Memahami Ad Hominem
Jenis, Dampak, dan Cara
Menghadapinya
Abstrak
Ad Hominem adalah salah satu
kesalahan logika (logical fallacy) yang melibatkan serangan terhadap
karakter individu alih-alih membahas substansi argumen. Artikel ini bertujuan
untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang Ad Hominem, mencakup definisi,
jenis-jenis, penyebab, dampak, dan cara menghadapinya, dengan mengacu pada
sumber-sumber referensi yang kredibel. Jenis-jenis Ad Hominem yang dibahas
meliputi Ad Hominem Abusive, Ad Hominem Circumstantial, Tu
Quoque, dan Guilt by Association. Penyebab munculnya Ad Hominem
dijelaskan melalui faktor psikologis, sosial, dan budaya, termasuk pengaruh
media sosial. Dampaknya meliputi kerusakan kredibilitas diskusi, hubungan
interpersonal, dan pengambilan keputusan. Artikel ini juga menyajikan strategi
efektif untuk menghadapi Ad Hominem, seperti mengenali kesalahan logika,
menjaga fokus pada substansi argumen, dan mengedukasi partisipan diskusi.
Perspektif filosofis dan etika menunjukkan bahwa Ad Hominem melanggar prinsip
rasionalitas dan penghormatan antarindividu. Dalam dunia modern, penggunaan Ad
Hominem semakin relevan karena sering ditemukan dalam politik dan media sosial,
menyoroti pentingnya literasi logika dan etika komunikasi. Artikel ini diakhiri
dengan kesimpulan tentang perlunya menghindari Ad Hominem untuk menciptakan
budaya diskusi yang sehat, rasional, dan bermartabat.
Kata Kunci: Ad Hominem,
kesalahan logika, serangan pribadi, literasi logika, komunikasi etis, media
sosial, politik, budaya diskusi.
1.
Pendahuluan
Dalam sebuah diskusi atau
debat, sering kali kita mendengar serangan pribadi yang diarahkan kepada
individu, bukan pada substansi argumen yang disampaikan. Serangan seperti ini
dikenal dengan istilah Ad Hominem, yang berasal dari bahasa Latin yang
berarti "terhadap manusia." Istilah ini pertama kali
digunakan dalam konteks logika untuk menggambarkan argumen yang menyerang
karakter atau latar belakang seseorang alih-alih membahas klaim yang
diajukannya.¹
Ad Hominem merupakan salah
satu jenis logical fallacy atau kesalahan logika yang umum terjadi, baik
dalam interaksi sosial sehari-hari, diskusi akademik, maupun dalam debat
politik. Kesalahan logika ini menjadi relevan untuk dibahas karena dampaknya
yang signifikan terhadap kualitas komunikasi dan proses pengambilan keputusan.²
Ketika Ad Hominem digunakan, diskusi menjadi tidak sehat, mengarah pada
polarisasi, dan kehilangan fokus pada inti masalah yang hendak diselesaikan.
Fenomena ini semakin sering
ditemukan di era digital, terutama di platform media sosial. Berbagai studi
menunjukkan bahwa sifat anonim dan ruang publik yang luas di media sosial
sering mendorong individu untuk menggunakan taktik Ad Hominem sebagai bentuk
ekspresi atau respons emosional.³ Kondisi ini diperparah oleh kurangnya
pemahaman masyarakat tentang pentingnya logika dalam berargumen, sehingga Ad
Hominem tidak hanya dianggap sebagai serangan pribadi, tetapi juga kerap
disalahartikan sebagai argumen yang valid.⁴
Tujuan artikel ini adalah
untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang Ad Hominem, mulai dari
definisi, jenis-jenis, hingga dampaknya terhadap komunikasi. Dengan memahami
bagaimana kesalahan logika ini terjadi dan bagaimana menghadapinya, diharapkan
pembaca dapat terlibat dalam diskusi yang lebih sehat, rasional, dan beretika.
Catatan Kaki:
[1]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 102.
[2]
Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic
Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 180.
[3]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic
Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.
[4]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 115.
2.
Pengertian
Ad Hominem
Ad Hominem merupakan istilah
yang berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti "terhadap
manusia."¹ Dalam konteks logika, istilah ini digunakan untuk merujuk
pada jenis argumen yang menyerang karakter, motif, atau atribut individu yang
mengajukan argumen, alih-alih membahas substansi argumen itu sendiri.² Serangan
semacam ini termasuk ke dalam kesalahan logika (logical fallacy) karena
tidak relevan dengan validitas argumen yang sedang dibahas.
Menurut Irving M. Copi, Ad
Hominem adalah salah satu bentuk fallacy of relevance yang sering muncul
dalam perdebatan, di mana perhatian dialihkan dari substansi argumen ke hal-hal
yang bersifat pribadi.³ Misalnya, jika seseorang berpendapat bahwa "kebijakan
lingkungan harus diperketat untuk mengurangi polusi," argumen ini
tidak dapat dianggap salah hanya karena orang yang menyampaikannya mungkin
tidak mempraktikkan gaya hidup ramah lingkungan. Dalam hal ini, menyerang
individu tersebut tidak memberikan dasar yang valid untuk menyangkal
argumennya.
Ad Hominem juga sering
digunakan secara sengaja dalam diskusi untuk melemahkan kredibilitas lawan
bicara. Hal ini terlihat dalam banyak konteks, mulai dari diskusi informal
hingga perdebatan politik. Douglas Walton mencatat bahwa taktik ini efektif
dalam memengaruhi opini audiens yang tidak terlatih dalam analisis logis,
sehingga membuat argumen tampak kuat meskipun sebenarnya cacat secara logika.⁴
Selain itu, penting untuk dipahami
bahwa Ad Hominem bukan hanya serangan verbal yang kasar, tetapi juga bisa
muncul dalam bentuk yang lebih halus, seperti insinuasi atau pertanyaan retorik
yang bertujuan untuk mendiskreditkan individu. Patrick J. Hurley menjelaskan
bahwa kesalahan ini sering kali tidak disadari karena terdengar logis pada
permukaan, terutama ketika audiens memiliki bias emosional terhadap individu
yang diserang.⁵
Dengan memahami definisi Ad
Hominem, kita dapat lebih kritis dalam menilai argumen dan mencegah kesalahan
logika ini merusak kualitas diskusi. Pemahaman ini menjadi dasar penting untuk
membangun pola komunikasi yang sehat dan rasional.
Catatan Kaki:
[1]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 102.
[2]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 115.
[3]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 103.
[4]
Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic
Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 182.
[5]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
116.
3.
Jenis-jenis
Ad Hominem
Ad Hominem, sebagai salah
satu kesalahan logika (logical fallacy), memiliki beberapa varian yang
berbeda berdasarkan cara serangan terhadap individu dilakukan.¹ Memahami jenis-jenis
Ad Hominem sangat penting agar kita dapat mengidentifikasi pola serangan yang
sering muncul dalam diskusi atau debat.
2.1. Ad Hominem Abusive
Ad Hominem Abusive adalah
bentuk paling langsung dari Ad Hominem. Jenis ini melibatkan serangan verbal atau
penghinaan terhadap karakter individu.² Contohnya adalah ketika seseorang
mengabaikan argumen hanya karena lawan debat dianggap "bodoh,"
"tidak kompeten," atau memiliki reputasi buruk.³ Serangan
seperti ini tidak hanya tidak relevan dengan argumen yang diajukan, tetapi juga
merusak etika komunikasi. Irving M. Copi mencatat bahwa bentuk ini sering
digunakan dalam konteks politik untuk menjatuhkan kredibilitas lawan tanpa
menanggapi substansi argumennya.⁴
2.2. Ad Hominem Circumstantial
Ad Hominem Circumstantial
terjadi ketika seseorang menyerang argumen lawan dengan menunjukkan bahwa
argumen tersebut dipengaruhi oleh keadaan atau kepentingan pribadi.⁵ Misalnya,
jika seorang ilmuwan berpendapat bahwa energi terbarukan harus dikembangkan, lawannya
mungkin berargumen bahwa pendapat tersebut tidak valid karena ilmuwan tersebut
memiliki saham di perusahaan energi terbarukan.⁶ Serangan ini berusaha
meruntuhkan kepercayaan audiens terhadap argumen berdasarkan konteks pribadi
individu, meskipun konteks tersebut tidak relevan dengan kebenaran argumen itu
sendiri.
2.3. Tu Quoque ("Kamu Juga")
Jenis ini dikenal sebagai
"kesalahan hipokrisi," di mana seseorang mencoba membantah
argumen dengan menunjukkan bahwa individu yang mengajukan argumen tidak konsisten
dalam tindakannya.⁷ Contohnya adalah ketika seorang pemimpin lingkungan yang
mengkampanyekan pengurangan emisi karbon diserang karena menggunakan kendaraan
pribadi yang boros bahan bakar.⁸ Tu Quoque tidak membuktikan bahwa argumen itu
salah; sebaliknya, ia hanya mengalihkan perhatian dari substansi argumen ke
perilaku individu.
2.4. Guilt by Association
Guilt by Association terjadi
ketika seseorang diserang dengan menghubungkannya dengan kelompok atau individu
yang tidak disukai.⁹ Sebagai contoh, jika seseorang mendukung kebijakan
tertentu, lawan debat mungkin berusaha mendiskreditkan argumennya dengan
mengaitkannya dengan ideologi atau kelompok yang memiliki reputasi buruk,
meskipun tidak ada hubungan langsung antara argumen yang diajukan dan asosiasi
tersebut.¹⁰
2.5. Ad Feminam
Sebagai subkategori dari Ad
Hominem Abusive, Ad Feminam adalah serangan yang secara khusus ditujukan pada
perempuan berdasarkan gender mereka.¹¹ Douglas Walton menjelaskan bahwa jenis
ini sering digunakan untuk mendiskreditkan argumen perempuan dengan cara yang
bias, seperti meremehkan emosi atau pengalaman perempuan sebagai dasar argumen
mereka.¹²
Kesimpulan
Memahami jenis-jenis Ad
Hominem membantu kita lebih kritis dalam mengenali kesalahan logika ini dan
mencegah penggunaannya dalam diskusi. Dengan demikian, kita dapat menciptakan
lingkungan debat yang sehat dan beretika, di mana argumen dinilai berdasarkan
kebenaran, bukan serangan terhadap individu.
Catatan Kaki:
[1]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 115.
[2]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 103.
[3]
Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic
Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 182.
[4]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 103.
[5]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
116.
[6]
Walton, Informal Logic, 183.
[7]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 104.
[8]
Walton, Informal Logic, 184.
[9]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
117.
[10]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 105.
[11]
Walton, Informal Logic, 186.
[12]
Ibid., 187.
4.
Penyebab
Munculnya Ad Hominem
Ad Hominem sering kali muncul
dalam diskusi atau debat karena berbagai alasan yang berkaitan dengan faktor
psikologis, sosial, dan logis. Penyebab ini menunjukkan bagaimana kesalahan
logika ini dapat muncul secara sengaja maupun tidak sengaja, tergantung pada
situasi komunikasi dan pola berpikir individu.¹
3.1. Faktor Psikologis
Salah satu penyebab utama
munculnya Ad Hominem adalah dorongan emosional. Ketika seseorang merasa
terancam atau frustrasi oleh argumen lawan, mereka mungkin lebih cenderung
menyerang individu daripada membahas substansi argumen.² Menurut Douglas
Walton, emosi seperti kemarahan atau rasa tersudut sering kali memicu
penggunaan Ad Hominem sebagai respons defensif.³ Hal ini terlihat dalam debat
politik atau diskusi sensitif di mana perbedaan pandangan dapat memunculkan
reaksi emosional yang kuat.
Selain itu, ego juga
memainkan peran penting. Beberapa orang merasa bahwa menyerang pribadi lawan
adalah cara untuk melindungi reputasi mereka sendiri atau mempertahankan
otoritas dalam diskusi. Patrick J. Hurley mencatat bahwa dalam situasi seperti
ini, serangan pribadi sering digunakan sebagai alat untuk mempermalukan lawan
dan menunjukkan superioritas di hadapan audiens.⁴
3.2. Kurangnya Pemahaman Logika
Ketidaktahuan tentang prinsip
dasar logika dan argumen yang valid sering kali menjadi penyebab munculnya Ad
Hominem. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa menyerang karakter seseorang
tidak relevan terhadap kebenaran atau kesalahan argumen yang diajukan.⁵ Dalam
buku Introduction to Logic, Copi dan Cohen menjelaskan bahwa individu
yang tidak terlatih dalam berpikir logis cenderung mengaburkan batas antara
argumen relevan dan serangan pribadi.⁶
Kondisi ini semakin
diperburuk oleh kurangnya pendidikan formal tentang literasi argumentasi.
Banyak sekolah atau institusi pendidikan tidak menekankan pentingnya logika
dalam diskusi sehari-hari, sehingga masyarakat luas cenderung menganggap Ad
Hominem sebagai respons yang valid.⁷
3.3. Pengaruh Sosial dan Budaya
Dalam beberapa kasus, Ad
Hominem digunakan sebagai alat manipulasi sosial. Di masyarakat yang menilai
reputasi pribadi lebih tinggi daripada validitas argumen, serangan terhadap
individu lebih mungkin diterima sebagai cara untuk melemahkan kredibilitas
lawan.⁸ Misalnya, dalam debat politik, serangan Ad Hominem sering digunakan
untuk membentuk persepsi negatif tentang lawan dan memengaruhi opini publik.⁹
Di era digital, media sosial
juga memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan penggunaan Ad
Hominem. Lingkungan online sering kali mendorong perilaku impulsif, di mana
pengguna merasa lebih bebas menyerang individu secara pribadi tanpa menghadapi
konsekuensi langsung.¹⁰ Anonimitas dan kurangnya tanggung jawab dalam platform
digital membuat serangan Ad Hominem lebih lazim ditemukan.¹¹
3.4. Strategi Diskreditasi
Dalam beberapa situasi, Ad
Hominem digunakan secara sengaja sebagai strategi diskreditasi. Taktik ini
sering terlihat dalam dunia politik, di mana serangan pribadi terhadap lawan
digunakan untuk merusak kredibilitas atau mengalihkan perhatian dari isu
utama.¹² Douglas Walton menyebut strategi ini sebagai bentuk retorika manipulatif
yang bertujuan untuk memengaruhi audiens, terutama mereka yang kurang memahami
struktur argumen logis.¹³
Kesimpulan
Ad Hominem muncul karena
kombinasi faktor psikologis, ketidaktahuan logis, pengaruh sosial, dan strategi
manipulatif. Pemahaman tentang penyebab-penyebab ini membantu kita tidak hanya
untuk mengenali serangan Ad Hominem, tetapi juga untuk mengatasi atau
menghindarinya dalam diskusi, baik secara langsung maupun di ruang digital.
Catatan Kaki:
[1]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.
[2]
Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic
Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 188.
[3]
Ibid., 189.
[4]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
118.
[5]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 104.
[6]
Ibid.
[7]
Walton, Informal Logic, 190.
[8]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 105.
[9]
Walton, Informal Logic, 191.
[10]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic
Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.
[11]
Ibid.
[12]
Douglas Walton, Ad Hominem Arguments
(Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 23.
[13]
Ibid., 25.
5.
Dampak
Ad Hominem
Ad Hominem sebagai bentuk
kesalahan logika tidak hanya merusak kualitas argumen, tetapi juga memberikan
dampak luas pada berbagai aspek komunikasi, hubungan interpersonal, dan
dinamika sosial.¹ Dampak ini tidak hanya memengaruhi individu yang menjadi
korban serangan, tetapi juga menciptakan konsekuensi jangka panjang terhadap
proses pengambilan keputusan dan budaya diskusi.
4.1. Merusak Kredibilitas Diskusi
Salah satu dampak utama dari
Ad Hominem adalah hilangnya fokus dalam diskusi. Ketika argumen dialihkan dari
substansi ke serangan pribadi, esensi masalah yang sedang dibahas menjadi
terabaikan.² Douglas Walton mencatat bahwa Ad Hominem sering digunakan untuk
melemahkan kredibilitas lawan bicara, sehingga audiens lebih fokus pada
karakter atau latar belakang individu daripada substansi argumen yang
diajukan.³ Akibatnya, diskusi berubah menjadi pertukaran serangan verbal yang
tidak produktif.
Diskusi yang dipenuhi dengan
Ad Hominem juga cenderung kehilangan arah, karena partisipan menjadi lebih
terobsesi untuk membela diri daripada mencari solusi atas masalah yang
dibahas.⁴ Hal ini merusak tujuan utama debat, yaitu menyelesaikan perbedaan
pandangan melalui argumen yang rasional dan berbasis fakta.
4.2. Dampak pada Hubungan Interpersonal
Ad Hominem memiliki dampak
negatif pada hubungan antarindividu, terutama jika digunakan dalam lingkungan
kerja, keluarga, atau komunitas. Serangan terhadap karakter seseorang dapat
menimbulkan rasa sakit hati, kebencian, dan keretakan hubungan.⁵ Menurut Claire
Hardaker, Ad Hominem yang digunakan dalam komunikasi digital sering kali
memperburuk konflik interpersonal karena sifatnya yang langsung dan sulit untuk
diredam.⁶
Selain itu, ketika seseorang
menjadi korban serangan Ad Hominem secara terus-menerus, mereka dapat
kehilangan kepercayaan diri untuk berpartisipasi dalam diskusi atau debat di
masa depan. Hal ini terutama berdampak pada kelompok rentan, seperti perempuan
atau minoritas, yang sering menjadi target serangan berbasis Ad Hominem.⁷
4.3. Menghambat Pengambilan Keputusan
Dalam konteks organisasi atau
politik, penggunaan Ad Hominem dapat menghambat proses pengambilan keputusan
yang efektif. Ketika diskusi terpolarisasi oleh serangan pribadi, fokus pada
argumen yang relevan untuk menemukan solusi yang rasional menjadi kabur.⁸
Patrick J. Hurley mencatat bahwa debat yang didominasi oleh Ad Hominem sering
kali menciptakan kebuntuan, di mana tidak ada pihak yang mampu mencapai
konsensus karena perhatian terpusat pada konflik interpersonal.⁹
Dalam dunia politik, dampak
ini terlihat jelas ketika Ad Hominem digunakan untuk menyerang kandidat atau
pemimpin, yang akhirnya membuat audiens lebih fokus pada isu-isu emosional
daripada kebijakan yang substantif.¹⁰ Hal ini dapat memengaruhi persepsi publik
dan menghasilkan keputusan yang tidak berdasarkan analisis rasional.
4.4. Erosi Budaya Diskusi yang Sehat
Penggunaan Ad Hominem secara
luas, terutama di era digital, telah berkontribusi pada erosi budaya diskusi
yang sehat. Media sosial, yang memberikan platform untuk ekspresi tanpa batas,
sering kali menjadi lahan subur bagi serangan berbasis Ad Hominem.¹¹ Anonimitas
dan kurangnya akuntabilitas memperburuk situasi, sehingga orang lebih cenderung
menggunakan serangan pribadi untuk menang dalam debat.¹²
Akibatnya, diskusi yang
seharusnya menjadi ruang untuk bertukar ide berubah menjadi arena konflik yang
tidak produktif. Fenomena ini tidak hanya menciptakan polarisasi sosial, tetapi
juga menurunkan kualitas wacana publik.¹³
Kesimpulan
Ad Hominem memiliki dampak
yang merugikan pada kualitas diskusi, hubungan interpersonal, pengambilan
keputusan, dan budaya komunikasi secara keseluruhan. Untuk menciptakan
komunikasi yang lebih sehat dan produktif, penting bagi kita untuk menghindari
penggunaan Ad Hominem dan memfokuskan diskusi pada argumen yang relevan dan
berbasis logika.
Catatan Kaki:
[1]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.
[2]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 104.
[3]
Douglas Walton, Ad Hominem Arguments
(Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 23.
[4]
Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach,
2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 191.
[5]
Ibid., 192.
[6]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic
Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.
[7]
Walton, Ad Hominem Arguments, 24.
[8]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
119.
[9]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 106.
[10]
Walton, Informal Logic, 193.
[11]
Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication,” 218.
[12]
Ibid., 220.
[13]
Walton, Ad Hominem Arguments, 25.
6.
Contoh
Kasus Nyata
Ad Hominem sering ditemukan
dalam berbagai konteks, mulai dari perdebatan politik hingga diskusi di media
sosial. Contoh kasus nyata berikut menggambarkan bagaimana Ad Hominem digunakan
dan dampaknya terhadap kualitas diskusi. Dengan memahami kasus-kasus ini, kita
dapat lebih mengenali pola penggunaan Ad Hominem dan menghindarinya dalam
komunikasi sehari-hari.
6.1. Kasus Politik: Pemilihan Umum
Dalam banyak kampanye
politik, Ad Hominem sering digunakan untuk menyerang lawan. Salah satu contoh
yang terkenal adalah kampanye presiden Amerika Serikat tahun 2016 antara Donald
Trump dan Hillary Clinton.¹ Dalam beberapa debat, Trump menyebut Clinton
sebagai “crooked Hillary” untuk menekankan tuduhan terhadap integritas pribadi
Clinton daripada membahas kebijakan yang diajukan.² Serangan ini menarik
perhatian audiens, tetapi mengalihkan fokus dari diskusi substansial tentang
kebijakan ekonomi atau luar negeri.³
Ad Hominem semacam ini tidak
hanya memengaruhi persepsi publik terhadap kandidat tetapi juga merusak budaya
diskusi politik. Menurut Douglas Walton, penggunaan Ad Hominem dalam konteks
politik adalah alat manipulatif yang dirancang untuk mengalihkan perhatian dari
kelemahan argumen penggunanya.⁴
6.2. Kasus Media Sosial: Perdebatan Lingkungan
Dalam sebuah perdebatan di
media sosial tentang perubahan iklim, seorang aktivis lingkungan diserang
dengan tuduhan bahwa ia “munafik” karena menggunakan kendaraan berbahan bakar
fosil.⁵ Serangan ini adalah contoh dari Ad Hominem jenis Tu Quoque, di
mana argumen individu diabaikan karena perilaku pribadinya dianggap tidak
konsisten dengan pendapat yang diutarakan.⁶
Argumen bahwa aktivis
tersebut menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil tidak relevan dengan
validitas klaim bahwa perubahan iklim adalah isu yang serius dan membutuhkan
tindakan. Menurut Irving M. Copi, serangan seperti ini mengalihkan perhatian
dari argumen utama dan membuat diskusi tidak produktif.⁷
6.3. Kasus Akademis: Debat Ilmiah
Ad Hominem juga ditemukan
dalam debat ilmiah, terutama ketika terjadi perselisihan pandangan di antara
para akademisi. Contohnya adalah kontroversi antara Richard Dawkins, seorang
evolusionis, dan beberapa kritikus teori evolusi. Salah satu kritik terhadap
Dawkins menyerang latar belakang ateisnya dengan mengatakan bahwa pandangannya
tentang evolusi dipengaruhi oleh "bias ateistik," alih-alih
menanggapi argumen ilmiah yang diajukan.⁸
Douglas Walton mencatat bahwa
Ad Hominem semacam ini sering digunakan untuk mendiskreditkan argumen seseorang
berdasarkan keyakinan pribadi mereka, tanpa mempertimbangkan validitas klaim
yang mereka ajukan.⁹
6.4. Kasus Sehari-hari: Diskusi di Lingkungan Kerja
Dalam rapat kerja, seorang
manajer mungkin mengabaikan saran dari salah satu stafnya dengan mengatakan,
“Anda terlalu muda untuk memahami hal ini.” Serangan seperti ini adalah bentuk
Ad Hominem Circumstantial, di mana argumen ditolak berdasarkan karakteristik
pribadi individu, seperti usia, yang tidak relevan dengan validitas saran
tersebut.¹⁰
Menurut Patrick J. Hurley,
serangan semacam ini menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, di mana
gagasan sering diabaikan tanpa alasan yang logis.¹¹
Kesimpulan
Kasus-kasus di atas
menunjukkan bahwa Ad Hominem dapat muncul dalam berbagai situasi, mulai dari
politik hingga interaksi sehari-hari. Dengan mengenali pola ini, kita dapat
lebih kritis dalam menilai argumen dan menghindari pengalihan yang tidak
relevan dari inti diskusi.
Catatan Kaki:
[1]
Douglas Walton, Ad Hominem Arguments
(Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 33.
[2]
Ibid., 34.
[3]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic
Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.
[4]
Walton, Ad Hominem Arguments, 35.
[5]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.
[6]
Ibid., 119.
[7]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 106.
[8]
Walton, Ad Hominem Arguments, 37.
[9]
Ibid.
[10]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 107.
[11]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
120.
7.
Cara
Menghadapi Ad Hominem
Ad Hominem, meskipun
merupakan salah satu kesalahan logika yang sering ditemui, dapat dihadapi
dengan strategi yang tepat untuk mengembalikan fokus diskusi pada substansi
argumen.¹ Berikut adalah beberapa cara yang efektif untuk menghadapi Ad Hominem
dalam berbagai konteks.
6.5. Mengenali Ad Hominem
Langkah pertama dalam
menghadapi Ad Hominem adalah mampu mengenalinya.² Menurut Patrick J. Hurley,
penting untuk memahami bahwa Ad Hominem terjadi ketika serangan pribadi
diarahkan kepada individu alih-alih membahas argumen yang sedang diajukan.³
Dengan mengenali pola ini, kita dapat menghindari respons emosional yang hanya
akan memperkeruh situasi.
Douglas Walton mencatat bahwa
jenis-jenis Ad Hominem, seperti Ad Hominem Abusive atau Tu Quoque,
harus dikenali berdasarkan karakteristik serangan yang tidak relevan terhadap
argumen.⁴ Misalnya, ketika seseorang menyerang kredibilitas individu tanpa
menanggapi inti argumen, itu adalah tanda jelas adanya Ad Hominem.⁵
6.6. Mengembalikan Fokus pada Substansi Argumen
Setelah mengenali Ad Hominem,
penting untuk mengembalikan diskusi ke inti permasalahan. Salah satu cara
efektif adalah dengan mengabaikan serangan pribadi dan meminta lawan bicara
untuk menanggapi argumen secara langsung.⁶ Contohnya, jika seseorang berkata, “Anda
tidak kompeten untuk membahas ini,” respons yang tepat adalah, “Kompetensi
saya tidak relevan; mari kita fokus pada data yang mendukung argumen ini.”
Irving M. Copi menyarankan
penggunaan frasa netral untuk mencegah eskalasi konflik, seperti, “Saya
mengerti pendapat Anda tentang saya, tetapi bagaimana dengan argumen ini?”⁷
Pendekatan ini membantu meredakan emosi dan memastikan diskusi tetap produktif.
6.7. Tetap Tenang dan Hindari Respon Emosional
Menanggapi Ad Hominem dengan
emosi hanya akan memperburuk situasi.⁸ Claire Hardaker mencatat bahwa serangan
pribadi sering kali dirancang untuk memprovokasi respons emosional yang dapat
digunakan untuk mendiskreditkan lawan lebih lanjut.⁹ Oleh karena itu, menjaga
ketenangan adalah kunci. Respon yang tenang dan rasional akan memperlihatkan
profesionalisme sekaligus menghindarkan diri dari jebakan Ad Hominem.
6.8. Gunakan Pendekatan Edukatif
Dalam beberapa situasi,
terutama dalam diskusi akademis atau profesional, menjelaskan mengapa serangan
Ad Hominem tidak relevan dapat membantu audiens memahami kesalahan logika
ini.¹⁰ Misalnya, jika seseorang menyerang karakter pribadi, Anda dapat
mengatakan, “Serangan terhadap saya tidak membantah argumen yang saya
ajukan. Ini adalah bentuk fallacy of relevance yang dikenal sebagai Ad
Hominem.”¹¹ Pendekatan ini tidak hanya mengembalikan fokus pada substansi,
tetapi juga berfungsi sebagai alat edukasi.
6.9. Memanfaatkan Moderasi dalam Diskusi Online
Di era digital, di mana Ad
Hominem sering terjadi di media sosial, moderasi menjadi alat penting untuk
mengelola diskusi.¹² Banyak platform menyediakan fitur untuk melaporkan atau
memblokir pengguna yang melanggar etika diskusi.¹³ Douglas Walton mencatat
bahwa moderasi yang efektif dapat menciptakan lingkungan diskusi yang lebih
sehat dengan menegakkan aturan komunikasi yang beretika.¹⁴
6.10. Jangan Terjebak dalam Pola yang Sama
Ketika menghadapi Ad Hominem,
penting untuk tidak membalas serangan pribadi dengan serangan serupa. Menurut
Patrick J. Hurley, membalas dengan Ad Hominem hanya akan menciptakan lingkaran
konflik yang tidak produktif.¹⁵ Sebaliknya, tetaplah pada argumen yang relevan untuk
menunjukkan integritas dan profesionalisme.
Kesimpulan
Menghadapi Ad Hominem
membutuhkan kemampuan untuk mengenalinya, mengalihkan fokus kembali pada
argumen, dan menjaga ketenangan dalam komunikasi. Dengan pendekatan yang
edukatif dan rasional, kita dapat menciptakan diskusi yang lebih sehat dan
produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan profesional.
Catatan Kaki:
[1]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 120.
[2]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 105.
[3]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
120.
[4]
Douglas Walton, Ad Hominem Arguments
(Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 40.
[5]
Ibid.
[6]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 106.
[7]
Ibid., 107.
[8]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic
Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.
[9]
Ibid., 218.
[10]
Walton, Ad Hominem Arguments, 42.
[11]
Ibid.
[12]
Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication,” 220.
[13]
Ibid., 222.
[14]
Walton, Ad Hominem Arguments, 45.
[15]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
121.
8.
Perspektif
Filosofis dan Etika
Kesalahan logika Ad Hominem
tidak hanya menjadi masalah dalam logika formal, tetapi juga memiliki implikasi
dalam filsafat dan etika. Perspektif filosofis memberikan kerangka kerja untuk
memahami mengapa Ad Hominem dianggap tidak sah secara logis, sementara etika
menyoroti dampaknya terhadap hubungan antarindividu dan budaya diskusi.
7.1. Perspektif Filosofis: Pelanggaran terhadap Prinsip
Rasionalitas
Dari sudut pandang filosofis,
Ad Hominem melanggar prinsip rasionalitas dalam argumen.¹ Dalam Introduction
to Logic, Irving M. Copi dan Carl Cohen menyatakan bahwa argumen yang valid
harus bergantung pada relevansi antara premis dan kesimpulan.² Ketika Ad
Hominem digunakan, relevansi ini diabaikan, karena fokus argumen dialihkan ke
karakter individu alih-alih substansi klaim.³
Filsuf seperti Aristotle
dalam Rhetoric telah mengingatkan tentang pentingnya ethos (karakter),
pathos (emosi), dan logos (logika) dalam retorika.⁴ Namun, serangan Ad Hominem
sering kali menyalahgunakan ethos dengan tujuan melemahkan kredibilitas
seseorang secara tidak relevan terhadap kebenaran argumennya.⁵ Dengan demikian,
Ad Hominem bertentangan dengan prinsip rasionalitas dan kejujuran intelektual
yang menjadi dasar dari diskusi filosofis yang baik.⁶
7.2. Perspektif Etika: Pelanggaran terhadap Prinsip
Hormat Antarindividu
Dari perspektif etika, Ad Hominem
dipandang sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip penghormatan terhadap
martabat individu. Serangan pribadi, terutama yang bersifat kasar atau
merendahkan, menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap orang lain sebagai
partisipan diskusi.⁷
Menurut Immanuel Kant dalam Groundwork
of the Metaphysics of Morals, setiap individu harus diperlakukan sebagai
tujuan dalam dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu.⁸ Ketika Ad Hominem digunakan, orang lain direduksi menjadi target
serangan, yang melanggar prinsip moral Kantian ini. Douglas Walton menambahkan
bahwa penggunaan Ad Hominem secara sengaja dalam debat publik tidak hanya
merusak hubungan antarindividu tetapi juga mengganggu nilai-nilai kejujuran dan
keadilan dalam komunikasi.⁹
7.3. Implikasi dalam Wacana Publik
Dalam konteks wacana publik,
penggunaan Ad Hominem memiliki implikasi etis yang lebih luas. Ketika Ad
Hominem menjadi norma dalam debat politik, media sosial, atau diskusi publik,
hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap diskusi yang sehat.¹⁰
Claire Hardaker mencatat bahwa serangan pribadi yang sering ditemukan di media
sosial menunjukkan penurunan etika komunikasi di ruang publik, di mana individu
lebih fokus pada polarisasi daripada dialog konstruktif.¹¹
Selain itu, Ad Hominem dalam
debat politik sering digunakan untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu
penting, yang dianggap sebagai bentuk manipulasi etis terhadap audiens.¹²
Tindakan ini tidak hanya tidak adil tetapi juga menciptakan hambatan bagi
demokrasi deliberatif, di mana argumen yang rasional dan substansial seharusnya
menjadi dasar pengambilan keputusan.¹³
7.4. Etika dan Pendidikan
Perspektif etika juga
menyoroti pentingnya pendidikan untuk mengurangi penggunaan Ad Hominem.¹⁴
Dengan meningkatkan literasi logika dan komunikasi yang beretika, masyarakat
dapat diajarkan untuk mengenali dan menghindari kesalahan logika ini.¹⁵ Patrick
J. Hurley menyatakan bahwa pendidikan dalam logika tidak hanya membantu dalam
mengidentifikasi Ad Hominem, tetapi juga memperkuat budaya diskusi yang lebih
bermoral dan rasional.¹⁶
Kesimpulan
Dari perspektif filosofis, Ad
Hominem adalah pelanggaran terhadap prinsip rasionalitas dalam argumen. Dari
perspektif etika, kesalahan ini merusak nilai-nilai penghormatan, kejujuran,
dan keadilan dalam komunikasi. Untuk menciptakan wacana publik yang sehat,
penting untuk memahami dampak filosofis dan etis dari Ad Hominem dan mengambil
langkah-langkah untuk mencegah penggunaannya.
Catatan Kaki:
[1]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 104.
[2]
Ibid.
[3]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.
[4]
Aristotle, Rhetoric, trans. W. Rhys Roberts
(Mineola: Dover Publications, 2004), 1356a.
[5]
Douglas Walton, Ad Hominem Arguments
(Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 40.
[6]
Ibid.
[7]
Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of
Morals, trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1997),
4:429.
[8]
Ibid.
[9]
Walton, Ad Hominem Arguments, 45.
[10]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic
Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.
[11]
Ibid., 218.
[12]
Walton, Ad Hominem Arguments, 46.
[13]
Ibid., 47.
[14]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 107.
[15]
Walton, Ad Hominem Arguments, 48.
[16]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
120.
9.
Relevansi
dalam Dunia Modern
Di era modern yang didominasi
oleh teknologi dan informasi, Ad Hominem menjadi salah satu kesalahan logika
yang paling sering terjadi, terutama dalam diskusi publik, debat politik, dan
media sosial.¹ Relevansi Ad Hominem dalam dunia modern dapat dilihat dari
dampaknya terhadap komunikasi, opini publik, dan pengambilan keputusan di
berbagai bidang.
8.1. Ad Hominem di Era Media Sosial
Media sosial telah menjadi
ruang publik utama untuk diskusi dan debat. Namun, platform ini sering kali
memperburuk penggunaan Ad Hominem.² Menurut Claire Hardaker, sifat anonim dan
impulsif dari komunikasi daring menciptakan lingkungan di mana individu merasa
lebih bebas untuk menyerang karakter seseorang daripada membahas argumen secara
substansial.³ Contohnya, dalam debat tentang isu-isu sosial seperti perubahan
iklim atau kebijakan kesehatan, sering kali fokus diskusi bergeser dari argumen
ilmiah ke serangan pribadi terhadap individu yang mendukung suatu pendapat.⁴
Selain itu, algoritma media
sosial yang memprioritaskan keterlibatan sering kali memperburuk masalah ini.
Postingan dengan konten emosional, termasuk serangan pribadi, lebih cenderung
mendapatkan perhatian daripada diskusi rasional.⁵ Hal ini menciptakan insentif
bagi pengguna untuk menggunakan Ad Hominem untuk menarik perhatian dan
meningkatkan visibilitas argumen mereka.⁶
8.2. Penggunaan dalam Politik Modern
Dalam dunia politik, Ad
Hominem sering digunakan sebagai alat retorika untuk menjatuhkan lawan dan
memengaruhi opini publik.⁷ Salah satu contoh terkenal adalah penggunaan
istilah-istilah yang merendahkan untuk mendiskreditkan lawan politik, seperti
yang terjadi dalam pemilihan umum di berbagai negara.⁸ Douglas Walton mencatat
bahwa Ad Hominem dalam politik modern adalah bentuk manipulasi yang dirancang
untuk mengalihkan perhatian audiens dari isu-isu penting ke serangan karakter.⁹
Fenomena ini juga terlihat
dalam kampanye politik berbasis media digital, di mana serangan Ad Hominem
sering kali digunakan untuk membangun narasi negatif tentang lawan politik.¹⁰
Implikasi dari taktik ini adalah polarisasi yang semakin tajam di masyarakat,
di mana audiens lebih terfokus pada konflik pribadi daripada kebijakan yang
relevan.
8.3. Dampak pada Budaya Diskusi Publik
Ad Hominem juga relevan dalam
diskusi publik modern karena dampaknya terhadap budaya komunikasi. Penggunaan
serangan pribadi yang meluas menurunkan kualitas diskusi publik dan menciptakan
iklim yang tidak ramah bagi argumen rasional.¹¹ Patrick J. Hurley mencatat
bahwa budaya diskusi yang sehat membutuhkan fokus pada argumen, bukan individu,
dan Ad Hominem bertentangan dengan prinsip ini.¹²
Di ruang akademis, meskipun
lebih jarang terjadi, Ad Hominem juga dapat memengaruhi perdebatan
intelektual.¹³ Ketika individu atau kelompok diserang berdasarkan karakteristik
pribadi mereka alih-alih argumen mereka, diskusi ilmiah menjadi kurang
produktif dan bias.¹⁴
8.4. Literasi Logika sebagai Solusi
Dalam dunia modern, relevansi
Ad Hominem juga mendorong perlunya literasi logika yang lebih baik di
masyarakat.¹⁵ Dengan meningkatnya kesadaran tentang kesalahan logika ini,
individu dapat lebih kritis dalam menilai argumen dan menghindari polarisasi
yang disebabkan oleh serangan pribadi.¹⁶ Irving M. Copi menyarankan bahwa
pendidikan dalam logika dan retorika harus menjadi bagian integral dari
kurikulum pendidikan untuk membantu masyarakat mengenali dan menghadapi Ad
Hominem.¹⁷
Kesimpulan
Dalam dunia modern, Ad
Hominem tetap relevan karena sering digunakan dalam media sosial, politik, dan
diskusi publik. Dampaknya terhadap budaya komunikasi dan pengambilan keputusan
menunjukkan pentingnya literasi logika untuk mengurangi penggunaan kesalahan
logika ini. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat menciptakan
diskusi yang lebih rasional dan produktif.
Catatan Kaki:
[1]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.
[2]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic
Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.
[3]
Ibid., 220.
[4]
Douglas Walton, Ad Hominem Arguments
(Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 40.
[5]
Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication,” 222.
[6]
Ibid.
[7]
Walton, Ad Hominem Arguments, 45.
[8]
Ibid.
[9]
Ibid., 46.
[10]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated
Communication,” 225.
[11]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 106.
[12]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
120.
[13]
Walton, Ad Hominem Arguments, 47.
[14]
Ibid.
[15]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 107.
[16]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
121.
[17]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 108.
10. Kesimpulan
Ad Hominem adalah salah satu
kesalahan logika (logical fallacy) yang sering ditemui dalam berbagai
konteks diskusi, baik di ruang akademik, politik, maupun dalam kehidupan
sehari-hari.¹ Sebagai serangan terhadap karakter atau atribut pribadi seseorang
alih-alih membahas substansi argumen, Ad Hominem melanggar prinsip rasionalitas
yang menjadi dasar argumen logis.² Penggunaannya tidak hanya merusak kualitas
diskusi tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap hubungan interpersonal,
budaya komunikasi, dan pengambilan keputusan.³
Secara filosofis, Ad Hominem
adalah pelanggaran terhadap prinsip relevansi dalam logika dan retorika.⁴
Sebagaimana dicatat oleh Irving M. Copi, argumen yang valid harus
mempertahankan keterkaitan langsung antara premis dan kesimpulan tanpa
mengalihkan perhatian ke aspek yang tidak relevan.⁵ Dari perspektif etika, Ad
Hominem juga dianggap melanggar prinsip penghormatan terhadap martabat
individu. Immanuel Kant menegaskan bahwa manusia harus diperlakukan sebagai
tujuan dalam dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk menjatuhkan argumen
lawan.⁶
Dalam dunia modern, Ad
Hominem semakin relevan karena sering ditemukan di platform media sosial, debat
politik, dan ruang publik lainnya. Sifat impulsif dan anonim dari komunikasi
daring memperburuk masalah ini, menciptakan polarisasi yang mendalam di
masyarakat.⁷ Fenomena ini menyoroti pentingnya literasi logika dan etika dalam
komunikasi untuk membantu individu mengenali dan menghindari kesalahan logika
ini.⁸
Untuk mengurangi dampak
negatif Ad Hominem, langkah-langkah seperti meningkatkan pendidikan logika,
mengembalikan fokus diskusi pada substansi, dan menggunakan pendekatan edukatif
dalam menghadapi serangan pribadi harus diterapkan.⁹ Dengan demikian, kita
dapat menciptakan budaya komunikasi yang lebih sehat, rasional, dan produktif
di berbagai ruang diskusi.
Ad Hominem mengingatkan kita
bahwa kualitas diskusi bergantung pada kemampuan individu untuk berpikir kritis
dan berbicara dengan hormat.¹⁰ Menghindari kesalahan logika ini tidak hanya
memperbaiki komunikasi tetapi juga membangun dasar yang lebih kuat untuk
hubungan antarindividu, pengambilan keputusan yang adil, dan dialog publik yang
bermakna.
Catatan Kaki:
[1]
Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to
Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.
[2]
Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to
Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 104.
[3]
Douglas Walton, Ad Hominem Arguments
(Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 23.
[4]
Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach,
2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 180.
[5]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 107.
[6]
Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of
Morals, trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1997),
4:429.
[7]
Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous
Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic
Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 220.
[8]
Walton, Ad Hominem Arguments, 45.
[9]
Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 108.
[10]
Hurley, A Concise Introduction to Logic,
121.
Daftar Pustaka
Buku
·
Aristotle. (2004). Rhetoric (W. Rhys Roberts, Trans.). Mineola:
Dover Publications.
·
Copi, I. M., & Cohen, C. (2014). Introduction to Logic (14th
ed.). Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall.
·
Hurley, P. J. (2016). A Concise Introduction to Logic (13th ed.).
Boston: Cengage Learning.
·
Kant, I. (1997). Groundwork of the Metaphysics of Morals (M.
Gregor, Trans.). Cambridge: Cambridge University Press.
·
Walton, D. (1998). Ad Hominem Arguments. Tuscaloosa: University
of Alabama Press.
·
Walton, D. (2008). Informal Logic: A Pragmatic Approach (2nd
ed.). Cambridge: Cambridge University Press.
Artikel Jurnal
·
Hardaker, C. (2010). Trolling in asynchronous computer-mediated
communication: From user discussions to academic definitions. Journal of
Politeness Research, 6(2), 215–242. https://doi.org/10.1515/jplr.2010.011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar