Senin, 13 Januari 2025

Tauhid Rububiyah: Hakikat, Dalil, dan Relevansi dalam Kehidupan Muslim

Tauhid Rububiyah

Hakikat, Dalil, dan Relevansi dalam Kehidupan Muslim


Abstrak

Artikel ini membahas konsep Tauhid Rububiyah, salah satu dimensi utama tauhid dalam Islam yang menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah satu-satunya Rabb, yaitu Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam semesta. Melalui kajian mendalam, artikel ini menguraikan definisi Tauhid Rububiyah berdasarkan penjelasan ulama klasik dan kontemporer, didukung oleh dalil-dalil dari Al-Qur'an, hadis, dan argumen rasional. Tauhid Rububiyah juga dibahas dalam konteks historis sebagai pondasi utama dakwah para nabi, termasuk Nabi Muhammad Saw, yang menggunakan konsep ini untuk menanamkan keimanan pada umatnya.

Selain itu, artikel ini mengkaji relevansi Tauhid Rububiyah dalam kehidupan modern, terutama dalam menghadapi tantangan ideologis seperti ateisme, sekularisme, dan materialisme. Penjelasan ini memperlihatkan bagaimana Tauhid Rububiyah dapat membentuk kepribadian Muslim yang tawakal, bersyukur, dan optimis dalam menjalani kehidupan. Artikel ini juga menyoroti bagaimana pemahaman terhadap Rububiyah Allah mendorong umat Islam untuk memurnikan ibadah kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah) sebagai wujud keimanan yang sempurna.

Melalui analisis ini, artikel menegaskan pentingnya Tauhid Rububiyah sebagai landasan keimanan yang tidak hanya berdampak pada aspek teologis, tetapi juga membangun akhlak dan etos kehidupan yang kokoh. Artikel ini diakhiri dengan harapan agar pemahaman terhadap Tauhid Rububiyah dapat memperkuat akidah umat Islam dan menjadi panduan dalam membentuk kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai tauhid.

Kata Kunci: Tauhid Rububiyah, keimanan, dakwah Islam, relevansi modern, akidah Islam.


1.           Pendahuluan

1.1.       Definisi Tauhid Rububiyah

Tauhid Rububiyah adalah keyakinan mutlak bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah satu-satunya Rabb, yaitu Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur seluruh alam semesta. Istilah "Rububiyah" berasal dari kata Rabb, yang bermakna Tuhan atau Penguasa yang mengatur segala sesuatu dengan hikmah-Nya. Pemahaman tentang Tauhid Rububiyah menegaskan keesaan Allah dalam segala aspek keberadaan, termasuk penciptaan, pemeliharaan, dan pengaturan kehidupan di dunia dan akhirat.¹ Para ulama menyebut bahwa Tauhid Rububiyah merupakan pengakuan fitrah yang melekat dalam diri manusia, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A'raf [07] ayat 172: "...Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.'"²

1.2.       Pentingnya Memahami Tauhid Rububiyah

Pemahaman tentang Tauhid Rububiyah adalah fondasi dasar bagi keimanan seorang Muslim. Dalam karya-karya klasik, seperti Al-Aqidah Al-Tahawiyah, disebutkan bahwa iman kepada Rububiyah Allah merupakan landasan pertama dalam membangun keimanan yang benar.³ Pengakuan terhadap Rububiyah Allah melahirkan rasa tawakal, syukur, dan kekaguman terhadap kekuasaan-Nya. Hal ini juga mengajarkan manusia untuk tunduk dan patuh hanya kepada Allah, karena Dia-lah yang memiliki kekuasaan mutlak.⁴

1.3.       Hubungan Tauhid Rububiyah dengan Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat

Tauhid Rububiyah tidak dapat berdiri sendiri, melainkan terkait erat dengan Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat. Tauhid Rububiyah mengakui keesaan Allah sebagai Rabb, sedangkan Tauhid Uluhiyah menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak diibadahi. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa, "Setiap orang yang mengakui Rububiyah Allah harus melanjutkannya dengan Uluhiyah, yakni memurnikan ibadah hanya kepada-Nya."⁵ Tauhid Asma wa Sifat, di sisi lain, menekankan kesempurnaan sifat-sifat Allah yang menunjukkan Rububiyah-Nya, seperti sifat pencipta (Al-Khaliq) dan pemelihara (Ar-Razzaq).⁶

Dalam memahami hubungan ini, penting untuk mengingat bahwa meskipun banyak kaum musyrik pada zaman Nabi Muhammad Saw mengakui Rububiyah Allah, mereka tetap ingkar terhadap Uluhiyah-Nya. Hal ini dijelaskan dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 3, "Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya."⁷ Dengan demikian, Tauhid Rububiyah menjadi dasar untuk melangkah lebih jauh ke dalam Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat.


Catatan Kaki

[1]                Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi, Juz 1, 53.

[2]                Al-Qur'an, QS. Al-A'raf: 172.

[3]                Ath-Thahawi, Al-Aqidah Al-Tahawiyah, ed. Syekh Salim Al-Hilali (Riyadh: Maktabah Al-Ma'arif, 1999), 15.

[4]                Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Juz 4, Bab "Syukur kepada Allah".

[5]                Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 38.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1, 40.

[7]                Al-Qur'an, QS. Az-Zumar: 3.


2.           Definisi dan Hakikat Tauhid Rububiyah

2.1.       Makna Bahasa dan Istilah

Tauhid Rububiyah berasal dari kata Rabb, yang dalam bahasa Arab memiliki beberapa makna, di antaranya "Tuhan, Pemilik, Pengatur, Pemelihara, dan Pencipta."¹ Dalam konteks istilah syar'i, Tauhid Rububiyah adalah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta segala sesuatu, Pemelihara seluruh alam semesta, dan Pengatur segala urusan makhluk-Nya tanpa sekutu dalam kekuasaan-Nya.² Sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Baghawi dalam Ma’alim at-Tanzil, "Rububiyah adalah pengakuan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Pemiliknya yang mutlak."³

Tauhid Rububiyah mencakup tiga elemen utama:

1)                  Allah sebagai Al-Khaliq (Pencipta):

Allah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan. Hal ini ditegaskan dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 62, "Allah adalah Pencipta segala sesuatu."⁴

2)                  Allah sebagai Al-Malik (Pemilik):

Seluruh alam semesta berada dalam kekuasaan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mu'minun [23] ayat 88, "Siapakah yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu?"⁵

3)                  Allah sebagai Al-Mudabbir (Pengatur):

Allah mengatur segala sesuatu sesuai kehendak-Nya. Ini ditegaskan dalam QS. Yunus [10] ayat 31, "Siapakah yang mengatur segala urusan?"⁶

2.2.       Cakupan Rububiyah Allah

Rububiyah Allah mencakup seluruh aspek kehidupan dan keberadaan, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak. Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim menyatakan bahwa Rububiyah Allah meliputi penciptaan makhluk, pengaturan rezeki, pengendalian nasib, dan pengaturan hukum di alam semesta.⁷

Allah bukan hanya Pencipta awal, tetapi juga Pemelihara yang terus-menerus memperhatikan ciptaan-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Hud [11] ayat 6, "Tidak ada satu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya."⁸ Fakta ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya menciptakan, tetapi juga menjaga keberlangsungan hidup makhluk-Nya.

Ulama seperti Imam Al-Ghazali juga menekankan bahwa keesaan Allah dalam Rububiyah-Nya merupakan aspek yang membedakan Allah dari semua makhluk. Dalam Ihya Ulum al-Din, ia menjelaskan bahwa memahami Allah sebagai Rabb berarti menyadari ketergantungan mutlak manusia kepada-Nya dalam segala hal.⁹

2.3.       Pengakuan Fitrah akan Rububiyah Allah

Tauhid Rububiyah merupakan fitrah yang tertanam dalam diri manusia sejak lahir. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-A'raf [07] ayat 172, ketika Allah mengambil kesaksian dari manusia di alam ruh bahwa Dia adalah Rabb mereka.¹⁰ Rasulullah Saw juga bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), kemudian orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi."¹¹

Namun, pengakuan terhadap Rububiyah Allah saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang sebagai Muslim yang sejati. Sebagaimana banyak kaum musyrik pada zaman Rasulullah Saw yang mengakui Rububiyah Allah tetapi tetap menyekutukan-Nya dalam ibadah. Hal ini ditegaskan dalam QS. Yusuf [12] ayat 106, "Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya."¹²

2.4.       Kesimpulan Sementara

Tauhid Rububiyah adalah landasan utama yang menunjukkan kekuasaan Allah sebagai satu-satunya Rabb yang menciptakan, memelihara, dan mengatur segala sesuatu. Pemahaman ini menjadi dasar untuk membangun akidah yang kokoh. Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Taimiyyah, "Tauhid Rububiyah adalah pintu masuk untuk memahami dan mengamalkan Tauhid Uluhiyah."¹³


Catatan Kaki

[1]                Lisan al-Arab, Ibnu Manzur, ed. Ahmad Fares (Beirut: Dar Sadir, 1990), 4:363.

[2]                Muhammad bin Ibrahim at-Tuwaijiri, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur'an al-Karim (Riyadh: Darussalam, 2006), 142.

[3]                Al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, Juz 1, 54.

[4]                Al-Qur'an, QS. Az-Zumar: 62.

[5]                Al-Qur'an, QS. Al-Mu’minun: 88.

[6]                Al-Qur'an, QS. Yunus: 31.

[7]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1, 93.

[8]                Al-Qur'an, QS. Hud: 6.

[9]                Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Juz 4, Bab "Tauhid dan Tawakal".

[10]             Al-Qur'an, QS. Al-A'raf: 172.

[11]             Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab al-Jana'iz, Hadis no. 1385.

[12]             Al-Qur'an, QS. Yusuf: 106.

[13]             Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa, Juz 1, 65.


3.           Dalil-Dalil Tauhid Rububiyah

3.1.       Dalil dari Al-Qur'an

Al-Qur'an secara jelas dan tegas menegaskan Tauhid Rububiyah Allah melalui ayat-ayat yang menunjukkan keesaan-Nya sebagai Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam semesta. Beberapa dalil penting meliputi:

·                     QS. Al-Fatihah [01] ayat 2

"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah Rabb al-'Alamin, satu-satunya Penguasa dan Pengatur seluruh makhluk di alam semesta. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa "Rabb" dalam ayat ini mencakup makna Pencipta, Pemilik, dan Pengatur segala sesuatu.¹

·                     QS. Al-A'raf [07] ayat 54

"Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (Dia ciptakan pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam." Ayat ini menegaskan Rububiyah Allah melalui penciptaan alam semesta dan pengaturan yang sempurna.²

·                     QS. Yunus [10] ayat 31

"Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: Allah. Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" Ayat ini menunjukkan pengakuan fitrah manusia terhadap Rububiyah Allah, bahkan di kalangan kaum musyrik.³

3.2.       Dalil dari Hadis Nabi

Hadis-hadis Nabi Muhammad Saw juga mempertegas konsep Tauhid Rububiyah dengan berbagai penjelasan yang menggambarkan keesaan Allah dalam menciptakan dan mengatur alam semesta.

·                     Hadis tentang Doa Nabi Saw

Dalam doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw, beliau bersabda: "Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah yang berhak disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu."⁴ Hadis ini menegaskan Rububiyah Allah sebagai dasar Tauhid yang harus diimani oleh seorang Muslim.

·                     Hadis tentang Allah sebagai Pencipta

Rasulullah Saw bersabda, "Allah menulis takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi."⁵ Hadis ini menunjukkan kekuasaan Allah sebagai Pencipta dan Pengatur seluruh takdir makhluk.

3.3.       Dalil Rasional dan Observasi Alam

Tauhid Rububiyah juga dapat dikuatkan melalui dalil rasional dan observasi terhadap tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. Dalam Islam, penggunaan akal untuk memahami Rububiyah Allah sangat dianjurkan, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ali Imran [03] ayat 190-191:

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi..."⁶

Ulama seperti Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Al-Kabir menjelaskan bahwa ayat ini mendorong manusia untuk menggunakan akal dalam memahami keesaan Allah melalui ciptaan-Nya. Langit yang luas, bintang-bintang yang teratur, dan pergantian siang dan malam adalah bukti nyata adanya pengaturan sempurna dari Allah.⁷

3.4.       Bukti Fitrah dan Pengakuan Kaum Musyrik

Sebagaimana disebutkan dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 3 dan QS. Yusuf [12] ayat 106, kaum musyrik di masa Nabi Muhammad Saw sebenarnya mengakui Rububiyah Allah, tetapi mereka menyekutukan-Nya dalam ibadah. Pengakuan mereka bahwa Allah adalah Pencipta dan Pengatur menunjukkan bahwa Tauhid Rububiyah adalah fitrah yang tertanam dalam diri manusia.

Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa menekankan bahwa Tauhid Rububiyah diakui oleh semua manusia, baik secara fitrah maupun melalui pengamatan akal. Namun, pengakuan tersebut harus disempurnakan dengan ibadah kepada Allah (Tauhid Uluhiyah) agar menjadi keimanan yang benar.⁸

3.5.       Kesimpulan Sementara

Dalil-dalil Tauhid Rububiyah berasal dari berbagai sumber yang saling melengkapi: Al-Qur'an sebagai wahyu ilahi, hadis Nabi sebagai penjelasan praktis, akal sebagai alat untuk memahami tanda-tanda kebesaran Allah, dan fitrah manusia yang mengakui Rububiyah-Nya. Semua ini mempertegas keesaan Allah sebagai Rabb, yang menjadi dasar utama keimanan dalam Islam.


Catatan Kaki

[1]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1, 35.

[2]                Al-Qur'an, QS. Al-A'raf: 54.

[3]                Al-Qur'an, QS. Yunus: 31.

[4]                Muslim, Shahih Muslim, Kitab Dzikir dan Doa, Hadis no. 2702.

[5]                Muslim, Shahih Muslim, Kitab Al-Qadr, Hadis no. 2653.

[6]                Al-Qur'an, QS. Ali Imran: 190-191.

[7]                Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib (Tafsir Al-Kabir), Juz 7, 118.

[8]                Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 64.


4.           Penjelasan Ulama tentang Tauhid Rububiyah

4.1.       Pandangan Ulama Salaf dan Khalaf

Tauhid Rububiyah telah dijelaskan secara mendalam oleh para ulama, baik dari kalangan Salaf (generasi awal Islam) maupun Khalaf (generasi setelahnya). Penjelasan mereka menjadi panduan utama dalam memahami konsep Rububiyah Allah.

·                     Imam Abu Hanifah

Dalam Fiqh Al-Akbar, Imam Abu Hanifah menjelaskan bahwa Tauhid Rububiyah adalah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam semesta. Beliau menegaskan, "Allah tidak bergantung kepada sesuatu, sedangkan segala sesuatu bergantung kepada-Nya."¹ Pandangan ini menunjukkan keunikan Allah sebagai Rabb yang tidak memerlukan bantuan makhluk, tetapi semua makhluk bergantung kepada-Nya.

·                     Imam Al-Ghazali

Dalam Ihya Ulum al-Din, Al-Ghazali membahas Tauhid Rububiyah sebagai bentuk pengakuan akal dan hati terhadap kekuasaan Allah atas segala sesuatu. Beliau menyebut bahwa memahami Rububiyah Allah melahirkan sifat tawakal, syukur, dan kehinaan di hadapan-Nya.² Al-Ghazali juga menekankan pentingnya menyelaraskan pengakuan Rububiyah dengan ibadah kepada Allah.

·                     Ibnu Taimiyyah

Dalam Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa Tauhid Rububiyah diakui oleh hampir seluruh umat manusia, termasuk kaum musyrik, tetapi pengakuan tersebut tidak cukup untuk menjadikan mereka Muslim. Beliau menulis, "Orang-orang musyrik pada masa Nabi mengakui bahwa Allah adalah Pencipta dan Pengatur, tetapi mereka tetap menyembah berhala, sehingga mereka tidak memenuhi hak Tauhid Uluhiyah."³ Penjelasan ini menunjukkan bahwa Rububiyah Allah adalah dasar yang harus dilanjutkan dengan Tauhid Uluhiyah.

4.2.       Tauhid Rububiyah dalam Kitab-Kitab Klasik

Tauhid Rububiyah telah dibahas dalam berbagai kitab klasik yang menjadi rujukan utama dalam akidah Islam:

·                     Tafsir Al-Baghawi

Dalam Tafsir Al-Baghawi, Rububiyah Allah dijelaskan sebagai "keesaan Allah dalam penciptaan, pemeliharaan, dan pengaturan urusan makhluk."⁴ Al-Baghawi menjelaskan bahwa pengakuan ini menjadi dasar bagi setiap hamba untuk tunduk dan patuh kepada Allah.

·                     Al-Aqidah Al-Tahawiyah

Dalam Al-Aqidah Al-Tahawiyah, Imam Ath-Thahawi menyebutkan bahwa "Allah tidak memiliki sekutu dalam kekuasaan-Nya, dan tidak ada sesuatu pun yang mampu menandingi-Nya."⁵ Penegasan ini memperlihatkan Rububiyah Allah sebagai inti dari keimanan yang lurus.

·                     Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan Tauhid Rububiyah sebagai dasar semua keyakinan Islam. Beliau menulis, "Semua nabi dan rasul diutus untuk menyampaikan bahwa Allah adalah Rabb yang menciptakan dan mengatur alam semesta, serta tidak ada sekutu bagi-Nya."⁶

4.3.       Perspektif Kontemporer tentang Tauhid Rububiyah

Ulama kontemporer juga menjelaskan Tauhid Rububiyah dengan pendekatan yang relevan bagi umat Muslim masa kini:

·                     Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab

Dalam Kitab Tauhid, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab menjelaskan bahwa pengakuan Rububiyah Allah adalah dasar yang tidak dapat dipisahkan dari Tauhid Uluhiyah. Beliau menekankan bahwa hanya mengakui Rububiyah Allah tanpa memurnikan ibadah kepada-Nya tidak cukup untuk menjadikan seseorang sebagai Muslim yang sejati.⁷

·                     Syekh Yusuf Al-Qaradawi

Dalam Al-Aqidah al-Islamiyyah, Al-Qaradawi menekankan pentingnya pemahaman Rububiyah Allah sebagai bagian dari proses penguatan akidah umat Islam. Beliau menjelaskan bahwa dengan memahami Rububiyah Allah, umat Muslim akan memiliki keyakinan kuat bahwa segala sesuatu diatur oleh-Nya, sehingga melahirkan sikap tawakal yang benar.⁸

4.4.       Pengakuan Tauhid Rububiyah sebagai Fondasi Dakwah

Para ulama sepakat bahwa Tauhid Rububiyah merupakan fondasi dakwah yang disampaikan oleh para nabi dan rasul. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir, setiap rasul memulai dakwahnya dengan menjelaskan Rububiyah Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Anbiya [21] ayat 25, "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku."⁹


Kesimpulan Sementara

Penjelasan ulama tentang Tauhid Rububiyah mencerminkan pentingnya keyakinan ini sebagai landasan dasar keimanan. Para ulama Salaf dan Khalaf menekankan bahwa Rububiyah Allah adalah fitrah manusia yang harus dijaga dan dilengkapi dengan Tauhid Uluhiyah untuk membentuk keimanan yang sempurna.


Catatan Kaki

[1]                Abu Hanifah, Fiqh Al-Akbar, ed. Muhammad Zahid Al-Kawthari (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1998), 12.

[2]                Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Juz 4, Bab "Tauhid dan Tawakal".

[3]                Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 65.

[4]                Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi, Juz 1, 53.

[5]                Ath-Thahawi, Al-Aqidah Al-Tahawiyah, ed. Syekh Salim Al-Hilali (Riyadh: Maktabah Al-Ma'arif, 1999), 10.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1, 40.

[7]                Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid, ed. Syekh Shalih Al-Fawzan (Riyadh: Darussalam, 1998), 25.

[8]                Yusuf Al-Qaradawi, Al-Aqidah al-Islamiyyah (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 1999), 45.

[9]                Al-Qur'an, QS. Al-Anbiya [21] ayat 25.


5.           Korelasi Tauhid Rububiyah dengan Kehidupan Muslim

5.1.       Implikasi Iman kepada Allah sebagai Rabb

Tauhid Rububiyah memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan seorang Muslim. Keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam semesta) melahirkan berbagai sikap hidup yang positif. Berikut adalah beberapa implikasinya:

·                     Keyakinan kepada Kekuasaan Allah

Dengan memahami bahwa Allah adalah Rabb yang mengatur segala sesuatu, seorang Muslim menyadari bahwa tidak ada satu pun peristiwa di dunia ini terjadi tanpa izin dan kehendak-Nya. Hal ini membawa ketenangan dalam menghadapi cobaan hidup, sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Taubah [09] ayat 51, "Katakanlah: 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami.'"¹

·                     Tawakal kepada Allah

Tawakal adalah sikap berserah diri kepada Allah setelah berusaha. Keyakinan akan Rububiyah Allah mendorong seorang Muslim untuk bergantung sepenuhnya kepada-Nya dalam setiap urusan, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, "Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung.

·                     Rasa Syukur dan Ketundukan

Menyadari bahwa Allah adalah Rabb yang memberi segala nikmat melahirkan rasa syukur dan ketundukan hanya kepada-Nya. Dalam QS. Ibrahim [14] ayat 34, Allah mengingatkan, "Dan Dia telah memberikan kepadamu segala yang kamu mohonkan. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.

5.2.       Relevansi Tauhid Rububiyah dalam Kehidupan Modern

Dalam kehidupan modern yang penuh dengan tantangan, pemahaman Tauhid Rububiyah dapat menjadi landasan penting bagi umat Islam untuk menghadapi berbagai persoalan, seperti berikut:

·                     Menghadapi Ketidakpastian Hidup

Dunia modern seringkali diwarnai oleh rasa ketidakpastian akibat krisis ekonomi, pandemi, atau konflik. Pemahaman bahwa Allah adalah Pengatur segala urusan memberikan ketenangan dan optimisme kepada seorang Muslim. Dalam QS. Al-An’am [06] ayat 59, Allah berfirman, "Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia."⁴

·                     Meningkatkan Etos Kerja

Tauhid Rububiyah mendorong seorang Muslim untuk berusaha semaksimal mungkin dalam pekerjaannya, dengan keyakinan bahwa rezeki berasal dari Allah, tetapi harus dicari melalui usaha yang halal. Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa menjelaskan bahwa "usaha manusia adalah bagian dari kehendak Allah, dan hasilnya adalah pemberian dari-Nya."⁵

·                     Menangkal Materialisme dan Sekularisme

Tauhid Rububiyah membentengi seorang Muslim dari ideologi materialisme yang menempatkan dunia sebagai tujuan akhir, dan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Syekh Yusuf Al-Qaradawi menegaskan bahwa "Tauhid Rububiyah adalah pondasi yang menghubungkan manusia dengan Allah dalam setiap aspek kehidupannya."⁶

5.3.       Kesalahan dalam Memahami Rububiyah

Kesalahan dalam memahami Tauhid Rububiyah dapat berdampak negatif pada akidah seorang Muslim. Berikut beberapa contoh penyimpangan:

·                     Menyandarkan Rezeki atau Nasib kepada Selain Allah

Beberapa orang, meskipun mengakui Allah sebagai Pencipta, menyandarkan rezeki atau keberhasilan mereka kepada makhluk, seperti jimat atau ramalan. Dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 38, Allah berfirman, "Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?' Niscaya mereka akan menjawab, 'Allah.' Tetapi mengapa mereka dapat dipalingkan (dari menyembah-Nya)?"⁷

·                     Keyakinan Fatalisme

Salah memahami Tauhid Rububiyah juga dapat menyebabkan keyakinan bahwa manusia tidak perlu berusaha karena semuanya telah ditentukan Allah. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam, yang menuntut keseimbangan antara usaha dan tawakal.

5.4.       Hubungan Tauhid Rububiyah dengan Akhlak

Tauhid Rububiyah juga memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan akhlak mulia, antara lain:

·                     Kejujuran dan Integritas

Seorang Muslim yang yakin bahwa Allah adalah Rabb yang mengetahui segala sesuatu tidak akan berani berbuat curang. Dalam QS. Al-Mulk [67] ayat 14, Allah berfirman, "Tidakkah Dia mengetahui apa yang diciptakan-Nya, sedangkan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?"⁸

·                     Sikap Dermawan

Tauhid Rububiyah mengajarkan bahwa rezeki adalah titipan dari Allah yang harus digunakan untuk kebaikan. Rasulullah Saw bersabda, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah."⁹


Kesimpulan Sementara

Tauhid Rububiyah memiliki relevansi yang mendalam dalam kehidupan Muslim, baik secara pribadi maupun sosial. Pemahaman yang benar tentang Rububiyah Allah melahirkan ketenangan, optimisme, dan semangat untuk berbuat kebaikan. Dalam kehidupan modern, Tauhid Rububiyah menjadi benteng akidah yang melindungi seorang Muslim dari pengaruh ideologi yang menyimpang.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur'an, QS. At-Taubah: 51.

[2]                Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kitab Az-Zuhd, Hadis no. 2344.

[3]                Al-Qur'an, QS. Ibrahim: 34.

[4]                Al-Qur'an, QS. Al-An’am: 59.

[5]                Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 8, 67.

[6]                Yusuf Al-Qaradawi, Al-Aqidah al-Islamiyyah (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 1999), 48.

[7]                Al-Qur'an, QS. Az-Zumar: 38.

[8]                Al-Qur'an, QS. Al-Mulk: 14.

[9]                Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Az-Zakah, Hadis no. 1427.


6.           Hubungan Tauhid Rububiyah dengan Dakwah Islam

6.1.       Tauhid Rububiyah sebagai Pondasi Dakwah Para Nabi

Tauhid Rububiyah merupakan inti dari dakwah yang disampaikan oleh para nabi dan rasul. Allah menyebutkan dalam Al-Qur'an bahwa semua rasul diutus untuk mengajarkan keesaan Allah sebagai Rabb yang menciptakan dan mengatur alam semesta. Dalam QS. Al-Anbiya [21] ayat 25, Allah berfirman, "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku."¹

Para nabi memulai dakwah mereka dengan menjelaskan konsep Rububiyah Allah untuk membangun fondasi keimanan yang kokoh. Contohnya adalah Nabi Ibrahim, yang berdialog dengan kaumnya tentang kekuasaan Allah sebagai Pencipta langit dan bumi dalam QS. Al-An’am [06] ayat 75-79.² Dalam tafsirnya, Al-Qurtubi menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim menggunakan argumen Rububiyah untuk menunjukkan kesalahan penyembahan terhadap selain Allah.³

6.2.       Penegasan Rububiyah dalam Dakwah Nabi Muhammad Saw

Dalam dakwahnya, Nabi Muhammad Saw sering menggunakan pendekatan yang menegaskan Rububiyah Allah untuk menarik perhatian kaum Quraisy. Beliau menunjukkan bahwa pengakuan mereka terhadap Allah sebagai Pencipta seharusnya mendorong mereka untuk menyembah-Nya saja. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mu'minun [23] ayat 84-87:

"Katakanlah, 'Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?' Mereka akan menjawab, 'Kepunyaan Allah.' Maka katakanlah, 'Maka apakah kamu tidak ingat?'"⁴

Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa menjelaskan bahwa pendekatan dakwah Nabi Saw ini bertujuan untuk memindahkan pengakuan Rububiyah kepada pengamalan Tauhid Uluhiyah, yakni memurnikan ibadah hanya kepada Allah.⁵

6.3.       Tauhid Rububiyah sebagai Strategi Dakwah

Rububiyah Allah menjadi strategi yang efektif dalam dakwah karena menyentuh fitrah manusia. Allah telah menanamkan dalam diri manusia pengakuan terhadap keberadaan-Nya sebagai Rabb. Dalam QS. Al-A'raf [07] ayat 172, Allah berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab, 'Betul, (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.'"⁶

Para ulama dakwah, seperti Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Kitab Tauhid, menegaskan bahwa pendekatan melalui Rububiyah Allah dapat membuka hati manusia untuk menerima ajaran Islam secara keseluruhan.⁷ Dakwah yang dimulai dari Rububiyah memberikan dasar logis yang kuat untuk menjelaskan Tauhid Uluhiyah.

6.4.       Dakwah Tauhid Rububiyah di Era Modern

Dalam konteks modern, dakwah Tauhid Rububiyah tetap relevan untuk mengatasi berbagai tantangan ideologis, seperti ateisme, sekularisme, dan materialisme. Tauhid Rububiyah mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya Pengatur segala sesuatu, sehingga membantah ideologi yang meniadakan peran Tuhan dalam kehidupan manusia.

·                     Menghadapi Ateisme

Tauhid Rububiyah membantah pandangan ateis yang menganggap alam semesta terjadi secara kebetulan. Dalam QS. Ath-Thur [52] ayat 35-36, Allah berfirman, "Apakah mereka tercipta tanpa sesuatu pun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka yang menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak yakin."⁸ Ulama seperti Fakhruddin Ar-Razi menyebut ayat ini sebagai argumen rasional yang mematahkan klaim ateisme.⁹

·                     Menjawab Sekularisme dan Materialisme

Sekularisme dan materialisme mencoba memisahkan agama dari kehidupan atau mengutamakan materi sebagai tujuan akhir. Tauhid Rububiyah mengajarkan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 156, Allah mengingatkan, "Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nyalah kami kembali."¹⁰ Syekh Yusuf Al-Qaradawi menyebut bahwa pemahaman Rububiyah Allah adalah solusi untuk menghadapi ideologi yang mengabaikan aspek spiritual manusia.¹¹

6.5.       Membentuk Kepribadian Da’i melalui Tauhid Rububiyah

Pemahaman Tauhid Rububiyah juga penting bagi para da’i. Seorang da’i yang memahami bahwa Allah adalah Rabb akan memiliki keyakinan kuat dalam tugas dakwahnya, dengan sifat-sifat berikut:

·                     Tawakal dalam Berdakwah

Seorang da’i akan bersandar kepada Allah dalam setiap usaha dakwahnya, sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda, "Barang siapa yang mengajak kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang mengikutinya."¹²

·                     Kesabaran dan Keikhlasan

Keyakinan bahwa Allah adalah Rabb yang mengatur hasil dari dakwah mendorong seorang da’i untuk bersabar dan ikhlas. Dalam QS. Yusuf [12] ayat 87, Nabi Ya'qub berkata, "Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah."¹³


Kesimpulan Sementara

Tauhid Rububiyah adalah inti dari dakwah para nabi dan menjadi pendekatan yang relevan dalam menghadapi tantangan ideologis di era modern. Seorang Muslim, terutama para da’i, harus memahami Rububiyah Allah sebagai landasan keimanan dan penyampaian ajaran Islam. Dengan meyakini Allah sebagai Rabb yang menciptakan dan mengatur segala sesuatu, seorang da’i dapat membangun dakwah yang kokoh dan berpengaruh.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur'an, QS. Al-Anbiya: 25.

[2]                Al-Qur'an, QS. Al-An’am: 75-79.

[3]                Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi, Juz 7, 312.

[4]                Al-Qur'an, QS. Al-Mu’minun: 84-87.

[5]                Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 42.

[6]                Al-Qur'an, QS. Al-A'raf: 172.

[7]                Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid, ed. Syekh Shalih Al-Fawzan (Riyadh: Darussalam, 1998), 15.

[8]                Al-Qur'an, QS. Ath-Thur: 35-36.

[9]                Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib (Tafsir Al-Kabir), Juz 6, 88.

[10]             Al-Qur'an, QS. Al-Baqarah: 156.

[11]             Yusuf Al-Qaradawi, Al-Aqidah al-Islamiyyah (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 1999), 52.

[12]             Muslim, Shahih Muslim, Kitab Ilmu, Hadis no. 2674.

[13]             Al-Qur'an, QS. Yusuf: 87.


7.           Penutup

7.1.       Kesimpulan

Tauhid Rububiyah adalah inti dari keimanan Islam yang menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah satu-satunya Rabb, yakni Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur seluruh alam semesta. Pemahaman yang benar tentang Tauhid Rububiyah membangun pondasi keimanan yang kokoh, di mana seorang Muslim menyadari bahwa seluruh aspek kehidupan, termasuk rezeki, takdir, dan keselamatan, berada di bawah kuasa Allah.¹

Dalil-dalil dari Al-Qur'an, hadis, dan akal sehat memberikan bukti yang kuat tentang Rububiyah Allah, menunjukkan bagaimana kekuasaan-Nya mencakup seluruh eksistensi makhluk-Nya.² Dalam dakwah para nabi, Tauhid Rububiyah menjadi titik awal untuk mengajak manusia mengenal Allah dan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah).³ Pengakuan terhadap Rububiyah Allah tidak hanya berdampak pada aspek teologis, tetapi juga membentuk sikap hidup yang optimis, tawakal, dan bersyukur.

Di tengah tantangan modern seperti ateisme, sekularisme, dan materialisme, Tauhid Rububiyah menjadi jawaban yang relevan untuk menjaga akidah umat Islam. Konsep ini menegaskan bahwa kehidupan dunia dan akhirat berada dalam pengaturan Allah, sehingga mengingatkan manusia akan tujuan penciptaannya, yaitu untuk menyembah Allah semata (QS. Adz-Dzariyat [51] ayat 56).⁴

7.2.       Doa dan Harapan

Semoga pembahasan mengenai Tauhid Rububiyah dalam artikel ini dapat menambah pemahaman umat Islam tentang pentingnya pengakuan terhadap Allah sebagai satu-satunya Rabb. Semoga artikel ini juga menjadi jalan untuk memperkuat akidah dan menginspirasi pembaca untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, dengan memurnikan ibadah kepada-Nya.

Sebagaimana doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw: "Ya Allah, berilah kami keimanan yang benar kepada-Mu, keyakinan yang teguh atas kekuasaan-Mu, dan kecintaan yang tulus untuk beribadah kepada-Mu."⁵ Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang mengenal Rububiyah-Nya, mengamalkan Uluhiyah-Nya, dan mengimani Asma dan Sifat-Nya dengan sebaik-baiknya.

7.3.       Pesan Penutup

Akhirnya, sebagai Muslim, kita harus terus menanamkan pemahaman Tauhid Rububiyah dalam diri kita dan mengajarkannya kepada generasi berikutnya. Sebagaimana pesan Nabi Saw kepada Muadz bin Jabal, "Hak Allah atas hamba-Nya adalah agar mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun."⁶ Pesan ini menunjukkan bahwa Tauhid adalah dasar dari seluruh ajaran Islam yang harus dijaga dan diamalkan sepanjang hayat.


Catatan Kaki

[1]                Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi, Juz 1, 53.

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1, 40.

[3]                Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 65.

[4]                Al-Qur'an, QS. Adz-Dzariyat: 56.

[5]                Muslim, Shahih Muslim, Kitab Adzkar, Hadis no. 2721.

[6]                Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Tauhid, Hadis no. 7373.


Daftar Pustaka


Al-Qur'an dan Tafsir

·                     Al-Baghawi, H. M. ibn M. (2002). Tafsir Al-Baghawi (Ma’alim at-Tanzil). Beirut: Dar al-Ma’rifah.

·                     Ibnu Katsir, I. (2000). Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim. Beirut: Dar al-Fikr.

·                     Al-Qurtubi, A. A. M. ibn A. (2003). Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur'an (Tafsir Al-Qurtubi). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Hadis

·                     Al-Bukhari, M. I. I. (2001). Shahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Tauq al-Najah.

·                     Muslim, I. H. A. (2007). Shahih Muslim. Riyadh: Darussalam.

·                     At-Tirmidzi, M. I. I. (1998). Sunan Tirmidzi. Riyadh: Dar al-Salam.

Kitab-Kitab Ulama

·                     Al-Ghazali, A. H. M. (1993). Ihya Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

·                     Ath-Thahawi, A. J. ibn M. (1999). Al-Aqidah Al-Tahawiyah. Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif.

·                     Fakhruddin Ar-Razi, M. O. ibn U. (2000). Mafatih Al-Ghaib (Tafsir Al-Kabir). Beirut: Dar al-Fikr.

·                     Ibnu Taimiyyah, A. A. I. ibn A. (1998). Majmu' Fatawa. Riyadh: Dar al-Watan.

·                     Muhammad ibn Abdul Wahhab, S. (1998). Kitab Tauhid. Riyadh: Darussalam.

Buku Kontemporer

·                     Al-Qaradawi, Y. (1999). Al-Aqidah al-Islamiyyah wa Asasuha. Beirut: Muassasah Al-Risalah.

Kamus Bahasa

·                     Ibnu Manzur, M. ibn M. (1990). Lisan al-Arab. Beirut: Dar Sadir.


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar