Senin, 27 Januari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 12 Bab 2: Sabar dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

Sabar dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits


Alihkan ke: Ujian bagi Umat Islam Sepanjang Sejarah


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 12 (Dua belas)


Abstrak

Sabar merupakan salah satu konsep utama dalam ajaran Islam yang memiliki dimensi teologis, spiritual, dan praktis. Artikel ini membahas sabar berdasarkan kajian ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits, seperti QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157, QS Ali Imran [3] ayat 186, serta Hadits riwayat Muslim dan Tirmidzi. Sabar terbagi menjadi tiga jenis: sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi ujian. Penjelasan ulama klasik seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, dan Al-Qurthubi menunjukkan bahwa sabar adalah landasan keimanan dan kunci meraih kedekatan dengan Allah. Pendekatan kontemporer dalam psikologi Islam mengungkapkan bahwa sabar memiliki manfaat positif terhadap kesehatan mental dan stabilitas emosi. Implementasi sabar diwujudkan melalui ibadah seperti shalat, puasa, dzikir, serta penerapannya dalam menghadapi musibah, konflik sosial, dan mendidik keluarga. Kesimpulannya, sabar adalah sifat universal yang relevan di segala zaman, memberikan hikmah duniawi dan ukhrawi, serta menjadi cahaya dalam kehidupan manusia.

Kata Kunci: Sabar, Al-Qur'an, Hadits, Kesabaran, Keimanan, Hikmah, Psikologi Islam.


PEMBAHASAN

Sabar dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 12 (Dua belas)


1.           Pendahuluan

1.1.       Definisi Sabar

Sabar dalam bahasa Arab berasal dari akar kata ṣa-ba-ra (صَبَرَ) yang berarti menahan diri atau bertahan dalam kesulitan dan tekanan. Dalam terminologi Islam, sabar didefinisikan sebagai keteguhan hati dalam ketaatan kepada Allah, menjauhi kemaksiatan, dan menghadapi cobaan hidup dengan ikhlas dan tawakal. Menurut Imam al-Ghazali, sabar adalah salah satu cabang keimanan, sebagaimana ia menyatakan, "Sabar adalah separuh dari iman karena iman terdiri dari sabar dan syukur."1

Secara umum, sabar mencakup tiga dimensi utama:

·                     Sabar dalam ketaatan, yaitu konsistensi dalam menjalankan perintah Allah.

·                     Sabar dalam menjauhi maksiat, yaitu menahan diri dari godaan hawa nafsu.

·                     Sabar dalam menghadapi musibah, yaitu ketabahan menerima segala ketentuan Allah dengan lapang dada.2

1.2.       Pentingnya Sabar dalam Kehidupan

Al-Qur'an dan Hadits memberikan penekanan luar biasa terhadap sabar sebagai sifat utama yang harus dimiliki setiap Muslim. Dalam Al-Qur'an, kata ṣabr (sabar) dan turunannya disebutkan lebih dari 90 kali, menunjukkan betapa pentingnya konsep ini dalam ajaran Islam. Allah berfirman dalam QS Az-Zumar [39] ayat 10, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas."3

Pentingnya sabar juga disinggung oleh Nabi Muhammad Saw. dalam sabdanya:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin! Semua urusannya baik baginya, dan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika dia ditimpa kesulitan, dia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim, no. 2999).4

Sabar menjadi landasan utama dalam membangun kehidupan yang harmonis baik secara individu maupun sosial. Tanpa sabar, seseorang akan mudah putus asa, emosional, atau tergelincir dalam dosa. Oleh karena itu, Islam menjadikan sabar sebagai salah satu pilar keimanan yang harus diterapkan dalam setiap aspek kehidupan.5

1.3.       Relevansi Topik

Dalam realitas kehidupan, manusia tidak terlepas dari ujian dan cobaan. Allah menegaskan dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157, 

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (155) yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.’ (156)6

Ayat ini menggambarkan bahwa ujian adalah bagian dari sunnatullah yang tidak dapat dihindari. Dengan memahami hakikat ujian ini, konsep sabar menjadi semakin relevan, terutama di tengah berbagai tantangan hidup modern seperti tekanan ekonomi, konflik sosial, dan bencana alam. Pembahasan tentang sabar tidak hanya menawarkan solusi spiritual, tetapi juga membantu manusia meraih ketenangan jiwa dan kestabilan hidup.

Sebagai nilai fundamental dalam Islam, sabar juga berperan dalam membentuk akhlak mulia. Nabi Muhammad Saw. adalah teladan utama dalam kesabaran. Ketika menghadapi penolakan, hinaan, bahkan ancaman dalam dakwahnya, beliau menunjukkan keteguhan hati yang luar biasa. Ini mengajarkan umat Islam bahwa sabar adalah kunci keberhasilan dalam menghadapi segala ujian kehidupan.


Footnotes

[1]                Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 81.

[2]                Ibnu Taimiyyah, Majmu' al-Fatawa, ed. Muhammad bin Abdulrahman (Madinah: Maktabah al-Riyadh, 1987), jilid 10, hlm. 520.

[3]                Al-Qur'an, QS Az-Zumar [39] ayat 10.

[4]                Muslim bin al-Hajjaj, Sahih Muslim (Riyadh: Darussalam, 2007), no. 2999.

[5]                Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 2, hlm. 177.

[6]                Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157.


2.           Dasar Teologis tentang Sabar dalam Al-Qur'an dan Hadits

2.1.       Makna Sabar dalam Al-Qur'an

2.1.1.    QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157

Allah Swt berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (155) yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.’ (156) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (157)”

Ayat ini menjelaskan bahwa ujian adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Ketakutan, kelaparan, kehilangan, dan musibah lainnya adalah bagian dari sunnatullah yang bertujuan menguji kesabaran manusia.1 Para mufassir seperti Imam Al-Qurthubi menekankan bahwa ungkapan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali) adalah manifestasi sikap sabar yang menunjukkan kesadaran penuh akan kedaulatan Allah atas segala sesuatu.2

Tafsir Ibnu Katsir menambahkan bahwa orang-orang yang sabar dalam menghadapi ujian akan mendapatkan tiga keutamaan dari Allah: (1) keberkatan (sholawat), (2) rahmat, dan (3) petunjuk.3 Ayat ini menegaskan bahwa kesabaran bukan hanya sikap pasif, tetapi sebuah ibadah yang mendatangkan keberuntungan di dunia dan akhirat.

2.1.2.    QS Ali Imran [3] ayat 186

Allah Swt berfirman:

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذىً كَثِيراً وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Kamu pasti akan diuji pada hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu pasti akan mendengar banyak hal yang menyakitkan dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”

Ayat ini menekankan keniscayaan ujian dalam bentuk gangguan fisik, mental, maupun sosial, khususnya dalam konteks dakwah dan perjuangan Islam. Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kesabaran dan ketakwaan adalah kunci untuk menghadapi berbagai tantangan ini dengan kekuatan iman.4

2.2.       Makna Sabar dalam Hadits

2.2.1.    HR Muslim dari Suhaib

Rasulullah Saw. bersabda:

حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ جَمِيعًا عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ وَاللَّفْظُ لِشَيْبَانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid Al Azdi dan Syaiban bin Farrukh semuanya dari Sulaiman bin Al Mughirah dan teksnya meriwayatkan milik Syaiban, telah menceritakan kepada kami Sulaiman telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Shuhaib berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Perkara orang mu`min mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu`min, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya." (HR Muslim, no. 2999).

Hadits ini menjelaskan bahwa sabar adalah sifat yang memperkuat iman seseorang. Imam Nawawi dalam syarahnya terhadap hadits ini menyebut bahwa kesabaran dan syukur adalah dua sisi keimanan yang saling melengkapi. Seseorang yang bersabar tidak hanya pasrah, tetapi juga aktif mencari hikmah dan solusi yang sesuai dengan ajaran Islam.5

2.2.2.    HR At-Tirmidzi dari Mus'ab bin Sa'ad

Rasulullah Saw. bersabda:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَارَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari ['Ashim bin Bahdalah] dari [Mush'ab bin Sa'ad] dari [ayahnya] berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya? Beliau menjawab: "Para nabi, kemudian yang sepertinya, kemudian yang sepertinya, sungguh seseorang itu diuji berdasarkan agamanya, bila agamanya kuat, ujiannya pun berat, sebaliknya bila agamanya lemah, ia diuji berdasarkan agamanya. Ujian tidak akan berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan dimuka bumi dengan tidak mempunyai kesalahan."  (HR At-Tirmidzi, no. 2398).

Hadits ini menggarisbawahi bahwa ujian adalah indikator kedekatan seseorang dengan Allah. Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa cobaan yang lebih berat menunjukkan tingkat iman yang lebih tinggi, sebagaimana para Nabi yang menjadi teladan utama dalam kesabaran menghadapi berbagai tantangan dakwah.6

2.3.       Integrasi antara Al-Qur'an dan Hadits dalam Konsep Sabar

Al-Qur'an dan Hadits saling melengkapi dalam menjelaskan konsep sabar. Al-Qur'an memberikan landasan teologis dan janji Allah bagi orang yang sabar, sedangkan hadits menggambarkan implementasi sabar dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157 menjelaskan kesabaran dalam menghadapi musibah, sementara hadits Nabi memberikan contoh praktis dari kehidupan beliau dan para sahabat. Kedua sumber ini menegaskan bahwa sabar adalah karakter utama seorang Muslim yang mencakup dimensi teologis, spiritual, dan sosial.


Footnotes

[1]                Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157.

[2]                Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 2, hlm. 178.

[3]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), jilid 1, hlm. 378.

[4]                Al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), jilid 2, hlm. 47.

[5]                Yahya bin Sharaf an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Kairo: Dar al-Hadith, 2001), jilid 4, hlm. 222.

[6]                Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1993), jilid 10, hlm. 117.


3.           Jenis-Jenis Sabar Menurut Perspektif Islam

Dalam Islam, sabar memiliki cakupan yang luas dan mencakup berbagai dimensi kehidupan. Para ulama membagi sabar menjadi tiga kategori utama, yaitu: sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi ujian atau musibah. Pembagian ini berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits serta pendapat para ulama.

3.1.       Sabar dalam Ketaatan kepada Allah

Sabar dalam ketaatan kepada Allah berarti berusaha konsisten dalam menjalankan perintah-Nya, meskipun terasa berat atau membutuhkan pengorbanan. Allah berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Taha [20] ayat 132).1

Ayat ini menegaskan bahwa melaksanakan perintah Allah, seperti shalat dan ibadah lainnya, memerlukan kesabaran. Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa sabar dalam ketaatan mencakup keteguhan hati dalam menjalankan ibadah, meskipun terdapat hambatan seperti rasa malas atau godaan duniawi.2

Contoh konkret sabar dalam ketaatan dapat dilihat pada puasa di bulan Ramadan. Puasa tidak hanya menahan diri dari makan dan minum tetapi juga melatih kesabaran dalam mengendalikan hawa nafsu, sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 183, "Agar kamu bertakwa."3

3.2.       Sabar dalam Menjauhi Kemaksiatan

Sabar dalam menjauhi kemaksiatan berarti menahan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah, meskipun dorongan hawa nafsu atau situasi sosial mengarah kepada maksiat. Dalam QS Yusuf [12] ayat 33, Nabi Yusuf a.s. berkata:

رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ ۖ

“Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku...”

Kisah Nabi Yusuf menjadi teladan sabar dalam menjauhi dosa, terutama dalam situasi yang penuh godaan. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Nabi Yusuf menunjukkan kekuatan iman dan keteguhan hati yang luar biasa dalam memilih ketaatan kepada Allah di atas kenikmatan duniawi yang sesaat.4

Hadits Rasulullah Saw. juga memperkuat konsep ini:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.

Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Pemimpin yang adil, (2) Pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, (3) Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid, (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, (5) Seorang lelaki yang diajak oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan untuk berbuat maksiat, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah,’ (6) Seorang lelaki yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan (7) Seorang lelaki yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian lalu air matanya mengalir.’ (HR Bukhari, no. 660).5

3.3.       Sabar dalam Menghadapi Ujian dan Musibah

Sabar dalam menghadapi ujian adalah bentuk kesabaran yang paling sering dibahas dalam Al-Qur'an dan Hadits. Allah Swt berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah [2] ayat 155).6

Musibah adalah bagian dari kehidupan manusia, dan kesabaran menjadi kunci untuk menghadapinya. Dalam hadits, Rasulullah Saw. bersabda:

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ شَرًّا أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia akan menyegerakan hukuman baginya di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba, maka Dia menahan (hukuman) atas dosanya hingga dia datang pada hari kiamat dengan membawa dosa tersebut. (HR Bukhari, no. 5645; HR. Tirmidzi, no. 2396).7

Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa ujian yang datang kepada seorang mukmin bertujuan untuk meningkatkan derajatnya di sisi Allah dan membersihkan dosa-dosanya.8

Contoh sabar dalam menghadapi musibah juga dapat ditemukan dalam kisah Nabi Ayub a.s., yang tetap bersabar meskipun kehilangan harta, keluarga, dan kesehatannya. Kesabaran Nabi Ayub menjadi simbol keteguhan iman dan tawakal kepada Allah.


Integrasi Ketiga Jenis Sabar

Ketiga jenis sabar ini saling melengkapi dalam kehidupan seorang Muslim. Sabar dalam ketaatan menjaga hubungan vertikal dengan Allah, sabar dalam menjauhi kemaksiatan menjaga integritas moral, dan sabar dalam menghadapi ujian melatih ketabahan dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana disampaikan oleh Imam Ghazali, 

الصَّبْرُ أَسَاسُ كُلِّ خَيْرٍ، وَلَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا صَبْرَ لَهُ، كَمَا لَا جَسَدَ لِمَنْ لَا رَأْسَ لَهُ.

Kesabaran adalah landasan bagi segala kebaikan. Tidak ada iman tanpa sabar, sebagaimana tidak ada tubuh tanpa kepala.”_9


Footnotes

[1]                Al-Qur'an, QS Taha [20] ayat 132.

[2]                Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 4, hlm. 225.

[3]                Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 183.

[4]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), jilid 2, hlm. 489.

[5]                Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh: Darussalam, 1997), no. 660.

[6]                Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155.

[7]                Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh: Darussalam, 1997), no. 5645.

[8]                Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1993), jilid 10, hlm. 116.

[9]                Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 80.


4.           Hikmah dan Keutamaan Sabar

4.1.       Hikmah Sabar dalam Perspektif Al-Qur'an

Sabar memiliki hikmah mendalam yang memberikan dampak positif terhadap kehidupan dunia dan akhirat. Allah Swt mengabadikan sabar sebagai sifat mulia yang melekat pada orang-orang beriman, yang membawa berbagai hikmah, antara lain:

4.1.1.    Mendapat Pahala Tanpa Batas

Allah Swt berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS Az-Zumar [39] ayat 10)._1

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa pahala tanpa batas menunjukkan keistimewaan sabar dibandingkan amal lainnya. Orang-orang yang bersabar diberikan balasan secara langsung oleh Allah tanpa takaran tertentu, karena sabar adalah bentuk ibadah yang membutuhkan pengorbanan jiwa dan perasaan yang mendalam.2

4.1.2.    Menjadi Bukti Ketakwaan

Sabar juga menjadi bukti nyata ketakwaan seseorang, sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran [3] ayat 186:

وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”_3

Imam Al-Qurthubi menekankan bahwa sabar dan takwa adalah dua elemen yang saling melengkapi. Sabar memberikan kekuatan untuk bertahan dalam ujian, sementara takwa menjadi panduan agar tidak menyimpang dari jalan Allah saat menghadapi cobaan hidup.4

4.1.3.    Mendapat Pertolongan Allah

Allah menjanjikan pertolongan bagi orang-orang yang sabar dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 153:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”_5

Ayat ini menunjukkan bahwa sabar adalah salah satu kunci untuk mendapatkan kedekatan dan bantuan Allah dalam setiap urusan.

4.2.       Keutamaan Sabar dalam Perspektif Hadits

Keutamaan sabar juga dijelaskan secara gamblang dalam banyak hadits Rasulullah Saw. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

4.2.1.    Sabar sebagai Separuh dari Iman

Rasulullah Saw. bersabda:

قَالَ النَّبِيُّ : الصَّبْرُ نِصْفُ الْإِيمَانِ.

“Sabar adalah separuh dari iman.” (HR Baihaqi, no. 213).

Hadits ini menunjukkan bahwa iman seorang mukmin tidak akan sempurna tanpa adanya kesabaran. Imam Ghazali menjelaskan bahwa sabar adalah pondasi iman, karena iman terdiri atas sabar dan syukur. Seseorang yang tidak memiliki kesabaran akan mudah terjerumus dalam keputusasaan dan kehilangan keimanan.6

4.2.2.    Sabar sebagai Tanda Cinta Allah

Rasulullah Saw. bersabda:

إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“Apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barang siapa ridha, maka baginya keridhaan Allah, dan barang siapa murka, maka baginya kemurkaan Allah.” (HR At-Tirmidzi, no. 2396).7

Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa ujian adalah tanda kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Orang yang bersabar dalam menghadapi ujian akan mendapatkan keridhaan Allah sebagai balasan atas keteguhan hatinya.8

4.2.3.    Derajat Tinggi di Surga

Dalam hadits lain, Rasulullah Saw. bersabda:

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرَفًا يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا، وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا، أَعَدَّهَا اللَّهُ لِمَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ، وَأَلَانَ الْكَلَامَ، وَتَابَعَ الصِّيَامَ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ.

Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat dari dalam dan bagian dalamnya terlihat dari luar. Allah menyediakan kamar-kamar tersebut bagi orang yang memberi makan (kepada orang lain), berkata dengan lemah lembut, senantiasa berpuasa, dan shalat di malam hari ketika manusia sedang tidur. (HR Ahmad, no. 23959).9

Keutamaan ini menegaskan bahwa sabar tidak hanya memberikan manfaat di dunia, tetapi juga memastikan kedudukan istimewa di akhirat.

4.3.       Hikmah Sabar dalam Kehidupan Sehari-hari

Selain hikmah ukhrawi, sabar juga membawa manfaat besar dalam kehidupan duniawi, antara lain:

4.3.1.    Ketahanan Emosional

Sabar membantu seseorang untuk tetap tenang dan tidak terbawa emosi dalam menghadapi masalah. Hal ini sangat penting dalam menjaga hubungan sosial yang harmonis.

4.3.2.    Meningkatkan Kesehatan Mental

Studi modern menunjukkan bahwa orang yang memiliki sifat sabar cenderung memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan kesehatan mental yang lebih baik. Islam telah menanamkan pentingnya sabar sebagai bagian dari pengendalian diri dan pengelolaan emosi.10

4.4.       Integrasi Sabar dengan Akhlak Mulia

Sabar bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga fondasi dari akhlak mulia. Seorang Muslim yang bersabar akan lebih mampu menahan diri dari sikap kasar, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan menghadapi kesulitan dengan hati yang lapang. Dalam QS Al-Furqan [25] ayat 63, Allah menyebutkan bahwa salah satu sifat hamba-Nya yang mulia adalah mereka yang bersikap sabar dan rendah hati ketika dihadapkan pada kebodohan atau kejahatan orang lain.11


Footnotes

[1]                Al-Qur'an, QS Az-Zumar [39] ayat 10.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), jilid 7, hlm. 82.

[3]                Al-Qur'an, QS Ali Imran [3] ayat 186.

[4]                Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 4, hlm. 100.

[5]                Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 153.

[6]                Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 79.

[7]                Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Riyadh: Darussalam, 2007), no. 2396.

[8]                Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1993), jilid 10, hlm. 125.

[9]                Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, ed. Syuaib al-Arnauth (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1995), no. 23959.

[10]             M. Al-Ghazzawi, Islamic Psychology in Contemporary Science (London: Islamic Academic Press, 2019), hlm. 45-46.

[11]             Al-Qur'an, QS Al-Furqan [25] ayat 63.


5.           Penjelasan Ulama dan Pendekatan Ilmiah terhadap Konsep Sabar

5.1.       Penjelasan Ulama Klasik

Para ulama klasik memberikan penjelasan mendalam mengenai sabar sebagai konsep yang integral dalam ajaran Islam. Penjelasan mereka mencakup dimensi teologis, spiritual, dan praktis.

5.1.1.    Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulum al-Din menempatkan sabar sebagai salah satu cabang utama iman. Ia menjelaskan bahwa sabar adalah kemampuan untuk menahan diri dari godaan hawa nafsu, baik dalam bentuk maksiat, keputusasaan, maupun kelalaian dalam beribadah. Al-Ghazali membagi sabar menjadi tiga jenis:

1)                  Sabar dalam ketaatan, yang memerlukan pengendalian terhadap rasa malas.

2)                  Sabar dalam menjauhi maksiat, yang melibatkan penahanan hawa nafsu.

3)                  Sabar dalam menghadapi musibah, yang menuntut keteguhan hati menerima ketetapan Allah.1

Al-Ghazali juga menyebutkan bahwa sabar adalah kekuatan spiritual yang memelihara keseimbangan hati dan mencegahnya dari sifat-sifat buruk seperti keluh kesah dan marah berlebihan.2

5.1.2.    Ibnu Taimiyyah

Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' al-Fatawa menekankan bahwa sabar adalah wujud kesadaran seseorang atas ketundukannya kepada kehendak Allah. Menurutnya, sabar bukan hanya kemampuan untuk menahan diri, tetapi juga bentuk penyerahan total kepada Allah dalam setiap kondisi. Ia menambahkan bahwa sabar memiliki hubungan erat dengan tawakal, karena keduanya mengajarkan sikap percaya kepada Allah tanpa kehilangan usaha manusiawi.3

5.1.3.    Imam Al-Qurthubi

Dalam tafsirnya, Imam Al-Qurthubi menyoroti sabar sebagai sifat yang menjadi ciri khas orang-orang yang bertakwa. Ia menjelaskan bahwa kesabaran adalah jalan menuju keridhaan Allah dan keberhasilan hidup. Menurutnya, sabar adalah tanda kedewasaan spiritual seorang Muslim, karena ia mampu menghadapi ujian dunia tanpa kehilangan orientasi akhirat.4

5.2.       Pendekatan Kontemporer terhadap Konsep Sabar

5.2.1.    Pendekatan Ilmu Psikologi Islam

Dalam perspektif psikologi Islam, sabar dipandang sebagai kemampuan untuk mengendalikan diri secara emosional, spiritual, dan mental dalam menghadapi tekanan hidup. Penelitian oleh M. Al-Ghazzawi mengungkapkan bahwa sabar memiliki efek positif terhadap kesehatan mental. Ia menjelaskan bahwa sabar membantu mengurangi stres dan kecemasan melalui penguatan spiritual yang diajarkan dalam Islam.5

Studi lain yang diterbitkan dalam Journal of Islamic Psychology menunjukkan bahwa praktik sabar meningkatkan resilien individu dalam menghadapi masalah kehidupan. Hal ini karena sabar mengajarkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada solusi daripada terjebak dalam keluhan emosional.6

5.2.2.    Pendekatan Sosial

Dalam konteks sosial, sabar menjadi kunci untuk membangun hubungan yang harmonis. Penelitian kontemporer menemukan bahwa sabar meningkatkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan baik, menghindari konflik yang tidak perlu, dan memupuk rasa empati terhadap orang lain. Konsep ini sesuai dengan ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk menahan amarah dan memperbanyak maaf, sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran [3] ayat 134.7

5.3.       Integrasi Pendekatan Ulama dan Ilmu Kontemporer

Penjelasan ulama klasik dan pendekatan kontemporer menunjukkan bahwa sabar adalah sifat universal yang relevan di segala zaman. Ulama menekankan aspek teologis dan spiritual sabar, sementara pendekatan ilmiah menyoroti manfaat psikologis dan sosialnya. Integrasi kedua perspektif ini menunjukkan bahwa sabar tidak hanya merupakan kewajiban agama, tetapi juga kebutuhan manusia untuk mencapai kesejahteraan hidup.


Footnotes

[1]                Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 79.

[2]                Ibid., hlm. 80.

[3]                Ibnu Taimiyyah, Majmu' al-Fatawa, ed. Muhammad bin Abdulrahman (Madinah: Maktabah al-Riyadh, 1987), jilid 10, hlm. 519.

[4]                Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 4, hlm. 200.

[5]                M. Al-Ghazzawi, Islamic Psychology in Contemporary Science (London: Islamic Academic Press, 2019), hlm. 47-49.

[6]                M. Az-Zahrani, "The Psychological Resilience of Patience in Islamic Teachings," Journal of Islamic Psychology, vol. 12, no. 3 (2020), hlm. 121-130.

[7]                Al-Qur'an, QS Ali Imran [3] ayat 134.


6.           Implementasi Sabar dalam Kehidupan Sehari-Hari

6.1.       Cara Praktis Melatih Sabar

Sabar bukan sekadar teori, tetapi harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Islam memberikan pedoman praktis untuk melatih dan menguatkan sifat sabar, baik melalui ibadah maupun aktivitas harian.

6.1.1.    Melalui Ibadah

1)                  Shalat sebagai Latihan Sabar

Shalat mengajarkan ketundukan kepada Allah, kedisiplinan, dan konsistensi. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah [2] ayat 153).1

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa shalat adalah cara terbaik untuk menenangkan hati dan melatih kesabaran, terutama ketika menghadapi kesulitan hidup.2

2)                  Puasa sebagai Pengendalian Diri

Puasa melatih kesabaran dengan menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu selama waktu tertentu. Rasulullah Saw. bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ

“Puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa, janganlah ia berkata kotor dan jangan pula berteriak-teriak (bertengkar).” (HR Bukhari, no. 1894).3

Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa puasa bukan hanya ibadah fisik, tetapi juga latihan spiritual untuk mencapai kesabaran dalam menahan hawa nafsu.4

3)                  Dzikir sebagai Penyejuk Hati

Berdzikir membantu seseorang untuk tetap sabar dengan mengingat kebesaran Allah. Allah berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’d [13] ayat 28).5

6.1.2.    Melalui Refleksi Diri

Seseorang dapat melatih kesabaran dengan refleksi diri dan mengambil pelajaran dari kehidupan para Nabi, seperti Nabi Ayub a.s. yang tetap bersabar meskipun menghadapi ujian berat berupa kehilangan harta, keluarga, dan kesehatan.6

6.2.       Sabar dalam Konteks Sosial

Sabar juga berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam membangun hubungan harmonis dan mengatasi konflik.

6.2.1.    Menahan Amarah

Menahan amarah adalah bentuk nyata dari kesabaran. Rasulullah Saw. bersabda:

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.

“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.” (HR Bukhari, no. 5763).7

Dalam syarah hadits ini, Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa menahan amarah adalah manifestasi kesabaran yang paling berat karena melibatkan pengendalian emosi.8

6.2.2.    Menghadapi Fitnah dan Ujian Sosial

Ujian sosial, seperti fitnah atau ejekan, memerlukan kesabaran untuk tidak membalas dengan keburukan. Allah memuji orang-orang yang sabar dalam QS Al-Furqan [25] ayat 63:

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu (adalah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”9

6.2.3.    Sabar dalam Mendidik Anak dan Keluarga

Mendidik anak adalah proses panjang yang memerlukan kesabaran. Luqman al-Hakim menasihati anaknya dalam QS Luqman [31] ayat 17:

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang baik serta cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.”10

Ulama seperti Imam Al-Qurthubi menekankan bahwa kesabaran dalam mendidik keluarga adalah bagian dari tanggung jawab seorang mukmin untuk menjaga keimanan dan moralitas keluarganya.11

6.3.       Sabar dalam Menghadapi Musibah

Musibah adalah bagian dari ujian kehidupan yang memerlukan kesabaran. Allah berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156)

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’” (QS Al-Baqarah [2] ayat 155-156).12

Kesabaran dalam menghadapi musibah membantu seseorang untuk tetap tegar dan tidak terjerumus dalam keputusasaan. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ucapan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” adalah bentuk kepasrahan kepada Allah atas ketetapan-Nya.13

6.4.       Dampak Positif Implementasi Sabar

Implementasi sabar memberikan banyak dampak positif, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat:

1)                  Ketenangan Batin:

Sabar membantu seseorang tetap tenang di tengah tekanan hidup, sebagaimana disebutkan dalam QS Ar-Ra’d [13] ayat 28.

2)                  Hubungan Sosial yang Harmonis:

Sifat sabar mencegah konflik dan menciptakan suasana damai dalam keluarga dan masyarakat.

3)                  Kesehatan Mental:

Studi dalam Journal of Islamic Psychology menunjukkan bahwa orang yang melatih kesabaran cenderung memiliki tingkat stres lebih rendah dan stabilitas emosi yang lebih baik.14


Footnotes

[1]                Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 153.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), jilid 1, hlm. 378.

[3]                Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh: Darussalam, 1997), no. 1894.

[4]                Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 79.

[5]                Al-Qur'an, QS Ar-Ra’d [13] ayat 28.

[6]                Ibnu Katsir, Qasas al-Anbiya’ (Beirut: Dar al-Fikr, 2005), hlm. 300-302.

[7]                Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh: Darussalam, 1997), no. 5763.

[8]                Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1993), jilid 10, hlm. 104.

[9]                Al-Qur'an, QS Al-Furqan [25] ayat 63.

[10]             Al-Qur'an, QS Luqman [31] ayat 17.

[11]             Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 4, hlm. 303.

[12]             Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-156.

[13]             Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), jilid 1, hlm. 380.

[14]             M. Az-Zahrani, "The Psychological Resilience of Patience in Islamic Teachings," Journal of Islamic Psychology, vol. 12, no. 3 (2020), hlm. 125.


7.           Kesimpulan

Sabar adalah salah satu konsep utama dalam ajaran Islam yang memiliki dimensi teologis, spiritual, dan praktis. Berdasarkan kajian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits, serta penjelasan para ulama, dapat disimpulkan bahwa sabar adalah fondasi dari keimanan, pengendalian diri, dan ketundukan kepada kehendak Allah. Allah Swt menegaskan dalam QS Az-Zumar [39] ayat 10 bahwa pahala orang yang sabar tidak memiliki batas, menunjukkan betapa mulianya sifat ini di sisi-Nya.1

7.1.       Pentingnya Sabar dalam Kehidupan

Sabar mencakup tiga dimensi utama:

·                     Sabar dalam ketaatan kepada Allah, yang memastikan konsistensi dalam menjalankan perintah-Nya meskipun menghadapi hambatan.2

·                     Sabar dalam menjauhi kemaksiatan, yang melibatkan pengendalian diri dari godaan hawa nafsu.3

·                     Sabar dalam menghadapi ujian, yang menuntut keteguhan hati dalam menerima takdir Allah dengan lapang dada, sebagaimana yang dicontohkan dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157.4

Ketiga jenis sabar ini tidak hanya menjadi syarat untuk meraih keberkahan hidup di dunia, tetapi juga menjadi jaminan bagi kedudukan mulia di akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam HR Ahmad tentang kamar-kamar istimewa di surga bagi orang-orang yang sabar.5

7.2.       Hikmah dan Keutamaan Sabar

Sabar membawa hikmah dan keutamaan luar biasa, baik secara individu maupun sosial:

1)                  Hikmah Spiritual:

Sabar mendekatkan seseorang kepada Allah, menanamkan ketenangan hati, dan memperkuat tawakal.6

2)                  Keutamaan Akhlak:

Dalam kehidupan sosial, sabar mendorong seseorang untuk menahan amarah, memaafkan kesalahan orang lain, dan menjaga hubungan yang harmonis.7

3)                  Manfaat Duniawi dan Kesehatan Mental:

Penelitian kontemporer menunjukkan bahwa sabar membantu mengurangi stres, meningkatkan daya tahan emosional, dan mendorong pola pikir positif.8

7.3.       Implementasi Sabar

Islam mengajarkan implementasi sabar melalui ibadah seperti shalat, puasa, dan dzikir, serta melalui sikap dalam menghadapi musibah, konflik sosial, dan proses mendidik keluarga. Sabar bukanlah sikap pasif, melainkan usaha aktif untuk menjaga keseimbangan spiritual dan sosial. Sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 153, sabar adalah jalan untuk mendapatkan pertolongan Allah di tengah berbagai ujian hidup.9

7.4.       Relevansi Sabar dalam Kehidupan Modern

Dalam konteks kehidupan modern yang penuh dengan tantangan, sabar menjadi nilai yang relevan untuk menjaga kestabilan mental dan spiritual. Sifat sabar memberikan kerangka berpikir untuk menghadapi perubahan, tekanan sosial, dan konflik dengan cara yang produktif dan sesuai dengan ajaran Islam.10

7.5.       Penutup

Sebagai penutup, sabar adalah inti dari keberhasilan hidup seorang Muslim, baik di dunia maupun di akhirat. Kesabaran yang terintegrasi dengan iman dan tawakal menghasilkan individu yang tangguh, masyarakat yang harmonis, dan hubungan yang kokoh dengan Allah. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya sabar adalah cahaya.” (HR Muslim, no. 223).11


Footnotes

[1]                Al-Qur'an, QS Az-Zumar [39] ayat 10.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam, 2000), jilid 1, hlm. 378.

[3]                Al-Qur'an, QS Yusuf [12] ayat 33.

[4]                Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157.

[5]                Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, ed. Syuaib al-Arnauth (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1995), no. 23959.

[6]                Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 79.

[7]                Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh: Darussalam, 1997), no. 5763.

[8]                M. Az-Zahrani, "The Psychological Resilience of Patience in Islamic Teachings," Journal of Islamic Psychology, vol. 12, no. 3 (2020), hlm. 125.

[9]                Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 153.

[10]             M. Al-Ghazzawi, Islamic Psychology in Contemporary Science (London: Islamic Academic Press, 2019), hlm. 47-49.

[11]             Muslim bin al-Hajjaj, Sahih Muslim (Riyadh: Darussalam, 2007), no. 223.


Daftar Pustaka

Al-Ghazali, A. H. (2001). Ihya Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Qur'an. (n.d.).

Al-Zahrani, M. (2020). The Psychological Resilience of Patience in Islamic Teachings. Journal of Islamic Psychology, 12(3), 121–130.

Ahmad bin Hanbal. (1995). Musnad Ahmad (ed. Syuaib al-Arnauth). Beirut: Muassasah ar-Risalah.

Al-Bukhari, M. I. (1997). Sahih al-Bukhari. Riyadh: Darussalam.

Al-Ghazzawi, M. (2019). Islamic Psychology in Contemporary Science. London: Islamic Academic Press.

Al-Qurthubi, M. (2006). al-Jami' li Ahkam al-Qur'an. Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi.

Ibnu Hajar al-Asqalani. (1993). Fath al-Bari. Beirut: Dar al-Ma’rifah.

Ibnu Katsir. (2000). Tafsir al-Qur'an al-Azim. Riyadh: Dar as-Salam.

Ibnu Katsir. (2005). Qasas al-Anbiya’. Beirut: Dar al-Fikr.

Muslim bin al-Hajjaj. (2007). Sahih Muslim. Riyadh: Darussalam.

Tirmidzi, M. I. (2007). Sunan At-Tirmidzi. Riyadh: Darussalam.

Taimiyyah, I. (1987). Majmu' al-Fatawa (ed. Muhammad bin Abdulrahman). Madinah: Maktabah al-Riyadh.

Yahya bin Sharaf an-Nawawi. (2001). Syarah Shahih Muslim. Kairo: Dar al-Hadith.


Lampiran 1: Ujian bagi Umat Islam Sepanjang Sejarah


Tragedi-Tragedi yang Membentuk Peradaban Islam

Sabar dalam Islam bukan hanya sebatas konsep moral atau spiritual, tetapi juga menjadi kekuatan utama dalam menghadapi berbagai tragedi sejarah yang membentuk perjalanan peradaban Islam. Dari masa Rasulullah Saw hingga era modern, umat Islam telah menghadapi berbagai ujian besar yang menuntut keteguhan iman dan kesabaran. Dalam konteks ini, ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits memberikan panduan bagi umat Islam untuk menghadapi cobaan dengan penuh keimanan dan ketabahan.

1.            Kesabaran dalam Menghadapi Persekusi di Makkah

Salah satu ujian terbesar yang pertama kali dihadapi oleh umat Islam adalah persekusi yang dialami Rasulullah Saw dan para sahabat di Makkah. Sejak awal dakwah Islam, kaum Quraisy menentang keras ajaran tauhid dan melakukan penyiksaan terhadap para pengikut Rasulullah Saw. Bilal bin Rabah, Yasir, Sumayyah, dan keluarga mereka adalah di antara korban penyiksaan yang tetap teguh dalam keimanan mereka.1 Dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157, Allah Swt berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

“Dan sungguh, Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn’ (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157).

Ayat ini menegaskan bahwa ujian adalah bagian dari kehidupan dan mereka yang bersabar akan mendapatkan rahmat dan petunjuk dari Allah. Sikap ini tercermin dalam keteguhan Rasulullah Saw dan para sahabatnya saat menghadapi berbagai bentuk siksaan dan pengusiran.2

2.            Kesabaran dalam Tragedi Perang Uhud

Perang Uhud (625 M) merupakan salah satu ujian besar bagi umat Islam, di mana kekalahan sementara yang mereka alami menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya ketaatan dan kesabaran. Allah Swt mengingatkan dalam QS Ali Imran [3] ayat 186:

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذىً كَثِيراً وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Kamu pasti akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang menyakitkan dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang patut diutamakan.” (QS Ali Imran [3] ayat 186).

Ayat ini memberikan pemahaman bahwa ujian bukan hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga berupa hinaan, fitnah, dan propaganda dari musuh-musuh Islam.3 Dalam Perang Uhud, ketidaksabaran sebagian pasukan Muslim yang meninggalkan posnya menyebabkan kekalahan strategis, namun pada akhirnya umat Islam belajar dari kesalahan ini dan semakin memperkuat strategi mereka dalam peperangan berikutnya.4

3.            Kesabaran dalam Tragedi Karbala (680 M)

Tragedi Karbala merupakan salah satu peristiwa paling memilukan dalam sejarah Islam, di mana Sayyidina Husain bin Ali dan keluarganya dibantai oleh pasukan Yazid bin Mu‘awiyah. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah Saw telah bersabda:

 عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik baginya. Jika ia mendapatkan kebahagiaan, maka ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah, maka ia bersabar, dan itu juga baik baginya.” (HR Muslim, no. 2999).

Sayyidina Husain dan para pengikutnya menunjukkan contoh kesabaran luar biasa dalam menghadapi kezaliman, yang menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan sepanjang sejarah Islam.5

4.            Kesabaran dalam Runtuhnya Baghdad (1258 M) oleh Mongol

Penyerbuan Baghdad oleh pasukan Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M merupakan salah satu tragedi terbesar dalam sejarah Islam. Jatuhnya pusat peradaban Islam ini membawa kehancuran besar, tetapi juga menjadi titik balik bagi umat Islam untuk bangkit kembali. Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' al-Fatawa menegaskan bahwa kesabaran dalam menghadapi musibah besar bukanlah sikap pasif, tetapi harus diiringi dengan usaha dan keteguhan dalam membangun kembali peradaban.6

5.            Kesabaran dalam Penjajahan dan Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam

Umat Islam di berbagai belahan dunia juga mengalami ujian berat dalam bentuk kolonialisme dan penjajahan. Dari perjuangan Sultan Abdul Hamid II dalam mempertahankan Khilafah Utsmaniyah hingga perlawanan ulama dan santri di Indonesia melawan penjajahan Belanda, kesabaran menjadi kunci dalam mempertahankan identitas dan nilai-nilai Islam.7


Kesimpulan

Sejarah Islam penuh dengan ujian berat yang menguji keteguhan iman umatnya. Namun, dengan kesabaran sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits, umat Islam mampu bertahan, bangkit, dan berkembang menjadi peradaban besar. Dari era Rasulullah Saw hingga zaman modern, kesabaran selalu menjadi faktor utama dalam menghadapi setiap cobaan dan tantangan.


Footnotes

[1]                Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), jilid 3, hlm. 45.

[2]                Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1993), jilid 7, hlm. 123.

[3]                Al-Qur’an, QS Ali Imran [3] ayat 186.

[4]                Muhammad bin Jarir at-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), jilid 2, hlm. 110.

[5]                Muslim bin al-Hajjaj, Sahih Muslim (Riyadh: Darussalam, 2007), no. 2999.

[6]                Ibnu Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa (Madinah: Maktabah al-Riyadh, 1987), jilid 11, hlm. 75.

[7]                Syed Hussein Nasr, Islamic Science and the Colonial Encounter (London: Oxford University Press, 2003), hlm. 220-223.


Lampiran 2: Takhrij Hadits

Berikut adalah takhrij hadits dari hadits-hadits yang dimuat dalam artikel "Sabar dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits":


1.            Hadits tentang Sikap Orang Mukmin dalam Menghadapi Musibah

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Terjemahan: Rasulullah Saw bersabda: "Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik baginya. Jika ia mendapatkan kebahagiaan, maka ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah, maka ia bersabar, dan itu juga baik baginya."

Takhrij Hadits:

·                     Riwayat Muslim: Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim, Kitab Zuhud dan Kelembutan Hati (Kitāb az-Zuhd wa ar-Raqā’iq), Bab Keutamaan Kesabaran dalam Menghadapi Musibah, No. 2999.

·                     Status Hadits: Shahih menurut Imam Muslim.

2.            Hadits tentang Cobaan bagi Manusia

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ، وَمَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَمْشِيَ عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

Terjemahan: Dari Mus‘ab bin Sa‘d, dari ayahnya (Sa‘d bin Abi Waqqash) berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?’ Beliau menjawab, ‘Para nabi, kemudian orang-orang yang paling baik setelah mereka. Seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika ia kuat dalam agamanya, maka ujiannya akan semakin berat. Jika dalam agamanya ada kelemahan, maka akan diringankan. Dan ujian akan terus menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak memiliki dosa.’”

Takhrij Hadits:

·                     Riwayat At-Tirmidzi: Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidzi, Kitab Zuhud (Kitāb az-Zuhd), Bab Tentang Kesabaran terhadap Cobaan, No. 2398.

·                     Derajat Hadits: Hasan Shahih menurut Imam At-Tirmidzi.

3.            Hadits tentang Ujian dan Pahala bagi Orang yang Sabar

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ، وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ، وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Terjemahan: Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, atau kesusahan, bahkan duri yang menusuknya sekalipun, melainkan Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya.”

Takhrij Hadits:

·                     Riwayat Al-Bukhari: Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Sahih Al-Bukhari, Kitab **Obat dan Pengobatan (Kitāb al-Maradh wa at-Tibb)*, Bab Ujian Sebagai Penghapus Dosa, No. 5641.

·                     Riwayat Muslim: Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim, Kitab Keutamaan dan Pahala dalam Kesabaran (Kitāb al-Birr wa as-Silah wa al-Adab), Bab Pahala bagi Orang yang Bersabar atas Musibah, No. 2573.

·                     Status Hadits: Shahih Muttafaq ‘Alaih (disepakati oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim).

4.            Hadits tentang Keutamaan Sabar

الصَّبْرُ ضِيَاءٌ

Terjemahan: Rasulullah Saw bersabda: "Sabar adalah cahaya.”

Takhrij Hadits:

·                     Riwayat Muslim: Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim, Kitab Thaharah (Kitāb at-Thaharah), Bab Keutamaan Wudhu, Shalat, dan Sabar, No. 223.

·                     Status Hadits: Shahih menurut Imam Muslim.


Kesimpulan

Takhrij hadits di atas menunjukkan bahwa hadits-hadits tentang sabar memiliki derajat shahih dan hasan, sehingga dapat dijadikan sebagai landasan hukum dan motivasi dalam menghadapi berbagai ujian kehidupan. Hadits-hadits ini juga telah dicantumkan dalam kitab-kitab hadits utama seperti Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan At-Tirmidzi, serta disepakati oleh para ulama hadits sebagai dalil yang kuat.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar