Kajian Etika dan Moral dalam Penamaan Bantuan Pemerintah: Studi Kasus Bantuan Wapres Gibran
1.
Pendahuluan
Banjir yang melanda Jakarta pada November 2024
telah menyebabkan genangan di 51 Rukun Tetangga (RT) di berbagai wilayah,
terutama akibat luapan Kali Ciliwung dan curah hujan tinggi.[1] Sebagai respons, pemerintah menyalurkan
bantuan kepada warga terdampak. Namun, penamaan bantuan tersebut sebagai "Bantuan
Wapres Gibran" menuai kritik dari publik.[2]
Kritik ini berfokus pada penggunaan nama Wakil
Presiden Gibran Rakabuming Raka pada bantuan yang didanai oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), yang sumbernya berasal dari pajak rakyat. Publik
mempertanyakan etika di balik personalisasi bantuan pemerintah, mengingat dana
yang digunakan adalah milik publik, bukan pribadi pejabat.[3]
Isu ini menyoroti pentingnya kajian etika dan moral
dalam praktik pemerintahan, khususnya terkait atribusi dan personalisasi
program yang didanai oleh uang rakyat. Penamaan bantuan dengan nama pejabat
dapat menimbulkan persepsi bahwa bantuan tersebut berasal dari individu
tersebut, bukan dari pemerintah yang menggunakan dana publik. Hal ini
berpotensi mengaburkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana
publik.
Oleh karena itu, diperlukan analisis mendalam mengenai praktik semacam ini dari perspektif etika dan moral, untuk memastikan bahwa tindakan pemerintah tetap sesuai dengan prinsip-prinsip good governance dan tidak merusak kepercayaan publik.
2.
Bantuan Pemerintah:
Tanggung Jawab atau Publikasi Pribadi?
Pemerintah memiliki tanggung jawab utama dalam
penanggulangan bencana, termasuk memberikan bantuan kepada korban bencana alam
seperti banjir. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, yang menyatakan bahwa pemerintah wajib melindungi
masyarakat dari dampak bencana dan menjamin pemenuhan hak-hak mereka secara
adil sesuai standar pelayanan minimum.[4]
Dana yang digunakan untuk bantuan tersebut biasanya
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang sumber
utamanya adalah pajak yang dibayarkan oleh rakyat. Oleh karena itu, bantuan
yang disalurkan merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mengelola dana
publik untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam situasi darurat.
Namun, ketika bantuan yang didanai oleh APBN diberi
label dengan nama seorang pejabat, seperti "Bantuan Wapres Gibran,"
muncul pertanyaan mengenai etika dan moralitas tindakan tersebut. Penamaan
semacam ini dapat menimbulkan kesan bahwa bantuan tersebut berasal dari dana
pribadi pejabat yang bersangkutan, padahal sebenarnya menggunakan dana publik. Hal
ini berpotensi mengaburkan peran pemerintah sebagai institusi dan mengarah pada
personalisasi program pemerintah, yang seharusnya bersifat kolektif dan impersonal.
Dari perspektif etika pemerintahan, tindakan
tersebut dapat dianggap melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas. Etika
pemerintahan menuntut agar pejabat publik menjalankan tugasnya dengan
integritas, tanpa memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi atau
pencitraan. Memanfaatkan program bantuan publik untuk promosi pribadi dapat
merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan menimbulkan kecurigaan
akan adanya motif politis di balik penyaluran bantuan.[5]
Selain itu, personalisasi bantuan pemerintah dapat menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi bantuan. Masyarakat mungkin menganggap bahwa bantuan tersebut hanya ditujukan untuk kelompok tertentu yang mendukung pejabat tersebut, sehingga menimbulkan perpecahan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pejabat publik untuk menjaga netralitas dan memastikan bahwa bantuan disalurkan secara adil dan merata kepada semua yang membutuhkan, tanpa adanya unsur personalisasi atau politisasi.
3.
Perspektif Etika dan
Moral dalam Penamaan Bantuan
Penamaan bantuan
pemerintah dengan nama pejabat, seperti "Bantuan Wapres Gibran,"
menimbulkan pertanyaan etis mengenai personalisasi program yang didanai oleh
dana publik. Dari perspektif etika pemerintahan, tindakan semacam ini dapat
dianggap melanggar prinsip-prinsip good
governance, yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam
pelayanan publik.[6]
Etika pemerintahan
mengharuskan pejabat publik untuk menghindari konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Memanfaatkan program
bantuan publik untuk promosi pribadi dapat merusak kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah dan menimbulkan kecurigaan akan adanya motif politis di
balik penyaluran bantuan.[7]
Selain itu, personalisasi bantuan pemerintah dapat menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi bantuan. Masyarakat mungkin menganggap bahwa bantuan tersebut hanya ditujukan untuk kelompok tertentu yang mendukung pejabat tersebut, sehingga menimbulkan perpecahan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pejabat publik untuk menjaga netralitas dan memastikan bahwa bantuan disalurkan secara adil dan merata kepada semua yang membutuhkan, tanpa adanya unsur personalisasi atau politisasi.
4.
Implikasi Penamaan
terhadap Kepercayaan Publik
Penamaan bantuan
pemerintah dengan nama pejabat, seperti "Bantuan Wapres Gibran,"
dapat menimbulkan implikasi signifikan terhadap kepercayaan publik. Tindakan
semacam ini berpotensi memicu persepsi bahwa bantuan tersebut digunakan sebagai
alat politik atau pencitraan pribadi, yang pada gilirannya dapat mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan netralitas pemerintah.
Politisasi dan
personalisasi bantuan sosial dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan keadilan
sosial. Ketika bantuan yang seharusnya didistribusikan secara adil kepada
mereka yang membutuhkan digunakan untuk kepentingan politik atau personal, hal
ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan kecurigaan di kalangan masyarakat. Sebagaimana
diungkapkan oleh Yanu Endar Prasetyo, politisasi bantuan sosial dapat mengubah
program yang dimaksudkan untuk kesejahteraan menjadi alat pengaruh politik,
yang merongrong nilai-nilai demokrasi. [8]
Lebih lanjut,
personalisasi bantuan pemerintah dapat menciptakan kesan bahwa bantuan tersebut
berasal dari dana pribadi pejabat, padahal sebenarnya didanai oleh anggaran
negara yang bersumber dari pajak rakyat. Hal ini dapat mengaburkan
akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana publik, yang esensial
dalam membangun dan mempertahankan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Kurangnya
transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan dapat menimbulkan
persepsi negatif dan mengurangi legitimasi pemerintah di mata masyarakat. [9]
Untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa bantuan didistribusikan secara adil dan transparan, tanpa adanya unsur politisasi atau personalisasi. Penerapan prinsip-prinsip good governance, seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik, dapat membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Studi menunjukkan bahwa praktik good governance memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap kepercayaan publik. [10]
5.
Pandangan Hukum dan
Administrasi Publik
Penamaan bantuan
pemerintah dengan nama pejabat, seperti "Bantuan Wapres Gibran,"
menimbulkan pertanyaan dari perspektif hukum dan administrasi publik. Secara
hukum, penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk
penanggulangan bencana diatur dalam
berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana mengatur bahwa
dana penanggulangan bencana yang bersumber dari APBN harus digunakan sesuai
dengan tahapan penanggulangan bencana, yaitu prabencana, tanggap darurat, dan
pascabencana.[11]
Selain itu,
Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan
Bencana menegaskan bahwa dana tersebut dikelola oleh Menteri Keuangan dan digunakan untuk mendukung serta melengkapi
dana penanggulangan bencana yang memadai dan berkelanjutan.[12] Peraturan
ini tidak memberikan ruang bagi personalisasi atau atribusi kepada individu
tertentu dalam penyaluran bantuan yang didanai oleh APBN.
Dari perspektif
administrasi publik, etika dalam pelayanan publik menekankan pentingnya
integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Penamaan bantuan dengan nama
pejabat dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip tersebut, karena berpotensi
menciptakan kesan bahwa bantuan tersebut berasal dari dana pribadi pejabat,
padahal didanai oleh uang rakyat. Hal ini dapat mengaburkan akuntabilitas
institusional dan menimbulkan persepsi negatif di masyarakat. Menurut Yofitri
Heny Wahyuli, etika administrasi publik berfungsi sebagai pedoman moral yang
membantu menjaga integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan.[13]
Lebih lanjut, personalisasi bantuan pemerintah dapat menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Etika administrasi publik mengharuskan pejabat publik untuk menghindari tindakan yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, penting bagi pejabat publik untuk memastikan bahwa penyaluran bantuan dilakukan secara profesional dan tidak digunakan untuk kepentingan pribadi atau pencitraan. Penerapan etika administrasi publik yang baik akan mendorong terciptanya good governance dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.[14]
6.
Rekomendasi untuk
Praktik yang Lebih Etis dan Profesional
Untuk memastikan
penyaluran bantuan pemerintah berjalan secara etis dan profesional, serta
menghindari politisasi atau personalisasi yang dapat merusak kepercayaan
publik, beberapa rekomendasi dapat diterapkan:
1)
Transparansi dalam
Penyaluran Bantuan:
Pemerintah harus menyediakan informasi yang
jelas dan terbuka mengenai sumber dana, mekanisme distribusi, dan kriteria
penerima bantuan. Transparansi ini memungkinkan masyarakat untuk memahami
proses penyaluran bantuan dan memastikan bahwa bantuan tersebut sampai kepada
yang berhak. Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman
Distribusi Bantuan Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana, transparansi
dalam distribusi bantuan logistik dan peralatan sangat penting untuk memastikan
akuntabilitas dan kepercayaan publik.[15]
2)
Penggunaan Label yang
Netral:
Bantuan yang didanai oleh APBN sebaiknya diberi
label yang mencerminkan institusi pemerintah secara keseluruhan, bukan individu
tertentu. Misalnya, menggunakan istilah "Bantuan Pemerintah untuk Korban
Banjir" lebih tepat daripada mencantumkan nama pejabat tertentu. Hal
ini mencegah kesan bahwa bantuan tersebut berasal dari dana pribadi pejabat dan
menjaga netralitas pemerintah.
3)
Penerapan Etika
Administrasi Publik:
Pejabat publik harus mematuhi prinsip-prinsip
etika dalam administrasi publik, seperti integritas, akuntabilitas, dan
profesionalisme. Etika pemerintahan berfungsi sebagai pedoman moral yang
membantu menjaga integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan.[16] Dengan menerapkan etika pemerintahan,
pemerintah dapat menghindari praktik korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan
wewenang yang merugikan kepentingan publik.[17]
4)
Pengawasan dan Evaluasi
Independen:
Melibatkan lembaga independen untuk mengawasi
dan mengevaluasi proses penyaluran bantuan dapat memastikan bahwa bantuan
disalurkan sesuai dengan ketentuan dan tanpa bias. Pengawasan ini juga membantu
mencegah penyalahgunaan wewenang dan memastikan bahwa bantuan mencapai sasaran
yang tepat.
5)
Pendidikan dan Pelatihan
bagi Aparatur Negara:
Memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai
etika pemerintahan dan pentingnya netralitas dalam pelayanan publik kepada
aparatur negara dapat meningkatkan kesadaran dan kompetensi mereka dalam
menjalankan tugas secara profesional. Investasi dalam infrastruktur dan
pelatihan pegawai publik akan memberikan kontribusi positif terhadap kualitas
layanan publik.[17]
Dengan menerapkan rekomendasi-rekomendasi tersebut, pemerintah dapat memastikan bahwa penyaluran bantuan dilakukan secara etis, profesional, dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, sehingga kepercayaan publik terhadap pemerintah tetap terjaga.
7.
Kesimpulan
Penamaan bantuan
pemerintah dengan nama pejabat, seperti "Bantuan Wapres Gibran,"
menimbulkan pertanyaan etis dan moral terkait personalisasi program yang
didanai oleh dana publik. Tindakan semacam ini dapat mengaburkan peran
institusional pemerintah dan menciptakan kesan bahwa bantuan tersebut berasal
dari individu tertentu, bukan dari pemerintah sebagai representasi kolektif rakyat.
Dari perspektif etika pemerintahan, hal ini dapat dianggap melanggar prinsip
transparansi dan akuntabilitas yang esensial dalam administrasi publik. [18]
Implikasi dari
personalisasi bantuan semacam ini terhadap kepercayaan publik sangat signifikan.
Masyarakat dapat menilai bahwa bantuan tersebut digunakan sebagai alat politik
atau pencitraan pribadi, yang pada gilirannya dapat mengurangi kepercayaan
mereka terhadap integritas dan netralitas pemerintah. Untuk menjaga dan
meningkatkan kepercayaan publik,
penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa bantuan didistribusikan secara
adil dan transparan, tanpa adanya unsur politisasi atau personalisasi. [19]
Dari sudut pandang
hukum dan administrasi publik, penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) untuk bantuan bencana harus dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang menekankan pada transparansi,
akuntabilitas, dan netralitas dalam penyalurannya.
Penamaan bantuan dengan nama pejabat dapat dianggap tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip tersebut dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan serta
penyalahgunaan wewenang. [20]
Untuk mencegah
terjadinya hal-hal serupa di masa depan, beberapa rekomendasi dapat diterapkan,
antara lain: memastikan transparansi dalam penyaluran bantuan, menggunakan
label yang netral, menerapkan etika administrasi publik secara konsisten,
melibatkan pengawasan dan evaluasi independen, serta memberikan pendidikan dan
pelatihan mengenai etika pemerintahan
kepada aparatur negara. Dengan demikian, pemerintah dapat menjalankan fungsinya
secara profesional dan menjaga kepercayaan publik. [21]
Referensi:
[1]
Tirto.id. "Titik Lokasi
Banjir Jakarta Hari Ini 2024 dan Penyebabnya." Diakses pada 1 Desember
2024, dari https://tirto.id/berita-titik-lokasi-banjir-jakarta-hari-ini-2024-penyebabnya-g6fP.
[2]
Suara.com. "Menilik Isi
Bansos dari Gibran Buat Korban Banjir, Kini Label Bantuan Wapres Ramai
Disorot." Diakses pada 1 Desember 2024, dari https://www.suara.com/lifestyle/2024/11/30/162737/menilik-isi-bansos-dari-gibran-buat-korban-banjir-kini-label-bantuan-wapres-ramai-disorot.
[3]
Warta Kota. "Viral Gibran
Sebar Bantuan ke Korban Banjir, Netizen Bandingkan dengan Anies, Dianggap Tak
Beretika." Diakses pada 1 Desember 2024, dari https://wartakota.tribunnews.com/2024/11/30/viral-gibran-sebar-bantuan-ke-korban-banjir-netizen-bandingkan-dengan-anies-dianggap-tak-beretika.
[4]
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. https://peraturan.bpk.go.id/Details/39901/uu-no-24-tahun-2007?utm_source=chatgpt.com
[5]
"Etika Pemerintahan: Prinsip
dan Penerapannya dalam Administrasi Publik." https://diklatpemerintah.id/etika-pemerintahan-prinsip-dan-penerapannya-dalam-administrasi-publik/?utm_source=chatgpt.com
[6]
Marsuki. "Etika Jabatan dan
Aparatur Sipil Negara dalam Prinsip-Prinsip Good Governance." https://media.neliti.com/media/publications/284707-etika-jabatan-dan-aparatur-sipil-negara-c6d40ebe.pdf
[7]
"Etika Pemerintahan: Prinsip
dan Penerapannya dalam Administrasi Publik." https://diklatpemerintah.id/etika-pemerintahan-prinsip-dan-penerapannya-dalam-administrasi-publik/
[8]
Yanu Endar Prasetyo. "Bahaya
Politisasi dan Personalisasi Bansos." https://kumparan.com/yanu-prasetyo/bahaya-politisasi-dan-personalisasi-bansos-21xzXnqYzbh
[9]
Entin Sriani Muslim.
"Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pelayanan Publik." https://media.neliti.com/media/publications/241816-transparansi-dan-akuntabilitas-dalam-pel-1c438131.pdf
[10]
Soewito et al. "Strategi
Meningkatkan Kepercayaan Publik di Indonesia: Peran Good Governance dan
E-Government." https://jurnal.ubl.ac.id/index.php/jak/article/view/3046
[11]
Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/4834/pp-no-22-tahun-2008
[12]
Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun
2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/175273/perpres-no-75-tahun-2021
[13]
Yofitri Heny Wahyuli. "Etika
Administrasi Publik dalam Penyelenggaraan Tata Kelola di Indonesia." https://jurnal.uns.ac.id/spirit-publik/article/download/50810/pdf
[14]
"Etika Pemerintahan: Prinsip
dan Penerapannya dalam Administrasi Publik." https://diklatpemerintah.id/etika-pemerintahan-prinsip-dan-penerapannya-dalam-administrasi-publik/
[15]
Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Distribusi Bantuan
Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/217033/perka-bnpb-no-18-tahun-2010
[16]
"Etika Pemerintahan: Prinsip
dan Penerapannya dalam Administrasi Publik." https://diklatpemerintah.id/etika-pemerintahan-prinsip-dan-penerapannya-dalam-administrasi-publik/
[17]
"Etika Pemerintah Dalam
Penyelenggaraan Layanan Publik Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan
Kepercayaan Masyarakat." https://journal.ummat.ac.id/index.php/lago/article/download/16267/pdf
[18]
"Etika Pemerintahan: Prinsip
dan Penerapannya dalam Administrasi Publik." https://diklatpemerintah.id/etika-pemerintahan-prinsip-dan-penerapannya-dalam-administrasi-publik/
[19]
Soewito et al. "Strategi
Meningkatkan Kepercayaan Publik di Indonesia: Peran Good Governance dan
E-Government." https://jurnal.ubl.ac.id/index.php/jak/article/view/3046
[20]
Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/4834/pp-no-22-tahun-2008
[21]
Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Distribusi Bantuan
Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/217033/perka-bnpb-no-18-tahun-2010
Lampiran
Berikut adalah daftar buku rujukan yang
relevan untuk menganalisis fenomena "Penamaan Bantuan Pemerintah: Studi
Kasus Bantuan Wapres Gibran":
Daftar Buku Rujukan
1)
Dwiyanto, Agus.
Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011.
Buku ini menjelaskan prinsip-prinsip good
governance, termasuk transparansi dan akuntabilitas, yang relevan dalam analisis pengelolaan
bantuan pemerintah.
2)
Torfing, Jacob, dan Eva
Sørensen.
Theories of Democratic Network Governance.
London: Palgrave Macmillan, 2016.
Buku ini membahas dinamika hubungan antara
pemerintah dan masyarakat dalam governance, termasuk penggunaan dana publik dan
akuntabilitas.
3)
Chapman, Richard.
Ethics in Public Service.
London: Routledge, 1993.
Buku ini memberikan wawasan tentang pentingnya
etika dalam administrasi publik, termasuk isu personalisasi kebijakan publik.
4)
Frederickson, H. George,
dan Richard K. Ghere.
Ethics in Public Management.
New York: M.E. Sharpe, 2005.
Buku ini membahas berbagai isu etika dalam
pengelolaan publik, termasuk tantangan transparansi dan konflik
kepentingan.
5)
Denhardt, Janet V., dan
Robert B. Denhardt.
The New Public Service: Serving, Not
Steering.
New York: Routledge, 2015.
Buku ini mengeksplorasi konsep pelayanan publik
modern yang menekankan pada kolaborasi dan pengabdian masyarakat,
tanpa politisasi.
6)
Fukuyama, Francis.
Political Order and Political Decay.
New York: Farrar, Straus and Giroux, 2014.
Buku ini memberikan analisis mendalam tentang
bagaimana institusi publik dapat mengalami politisasi yang merusak legitimasi
mereka.
7)
Bevir, Mark.
Governance: A Very Short Introduction.
Oxford: Oxford University Press, 2012.
Buku ini menjelaskan konsep dasar governance dan
bagaimana pemerintah dapat menjalankan fungsi-fungsinya secara
transparan dan etis.
8)
Klitgaard, Robert.
Controlling Corruption.
Berkeley: University of California Press, 1991.
Buku ini memberikan wawasan tentang bagaimana
mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang, yang relevan dalam kasus
personalisasi bantuan.
9)
Nasution, Adnan G.
Hukum Administrasi Negara.
Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Buku ini memberikan dasar hukum dalam
administrasi negara, termasuk penggunaan dana publik dan akuntabilitas pejabat
negara.
10)
Siddiquee, Noore Alam.
Public Management and Governance in
Malaysia: Trends and Transformations.
London: Routledge, 2013.
Buku ini mengeksplorasi dinamika pengelolaan
publik, termasuk etika, dalam konteks pemerintahan Asia Tenggara, yang
dapat memberikan perspektif perbandingan.
Buku-buku tersebut
dapat menjadi rujukan yang berguna untuk memperdalam analisis fenomena penamaan
bantuan pemerintah dan dampaknya
terhadap etika, kepercayaan publik, dan tata kelola pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar