Kamis, 07 November 2024

Etika dalam Filsafat: Konsep, Cabang, dan Relevansinya dalam Kehidupan

Etika dalam Filsafat

Konsep, Cabang, dan Relevansinya dalam Kehidupan


Alihkan ke: Etika Islam, Etika Kepedulian, Etika dan Etiket.


Abstrak

Etika merupakan cabang filsafat yang membahas prinsip-prinsip moral yang menentukan benar atau salahnya suatu tindakan. Artikel ini mengulas secara komprehensif tentang konsep dasar etika, cabang-cabangnya, serta relevansinya dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan dimulai dengan definisi dan sejarah perkembangan etika, dari pemikiran filsafat Yunani Kuno hingga era modern, serta pengaruh filsafat Islam terhadap perkembangan teori moral. Selanjutnya, artikel ini mengkaji cabang-cabang utama etika, yaitu etika normatif, metaetika, dan etika terapan. Etika normatif mengeksplorasi berbagai teori moral utama, seperti deontologi, utilitarianisme, dan etika kebajikan. Metaetika membahas sifat dasar moralitas, sementara etika terapan menghubungkan prinsip-prinsip moral dengan bidang kehidupan nyata, seperti kedokteran, bisnis, lingkungan, dan teknologi.

Selain itu, artikel ini menyoroti perdebatan dan isu kontemporer dalam etika, termasuk dilema moral dalam era digital, kecerdasan buatan (AI), etika politik, dan keberlanjutan lingkungan. Etika juga memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia profesi, pendidikan, dan interaksi sosial. Kode etik dalam profesi, peran pendidikan dalam membentuk karakter moral, serta etika dalam media sosial menjadi aspek penting yang dibahas dalam artikel ini.

Sebagai kesimpulan, etika memiliki peran fundamental dalam membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan bertanggung jawab. Pemahaman yang mendalam terhadap prinsip-prinsip etika memungkinkan individu untuk membuat keputusan yang lebih bijak dalam berbagai aspek kehidupan. Di era modern yang penuh dengan perubahan teknologi dan tantangan sosial, kajian etika menjadi semakin relevan dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan kolektif.

Kata Kunci: Etika, Filsafat Moral, Etika Normatif, Metaetika, Etika Terapan, Isu Kontemporer, Kecerdasan Buatan, Etika Digital, Etika Profesi, Keadilan Sosial, Keberlanjutan Lingkungan.


PEMBAHASAN

Konsep, Cabang, dan Relevansinya dalam Kehidupan


1.           Pendahuluan

1.1.       Definisi Etika

Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti kebiasaan, adat, atau karakter yang baik. Secara terminologis, etika adalah cabang filsafat yang membahas prinsip-prinsip moral, nilai-nilai kebaikan, dan standar perilaku yang menentukan apakah suatu tindakan benar atau salah.¹ Dalam pemikiran filsafat, etika berusaha menjawab pertanyaan fundamental seperti: Apa yang membuat suatu tindakan dianggap baik atau buruk? Apakah moralitas bersifat objektif atau relatif?

Dalam studi filsafat, etika sering dibedakan dari moralitas dan hukum. Moralitas merujuk pada keyakinan individu atau kelompok tentang benar dan salah yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan etika adalah kajian sistematis tentang prinsip-prinsip moral tersebut.² Sementara itu, hukum adalah sistem aturan yang diberlakukan oleh negara atau otoritas tertentu untuk mengatur perilaku masyarakat. Etika dapat mempengaruhi hukum, tetapi hukum tidak selalu mencerminkan prinsip-prinsip etika secara sempurna.³

1.2.       Sejarah dan Perkembangan Etika

Etika telah menjadi bagian integral dalam perkembangan pemikiran filsafat sejak zaman kuno hingga era modern.

1.2.1.    Etika dalam Pemikiran Kuno

Pemikiran etika telah berkembang sejak era filsafat Yunani Kuno melalui pemikiran Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates (469–399 SM) menekankan pentingnya introspeksi dan pencarian kebijaksanaan dalam menentukan standar moral.⁴ Plato (427–347 SM) mengembangkan teori etika berbasis dunia ideal (theory of forms), di mana konsep kebaikan absolut menjadi dasar dari moralitas.⁵ Aristoteles (384–322 SM) menawarkan pendekatan yang lebih pragmatis melalui etika kebajikan (virtue ethics), yang menekankan bahwa kebiasaan baik yang terus-menerus dilakukan akan membentuk karakter yang luhur.⁶

Di luar Yunani, peradaban Timur juga memiliki konsep etika yang kuat. Dalam tradisi Konfusianisme di Tiongkok, Confucius (551–479 SM) menekankan pentingnya kebajikan moral seperti kesopanan (li), keadilan (yi), dan kebaikan (ren).⁷ Sementara itu, dalam filsafat Hindu dan Buddha, etika berpusat pada ajaran karma dan dharma, yang menekankan sebab-akibat moral serta kewajiban sosial dan spiritual.⁸

1.2.2.    Pengaruh Filsafat Islam terhadap Etika

Dalam tradisi Islam, etika sangat dipengaruhi oleh Al-Qur'an dan Sunnah, yang kemudian dikembangkan oleh para filsuf Muslim. Al-Farabi (872–950 M) menghubungkan etika dengan kebahagiaan tertinggi dalam kehidupan (al-sa‘ada), sementara Ibn Miskawayh (930–1030 M) menyusun teori etika kebajikan yang sejalan dengan pemikiran Aristoteles.⁹ Al-Ghazali (1058–1111 M) lebih menekankan aspek spiritual dalam etika dengan konsep penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs).¹⁰ Pemikiran filsafat Islam tentang etika ini berkontribusi pada peradaban Eropa di masa Renaisans melalui penerjemahan karya-karya Arab ke dalam bahasa Latin.

1.2.3.    Etika dalam Era Modern dan Kontemporer

Memasuki era modern, filsafat etika mengalami perkembangan yang lebih sistematis dengan munculnya berbagai teori moral. Immanuel Kant (1724–1804) memperkenalkan deontologi, yang menekankan bahwa moralitas didasarkan pada kewajiban dan aturan universal.¹¹ Sementara itu, Jeremy Bentham (1748–1832) dan John Stuart Mill (1806–1873) mengembangkan utilitarianisme, yang berfokus pada manfaat terbesar bagi jumlah orang terbanyak.¹²

Dalam era kontemporer, diskusi etika semakin kompleks dengan munculnya tantangan baru seperti bioetika, etika teknologi, dan etika lingkungan. Misalnya, Peter Singer memperkenalkan etika hewan yang mempertanyakan perlakuan manusia terhadap makhluk hidup lainnya.¹³ Selain itu, perkembangan kecerdasan buatan telah memunculkan debat etika tentang tanggung jawab moral dalam teknologi.¹⁴


Catatan Kaki

[1]                Simon Blackburn, Being Good: A Short Introduction to Ethics (Oxford: Oxford University Press, 2001), 3.

[2]                James Rachels and Stuart Rachels, The Elements of Moral Philosophy, 9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2018), 6.

[3]                Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics, 7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 12.

[4]                Gregory Vlastos, Socrates: Ironist and Moral Philosopher (Cambridge: Cambridge University Press, 1991), 45.

[5]                Julia Annas, Plato: A Very Short Introduction (Oxford: Oxford University Press, 2003), 32.

[6]                Rosalind Hursthouse, On Virtue Ethics (Oxford: Oxford University Press, 1999), 5.

[7]                Bryan W. Van Norden, Introduction to Classical Chinese Philosophy (Indianapolis: Hackett Publishing, 2011), 68.

[8]                Gavin Flood, The Importance of Religion: Meaning and Action in Our Strange World (Oxford: Wiley-Blackwell, 2011), 99.

[9]                Majid Fakhry, Ethical Theories in Islam (Leiden: Brill, 1991), 74.

[10]             Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, trans. Muhammad Asad (Cairo: Dar al-Fikr, 2005), 127.

[11]             Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals, trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 32.

[12]             John Stuart Mill, Utilitarianism, ed. Roger Crisp (Oxford: Oxford University Press, 1998), 21.

[13]             Peter Singer, Animal Liberation (New York: HarperCollins, 1975), 40.

[14]             Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies (Oxford: Oxford University Press, 2014), 120.


2.           Cabang-Cabang Etika

Etika sebagai cabang filsafat memiliki berbagai aspek kajian yang luas dan beragam. Dalam kajian filsafat moral, etika secara umum diklasifikasikan ke dalam tiga cabang utama: etika normatif, metaetika, dan etika terapan. Setiap cabang ini berfokus pada pertanyaan yang berbeda tentang moralitas, bagaimana kita menentukan tindakan yang benar, serta bagaimana prinsip-prinsip etika diterapkan dalam kehidupan nyata.

2.1.       Etika Normatif

Etika normatif adalah cabang filsafat moral yang berusaha mengembangkan prinsip-prinsip tentang bagaimana seseorang seharusnya bertindak dalam kehidupan sosial.¹ Cabang ini berupaya menentukan kaidah moral yang ideal dan merumuskan teori-teori etika yang menjadi pedoman dalam menilai tindakan manusia.

Teori-teori Utama dalam Etika Normatif

Dalam kajian etika normatif, terdapat beberapa teori moral yang paling berpengaruh, yaitu:

2.1.1.    Deontologi (EtikaKewajiban) – Immanuel Kant

Deontologi adalah teori etika yang berfokus pada kewajiban moral dan aturan universal.² Menurut Immanuel Kant (1724–1804), tindakan dianggap bermoral bukan berdasarkan konsekuensinya, tetapi karena dilakukan dengan mengikuti prinsip moral yang bersifat absolut.³ Konsep utama dalam deontologi Kant adalah Imperatif Kategoris, yaitu prinsip bahwa seseorang harus bertindak sesuai dengan aturan yang dapat dijadikan hukum universal bagi semua orang.⁴

2.1.2.    UtilitarianismeJeremy Bentham & John Stuart Mill

Utilitarianisme adalah teori moral yang menilai baik atau buruknya suatu tindakan berdasarkan manfaat atau konsekuensi yang dihasilkan.⁵ Jeremy Bentham (1748–1832) mengembangkan prinsip "the greatest happiness principle", yaitu bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang yang paling banyak.⁶ John Stuart Mill (1806–1873) memperbaiki gagasan Bentham dengan menekankan bahwa kualitas kebahagiaan lebih penting daripada sekadar kuantitasnya.⁷

2.1.3.    Etika Kebajikan (VirtueEthics) – Aristoteles

Berbeda dengan deontologi dan utilitarianisme yang berfokus pada aturan atau konsekuensi, etika kebajikan berpusat pada karakter individu.⁸ Aristoteles (384–322 SM) mengajarkan bahwa moralitas seseorang bergantung pada pembentukan kebajikan (virtues) melalui kebiasaan yang baik.⁹ Ia memperkenalkan konsep "Eudaimonia", yaitu kebahagiaan yang dicapai dengan menjalani kehidupan yang bermoral dan penuh kebajikan.¹⁰

2.2.       Metaetika

Metaetika adalah cabang etika yang menyelidiki sifat dasar dari konsep moral itu sendiri.¹¹ Cabang ini tidak berfokus pada bagaimana seseorang seharusnya bertindak, tetapi lebih kepada pertanyaan mendasar seperti: "Apakah moralitas bersifat objektif atau subjektif?" dan "Apakah konsep benar dan salah memiliki dasar yang independen atau hanya konstruksi sosial?"¹²

2.2.1.    Relativisme vs. Absolutisme Moral

Metaetika mencakup perdebatan antara relativisme moral dan absolutisme moral. Relativisme moral berpendapat bahwa nilai-nilai moral berbeda-beda tergantung pada budaya dan konteks sosial.¹³ Sementara itu, absolutisme moral berkeyakinan bahwa terdapat prinsip moral universal yang berlaku di semua tempat dan waktu.¹⁴

2.2.2.    Naturalisme vs. Non-naturalisme dalam Etika

Dalam metaetika juga terdapat perbedaan antara naturalisme etika dan non-naturalisme etika. Naturalisme etika berpendapat bahwa prinsip moral dapat diturunkan dari fakta empiris dan sains, sementara non-naturalisme menegaskan bahwa nilai moral tidak dapat direduksi menjadi fakta alamiah dan harus dipahami secara intuitif atau rasional.¹⁵

2.3.       Etika Terapan

Etika terapan adalah cabang etika yang mengkaji bagaimana prinsip-prinsip moral dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan nyata.¹⁶ Cabang ini berfokus pada persoalan etika di berbagai bidang seperti kedokteran, bisnis, teknologi, lingkungan, dan hukum.

2.3.1.    Etika Medis

Etika medis membahas dilema moral dalam praktik kesehatan, seperti hak pasien, otonomi individu, dan keputusan tentang euthanasia atau aborsi.¹⁷ Prinsip utama dalam etika medis mencakup prinsip beneficence (melakukan kebaikan), non-maleficence (tidak membahayakan), autonomy (menghormati keputusan pasien), dan justice (keadilan dalam pelayanan kesehatan).¹⁸

2.3.2.    Etika Bisnis

Etika bisnis mengkaji tanggung jawab moral perusahaan terhadap konsumen, karyawan, dan lingkungan.¹⁹ Konsep seperti keadilan dalam perdagangan, transparansi, serta tanggung jawab sosial korporasi menjadi topik utama dalam bidang ini.²⁰

2.3.3.    Etika Lingkungan

Etika lingkungan membahas bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan alam dan sumber daya bumi.²¹ Konsep deep ecology menekankan bahwa alam memiliki nilai intrinsik yang harus dihormati, bukan sekadar sebagai alat bagi kepentingan manusia.²²

2.3.4.    Etika Teknologi

Etika teknologi menjadi semakin relevan di era digital, terutama dalam isu privasi data, kecerdasan buatan, dan dampak sosial dari inovasi teknologi.²³ Misalnya, dalam diskusi tentang kecerdasan buatan (AI), pertanyaan etis utama adalah apakah mesin dapat memiliki tanggung jawab moral, serta bagaimana teknologi AI dapat digunakan secara etis untuk kesejahteraan manusia.²⁴


Kesimpulan

Cabang-cabang etika memberikan pendekatan berbeda dalam memahami dan menerapkan prinsip moral dalam kehidupan. Etika normatif membantu menentukan standar moral, metaetika mengkaji sifat dasar moralitas, dan etika terapan menerapkan prinsip etika dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Memahami cabang-cabang etika ini penting untuk menghadapi tantangan moral dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat global.


Catatan Kaki

[1]                James Rachels and Stuart Rachels, The Elements of Moral Philosophy, 9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2018), 22.

[2]                Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals, trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 15.

[3]                Roger Scruton, A Short History of Modern Philosophy (London: Routledge, 2002), 87.

[4]                Kant, Groundwork, 34.

[5]                Jeremy Bentham, An Introduction to the Principles of Morals and Legislation (Oxford: Clarendon Press, 1789), 12.

[6]                Mill, Utilitarianism, 14.

[7]                John Stuart Mill, On Liberty (London: Longman, 1859), 47.

[8]                Rosalind Hursthouse, On Virtue Ethics (Oxford: Oxford University Press, 1999), 22.

[9]                Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. Terence Irwin (Indianapolis: Hackett, 1999), 37.

[10]             Ibid., 45.

[11]             Stephen Darwall, Theories of Ethics (New York: Oxford University Press, 2003), 98.

[12]             Ibid., 101.

[13]             Rachels and Rachels, The Elements of Moral Philosophy, 56.

[14]             Ibid., 59.

[15]             Darwall, Theories of Ethics, 124.

[16]             Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics, 7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 33.

[17]             Ibid., 39.

[18]             Ibid., 41.

[19]             George G. Brenkert and Tom L. Beauchamp, The Oxford Handbook of Business Ethics (Oxford: Oxford University Press, 2010), 88.

[20]             Ibid., 91.

[21]             Andrew Light and Holmes Rolston III, Environmental Ethics (Oxford: Blackwell, 2003), 12.

[22]             Ibid., 17.

[23]             Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies (Oxford: Oxford University Press, 2014), 110.

[24]             Ibid., 115.


3.           Perdebatan dan Isu Kontemporer dalam Etika

Etika sebagai cabang filsafat terus berkembang seiring dengan perubahan sosial, teknologi, dan lingkungan hidup. Di era kontemporer, sejumlah isu etika menjadi perdebatan, terutama dalam bidang teknologi digital, politik dan hukum, serta lingkungan hidup. Dalam bagian ini, akan dibahas beberapa isu utama yang menjadi tantangan dalam etika kontemporer.

3.1.       Etika dalam Era Digital

Teknologi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi dan beraktivitas, tetapi juga menimbulkan berbagai dilema etika yang kompleks. Isu seperti privasi data, kecerdasan buatan (AI), dan penyebaran informasi menjadi perdebatan dalam etika kontemporer.¹

3.1.1.    Privasi dan Keamanan Data

Era digital menghadirkan tantangan besar dalam perlindungan data pribadi. Setiap kali seseorang menggunakan media sosial atau layanan online, informasi pribadinya dapat dikumpulkan dan digunakan oleh perusahaan atau pemerintah untuk berbagai kepentingan, termasuk periklanan dan pengawasan.² Cambridge Analytica, misalnya, telah menggunakan data Facebook untuk mempengaruhi hasil pemilu di berbagai negara, yang memunculkan perdebatan serius tentang etika penggunaan data.³

Menurut teori etika deontologis Kantian, eksploitasi data tanpa persetujuan individu bertentangan dengan prinsip penghormatan terhadap martabat manusia.⁴ Sementara itu, dalam perspektif utilitarianisme, pengumpulan data dalam skala besar bisa dibenarkan jika memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, seperti dalam penelitian kesehatan atau pengendalian kejahatan.⁵

3.1.2.    Etika dalam Kecerdasan Buatan (AI)

Perkembangan kecerdasan buatan menghadirkan tantangan etis terkait keputusan yang diambil oleh mesin tanpa keterlibatan manusia. Salah satu dilema utama adalah bias algoritma, di mana sistem AI dapat mendiskriminasi kelompok tertentu berdasarkan data yang digunakan dalam pelatihannya.⁶

Contohnya, algoritma dalam sistem peradilan pidana di beberapa negara terbukti lebih sering memberikan skor risiko tinggi kepada individu dari kelompok ras minoritas.⁷ Selain itu, AI dalam mobil otonom menghadirkan dilema moral yang dikenal sebagai “Trolley Problem”, di mana kendaraan harus memutuskan apakah akan menabrak pejalan kaki atau mengorbankan penumpangnya sendiri.⁸

3.2.       Etika dalam Politik dan Hukum

Politik dan hukum memiliki dimensi etis yang kuat, terutama dalam kaitannya dengan keadilan sosial, hak asasi manusia, dan transparansi pemerintahan.

3.2.1.    Prinsip Keadilan Sosial

Keadilan sosial dalam etika politik mengacu pada distribusi hak dan kewajiban yang adil dalam masyarakat.⁹ John Rawls, dalam bukunya A Theory of Justice, mengusulkan konsep "veil of ignorance", di mana prinsip keadilan harus ditetapkan tanpa mempertimbangkan posisi sosial seseorang.¹⁰

Dalam realitas politik, ketimpangan ekonomi yang ekstrem menjadi tantangan besar dalam penerapan prinsip keadilan sosial.¹¹ Ketika sistem pajak dan kebijakan ekonomi lebih menguntungkan kelompok kaya dibandingkan masyarakat miskin, hal ini menimbulkan perdebatan etis tentang keseimbangan antara hak kepemilikan dan kewajiban sosial.¹²

3.2.2.    Etika Kepemimpinan dan Korupsi

Korupsi adalah salah satu permasalahan etika terbesar dalam politik dan pemerintahan.¹³ Para filsuf politik menegaskan bahwa pemimpin seharusnya mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau kelompok.¹⁴ Aristoteles, dalam konsep phronesis atau kebijaksanaan praktis, menekankan bahwa pemimpin yang baik harus memiliki karakter moral yang luhur dan bertindak untuk kesejahteraan rakyat.¹⁵

Namun, dalam praktiknya, banyak pemimpin politik yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, yang bertentangan dengan prinsip etika deontologis maupun virtue ethics.¹⁶

3.3.       Etika Lingkungan

Perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam telah memunculkan berbagai dilema etika terkait tanggung jawab manusia terhadap lingkungan.

3.3.1.    Tanggung Jawab Moral terhadap Alam

Etika lingkungan menyoroti kewajiban manusia dalam menjaga keseimbangan ekosistem.²⁰ Menurut teori deep ecology, manusia bukanlah pusat alam, tetapi bagian dari ekosistem yang lebih besar.²¹ Oleh karena itu, eksploitasi alam yang berlebihan dianggap tidak bermoral karena merusak keseimbangan lingkungan.

Sebagai contoh, deforestasi di Amazon telah menyebabkan kepunahan spesies dan mempercepat perubahan iklim.²² Dalam perspektif etika kebajikan, kebijakan lingkungan harus didasarkan pada prinsip tanggung jawab dan kepedulian terhadap makhluk lain.²³

3.3.2.    Konsep Keberlanjutan dalam Etika

Keberlanjutan (sustainability) menjadi prinsip utama dalam etika lingkungan modern.²⁴ Prinsip ini menekankan bahwa keputusan ekonomi dan politik harus mempertimbangkan dampaknya terhadap generasi mendatang.²⁵ Contoh penerapan konsep ini adalah penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang merusak lingkungan.

Namun, terdapat perdebatan antara utilitarianisme ekonomi, yang menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas utama, dengan etika lingkungan, yang mengutamakan keseimbangan ekologi.²⁶


Kesimpulan

Perdebatan etika dalam era kontemporer mencerminkan kompleksitas tantangan moral yang dihadapi manusia dalam berbagai bidang. Dari privasi digital hingga keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan, kajian etika memberikan wawasan yang penting dalam membentuk kebijakan dan tindakan yang lebih bertanggung jawab.


Catatan Kaki

[1]                Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford: Oxford University Press, 2013), 25.

[2]                Shoshana Zuboff, The Age of Surveillance Capitalism (New York: PublicAffairs, 2019), 72.

[3]                Carole Cadwalladr and Emma Graham-Harrison, “Revealed: 50 Million Facebook Profiles Harvested for Cambridge Analytica in Major Data Breach,” The Guardian, March 17, 2018.

[4]                Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals, trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 32.

[5]                Mill, Utilitarianism, 21.

[6]                Cathy O’Neil, Weapons of Math Destruction (New York: Crown, 2016), 45.

[7]                Ibid., 56.

[8]                Patrick Lin, The Ethics of Artificial Intelligence (Oxford: Oxford University Press, 2020), 78.

[9]                John Rawls, A Theory of Justice (Cambridge: Harvard University Press, 1971), 54.

[10]             Ibid., 75.

[11]             Thomas Piketty, Capital in the Twenty-First Century (Cambridge: Harvard University Press, 2014), 123.

[12]             Ibid., 147.

[13]             Robert Klitgaard, Controlling Corruption (Berkeley: University of California Press, 1988), 67.

[14]             Aristotle, Politics, trans. C.D.C. Reeve (Indianapolis: Hackett Publishing, 1998), 37.

[15]             Ibid., 45.

[16]             Scruton, A Short History of Modern Philosophy, 112.

[17]             Aldo Leopold, A Sand County Almanac (New York: Oxford University Press, 1949), 98.

[18]             Bill McKibben, The End of Nature (New York: Random House, 1989), 156.

[19]             Naomi Klein, This Changes Everything: Capitalism vs. The Climate (New York: Simon & Schuster, 2014), 201.

[20]             J. Baird Callicott, In Defense of the Land Ethic: Essays in Environmental Philosophy (Albany: State University of New York Press, 1989), 53.

[21]             Arne Naess, Ecology, Community and Lifestyle: Outline of an Ecosophy, trans. David Rothenberg (Cambridge: Cambridge University Press, 1989), 75.

[22]             Philip Cafaro and Eileen Crist, Life on the Brink: Environmentalists Confront Overpopulation (Athens: University of Georgia Press, 2012), 102.

[23]             Holmes Rolston III, Environmental Ethics: Duties to and Values in the Natural World (Philadelphia: Temple University Press, 1988), 112.

[24]             Bryan G. Norton, Sustainability: A Philosophy of Adaptive Ecosystem Management (Chicago: University of Chicago Press, 2005), 89.

[25]             Robert Goodland, The Concept of Environmental Sustainability (Washington, DC: World Bank Publications, 1995), 40.

[26]             Nicholas Stern, The Economics of Climate Change: The Stern Review (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), 134.


4.           Relevansi Etika dalam Kehidupan Sehari-hari

Etika bukan hanya bidang kajian filosofis yang bersifat abstrak, tetapi juga memiliki dampak langsung dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip etika membantu manusia dalam mengambil keputusan moral yang bijaksana, baik dalam konteks pribadi, sosial, maupun profesional. Dalam bagian ini, akan dibahas beberapa aspek penting dari penerapan etika dalam kehidupan sehari-hari, yaitu etika dalam profesi, pendidikan etika dalam masyarakat, serta etika dalam kehidupan sosial.

4.1.       Penerapan Etika dalam Profesi

Setiap profesi memiliki standar moral dan kode etik tertentu yang harus diikuti oleh para praktisinya.¹ Etika dalam dunia kerja tidak hanya mengatur hubungan antara pekerja dan atasan, tetapi juga mencakup tanggung jawab sosial terhadap masyarakat luas.

4.1.1.    Etika dalam Dunia Kerja

Dalam lingkungan kerja, prinsip-prinsip seperti kejujuran, integritas, dan tanggung jawab menjadi dasar bagi interaksi yang sehat antara individu dalam organisasi.² Etika kerja yang baik tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan saling menghargai.³

Misalnya, dalam konteks bisnis, etika sangat penting untuk membangun kepercayaan dengan pelanggan dan mitra kerja.⁴ Ketika perusahaan melanggar prinsip etika, seperti dengan memanipulasi laporan keuangan atau mengeksploitasi pekerja, reputasi dan kredibilitas mereka dapat hancur.⁵ Skandal perusahaan seperti Enron dan Volkswagen menunjukkan bagaimana pelanggaran etika bisnis dapat menyebabkan dampak negatif yang besar bagi ekonomi dan kepercayaan publik.⁶

4.1.2.    Kode Etik Profesi

Setiap bidang profesi memiliki kode etik yang berfungsi sebagai pedoman moral bagi para profesional. Misalnya:

·                     Etika Kedokteran:

Prinsip dasar dalam etika medis mencakup otonomi pasien, non-maleficence (tidak membahayakan), beneficence (berbuat baik), dan keadilan.⁷ Dokter memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan perawatan terbaik bagi pasien tanpa diskriminasi.⁸

·                     Etika Hukum:

Pengacara dan hakim harus menjunjung tinggi prinsip keadilan dan tidak memihak dalam menjalankan tugasnya.⁹

·                     Etika Jurnalistik:

Wartawan harus memastikan kebenaran informasi, menghindari penyebaran berita bohong, serta menghormati hak privasi individu.¹⁰

Kode etik profesi ini tidak hanya berfungsi sebagai pedoman moral, tetapi juga sebagai standar hukum yang dapat mengatur dan menegakkan akuntabilitas di berbagai bidang pekerjaan.

4.2.       Pendidikan Etika dalam Masyarakat

Masyarakat yang beretika terbentuk melalui pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moral sejak usia dini.¹¹ Pendidikan etika tidak hanya terjadi dalam lingkungan sekolah, tetapi juga dalam keluarga dan lingkungan sosial.

4.2.1.    Pendidikan Karakter dan Nilai Moral

Pendidikan karakter berperan dalam membentuk individu yang memiliki kesadaran etis dan mampu membedakan antara benar dan salah.¹² Banyak sistem pendidikan modern memasukkan pelajaran etika dan pendidikan karakter untuk membangun kepribadian yang berintegritas.¹³ Misalnya, di beberapa negara seperti Finlandia dan Jepang, pendidikan etika menjadi bagian integral dari kurikulum sekolah untuk mengajarkan empati, tanggung jawab sosial, dan kerja sama.¹⁴

4.2.2.    Peran Agama dalam Membentuk Etika

Selain pendidikan formal, agama juga memiliki pengaruh besar dalam membentuk etika individu dan sosial.¹⁵ Prinsip-prinsip moral dalam agama sering kali menjadi pedoman bagi individu dalam berinteraksi dengan sesama manusia dan lingkungan.¹⁶ Misalnya, dalam Islam, prinsip keadilan (‘adl), kasih sayang (rahmah), dan amanah (trustworthiness) menjadi dasar dalam kehidupan sosial dan bisnis.¹⁷ Dalam Kristen, ajaran tentang kasih dan pengampunan menjadi landasan bagi kehidupan bermoral.¹⁸

4.3.       Etika dan Kehidupan Sosial

Dalam kehidupan sosial, etika memainkan peran penting dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara individu dan masyarakat. Tanpa prinsip etika yang kuat, masyarakat dapat mengalami disintegrasi sosial akibat meningkatnya ketidakadilan, diskriminasi, dan ketidakhormatan terhadap hak individu.

4.3.1.    Etika dalam Interaksi Sosial

Setiap masyarakat memiliki norma-norma etika yang mengatur interaksi antarindividu.¹⁹ Norma-norma ini dapat bervariasi berdasarkan budaya dan tradisi, tetapi prinsip-prinsip dasar seperti kesopanan, empati, dan penghormatan terhadap orang lain tetap menjadi elemen universal dalam kehidupan sosial.²⁰

Salah satu contoh penting dari etika dalam interaksi sosial adalah penghormatan terhadap kebebasan berpendapat.²¹ Dalam sistem demokrasi, kebebasan berbicara dijamin sebagai hak dasar, tetapi harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk tidak menyebarkan ujaran kebencian atau informasi palsu yang dapat merugikan orang lain.²²

4.3.2.    Etika dalam Media Sosial

Media sosial telah mengubah cara manusia berkomunikasi, tetapi juga menimbulkan tantangan etika baru.²³ Penyebaran berita palsu (fake news), ujaran kebencian, dan perundungan daring (cyberbullying) merupakan beberapa masalah etika utama di era digital.²⁴

Dalam perspektif etika utilitarianisme, kebebasan berbicara di media sosial dapat dibenarkan jika membawa manfaat bagi masyarakat secara luas. Namun, dalam etika deontologis, tindakan seperti menyebarkan berita palsu tetap tidak dapat diterima meskipun berdampak positif bagi sebagian pihak.²⁵ Oleh karena itu, regulasi dan edukasi mengenai etika digital menjadi semakin penting untuk mengatasi permasalahan ini.


Kesimpulan

Relevansi etika dalam kehidupan sehari-hari terlihat dalam berbagai aspek, termasuk dunia kerja, pendidikan, dan kehidupan sosial. Penerapan prinsip etika membantu membangun masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan bertanggung jawab. Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai etika, individu dapat membuat keputusan yang lebih bijak dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka.


Catatan Kaki

[1]                Michael Boylan, A Just Society (Lanham: Rowman & Littlefield, 2004), 53.

[2]                Linda Trevino and Katherine Nelson, Managing Business Ethics (Hoboken: Wiley, 2017), 34.

[3]                Robert Audi, Moral Value and Human Diversity (Oxford: Oxford University Press, 2007), 87.

[4]                George G. Brenkert and Tom L. Beauchamp, The Oxford Handbook of Business Ethics (Oxford: Oxford University Press, 2010), 92.

[5]                Ibid., 95.

[6]                Bethany McLean and Peter Elkind, The Smartest Guys in the Room: The Amazing Rise and Scandalous Fall of Enron (New York: Portfolio, 2003), 47.

[7]                Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics, 7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 59.

[8]                Ibid., 61.

[9]                Richard Wasserstrom, Law and Morality (Belmont: Wadsworth Publishing, 1971), 72.

[10]             Bill Kovach and Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism (New York: Three Rivers Press, 2014), 88.

[11]             Nel Noddings, Caring: A Relational Approach to Ethics and Moral Education (Berkeley: University of California Press, 2013), 54.

[12]             Ibid., 57.

[13]             Larry Nucci, Moral Development and Character Education (New York: Routledge, 2014), 35.

[14]             Pasi Sahlberg, Finnish Lessons: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2011), 120.

[15]             James Rachels, The Elements of Moral Philosophy (New York: McGraw-Hill, 2003), 64.

[16]             Ibid., 66.

[17]             Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity (New York: HarperOne, 2002), 78.

[18]             Reinhold Niebuhr, Moral Man and Immoral Society: A Study in Ethics and Politics (New York: Scribner, 1932), 54.

[19]             Alasdair MacIntyre, After Virtue: A Study in Moral Theory (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1981), 85.

[20]             Kwame Anthony Appiah, The Ethics of Identity (Princeton: Princeton University Press, 2005), 112.

[21]             John Stuart Mill, On Liberty (London: Longman, 1859), 47.

[22]             Cass R. Sunstein, Republic.com 2.0 (Princeton: Princeton University Press, 2007), 98.

[23]             Sherry Turkle, Alone Together: Why We Expect More from Technology and Less from Each Other (New York: Basic Books, 2011), 142.

[24]             danah boyd, It's Complicated: The Social Lives of Networked Teens (New Haven: Yale University Press, 2014), 67.

[25]             Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford: Oxford University Press, 2013), 105.


5.           Kesimpulan

Etika merupakan cabang filsafat yang memiliki peran mendasar dalam membimbing manusia dalam mengambil keputusan moral dan menjalani kehidupan yang bertanggung jawab. Kajian etika tidak hanya membahas konsep abstrak tentang baik dan buruk, tetapi juga menawarkan prinsip-prinsip konkret yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk profesi, politik, teknologi, dan lingkungan.¹

Pembahasan mengenai etika mencakup tiga cabang utama, yaitu etika normatif, metaetika, dan etika terapan. Etika normatif memberikan panduan mengenai bagaimana seseorang seharusnya bertindak berdasarkan prinsip moral yang telah dikembangkan dalam berbagai teori etika, seperti deontologi, utilitarianisme, dan etika kebajikanMetaetika membahas sifat dasar dari konsep moral itu sendiri, mempertanyakan apakah nilai-nilai etika bersifat objektif atau subjektif.³ Sementara itu, etika terapan menghubungkan prinsip-prinsip etika dengan tantangan dunia nyata, seperti dalam bidang medis, bisnis, lingkungan, dan teknologi.⁴

Selain itu, dalam konteks kontemporer, etika menghadapi tantangan besar dalam berbagai isu modern. Perkembangan teknologi digital menimbulkan dilema moral yang berkaitan dengan privasi, kecerdasan buatan (AI), dan etika media sosial.⁵ Etika dalam politik dan hukum berhubungan erat dengan prinsip keadilan sosial dan kepemimpinan yang berintegritas.⁶ Sementara itu, etika lingkungan menjadi semakin penting dalam menghadapi perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam.⁷

Relevansi etika dalam kehidupan sehari-hari semakin nyata ketika diterapkan dalam dunia kerja, pendidikan, dan interaksi sosial. Dalam dunia profesional, etika berfungsi sebagai standar moral yang menjaga kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial.⁸ Pendidikan etika memainkan peran penting dalam membentuk karakter individu dan menanamkan nilai-nilai moral sejak dini.⁹ Dalam kehidupan sosial, prinsip-prinsip etika membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan saling menghormati, baik dalam interaksi langsung maupun di ruang digital.¹⁰

Sebagai kesimpulan, etika adalah fondasi bagi kehidupan yang bermoral dan adil. Pemahaman dan penerapan nilai-nilai etika memungkinkan manusia untuk membuat keputusan yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab, baik dalam skala individu maupun masyarakat luas.¹¹ Di tengah perubahan sosial dan teknologi yang semakin cepat, etika tetap menjadi landasan utama dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan kesejahteraan bersama.¹² Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang etika sangat diperlukan agar manusia dapat menghadapi tantangan moral dengan sikap yang bijak dan berlandaskan prinsip-prinsip moral yang kokoh.¹³


Catatan Kaki

[1]                James Rachels and Stuart Rachels, The Elements of Moral Philosophy, 9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2018), 4.

[2]                Rosalind Hursthouse, On Virtue Ethics (Oxford: Oxford University Press, 1999), 21.

[3]                Stephen Darwall, Theories of Ethics (New York: Oxford University Press, 2003), 76.

[4]                Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics, 7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 35.

[5]                Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford: Oxford University Press, 2013), 52.

[6]                John Rawls, A Theory of Justice (Cambridge: Harvard University Press, 1971), 64.

[7]                Arne Naess, Ecology, Community and Lifestyle: Outline of an Ecosophy, trans. David Rothenberg (Cambridge: Cambridge University Press, 1989), 92.

[8]                George G. Brenkert and Tom L. Beauchamp, The Oxford Handbook of Business Ethics (Oxford: Oxford University Press, 2010), 88.

[9]                Nel Noddings, Caring: A Relational Approach to Ethics and Moral Education (Berkeley: University of California Press, 2013), 45.

[10]             Kwame Anthony Appiah, The Ethics of Identity (Princeton: Princeton University Press, 2005), 112.

[11]             Alasdair MacIntyre, After Virtue: A Study in Moral Theory (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1981), 67.

[12]             Robert Audi, Moral Value and Human Diversity (Oxford: Oxford University Press, 2007), 97.

[13]             Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity (New York: HarperOne, 2002), 112.


Daftar Pustaka

Appiah, K. A. (2005). The ethics of identity. Princeton University Press.

Audi, R. (2007). Moral value and human diversity. Oxford University Press.

Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2013). Principles of biomedical ethics (7th ed.). Oxford University Press.

Bentham, J. (1789). An introduction to the principles of morals and legislation. Clarendon Press.

Beauchamp, T. L., & Brenkert, G. G. (Eds.). (2010). The Oxford handbook of business ethics. Oxford University Press.

Blackburn, S. (2001). Being good: A short introduction to ethics. Oxford University Press.

boyd, d. (2014). It's complicated: The social lives of networked teens. Yale University Press.

Bostrom, N. (2014). Superintelligence: Paths, dangers, strategies. Oxford University Press.

Cadwalladr, C., & Graham-Harrison, E. (2018, March 17). Revealed: 50 million Facebook profiles harvested for Cambridge Analytica in major data breach. The Guardian.

Callicott, J. B. (1989). In defense of the land ethic: Essays in environmental philosophy. State University of New York Press.

Darwall, S. (2003). Theories of ethics. Oxford University Press.

Floridi, L. (2013). The ethics of information. Oxford University Press.

Fakhry, M. (1991). Ethical theories in Islam. Brill.

Hursthouse, R. (1999). On virtue ethics. Oxford University Press.

Kant, I. (1998). Groundwork of the metaphysics of morals (M. Gregor, Trans.). Cambridge University Press. (Original work published 1785)

Klein, N. (2014). This changes everything: Capitalism vs. the climate. Simon & Schuster.

Kovach, B., & Rosenstiel, T. (2014). The elements of journalism. Three Rivers Press.

Leopold, A. (1949). A sand county almanac. Oxford University Press.

Lin, P. (2020). The ethics of artificial intelligence. Oxford University Press.

MacIntyre, A. (1981). After virtue: A study in moral theory. University of Notre Dame Press.

McKibben, B. (1989). The end of nature. Random House.

McLean, B., & Elkind, P. (2003). The smartest guys in the room: The amazing rise and scandalous fall of Enron. Portfolio.

Mill, J. S. (1859). On liberty. Longman.

———. (1998). Utilitarianism (R. Crisp, Ed.). Oxford University Press.

Nasr, S. H. (2002). The heart of Islam: Enduring values for humanity. HarperOne.

Naess, A. (1989). Ecology, community and lifestyle: Outline of an ecosophy (D. Rothenberg, Trans.). Cambridge University Press.

Noddings, N. (2013). Caring: A relational approach to ethics and moral education. University of California Press.

Norton, B. G. (2005). Sustainability: A philosophy of adaptive ecosystem management. University of Chicago Press.

O’Neil, C. (2016). Weapons of math destruction: How big data increases inequality and threatens democracy. Crown.

Piketty, T. (2014). Capital in the twenty-first century (A. Goldhammer, Trans.). Harvard University Press.

Rachels, J., & Rachels, S. (2018). The elements of moral philosophy (9th ed.). McGraw-Hill.

Rawls, J. (1971). A theory of justice. Harvard University Press.

Rolston III, H. (1988). Environmental ethics: Duties to and values in the natural world. Temple University Press.

Sahlberg, P. (2011). Finnish lessons: What can the world learn from educational change in Finland? Teachers College Press.

Scruton, R. (2002). A short history of modern philosophy. Routledge.

Stern, N. (2007). The economics of climate change: The Stern review. Cambridge University Press.

Sunstein, C. R. (2007). Republic.com 2.0. Princeton University Press.

Trevino, L., & Nelson, K. (2017). Managing business ethics. Wiley.

Turkle, S. (2011). Alone together: Why we expect more from technology and less from each other. Basic Books.

Van Norden, B. W. (2011). Introduction to classical Chinese philosophy. Hackett Publishing.

Vlastos, G. (1991). Socrates: Ironist and moral philosopher. Cambridge University Press.

Wasserstrom, R. (1971). Law and morality. Wadsworth Publishing.

Zuboff, S. (2019). The age of surveillance capitalism. PublicAffairs.


Lampiran: Cabang-Cabang Etika

Etika sebagai cabang filsafat memiliki berbagai aspek kajian yang luas dan kompleks. Secara umum, etika dapat diklasifikasikan ke dalam tiga cabang utama: etika normatif, metaetika, dan etika terapan. Masing-masing cabang memiliki fokus pembahasan yang berbeda dalam menjelaskan prinsip-prinsip moral yang berlaku dalam kehidupan manusia.

1.            Etika Normatif

Etika normatif berusaha menetapkan prinsip-prinsip moral yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan tindakan yang benar atau salah.¹ Cabang ini berfokus pada pengembangan teori-teori moral yang memberikan landasan etis bagi pengambilan keputusan.

1.1.        Teori Deontologi (Etika Kewajiban) – Immanuel Kant

Deontologi adalah teori etika yang menekankan pentingnya tindakan berdasarkan kewajiban moral, bukan pada konsekuensinya.² Immanuel Kant (1724–1804) merumuskan konsep Imperatif Kategoris, yang menyatakan bahwa suatu tindakan dianggap bermoral jika dapat dijadikan prinsip universal bagi semua orang.³ Sebagai contoh, seseorang tidak boleh berbohong karena jika kebohongan dijadikan aturan umum, maka masyarakat tidak akan lagi saling mempercayai.⁴

1.2.        Teori UtilitarianismeJeremy Bentham & John Stuart Mill

Utilitarianisme adalah teori moral yang menilai suatu tindakan berdasarkan dampaknya terhadap kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak.⁵ Jeremy Bentham (1748–1832) mengembangkan prinsip "the greatest happiness principle", yang menekankan bahwa keputusan moral harus memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.⁶ John Stuart Mill (1806–1873) kemudian mengembangkan teori ini dengan menambahkan dimensi kualitas kebahagiaan, bukan hanya kuantitasnya.⁷

1.3.        Teori Etika Kebajikan (Virtue Ethics) – Aristoteles

Aristoteles (384–322 SM) mengajukan teori etika kebajikan, yang menitikberatkan pada pengembangan karakter individu melalui kebiasaan baik.⁸ Konsep utama dalam etika kebajikan adalah Eudaimonia, yang berarti kebahagiaan sejati yang diperoleh melalui kehidupan yang bermoral dan penuh kebajikan.⁹ Dalam pandangan ini, seseorang dianggap bermoral bukan karena mengikuti aturan tertentu, tetapi karena memiliki karakter yang baik.¹⁰

2.            Metaetika

Metaetika adalah cabang filsafat moral yang menyelidiki dasar-dasar konseptual dari etika.¹¹ Cabang ini berfokus pada pertanyaan mendasar seperti: "Apa itu kebaikan?" "Apakah moralitas bersifat objektif atau subjektif?" dan "Apakah prinsip moral dapat dibuktikan secara rasional?"¹²

2.1          Relativisme vs. Absolutisme Moral

Salah satu perdebatan utama dalam metaetika adalah antara relativisme moral dan absolutisme moral.¹³ Relativisme moral berpendapat bahwa standar moral berbeda-beda tergantung pada budaya dan konteks sosial.¹⁴ Sementara itu, absolutisme moral menyatakan bahwa ada prinsip moral universal yang berlaku di semua tempat dan waktu.¹⁵

2.2          Naturalisme vs. Non-Naturalisme dalam Etika

Dalam metaetika juga terdapat perdebatan antara naturalisme etika dan non-naturalisme etika. Naturalisme etika berpendapat bahwa prinsip moral dapat diturunkan dari fakta empiris dan ilmu pengetahuan, sedangkan non-naturalisme menegaskan bahwa nilai moral tidak dapat direduksi menjadi fakta alamiah dan harus dipahami secara rasional atau intuitif.¹⁶

3.            Etika Terapan

Etika terapan adalah cabang etika yang menghubungkan prinsip-prinsip moral dengan berbagai bidang kehidupan nyata.¹⁷ Dalam etika terapan, teori-teori etika digunakan untuk menyelesaikan dilema moral yang muncul dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kedokteran, bisnis, lingkungan, dan teknologi.

3.1          Etika Medis

Etika medis membahas dilema moral dalam praktik kesehatan, seperti hak pasien, otonomi individu, dan keputusan mengenai euthanasia atau aborsi.¹⁸ Prinsip utama dalam etika medis mencakup prinsip beneficence (melakukan kebaikan), non-maleficence (tidak membahayakan), autonomy (menghormati keputusan pasien), dan justice (keadilan dalam pelayanan kesehatan).¹⁹

3.2          Etika Bisnis

Etika bisnis mengkaji tanggung jawab moral perusahaan terhadap konsumen, karyawan, dan lingkungan.²⁰ Konsep seperti keadilan dalam perdagangan, transparansi, serta tanggung jawab sosial korporasi menjadi topik utama dalam bidang ini.²¹

3.3          Etika Lingkungan

Etika lingkungan membahas bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan alam dan sumber daya bumi.²² Konsep deep ecology menekankan bahwa alam memiliki nilai intrinsik yang harus dihormati, bukan sekadar sebagai alat bagi kepentingan manusia.²³

3.4          Etika Teknologi

Etika teknologi menjadi semakin relevan di era digital, terutama dalam isu privasi data, kecerdasan buatan, dan dampak sosial dari inovasi teknologi.²⁴ Misalnya, dalam diskusi tentang kecerdasan buatan (AI), pertanyaan etis utama adalah apakah mesin dapat memiliki tanggung jawab moral, serta bagaimana teknologi AI dapat digunakan secara etis untuk kesejahteraan manusia.²⁵


Catatan Kaki

[1]                James Rachels and Stuart Rachels, The Elements of Moral Philosophy, 9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2018), 22.

[2]                Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals, trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 15.

[3]                Roger Scruton, A Short History of Modern Philosophy (London: Routledge, 2002), 87.

[4]                Kant, Groundwork, 34.

[5]                Jeremy Bentham, An Introduction to the Principles of Morals and Legislation (Oxford: Clarendon Press, 1789), 12.

[6]                Mill, Utilitarianism, 14.

[7]                John Stuart Mill, On Liberty (London: Longman, 1859), 47.

[8]                Rosalind Hursthouse, On Virtue Ethics (Oxford: Oxford University Press, 1999), 22.

[9]                Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. Terence Irwin (Indianapolis: Hackett, 1999), 37.

[10]             Ibid., 45.

[11]             Stephen Darwall, Theories of Ethics (New York: Oxford University Press, 2003), 98.

[12]             Ibid., 101.

[13]             Rachels and Rachels, The Elements of Moral Philosophy, 56.

[14]             Ibid., 59.

[15]             Ibid., 61.

[16]             Darwall, Theories of Ethics, 124.

[17]             Tom L. Beauchamp and James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics, 7th ed. (Oxford: Oxford University Press, 2013), 33.

[18]             Ibid., 39.

[19]             Ibid., 41.

[20]             George G. Brenkert and Tom L. Beauchamp, The Oxford Handbook of Business Ethics (Oxford: Oxford University Press, 2010), 88.

[21]             Ibid., 91.

[22]             Andrew Light and Holmes Rolston III, Environmental Ethics (Oxford: Blackwell, 2003), 12.

[23]             Ibid., 17.

[24]             Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies (Oxford: Oxford University Press, 2014), 110.

[25]             Ibid., 115.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar