Sabtu, 18 Januari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 11 Bab 3: Perintah Menghindari Pergaulan Bebas

Perintah Menghindari Pergaulan Bebas


Alihkan ke: Hukum Zina dalam Perspektif Ilmu Fiqih


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 11 (Sebelas)


Abstrak

Pergaulan bebas merupakan salah satu permasalahan sosial yang memiliki dampak negatif terhadap moral individu, stabilitas keluarga, dan keharmonisan masyarakat. Artikel ini membahas konsep larangan pergaulan bebas dalam Islam berdasarkan analisis QS Al-Isra’ (17) ayat 32, QS An-Nur (24) ayat 2, dan hadits Nabi Saw, yang dilengkapi dengan penjelasan ulama klasik seperti Ibn Kathir dan Al-Qurtubi. Islam mengajarkan larangan mendekati zina dengan langkah preventif melalui pendidikan moral, penguatan iman, dan penerapan sanksi syariat untuk menjaga kehormatan umat.

Kajian ini juga mencakup tinjauan jurnal Islami yang menyoroti dampak pergaulan bebas terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, baik dari segi moral, psikologis, maupun sosial. Studi kasus di lingkungan pesantren, sekolah berbasis Islam, komunitas Islami, dan media digital menunjukkan bahwa implementasi nilai larangan pergaulan bebas dapat memberikan dampak positif dalam membentuk karakter Islami generasi muda. Artikel ini merekomendasikan sinergi antara pendidikan, pengawasan keluarga, komunitas, dan pemanfaatan teknologi sebagai strategi untuk mencegah pergaulan bebas, sehingga menciptakan masyarakat yang berakhlak mulia dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Kata Kunci: Pergaulan bebas, Islam, larangan zina, pendidikan moral, iman, sanksi syariat.


PEMBAHASAN

Perintah Menghindari Pergaulan Bebas


1.           Pendahuluan

Pergaulan bebas merupakan salah satu fenomena sosial yang semakin mengkhawatirkan, terutama di era modern yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan globalisasi. Kemudahan akses informasi dan budaya asing sering kali tanpa disaring, membawa perubahan dalam pola pikir dan perilaku masyarakat, khususnya generasi muda. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada moral individu, tetapi juga merusak tatanan sosial dan nilai-nilai keluarga. Dalam perspektif Islam, pergaulan bebas sering dikaitkan dengan tindakan zina, yang merupakan salah satu dosa besar. Larangan tegas terhadap zina dan perbuatan yang mendekatinya menunjukkan perhatian besar Islam terhadap kehormatan dan kesucian manusia.

Dalam QS Al-Isra’ (17) ayat 32, Allah Swt berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.

Ayat ini tidak hanya melarang perbuatan zina itu sendiri, tetapi juga segala bentuk aktivitas yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Para ulama, seperti Imam Ibn Kathir, menjelaskan bahwa larangan ini bertujuan untuk menjaga kehormatan, martabat, dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan. Ibn Kathir menekankan bahwa mendekati zina, baik melalui pandangan, pergaulan, maupun tindakan, dapat menjadi jalan menuju kehancuran moral dan spiritual individu serta masyarakat.¹

Sebagai langkah preventif, Islam juga menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina, sebagaimana dijelaskan dalam QS An-Nur (24) ayat 2. Ayat ini mengatur tentang pelaksanaan hukuman cambuk sebagai bentuk penegakan hukum yang bertujuan untuk menjaga masyarakat dari kerusakan moral. Pendekatan ini, menurut Imam Al-Qurtubi, mengandung hikmah besar yaitu untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan pelajaran bagi masyarakat agar tidak terjebak dalam perbuatan keji tersebut.²

Hadits Nabi Muhammad Saw juga menekankan pentingnya iman dalam mencegah seseorang dari perbuatan keji. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Rasulullah Saw bersabda:

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ

Tidaklah seseorang berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman.”_³

Hadits ini menjelaskan bahwa iman yang kokoh merupakan benteng utama bagi individu untuk menghindari dosa besar, termasuk zina. Imam An-Nawawi menafsirkan bahwa makna iman di sini adalah kesadaran penuh akan kehadiran Allah Swt yang akan mencegah manusia dari mengikuti hawa nafsu.⁴

Melihat relevansi dan urgensi tema ini, artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam ajaran Islam tentang larangan pergaulan bebas dengan pendekatan komprehensif. Melalui kajian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, hadits Nabi, penjelasan ulama, serta temuan dari jurnal ilmiah Islami, artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendalam sekaligus menawarkan solusi praktis untuk mencegah pergaulan bebas.


Catatan Kaki

[1]                Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 5, ed. Darussalam, Riyadh, 2000, hlm. 77.

[2]                Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz 12, ed. Dar Al-Kutub Al-Misriyah, Kairo, 1964, hlm. 173.

[3]                Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Hudud, Bab "Hukum bagi Pelaku Zina".

[4]                An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz 2, ed. Dar Ihya Al-Turath Al-Arabi, Beirut, 1996, hlm. 56.


2.           Dasar Dalil Al-Qur'an dan Hadits

2.1.       QS Al-Isra’ (17) ayat 32 - Larangan Mendekati Zina

Allah Swt berfirman dalam QS Al-Isra’ (17) ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

Ayat ini tidak hanya melarang perbuatan zina, tetapi juga segala sesuatu yang dapat mendekatkan seseorang pada zina, seperti pandangan yang tidak terjaga, hubungan tanpa batas, atau pergaulan yang melanggar norma Islam.¹ Larangan ini bersifat preventif, menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menghukum pelaku zina, tetapi juga berupaya mencegah peluang terjadinya dosa tersebut.

Menurut Imam Al-Qurtubi, kata “jangan mendekati” (wa la taqrabu) mengandung makna larangan keras terhadap segala aktivitas yang dapat menjadi wasilah (perantara) menuju zina, termasuk aktivitas fisik, verbal, atau bahkan mental yang mendorong hawa nafsu.² Pendekatan ini bertujuan untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah Swt.

Selain itu, Imam At-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan bahwa zina disebut sebagai perbuatan “keji” (fahisyah) karena sifatnya yang merusak, baik dari segi akhlak, hubungan sosial, maupun keberkahan hidup.³ Kata “jalan yang buruk” (saa’a sabilan) menggambarkan dampak destruktif zina terhadap pelaku, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.⁴

2.2.       QS An-Nur (24) ayat 2 - Hukuman bagi Pezina

Allah Swt berfirman dalam QS An-Nur (24) ayat 2:

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”

Ayat ini menjelaskan hukuman hudud bagi pelaku zina sebagai langkah penegakan hukum Islam yang adil.⁵ Imam Ibn Kathir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa hukuman ini berlaku bagi pezina yang belum menikah (ghair muhshan) sebagai bentuk pencegahan sosial (deterrence) agar perbuatan zina tidak meluas dalam masyarakat.⁶

Lebih jauh, Al-Qurtubi menjelaskan bahwa penggunaan kata “janganlah belas kasihan” menunjukkan pentingnya penegakan hukum tanpa kompromi, meskipun dalam penerapannya tetap harus berdasarkan syarat-syarat tertentu seperti adanya saksi atau pengakuan.⁷ Hal ini menunjukkan bahwa Islam menekankan keadilan dalam pelaksanaan hukum untuk melindungi masyarakat dari kerusakan moral.

2.3.       Hadits Al-Bukhari: Iman Mencegah Perbuatan Keji

Rasulullah Saw bersabda:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ،

Tidak akan berzina seorang pelacur di waktu berzina jika ia sedang beriman, dan tidak akan minum khamr di waktu minum jika ia sedang beriman, dan tidak akan mencuri di waktu mencuri ia sedang beriman.”_⁸

Hadits ini menunjukkan bahwa iman merupakan benteng utama yang mencegah seseorang dari berbuat dosa besar seperti zina. Menurut Imam An-Nawawi, maksud hadits ini adalah bahwa iman yang sejati akan mendorong seseorang untuk menjauhi perbuatan keji. Ketika seseorang melakukan zina, keimanannya sedang dalam kondisi lemah, meskipun tidak berarti keimanannya hilang sepenuhnya.⁹

Pandangan ini dikuatkan oleh Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari, yang menjelaskan bahwa hadits ini mengingatkan bahwa iman tidak hanya berupa keyakinan, tetapi juga harus tercermin dalam amal perbuatan. Pelemahan iman dapat terjadi ketika hawa nafsu menguasai hati, sehingga langkah pencegahan melalui penguatan iman menjadi sangat penting.¹⁰


Kesimpulan

Dalil-dalil Al-Qur'an dan hadits di atas memberikan landasan yang kuat tentang pentingnya menjauhi pergaulan bebas yang dapat mengarah pada zina. Larangan tersebut bersifat preventif dan represif, menunjukkan kesempurnaan ajaran Islam dalam menjaga kehormatan individu dan stabilitas masyarakat. Dalam kajian tafsir klasik, para ulama sepakat bahwa pergaulan bebas bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengedepankan kesucian, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                QS Al-Isra’ (17) ayat 32.

[2]                Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz 10, ed. Dar Al-Kutub Al-Misriyah, Kairo, 1964, hlm. 172.

[3]                At-Thabari, Jami' Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an, Juz 17, ed. Muassasah Al-Risalah, Beirut, 2001, hlm. 384.

[4]                Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 5, ed. Darussalam, Riyadh, 2000, hlm. 78.

[5]                QS An-Nur (24) ayat 2.

[6]                Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 6, hlm. 35.

[7]                Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz 12, hlm. 175.

[8]                Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Hudud, Bab "Hukum bagi Pelaku Zina".

[9]                An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz 2, ed. Dar Ihya Al-Turath Al-Arabi, Beirut, 1996, hlm. 58.

[10]             Ibn Hajar, Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, Juz 12, Dar Al-Ma’rifah, Beirut, 1379 H, hlm. 107.


3.           Peran Ulama dan Tafsir Klasik dalam Mencegah Pergaulan Bebas

3.1.       Konsep Pencegahan dalam Tafsir Klasik

Para ulama klasik memiliki kontribusi besar dalam menjelaskan konsep pencegahan pergaulan bebas berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Mereka memberikan pemahaman mendalam bahwa larangan zina tidak hanya mencakup perbuatan itu sendiri, tetapi juga segala bentuk perilaku yang mendekatkan kepada zina. Hal ini tercermin dalam tafsir mereka terhadap QS Al-Isra’ (17) ayat 32, yang menegaskan bahwa upaya preventif adalah bagian dari pengamalan nilai Islam.¹

Imam Ibn Kathir, dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, menekankan bahwa larangan mendekati zina bertujuan untuk menjaga kehormatan individu dan keluarga. Ia menjelaskan bahwa syariat Islam tidak hanya melarang dosa besar tetapi juga memberikan langkah-langkah preventif, seperti menjaga pandangan (ghadhul bashar) dan menjauhkan diri dari hubungan yang tidak syar’i.²

Demikian pula, Imam Al-Qurtubi dalam Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an menyoroti pentingnya pendidikan moral sebagai benteng pertama dalam melawan pergaulan bebas. Menurutnya, keluarga memiliki peran utama dalam menanamkan nilai-nilai agama yang mencegah perilaku menyimpang.³

3.2.       Pendekatan Ulama terhadap Pergaulan Bebas

Para ulama klasik dan kontemporer juga menekankan pentingnya menjaga interaksi sosial dalam batasan syariat. Misalnya, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa menjaga diri dari pergaulan bebas adalah bentuk penjagaan hati dari penyakit rohani seperti syahwat dan hawa nafsu. Ia mengajarkan konsep muraqabah, yaitu kesadaran bahwa Allah Swt senantiasa mengawasi segala perbuatan manusia, sehingga seseorang termotivasi untuk menjauhi dosa besar, termasuk zina.⁴

Lebih jauh, Imam Ibn Qayyim dalam Ad-Da’u wa Ad-Dawa’ membahas dampak pergaulan bebas dari sudut pandang psikologis dan spiritual. Ia menyatakan bahwa zina dan pergaulan bebas adalah sumber dari kehancuran moral, keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, ia menganjurkan umat Islam untuk memperkuat iman dan takwa sebagai langkah preventif.⁵

3.3.       Relevansi Pemikiran Ulama dengan Era Modern

Meskipun ulama klasik hidup dalam konteks sosial yang berbeda dengan era modern, pemikiran mereka tetap relevan dalam memberikan solusi atas permasalahan pergaulan bebas. Prinsip-prinsip seperti menjaga pandangan, menutup aurat, dan menjauhi aktivitas yang dapat membangkitkan syahwat merupakan langkah preventif yang universal dan sesuai dengan nilai-nilai Islam sepanjang masa.

Dalam konteks modern, prinsip ini diadopsi oleh banyak lembaga pendidikan Islam untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter Islami. Selain itu, penegakan hukum syariah di beberapa negara Islam juga menjadi bentuk nyata dari upaya pencegahan terhadap pergaulan bebas, sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama klasik.

3.4.       Kontribusi Ulama dalam Menanamkan Kesadaran Kolektif

Para ulama, baik klasik maupun kontemporer, berperan penting dalam membangun kesadaran kolektif untuk menjauhi pergaulan bebas. Ceramah, kajian tafsir, dan tulisan mereka menjadi sumber inspirasi dalam menanamkan nilai-nilai moral Islami. Sebagai contoh, Sheikh Yusuf Al-Qaradawi dalam Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam menekankan pentingnya interaksi sosial yang terkontrol dalam membangun masyarakat Islami. Menurutnya, interaksi antara pria dan wanita harus didasarkan pada etika dan nilai-nilai syariat yang menjaga kehormatan kedua belah pihak.⁶


Kesimpulan

Para ulama dan tafsir klasik memberikan fondasi yang kokoh dalam mencegah pergaulan bebas melalui pendekatan yang komprehensif, baik dari aspek teologis, sosial, maupun moral. Penekanan mereka pada langkah-langkah preventif, penguatan iman, dan pendidikan moral relevan untuk diterapkan dalam berbagai konteks, termasuk di era modern saat ini.


Catatan Kaki

[1]                QS Al-Isra’ (17) ayat 32.

[2]                Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 5, ed. Darussalam, Riyadh, 2000, hlm. 77.

[3]                Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz 10, ed. Dar Al-Kutub Al-Misriyah, Kairo, 1964, hlm. 173.

[4]                Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 3, ed. Dar Al-Kutub Al-Arabi, Beirut, 1998, hlm. 101.

[5]                Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, Ad-Da’u wa Ad-Dawa’, ed. Dar Al-Kitab Al-Arabi, Beirut, 2001, hlm. 120.

[6]                Yusuf Al-Qaradawi, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam, ed. Dar Al-Wafa, Kairo, 1998, hlm. 302.


4.           Tinjauan Jurnal Islami: Dampak Pergaulan Bebas

4.1.       Dampak Pergaulan Bebas terhadap Individu

Pergaulan bebas tidak hanya melanggar nilai-nilai agama, tetapi juga memiliki konsekuensi negatif yang signifikan terhadap individu dari segi moral, psikologis, dan kesehatan. Sebuah penelitian dalam jurnal Al-Bayan: Journal of Qur'an and Hadith Studies mengungkapkan bahwa perilaku pergaulan bebas sering kali diikuti dengan perasaan bersalah, kecemasan, dan depresi akibat pelanggaran terhadap nilai-nilai agama dan norma sosial.¹ Peneliti menyebutkan bahwa kurangnya kontrol diri dan lemahnya hubungan spiritual dengan Allah Swt menjadi faktor utama yang mendorong perilaku tersebut.

Dari sudut pandang kesehatan, jurnal International Journal of Islamic Studies melaporkan bahwa pergaulan bebas berisiko meningkatkan kasus penyakit menular seksual dan kehamilan di luar nikah.² Studi ini juga menyoroti bahwa pergaulan bebas dapat memicu rasa malu, kehilangan martabat, dan stigma sosial, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas hidup individu.

4.2.       Dampak Pergaulan Bebas terhadap Keluarga

Pergaulan bebas juga memberikan dampak negatif pada institusi keluarga. Dalam jurnal Islamic Social Studies Review, disebutkan bahwa salah satu dampak utama pergaulan bebas adalah meningkatnya angka perceraian dan keretakan hubungan dalam keluarga.³ Penelitian ini menemukan bahwa perilaku menyimpang sering kali merusak kepercayaan antara pasangan, menyebabkan konflik yang berujung pada perpisahan.

Selain itu, pergaulan bebas juga memengaruhi hubungan antara orang tua dan anak. Studi yang diterbitkan di Journal of Islamic Moral Education menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar budaya pergaulan bebas dari media sering kali kehilangan nilai-nilai moral yang diajarkan oleh keluarga.⁴ Akibatnya, mereka lebih rentan terhadap pengaruh buruk di luar rumah, seperti narkoba dan perilaku kriminal.

4.3.       Dampak Pergaulan Bebas terhadap Masyarakat

Dampak sosial dari pergaulan bebas sangat merusak tatanan masyarakat. Sebuah artikel dalam Journal of Islamic and Ethical Studies menyatakan bahwa pergaulan bebas menyebabkan degradasi moral kolektif, terutama di kalangan generasi muda.⁵ Hal ini ditandai dengan meningkatnya budaya permisif yang mengabaikan nilai-nilai agama dan etika.

Studi ini juga menyoroti bahwa pergaulan bebas dapat meningkatkan angka kelahiran di luar nikah dan anak-anak tanpa status hukum yang jelas.⁶ Kondisi ini, menurut jurnal tersebut, tidak hanya menimbulkan masalah sosial tetapi juga berdampak pada beban ekonomi dan sistem hukum negara.

4.4.       Solusi yang Ditawarkan dalam Perspektif Islam

Para peneliti dalam jurnal-jurnal Islami sepakat bahwa solusi utama untuk mengatasi pergaulan bebas adalah penguatan nilai-nilai agama dalam keluarga, pendidikan, dan masyarakat. Jurnal Islamic Educational Journal merekomendasikan pengintegrasian pendidikan moral berbasis Islam dalam kurikulum sekolah sebagai langkah preventif.⁷ Penulis jurnal menegaskan bahwa pembinaan akhlak sejak usia dini akan membantu individu memahami pentingnya menjaga kesucian diri sesuai ajaran Islam.

Selain itu, Journal of Community Islamic Studies menggarisbawahi pentingnya peran masjid dan komunitas Islami dalam membimbing generasi muda untuk menjauhi pergaulan bebas.⁸ Aktivitas seperti kajian keagamaan, mentoring, dan dukungan komunitas Islami dapat menjadi solusi praktis dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter Islami.


Kesimpulan

Tinjauan jurnal Islami mengungkapkan bahwa pergaulan bebas membawa dampak negatif yang signifikan terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Dengan memperkuat nilai-nilai agama melalui pendidikan, keluarga, dan komunitas, umat Islam dapat mencegah dan mengatasi permasalahan ini. Kajian ini menegaskan bahwa solusi yang ditawarkan oleh Islam tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga mencakup pendekatan sosial dan moral yang relevan untuk diterapkan di era modern.


Catatan Kaki

[1]                Nurul Huda, "Psychological Impact of Free Association from an Islamic Perspective," Al-Bayan: Journal of Qur'an and Hadith Studies, Vol. 8, No. 2, 2022, hlm. 45.

[2]                Aisyah Rahma, "Health Implications of Free Interaction Among Youths," International Journal of Islamic Studies, Vol. 10, No. 1, 2021, hlm. 32.

[3]                Muhammad Aziz, "Free Association and Its Impact on Family Integrity," Islamic Social Studies Review, Vol. 12, No. 3, 2020, hlm. 76.

[4]                Siti Fatimah, "The Role of Family in Preventing Free Association Among Adolescents," Journal of Islamic Moral Education, Vol. 15, No. 4, 2022, hlm. 54.

[5]                Hasan Basri, "Moral Degradation in Society Due to Free Interaction," Journal of Islamic and Ethical Studies, Vol. 9, No. 3, 2019, hlm. 89.

[6]                Ibid., hlm. 91.

[7]                Ahmad Fauzi, "Islamic-Based Moral Education as a Solution for Social Issues," Islamic Educational Journal, Vol. 14, No. 2, 2021, hlm. 43.

[8]                Zainal Abidin, "The Role of Islamic Communities in Preventing Free Association," Journal of Community Islamic Studies, Vol. 11, No. 1, 2020, hlm. 28.


5.           Strategi Mencegah Pergaulan Bebas dalam Islam

5.1.       Pendidikan dan Tarbiyah Islamiyah

Islam menekankan pentingnya pendidikan dan pembinaan akhlak sebagai langkah pertama untuk mencegah pergaulan bebas. Dalam QS At-Tahrim (66) ayat 6, Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا 

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”

Ayat ini menunjukkan tanggung jawab orang tua dalam mendidik keluarga, terutama dalam menanamkan nilai-nilai Islam.¹

Dalam konteks ini, pendidikan moral berbasis Islam menjadi kunci utama. Penelitian dalam Journal of Islamic Education menunjukkan bahwa pembinaan akhlak Islami sejak usia dini efektif dalam mencegah perilaku menyimpang, termasuk pergaulan bebas.² Pendidikan yang diberikan tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga penanaman rasa takut kepada Allah (khauf) dan cinta kepada-Nya (mahabbah).

Sheikh Yusuf Al-Qaradawi menegaskan pentingnya keluarga sebagai benteng pertama dalam mendidik anak agar memahami batasan pergaulan dalam Islam.³ Orang tua harus menjadi teladan yang baik dalam menjaga adab pergaulan, seperti menutup aurat, menjaga pandangan, dan menghindari aktivitas yang mendekati zina.

5.2.       Peningkatan Iman dan Takwa

Iman yang kuat adalah benteng utama dalam melawan godaan hawa nafsu. Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47).⁴

Dalam kaitannya dengan pergaulan bebas, menjaga iman berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat melemahkan keimanan, seperti pergaulan tanpa batas dan konten media yang tidak Islami. Penelitian dalam Journal of Islamic Psychology menunjukkan bahwa seseorang yang secara rutin melaksanakan ibadah, seperti shalat dan membaca Al-Qur'an, cenderung memiliki kontrol diri yang lebih baik dalam menghadapi godaan pergaulan bebas.⁵

Ibn Qayyim dalam Madarij As-Salikin menyebutkan bahwa muraqabah (kesadaran akan pengawasan Allah) adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan keimanan dan menjauhkan diri dari dosa.⁶ Dengan demikian, penguatan iman melalui ibadah rutin dan perenungan akan menjadi langkah konkret untuk mencegah pergaulan bebas.

5.3.       Penerapan Sanksi dan Pencegahan Sosial

Islam juga memberikan solusi berupa penerapan hukum dan mekanisme sosial untuk mencegah pergaulan bebas. Dalam QS An-Nur (24) ayat 2, Allah Swt menetapkan hukuman cambuk bagi pelaku zina sebagai bentuk sanksi tegas yang memberikan efek jera.⁷

Namun, sanksi ini tidak berdiri sendiri. Ulama, seperti Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, menekankan pentingnya upaya pencegahan sosial melalui pengawasan komunitas dan pembentukan lingkungan Islami.⁸ Komunitas Muslim harus menciptakan atmosfer yang mendukung penerapan nilai-nilai Islam, seperti membatasi pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak sesuai syariat, menghidupkan tradisi nasihat, dan menegakkan aturan berpakaian yang Islami.

Di era modern, hal ini dapat diterapkan melalui kebijakan sekolah, pesantren, atau kampus Islami yang mengatur interaksi antara siswa laki-laki dan perempuan dengan tetap menjaga profesionalisme dan etika Islami.

5.4.       Strategi Media dan Teknologi

Media dan teknologi memiliki peran besar dalam membentuk perilaku masyarakat, termasuk dalam konteks pergaulan bebas. Jurnal Islamic Media Studies mencatat bahwa konten yang tidak sesuai dengan nilai Islam, seperti adegan vulgar di media sosial, dapat mendorong perilaku menyimpang.⁹

Sebagai solusi, pemanfaatan media Islami yang mendidik menjadi penting. Produksi konten dakwah kreatif, seperti video pendek, infografis, dan podcast Islami, dapat menjadi sarana untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya menjaga batasan pergaulan. Pemuda Muslim juga harus didorong untuk menggunakan teknologi secara positif, seperti mengikuti kajian daring dan komunitas virtual yang mendukung nilai-nilai Islam.


Kesimpulan

Strategi mencegah pergaulan bebas dalam Islam melibatkan pendidikan moral, peningkatan iman, penerapan hukum syariat, dan pemanfaatan media secara bijak. Sinergi antara keluarga, lembaga pendidikan, dan komunitas Islami sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter Islami. Pendekatan ini tidak hanya bersifat preventif tetapi juga memberikan solusi yang relevan untuk menghadapi tantangan era modern.


Catatan Kaki

[1]                QS At-Tahrim (66) ayat 6.

[2]                Nur Aini, "The Role of Islamic Moral Education in Preventing Deviant Behavior," Journal of Islamic Education, Vol. 10, No. 2, 2022, hlm. 34.

[3]                Yusuf Al-Qaradawi, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam, ed. Dar Al-Wafa, Kairo, 1998, hlm. 95.

[4]                Al-Bukhari dan Muslim, Kitab Al-Adab, Bab "Menjaga Ucapan".

[5]                Fatimah Zahra, "The Effect of Religious Practices on Self-Control," Journal of Islamic Psychology, Vol. 7, No. 3, 2021, hlm. 45.

[6]                Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, Madarij As-Salikin, Juz 2, ed. Dar Al-Kitab Al-Arabi, Beirut, 2002, hlm. 125.

[7]                QS An-Nur (24) ayat 2.

[8]                Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, ed. Dar Al-Kutub Al-Misriyah, Kairo, 1966, hlm. 213.

[9]                Abdullah Hasan, "The Role of Media in Shaping Islamic Ethics," Islamic Media Studies, Vol. 5, No. 1, 2020, hlm. 29.


6.           Studi Kasus: Implementasi Nilai Larangan Pergaulan Bebas

6.1.       Studi Kasus di Lingkungan Pesantren

Pesantren telah lama menjadi institusi pendidikan yang efektif dalam menerapkan nilai-nilai Islam, termasuk larangan pergaulan bebas. Di lingkungan pesantren, interaksi antara laki-laki dan perempuan diatur dengan ketat sesuai syariat Islam. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Islamic Education and Culture menyebutkan bahwa penerapan aturan pemisahan ruang belajar, aktivitas sosial, dan asrama di pesantren sangat membantu dalam menjaga batasan pergaulan.¹

Contohnya adalah Pesantren Darussalam di Gontor yang menerapkan pendekatan tarbiyah berbasis nilai Islami. Aturan ketat ini tidak hanya mengatur perilaku fisik, tetapi juga mendorong santri untuk memahami pentingnya menjaga kesucian hati dan pikiran.² Dalam wawancara dengan salah satu pengasuh pesantren, terungkap bahwa pembiasaan ibadah rutin, seperti shalat berjamaah, membaca Al-Qur'an, dan kajian kitab kuning, berkontribusi dalam memperkuat karakter Islami dan mencegah perilaku menyimpang.³

6.2.       Studi Kasus di Sekolah Berbasis Islam

Sekolah berbasis Islam juga menjadi contoh konkret dalam menerapkan nilai larangan pergaulan bebas. Di beberapa sekolah Islam terpadu (SIT), seperti Sekolah Al-Azhar di Jakarta, terdapat aturan yang melarang siswa laki-laki dan perempuan untuk berinteraksi tanpa kepentingan akademik.4 Penelitian dalam Islamic Education Journal menunjukkan bahwa strategi ini tidak hanya mengurangi potensi pergaulan bebas tetapi juga membentuk lingkungan belajar yang lebih fokus dan produktif.5

Lebih lanjut, sekolah-sekolah ini mengintegrasikan pendidikan karakter dalam kurikulum mereka. Misalnya, setiap siswa diajarkan tentang pentingnya menjaga aurat, menundukkan pandangan, dan menghormati batasan dalam pergaulan. Melalui program ekstrakurikuler berbasis agama, seperti mentoring Islami dan kajian keagamaan, siswa mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang konsekuensi pergaulan bebas baik dari sudut pandang agama maupun sosial.6

6.3.       Peran Komunitas Islami dalam Masyarakat

Komunitas Islami juga berperan dalam mengimplementasikan nilai larangan pergaulan bebas di masyarakat. Sebagai contoh, komunitas Kajian Musawarah yang berbasis di Jakarta menyediakan platform kajian rutin untuk remaja dan pemuda yang membahas berbagai isu, termasuk pentingnya menjaga batas pergaulan.⁷

Menurut laporan dalam Journal of Islamic Social Studies, komunitas ini berhasil menciptakan lingkungan Islami yang mendukung perubahan perilaku remaja ke arah yang lebih positif.⁸ Salah satu keberhasilan komunitas ini adalah mendorong anggotanya untuk mengikuti program halaqah dan mentoring, di mana peserta diberikan panduan praktis tentang bagaimana menjaga pergaulan sesuai syariat Islam.

6.4.       Implementasi di Dunia Digital

Di era modern, implementasi nilai larangan pergaulan bebas juga diterapkan melalui platform digital. Contohnya adalah aplikasi Islami seperti "Muslim Pro" dan "Umma" yang menyediakan konten edukatif tentang akhlak Islami dan pentingnya menjaga kesucian diri.⁹

Di samping itu, beberapa influencer Muslim di media sosial, seperti Ustaz Hanan Attaki dan Felix Siauw, secara aktif memproduksi konten dakwah yang membahas bahaya pergaulan bebas. Menurut data yang diterbitkan dalam Islamic Digital Media Journal, pendekatan ini terbukti efektif dalam menjangkau generasi muda yang lebih sering menghabiskan waktu di dunia maya.¹⁰

6.5.       Dampak Implementasi

Implementasi nilai larangan pergaulan bebas melalui berbagai institusi ini telah memberikan hasil yang signifikan. Penelitian dalam Journal of Islamic Community Development menunjukkan bahwa siswa dari pesantren dan sekolah Islam terpadu memiliki tingkat kesadaran lebih tinggi terhadap batasan pergaulan dibandingkan dengan siswa dari sekolah umum.¹¹ Demikian pula, komunitas Islami telah membantu menurunkan tingkat perilaku menyimpang di kalangan remaja.


Kesimpulan

Studi kasus di atas menunjukkan bahwa nilai larangan pergaulan bebas dapat diimplementasikan secara efektif di berbagai lingkungan, baik pesantren, sekolah, komunitas, maupun dunia digital. Keberhasilan ini bergantung pada sinergi antara pendidikan, pengawasan, dan pemberdayaan nilai-nilai Islam yang relevan dengan kondisi modern.


Catatan Kaki

[1]                Nur Aisyah, "The Role of Islamic Boarding Schools in Shaping Moral Behavior," Journal of Islamic Education and Culture, Vol. 12, No. 2, 2021, hlm. 45.

[2]                Ahmad Fauzi, "The Effectiveness of Pesantren Education in Preventing Deviant Behavior," Islamic Moral Studies, Vol. 10, No. 1, 2022, hlm. 32.

[3]                Ibid., hlm. 35.

[4]                Siti Fatimah, "The Role of Islamic Schools in Maintaining Social Ethics," Islamic Education Journal, Vol. 15, No. 3, 2020, hlm. 76.

[5]                Ibid., hlm. 78.

[6]                Muhammad Aziz, "Integrated Islamic Education and Its Impact on Moral Development," Islamic Education Journal, Vol. 10, No. 4, 2021, hlm. 34.

[7]                Abdullah Hasan, "The Role of Islamic Communities in Youth Character Building," Journal of Islamic Social Studies, Vol. 8, No. 3, 2020, hlm. 21.

[8]                Ibid., hlm. 24.

[9]                Sarah Rahma, "The Role of Digital Media in Islamic Moral Education," Islamic Digital Media Journal, Vol. 7, No. 2, 2022, hlm. 56.

[10]             Ibid., hlm. 58.

[11]             Fatimah Zahra, "A Comparative Study of Moral Awareness in Islamic and Non-Islamic Schools," Journal of Islamic Community Development, Vol. 9, No. 1, 2020, hlm. 87.


7.           Kesimpulan dan Rekomendasi

7.1.       Kesimpulan

Larangan pergaulan bebas dalam Islam merupakan salah satu upaya preventif yang dirancang untuk menjaga kehormatan, stabilitas sosial, dan keimanan individu. Berdasarkan kajian terhadap QS Al-Isra’ (17) ayat 32, QS An-Nur (24) ayat 2, serta Hadits Nabi Saw, pergaulan bebas bukan hanya melibatkan dosa besar seperti zina, tetapi juga berbagai tindakan yang mendekati perbuatan tersebut.¹ Tafsir ulama klasik seperti Ibn Kathir, Al-Qurtubi, dan At-Thabari menekankan pentingnya menjaga pandangan (ghadhul bashar), menjauhi aktivitas yang mendekatkan pada zina, dan menerapkan sistem hukum syariat sebagai upaya preventif dan represif.²

Studi kasus menunjukkan bahwa implementasi nilai larangan pergaulan bebas melalui pesantren, sekolah Islam, komunitas Islami, serta media digital memberikan dampak positif dalam membentuk individu yang berakhlak Islami dan menjauhi perilaku menyimpang.³ Selain itu, tinjauan jurnal Islami mengungkapkan bahwa pergaulan bebas membawa dampak negatif pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik dari segi moral, psikologis, maupun sosial.⁴

Islam menawarkan pendekatan yang komprehensif untuk mencegah pergaulan bebas, mulai dari pendidikan moral, peningkatan iman, penerapan hukum syariat, hingga strategi berbasis teknologi. Pendekatan ini relevan dan efektif, baik di masa lalu maupun dalam konteks modern, untuk menjaga moralitas umat dan melindungi masyarakat dari kerusakan sosial.⁵

7.2.       Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa rekomendasi strategis untuk mencegah pergaulan bebas:

1)                  Untuk Individu:

Memperkuat iman dan takwa melalui ibadah rutin, seperti shalat, membaca Al-Qur'an, dan dzikir.⁶

Menanamkan kesadaran akan pengawasan Allah (muraqabah) agar selalu merasa diawasi oleh-Nya dalam setiap tindakan.⁷

Memanfaatkan media sosial secara positif dengan mengikuti konten Islami yang mendidik dan inspiratif.

2)                  Untuk Keluarga:

Menjadi teladan bagi anak-anak dengan menerapkan adab Islami dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjaga aurat dan adab pergaulan.⁸

Memberikan pendidikan agama sejak dini melalui pendidikan formal maupun nonformal.⁹

Mengawasi aktivitas anak di media sosial dan lingkungan pergaulannya untuk mencegah pengaruh buruk.¹⁰

3)                  Untuk Lembaga Pendidikan:

Mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam kurikulum dan aktivitas ekstrakurikuler.¹¹

Menyediakan pelatihan khusus bagi siswa dan guru tentang etika Islami dalam pergaulan.

Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dengan memisahkan interaksi yang tidak sesuai syariat tanpa menghambat proses belajar.¹²

4)                  Untuk Masyarakat dan Pemerintah:

Meningkatkan peran masjid dan komunitas Islami dalam memberikan pembinaan kepada remaja dan keluarga.¹³

Mengatur regulasi yang mendukung nilai moral Islami, seperti pengawasan terhadap konten media yang merusak akhlak.¹⁴

Mendorong produksi konten Islami yang relevan dengan kebutuhan generasi muda di era digital.¹⁵

Dengan menerapkan rekomendasi ini secara sinergis, diharapkan umat Islam dapat menjauhkan diri dari pergaulan bebas dan membangun masyarakat yang berakhlak mulia serta sesuai dengan nilai-nilai Islam.


Catatan Kaki

[1]                QS Al-Isra’ (17) ayat 32; QS An-Nur (24) ayat 2; HR. Bukhari, Kitab Al-Hudud.

[2]                Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz 5, ed. Darussalam, Riyadh, 2000, hlm. 78; Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, Juz 12, hlm. 173.

[3]                Nur Aisyah, "The Role of Islamic Boarding Schools in Shaping Moral Behavior," Journal of Islamic Education and Culture, Vol. 12, No. 2, 2021, hlm. 45.

[4]                Fatimah Zahra, "The Psychological Impact of Free Association," Journal of Islamic Psychology, Vol. 7, No. 3, 2021, hlm. 45.

[5]                Abdullah Hasan, "The Role of Media in Shaping Islamic Ethics," Islamic Media Studies, Vol. 5, No. 1, 2020, hlm. 29.

[6]                An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz 2, ed. Dar Ihya Al-Turath Al-Arabi, Beirut, 1996, hlm. 58.

[7]                Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, Madarij As-Salikin, Juz 2, ed. Dar Al-Kitab Al-Arabi, Beirut, 2002, hlm. 125.

[8]                Yusuf Al-Qaradawi, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam, ed. Dar Al-Wafa, Kairo, 1998, hlm. 95.

[9]                Muhammad Aziz, "Integrated Islamic Education and Its Impact on Moral Development," Islamic Education Journal, Vol. 10, No. 4, 2021, hlm. 34.

[10]             Fatimah Zahra, "A Comparative Study of Moral Awareness in Islamic and Non-Islamic Schools," Journal of Islamic Community Development, Vol. 9, No. 1, 2020, hlm. 87.

[11]             Ahmad Fauzi, "The Effectiveness of Pesantren Education in Preventing Deviant Behavior," Islamic Moral Studies, Vol. 10, No. 1, 2022, hlm. 32.

[12]             Ibid., hlm. 35.

[13]             Hasan Basri, "The Role of Islamic Communities in Preventing Deviant Behavior," Journal of Islamic Social Studies, Vol. 8, No. 3, 2020, hlm. 21.

[14]             Abdullah Hasan, op. cit., hlm. 30.

[15]             Sarah Rahma, "The Role of Digital Media in Islamic Moral Education," Islamic Digital Media Journal, Vol. 7, No. 2, 2022, hlm. 56.


Daftar Pustaka

Al-Bukhari. (n.d.). Shahih Al-Bukhari. Kitab Al-Hudud.

Al-Ghazali. (1998). Ihya Ulumuddin (Vol. 3). Beirut: Dar Al-Kutub Al-Arabi.

Al-Mawardi. (1966). Al-Ahkam As-Sulthaniyyah. Kairo: Dar Al-Kutub Al-Misriyah.

Al-Qaradawi, Y. (1998). Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam. Kairo: Dar Al-Wafa.

Al-Qurtubi. (1964). Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an (Vol. 12). Kairo: Dar Al-Kutub Al-Misriyah.

Fatimah, S. (2020). The Role of Family in Preventing Free Association Among Adolescents. Journal of Islamic Moral Education, 15(4), 54.

Hasan, A. (2020). The Role of Media in Shaping Islamic Ethics. Islamic Media Studies, 5(1), 29-30.

Ibn Hajar. (1379 H). Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari (Vol. 12). Beirut: Dar Al-Ma’rifah.

Ibn Kathir. (2000). Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim (Vol. 5). Riyadh: Darussalam.

Ibn Qayyim Al-Jawziyyah. (2002). Ad-Da’u wa Ad-Dawa’. Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabi.

Ibn Qayyim Al-Jawziyyah. (2002). Madarij As-Salikin (Vol. 2). Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabi.

Islamic Social Studies. (2020). The Role of Islamic Communities in Preventing Deviant Behavior. Journal of Islamic Social Studies, 8(3), 21-24.

Nur Aisyah. (2021). The Role of Islamic Boarding Schools in Shaping Moral Behavior. Journal of Islamic Education and Culture, 12(2), 45-46.

Rahma, S. (2022). The Role of Digital Media in Islamic Moral Education. Islamic Digital Media Journal, 7(2), 56-58.

Siti Fatimah. (2020). The Role of Islamic Schools in Maintaining Social Ethics. Islamic Education Journal, 15(3), 76-78.

Yusuf An-Nawawi. (1996). Syarh Shahih Muslim (Vol. 2). Beirut: Dar Ihya Al-Turath Al-Arabi.


Lampiran 1: Keterkaitan Ayat dan Hadits

Keterkaitan Ayat dan Hadits tentang Perintah Menghindari Pergaulan Bebas dengan Fenomena Sosial

1.            Keterkaitan QS Al-Isra’ (17) ayat 32 dengan Fenomena Sosial

Allah Swt berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

Ayat ini secara tegas melarang mendekati zina, termasuk segala bentuk perilaku yang mendekatkan kepada dosa tersebut, seperti pergaulan bebas. Dalam fenomena sosial modern, kemudahan akses informasi dan media sosial sering kali memfasilitasi hubungan tanpa batas antara laki-laki dan perempuan.¹ Studi menunjukkan bahwa budaya pergaulan bebas yang berkembang di masyarakat dipengaruhi oleh lemahnya pengawasan sosial dan meningkatnya pengaruh budaya asing.²

Menurut tafsir Al-Qurtubi, larangan dalam ayat ini mencakup segala bentuk aktivitas yang berpotensi memicu zina, seperti percakapan yang tidak perlu, berpakaian tidak sesuai syariat, atau berada di tempat yang memungkinkan terjadinya godaan.³ Tafsir ini relevan dengan fenomena saat ini di mana perilaku tersebut sering kali dianggap sebagai sesuatu yang normal oleh sebagian masyarakat, padahal dampaknya sangat merusak, baik secara moral maupun sosial.⁴

2.            Keterkaitan QS An-Nur (24) ayat 2 dengan Fenomena Sosial

Dalam QS An-Nur (24) ayat 2, Allah Swt berfirman:

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali...”

Hukuman hudud yang disebutkan dalam ayat ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan menjaga masyarakat dari kerusakan moral. Fenomena sosial modern menunjukkan bahwa ketika hukum moral tidak diterapkan, angka perilaku menyimpang seperti kehamilan di luar nikah dan penyakit menular seksual meningkat secara signifikan.⁵ Dalam studi sosial, ditemukan bahwa regulasi sosial dan hukum yang tegas berperan penting dalam membangun kesadaran kolektif untuk menjaga nilai-nilai moral.⁶

Imam Ibn Kathir dalam tafsirnya menekankan bahwa hukuman ini bukan sekadar tindakan represif, tetapi juga bagian dari pendidikan moral masyarakat.⁷ Dalam konteks sosial modern, hal ini mengajarkan bahwa penegakan hukum yang tegas dapat menciptakan tatanan sosial yang lebih baik dan mengurangi perilaku menyimpang.

3.            Keterkaitan Hadits tentang Iman dan Pencegahan Zina dengan Fenomena Sosial

Rasulullah Saw bersabda:

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Tidaklah seorang pezina berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman. Tidaklah seseorang meminum khamr ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman. Tidaklah seorang pencuri mencuri ketika dia mencuri dalam keadaan beriman. Dan tidaklah seseorang merampas harta orang lain dengan paksa, sementara orang-orang melihat kepadanya, dalam keadaan beriman.” (HR. Al-Bukhari, No. 2475; Muslim, No. 57).

Hadits ini menunjukkan bahwa iman yang kuat dapat menjadi benteng utama dalam mencegah seseorang dari melakukan dosa besar seperti zina. Fenomena sosial menunjukkan bahwa krisis iman dan spiritualitas sering menjadi penyebab utama perilaku menyimpang, termasuk pergaulan bebas.⁸ Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Islamic Psychology, ditemukan bahwa individu yang memiliki hubungan spiritual yang kuat dengan Allah Swt cenderung memiliki kontrol diri yang lebih baik terhadap hawa nafsu.⁹

Menurut Imam An-Nawawi, hadits ini tidak berarti iman seseorang hilang saat berzina, tetapi menunjukkan bahwa keimanan seseorang sedang dalam kondisi lemah ketika melakukan dosa tersebut.¹⁰ Keterkaitan ini relevan dengan fenomena modern di mana penguatan iman melalui pendidikan agama dan ibadah rutin dapat membantu mencegah pergaulan bebas.

4.            Solusi Islam terhadap Fenomena Sosial

Ayat dan hadits di atas memberikan panduan konkret untuk mengatasi permasalahan pergaulan bebas yang semakin marak di era modern. Pendidikan agama yang berbasis pada nilai Al-Qur'an dan sunnah, seperti menanamkan rasa takut kepada Allah (khauf) dan cinta kepada-Nya (mahabbah), menjadi solusi utama untuk menjaga individu dari perilaku menyimpang.¹¹

Selain itu, penerapan hukum yang tegas dan upaya penguatan sosial melalui komunitas Islami dapat menjadi langkah strategis dalam mengurangi fenomena ini.¹²


Catatan Kaki

[1]                QS Al-Isra’ (17) ayat 32.

[2]                Fatimah Zahra, "The Psychological Impact of Free Association," Journal of Islamic Psychology 7, no. 3 (2021) ayat 45.

[3]                Al-Qurtubi, Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an, vol. 10 (Cairo: Dar Al-Kutub Al-Misriyah, 1964), 173.

[4]                Hasan Basri, "Moral Degradation in Society Due to Free Interaction," Journal of Islamic and Ethical Studies 9, no. 3 (2019) ayat 89.

[5]                Aisyah Rahma, "Health Implications of Free Interaction Among Youths," International Journal of Islamic Studies 10, no. 1 (2021) ayat 32.

[6]                Ibid., 35.

[7]                Ibn Kathir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, vol. 6 (Riyadh: Darussalam, 2000), 35.

[8]                Abdullah Hasan, "The Role of Media in Shaping Islamic Ethics," Islamic Media Studies 5, no. 1 (2020) ayat 29.

[9]                Fatimah Zahra, "The Effect of Religious Practices on Self-Control," Journal of Islamic Psychology 7, no. 3 (2021) ayat 45.

[10]             An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, vol. 2 (Beirut: Dar Ihya Al-Turath Al-Arabi, 1996), 58.

[11]             Ahmad Fauzi, "The Effectiveness of Pesantren Education in Preventing Deviant Behavior," Islamic Moral Studies 10, no. 1 (2022) ayat 32.

[12]             Yusuf Al-Qaradawi, Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam (Cairo: Dar Al-Wafa, 1998), 95.


Lampiran 2: Takhrij Hadits

Takhrij Hadits tentang “Perintah Menghindari Pergaulan Bebas

Hadits yang dijadikan dasar dalam artikel ini adalah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَكِنْ تُنْزَعُ مِنْهُ الْإِيمَانُ كَمَا يُخْلَعُ الْقَمِيصُ، فَإِذَا تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:

"Tidaklah seseorang berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang mencuri ketika dia mencuri dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang meminum khamr ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman. Namun, iman itu tercabut darinya seperti terlepasnya pakaian dari tubuhnya. Jika ia bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya."

Berikut adalah takhrij hadits tersebut:

1.            Redaksi Hadits

Matn (teks hadits) ayat

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ،

"Tidaklah seseorang berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman."

Periwayat Hadits:

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahih Muslim.

2.            Referensi Hadits

·                     Kitab Shahih Al-Bukhari:

Bab: Al-Hudud (Hukum bagi pelaku zina).

Nomor Hadits: 2475 (dalam Fathul Bari).

·                     Kitab Shahih Muslim:

Bab: Kitab Al-Iman (Keutamaan Iman).

Nomor Hadits: 57.

3.            Sanad Hadits

Sanad hadits ini adalah sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:

"Tidaklah seseorang berzina ketika dia berzina dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang mencuri ketika dia mencuri dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang meminum khamr ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman. Namun, iman itu tercabut darinya seperti terlepasnya pakaian dari tubuhnya. Jika ia bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya."

Sanad ini dinilai shahih oleh para ulama karena diriwayatkan oleh periwayat terpercaya (tsiqah) dalam kitab hadits mutawatir seperti Shahih Al-Bukhari dan Muslim.

4.            Status Hadits

·                     Derajat Hadits:

Hadits ini termasuk hadits shahih berdasarkan kesepakatan ulama (ijma') karena diriwayatkan dalam kitab Shahihain (Bukhari dan Muslim) yang menjadi rujukan utama dalam hadits-hadits shahih.

·                     Komentar Ulama:

Imam An-Nawawi menyebutkan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa hadits ini menunjukkan lemahnya iman seseorang saat melakukan dosa besar seperti zina, namun tidak berarti keimanan hilang sepenuhnya.¹

Ibn Hajar dalam Fathul Bari menafsirkan bahwa makna "tidak beriman" di sini adalah keimanan yang sempurna (iman kamil) sedang dalam keadaan lemah, bukan berarti pelaku menjadi kafir.²

5.            Konteks dan Relevansi

Hadits ini memberikan penekanan bahwa iman memiliki peran sentral dalam mencegah seseorang dari melakukan dosa besar. Ketika iman seseorang kuat, ia akan menjadi tameng untuk menghindari perilaku seperti zina, mencuri, dan meminum khamr. Hal ini relevan dengan fenomena sosial modern di mana krisis iman menjadi salah satu penyebab meningkatnya pergaulan bebas.³


Kesimpulan

Hadits tentang iman yang melemah saat melakukan dosa besar ini memberikan dasar teologis yang kuat dalam membahas perintah menghindari pergaulan bebas. Takhrij hadits menunjukkan bahwa hadits ini shahih dan dapat dijadikan landasan hukum serta etika dalam kehidupan sehari-hari.


Catatan Kaki

[1]                An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz 2, ed. Dar Ihya Al-Turath Al-Arabi, Beirut, 1996, hlm. 58.

[2]                Ibn Hajar, Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari, Juz 12, Dar Al-Ma’rifah, Beirut, 1379 H, hlm. 107.

[3]                Fatimah Zahra, "The Psychological Impact of Free Association," Journal of Islamic Psychology, Vol. 7, No. 3, 2021, hlm. 45.


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar