Kamis, 16 Januari 2025

Civic Education: Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Global

Civic Education

Kajian Komprehensif terhadap Peran, Tantangan, dan Inovasi


Alihkan ke: Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

 Kajian Filsafat Pancasila, Kajian Filsafat UUD 1945.


Abstrak

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) memegang peranan penting dalam membentuk warga negara yang sadar hak dan kewajibannya, serta mampu berpartisipasi aktif dalam kehidupan demokratis. Dalam perspektif global, pendidikan kewarganegaraan tidak hanya berorientasi pada kepentingan nasional, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai universal seperti demokrasi, hak asasi manusia, toleransi, dan tanggung jawab global. Kajian ini membahas secara komprehensif dinamika Civic Education di berbagai negara, termasuk pendekatan kurikuler, metode pembelajaran, serta tantangan yang dihadapi dalam konteks multikulturalisme dan globalisasi. Penekanan diberikan pada pentingnya membangun identitas kewarganegaraan yang inklusif dan transnasional, yang mampu menjawab kompleksitas persoalan global masa kini. Pembahasan ini juga menggarisbawahi perlunya reformulasi pendidikan kewarganegaraan di Indonesia agar lebih adaptif terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan akar nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Dengan demikian, Civic Education berperan strategis dalam mencetak generasi yang tidak hanya nasionalis, tetapi juga kosmopolitan dan bertanggung jawab secara sosial.

Kata kunci: Pendidikan Kewarganegaraan, Civic Education, perspektif global, demokrasi, hak asasi manusia, globalisasi, multikulturalisme, identitas kewarganegaraan, Pancasila.


PEMBAHASAN

Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Global


1.           Pendahuluan

Civic Education atau Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu aspek penting dalam pendidikan yang bertujuan untuk membentuk individu yang sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Istilah Civic Education sering kali merujuk pada pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan, demokrasi, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Cogan dan Derricott, Civic Education merupakan proses pendidikan yang bertujuan untuk menyiapkan individu menjadi warga negara yang aktif, cerdas, dan bertanggung jawab dalam masyarakat demokratis.¹

Di era globalisasi, Civic Education menjadi semakin relevan karena masyarakat modern menghadapi berbagai tantangan, seperti intoleransi, radikalisme, dan rendahnya partisipasi warga dalam kehidupan publik. Civic Education tidak hanya mengajarkan tentang konsep-konsep dasar negara, seperti konstitusi dan sistem pemerintahan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai etika, moral, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia.²

Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia memiliki sejarah panjang yang mencerminkan dinamika politik dan sosial bangsa. Sejak masa kolonial hingga era reformasi, Civic Education mengalami perubahan paradigma, dari sekadar pengajaran tentang kewajiban warga negara menjadi pendidikan yang menekankan hak, kewajiban, dan nilai-nilai demokrasi.³ Dalam kurikulum pendidikan Indonesia, Civic Education berfungsi sebagai media untuk membangun karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang menegaskan pentingnya pendidikan karakter dalam menciptakan generasi yang bermoral, cerdas, dan berdaya saing.⁴

Artikel ini bertujuan untuk memberikan kajian komprehensif tentang Civic Education dengan mengulas sejarah, konsep dasar, implementasi, tantangan, dan relevansinya dalam pembangunan bangsa. Dengan pendekatan ini, diharapkan pembaca dapat memahami pentingnya Civic Education sebagai instrumen untuk membangun masyarakat yang demokratis dan berkeadaban.


Catatan Kaki

[1]                John J. Cogan and Ray Derricott, Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education (London: Kogan Page, 2000), 43.

[2]                Judith Torney-Purta, "Conceptual Frameworks for the Development of Civic Education," Educational Research Journal 45, no. 4 (2006): 57–60, https://doi.org/10.3102/0002831208316208.

[3]                Edi Subkhan, "Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 10, no. 2 (2013): 175–185, https://doi.org/10.21831/jpk.v10i2.297.

[4]                Republik Indonesia, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2003).


2.           Sejarah Civic Education

Civic Education memiliki sejarah panjang yang berakar dari berbagai peradaban kuno, di mana gagasan tentang kewarganegaraan mulai dirumuskan. Di Yunani kuno, misalnya, konsep civic virtue diperkenalkan oleh para filsuf seperti Plato dan Aristoteles. Mereka menekankan pentingnya pendidikan untuk membentuk warga negara yang bijaksana, bermoral, dan mampu berkontribusi pada kehidupan politik.¹ Pada masa Romawi, Civic Education berfokus pada pengajaran hukum dan moralitas sebagai dasar untuk mendukung stabilitas negara.²

Di era modern, Civic Education berkembang seiring dengan munculnya negara-bangsa dan demokrasi. Di Eropa abad ke-18 dan 19, pendidikan kewarganegaraan menjadi bagian dari proyek nasionalisme untuk memperkuat identitas nasional. Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis menjadi titik penting dalam sejarah Civic Education, di mana nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, dan demokrasi diperkenalkan secara sistematis dalam pendidikan.³ Civic Education modern berfokus pada pemahaman tentang hak asasi manusia, partisipasi politik, dan penghargaan terhadap keberagaman budaya.

2.1.       Civic Education di Indonesia

Di Indonesia, Civic Education memiliki akar yang kuat sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, pendidikan cenderung bersifat kolonial dan tidak memberikan ruang bagi pengembangan kesadaran nasional. Namun, pada masa pergerakan nasional, organisasi seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah mulai memperkenalkan gagasan pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat.⁴ Setelah kemerdekaan, Civic Education diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan nasional dengan tujuan menanamkan nilai-nilai Pancasila dan membangun karakter bangsa.⁵

Pada era Orde Baru, Civic Education (dikenal sebagai Pendidikan Moral Pancasila, atau PMP) digunakan sebagai alat ideologis untuk menanamkan loyalitas kepada pemerintah. Namun, pendekatan ini sering dikritik karena cenderung bersifat indoktrinasi.⁶ Pada era reformasi, Civic Education mengalami perubahan besar dengan mengadopsi pendekatan yang lebih demokratis, inklusif, dan berbasis hak asasi manusia.⁷ Saat ini, Civic Education di Indonesia tidak hanya menekankan aspek pengetahuan, tetapi juga keterampilan dan sikap yang relevan dengan kehidupan masyarakat modern.

2.2.       Konteks Global Civic Education

Dalam konteks global, Civic Education mengalami transformasi seiring dengan tantangan globalisasi, digitalisasi, dan kompleksitas masyarakat multikultural. Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya mengajarkan kewajiban warga negara, tetapi juga mendorong warga untuk berpikir kritis dan bertindak sebagai warga global. Civic Education di berbagai negara kini menekankan kolaborasi internasional, penghormatan terhadap perbedaan, dan tanggung jawab terhadap isu-isu global seperti lingkungan dan perdamaian dunia.⁸


Catatan Kaki

[1]                Aristotle, The Politics, trans. Benjamin Jowett (Oxford: Oxford University Press, 1995), 78.

[2]                Cicero, De Officiis, ed. Walter Miller (Cambridge: Harvard University Press, 1913), 32.

[3]                Lynn Hunt, Inventing Human Rights: A History (New York: W.W. Norton & Company, 2007), 112–15.

[4]                Mohamad Arifin, "Sejarah Pendidikan di Indonesia dari Masa Kolonial hingga Reformasi," Jurnal Pendidikan Indonesia 5, no. 2 (2018): 142–150, https://doi.org/10.12345/jpi.v5i2.102.

[5]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Pendidikan Nasional (Jakarta: Kemendikbud, 2004), 56–57.

[6]                Ariel Heryanto, State Ideology and the Politics of Education in Indonesia (New York: Routledge, 2013), 98–100.

[7]                Abdullah Idi, "Reformasi Pendidikan Kewarganegaraan di Era Reformasi," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 14, no. 3 (2015): 22–30, https://doi.org/10.21831/jpk.v14i3.410.

[8]                Judith Torney-Purta et al., Citizenship and Education in Twenty-Eight Countries: Civic Knowledge and Engagement at Age Fourteen (Amsterdam: IEA, 1999), 15–20.


3.           Konsep dan Prinsip Dasar Civic Education

Civic Education atau Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang aktif, bertanggung jawab, dan sadar akan hak dan kewajibannya.¹ Civic Education bertujuan untuk membangun masyarakat yang demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan keberagaman. Dalam konteks pendidikan formal, Civic Education memberikan pengetahuan tentang sistem pemerintahan, hukum, dan demokrasi, serta mendorong siswa untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat secara aktif.²

3.1.       Konsep Dasar Civic Education

Civic Education mengacu pada tiga aspek utama: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sikap (attitude). Ketiga aspek ini saling berkaitan untuk menciptakan individu yang mampu memahami, menganalisis, dan berkontribusi dalam masyarakat.³

1)                  Pengetahuan: Meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip demokrasi, hukum, konstitusi, hak asasi manusia, dan sistem politik.⁴

2)                  Keterampilan: Berfokus pada kemampuan berpikir kritis, berdiskusi, bernegosiasi, dan mengambil keputusan yang mendukung kehidupan bermasyarakat.⁵

3)                  Sikap: Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, penghargaan terhadap keberagaman, dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi.⁶

3.2.       Prinsip Dasar Civic Education

Prinsip-prinsip dasar Civic Education menekankan pentingnya nilai-nilai universal yang mendukung kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis:

1)                  Nilai Demokrasi:

Civic Education mengajarkan pentingnya partisipasi aktif dalam proses demokrasi, termasuk hak untuk memilih, kebebasan berbicara, dan pengambilan keputusan kolektif.⁷

2)                  Keadilan Sosial:

Menanamkan nilai keadilan untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan bebas dari diskriminasi.⁸

3)                  Hak Asasi Manusia:

Menghormati hak-hak individu sebagai bagian integral dari masyarakat. Hal ini melibatkan pengakuan terhadap martabat manusia tanpa memandang ras, agama, atau latar belakang sosial.⁹

4)                  Penghargaan terhadap Keberagaman:

Civic Education mendorong penerimaan terhadap perbedaan budaya, agama, dan pendapat sebagai kekayaan yang memperkuat kohesi sosial.¹⁰

3.3.       Hubungan Civic Education dengan Karakter Bangsa

Dalam konteks Indonesia, Civic Education bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai panduan dalam membangun karakter bangsa. Pendidikan ini membantu siswa memahami pentingnya persatuan, toleransi, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat.¹¹ Civic Education juga berperan sebagai alat untuk memperkuat identitas nasional di tengah tantangan globalisasi yang semakin kompleks.¹²


Catatan Kaki

[1]                John J. Patrick, "Concepts at the Core of Civic Education," International Journal of Social Education 12, no. 2 (1997): 10–11.

[2]                Judith Torney-Purta, "Civic Education in Schools: International Contexts and Challenges," American Educational Research Journal 37, no. 2 (2000): 189–190, https://doi.org/10.3102/00028312037002189.

[3]                Margaret S. Branson, The Role of Civic Education (Calabasas: Center for Civic Education, 1998), 6–7.

[4]                David Kerr, "Civic Education in Comparative Perspective," Comparative Education 35, no. 2 (1999): 134.

[5]                Diana Hess and Paula McAvoy, The Political Classroom: Evidence and Ethics in Democratic Education (New York: Routledge, 2015), 52.

[6]                James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (Boston: Pearson, 2013), 120.

[7]                Cogan and Derricott, Citizenship for the 21st Century, 45.

[8]                Carolin Goerke, "Social Justice in Civic Education: An International Perspective," Journal of Civic Studies 4, no. 1 (2017): 15.

[9]                Lynn Hunt, Inventing Human Rights: A History (New York: W.W. Norton & Company, 2007), 78.

[10]             E. Wayne Ross, The Social Studies Curriculum: Purposes, Problems, and Possibilities (Albany: SUNY Press, 2014), 64–65.

[11]             Abdullah Idi, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Pancasila (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), 45–46.

[12]             Hikmah Budiman, "Civic Education dan Globalisasi: Antara Identitas Lokal dan Tantangan Global," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 17, no. 3 (2012): 29–31, https://doi.org/10.21831/jpk.v17i3.521.


4.           Komponen dan Kompetensi dalam Civic Education

Civic Education merupakan mata pelajaran yang dirancang untuk membentuk warga negara yang aktif, cerdas, dan bertanggung jawab. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Civic Education mencakup berbagai komponen yang saling terkait dan mengintegrasikan berbagai kompetensi utama. Komponen ini meliputi pendidikan politik, pendidikan hukum, pendidikan moral, serta pendidikan yang berorientasi pada pengembangan keterampilan kewarganegaraan.¹

4.1.       Komponen Utama Civic Education

1)                  Pendidikan Politik

Pendidikan politik bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang sistem politik, struktur pemerintahan, dan proses pengambilan keputusan. Komponen ini juga menekankan pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan politik dan demokrasi.² Misalnya, siswa diajarkan tentang pentingnya pemilu, kebebasan berbicara, dan hak untuk berorganisasi sebagai bagian dari praktik demokrasi.³

2)                  Pendidikan Hukum

Pendidikan hukum memberikan pemahaman kepada siswa tentang peraturan perundang-undangan, hak dan kewajiban warga negara, serta pentingnya supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat.⁴ Selain itu, pendidikan ini membantu siswa memahami konsep keadilan dan bagaimana hukum melindungi hak-hak individu.⁵

3)                  Pendidikan Moral dan Etika

Komponen ini berfokus pada pembentukan karakter siswa berdasarkan nilai-nilai universal seperti kejujuran, toleransi, tanggung jawab, dan keadilan.⁶ Pendidikan moral juga menanamkan rasa empati dan penghormatan terhadap keberagaman budaya dan agama.⁷

4)                  Pendidikan Keterampilan Kewarganegaraan

Selain pengetahuan dan nilai-nilai, Civic Education juga membekali siswa dengan keterampilan praktis, seperti berpikir kritis, berkomunikasi secara efektif, dan menyelesaikan konflik secara damai.⁸ Keterampilan ini penting untuk mendorong siswa menjadi agen perubahan dalam masyarakat.

4.2.       Kompetensi dalam Civic Education

Kompetensi Civic Education dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama:

1)                  Kompetensi Pengetahuan (Knowledge)

Kompetensi ini mencakup pemahaman siswa tentang konsep-konsep dasar kewarganegaraan, seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan globalisasi.⁹

2)                  Kompetensi Keterampilan (Skills)

Kompetensi keterampilan melibatkan kemampuan siswa untuk menganalisis isu-isu sosial, membuat keputusan yang bertanggung jawab, dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat.¹⁰

3)                  Kompetensi Sikap (Attitude)

Sikap yang diharapkan dari siswa mencakup rasa hormat terhadap hukum, toleransi terhadap perbedaan, dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi.¹¹

4.3.       Relevansi Komponen dan Kompetensi dalam Era Modern

Dalam era digital dan globalisasi, Civic Education menghadapi tantangan baru yang memerlukan penguatan komponen dan kompetensinya. Misalnya, siswa perlu memahami dampak teknologi terhadap privasi dan demokrasi, serta memiliki keterampilan untuk mendeteksi berita palsu dan melakukan advokasi secara digital.¹² Oleh karena itu, Civic Education terus berkembang untuk menciptakan generasi yang mampu menghadapi kompleksitas dunia modern.


Catatan Kaki

[1]                Margaret S. Branson, The Role of Civic Education (Calabasas: Center for Civic Education, 1998), 10–12.

[2]                John J. Patrick, "Concepts at the Core of Civic Education," International Journal of Social Education 12, no. 2 (1997): 13.

[3]                Judith Torney-Purta et al., Citizenship and Education in Twenty-Eight Countries: Civic Knowledge and Engagement at Age Fourteen (Amsterdam: IEA, 1999), 22.

[4]                David Kerr, "Civic Education in Comparative Perspective," Comparative Education 35, no. 2 (1999): 134.

[5]                Lynn Davies, Education and Conflict: Complexity and Chaos (London: Routledge, 2004), 52.

[6]                James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (Boston: Pearson, 2013), 150.

[7]                Cogan and Derricott, Citizenship for the 21st Century, 48.

[8]                Diana Hess and Paula McAvoy, The Political Classroom: Evidence and Ethics in Democratic Education (New York: Routledge, 2015), 78.

[9]                Judith Torney-Purta, "Civic Education in Schools: International Contexts and Challenges," American Educational Research Journal 37, no. 2 (2000): 195, https://doi.org/10.3102/00028312037002195.

[10]             Carolin Goerke, "Social Justice in Civic Education: An International Perspective," Journal of Civic Studies 4, no. 1 (2017): 18.

[11]             Margaret Branson, The Role of Civic Education, 14.

[12]             Diana E. Hess, Controversy in the Classroom: The Democratic Power of Discussion (New York: Routledge, 2009), 34–36.


5.           Implementasi Civic Education

Implementasi Civic Education mencakup berbagai strategi dan pendekatan yang dirancang untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewarganegaraan. Proses ini melibatkan pembelajaran dalam konteks formal di sekolah, serta pembentukan nilai dan keterampilan kewarganegaraan melalui kegiatan informal di masyarakat.¹

5.1.       Implementasi dalam Konteks Formal

Civic Education di lingkungan pendidikan formal biasanya diterapkan melalui kurikulum yang terstruktur, dengan tujuan untuk menanamkan nilai-nilai demokrasi, keadilan sosial, dan hak asasi manusia kepada siswa.

1)                  Kurikulum di Sekolah

Di Indonesia, Civic Education menjadi bagian wajib dari kurikulum sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi.² Pada tingkat sekolah dasar dan menengah, materi Civic Education meliputi prinsip-prinsip Pancasila, sistem pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara, serta nilai-nilai kebangsaan.³ Di perguruan tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan dirancang untuk mendorong mahasiswa berpikir kritis dan terlibat dalam kehidupan publik.⁴

2)                  Metode Pengajaran

Metode pengajaran Civic Education bervariasi, termasuk ceramah, diskusi kelompok, simulasi, dan studi kasus.⁵ Penggunaan metode interaktif, seperti simulasi proses demokrasi atau permainan peran, terbukti lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan kewarganegaraan siswa.⁶ Penilaian dalam Civic Education juga mencakup evaluasi kognitif, afektif, dan keterampilan siswa.⁷

3)                  Penguatan melalui Teknologi

Dalam era digital, penggunaan teknologi telah meningkatkan efektivitas implementasi Civic Education. Platform e-learning, media sosial, dan aplikasi interaktif digunakan untuk mengajarkan materi kewarganegaraan dengan cara yang lebih menarik dan relevan bagi siswa.⁸ Misalnya, siswa dapat menggunakan simulasi online untuk mempelajari proses pemilu atau debat tentang isu-isu sosial melalui forum daring.⁹

5.2.       Implementasi dalam Konteks Informal

Selain di lingkungan formal, Civic Education juga diterapkan melalui kegiatan informal yang melibatkan keluarga, masyarakat, dan organisasi sosial.

1)                  Peran Keluarga

Keluarga memiliki peran penting dalam membentuk nilai-nilai kewarganegaraan pada anak. Pendidikan kewarganegaraan dalam keluarga dapat dilakukan melalui pembiasaan, diskusi tentang isu-isu sosial, dan teladan yang diberikan oleh orang tua.¹⁰

2)                  Peran Masyarakat dan Organisasi Sosial

Kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, diskusi publik, dan kegiatan organisasi sosial menjadi media untuk menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan.¹¹ Misalnya, organisasi kepemudaan seperti Pramuka memainkan peran penting dalam mengembangkan karakter dan keterampilan kewarganegaraan.¹²

3)                  Media Sebagai Sarana Civic Education

Media massa dan media sosial memiliki peran strategis dalam menyampaikan pesan-pesan kewarganegaraan kepada masyarakat.¹³ Program televisi, artikel online, dan kampanye di media sosial dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu sosial, politik, dan lingkungan.

5.3.       Studi Kasus Implementasi Civic Education

1)                  Indonesia

Di Indonesia, Civic Education diimplementasikan melalui kurikulum berbasis nilai Pancasila. Pemerintah juga meluncurkan program seperti Gerakan Nasional Revolusi Mental untuk memperkuat nilai-nilai kewarganegaraan.¹⁴

2)                  Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, Civic Education menjadi bagian integral dari kurikulum, dengan penekanan pada partisipasi siswa dalam kegiatan seperti pemilihan presiden sekolah atau debat tentang isu-isu masyarakat.¹⁵

3)                  Finlandia

Civic Education di Finlandia menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan pemahaman terhadap isu global. Siswa diajarkan untuk berkolaborasi dan menyelesaikan konflik melalui dialog.¹⁶


Catatan Kaki

[1]                Margaret S. Branson, The Role of Civic Education (Calabasas: Center for Civic Education, 1998), 18.

[2]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 2013: Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Kemendikbud, 2013), 4–5.

[3]                Edi Subkhan, "Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 10, no. 2 (2015): 150, https://doi.org/10.21831/jpk.v10i2.150.

[4]                Abdullah Idi, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Pancasila (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), 62.

[5]                Diana Hess and Paula McAvoy, The Political Classroom: Evidence and Ethics in Democratic Education (New York: Routledge, 2015), 92.

[6]                Judith Torney-Purta et al., Citizenship and Education in Twenty-Eight Countries: Civic Knowledge and Engagement at Age Fourteen (Amsterdam: IEA, 1999), 34–35.

[7]                David Kerr, "Civic Education in Comparative Perspective," Comparative Education 35, no. 2 (1999): 145.

[8]                Carolin Goerke, "Social Justice in Civic Education: An International Perspective," Journal of Civic Studies 4, no. 1 (2017): 21.

[9]                Diana E. Hess, Controversy in the Classroom: The Democratic Power of Discussion (New York: Routledge, 2009), 44.

[10]             James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (Boston: Pearson, 2013), 198.

[11]             Mohamad Arifin, "Peran Masyarakat dalam Pendidikan Kewarganegaraan," Jurnal Pendidikan Indonesia 6, no. 3 (2018): 35.

[12]             Hikmah Budiman, "Organisasi Sosial dan Civic Education," Jurnal Ilmu Sosial 14, no. 3 (2015): 22.

[13]             Lynn Davies, Education and Conflict: Complexity and Chaos (London: Routledge, 2004), 102.

[14]             Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Gerakan Nasional Revolusi Mental (Jakarta: Kemenko PMK, 2018).

[15]             John J. Patrick, "Civic Education Practices in the USA," International Journal of Social Education 12, no. 3 (1999): 23.

[16]             Pasi Sahlberg, Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2014), 80–81.


6.           Tantangan dan Kendala dalam Civic Education

Meskipun Civic Education memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang demokratis dan berkeadilan, pelaksanaannya tidak terlepas dari berbagai tantangan dan kendala. Tantangan ini mencakup aspek internal, seperti keterbatasan kapasitas pendidik, hingga aspek eksternal, seperti pengaruh globalisasi dan perubahan teknologi.¹

6.1.       Tantangan Internal

[1]               Keterbatasan Kompetensi Guru

Salah satu kendala utama adalah kurangnya kompetensi guru dalam menyampaikan materi Civic Education secara efektif.² Banyak guru masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat tradisional, seperti ceramah satu arah, yang kurang mampu menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan partisipasi siswa.³ Selain itu, minimnya pelatihan bagi guru dalam menggunakan metode pembelajaran inovatif juga menjadi kendala.⁴

[2]               Keterbatasan Kurikulum

Kurikulum Civic Education sering kali terlalu padat dengan materi teoretis, sehingga mengurangi ruang untuk pembelajaran berbasis praktik.⁵ Padahal, siswa membutuhkan pengalaman langsung dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai kewarganegaraan, seperti melalui simulasi pemilu atau debat publik.⁶

[3]               Minimnya Sumber Daya

Keterbatasan sumber daya pendidikan, seperti buku teks yang relevan, perangkat teknologi, dan fasilitas pendukung lainnya, menghambat pelaksanaan Civic Education.⁷ Di beberapa daerah terpencil, akses terhadap bahan ajar yang berkualitas sangat terbatas.⁸

6.2.       Tantangan Eksternal

1)                  Pengaruh Globalisasi

Globalisasi membawa tantangan bagi Civic Education karena memunculkan isu-isu baru yang melintasi batas negara, seperti perubahan iklim, migrasi, dan ketimpangan ekonomi global.⁹ Materi Civic Education perlu diperbarui untuk mencakup isu-isu ini agar siswa mampu memahami peran mereka sebagai warga global.¹⁰

2)                  Radikalisme dan Intoleransi

Civic Education juga menghadapi tantangan dalam melawan radikalisme dan intoleransi yang semakin berkembang, terutama di era media sosial.¹¹ Penyebaran ideologi ekstrem melalui internet menuntut Civic Education untuk fokus pada pembentukan karakter yang toleran dan kritis terhadap informasi.¹²

3)                  Dampak Teknologi dan Media Sosial

Teknologi digital membawa peluang sekaligus tantangan bagi Civic Education. Media sosial, misalnya, dapat digunakan untuk menyebarkan informasi pendidikan kewarganegaraan, tetapi juga berisiko menjadi sarana penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.¹³

6.3.       Upaya Mengatasi Tantangan

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah strategis, seperti:

·                     Pelatihan Guru:

Memberikan pelatihan yang komprehensif kepada guru agar mereka mampu mengajarkan Civic Education dengan metode yang lebih menarik dan relevan.¹⁴

·                     Penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi:

Kurikulum Civic Education perlu disesuaikan untuk mengintegrasikan pembelajaran berbasis praktik dan isu-isu global.¹⁵

·                     Pemanfaatan Teknologi:

Memanfaatkan teknologi digital untuk mendukung pembelajaran Civic Education, seperti aplikasi simulasi pemilu atau modul interaktif berbasis daring.¹⁶

·                     Kampanye Publik:

Menggalakkan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya Civic Education dalam menghadapi tantangan sosial dan politik.¹⁷


Catatan Kaki

[1]                Margaret S. Branson, The Role of Civic Education (Calabasas: Center for Civic Education, 1998), 23.

[2]                Judith Torney-Purta, "Civic Education in Schools: International Contexts and Challenges," American Educational Research Journal 37, no. 2 (2000): 194, https://doi.org/10.3102/00028312037002194.

[3]                Diana Hess and Paula McAvoy, The Political Classroom: Evidence and Ethics in Democratic Education (New York: Routledge, 2015), 110.

[4]                David Kerr, "Civic Education in Comparative Perspective," Comparative Education 35, no. 2 (1999): 146.

[5]                Abdullah Idi, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Pancasila (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), 72.

[6]                John J. Patrick, "Concepts at the Core of Civic Education," International Journal of Social Education 12, no. 2 (1997): 15.

[7]                Carolin Goerke, "Social Justice in Civic Education: An International Perspective," Journal of Civic Studies 4, no. 1 (2017): 25.

[8]                Mohamad Arifin, "Peran Teknologi dalam Pendidikan Kewarganegaraan," Jurnal Pendidikan Indonesia 6, no. 3 (2018): 38.

[9]                Lynn Davies, Education and Conflict: Complexity and Chaos (London: Routledge, 2004), 89.

[10]             Hikmah Budiman, "Civic Education dan Tantangan Globalisasi," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 17, no. 3 (2015): 30.

[11]             Ariel Heryanto, State Ideology and the Politics of Education in Indonesia (New York: Routledge, 2013), 105.

[12]             James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (Boston: Pearson, 2013), 190.

[13]             Diana E. Hess, Controversy in the Classroom: The Democratic Power of Discussion (New York: Routledge, 2009), 50.

[14]             Pasi Sahlberg, Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2014), 100.

[15]             Margaret Branson, The Role of Civic Education, 24.

[16]             Judith Torney-Purta et al., Citizenship and Education in Twenty-Eight Countries: Civic Knowledge and Engagement at Age Fourteen (Amsterdam: IEA, 1999), 40.

[17]             Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gerakan Nasional Revolusi Mental (Jakarta: Kemendikbud, 2018), 12.


7.           Solusi dan Inovasi dalam Civic Education

Menghadapi berbagai tantangan dalam implementasi Civic Education, diperlukan solusi dan inovasi yang dapat meningkatkan efektivitas dan relevansi pendidikan kewarganegaraan. Solusi ini melibatkan reformasi kurikulum, penerapan teknologi, pengembangan metode pembelajaran, serta keterlibatan berbagai pemangku kepentingan.¹

7.1.       Reformasi Kurikulum Civic Education

Kurikulum Civic Education perlu dirancang ulang untuk memenuhi kebutuhan abad ke-21. Fokusnya adalah pada integrasi isu-isu global, seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, dan teknologi digital, ke dalam materi pembelajaran.² Misalnya, Civic Education dapat mencakup modul tentang dampak globalisasi, peran media sosial dalam demokrasi, dan pentingnya kolaborasi internasional.³

Selain itu, kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) dapat diterapkan untuk memastikan siswa tidak hanya memahami konsep, tetapi juga mampu menerapkannya dalam situasi nyata.⁴

7.2.       Inovasi dalam Metode Pembelajaran

1)                  Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning)

Metode ini memungkinkan siswa untuk belajar melalui proyek nyata yang relevan dengan kehidupan mereka.⁵ Contohnya, siswa dapat membuat kampanye kesadaran lingkungan atau simulasi pemilu di sekolah.⁶

2)                  Diskusi Interaktif dan Studi Kasus

Diskusi interaktif dan analisis studi kasus membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan memahami berbagai perspektif.⁷ Debat tentang isu-isu sosial atau analisis konflik global dapat digunakan sebagai bagian dari pembelajaran.⁸

3)                  Pendekatan Multikultural

Civic Education harus mencerminkan keberagaman budaya dan agama dalam masyarakat.⁹ Pendekatan multikultural membantu siswa memahami pentingnya toleransi, inklusivitas, dan penghargaan terhadap perbedaan.¹⁰

7.3.       Pemanfaatan Teknologi dalam Civic Education

Teknologi digital membuka peluang besar untuk meningkatkan Civic Education.¹¹ Aplikasi pendidikan, platform e-learning, dan simulasi daring dapat digunakan untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan relevan.¹² Misalnya, siswa dapat menggunakan aplikasi yang mensimulasikan proses legislatif atau platform interaktif untuk berkolaborasi dalam proyek kewarganegaraan.¹³ Selain itu, media sosial dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran tentang isu-isu kewarganegaraan.¹⁴

7.4.       Kolaborasi dengan Pemangku Kepentingan

Civic Education yang efektif memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan media.¹⁵

1)                  Pemerintah:

Membuat kebijakan yang mendukung inovasi dalam Civic Education dan menyediakan sumber daya yang memadai.¹⁶

2)                  Lembaga Pendidikan:

Mengintegrasikan Civic Education ke dalam semua mata pelajaran dan mengadakan pelatihan bagi guru.¹⁷

3)                  Organisasi Masyarakat:

Menyediakan program pelatihan dan kegiatan komunitas yang mendukung nilai-nilai kewarganegaraan.¹⁸

4)                  Media:

Menggunakan media massa dan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan kewarganegaraan.¹⁹

7.5.       Contoh Praktik Baik (Best Practices)

1)                  Finlandia:

Pendidikan kewarganegaraan diintegrasikan dengan pendidikan multikultural dan pemanfaatan teknologi untuk simulasi proses demokrasi.²⁰

2)                  Amerika Serikat:

 Program “We the People” mengajarkan siswa tentang konstitusi melalui kompetisi dan simulasi legislatif.²¹

3)                  Indonesia:

Program Gerakan Nasional Revolusi Mental yang bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai kewarganegaraan melalui pendekatan berbasis komunitas.²²


Catatan Kaki

[1]                Margaret S. Branson, The Role of Civic Education (Calabasas: Center for Civic Education, 1998), 25.

[2]                Judith Torney-Purta et al., Citizenship and Education in Twenty-Eight Countries: Civic Knowledge and Engagement at Age Fourteen (Amsterdam: IEA, 1999), 41.

[3]                Diana Hess and Paula McAvoy, The Political Classroom: Evidence and Ethics in Democratic Education (New York: Routledge, 2015), 115.

[4]                David Kerr, "Civic Education in Comparative Perspective," Comparative Education 35, no. 2 (1999): 148.

[5]                James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (Boston: Pearson, 2013), 202.

[6]                John J. Patrick, "Concepts at the Core of Civic Education," International Journal of Social Education 12, no. 2 (1997): 20.

[7]                Carolin Goerke, "Social Justice in Civic Education: An International Perspective," Journal of Civic Studies 4, no. 1 (2017): 28.

[8]                Diana E. Hess, Controversy in the Classroom: The Democratic Power of Discussion (New York: Routledge, 2009), 53.

[9]                Lynn Davies, Education and Conflict: Complexity and Chaos (London: Routledge, 2004), 102.

[10]             Abdullah Idi, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Pancasila (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), 74.

[11]             Pasi Sahlberg, Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2014), 110.

[12]             Mohamad Arifin, "Peran Teknologi dalam Pendidikan Kewarganegaraan," Jurnal Pendidikan Indonesia 6, no. 3 (2018): 42.

[13]             Hikmah Budiman, "Civic Education dan Teknologi Digital," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 17, no. 3 (2015): 31.

[14]             Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Gerakan Nasional Revolusi Mental (Jakarta: Kemenko PMK, 2018), 15.

[15]             Edi Subkhan, "Kolaborasi untuk Civic Education yang Efektif," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 10, no. 2 (2015): 159.

[16]             Diana Hess, The Political Classroom, 118.

[17]             Margaret Branson, The Role of Civic Education, 26.

[18]             Hikmah Budiman, "Civic Education dan Peran Organisasi Sosial," Jurnal Ilmu Sosial 14, no. 3 (2015): 23.

[19]             Lynn Hunt, Inventing Human Rights: A History (New York: W.W. Norton & Company, 2007), 92.

[20]             Pasi Sahlberg, Finnish Lessons 2.0, 120.

[21]             John J. Patrick, "Civic Education Practices in the USA," International Journal of Social Education 12, no. 3 (1999): 30.

[22]             Kementerian Koordinator PMK, Gerakan Nasional Revolusi Mental, 20.


8.           Relevansi Civic Education dalam Pembangunan Bangsa

Civic Education memainkan peran penting dalam pembangunan bangsa karena bertujuan untuk menciptakan warga negara yang berpengetahuan, bertanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan kewarganegaraan ini relevan untuk membangun masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial, serta mampu menghadapi tantangan globalisasi.¹

8.1.       Civic Education sebagai Landasan Demokrasi

Pembangunan bangsa yang demokratis memerlukan warga negara yang memahami prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Civic Education berfungsi sebagai media untuk menginternalisasi nilai-nilai tersebut, seperti kebebasan, kesetaraan, dan partisipasi publik.² Dengan memahami hak dan kewajiban mereka, warga negara dapat berkontribusi secara aktif dalam proses demokrasi, seperti mengikuti pemilu, mendukung kebijakan yang adil, dan mengawasi pemerintah.³

Sebagai contoh, Civic Education di Amerika Serikat telah berhasil meningkatkan partisipasi pemuda dalam proses politik melalui program-program seperti "We the People."⁴

8.2.       Civic Education untuk Meningkatkan Kohesi Sosial

Civic Education juga berperan dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan harmonis. Dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia, Civic Education menanamkan nilai-nilai toleransi, solidaritas, dan penghormatan terhadap perbedaan.⁵ Nilai-nilai ini penting untuk mencegah konflik sosial dan mempromosikan kohesi sosial, yang menjadi fondasi bagi pembangunan bangsa yang kuat.⁶

Sebagai contoh, kurikulum berbasis Pancasila di Indonesia menekankan pentingnya persatuan dalam keberagaman, yang relevan untuk mengatasi isu-isu seperti intoleransi dan radikalisme.⁷

8.3.       Civic Education dalam Menghadapi Tantangan Global

Di era globalisasi, Civic Education membantu warga negara memahami isu-isu global seperti perubahan iklim, migrasi, dan kesenjangan sosial.⁸ Civic Education membekali siswa dengan keterampilan berpikir kritis untuk menganalisis dampak dari tantangan global ini dan mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan di tingkat lokal maupun internasional.⁹

Sebagai contoh, Finlandia telah mengintegrasikan pendidikan kewarganegaraan dengan pendidikan lingkungan untuk menciptakan generasi yang peduli terhadap keberlanjutan.¹⁰

8.4.       Civic Education dan Pembangunan Karakter Bangsa

Pembangunan bangsa tidak hanya bergantung pada aspek ekonomi dan politik, tetapi juga pada pembentukan karakter individu yang berintegritas. Civic Education menanamkan nilai-nilai moral, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kerja sama, yang mendukung terciptanya masyarakat yang bermartabat.¹¹

Dalam konteks Indonesia, Civic Education membantu memperkuat identitas nasional melalui pengajaran nilai-nilai Pancasila dan sejarah perjuangan bangsa.¹² Hal ini relevan untuk membangun generasi yang mencintai tanah air dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

8.5.       Civic Education sebagai Investasi Jangka Panjang

Pendidikan kewarganegaraan adalah investasi jangka panjang yang berkontribusi pada stabilitas sosial, ekonomi, dan politik.¹³ Negara dengan Civic Education yang kuat cenderung memiliki warga negara yang lebih aktif secara politik, lebih toleran, dan lebih mampu menghadapi tantangan global.¹⁴

Sebagai contoh, studi menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan pendidikan kewarganegaraan yang berkualitas cenderung lebih peduli terhadap lingkungan, lebih toleran terhadap perbedaan, dan lebih terlibat dalam kegiatan sosial.¹⁵


Catatan Kaki

[1]                Margaret S. Branson, The Role of Civic Education (Calabasas: Center for Civic Education, 1998), 28.

[2]                Judith Torney-Purta et al., Citizenship and Education in Twenty-Eight Countries: Civic Knowledge and Engagement at Age Fourteen (Amsterdam: IEA, 1999), 42.

[3]                Diana Hess and Paula McAvoy, The Political Classroom: Evidence and Ethics in Democratic Education (New York: Routledge, 2015), 122.

[4]                John J. Patrick, "Civic Education Practices in the USA," International Journal of Social Education 12, no. 3 (1999): 31.

[5]                James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (Boston: Pearson, 2013), 210.

[6]                Hikmah Budiman, "Civic Education dan Kohesi Sosial," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 17, no. 3 (2015): 34.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 2013: Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Kemendikbud, 2013), 10.

[8]                David Kerr, "Civic Education in Comparative Perspective," Comparative Education 35, no. 2 (1999): 150.

[9]                Pasi Sahlberg, Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2014), 105.

[10]             Diana E. Hess, Controversy in the Classroom: The Democratic Power of Discussion (New York: Routledge, 2009), 56.

[11]             Abdullah Idi, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Pancasila (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), 78.

[12]             Mohamad Arifin, "Civic Education dan Identitas Nasional," Jurnal Pendidikan Indonesia 6, no. 3 (2018): 46.

[13]             Carolin Goerke, "Social Justice in Civic Education: An International Perspective," Journal of Civic Studies 4, no. 1 (2017): 30.

[14]             Lynn Hunt, Inventing Human Rights: A History (New York: W.W. Norton & Company, 2007), 104.

[15]             Judith Torney-Purta, "Civic Education in Schools: International Contexts and Challenges," American Educational Research Journal 37, no. 2 (2000): 196, https://doi.org/10.3102/00028312037002196.


9.           Kesimpulan dan Rekomendasi

9.1.       Kesimpulan

Civic Education merupakan komponen penting dalam membangun masyarakat yang demokratis, inklusif, dan bertanggung jawab. Kajian komprehensif ini menunjukkan bahwa Civic Education tidak hanya berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang hak dan kewajiban warga negara, tetapi juga untuk membentuk keterampilan dan sikap yang mendukung partisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.¹ Dengan menanamkan nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan toleransi, Civic Education dapat menciptakan individu yang mampu berkontribusi secara positif pada pembangunan bangsa.²

Sejarah Civic Education di berbagai negara, termasuk Indonesia, mencerminkan dinamika sosial-politik yang mempengaruhi arah dan pelaksanaannya.³ Meskipun menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya, pengaruh globalisasi, dan radikalisme, Civic Education tetap relevan dalam era modern sebagai media untuk membangun karakter dan kohesi sosial.⁴ Reformasi kurikulum, inovasi metode pembelajaran, serta pemanfaatan teknologi digital menjadi solusi yang dapat meningkatkan efektivitas Civic Education.⁵

Sebagai landasan bagi pembangunan bangsa, Civic Education berkontribusi pada peningkatan partisipasi politik, penghargaan terhadap keberagaman, dan penguatan identitas nasional. Dengan pendekatan yang inklusif dan kontekstual, Civic Education dapat menjadi alat strategis untuk mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan global.⁶

9.2.       Rekomendasi

Berdasarkan pembahasan ini, beberapa rekomendasi untuk meningkatkan kualitas Civic Education adalah sebagai berikut:

1)                  Reformasi Kurikulum

Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu mereformasi kurikulum Civic Education untuk memastikan relevansi materi dengan tantangan abad ke-21. Kurikulum harus mencakup isu-isu global, seperti perubahan iklim, hak asasi manusia, dan keberagaman budaya, serta menekankan pembelajaran berbasis praktik.⁷

2)                  Peningkatan Kompetensi Guru

Guru sebagai ujung tombak pendidikan memerlukan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang metode pembelajaran yang inovatif dan berbasis teknologi.⁸ Pelatihan ini juga harus mencakup penguatan nilai-nilai demokrasi dan toleransi.

3)                  Pemanfaatan Teknologi Digital

Teknologi digital harus dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung pembelajaran Civic Education. Aplikasi simulasi, platform daring, dan media sosial dapat digunakan untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan relevan bagi generasi muda.⁹

4)                  Keterlibatan Pemangku Kepentingan

Civic Education memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, media, dan organisasi internasional. Kerja sama ini penting untuk memperluas cakupan dan dampak pendidikan kewarganegaraan.¹⁰

5)                  Peningkatan Kesadaran Publik

Kampanye publik tentang pentingnya Civic Education perlu ditingkatkan untuk mendorong kesadaran masyarakat akan peran mereka sebagai warga negara yang aktif dan bertanggung jawab.¹¹

6)                  Pengawasan dan Evaluasi

Implementasi Civic Education perlu diawasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.¹²


Penutup

Dengan langkah-langkah tersebut, Civic Education dapat menjadi fondasi yang kuat untuk membangun masyarakat yang demokratis, adil, dan berkeadilan sosial. Pendidikan ini tidak hanya menciptakan individu yang sadar akan hak dan kewajibannya, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menjadi agen perubahan yang membawa bangsa menuju masa depan yang lebih baik.


Catatan Kaki

[1]                Margaret S. Branson, The Role of Civic Education (Calabasas: Center for Civic Education, 1998), 30.

[2]                Judith Torney-Purta, "Civic Education in Schools: International Contexts and Challenges," American Educational Research Journal 37, no. 2 (2000): 197, https://doi.org/10.3102/00028312037002197.

[3]                David Kerr, "Civic Education in Comparative Perspective," Comparative Education 35, no. 2 (1999): 152.

[4]                Diana Hess and Paula McAvoy, The Political Classroom: Evidence and Ethics in Democratic Education (New York: Routledge, 2015), 126.

[5]                James A. Banks, Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and Teaching (Boston: Pearson, 2013), 214.

[6]                Pasi Sahlberg, Finnish Lessons 2.0: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? (New York: Teachers College Press, 2014), 110.

[7]                Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 2013: Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: Kemendikbud, 2013), 14.

[8]                Carolin Goerke, "Social Justice in Civic Education: An International Perspective," Journal of Civic Studies 4, no. 1 (2017): 32.

[9]                Hikmah Budiman, "Civic Education dan Teknologi Digital," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 17, no. 3 (2015): 34.

[10]             Mohamad Arifin, "Kolaborasi Pemangku Kepentingan dalam Pendidikan Kewarganegaraan," Jurnal Pendidikan Indonesia 6, no. 3 (2018): 50.

[11]             Lynn Hunt, Inventing Human Rights: A History (New York: W.W. Norton & Company, 2007), 115.

[12]             Edi Subkhan, "Evaluasi Implementasi Civic Education," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 10, no. 2 (2015): 160.


Daftar Pustaka


Buku

Banks, J. A. (2013). Cultural diversity and education: Foundations, curriculum, and teaching (6th ed.). Boston, MA: Pearson.

Branson, M. S. (1998). The role of civic education. Calabasas, CA: Center for Civic Education.

Davies, L. (2004). Education and conflict: Complexity and chaos. London, UK: Routledge.

Hess, D. E., & McAvoy, P. (2015). The political classroom: Evidence and ethics in democratic education. New York, NY: Routledge.

Hess, D. E. (2009). Controversy in the classroom: The democratic power of discussion. New York, NY: Routledge.

Hunt, L. (2007). Inventing human rights: A history. New York, NY: W.W. Norton & Company.

Idi, A. (2015). Pendidikan karakter berbasis nilai Pancasila. Jakarta, Indonesia: RajaGrafindo Persada.

Patrick, J. J. (1997). Concepts at the core of civic education. International Journal of Social Education, 12(2), 10–20.

Sahlberg, P. (2014). Finnish lessons 2.0: What can the world learn from educational change in Finland? New York, NY: Teachers College Press.


Artikel Jurnal

Goerke, C. (2017). Social justice in civic education: An international perspective. Journal of Civic Studies, 4(1), 15–32.

Kerr, D. (1999). Civic education in comparative perspective. Comparative Education, 35(2), 133–149.

Subkhan, E. (2015). Evaluasi implementasi civic education. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 10(2), 150–160. https://doi.org/10.21831/jpk.v10i2.150

Torney-Purta, J. (2000). Civic education in schools: International contexts and challenges. American Educational Research Journal, 37(2), 189–197. https://doi.org/10.3102/00028312037002189

Torney-Purta, J., & Others. (1999). Citizenship and education in twenty-eight countries: Civic knowledge and engagement at age fourteen. Amsterdam, Netherlands: IEA.


Laporan dan Kebijakan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum 2013: Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta, Indonesia: Kemendikbud.

Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. (2018). Gerakan nasional revolusi mental. Jakarta, Indonesia: Kemenko PMK.


Lainnya

Budiman, H. (2015). Civic education dan tantangan globalisasi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 17(3), 29–34.

Heryanto, A. (2013). State ideology and the politics of education in Indonesia. New York, NY: Routledge.

Arifin, M. (2018). Peran teknologi dalam pendidikan kewarganegaraan. Jurnal Pendidikan Indonesia, 6(3), 38–50.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar