Etika dalam Filsafat
Konsep, Cabang, dan Relevansinya dalam Kehidupan
Alihkan ke: Etika Islam, Etika Kepedulian, Etika dan Etiket.
Abstrak
Etika merupakan cabang filsafat yang membahas
prinsip-prinsip moral yang menentukan benar atau salahnya suatu tindakan.
Artikel ini mengulas secara komprehensif tentang konsep dasar etika,
cabang-cabangnya, serta relevansinya dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan
dimulai dengan definisi dan sejarah perkembangan etika, dari
pemikiran filsafat Yunani Kuno hingga era modern, serta pengaruh filsafat Islam
terhadap perkembangan teori moral. Selanjutnya, artikel ini mengkaji cabang-cabang
utama etika, yaitu etika normatif, metaetika, dan etika terapan.
Etika normatif mengeksplorasi berbagai teori moral utama, seperti deontologi,
utilitarianisme, dan etika kebajikan. Metaetika membahas sifat dasar
moralitas, sementara etika terapan menghubungkan prinsip-prinsip moral dengan
bidang kehidupan nyata, seperti kedokteran, bisnis, lingkungan, dan teknologi.
Selain itu, artikel ini menyoroti perdebatan dan
isu kontemporer dalam etika, termasuk dilema moral dalam era digital,
kecerdasan buatan (AI), etika politik, dan keberlanjutan lingkungan. Etika juga
memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam
dunia profesi, pendidikan, dan interaksi sosial. Kode etik dalam profesi, peran
pendidikan dalam membentuk karakter moral, serta etika dalam media sosial
menjadi aspek penting yang dibahas dalam artikel ini.
Sebagai kesimpulan, etika memiliki peran
fundamental dalam membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan bertanggung
jawab. Pemahaman yang mendalam terhadap prinsip-prinsip etika memungkinkan
individu untuk membuat keputusan yang lebih bijak dalam berbagai aspek
kehidupan. Di era modern yang penuh dengan perubahan teknologi dan tantangan
sosial, kajian etika menjadi semakin relevan dalam menjaga keseimbangan antara
kebebasan individu dan kepentingan kolektif.
Kata Kunci: Etika, Filsafat Moral, Etika Normatif, Metaetika,
Etika Terapan, Isu Kontemporer, Kecerdasan Buatan, Etika Digital, Etika Profesi, Keadilan Sosial, Keberlanjutan Lingkungan.
PEMBAHASAN
Konsep, Cabang, dan Relevansinya dalam Kehidupan
1.
Pendahuluan
1.1. Definisi Etika
Etika berasal dari
kata Yunani ethos yang berarti kebiasaan, adat,
atau karakter yang baik. Secara terminologis, etika adalah cabang filsafat yang
membahas prinsip-prinsip moral, nilai-nilai kebaikan, dan standar perilaku yang
menentukan apakah suatu
tindakan benar atau salah.¹ Dalam pemikiran filsafat, etika berusaha menjawab
pertanyaan fundamental seperti: Apa yang membuat suatu tindakan dianggap
baik atau buruk? Apakah moralitas bersifat objektif atau relatif?
Dalam studi
filsafat, etika sering dibedakan dari moralitas dan hukum. Moralitas merujuk
pada keyakinan individu atau kelompok tentang benar dan salah yang dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan etika adalah kajian sistematis tentang
prinsip-prinsip moral tersebut.² Sementara itu, hukum adalah sistem aturan yang diberlakukan oleh negara atau otoritas tertentu untuk mengatur perilaku
masyarakat. Etika dapat mempengaruhi hukum, tetapi hukum tidak selalu
mencerminkan prinsip-prinsip etika secara sempurna.³
1.2.
Sejarah dan Perkembangan Etika
Etika telah menjadi
bagian integral dalam
perkembangan pemikiran filsafat sejak zaman
kuno hingga era modern.
1.2.1.
Etika dalam
Pemikiran Kuno
Pemikiran etika
telah berkembang sejak era filsafat Yunani Kuno melalui pemikiran Socrates,
Plato, dan Aristoteles. Socrates (469–399 SM) menekankan pentingnya introspeksi dan pencarian kebijaksanaan
dalam menentukan standar moral.⁴ Plato (427–347 SM) mengembangkan teori etika
berbasis dunia ideal (theory of forms), di mana konsep
kebaikan absolut menjadi dasar dari moralitas.⁵ Aristoteles (384–322 SM) menawarkan pendekatan yang lebih pragmatis
melalui etika kebajikan (virtue ethics), yang menekankan
bahwa kebiasaan baik yang terus-menerus dilakukan akan membentuk karakter yang
luhur.⁶
Di luar Yunani,
peradaban Timur juga memiliki konsep etika yang kuat. Dalam tradisi
Konfusianisme di Tiongkok, Confucius (551–479 SM) menekankan pentingnya kebajikan moral seperti kesopanan (li),
keadilan (yi),
dan kebaikan (ren).⁷
Sementara itu, dalam filsafat Hindu dan Buddha, etika berpusat pada ajaran
karma dan dharma, yang menekankan sebab-akibat moral serta kewajiban sosial dan
spiritual.⁸
1.2.2.
Pengaruh Filsafat
Islam terhadap Etika
Dalam tradisi Islam,
etika sangat dipengaruhi oleh Al-Qur'an dan Sunnah, yang kemudian dikembangkan
oleh para filsuf Muslim. Al-Farabi (872–950 M) menghubungkan etika dengan
kebahagiaan tertinggi dalam kehidupan (al-sa‘ada), sementara Ibn Miskawayh
(930–1030 M) menyusun teori etika kebajikan yang sejalan dengan pemikiran Aristoteles.⁹ Al-Ghazali (1058–1111 M) lebih menekankan aspek spiritual dalam
etika dengan konsep penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs).¹⁰ Pemikiran
filsafat Islam tentang etika ini
berkontribusi pada peradaban Eropa di masa Renaisans melalui penerjemahan
karya-karya Arab ke dalam bahasa Latin.
1.2.3.
Etika dalam Era
Modern dan Kontemporer
Memasuki era modern,
filsafat etika mengalami perkembangan yang lebih sistematis dengan munculnya
berbagai teori moral. Immanuel Kant (1724–1804) memperkenalkan deontologi, yang menekankan bahwa
moralitas didasarkan pada kewajiban dan aturan universal.¹¹ Sementara itu, Jeremy Bentham (1748–1832) dan John Stuart Mill (1806–1873) mengembangkan utilitarianisme, yang berfokus pada
manfaat terbesar bagi jumlah orang terbanyak.¹²
Dalam era
kontemporer, diskusi etika semakin kompleks dengan munculnya tantangan baru
seperti bioetika, etika teknologi, dan etika lingkungan. Misalnya, Peter Singer
memperkenalkan etika hewan yang mempertanyakan perlakuan manusia terhadap makhluk hidup
lainnya.¹³ Selain itu, perkembangan kecerdasan buatan telah memunculkan debat
etika tentang tanggung jawab moral dalam teknologi.¹⁴
Catatan Kaki
[1]
Simon Blackburn, Being Good: A Short Introduction to Ethics
(Oxford: Oxford University Press, 2001), 3.
[2]
James Rachels and Stuart Rachels, The Elements of Moral Philosophy,
9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2018), 6.
[3]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 12.
[4]
Gregory Vlastos, Socrates: Ironist and Moral Philosopher
(Cambridge: Cambridge University Press, 1991), 45.
[5]
Julia Annas, Plato: A Very Short Introduction
(Oxford: Oxford University Press, 2003), 32.
[6]
Rosalind Hursthouse, On Virtue Ethics (Oxford: Oxford
University Press, 1999), 5.
[7]
Bryan W. Van Norden, Introduction to Classical Chinese Philosophy
(Indianapolis: Hackett Publishing, 2011), 68.
[8]
Gavin Flood, The Importance of Religion: Meaning and Action
in Our Strange World (Oxford: Wiley-Blackwell, 2011), 99.
[9]
Majid Fakhry, Ethical Theories in Islam (Leiden:
Brill, 1991), 74.
[10]
Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, trans. Muhammad
Asad (Cairo: Dar al-Fikr, 2005), 127.
[11]
Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals,
trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 32.
[12]
John Stuart Mill, Utilitarianism, ed. Roger Crisp
(Oxford: Oxford University Press, 1998), 21.
[13]
Peter Singer, Animal Liberation (New York:
HarperCollins, 1975), 40.
[14]
Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies
(Oxford: Oxford University Press, 2014), 120.
2.
Cabang-Cabang Etika
Etika sebagai cabang filsafat memiliki berbagai aspek kajian yang luas dan beragam. Dalam kajian
filsafat moral, etika secara umum diklasifikasikan ke dalam tiga cabang utama: etika normatif, metaetika, dan etika terapan. Setiap cabang ini
berfokus pada pertanyaan yang berbeda tentang moralitas, bagaimana kita menentukan tindakan yang
benar, serta bagaimana prinsip-prinsip
etika diterapkan dalam kehidupan nyata.
2.1.
Etika Normatif
Etika normatif
adalah cabang filsafat moral yang berusaha mengembangkan prinsip-prinsip
tentang bagaimana seseorang seharusnya bertindak dalam kehidupan sosial.¹
Cabang ini berupaya menentukan kaidah moral yang ideal dan merumuskan
teori-teori etika yang menjadi pedoman dalam menilai tindakan manusia.
Teori-teori Utama dalam Etika
Normatif
Dalam kajian etika normatif, terdapat beberapa teori moral yang paling berpengaruh, yaitu:
2.1.1.
Deontologi (EtikaKewajiban) – Immanuel Kant
Deontologi adalah
teori etika yang berfokus pada kewajiban moral dan aturan universal.² Menurut
Immanuel Kant (1724–1804), tindakan dianggap bermoral bukan berdasarkan
konsekuensinya, tetapi karena dilakukan dengan mengikuti prinsip moral yang
bersifat absolut.³ Konsep utama dalam deontologi Kant adalah Imperatif Kategoris, yaitu prinsip bahwa seseorang harus bertindak sesuai dengan aturan yang dapat
dijadikan hukum universal bagi semua orang.⁴
2.1.2.
Utilitarianisme –
Jeremy Bentham & John Stuart Mill
Utilitarianisme
adalah teori moral yang menilai baik atau buruknya suatu tindakan berdasarkan
manfaat atau konsekuensi yang dihasilkan.⁵ Jeremy Bentham (1748–1832)
mengembangkan prinsip "the greatest happiness principle",
yaitu bahwa tindakan yang
benar adalah tindakan yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang
yang paling banyak.⁶ John Stuart Mill (1806–1873) memperbaiki gagasan Bentham
dengan menekankan bahwa kualitas kebahagiaan lebih penting daripada sekadar
kuantitasnya.⁷
2.1.3.
Etika Kebajikan (VirtueEthics) – Aristoteles
Berbeda dengan
deontologi dan utilitarianisme yang berfokus pada aturan atau konsekuensi,
etika kebajikan berpusat pada karakter individu.⁸ Aristoteles (384–322 SM)
mengajarkan bahwa moralitas seseorang bergantung pada pembentukan kebajikan (virtues)
melalui kebiasaan yang baik.⁹ Ia memperkenalkan konsep "Eudaimonia",
yaitu kebahagiaan yang dicapai dengan menjalani kehidupan yang bermoral dan
penuh kebajikan.¹⁰
2.2.
Metaetika
Metaetika adalah cabang
etika yang menyelidiki sifat dasar dari konsep moral itu sendiri.¹¹ Cabang ini
tidak berfokus pada bagaimana seseorang seharusnya bertindak, tetapi lebih
kepada pertanyaan mendasar seperti: "Apakah moralitas bersifat objektif atau subjektif?" dan
"Apakah konsep benar dan salah memiliki dasar yang independen atau
hanya konstruksi sosial?"¹²
2.2.1.
Relativisme vs.
Absolutisme Moral
Metaetika mencakup
perdebatan antara relativisme moral dan absolutisme
moral. Relativisme moral berpendapat bahwa nilai-nilai moral
berbeda-beda tergantung pada budaya dan konteks sosial.¹³ Sementara itu,
absolutisme moral berkeyakinan bahwa
terdapat prinsip moral universal yang berlaku di semua tempat dan waktu.¹⁴
2.2.2.
Naturalisme vs.
Non-naturalisme dalam Etika
Dalam metaetika juga
terdapat perbedaan antara naturalisme etika dan non-naturalisme
etika. Naturalisme etika berpendapat bahwa prinsip moral dapat
diturunkan dari fakta empiris dan sains, sementara non-naturalisme menegaskan
bahwa nilai moral tidak dapat direduksi menjadi fakta alamiah dan harus
dipahami secara intuitif atau rasional.¹⁵
2.3.
Etika Terapan
Etika terapan adalah
cabang etika yang mengkaji bagaimana prinsip-prinsip moral dapat diterapkan
dalam berbagai aspek kehidupan nyata.¹⁶ Cabang ini berfokus pada persoalan
etika di berbagai bidang seperti kedokteran, bisnis, teknologi, lingkungan, dan
hukum.
2.3.1.
Etika Medis
Etika medis membahas
dilema moral dalam praktik kesehatan, seperti hak pasien, otonomi individu, dan
keputusan tentang euthanasia atau aborsi.¹⁷ Prinsip utama dalam etika medis
mencakup prinsip beneficence (melakukan
kebaikan), non-maleficence (tidak
membahayakan), autonomy (menghormati keputusan
pasien), dan justice (keadilan dalam
pelayanan kesehatan).¹⁸
2.3.2.
Etika Bisnis
Etika bisnis
mengkaji tanggung jawab moral perusahaan terhadap konsumen, karyawan, dan
lingkungan.¹⁹ Konsep seperti keadilan dalam perdagangan, transparansi, serta
tanggung jawab sosial korporasi menjadi topik utama dalam bidang ini.²⁰
2.3.3.
Etika Lingkungan
Etika lingkungan
membahas bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan alam dan sumber daya
bumi.²¹ Konsep deep ecology menekankan bahwa
alam memiliki nilai intrinsik yang harus dihormati, bukan sekadar sebagai alat
bagi kepentingan manusia.²²
2.3.4.
Etika Teknologi
Etika teknologi
menjadi semakin relevan di era digital, terutama dalam isu privasi data,
kecerdasan buatan, dan dampak sosial dari inovasi teknologi.²³ Misalnya, dalam
diskusi tentang kecerdasan buatan (AI), pertanyaan etis utama adalah apakah mesin
dapat memiliki tanggung jawab moral, serta bagaimana teknologi AI dapat
digunakan secara etis untuk kesejahteraan manusia.²⁴
Kesimpulan
Cabang-cabang etika
memberikan pendekatan berbeda dalam memahami dan menerapkan prinsip moral dalam
kehidupan. Etika normatif membantu menentukan standar moral, metaetika mengkaji
sifat dasar moralitas, dan etika terapan menerapkan prinsip etika dalam
berbagai aspek kehidupan sosial. Memahami cabang-cabang etika ini penting untuk
menghadapi tantangan moral dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat global.
Catatan Kaki
[1]
James Rachels and Stuart Rachels, The Elements of Moral Philosophy,
9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2018), 22.
[2]
Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals,
trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 15.
[3]
Roger Scruton, A Short History of Modern Philosophy
(London: Routledge, 2002), 87.
[4]
Kant, Groundwork, 34.
[5]
Jeremy Bentham, An Introduction to the Principles of Morals and
Legislation (Oxford: Clarendon Press, 1789), 12.
[6]
Mill, Utilitarianism, 14.
[7]
John Stuart Mill, On Liberty (London: Longman, 1859),
47.
[8]
Rosalind Hursthouse, On Virtue Ethics (Oxford: Oxford
University Press, 1999), 22.
[9]
Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. Terence
Irwin (Indianapolis: Hackett, 1999), 37.
[10]
Ibid., 45.
[11]
Stephen Darwall, Theories of Ethics (New York:
Oxford University Press, 2003), 98.
[12]
Ibid., 101.
[13]
Rachels and Rachels, The Elements of Moral Philosophy,
56.
[14]
Ibid., 59.
[15]
Darwall, Theories of Ethics, 124.
[16]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 33.
[17]
Ibid., 39.
[18]
Ibid., 41.
[19]
George G. Brenkert and Tom L. Beauchamp, The Oxford Handbook of Business Ethics
(Oxford: Oxford University Press, 2010), 88.
[20]
Ibid., 91.
[21]
Andrew Light and Holmes Rolston III, Environmental Ethics (Oxford:
Blackwell, 2003), 12.
[22]
Ibid., 17.
[23]
Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies
(Oxford: Oxford University Press, 2014), 110.
[24]
Ibid., 115.
3.
Perdebatan dan Isu Kontemporer dalam Etika
Etika sebagai cabang filsafat terus berkembang seiring dengan perubahan sosial, teknologi, dan
lingkungan hidup. Di era kontemporer, sejumlah isu etika menjadi perdebatan,
terutama dalam bidang teknologi digital, politik dan hukum, serta lingkungan
hidup. Dalam bagian ini, akan dibahas beberapa isu utama yang menjadi tantangan
dalam etika kontemporer.
3.1.
Etika dalam Era Digital
Teknologi digital
telah mengubah cara manusia berinteraksi dan beraktivitas, tetapi juga
menimbulkan berbagai dilema etika yang kompleks. Isu seperti privasi data,
kecerdasan buatan (AI), dan penyebaran informasi menjadi perdebatan dalam etika
kontemporer.¹
3.1.1.
Privasi dan Keamanan
Data
Era digital
menghadirkan tantangan besar dalam perlindungan data pribadi. Setiap kali
seseorang menggunakan media sosial atau layanan online, informasi pribadinya
dapat dikumpulkan dan digunakan oleh perusahaan atau pemerintah untuk berbagai
kepentingan, termasuk periklanan dan pengawasan.² Cambridge Analytica,
misalnya, telah menggunakan data Facebook untuk mempengaruhi hasil pemilu di
berbagai negara, yang memunculkan perdebatan serius tentang etika penggunaan
data.³
Menurut teori etika deontologis Kantian, eksploitasi data tanpa persetujuan
individu bertentangan dengan prinsip penghormatan terhadap martabat manusia.⁴
Sementara itu, dalam perspektif utilitarianisme, pengumpulan
data dalam skala besar bisa dibenarkan jika memberikan manfaat bagi masyarakat
secara keseluruhan, seperti dalam penelitian kesehatan atau pengendalian
kejahatan.⁵
3.1.2.
Etika dalam
Kecerdasan Buatan (AI)
Perkembangan
kecerdasan buatan menghadirkan tantangan etis terkait keputusan yang diambil
oleh mesin tanpa keterlibatan manusia. Salah satu dilema utama adalah bias
algoritma, di mana sistem AI dapat mendiskriminasi kelompok
tertentu berdasarkan data yang digunakan dalam pelatihannya.⁶
Contohnya, algoritma
dalam sistem peradilan pidana di beberapa negara terbukti lebih sering
memberikan skor risiko tinggi kepada individu dari kelompok ras minoritas.⁷
Selain itu, AI dalam mobil otonom menghadirkan dilema moral yang dikenal
sebagai “Trolley Problem”, di mana
kendaraan harus memutuskan apakah akan menabrak pejalan kaki atau mengorbankan
penumpangnya sendiri.⁸
3.2.
Etika dalam Politik dan Hukum
Politik dan hukum
memiliki dimensi etis yang kuat, terutama dalam kaitannya dengan keadilan
sosial, hak asasi manusia, dan transparansi pemerintahan.
3.2.1.
Prinsip Keadilan
Sosial
Keadilan sosial
dalam etika politik mengacu pada distribusi hak dan kewajiban yang adil dalam
masyarakat.⁹ John Rawls, dalam bukunya A Theory of Justice, mengusulkan
konsep "veil
of ignorance", di mana prinsip keadilan harus ditetapkan
tanpa mempertimbangkan posisi sosial seseorang.¹⁰
Dalam realitas
politik, ketimpangan ekonomi yang ekstrem menjadi tantangan besar dalam
penerapan prinsip keadilan sosial.¹¹ Ketika sistem pajak dan kebijakan ekonomi
lebih menguntungkan kelompok kaya dibandingkan masyarakat miskin, hal ini
menimbulkan perdebatan etis tentang keseimbangan antara hak kepemilikan dan
kewajiban sosial.¹²
3.2.2.
Etika Kepemimpinan
dan Korupsi
Korupsi adalah salah
satu permasalahan etika terbesar dalam politik dan pemerintahan.¹³ Para filsuf
politik menegaskan bahwa pemimpin seharusnya mengutamakan kepentingan publik di
atas kepentingan pribadi atau kelompok.¹⁴ Aristoteles, dalam konsep phronesis
atau kebijaksanaan praktis, menekankan bahwa pemimpin yang baik harus memiliki
karakter moral yang luhur dan bertindak untuk kesejahteraan rakyat.¹⁵
Namun, dalam
praktiknya, banyak pemimpin politik yang menyalahgunakan kekuasaan untuk
kepentingan pribadi, yang bertentangan dengan prinsip etika deontologis maupun virtue ethics.¹⁶
3.3.
Etika Lingkungan
Perubahan iklim dan
eksploitasi sumber daya alam telah memunculkan berbagai dilema etika terkait
tanggung jawab manusia terhadap lingkungan.
3.3.1.
Tanggung Jawab Moral
terhadap Alam
Etika lingkungan
menyoroti kewajiban manusia dalam menjaga keseimbangan ekosistem.²⁰ Menurut
teori deep ecology, manusia bukanlah pusat alam, tetapi bagian dari
ekosistem yang lebih besar.²¹ Oleh karena itu, eksploitasi alam yang berlebihan
dianggap tidak bermoral karena merusak keseimbangan lingkungan.
Sebagai contoh,
deforestasi di Amazon telah menyebabkan kepunahan spesies dan mempercepat
perubahan iklim.²² Dalam perspektif etika kebajikan, kebijakan
lingkungan harus didasarkan pada prinsip tanggung jawab dan kepedulian terhadap
makhluk lain.²³
3.3.2.
Konsep Keberlanjutan
dalam Etika
Keberlanjutan (sustainability)
menjadi prinsip utama dalam etika lingkungan modern.²⁴ Prinsip ini menekankan
bahwa keputusan ekonomi dan politik harus mempertimbangkan dampaknya terhadap
generasi mendatang.²⁵ Contoh penerapan konsep ini adalah penggunaan energi
terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang merusak
lingkungan.
Namun, terdapat
perdebatan antara utilitarianisme ekonomi, yang
menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas utama, dengan etika lingkungan, yang mengutamakan keseimbangan ekologi.²⁶
Kesimpulan
Perdebatan etika
dalam era kontemporer mencerminkan kompleksitas tantangan moral yang dihadapi
manusia dalam berbagai bidang. Dari privasi digital hingga keadilan sosial dan
keberlanjutan lingkungan, kajian etika memberikan wawasan yang penting dalam
membentuk kebijakan dan tindakan yang lebih bertanggung jawab.
Catatan Kaki
[1]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 25.
[2]
Shoshana Zuboff, The Age of Surveillance Capitalism
(New York: PublicAffairs, 2019), 72.
[3]
Carole Cadwalladr and Emma Graham-Harrison, “Revealed: 50 Million
Facebook Profiles Harvested for Cambridge Analytica in Major Data Breach,” The
Guardian, March 17, 2018.
[4]
Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals,
trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 32.
[5]
Mill, Utilitarianism, 21.
[6]
Cathy O’Neil, Weapons of Math Destruction (New
York: Crown, 2016), 45.
[7]
Ibid., 56.
[8]
Patrick Lin, The Ethics of Artificial Intelligence
(Oxford: Oxford University Press, 2020), 78.
[9]
John Rawls, A Theory of Justice (Cambridge:
Harvard University Press, 1971), 54.
[10]
Ibid., 75.
[11]
Thomas Piketty, Capital in the Twenty-First Century
(Cambridge: Harvard University Press, 2014), 123.
[12]
Ibid., 147.
[13]
Robert Klitgaard, Controlling Corruption (Berkeley:
University of California Press, 1988), 67.
[14]
Aristotle, Politics, trans. C.D.C. Reeve
(Indianapolis: Hackett Publishing, 1998), 37.
[15]
Ibid., 45.
[16]
Scruton, A Short History of Modern Philosophy,
112.
[17]
Aldo Leopold, A Sand County Almanac (New York:
Oxford University Press, 1949), 98.
[18]
Bill McKibben, The End of Nature (New York: Random
House, 1989), 156.
[19]
Naomi Klein, This Changes Everything: Capitalism vs. The
Climate (New York: Simon & Schuster, 2014), 201.
[20]
J. Baird Callicott, In Defense of the Land
Ethic: Essays in Environmental Philosophy (Albany: State University of New
York Press, 1989), 53.
[21]
Arne Naess, Ecology, Community and Lifestyle:
Outline of an Ecosophy, trans. David Rothenberg (Cambridge: Cambridge
University Press, 1989), 75.
[22]
Philip Cafaro and Eileen Crist, Life on the
Brink: Environmentalists Confront Overpopulation (Athens: University of
Georgia Press, 2012), 102.
[23]
Holmes Rolston III, Environmental Ethics: Duties
to and Values in the Natural World (Philadelphia: Temple University Press,
1988), 112.
[24]
Bryan G. Norton, Sustainability: A Philosophy of
Adaptive Ecosystem Management (Chicago: University of Chicago Press, 2005),
89.
[25]
Robert Goodland, The Concept of Environmental
Sustainability (Washington, DC: World Bank Publications, 1995), 40.
[26]
Nicholas Stern, The Economics of Climate Change:
The Stern Review (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), 134.
4.
Relevansi Etika dalam Kehidupan Sehari-hari
Etika bukan hanya
bidang kajian filosofis yang bersifat abstrak, tetapi juga memiliki dampak
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip etika membantu manusia dalam
mengambil keputusan moral yang bijaksana, baik dalam konteks pribadi, sosial,
maupun profesional. Dalam bagian ini, akan dibahas beberapa aspek penting dari
penerapan etika dalam kehidupan sehari-hari, yaitu etika dalam profesi,
pendidikan etika dalam masyarakat, serta etika dalam kehidupan sosial.
4.1.
Penerapan Etika dalam Profesi
Setiap profesi
memiliki standar moral dan kode etik tertentu yang harus diikuti oleh para
praktisinya.¹ Etika dalam dunia kerja tidak hanya mengatur hubungan antara
pekerja dan atasan, tetapi juga mencakup tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat luas.
4.1.1.
Etika dalam Dunia
Kerja
Dalam lingkungan
kerja, prinsip-prinsip seperti kejujuran, integritas, dan tanggung jawab
menjadi dasar bagi interaksi yang sehat antara individu dalam organisasi.²
Etika kerja yang baik tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga
menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan saling menghargai.³
Misalnya, dalam
konteks bisnis, etika sangat penting untuk membangun kepercayaan dengan
pelanggan dan mitra kerja.⁴ Ketika perusahaan melanggar prinsip etika, seperti
dengan memanipulasi laporan keuangan atau mengeksploitasi pekerja, reputasi dan
kredibilitas mereka dapat hancur.⁵ Skandal perusahaan seperti Enron dan
Volkswagen menunjukkan bagaimana pelanggaran etika bisnis dapat menyebabkan dampak
negatif yang besar bagi ekonomi dan kepercayaan publik.⁶
4.1.2.
Kode Etik Profesi
Setiap bidang
profesi memiliki kode etik yang berfungsi sebagai pedoman moral bagi para
profesional. Misalnya:
·
Etika
Kedokteran:
Prinsip dasar dalam etika medis mencakup
otonomi pasien, non-maleficence (tidak membahayakan), beneficence (berbuat
baik), dan keadilan.⁷ Dokter memiliki tanggung jawab moral untuk
memberikan perawatan terbaik bagi pasien tanpa diskriminasi.⁸
·
Etika
Hukum:
Pengacara dan hakim harus menjunjung
tinggi prinsip keadilan dan tidak memihak dalam menjalankan tugasnya.⁹
·
Etika
Jurnalistik:
Wartawan harus memastikan kebenaran
informasi, menghindari penyebaran berita bohong, serta menghormati hak privasi
individu.¹⁰
Kode etik profesi
ini tidak hanya berfungsi sebagai pedoman moral, tetapi juga sebagai standar
hukum yang dapat mengatur dan menegakkan akuntabilitas di berbagai bidang
pekerjaan.
4.2.
Pendidikan Etika dalam Masyarakat
Masyarakat yang
beretika terbentuk melalui pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moral sejak
usia dini.¹¹ Pendidikan etika tidak hanya terjadi dalam lingkungan sekolah,
tetapi juga dalam keluarga dan lingkungan sosial.
4.2.1.
Pendidikan Karakter
dan Nilai Moral
Pendidikan karakter
berperan dalam membentuk individu yang memiliki kesadaran etis dan mampu
membedakan antara benar dan salah.¹² Banyak sistem pendidikan modern memasukkan
pelajaran etika dan pendidikan karakter untuk membangun kepribadian yang
berintegritas.¹³ Misalnya, di beberapa negara seperti Finlandia dan Jepang,
pendidikan etika menjadi bagian integral dari kurikulum sekolah untuk
mengajarkan empati, tanggung jawab sosial, dan kerja sama.¹⁴
4.2.2.
Peran Agama dalam
Membentuk Etika
Selain pendidikan
formal, agama juga memiliki pengaruh besar dalam membentuk etika individu dan
sosial.¹⁵ Prinsip-prinsip moral dalam agama sering kali menjadi pedoman bagi
individu dalam berinteraksi dengan sesama manusia dan lingkungan.¹⁶ Misalnya,
dalam Islam, prinsip keadilan (‘adl), kasih sayang (rahmah),
dan amanah (trustworthiness) menjadi dasar
dalam kehidupan sosial dan bisnis.¹⁷ Dalam Kristen, ajaran tentang kasih dan
pengampunan menjadi landasan bagi kehidupan bermoral.¹⁸
4.3.
Etika dan Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan
sosial, etika memainkan peran penting dalam menciptakan hubungan yang harmonis
antara individu dan masyarakat. Tanpa prinsip etika yang kuat, masyarakat dapat
mengalami disintegrasi sosial akibat meningkatnya ketidakadilan, diskriminasi, dan
ketidakhormatan terhadap hak individu.
4.3.1.
Etika dalam
Interaksi Sosial
Setiap masyarakat
memiliki norma-norma etika yang mengatur interaksi antarindividu.¹⁹ Norma-norma
ini dapat bervariasi berdasarkan budaya dan tradisi, tetapi prinsip-prinsip
dasar seperti kesopanan, empati, dan penghormatan terhadap orang lain tetap
menjadi elemen universal dalam kehidupan sosial.²⁰
Salah satu contoh
penting dari etika dalam interaksi sosial adalah penghormatan terhadap
kebebasan berpendapat.²¹ Dalam sistem demokrasi, kebebasan berbicara dijamin
sebagai hak dasar, tetapi harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk tidak
menyebarkan ujaran kebencian atau informasi palsu yang dapat merugikan orang
lain.²²
4.3.2.
Etika dalam Media
Sosial
Media sosial telah
mengubah cara manusia berkomunikasi, tetapi juga menimbulkan tantangan etika
baru.²³ Penyebaran berita palsu (fake news), ujaran kebencian, dan
perundungan daring (cyberbullying) merupakan beberapa
masalah etika utama di era digital.²⁴
Dalam perspektif etika utilitarianisme, kebebasan berbicara di media sosial dapat
dibenarkan jika membawa manfaat bagi masyarakat secara luas. Namun, dalam etika deontologis, tindakan seperti menyebarkan berita palsu tetap
tidak dapat diterima meskipun berdampak positif bagi sebagian pihak.²⁵ Oleh
karena itu, regulasi dan edukasi mengenai etika digital menjadi semakin penting
untuk mengatasi permasalahan ini.
Kesimpulan
Relevansi etika
dalam kehidupan sehari-hari terlihat dalam berbagai aspek, termasuk dunia kerja,
pendidikan, dan kehidupan sosial. Penerapan prinsip etika membantu membangun
masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan bertanggung jawab. Dengan memahami
dan menerapkan nilai-nilai etika, individu dapat membuat keputusan yang lebih
bijak dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka.
Catatan Kaki
[1]
Michael Boylan, A Just Society (Lanham: Rowman
& Littlefield, 2004), 53.
[2]
Linda Trevino and Katherine Nelson, Managing Business Ethics (Hoboken:
Wiley, 2017), 34.
[3]
Robert Audi, Moral Value and Human Diversity
(Oxford: Oxford University Press, 2007), 87.
[4]
George G. Brenkert and Tom L. Beauchamp, The Oxford Handbook of Business Ethics
(Oxford: Oxford University Press, 2010), 92.
[5]
Ibid., 95.
[6]
Bethany McLean and Peter Elkind, The Smartest Guys in the Room: The Amazing Rise
and Scandalous Fall of Enron (New York: Portfolio, 2003), 47.
[7]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 59.
[8]
Ibid., 61.
[9]
Richard Wasserstrom, Law and Morality (Belmont:
Wadsworth Publishing, 1971), 72.
[10]
Bill Kovach and Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism (New
York: Three Rivers Press, 2014), 88.
[11]
Nel Noddings, Caring: A Relational Approach to Ethics and
Moral Education (Berkeley: University of California Press, 2013),
54.
[12]
Ibid., 57.
[13]
Larry Nucci, Moral Development and Character Education
(New York: Routledge, 2014), 35.
[14]
Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the World Learn from
Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press,
2011), 120.
[15]
James Rachels, The Elements of Moral Philosophy
(New York: McGraw-Hill, 2003), 64.
[16]
Ibid., 66.
[17]
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam:
Enduring Values for Humanity (New York: HarperOne, 2002), 78.
[18]
Reinhold Niebuhr, Moral Man and Immoral Society:
A Study in Ethics and Politics (New York: Scribner, 1932), 54.
[19]
Alasdair MacIntyre, After Virtue: A Study in
Moral Theory (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1981), 85.
[20]
Kwame Anthony Appiah, The Ethics of Identity
(Princeton: Princeton University Press, 2005), 112.
[21]
John Stuart Mill, On Liberty (London:
Longman, 1859), 47.
[22]
Cass R. Sunstein, Republic.com 2.0
(Princeton: Princeton University Press, 2007), 98.
[23]
Sherry Turkle, Alone Together: Why We Expect
More from Technology and Less from Each Other (New York: Basic Books,
2011), 142.
[24]
danah boyd, It's Complicated: The Social Lives
of Networked Teens (New Haven: Yale University Press, 2014), 67.
[25]
Luciano Floridi, The Ethics of Information
(Oxford: Oxford University Press, 2013), 105.
5.
Kesimpulan
Etika merupakan
cabang filsafat yang memiliki peran mendasar dalam membimbing manusia dalam
mengambil keputusan moral dan menjalani kehidupan yang bertanggung jawab.
Kajian etika tidak hanya membahas konsep abstrak tentang baik dan buruk, tetapi
juga menawarkan prinsip-prinsip konkret yang dapat diterapkan dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk profesi, politik, teknologi, dan lingkungan.¹
Pembahasan mengenai
etika mencakup tiga cabang utama, yaitu etika normatif, metaetika, dan etika terapan.
Etika normatif memberikan panduan mengenai bagaimana seseorang
seharusnya bertindak berdasarkan prinsip moral yang telah dikembangkan dalam
berbagai teori etika, seperti deontologi, utilitarianisme, dan etika kebajikan.² Metaetika membahas sifat dasar
dari konsep moral itu sendiri, mempertanyakan apakah nilai-nilai etika bersifat
objektif atau subjektif.³ Sementara itu, etika terapan menghubungkan
prinsip-prinsip etika dengan tantangan dunia nyata, seperti dalam bidang medis,
bisnis, lingkungan, dan teknologi.⁴
Selain itu, dalam
konteks kontemporer, etika menghadapi tantangan besar dalam berbagai isu
modern. Perkembangan teknologi digital
menimbulkan dilema moral yang berkaitan dengan privasi, kecerdasan buatan (AI),
dan etika media sosial.⁵ Etika dalam politik dan hukum
berhubungan erat dengan prinsip keadilan sosial dan kepemimpinan yang
berintegritas.⁶ Sementara itu, etika lingkungan menjadi semakin
penting dalam menghadapi perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam.⁷
Relevansi etika
dalam kehidupan sehari-hari semakin nyata ketika diterapkan dalam dunia kerja,
pendidikan, dan interaksi sosial. Dalam dunia profesional, etika berfungsi
sebagai standar moral yang menjaga kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab
sosial.⁸ Pendidikan etika memainkan peran penting dalam membentuk karakter
individu dan menanamkan nilai-nilai moral sejak dini.⁹ Dalam kehidupan sosial,
prinsip-prinsip etika membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan
saling menghormati, baik dalam interaksi langsung maupun di ruang digital.¹⁰
Sebagai kesimpulan,
etika adalah fondasi bagi kehidupan yang bermoral dan adil. Pemahaman dan
penerapan nilai-nilai etika memungkinkan manusia untuk membuat keputusan yang
lebih bijaksana dan bertanggung jawab, baik dalam skala individu maupun
masyarakat luas.¹¹ Di tengah perubahan sosial dan teknologi yang semakin cepat,
etika tetap menjadi landasan utama dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan
individu dan kesejahteraan bersama.¹² Oleh karena itu, pemahaman mendalam
tentang etika sangat diperlukan agar manusia dapat menghadapi tantangan moral
dengan sikap yang bijak dan berlandaskan prinsip-prinsip moral yang kokoh.¹³
Catatan Kaki
[1]
James Rachels and Stuart Rachels, The Elements of Moral Philosophy,
9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2018), 4.
[2]
Rosalind Hursthouse, On Virtue Ethics (Oxford: Oxford
University Press, 1999), 21.
[3]
Stephen Darwall, Theories of Ethics (New York:
Oxford University Press, 2003), 76.
[4]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 35.
[5]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 52.
[6]
John Rawls, A Theory of Justice (Cambridge:
Harvard University Press, 1971), 64.
[7]
Arne Naess, Ecology, Community and Lifestyle: Outline of an
Ecosophy, trans. David Rothenberg (Cambridge: Cambridge University
Press, 1989), 92.
[8]
George G. Brenkert and Tom L. Beauchamp, The Oxford Handbook of Business Ethics
(Oxford: Oxford University Press, 2010), 88.
[9]
Nel Noddings, Caring: A Relational Approach to Ethics and
Moral Education (Berkeley: University of California Press, 2013),
45.
[10]
Kwame Anthony Appiah, The Ethics of Identity (Princeton:
Princeton University Press, 2005), 112.
[11]
Alasdair MacIntyre, After Virtue: A Study in Moral Theory
(Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1981), 67.
[12]
Robert Audi, Moral Value and Human Diversity
(Oxford: Oxford University Press, 2007), 97.
[13]
Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam: Enduring Values for
Humanity (New York: HarperOne, 2002), 112.
Daftar Pustaka
Appiah, K. A. (2005). The ethics of identity.
Princeton University Press.
Audi, R. (2007). Moral value and human diversity.
Oxford University Press.
Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2013). Principles
of biomedical ethics (7th ed.). Oxford University Press.
Bentham, J. (1789). An introduction to the
principles of morals and legislation. Clarendon Press.
Beauchamp, T. L., & Brenkert, G. G. (Eds.).
(2010). The Oxford handbook of business ethics. Oxford University Press.
Blackburn, S. (2001). Being good: A short
introduction to ethics. Oxford University Press.
boyd, d. (2014). It's complicated: The social
lives of networked teens. Yale University Press.
Bostrom, N. (2014). Superintelligence: Paths,
dangers, strategies. Oxford University Press.
Cadwalladr, C., & Graham-Harrison, E. (2018,
March 17). Revealed: 50 million Facebook profiles harvested for Cambridge
Analytica in major data breach. The Guardian.
Callicott, J. B. (1989). In defense of the land
ethic: Essays in environmental philosophy. State University of New York
Press.
Darwall, S. (2003). Theories of ethics.
Oxford University Press.
Floridi, L. (2013). The ethics of information.
Oxford University Press.
Fakhry, M. (1991). Ethical theories in Islam.
Brill.
Hursthouse, R. (1999). On virtue ethics.
Oxford University Press.
Kant, I. (1998). Groundwork of the metaphysics
of morals (M. Gregor, Trans.). Cambridge University Press. (Original work
published 1785)
Klein, N. (2014). This changes everything:
Capitalism vs. the climate. Simon & Schuster.
Kovach, B., & Rosenstiel, T. (2014). The
elements of journalism. Three Rivers Press.
Leopold, A. (1949). A sand county almanac.
Oxford University Press.
Lin, P. (2020). The ethics of artificial
intelligence. Oxford University Press.
MacIntyre, A. (1981). After virtue: A study in
moral theory. University of Notre Dame Press.
McKibben, B. (1989). The end of nature.
Random House.
McLean, B., & Elkind, P. (2003). The
smartest guys in the room: The amazing rise and scandalous fall of Enron.
Portfolio.
Mill, J. S. (1859). On liberty. Longman.
———. (1998). Utilitarianism (R. Crisp, Ed.).
Oxford University Press.
Nasr, S. H. (2002). The heart of Islam: Enduring
values for humanity. HarperOne.
Naess, A. (1989). Ecology, community and
lifestyle: Outline of an ecosophy (D. Rothenberg, Trans.). Cambridge
University Press.
Noddings, N. (2013). Caring: A relational
approach to ethics and moral education. University of California Press.
Norton, B. G. (2005). Sustainability: A
philosophy of adaptive ecosystem management. University of Chicago Press.
O’Neil, C. (2016). Weapons of math destruction:
How big data increases inequality and threatens democracy. Crown.
Piketty, T. (2014). Capital in the twenty-first
century (A. Goldhammer, Trans.). Harvard University Press.
Rachels, J., & Rachels, S. (2018). The
elements of moral philosophy (9th ed.). McGraw-Hill.
Rawls, J. (1971). A theory of justice.
Harvard University Press.
Rolston III, H. (1988). Environmental ethics:
Duties to and values in the natural world. Temple University Press.
Sahlberg, P. (2011). Finnish lessons: What can
the world learn from educational change in Finland? Teachers College Press.
Scruton, R. (2002). A short history of modern
philosophy. Routledge.
Stern, N. (2007). The economics of climate
change: The Stern review. Cambridge University Press.
Sunstein, C. R. (2007). Republic.com 2.0.
Princeton University Press.
Trevino, L., & Nelson, K. (2017). Managing
business ethics. Wiley.
Turkle, S. (2011). Alone together: Why we expect
more from technology and less from each other. Basic Books.
Van Norden, B. W. (2011). Introduction to
classical Chinese philosophy. Hackett Publishing.
Vlastos, G. (1991). Socrates: Ironist and moral
philosopher. Cambridge University Press.
Wasserstrom, R. (1971). Law and morality.
Wadsworth Publishing.
Zuboff, S. (2019). The age of surveillance
capitalism. PublicAffairs.
Lampiran: Cabang-Cabang Etika
Etika sebagai cabang filsafat memiliki berbagai aspek kajian yang luas dan kompleks. Secara umum,
etika dapat diklasifikasikan ke dalam tiga cabang utama: etika normatif, metaetika, dan etika terapan. Masing-masing cabang
memiliki fokus pembahasan yang berbeda dalam menjelaskan prinsip-prinsip moral
yang berlaku dalam kehidupan manusia.
1.
Etika Normatif
Etika normatif
berusaha menetapkan prinsip-prinsip moral yang dapat digunakan sebagai pedoman
untuk menentukan tindakan yang benar atau salah.¹ Cabang ini berfokus pada
pengembangan teori-teori moral yang memberikan landasan etis bagi pengambilan
keputusan.
1.1.
Teori Deontologi
(Etika Kewajiban) – Immanuel Kant
Deontologi adalah
teori etika yang menekankan pentingnya tindakan berdasarkan kewajiban moral,
bukan pada konsekuensinya.² Immanuel Kant (1724–1804) merumuskan konsep Imperatif Kategoris, yang menyatakan bahwa suatu tindakan dianggap
bermoral jika dapat dijadikan prinsip universal bagi semua orang.³ Sebagai
contoh, seseorang tidak boleh berbohong karena jika kebohongan dijadikan aturan
umum, maka masyarakat tidak akan lagi saling mempercayai.⁴
1.2.
Teori Utilitarianisme – Jeremy Bentham & John Stuart Mill
Utilitarianisme
adalah teori moral yang menilai suatu tindakan berdasarkan dampaknya terhadap
kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak.⁵ Jeremy Bentham (1748–1832)
mengembangkan prinsip "the greatest happiness principle",
yang menekankan bahwa keputusan moral harus memberikan manfaat terbesar bagi
masyarakat.⁶ John Stuart Mill (1806–1873) kemudian mengembangkan teori ini
dengan menambahkan dimensi kualitas kebahagiaan, bukan hanya kuantitasnya.⁷
1.3.
Teori Etika Kebajikan (Virtue Ethics) – Aristoteles
Aristoteles (384–322
SM) mengajukan teori etika kebajikan, yang menitikberatkan
pada pengembangan karakter individu melalui kebiasaan baik.⁸ Konsep utama dalam
etika kebajikan adalah Eudaimonia, yang berarti
kebahagiaan sejati yang diperoleh melalui kehidupan yang bermoral dan penuh
kebajikan.⁹ Dalam pandangan ini, seseorang dianggap bermoral bukan karena
mengikuti aturan tertentu, tetapi karena memiliki karakter yang baik.¹⁰
2.
Metaetika
Metaetika adalah
cabang filsafat moral yang menyelidiki dasar-dasar konseptual dari etika.¹¹
Cabang ini berfokus pada pertanyaan mendasar seperti: "Apa itu
kebaikan?" "Apakah moralitas bersifat objektif atau subjektif?"
dan "Apakah prinsip moral dapat dibuktikan secara rasional?"¹²
2.1
Relativisme vs.
Absolutisme Moral
Salah satu
perdebatan utama dalam metaetika adalah antara relativisme moral dan absolutisme
moral.¹³ Relativisme moral berpendapat bahwa standar moral
berbeda-beda tergantung pada budaya dan konteks sosial.¹⁴ Sementara itu,
absolutisme moral menyatakan bahwa ada prinsip moral universal yang berlaku di
semua tempat dan waktu.¹⁵
2.2
Naturalisme vs.
Non-Naturalisme dalam Etika
Dalam metaetika juga
terdapat perdebatan antara naturalisme etika dan non-naturalisme
etika. Naturalisme etika berpendapat bahwa prinsip moral dapat
diturunkan dari fakta empiris dan ilmu pengetahuan, sedangkan non-naturalisme
menegaskan bahwa nilai moral tidak dapat direduksi menjadi fakta alamiah dan
harus dipahami secara rasional atau intuitif.¹⁶
3.
Etika Terapan
Etika terapan adalah
cabang etika yang menghubungkan prinsip-prinsip moral dengan berbagai bidang
kehidupan nyata.¹⁷ Dalam etika terapan, teori-teori etika digunakan untuk
menyelesaikan dilema moral yang muncul dalam berbagai aspek kehidupan, seperti
kedokteran, bisnis, lingkungan, dan teknologi.
3.1
Etika Medis
Etika medis membahas
dilema moral dalam praktik kesehatan, seperti hak pasien, otonomi individu, dan
keputusan mengenai euthanasia atau aborsi.¹⁸ Prinsip utama dalam etika medis
mencakup prinsip beneficence (melakukan kebaikan),
non-maleficence
(tidak membahayakan), autonomy (menghormati keputusan
pasien), dan justice (keadilan dalam
pelayanan kesehatan).¹⁹
3.2
Etika Bisnis
Etika bisnis
mengkaji tanggung jawab moral perusahaan terhadap konsumen, karyawan, dan
lingkungan.²⁰ Konsep seperti keadilan dalam perdagangan, transparansi, serta
tanggung jawab sosial korporasi menjadi topik utama dalam bidang ini.²¹
3.3
Etika Lingkungan
Etika lingkungan
membahas bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan alam dan sumber daya
bumi.²² Konsep deep ecology menekankan bahwa
alam memiliki nilai intrinsik yang harus dihormati, bukan sekadar sebagai alat
bagi kepentingan manusia.²³
3.4
Etika Teknologi
Etika teknologi
menjadi semakin relevan di era digital, terutama dalam isu privasi data,
kecerdasan buatan, dan dampak sosial dari inovasi teknologi.²⁴ Misalnya, dalam
diskusi tentang kecerdasan buatan (AI), pertanyaan etis utama adalah apakah
mesin dapat memiliki tanggung jawab moral, serta bagaimana teknologi AI dapat
digunakan secara etis untuk kesejahteraan manusia.²⁵
Catatan Kaki
[1]
James Rachels and Stuart Rachels, The Elements of Moral Philosophy,
9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2018), 22.
[2]
Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals,
trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 15.
[3]
Roger Scruton, A Short History of Modern Philosophy
(London: Routledge, 2002), 87.
[4]
Kant, Groundwork, 34.
[5]
Jeremy Bentham, An Introduction to the Principles of Morals and
Legislation (Oxford: Clarendon Press, 1789), 12.
[6]
Mill, Utilitarianism, 14.
[7]
John Stuart Mill, On Liberty (London: Longman, 1859),
47.
[8]
Rosalind Hursthouse, On Virtue Ethics (Oxford: Oxford
University Press, 1999), 22.
[9]
Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. Terence
Irwin (Indianapolis: Hackett, 1999), 37.
[10]
Ibid., 45.
[11]
Stephen Darwall, Theories of Ethics (New York:
Oxford University Press, 2003), 98.
[12]
Ibid., 101.
[13]
Rachels and Rachels, The Elements of Moral Philosophy,
56.
[14]
Ibid., 59.
[15]
Ibid., 61.
[16]
Darwall, Theories of Ethics, 124.
[17]
Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics,
7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 33.
[18]
Ibid., 39.
[19]
Ibid., 41.
[20]
George G. Brenkert and Tom L. Beauchamp, The Oxford Handbook of Business Ethics
(Oxford: Oxford University Press, 2010), 88.
[21]
Ibid., 91.
[22]
Andrew Light and Holmes Rolston III, Environmental Ethics (Oxford:
Blackwell, 2003), 12.
[23]
Ibid., 17.
[24]
Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies
(Oxford: Oxford University Press, 2014), 110.
[25]
Ibid., 115.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar