Senin, 13 Januari 2025

Memahami Ad Hominem: Jenis, Dampak, dan Cara Menghadapinya

Memahami Ad Hominem

Jenis, Dampak, dan Cara Menghadapinya


Abstrak

Ad Hominem adalah salah satu kesalahan logika (logical fallacy) yang melibatkan serangan terhadap karakter individu alih-alih membahas substansi argumen. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang Ad Hominem, mencakup definisi, jenis-jenis, penyebab, dampak, dan cara menghadapinya, dengan mengacu pada sumber-sumber referensi yang kredibel. Jenis-jenis Ad Hominem yang dibahas meliputi Ad Hominem Abusive, Ad Hominem Circumstantial, Tu Quoque, dan Guilt by Association. Penyebab munculnya Ad Hominem dijelaskan melalui faktor psikologis, sosial, dan budaya, termasuk pengaruh media sosial. Dampaknya meliputi kerusakan kredibilitas diskusi, hubungan interpersonal, dan pengambilan keputusan. Artikel ini juga menyajikan strategi efektif untuk menghadapi Ad Hominem, seperti mengenali kesalahan logika, menjaga fokus pada substansi argumen, dan mengedukasi partisipan diskusi. Perspektif filosofis dan etika menunjukkan bahwa Ad Hominem melanggar prinsip rasionalitas dan penghormatan antarindividu. Dalam dunia modern, penggunaan Ad Hominem semakin relevan karena sering ditemukan dalam politik dan media sosial, menyoroti pentingnya literasi logika dan etika komunikasi. Artikel ini diakhiri dengan kesimpulan tentang perlunya menghindari Ad Hominem untuk menciptakan budaya diskusi yang sehat, rasional, dan bermartabat.

Kata Kunci: Ad Hominem, kesalahan logika, serangan pribadi, literasi logika, komunikasi etis, media sosial, politik, budaya diskusi.


1.           Pendahuluan

Dalam sebuah diskusi atau debat, sering kali kita mendengar serangan pribadi yang diarahkan kepada individu, bukan pada substansi argumen yang disampaikan. Serangan seperti ini dikenal dengan istilah Ad Hominem, yang berasal dari bahasa Latin yang berarti "terhadap manusia." Istilah ini pertama kali digunakan dalam konteks logika untuk menggambarkan argumen yang menyerang karakter atau latar belakang seseorang alih-alih membahas klaim yang diajukannya.¹

Ad Hominem merupakan salah satu jenis logical fallacy atau kesalahan logika yang umum terjadi, baik dalam interaksi sosial sehari-hari, diskusi akademik, maupun dalam debat politik. Kesalahan logika ini menjadi relevan untuk dibahas karena dampaknya yang signifikan terhadap kualitas komunikasi dan proses pengambilan keputusan.² Ketika Ad Hominem digunakan, diskusi menjadi tidak sehat, mengarah pada polarisasi, dan kehilangan fokus pada inti masalah yang hendak diselesaikan.

Fenomena ini semakin sering ditemukan di era digital, terutama di platform media sosial. Berbagai studi menunjukkan bahwa sifat anonim dan ruang publik yang luas di media sosial sering mendorong individu untuk menggunakan taktik Ad Hominem sebagai bentuk ekspresi atau respons emosional.³ Kondisi ini diperparah oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya logika dalam berargumen, sehingga Ad Hominem tidak hanya dianggap sebagai serangan pribadi, tetapi juga kerap disalahartikan sebagai argumen yang valid.⁴

Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang Ad Hominem, mulai dari definisi, jenis-jenis, hingga dampaknya terhadap komunikasi. Dengan memahami bagaimana kesalahan logika ini terjadi dan bagaimana menghadapinya, diharapkan pembaca dapat terlibat dalam diskusi yang lebih sehat, rasional, dan beretika.


Catatan Kaki:

[1]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 102.

[2]                Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 180.

[3]                Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.

[4]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 115.


2.           Pengertian Ad Hominem

Ad Hominem merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti "terhadap manusia."¹ Dalam konteks logika, istilah ini digunakan untuk merujuk pada jenis argumen yang menyerang karakter, motif, atau atribut individu yang mengajukan argumen, alih-alih membahas substansi argumen itu sendiri.² Serangan semacam ini termasuk ke dalam kesalahan logika (logical fallacy) karena tidak relevan dengan validitas argumen yang sedang dibahas.

Menurut Irving M. Copi, Ad Hominem adalah salah satu bentuk fallacy of relevance yang sering muncul dalam perdebatan, di mana perhatian dialihkan dari substansi argumen ke hal-hal yang bersifat pribadi.³ Misalnya, jika seseorang berpendapat bahwa "kebijakan lingkungan harus diperketat untuk mengurangi polusi," argumen ini tidak dapat dianggap salah hanya karena orang yang menyampaikannya mungkin tidak mempraktikkan gaya hidup ramah lingkungan. Dalam hal ini, menyerang individu tersebut tidak memberikan dasar yang valid untuk menyangkal argumennya.

Ad Hominem juga sering digunakan secara sengaja dalam diskusi untuk melemahkan kredibilitas lawan bicara. Hal ini terlihat dalam banyak konteks, mulai dari diskusi informal hingga perdebatan politik. Douglas Walton mencatat bahwa taktik ini efektif dalam memengaruhi opini audiens yang tidak terlatih dalam analisis logis, sehingga membuat argumen tampak kuat meskipun sebenarnya cacat secara logika.⁴

Selain itu, penting untuk dipahami bahwa Ad Hominem bukan hanya serangan verbal yang kasar, tetapi juga bisa muncul dalam bentuk yang lebih halus, seperti insinuasi atau pertanyaan retorik yang bertujuan untuk mendiskreditkan individu. Patrick J. Hurley menjelaskan bahwa kesalahan ini sering kali tidak disadari karena terdengar logis pada permukaan, terutama ketika audiens memiliki bias emosional terhadap individu yang diserang.⁵

Dengan memahami definisi Ad Hominem, kita dapat lebih kritis dalam menilai argumen dan mencegah kesalahan logika ini merusak kualitas diskusi. Pemahaman ini menjadi dasar penting untuk membangun pola komunikasi yang sehat dan rasional.


Catatan Kaki:

[1]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 102.

[2]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 115.

[3]                Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 103.

[4]                Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 182.

[5]                Hurley, A Concise Introduction to Logic, 116.


3.           Jenis-jenis Ad Hominem

Ad Hominem, sebagai salah satu kesalahan logika (logical fallacy), memiliki beberapa varian yang berbeda berdasarkan cara serangan terhadap individu dilakukan.¹ Memahami jenis-jenis Ad Hominem sangat penting agar kita dapat mengidentifikasi pola serangan yang sering muncul dalam diskusi atau debat.

2.1.       Ad Hominem Abusive

Ad Hominem Abusive adalah bentuk paling langsung dari Ad Hominem. Jenis ini melibatkan serangan verbal atau penghinaan terhadap karakter individu.² Contohnya adalah ketika seseorang mengabaikan argumen hanya karena lawan debat dianggap "bodoh," "tidak kompeten," atau memiliki reputasi buruk.³ Serangan seperti ini tidak hanya tidak relevan dengan argumen yang diajukan, tetapi juga merusak etika komunikasi. Irving M. Copi mencatat bahwa bentuk ini sering digunakan dalam konteks politik untuk menjatuhkan kredibilitas lawan tanpa menanggapi substansi argumennya.⁴

2.2.       Ad Hominem Circumstantial

Ad Hominem Circumstantial terjadi ketika seseorang menyerang argumen lawan dengan menunjukkan bahwa argumen tersebut dipengaruhi oleh keadaan atau kepentingan pribadi.⁵ Misalnya, jika seorang ilmuwan berpendapat bahwa energi terbarukan harus dikembangkan, lawannya mungkin berargumen bahwa pendapat tersebut tidak valid karena ilmuwan tersebut memiliki saham di perusahaan energi terbarukan.⁶ Serangan ini berusaha meruntuhkan kepercayaan audiens terhadap argumen berdasarkan konteks pribadi individu, meskipun konteks tersebut tidak relevan dengan kebenaran argumen itu sendiri.

2.3.       Tu Quoque ("Kamu Juga")

Jenis ini dikenal sebagai "kesalahan hipokrisi," di mana seseorang mencoba membantah argumen dengan menunjukkan bahwa individu yang mengajukan argumen tidak konsisten dalam tindakannya.⁷ Contohnya adalah ketika seorang pemimpin lingkungan yang mengkampanyekan pengurangan emisi karbon diserang karena menggunakan kendaraan pribadi yang boros bahan bakar.⁸ Tu Quoque tidak membuktikan bahwa argumen itu salah; sebaliknya, ia hanya mengalihkan perhatian dari substansi argumen ke perilaku individu.

2.4.       Guilt by Association

Guilt by Association terjadi ketika seseorang diserang dengan menghubungkannya dengan kelompok atau individu yang tidak disukai.⁹ Sebagai contoh, jika seseorang mendukung kebijakan tertentu, lawan debat mungkin berusaha mendiskreditkan argumennya dengan mengaitkannya dengan ideologi atau kelompok yang memiliki reputasi buruk, meskipun tidak ada hubungan langsung antara argumen yang diajukan dan asosiasi tersebut.¹⁰

2.5.       Ad Feminam

Sebagai subkategori dari Ad Hominem Abusive, Ad Feminam adalah serangan yang secara khusus ditujukan pada perempuan berdasarkan gender mereka.¹¹ Douglas Walton menjelaskan bahwa jenis ini sering digunakan untuk mendiskreditkan argumen perempuan dengan cara yang bias, seperti meremehkan emosi atau pengalaman perempuan sebagai dasar argumen mereka.¹²


Kesimpulan

Memahami jenis-jenis Ad Hominem membantu kita lebih kritis dalam mengenali kesalahan logika ini dan mencegah penggunaannya dalam diskusi. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan debat yang sehat dan beretika, di mana argumen dinilai berdasarkan kebenaran, bukan serangan terhadap individu.


Catatan Kaki:

[1]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 115.

[2]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 103.

[3]                Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 182.

[4]                Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 103.

[5]                Hurley, A Concise Introduction to Logic, 116.

[6]                Walton, Informal Logic, 183.

[7]                Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 104.

[8]                Walton, Informal Logic, 184.

[9]                Hurley, A Concise Introduction to Logic, 117.

[10]             Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 105.

[11]             Walton, Informal Logic, 186.

[12]             Ibid., 187.


4.           Penyebab Munculnya Ad Hominem

Ad Hominem sering kali muncul dalam diskusi atau debat karena berbagai alasan yang berkaitan dengan faktor psikologis, sosial, dan logis. Penyebab ini menunjukkan bagaimana kesalahan logika ini dapat muncul secara sengaja maupun tidak sengaja, tergantung pada situasi komunikasi dan pola berpikir individu.¹

3.1.       Faktor Psikologis

Salah satu penyebab utama munculnya Ad Hominem adalah dorongan emosional. Ketika seseorang merasa terancam atau frustrasi oleh argumen lawan, mereka mungkin lebih cenderung menyerang individu daripada membahas substansi argumen.² Menurut Douglas Walton, emosi seperti kemarahan atau rasa tersudut sering kali memicu penggunaan Ad Hominem sebagai respons defensif.³ Hal ini terlihat dalam debat politik atau diskusi sensitif di mana perbedaan pandangan dapat memunculkan reaksi emosional yang kuat.

Selain itu, ego juga memainkan peran penting. Beberapa orang merasa bahwa menyerang pribadi lawan adalah cara untuk melindungi reputasi mereka sendiri atau mempertahankan otoritas dalam diskusi. Patrick J. Hurley mencatat bahwa dalam situasi seperti ini, serangan pribadi sering digunakan sebagai alat untuk mempermalukan lawan dan menunjukkan superioritas di hadapan audiens.⁴

3.2.       Kurangnya Pemahaman Logika

Ketidaktahuan tentang prinsip dasar logika dan argumen yang valid sering kali menjadi penyebab munculnya Ad Hominem. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa menyerang karakter seseorang tidak relevan terhadap kebenaran atau kesalahan argumen yang diajukan.⁵ Dalam buku Introduction to Logic, Copi dan Cohen menjelaskan bahwa individu yang tidak terlatih dalam berpikir logis cenderung mengaburkan batas antara argumen relevan dan serangan pribadi.⁶

Kondisi ini semakin diperburuk oleh kurangnya pendidikan formal tentang literasi argumentasi. Banyak sekolah atau institusi pendidikan tidak menekankan pentingnya logika dalam diskusi sehari-hari, sehingga masyarakat luas cenderung menganggap Ad Hominem sebagai respons yang valid.⁷

3.3.       Pengaruh Sosial dan Budaya

Dalam beberapa kasus, Ad Hominem digunakan sebagai alat manipulasi sosial. Di masyarakat yang menilai reputasi pribadi lebih tinggi daripada validitas argumen, serangan terhadap individu lebih mungkin diterima sebagai cara untuk melemahkan kredibilitas lawan.⁸ Misalnya, dalam debat politik, serangan Ad Hominem sering digunakan untuk membentuk persepsi negatif tentang lawan dan memengaruhi opini publik.⁹

Di era digital, media sosial juga memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan penggunaan Ad Hominem. Lingkungan online sering kali mendorong perilaku impulsif, di mana pengguna merasa lebih bebas menyerang individu secara pribadi tanpa menghadapi konsekuensi langsung.¹⁰ Anonimitas dan kurangnya tanggung jawab dalam platform digital membuat serangan Ad Hominem lebih lazim ditemukan.¹¹

3.4.       Strategi Diskreditasi

Dalam beberapa situasi, Ad Hominem digunakan secara sengaja sebagai strategi diskreditasi. Taktik ini sering terlihat dalam dunia politik, di mana serangan pribadi terhadap lawan digunakan untuk merusak kredibilitas atau mengalihkan perhatian dari isu utama.¹² Douglas Walton menyebut strategi ini sebagai bentuk retorika manipulatif yang bertujuan untuk memengaruhi audiens, terutama mereka yang kurang memahami struktur argumen logis.¹³


Kesimpulan

Ad Hominem muncul karena kombinasi faktor psikologis, ketidaktahuan logis, pengaruh sosial, dan strategi manipulatif. Pemahaman tentang penyebab-penyebab ini membantu kita tidak hanya untuk mengenali serangan Ad Hominem, tetapi juga untuk mengatasi atau menghindarinya dalam diskusi, baik secara langsung maupun di ruang digital.


Catatan Kaki:

[1]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.

[2]                Douglas Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 188.

[3]                Ibid., 189.

[4]                Hurley, A Concise Introduction to Logic, 118.

[5]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 104.

[6]                Ibid.

[7]                Walton, Informal Logic, 190.

[8]                Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 105.

[9]                Walton, Informal Logic, 191.

[10]             Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.

[11]             Ibid.

[12]             Douglas Walton, Ad Hominem Arguments (Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 23.

[13]             Ibid., 25.


5.           Dampak Ad Hominem

Ad Hominem sebagai bentuk kesalahan logika tidak hanya merusak kualitas argumen, tetapi juga memberikan dampak luas pada berbagai aspek komunikasi, hubungan interpersonal, dan dinamika sosial.¹ Dampak ini tidak hanya memengaruhi individu yang menjadi korban serangan, tetapi juga menciptakan konsekuensi jangka panjang terhadap proses pengambilan keputusan dan budaya diskusi.

4.1.       Merusak Kredibilitas Diskusi

Salah satu dampak utama dari Ad Hominem adalah hilangnya fokus dalam diskusi. Ketika argumen dialihkan dari substansi ke serangan pribadi, esensi masalah yang sedang dibahas menjadi terabaikan.² Douglas Walton mencatat bahwa Ad Hominem sering digunakan untuk melemahkan kredibilitas lawan bicara, sehingga audiens lebih fokus pada karakter atau latar belakang individu daripada substansi argumen yang diajukan.³ Akibatnya, diskusi berubah menjadi pertukaran serangan verbal yang tidak produktif.

Diskusi yang dipenuhi dengan Ad Hominem juga cenderung kehilangan arah, karena partisipan menjadi lebih terobsesi untuk membela diri daripada mencari solusi atas masalah yang dibahas.⁴ Hal ini merusak tujuan utama debat, yaitu menyelesaikan perbedaan pandangan melalui argumen yang rasional dan berbasis fakta.

4.2.       Dampak pada Hubungan Interpersonal

Ad Hominem memiliki dampak negatif pada hubungan antarindividu, terutama jika digunakan dalam lingkungan kerja, keluarga, atau komunitas. Serangan terhadap karakter seseorang dapat menimbulkan rasa sakit hati, kebencian, dan keretakan hubungan.⁵ Menurut Claire Hardaker, Ad Hominem yang digunakan dalam komunikasi digital sering kali memperburuk konflik interpersonal karena sifatnya yang langsung dan sulit untuk diredam.⁶

Selain itu, ketika seseorang menjadi korban serangan Ad Hominem secara terus-menerus, mereka dapat kehilangan kepercayaan diri untuk berpartisipasi dalam diskusi atau debat di masa depan. Hal ini terutama berdampak pada kelompok rentan, seperti perempuan atau minoritas, yang sering menjadi target serangan berbasis Ad Hominem.⁷

4.3.       Menghambat Pengambilan Keputusan

Dalam konteks organisasi atau politik, penggunaan Ad Hominem dapat menghambat proses pengambilan keputusan yang efektif. Ketika diskusi terpolarisasi oleh serangan pribadi, fokus pada argumen yang relevan untuk menemukan solusi yang rasional menjadi kabur.⁸ Patrick J. Hurley mencatat bahwa debat yang didominasi oleh Ad Hominem sering kali menciptakan kebuntuan, di mana tidak ada pihak yang mampu mencapai konsensus karena perhatian terpusat pada konflik interpersonal.⁹

Dalam dunia politik, dampak ini terlihat jelas ketika Ad Hominem digunakan untuk menyerang kandidat atau pemimpin, yang akhirnya membuat audiens lebih fokus pada isu-isu emosional daripada kebijakan yang substantif.¹⁰ Hal ini dapat memengaruhi persepsi publik dan menghasilkan keputusan yang tidak berdasarkan analisis rasional.

4.4.       Erosi Budaya Diskusi yang Sehat

Penggunaan Ad Hominem secara luas, terutama di era digital, telah berkontribusi pada erosi budaya diskusi yang sehat. Media sosial, yang memberikan platform untuk ekspresi tanpa batas, sering kali menjadi lahan subur bagi serangan berbasis Ad Hominem.¹¹ Anonimitas dan kurangnya akuntabilitas memperburuk situasi, sehingga orang lebih cenderung menggunakan serangan pribadi untuk menang dalam debat.¹²

Akibatnya, diskusi yang seharusnya menjadi ruang untuk bertukar ide berubah menjadi arena konflik yang tidak produktif. Fenomena ini tidak hanya menciptakan polarisasi sosial, tetapi juga menurunkan kualitas wacana publik.¹³


Kesimpulan

Ad Hominem memiliki dampak yang merugikan pada kualitas diskusi, hubungan interpersonal, pengambilan keputusan, dan budaya komunikasi secara keseluruhan. Untuk menciptakan komunikasi yang lebih sehat dan produktif, penting bagi kita untuk menghindari penggunaan Ad Hominem dan memfokuskan diskusi pada argumen yang relevan dan berbasis logika.


Catatan Kaki:

[1]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.

[2]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 104.

[3]                Douglas Walton, Ad Hominem Arguments (Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 23.

[4]                Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 191.

[5]                Ibid., 192.

[6]                Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.

[7]                Walton, Ad Hominem Arguments, 24.

[8]                Hurley, A Concise Introduction to Logic, 119.

[9]                Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 106.

[10]             Walton, Informal Logic, 193.

[11]             Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication,” 218.

[12]             Ibid., 220.

[13]             Walton, Ad Hominem Arguments, 25.


6.           Contoh Kasus Nyata

Ad Hominem sering ditemukan dalam berbagai konteks, mulai dari perdebatan politik hingga diskusi di media sosial. Contoh kasus nyata berikut menggambarkan bagaimana Ad Hominem digunakan dan dampaknya terhadap kualitas diskusi. Dengan memahami kasus-kasus ini, kita dapat lebih mengenali pola penggunaan Ad Hominem dan menghindarinya dalam komunikasi sehari-hari.

6.1.       Kasus Politik: Pemilihan Umum

Dalam banyak kampanye politik, Ad Hominem sering digunakan untuk menyerang lawan. Salah satu contoh yang terkenal adalah kampanye presiden Amerika Serikat tahun 2016 antara Donald Trump dan Hillary Clinton.¹ Dalam beberapa debat, Trump menyebut Clinton sebagai “crooked Hillary” untuk menekankan tuduhan terhadap integritas pribadi Clinton daripada membahas kebijakan yang diajukan.² Serangan ini menarik perhatian audiens, tetapi mengalihkan fokus dari diskusi substansial tentang kebijakan ekonomi atau luar negeri.³

Ad Hominem semacam ini tidak hanya memengaruhi persepsi publik terhadap kandidat tetapi juga merusak budaya diskusi politik. Menurut Douglas Walton, penggunaan Ad Hominem dalam konteks politik adalah alat manipulatif yang dirancang untuk mengalihkan perhatian dari kelemahan argumen penggunanya.⁴

6.2.       Kasus Media Sosial: Perdebatan Lingkungan

Dalam sebuah perdebatan di media sosial tentang perubahan iklim, seorang aktivis lingkungan diserang dengan tuduhan bahwa ia “munafik” karena menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil.⁵ Serangan ini adalah contoh dari Ad Hominem jenis Tu Quoque, di mana argumen individu diabaikan karena perilaku pribadinya dianggap tidak konsisten dengan pendapat yang diutarakan.⁶

Argumen bahwa aktivis tersebut menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil tidak relevan dengan validitas klaim bahwa perubahan iklim adalah isu yang serius dan membutuhkan tindakan. Menurut Irving M. Copi, serangan seperti ini mengalihkan perhatian dari argumen utama dan membuat diskusi tidak produktif.⁷

6.3.       Kasus Akademis: Debat Ilmiah

Ad Hominem juga ditemukan dalam debat ilmiah, terutama ketika terjadi perselisihan pandangan di antara para akademisi. Contohnya adalah kontroversi antara Richard Dawkins, seorang evolusionis, dan beberapa kritikus teori evolusi. Salah satu kritik terhadap Dawkins menyerang latar belakang ateisnya dengan mengatakan bahwa pandangannya tentang evolusi dipengaruhi oleh "bias ateistik," alih-alih menanggapi argumen ilmiah yang diajukan.⁸

Douglas Walton mencatat bahwa Ad Hominem semacam ini sering digunakan untuk mendiskreditkan argumen seseorang berdasarkan keyakinan pribadi mereka, tanpa mempertimbangkan validitas klaim yang mereka ajukan.⁹

6.4.       Kasus Sehari-hari: Diskusi di Lingkungan Kerja

Dalam rapat kerja, seorang manajer mungkin mengabaikan saran dari salah satu stafnya dengan mengatakan, “Anda terlalu muda untuk memahami hal ini.” Serangan seperti ini adalah bentuk Ad Hominem Circumstantial, di mana argumen ditolak berdasarkan karakteristik pribadi individu, seperti usia, yang tidak relevan dengan validitas saran tersebut.¹⁰

Menurut Patrick J. Hurley, serangan semacam ini menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, di mana gagasan sering diabaikan tanpa alasan yang logis.¹¹


Kesimpulan

Kasus-kasus di atas menunjukkan bahwa Ad Hominem dapat muncul dalam berbagai situasi, mulai dari politik hingga interaksi sehari-hari. Dengan mengenali pola ini, kita dapat lebih kritis dalam menilai argumen dan menghindari pengalihan yang tidak relevan dari inti diskusi.


Catatan Kaki:

[1]                Douglas Walton, Ad Hominem Arguments (Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 33.

[2]                Ibid., 34.

[3]                Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.

[4]                Walton, Ad Hominem Arguments, 35.

[5]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.

[6]                Ibid., 119.

[7]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 106.

[8]                Walton, Ad Hominem Arguments, 37.

[9]                Ibid.

[10]             Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 107.

[11]             Hurley, A Concise Introduction to Logic, 120.


7.           Cara Menghadapi Ad Hominem

Ad Hominem, meskipun merupakan salah satu kesalahan logika yang sering ditemui, dapat dihadapi dengan strategi yang tepat untuk mengembalikan fokus diskusi pada substansi argumen.¹ Berikut adalah beberapa cara yang efektif untuk menghadapi Ad Hominem dalam berbagai konteks.

6.5.       Mengenali Ad Hominem

Langkah pertama dalam menghadapi Ad Hominem adalah mampu mengenalinya.² Menurut Patrick J. Hurley, penting untuk memahami bahwa Ad Hominem terjadi ketika serangan pribadi diarahkan kepada individu alih-alih membahas argumen yang sedang diajukan.³ Dengan mengenali pola ini, kita dapat menghindari respons emosional yang hanya akan memperkeruh situasi.

Douglas Walton mencatat bahwa jenis-jenis Ad Hominem, seperti Ad Hominem Abusive atau Tu Quoque, harus dikenali berdasarkan karakteristik serangan yang tidak relevan terhadap argumen.⁴ Misalnya, ketika seseorang menyerang kredibilitas individu tanpa menanggapi inti argumen, itu adalah tanda jelas adanya Ad Hominem.⁵

6.6.       Mengembalikan Fokus pada Substansi Argumen

Setelah mengenali Ad Hominem, penting untuk mengembalikan diskusi ke inti permasalahan. Salah satu cara efektif adalah dengan mengabaikan serangan pribadi dan meminta lawan bicara untuk menanggapi argumen secara langsung.⁶ Contohnya, jika seseorang berkata, “Anda tidak kompeten untuk membahas ini,” respons yang tepat adalah, “Kompetensi saya tidak relevan; mari kita fokus pada data yang mendukung argumen ini.”

Irving M. Copi menyarankan penggunaan frasa netral untuk mencegah eskalasi konflik, seperti, “Saya mengerti pendapat Anda tentang saya, tetapi bagaimana dengan argumen ini?”⁷ Pendekatan ini membantu meredakan emosi dan memastikan diskusi tetap produktif.

6.7.       Tetap Tenang dan Hindari Respon Emosional

Menanggapi Ad Hominem dengan emosi hanya akan memperburuk situasi.⁸ Claire Hardaker mencatat bahwa serangan pribadi sering kali dirancang untuk memprovokasi respons emosional yang dapat digunakan untuk mendiskreditkan lawan lebih lanjut.⁹ Oleh karena itu, menjaga ketenangan adalah kunci. Respon yang tenang dan rasional akan memperlihatkan profesionalisme sekaligus menghindarkan diri dari jebakan Ad Hominem.

6.8.       Gunakan Pendekatan Edukatif

Dalam beberapa situasi, terutama dalam diskusi akademis atau profesional, menjelaskan mengapa serangan Ad Hominem tidak relevan dapat membantu audiens memahami kesalahan logika ini.¹⁰ Misalnya, jika seseorang menyerang karakter pribadi, Anda dapat mengatakan, “Serangan terhadap saya tidak membantah argumen yang saya ajukan. Ini adalah bentuk fallacy of relevance yang dikenal sebagai Ad Hominem.”¹¹ Pendekatan ini tidak hanya mengembalikan fokus pada substansi, tetapi juga berfungsi sebagai alat edukasi.

6.9.       Memanfaatkan Moderasi dalam Diskusi Online

Di era digital, di mana Ad Hominem sering terjadi di media sosial, moderasi menjadi alat penting untuk mengelola diskusi.¹² Banyak platform menyediakan fitur untuk melaporkan atau memblokir pengguna yang melanggar etika diskusi.¹³ Douglas Walton mencatat bahwa moderasi yang efektif dapat menciptakan lingkungan diskusi yang lebih sehat dengan menegakkan aturan komunikasi yang beretika.¹⁴

6.10.    Jangan Terjebak dalam Pola yang Sama

Ketika menghadapi Ad Hominem, penting untuk tidak membalas serangan pribadi dengan serangan serupa. Menurut Patrick J. Hurley, membalas dengan Ad Hominem hanya akan menciptakan lingkaran konflik yang tidak produktif.¹⁵ Sebaliknya, tetaplah pada argumen yang relevan untuk menunjukkan integritas dan profesionalisme.


Kesimpulan

Menghadapi Ad Hominem membutuhkan kemampuan untuk mengenalinya, mengalihkan fokus kembali pada argumen, dan menjaga ketenangan dalam komunikasi. Dengan pendekatan yang edukatif dan rasional, kita dapat menciptakan diskusi yang lebih sehat dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan profesional.


Catatan Kaki:

[1]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 120.

[2]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 105.

[3]                Hurley, A Concise Introduction to Logic, 120.

[4]                Douglas Walton, Ad Hominem Arguments (Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 40.

[5]                Ibid.

[6]                Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 106.

[7]                Ibid., 107.

[8]                Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.

[9]                Ibid., 218.

[10]             Walton, Ad Hominem Arguments, 42.

[11]             Ibid.

[12]             Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication,” 220.

[13]             Ibid., 222.

[14]             Walton, Ad Hominem Arguments, 45.

[15]             Hurley, A Concise Introduction to Logic, 121.


8.           Perspektif Filosofis dan Etika

Kesalahan logika Ad Hominem tidak hanya menjadi masalah dalam logika formal, tetapi juga memiliki implikasi dalam filsafat dan etika. Perspektif filosofis memberikan kerangka kerja untuk memahami mengapa Ad Hominem dianggap tidak sah secara logis, sementara etika menyoroti dampaknya terhadap hubungan antarindividu dan budaya diskusi.

7.1.       Perspektif Filosofis: Pelanggaran terhadap Prinsip Rasionalitas

Dari sudut pandang filosofis, Ad Hominem melanggar prinsip rasionalitas dalam argumen.¹ Dalam Introduction to Logic, Irving M. Copi dan Carl Cohen menyatakan bahwa argumen yang valid harus bergantung pada relevansi antara premis dan kesimpulan.² Ketika Ad Hominem digunakan, relevansi ini diabaikan, karena fokus argumen dialihkan ke karakter individu alih-alih substansi klaim.³

Filsuf seperti Aristotle dalam Rhetoric telah mengingatkan tentang pentingnya ethos (karakter), pathos (emosi), dan logos (logika) dalam retorika.⁴ Namun, serangan Ad Hominem sering kali menyalahgunakan ethos dengan tujuan melemahkan kredibilitas seseorang secara tidak relevan terhadap kebenaran argumennya.⁵ Dengan demikian, Ad Hominem bertentangan dengan prinsip rasionalitas dan kejujuran intelektual yang menjadi dasar dari diskusi filosofis yang baik.⁶

7.2.       Perspektif Etika: Pelanggaran terhadap Prinsip Hormat Antarindividu

Dari perspektif etika, Ad Hominem dipandang sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip penghormatan terhadap martabat individu. Serangan pribadi, terutama yang bersifat kasar atau merendahkan, menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap orang lain sebagai partisipan diskusi.⁷

Menurut Immanuel Kant dalam Groundwork of the Metaphysics of Morals, setiap individu harus diperlakukan sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu.⁸ Ketika Ad Hominem digunakan, orang lain direduksi menjadi target serangan, yang melanggar prinsip moral Kantian ini. Douglas Walton menambahkan bahwa penggunaan Ad Hominem secara sengaja dalam debat publik tidak hanya merusak hubungan antarindividu tetapi juga mengganggu nilai-nilai kejujuran dan keadilan dalam komunikasi.⁹

7.3.       Implikasi dalam Wacana Publik

Dalam konteks wacana publik, penggunaan Ad Hominem memiliki implikasi etis yang lebih luas. Ketika Ad Hominem menjadi norma dalam debat politik, media sosial, atau diskusi publik, hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap diskusi yang sehat.¹⁰ Claire Hardaker mencatat bahwa serangan pribadi yang sering ditemukan di media sosial menunjukkan penurunan etika komunikasi di ruang publik, di mana individu lebih fokus pada polarisasi daripada dialog konstruktif.¹¹

Selain itu, Ad Hominem dalam debat politik sering digunakan untuk mengalihkan perhatian dari isu-isu penting, yang dianggap sebagai bentuk manipulasi etis terhadap audiens.¹² Tindakan ini tidak hanya tidak adil tetapi juga menciptakan hambatan bagi demokrasi deliberatif, di mana argumen yang rasional dan substansial seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan.¹³

7.4.       Etika dan Pendidikan

Perspektif etika juga menyoroti pentingnya pendidikan untuk mengurangi penggunaan Ad Hominem.¹⁴ Dengan meningkatkan literasi logika dan komunikasi yang beretika, masyarakat dapat diajarkan untuk mengenali dan menghindari kesalahan logika ini.¹⁵ Patrick J. Hurley menyatakan bahwa pendidikan dalam logika tidak hanya membantu dalam mengidentifikasi Ad Hominem, tetapi juga memperkuat budaya diskusi yang lebih bermoral dan rasional.¹⁶


Kesimpulan

Dari perspektif filosofis, Ad Hominem adalah pelanggaran terhadap prinsip rasionalitas dalam argumen. Dari perspektif etika, kesalahan ini merusak nilai-nilai penghormatan, kejujuran, dan keadilan dalam komunikasi. Untuk menciptakan wacana publik yang sehat, penting untuk memahami dampak filosofis dan etis dari Ad Hominem dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah penggunaannya.


Catatan Kaki:

[1]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 104.

[2]                Ibid.

[3]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.

[4]                Aristotle, Rhetoric, trans. W. Rhys Roberts (Mineola: Dover Publications, 2004), 1356a.

[5]                Douglas Walton, Ad Hominem Arguments (Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 40.

[6]                Ibid.

[7]                Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals, trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 4:429.

[8]                Ibid.

[9]                Walton, Ad Hominem Arguments, 45.

[10]             Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.

[11]             Ibid., 218.

[12]             Walton, Ad Hominem Arguments, 46.

[13]             Ibid., 47.

[14]             Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 107.

[15]             Walton, Ad Hominem Arguments, 48.

[16]             Hurley, A Concise Introduction to Logic, 120.


9.           Relevansi dalam Dunia Modern

Di era modern yang didominasi oleh teknologi dan informasi, Ad Hominem menjadi salah satu kesalahan logika yang paling sering terjadi, terutama dalam diskusi publik, debat politik, dan media sosial.¹ Relevansi Ad Hominem dalam dunia modern dapat dilihat dari dampaknya terhadap komunikasi, opini publik, dan pengambilan keputusan di berbagai bidang.

8.1.       Ad Hominem di Era Media Sosial

Media sosial telah menjadi ruang publik utama untuk diskusi dan debat. Namun, platform ini sering kali memperburuk penggunaan Ad Hominem.² Menurut Claire Hardaker, sifat anonim dan impulsif dari komunikasi daring menciptakan lingkungan di mana individu merasa lebih bebas untuk menyerang karakter seseorang daripada membahas argumen secara substansial.³ Contohnya, dalam debat tentang isu-isu sosial seperti perubahan iklim atau kebijakan kesehatan, sering kali fokus diskusi bergeser dari argumen ilmiah ke serangan pribadi terhadap individu yang mendukung suatu pendapat.⁴

Selain itu, algoritma media sosial yang memprioritaskan keterlibatan sering kali memperburuk masalah ini. Postingan dengan konten emosional, termasuk serangan pribadi, lebih cenderung mendapatkan perhatian daripada diskusi rasional.⁵ Hal ini menciptakan insentif bagi pengguna untuk menggunakan Ad Hominem untuk menarik perhatian dan meningkatkan visibilitas argumen mereka.⁶

8.2.       Penggunaan dalam Politik Modern

Dalam dunia politik, Ad Hominem sering digunakan sebagai alat retorika untuk menjatuhkan lawan dan memengaruhi opini publik.⁷ Salah satu contoh terkenal adalah penggunaan istilah-istilah yang merendahkan untuk mendiskreditkan lawan politik, seperti yang terjadi dalam pemilihan umum di berbagai negara.⁸ Douglas Walton mencatat bahwa Ad Hominem dalam politik modern adalah bentuk manipulasi yang dirancang untuk mengalihkan perhatian audiens dari isu-isu penting ke serangan karakter.⁹

Fenomena ini juga terlihat dalam kampanye politik berbasis media digital, di mana serangan Ad Hominem sering kali digunakan untuk membangun narasi negatif tentang lawan politik.¹⁰ Implikasi dari taktik ini adalah polarisasi yang semakin tajam di masyarakat, di mana audiens lebih terfokus pada konflik pribadi daripada kebijakan yang relevan.

8.3.       Dampak pada Budaya Diskusi Publik

Ad Hominem juga relevan dalam diskusi publik modern karena dampaknya terhadap budaya komunikasi. Penggunaan serangan pribadi yang meluas menurunkan kualitas diskusi publik dan menciptakan iklim yang tidak ramah bagi argumen rasional.¹¹ Patrick J. Hurley mencatat bahwa budaya diskusi yang sehat membutuhkan fokus pada argumen, bukan individu, dan Ad Hominem bertentangan dengan prinsip ini.¹²

Di ruang akademis, meskipun lebih jarang terjadi, Ad Hominem juga dapat memengaruhi perdebatan intelektual.¹³ Ketika individu atau kelompok diserang berdasarkan karakteristik pribadi mereka alih-alih argumen mereka, diskusi ilmiah menjadi kurang produktif dan bias.¹⁴

8.4.       Literasi Logika sebagai Solusi

Dalam dunia modern, relevansi Ad Hominem juga mendorong perlunya literasi logika yang lebih baik di masyarakat.¹⁵ Dengan meningkatnya kesadaran tentang kesalahan logika ini, individu dapat lebih kritis dalam menilai argumen dan menghindari polarisasi yang disebabkan oleh serangan pribadi.¹⁶ Irving M. Copi menyarankan bahwa pendidikan dalam logika dan retorika harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan untuk membantu masyarakat mengenali dan menghadapi Ad Hominem.¹⁷


Kesimpulan

Dalam dunia modern, Ad Hominem tetap relevan karena sering digunakan dalam media sosial, politik, dan diskusi publik. Dampaknya terhadap budaya komunikasi dan pengambilan keputusan menunjukkan pentingnya literasi logika untuk mengurangi penggunaan kesalahan logika ini. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat menciptakan diskusi yang lebih rasional dan produktif.


Catatan Kaki:

[1]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.

[2]                Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 215-242.

[3]                Ibid., 220.

[4]                Douglas Walton, Ad Hominem Arguments (Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 40.

[5]                Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication,” 222.

[6]                Ibid.

[7]                Walton, Ad Hominem Arguments, 45.

[8]                Ibid.

[9]                Ibid., 46.

[10]             Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication,” 225.

[11]             Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 106.

[12]             Hurley, A Concise Introduction to Logic, 120.

[13]             Walton, Ad Hominem Arguments, 47.

[14]             Ibid.

[15]             Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 107.

[16]             Hurley, A Concise Introduction to Logic, 121.

[17]             Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 108.


10.       Kesimpulan

Ad Hominem adalah salah satu kesalahan logika (logical fallacy) yang sering ditemui dalam berbagai konteks diskusi, baik di ruang akademik, politik, maupun dalam kehidupan sehari-hari.¹ Sebagai serangan terhadap karakter atau atribut pribadi seseorang alih-alih membahas substansi argumen, Ad Hominem melanggar prinsip rasionalitas yang menjadi dasar argumen logis.² Penggunaannya tidak hanya merusak kualitas diskusi tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap hubungan interpersonal, budaya komunikasi, dan pengambilan keputusan.³

Secara filosofis, Ad Hominem adalah pelanggaran terhadap prinsip relevansi dalam logika dan retorika.⁴ Sebagaimana dicatat oleh Irving M. Copi, argumen yang valid harus mempertahankan keterkaitan langsung antara premis dan kesimpulan tanpa mengalihkan perhatian ke aspek yang tidak relevan.⁵ Dari perspektif etika, Ad Hominem juga dianggap melanggar prinsip penghormatan terhadap martabat individu. Immanuel Kant menegaskan bahwa manusia harus diperlakukan sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk menjatuhkan argumen lawan.⁶

Dalam dunia modern, Ad Hominem semakin relevan karena sering ditemukan di platform media sosial, debat politik, dan ruang publik lainnya. Sifat impulsif dan anonim dari komunikasi daring memperburuk masalah ini, menciptakan polarisasi yang mendalam di masyarakat.⁷ Fenomena ini menyoroti pentingnya literasi logika dan etika dalam komunikasi untuk membantu individu mengenali dan menghindari kesalahan logika ini.⁸

Untuk mengurangi dampak negatif Ad Hominem, langkah-langkah seperti meningkatkan pendidikan logika, mengembalikan fokus diskusi pada substansi, dan menggunakan pendekatan edukatif dalam menghadapi serangan pribadi harus diterapkan.⁹ Dengan demikian, kita dapat menciptakan budaya komunikasi yang lebih sehat, rasional, dan produktif di berbagai ruang diskusi.

Ad Hominem mengingatkan kita bahwa kualitas diskusi bergantung pada kemampuan individu untuk berpikir kritis dan berbicara dengan hormat.¹⁰ Menghindari kesalahan logika ini tidak hanya memperbaiki komunikasi tetapi juga membangun dasar yang lebih kuat untuk hubungan antarindividu, pengambilan keputusan yang adil, dan dialog publik yang bermakna.


Catatan Kaki:

[1]                Patrick J. Hurley, A Concise Introduction to Logic, 13th ed. (Boston: Cengage Learning, 2016), 118.

[2]                Irving M. Copi dan Carl Cohen, Introduction to Logic, 14th ed. (Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall, 2014), 104.

[3]                Douglas Walton, Ad Hominem Arguments (Tuscaloosa: University of Alabama Press, 1998), 23.

[4]                Walton, Informal Logic: A Pragmatic Approach, 2nd ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 180.

[5]                Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 107.

[6]                Immanuel Kant, Groundwork of the Metaphysics of Morals, trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 4:429.

[7]                Claire Hardaker, “Trolling in Asynchronous Computer-Mediated Communication: From User Discussions to Academic Definitions,” Journal of Politeness Research 6, no. 2 (2010): 220.

[8]                Walton, Ad Hominem Arguments, 45.

[9]                Copi dan Cohen, Introduction to Logic, 108.

[10]             Hurley, A Concise Introduction to Logic, 121.


Daftar Pustaka


Buku

·                     Aristotle. (2004). Rhetoric (W. Rhys Roberts, Trans.). Mineola: Dover Publications.

·                     Copi, I. M., & Cohen, C. (2014). Introduction to Logic (14th ed.). Upper Saddle River: Pearson Prentice Hall.

·                     Hurley, P. J. (2016). A Concise Introduction to Logic (13th ed.). Boston: Cengage Learning.

·                     Kant, I. (1997). Groundwork of the Metaphysics of Morals (M. Gregor, Trans.). Cambridge: Cambridge University Press.

·                     Walton, D. (1998). Ad Hominem Arguments. Tuscaloosa: University of Alabama Press.

·                     Walton, D. (2008). Informal Logic: A Pragmatic Approach (2nd ed.). Cambridge: Cambridge University Press.


Artikel Jurnal

·                     Hardaker, C. (2010). Trolling in asynchronous computer-mediated communication: From user discussions to academic definitions. Journal of Politeness Research, 6(2), 215–242. https://doi.org/10.1515/jplr.2010.011


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar