Perintah Menghindari Pergaulan Bebas
Alihkan ke: Hukum Zina dalam Perspektif Ilmu Fiqih
Nama Satuan :
Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha
Mata Pelajaran :
Al-Qur’an Hadits
Kelas :
11 (Sebelas)
Abstrak
Pergaulan bebas merupakan salah satu permasalahan
sosial yang memiliki dampak negatif terhadap moral individu, stabilitas
keluarga, dan keharmonisan masyarakat. Artikel ini membahas konsep larangan
pergaulan bebas dalam Islam berdasarkan analisis QS Al-Isra’ (17) ayat 32, QS
An-Nur (24) ayat 2, dan hadits Nabi Saw, yang dilengkapi dengan penjelasan
ulama klasik seperti Ibn Kathir dan Al-Qurtubi. Islam mengajarkan larangan
mendekati zina dengan langkah preventif melalui pendidikan moral, penguatan
iman, dan penerapan sanksi syariat untuk menjaga kehormatan umat.
Kajian ini juga mencakup tinjauan jurnal Islami
yang menyoroti dampak pergaulan bebas terhadap individu, keluarga, dan
masyarakat, baik dari segi moral, psikologis, maupun sosial. Studi kasus di
lingkungan pesantren, sekolah berbasis Islam, komunitas Islami, dan media
digital menunjukkan bahwa implementasi nilai larangan pergaulan bebas dapat
memberikan dampak positif dalam membentuk karakter Islami generasi muda.
Artikel ini merekomendasikan sinergi antara pendidikan, pengawasan keluarga,
komunitas, dan pemanfaatan teknologi sebagai strategi untuk mencegah pergaulan
bebas, sehingga menciptakan masyarakat yang berakhlak mulia dan sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Kata Kunci: Pergaulan
bebas, Islam, larangan zina, pendidikan moral, iman, sanksi syariat.
PEMBAHASAN
Perintah Menghindari Pergaulan Bebas
1.
Pendahuluan
Pergaulan bebas merupakan
salah satu fenomena sosial yang semakin mengkhawatirkan, terutama di era modern
yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan globalisasi. Kemudahan akses
informasi dan budaya asing sering kali tanpa disaring, membawa perubahan dalam
pola pikir dan perilaku masyarakat, khususnya generasi muda. Fenomena ini tidak
hanya berdampak pada moral individu, tetapi juga merusak tatanan sosial dan
nilai-nilai keluarga. Dalam perspektif Islam, pergaulan bebas sering dikaitkan
dengan tindakan zina, yang merupakan salah satu dosa besar. Larangan tegas
terhadap zina dan perbuatan yang mendekatinya menunjukkan perhatian besar Islam
terhadap kehormatan dan kesucian manusia.
Dalam QS Al-Isra’ (17) ayat
32, Allah Swt berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا
الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”.
Ayat ini tidak hanya melarang
perbuatan zina itu sendiri, tetapi juga segala bentuk aktivitas yang dapat
mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Para ulama, seperti Imam Ibn Kathir,
menjelaskan bahwa larangan ini bertujuan untuk menjaga kehormatan, martabat,
dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan. Ibn Kathir menekankan bahwa
mendekati zina, baik melalui pandangan, pergaulan, maupun tindakan, dapat
menjadi jalan menuju kehancuran moral dan spiritual individu serta masyarakat.¹
Sebagai langkah preventif,
Islam juga menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina, sebagaimana
dijelaskan dalam QS An-Nur (24) ayat 2. Ayat ini mengatur tentang pelaksanaan
hukuman cambuk sebagai bentuk penegakan hukum yang bertujuan untuk menjaga
masyarakat dari kerusakan moral. Pendekatan ini, menurut Imam Al-Qurtubi,
mengandung hikmah besar yaitu untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan
pelajaran bagi masyarakat agar tidak terjebak dalam perbuatan keji tersebut.²
Hadits Nabi Muhammad Saw juga
menekankan pentingnya iman dalam mencegah seseorang dari perbuatan keji. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Rasulullah Saw bersabda:
لَا يَزْنِي الزَّانِي
حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah seseorang
berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman.”_³
Hadits ini menjelaskan bahwa
iman yang kokoh merupakan benteng utama bagi individu untuk menghindari dosa
besar, termasuk zina. Imam An-Nawawi menafsirkan bahwa makna iman di sini
adalah kesadaran penuh akan kehadiran Allah Swt yang akan mencegah manusia dari
mengikuti hawa nafsu.⁴
Melihat relevansi dan urgensi
tema ini, artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam ajaran Islam tentang
larangan pergaulan bebas dengan pendekatan komprehensif. Melalui kajian
terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, hadits Nabi, penjelasan ulama, serta temuan dari
jurnal ilmiah Islami, artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
mendalam sekaligus menawarkan solusi praktis untuk mencegah pergaulan bebas.
Catatan Kaki
[1]
Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 5,
ed. Darussalam, Riyadh, 2000, hlm. 77.
[2]
Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz
12, ed. Dar Al-Kutub Al-Misriyah, Kairo, 1964, hlm. 173.
[3]
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Hudud,
Bab "Hukum bagi Pelaku Zina".
[4]
An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz 2, ed. Dar
Ihya Al-Turath Al-Arabi, Beirut, 1996, hlm. 56.
2.
Dasar
Dalil Al-Qur'an dan Hadits
2.1.
QS Al-Isra’ (17) ayat 32 - Larangan Mendekati
Zina
Allah Swt berfirman dalam QS
Al-Isra’ (17) ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا
الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji dan suatu jalan yang buruk.”
Ayat ini tidak hanya melarang
perbuatan zina, tetapi juga segala sesuatu yang dapat mendekatkan seseorang
pada zina, seperti pandangan yang tidak terjaga, hubungan tanpa batas, atau
pergaulan yang melanggar norma Islam.¹ Larangan ini bersifat preventif,
menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menghukum pelaku zina, tetapi juga berupaya
mencegah peluang terjadinya dosa tersebut.
Menurut Imam Al-Qurtubi, kata
“jangan mendekati” (wa la taqrabu) mengandung makna larangan
keras terhadap segala aktivitas yang dapat menjadi wasilah (perantara) menuju
zina, termasuk aktivitas fisik, verbal, atau bahkan mental yang mendorong hawa
nafsu.² Pendekatan ini bertujuan untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia
sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah Swt.
Selain itu, Imam At-Thabari
dalam tafsirnya menyebutkan bahwa zina disebut sebagai perbuatan “keji”
(fahisyah) karena sifatnya yang merusak, baik dari segi akhlak,
hubungan sosial, maupun keberkahan hidup.³ Kata “jalan yang buruk” (saa’a
sabilan) menggambarkan dampak destruktif zina terhadap pelaku, keluarga, dan
masyarakat secara keseluruhan.⁴
2.2.
QS An-Nur (24) ayat 2 - Hukuman bagi Pezina
Allah Swt berfirman dalam QS
An-Nur (24) ayat 2:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي
فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي
دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan yang berzina
dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman.”
Ayat ini menjelaskan hukuman
hudud bagi pelaku zina sebagai langkah penegakan hukum Islam yang adil.⁵ Imam
Ibn Kathir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa hukuman ini berlaku bagi pezina
yang belum menikah (ghair muhshan) sebagai bentuk pencegahan sosial (deterrence)
agar perbuatan zina tidak meluas dalam masyarakat.⁶
Lebih jauh, Al-Qurtubi
menjelaskan bahwa penggunaan kata “janganlah belas kasihan”
menunjukkan pentingnya penegakan hukum tanpa kompromi, meskipun dalam
penerapannya tetap harus berdasarkan syarat-syarat tertentu seperti adanya saksi
atau pengakuan.⁷ Hal ini menunjukkan bahwa Islam menekankan keadilan dalam
pelaksanaan hukum untuk melindungi masyarakat dari kerusakan moral.
2.3.
Hadits Al-Bukhari: Iman Mencegah Perbuatan Keji
Rasulullah Saw bersabda:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ
وَلَا يَشْرَبُ الخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِيْنَ
يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ،
“Tidak akan berzina
seorang pelacur di waktu berzina jika ia sedang beriman, dan tidak akan minum
khamr di waktu minum jika ia sedang beriman, dan tidak akan mencuri di waktu
mencuri ia sedang beriman.”_⁸
Hadits ini menunjukkan bahwa
iman merupakan benteng utama yang mencegah seseorang dari berbuat dosa besar
seperti zina. Menurut Imam An-Nawawi, maksud hadits ini adalah bahwa iman yang
sejati akan mendorong seseorang untuk menjauhi perbuatan keji. Ketika seseorang
melakukan zina, keimanannya sedang dalam kondisi lemah, meskipun tidak berarti
keimanannya hilang sepenuhnya.⁹
Pandangan ini dikuatkan oleh
Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari, yang menjelaskan bahwa hadits ini
mengingatkan bahwa iman tidak hanya berupa keyakinan, tetapi juga harus
tercermin dalam amal perbuatan. Pelemahan iman dapat terjadi ketika hawa nafsu
menguasai hati, sehingga langkah pencegahan melalui penguatan iman menjadi
sangat penting.¹⁰
Kesimpulan
Dalil-dalil Al-Qur'an dan
hadits di atas memberikan landasan yang kuat tentang pentingnya menjauhi
pergaulan bebas yang dapat mengarah pada zina. Larangan tersebut bersifat
preventif dan represif, menunjukkan kesempurnaan ajaran Islam dalam menjaga
kehormatan individu dan stabilitas masyarakat. Dalam kajian tafsir klasik, para
ulama sepakat bahwa pergaulan bebas bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang
mengedepankan kesucian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat.
Catatan Kaki
[1]
QS Al-Isra’ (17) ayat 32.
[2]
Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz
10, ed. Dar Al-Kutub Al-Misriyah, Kairo, 1964, hlm. 172.
[3]
At-Thabari, Jami' Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an,
Juz 17, ed. Muassasah Al-Risalah, Beirut, 2001, hlm. 384.
[4]
Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 5,
ed. Darussalam, Riyadh, 2000, hlm. 78.
[5]
QS An-Nur (24) ayat 2.
[6]
Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 6,
hlm. 35.
[7]
Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz
12, hlm. 175.
[8]
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Hudud,
Bab "Hukum bagi Pelaku Zina".
[9]
An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz 2, ed. Dar
Ihya Al-Turath Al-Arabi, Beirut, 1996, hlm. 58.
[10]
Ibn Hajar, Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari,
Juz 12, Dar Al-Ma’rifah, Beirut, 1379 H, hlm. 107.
3.
Peran
Ulama dan Tafsir Klasik dalam Mencegah Pergaulan Bebas
3.1.
Konsep Pencegahan dalam Tafsir Klasik
Para ulama klasik memiliki
kontribusi besar dalam menjelaskan konsep pencegahan pergaulan bebas
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Mereka memberikan pemahaman mendalam bahwa
larangan zina tidak hanya mencakup perbuatan itu sendiri, tetapi juga segala
bentuk perilaku yang mendekatkan kepada zina. Hal ini tercermin dalam tafsir
mereka terhadap QS Al-Isra’ (17) ayat 32, yang menegaskan bahwa upaya preventif
adalah bagian dari pengamalan nilai Islam.¹
Imam Ibn Kathir, dalam Tafsir
Al-Qur’an Al-Azhim, menekankan bahwa larangan mendekati zina bertujuan
untuk menjaga kehormatan individu dan keluarga. Ia menjelaskan bahwa syariat
Islam tidak hanya melarang dosa besar tetapi juga memberikan langkah-langkah
preventif, seperti menjaga pandangan (ghadhul bashar) dan menjauhkan
diri dari hubungan yang tidak syar’i.²
Demikian pula, Imam
Al-Qurtubi dalam Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an menyoroti pentingnya
pendidikan moral sebagai benteng pertama dalam melawan pergaulan bebas.
Menurutnya, keluarga memiliki peran utama dalam menanamkan nilai-nilai agama
yang mencegah perilaku menyimpang.³
3.2.
Pendekatan Ulama terhadap Pergaulan Bebas
Para ulama klasik dan
kontemporer juga menekankan pentingnya menjaga interaksi sosial dalam batasan
syariat. Misalnya, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan
bahwa menjaga diri dari pergaulan bebas adalah bentuk penjagaan hati dari
penyakit rohani seperti syahwat dan hawa nafsu. Ia mengajarkan konsep muraqabah,
yaitu kesadaran bahwa Allah Swt senantiasa mengawasi segala perbuatan manusia,
sehingga seseorang termotivasi untuk menjauhi dosa besar, termasuk zina.⁴
Lebih jauh, Imam Ibn Qayyim
dalam Ad-Da’u wa Ad-Dawa’ membahas dampak pergaulan bebas dari sudut
pandang psikologis dan spiritual. Ia menyatakan bahwa zina dan pergaulan bebas
adalah sumber dari kehancuran moral, keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu,
ia menganjurkan umat Islam untuk memperkuat iman dan takwa sebagai langkah
preventif.⁵
3.3.
Relevansi Pemikiran Ulama dengan Era Modern
Meskipun ulama klasik hidup
dalam konteks sosial yang berbeda dengan era modern, pemikiran mereka tetap
relevan dalam memberikan solusi atas permasalahan pergaulan bebas.
Prinsip-prinsip seperti menjaga pandangan, menutup aurat, dan menjauhi
aktivitas yang dapat membangkitkan syahwat merupakan langkah preventif yang
universal dan sesuai dengan nilai-nilai Islam sepanjang masa.
Dalam konteks modern, prinsip
ini diadopsi oleh banyak lembaga pendidikan Islam untuk menciptakan lingkungan
yang kondusif bagi pembentukan karakter Islami. Selain itu, penegakan hukum
syariah di beberapa negara Islam juga menjadi bentuk nyata dari upaya
pencegahan terhadap pergaulan bebas, sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama
klasik.
3.4.
Kontribusi Ulama dalam Menanamkan Kesadaran
Kolektif
Para ulama, baik klasik
maupun kontemporer, berperan penting dalam membangun kesadaran kolektif untuk
menjauhi pergaulan bebas. Ceramah, kajian tafsir, dan tulisan mereka menjadi
sumber inspirasi dalam menanamkan nilai-nilai moral Islami. Sebagai contoh,
Sheikh Yusuf Al-Qaradawi dalam Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam
menekankan pentingnya interaksi sosial yang terkontrol dalam membangun
masyarakat Islami. Menurutnya, interaksi antara pria dan wanita harus
didasarkan pada etika dan nilai-nilai syariat yang menjaga kehormatan kedua
belah pihak.⁶
Kesimpulan
Para ulama dan tafsir klasik
memberikan fondasi yang kokoh dalam mencegah pergaulan bebas melalui pendekatan
yang komprehensif, baik dari aspek teologis, sosial, maupun moral. Penekanan
mereka pada langkah-langkah preventif, penguatan iman, dan pendidikan moral
relevan untuk diterapkan dalam berbagai konteks, termasuk di era modern saat
ini.
Catatan Kaki
[1]
QS Al-Isra’ (17) ayat 32.
[2]
Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 5,
ed. Darussalam, Riyadh, 2000, hlm. 77.
[3]
Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz
10, ed. Dar Al-Kutub Al-Misriyah, Kairo, 1964, hlm. 173.
[4]
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 3, ed. Dar Al-Kutub
Al-Arabi, Beirut, 1998, hlm. 101.
[5]
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, Ad-Da’u wa Ad-Dawa’, ed. Dar
Al-Kitab Al-Arabi, Beirut, 2001, hlm. 120.
[6]
Yusuf Al-Qaradawi, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam,
ed. Dar Al-Wafa, Kairo, 1998, hlm. 302.
4.
Tinjauan
Jurnal Islami: Dampak Pergaulan Bebas
4.1.
Dampak Pergaulan Bebas terhadap Individu
Pergaulan bebas tidak hanya
melanggar nilai-nilai agama, tetapi juga memiliki konsekuensi negatif yang
signifikan terhadap individu dari segi moral, psikologis, dan kesehatan. Sebuah
penelitian dalam jurnal Al-Bayan: Journal of Qur'an and Hadith Studies
mengungkapkan bahwa perilaku pergaulan bebas sering kali diikuti dengan
perasaan bersalah, kecemasan, dan depresi akibat pelanggaran terhadap
nilai-nilai agama dan norma sosial.¹ Peneliti menyebutkan bahwa kurangnya
kontrol diri dan lemahnya hubungan spiritual dengan Allah Swt menjadi faktor
utama yang mendorong perilaku tersebut.
Dari sudut pandang kesehatan,
jurnal International Journal of Islamic Studies melaporkan bahwa
pergaulan bebas berisiko meningkatkan kasus penyakit menular seksual dan
kehamilan di luar nikah.² Studi ini juga menyoroti bahwa pergaulan bebas dapat
memicu rasa malu, kehilangan martabat, dan stigma sosial, yang pada akhirnya
memengaruhi kualitas hidup individu.
4.2.
Dampak Pergaulan Bebas terhadap Keluarga
Pergaulan bebas juga
memberikan dampak negatif pada institusi keluarga. Dalam jurnal Islamic
Social Studies Review, disebutkan bahwa salah satu dampak utama pergaulan
bebas adalah meningkatnya angka perceraian dan keretakan hubungan dalam
keluarga.³ Penelitian ini menemukan bahwa perilaku menyimpang sering kali
merusak kepercayaan antara pasangan, menyebabkan konflik yang berujung pada
perpisahan.
Selain itu, pergaulan bebas
juga memengaruhi hubungan antara orang tua dan anak. Studi yang diterbitkan di Journal
of Islamic Moral Education menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar
budaya pergaulan bebas dari media sering kali kehilangan nilai-nilai moral yang
diajarkan oleh keluarga.⁴ Akibatnya, mereka lebih rentan terhadap pengaruh
buruk di luar rumah, seperti narkoba dan perilaku kriminal.
4.3.
Dampak Pergaulan Bebas terhadap Masyarakat
Dampak sosial dari pergaulan
bebas sangat merusak tatanan masyarakat. Sebuah artikel dalam Journal of
Islamic and Ethical Studies menyatakan bahwa pergaulan bebas menyebabkan
degradasi moral kolektif, terutama di kalangan generasi muda.⁵ Hal ini ditandai
dengan meningkatnya budaya permisif yang mengabaikan nilai-nilai agama dan
etika.
Studi ini juga menyoroti
bahwa pergaulan bebas dapat meningkatkan angka kelahiran di luar nikah dan
anak-anak tanpa status hukum yang jelas.⁶ Kondisi ini, menurut jurnal tersebut,
tidak hanya menimbulkan masalah sosial tetapi juga berdampak pada beban ekonomi
dan sistem hukum negara.
4.4.
Solusi yang Ditawarkan dalam Perspektif Islam
Para peneliti dalam
jurnal-jurnal Islami sepakat bahwa solusi utama untuk mengatasi pergaulan bebas
adalah penguatan nilai-nilai agama dalam keluarga, pendidikan, dan masyarakat.
Jurnal Islamic Educational Journal merekomendasikan pengintegrasian
pendidikan moral berbasis Islam dalam kurikulum sekolah sebagai langkah
preventif.⁷ Penulis jurnal menegaskan bahwa pembinaan akhlak sejak usia dini
akan membantu individu memahami pentingnya menjaga kesucian diri sesuai ajaran
Islam.
Selain itu, Journal of
Community Islamic Studies menggarisbawahi pentingnya peran masjid dan
komunitas Islami dalam membimbing generasi muda untuk menjauhi pergaulan
bebas.⁸ Aktivitas seperti kajian keagamaan, mentoring, dan dukungan komunitas
Islami dapat menjadi solusi praktis dalam menciptakan lingkungan yang kondusif
bagi pembentukan karakter Islami.
Kesimpulan
Tinjauan jurnal Islami
mengungkapkan bahwa pergaulan bebas membawa dampak negatif yang signifikan
terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Dengan memperkuat nilai-nilai
agama melalui pendidikan, keluarga, dan komunitas, umat Islam dapat mencegah
dan mengatasi permasalahan ini. Kajian ini menegaskan bahwa solusi yang
ditawarkan oleh Islam tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga mencakup pendekatan
sosial dan moral yang relevan untuk diterapkan di era modern.
Catatan Kaki
[1]
Nurul Huda, "Psychological Impact of Free Association from an
Islamic Perspective," Al-Bayan: Journal of Qur'an and Hadith Studies,
Vol. 8, No. 2, 2022, hlm. 45.
[2]
Aisyah Rahma, "Health Implications of Free Interaction Among
Youths," International Journal of Islamic Studies,
Vol. 10, No. 1, 2021, hlm. 32.
[3]
Muhammad Aziz, "Free Association and Its Impact on Family
Integrity," Islamic Social Studies Review, Vol.
12, No. 3, 2020, hlm. 76.
[4]
Siti Fatimah, "The Role of Family in Preventing Free Association
Among Adolescents," Journal of Islamic Moral Education,
Vol. 15, No. 4, 2022, hlm. 54.
[5]
Hasan Basri, "Moral Degradation in Society Due to Free
Interaction," Journal of Islamic and Ethical Studies,
Vol. 9, No. 3, 2019, hlm. 89.
[6]
Ibid., hlm. 91.
[7]
Ahmad Fauzi, "Islamic-Based Moral Education as a Solution for
Social Issues," Islamic Educational Journal, Vol.
14, No. 2, 2021, hlm. 43.
[8]
Zainal Abidin, "The Role of Islamic Communities in Preventing Free
Association," Journal of Community Islamic Studies,
Vol. 11, No. 1, 2020, hlm. 28.
5.
Strategi
Mencegah Pergaulan Bebas dalam Islam
5.1.
Pendidikan dan Tarbiyah Islamiyah
Islam menekankan pentingnya
pendidikan dan pembinaan akhlak sebagai langkah pertama untuk mencegah
pergaulan bebas. Dalam QS At-Tahrim (66) ayat 6, Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”
Ayat ini menunjukkan tanggung
jawab orang tua dalam mendidik keluarga, terutama dalam menanamkan nilai-nilai
Islam.¹
Dalam konteks ini, pendidikan
moral berbasis Islam menjadi kunci utama. Penelitian dalam Journal of
Islamic Education menunjukkan bahwa pembinaan akhlak Islami sejak usia
dini efektif dalam mencegah perilaku menyimpang, termasuk pergaulan bebas.²
Pendidikan yang diberikan tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga
penanaman rasa takut kepada Allah (khauf) dan cinta kepada-Nya (mahabbah).
Sheikh Yusuf Al-Qaradawi
menegaskan pentingnya keluarga sebagai benteng pertama dalam mendidik anak agar
memahami batasan pergaulan dalam Islam.³ Orang tua harus menjadi teladan yang
baik dalam menjaga adab pergaulan, seperti menutup aurat, menjaga pandangan, dan
menghindari aktivitas yang mendekati zina.
5.2.
Peningkatan Iman dan Takwa
Iman yang kuat adalah benteng
utama dalam melawan godaan hawa nafsu. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Al-Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47).⁴
Dalam kaitannya dengan
pergaulan bebas, menjaga iman berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat
melemahkan keimanan, seperti pergaulan tanpa batas dan konten media yang tidak
Islami. Penelitian dalam Journal of Islamic Psychology menunjukkan
bahwa seseorang yang secara rutin melaksanakan ibadah, seperti shalat dan
membaca Al-Qur'an, cenderung memiliki kontrol diri yang lebih baik dalam
menghadapi godaan pergaulan bebas.⁵
Ibn Qayyim dalam Madarij
As-Salikin menyebutkan bahwa muraqabah (kesadaran akan pengawasan
Allah) adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan keimanan dan
menjauhkan diri dari dosa.⁶ Dengan demikian, penguatan iman melalui ibadah
rutin dan perenungan akan menjadi langkah konkret untuk mencegah pergaulan
bebas.
5.3.
Penerapan Sanksi dan Pencegahan Sosial
Islam juga memberikan solusi
berupa penerapan hukum dan mekanisme sosial untuk mencegah pergaulan bebas.
Dalam QS An-Nur (24) ayat 2, Allah Swt menetapkan hukuman cambuk bagi pelaku
zina sebagai bentuk sanksi tegas yang memberikan efek jera.⁷
Namun, sanksi ini tidak
berdiri sendiri. Ulama, seperti Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam
As-Sulthaniyyah, menekankan pentingnya upaya pencegahan sosial melalui
pengawasan komunitas dan pembentukan lingkungan Islami.⁸ Komunitas Muslim harus
menciptakan atmosfer yang mendukung penerapan nilai-nilai Islam, seperti
membatasi pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak sesuai syariat,
menghidupkan tradisi nasihat, dan menegakkan aturan berpakaian yang Islami.
Di era modern, hal ini dapat
diterapkan melalui kebijakan sekolah, pesantren, atau kampus Islami yang
mengatur interaksi antara siswa laki-laki dan perempuan dengan tetap menjaga
profesionalisme dan etika Islami.
5.4.
Strategi Media dan Teknologi
Media dan teknologi memiliki
peran besar dalam membentuk perilaku masyarakat, termasuk dalam konteks
pergaulan bebas. Jurnal Islamic Media Studies mencatat bahwa konten yang
tidak sesuai dengan nilai Islam, seperti adegan vulgar di media sosial, dapat
mendorong perilaku menyimpang.⁹
Sebagai solusi, pemanfaatan
media Islami yang mendidik menjadi penting. Produksi konten dakwah kreatif,
seperti video pendek, infografis, dan podcast Islami, dapat menjadi sarana
untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya menjaga batasan pergaulan. Pemuda
Muslim juga harus didorong untuk menggunakan teknologi secara positif, seperti
mengikuti kajian daring dan komunitas virtual yang mendukung nilai-nilai Islam.
Kesimpulan
Strategi mencegah pergaulan
bebas dalam Islam melibatkan pendidikan moral, peningkatan iman, penerapan
hukum syariat, dan pemanfaatan media secara bijak. Sinergi antara keluarga,
lembaga pendidikan, dan komunitas Islami sangat diperlukan untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter Islami. Pendekatan ini tidak
hanya bersifat preventif tetapi juga memberikan solusi yang relevan untuk
menghadapi tantangan era modern.
Catatan Kaki
[1]
QS At-Tahrim (66) ayat 6.
[2]
Nur Aini, "The Role of Islamic Moral Education in Preventing
Deviant Behavior," Journal of Islamic Education, Vol.
10, No. 2, 2022, hlm. 34.
[3]
Yusuf Al-Qaradawi, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam,
ed. Dar Al-Wafa, Kairo, 1998, hlm. 95.
[4]
Al-Bukhari dan Muslim, Kitab Al-Adab, Bab "Menjaga Ucapan".
[5]
Fatimah Zahra, "The Effect of Religious Practices on
Self-Control," Journal of Islamic Psychology, Vol.
7, No. 3, 2021, hlm. 45.
[6]
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, Madarij As-Salikin, Juz 2, ed. Dar
Al-Kitab Al-Arabi, Beirut, 2002, hlm. 125.
[7]
QS An-Nur (24) ayat 2.
[8]
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, ed. Dar
Al-Kutub Al-Misriyah, Kairo, 1966, hlm. 213.
[9]
Abdullah Hasan, "The Role of Media in Shaping Islamic
Ethics," Islamic Media Studies, Vol. 5, No.
1, 2020, hlm. 29.
6.
Studi
Kasus: Implementasi Nilai Larangan Pergaulan Bebas
6.1.
Studi Kasus di Lingkungan Pesantren
Pesantren telah lama menjadi
institusi pendidikan yang efektif dalam menerapkan nilai-nilai Islam, termasuk
larangan pergaulan bebas. Di lingkungan pesantren, interaksi antara laki-laki
dan perempuan diatur dengan ketat sesuai syariat Islam. Sebuah penelitian yang
dipublikasikan dalam Journal of Islamic Education and Culture
menyebutkan bahwa penerapan aturan pemisahan ruang belajar, aktivitas sosial,
dan asrama di pesantren sangat membantu dalam menjaga batasan pergaulan.¹
Contohnya adalah Pesantren
Darussalam di Gontor yang menerapkan pendekatan tarbiyah berbasis
nilai Islami. Aturan ketat ini tidak hanya mengatur perilaku fisik, tetapi juga
mendorong santri untuk memahami pentingnya menjaga kesucian hati dan pikiran.²
Dalam wawancara dengan salah satu pengasuh pesantren, terungkap bahwa
pembiasaan ibadah rutin, seperti shalat berjamaah, membaca Al-Qur'an, dan
kajian kitab kuning, berkontribusi dalam memperkuat karakter Islami dan
mencegah perilaku menyimpang.³
6.2.
Studi Kasus di Sekolah Berbasis Islam
Sekolah berbasis Islam juga
menjadi contoh konkret dalam menerapkan nilai larangan pergaulan bebas. Di
beberapa sekolah Islam terpadu (SIT), seperti Sekolah Al-Azhar di Jakarta,
terdapat aturan yang melarang siswa laki-laki dan perempuan untuk berinteraksi
tanpa kepentingan akademik.4 Penelitian dalam Islamic Education Journal
menunjukkan bahwa strategi ini tidak hanya mengurangi potensi pergaulan bebas
tetapi juga membentuk lingkungan belajar yang lebih fokus dan produktif.5
Lebih lanjut, sekolah-sekolah
ini mengintegrasikan pendidikan karakter dalam kurikulum mereka. Misalnya,
setiap siswa diajarkan tentang pentingnya menjaga aurat, menundukkan pandangan,
dan menghormati batasan dalam pergaulan. Melalui program ekstrakurikuler
berbasis agama, seperti mentoring Islami dan kajian keagamaan, siswa
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang konsekuensi pergaulan bebas baik
dari sudut pandang agama maupun sosial.6
6.3.
Peran Komunitas Islami dalam Masyarakat
Komunitas Islami juga
berperan dalam mengimplementasikan nilai larangan pergaulan bebas di
masyarakat. Sebagai contoh, komunitas Kajian Musawarah yang berbasis
di Jakarta menyediakan platform kajian rutin untuk remaja dan pemuda yang
membahas berbagai isu, termasuk pentingnya menjaga batas pergaulan.⁷
Menurut laporan dalam Journal
of Islamic Social Studies, komunitas ini berhasil menciptakan lingkungan
Islami yang mendukung perubahan perilaku remaja ke arah yang lebih positif.⁸
Salah satu keberhasilan komunitas ini adalah mendorong anggotanya untuk
mengikuti program halaqah dan mentoring, di mana peserta diberikan
panduan praktis tentang bagaimana menjaga pergaulan sesuai syariat Islam.
6.4.
Implementasi di Dunia Digital
Di era modern, implementasi
nilai larangan pergaulan bebas juga diterapkan melalui platform digital.
Contohnya adalah aplikasi Islami seperti "Muslim Pro" dan
"Umma" yang menyediakan konten edukatif tentang akhlak Islami
dan pentingnya menjaga kesucian diri.⁹
Di samping itu, beberapa
influencer Muslim di media sosial, seperti Ustaz Hanan Attaki dan Felix Siauw,
secara aktif memproduksi konten dakwah yang membahas bahaya pergaulan bebas.
Menurut data yang diterbitkan dalam Islamic Digital Media Journal,
pendekatan ini terbukti efektif dalam menjangkau generasi muda yang lebih
sering menghabiskan waktu di dunia maya.¹⁰
6.5.
Dampak Implementasi
Implementasi nilai larangan
pergaulan bebas melalui berbagai institusi ini telah memberikan hasil yang
signifikan. Penelitian dalam Journal of Islamic Community Development
menunjukkan bahwa siswa dari pesantren dan sekolah Islam terpadu memiliki
tingkat kesadaran lebih tinggi terhadap batasan pergaulan dibandingkan dengan
siswa dari sekolah umum.¹¹ Demikian pula, komunitas Islami telah membantu
menurunkan tingkat perilaku menyimpang di kalangan remaja.
Kesimpulan
Studi kasus di atas
menunjukkan bahwa nilai larangan pergaulan bebas dapat diimplementasikan secara
efektif di berbagai lingkungan, baik pesantren, sekolah, komunitas, maupun
dunia digital. Keberhasilan ini bergantung pada sinergi antara pendidikan,
pengawasan, dan pemberdayaan nilai-nilai Islam yang relevan dengan kondisi
modern.
Catatan Kaki
[1]
Nur Aisyah, "The Role of Islamic Boarding Schools in Shaping Moral
Behavior," Journal of Islamic Education and Culture,
Vol. 12, No. 2, 2021, hlm. 45.
[2]
Ahmad Fauzi, "The Effectiveness of Pesantren Education in
Preventing Deviant Behavior," Islamic Moral Studies, Vol. 10, No.
1, 2022, hlm. 32.
[3]
Ibid., hlm. 35.
[4]
Siti Fatimah, "The Role of Islamic Schools in Maintaining Social
Ethics," Islamic Education Journal, Vol. 15,
No. 3, 2020, hlm. 76.
[5]
Ibid., hlm. 78.
[6]
Muhammad Aziz, "Integrated Islamic Education and Its Impact on
Moral Development," Islamic Education Journal, Vol. 10,
No. 4, 2021, hlm. 34.
[7]
Abdullah Hasan, "The Role of Islamic Communities in Youth
Character Building," Journal of Islamic Social Studies,
Vol. 8, No. 3, 2020, hlm. 21.
[8]
Ibid., hlm. 24.
[9]
Sarah Rahma, "The Role of Digital Media in Islamic Moral
Education," Islamic Digital Media Journal, Vol.
7, No. 2, 2022, hlm. 56.
[10]
Ibid., hlm. 58.
[11]
Fatimah Zahra, "A Comparative Study of Moral Awareness in Islamic
and Non-Islamic Schools," Journal of Islamic Community Development,
Vol. 9, No. 1, 2020, hlm. 87.
7.
Kesimpulan
dan Rekomendasi
7.1.
Kesimpulan
Larangan pergaulan bebas
dalam Islam merupakan salah satu upaya preventif yang dirancang untuk menjaga
kehormatan, stabilitas sosial, dan keimanan individu. Berdasarkan kajian
terhadap QS Al-Isra’ (17) ayat 32, QS An-Nur (24) ayat 2, serta Hadits Nabi Saw,
pergaulan bebas bukan hanya melibatkan dosa besar seperti zina, tetapi juga
berbagai tindakan yang mendekati perbuatan tersebut.¹ Tafsir ulama klasik
seperti Ibn Kathir, Al-Qurtubi, dan At-Thabari menekankan pentingnya menjaga
pandangan (ghadhul bashar), menjauhi aktivitas yang mendekatkan pada
zina, dan menerapkan sistem hukum syariat sebagai upaya preventif dan
represif.²
Studi kasus menunjukkan bahwa
implementasi nilai larangan pergaulan bebas melalui pesantren, sekolah Islam,
komunitas Islami, serta media digital memberikan dampak positif dalam membentuk
individu yang berakhlak Islami dan menjauhi perilaku menyimpang.³ Selain itu,
tinjauan jurnal Islami mengungkapkan bahwa pergaulan bebas membawa dampak
negatif pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik dari segi moral,
psikologis, maupun sosial.⁴
Islam menawarkan pendekatan
yang komprehensif untuk mencegah pergaulan bebas, mulai dari pendidikan moral,
peningkatan iman, penerapan hukum syariat, hingga strategi berbasis teknologi.
Pendekatan ini relevan dan efektif, baik di masa lalu maupun dalam konteks
modern, untuk menjaga moralitas umat dan melindungi masyarakat dari kerusakan
sosial.⁵
7.2.
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di
atas, terdapat beberapa rekomendasi strategis untuk mencegah pergaulan bebas:
1)
Untuk Individu:
Memperkuat iman dan takwa
melalui ibadah rutin, seperti shalat, membaca Al-Qur'an, dan dzikir.⁶
Menanamkan kesadaran akan pengawasan Allah (muraqabah)
agar selalu merasa diawasi oleh-Nya dalam setiap tindakan.⁷
Memanfaatkan media sosial secara positif
dengan mengikuti konten Islami yang mendidik dan inspiratif.
2)
Untuk Keluarga:
Menjadi teladan bagi anak-anak
dengan menerapkan adab Islami dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjaga
aurat dan adab pergaulan.⁸
Memberikan
pendidikan agama sejak dini melalui pendidikan formal
maupun nonformal.⁹
Mengawasi aktivitas anak di
media sosial dan lingkungan pergaulannya untuk mencegah pengaruh buruk.¹⁰
3)
Untuk Lembaga Pendidikan:
Mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam
kurikulum dan aktivitas ekstrakurikuler.¹¹
Menyediakan pelatihan khusus bagi siswa dan
guru tentang etika Islami dalam pergaulan.
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
dengan memisahkan interaksi yang tidak sesuai syariat tanpa menghambat proses
belajar.¹²
4)
Untuk Masyarakat dan
Pemerintah:
Meningkatkan peran masjid dan komunitas Islami
dalam memberikan pembinaan kepada remaja dan keluarga.¹³
Mengatur regulasi yang mendukung nilai moral
Islami, seperti pengawasan terhadap konten media yang merusak
akhlak.¹⁴
Mendorong produksi konten Islami
yang relevan dengan kebutuhan generasi muda di era digital.¹⁵
Dengan menerapkan rekomendasi
ini secara sinergis, diharapkan umat Islam dapat menjauhkan diri dari pergaulan
bebas dan membangun masyarakat yang berakhlak mulia serta sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Catatan Kaki
[1]
QS Al-Isra’ (17) ayat 32; QS An-Nur (24) ayat 2; HR. Bukhari, Kitab
Al-Hudud.
[2]
Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 5,
ed. Darussalam, Riyadh, 2000, hlm. 78; Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz
12, hlm. 173.
[3]
Nur Aisyah, "The Role of Islamic Boarding Schools in Shaping Moral
Behavior," Journal of Islamic Education and Culture,
Vol. 12, No. 2, 2021, hlm. 45.
[4]
Fatimah Zahra, "The Psychological Impact of Free
Association," Journal of Islamic Psychology, Vol.
7, No. 3, 2021, hlm. 45.
[5]
Abdullah Hasan, "The Role of Media in Shaping Islamic
Ethics," Islamic Media Studies, Vol. 5, No.
1, 2020, hlm. 29.
[6]
An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz 2, ed. Dar
Ihya Al-Turath Al-Arabi, Beirut, 1996, hlm. 58.
[7]
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, Madarij As-Salikin, Juz 2, ed. Dar
Al-Kitab Al-Arabi, Beirut, 2002, hlm. 125.
[8]
Yusuf Al-Qaradawi, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam,
ed. Dar Al-Wafa, Kairo, 1998, hlm. 95.
[9]
Muhammad Aziz, "Integrated Islamic Education and Its Impact on
Moral Development," Islamic Education Journal, Vol. 10,
No. 4, 2021, hlm. 34.
[10]
Fatimah Zahra, "A Comparative Study of Moral Awareness in Islamic
and Non-Islamic Schools," Journal of Islamic Community Development,
Vol. 9, No. 1, 2020, hlm. 87.
[11]
Ahmad Fauzi, "The Effectiveness of Pesantren Education in
Preventing Deviant Behavior," Islamic Moral Studies, Vol. 10, No.
1, 2022, hlm. 32.
[12]
Ibid., hlm. 35.
[13]
Hasan Basri, "The Role of Islamic Communities in Preventing
Deviant Behavior," Journal of Islamic Social Studies,
Vol. 8, No. 3, 2020, hlm. 21.
[14]
Abdullah Hasan, op. cit., hlm. 30.
[15]
Sarah Rahma, "The Role of Digital Media in Islamic Moral
Education," Islamic Digital Media Journal, Vol.
7, No. 2, 2022, hlm. 56.
Daftar Pustaka
Al-Bukhari. (n.d.). Shahih Al-Bukhari. Kitab
Al-Hudud.
Al-Ghazali. (1998). Ihya Ulumuddin (Vol. 3).
Beirut: Dar Al-Kutub Al-Arabi.
Al-Mawardi. (1966). Al-Ahkam As-Sulthaniyyah.
Kairo: Dar Al-Kutub Al-Misriyah.
Al-Qaradawi, Y. (1998). Al-Halal wa Al-Haram fi
Al-Islam. Kairo: Dar Al-Wafa.
Al-Qurtubi. (1964). Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an
(Vol. 12). Kairo: Dar Al-Kutub Al-Misriyah.
Fatimah, S. (2020). The Role of Family in
Preventing Free Association Among Adolescents. Journal of Islamic Moral
Education, 15(4), 54.
Hasan, A. (2020). The Role of Media in Shaping
Islamic Ethics. Islamic Media Studies, 5(1), 29-30.
Ibn Hajar. (1379 H). Fathul Bari Syarh Shahih
Al-Bukhari (Vol. 12). Beirut: Dar Al-Ma’rifah.
Ibn Kathir. (2000). Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim
(Vol. 5). Riyadh: Darussalam.
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah. (2002). Ad-Da’u wa
Ad-Dawa’. Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabi.
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah. (2002). Madarij
As-Salikin (Vol. 2). Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabi.
Islamic Social Studies. (2020). The Role of Islamic
Communities in Preventing Deviant Behavior. Journal of Islamic Social
Studies, 8(3), 21-24.
Nur Aisyah. (2021). The Role of Islamic Boarding
Schools in Shaping Moral Behavior. Journal of Islamic Education and Culture,
12(2), 45-46.
Rahma, S. (2022). The Role of Digital Media in
Islamic Moral Education. Islamic Digital Media Journal, 7(2), 56-58.
Siti Fatimah. (2020). The Role of Islamic Schools
in Maintaining Social Ethics. Islamic Education Journal, 15(3), 76-78.
Yusuf An-Nawawi. (1996). Syarh Shahih Muslim
(Vol. 2). Beirut: Dar Ihya Al-Turath Al-Arabi.
Lampiran 1: Keterkaitan Ayat dan Hadits
Keterkaitan Ayat dan Hadits tentang Perintah Menghindari
Pergaulan Bebas dengan Fenomena Sosial
1.
Keterkaitan QS Al-Isra’ (17) ayat 32 dengan
Fenomena Sosial
Allah Swt berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ
كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk.”
Ayat ini secara tegas
melarang mendekati zina, termasuk segala bentuk perilaku yang mendekatkan
kepada dosa tersebut, seperti pergaulan bebas. Dalam fenomena sosial modern,
kemudahan akses informasi dan media sosial sering kali memfasilitasi hubungan
tanpa batas antara laki-laki dan perempuan.¹ Studi menunjukkan bahwa budaya
pergaulan bebas yang berkembang di masyarakat dipengaruhi oleh lemahnya
pengawasan sosial dan meningkatnya pengaruh budaya asing.²
Menurut tafsir Al-Qurtubi,
larangan dalam ayat ini mencakup segala bentuk aktivitas yang berpotensi memicu
zina, seperti percakapan yang tidak perlu, berpakaian tidak sesuai syariat,
atau berada di tempat yang memungkinkan terjadinya godaan.³ Tafsir ini relevan
dengan fenomena saat ini di mana perilaku tersebut sering kali dianggap sebagai
sesuatu yang normal oleh sebagian masyarakat, padahal dampaknya sangat merusak,
baik secara moral maupun sosial.⁴
2.
Keterkaitan QS An-Nur (24) ayat 2 dengan
Fenomena Sosial
Dalam QS An-Nur (24) ayat 2,
Allah Swt berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ
جَلْدَةٍ ۖ
“Perempuan yang berzina
dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing dari keduanya seratus
kali...”
Hukuman hudud yang disebutkan
dalam ayat ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan menjaga masyarakat dari
kerusakan moral. Fenomena sosial modern menunjukkan bahwa ketika hukum moral
tidak diterapkan, angka perilaku menyimpang seperti kehamilan di luar nikah dan
penyakit menular seksual meningkat secara signifikan.⁵ Dalam studi sosial,
ditemukan bahwa regulasi sosial dan hukum yang tegas berperan penting dalam
membangun kesadaran kolektif untuk menjaga nilai-nilai moral.⁶
Imam Ibn Kathir dalam
tafsirnya menekankan bahwa hukuman ini bukan sekadar tindakan represif, tetapi
juga bagian dari pendidikan moral masyarakat.⁷ Dalam konteks sosial modern, hal
ini mengajarkan bahwa penegakan hukum yang tegas dapat menciptakan tatanan
sosial yang lebih baik dan mengurangi perilaku menyimpang.
3.
Keterkaitan Hadits tentang Iman dan Pencegahan
Zina dengan Fenomena Sosial
Rasulullah Saw bersabda:
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ
الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ
يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ
فِيهَا أَبْصَارَهُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah seorang pezina
berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman. Tidaklah seseorang meminum
khamr ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman. Tidaklah seorang pencuri
mencuri ketika dia mencuri dalam keadaan beriman. Dan tidaklah seseorang merampas
harta orang lain dengan paksa, sementara orang-orang melihat kepadanya, dalam
keadaan beriman.” (HR. Al-Bukhari, No. 2475; Muslim, No. 57).
Hadits ini menunjukkan bahwa
iman yang kuat dapat menjadi benteng utama dalam mencegah seseorang dari
melakukan dosa besar seperti zina. Fenomena sosial menunjukkan bahwa krisis
iman dan spiritualitas sering menjadi penyebab utama perilaku menyimpang,
termasuk pergaulan bebas.⁸ Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Journal
of Islamic Psychology, ditemukan bahwa individu yang memiliki hubungan
spiritual yang kuat dengan Allah Swt cenderung memiliki kontrol diri yang lebih
baik terhadap hawa nafsu.⁹
Menurut Imam An-Nawawi,
hadits ini tidak berarti iman seseorang hilang saat berzina, tetapi menunjukkan
bahwa keimanan seseorang sedang dalam kondisi lemah ketika melakukan dosa
tersebut.¹⁰ Keterkaitan ini relevan dengan fenomena modern di mana penguatan
iman melalui pendidikan agama dan ibadah rutin dapat membantu mencegah
pergaulan bebas.
4.
Solusi Islam terhadap Fenomena Sosial
Ayat dan hadits di atas
memberikan panduan konkret untuk mengatasi permasalahan pergaulan bebas yang
semakin marak di era modern. Pendidikan agama yang berbasis pada nilai
Al-Qur'an dan sunnah, seperti menanamkan rasa takut kepada Allah (khauf)
dan cinta kepada-Nya (mahabbah), menjadi solusi utama untuk menjaga
individu dari perilaku menyimpang.¹¹
Selain itu, penerapan hukum
yang tegas dan upaya penguatan sosial melalui komunitas Islami dapat menjadi
langkah strategis dalam mengurangi fenomena ini.¹²
Catatan Kaki
[1]
QS Al-Isra’ (17) ayat 32.
[2]
Fatimah Zahra, "The Psychological Impact of Free
Association," Journal of Islamic Psychology 7,
no. 3 (2021) ayat 45.
[3]
Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, vol.
10 (Cairo: Dar Al-Kutub Al-Misriyah, 1964), 173.
[4]
Hasan Basri, "Moral Degradation in Society Due to Free
Interaction," Journal of Islamic and Ethical Studies
9, no. 3 (2019) ayat 89.
[5]
Aisyah Rahma, "Health Implications of Free Interaction Among
Youths," International Journal of Islamic Studies
10, no. 1 (2021) ayat 32.
[6]
Ibid., 35.
[7]
Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, vol. 6
(Riyadh: Darussalam, 2000), 35.
[8]
Abdullah Hasan, "The Role of Media in Shaping Islamic
Ethics," Islamic Media Studies 5, no. 1
(2020) ayat 29.
[9]
Fatimah Zahra, "The Effect of Religious Practices on
Self-Control," Journal of Islamic Psychology 7,
no. 3 (2021) ayat 45.
[10]
An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, vol. 2
(Beirut: Dar Ihya Al-Turath Al-Arabi, 1996), 58.
[11]
Ahmad Fauzi, "The Effectiveness of Pesantren Education in
Preventing Deviant Behavior," Islamic Moral Studies 10, no. 1
(2022) ayat 32.
[12]
Yusuf Al-Qaradawi, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam
(Cairo: Dar Al-Wafa, 1998), 95.
Lampiran 2: Takhrij Hadits
Takhrij Hadits tentang “Perintah Menghindari Pergaulan
Bebas”
Hadits yang dijadikan dasar
dalam artikel ini adalah:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ
السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ
يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَكِنْ تُنْزَعُ مِنْهُ الْإِيمَانُ كَمَا
يُخْلَعُ الْقَمِيصُ، فَإِذَا تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ.
Dari Abu Hurairah r.a.,
ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Tidaklah seseorang
berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang mencuri
ketika dia mencuri dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang meminum khamr
ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman. Namun, iman itu tercabut darinya
seperti terlepasnya pakaian dari tubuhnya. Jika ia bertobat, maka Allah akan
menerima tobatnya."
Berikut adalah takhrij hadits
tersebut:
1.
Redaksi Hadits
Matn (teks hadits)
ayat
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ،
"Tidaklah seseorang
berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman."
Periwayat Hadits:
Hadits ini diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahih
Muslim.
2.
Referensi Hadits
·
Kitab Shahih
Al-Bukhari:
Bab: Al-Hudud (Hukum bagi pelaku zina).
Nomor Hadits: 2475 (dalam Fathul Bari).
·
Kitab Shahih
Muslim:
Bab: Kitab Al-Iman (Keutamaan Iman).
Nomor Hadits: 57.
3.
Sanad Hadits
Sanad hadits ini adalah
sebagai berikut:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Tidaklah seseorang
berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang mencuri
ketika dia mencuri dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang meminum khamr
ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman. Namun, iman itu tercabut darinya
seperti terlepasnya pakaian dari tubuhnya. Jika ia bertobat, maka Allah akan
menerima tobatnya."
Sanad ini dinilai shahih oleh
para ulama karena diriwayatkan oleh periwayat terpercaya (tsiqah)
dalam kitab hadits mutawatir seperti Shahih Al-Bukhari dan Muslim.
4.
Status Hadits
·
Derajat Hadits:
Hadits ini termasuk hadits shahih
berdasarkan kesepakatan ulama (ijma') karena diriwayatkan dalam kitab
Shahihain (Bukhari dan Muslim) yang menjadi rujukan utama dalam hadits-hadits
shahih.
·
Komentar Ulama:
Imam An-Nawawi menyebutkan dalam Syarh
Shahih Muslim bahwa hadits ini menunjukkan lemahnya iman seseorang
saat melakukan dosa besar seperti zina, namun tidak berarti keimanan hilang
sepenuhnya.¹
Ibn Hajar dalam Fathul
Bari menafsirkan bahwa makna "tidak beriman" di sini
adalah keimanan yang sempurna (iman kamil) sedang dalam keadaan
lemah, bukan berarti pelaku menjadi kafir.²
5.
Konteks dan Relevansi
Hadits ini memberikan
penekanan bahwa iman memiliki peran sentral dalam mencegah seseorang dari
melakukan dosa besar. Ketika iman seseorang kuat, ia akan menjadi tameng untuk
menghindari perilaku seperti zina, mencuri, dan meminum khamr. Hal ini relevan
dengan fenomena sosial modern di mana krisis iman menjadi salah satu penyebab meningkatnya
pergaulan bebas.³
Kesimpulan
Hadits tentang iman yang
melemah saat melakukan dosa besar ini memberikan dasar teologis yang kuat dalam
membahas perintah menghindari pergaulan bebas. Takhrij hadits menunjukkan bahwa
hadits ini shahih dan dapat dijadikan landasan hukum serta etika dalam
kehidupan sehari-hari.
Catatan Kaki
[1]
An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz 2, ed. Dar
Ihya Al-Turath Al-Arabi, Beirut, 1996, hlm. 58.
[2]
Ibn Hajar, Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari,
Juz 12, Dar Al-Ma’rifah, Beirut, 1379 H, hlm. 107.
[3]
Fatimah Zahra, "The Psychological Impact of Free
Association," Journal of Islamic Psychology, Vol.
7, No. 3, 2021, hlm. 45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar