Kewajiban Menuntut Ilmu
Nama Satuan :
Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran :
Al-Qur’an Hadits
Kelas :
11 (Sebelas)
Abstrak
Artikel ini membahas tentang kewajiban menuntut
ilmu dalam Islam berdasarkan kajian ayat-ayat Al-Qur’an, hadits Nabi
Muhammad Saw, pandangan ulama, serta kajian jurnal ilmiah. Dengan merujuk pada
QS at-Taubah (9) ayat 122, kewajiban mendalami ilmu agama ditegaskan sebagai
tanggung jawab kolektif umat Islam untuk menjaga keberlangsungan syariat dan
membimbing masyarakat. QS Ali Imran (3) ayat 190-191 menguraikan ciri-ciri
orang berilmu sebagai mereka yang mengintegrasikan dzikir dan tafakkur,
sehingga ilmu yang dimiliki tidak hanya bersifat intelektual tetapi juga
mendukung keimanan. Hadits-hadits seperti “Menuntut ilmu adalah kewajiban
atas setiap Muslim” (HR Ibnu Majah) dan “Sampaikan dariku walaupun satu
ayat” (HR Al-Bukhari) memperkuat pentingnya ilmu sebagai elemen mendasar
dalam kehidupan pribadi dan sosial umat Islam.
Melalui perspektif pendidikan Islam, artikel ini
menekankan pentingnya integrasi ilmu agama dan duniawi dalam kurikulum
pendidikan modern, sebagaimana diajarkan oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan
Ismail Raji al-Faruqi. Kajian jurnal ilmiah juga menunjukkan bahwa pendidikan
berbasis nilai-nilai tauhid dapat meningkatkan motivasi belajar dan membentuk
individu yang berkarakter. Di era globalisasi, teknologi menjadi sarana penting
dalam menyebarkan ilmu, sejalan dengan semangat Islam untuk memperluas akses
pendidikan. Artikel ini memberikan rekomendasi praktis bagi individu, lembaga
pendidikan, dan pemerintah untuk mendorong pembelajaran sepanjang hayat,
memanfaatkan teknologi, dan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap
disiplin ilmu.
Melalui pemahaman mendalam tentang kewajiban
menuntut ilmu, artikel ini diharapkan dapat menginspirasi umat Islam untuk
terus belajar, mengamalkan, dan menyampaikan ilmu demi membangun masyarakat
yang beradab dan bertakwa.
Kata Kunci: Kewajiban
menuntut ilmu, QS at-Taubah [09] ayat 122, QS Ali Imran [03] ayat 190-191,
pendidikan Islam, integrasi ilmu, jurnal ilmiah.
PEMBAHASAN
Kewajiban Menuntut Ilmu
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Ilmu memiliki posisi yang sangat penting dalam
Islam. Ia merupakan kunci bagi kemajuan individu dan masyarakat, baik dalam
aspek duniawi maupun ukhrawi. Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad Saw berulang
kali menegaskan kewajiban menuntut ilmu, menjadikannya sebagai dasar utama
pembentukan peradaban Islam. Dalam QS Al-Mujadilah (58) ayat 11, Allah Swt memuliakan
orang-orang yang berilmu dengan derajat yang tinggi. Selain itu, Rasulullah Saw
bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim.” (HR Ibnu
Majah). Hal ini menunjukkan bahwa ilmu bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban
yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim.
Pentingnya menuntut ilmu tidak hanya sebatas untuk
kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk memajukan umat. Dalam QS at-Taubah
(9) ayat 122, Allah Swt memerintahkan sekelompok orang untuk mendalami ilmu
agama agar mereka dapat memberikan peringatan kepada masyarakat ketika mereka
kembali. Ayat ini menegaskan pentingnya pembagian peran dalam masyarakat
Muslim, termasuk peran mereka yang memiliki keahlian dalam ilmu agama untuk
menjadi pembimbing umat.¹
Di era modern, kewajiban menuntut ilmu tetap
relevan. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan menghadirkan tantangan dan
peluang baru bagi umat Islam. Untuk menjawab tantangan ini, generasi Muslim
perlu memahami ajaran Islam secara mendalam sekaligus menguasai ilmu-ilmu
duniawi. Dengan demikian, mereka dapat memberikan solusi berbasis syariat
terhadap persoalan kontemporer.²
1.2. Definisi Ilmu dalam Islam
Secara terminologi, ilmu dalam bahasa Arab berasal
dari akar kata ‘alima yang berarti "mengetahui." Dalam
konteks Islam, ilmu mencakup segala pengetahuan yang membawa manfaat, baik ilmu
agama (ilmu syar’i) maupun ilmu duniawi. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya
Ulumuddin menjelaskan bahwa ilmu yang wajib dipelajari setiap Muslim adalah
ilmu tentang kewajiban agama, seperti shalat, puasa, dan muamalah, sedangkan
ilmu duniawi seperti kedokteran atau pertanian termasuk kewajiban kolektif
(fardhu kifayah).³
Selain itu, Al-Qur'an mendorong umat Islam untuk
merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta sebagai bentuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam QS Ali Imran (3) ayat 190-191, orang-orang
yang berilmu adalah mereka yang merenungkan penciptaan langit dan bumi sambil
mengingat Allah dalam segala keadaan. Ayat ini menjadi landasan penting bahwa
ilmu pengetahuan harus disertai dengan keimanan dan ketakwaan.⁴
Islam tidak hanya memerintahkan umatnya untuk
menuntut ilmu, tetapi juga untuk menyebarkan ilmu kepada orang lain. Hadits Nabi
SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Al-Ash menyatakan, “Sampaikan
dariku walaupun satu ayat.” (HR Al-Bukhari). Hadits ini menunjukkan bahwa
ilmu tidak boleh berhenti pada individu, melainkan harus terus disebarkan untuk
kebermanfaatan umat.⁵
Catatan Kaki
[1]
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. M.
F. Al-Hambali (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), 2:350.
[2]
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an
(Bandung: Mizan, 1996), 147.
[3]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terjemahan oleh
Fuad Abdurrahman (Jakarta: Republika, 2004), 1:45.
[4]
Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Beirut: Dar Ihya
at-Turath al-Arabi, 1990), 3:200.
[5]
Ibn Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, ed. M.
Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 7:88.
2.
Kewajiban
Menuntut Ilmu Berdasarkan QS at-Taubah (09) Ayat 122
2.1. Teks dan Terjemahan Ayat
Allah Swt berfirman:
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا
نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
"Dan
tidaklah sepatutnya orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya." (QS at-Taubah [09] ayat 122).¹
Ayat ini mengandung perintah penting mengenai pembagian tugas dalam
masyarakat Muslim. Sementara sebagian individu diutus untuk berjihad, sebagian
lainnya diperintahkan untuk mendalami ilmu agama, yang akan menjadi panduan
bagi umat.
2.2. Penjelasan Tafsir
Dalam Tafsir
al-Qur'an al-Azim, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini
menegaskan perlunya kehadiran individu-individu yang mendalami ilmu agama
sebagai pembimbing umat. Fokus dari ayat ini adalah konsep tafaqquh
fid-din atau pendalaman ilmu agama. Pendalaman ini bukan hanya
untuk pemahaman individu tetapi juga untuk disampaikan kepada masyarakat,
sehingga mereka dapat menghindari kesalahan dalam menjalankan agama.²
Al-Qurtubi dalam Al-Jami'
li Ahkam al-Qur'an menambahkan bahwa ayat ini mengisyaratkan
kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Jika sudah ada sebagian individu yang
mendalami ilmu agama, kewajiban ini gugur bagi yang lain. Namun, jika tidak ada
seorang pun yang mendalami ilmu, seluruh umat berdosa.³
Pendekatan Imam
Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb juga memberikan
penekanan pada hubungan antara ilmu dan tanggung jawab sosial. Menurutnya,
mereka yang mendalami ilmu agama bukan hanya sekadar memahami hukum-hukum
syariat, tetapi juga bertugas memberikan solusi dan bimbingan yang relevan
dengan permasalahan masyarakat.⁴
2.3. Relevansi Ayat
Ayat ini relevan
dalam membangun struktur masyarakat Muslim yang seimbang antara tugas duniawi
dan ukhrawi. Dalam konteks modern, tafsir ayat ini dapat diimplementasikan
dalam sistem pendidikan Islam, di mana ada spesialisasi bidang ilmu. Contohnya,
keberadaan ulama yang fokus pada ilmu syariah, serta akademisi yang mendalami
ilmu pengetahuan modern, dapat menciptakan sinergi antara agama dan sains.
Pendekatan ini juga
sesuai dengan prinsip integrasi ilmu yang diusung oleh para cendekiawan
kontemporer seperti Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Menurutnya, ilmu agama
adalah fondasi utama yang harus dimiliki oleh umat Islam, sementara ilmu
duniawi menjadi sarana untuk memperkuat keimanan dan kemaslahatan umat.⁵
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS at-Taubah: 122.
[2]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. M. F.
Al-Hambali (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), 2:354.
[3]
Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed.
Ahmad Abd Al-Rahim Sa'd (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 14:328.
[4]
Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Beirut: Dar Ihya
at-Turath al-Arabi, 1990), 10:152.
[5]
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam
(Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 101.
3.
Ciri-Ciri
Orang yang Berilmu dalam QS Ali Imran (3) Ayat 190-191
3.1. Teks dan Terjemahan Ayat
Allah Swt berfirman:
إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ
لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ
جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
"Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang yang berakal, (190)
yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia;
Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari azab neraka.' (191)" (QS Ali Imran [03] ayat
190-191).¹
Ayat ini
menggambarkan ciri-ciri orang yang berilmu (ulul albab), yaitu mereka yang
mampu merenungkan ciptaan Allah Swt sambil terus mengingat-Nya dalam segala
kondisi.
3.2. Penjelasan Tafsir
1)
Makna Ulul
Albab
Dalam Tafsir al-Qur'an al-Azim, Ibnu
Katsir menjelaskan bahwa ulul albab adalah orang-orang yang memiliki
akal yang bersih dan pemahaman mendalam. Mereka tidak hanya melihat fenomena
alam sebagai kejadian biasa, tetapi sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah yang
mengarahkan kepada keimanan.²
2)
Keterpaduan Dzikir dan
Tafakkur
Al-Qurtubi dalam Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an
menekankan bahwa ayat ini menunjukkan keseimbangan antara dzikir (mengingat
Allah) dan tafakkur (merenungkan ciptaan-Nya). Orang-orang yang berilmu tidak
hanya sibuk dengan aktivitas ibadah ritual, tetapi juga menggunakan akalnya
untuk memahami hikmah di balik penciptaan langit dan bumi.³
3)
Hubungan Ilmu dengan
Keimanan
Fakhruddin Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb
memberikan pandangan bahwa keilmuan sejati adalah ilmu yang menghubungkan
manusia dengan Tuhannya. Orang-orang yang merenungkan fenomena alam tanpa
mengaitkannya dengan Sang Pencipta, menurut Al-Razi, belum termasuk golongan ulul
albab. Ilmu mereka hanya bersifat materialistik dan tidak membawa pada
pengenalan terhadap Allah.⁴
4)
Dimensi Praktek Ilmu
Tafsir modern seperti yang diungkapkan oleh M.
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menambahkan bahwa ayat ini
menuntut pengaplikasian ilmu dalam kehidupan. Orang-orang yang berilmu
seharusnya memberikan solusi berbasis nilai-nilai keimanan terhadap persoalan
manusia, baik di bidang sosial, ekonomi, maupun lingkungan.⁵
3.3. Ciri-Ciri Orang yang Berilmu Berdasarkan Ayat
Ayat ini menguraikan
beberapa ciri orang yang berilmu:
1)
Memiliki
Kesadaran Spiritual yang Tinggi:
Mereka selalu mengingat Allah dalam
segala kondisi, baik berdiri, duduk, maupun berbaring. Ini menunjukkan bahwa
ilmu mereka tidak memisahkan antara aspek spiritual dan intelektual.
2)
Mampu
Merenungkan Ayat-Ayat Kauniyah:
Orang berilmu tidak hanya membaca
ayat-ayat Al-Qur'an (ayat qauliyah), tetapi juga memahami tanda-tanda kebesaran
Allah dalam alam semesta (ayat kauniyah).
3)
Menyimpulkan
Hikmah dari Penciptaan:
Mereka meyakini bahwa segala sesuatu
yang diciptakan Allah memiliki tujuan dan hikmah tertentu.
3.4. Relevansi Ayat dalam Kehidupan Modern
Dalam konteks modern,
ciri-ciri orang berilmu sebagaimana disebutkan dalam ayat ini sangat relevan.
Dunia saat ini menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan iklim,
ketimpangan sosial, dan konflik budaya. Orang-orang yang berilmu menurut
Al-Qur'an tidak hanya memahami fenomena tersebut secara ilmiah, tetapi juga
mampu memberikan solusi yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan.
Ayat ini juga
menginspirasi pendekatan pendidikan Islam untuk mengintegrasikan ilmu
pengetahuan dengan nilai-nilai spiritual. Pendidikan Islam seharusnya tidak
hanya menghasilkan individu yang pintar secara intelektual, tetapi juga
memiliki kesadaran moral dan spiritual yang tinggi.
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS Ali Imran: 190-191.
[2]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. M. F.
Al-Hambali (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), 2:433.
[3]
Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed.
Ahmad Abd Al-Rahim Sa'd (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 6:223.
[4]
Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Beirut: Dar Ihya
at-Turath al-Arabi, 1990), 12:85.
[5]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur'an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 2:331.
4.
Hadits
tentang Kewajiban Menuntut Ilmu
4.1. Hadits 1: HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik
Rasulullah Saw bersabda:
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ
عَمَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنَا كَثِيْرُ
بْنُ شِنْظِيْرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيْرِينَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَّوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِدِ
الْخَنَازِيْرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ
Telah bercerita kepada kami Hisyam bin 'Ammar dari
Hafs bin Sulaiman dari Katsir bin Syindzir dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik yang berkata,
Rasulullah telah bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim. Dan menempatkan ilmu kepada yang bukan ahlinya bagaikan memakaikan
intan. permata, dan emas kepada binatang babi." (HR Ibnu Majah,
no. 224).¹
Penjelasan
Hadits
1)
Konteks dan Kandungan
Hadits
Imam Al-Munawi dalam Fayd al-Qadir
menjelaskan bahwa kewajiban menuntut ilmu yang disebut dalam hadits ini
meliputi ilmu agama yang bersifat fardhu ‘ain (wajib individu).
Contohnya, setiap Muslim wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan keimanan,
ibadah, dan muamalah sesuai kapasitas masing-masing.²
2)
Pembagian Ilmu dalam Islam
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin membagi
ilmu menjadi dua kategori:
o Ilmu fardhu 'ain: Ilmu agama
yang wajib diketahui oleh setiap Muslim, seperti tata cara shalat, zakat, dan
hal-hal pokok dalam agama.
o Ilmu fardhu kifayah: Ilmu
duniawi seperti kedokteran, matematika, dan teknik yang jika sudah dipelajari
oleh sebagian umat, gugur kewajibannya atas yang lain.³
3)
Relevansi Hadits
Hadits ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu adalah
kewajiban mutlak yang tidak dapat diabaikan. Kewajiban ini berlaku untuk semua
Muslim tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau status sosial.
4.2. Hadits 2: HR Al-Bukhari dari Abdullah bin Amr
Rasulullah Saw bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ
الصَّحَاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ
عَطِيَّةً عَنْ أَبِي كَيْشَةً عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلَغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدَثُوا
عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ
عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأُ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Dari Abdullah Ibn Amr: Dan sesungguhnya Nabi Muhammad Saw telah bersabda: "Sampaikanlah dariku (ilmu)
meskipun satu ayat (al-Qur'an). Dan kisahkanlah (hal-hal) terkait
dengan Bani Israil dan itu tidak masalah (berdosa). Dan barang siapa
berbohong dengan menyandarkan kebohongan tersebut kepadaku secara sengaja, maka
tempatnya ada di neraka." (HR Al-Bukhari, no.
3461).⁴
Penjelasan
Hadits
1)
Makna Hadits
Dalam Fath al-Bari, Ibnu Hajar
Al-Asqalani menjelaskan bahwa hadits ini mengandung perintah untuk menyampaikan
ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum yang bermanfaat. Perintah ini tidak
mensyaratkan tingkat keahlian tertentu, tetapi menekankan pentingnya penyebaran
ilmu sesuai kemampuan masing-masing.⁵
2)
Kewajiban Menyampaikan
Ilmu
Hadits ini menegaskan bahwa ilmu yang dimiliki
seseorang harus disebarluaskan kepada orang lain. Imam Nawawi dalam Riyadh
as-Salihin menyatakan bahwa setiap Muslim bertanggung jawab untuk menyampaikan
kebenaran sesuai kemampuannya, baik kepada keluarga, tetangga, maupun
masyarakat luas.⁶
3)
Relevansi Hadits
Dalam konteks modern, hadits ini menginspirasi
umat Islam untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam menyebarkan ilmu. Media
sosial, artikel, dan video pembelajaran dapat menjadi sarana efektif untuk
mengamalkan hadits ini.
4.3. Pandangan Ulama tentang Kewajiban Menuntut dan
Menyampaikan Ilmu
1)
Pentingnya Ilmu sebagai
Landasan Keimanan
Imam Ahmad bin Hanbal menegaskan bahwa ilmu
adalah jalan menuju ketaatan kepada Allah. Dalam pandangannya, seorang Muslim
tidak mungkin memahami kewajibannya kepada Allah tanpa ilmu.⁷
2)
Keseimbangan antara Ilmu
dan Amal
Al-Zarnuji dalam Ta’lim al-Muta’allim
menekankan bahwa ilmu harus diamalkan. Ia menyatakan, “Ilmu tanpa amal
seperti pohon tanpa buah.” Dengan demikian, menuntut ilmu dan
menyampaikannya kepada orang lain menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.⁸
3)
Motivasi Menuntut Ilmu
dalam Islam
Imam Al-Nawawi dalam Al-Maqasid
menjelaskan bahwa motivasi utama dalam menuntut ilmu adalah mendekatkan diri
kepada Allah dan memberikan manfaat kepada sesama manusia. Dengan demikian,
ilmu tidak hanya menjadi alat intelektual, tetapi juga sarana untuk
meningkatkan kualitas spiritual dan sosial.⁹
4.4. Relevansi Hadits dalam Kehidupan Modern
Hadits-hadits
tentang kewajiban menuntut ilmu dan menyampaikan ilmu tetap relevan di era
modern, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti ketimpangan
pendidikan dan kemajuan teknologi. Umat Islam didorong untuk terus belajar dan
berkontribusi melalui ilmu, baik dalam lingkup lokal maupun internasional.
Selain itu, hadits
ini juga mengajarkan umat Islam untuk menjadi agen perubahan yang aktif.
Menyampaikan ilmu, meskipun kecil, dapat memberikan dampak besar terhadap
kemajuan masyarakat.
Catatan Kaki
[1]
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 224, ed.
Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1996).
[2]
Al-Munawi, Fayd al-Qadir Sharh Jami’ al-Saghir
(Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2005), 2:172.
[3]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terjemahan oleh
Fuad Abdurrahman (Jakarta: Republika, 2004), 1:51.
[4]
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, no. 3461, ed.
Muhammad Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001).
[5]
Ibn Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, ed. M. Al-Lahham
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 5:203.
[6]
Imam Nawawi, Riyadh as-Salihin, ed. Muhammad
Nasiruddin al-Albani (Beirut: Dar al-Maktabah al-Islamiyyah, 1995), 1:20.
[7]
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, ed.
Shu’aib al-Arna’ut (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1998), 2:45.
[8]
Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim, terjemahan
oleh A. Nashih Ulwan (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), 12.
[9]
Imam Nawawi, Al-Maqasid (Cairo: Dar al-Hadith,
1999), 23.
5.
Perspektif
Pendidikan Islam dan Kajian Jurnal Ilmiah
5.1. Pendekatan Pendidikan Islam
Islam menempatkan
ilmu sebagai aspek fundamental dalam kehidupan manusia. Dalam perspektif
pendidikan Islam, proses pembelajaran tidak hanya bertujuan untuk mengembangkan
intelektual, tetapi juga membentuk akhlak dan spiritualitas. QS Al-Mujadilah
(58) ayat 11 menyebutkan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang beriman
dan berilmu, menunjukkan keutamaan ilmu sebagai pondasi kehidupan.¹
1)
Integrasi Ilmu Agama dan
Duniawi
Pendidikan Islam memandang ilmu sebagai kesatuan
yang holistik. Syed Muhammad Naquib Al-Attas menegaskan bahwa pendidikan dalam
Islam bertujuan untuk menciptakan insan yang baik (insan kamil), yang
mengintegrasikan ilmu agama (ulum syar'iyyah) dan ilmu duniawi (ulum
kauniyyah).² Model pendidikan ini menekankan hubungan harmonis antara
ilmu, iman, dan amal.
2)
Pendidikan Berbasis Nilai
Tauhid
Dalam pandangan Ismail Raji al-Faruqi, pendidikan
Islam harus berlandaskan konsep tauhid, di mana seluruh ilmu diarahkan untuk
mengenal Allah dan mengabdi kepada-Nya. Hal ini mencakup pendekatan
multidisiplin, di mana ilmu-ilmu modern dikaitkan dengan nilai-nilai Islam.³
3)
Penerapan dalam Kurikulum
Modern
Kurikulum pendidikan Islam modern harus
mencerminkan prinsip integrasi ilmu. Misalnya, di lembaga pendidikan seperti
International Islamic University Malaysia (IIUM), mata pelajaran umum seperti
sains dan teknologi diintegrasikan dengan ajaran Islam, sehingga peserta didik
memahami bahwa ilmu duniawi adalah bagian dari ibadah.⁴
5.2. Kajian Jurnal Ilmiah Islami
Penelitian ilmiah di
bidang pendidikan Islam menunjukkan bahwa kewajiban menuntut ilmu tetap relevan
dalam menghadapi tantangan era globalisasi dan kemajuan teknologi. Beberapa
temuan dari jurnal ilmiah mencakup:
1)
Efektivitas Pendidikan
Berbasis Tauhid
Penelitian yang dipublikasikan di Journal of
Islamic Education menunjukkan bahwa pendidikan berbasis tauhid
meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan memperkuat hubungan mereka dengan
Allah. Penekanan pada aspek spiritual dalam pembelajaran menghasilkan individu
yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter.⁵
2)
Peran Teknologi dalam
Pendidikan Islam
Studi di International Journal of Islamic and
Middle Eastern Finance and Management menemukan bahwa integrasi teknologi
dalam pendidikan Islam membantu memperluas akses terhadap ilmu, terutama dalam
pembelajaran jarak jauh. Namun, studi ini juga menekankan pentingnya panduan
etika dalam penggunaan teknologi agar tidak melanggar nilai-nilai Islam.⁶
3)
Korelasi antara Ilmu dan
Pembangunan Umat
Sebuah artikel di Al-Bayan Journal of Qur'an
and Hadith Studies menyoroti bahwa kewajiban menuntut ilmu sebagaimana
ditegaskan dalam QS at-Taubah (9) ayat 122 dan hadits-hadits Nabi menjadi
landasan untuk membangun peradaban Islam yang maju. Penelitian ini menunjukkan
bahwa sejarah Islam mencatat kemajuan luar biasa ketika ilmu menjadi prioritas
umat, seperti pada era Abbasiyah.⁷
5.3. Relevansi dalam Kehidupan Modern
Di era globalisasi,
tantangan yang dihadapi umat Islam meliputi modernisasi pendidikan dan
persaingan global. Pendidikan Islam modern harus mampu:
1)
Mengintegrasikan Nilai
Islam dalam Sains dan Teknologi
Pendidikan berbasis Islam perlu menjawab
pertanyaan etis dalam teknologi modern, seperti kecerdasan buatan dan
bioteknologi, dengan prinsip syariah.
2)
Meningkatkan Akses
Pendidikan
Hadis Rasulullah Saw tentang menyampaikan ilmu (“Sampaikan
dariku walaupun satu ayat”) relevan dalam memanfaatkan teknologi untuk
menyebarkan ilmu ke seluruh dunia, termasuk melalui platform digital.⁸
3)
Menciptakan Generasi
Pembelajar Sepanjang Hayat
Konsep pembelajaran sepanjang hayat sangat sesuai
dengan perintah Islam untuk terus menuntut ilmu. Dalam era modern, pendidikan
harus memberikan kesempatan bagi setiap Muslim untuk belajar kapan saja dan di
mana saja.
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS Al-Mujadilah: 11.
[2]
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam
(Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 101.
[3]
Ismail Raji al-Faruqi, Islamization of Knowledge (Herndon:
IIIT, 1982), 43.
[4]
Mohd Kamal Hassan, The Integration of Knowledge in Theory and
Practice (Kuala Lumpur: IIUM Press, 2010), 67.
[5]
Journal of Islamic Education, "The Impact of Tauhid-Based
Education on Student Development," Vol. 12, No. 3 (2021) ayat 45-63.
[6]
International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and
Management, "Technology Integration in Islamic Education: Challenges and
Opportunities," Vol. 14, No. 2 (2022) ayat 120-135.
[7]
Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies, "The Role of
Knowledge in Islamic Civilization," Vol. 9, No. 4 (2020) ayat 189-205.
[8]
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, no. 3461, ed.
Muhammad Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001).
6.
Penutup
6.1. Kesimpulan
Islam menempatkan
ilmu sebagai pilar utama dalam kehidupan manusia. QS at-Taubah (9) ayat 122
menegaskan bahwa kewajiban mendalami ilmu, khususnya ilmu agama, adalah bagian
dari tanggung jawab kolektif umat Islam untuk menjaga keberlangsungan syariat
dan bimbingan umat.¹ QS Ali Imran (3) ayat 190-191 memberikan gambaran
ciri-ciri orang yang berilmu sebagai mereka yang mampu mengintegrasikan dzikir
dan tafakkur, sehingga ilmu yang mereka peroleh tidak hanya bersifat
intelektual tetapi juga membangun keimanan.²
Hadits Rasulullah Saw
seperti “Menuntut
ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim” (HR Ibnu Majah) dan “Sampaikan
dariku walaupun satu ayat” (HR Al-Bukhari) memperkuat kewajiban
umat Islam untuk tidak hanya menuntut ilmu tetapi juga menyampaikannya kepada
orang lain.³ Penekanan ini menunjukkan bahwa ilmu dalam Islam memiliki dimensi
pribadi dan sosial, di mana manfaat ilmu tidak hanya berhenti pada individu
tetapi harus disebarluaskan untuk membangun masyarakat yang beradab.⁴
6.2. Rekomendasi
1)
Bagi Individu Muslim
Setiap Muslim harus menjadikan menuntut ilmu
sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, baik ilmu agama maupun ilmu duniawi.
Integrasi antara keduanya diperlukan untuk menjadi insan yang seimbang antara
spiritualitas dan intelektualitas.⁵
2)
Bagi Lembaga Pendidikan
Institusi pendidikan Islam harus merancang
kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai tauhid dengan ilmu pengetahuan
modern. Upaya ini diperlukan untuk mencetak generasi yang mampu menghadapi
tantangan global sambil tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.⁶
3)
Bagi Masyarakat dan
Pemerintah
Pemerintah dan masyarakat Muslim perlu memberikan
dukungan penuh terhadap akses pendidikan bagi semua kalangan, termasuk melalui
pemanfaatan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh dan pembentukan pusat-pusat
kajian Islam. Kebijakan ini selaras dengan semangat hadits Nabi tentang menyampaikan
ilmu ke seluruh lapisan masyarakat.⁷
6.3. Doa dan Harapan
Sebagai penutup,
penulis berharap agar artikel ini mampu menginspirasi pembaca untuk lebih
semangat dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan ajaran Islam.
Semoga umat Islam senantiasa diberi kemudahan oleh Allah Swt dalam upaya
mencari ilmu dan menyebarkannya. Dalam sebuah doa Rasulullah Saw disebutkan:
اللَّهُمَّ
زِدْنِي عِلْمًا، وَارْزُقْنِي فَهْمًا
"Ya
Allah, tambahkanlah aku ilmu, dan berikanlah aku pemahaman yang baik."
(HR At-Tirmidzi).⁸
Semoga kita semua
mampu menjadi bagian dari umat yang mencintai ilmu, mengamalkan ilmu, dan
menyebarkannya untuk kemaslahatan umat manusia.
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS at-Taubah: 122.
[2]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. M. F.
Al-Hambali (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), 2:433.
[3]
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 224, ed.
Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1996).
[4]
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, no. 3461, ed.
Muhammad Al-Lahham (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001).
[5]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terjemahan oleh
Fuad Abdurrahman (Jakarta: Republika, 2004), 1:51.
[6]
Mohd Kamal Hassan, The Integration of Knowledge in Theory and
Practice (Kuala Lumpur: IIUM Press, 2010), 67.
[7]
International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and
Management, "Technology Integration in Islamic Education: Challenges and
Opportunities," Vol. 14, No. 2 (2022) ayat 120-135.
[8]
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, no. 3599, ed.
Muhammad Fu'ad Abd al-Baqi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996).
Daftar Pustaka
Al-Attas, S. M. N. (1995). Prolegomena to the
Metaphysics of Islam. Kuala Lumpur: ISTAC.
Al-Bukhari, M. I. (2001). Sahih al-Bukhari.
Edited by M. Al-Lahham. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Faruqi, I. R. (1982). Islamization of
Knowledge. Herndon: International Institute of Islamic Thought (IIIT).
Al-Ghazali, M. (2004). Ihya Ulumuddin. Translated
by Fuad Abdurrahman. Jakarta: Republika.
Al-Munawi, A. (2005). Fayd al-Qadir Sharh Jami’
al-Saghir. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Al-Qurtubi, M. (2006). Al-Jami' li Ahkam
al-Qur'an. Edited by A. A. R. Sa'd. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Razi, F. (1990). Mafatih al-Ghayb.
Beirut: Dar Ihya at-Turath al-Arabi.
Al-Zarnuji, B. (2003). Ta’lim al-Muta’allim.
Translated by A. Nashih Ulwan. Jakarta: Pustaka Azzam.
At-Tirmidzi, M. I. (1996). Sunan At-Tirmidzi.
Edited by M. Fu'ad Abd al-Baqi. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Department of Religious Affairs (2019). Al-Qur’an
and Its Translation. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Hassan, M. K. (2010). The Integration of
Knowledge in Theory and Practice. Kuala Lumpur: IIUM Press.
Ibn Hajar Al-Asqalani. (2001). Fath al-Bari.
Edited by M. Al-Lahham. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Ibn Kathir, I. (2000). Tafsir al-Qur'an al-Azim.
Edited by M. F. Al-Hambali. Riyadh: Dar as-Salam.
International Journal of Islamic and Middle Eastern
Finance and Management. (2022). Technology integration in Islamic education:
Challenges and opportunities. International Journal of Islamic and Middle
Eastern Finance and Management, 14(2), 120-135.
Journal of Islamic Education. (2021). The impact of
tauhid-based education on student development. Journal of Islamic Education,
12(3), 45-63.
Quraish Shihab, M. (1996). Membumikan Al-Qur'an:
Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir Al-Mishbah:
Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati.
Sunan Ibnu Majah. (1996). Edited by M. Fu’ad Abd al-Baqi. Beirut: Dar Ihya al-Kutub
al-Arabiyyah.
Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies. (2020). The role of knowledge in Islamic
civilization. Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies, 9(4),
189-205.
Lampiran 1: Keterkaitan Ayat
dan Hadits
Keterkaitan Ayat dan Hadits tentang Menuntut Ilmu dengan
Sejarah Peradaban Umat Islam
1.
Pengaruh Ayat dan Hadits terhadap Kebangkitan
Ilmu dalam Peradaban Islam
Ayat-ayat Al-Qur'an dan
hadits Nabi Saw yang menekankan pentingnya menuntut ilmu menjadi pendorong
utama kebangkitan peradaban Islam. QS at-Taubah (09) ayat 122, yang menekankan
pentingnya tafaqquh fid-din (pendalaman ilmu agama), mendorong umat
Islam untuk membangun pusat-pusat pembelajaran.¹ Ayat ini berfungsi sebagai
pengingat bahwa ilmu adalah landasan utama dalam memimpin umat dan
menyelesaikan persoalan masyarakat.
Demikian pula, hadits
Rasulullah Saw, “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim”
(HR Ibnu Majah), memotivasi umat untuk mencari ilmu, baik ilmu agama maupun
duniawi. Hadits ini menegaskan bahwa ilmu adalah kewajiban universal yang harus
dijalankan setiap Muslim tanpa diskriminasi gender atau usia.²
Pada masa Kekhalifahan
Abbasiyah (750-1258 M), ayat dan hadits tersebut diterjemahkan dalam bentuk
institusi seperti Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) di Baghdad.
Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M) mendorong penerjemahan karya-karya ilmiah
Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab. Upaya ini melahirkan era
keemasan Islam, di mana para ilmuwan Muslim seperti Al-Khawarizmi, Ibn Sina,
dan Al-Farabi berkontribusi pada perkembangan matematika, kedokteran, dan
filsafat.³
2.
Relevansi Ayat dan Hadits dalam Era Modern
1)
Pendidikan Sebagai Pilar
Perubahan
QS Ali Imran (3) ayat 190-191 yang menekankan
tafakkur (merenungkan ciptaan Allah) menjadi landasan pengembangan sains dalam
Islam. Ayat ini mengajarkan umat untuk membaca ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda
Allah dalam alam semesta) sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya.⁴ Di era
modern, spirit ayat ini tercermin dalam penelitian ilmiah di berbagai bidang,
seperti teknologi dan lingkungan.
2)
Peningkatan Kualitas Pendidikan
Islam
Hadits “Sampaikan dariku walaupun satu ayat”
(HR Al-Bukhari) menggarisbawahi pentingnya menyebarkan ilmu. Konsep ini relevan
dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam menyebarkan pengetahuan secara
global, seperti penggunaan media digital untuk pembelajaran jarak jauh.⁵
Misalnya, platform seperti Massive Open Online Courses (MOOCs) yang menyediakan
kursus Islam secara daring telah membuka akses pendidikan bagi jutaan Muslim di
seluruh dunia.
3)
Peran Ilmu dalam
Pembangunan Umat
Dalam konteks pembangunan peradaban, ilmu menjadi
alat untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan
konflik. Spirit ayat dan hadits tentang kewajiban menuntut ilmu mendorong umat
Islam untuk berkontribusi secara aktif dalam menemukan solusi yang beretika
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.⁶
Kesimpulan
Ayat-ayat Al-Qur'an dan
hadits Nabi Muhammad Saw telah menginspirasi kebangkitan ilmu dalam peradaban
Islam, baik pada masa klasik maupun era modern. Dari pembangunan lembaga ilmiah
seperti Bayt al-Hikmah hingga inovasi teknologi modern, umat Islam
menunjukkan bagaimana nilai-nilai Islam dapat diintegrasikan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan. Dengan terus berpegang pada nilai-nilai ini, umat Islam dapat
memainkan peran signifikan dalam pembangunan global di masa depan.
Catatan Kaki
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), QS at-Taubah: 122.
[2]
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 224, ed.
Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi (Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1996).
[3]
Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam
(Cambridge, MA: Harvard University Press, 1968), 47-50.
[4]
Al-Qurtubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, ed.
Ahmad Abd Al-Rahim Sa'd (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 6:223.
[5]
International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and
Management, "Technology Integration in Islamic Education: Challenges and
Opportunities," Vol. 14, No. 2 (2022) ayat 120-135.
[6]
Al-Bayan Journal of Qur'an and Hadith Studies, "The Role of
Knowledge in Islamic Civilization," Vol. 9, No. 4 (2020) ayat 189-205.
Lampiran 2: Takhrij Hadits
Berikut adalah takhrij
hadits yang digunakan dalam artikel tentang Kewajiban Menuntut
Ilmu:
1.
Hadits tentang Menuntut Ilmu adalah Kewajiban
Teks
Hadits
"Menuntut ilmu adalah kewajiban
atas setiap Muslim."
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Takhrij
Hadits
·
Sumber:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
o Ibnu Majah, dalam Sunan
Ibnu Majah, Kitab Muqaddimah, Bab Keutamaan Ulama dan Anjuran untuk
Menuntut Ilmu (no. 224).
o Abu Ya'la dalam Musnad
Abu Ya'la.
o Al-Baihaqi dalam Sunan
al-Kubra.
·
Derajat Hadits:
o Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah
al-Ahadith ash-Shahihah (no. 1680).
o Sebagian ulama menilai sanadnya lemah, seperti pendapat
Al-Bukhari yang mengatakan bahwa dalam sanad hadits ini terdapat rawi bernama
Sulaiman bin Daud yang tidak kuat. Namun, Al-Albani menilai bahwa hadits ini
bisa dikuatkan oleh jalur lain.
·
Makna Hadits:
Hadits ini menunjukkan kewajiban menuntut ilmu
sebagai sebuah perintah yang bersifat umum untuk setiap Muslim, baik laki-laki
maupun perempuan. Ilmu yang dimaksud terutama adalah ilmu yang berkaitan dengan
kewajiban agama seperti shalat, puasa, dan zakat.
2.
Hadits tentang Menyampaikan Ilmu
Teks
Hadits
"Sampaikan dariku walaupun satu
ayat."
بَلِّغُوا
عَنِّي وَلَوْ آيَةً
Takhrij
Hadits
·
Sumber:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
o Al-Bukhari, dalam Sahih
al-Bukhari, Kitab Ahadith al-Anbiya’, Bab Sabda Nabi: Sampaikan
Dariku Walaupun Satu Ayat (no. 3461).
·
Derajat Hadits:
Hadits ini sahih, sebagaimana disepakati oleh
para ulama karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalur sanad yang
terpercaya.
·
Makna Hadits:
Hadits ini mengajarkan bahwa setiap Muslim memiliki
tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya, tidak harus banyak,
asalkan ilmu tersebut valid dan bermanfaat. Perintah ini menunjukkan urgensi
dakwah dan transfer ilmu sebagai bagian dari kewajiban seorang Muslim.
3.
Hadits tentang Doa Meminta Ilmu
Teks
Hadits
"Ya Allah, tambahkanlah aku ilmu."
اللَّهُمَّ زِدْنِي عِلْمًا
Takhrij
Hadits
·
Sumber:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
o At-Tirmidzi, dalam Sunan
at-Tirmidzi, Kitab Ad-Da'awat, Bab Doa Nabi Memohon Tambahan Ilmu
(no. 3599).
·
Derajat Hadits:
Hadits ini dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Silsilah
al-Ahadith ash-Shahihah.
·
Makna Hadits:
Hadits ini menunjukkan pentingnya seorang Muslim
untuk selalu berdoa kepada Allah agar diberikan tambahan ilmu. Doa ini
merupakan bagian dari etika seorang pembelajar yang menyadari bahwa ilmu adalah
anugerah dari Allah SWT.
4.
Hadits tentang Keutamaan Orang Berilmu
Teks
Hadits
"Keutamaan orang berilmu atas orang
yang hanya beribadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang."
فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ
لَيْلَةَ البَدْرِ عَلَى سَائِرِ الكَوَاكِبِ.
Takhrij
Hadits
·
Sumber:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
o Abu Dawud, dalam Sunan
Abu Dawud, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Menuntut Ilmu (no. 3641).
o At-Tirmidzi, dalam Sunan
at-Tirmidzi, Kitab Ilmu, Bab Keutamaan Orang Berilmu (no. 2682).
·
Derajat Hadits:
Hadits ini dinilai hasan sahih oleh At-Tirmidzi.
·
Makna Hadits:
Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu
dibandingkan dengan ibadah semata. Orang berilmu memiliki kedudukan yang lebih
tinggi karena ilmu mereka memberi manfaat kepada banyak orang.
Kesimpulan
Takhrij hadits-hadits ini
menunjukkan bahwa kewajiban menuntut ilmu dan menyampaikannya telah ditegaskan
dalam hadits-hadits Rasulullah Saw. Dengan memahami sanad dan matan hadits,
kita dapat lebih yakin akan otoritas dan relevansi pesan-pesan tersebut dalam
membangun peradaban Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar