Sabtu, 18 Januari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 12 Bab 6: Amar Makruf Nahi Munkar

Amar Makruf Nahi Munkar dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits


Alihkan ke: HisbahAmar Ma’ruf Nahi Munkar: Konsep Dasar dan Tema Sentral dalam Ilmu Kalam


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 12 (Dua belas)


Abstrak

Amar makruf nahi munkar merupakan salah satu pilar utama dalam ajaran Islam yang berfungsi menjaga moralitas individu dan masyarakat. Artikel ini mengkaji konsep amar makruf nahi munkar berdasarkan perspektif Al-Qur'an dan Hadits, dengan menyoroti QS Ali Imran (3) ayat 104 dan 110, QS Al-Maidah (5) ayat 78-80, serta Hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Muslim. Kajian ini mengungkapkan bahwa amar makruf nahi munkar adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah) yang menentukan posisi umat Islam sebagai khairu ummah. Selain itu, pandangan ulama klasik dan kontemporer, seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, dan Yusuf Al-Qaradawi, memberikan pemahaman mendalam tentang prinsip dan implementasi amar makruf nahi munkar di masyarakat. Artikel ini juga membahas tantangan dalam penerapan konsep ini di era modern, seperti individualisme dan resistensi sosial, serta memberikan solusi melalui pendidikan, dakwah berbasis hikmah, dan pemanfaatan teknologi digital. Kesimpulannya, amar makruf nahi munkar tidak hanya membentuk moralitas individu, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan peradaban Islam yang adil dan bermartabat.

Kata Kunci: Amar Makruf Nahi Munkar, Al-Qur'an, Hadits, Khairu Ummah, Moralitas, Peradaban Islam, Ulama, Era Modern, Teknologi Digital.


PEMBAHASAN

Amar Makruf Nahi Munkar


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Amar makruf nahi munkar merupakan salah satu prinsip utama dalam ajaran Islam yang berfungsi menjaga keseimbangan moral dan sosial masyarakat. Dalam Al-Qur'an, kewajiban ini disebutkan secara tegas sebagai ciri khas umat Islam yang menjadi "khairu ummah" (umat terbaik). Hal ini tercermin dalam firman Allah Swt:

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS Ali Imran [3] ayat 104).¹

Konteks ayat ini menekankan pentingnya membentuk komunitas yang aktif menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam masyarakat modern, peran amar makruf nahi munkar menjadi semakin penting untuk mengatasi berbagai tantangan sosial seperti degradasi moral, korupsi, dan ketidakadilan.²

Selain itu, Nabi Muhammad Saw menegaskan dalam sebuah hadits:

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman" (HR Muslim).³

Hadits ini menunjukkan tingkatan dan fleksibilitas dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar sesuai kemampuan individu, sekaligus menegaskan pentingnya peran setiap Muslim dalam menjaga nilai-nilai Islam di masyarakat.

1.2.       Rumusan Masalah

Meskipun amar makruf nahi munkar merupakan kewajiban yang jelas, implementasinya dalam masyarakat sering kali menghadapi berbagai hambatan, seperti kurangnya pemahaman, tekanan sosial, dan tantangan struktural. Artikel ini berupaya menjawab beberapa pertanyaan utama:

·                     Apa pengertian amar makruf nahi munkar berdasarkan perspektif Al-Qur'an dan Hadits?

·                     Bagaimana penjelasan QS Ali Imran (3) ayat 104, 110, QS al-Maidah (5) ayat 78-80, dan HR Muslim tentang konsep ini?

·                     Apa dampak amar makruf nahi munkar dalam membentuk umat terbaik?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, diharapkan pembaca memperoleh pemahaman komprehensif yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

1.3.       Metode Kajian

Kajian ini menggunakan pendekatan tafsir tematik untuk menganalisis ayat-ayat terkait dalam Al-Qur'an, serta penjelasan dari tafsir klasik seperti Tafsir Al-Qurthubi dan Tafsir Ibnu Katsir. Untuk memperkaya perspektif, juga digunakan referensi hadits sahih yang relevan serta pendapat ulama, baik klasik maupun kontemporer. Sebagai tambahan, kajian ini mengacu pada jurnal ilmiah Islami untuk menyoroti relevansi konsep amar makruf nahi munkar dalam konteks modern.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 69.

[2]                Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 2006), hlm. 157.

[3]                Muslim bin al-Hajjaj al-Qushayri, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits No. 49.


2.           Definisi Amar Makruf Nahi Munkar

2.1.       Pengertian Bahasa dan Istilah

Secara bahasa, istilah amar makruf nahi munkar berasal dari bahasa Arab. Kata "amar" berarti memerintahkan, "makruf" berarti sesuatu yang dikenal atau baik, dan "nahi" berarti melarang, sedangkan "munkar" berarti sesuatu yang buruk atau tidak dikenal dalam syariat.¹ Dalam istilah syar'i, amar makruf berarti mengajak kepada kebaikan yang sesuai dengan ajaran Islam, sedangkan nahi munkar adalah mencegah segala hal yang bertentangan dengan syariat.²

Imam Al-Ghazali mendefinisikan amar makruf nahi munkar sebagai upaya aktif untuk menyeru kepada ketaatan kepada Allah Swt dan mencegah hal-hal yang dilarang-Nya, baik melalui tindakan, perkataan, atau hati.³ Pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Taimiyyah yang menekankan bahwa amar makruf nahi munkar bukan hanya kewajiban individu, tetapi juga merupakan tanggung jawab kolektif umat Islam untuk menjaga moralitas masyarakat.⁴

2.2.       Dalil-Dalil Utama

Amar makruf nahi munkar adalah prinsip yang menjadi landasan penting dalam ajaran Islam, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an dan Hadits:

1)                  QS Ali Imran (3) ayat 104

Allah Swt berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."⁵

Ayat ini menunjukkan pentingnya pembentukan kelompok yang secara aktif menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Menurut Al-Qurthubi, ayat ini adalah perintah kolektif (fardhu kifayah) yang menjadi kewajiban komunitas Muslim, terutama para pemimpin dan ulama.⁶

2)                  QS Ali Imran (3) ayat 110

Dalam ayat ini, umat Islam disebut sebagai "umat terbaik" (khairu ummah) karena mereka menjalankan amar makruf nahi munkar. Allah Swt berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."⁷

Menurut Ibnu Katsir, keunggulan umat Islam terletak pada komitmen mereka untuk memelihara kebaikan dan menolak kemungkaran, sehingga menjadi teladan bagi umat manusia.⁸

3)                  HR Muslim dari Abu Said al-Khudri

Nabi Muhammad Saw bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman."⁹

Hadits ini menunjukkan tiga tingkatan amar makruf nahi munkar: tindakan langsung (dengan tangan), penyampaian kebenaran (dengan lisan), dan penolakan secara batin (dengan hati). Para ulama sepakat bahwa tingkatan ini disesuaikan dengan kemampuan dan situasi masing-masing individu.¹⁰


Catatan Kaki

[1]                Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 45.

[2]                Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Jilid 4 (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1998), hlm. 123.

[3]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2 (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1982), hlm. 213.

[4]                Ibnu Taimiyyah, Hisbah fil Islam (Riyadh: Dar Al-Salam, 2003), hlm. 45.

[5]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 69.

[6]                Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 4 (Kairo: Dar Al-Hadith, 2005), hlm. 173.

[7]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 71.

[8]                Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 (Riyadh: Darussalam, 2000), hlm. 214.

[9]                Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits No. 49.

[10]             Nawawi Al-Bantani, Syarah Riyadhus Shalihin (Jakarta: Dar Al-Hikmah, 1999), hlm. 89.


3.           Amar Makruf Nahi Munkar dalam Al-Qur’an

3.1.       Kajian QS Ali Imran (3) ayat 104

Allah Swt berfirman:

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."¹

Ayat ini memerintahkan umat Islam untuk membentuk komunitas yang aktif menyeru kepada kebaikan (da'wah) dan mencegah kemungkaran (hisbah). Dalam Tafsir Al-Qurthubi, ayat ini dijelaskan sebagai perintah fardhu kifayah. Artinya, jika sudah ada sekelompok orang yang menjalankan tugas ini, kewajiban tersebut gugur bagi yang lain. Namun, jika tidak ada yang melaksanakannya, seluruh umat berdosa.²

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, amar makruf nahi munkar adalah tugas utama umat Islam untuk menjaga masyarakat dari kerusakan moral. Ayat ini juga menjadi dasar legitimasi pembentukan lembaga hisbah dalam sejarah Islam, seperti pada masa Khalifah Umar bin Khattab.³

3.2.       Kajian QS Ali Imran (3) ayat 110

Allah Swt berfirman:

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."⁴

Ayat ini menyebutkan bahwa umat Islam memiliki keistimewaan sebagai "khairu ummah" (umat terbaik) karena mereka menjalankan tiga tugas utama: menyeru kepada yang baik, mencegah kemungkaran, dan beriman kepada Allah. Dalam Tafsir Al-Mawardi, ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam menjadi umat terbaik bukan hanya karena status, tetapi karena tanggung jawab mereka sebagai penjaga moralitas masyarakat.⁵

Ibnu Katsir menegaskan bahwa kewajiban amar makruf nahi munkar adalah syarat utama untuk mendapatkan predikat sebagai umat terbaik. Jika tugas ini ditinggalkan, umat Islam akan kehilangan status istimewa ini dan jatuh dalam kehinaan, sebagaimana yang terjadi pada umat-umat terdahulu.⁶

3.3.       Kajian QS Al-Maidah (5) ayat 78-80

Allah Swt berfirman:

"Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak saling melarang perbuatan mungkar yang mereka perbuat. Sungguh, amat buruk apa yang mereka perbuat itu."⁷

Ayat ini memberikan peringatan keras kepada umat Islam agar tidak mengabaikan amar makruf nahi munkar. Menurut Tafsir Al-Misbah, pelajaran utama dari ayat ini adalah bahwa kelalaian mencegah kemungkaran menjadi sebab utama kehancuran moral suatu umat, sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil.⁸

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini adalah peringatan bagi umat Islam agar tidak mengulangi kesalahan Bani Israil yang mengabaikan tanggung jawab moral mereka. Kemungkaran yang dibiarkan tanpa koreksi akan menyebar dan membawa bencana kolektif bagi seluruh masyarakat.⁹

3.4.       Kesimpulan Ayat-Ayat

Ketiga ayat di atas secara konsisten menunjukkan pentingnya amar makruf nahi munkar sebagai kewajiban utama umat Islam. Ayat-ayat tersebut menekankan:

1)                  Peran kolektif umat Islam untuk membangun masyarakat yang berbasis kebaikan dan keadilan (QS Ali Imran [03] ayat 104).

2)                  Keistimewaan umat terbaik hanya dapat diraih melalui pelaksanaan amar makruf nahi munkar (QS Ali Imran [03] ayat 110).

3)                  Akibat fatal dari mengabaikan tanggung jawab ini, yakni kehancuran moral masyarakat (QS Al-Maidah [05] ayat 78-80).

Melalui ketiga ayat ini, Al-Qur'an tidak hanya memberikan perintah, tetapi juga menunjukkan dampak positif dan negatif dari pelaksanaan atau pengabaian amar makruf nahi munkar.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 69.

[2]                Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 4 (Kairo: Dar Al-Hadith, 2005), hlm. 173.

[3]                Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 (Riyadh: Darussalam, 2000), hlm. 214.

[4]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 71.

[5]                Al-Mawardi, Tafsir Al-Mawardi, Jilid 1 (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2007), hlm. 312.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, hlm. 215.

[7]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 132.

[8]                M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 209.

[9]                Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 6 (Kairo: Dar Al-Hadith, 2005), hlm. 341.


4.           Amar Makruf Nahi Munkar dalam Hadits

4.1.       Hadits HR Muslim dari Abu Said al-Khudri

Nabi Muhammad Saw bersabda:

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman."¹

Hadits ini menegaskan kewajiban setiap Muslim untuk mencegah kemungkaran dengan cara yang sesuai dengan kemampuannya. Para ulama mengelompokkan amar makruf nahi munkar ke dalam tiga tingkatan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits ini:

1)                  Mengubah dengan tangan (tindakan fisik):

Tingkatan ini merupakan pilihan pertama bagi mereka yang memiliki kekuatan atau otoritas, seperti pemerintah atau pemimpin masyarakat. Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa tindakan ini harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, tanpa menyebabkan kerusakan yang lebih besar.²

2)                  Mengubah dengan lisan (nasihat):

Cara ini dilakukan melalui dakwah dan nasihat yang baik, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan tetapi mampu menyampaikan kebenaran. Ibnu Taimiyyah menekankan bahwa metode ini sangat efektif jika dilakukan dengan hikmah dan pengajaran yang baik.³

3)                  Mengubah dengan hati (penolakan batin):

Tingkatan ini adalah bentuk amar makruf nahi munkar yang paling minimal, tetapi tetap menunjukkan iman. Menurut Imam Ghazali, sikap ini harus disertai doa agar kemungkaran tersebut dihapuskan dan pelakunya diberi hidayah.⁴

4.2.       Hadits Tentang Kewajiban Kolektif

Dalam hadits lain, Rasulullah Saw bersabda:

"Perumpamaan orang yang melaksanakan perintah Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti sekelompok orang yang berlayar dalam sebuah kapal. Sebagian menempati bagian atas dan sebagian lagi bagian bawah. Jika orang-orang yang di bawah ingin mendapatkan air, mereka harus melalui orang-orang yang di atas. Lalu mereka berkata, ‘Bagaimana jika kita melubangi kapal ini untuk mendapatkan air?’ Jika mereka yang di atas membiarkan mereka melubangi kapal itu, semuanya akan binasa. Namun jika mereka mencegahnya, maka semuanya akan selamat."⁵

Hadits ini memberikan ilustrasi penting bahwa tanggung jawab amar makruf nahi munkar tidak hanya bersifat individual, tetapi juga kolektif. Menurut Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, hadits ini mengajarkan bahwa membiarkan kemungkaran tanpa upaya pencegahan dapat membawa kehancuran bersama.⁶

4.3.       Relevansi Amar Makruf Nahi Munkar dalam Kehidupan Modern

Para ulama kontemporer seperti Yusuf Al-Qaradawi menyatakan bahwa amar makruf nahi munkar adalah inti dari tanggung jawab sosial umat Islam.⁷ Dalam konteks modern, konsep ini dapat diterapkan melalui:

·                     Advokasi sosial:

Menggalang aksi kolektif untuk memperjuangkan keadilan dan menentang kezaliman.

·                     Pendidikan:

Menggunakan dakwah berbasis ilmu untuk menanamkan nilai-nilai Islam.

·                     Teknologi dan media:

Memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan kebaikan dan mencegah penyebaran kemungkaran.

Namun, penerapannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip maslahat dan mudarat, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syatibi dalam Al-Muwafaqat.⁸

4.4.       Tantangan dan Solusi

Tantangan dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar di era modern meliputi:

·                     Toleransi yang salah kaprah:

Anggapan bahwa amar makruf nahi munkar adalah bentuk intoleransi.

·                     Minimnya otoritas moral:

Lemahnya pengaruh ulama atau tokoh agama di masyarakat.

Untuk mengatasi tantangan ini, ulama menyarankan:

·                     Penguatan institusi keagamaan yang berperan aktif dalam dakwah amar makruf nahi munkar.

·                     Peningkatan literasi agama untuk mendorong pemahaman yang benar terhadap kewajiban ini.


Kesimpulan

Hadits-hadits tentang amar makruf nahi munkar memberikan landasan praktis untuk menjaga moralitas dan stabilitas sosial. Nabi Muhammad Saw tidak hanya menjelaskan kewajiban ini, tetapi juga memberikan pedoman aplikatif tentang cara melakukannya sesuai kemampuan. Relevansi hadits ini dalam konteks modern menunjukkan bahwa amar makruf nahi munkar tetap menjadi solusi efektif untuk menghadapi tantangan moral dan sosial umat Islam.


Catatan Kaki

[1]                Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits No. 49.

[2]                Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Jilid 1 (Beirut: Dar Al-Fikr, 1995), hlm. 120.

[3]                Ibnu Taimiyyah, Hisbah fil Islam (Riyadh: Dar Al-Salam, 2003), hlm. 52.

[4]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2 (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1982), hlm. 213.

[5]                Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kitab Syarikat, Hadits No. 2493.

[6]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, Jilid 5 (Kairo: Dar Al-Ma’rifah, 1959), hlm. 113.

[7]                Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 2006), hlm. 165.

[8]                Imam Syatibi, Al-Muwafaqat, Jilid 2 (Kairo: Dar Ibn Affan, 1997), hlm. 67.


5.           Konsep Amar Makruf Nahi Munkar Menurut Ulama dan Jurnal Ilmiah Islami

5.1.       Pandangan Ulama Klasik

5.1.1.    Imam Al-Ghazali

Dalam Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa amar makruf nahi munkar adalah pilar penting untuk menjaga tatanan moral masyarakat. Ia membagi pelaksanaan amar makruf nahi munkar ke dalam beberapa tahapan: memahami makruf dan munkar, menyampaikan nasihat dengan hikmah, dan melakukan koreksi terhadap kemungkaran.¹ Al-Ghazali juga menekankan bahwa amar makruf nahi munkar harus dilakukan dengan niat ikhlas dan tanpa kekerasan yang tidak perlu agar dampaknya efektif dan maslahat.²

5.1.2.    Ibnu Taimiyyah

Ibnu Taimiyyah dalam Hisbah fil Islam menyatakan bahwa amar makruf nahi munkar adalah kewajiban individu dan kolektif yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umum.³ Menurutnya, tugas ini menjadi lebih penting bagi pemimpin dan ulama karena mereka memiliki otoritas yang dapat memperkuat pengaruh amar makruf nahi munkar dalam masyarakat.⁴

5.1.3.    Al-Mawardi

Dalam Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, Al-Mawardi menekankan pentingnya peran pemerintah dalam melaksanakan amar makruf nahi munkar secara sistematis melalui institusi seperti hisbah.⁵ Ia menguraikan bahwa keberhasilan tugas ini tergantung pada kemampuan negara dalam menerapkan kebijakan yang mendukung dakwah dan pengawasan terhadap kemungkaran di tengah masyarakat.⁶

5.2.       Pandangan Kontemporer

5.2.1.    Yusuf Al-Qaradawi

Menurut Yusuf Al-Qaradawi, amar makruf nahi munkar adalah inti dari tanggung jawab sosial umat Islam.⁷ Dalam bukunya, Islamic Awakening Between Rejection and Extremism, ia menekankan pentingnya metode yang moderat dan fleksibel dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern.⁸ Ia juga mengingatkan bahwa sikap ekstrem dalam menjalankan tugas ini dapat menyebabkan resistensi dari masyarakat dan menimbulkan konflik yang tidak diinginkan.⁹

5.2.2.    Ali Jum'ah

Mufti Mesir, Ali Jum'ah, dalam tulisannya menjelaskan bahwa amar makruf nahi munkar harus dilakukan dengan cara yang relevan dengan perkembangan zaman, seperti melalui media sosial dan platform digital.¹⁰ Ia menegaskan bahwa umat Islam perlu mengadopsi teknologi modern untuk memperkuat dakwah amar makruf nahi munkar di tingkat global.¹¹

5.3.       Perspektif Jurnal Ilmiah Islami

Kajian akademik menunjukkan bahwa amar makruf nahi munkar tidak hanya relevan dalam konteks keagamaan, tetapi juga memiliki dampak besar dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi:

5.3.1.    Aspek Sosial

Sebuah artikel dalam Journal of Islamic Studies menjelaskan bahwa pelaksanaan amar makruf nahi munkar dapat memperkuat solidaritas sosial dan mengurangi perilaku antisosial.¹² Studi ini menunjukkan bahwa masyarakat yang aktif dalam menyeru kebaikan memiliki tingkat kejahatan yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat yang apatis.¹³

5.3.2.    Aspek Politik

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Islamic Law and Societyamar makruf nahi munkar juga memainkan peran penting dalam mendukung pemerintahan yang adil dan transparan.¹⁴ Peneliti berargumen bahwa keberadaan sistem hisbah dalam pemerintahan Islam klasik adalah bukti nyata bagaimana amar makruf nahi munkar menjadi alat untuk melawan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.¹⁵

5.3.3.    Aspek Ekonomi

Artikel dalam International Journal of Islamic Economics menguraikan bahwa amar makruf nahi munkar dapat diterapkan untuk mencegah praktik ekonomi yang tidak etis, seperti riba dan monopoli, serta mendorong distribusi kekayaan yang lebih adil.¹⁶

5.4.       Tantangan dan Solusi dalam Penerapan

Tantangan:

·                     Modernisasi:

Banyak umat Islam kesulitan menyesuaikan cara amar makruf nahi munkar dengan perkembangan zaman.

·                     Stigma Sosial:

Pelaku amar makruf nahi munkar sering dianggap sebagai fanatik atau intoleran.

Solusi:

·                     Peningkatan Literasi Keagamaan:

Meningkatkan pemahaman umat Islam tentang amar makruf nahi munkar melalui pendidikan formal dan informal.

·                     Pemanfaatan Teknologi:

Menggunakan media digital sebagai alat dakwah untuk menyampaikan nilai-nilai amar makruf nahi munkar secara efektif.


Kesimpulan

Pandangan ulama klasik dan kontemporer serta kajian dalam jurnal ilmiah Islami menunjukkan bahwa amar makruf nahi munkar adalah konsep dinamis yang dapat disesuaikan dengan tantangan zaman. Implementasi yang bijak dan moderat dapat membawa perubahan positif bagi individu, masyarakat, dan negara.


Catatan Kaki

[1]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2 (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1982), hlm. 213.

[2]                Ibid., hlm. 215.

[3]                Ibnu Taimiyyah, Hisbah fil Islam (Riyadh: Dar Al-Salam, 2003), hlm. 52.

[4]                Ibid., hlm. 56.

[5]                Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1996), hlm. 131.

[6]                Ibid., hlm. 134.

[7]                Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 2006), hlm. 165.

[8]                Ibid., hlm. 167.

[9]                Ibid., hlm. 170.

[10]             Ali Jum’ah, Contemporary Approaches to Islamic Da’wah (Cairo: Dar Al-Nashr, 2015), hlm. 89.

[11]             Ibid., hlm. 93.

[12]             Journal of Islamic Studies, Vol. 25, No. 2 (2020), hlm. 45-60.

[13]             Ibid., hlm. 49.

[14]             Islamic Law and Society, Vol. 28, No. 1 (2019), hlm. 10-25.

[15]             Ibid., hlm. 18.

[16]             International Journal of Islamic Economics, Vol. 15, No. 3 (2021), hlm. 210-225.


6.           Peran Amar Makruf Nahi Munkar dalam Membentuk Umat Terbaik

6.1.       Umat Islam sebagai “Khairu Ummah”

Allah Swt berfirman:

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah" (QS Ali Imran [3] ayat 110).¹

Ayat ini menggarisbawahi peran amar makruf nahi munkar sebagai ciri utama umat Islam yang menjadikan mereka sebagai khairu ummah (umat terbaik). Menurut Tafsir Ibnu Katsir, keistimewaan umat Islam bukan hanya berdasarkan status keagamaan mereka, tetapi juga karena peran aktif mereka dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika peran ini diabaikan, maka umat Islam akan kehilangan predikat sebagai umat terbaik.²

Dalam Tafsir Al-Mawardi, disebutkan bahwa amar makruf nahi munkar adalah syarat keberlanjutan predikat khairu ummah. Ayat ini juga menunjukkan bahwa umat terbaik bukan hanya umat yang beriman, tetapi juga umat yang aktif menjaga moralitas dan keadilan sosial.³

6.2.       Dampak Amar Makruf Nahi Munkar dalam Masyarakat

Pelaksanaan amar makruf nahi munkar memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk umat terbaik, baik dari segi individu maupun kolektif:

6.2.1.    Meningkatkan Moral Individu dan Kolektif

Dengan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, umat Islam menjadi agen perubahan moral yang menjaga nilai-nilai luhur Islam. Dalam Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan bahwa amar makruf nahi munkar adalah mekanisme untuk membersihkan hati individu dan memperbaiki akhlak masyarakat.⁴

6.2.2.    Mewujudkan Keadilan Sosial

Amar makruf nahi munkar berperan penting dalam melawan ketidakadilan dan penyimpangan sosial. Sebuah artikel dalam Journal of Islamic Studies menyebutkan bahwa masyarakat yang menerapkan amar makruf nahi munkar secara kolektif cenderung memiliki tingkat kejahatan dan ketidakadilan yang lebih rendah.⁵

6.2.3.    Mencegah Kerusakan Umat

Pelajaran dari umat terdahulu, seperti yang dijelaskan dalam QS Al-Maidah [5] ayat 78-79, menunjukkan bahwa mengabaikan amar makruf nahi munkar dapat membawa kehancuran moral dan sosial. Ibnu Qayyim dalam Al-Fawa’id menyatakan bahwa penyebaran kemungkaran yang dibiarkan adalah tanda kelemahan iman dan awal kehancuran suatu bangsa.⁶

6.3.       Tantangan dalam Mewujudkan Umat Terbaik

Meski amar makruf nahi munkar adalah kewajiban yang jelas, penerapannya tidak selalu mudah. Tantangan yang dihadapi meliputi:

6.3.1.    Individualisme dan Apatisme

Dalam masyarakat modern, sering kali ada kecenderungan individualisme yang mengurangi semangat kolektif untuk menjalankan amar makruf nahi munkar.⁷

6.3.2.    Stigma dan Resistensi Sosial

Pelaku amar makruf nahi munkar sering menghadapi resistensi atau stigma negatif, terutama jika pendekatan yang digunakan dianggap tidak relevan dengan konteks zaman.⁸

6.3.3.    Minimnya Pengetahuan dan Hikmah

Ketidaktahuan tentang cara menyampaikan amar makruf nahi munkar yang benar dapat menyebabkan resistensi dan ketidakefektifan. Oleh karena itu, para ulama seperti Yusuf Al-Qaradawi menekankan pentingnya pendekatan yang moderat dan berbasis hikmah.⁹

6.4.       Solusi untuk Menghidupkan Amar Makruf Nahi Munkar

Agar umat Islam dapat terus mempertahankan status sebagai khairu ummah, beberapa solusi praktis dapat diterapkan:

6.4.1.    Pendidikan dan Dakwah

Meningkatkan literasi agama dan kesadaran masyarakat melalui pendidikan formal dan informal untuk memahami pentingnya amar makruf nahi munkar.⁹

6.4.2.    Kerja Sama Kolektif

Membentuk komunitas atau lembaga yang fokus pada pelaksanaan amar makruf nahi munkar secara terorganisasi. Hal ini dapat meniru model hisbah yang diterapkan pada masa kekhalifahan.¹⁰

6.4.3.    Pemanfaatan Teknologi Digital

Menggunakan media sosial sebagai platform untuk menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam Islamic Ethics in the Digital Age, disebutkan bahwa teknologi digital adalah alat yang efektif untuk memperluas jangkauan amar makruf nahi munkar secara global.¹¹


Kesimpulan

Amar makruf nahi munkar adalah pilar utama yang membentuk umat Islam sebagai khairu ummah. Dengan menjalankan tugas ini, umat Islam tidak hanya menjaga moralitas dan keadilan sosial, tetapi juga memperkuat posisi mereka sebagai teladan bagi umat manusia. Tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan amar makruf nahi munkar dapat diatasi dengan pendekatan yang moderat, berbasis ilmu, dan memanfaatkan teknologi modern.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 71.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 (Riyadh: Darussalam, 2000), hlm. 215.

[3]                Al-Mawardi, Tafsir Al-Mawardi, Jilid 1 (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2007), hlm. 312.

[4]                Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2 (Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1982), hlm. 215.

[5]                Journal of Islamic Studies, Vol. 25, No. 2 (2020), hlm. 49.

[6]                Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah, Al-Fawa’id, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2003), hlm. 112.

[7]                Islamic Ethics in the Digital Age, Vol. 12, No. 3 (2021), hlm. 98.

[8]                Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 2006), hlm. 165.

[9]                Ibid., hlm. 170.

[10]             Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sulthaniyyah, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1996), hlm. 131.

[11]             Islamic Ethics in the Digital Age, Vol. 12, No. 3 (2021), hlm. 110.


7.           Kesimpulan dan Penutup

7.1.       Kesimpulan

Pembahasan tentang amar makruf nahi munkar dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadits menunjukkan bahwa konsep ini merupakan salah satu prinsip dasar dalam Islam yang berfungsi menjaga moralitas individu dan masyarakat. Beberapa poin penting yang dapat disimpulkan dari artikel ini adalah:

7.1.1.    Amar Makruf Nahi Munkar sebagai Kewajiban Kolektif

Al-Qur’an dengan jelas memerintahkan umat Islam untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, sebagaimana tercantum dalam QS Ali Imran [3] ayat 104 dan 110. Perintah ini menegaskan bahwa kewajiban amar makruf nahi munkar adalah tanggung jawab kolektif (fardhu kifayah) yang harus dilaksanakan secara konsisten untuk menjaga predikat umat terbaik (khairu ummah).¹

7.1.2.    Hadits Sebagai Pedoman Pelaksanaan

Hadits-hadits Nabi Muhammad Saw, seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Said al-Khudri, memberikan panduan tentang tingkatan dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar, yaitu melalui tindakan, lisan, dan hati sesuai kemampuan individu.² Tingkatan ini menunjukkan fleksibilitas dan hikmah Islam dalam menyesuaikan kewajiban ini dengan kondisi individu dan masyarakat.

7.1.3.    Peran Umat dalam Membentuk Peradaban

Amar makruf nahi munkar berfungsi membentuk masyarakat yang bermartabat dan adil. Dalam sejarah Islam, pelaksanaan konsep ini telah berhasil menciptakan peradaban yang menjunjung tinggi nilai keadilan sosial, sebagaimana dicontohkan oleh sistem hisbah pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab.³

7.1.4.    Tantangan dan Solusi Kontemporer

Dalam konteks modernamar makruf nahi munkar menghadapi tantangan seperti individualisme, stigma sosial, dan resistensi. Namun, pendekatan yang moderat, berbasis hikmah, serta pemanfaatan teknologi digital dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi hambatan ini.⁴

7.2.       Penutup

Sebagai penutup, amar makruf nahi munkar bukan hanya kewajiban yang bersifat ritual, tetapi juga merupakan pilar penting untuk membangun masyarakat yang beradab. Pelaksanaan konsep ini harus selalu didasari niat yang ikhlas, metode yang bijaksana, dan strategi yang relevan dengan perkembangan zaman.

Para ulama dan intelektual Islam telah menegaskan bahwa keberhasilan umat Islam dalam menjalankan amar makruf nahi munkar akan menentukan posisi mereka sebagai khairu ummah. Oleh karena itu, setiap individu Muslim perlu memahami pentingnya tugas ini dan mengambil peran sesuai kemampuan masing-masing.

Harapan besar tertuju pada generasi muda Islam untuk melanjutkan tradisi amar makruf nahi munkar dengan semangat yang baru, menggabungkan nilai-nilai luhur Islam dengan inovasi yang sesuai dengan tantangan era modern. Dengan demikian, umat Islam tidak hanya menjaga moralitas, tetapi juga menjadi teladan dalam membangun peradaban yang bermartabat di dunia.⁵


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 69-71.

[2]                Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits No. 49.

[3]                Ibnu Taimiyyah, Hisbah fil Islam (Riyadh: Dar Al-Salam, 2003), hlm. 52.

[4]                Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 2006), hlm. 165-170.

[5]                M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 213.


Daftar Pustaka

Al-Ghazali, A. H. (1982). Ihya’ Ulumuddin (Jilid 2). Beirut: Dar Al-Ma’rifah.

Al-Mawardi. (1996). Al-Ahkam al-Sulthaniyyah. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Al-Mawardi. (2007). Tafsir Al-Mawardi (Jilid 1). Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Al-Qaradawi, Y. (2006). Islamic Awakening Between Rejection and Extremism. Herndon: International Institute of Islamic Thought.

Al-Qurthubi. (2005). Tafsir Al-Qurthubi (Jilid 4 & 6). Kairo: Dar Al-Hadith.

Departemen Agama RI. (1989). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: CV Toha Putra.

Ibnu Hajar Al-Asqalani. (1959). Fath al-Bari (Jilid 5). Kairo: Dar Al-Ma’rifah.

Ibnu Katsir. (2000). Tafsir Ibnu Katsir (Jilid 2). Riyadh: Darussalam.

Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah. (2003). Al-Fawa’id. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Ibnu Taimiyyah. (2003). Hisbah fil Islam. Riyadh: Dar Al-Salam.

Islamic Ethics in the Digital Age. (2021). Vol. 12, No. 3, 98–110.

Islamic Law and Society. (2019). Vol. 28, No. 1, 10–25.

Journal of Islamic Studies. (2020). Vol. 25, No. 2, 45–60.

Muslim bin Al-Hajjaj. (1995). Shahih Muslim (Kitab Iman, Hadits No. 49). Beirut: Dar Al-Fikr.

M. Quraish Shihab. (2005). Tafsir Al-Misbah (Jilid 2). Jakarta: Lentera Hati.

Nawawi Al-Bantani. (1999). Syarah Riyadhus Shalihin. Jakarta: Dar Al-Hikmah.


Lampiran 1: Keterkaitan Ayat dan Hadits

Keterkaitan Ayat dan Hadits tentang Amar Makruf Nahi Munkar dalam Kerangka Menjaga NKRI dengan Fenomena Sosial

1.            Amar Makruf Nahi Munkar sebagai Pilar Stabilitas Sosial

Amar makruf nahi munkar adalah perintah Allah Swt yang berfungsi menjaga moralitas masyarakat dan menegakkan keadilan sosial. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), prinsip ini sejalan dengan nilai Pancasila, khususnya sila kedua, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab." Al-Qur'an menggarisbawahi pentingnya upaya kolektif untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, sebagaimana tercantum dalam QS Ali Imran (3) ayat 104:

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."¹

Ayat ini menegaskan bahwa menjaga stabilitas sosial dan moral bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga kolektif. Dalam konteks NKRI, pelaksanaan amar makruf nahi munkar dapat diwujudkan melalui peran masyarakat dalam mendukung kebijakan yang adil, menentang korupsi, dan menjaga kerukunan antarumat beragama.²

2.            Relevansi Hadits dalam Menangkal Fenomena Sosial Negatif

Hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Muslim menyatakan:

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman."³

Hadits ini memberikan pedoman praktis dalam menghadapi kemungkaran sesuai kemampuan. Dalam konteks fenomena sosial di Indonesia, seperti penyebaran hoaks, intoleransi, dan radikalisme, hadits ini dapat menjadi dasar bagi masyarakat untuk mengambil langkah-langkah strategis:

1)                  Mengubah dengan tangan:

Upaya konkret seperti melaporkan kejahatan kepada pihak berwenang atau mendukung kebijakan pemerintah dalam memberantas korupsi.

2)                  Mengubah dengan lisan:

Dakwah, pendidikan, dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kerukunan dan nilai-nilai kebangsaan.

3)                  Mengubah dengan hati:

Penolakan internal terhadap ideologi atau tindakan yang bertentangan dengan prinsip agama dan nilai-nilai kebangsaan.⁴

3.            Amar Makruf Nahi Munkar dan Kebhinekaan Indonesia

NKRI didirikan atas dasar semangat kebhinekaan dan toleransi. Amar makruf nahi munkar, sebagaimana termaktub dalam QS Ali Imran (3) ayat 110, mendukung gagasan ini dengan mendorong umat Islam untuk menjadi umat terbaik yang menyeru kepada kebaikan universal dan menolak segala bentuk kemungkaran, termasuk diskriminasi dan ketidakadilan.⁵

Ulama seperti Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan bahwa amar makruf nahi munkar dalam masyarakat majemuk harus diterapkan dengan prinsip hikmah dan toleransi.⁶ Dalam konteks Indonesia, hal ini mencakup penghormatan terhadap keberagaman agama, budaya, dan tradisi, tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam sebagai dasar moral. Amar makruf nahi munkar tidak hanya bertujuan untuk menjaga umat Islam, tetapi juga melindungi seluruh elemen masyarakat dari ancaman disintegrasi sosial.⁷

4.            Tantangan dan Solusi dalam Konteks NKRI

Dalam pelaksanaan amar makruf nahi munkar di Indonesia, ada beberapa tantangan utama, seperti:

·                     Polarisasi Sosial dan Politik:

Polarisasi yang didorong oleh isu agama sering menjadi hambatan dalam membangun harmoni sosial.⁸

·                     Hoaks dan Radikalisme:

Penyebaran informasi yang menyesatkan dan ideologi ekstrem dapat merusak stabilitas nasional.⁹

Solusi yang relevan meliputi:

1)                  Penguatan Literasi Agama dan Kebangsaan:

Mendorong pemahaman agama yang moderat melalui pendidikan berbasis Pancasila.

2)                  Kolaborasi Antarumat Beragama:

Menghidupkan dialog lintas agama untuk memperkuat kebersamaan dalam keberagaman.

3)                  Pemanfaatan Teknologi Digital:

Memanfaatkan media sosial untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran secara luas dan efektif.¹⁰


Kesimpulan

Keterkaitan ayat dan hadits tentang amar makruf nahi munkar dengan fenomena sosial di Indonesia menunjukkan bahwa ajaran Islam memberikan landasan kuat untuk menjaga moralitas dan stabilitas dalam masyarakat yang majemuk. Pelaksanaannya tidak hanya relevan untuk umat Islam, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya keadilan sosial, harmoni, dan perdamaian dalam kerangka NKRI.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: CV Toha Putra, 1989), hlm. 69.

[2]                Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jilid 4 (Kairo: Dar Al-Hadith, 2005), hlm. 173.

[3]                Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Iman, Hadits No. 49.

[4]                Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Beirut: Dar Al-Fikr, 1995), hlm. 120.

[5]                Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 (Riyadh: Darussalam, 2000), hlm. 215.

[6]                Yusuf Al-Qaradawi, Islamic Awakening Between Rejection and Extremism (Herndon: International Institute of Islamic Thought, 2006), hlm. 167.

[7]                Ali Jum'ah, Contemporary Approaches to Islamic Da’wah (Cairo: Dar Al-Nashr, 2015), hlm. 89.

[8]                Islamic Law and Society, Vol. 28, No. 1 (2019), hlm. 10-25.

[9]                Journal of Islamic Studies, Vol. 25, No. 2 (2020), hlm. 45-60.

[10]             Islamic Ethics in the Digital Age, Vol. 12, No. 3 (2021), hlm. 98-110.


Lampiran 2: Takhrij Hadits

Takhrij Hadits tentang Amar Makruf Nahi Munkar

1.            Hadits tentang Tingkatan Amar Makruf Nahi Munkar

Matn Hadits:

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman."

·                     Takhrij Hadits:

Perawi: Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu.

Kitab Hadits: Shahih Muslim.

Nomor Hadits: Kitab Iman, No. 49.

Derajat Hadits: Hadits ini sahih tanpa keraguan, karena tercantum dalam Shahih Muslim, yang telah disepakati keshahihannya oleh para ulama.

·                     Konteks dan Penjelasan:

Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan pentingnya peran aktif setiap individu Muslim dalam mencegah kemungkaran sesuai dengan kemampuannya. Ketiga tingkatan tersebut mengindikasikan fleksibilitas syariat Islam dalam pelaksanaannya.¹

2.            Hadits tentang Perumpamaan Orang yang Melaksanakan Amar Makruf Nahi Munkar

Matn Hadits:

"Perumpamaan orang yang melaksanakan perintah Allah dan orang yang melanggarnya adalah seperti sekelompok orang yang berlayar dalam sebuah kapal. Sebagian menempati bagian atas dan sebagian lagi bagian bawah. Jika orang-orang yang di bawah ingin mendapatkan air, mereka harus melalui orang-orang yang di atas. Lalu mereka berkata, ‘Bagaimana jika kita melubangi kapal ini untuk mendapatkan air?’ Jika mereka yang di atas membiarkan mereka melubangi kapal itu, semuanya akan binasa. Namun jika mereka mencegahnya, maka semuanya akan selamat."

·                     Takhrij Hadits:

Perawi: Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu.

Kitab Hadits: Shahih Al-Bukhari.

Nomor Hadits: Kitab Syarikat, No. 2493.

Derajat Hadits: Sahih, karena terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, yang telah diakui keshahihannya oleh seluruh ulama ahli hadits.

·                     Konteks dan Penjelasan:

Hadits ini menunjukkan bahwa amar makruf nahi munkar tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menjadi tanggung jawab kolektif untuk menjaga stabilitas dan keselamatan masyarakat. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa hadits ini merupakan analogi penting tentang akibat sosial dari mengabaikan kemungkaran.²

3.            Hadits tentang Umat Terbaik

Matn Hadits:

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."

·                     Takhrij Hadits:

Perawi: Tidak langsung berupa matn hadits, tetapi penafsiran QS Ali Imran (3): 110, yang dijelaskan oleh hadits-hadits serupa dalam beberapa kitab hadits.

Referensi: Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Ibnu Katsir, dan penjelasan dari Sunan At-Tirmidzi.


Kesimpulan

Hadits-hadits tentang amar makruf nahi munkar yang termuat dalam artikel ini memiliki derajat sahih dan didukung oleh penjelasan para ulama dalam kitab-kitab syarah dan tafsir. Semuanya menunjukkan urgensi konsep ini sebagai fondasi moral dan sosial dalam Islam. Pelaksanaan amar makruf nahi munkar dalam berbagai tingkatan memberikan fleksibilitas yang sesuai dengan kemampuan individu dan kondisi masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Beirut: Dar Al-Fikr, 1995), hlm. 120.

[2]                Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari (Kairo: Dar Al-Ma’rifah, 1959), hlm. 113.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar