):
Tingkatan ini adalah bentuk amar makruf nahi munkar yang paling minimal, tetapi tetap menunjukkan iman. Menurut Imam
Ghazali, sikap ini harus disertai doa agar kemungkaran tersebut dihapuskan dan
pelakunya diberi hidayah.⁴
4.2.
Hadits Tentang Kewajiban Kolektif
Dalam hadits lain,
Rasulullah Saw bersabda:
"Perumpamaan orang yang melaksanakan
perintah Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti sekelompok orang yang
berlayar dalam sebuah kapal. Sebagian menempati bagian atas dan sebagian lagi
bagian bawah. Jika orang-orang yang di bawah ingin mendapatkan air, mereka
harus melalui orang-orang yang di atas. Lalu mereka berkata, ‘Bagaimana jika
kita melubangi kapal ini untuk mendapatkan air?’ Jika mereka yang di atas
membiarkan mereka melubangi kapal itu, semuanya akan binasa. Namun jika mereka
mencegahnya, maka semuanya akan selamat."⁵
Hadits ini
memberikan ilustrasi penting bahwa tanggung jawab amar makruf nahi munkar tidak
hanya bersifat individual, tetapi juga kolektif. Menurut Ibnu Hajar dalam Fath
al-Bari, hadits ini mengajarkan bahwa membiarkan kemungkaran tanpa upaya pencegahan dapat membawa
kehancuran bersama.⁶
4.3.
Relevansi Amar Makruf Nahi Munkar dalam
Kehidupan Modern
Para ulama
kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi menyatakan bahwa amar makruf nahi munkar adalah inti dari tanggung jawab sosial umat Islam.⁷ Dalam konteks modern,
konsep ini dapat diterapkan melalui:
·
Advokasi
sosial:
Menggalang aksi kolektif untuk
memperjuangkan keadilan dan menentang kezaliman.
·
Pendidikan:
Menggunakan dakwah berbasis ilmu untuk
menanamkan nilai-nilai Islam.
·
Teknologi
dan media:
Memanfaatkan platform digital untuk
menyebarkan kebaikan dan mencegah penyebaran kemungkaran.
Namun, penerapannya
harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip maslahat dan mudarat, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syatibi
dalam Al-Muwafaqat.⁸
4.4.
Tantangan dan Solusi
Tantangan dalam
pelaksanaan amar makruf nahi munkar di era modern meliputi:
·
Toleransi
yang salah kaprah:
Anggapan bahwa amar makruf nahi munkar adalah bentuk intoleransi.
·
Minimnya
otoritas moral:
Lemahnya pengaruh ulama atau tokoh agama
di masyarakat.
Untuk mengatasi
tantangan ini, ulama menyarankan:
·
Penguatan
institusi keagamaan yang berperan aktif dalam dakwah amar makruf nahi munkar.
·
Peningkatan
literasi agama untuk mendorong pemahaman yang benar terhadap
kewajiban ini.
Kesimpulan
Hadits-hadits tentang amar makruf nahi munkar memberikan landasan praktis untuk menjaga moralitas dan
stabilitas sosial. Nabi Muhammad Saw tidak hanya menjelaskan kewajiban ini,
tetapi juga memberikan pedoman aplikatif tentang cara melakukannya sesuai
kemampuan. Relevansi hadits ini dalam konteks modern menunjukkan bahwa amar makruf nahi munkar tetap menjadi solusi efektif untuk menghadapi tantangan
moral dan sosial umat Islam.
Catatan Kaki
[1]
Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits
No. 49.
[2]
Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Jilid 1
(Beirut: Dar Al-Fikr, 1995), hlm. 120.
[3]
Ibnu Taimiyyah, Hisbah fil Islam (Riyadh: Dar
Al-Salam, 2003), hlm. 52.
[4]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2 (Beirut:
Dar Al-Ma’rifah, 1982), hlm. 213.
[5]
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kitab Syarikat,
Hadits No. 2493.
[6]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, Jilid 5 (Kairo: Dar
Al-Ma’rifah, 1959), hlm. 113.
[7]
Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and
Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought,
2006), hlm. 165.
[8]
Imam Syatibi, Al-Muwafaqat, Jilid 2 (Kairo: Dar
Ibn Affan, 1997), hlm. 67.
5.
Konsep Amar Makruf Nahi Munkar Menurut Ulama
dan Jurnal Ilmiah Islami
5.1.
Pandangan Ulama Klasik
5.1.1.
Imam Al-Ghazali
Dalam Ihya’
Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa amar makruf nahi munkar adalah pilar penting untuk menjaga tatanan moral masyarakat. Ia membagi
pelaksanaan amar makruf nahi munkar ke dalam beberapa tahapan: memahami makruf
dan munkar, menyampaikan nasihat dengan hikmah, dan melakukan koreksi terhadap kemungkaran.¹ Al-Ghazali juga
menekankan bahwa amar makruf nahi munkar harus dilakukan dengan niat ikhlas dan
tanpa kekerasan yang tidak perlu agar dampaknya efektif dan maslahat.²
5.1.2.
Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah dalam
Hisbah
fil Islam menyatakan bahwa amar makruf nahi munkar adalah kewajiban
individu dan kolektif yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan
umum.³ Menurutnya, tugas ini menjadi lebih penting bagi pemimpin dan ulama
karena mereka memiliki otoritas yang dapat memperkuat pengaruh amar makruf nahi munkar dalam masyarakat.⁴
5.1.3.
Al-Mawardi
Dalam Al-Ahkam
al-Sulthaniyyah, Al-Mawardi menekankan pentingnya peran pemerintah
dalam melaksanakan amar makruf nahi munkar secara sistematis melalui institusi
seperti hisbah.⁵
Ia menguraikan bahwa keberhasilan tugas ini tergantung pada kemampuan negara
dalam menerapkan kebijakan
yang mendukung dakwah dan pengawasan terhadap kemungkaran di tengah
masyarakat.⁶
5.2.
Pandangan Kontemporer
5.2.1.
Yusuf Al-Qaradawi
Menurut Yusuf
Al-Qaradawi, amar makruf nahi munkar adalah inti dari tanggung jawab sosial
umat Islam.⁷ Dalam bukunya, Islamic Awakening Between Rejection and
Extremism, ia menekankan pentingnya metode yang moderat dan
fleksibel dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar agar sesuai dengan
kebutuhan masyarakat modern.⁸ Ia juga mengingatkan bahwa sikap ekstrem dalam menjalankan tugas ini dapat
menyebabkan resistensi dari masyarakat dan menimbulkan konflik yang tidak
diinginkan.⁹
5.2.2.
Ali Jum'ah
Mufti Mesir, Ali
Jum'ah, dalam tulisannya menjelaskan bahwa amar makruf nahi munkar harus
dilakukan dengan cara yang relevan dengan perkembangan zaman, seperti melalui media sosial dan platform
digital.¹⁰ Ia menegaskan bahwa umat Islam perlu mengadopsi teknologi modern
untuk memperkuat dakwah amar makruf nahi munkar di tingkat global.¹¹
5.3.
Perspektif Jurnal Ilmiah Islami
Kajian akademik
menunjukkan bahwa amar makruf nahi munkar tidak hanya relevan dalam konteks
keagamaan, tetapi juga memiliki dampak besar dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi:
5.3.1.
Aspek Sosial
Sebuah artikel dalam
Journal
of Islamic Studies menjelaskan bahwa pelaksanaan amar makruf nahi munkar dapat memperkuat solidaritas sosial dan mengurangi perilaku
antisosial.¹² Studi ini menunjukkan bahwa masyarakat yang aktif dalam menyeru
kebaikan memiliki tingkat kejahatan yang lebih rendah dibandingkan dengan
masyarakat yang apatis.¹³
5.3.2.
Aspek Politik
Menurut penelitian
yang diterbitkan dalam Islamic Law and Society, amar makruf nahi munkar juga memainkan peran penting dalam mendukung pemerintahan
yang adil dan transparan.¹⁴ Peneliti berargumen bahwa keberadaan sistem hisbah dalam pemerintahan Islam klasik adalah
bukti nyata bagaimana amar makruf nahi munkar menjadi alat untuk melawan
korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.¹⁵
5.3.3.
Aspek Ekonomi
Artikel dalam International
Journal of Islamic Economics menguraikan bahwa amar makruf nahi munkar dapat diterapkan untuk mencegah praktik ekonomi yang tidak etis, seperti
riba dan monopoli, serta mendorong distribusi
kekayaan yang lebih adil.¹⁶
5.4.
Tantangan dan Solusi dalam Penerapan
Tantangan:
·
Modernisasi:
Banyak umat Islam kesulitan menyesuaikan
cara amar makruf nahi munkar dengan perkembangan zaman.
·
Stigma
Sosial:
Pelaku amar makruf nahi munkar sering
dianggap sebagai fanatik atau intoleran.
Solusi:
·
Peningkatan
Literasi Keagamaan:
Meningkatkan pemahaman umat Islam
tentang amar makruf nahi munkar melalui pendidikan formal dan informal.
·
Pemanfaatan
Teknologi:
Menggunakan media digital sebagai alat
dakwah untuk menyampaikan nilai-nilai amar makruf nahi munkar secara efektif.
Kesimpulan
Pandangan ulama
klasik dan kontemporer serta kajian dalam jurnal ilmiah Islami menunjukkan
bahwa amar makruf nahi munkar adalah konsep dinamis yang dapat disesuaikan dengan tantangan zaman.
Implementasi yang bijak dan moderat dapat membawa perubahan positif bagi
individu, masyarakat, dan negara.
Catatan Kaki
[1]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2 (Beirut:
Dar Al-Ma’rifah, 1982), hlm. 213.
[2]
Ibid., hlm. 215.
[3]
Ibnu Taimiyyah, Hisbah fil Islam (Riyadh: Dar
Al-Salam, 2003), hlm. 52.
[4]
Ibid., hlm. 56.
[5]
Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah (Beirut:
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1996), hlm. 131.
[6]
Ibid., hlm. 134.
[7]
Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and
Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought,
2006), hlm. 165.
[8]
Ibid., hlm. 167.
[9]
Ibid., hlm. 170.
[10]
Ali Jum’ah, Contemporary Approaches to Islamic Da’wah
(Cairo: Dar Al-Nashr, 2015), hlm. 89.
[11]
Ibid., hlm. 93.
[12]
Journal
of Islamic Studies, Vol. 25, No. 2
(2020), hlm. 45-60.
[13]
Ibid., hlm. 49.
[14]
Islamic
Law and Society, Vol. 28, No. 1
(2019), hlm. 10-25.
[15]
Ibid., hlm. 18.
[16]
International
Journal of Islamic Economics, Vol.
15, No. 3 (2021), hlm. 210-225.
6.
Peran Amar Makruf Nahi Munkar dalam Membentuk
Umat Terbaik
6.1.
Umat Islam sebagai “Khairu Ummah”
Allah Swt berfirman:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah" (QS Ali Imran [3] ayat 110).¹
Ayat ini
menggarisbawahi peran amar makruf nahi munkar sebagai ciri utama umat Islam
yang menjadikan mereka sebagai khairu ummah (umat terbaik).
Menurut Tafsir
Ibnu Katsir, keistimewaan umat Islam bukan hanya berdasarkan status keagamaan mereka, tetapi juga karena
peran aktif mereka dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika
peran ini diabaikan, maka umat Islam akan kehilangan predikat sebagai umat
terbaik.²
Dalam Tafsir
Al-Mawardi, disebutkan bahwa amar makruf nahi munkar adalah syarat
keberlanjutan predikat khairu ummah. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa umat terbaik bukan hanya umat yang beriman, tetapi juga umat
yang aktif menjaga moralitas dan keadilan sosial.³
6.2.
Dampak Amar Makruf Nahi Munkar dalam Masyarakat
Pelaksanaan amar makruf nahi munkar memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk umat terbaik, baik dari segi individu maupun
kolektif:
6.2.1.
Meningkatkan Moral
Individu dan Kolektif
Dengan menyeru
kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, umat Islam menjadi agen perubahan moral yang menjaga nilai-nilai luhur Islam.
Dalam Ihya’
Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan bahwa amar makruf nahi munkar adalah mekanisme untuk membersihkan hati
individu dan memperbaiki akhlak masyarakat.⁴
6.2.2.
Mewujudkan Keadilan
Sosial
Amar makruf nahi munkar berperan penting dalam melawan ketidakadilan dan penyimpangan sosial. Sebuah artikel dalam Journal
of Islamic Studies menyebutkan bahwa masyarakat yang menerapkan amar makruf nahi munkar secara kolektif cenderung memiliki tingkat kejahatan
dan ketidakadilan yang lebih rendah.⁵
6.2.3.
Mencegah Kerusakan
Umat
Pelajaran dari umat
terdahulu, seperti yang dijelaskan dalam QS Al-Maidah [5] ayat 78-79,
menunjukkan bahwa mengabaikan amar makruf nahi munkar dapat membawa kehancuran moral dan sosial. Ibnu Qayyim
dalam Al-Fawa’id
menyatakan bahwa penyebaran kemungkaran yang dibiarkan adalah tanda kelemahan
iman dan awal kehancuran suatu bangsa.⁶
6.3.
Tantangan dalam Mewujudkan Umat Terbaik
Meski amar makruf nahi munkar adalah kewajiban yang jelas, penerapannya tidak selalu mudah.
Tantangan yang dihadapi meliputi:
6.3.1.
Individualisme dan
Apatisme
Dalam masyarakat modern, sering kali ada kecenderungan individualisme yang mengurangi semangat kolektif untuk menjalankan amar makruf nahi munkar.⁷
6.3.2.
Stigma dan
Resistensi Sosial
Pelaku amar makruf nahi munkar sering menghadapi resistensi atau stigma negatif, terutama jika pendekatan yang digunakan
dianggap tidak relevan dengan konteks zaman.⁸
6.3.3.
Minimnya Pengetahuan
dan Hikmah
Ketidaktahuan tentang cara menyampaikan amar makruf nahi munkar yang benar dapat menyebabkan resistensi dan ketidakefektifan. Oleh
karena itu, para ulama seperti Yusuf Al-Qaradawi menekankan pentingnya
pendekatan yang moderat dan berbasis hikmah.⁹
6.4.
Solusi untuk Menghidupkan Amar Makruf Nahi
Munkar
Agar umat Islam
dapat terus mempertahankan status sebagai khairu ummah, beberapa solusi praktis dapat diterapkan:
6.4.1.
Pendidikan dan
Dakwah
Meningkatkan
literasi agama dan kesadaran masyarakat melalui pendidikan formal dan informal
untuk memahami pentingnya amar makruf nahi munkar.⁹
6.4.2.
Kerja Sama Kolektif
Membentuk komunitas
atau lembaga yang fokus pada pelaksanaan amar makruf nahi munkar secara
terorganisasi. Hal ini dapat meniru model hisbah yang diterapkan pada masa kekhalifahan.¹⁰
6.4.3.
Pemanfaatan
Teknologi Digital
Menggunakan media
sosial sebagai platform untuk menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Dalam Islamic
Ethics in the Digital Age, disebutkan bahwa teknologi digital
adalah alat yang efektif untuk memperluas jangkauan amar makruf nahi munkar secara global.¹¹
Kesimpulan
Amar makruf nahi munkar adalah pilar utama yang membentuk umat Islam sebagai khairu ummah. Dengan menjalankan tugas ini, umat Islam tidak hanya menjaga
moralitas dan keadilan sosial, tetapi juga memperkuat posisi mereka sebagai
teladan bagi umat manusia. Tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan amar makruf nahi munkar dapat diatasi
dengan pendekatan yang moderat, berbasis ilmu, dan memanfaatkan teknologi
modern.
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 71.
[2]
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2
(Riyadh: Darussalam, 2000), hlm. 215.
[3]
Al-Mawardi, Tafsir Al-Mawardi, Jilid 1 (Beirut:
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2007), hlm. 312.
[4]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2 (Beirut:
Dar Al-Ma’rifah, 1982), hlm. 215.
[5]
Journal
of Islamic Studies, Vol. 25, No. 2
(2020), hlm. 49.
[6]
Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah, Al-Fawa’id, (Beirut: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyyah, 2003), hlm. 112.
[7]
Islamic
Ethics in the Digital Age, Vol. 12,
No. 3 (2021), hlm. 98.
[8]
Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and
Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 2006),
hlm. 165.
[9]
Ibid., hlm. 170.
[10]
Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, (Beirut:
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1996), hlm. 131.
[11]
Islamic
Ethics in the Digital Age, Vol. 12,
No. 3 (2021), hlm. 110.
7.
Kesimpulan dan Penutup
7.1.
Kesimpulan
Pembahasan tentang amar
makruf nahi munkar dalam perspektif Al-Qur’an dan
Hadits menunjukkan bahwa konsep ini merupakan salah satu prinsip dasar dalam
Islam yang berfungsi menjaga moralitas individu dan masyarakat. Beberapa poin
penting yang dapat disimpulkan dari artikel ini adalah:
7.1.1.
Amar Makruf Nahi
Munkar sebagai Kewajiban Kolektif
Al-Qur’an dengan
jelas memerintahkan umat Islam untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran, sebagaimana tercantum dalam QS Ali Imran [3] ayat 104 dan 110.
Perintah ini menegaskan bahwa kewajiban amar makruf nahi munkar adalah tanggung
jawab kolektif (fardhu kifayah) yang harus dilaksanakan secara konsisten untuk
menjaga predikat umat terbaik (khairu ummah).¹
7.1.2.
Hadits Sebagai
Pedoman Pelaksanaan
Hadits-hadits Nabi
Muhammad Saw, seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Said al-Khudri,
memberikan panduan tentang tingkatan dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar,
yaitu melalui tindakan, lisan, dan hati sesuai kemampuan individu.² Tingkatan ini menunjukkan
fleksibilitas dan hikmah Islam dalam menyesuaikan kewajiban ini dengan kondisi
individu dan masyarakat.
7.1.3.
Peran Umat dalam
Membentuk Peradaban
Amar makruf nahi munkar berfungsi membentuk masyarakat yang bermartabat dan adil. Dalam sejarah
Islam, pelaksanaan konsep ini telah berhasil menciptakan peradaban yang menjunjung tinggi nilai keadilan
sosial, sebagaimana dicontohkan oleh sistem hisbah pada masa Kekhalifahan Umar
bin Khattab.³
7.1.4.
Tantangan dan Solusi
Kontemporer
Dalam konteks
modern, amar makruf nahi munkar menghadapi tantangan seperti individualisme,
stigma sosial, dan resistensi. Namun, pendekatan yang moderat, berbasis hikmah,
serta pemanfaatan teknologi digital dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi hambatan ini.⁴
7.2.
Penutup
Sebagai penutup, amar makruf nahi munkar bukan hanya kewajiban yang bersifat ritual, tetapi juga
merupakan pilar penting untuk membangun masyarakat yang beradab. Pelaksanaan
konsep ini harus selalu didasari niat yang ikhlas, metode yang bijaksana, dan
strategi yang relevan dengan perkembangan zaman.
Para ulama dan
intelektual Islam telah menegaskan bahwa keberhasilan umat Islam dalam
menjalankan amar makruf nahi munkar akan menentukan posisi mereka sebagai khairu ummah. Oleh karena itu, setiap individu Muslim perlu memahami
pentingnya tugas ini dan mengambil peran sesuai kemampuan masing-masing.
Harapan besar
tertuju pada generasi muda Islam untuk melanjutkan tradisi amar makruf nahi munkar dengan semangat yang baru, menggabungkan nilai-nilai luhur Islam dengan
inovasi yang sesuai dengan tantangan era modern. Dengan demikian, umat Islam
tidak hanya menjaga moralitas, tetapi juga menjadi teladan dalam membangun
peradaban yang bermartabat di dunia.⁵
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 69-71.
[2]
Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits
No. 49.
[3]
Ibnu Taimiyyah, Hisbah fil Islam (Riyadh: Dar
Al-Salam, 2003), hlm. 52.
[4]
Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and
Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought,
2006), hlm. 165-170.
[5]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2 (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), hlm. 213.
Daftar Pustaka
Al-Ghazali, A. H. (1982). Ihya’ Ulumuddin
(Jilid 2). Beirut: Dar Al-Ma’rifah.
Al-Mawardi. (1996). Al-Ahkam al-Sulthaniyyah.
Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.
Al-Mawardi. (2007). Tafsir Al-Mawardi (Jilid
1). Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.
Al-Qaradawi, Y. (2006). Islamic Awakening
Between Rejection and Extremism. Herndon: International Institute of
Islamic Thought.
Al-Qurthubi. (2005). Tafsir Al-Qurthubi
(Jilid 4 & 6). Kairo: Dar Al-Hadith.
Departemen Agama RI. (1989). Al-Qur’an dan
Terjemahannya. Jakarta: CV Toha Putra.
Ibnu Hajar Al-Asqalani. (1959). Fath al-Bari
(Jilid 5). Kairo: Dar Al-Ma’rifah.
Ibnu Katsir. (2000). Tafsir Ibnu Katsir
(Jilid 2). Riyadh: Darussalam.
Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah. (2003). Al-Fawa’id.
Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.
Ibnu Taimiyyah. (2003). Hisbah fil Islam.
Riyadh: Dar Al-Salam.
Islamic Ethics in the Digital Age. (2021). Vol. 12, No. 3, 98–110.
Islamic Law and Society. (2019). Vol. 28, No. 1, 10–25.
Journal of Islamic Studies. (2020). Vol. 25, No. 2, 45–60.
Muslim bin Al-Hajjaj. (1995). Shahih Muslim
(Kitab Iman, Hadits No. 49). Beirut: Dar Al-Fikr.
M. Quraish Shihab. (2005). Tafsir Al-Misbah
(Jilid 2). Jakarta: Lentera Hati.
Nawawi Al-Bantani. (1999). Syarah Riyadhus
Shalihin. Jakarta: Dar Al-Hikmah.
Lampiran 1: Keterkaitan Ayat dan Hadits
Keterkaitan Ayat dan Hadits
tentang Amar Makruf Nahi Munkar dalam Kerangka Menjaga NKRI dengan Fenomena
Sosial
1.
Amar Makruf Nahi Munkar sebagai Pilar
Stabilitas Sosial
Amar makruf nahi munkar adalah perintah Allah Swt yang berfungsi menjaga moralitas masyarakat dan
menegakkan keadilan sosial. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), prinsip ini sejalan dengan nilai Pancasila, khususnya sila kedua,
"Kemanusiaan yang Adil dan Beradab." Al-Qur'an menggarisbawahi
pentingnya upaya kolektif untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran, sebagaimana tercantum dalam QS Ali Imran (3) ayat 104:
"Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung."¹
Ayat ini menegaskan bahwa
menjaga stabilitas sosial dan moral bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi
juga kolektif. Dalam konteks NKRI, pelaksanaan amar makruf nahi munkar dapat
diwujudkan melalui peran masyarakat dalam mendukung kebijakan yang adil,
menentang korupsi, dan menjaga kerukunan antarumat beragama.²
2.
Relevansi Hadits dalam Menangkal Fenomena Sosial
Negatif
Hadits Nabi Muhammad Saw yang
diriwayatkan oleh Muslim menyatakan:
"Barang siapa di
antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak
mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan
itu adalah selemah-lemahnya iman."³
Hadits ini memberikan pedoman
praktis dalam menghadapi kemungkaran sesuai kemampuan. Dalam konteks fenomena
sosial di Indonesia, seperti penyebaran hoaks, intoleransi, dan radikalisme,
hadits ini dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk mengambil langkah-langkah
strategis:
1)
Mengubah
dengan tangan:
Upaya konkret seperti melaporkan
kejahatan kepada pihak berwenang atau mendukung kebijakan pemerintah dalam
memberantas korupsi.
2)
Mengubah
dengan lisan:
Dakwah, pendidikan, dan penyuluhan
tentang pentingnya menjaga kerukunan dan nilai-nilai kebangsaan.
3)
Mengubah
dengan hati:
Penolakan internal terhadap ideologi
atau tindakan yang bertentangan dengan prinsip agama dan nilai-nilai
kebangsaan.⁴
3.
Amar Makruf Nahi Munkar dan Kebhinekaan
Indonesia
NKRI didirikan atas dasar
semangat kebhinekaan dan toleransi. Amar makruf nahi munkar, sebagaimana
termaktub dalam QS Ali Imran (3) ayat 110, mendukung gagasan ini dengan mendorong
umat Islam untuk menjadi umat terbaik yang menyeru kepada kebaikan universal
dan menolak segala bentuk kemungkaran, termasuk diskriminasi dan
ketidakadilan.⁵
Ulama seperti Yusuf
Al-Qaradawi menjelaskan bahwa amar makruf nahi munkar dalam masyarakat majemuk
harus diterapkan dengan prinsip hikmah dan toleransi.⁶ Dalam konteks Indonesia,
hal ini mencakup penghormatan terhadap keberagaman agama, budaya, dan tradisi,
tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam sebagai dasar moral. Amar makruf nahi munkar tidak hanya bertujuan untuk menjaga umat Islam, tetapi juga melindungi
seluruh elemen masyarakat dari ancaman disintegrasi sosial.⁷
4.
Tantangan dan Solusi dalam Konteks NKRI
Dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar di Indonesia, ada beberapa tantangan utama, seperti:
·
Polarisasi
Sosial dan Politik:
Polarisasi yang didorong oleh isu agama
sering menjadi hambatan dalam membangun harmoni sosial.⁸
·
Hoaks
dan Radikalisme:
Penyebaran informasi yang menyesatkan
dan ideologi ekstrem dapat merusak stabilitas nasional.⁹
Solusi yang relevan meliputi:
1)
Penguatan
Literasi Agama dan Kebangsaan:
Mendorong pemahaman agama yang moderat
melalui pendidikan berbasis Pancasila.
2)
Kolaborasi
Antarumat Beragama:
Menghidupkan dialog lintas agama untuk
memperkuat kebersamaan dalam keberagaman.
3)
Pemanfaatan
Teknologi Digital:
Memanfaatkan media sosial untuk menyeru
kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran secara luas dan efektif.¹⁰
Kesimpulan
Keterkaitan ayat dan hadits
tentang amar makruf nahi munkar dengan fenomena sosial di Indonesia menunjukkan
bahwa ajaran Islam memberikan landasan kuat untuk menjaga moralitas dan
stabilitas dalam masyarakat yang majemuk. Pelaksanaannya tidak hanya relevan
untuk umat Islam, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya keadilan sosial,
harmoni, dan perdamaian dalam kerangka NKRI.
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 69.
[2]
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 4 (Kairo:
Dar Al-Hadith, 2005), hlm. 173.
[3]
Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits
No. 49.
[4]
Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Beirut: Dar
Al-Fikr, 1995), hlm. 120.
[5]
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2
(Riyadh: Darussalam, 2000), hlm. 215.
[6]
Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and
Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought,
2006), hlm. 167.
[7]
Ali Jum'ah, Contemporary Approaches to Islamic Da’wah
(Cairo: Dar Al-Nashr, 2015), hlm. 89.
[8]
Islamic
Law and Society, Vol. 28, No. 1
(2019), hlm. 10-25.
[9]
Journal
of Islamic Studies, Vol. 25, No. 2
(2020), hlm. 45-60.
[10]
Islamic
Ethics in the Digital Age, Vol. 12,
No. 3 (2021), hlm. 98-110.
Lampiran 2: Takhrij Hadits
Takhrij Hadits tentang Amar Makruf Nahi Munkar
1.
Hadits tentang Tingkatan Amar Makruf Nahi
Munkar
Matn Hadits:
"Barang siapa di
antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak
mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan
itu adalah selemah-lemahnya iman."
·
Takhrij Hadits:
Perawi: Hadits ini diriwayatkan
oleh Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu.
Kitab Hadits: Shahih Muslim.
Nomor Hadits: Kitab Iman, No.
49.
Derajat Hadits: Hadits ini sahih
tanpa keraguan, karena tercantum dalam Shahih Muslim, yang telah
disepakati keshahihannya oleh para ulama.
·
Konteks dan
Penjelasan:
Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim
menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan pentingnya peran aktif setiap individu
Muslim dalam mencegah kemungkaran sesuai dengan kemampuannya. Ketiga tingkatan
tersebut mengindikasikan fleksibilitas syariat Islam dalam pelaksanaannya.¹
2.
Hadits tentang Perumpamaan Orang yang
Melaksanakan Amar Makruf Nahi Munkar
Matn Hadits:
"Perumpamaan orang
yang melaksanakan perintah Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti
sekelompok orang yang berlayar dalam sebuah kapal. Sebagian menempati bagian
atas dan sebagian lagi bagian bawah. Jika orang-orang yang di bawah ingin
mendapatkan air, mereka harus melalui orang-orang yang di atas. Lalu mereka
berkata, ‘Bagaimana jika kita melubangi kapal ini untuk mendapatkan air?’ Jika
mereka yang di atas membiarkan mereka melubangi kapal itu, semuanya akan
binasa. Namun jika mereka mencegahnya, maka semuanya akan selamat."
·
Takhrij Hadits:
Perawi: Diriwayatkan dari Nu’man
bin Basyir radhiyallahu ‘anhu.
Kitab Hadits: Shahih
Al-Bukhari.
Nomor Hadits: Kitab Syarikat,
No. 2493.
Derajat Hadits: Sahih, karena
terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, yang telah diakui keshahihannya oleh
seluruh ulama ahli hadits.
·
Konteks dan
Penjelasan:
Hadits ini menunjukkan bahwa amar makruf nahi munkar tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menjadi tanggung jawab
kolektif untuk menjaga stabilitas dan keselamatan masyarakat. Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa hadits ini merupakan
analogi penting tentang akibat sosial dari mengabaikan kemungkaran.²
3.
Hadits tentang Umat Terbaik
Matn Hadits:
"Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."
·
Takhrij Hadits:
Perawi: Tidak langsung berupa
matn hadits, tetapi penafsiran QS Ali Imran (3): 110, yang dijelaskan oleh
hadits-hadits serupa dalam beberapa kitab hadits.
Referensi: Tafsir
Al-Qurthubi, Tafsir Ibnu Katsir, dan penjelasan dari Sunan
At-Tirmidzi.
Kesimpulan
Hadits-hadits tentang amar makruf nahi munkar yang termuat dalam artikel ini memiliki derajat sahih dan
didukung oleh penjelasan para ulama dalam kitab-kitab syarah dan tafsir.
Semuanya menunjukkan urgensi konsep ini sebagai fondasi moral dan sosial dalam
Islam. Pelaksanaan amar makruf nahi munkar dalam berbagai tingkatan memberikan
fleksibilitas yang sesuai dengan kemampuan individu dan kondisi masyarakat.
Catatan Kaki
[1]
Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Beirut: Dar
Al-Fikr, 1995), hlm. 120.
[2]
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari (Kairo: Dar
Al-Ma’rifah, 1959), hlm. 113.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar