Sabtu, 18 Januari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 11 Bab 5: Kewajiban Menuntut Ilmu

Kewajiban Menuntut Ilmu


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 11 (Sebelas)


Abstrak

Artikel ini membahas tentang kewajiban menuntut ilmu dalam Islam berdasarkan kajian ayat-ayat Al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad Saw, pandangan ulama, serta kajian jurnal ilmiah. Dengan merujuk pada QS at-Taubah (9) ayat 122, kewajiban mendalami ilmu agama ditegaskan sebagai tanggung jawab kolektif umat Islam untuk menjaga keberlangsungan syariat dan membimbing masyarakat. QS Ali Imran (3) ayat 190-191 menguraikan ciri-ciri orang berilmu sebagai mereka yang mengintegrasikan dzikir dan tafakkur, sehingga ilmu yang dimiliki tidak hanya bersifat intelektual tetapi juga mendukung keimanan. Hadits-hadits seperti “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim” (HR Ibnu Majah) dan “Sampaikan dariku walaupun satu ayat” (HR Al-Bukhari) memperkuat pentingnya ilmu sebagai elemen mendasar dalam kehidupan pribadi dan sosial umat Islam.

Melalui perspektif pendidikan Islam, artikel ini menekankan pentingnya integrasi ilmu agama dan duniawi dalam kurikulum pendidikan modern, sebagaimana diajarkan oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi. Kajian jurnal ilmiah juga menunjukkan bahwa pendidikan berbasis nilai-nilai tauhid dapat meningkatkan motivasi belajar dan membentuk individu yang berkarakter. Di era globalisasi, teknologi menjadi sarana penting dalam menyebarkan ilmu, sejalan dengan semangat Islam untuk memperluas akses pendidikan. Artikel ini memberikan rekomendasi praktis bagi individu, lembaga pendidikan, dan pemerintah untuk mendorong pembelajaran sepanjang hayat, memanfaatkan teknologi, dan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap disiplin ilmu.

Melalui pemahaman mendalam tentang kewajiban menuntut ilmu, artikel ini diharapkan dapat menginspirasi umat Islam untuk terus belajar, mengamalkan, dan menyampaikan ilmu demi membangun masyarakat yang beradab dan bertakwa.

Kata Kunci: Kewajiban menuntut ilmu, QS at-Taubah [09] ayat 122, QS Ali Imran [03] ayat 190-191, pendidikan Islam, integrasi ilmu, jurnal ilmiah.


PEMBAHASAN

Kewajiban Menuntut Ilmu


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Ilmu memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam. Ia merupakan kunci bagi kemajuan individu dan masyarakat, baik dalam aspek duniawi maupun ukhrawi. Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad Saw berulang kali menegaskan kewajiban menuntut ilmu, menjadikannya sebagai dasar utama pembentukan peradaban Islam. Dalam QS Al-Mujadilah (58) ayat 11, Allah Swt memuliakan orang-orang yang berilmu dengan derajat yang tinggi. Selain itu, Rasulullah Saw bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim.” (HR Ibnu Majah). Hal ini menunjukkan bahwa ilmu bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim.

Pentingnya menuntut ilmu tidak hanya sebatas untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk memajukan umat. Dalam QS at-Taubah (9) ayat 122, Allah Swt memerintahkan sekelompok orang untuk mendalami ilmu agama agar mereka dapat memberikan peringatan kepada masyarakat ketika mereka kembali. Ayat ini menegaskan pentingnya pembagian peran dalam masyarakat Muslim, termasuk peran mereka yang memiliki keahlian dalam ilmu agama untuk menjadi pembimbing umat.¹

Di era modern, kewajiban menuntut ilmu tetap relevan. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan menghadirkan tantangan dan peluang baru bagi umat Islam. Untuk menjawab tantangan ini, generasi Muslim perlu memahami ajaran Islam secara mendalam sekaligus menguasai ilmu-ilmu duniawi. Dengan demikian, mereka dapat memberikan solusi berbasis syariat terhadap persoalan kontemporer.²

1.2.       Definisi Ilmu dalam Islam

Secara terminologi, ilmu dalam bahasa Arab berasal dari akar kata ‘alima yang berarti "mengetahui." Dalam konteks Islam, ilmu mencakup segala pengetahuan yang membawa manfaat, baik ilmu agama (ilmu syar’i) maupun ilmu duniawi. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa ilmu yang wajib dipelajari setiap Muslim adalah ilmu tentang kewajiban agama, seperti shalat, puasa, dan muamalah, sedangkan ilmu duniawi seperti kedokteran atau pertanian termasuk kewajiban kolektif (fardhu kifayah).³

Selain itu, Al-Qur'an mendorong umat Islam untuk merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta sebagai bentuk pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam QS Ali Imran (3) ayat 190-191, orang-orang yang berilmu adalah mereka yang merenungkan penciptaan langit dan bumi sambil mengingat Allah dalam segala keadaan. Ayat ini menjadi landasan penting bahwa ilmu pengetahuan harus disertai dengan keimanan dan ketakwaan.⁴

Islam tidak hanya memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu, tetapi juga untuk menyebarkan ilmu kepada orang lain. Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Al-Ash menyatakan, “Sampaikan dariku walaupun satu ayat.” (HR Al-Bukhari). Hadits ini menunjukkan bahwa ilmu tidak boleh berhenti pada individu, melainkan harus terus disebarkan untuk kebermanfaatan umat.⁵


Catatan Kaki

[1]                Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. M. F. Al-Hambali (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), 2:350.

[2]                M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an (Bandung: Mizan, 1996), 147.

[3]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terjemahan oleh Fuad Abdurrahman (Jakarta: Republika, 2004), 1:45.

[4]                Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Beirut: Dar Ihya at-Turath al-Arabi, 1990), 3:200.

[5]                Ibn Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, ed. M. Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 7:88.


2.           Kewajiban Menuntut Ilmu Berdasarkan QS at-Taubah (09) Ayat 122

2.1.       Teks dan Terjemahan Ayat

Allah Swt berfirman:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

"Dan tidaklah sepatutnya orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (QS at-Taubah [09] ayat 122).¹

Ayat ini mengandung perintah penting mengenai pembagian tugas dalam masyarakat Muslim. Sementara sebagian individu diutus untuk berjihad, sebagian lainnya diperintahkan untuk mendalami ilmu agama, yang akan menjadi panduan bagi umat.

2.2.       Penjelasan Tafsir

Dalam Tafsir al-Qur'an al-Azim, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan perlunya kehadiran individu-individu yang mendalami ilmu agama sebagai pembimbing umat. Fokus dari ayat ini adalah konsep tafaqquh fid-din atau pendalaman ilmu agama. Pendalaman ini bukan hanya untuk pemahaman individu tetapi juga untuk disampaikan kepada masyarakat, sehingga mereka dapat menghindari kesalahan dalam menjalankan agama.²

Al-Qurtubi dalam Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an menambahkan bahwa ayat ini mengisyaratkan kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Jika sudah ada sebagian individu yang mendalami ilmu agama, kewajiban ini gugur bagi yang lain. Namun, jika tidak ada seorang pun yang mendalami ilmu, seluruh umat berdosa.³

Pendekatan Imam Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb juga memberikan penekanan pada hubungan antara ilmu dan tanggung jawab sosial. Menurutnya, mereka yang mendalami ilmu agama bukan hanya sekadar memahami hukum-hukum syariat, tetapi juga bertugas memberikan solusi dan bimbingan yang relevan dengan permasalahan masyarakat.⁴

2.3.       Relevansi Ayat

Ayat ini relevan dalam membangun struktur masyarakat Muslim yang seimbang antara tugas duniawi dan ukhrawi. Dalam konteks modern, tafsir ayat ini dapat diimplementasikan dalam sistem pendidikan Islam, di mana ada spesialisasi bidang ilmu. Contohnya, keberadaan ulama yang fokus pada ilmu syariah, serta akademisi yang mendalami ilmu pengetahuan modern, dapat menciptakan sinergi antara agama dan sains.

Pendekatan ini juga sesuai dengan prinsip integrasi ilmu yang diusung oleh para cendekiawan kontemporer seperti Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Menurutnya, ilmu agama adalah fondasi utama yang harus dimiliki oleh umat Islam, sementara ilmu duniawi menjadi sarana untuk memperkuat keimanan dan kemaslahatan umat.⁵


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS at-Taubah: 122.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. M. F. Al-Hambali (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), 2:354.

[3]                Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed. Ahmad Abd Al-Rahim Sa'd (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 14:328.

[4]                Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Beirut: Dar Ihya at-Turath al-Arabi, 1990), 10:152.

[5]                Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 101.


3.           Ciri-Ciri Orang yang Berilmu dalam QS Ali Imran (3) Ayat 190-191

3.1.       Teks dan Terjemahan Ayat

Allah Swt berfirman:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (190) yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia; Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari azab neraka.' (191)" (QS Ali Imran [03] ayat 190-191).¹

Ayat ini menggambarkan ciri-ciri orang yang berilmu (ulul albab), yaitu mereka yang mampu merenungkan ciptaan Allah Swt sambil terus mengingat-Nya dalam segala kondisi.

3.2.       Penjelasan Tafsir

1)                  Makna Ulul Albab

Dalam Tafsir al-Qur'an al-Azim, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang bersih dan pemahaman mendalam. Mereka tidak hanya melihat fenomena alam sebagai kejadian biasa, tetapi sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah yang mengarahkan kepada keimanan.²

2)                  Keterpaduan Dzikir dan Tafakkur

Al-Qurtubi dalam Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an menekankan bahwa ayat ini menunjukkan keseimbangan antara dzikir (mengingat Allah) dan tafakkur (merenungkan ciptaan-Nya). Orang-orang yang berilmu tidak hanya sibuk dengan aktivitas ibadah ritual, tetapi juga menggunakan akalnya untuk memahami hikmah di balik penciptaan langit dan bumi.³

3)                  Hubungan Ilmu dengan Keimanan

Fakhruddin Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb memberikan pandangan bahwa keilmuan sejati adalah ilmu yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Orang-orang yang merenungkan fenomena alam tanpa mengaitkannya dengan Sang Pencipta, menurut Al-Razi, belum termasuk golongan ulul albab. Ilmu mereka hanya bersifat materialistik dan tidak membawa pada pengenalan terhadap Allah.⁴

4)                  Dimensi Praktek Ilmu

Tafsir modern seperti yang diungkapkan oleh M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menambahkan bahwa ayat ini menuntut pengaplikasian ilmu dalam kehidupan. Orang-orang yang berilmu seharusnya memberikan solusi berbasis nilai-nilai keimanan terhadap persoalan manusia, baik di bidang sosial, ekonomi, maupun lingkungan.⁵

3.3.       Ciri-Ciri Orang yang Berilmu Berdasarkan Ayat

Ayat ini menguraikan beberapa ciri orang yang berilmu:

1)                  Memiliki Kesadaran Spiritual yang Tinggi:

Mereka selalu mengingat Allah dalam segala kondisi, baik berdiri, duduk, maupun berbaring. Ini menunjukkan bahwa ilmu mereka tidak memisahkan antara aspek spiritual dan intelektual.

2)                  Mampu Merenungkan Ayat-Ayat Kauniyah:

Orang berilmu tidak hanya membaca ayat-ayat Al-Qur'an (ayat qauliyah), tetapi juga memahami tanda-tanda kebesaran Allah dalam alam semesta (ayat kauniyah).

3)                  Menyimpulkan Hikmah dari Penciptaan:

Mereka meyakini bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah memiliki tujuan dan hikmah tertentu.

3.4.       Relevansi Ayat dalam Kehidupan Modern

Dalam konteks modern, ciri-ciri orang berilmu sebagaimana disebutkan dalam ayat ini sangat relevan. Dunia saat ini menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, dan konflik budaya. Orang-orang yang berilmu menurut Al-Qur'an tidak hanya memahami fenomena tersebut secara ilmiah, tetapi juga mampu memberikan solusi yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan.

Ayat ini juga menginspirasi pendekatan pendidikan Islam untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai spiritual. Pendidikan Islam seharusnya tidak hanya menghasilkan individu yang pintar secara intelektual, tetapi juga memiliki kesadaran moral dan spiritual yang tinggi.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS Ali Imran: 190-191.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. M. F. Al-Hambali (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), 2:433.

[3]                Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed. Ahmad Abd Al-Rahim Sa'd (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 6:223.

[4]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Beirut: Dar Ihya at-Turath al-Arabi, 1990), 12:85.

[5]                M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 2:331.


4.           Hadits tentang Kewajiban Menuntut Ilmu

4.1.       Hadits 1: HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik

Rasulullah Saw bersabda:

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنَا كَثِيْرُ بْنُ شِنْظِيْرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيْرِينَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَّوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِدِ الْخَنَازِيْرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ

Telah bercerita kepada kami Hisyam bin 'Ammar dari Hafs bin Sulaiman dari Katsir bin Syindzir dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik yang berkata, Rasulullah telah bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan menempatkan ilmu kepada yang bukan ahlinya bagaikan memakaikan intan. permata, dan emas kepada binatang babi." (HR Ibnu Majah, no. 224).¹

Penjelasan Hadits

1)                  Konteks dan Kandungan Hadits

Imam Al-Munawi dalam Fayd al-Qadir menjelaskan bahwa kewajiban menuntut ilmu yang disebut dalam hadits ini meliputi ilmu agama yang bersifat fardhu ‘ain (wajib individu). Contohnya, setiap Muslim wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan keimanan, ibadah, dan muamalah sesuai kapasitas masing-masing.²

2)                  Pembagian Ilmu dalam Islam

Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin membagi ilmu menjadi dua kategori:

o    Ilmu fardhu 'ain: Ilmu agama yang wajib diketahui oleh setiap Muslim, seperti tata cara shalat, zakat, dan hal-hal pokok dalam agama.

o    Ilmu fardhu kifayah: Ilmu duniawi seperti kedokteran, matematika, dan teknik yang jika sudah dipelajari oleh sebagian umat, gugur kewajibannya atas yang lain.³

3)                  Relevansi Hadits

Hadits ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban mutlak yang tidak dapat diabaikan. Kewajiban ini berlaku untuk semua Muslim tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau status sosial.

4.2.       Hadits 2: HR Al-Bukhari dari Abdullah bin Amr

Rasulullah Saw bersabda:

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الصَّحَاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةً عَنْ أَبِي كَيْشَةً عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلَغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدَثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأُ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Dari Abdullah Ibn Amr: Dan sesungguhnya Nabi Muhammad Saw telah bersabda: "Sampaikanlah dariku (ilmu) meskipun satu ayat (al-Qur'an). Dan kisahkanlah (hal-hal) terkait dengan Bani Israil dan itu tidak masalah (berdosa). Dan barang siapa berbohong dengan menyandarkan kebohongan tersebut kepadaku secara sengaja, maka tempatnya ada di neraka."  (HR Al-Bukhari, no. 3461).⁴

Penjelasan Hadits

1)                  Makna Hadits

Dalam Fath al-Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa hadits ini mengandung perintah untuk menyampaikan ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum yang bermanfaat. Perintah ini tidak mensyaratkan tingkat keahlian tertentu, tetapi menekankan pentingnya penyebaran ilmu sesuai kemampuan masing-masing.⁵

2)                  Kewajiban Menyampaikan Ilmu

Hadits ini menegaskan bahwa ilmu yang dimiliki seseorang harus disebarluaskan kepada orang lain. Imam Nawawi dalam Riyadh as-Salihin menyatakan bahwa setiap Muslim bertanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran sesuai kemampuannya, baik kepada keluarga, tetangga, maupun masyarakat luas.⁶

3)                  Relevansi Hadits

Dalam konteks modern, hadits ini menginspirasi umat Islam untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam menyebarkan ilmu. Media sosial, artikel, dan video pembelajaran dapat menjadi sarana efektif untuk mengamalkan hadits ini.

4.3.       Pandangan Ulama tentang Kewajiban Menuntut dan Menyampaikan Ilmu

1)                  Pentingnya Ilmu sebagai Landasan Keimanan

Imam Ahmad bin Hanbal menegaskan bahwa ilmu adalah jalan menuju ketaatan kepada Allah. Dalam pandangannya, seorang Muslim tidak mungkin memahami kewajibannya kepada Allah tanpa ilmu.⁷

2)                  Keseimbangan antara Ilmu dan Amal

Al-Zarnuji dalam Ta’lim al-Muta’allim menekankan bahwa ilmu harus diamalkan. Ia menyatakan, “Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.” Dengan demikian, menuntut ilmu dan menyampaikannya kepada orang lain menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.⁸

3)                  Motivasi Menuntut Ilmu dalam Islam

Imam Al-Nawawi dalam Al-Maqasid menjelaskan bahwa motivasi utama dalam menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan manfaat kepada sesama manusia. Dengan demikian, ilmu tidak hanya menjadi alat intelektual, tetapi juga sarana untuk meningkatkan kualitas spiritual dan sosial.⁹

4.4.       Relevansi Hadits dalam Kehidupan Modern

Hadits-hadits tentang kewajiban menuntut ilmu dan menyampaikan ilmu tetap relevan di era modern, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti ketimpangan pendidikan dan kemajuan teknologi. Umat Islam didorong untuk terus belajar dan berkontribusi melalui ilmu, baik dalam lingkup lokal maupun internasional.

Selain itu, hadits ini juga mengajarkan umat Islam untuk menjadi agen perubahan yang aktif. Menyampaikan ilmu, meskipun kecil, dapat memberikan dampak besar terhadap kemajuan masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 224, ed. Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1996).

[2]                Al-Munawi, Fayd al-Qadir Sharh Jami’ al-Saghir (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2005), 2:172.

[3]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terjemahan oleh Fuad Abdurrahman (Jakarta: Republika, 2004), 1:51.

[4]                Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, no. 3461, ed. Muhammad Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001).

[5]                Ibn Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, ed. M. Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 5:203.

[6]                Imam Nawawi, Riyadh as-Salihin, ed. Muhammad Nasiruddin al-Albani (Beirut: Dar al-Maktabah al-Islamiyyah, 1995), 1:20.

[7]                Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, ed. Shu’aib al-Arna’ut (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1998), 2:45.

[8]                Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, terjemahan oleh A. Nashih Ulwan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), 12.

[9]                Imam Nawawi, Al-Maqasid (Cairo: Dar al-Hadith, 1999), 23.


5.           Perspektif Pendidikan Islam dan Kajian Jurnal Ilmiah

5.1.       Pendekatan Pendidikan Islam

Islam menempatkan ilmu sebagai aspek fundamental dalam kehidupan manusia. Dalam perspektif pendidikan Islam, proses pembelajaran tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan intelektual, tetapi juga membentuk akhlak dan spiritualitas. QS Al-Mujadilah (58) ayat 11 menyebutkan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu, menunjukkan keutamaan ilmu sebagai pondasi kehidupan.¹

1)                  Integrasi Ilmu Agama dan Duniawi

Pendidikan Islam memandang ilmu sebagai kesatuan yang holistik. Syed Muhammad Naquib Al-Attas menegaskan bahwa pendidikan dalam Islam bertujuan untuk menciptakan insan yang baik (insan kamil), yang mengintegrasikan ilmu agama (ulum syar'iyyah) dan ilmu duniawi (ulum kauniyyah).² Model pendidikan ini menekankan hubungan harmonis antara ilmu, iman, dan amal.

2)                  Pendidikan Berbasis Nilai Tauhid

Dalam pandangan Ismail Raji al-Faruqi, pendidikan Islam harus berlandaskan konsep tauhid, di mana seluruh ilmu diarahkan untuk mengenal Allah dan mengabdi kepada-Nya. Hal ini mencakup pendekatan multidisiplin, di mana ilmu-ilmu modern dikaitkan dengan nilai-nilai Islam.³

3)                  Penerapan dalam Kurikulum Modern

Kurikulum pendidikan Islam modern harus mencerminkan prinsip integrasi ilmu. Misalnya, di lembaga pendidikan seperti International Islamic University Malaysia (IIUM), mata pelajaran umum seperti sains dan teknologi diintegrasikan dengan ajaran Islam, sehingga peserta didik memahami bahwa ilmu duniawi adalah bagian dari ibadah.⁴

5.2.       Kajian Jurnal Ilmiah Islami

Penelitian ilmiah di bidang pendidikan Islam menunjukkan bahwa kewajiban menuntut ilmu tetap relevan dalam menghadapi tantangan era globalisasi dan kemajuan teknologi. Beberapa temuan dari jurnal ilmiah mencakup:

1)                  Efektivitas Pendidikan Berbasis Tauhid

Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Islamic Education menunjukkan bahwa pendidikan berbasis tauhid meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan memperkuat hubungan mereka dengan Allah. Penekanan pada aspek spiritual dalam pembelajaran menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter.⁵

2)                  Peran Teknologi dalam Pendidikan Islam

Studi di International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management menemukan bahwa integrasi teknologi dalam pendidikan Islam membantu memperluas akses terhadap ilmu, terutama dalam pembelajaran jarak jauh. Namun, studi ini juga menekankan pentingnya panduan etika dalam penggunaan teknologi agar tidak melanggar nilai-nilai Islam.⁶

3)                  Korelasi antara Ilmu dan Pembangunan Umat

Sebuah artikel di Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies menyoroti bahwa kewajiban menuntut ilmu sebagaimana ditegaskan dalam QS at-Taubah (9) ayat 122 dan hadits-hadits Nabi menjadi landasan untuk membangun peradaban Islam yang maju. Penelitian ini menunjukkan bahwa sejarah Islam mencatat kemajuan luar biasa ketika ilmu menjadi prioritas umat, seperti pada era Abbasiyah.⁷

5.3.       Relevansi dalam Kehidupan Modern

Di era globalisasi, tantangan yang dihadapi umat Islam meliputi modernisasi pendidikan dan persaingan global. Pendidikan Islam modern harus mampu:

1)                  Mengintegrasikan Nilai Islam dalam Sains dan Teknologi

Pendidikan berbasis Islam perlu menjawab pertanyaan etis dalam teknologi modern, seperti kecerdasan buatan dan bioteknologi, dengan prinsip syariah.

2)                  Meningkatkan Akses Pendidikan

Hadis Rasulullah Saw tentang menyampaikan ilmu (“Sampaikan dariku walaupun satu ayat”) relevan dalam memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan ilmu ke seluruh dunia, termasuk melalui platform digital.⁸

3)                  Menciptakan Generasi Pembelajar Sepanjang Hayat

Konsep pembelajaran sepanjang hayat sangat sesuai dengan perintah Islam untuk terus menuntut ilmu. Dalam era modern, pendidikan harus memberikan kesempatan bagi setiap Muslim untuk belajar kapan saja dan di mana saja.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS Al-Mujadilah: 11.

[2]                Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 101.

[3]                Ismail Raji al-Faruqi, Islamization of Knowledge (Herndon: IIIT, 1982), 43.

[4]                Mohd Kamal Hassan, The Integration of Knowledge in Theory and Practice (Kuala Lumpur: IIUM Press, 2010), 67.

[5]                Journal of Islamic Education, "The Impact of Tauhid-Based Education on Student Development," Vol. 12, No. 3 (2021) ayat 45-63.

[6]                International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, "Technology Integration in Islamic Education: Challenges and Opportunities," Vol. 14, No. 2 (2022) ayat 120-135.

[7]                Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies, "The Role of Knowledge in Islamic Civilization," Vol. 9, No. 4 (2020) ayat 189-205.

[8]                Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, no. 3461, ed. Muhammad Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001).


6.           Penutup

6.1.       Kesimpulan

Islam menempatkan ilmu sebagai pilar utama dalam kehidupan manusia. QS at-Taubah (9) ayat 122 menegaskan bahwa kewajiban mendalami ilmu, khususnya ilmu agama, adalah bagian dari tanggung jawab kolektif umat Islam untuk menjaga keberlangsungan syariat dan bimbingan umat.¹ QS Ali Imran (3) ayat 190-191 memberikan gambaran ciri-ciri orang yang berilmu sebagai mereka yang mampu mengintegrasikan dzikir dan tafakkur, sehingga ilmu yang mereka peroleh tidak hanya bersifat intelektual tetapi juga membangun keimanan.²

Hadits Rasulullah Saw seperti “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim” (HR Ibnu Majah) dan “Sampaikan dariku walaupun satu ayat” (HR Al-Bukhari) memperkuat kewajiban umat Islam untuk tidak hanya menuntut ilmu tetapi juga menyampaikannya kepada orang lain.³ Penekanan ini menunjukkan bahwa ilmu dalam Islam memiliki dimensi pribadi dan sosial, di mana manfaat ilmu tidak hanya berhenti pada individu tetapi harus disebarluaskan untuk membangun masyarakat yang beradab.⁴

6.2.       Rekomendasi

1)                  Bagi Individu Muslim

Setiap Muslim harus menjadikan menuntut ilmu sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, baik ilmu agama maupun ilmu duniawi. Integrasi antara keduanya diperlukan untuk menjadi insan yang seimbang antara spiritualitas dan intelektualitas.⁵

2)                  Bagi Lembaga Pendidikan

Institusi pendidikan Islam harus merancang kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai tauhid dengan ilmu pengetahuan modern. Upaya ini diperlukan untuk mencetak generasi yang mampu menghadapi tantangan global sambil tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.⁶

3)                  Bagi Masyarakat dan Pemerintah

Pemerintah dan masyarakat Muslim perlu memberikan dukungan penuh terhadap akses pendidikan bagi semua kalangan, termasuk melalui pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh dan pembentukan pusat-pusat kajian Islam. Kebijakan ini selaras dengan semangat hadits Nabi tentang menyampaikan ilmu ke seluruh lapisan masyarakat.⁷

6.3.       Doa dan Harapan

Sebagai penutup, penulis berharap agar artikel ini mampu menginspirasi pembaca untuk lebih semangat dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan ajaran Islam. Semoga umat Islam senantiasa diberi kemudahan oleh Allah Swt dalam upaya mencari ilmu dan menyebarkannya. Dalam sebuah doa Rasulullah Saw disebutkan:

اللَّهُمَّ زِدْنِي عِلْمًا، وَارْزُقْنِي فَهْمًا

"Ya Allah, tambahkanlah aku ilmu, dan berikanlah aku pemahaman yang baik." (HR At-Tirmidzi).⁸

Semoga kita semua mampu menjadi bagian dari umat yang mencintai ilmu, mengamalkan ilmu, dan menyebarkannya untuk kemaslahatan umat manusia.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS at-Taubah: 122.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. M. F. Al-Hambali (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), 2:433.

[3]                Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 224, ed. Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1996).

[4]                Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, no. 3461, ed. Muhammad Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001).

[5]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terjemahan oleh Fuad Abdurrahman (Jakarta: Republika, 2004), 1:51.

[6]                Mohd Kamal Hassan, The Integration of Knowledge in Theory and Practice (Kuala Lumpur: IIUM Press, 2010), 67.

[7]                International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, "Technology Integration in Islamic Education: Challenges and Opportunities," Vol. 14, No. 2 (2022) ayat 120-135.

[8]                At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, no. 3599, ed. Muhammad Fu'ad Abd al-Baqi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996).


Daftar Pustaka

Al-Attas, S. M. N. (1995). Prolegomena to the Metaphysics of Islam. Kuala Lumpur: ISTAC.

Al-Bukhari, M. I. (2001). Sahih al-Bukhari. Edited by M. Al-Lahham. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Faruqi, I. R. (1982). Islamization of Knowledge. Herndon: International Institute of Islamic Thought (IIIT).

Al-Ghazali, M. (2004). Ihya Ulumuddin. Translated by Fuad Abdurrahman. Jakarta: Republika.

Al-Munawi, A. (2005). Fayd al-Qadir Sharh Jami’ al-Saghir. Beirut: Dar al-Ma’rifah.

Al-Qurtubi, M. (2006). Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an. Edited by A. A. R. Sa'd. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Razi, F. (1990). Mafatih al-Ghayb. Beirut: Dar Ihya at-Turath al-Arabi.

Al-Zarnuji, B. (2003). Ta’lim al-Muta’allim. Translated by A. Nashih Ulwan. Jakarta: Pustaka Azzam.

At-Tirmidzi, M. I. (1996). Sunan At-Tirmidzi. Edited by M. Fu'ad Abd al-Baqi. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Department of Religious Affairs (2019). Al-Qur’an and Its Translation. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.

Hassan, M. K. (2010). The Integration of Knowledge in Theory and Practice. Kuala Lumpur: IIUM Press.

Ibn Hajar Al-Asqalani. (2001). Fath al-Bari. Edited by M. Al-Lahham. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Ibn Kathir, I. (2000). Tafsir al-Qur'an al-Azim. Edited by M. F. Al-Hambali. Riyadh: Dar as-Salam.

International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management. (2022). Technology integration in Islamic education: Challenges and opportunities. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 14(2), 120-135.

Journal of Islamic Education. (2021). The impact of tauhid-based education on student development. Journal of Islamic Education, 12(3), 45-63.

Quraish Shihab, M. (1996). Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.

Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati.

Sunan Ibnu Majah. (1996). Edited by M. Fu’ad Abd al-Baqi. Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah.

Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies. (2020). The role of knowledge in Islamic civilization. Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies, 9(4), 189-205.


Lampiran 1: Keterkaitan Ayat dan Hadits

Keterkaitan Ayat dan Hadits tentang Menuntut Ilmu dengan Sejarah Peradaban Umat Islam

1.            Pengaruh Ayat dan Hadits terhadap Kebangkitan Ilmu dalam Peradaban Islam

Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi Saw yang menekankan pentingnya menuntut ilmu menjadi pendorong utama kebangkitan peradaban Islam. QS at-Taubah (09) ayat 122, yang menekankan pentingnya tafaqquh fid-din (pendalaman ilmu agama), mendorong umat Islam untuk membangun pusat-pusat pembelajaran.¹ Ayat ini berfungsi sebagai pengingat bahwa ilmu adalah landasan utama dalam memimpin umat dan menyelesaikan persoalan masyarakat.

Demikian pula, hadits Rasulullah Saw, “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim” (HR Ibnu Majah), memotivasi umat untuk mencari ilmu, baik ilmu agama maupun duniawi. Hadits ini menegaskan bahwa ilmu adalah kewajiban universal yang harus dijalankan setiap Muslim tanpa diskriminasi gender atau usia.²

Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah (750-1258 M), ayat dan hadits tersebut diterjemahkan dalam bentuk institusi seperti Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad. Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M) mendorong penerjemahan karya-karya ilmiah Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab. Upaya ini melahirkan era keemasan Islam, di mana para ilmuwan Muslim seperti Al-Khawarizmi, Ibn Sina, dan Al-Farabi berkontribusi pada perkembangan matematika, kedokteran, dan filsafat.³

2.            Relevansi Ayat dan Hadits dalam Era Modern

1)                  Pendidikan Sebagai Pilar Perubahan

QS Ali Imran (3) ayat 190-191 yang menekankan tafakkur (merenungkan ciptaan Allah) menjadi landasan pengembangan sains dalam Islam. Ayat ini mengajarkan umat untuk membaca ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda Allah dalam alam semesta) sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya.⁴ Di era modern, spirit ayat ini tercermin dalam penelitian ilmiah di berbagai bidang, seperti teknologi dan lingkungan.

2)                  Peningkatan Kualitas Pendidikan Islam

Hadits “Sampaikan dariku walaupun satu ayat” (HR Al-Bukhari) menggarisbawahi pentingnya menyebarkan ilmu. Konsep ini relevan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam menyebarkan pengetahuan secara global, seperti penggunaan media digital untuk pembelajaran jarak jauh.⁵ Misalnya, platform seperti Massive Open Online Courses (MOOCs) yang menyediakan kursus Islam secara daring telah membuka akses pendidikan bagi jutaan Muslim di seluruh dunia.

3)                  Peran Ilmu dalam Pembangunan Umat

Dalam konteks pembangunan peradaban, ilmu menjadi alat untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan konflik. Spirit ayat dan hadits tentang kewajiban menuntut ilmu mendorong umat Islam untuk berkontribusi secara aktif dalam menemukan solusi yang beretika berdasarkan prinsip-prinsip syariah.⁶


Kesimpulan

Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad Saw telah menginspirasi kebangkitan ilmu dalam peradaban Islam, baik pada masa klasik maupun era modern. Dari pembangunan lembaga ilmiah seperti Bayt al-Hikmah hingga inovasi teknologi modern, umat Islam menunjukkan bagaimana nilai-nilai Islam dapat diintegrasikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dengan terus berpegang pada nilai-nilai ini, umat Islam dapat memainkan peran signifikan dalam pembangunan global di masa depan.


Catatan Kaki

[1]                Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS at-Taubah: 122.

[2]                Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 224, ed. Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1996).

[3]                Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1968), 47-50.

[4]                Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed. Ahmad Abd Al-Rahim Sa'd (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 6:223.

[5]                International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, "Technology Integration in Islamic Education: Challenges and Opportunities," Vol. 14, No. 2 (2022) ayat 120-135.

[6]                Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies, "The Role of Knowledge in Islamic Civilization," Vol. 9, No. 4 (2020) ayat 189-205.


Lampiran 2: Takhrij Hadits

Berikut adalah takhrij hadits yang digunakan dalam artikel tentang Kewajiban Menuntut Ilmu:

1.            Hadits tentang Menuntut Ilmu adalah Kewajiban

Teks Hadits

"Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim."

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Takhrij Hadits

·                     Sumber: Hadits ini diriwayatkan oleh:

o    Ibnu Majah, dalam Sunan Ibnu Majah, Kitab Muqaddimah, Bab Keutamaan Ulama dan Anjuran untuk Menuntut Ilmu (no. 224).

o    Abu Ya'la dalam Musnad Abu Ya'la.

o    Al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra.

·                     Derajat Hadits:

o    Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahadith ash-Shahihah (no. 1680).

o    Sebagian ulama menilai sanadnya lemah, seperti pendapat Al-Bukhari yang mengatakan bahwa dalam sanad hadits ini terdapat rawi bernama Sulaiman bin Daud yang tidak kuat. Namun, Al-Albani menilai bahwa hadits ini bisa dikuatkan oleh jalur lain.

·                     Makna Hadits:

Hadits ini menunjukkan kewajiban menuntut ilmu sebagai sebuah perintah yang bersifat umum untuk setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Ilmu yang dimaksud terutama adalah ilmu yang berkaitan dengan kewajiban agama seperti shalat, puasa, dan zakat.

2.            Hadits tentang Menyampaikan Ilmu

Teks Hadits

"Sampaikan dariku walaupun satu ayat."

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

Takhrij Hadits

·                     Sumber: Hadits ini diriwayatkan oleh:

o    Al-Bukhari, dalam Sahih al-Bukhari, Kitab Ahadith al-Anbiya’, Bab Sabda Nabi: Sampaikan Dariku Walaupun Satu Ayat (no. 3461).

·                     Derajat Hadits:

Hadits ini sahih, sebagaimana disepakati oleh para ulama karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalur sanad yang terpercaya.

·                     Makna Hadits:

Hadits ini mengajarkan bahwa setiap Muslim memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya, tidak harus banyak, asalkan ilmu tersebut valid dan bermanfaat. Perintah ini menunjukkan urgensi dakwah dan transfer ilmu sebagai bagian dari kewajiban seorang Muslim.

3.            Hadits tentang Doa Meminta Ilmu

Teks Hadits

"Ya Allah, tambahkanlah aku ilmu."

اللَّهُمَّ زِدْنِي عِلْمًا

Takhrij Hadits

·                     Sumber: Hadits ini diriwayatkan oleh:

o    At-Tirmidzi, dalam Sunan at-Tirmidzi, Kitab Ad-Da'awat, Bab Doa Nabi Memohon Tambahan Ilmu (no. 3599).

·                     Derajat Hadits:

Hadits ini dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahadith ash-Shahihah.

·                     Makna Hadits:

Hadits ini menunjukkan pentingnya seorang Muslim untuk selalu berdoa kepada Allah agar diberikan tambahan ilmu. Doa ini merupakan bagian dari etika seorang pembelajar yang menyadari bahwa ilmu adalah anugerah dari Allah SWT.

4.            Hadits tentang Keutamaan Orang Berilmu

Teks Hadits

"Keutamaan orang berilmu atas orang yang hanya beribadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang."

فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلَى سَائِرِ الكَوَاكِبِ.

Takhrij Hadits

·                     Sumber: Hadits ini diriwayatkan oleh:

o    Abu Dawud, dalam Sunan Abu Dawud, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu (no. 3641).

o    At-Tirmidzi, dalam Sunan at-Tirmidzi, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Orang Berilmu (no. 2682).

·                     Derajat Hadits:

Hadits ini dinilai hasan sahih oleh At-Tirmidzi.

·                     Makna Hadits:

Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu dibandingkan dengan ibadah semata. Orang berilmu memiliki kedudukan yang lebih tinggi karena ilmu mereka memberi manfaat kepada banyak orang.


Kesimpulan

Takhrij hadits-hadits ini menunjukkan bahwa kewajiban menuntut ilmu dan menyampaikannya telah ditegaskan dalam hadits-hadits Rasulullah Saw. Dengan memahami sanad dan matan hadits, kita dapat lebih yakin akan otoritas dan relevansi pesan-pesan tersebut dalam membangun peradaban Islam.


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar