Pendekatan-Pendekatan dalam Kajian Filsafat
Tinjauan Komprehensif Berdasarkan Referensi Kredibel
Alihkan ke: Metode-Metode dalam Filsafat, Aliran
dan Pemikiran Filsafat.
Abstrak
Kajian filsafat telah mengalami perkembangan yang
signifikan dari era klasik hingga era kontemporer. Artikel ini membahas secara
komprehensif berbagai pendekatan dalam filsafat, meliputi pendekatan klasik,
pendekatan modern, dan pendekatan kontemporer, serta upaya
integrasi berbagai metode pemikiran. Pendekatan klasik berfokus pada
kajian metafisika, epistemologi, dan etika yang dikembangkan oleh para filsuf
Yunani seperti Plato dan Aristoteles. Pendekatan modern
mencerminkan transisi dari metode skolastik menuju pemikiran berbasis rasionalisme,
empirisme, dan kritisisme, dengan kontribusi utama dari René
Descartes, John Locke, dan Immanuel Kant. Sementara itu, pendekatan
kontemporer mencakup teori hermeneutika, teori kritis, filsafat analitik,
dan pragmatisme, dengan tokoh-tokoh seperti Jürgen Habermas, Michel
Foucault, Richard Rorty, dan Willard Van Orman Quine.
Artikel ini juga mengeksplorasi perbandingan dan
integrasi antara berbagai pendekatan filsafat, yang menunjukkan bahwa meskipun
terdapat kontradiksi antara pendekatan-pendekatan tersebut, integrasi yang
bersifat interdisipliner dapat memperkaya pemahaman terhadap konsep-konsep
fundamental dalam filsafat. Kajian ini menyoroti relevansi filsafat dalam
menjawab tantangan era digital dan globalisasi, termasuk dalam bidang epistemologi
digital, etika teknologi, serta filsafat sosial dan politik.
Dengan demikian, artikel ini menegaskan bahwa studi filsafat tidak hanya
berperan sebagai eksplorasi intelektual, tetapi juga sebagai instrumen kritis
untuk memahami dan merespons perubahan sosial dan teknologi di era kontemporer.
Kata Kunci: Filsafat, Pendekatan Klasik, Pendekatan Modern,
Pendekatan Kontemporer, Hermeneutika, Teori Kritis, Positivisme, Epistemologi,
Etika, Teknologi.
PEMBAHASAN
Pendekatan-Pendekatan dalam Kajian Filsafat
1.
Pendahuluan
1.1.
Pengertian Filsafat dan Signifikansi Kajian
Filsafat
Filsafat merupakan disiplin
ilmu yang berusaha memahami realitas, eksistensi, dan kebenaran melalui
pemikiran rasional dan sistematis. Kata "filsafat" berasal
dari bahasa Yunani philosophia, yang berarti "cinta
kebijaksanaan". Istilah ini pertama kali digunakan oleh Pythagoras
untuk menggambarkan pencarian pengetahuan yang bersifat mendalam dan reflektif
mengenai kehidupan dan alam semesta.¹
Secara historis, filsafat
terbagi menjadi beberapa cabang utama, termasuk metafisika
(kajian tentang hakikat realitas), epistemologi (kajian
tentang pengetahuan), logika (kajian tentang prinsip-prinsip
berpikir rasional), etika (kajian tentang moralitas), dan estetika
(kajian tentang keindahan dan seni).² Filsafat tidak hanya berperan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan dasar konseptual bagi
berbagai bidang lain, seperti hukum, politik, dan agama.³
Kajian filsafat penting dalam
kehidupan manusia karena membantu mengembangkan pemikiran kritis, kemampuan
reflektif, serta pemahaman yang lebih dalam tentang realitas dan nilai-nilai
yang mendasari kehidupan sosial. Immanuel Kant, misalnya,
menekankan bahwa filsafat bukan hanya tentang memahami dunia sebagaimana
adanya, tetapi juga bagaimana kita seharusnya bertindak dalam dunia tersebut.⁴
Dengan demikian, filsafat memiliki relevansi yang luas dalam berbagai aspek
kehidupan manusia, baik dalam konteks akademis maupun praktis.
1.2.
Tujuan dan Manfaat Mengkaji Pendekatan-Pendekatan
dalam Filsafat
Pendekatan dalam filsafat
berkembang seiring dengan perubahan zaman dan konteks pemikiran manusia. Studi
terhadap berbagai pendekatan filsafat bertujuan untuk memahami bagaimana para
filsuf merumuskan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang keberadaan,
pengetahuan, dan nilai. Pendekatan ini tidak hanya mencerminkan metode berpikir
yang digunakan dalam berbagai tradisi intelektual, tetapi juga menunjukkan
bagaimana filsafat dapat beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.⁵
Secara lebih spesifik,
mengkaji pendekatan dalam filsafat memiliki manfaat berikut:
1)
Memahami
Evolusi Pemikiran Manusia
Dengan mengkaji berbagai pendekatan
filsafat, kita dapat memahami bagaimana pemikiran manusia berkembang dari era
klasik hingga era kontemporer, serta bagaimana berbagai aliran filsafat saling
berinteraksi dan berdebat.
2)
Mengembangkan
Kemampuan Berpikir Kritis
Studi filsafat mengajarkan kita untuk
tidak menerima informasi secara pasif, tetapi untuk menganalisis, mengkritik,
dan mengevaluasi gagasan dengan logis dan sistematis.⁶
3)
Memperdalam
Wawasan Interdisipliner
Filsafat memiliki hubungan erat dengan
berbagai bidang ilmu lain, seperti sains, hukum, dan teologi. Studi pendekatan
filsafat membantu kita memahami keterkaitan ini dan memperkaya perspektif kita
terhadap berbagai disiplin ilmu.⁷
4)
Menyesuaikan
Diri dengan Tantangan Zaman
Pendekatan filsafat memungkinkan kita
untuk memahami dan merespons perubahan sosial, budaya, dan teknologi dengan
cara yang lebih bijaksana dan reflektif. Misalnya, dalam era digital saat ini,
pendekatan filsafat sangat dibutuhkan dalam kajian tentang etika teknologi dan
kecerdasan buatan.⁸
1.3.
Gambaran Umum tentang Berbagai Pendekatan dalam
Kajian Filsafat
Dalam sejarah filsafat,
berbagai pendekatan telah dikembangkan oleh para filsuf untuk menjelaskan
realitas, kebenaran, dan nilai. Pendekatan ini dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga kategori utama:
1)
Pendekatan
Klasik
Meliputi metode pemikiran yang dikembangkan
oleh filsuf Yunani kuno, seperti Plato dan Aristoteles,
yang menekankan kajian tentang hakikat realitas dan logika formal.⁹
2)
Pendekatan
Modern
Ditandai oleh pemikiran René
Descartes, David Hume, dan Immanuel
Kant, yang berfokus pada epistemologi, rasionalisme, empirisme,
dan kritik terhadap metode berpikir tradisional.¹⁰
3)
Pendekatan
Kontemporer
Termasuk fenomenologi, eksistensialisme,
hermeneutika, serta teori kritis yang berkembang dalam filsafat abad ke-20 hingga
sekarang.¹¹
Studi mendalam terhadap
berbagai pendekatan ini akan memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai
bagaimana filsafat dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental
tentang kehidupan dan realitas manusia.
Kesimpulan
Kajian filsafat merupakan
bagian integral dari perkembangan intelektual manusia yang memungkinkan kita
untuk memahami dunia secara lebih mendalam dan kritis. Dengan mengkaji
pendekatan-pendekatan dalam filsafat, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih
kaya tentang evolusi pemikiran manusia serta bagaimana berbagai tradisi
filsafat berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan, etika, dan nilai-nilai
sosial.
Artikel ini akan membahas
berbagai pendekatan dalam filsafat, mulai dari pendekatan klasik hingga
pendekatan kontemporer, serta bagaimana pendekatan-pendekatan ini dapat
diaplikasikan dalam pemikiran modern.
Footnotes
[1]
W.K.C. Guthrie, The Presocratic Philosophers
(Cambridge: Cambridge University Press, 1971), 15.
[2]
Richard Popkin and Avrum Stroll, Philosophy Made Simple (New York:
Doubleday, 1993), 3.
[3]
Anthony Kenny, A New History of Western Philosophy
(Oxford: Oxford University Press, 2010), 22.
[4]
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, trans.
Norman Kemp Smith (New York: St. Martin’s Press, 1929), 18.
[5]
Bertrand Russell, History of Western Philosophy
(London: Routledge, 2004), 45.
[6]
Matthew Lipman, Thinking in Education (Cambridge:
Cambridge University Press, 2003), 78.
[7]
Jürgen Habermas, The Theory of Communicative Action,
trans. Thomas McCarthy (Boston: Beacon Press, 1984), 32.
[8]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 64.
[9]
Plato, The Republic, trans. Desmond Lee
(London: Penguin Books, 2007), 112.
[10]
René Descartes, Discourse on the Method, trans.
Donald A. Cress (Indianapolis: Hackett Publishing, 1998), 22.
[11]
Martin Heidegger, Being and Time, trans. John
Macquarrie and Edward Robinson (New York: Harper & Row, 1962), 35.
2.
Pendekatan Klasik dalam Filsafat
Pendekatan klasik dalam
filsafat merupakan dasar bagi perkembangan pemikiran manusia dalam memahami
realitas, kebenaran, dan nilai. Pendekatan ini mencerminkan metode berpikir
para filsuf besar dari era Yunani Kuno hingga Abad Pertengahan. Tiga pendekatan
utama dalam filsafat klasik adalah pendekatan metafisik, pendekatan
epistemologis, dan pendekatan etika dan aksiologi.
2.1.
Pendekatan Metafisik
2.1.1.
Pengertian dan Ruang
Lingkup Metafisika
Metafisika adalah cabang
filsafat yang membahas hakikat realitas, keberadaan, dan struktur fundamental
dari segala sesuatu. Istilah "metafisika" berasal dari susunan
karya Aristoteles yang disusun oleh Andronikus dari Rodos, yang ditempatkan
setelah fisika (meta ta physika).¹
Metafisika mencakup beberapa
pertanyaan fundamental, seperti:
·
Apa hakikat realitas?
·
Apakah keberadaan sesuatu
bersifat material atau immaterial?
·
Apakah ada realitas yang
lebih tinggi di luar dunia fisik?
2.1.2.
Tokoh-Tokoh Utama
dan Pemikirannya
1)
Plato (427–347 SM)
Plato mengembangkan teori idea (forma),
yang menyatakan bahwa realitas sejati bukanlah dunia material, melainkan dunia
ide yang bersifat kekal dan sempurna. Dunia fisik hanyalah bayangan dari dunia
ide.²
2)
Aristoteles (384–322 SM)
Berbeda dengan Plato, Aristoteles menekankan hylomorfisme,
yaitu gagasan bahwa segala sesuatu terdiri dari materi (hyle) dan
bentuk (morphe). Ia juga merumuskan konsep akibat pertama
(causa prima) sebagai penyebab utama dari segala sesuatu.³
3)
Plotinus (204–270 M)
Plotinus, seorang filsuf Neoplatonis,
mengembangkan gagasan tentang Satu (The One), yang merupakan
sumber dari segala sesuatu. Metafisikanya sangat berpengaruh dalam tradisi
filsafat Islam dan Kristen.⁴
2.1.3.
Perkembangan
Metafisika dalam Filsafat Modern
Meskipun metafisika sempat
dikritik oleh filsuf empiris seperti David Hume dan Immanuel Kant, pendekatan
ini tetap relevan dalam kajian ontologi, kosmologi, dan teologi.⁵
2.2.
Pendekatan Epistemologis
2.2.1.
Definisi dan Cakupan
Epistemologi
Epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas sumber, batasan, dan validitas pengetahuan. Kata epistemologi
berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos
(studi atau kajian).⁶
Pertanyaan utama dalam
epistemologi meliputi:
·
Dari mana pengetahuan
berasal?
·
Bagaimana kita membedakan
antara keyakinan dan pengetahuan?
·
Apa syarat suatu pernyataan
bisa dikatakan benar?
2.2.2.
Rasionalisme vs. Empirisme
1)
Rasionalisme
(*) Tokoh utama: René
Descartes (1596–1650)
(*) Rasionalisme
berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui akal dan deduksi logis.
Descartes menyatakan, cogito ergo sum
("Aku berpikir, maka aku ada"), yang menunjukkan bahwa
pemikiran adalah dasar eksistensi manusia.⁷
2)
Empirisme
(*) Tokoh utama: John
Locke (1632–1704) dan David Hume (1711–1776)
(*) Empirisme
menekankan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi. Locke
memperkenalkan gagasan tabula rasa (pikiran manusia adalah kertas
kosong yang diisi oleh pengalaman).⁸
3)
Kritisisme (Immanuel Kant,
1724–1804)
(*) Kant
menggabungkan aspek rasionalisme dan empirisme melalui konsep a priori
dan a posteriori, serta kategori pemahaman yang
membentuk pengalaman manusia.⁹
2.2.3.
Relevansi
Epistemologi dalam Filsafat Kontemporer
Epistemologi terus berkembang
dalam kajian filsafat analitik dan ilmu pengetahuan, terutama dalam diskusi
tentang kecerdasan buatan dan filsafat bahasa.¹⁰
2.3.
Pendekatan Etika dan Aksiologi
2.3.1.
Konsep Dasar Etika
dan Aksiologi
Etika adalah cabang filsafat
yang membahas tentang moralitas, baik dan buruk, serta bagaimana manusia
seharusnya bertindak. Aksiologi, yang lebih luas, mencakup teori nilai,
termasuk estetika dan etika.¹¹
2.3.2.
Perbandingan Teori
Etika
1)
Etika Deontologi (Immanuel
Kant)
Etika deontologi menekankan kewajiban moral
universal. Kant mengembangkan konsep imperatif kategoris,
yaitu prinsip moral yang berlaku secara mutlak, seperti "Bertindaklah
seolah-olah tindakanmu bisa menjadi hukum universal".¹²
2)
Etika Teleologi
(Utilitarianisme – Jeremy Bentham & John Stuart Mill)
Utilitarianisme berpendapat bahwa tindakan yang
benar adalah yang menghasilkan manfaat terbesar bagi jumlah orang
terbanyak.¹³
3)
Etika Kebajikan
(Aristoteles)
Aristoteles menekankan pentingnya kebiasaan
baik (virtues) dalam membentuk karakter moral seseorang.¹⁴
2.3.3.
Relevansi Etika
dalam Kajian Kontemporer
Etika semakin penting dalam
kajian bioetika, etika bisnis, dan etika teknologi, terutama terkait dengan
kecerdasan buatan dan rekayasa genetika.¹⁵
Kesimpulan
Pendekatan klasik dalam
filsafat memberikan dasar bagi berbagai kajian filsafat modern. Metafisika
membahas hakikat realitas, epistemologi meneliti sumber pengetahuan, dan etika
memberikan panduan moral bagi manusia. Studi terhadap pendekatan ini tetap relevan
dalam menjawab tantangan intelektual dan etis di era modern.
Footnotes
[1]
W.K.C. Guthrie, The Presocratic Philosophers
(Cambridge: Cambridge University Press, 1971), 34.
[2]
Plato, The Republic, trans. Desmond Lee
(London: Penguin Books, 2007), 142.
[3]
Aristotle, Metaphysics, trans. Hugh Tredennick
(Cambridge: Harvard University Press, 1933), 67.
[4]
John M. Dillon, The Middle Platonists (Ithaca:
Cornell University Press, 1996), 56.
[5]
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, trans.
Norman Kemp Smith (New York: St. Martin’s Press, 1929), 112.
[6]
Richard Popkin and Avrum Stroll, Philosophy Made Simple (New York:
Doubleday, 1993), 27.
[7]
René Descartes, Meditations on First Philosophy,
trans. Donald A. Cress (Indianapolis: Hackett Publishing, 1993), 24.
[8]
John Locke, An Essay Concerning Human Understanding,
ed. Peter H. Nidditch (Oxford: Clarendon Press, 1975), 16.
[9]
Immanuel Kant, Prolegomena to Any Future Metaphysics,
trans. Gary Hatfield (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 78.
[10]
Willard Van Orman Quine, Word and Object (Cambridge: MIT
Press, 1960), 45.
[11]
Peter Singer, Practical Ethics (Cambridge:
Cambridge University Press, 1993), 13.
[12]
Kant, Groundwork for the Metaphysics of Morals,
trans. Mary Gregor (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), 30.
[13]
Jeremy Bentham, An Introduction to the Principles of Morals and
Legislation (Oxford: Clarendon Press, 1907), 28.
[14]
Aristotle, Nicomachean Ethics, trans. Terence
Irwin (Indianapolis: Hackett Publishing, 1985), 52.
[15]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 91.
3.
Pendekatan dalam Filsafat Modern
Filsafat modern berkembang
sejak abad ke-17 hingga abad ke-19, ditandai dengan perubahan paradigma dalam
memahami realitas, pengetahuan, dan nilai. Para filsuf modern mulai beralih
dari pendekatan skolastik yang dominan pada Abad Pertengahan menuju metode yang
lebih berbasis rasionalisme, empirisme, dan kritik terhadap otoritas
tradisional. Dalam bab ini, akan dibahas tiga pendekatan utama dalam filsafat
modern: pendekatan positivisme dan empirisme logis, pendekatan
fenomenologi dan eksistensialisme, serta pendekatan
strukturalisme dan post-strukturalisme.
3.1.
Pendekatan Positivisme dan Empirisme Logis
3.1.1.
Definisi dan
Ciri-Ciri Positivisme
Positivisme adalah pendekatan
dalam filsafat yang menekankan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang sah
adalah pengalaman empiris yang dapat diverifikasi melalui metode ilmiah.¹
Pendekatan ini bertolak belakang dengan metafisika dan spekulasi yang tidak
dapat diuji secara empiris.
3.1.2.
Tokoh dan
Pemikirannya
1)
Auguste Comte (1798–1857)
(*) Comte
memperkenalkan hukum tiga tahap, yang menjelaskan perkembangan
pemikiran manusia:
a)
Tahap teologis
(manusia menjelaskan fenomena melalui mitos dan agama),
b)
Tahap metafisik
(penjelasan beralih ke konsep abstrak),
c)
Tahap positif
(pengetahuan hanya berasal dari observasi empiris dan metode ilmiah).²
(*) Ia juga
mengembangkan sosiologi positivistik, yang bertujuan untuk
memahami masyarakat berdasarkan hukum ilmiah.³
2)
Empirisme Logis dan Vienna
Circle
(*) Empirisme logis
dikembangkan oleh Vienna Circle, sekelompok filsuf seperti Rudolf
Carnap dan Moritz Schlick, yang menekankan bahwa
pernyataan hanya memiliki makna jika dapat diuji secara empiris atau bersifat
analitik.⁴
(*) Carnap
mengusulkan verifikasi logis, yaitu prinsip bahwa pernyataan
yang bermakna harus dapat diuji oleh pengalaman empiris.⁵
3.1.3.
Kritik terhadap
Positivisme
·
Karl
Popper mengkritik positivisme dengan konsep falsifikasi,
yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan berkembang bukan dengan membuktikan
hipotesis, tetapi dengan menguji kemungkinan kesalahannya.⁶
·
Thomas
Kuhn menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan tidak berkembang secara
linear, tetapi melalui revolusi paradigma.⁷
3.2.
Pendekatan Fenomenologi dan Eksistensialisme
3.2.1.
Fenomenologi:
Pemahaman Realitas Melalui Kesadaran
Fenomenologi adalah
pendekatan yang meneliti bagaimana fenomena muncul dalam kesadaran manusia.
Pendekatan ini menolak pandangan bahwa dunia hanya dapat dipahami secara
objektif, melainkan menekankan pengalaman subjektif individu.⁸
3.2.2.
Tokoh dan
Pemikirannya
1)
Edmund Husserl (1859–1938)
(*) Husserl
mengembangkan metode reduksi fenomenologis, yaitu cara untuk
mengesampingkan asumsi-asumsi tentang dunia dan hanya berfokus pada esensi
pengalaman.⁹
(*) Baginya,
kesadaran selalu memiliki intentionalitas, yaitu selalu
tertuju pada sesuatu.¹⁰
2)
Martin Heidegger
(1889–1976)
(*) Heidegger
memperluas fenomenologi Husserl dengan menekankan konsep Dasein
(keberadaan manusia dalam dunia).¹¹
(*) Ia berargumen
bahwa pemahaman tentang keberadaan tidak dapat dipisahkan dari pengalaman
konkret manusia dalam dunia.¹²
3.2.3.
Eksistensialisme:
Kebebasan dan Makna Hidup
Eksistensialisme adalah
aliran filsafat yang menekankan kebebasan individu, subjektivitas, dan
pencarian makna dalam kehidupan.
1)
Jean-Paul Sartre
(1905–1980)
(*) Sartre
berpendapat bahwa eksistensi mendahului esensi, artinya
manusia pertama-tama ada, lalu menciptakan maknanya sendiri.¹³
(*) Ia juga
menekankan bahwa manusia bertanggung jawab penuh atas pilihannya, tanpa
bergantung pada sistem nilai eksternal.¹⁴
2)
Søren Kierkegaard
(1813–1855)
(*) Kierkegaard
menekankan pentingnya lompatan iman, yaitu keputusan individu
untuk percaya kepada Tuhan meskipun tanpa kepastian rasional.¹⁵
(*) Ia juga membahas
konsep kecemasan eksistensial, yaitu kesadaran manusia akan
kebebasan dan tanggung jawabnya.¹⁶
3.2.4.
Relevansi Pendekatan
Ini
Pendekatan fenomenologi dan
eksistensialisme sangat berpengaruh dalam kajian psikologi, sastra, dan
filsafat kontemporer, terutama dalam memahami pengalaman manusia secara
mendalam.
3.3.
Pendekatan Strukturalisme dan
Post-Strukturalisme
3.3.1.
Strukturalisme:
Mencari Pola dalam Realitas
Strukturalisme adalah
pendekatan yang menekankan bahwa makna dan pemahaman berasal dari struktur yang
membentuk realitas.¹⁷
1)
Ferdinand de Saussure
(1857–1913)
Saussure mengembangkan teori tanda
linguistik, yang membagi bahasa menjadi signifier
(bentuk kata) dan signified (makna yang ditunjukkan).¹⁸
2)
Claude Lévi-Strauss
(1908–2009)
Lévi-Strauss menerapkan strukturalisme dalam
antropologi, dengan menyatakan bahwa budaya memiliki pola universal yang
mendasari mitos, bahasa, dan praktik sosial.¹⁹
3.3.2.
Post-Strukturalisme:
Kritik terhadap Strukturalisme
Post-strukturalisme menolak
gagasan bahwa makna bersifat tetap dan stabil, serta menekankan bahwa makna
bersifat relatif dan selalu berubah.²⁰
1)
Jacques Derrida
(1930–2004)
Derrida mengembangkan dekonstruksi,
metode untuk membongkar dan menganalisis teks guna menemukan makna
tersembunyi.²¹
2)
Michel Foucault
(1926–1984)
Foucault menganalisis hubungan antara pengetahuan
dan kekuasaan, serta bagaimana wacana membentuk realitas sosial.²²
3.3.3.
Dampak dalam Kajian
Kontemporer
Pendekatan ini berpengaruh
besar dalam kajian feminisme, post-kolonialisme, dan filsafat budaya, serta
dalam memahami bagaimana bahasa dan struktur sosial membentuk identitas
individu dan kelompok.
Kesimpulan
Filsafat modern telah
memberikan landasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial.
Positivisme dan empirisme logis menekankan metode ilmiah, fenomenologi dan
eksistensialisme menggali pengalaman subjektif, sedangkan strukturalisme dan
post-strukturalisme mengeksplorasi makna dalam sistem bahasa dan budaya.
Footnotes
[1]
Auguste Comte, Cours de Philosophie Positive,
trans. Harriet Martineau (London: Routledge, 1853), 5.
[2]
Ibid., 10.
[3]
Ibid., 12.
[4]
Rudolf Carnap, The Logical Structure of the World
(Berkeley: University of California Press, 1967), 45.
[5]
Ibid., 55.
[6]
Karl Popper, The Logic of Scientific Discovery
(London: Routledge, 1959), 18.
[7]
Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions
(Chicago: University of Chicago Press, 1962), 22.
[8]
Edmund Husserl, Ideas: General Introduction to Pure
Phenomenology (London: Macmillan, 1931), 78.
[9]
Ibid., 80.
[10]
Ibid., 82.
[11]
Martin Heidegger, Being and Time (New York: Harper
& Row, 1962), 91.
[12]
Ibid., 95.
[13]
Jean-Paul Sartre, Existentialism Is a Humanism (New
Haven: Yale University Press, 2007), 14.
[14]
Ibid., 18.
[15]
Søren Kierkegaard, Fear and Trembling (Princeton:
Princeton University Press, 1983), 21.
[16]
Ibid., 25.
[17]
Ferdinand de Saussure, Course in General
Linguistics, trans. Wade Baskin (New York: Columbia University Press,
2011), 15.
[18]
Ibid., 66.
[19]
Claude Lévi-Strauss, Structural Anthropology,
trans. Claire Jacobson and Brooke Grundfest Schoepf (New York: Basic Books,
1963), 34.
[20]
Jacques Derrida, Of Grammatology, trans.
Gayatri Chakravorty Spivak (Baltimore: Johns Hopkins University Press, 1997),
10.
[21]
Ibid., 25.
[22]
Michel Foucault, Discipline and Punish: The Birth
of the Prison, trans. Alan Sheridan (New York: Pantheon Books, 1977), 27.
4.
Pendekatan Kontemporer dalam Filsafat
Filsafat kontemporer
berkembang sejak abad ke-20 dan terus berlanjut hingga saat ini. Berbeda dengan
filsafat modern yang masih mempertahankan metode-metode tradisional, filsafat
kontemporer lebih bersifat interdisipliner dan kontekstual, menyesuaikan diri
dengan perubahan sosial, politik, dan teknologi. Dalam bab ini, akan dibahas
tiga pendekatan utama dalam filsafat kontemporer: pendekatan
hermeneutika, pendekatan kritis, dan pendekatan
analitik dan pragmatisme.
4.1.
Pendekatan Hermeneutika
4.1.1.
Definisi dan Cakupan
Hermeneutika
Hermeneutika adalah cabang
filsafat yang membahas tentang interpretasi dan pemahaman makna, terutama dalam
teks, bahasa, dan fenomena sosial.¹ Pendekatan ini awalnya dikembangkan dalam
konteks teologi untuk menafsirkan kitab suci, tetapi kemudian diperluas ke
dalam kajian filsafat, sastra, dan ilmu sosial.
4.1.2.
Tokoh dan
Pemikirannya
1)
Hans-Georg Gadamer
(1900–2002)
(*) Gadamer
memperkenalkan konsep fusion of horizons (Horizontverschmelzung),
yaitu gagasan bahwa pemahaman terjadi melalui pertemuan antara perspektif
pembaca dan latar belakang historis teks.²
(*) Ia menekankan
bahwa interpretasi selalu dipengaruhi oleh pra-pemahaman (Vorverständnis),
yaitu asumsi dan pengalaman sebelumnya yang membentuk cara kita memahami
sesuatu.³
2)
Paul Ricoeur (1913–2005)
(*) Ricoeur
mengembangkan hermeneutika yang menggabungkan fenomenologi dan teori
interpretasi, menekankan bahwa makna teks tidak hanya tergantung pada
pengarangnya tetapi juga pada pembaca dan konteksnya.⁴
(*) Ia membedakan
antara hermeneutika kepercayaan (yang mencari makna eksplisit)
dan hermeneutika kecurigaan (yang berusaha mengungkap makna
tersembunyi dalam teks).⁵
4.1.3.
Penerapan
Hermeneutika dalam Kajian Kontemporer
Pendekatan ini banyak
digunakan dalam filsafat bahasa, studi budaya, dan teori hukum, terutama dalam
analisis terhadap wacana sosial dan politik.
4.2.
Pendekatan Kritis dalam Filsafat
4.2.1.
Definisi dan Cakupan
Teori Kritis
Teori kritis merupakan
pendekatan filsafat yang bertujuan untuk mengungkap struktur kekuasaan dan
ideologi yang mendominasi masyarakat.⁶ Pendekatan ini tidak hanya bersifat
analitis tetapi juga normatif, berupaya mendorong perubahan sosial.
4.2.2.
Tokoh dan Pemikirannya
1)
Mazhab Frankfurt (Max
Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse)
(*) Horkheimer
mendefinisikan teori kritis sebagai filsafat yang tidak hanya menjelaskan
realitas tetapi juga bertujuan untuk mengubahnya.⁷
(*) Adorno dan
Horkheimer dalam Dialectic of Enlightenment mengkritik bagaimana industri
budaya menciptakan kesadaran palsu yang membuat masyarakat tunduk pada
sistem kapitalis.⁸
(*) Marcuse
mengembangkan konsep masyarakat satu dimensi, yang menunjukkan
bagaimana kapitalisme modern menekan potensi berpikir kritis individu.⁹
2)
Jürgen Habermas
(1929–sekarang)
(*) Habermas
mengembangkan teori tindakan komunikatif, yang menekankan
pentingnya rasionalitas komunikasi dalam membangun masyarakat yang demokratis
dan inklusif.¹⁰
(*) Ia berpendapat
bahwa diskursus dalam ruang publik harus bebas dari dominasi dan memungkinkan
partisipasi yang setara.¹¹
4.2.3.
Relevansi Pendekatan
Kritis
Pendekatan ini sangat
berpengaruh dalam kajian feminisme, post-kolonialisme, dan filsafat politik,
terutama dalam membahas ketidakadilan sosial dan hegemonisasi ideologi dalam
media.
4.3.
Pendekatan Analitik dan Pragmatisme
4.3.1.
Filsafat Analitik:
Bahasa dan Logika
Filsafat analitik menekankan
penggunaan logika formal dan analisis bahasa dalam memahami masalah filsafat.¹²
1)
Bertrand Russell
(1872–1970) dan Ludwig Wittgenstein (1889–1951)
(*) Russell
memperkenalkan teori deskripsi, yang berusaha membongkar
struktur bahasa untuk menghindari kekeliruan dalam berpikir.¹³
(*) Wittgenstein
dalam Tractatus Logico-Philosophicus menyatakan bahwa batas bahasa
adalah batas pemahaman kita tentang dunia.¹⁴
2)
Willard Van Orman Quine
(1908–2000)
(*) Quine menolak
perbedaan antara analitik dan sintetik, berpendapat bahwa semua pernyataan
bergantung pada pengalaman empiris.¹⁵
4.3.2.
Pragmatisme:
Kebenaran sebagai Fungsi Praktis
Pragmatisme adalah pendekatan
yang menilai kebenaran berdasarkan manfaat dan efektivitasnya dalam kehidupan
nyata.
1)
William James (1842–1910)
James berpendapat bahwa suatu ide benar jika ia berhasil
dalam aplikasi praktis.¹⁶
2)
John Dewey (1859–1952)
Dewey mengembangkan instrumentalisme,
yaitu gagasan bahwa konsep dan teori adalah alat untuk memecahkan masalah
nyata.¹⁷
3)
Richard Rorty (1931–2007)
Rorty menolak konsep kebenaran absolut,
mengusulkan bahwa filsafat seharusnya lebih fokus pada percakapan yang
memperkaya pemahaman manusia daripada mencari fondasi metafisik.¹⁸
4.3.3.
Dampak dalam Kajian
Kontemporer
Pendekatan ini memiliki
pengaruh besar dalam filsafat sains, filsafat teknologi, serta debat mengenai
kecerdasan buatan dan etika digital.
Kesimpulan
Pendekatan kontemporer dalam
filsafat memperluas cakupan kajian filsafat dengan mengintegrasikan analisis
bahasa, kritik sosial, dan pragmatisme dalam memahami dunia modern.
Hermeneutika membantu dalam interpretasi makna, teori kritis membuka wacana
tentang struktur kekuasaan, sedangkan filsafat analitik dan pragmatisme
menekankan pentingnya logika dan kegunaan praktis dalam memahami realitas.
Footnotes
[1]
Hans-Georg Gadamer, Truth and Method, trans. Joel
Weinsheimer and Donald G. Marshall (New York: Continuum, 2004), 3.
[2]
Ibid., 272.
[3]
Ibid., 278.
[4]
Paul Ricoeur, Interpretation Theory: Discourse and the
Surplus of Meaning (Fort Worth: Texas Christian University Press,
1976), 27.
[5]
Ibid., 32.
[6]
Max Horkheimer, Critical Theory: Selected Essays
(New York: Continuum, 1982), 199.
[7]
Ibid., 244.
[8]
Theodor Adorno and Max Horkheimer, Dialectic of Enlightenment, trans.
Edmund Jephcott (Stanford: Stanford University Press, 2002), 94.
[9]
Herbert Marcuse, One-Dimensional Man (Boston: Beacon
Press, 1964), 20.
[10]
Jürgen Habermas, The Theory of Communicative Action,
trans. Thomas McCarthy (Boston: Beacon Press, 1984), 89.
[11]
Ibid., 94.
[12]
Bertrand Russell, The Problems of Philosophy (Oxford:
Oxford University Press, 1912), 58.
[13]
Ibid., 66.
[14]
Ludwig Wittgenstein, Tractatus Logico-Philosophicus,
trans. D.F. Pears and B.F. McGuinness (London: Routledge, 1961), 5.6.
[15]
Willard Van Orman Quine, Word and Object (Cambridge: MIT
Press, 1960), 34.
[16]
William James, Pragmatism (New York: Dover
Publications, 1995), 40.
[17]
John Dewey, Logic: The Theory of Inquiry (New
York: Holt, Rinehart, and Winston, 1938), 12.
[18]
Richard Rorty, Philosophy and the Mirror of Nature
(Princeton: Princeton University Press, 1979), 172.
5.
Perbandingan dan Integrasi
Pendekatan-Pendekatan dalam Filsafat
Kajian filsafat telah
mengalami perkembangan yang sangat dinamis dari masa klasik hingga era
kontemporer. Setiap pendekatan memiliki kontribusinya masing-masing dalam
menjelaskan realitas, kebenaran, dan nilai, serta dalam memberikan metode
berpikir yang berbeda dalam memahami dunia. Dalam bab ini, akan dibahas
perbandingan antara berbagai pendekatan dalam filsafat serta upaya untuk
mengintegrasikan berbagai metode pemikiran ini dalam kajian filsafat
kontemporer.
5.1.
Konflik dan Keselarasan antara
Pendekatan-Pendekatan dalam Filsafat
Pendekatan dalam filsafat
tidak selalu berjalan secara harmonis; sebaliknya, banyak pendekatan yang
bertentangan satu sama lain. Namun, dalam beberapa kasus, pendekatan yang
berbeda dapat saling melengkapi dan memberikan perspektif yang lebih
komprehensif.
5.1.1.
Kontradiksi antara
Rasionalisme dan Empirisme
Dalam filsafat modern,
terdapat perbedaan mendasar antara rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme, yang dikembangkan oleh René Descartes, Baruch
Spinoza, dan Gottfried Wilhelm Leibniz, berargumen
bahwa pengetahuan diperoleh melalui akal dan deduksi logis.¹ Sementara itu,
empirisme, yang dipelopori oleh John Locke, George
Berkeley, dan David Hume, menegaskan bahwa pengalaman
indrawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang sah.²
Kritisisme
yang dikembangkan oleh Immanuel Kant berusaha mendamaikan
konflik ini dengan mengusulkan bahwa pengetahuan berasal dari kombinasi antara
pengalaman indrawi (a posteriori) dan struktur konseptual bawaan (a
priori).³ Model ini mencerminkan upaya sintesis antara dua pendekatan yang
tampaknya bertentangan.
5.1.2.
Sintesis Metafisika
dan Empirisme dalam Filsafat Kritis
Salah satu konflik dalam
filsafat klasik adalah antara pendekatan metafisik, yang
mempertimbangkan keberadaan realitas di luar pengalaman fisik (misalnya dalam
pemikiran Plato dan Aristoteles), dan
pendekatan empiris yang menekankan observasi sebagai sumber utama pengetahuan.
Karl Popper
mencoba mendamaikan pendekatan ini dengan konsep falsifikasi,
yaitu gagasan bahwa teori ilmiah harus dapat diuji secara empiris tetapi tetap
terbuka terhadap revisi berdasarkan bukti baru.⁴ Thomas Kuhn,
dalam konsepnya tentang pergeseran paradigma, juga menunjukkan
bahwa perubahan dalam ilmu pengetahuan tidak terjadi secara linier tetapi
melalui pergantian model pemikiran yang mendekati konsep metafisik.⁵
5.1.3.
Interaksi antara
Hermeneutika dan Filsafat Analitik
Pendekatan hermeneutika,
yang berkembang dalam tradisi filsafat kontinental (misalnya dalam pemikiran Hans-Georg
Gadamer dan Paul Ricoeur), seringkali dipandang
bertentangan dengan filsafat analitik, yang menekankan
analisis logis dan bahasa. Namun, beberapa pemikir mencoba mengintegrasikan
keduanya.
Sebagai contoh, Jürgen
Habermas mengembangkan teori tindakan komunikatif,
yang menggabungkan hermeneutika dalam memahami interaksi sosial dengan metode
analitik untuk mengevaluasi argumentasi rasional.⁶ Pendekatan ini menunjukkan
bahwa interpretasi makna dalam hermeneutika dapat diperkaya melalui analisis
logika bahasa dari filsafat analitik.
5.2.
Dinamika Perkembangan Pendekatan dalam Filsafat
5.2.1.
Pengaruh Era Digital
terhadap Pendekatan Filsafat
Perkembangan teknologi
digital dan kecerdasan buatan membawa tantangan baru bagi filsafat, terutama
dalam bidang etika teknologi, filsafat pikiran,
dan epistemologi digital.
1)
Epistemologi Digital
Seiring dengan berkembangnya big data
dan algoritma kecerdasan buatan, konsep tradisional tentang
pengetahuan dan kebenaran perlu ditinjau ulang. Luciano Floridi
mengembangkan filsafat informasi, yang berusaha memahami
bagaimana data dan informasi membentuk realitas digital.⁷
2)
Etika Teknologi dan
Kecerdasan Buatan
Filsafat kontemporer juga semakin banyak membahas
dampak moral dari teknologi. Nick Bostrom dan James
Moor mengangkat isu tentang superintelligence, yaitu
kemungkinan kecerdasan buatan yang melampaui kecerdasan manusia dan implikasi
etisnya.⁸
5.2.2.
Transformasi Paradigma
dalam Filsafat Sosial dan Politik
1)
Feminisme dan
Post-Kolonialisme
Pendekatan feminisme dan post-kolonialisme
mengkritik filsafat tradisional yang seringkali berpusat pada perspektif Barat
dan maskulin. Judith Butler memperkenalkan konsep gender
sebagai konstruksi sosial, sementara Edward Said
dalam Orientalism mengkritik bias kolonial dalam pemikiran Barat.⁹
2)
Neo-Pragmatisme
Richard Rorty mengembangkan neo-pragmatisme,
yang menolak pencarian kebenaran objektif dan lebih menekankan filsafat sebagai
alat untuk memperkaya wacana sosial dan politik.¹⁰
Kesimpulan
Perbandingan dan integrasi
berbagai pendekatan dalam filsafat menunjukkan bahwa tidak ada satu pendekatan
yang secara mutlak benar atau salah. Sebaliknya, pendekatan yang berbeda dapat
saling melengkapi dalam memahami realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam era
digital dan globalisasi, filsafat terus berkembang untuk merespons tantangan
baru dalam teknologi, sosial, dan politik.
Footnotes
[1]
René Descartes, Meditations on First Philosophy,
trans. Donald A. Cress (Indianapolis: Hackett Publishing, 1993), 14.
[2]
John Locke, An Essay Concerning Human Understanding,
ed. Peter H. Nidditch (Oxford: Clarendon Press, 1975), 21.
[3]
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, trans.
Norman Kemp Smith (New York: St. Martin’s Press, 1929), 34.
[4]
Karl Popper, The Logic of Scientific Discovery
(London: Routledge, 1959), 85.
[5]
Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions
(Chicago: University of Chicago Press, 1962), 52.
[6]
Jürgen Habermas, The Theory of Communicative Action,
trans. Thomas McCarthy (Boston: Beacon Press, 1984), 102.
[7]
Luciano Floridi, The Ethics of Information (Oxford:
Oxford University Press, 2013), 76.
[8]
Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies
(Oxford: Oxford University Press, 2014), 56.
[9]
Edward Said, Orientalism (New York: Vintage
Books, 1978), 89.
[10]
Richard Rorty, Contingency, Irony, and Solidarity
(Cambridge: Cambridge University Press, 1989), 112.
6.
Kesimpulan
Kajian filsafat telah
mengalami evolusi yang signifikan sejak zaman klasik hingga era kontemporer,
mencerminkan dinamika pemikiran manusia dalam memahami realitas, pengetahuan,
dan nilai. Dalam artikel ini, telah dibahas berbagai pendekatan dalam filsafat,
mulai dari pendekatan klasik, modern, hingga kontemporer,
serta upaya integrasi berbagai metode pemikiran untuk menciptakan pemahaman
yang lebih komprehensif.
6.1.
Rekapitulasi Pendekatan-Pendekatan dalam
Filsafat
1)
Pendekatan Klasik
(*) Pendekatan ini
berfokus pada perenungan metafisik, epistemologis, dan etis yang dikembangkan
oleh para filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles.¹
(*) Metafisika
meneliti hakikat realitas, epistemologi meneliti sumber dan validitas
pengetahuan, sedangkan etika mengkaji prinsip-prinsip moral.²
2)
Pendekatan Modern
(*) Filsafat modern
mengalami pergeseran menuju metode rasionalisme dan empirisme dengan tokoh
utama seperti René Descartes, John Locke, dan
Immanuel Kant.³
(*) Pendekatan ini
memperkenalkan metode ilmiah dalam kajian filsafat serta mengembangkan kritik
terhadap pemikiran skolastik dan otoritas tradisional.⁴
3)
Pendekatan Kontemporer
(*) Pendekatan ini
mencakup hermeneutika, teori kritis, serta filsafat
analitik dan pragmatisme, yang berkembang pada abad ke-20 dan
berlanjut hingga saat ini.⁵
(*) Jürgen Habermas
dan Michel Foucault berkontribusi dalam filsafat sosial dan
teori komunikasi, sementara Richard Rorty dan Willard
Van Orman Quine membawa pendekatan pragmatis dan analitik ke dalam
filsafat bahasa dan epistemologi.⁶
4)
Integrasi
Pendekatan-Pendekatan Filsafat
(*) Perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan perubahan sosial menuntut integrasi berbagai pendekatan
dalam filsafat.
(*) Konsep falsifikasi
Karl Popper⁷ dan pergeseran paradigma Thomas Kuhn⁸
menunjukkan bahwa filsafat dapat berkontribusi dalam kajian ilmu pengetahuan.
(*) Pendekatan
hermeneutika dan filsafat analitik dapat saling melengkapi dalam kajian bahasa
dan makna.⁹
6.2.
Relevansi Pendekatan Filsafat dalam Konteks
Kontemporer
Filsafat tidak hanya
merupakan disiplin akademik, tetapi juga memainkan peran penting dalam berbagai
aspek kehidupan modern. Beberapa bidang yang mengalami dampak signifikan dari
pendekatan filsafat meliputi:
1)
Filsafat dan Sains
(*) Positivisme
memberikan landasan bagi metode ilmiah dan empirisme dalam sains.¹⁰
(*) Epistemologi
modern telah membantu mengembangkan konsep epistemologi digital, yang
membahas bagaimana informasi dan kecerdasan buatan mempengaruhi struktur
pengetahuan manusia.¹¹
2)
Filsafat dan Teknologi
(*) Pemikiran
Luciano
Floridi tentang etika informasi menyoroti
bagaimana filsafat berperan dalam mengkaji implikasi moral dari teknologi
digital dan kecerdasan buatan.¹²
(*) Tantangan
yang dihadapi akibat kecerdasan buatan dan rekayasa
genetika menuntut pendekatan etika yang lebih fleksibel dan
berbasis pada pemahaman interdisipliner.¹³
3)
Filsafat dan
Sosial-Politik
(*) Teori
kritis dan filsafat postmodern telah
membantu memahami isu-isu ketidakadilan sosial, diskriminasi, dan struktur
kekuasaan dalam masyarakat global.¹⁴
(*) Feminisme
dan post-kolonialisme memperkaya kajian filsafat dengan
memberikan perspektif dari kelompok yang sebelumnya terpinggirkan dalam sejarah
pemikiran filsafat.¹⁵
6.3.
Tantangan dan Prospek Masa Depan Filsafat
6.3.1.
Tantangan
·
Fragmentasi pendekatan
filsafat seringkali menimbulkan kesulitan dalam mencapai kesepakatan konseptual
dalam berbagai isu.
·
Era informasi menimbulkan
tantangan baru dalam filsafat, terutama terkait dengan hoaks,
relativisme
epistemologis, dan krisis kebenaran dalam media digital.
6.3.2.
Prospek Masa Depan
·
Filsafat akan semakin
berperan dalam kajian etika kecerdasan buatan,
bioetika,
dan filsafat
lingkungan, seiring dengan meningkatnya peran teknologi dalam
kehidupan manusia.
·
Interdisiplinaritas antara
filsafat dengan ilmu sosial, teknologi, dan humaniora akan semakin memperkaya
wawasan dan metode kajian filsafat.
·
Pendekatan filsafat yang
lebih fleksibel dan berbasis pada konteks global akan menjadi kunci dalam
menjawab tantangan masa depan.
Kesimpulan Akhir
Dari kajian ini, jelas bahwa
tidak ada satu pendekatan dalam filsafat yang sepenuhnya dominan atau superior
dibandingkan yang lain. Sebaliknya, setiap pendekatan memiliki kontribusi unik
dalam memahami aspek-aspek fundamental keberadaan manusia dan realitas dunia.
Integrasi berbagai pendekatan memungkinkan pemahaman yang lebih kaya dan
komprehensif terhadap pertanyaan-pertanyaan filosofis yang terus berkembang
dalam kehidupan manusia.
Dengan mempertimbangkan
perubahan sosial, politik, dan teknologi di era modern, filsafat harus terus
beradaptasi dan memberikan wawasan yang relevan bagi masyarakat. Oleh karena
itu, studi filsafat bukan hanya sekadar eksplorasi intelektual, tetapi juga
alat untuk memahami dan menghadapi tantangan yang terus berkembang di dunia
kontemporer.
Footnotes
[1]
Plato, The Republic, trans. Desmond Lee
(London: Penguin Books, 2007), 142.
[2]
Aristotle, Metaphysics, trans. Hugh Tredennick
(Cambridge: Harvard University Press, 1933), 67.
[3]
Immanuel Kant, Critique of Pure Reason, trans.
Norman Kemp Smith (New York: St. Martin’s Press, 1929), 112.
[4]
René Descartes, Meditations on First Philosophy,
trans. Donald A. Cress (Indianapolis: Hackett Publishing, 1993), 24.
[5]
Jürgen Habermas, The Theory of Communicative Action,
trans. Thomas McCarthy (Boston: Beacon Press, 1984), 102.
[6]
Michel Foucault, Discipline and Punish: The Birth of the Prison,
trans. Alan Sheridan (New York: Pantheon Books, 1977), 27.
[7]
Karl Popper, The Logic of Scientific Discovery
(London: Routledge, 1959), 85.
[8]
Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions
(Chicago: University of Chicago Press, 1962), 52.
[9]
Paul Ricoeur, Interpretation Theory: Discourse and the
Surplus of Meaning (Fort Worth: Texas Christian University Press,
1976), 27.
[10]
Auguste Comte, Cours de Philosophie Positive,
trans. Harriet Martineau (London: Routledge, 1853), 5.
[11]
Luciano Floridi, The Philosophy of Information
(Oxford: Oxford University Press, 2011), 88.
[12]
Ibid., 97.
[13]
Nick Bostrom, Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies
(Oxford: Oxford University Press, 2014), 56.
[14]
Herbert Marcuse, One-Dimensional Man (Boston: Beacon
Press, 1964), 20.
[15]
Judith Butler, Gender Trouble: Feminism and the Subversion of
Identity (New York: Routledge, 1990), 48.
Daftar Pustaka
Adorno, T., &
Horkheimer, M. (2002). Dialectic of Enlightenment (E. Jephcott,
Trans.). Stanford University Press.
Aristotle. (1933). Metaphysics
(H. Tredennick, Trans.). Harvard University Press.
Bentham, J. (1907). An
Introduction to the Principles of Morals and Legislation. Clarendon Press.
Bostrom, N. (2014). Superintelligence:
Paths, Dangers, Strategies. Oxford University Press.
Butler, J. (1990). Gender
Trouble: Feminism and the Subversion of Identity. Routledge.
Carnap, R. (1967). The
Logical Structure of the World. University of California Press.
Comte, A. (1853). Cours
de Philosophie Positive (H. Martineau, Trans.). Routledge.
Derrida, J. (1997). Of
Grammatology (G. C. Spivak, Trans.). Johns Hopkins University Press.
Descartes, R. (1993). Meditations
on First Philosophy (D. A. Cress, Trans.). Hackett Publishing.
Dewey, J. (1938). Logic:
The Theory of Inquiry. Holt, Rinehart, and Winston.
Foucault, M. (1977). Discipline
and Punish: The Birth of the Prison (A. Sheridan, Trans.). Pantheon Books.
Floridi, L. (2011). The
Philosophy of Information. Oxford University Press.
Floridi, L. (2013). The
Ethics of Information. Oxford University Press.
Gadamer, H.-G. (2004). Truth
and Method (J. Weinsheimer & D. G. Marshall, Trans.). Continuum.
Habermas, J. (1984). The
Theory of Communicative Action (T. McCarthy, Trans.). Beacon Press.
Horkheimer, M. (1982). Critical
Theory: Selected Essays. Continuum.
Husserl, E. (1931). Ideas:
General Introduction to Pure Phenomenology. Macmillan.
James, W. (1995). Pragmatism.
Dover Publications.
Kant, I. (1929). Critique
of Pure Reason (N. K. Smith, Trans.). St. Martin’s Press.
Kierkegaard, S. (1983). Fear
and Trembling. Princeton University Press.
Kuhn, T. (1962). The
Structure of Scientific Revolutions. University of Chicago Press.
Levi-Strauss, C. (1963). Structural
Anthropology (C. Jacobson & B. G. Schoepf, Trans.). Basic Books.
Lipman, M. (2003). Thinking
in Education. Cambridge University Press.
Locke, J. (1975). An
Essay Concerning Human Understanding (P. H. Nidditch, Ed.). Clarendon
Press.
Marcuse, H. (1964). One-Dimensional
Man. Beacon Press.
Plato. (2007). The
Republic (D. Lee, Trans.). Penguin Books.
Popper, K. (1959). The
Logic of Scientific Discovery. Routledge.
Quine, W. V. O. (1960). Word
and Object. MIT Press.
Ricoeur, P. (1976). Interpretation
Theory: Discourse and the Surplus of Meaning. Texas Christian University
Press.
Rorty, R. (1979). Philosophy
and the Mirror of Nature. Princeton University Press.
Rorty, R. (1989). Contingency,
Irony, and Solidarity. Cambridge University Press.
Russell, B. (1912). The
Problems of Philosophy. Oxford University Press.
Said, E. (1978). Orientalism.
Vintage Books.
Saussure, F. (2011). Course
in General Linguistics (W. Baskin, Trans.). Columbia University Press.
Sartre, J.-P. (2007). Existentialism
Is a Humanism. Yale University Press.
Singer, P. (1993). Practical
Ethics. Cambridge University Press.
Wittgenstein, L. (1961). Tractatus
Logico-Philosophicus (D. F. Pears & B. F. McGuinness, Trans.).
Routledge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar