Tauhid Rububiyah
Hakikat, Dalil, dan
Relevansi dalam Kehidupan Muslim
Abstrak
Artikel ini membahas konsep Tauhid Rububiyah, salah
satu dimensi utama tauhid dalam Islam yang menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa
Ta'ala adalah satu-satunya Rabb, yaitu Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam
semesta. Melalui kajian mendalam, artikel ini menguraikan definisi Tauhid
Rububiyah berdasarkan penjelasan ulama klasik dan kontemporer, didukung oleh
dalil-dalil dari Al-Qur'an, hadis, dan argumen rasional. Tauhid Rububiyah juga
dibahas dalam konteks historis sebagai pondasi utama dakwah para nabi, termasuk
Nabi Muhammad Saw, yang menggunakan konsep ini untuk menanamkan keimanan pada
umatnya.
Selain itu, artikel ini mengkaji relevansi Tauhid
Rububiyah dalam kehidupan modern, terutama dalam menghadapi tantangan ideologis
seperti ateisme, sekularisme, dan materialisme. Penjelasan ini memperlihatkan
bagaimana Tauhid Rububiyah dapat membentuk kepribadian Muslim yang tawakal,
bersyukur, dan optimis dalam menjalani kehidupan. Artikel ini juga menyoroti
bagaimana pemahaman terhadap Rububiyah Allah mendorong umat Islam untuk
memurnikan ibadah kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah) sebagai wujud keimanan
yang sempurna.
Melalui analisis ini, artikel menegaskan pentingnya
Tauhid Rububiyah sebagai landasan keimanan yang tidak hanya berdampak pada
aspek teologis, tetapi juga membangun akhlak dan etos kehidupan yang kokoh.
Artikel ini diakhiri dengan harapan agar pemahaman terhadap Tauhid Rububiyah
dapat memperkuat akidah umat Islam dan menjadi panduan dalam membentuk
kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai tauhid.
Kata Kunci: Tauhid
Rububiyah, keimanan, dakwah Islam, relevansi modern, akidah Islam.
1.
Pendahuluan
1.1.
Definisi Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah adalah keyakinan mutlak bahwa
Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah satu-satunya Rabb, yaitu Pencipta, Pemelihara,
dan Pengatur seluruh alam semesta. Istilah "Rububiyah" berasal
dari kata Rabb, yang bermakna Tuhan atau Penguasa yang mengatur segala
sesuatu dengan hikmah-Nya. Pemahaman tentang Tauhid Rububiyah menegaskan
keesaan Allah dalam segala aspek keberadaan, termasuk penciptaan, pemeliharaan,
dan pengaturan kehidupan di dunia dan akhirat.¹ Para ulama menyebut bahwa
Tauhid Rububiyah merupakan pengakuan fitrah yang melekat dalam diri manusia,
sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A'raf [07] ayat 172: "...Bukankah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami
bersaksi.'"²
1.2.
Pentingnya Memahami Tauhid Rububiyah
Pemahaman tentang Tauhid Rububiyah adalah fondasi dasar
bagi keimanan seorang Muslim. Dalam karya-karya klasik, seperti Al-Aqidah
Al-Tahawiyah, disebutkan bahwa iman kepada Rububiyah Allah merupakan
landasan pertama dalam membangun keimanan yang benar.³ Pengakuan terhadap
Rububiyah Allah melahirkan rasa tawakal, syukur, dan kekaguman terhadap
kekuasaan-Nya. Hal ini juga mengajarkan manusia untuk tunduk dan patuh hanya
kepada Allah, karena Dia-lah yang memiliki kekuasaan mutlak.⁴
1.3.
Hubungan Tauhid Rububiyah dengan Tauhid
Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat
Tauhid Rububiyah tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan terkait erat dengan Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat. Tauhid
Rububiyah mengakui keesaan Allah sebagai Rabb, sedangkan Tauhid Uluhiyah
menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak diibadahi. Sebagaimana dijelaskan oleh
Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Fatawa, "Setiap orang yang mengakui
Rububiyah Allah harus melanjutkannya dengan Uluhiyah, yakni memurnikan ibadah
hanya kepada-Nya."⁵ Tauhid Asma wa Sifat, di sisi lain, menekankan
kesempurnaan sifat-sifat Allah yang menunjukkan Rububiyah-Nya, seperti sifat
pencipta (Al-Khaliq) dan pemelihara (Ar-Razzaq).⁶
Dalam memahami hubungan ini, penting untuk
mengingat bahwa meskipun banyak kaum musyrik pada zaman Nabi Muhammad Saw
mengakui Rububiyah Allah, mereka tetap ingkar terhadap Uluhiyah-Nya. Hal ini
dijelaskan dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 3, "Kami tidak menyembah mereka
melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya."⁷
Dengan demikian, Tauhid Rububiyah menjadi dasar untuk melangkah lebih jauh ke
dalam Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat.
Catatan Kaki
[1]
Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi, Juz 1, 53.
[2]
Al-Qur'an, QS. Al-A'raf: 172.
[3]
Ath-Thahawi, Al-Aqidah Al-Tahawiyah, ed.
Syekh Salim Al-Hilali (Riyadh: Maktabah Al-Ma'arif, 1999), 15.
[4]
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Juz 4, Bab
"Syukur kepada Allah".
[5]
Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 38.
[6]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz
1, 40.
[7]
Al-Qur'an, QS. Az-Zumar: 3.
2.
Definisi
dan Hakikat Tauhid Rububiyah
2.1.
Makna Bahasa dan Istilah
Tauhid Rububiyah
berasal dari kata Rabb, yang dalam bahasa Arab
memiliki beberapa makna, di antaranya "Tuhan, Pemilik, Pengatur,
Pemelihara, dan Pencipta."¹ Dalam konteks istilah syar'i, Tauhid
Rububiyah adalah keyakinan bahwa Allah
adalah satu-satunya Pencipta segala sesuatu, Pemelihara seluruh alam semesta,
dan Pengatur segala urusan makhluk-Nya tanpa sekutu dalam kekuasaan-Nya.²
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Baghawi dalam Ma’alim at-Tanzil, "Rububiyah
adalah pengakuan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Pemiliknya yang
mutlak."³
Tauhid Rububiyah mencakup tiga elemen utama:
1)
Allah
sebagai Al-Khaliq (Pencipta):
Allah menciptakan segala sesuatu dari
ketiadaan. Hal ini ditegaskan dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 62, "Allah
adalah Pencipta segala sesuatu."⁴
2)
Allah
sebagai Al-Malik (Pemilik):
Seluruh alam semesta berada dalam
kekuasaan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mu'minun [23] ayat 88,
"Siapakah yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu?"⁵
3)
Allah
sebagai Al-Mudabbir (Pengatur):
Allah mengatur segala sesuatu sesuai
kehendak-Nya. Ini ditegaskan dalam QS. Yunus [10] ayat 31, "Siapakah
yang mengatur segala urusan?"⁶
2.2.
Cakupan Rububiyah Allah
Rububiyah Allah
mencakup seluruh aspek kehidupan dan keberadaan, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak. Ibnu Katsir dalam Tafsir
Al-Qur'an Al-Adzim menyatakan bahwa Rububiyah Allah meliputi
penciptaan makhluk, pengaturan rezeki, pengendalian nasib, dan pengaturan hukum
di alam semesta.⁷
Allah bukan hanya Pencipta awal, tetapi juga Pemelihara yang
terus-menerus memperhatikan ciptaan-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Hud [11]
ayat 6, "Tidak ada satu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah yang
memberi rezekinya."⁸ Fakta ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya
menciptakan, tetapi juga menjaga keberlangsungan hidup makhluk-Nya.
Ulama seperti Imam
Al-Ghazali juga menekankan bahwa keesaan Allah dalam Rububiyah-Nya merupakan aspek yang membedakan Allah dari semua
makhluk. Dalam Ihya Ulum al-Din, ia menjelaskan
bahwa memahami Allah sebagai Rabb berarti menyadari ketergantungan mutlak
manusia kepada-Nya dalam segala hal.⁹
2.3.
Pengakuan Fitrah akan Rububiyah Allah
Tauhid Rububiyah merupakan fitrah yang tertanam dalam diri
manusia sejak lahir. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-A'raf [07] ayat 172,
ketika Allah mengambil kesaksian dari manusia di alam ruh bahwa Dia adalah Rabb
mereka.¹⁰ Rasulullah Saw juga bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah (Islam), kemudian orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi,
Nasrani, atau Majusi."¹¹
Namun, pengakuan
terhadap Rububiyah Allah saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang sebagai
Muslim yang sejati. Sebagaimana banyak kaum musyrik pada zaman Rasulullah Saw
yang mengakui Rububiyah Allah tetapi
tetap menyekutukan-Nya dalam ibadah. Hal ini ditegaskan dalam QS. Yusuf [12]
ayat 106, "Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah,
melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya."¹²
2.4.
Kesimpulan Sementara
Tauhid Rububiyah
adalah landasan utama yang menunjukkan kekuasaan Allah sebagai satu-satunya
Rabb yang menciptakan, memelihara, dan mengatur
segala sesuatu. Pemahaman ini menjadi dasar untuk membangun akidah yang kokoh.
Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Taimiyyah, "Tauhid Rububiyah adalah
pintu masuk untuk memahami dan mengamalkan Tauhid Uluhiyah."¹³
Catatan Kaki
[1]
Lisan al-Arab, Ibnu Manzur, ed. Ahmad Fares (Beirut: Dar Sadir, 1990),
4:363.
[2]
Muhammad bin Ibrahim at-Tuwaijiri, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur'an
al-Karim (Riyadh: Darussalam, 2006), 142.
[3]
Al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, Juz 1, 54.
[4]
Al-Qur'an, QS. Az-Zumar: 62.
[5]
Al-Qur'an, QS. Al-Mu’minun: 88.
[6]
Al-Qur'an, QS. Yunus: 31.
[7]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1,
93.
[8]
Al-Qur'an, QS. Hud: 6.
[9]
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Juz 4, Bab
"Tauhid dan Tawakal".
[10]
Al-Qur'an, QS. Al-A'raf: 172.
[11]
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitab
al-Jana'iz, Hadis no. 1385.
[12]
Al-Qur'an, QS. Yusuf: 106.
[13]
Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa, Juz 1, 65.
3.
Dalil-Dalil
Tauhid Rububiyah
3.1.
Dalil dari Al-Qur'an
Al-Qur'an secara
jelas dan tegas menegaskan Tauhid Rububiyah Allah melalui ayat-ayat yang menunjukkan keesaan-Nya sebagai Pencipta,
Pemelihara, dan Pengatur alam semesta. Beberapa dalil penting meliputi:
·
QS.
Al-Fatihah [01] ayat 2
"Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam." Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah Rabb al-'Alamin,
satu-satunya Penguasa dan Pengatur seluruh makhluk di alam semesta. Ibnu Katsir
dalam tafsirnya menjelaskan bahwa "Rabb" dalam ayat ini
mencakup makna Pencipta, Pemilik, dan Pengatur segala sesuatu.¹
·
QS.
Al-A'raf [07] ayat 54
"Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah
yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di
atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (Dia ciptakan pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam."
Ayat ini menegaskan Rububiyah Allah melalui penciptaan alam semesta dan
pengaturan yang sempurna.²
·
QS.
Yunus [10] ayat 31
"Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki
kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka
mereka akan menjawab: Allah. Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?"
Ayat ini menunjukkan pengakuan fitrah manusia terhadap Rububiyah Allah, bahkan
di kalangan kaum musyrik.³
3.2.
Dalil dari Hadis Nabi
Hadis-hadis Nabi
Muhammad Saw juga mempertegas konsep Tauhid Rububiyah dengan berbagai
penjelasan yang menggambarkan keesaan Allah dalam menciptakan dan mengatur alam
semesta.
·
Hadis
tentang Doa Nabi Saw
Dalam doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw,
beliau bersabda: "Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah yang
berhak disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakan aku dan aku adalah
hamba-Mu."⁴ Hadis ini menegaskan Rububiyah Allah sebagai dasar Tauhid
yang harus diimani oleh seorang Muslim.
·
Hadis
tentang Allah sebagai Pencipta
Rasulullah Saw bersabda, "Allah menulis
takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi."⁵
Hadis ini menunjukkan kekuasaan Allah sebagai Pencipta dan Pengatur seluruh
takdir makhluk.
3.3.
Dalil Rasional dan Observasi Alam
Tauhid Rububiyah
juga dapat dikuatkan melalui dalil rasional dan observasi terhadap tanda-tanda
kebesaran Allah di alam semesta. Dalam Islam, penggunaan akal untuk memahami Rububiyah Allah sangat dianjurkan,
sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ali Imran [03] ayat 190-191:
"Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi..."⁶
Ulama seperti Imam
Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Al-Kabir menjelaskan bahwa ayat ini mendorong manusia untuk
menggunakan akal dalam memahami keesaan Allah melalui ciptaan-Nya. Langit yang
luas, bintang-bintang yang teratur, dan pergantian siang dan malam adalah bukti
nyata adanya pengaturan sempurna dari Allah.⁷
3.4.
Bukti Fitrah dan Pengakuan Kaum Musyrik
Sebagaimana
disebutkan dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 3 dan QS. Yusuf [12] ayat 106, kaum
musyrik di masa Nabi Muhammad Saw sebenarnya mengakui Rububiyah Allah, tetapi
mereka menyekutukan-Nya dalam ibadah. Pengakuan mereka bahwa Allah adalah
Pencipta dan Pengatur menunjukkan bahwa Tauhid Rububiyah adalah fitrah yang
tertanam dalam diri manusia.
Ibnu Taimiyyah dalam
Majmu'
Fatawa menekankan bahwa Tauhid Rububiyah diakui oleh semua manusia,
baik secara fitrah maupun melalui pengamatan
akal. Namun, pengakuan tersebut harus disempurnakan dengan ibadah kepada Allah
(Tauhid Uluhiyah) agar menjadi keimanan yang benar.⁸
3.5.
Kesimpulan Sementara
Dalil-dalil Tauhid
Rububiyah berasal dari berbagai sumber yang saling melengkapi: Al-Qur'an
sebagai wahyu ilahi, hadis Nabi sebagai penjelasan praktis, akal sebagai alat untuk memahami tanda-tanda
kebesaran Allah, dan fitrah manusia yang mengakui Rububiyah-Nya. Semua ini
mempertegas keesaan Allah sebagai Rabb, yang menjadi dasar utama keimanan dalam
Islam.
Catatan Kaki
[1]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1,
35.
[2]
Al-Qur'an, QS. Al-A'raf: 54.
[3]
Al-Qur'an, QS. Yunus: 31.
[4]
Muslim, Shahih Muslim, Kitab Dzikir dan
Doa, Hadis no. 2702.
[5]
Muslim, Shahih Muslim, Kitab Al-Qadr, Hadis
no. 2653.
[6]
Al-Qur'an, QS. Ali Imran: 190-191.
[7]
Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib (Tafsir Al-Kabir),
Juz 7, 118.
[8]
Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 64.
4.
Penjelasan
Ulama tentang Tauhid Rububiyah
4.1.
Pandangan Ulama Salaf dan Khalaf
Tauhid Rububiyah
telah dijelaskan secara mendalam oleh para ulama, baik dari kalangan Salaf
(generasi awal Islam) maupun Khalaf (generasi setelahnya). Penjelasan mereka menjadi panduan utama
dalam memahami konsep Rububiyah Allah.
·
Imam
Abu Hanifah
Dalam Fiqh Al-Akbar, Imam Abu Hanifah
menjelaskan bahwa Tauhid Rububiyah adalah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya
Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam semesta. Beliau menegaskan, "Allah
tidak bergantung kepada sesuatu, sedangkan segala sesuatu bergantung kepada-Nya."¹
Pandangan ini menunjukkan keunikan Allah sebagai Rabb yang tidak memerlukan
bantuan makhluk, tetapi semua makhluk bergantung kepada-Nya.
·
Imam
Al-Ghazali
Dalam Ihya Ulum al-Din, Al-Ghazali
membahas Tauhid Rububiyah sebagai bentuk pengakuan akal dan hati terhadap
kekuasaan Allah atas segala sesuatu. Beliau menyebut bahwa memahami Rububiyah Allah
melahirkan sifat tawakal, syukur, dan kehinaan di hadapan-Nya.² Al-Ghazali juga
menekankan pentingnya menyelaraskan pengakuan Rububiyah dengan ibadah kepada
Allah.
·
Ibnu
Taimiyyah
Dalam Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyyah
menjelaskan bahwa Tauhid Rububiyah diakui oleh hampir seluruh umat manusia,
termasuk kaum musyrik, tetapi pengakuan tersebut tidak cukup untuk menjadikan
mereka Muslim. Beliau menulis, "Orang-orang musyrik pada masa Nabi
mengakui bahwa Allah adalah Pencipta dan Pengatur, tetapi mereka tetap
menyembah berhala, sehingga mereka tidak memenuhi hak Tauhid Uluhiyah."³
Penjelasan ini menunjukkan bahwa Rububiyah Allah adalah dasar yang harus
dilanjutkan dengan Tauhid Uluhiyah.
4.2.
Tauhid Rububiyah dalam Kitab-Kitab Klasik
Tauhid Rububiyah
telah dibahas dalam berbagai kitab klasik yang menjadi rujukan utama dalam akidah Islam:
·
Tafsir
Al-Baghawi
Dalam Tafsir Al-Baghawi, Rububiyah Allah
dijelaskan sebagai "keesaan Allah dalam penciptaan, pemeliharaan, dan
pengaturan urusan makhluk."⁴ Al-Baghawi menjelaskan bahwa pengakuan
ini menjadi dasar bagi setiap hamba untuk tunduk dan patuh kepada Allah.
·
Al-Aqidah
Al-Tahawiyah
Dalam Al-Aqidah Al-Tahawiyah, Imam
Ath-Thahawi menyebutkan bahwa "Allah tidak memiliki sekutu dalam
kekuasaan-Nya, dan tidak ada sesuatu pun yang mampu menandingi-Nya."⁵
Penegasan ini memperlihatkan Rububiyah Allah sebagai inti dari keimanan yang
lurus.
·
Tafsir
Ibnu Katsir
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan Tauhid
Rububiyah sebagai dasar semua keyakinan Islam. Beliau menulis, "Semua nabi
dan rasul diutus untuk menyampaikan bahwa Allah adalah Rabb yang menciptakan
dan mengatur alam semesta, serta tidak ada sekutu bagi-Nya."⁶
4.3.
Perspektif Kontemporer tentang Tauhid Rububiyah
Ulama kontemporer
juga menjelaskan Tauhid Rububiyah dengan pendekatan yang relevan bagi umat
Muslim masa kini:
·
Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab
Dalam Kitab Tauhid, Syekh Muhammad bin
Abdul Wahhab menjelaskan bahwa pengakuan Rububiyah Allah adalah dasar yang
tidak dapat dipisahkan dari Tauhid Uluhiyah. Beliau menekankan bahwa hanya
mengakui Rububiyah Allah tanpa memurnikan ibadah kepada-Nya tidak cukup untuk
menjadikan seseorang sebagai Muslim yang sejati.⁷
·
Syekh
Yusuf Al-Qaradawi
Dalam Al-Aqidah al-Islamiyyah,
Al-Qaradawi menekankan pentingnya pemahaman Rububiyah Allah sebagai bagian dari
proses penguatan akidah umat Islam. Beliau menjelaskan bahwa dengan memahami
Rububiyah Allah, umat Muslim akan memiliki keyakinan kuat bahwa segala sesuatu
diatur oleh-Nya, sehingga melahirkan sikap tawakal yang benar.⁸
4.4.
Pengakuan Tauhid Rububiyah sebagai Fondasi
Dakwah
Para ulama sepakat
bahwa Tauhid Rububiyah merupakan fondasi dakwah yang disampaikan oleh para nabi dan rasul. Sebagaimana dijelaskan oleh
Ibnu Katsir, setiap rasul memulai dakwahnya dengan menjelaskan Rububiyah Allah,
sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Anbiya [21] ayat 25, "Dan Kami
tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya
bahwa tidak ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku."⁹
Kesimpulan Sementara
Penjelasan ulama
tentang Tauhid Rububiyah mencerminkan pentingnya keyakinan ini sebagai landasan
dasar keimanan. Para ulama Salaf dan Khalaf menekankan bahwa Rububiyah Allah
adalah fitrah manusia yang harus dijaga dan dilengkapi dengan Tauhid Uluhiyah
untuk membentuk keimanan yang sempurna.
Catatan Kaki
[1]
Abu Hanifah, Fiqh Al-Akbar, ed. Muhammad Zahid
Al-Kawthari (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1998), 12.
[2]
Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, Juz 4, Bab
"Tauhid dan Tawakal".
[3]
Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 65.
[4]
Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi, Juz 1, 53.
[5]
Ath-Thahawi, Al-Aqidah Al-Tahawiyah, ed. Syekh
Salim Al-Hilali (Riyadh: Maktabah Al-Ma'arif, 1999), 10.
[6]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1,
40.
[7]
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid, ed. Syekh Shalih Al-Fawzan
(Riyadh: Darussalam, 1998), 25.
[8]
Yusuf Al-Qaradawi, Al-Aqidah al-Islamiyyah (Beirut:
Muassasah Al-Risalah, 1999), 45.
[9]
Al-Qur'an, QS. Al-Anbiya [21] ayat 25.
5.
Korelasi
Tauhid Rububiyah dengan Kehidupan Muslim
5.1.
Implikasi Iman kepada Allah sebagai Rabb
Tauhid Rububiyah
memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan seorang Muslim. Keyakinan bahwa
Allah adalah satu-satunya Rabb (Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam
semesta) melahirkan berbagai sikap hidup yang positif. Berikut adalah beberapa
implikasinya:
·
Keyakinan
kepada Kekuasaan Allah
Dengan memahami bahwa Allah adalah Rabb yang
mengatur segala sesuatu, seorang Muslim menyadari bahwa tidak ada satu pun
peristiwa di dunia ini terjadi tanpa izin dan kehendak-Nya. Hal ini membawa
ketenangan dalam menghadapi cobaan hidup, sebagaimana firman Allah dalam QS.
At-Taubah [09] ayat 51, "Katakanlah: 'Sekali-kali tidak akan menimpa
kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami.'"¹
·
Tawakal
kepada Allah
Tawakal adalah sikap berserah diri kepada Allah
setelah berusaha. Keyakinan akan Rububiyah Allah mendorong seorang Muslim untuk
bergantung sepenuhnya kepada-Nya dalam setiap urusan, sebagaimana Rasulullah Saw
bersabda, "Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar
tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia
memberi rezeki kepada burung."²
·
Rasa
Syukur dan Ketundukan
Menyadari bahwa Allah adalah Rabb yang memberi
segala nikmat melahirkan rasa syukur dan ketundukan hanya kepada-Nya. Dalam QS.
Ibrahim [14] ayat 34, Allah mengingatkan, "Dan Dia telah memberikan
kepadamu segala yang kamu mohonkan. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya
kamu tidak akan mampu menghitungnya."³
5.2.
Relevansi Tauhid Rububiyah dalam Kehidupan
Modern
Dalam kehidupan
modern yang penuh dengan tantangan, pemahaman Tauhid Rububiyah dapat menjadi
landasan penting bagi umat Islam untuk menghadapi berbagai persoalan, seperti
berikut:
·
Menghadapi
Ketidakpastian Hidup
Dunia modern seringkali diwarnai oleh rasa
ketidakpastian akibat krisis ekonomi, pandemi, atau konflik. Pemahaman bahwa
Allah adalah Pengatur segala urusan memberikan ketenangan dan optimisme kepada
seorang Muslim. Dalam QS. Al-An’am [06] ayat 59, Allah berfirman, "Dan
kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya kecuali
Dia."⁴
·
Meningkatkan
Etos Kerja
Tauhid Rububiyah mendorong seorang Muslim untuk
berusaha semaksimal mungkin dalam pekerjaannya, dengan keyakinan bahwa rezeki
berasal dari Allah, tetapi harus dicari melalui usaha yang halal. Ibnu Taimiyyah
dalam Majmu' Fatawa menjelaskan bahwa "usaha manusia adalah
bagian dari kehendak Allah, dan hasilnya adalah pemberian dari-Nya."⁵
·
Menangkal
Materialisme dan Sekularisme
Tauhid Rububiyah membentengi seorang Muslim dari
ideologi materialisme yang menempatkan dunia sebagai tujuan akhir, dan
sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Syekh Yusuf Al-Qaradawi
menegaskan bahwa "Tauhid Rububiyah adalah pondasi yang menghubungkan
manusia dengan Allah dalam setiap aspek kehidupannya."⁶
5.3.
Kesalahan dalam Memahami Rububiyah
Kesalahan dalam
memahami Tauhid Rububiyah dapat berdampak negatif pada akidah seorang Muslim.
Berikut beberapa contoh penyimpangan:
·
Menyandarkan
Rezeki atau Nasib kepada Selain Allah
Beberapa orang, meskipun mengakui Allah sebagai
Pencipta, menyandarkan rezeki atau keberhasilan mereka kepada makhluk, seperti
jimat atau ramalan. Dalam QS. Az-Zumar [39] ayat 38, Allah berfirman, "Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?' Niscaya mereka akan menjawab, 'Allah.' Tetapi mengapa mereka dapat
dipalingkan (dari menyembah-Nya)?"⁷
·
Keyakinan
Fatalisme
Salah memahami Tauhid Rububiyah juga dapat
menyebabkan keyakinan bahwa manusia tidak perlu berusaha karena semuanya telah
ditentukan Allah. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam, yang menuntut
keseimbangan antara usaha dan tawakal.
5.4.
Hubungan Tauhid Rububiyah dengan Akhlak
Tauhid Rububiyah juga memiliki pengaruh besar terhadap
pembentukan akhlak mulia, antara lain:
·
Kejujuran
dan Integritas
Seorang Muslim yang yakin bahwa Allah adalah Rabb
yang mengetahui segala sesuatu tidak akan berani berbuat curang. Dalam QS.
Al-Mulk [67] ayat 14, Allah berfirman, "Tidakkah Dia mengetahui apa
yang diciptakan-Nya, sedangkan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?"⁸
·
Sikap
Dermawan
Tauhid Rububiyah mengajarkan bahwa rezeki adalah
titipan dari Allah yang harus digunakan untuk kebaikan. Rasulullah Saw
bersabda, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di
bawah."⁹
Kesimpulan Sementara
Tauhid Rububiyah
memiliki relevansi yang mendalam dalam kehidupan Muslim, baik secara pribadi
maupun sosial. Pemahaman yang benar tentang Rububiyah Allah melahirkan
ketenangan, optimisme, dan semangat untuk berbuat kebaikan. Dalam kehidupan
modern, Tauhid Rububiyah menjadi benteng akidah yang melindungi seorang Muslim
dari pengaruh ideologi yang menyimpang.
Catatan Kaki
[1]
Al-Qur'an, QS. At-Taubah: 51.
[2]
Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kitab Az-Zuhd,
Hadis no. 2344.
[3]
Al-Qur'an, QS. Ibrahim: 34.
[4]
Al-Qur'an, QS. Al-An’am: 59.
[5]
Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 8, 67.
[6]
Yusuf Al-Qaradawi, Al-Aqidah al-Islamiyyah (Beirut:
Muassasah Al-Risalah, 1999), 48.
[7]
Al-Qur'an, QS. Az-Zumar: 38.
[8]
Al-Qur'an, QS. Al-Mulk: 14.
[9]
Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Az-Zakah,
Hadis no. 1427.
6.
Hubungan
Tauhid Rububiyah dengan Dakwah Islam
6.1.
Tauhid Rububiyah sebagai Pondasi Dakwah Para
Nabi
Tauhid Rububiyah
merupakan inti dari dakwah yang disampaikan oleh para nabi dan rasul. Allah
menyebutkan dalam Al-Qur'an bahwa semua rasul diutus untuk mengajarkan keesaan
Allah sebagai Rabb yang menciptakan dan mengatur alam semesta. Dalam QS.
Al-Anbiya [21] ayat 25, Allah berfirman, "Dan Kami tidak mengutus
seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak
ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku."¹
Para nabi memulai
dakwah mereka dengan menjelaskan konsep Rububiyah Allah untuk membangun fondasi
keimanan yang kokoh. Contohnya adalah Nabi Ibrahim, yang berdialog dengan
kaumnya tentang kekuasaan Allah sebagai Pencipta langit dan bumi dalam QS. Al-An’am
[06] ayat 75-79.² Dalam tafsirnya, Al-Qurtubi menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim
menggunakan argumen Rububiyah untuk menunjukkan kesalahan penyembahan terhadap
selain Allah.³
6.2.
Penegasan Rububiyah dalam Dakwah Nabi Muhammad Saw
Dalam dakwahnya,
Nabi Muhammad Saw sering menggunakan pendekatan yang menegaskan Rububiyah Allah
untuk menarik perhatian kaum Quraisy. Beliau menunjukkan bahwa pengakuan mereka terhadap Allah sebagai
Pencipta seharusnya mendorong mereka untuk menyembah-Nya saja. Sebagaimana
disebutkan dalam QS. Al-Mu'minun [23] ayat 84-87:
"Katakanlah,
'Kepunyaan siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?'
Mereka akan menjawab, 'Kepunyaan Allah.' Maka katakanlah, 'Maka apakah kamu
tidak ingat?'"⁴
Ibnu Taimiyyah dalam
Majmu' Fatawa
menjelaskan bahwa pendekatan dakwah Nabi Saw ini bertujuan untuk memindahkan
pengakuan Rububiyah kepada pengamalan Tauhid Uluhiyah, yakni memurnikan ibadah
hanya kepada Allah.⁵
6.3.
Tauhid Rububiyah sebagai Strategi Dakwah
Rububiyah Allah
menjadi strategi yang efektif dalam dakwah karena menyentuh fitrah manusia. Allah telah menanamkan dalam diri
manusia pengakuan terhadap keberadaan-Nya sebagai Rabb. Dalam QS. Al-A'raf [07]
ayat 172, Allah berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), 'Bukankah Aku ini
Tuhanmu?' Mereka menjawab, 'Betul, (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.'"⁶
Para ulama dakwah, seperti Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab
dalam Kitab
Tauhid, menegaskan bahwa pendekatan melalui Rububiyah Allah dapat
membuka hati manusia untuk menerima ajaran Islam secara keseluruhan.⁷ Dakwah
yang dimulai dari Rububiyah memberikan dasar logis yang kuat untuk menjelaskan
Tauhid Uluhiyah.
6.4.
Dakwah Tauhid Rububiyah di Era Modern
Dalam konteks
modern, dakwah Tauhid Rububiyah tetap relevan untuk mengatasi berbagai
tantangan ideologis, seperti ateisme, sekularisme, dan materialisme. Tauhid
Rububiyah mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya Pengatur segala sesuatu,
sehingga membantah ideologi yang meniadakan peran Tuhan dalam kehidupan
manusia.
·
Menghadapi
Ateisme
Tauhid Rububiyah membantah pandangan ateis yang
menganggap alam semesta terjadi secara kebetulan. Dalam QS. Ath-Thur [52] ayat
35-36, Allah berfirman, "Apakah mereka tercipta tanpa sesuatu pun,
ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka
yang menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak yakin."⁸
Ulama seperti Fakhruddin Ar-Razi menyebut ayat ini sebagai argumen rasional
yang mematahkan klaim ateisme.⁹
·
Menjawab
Sekularisme dan Materialisme
Sekularisme dan materialisme mencoba memisahkan
agama dari kehidupan atau mengutamakan materi sebagai tujuan akhir. Tauhid
Rububiyah mengajarkan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali
kepada-Nya. Dalam QS. Al-Baqarah [02] ayat 156, Allah mengingatkan, "Sesungguhnya
kami milik Allah, dan kepada-Nyalah kami kembali."¹⁰ Syekh Yusuf
Al-Qaradawi menyebut bahwa pemahaman Rububiyah Allah adalah solusi untuk
menghadapi ideologi yang mengabaikan aspek spiritual manusia.¹¹
6.5.
Membentuk Kepribadian Da’i melalui Tauhid
Rububiyah
Pemahaman Tauhid
Rububiyah juga penting bagi para da’i. Seorang da’i yang memahami bahwa Allah
adalah Rabb akan memiliki keyakinan kuat dalam tugas dakwahnya, dengan
sifat-sifat berikut:
·
Tawakal
dalam Berdakwah
Seorang da’i akan bersandar kepada Allah dalam
setiap usaha dakwahnya, sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda, "Barang
siapa yang mengajak kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang
mengikutinya."¹²
·
Kesabaran
dan Keikhlasan
Keyakinan bahwa Allah adalah Rabb yang mengatur
hasil dari dakwah mendorong seorang da’i untuk bersabar dan ikhlas. Dalam QS.
Yusuf [12] ayat 87, Nabi Ya'qub berkata, "Janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah."¹³
Kesimpulan Sementara
Tauhid Rububiyah
adalah inti dari dakwah para nabi dan menjadi pendekatan yang relevan dalam
menghadapi tantangan ideologis di era modern. Seorang Muslim, terutama para
da’i, harus memahami Rububiyah Allah sebagai landasan keimanan dan penyampaian
ajaran Islam. Dengan meyakini Allah sebagai Rabb yang menciptakan dan mengatur
segala sesuatu, seorang da’i dapat membangun dakwah yang kokoh dan berpengaruh.
Catatan Kaki
[1]
Al-Qur'an, QS. Al-Anbiya: 25.
[2]
Al-Qur'an, QS. Al-An’am: 75-79.
[3]
Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurtubi, Juz 7, 312.
[4]
Al-Qur'an, QS. Al-Mu’minun: 84-87.
[5]
Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 42.
[6]
Al-Qur'an, QS. Al-A'raf: 172.
[7]
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid, ed. Syekh Shalih
Al-Fawzan (Riyadh: Darussalam, 1998), 15.
[8]
Al-Qur'an, QS. Ath-Thur: 35-36.
[9]
Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib (Tafsir Al-Kabir),
Juz 6, 88.
[10]
Al-Qur'an, QS. Al-Baqarah: 156.
[11]
Yusuf Al-Qaradawi, Al-Aqidah al-Islamiyyah (Beirut:
Muassasah Al-Risalah, 1999), 52.
[12]
Muslim, Shahih Muslim, Kitab Ilmu, Hadis
no. 2674.
[13]
Al-Qur'an, QS. Yusuf: 87.
7.
Penutup
7.1.
Kesimpulan
Tauhid Rububiyah
adalah inti dari keimanan Islam yang menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala
adalah satu-satunya Rabb, yakni Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur seluruh alam
semesta. Pemahaman yang benar tentang Tauhid Rububiyah membangun pondasi
keimanan yang kokoh, di mana seorang Muslim menyadari bahwa seluruh aspek
kehidupan, termasuk rezeki, takdir, dan keselamatan, berada di bawah kuasa
Allah.¹
Dalil-dalil dari
Al-Qur'an, hadis, dan akal sehat memberikan bukti yang kuat tentang Rububiyah
Allah, menunjukkan bagaimana kekuasaan-Nya mencakup seluruh eksistensi
makhluk-Nya.² Dalam dakwah para nabi, Tauhid Rububiyah menjadi titik awal untuk mengajak manusia mengenal Allah dan
memurnikan ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah).³ Pengakuan
terhadap Rububiyah Allah tidak hanya berdampak pada aspek teologis, tetapi juga
membentuk sikap hidup yang optimis, tawakal, dan bersyukur.
Di tengah tantangan
modern seperti ateisme, sekularisme, dan materialisme, Tauhid Rububiyah menjadi
jawaban yang relevan untuk menjaga akidah umat Islam. Konsep ini menegaskan bahwa kehidupan dunia dan
akhirat berada dalam pengaturan Allah, sehingga mengingatkan manusia akan
tujuan penciptaannya, yaitu untuk menyembah Allah semata (QS. Adz-Dzariyat [51]
ayat 56).⁴
7.2.
Doa dan Harapan
Semoga pembahasan
mengenai Tauhid Rububiyah dalam artikel ini dapat menambah pemahaman umat Islam tentang pentingnya
pengakuan terhadap Allah sebagai satu-satunya Rabb. Semoga artikel ini juga
menjadi jalan untuk memperkuat akidah dan menginspirasi pembaca untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah, dengan memurnikan ibadah kepada-Nya.
Sebagaimana doa yang
diajarkan oleh Rasulullah Saw: "Ya Allah, berilah kami keimanan yang
benar kepada-Mu, keyakinan yang teguh atas kekuasaan-Mu, dan kecintaan yang
tulus untuk beribadah kepada-Mu."⁵ Semoga Allah menjadikan kita
termasuk hamba-hamba-Nya yang mengenal Rububiyah-Nya, mengamalkan Uluhiyah-Nya, dan mengimani Asma dan Sifat-Nya dengan
sebaik-baiknya.
7.3.
Pesan Penutup
Akhirnya, sebagai
Muslim, kita harus terus menanamkan pemahaman Tauhid Rububiyah dalam diri kita
dan mengajarkannya kepada generasi berikutnya. Sebagaimana pesan Nabi Saw
kepada Muadz bin Jabal, "Hak Allah atas hamba-Nya adalah agar mereka
menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun."⁶ Pesan ini
menunjukkan bahwa Tauhid adalah dasar dari seluruh ajaran Islam yang harus
dijaga dan diamalkan sepanjang hayat.
Catatan Kaki
[1]
Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi, Juz 1, 53.
[2]
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, Juz 1,
40.
[3]
Ibnu Taimiyyah, Majmu' Fatawa, Juz 1, 65.
[4]
Al-Qur'an, QS. Adz-Dzariyat: 56.
[5]
Muslim, Shahih Muslim, Kitab Adzkar, Hadis
no. 2721.
[6]
Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Tauhid, Hadis
no. 7373.
Daftar Pustaka
Al-Qur'an dan Tafsir
·
Al-Baghawi, H. M. ibn M. (2002). Tafsir Al-Baghawi (Ma’alim
at-Tanzil). Beirut: Dar al-Ma’rifah.
·
Ibnu Katsir, I. (2000). Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim. Beirut: Dar
al-Fikr.
·
Al-Qurtubi, A. A. M. ibn A. (2003). Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur'an
(Tafsir Al-Qurtubi). Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Hadis
·
Al-Bukhari, M. I. I. (2001). Shahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Tauq
al-Najah.
·
Muslim, I. H. A. (2007). Shahih Muslim. Riyadh: Darussalam.
·
At-Tirmidzi, M. I. I. (1998). Sunan Tirmidzi. Riyadh: Dar
al-Salam.
Kitab-Kitab Ulama
·
Al-Ghazali, A. H. M. (1993). Ihya Ulum al-Din. Beirut: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
·
Ath-Thahawi, A. J. ibn M. (1999). Al-Aqidah Al-Tahawiyah. Riyadh:
Maktabah Al-Ma’arif.
·
Fakhruddin Ar-Razi, M. O. ibn U. (2000). Mafatih Al-Ghaib (Tafsir
Al-Kabir). Beirut: Dar al-Fikr.
·
Ibnu Taimiyyah, A. A. I. ibn A. (1998). Majmu' Fatawa. Riyadh:
Dar al-Watan.
·
Muhammad ibn Abdul Wahhab, S. (1998). Kitab Tauhid. Riyadh:
Darussalam.
Buku Kontemporer
·
Al-Qaradawi, Y. (1999). Al-Aqidah al-Islamiyyah wa Asasuha.
Beirut: Muassasah Al-Risalah.
Kamus Bahasa
·
Ibnu Manzur, M. ibn M. (1990). Lisan al-Arab. Beirut: Dar Sadir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar