Sabar dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits
Alihkan ke: Ujian bagi Umat Islam Sepanjang Sejarah
Nama Satuan :
Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran :
Al-Qur’an Hadits
Kelas :
12 (Dua belas)
Abstrak
Sabar merupakan salah satu konsep utama dalam
ajaran Islam yang memiliki dimensi teologis, spiritual, dan praktis. Artikel
ini membahas sabar berdasarkan kajian ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits, seperti
QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157, QS Ali Imran [3] ayat 186, serta Hadits riwayat
Muslim dan Tirmidzi. Sabar terbagi menjadi tiga jenis: sabar dalam ketaatan
kepada Allah, sabar dalam menjauhi kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi
ujian. Penjelasan ulama klasik seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, dan Al-Qurthubi
menunjukkan bahwa sabar adalah landasan keimanan dan kunci meraih kedekatan
dengan Allah. Pendekatan kontemporer dalam psikologi Islam mengungkapkan bahwa
sabar memiliki manfaat positif terhadap kesehatan mental dan stabilitas emosi.
Implementasi sabar diwujudkan melalui ibadah seperti shalat, puasa, dzikir,
serta penerapannya dalam menghadapi musibah, konflik sosial, dan mendidik
keluarga. Kesimpulannya, sabar adalah sifat universal yang relevan di segala
zaman, memberikan hikmah duniawi dan ukhrawi, serta menjadi cahaya dalam
kehidupan manusia.
Kata Kunci: Sabar,
Al-Qur'an, Hadits, Kesabaran, Keimanan, Hikmah, Psikologi Islam.
PEMBAHASAN
Sabar dalam Perspektif
Al-Qur'an dan Hadits
Nama Satuan :
Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran :
Al-Qur’an Hadits
Kelas :
12 (Dua belas)
1.
Pendahuluan
1.1. Definisi Sabar
Sabar dalam bahasa
Arab berasal dari akar kata ṣa-ba-ra (صَبَرَ) yang berarti menahan diri atau bertahan
dalam kesulitan dan tekanan. Dalam terminologi Islam, sabar didefinisikan
sebagai keteguhan hati dalam ketaatan kepada Allah, menjauhi kemaksiatan, dan menghadapi cobaan hidup
dengan ikhlas dan tawakal. Menurut Imam al-Ghazali, sabar adalah salah satu
cabang keimanan, sebagaimana ia menyatakan, "Sabar adalah separuh dari iman karena iman terdiri dari sabar dan syukur."1
Secara umum, sabar
mencakup tiga dimensi utama:
·
Sabar
dalam ketaatan, yaitu konsistensi dalam menjalankan perintah
Allah.
·
Sabar
dalam menjauhi maksiat, yaitu menahan diri dari godaan hawa
nafsu.
·
Sabar
dalam menghadapi musibah, yaitu ketabahan menerima segala
ketentuan Allah dengan lapang dada.2
1.2.
Pentingnya Sabar dalam Kehidupan
Al-Qur'an dan Hadits
memberikan penekanan luar biasa terhadap sabar sebagai sifat utama yang harus
dimiliki setiap Muslim. Dalam Al-Qur'an, kata ṣabr (sabar) dan turunannya
disebutkan lebih dari 90 kali, menunjukkan betapa pentingnya konsep ini dalam
ajaran Islam. Allah berfirman dalam QS Az-Zumar [39] ayat 10, "Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa
batas."3
Pentingnya sabar
juga disinggung oleh Nabi Muhammad Saw. dalam sabdanya:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ
كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ
سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ
“Sungguh
menakjubkan perkara seorang mukmin! Semua urusannya baik baginya, dan itu tidak
dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia
bersyukur, dan itu baik baginya. Jika dia ditimpa kesulitan, dia bersabar, dan
itu baik baginya.” (HR Muslim, no. 2999).4
Sabar menjadi
landasan utama dalam membangun kehidupan yang harmonis baik secara individu
maupun sosial. Tanpa sabar, seseorang akan mudah putus asa, emosional, atau
tergelincir dalam dosa. Oleh karena itu, Islam menjadikan sabar sebagai salah
satu pilar keimanan yang harus diterapkan dalam setiap aspek kehidupan.5
1.3.
Relevansi Topik
Dalam realitas kehidupan, manusia tidak terlepas dari ujian dan cobaan. Allah menegaskan dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ
إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ
مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (155) yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.’ (156)”6
Ayat ini
menggambarkan bahwa ujian adalah bagian dari sunnatullah yang tidak dapat
dihindari. Dengan memahami hakikat ujian ini, konsep sabar menjadi semakin
relevan, terutama di tengah berbagai tantangan hidup modern seperti tekanan
ekonomi, konflik sosial, dan bencana alam. Pembahasan tentang sabar tidak hanya
menawarkan solusi spiritual, tetapi juga membantu manusia meraih ketenangan
jiwa dan kestabilan hidup.
Sebagai nilai
fundamental dalam Islam, sabar juga berperan dalam membentuk akhlak mulia. Nabi
Muhammad Saw. adalah teladan utama dalam kesabaran. Ketika menghadapi
penolakan, hinaan, bahkan ancaman dalam dakwahnya, beliau menunjukkan keteguhan
hati yang luar biasa. Ini mengajarkan umat Islam bahwa sabar adalah kunci
keberhasilan dalam menghadapi segala ujian kehidupan.
Footnotes
[1]
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 81.
[2]
Ibnu Taimiyyah, Majmu' al-Fatawa, ed. Muhammad bin Abdulrahman
(Madinah: Maktabah al-Riyadh, 1987), jilid 10, hlm. 520.
[3]
Al-Qur'an, QS Az-Zumar [39] ayat 10.
[4]
Muslim bin al-Hajjaj, Sahih Muslim (Riyadh: Darussalam, 2007),
no. 2999.
[5]
Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar
Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 2, hlm. 177.
[6]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157.
2.
Dasar Teologis tentang Sabar dalam Al-Qur'an
dan Hadits
2.1.
Makna Sabar dalam Al-Qur'an
2.1.1.
QS
Al-Baqarah [2] ayat
155-157
Allah Swt berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ
إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ
مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang sabar, (155) yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.’ (156) Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (157)”
Ayat ini menjelaskan
bahwa ujian adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Ketakutan, kelaparan,
kehilangan, dan musibah lainnya adalah bagian dari sunnatullah yang bertujuan
menguji kesabaran manusia.1 Para mufassir seperti Imam Al-Qurthubi
menekankan bahwa ungkapan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un”
(sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali) adalah manifestasi
sikap sabar yang menunjukkan kesadaran penuh akan kedaulatan Allah atas segala
sesuatu.2
Tafsir Ibnu Katsir
menambahkan bahwa orang-orang yang sabar dalam menghadapi ujian akan
mendapatkan tiga keutamaan dari Allah: (1) keberkatan (sholawat), (2)
rahmat, dan (3) petunjuk.3 Ayat ini menegaskan bahwa kesabaran bukan
hanya sikap pasif, tetapi sebuah ibadah yang mendatangkan keberuntungan di
dunia dan akhirat.
2.1.2.
QS
Ali Imran [3] ayat 186
Allah Swt berfirman:
لَتُبْلَوُنَّ
فِي أَمْوالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذىً كَثِيراً وَإِنْ
تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Kamu
pasti akan diuji pada hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu pasti akan mendengar
banyak hal yang menyakitkan dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan
dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya
yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”
Ayat ini menekankan
keniscayaan ujian dalam bentuk gangguan fisik, mental, maupun sosial, khususnya
dalam konteks dakwah dan perjuangan Islam. Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa kesabaran dan ketakwaan adalah kunci untuk menghadapi
berbagai tantangan ini dengan kekuatan iman.4
2.2.
Makna Sabar dalam Hadits
2.2.1.
HR
Muslim dari Suhaib
Rasulullah Saw.
bersabda:
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ
وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ جَمِيعًا عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ
وَاللَّفْظُ لِشَيْبَانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ
خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ
شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا
لَهُ
Telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid Al Azdi
dan Syaiban bin Farrukh semuanya dari Sulaiman bin Al Mughirah dan teksnya
meriwayatkan milik Syaiban, telah menceritakan kepada kami Sulaiman telah
menceritakan kepada kami Tsabit dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Shuhaib
berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Perkara
orang mu`min mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak
dimiliki seorang pun selain orang mu`min, bila tertimpa kesenangan, ia
bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar
dan sabar itu baik baginya." (HR
Muslim, no. 2999).
Hadits ini
menjelaskan bahwa sabar adalah sifat yang memperkuat iman seseorang. Imam
Nawawi dalam syarahnya terhadap hadits ini menyebut bahwa kesabaran dan syukur
adalah dua sisi keimanan yang saling melengkapi. Seseorang yang bersabar tidak
hanya pasrah, tetapi juga aktif mencari hikmah dan solusi yang sesuai dengan
ajaran Islam.5
2.2.2.
HR
At-Tirmidzi dari Mus'ab bin Sa'ad
Rasulullah Saw.
bersabda:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ
عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
قُلْتُ يَارَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ
ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ
فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ
رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ
حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Telah menceritakan
kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari
['Ashim bin Bahdalah] dari [Mush'ab bin Sa'ad] dari [ayahnya] berkata: Aku
berkata: Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya? Beliau
menjawab: "Para nabi, kemudian yang sepertinya, kemudian yang
sepertinya, sungguh seseorang itu diuji berdasarkan agamanya, bila agamanya
kuat, ujiannya pun berat, sebaliknya bila agamanya lemah, ia diuji berdasarkan
agamanya. Ujian tidak akan berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan
dimuka bumi dengan tidak mempunyai kesalahan."
(HR At-Tirmidzi, no. 2398).
Hadits ini
menggarisbawahi bahwa ujian adalah indikator kedekatan seseorang dengan Allah.
Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa cobaan yang lebih berat menunjukkan
tingkat iman yang lebih tinggi, sebagaimana para Nabi yang menjadi teladan
utama dalam kesabaran menghadapi berbagai tantangan dakwah.6
2.3.
Integrasi antara Al-Qur'an dan Hadits dalam
Konsep Sabar
Al-Qur'an dan Hadits
saling melengkapi dalam menjelaskan konsep sabar. Al-Qur'an memberikan landasan
teologis dan janji Allah bagi orang yang sabar, sedangkan hadits menggambarkan
implementasi sabar dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, QS Al-Baqarah [2]
ayat 155-157 menjelaskan kesabaran dalam menghadapi musibah, sementara hadits
Nabi memberikan contoh praktis dari kehidupan beliau dan para sahabat. Kedua
sumber ini menegaskan bahwa sabar adalah karakter utama seorang Muslim yang
mencakup dimensi teologis, spiritual, dan sosial.
Footnotes
[1]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157.
[2]
Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar
Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 2, hlm. 178.
[3]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam,
2000), jilid 1, hlm. 378.
[4]
Al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil (Beirut: Dar al-Fikr, 1997),
jilid 2, hlm. 47.
[5]
Yahya bin Sharaf an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Kairo: Dar
al-Hadith, 2001), jilid 4, hlm. 222.
[6]
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1993), jilid 10, hlm. 117.
3.
Jenis-Jenis Sabar Menurut Perspektif Islam
Dalam Islam, sabar
memiliki cakupan yang luas dan mencakup berbagai dimensi kehidupan. Para ulama
membagi sabar menjadi tiga kategori utama, yaitu: sabar dalam ketaatan kepada
Allah, sabar dalam menjauhi kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi ujian atau
musibah. Pembagian ini berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits serta
pendapat para ulama.
3.1.
Sabar dalam Ketaatan kepada Allah
Sabar dalam ketaatan
kepada Allah berarti berusaha konsisten dalam menjalankan perintah-Nya,
meskipun terasa berat atau membutuhkan pengorbanan. Allah berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ
لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ
نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ
وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan
perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi
rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) adalah bagi orang yang bertakwa.”
(QS Taha [20] ayat 132).1
Ayat ini menegaskan
bahwa melaksanakan perintah Allah, seperti shalat dan ibadah lainnya,
memerlukan kesabaran. Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa sabar dalam ketaatan
mencakup keteguhan hati dalam menjalankan ibadah, meskipun terdapat hambatan
seperti rasa malas atau godaan duniawi.2
Contoh konkret sabar
dalam ketaatan dapat dilihat pada puasa di bulan Ramadan. Puasa tidak hanya
menahan diri dari makan dan minum tetapi juga melatih kesabaran dalam
mengendalikan hawa nafsu, sebagaimana dijelaskan dalam QS Al-Baqarah [2] ayat
183, "Agar kamu bertakwa."3
3.2.
Sabar dalam Menjauhi Kemaksiatan
Sabar dalam menjauhi
kemaksiatan berarti menahan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah,
meskipun dorongan hawa nafsu atau situasi sosial mengarah kepada maksiat. Dalam
QS Yusuf [12] ayat 33, Nabi Yusuf a.s. berkata:
رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي
إِلَيْهِ ۖ
“Wahai
Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku...”
Kisah Nabi Yusuf
menjadi teladan sabar dalam menjauhi dosa, terutama dalam situasi yang penuh
godaan. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Nabi Yusuf menunjukkan kekuatan iman dan
keteguhan hati yang luar biasa dalam memilih ketaatan kepada Allah di atas
kenikmatan duniawi yang sesaat.4
Hadits Rasulullah
Saw. juga memperkuat konsep ini:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ
إِلَّا ظِلُّهُ: الإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ،
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ
اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ
مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ
بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ،
وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi dalam
naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Pemimpin
yang adil, (2) Pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, (3) Lelaki yang
hatinya terpaut dengan masjid, (4) Dua orang yang saling mencintai karena
Allah, mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, (5) Seorang lelaki yang
diajak oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan untuk berbuat
maksiat, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah,’ (6)
Seorang lelaki yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya
tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan (7) Seorang
lelaki yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian lalu air matanya mengalir.’” (HR Bukhari, no. 660).5
3.3.
Sabar dalam Menghadapi Ujian dan Musibah
Sabar dalam
menghadapi ujian adalah bentuk kesabaran yang paling sering dibahas dalam
Al-Qur'an dan Hadits. Allah Swt berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ
وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah [2] ayat 155).6
Musibah adalah
bagian dari kehidupan manusia, dan kesabaran menjadi kunci untuk menghadapinya.
Dalam hadits, Rasulullah Saw. bersabda:
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا عَجَّلَ لَهُ
الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ شَرًّا أَمْسَكَ
عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia akan menyegerakan hukuman baginya di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi seorang hamba, maka Dia menahan (hukuman) atas dosanya hingga dia datang pada hari kiamat dengan membawa dosa tersebut.” (HR Bukhari, no. 5645; HR. Tirmidzi, no. 2396).7
Ibnu Hajar al-Asqalani
menjelaskan bahwa ujian yang datang kepada seorang mukmin bertujuan untuk
meningkatkan derajatnya di sisi Allah dan membersihkan dosa-dosanya.8
Contoh sabar dalam
menghadapi musibah juga dapat ditemukan dalam kisah Nabi Ayub a.s., yang tetap
bersabar meskipun kehilangan harta, keluarga, dan kesehatannya. Kesabaran Nabi
Ayub menjadi simbol keteguhan iman dan tawakal kepada Allah.
Integrasi Ketiga Jenis Sabar
Ketiga jenis sabar ini saling melengkapi dalam kehidupan seorang Muslim. Sabar dalam ketaatan menjaga hubungan vertikal dengan Allah, sabar dalam menjauhi kemaksiatan menjaga integritas moral, dan sabar dalam menghadapi ujian melatih ketabahan dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana disampaikan oleh Imam Ghazali,
الصَّبْرُ أَسَاسُ كُلِّ خَيْرٍ، وَلَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا
صَبْرَ لَهُ، كَمَا لَا جَسَدَ لِمَنْ لَا رَأْسَ لَهُ.
“Kesabaran
adalah landasan bagi segala kebaikan. Tidak ada iman tanpa sabar, sebagaimana
tidak ada tubuh tanpa kepala.”_9
Footnotes
[1]
Al-Qur'an, QS Taha [20] ayat 132.
[2]
Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar
Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 4, hlm. 225.
[3]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 183.
[4]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam,
2000), jilid 2, hlm. 489.
[5]
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh:
Darussalam, 1997), no. 660.
[6]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155.
[7]
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh:
Darussalam, 1997), no. 5645.
[8]
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1993), jilid 10, hlm. 116.
[9]
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 80.
4.
Hikmah dan Keutamaan Sabar
4.1.
Hikmah Sabar dalam Perspektif Al-Qur'an
Sabar memiliki
hikmah mendalam yang memberikan dampak positif terhadap kehidupan dunia dan
akhirat. Allah Swt mengabadikan sabar sebagai sifat mulia yang melekat pada
orang-orang beriman, yang membawa berbagai hikmah, antara lain:
4.1.1.
Mendapat
Pahala Tanpa Batas
Allah Swt berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ
حِسَابٍ
“Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.”
(QS Az-Zumar [39] ayat 10)._1
Ibnu Katsir dalam
tafsirnya menjelaskan bahwa pahala tanpa batas menunjukkan keistimewaan sabar
dibandingkan amal lainnya. Orang-orang yang bersabar diberikan balasan secara
langsung oleh Allah tanpa takaran tertentu, karena sabar adalah bentuk ibadah
yang membutuhkan pengorbanan jiwa dan perasaan yang mendalam.2
4.1.2.
Menjadi
Bukti Ketakwaan
Sabar juga menjadi
bukti nyata ketakwaan seseorang, sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran [3]
ayat 186:
وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ
الْأُمُورِ
“Jika
kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan
yang patut diutamakan.”_3
Imam Al-Qurthubi
menekankan bahwa sabar dan takwa adalah dua elemen yang saling melengkapi.
Sabar memberikan kekuatan untuk bertahan dalam ujian, sementara takwa menjadi
panduan agar tidak menyimpang dari jalan Allah saat menghadapi cobaan hidup.4
4.1.3.
Mendapat
Pertolongan Allah
Allah menjanjikan
pertolongan bagi orang-orang yang sabar dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 153:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ
وَالصَّلَاةِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”_5
Ayat ini menunjukkan
bahwa sabar adalah salah satu kunci untuk mendapatkan kedekatan dan bantuan
Allah dalam setiap urusan.
4.2.
Keutamaan Sabar dalam Perspektif Hadits
Keutamaan sabar juga
dijelaskan secara gamblang dalam banyak hadits Rasulullah Saw. Beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut:
4.2.1.
Sabar
sebagai Separuh dari Iman
Rasulullah Saw.
bersabda:
قَالَ النَّبِيُّ ﷺ:
الصَّبْرُ نِصْفُ الْإِيمَانِ.
“Sabar
adalah separuh dari iman.” (HR Baihaqi, no. 213).
Hadits ini
menunjukkan bahwa iman seorang mukmin tidak akan sempurna tanpa adanya
kesabaran. Imam Ghazali menjelaskan bahwa sabar adalah pondasi iman, karena
iman terdiri atas sabar dan syukur. Seseorang yang tidak memiliki kesabaran
akan mudah terjerumus dalam keputusasaan dan kehilangan keimanan.6
4.2.2.
Sabar
sebagai Tanda Cinta Allah
Rasulullah Saw.
bersabda:
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ
فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Apabila
Allah mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barang siapa ridha, maka
baginya keridhaan Allah, dan barang siapa murka, maka baginya kemurkaan Allah.”
(HR At-Tirmidzi, no. 2396).7
Ibnu Hajar al-Asqalani
menjelaskan bahwa ujian adalah tanda kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Orang
yang bersabar dalam menghadapi ujian akan mendapatkan keridhaan Allah sebagai
balasan atas keteguhan hatinya.8
4.2.3.
Derajat
Tinggi di Surga
Dalam hadits lain,
Rasulullah Saw. bersabda:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرَفًا يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ
بَاطِنِهَا، وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا، أَعَدَّهَا اللَّهُ لِمَنْ أَطْعَمَ
الطَّعَامَ، وَأَلَانَ الْكَلَامَ، وَتَابَعَ الصِّيَامَ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ
وَالنَّاسُ نِيَامٌ.
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang
bagian luarnya terlihat dari dalam dan bagian dalamnya terlihat dari luar.
Allah menyediakan kamar-kamar tersebut bagi orang yang memberi makan (kepada orang lain),
berkata dengan lemah lembut, senantiasa berpuasa, dan shalat di malam hari
ketika manusia sedang tidur.” (HR Ahmad, no. 23959).9
Keutamaan ini
menegaskan bahwa sabar tidak hanya memberikan manfaat di dunia, tetapi juga
memastikan kedudukan istimewa di akhirat.
4.3.
Hikmah Sabar dalam Kehidupan Sehari-hari
Selain hikmah
ukhrawi, sabar juga membawa manfaat besar dalam kehidupan duniawi, antara lain:
4.3.1.
Ketahanan
Emosional
Sabar membantu
seseorang untuk tetap tenang dan tidak terbawa emosi dalam menghadapi masalah.
Hal ini sangat penting dalam menjaga hubungan sosial yang harmonis.
4.3.2.
Meningkatkan
Kesehatan Mental
Studi modern
menunjukkan bahwa orang yang memiliki sifat sabar cenderung memiliki tingkat
stres yang lebih rendah dan kesehatan mental yang lebih baik. Islam telah
menanamkan pentingnya sabar sebagai bagian dari pengendalian diri dan
pengelolaan emosi.10
4.4.
Integrasi Sabar dengan Akhlak Mulia
Sabar bukan hanya
bentuk ibadah, tetapi juga fondasi dari akhlak mulia. Seorang Muslim yang
bersabar akan lebih mampu menahan diri dari sikap kasar, menjaga hubungan baik
dengan sesama, dan menghadapi kesulitan dengan hati yang lapang. Dalam QS
Al-Furqan [25] ayat 63, Allah menyebutkan bahwa salah satu sifat hamba-Nya yang
mulia adalah mereka yang bersikap sabar dan rendah hati ketika dihadapkan pada
kebodohan atau kejahatan orang lain.11
Footnotes
[1]
Al-Qur'an, QS Az-Zumar [39] ayat 10.
[2]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam,
2000), jilid 7, hlm. 82.
[3]
Al-Qur'an, QS Ali Imran [3] ayat 186.
[4]
Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar
Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 4, hlm. 100.
[5]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 153.
[6]
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 79.
[7]
Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi (Riyadh:
Darussalam, 2007), no. 2396.
[8]
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1993), jilid 10, hlm. 125.
[9]
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, ed. Syuaib al-Arnauth (Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 1995), no. 23959.
[10]
M. Al-Ghazzawi, Islamic Psychology in Contemporary Science
(London: Islamic Academic Press, 2019), hlm. 45-46.
[11]
Al-Qur'an, QS Al-Furqan [25] ayat 63.
5.
Penjelasan Ulama dan Pendekatan Ilmiah terhadap
Konsep Sabar
5.1.
Penjelasan Ulama Klasik
Para ulama klasik
memberikan penjelasan mendalam mengenai sabar sebagai konsep yang integral
dalam ajaran Islam. Penjelasan mereka mencakup dimensi teologis, spiritual, dan
praktis.
5.1.1.
Imam
Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali
dalam Ihya
Ulum al-Din menempatkan sabar sebagai salah satu cabang utama iman.
Ia menjelaskan bahwa sabar adalah kemampuan untuk menahan diri dari godaan hawa
nafsu, baik dalam bentuk maksiat, keputusasaan, maupun kelalaian dalam
beribadah. Al-Ghazali membagi sabar menjadi tiga jenis:
1)
Sabar
dalam ketaatan, yang memerlukan pengendalian terhadap rasa
malas.
2)
Sabar
dalam menjauhi maksiat, yang melibatkan penahanan hawa nafsu.
3)
Sabar
dalam menghadapi musibah, yang menuntut keteguhan hati menerima
ketetapan Allah.1
Al-Ghazali juga menyebutkan
bahwa sabar adalah kekuatan spiritual yang memelihara keseimbangan hati dan
mencegahnya dari sifat-sifat buruk seperti keluh kesah dan marah berlebihan.2
5.1.2.
Ibnu
Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah dalam
Majmu'
al-Fatawa menekankan bahwa sabar adalah wujud kesadaran seseorang
atas ketundukannya kepada kehendak Allah. Menurutnya, sabar bukan hanya
kemampuan untuk menahan diri, tetapi juga bentuk penyerahan total kepada Allah
dalam setiap kondisi. Ia menambahkan bahwa sabar memiliki hubungan erat dengan
tawakal, karena keduanya mengajarkan sikap percaya kepada Allah tanpa
kehilangan usaha manusiawi.3
5.1.3.
Imam
Al-Qurthubi
Dalam tafsirnya,
Imam Al-Qurthubi menyoroti sabar sebagai sifat yang menjadi ciri khas
orang-orang yang bertakwa. Ia menjelaskan bahwa kesabaran adalah jalan menuju
keridhaan Allah dan keberhasilan hidup. Menurutnya, sabar adalah tanda
kedewasaan spiritual seorang Muslim, karena ia mampu menghadapi ujian dunia
tanpa kehilangan orientasi akhirat.4
5.2.
Pendekatan Kontemporer terhadap Konsep Sabar
5.2.1.
Pendekatan
Ilmu Psikologi Islam
Dalam perspektif
psikologi Islam, sabar dipandang sebagai kemampuan untuk mengendalikan diri
secara emosional, spiritual, dan mental dalam menghadapi tekanan hidup.
Penelitian oleh M. Al-Ghazzawi mengungkapkan bahwa sabar memiliki efek positif
terhadap kesehatan mental. Ia menjelaskan bahwa sabar membantu mengurangi stres
dan kecemasan melalui penguatan spiritual yang diajarkan dalam Islam.5
Studi lain yang
diterbitkan dalam Journal of Islamic Psychology
menunjukkan bahwa praktik sabar meningkatkan resilien individu dalam menghadapi
masalah kehidupan. Hal ini karena sabar mengajarkan seseorang untuk memusatkan
perhatian pada solusi daripada terjebak dalam keluhan emosional.6
5.2.2.
Pendekatan
Sosial
Dalam konteks
sosial, sabar menjadi kunci untuk membangun hubungan yang harmonis. Penelitian
kontemporer menemukan bahwa sabar meningkatkan kemampuan seseorang untuk
berkomunikasi dengan baik, menghindari konflik yang tidak perlu, dan memupuk
rasa empati terhadap orang lain. Konsep ini sesuai dengan ajaran Islam yang
mendorong umatnya untuk menahan amarah dan memperbanyak maaf, sebagaimana
disebutkan dalam QS Ali Imran [3] ayat 134.7
5.3.
Integrasi Pendekatan Ulama dan Ilmu Kontemporer
Penjelasan ulama
klasik dan pendekatan kontemporer menunjukkan bahwa sabar adalah sifat
universal yang relevan di segala zaman. Ulama menekankan aspek teologis dan
spiritual sabar, sementara pendekatan ilmiah menyoroti manfaat psikologis dan
sosialnya. Integrasi kedua perspektif ini menunjukkan bahwa sabar tidak hanya
merupakan kewajiban agama, tetapi juga kebutuhan manusia untuk mencapai
kesejahteraan hidup.
Footnotes
[1]
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 79.
[3]
Ibnu Taimiyyah, Majmu' al-Fatawa, ed. Muhammad bin Abdulrahman
(Madinah: Maktabah al-Riyadh, 1987), jilid 10, hlm. 519.
[4]
Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar
Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 4, hlm. 200.
[5]
M. Al-Ghazzawi, Islamic Psychology in Contemporary Science
(London: Islamic Academic Press, 2019), hlm. 47-49.
[6]
M. Az-Zahrani, "The Psychological Resilience of Patience in
Islamic Teachings," Journal of Islamic Psychology, vol. 12, no. 3
(2020), hlm. 121-130.
[7]
Al-Qur'an, QS Ali Imran [3] ayat 134.
6.
Implementasi Sabar dalam Kehidupan Sehari-Hari
6.1.
Cara Praktis Melatih Sabar
Sabar bukan sekadar
teori, tetapi harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Islam memberikan
pedoman praktis untuk melatih dan menguatkan sifat sabar, baik melalui ibadah
maupun aktivitas harian.
6.1.1.
Melalui
Ibadah
1)
Shalat sebagai Latihan
Sabar
Shalat mengajarkan ketundukan kepada Allah,
kedisiplinan, dan konsistensi. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS Al-Baqarah [2] ayat 153).1
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
shalat adalah cara terbaik untuk menenangkan hati dan melatih kesabaran,
terutama ketika menghadapi kesulitan hidup.2
2)
Puasa sebagai
Pengendalian Diri
Puasa melatih kesabaran dengan menahan diri dari
makan, minum, dan hawa nafsu selama waktu tertentu. Rasulullah Saw. bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ
يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ
“Puasa adalah perisai, maka apabila salah
seorang dari kalian berpuasa, janganlah ia berkata kotor dan jangan pula
berteriak-teriak (bertengkar).” (HR Bukhari, no. 1894).3
Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa puasa bukan
hanya ibadah fisik, tetapi juga latihan spiritual untuk mencapai kesabaran
dalam menahan hawa nafsu.4
3)
Dzikir sebagai Penyejuk
Hati
Berdzikir membantu seseorang untuk tetap sabar
dengan mengingat kebesaran Allah. Allah berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ
قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’d [13] ayat 28).5
6.1.2.
Melalui
Refleksi Diri
Seseorang dapat
melatih kesabaran dengan refleksi diri dan mengambil pelajaran dari kehidupan
para Nabi, seperti Nabi Ayub a.s. yang tetap bersabar meskipun menghadapi ujian
berat berupa kehilangan harta, keluarga, dan kesehatan.6
6.2.
Sabar dalam Konteks Sosial
Sabar juga berperan
penting dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam membangun hubungan
harmonis dan mengatasi konflik.
6.2.1.
Menahan
Amarah
Menahan amarah
adalah bentuk nyata dari kesabaran. Rasulullah Saw. bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ،
إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.
“Orang
yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang
mampu menahan dirinya ketika marah.” (HR Bukhari, no. 5763).7
Dalam syarah hadits
ini, Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa menahan amarah adalah manifestasi
kesabaran yang paling berat karena melibatkan pengendalian emosi.8
6.2.2.
Menghadapi
Fitnah dan Ujian Sosial
Ujian sosial,
seperti fitnah atau ejekan, memerlukan kesabaran untuk tidak membalas dengan
keburukan. Allah memuji orang-orang yang sabar dalam QS Al-Furqan [25] ayat 63:
وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ
يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا
سَلَامًا
“Dan
hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu (adalah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”9
6.2.3.
Sabar
dalam Mendidik Anak dan Keluarga
Mendidik anak adalah
proses panjang yang memerlukan kesabaran. Luqman al-Hakim menasihati anaknya
dalam QS Luqman [31] ayat 17:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ
ۖ
إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Wahai
anakku, laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang baik serta
cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.”10
Ulama seperti Imam
Al-Qurthubi menekankan bahwa kesabaran dalam mendidik keluarga adalah bagian
dari tanggung jawab seorang mukmin untuk menjaga keimanan dan moralitas
keluarganya.11
6.3.
Sabar dalam Menghadapi Musibah
Musibah adalah
bagian dari ujian kehidupan yang memerlukan kesabaran. Allah berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ
الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155)
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156)
“Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang
yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi
raji’un.’” (QS Al-Baqarah [2] ayat 155-156).12
Kesabaran dalam
menghadapi musibah membantu seseorang untuk tetap tegar dan tidak terjerumus
dalam keputusasaan. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ucapan “Inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un” adalah bentuk kepasrahan kepada
Allah atas ketetapan-Nya.13
6.4.
Dampak Positif Implementasi Sabar
Implementasi sabar
memberikan banyak dampak positif, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat:
1)
Ketenangan
Batin:
Sabar membantu seseorang tetap tenang di
tengah tekanan hidup, sebagaimana disebutkan dalam QS Ar-Ra’d [13] ayat 28.
2)
Hubungan
Sosial yang Harmonis:
Sifat sabar mencegah konflik dan
menciptakan suasana damai dalam keluarga dan masyarakat.
3)
Kesehatan
Mental:
Studi dalam Journal of Islamic Psychology
menunjukkan bahwa orang yang melatih kesabaran cenderung memiliki tingkat stres
lebih rendah dan stabilitas emosi yang lebih baik.14
Footnotes
[1]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 153.
[2]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam,
2000), jilid 1, hlm. 378.
[3]
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh:
Darussalam, 1997), no. 1894.
[4]
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 79.
[5]
Al-Qur'an, QS Ar-Ra’d [13] ayat 28.
[6]
Ibnu Katsir, Qasas al-Anbiya’ (Beirut: Dar al-Fikr, 2005),
hlm. 300-302.
[7]
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh:
Darussalam, 1997), no. 5763.
[8]
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1993), jilid 10, hlm. 104.
[9]
Al-Qur'an, QS Al-Furqan [25] ayat 63.
[10]
Al-Qur'an, QS Luqman [31] ayat 17.
[11]
Muhammad al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur'an (Beirut: Dar
Ihya' al-Turats al-'Arabi, 2006), jilid 4, hlm. 303.
[12]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-156.
[13]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam,
2000), jilid 1, hlm. 380.
[14]
M. Az-Zahrani, "The Psychological Resilience of Patience in
Islamic Teachings," Journal of Islamic Psychology, vol. 12, no. 3
(2020), hlm. 125.
7.
Kesimpulan
Sabar adalah salah
satu konsep utama dalam ajaran Islam yang memiliki dimensi teologis, spiritual,
dan praktis. Berdasarkan kajian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits, serta
penjelasan para ulama, dapat disimpulkan bahwa sabar adalah fondasi dari
keimanan, pengendalian diri, dan ketundukan kepada kehendak Allah. Allah Swt menegaskan
dalam QS Az-Zumar [39] ayat 10 bahwa pahala orang yang sabar tidak memiliki
batas, menunjukkan betapa mulianya sifat ini di sisi-Nya.1
7.1.
Pentingnya Sabar dalam Kehidupan
Sabar mencakup tiga
dimensi utama:
·
Sabar
dalam ketaatan kepada Allah, yang memastikan konsistensi dalam
menjalankan perintah-Nya meskipun menghadapi hambatan.2
·
Sabar
dalam menjauhi kemaksiatan, yang melibatkan pengendalian diri
dari godaan hawa nafsu.3
·
Sabar
dalam menghadapi ujian, yang menuntut keteguhan hati dalam
menerima takdir Allah dengan lapang dada, sebagaimana yang dicontohkan dalam QS
Al-Baqarah [2] ayat 155-157.4
Ketiga jenis sabar
ini tidak hanya menjadi syarat untuk meraih keberkahan hidup di dunia, tetapi
juga menjadi jaminan bagi kedudukan mulia di akhirat, sebagaimana dijelaskan
dalam HR Ahmad tentang kamar-kamar istimewa di surga bagi orang-orang yang
sabar.5
7.2.
Hikmah dan Keutamaan Sabar
Sabar membawa hikmah
dan keutamaan luar biasa, baik secara individu maupun sosial:
1)
Hikmah
Spiritual:
Sabar mendekatkan seseorang kepada
Allah, menanamkan ketenangan hati, dan memperkuat tawakal.6
2)
Keutamaan
Akhlak:
Dalam kehidupan sosial, sabar mendorong
seseorang untuk menahan amarah, memaafkan kesalahan orang lain, dan menjaga
hubungan yang harmonis.7
3)
Manfaat
Duniawi dan Kesehatan Mental:
Penelitian kontemporer menunjukkan bahwa
sabar membantu mengurangi stres, meningkatkan daya tahan emosional, dan
mendorong pola pikir positif.8
7.3.
Implementasi Sabar
Islam mengajarkan
implementasi sabar melalui ibadah seperti shalat, puasa, dan dzikir, serta
melalui sikap dalam menghadapi musibah, konflik sosial, dan proses mendidik
keluarga. Sabar bukanlah sikap pasif, melainkan usaha aktif untuk menjaga
keseimbangan spiritual dan sosial. Sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Baqarah
[2] ayat 153, sabar adalah jalan untuk mendapatkan pertolongan Allah di tengah
berbagai ujian hidup.9
7.4.
Relevansi Sabar dalam Kehidupan Modern
Dalam konteks
kehidupan modern yang penuh dengan tantangan, sabar menjadi nilai yang relevan
untuk menjaga kestabilan mental dan spiritual. Sifat sabar memberikan kerangka
berpikir untuk menghadapi perubahan, tekanan sosial, dan konflik dengan cara
yang produktif dan sesuai dengan ajaran Islam.10
7.5.
Penutup
Sebagai penutup,
sabar adalah inti dari keberhasilan hidup seorang Muslim, baik di dunia maupun
di akhirat. Kesabaran yang terintegrasi dengan iman dan tawakal menghasilkan
individu yang tangguh, masyarakat yang harmonis, dan hubungan yang kokoh dengan
Allah. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya
sabar adalah cahaya.” (HR Muslim, no. 223).11
Footnotes
[1]
Al-Qur'an, QS Az-Zumar [39] ayat 10.
[2]
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim (Riyadh: Dar as-Salam,
2000), jilid 1, hlm. 378.
[3]
Al-Qur'an, QS Yusuf [12] ayat 33.
[4]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157.
[5]
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, ed. Syuaib al-Arnauth (Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 1995), no. 23959.
[6]
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2001), jilid 4, hlm. 79.
[7]
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari (Riyadh:
Darussalam, 1997), no. 5763.
[8]
M. Az-Zahrani, "The Psychological Resilience of Patience in
Islamic Teachings," Journal of Islamic Psychology, vol. 12, no. 3
(2020), hlm. 125.
[9]
Al-Qur'an, QS Al-Baqarah [2] ayat 153.
[10]
M. Al-Ghazzawi, Islamic Psychology in Contemporary Science
(London: Islamic Academic Press, 2019), hlm. 47-49.
[11]
Muslim bin al-Hajjaj, Sahih Muslim (Riyadh: Darussalam, 2007),
no. 223.
Daftar Pustaka
Al-Ghazali, A. H. (2001). Ihya Ulum al-Din.
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Qur'an. (n.d.).
Al-Zahrani, M. (2020). The Psychological Resilience
of Patience in Islamic Teachings. Journal of Islamic Psychology, 12(3),
121–130.
Ahmad bin Hanbal. (1995). Musnad Ahmad (ed.
Syuaib al-Arnauth). Beirut: Muassasah ar-Risalah.
Al-Bukhari, M. I. (1997). Sahih al-Bukhari.
Riyadh: Darussalam.
Al-Ghazzawi, M. (2019). Islamic Psychology in
Contemporary Science. London: Islamic Academic Press.
Al-Qurthubi, M. (2006). al-Jami' li Ahkam
al-Qur'an. Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabi.
Ibnu Hajar al-Asqalani. (1993). Fath al-Bari.
Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Ibnu Katsir. (2000). Tafsir al-Qur'an al-Azim.
Riyadh: Dar as-Salam.
Ibnu Katsir. (2005). Qasas al-Anbiya’.
Beirut: Dar al-Fikr.
Muslim bin al-Hajjaj. (2007). Sahih Muslim.
Riyadh: Darussalam.
Tirmidzi, M. I. (2007). Sunan At-Tirmidzi.
Riyadh: Darussalam.
Taimiyyah, I. (1987). Majmu' al-Fatawa (ed.
Muhammad bin Abdulrahman). Madinah: Maktabah al-Riyadh.
Yahya bin Sharaf an-Nawawi. (2001). Syarah
Shahih Muslim. Kairo: Dar al-Hadith.
Lampiran 1: Ujian bagi Umat Islam Sepanjang
Sejarah
Tragedi-Tragedi yang Membentuk Peradaban Islam
Sabar dalam Islam bukan hanya
sebatas konsep moral atau spiritual, tetapi juga menjadi kekuatan utama dalam
menghadapi berbagai tragedi sejarah yang membentuk perjalanan peradaban Islam.
Dari masa Rasulullah Saw hingga era modern, umat Islam telah menghadapi
berbagai ujian besar yang menuntut keteguhan iman dan kesabaran. Dalam konteks
ini, ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits memberikan panduan bagi umat Islam untuk
menghadapi cobaan dengan penuh keimanan dan ketabahan.
1.
Kesabaran dalam
Menghadapi Persekusi di Makkah
Salah satu ujian terbesar
yang pertama kali dihadapi oleh umat Islam adalah persekusi yang dialami
Rasulullah Saw dan para sahabat di Makkah. Sejak awal dakwah Islam, kaum
Quraisy menentang keras ajaran tauhid dan melakukan penyiksaan terhadap para pengikut
Rasulullah Saw. Bilal bin Rabah, Yasir, Sumayyah, dan keluarga mereka adalah di
antara korban penyiksaan yang tetap teguh dalam keimanan mereka.1
Dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 155-157, Allah Swt berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ
إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ
مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)
“Dan sungguh, Kami pasti
akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa,
dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,
yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Innā lillāhi
wa innā ilaihi rāji‘ūn’ (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami
kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS
Al-Baqarah [2] ayat 155-157).
Ayat ini menegaskan bahwa
ujian adalah bagian dari kehidupan dan mereka yang bersabar akan mendapatkan
rahmat dan petunjuk dari Allah. Sikap ini tercermin dalam keteguhan Rasulullah Saw
dan para sahabatnya saat menghadapi berbagai bentuk siksaan dan pengusiran.2
2.
Kesabaran dalam
Tragedi Perang Uhud
Perang Uhud (625 M) merupakan
salah satu ujian besar bagi umat Islam, di mana kekalahan sementara yang mereka
alami menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya ketaatan dan kesabaran.
Allah Swt mengingatkan dalam QS Ali Imran [3] ayat 186:
لَتُبْلَوُنَّ
فِي أَمْوالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذىً كَثِيراً وَإِنْ
تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Kamu pasti akan diuji
terhadap hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang
menyakitkan dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari
orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang
demikian itu termasuk perkara yang patut diutamakan.” (QS Ali Imran [3]
ayat 186).
Ayat ini memberikan pemahaman
bahwa ujian bukan hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga berupa hinaan, fitnah,
dan propaganda dari musuh-musuh Islam.3 Dalam Perang Uhud,
ketidaksabaran sebagian pasukan Muslim yang meninggalkan posnya menyebabkan
kekalahan strategis, namun pada akhirnya umat Islam belajar dari kesalahan ini
dan semakin memperkuat strategi mereka dalam peperangan berikutnya.4
3.
Kesabaran dalam
Tragedi Karbala (680 M)
Tragedi Karbala merupakan
salah satu peristiwa paling memilukan dalam sejarah Islam, di mana Sayyidina
Husain bin Ali dan keluarganya dibantai oleh pasukan Yazid bin Mu‘awiyah. Dalam
hadits riwayat Muslim, Rasulullah Saw telah bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ
خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ
شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا
لَهُ
“Sungguh menakjubkan
perkara seorang mukmin, sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik baginya.
Jika ia mendapatkan kebahagiaan, maka ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika
ia ditimpa musibah, maka ia bersabar, dan itu juga baik baginya.” (HR
Muslim, no. 2999).
Sayyidina Husain dan para
pengikutnya menunjukkan contoh kesabaran luar biasa dalam menghadapi kezaliman,
yang menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan sepanjang sejarah Islam.5
4.
Kesabaran dalam
Runtuhnya Baghdad (1258 M) oleh Mongol
Penyerbuan Baghdad oleh
pasukan Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M merupakan salah satu
tragedi terbesar dalam sejarah Islam. Jatuhnya pusat peradaban Islam ini
membawa kehancuran besar, tetapi juga menjadi titik balik bagi umat Islam untuk
bangkit kembali. Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' al-Fatawa menegaskan
bahwa kesabaran dalam menghadapi musibah besar bukanlah sikap pasif, tetapi
harus diiringi dengan usaha dan keteguhan dalam membangun kembali peradaban.6
5.
Kesabaran dalam
Penjajahan dan Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam
Umat Islam di berbagai
belahan dunia juga mengalami ujian berat dalam bentuk kolonialisme dan
penjajahan. Dari perjuangan Sultan Abdul Hamid II dalam mempertahankan Khilafah
Utsmaniyah hingga perlawanan ulama dan santri di Indonesia melawan penjajahan
Belanda, kesabaran menjadi kunci dalam mempertahankan identitas dan nilai-nilai
Islam.7
Kesimpulan
Sejarah Islam penuh dengan
ujian berat yang menguji keteguhan iman umatnya. Namun, dengan kesabaran
sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits, umat Islam mampu
bertahan, bangkit, dan berkembang menjadi peradaban besar. Dari era Rasulullah Saw
hingga zaman modern, kesabaran selalu menjadi faktor utama dalam menghadapi
setiap cobaan dan tantangan.
Footnotes
[1]
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2001), jilid 3, hlm. 45.
[2]
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1993), jilid 7, hlm. 123.
[3]
Al-Qur’an, QS Ali Imran [3] ayat 186.
[4]
Muhammad bin Jarir at-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk
(Beirut: Dar al-Fikr, 1999), jilid 2, hlm. 110.
[5]
Muslim bin al-Hajjaj, Sahih Muslim (Riyadh: Darussalam, 2007),
no. 2999.
[6]
Ibnu Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa (Madinah: Maktabah al-Riyadh,
1987), jilid 11, hlm. 75.
[7]
Syed Hussein Nasr, Islamic Science and the Colonial Encounter
(London: Oxford University Press, 2003), hlm. 220-223.
Lampiran 2: Takhrij Hadits
Berikut adalah takhrij hadits dari
hadits-hadits yang dimuat dalam artikel "Sabar dalam Perspektif
Al-Qur'an dan Hadits":
1.
Hadits
tentang Sikap Orang Mukmin dalam Menghadapi Musibah
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ،
وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Terjemahan: Rasulullah Saw bersabda: "Sungguh menakjubkan perkara seorang
mukmin, sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik baginya. Jika ia mendapatkan
kebahagiaan, maka ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah,
maka ia bersabar, dan itu juga baik baginya."
Takhrij Hadits:
·
Riwayat Muslim: Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim, Kitab Zuhud
dan Kelembutan Hati (Kitāb az-Zuhd wa ar-Raqā’iq), Bab Keutamaan Kesabaran
dalam Menghadapi Musibah, No. 2999.
·
Status Hadits: Shahih
menurut Imam Muslim.
2.
Hadits
tentang Cobaan bagi Manusia
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ:
الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى
حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ، وَإِنْ
كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ، وَمَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ
حَتَّى يَمْشِيَ عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Terjemahan: Dari Mus‘ab bin Sa‘d, dari ayahnya (Sa‘d bin Abi Waqqash) berkata: "Aku
bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling
berat ujiannya?’ Beliau menjawab, ‘Para nabi, kemudian orang-orang yang paling
baik setelah mereka. Seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika ia kuat
dalam agamanya, maka ujiannya akan semakin berat. Jika dalam agamanya ada
kelemahan, maka akan diringankan. Dan ujian akan terus menimpa seorang hamba
hingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak memiliki dosa.’”
Takhrij Hadits:
·
Riwayat At-Tirmidzi: Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidzi, Kitab Zuhud (Kitāb az-Zuhd), Bab Tentang Kesabaran terhadap Cobaan, No. 2398.
·
Derajat Hadits: Hasan
Shahih menurut Imam At-Tirmidzi.
3.
Hadits
tentang Ujian dan Pahala bagi Orang yang Sabar
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ،
وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ، وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ
يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Terjemahan: Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa
kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, atau kesusahan, bahkan
duri yang menusuknya sekalipun, melainkan Allah akan menghapus sebagian
dosa-dosanya.”
Takhrij Hadits:
·
Riwayat Al-Bukhari: Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Sahih Al-Bukhari, Kitab
**Obat dan Pengobatan (Kitāb al-Maradh wa at-Tibb)*, Bab Ujian Sebagai
Penghapus Dosa, No. 5641.
·
Riwayat Muslim: Hadits ini
juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim, Kitab Keutamaan dan Pahala dalam Kesabaran (Kitāb al-Birr wa as-Silah wa al-Adab),
Bab Pahala bagi Orang yang Bersabar atas Musibah, No. 2573.
·
Status Hadits: Shahih
Muttafaq ‘Alaih (disepakati oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim).
4.
Hadits
tentang Keutamaan Sabar
الصَّبْرُ ضِيَاءٌ
Terjemahan: Rasulullah Saw bersabda: "Sabar adalah cahaya.”
Takhrij Hadits:
·
Riwayat Muslim: Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahih Muslim, Kitab Thaharah (Kitāb at-Thaharah), Bab Keutamaan Wudhu, Shalat, dan Sabar,
No. 223.
·
Status Hadits: Shahih
menurut Imam Muslim.
Kesimpulan
Takhrij hadits di atas menunjukkan bahwa
hadits-hadits tentang sabar memiliki derajat shahih dan hasan, sehingga
dapat dijadikan sebagai landasan hukum dan motivasi dalam menghadapi berbagai
ujian kehidupan. Hadits-hadits ini juga telah dicantumkan dalam kitab-kitab
hadits utama seperti Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan At-Tirmidzi,
serta disepakati oleh para ulama hadits sebagai dalil yang kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar