Sabtu, 22 Februari 2025

Green Economy: Konsep, Implementasi, dan Tantangan Menuju Pembangunan Berkelanjutan

Green Economy

Konsep, Implementasi, dan Tantangan Menuju Pembangunan Berkelanjutan


Alihkan ke: Konsep-Konsep Ekonomi


Abstrak

Green Economy atau ekonomi hijau merupakan konsep pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Artikel ini membahas secara komprehensif tentang konsep ekonomi hijau, prinsip-prinsip dasarnya, serta pilar-pilar utama yang meliputi energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, produksi dan konsumsi hijau, pembangunan infrastruktur hijau, serta keuangan berkelanjutan. Selain itu, artikel ini juga menguraikan implementasi green economy di berbagai negara, termasuk kebijakan European Green Deal di Uni Eropa, revolusi energi hijau di Tiongkok, serta langkah-langkah strategis yang diambil oleh Indonesia dalam transisi menuju ekonomi berkelanjutan.

Namun, implementasi ekonomi hijau menghadapi berbagai tantangan, seperti hambatan regulasi, ketergantungan terhadap energi fosil, tingginya biaya investasi awal, serta rendahnya kesadaran masyarakat. Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan strategi yang melibatkan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Artikel ini merekomendasikan berbagai langkah strategis, termasuk reformasi kebijakan lingkungan, insentif bagi industri hijau, investasi dalam infrastruktur ramah lingkungan, serta peningkatan edukasi dan kesadaran publik mengenai pentingnya ekonomi hijau. Dengan dukungan kebijakan yang efektif dan teknologi inovatif, ekonomi hijau dapat menjadi model pembangunan yang berkelanjutan untuk masa depan.

Kata Kunci: Ekonomi hijau, pembangunan berkelanjutan, energi terbarukan, kebijakan lingkungan, keuangan hijau, konsumsi berkelanjutan, infrastruktur hijau.


PEMBAHASAN

Pembahasan Komprehensif tentang Green Economy


1.           Pendahuluan

1.1.       Latar Belakang

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia menghadapi krisis lingkungan yang semakin parah akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan meningkatnya emisi gas rumah kaca. Perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, serta pencemaran air dan udara telah menjadi ancaman global yang menuntut pendekatan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Model ekonomi konvensional yang berbasis pada eksploitasi sumber daya alam dan pertumbuhan tanpa batas semakin dipertanyakan efektivitasnya dalam jangka panjang. Dalam konteks inilah, konsep green economy atau ekonomi hijau muncul sebagai solusi untuk mengatasi krisis lingkungan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Green economy tidak hanya berfokus pada pengurangan dampak lingkungan dari aktivitas ekonomi, tetapi juga menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP), ekonomi hijau adalah "ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sembari secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis."_1 Dengan kata lain, green economy menekankan transisi menuju ekonomi rendah karbon, efisiensi sumber daya, dan inklusivitas sosial sebagai strategi utama dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Pentingnya green economy semakin mendapat perhatian di berbagai forum internasional. Misalnya, pada Konferensi Rio+20 tahun 2012, ekonomi hijau diakui sebagai salah satu instrumen utama dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).2 Selain itu, Paris Agreement 2015 juga mendorong negara-negara untuk menerapkan kebijakan ekonomi hijau guna mengurangi emisi karbon dan mempercepat transisi menuju energi bersih.3 Sejumlah negara telah mengadopsi kebijakan dan strategi untuk mendukung ekonomi hijau, seperti insentif pajak bagi energi terbarukan, regulasi pengelolaan limbah, serta investasi dalam infrastruktur ramah lingkungan.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai konsep green economy, pilar-pilar utamanya, implementasi di berbagai negara, serta tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan pembaca dapat memperoleh wawasan mendalam tentang bagaimana green economy dapat berkontribusi dalam menghadapi krisis lingkungan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

1.2.       Definisi Green Economy

Berbagai organisasi dan akademisi telah memberikan definisi mengenai green economy, yang umumnya mengacu pada pendekatan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Definisi yang paling banyak digunakan adalah dari United Nations Environment Programme (UNEP), yang menyatakan bahwa green economy adalah "ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sembari secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis."_4 Dalam definisi ini, UNEP menekankan bahwa ekonomi hijau harus berorientasi pada pertumbuhan inklusif, mengurangi emisi gas rumah kaca, serta mengelola sumber daya alam secara lebih efisien dan berkelanjutan.

Sebagai tambahan, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mengartikan green economy sebagai "sebuah sistem ekonomi yang mempertimbangkan dampak lingkungan dari aktivitas ekonomi, dan menempatkan efisiensi sumber daya serta keberlanjutan sebagai prioritas utama."_5 Definisi ini menyoroti pentingnya perubahan paradigma dalam kebijakan ekonomi, di mana pertumbuhan ekonomi tidak lagi hanya diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi juga berdasarkan kesejahteraan ekologis dan sosial.

Green economy juga sering dibandingkan dengan konsep lain seperti circular economy dan blue economy. Circular economy atau ekonomi sirkular menekankan pada penggunaan kembali, daur ulang, dan pengurangan limbah dalam rantai produksi untuk mengurangi eksploitasi sumber daya alam.6 Sementara itu, blue economy berfokus pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan, terutama dalam sektor perikanan, energi laut, dan konservasi ekosistem pesisir.7

Dengan memahami definisi dan prinsip utama dari green economy, kita dapat melihat bagaimana konsep ini menawarkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan lingkungan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif.


Catatan Kaki

[1]                United Nations Environment Programme, Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradication (Nairobi: UNEP, 2011), 16.

[2]                United Nations, The Future We Want: Outcome Document of the United Nations Conference on Sustainable Development (Rio+20) (New York: United Nations, 2012), 3.

[3]                United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Paris Agreement (Paris: UNFCCC, 2015), 2.

[4]                UNEP, Towards a Green Economy, 16.

[5]                Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Green Growth Indicators 2017 (Paris: OECD Publishing, 2017), 11.

[6]                Ellen MacArthur Foundation, The Circular Economy: A Wealth of Flows (Cowes: Ellen MacArthur Foundation, 2016), 22.

[7]                Gunter Pauli, The Blue Economy: 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs (Paradigm Publications, 2010), 8.


2.           Konsep dan Pilar Green Economy

2.1.       Prinsip-Prinsip Dasar Green Economy

Green economy berlandaskan pada sejumlah prinsip dasar yang menekankan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan. United Nations Environment Programme (UNEP) merumuskan bahwa ekonomi hijau harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, seraya mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.1 Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa prinsip utama dalam green economy:

1)                  Efisiensi dalam Penggunaan Sumber Daya Alam dan Energi
Green economy mendorong penggunaan sumber daya yang lebih efisien melalui pendekatan ekonomi sirkular, yang mencakup konsep reduce, reuse, dan recycle (3R) guna mengurangi limbah dan meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap keterbatasan sumber daya alam.2 Hal ini sejalan dengan laporan dari OECD, yang menekankan bahwa optimalisasi penggunaan sumber daya akan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan mempercepat transisi menuju sistem produksi yang lebih berkelanjutan.3

2)                  Pengurangan Emisi Karbon dan Polusi Lingkungan
Prinsip utama ekonomi hijau adalah mengurangi jejak karbon melalui penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi, serta inovasi teknologi rendah karbon. Paris Agreement 2015 menjadi tonggak penting dalam mendorong negara-negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca guna membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C.4

3)                  Pembangunan Berkelanjutan dan Inklusif
Green economy tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan bahwa manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan. World Bank menekankan bahwa pendekatan ini akan menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor ekonomi hijau, seperti energi terbarukan dan industri daur ulang.5

4)                  Perlindungan terhadap Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem
Green economy menekankan pentingnya konservasi sumber daya alam, seperti hutan, laut, dan lahan pertanian yang menjadi penyedia layanan ekosistem penting. Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) melaporkan bahwa degradasi ekosistem yang tidak terkendali dapat mengancam ketahanan pangan, ketahanan air, dan kesehatan manusia secara global.6

2.2.       Pilar-Pilar Utama Green Economy

Untuk menerapkan prinsip-prinsip ekonomi hijau, terdapat lima pilar utama yang menjadi fokus utama dalam transisi menuju sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan.

2.2.1.    Energi Terbarukan

Salah satu pilar utama green economy adalah transisi dari bahan bakar fosil ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan, seperti energi matahari, angin, dan biomassa. International Renewable Energy Agency (IRENA) mencatat bahwa investasi dalam energi terbarukan dapat menciptakan lebih dari 42 juta lapangan kerja di seluruh dunia pada tahun 2050, sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.7 Selain itu, kebijakan subsidi energi terbarukan dan pajak karbon telah diterapkan di berbagai negara untuk mempercepat peralihan menuju sistem energi bersih.8

2.2.2.    Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan

Pengelolaan air, hutan, dan tanah secara bijak menjadi komponen penting dalam ekonomi hijau. Konsep ini menekankan pentingnya pertanian berkelanjutan, yang mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya dan meningkatkan efisiensi irigasi. Food and Agriculture Organization (FAO) melaporkan bahwa pertanian berbasis ekologi dapat meningkatkan produktivitas pangan sambil mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.9

2.2.3.    Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan

Green economy mendorong pola produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab. Ini mencakup penerapan ekonomi sirkular, di mana limbah dari satu industri dapat menjadi bahan baku bagi industri lainnya. Ellen MacArthur Foundation mengemukakan bahwa ekonomi sirkular dapat menghemat hingga $4,5 triliun dalam nilai ekonomi global pada tahun 2030.10

2.2.4.    Pembangunan Infrastruktur Hijau

Investasi dalam infrastruktur hijau, seperti transportasi publik yang ramah lingkungan dan bangunan hemat energi, menjadi prioritas dalam banyak kebijakan ekonomi hijau. World Economic Forum (WEF) melaporkan bahwa pengembangan kota pintar (smart cities) yang berbasis infrastruktur hijau dapat mengurangi emisi karbon hingga 40% pada tahun 2050.11

2.2.5.    Keuangan Berkelanjutan (Green Finance)

Peran sektor keuangan sangat penting dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau. Green bonds, atau obligasi hijau, telah menjadi instrumen utama dalam mendanai proyek-proyek ramah lingkungan. International Finance Corporation (IFC) mencatat bahwa pasar obligasi hijau global telah mencapai lebih dari $1 triliun sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 2007.12


Catatan Kaki

[1]                United Nations Environment Programme, Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradication (Nairobi: UNEP, 2011), 16.

[2]                Ellen MacArthur Foundation, The Circular Economy: A Wealth of Flows (Cowes: Ellen MacArthur Foundation, 2016), 14.

[3]                Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Green Growth Indicators 2017 (Paris: OECD Publishing, 2017), 23.

[4]                United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Paris Agreement (Paris: UNFCCC, 2015), 4.

[5]                The World Bank, Inclusive Green Growth: The Pathway to Sustainable Development (Washington, DC: The World Bank, 2012), 5.

[6]                Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES), Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services (Bonn: IPBES, 2019), 3.

[7]                International Renewable Energy Agency (IRENA), Renewable Energy and Jobs Annual Review 2021 (Abu Dhabi: IRENA, 2021), 7.

[8]                Ibid., 9.

[9]                Food and Agriculture Organization (FAO), The State of Food and Agriculture 2019: Moving Forward on Food Loss and Waste Reduction (Rome: FAO, 2019), 12.

[10]             Ellen MacArthur Foundation, The Circular Economy, 18.

[11]             World Economic Forum, The Future of Urban Development and Services Initiative (Geneva: WEF, 2019), 6.

[12]             International Finance Corporation (IFC), Green Bond Impact Report 2021 (Washington, DC: IFC, 2021), 8.


3.           Implementasi dan Studi Kasus Green Economy

3.1.       Kebijakan dan Regulasi Green Economy

Green economy telah menjadi bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan di banyak negara melalui kebijakan dan regulasi yang mendukung transisi menuju sistem ekonomi yang lebih ramah lingkungan. Sejumlah regulasi dan perjanjian internasional telah disepakati untuk mempercepat implementasi ekonomi hijau, di antaranya:

3.1.1.    Kebijakan Nasional dalam Mendukung Green Economy

Pemerintah di berbagai negara telah mengadopsi kebijakan yang mendorong investasi dalam sektor energi terbarukan, efisiensi energi, serta pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik. Contohnya, Uni Eropa menerapkan kebijakan European Green Deal, yang bertujuan mencapai netralitas karbon pada tahun 2050.1 Program ini mencakup investasi dalam energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, serta pajak karbon untuk industri yang menghasilkan emisi tinggi.

Selain itu, Tiongkok telah mengadopsi konsep "Ecological Civilization", yang menempatkan keberlanjutan lingkungan sebagai pilar utama dalam kebijakan ekonomi nasionalnya.2 Negara ini berinvestasi besar-besaran dalam industri energi bersih, terutama tenaga surya dan angin, serta memperkenalkan mekanisme perdagangan karbon untuk mengurangi emisi industri.

Sementara itu, di Indonesia, kebijakan ekonomi hijau telah menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yang mencakup strategi untuk meningkatkan efisiensi energi, mengurangi deforestasi, dan mendorong penggunaan bahan bakar terbarukan.3

3.1.2.    Perjanjian Internasional Terkait Green Economy

Beberapa perjanjian global juga berperan penting dalam mendorong implementasi ekonomi hijau, antara lain:

·                     Paris Agreement 2015, yang mengikat negara-negara untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri.4

·                     Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 7 (Energi Bersih dan Terjangkau) dan Tujuan 13 (Aksi Iklim), yang mendorong peralihan ke energi bersih dan pengurangan emisi gas rumah kaca.5

·                     The Kigali Amendment to the Montreal Protocol, yang menargetkan pengurangan penggunaan hidrofluorokarbon (HFC) sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim.6

3.2.       Penerapan Green Economy di Berbagai Negara

Setiap negara menghadapi tantangan yang berbeda dalam menerapkan kebijakan ekonomi hijau, tetapi ada beberapa contoh sukses implementasi yang dapat menjadi acuan bagi negara lain.

3.2.1.    Studi Kasus: Uni Eropa dan European Green Deal

Uni Eropa merupakan salah satu kawasan yang paling progresif dalam menerapkan kebijakan ekonomi hijau. European Green Deal yang diluncurkan pada tahun 2019 menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 55% pada tahun 2030 dan netralitas karbon pada tahun 2050.7 Salah satu langkah konkret dalam program ini adalah implementasi pajak karbon dan investasi sebesar €1 triliun dalam energi terbarukan serta infrastruktur hijau.

Keberhasilan Uni Eropa juga terlihat dalam transisi ke energi bersih. Denmark dan Jerman telah menjadi pemimpin dalam sektor energi angin dan surya, dengan lebih dari 50% listrik mereka berasal dari energi terbarukan pada tahun 2021.8

3.2.2.    Studi Kasus: China dan Revolusi Energi Hijau

Tiongkok merupakan negara dengan investasi terbesar dalam energi hijau. Pada tahun 2020, Tiongkok mengalokasikan lebih dari $400 miliar untuk pengembangan energi terbarukan.9 Langkah strategisnya meliputi:

·                     Menjadi produsen panel surya terbesar di dunia, dengan kapasitas produksi lebih dari 70% dari total global.

·                     Menerapkan sistem perdagangan karbon terbesar di dunia untuk mengurangi emisi industri berat.

·                     Meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin dan surya lebih cepat dibanding negara lain.10

3.2.3.    Studi Kasus: Indonesia dan Transisi Menuju Ekonomi Hijau

Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengurangi deforestasi dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun, sejumlah langkah telah diambil:

·                     Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata, yang menjadi salah satu proyek PLTS terbesar di Asia Tenggara.11

·                     Moratorium izin perkebunan sawit baru untuk mengurangi deforestasi dan meningkatkan keberlanjutan industri kelapa sawit.12

·                     Penerapan program biodiesel B30, yang mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan mencampurkan minyak sawit dalam bahan bakar solar.13

3.3.       Peran Sektor Swasta dan Masyarakat dalam Green Economy

Implementasi green economy tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga membutuhkan keterlibatan sektor swasta dan masyarakat.

3.3.1.    Inovasi Industri dalam Ekonomi Hijau

Banyak perusahaan multinasional yang telah berkomitmen untuk menerapkan prinsip green economy dalam model bisnis mereka, misalnya:

·                     Tesla Inc., yang memimpin inovasi kendaraan listrik dan energi terbarukan.14

·                     Unilever, yang menerapkan konsep supply chain berkelanjutan dengan mengurangi jejak karbon dan mengutamakan bahan baku ramah lingkungan.15

·                     Google dan Apple, yang telah beralih ke 100% energi terbarukan dalam operasional pusat data mereka.16

3.3.2.    Peran Masyarakat dalam Mendukung Green Economy

Kesadaran masyarakat juga memainkan peran penting dalam mempercepat transisi menuju ekonomi hijau. Adopsi gaya hidup ramah lingkungan, seperti penggunaan transportasi publik, pengurangan plastik sekali pakai, serta konsumsi produk organik dan daur ulang, semakin meningkat di berbagai negara.17


Catatan Kaki

[1]                European Commission, The European Green Deal (Brussels: European Commission, 2019), 5.

[2]                Ministry of Ecology and Environment of China, China’s Policies and Actions for Addressing Climate Change (Beijing: MEE, 2020), 3.

[3]                Bappenas, Low Carbon Development: A Paradigm Shift Towards a Green Economy in Indonesia (Jakarta: Bappenas, 2021), 8.

[4]                United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Paris Agreement (Paris: UNFCCC, 2015), 2.

[5]                United Nations, Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development (New York: United Nations, 2015), 7.

[6]                UNEP, The Kigali Amendment to the Montreal Protocol (Nairobi: UNEP, 2016), 4.

[7]                European Commission, The European Green Deal, 9.

[8]                International Energy Agency (IEA), Renewables 2021 (Paris: IEA, 2021), 14.

[9]                Bloomberg New Energy Finance, China's Clean Energy Boom (New York: Bloomberg, 2020), 11.

[10]             Ibid., 12.

[11]             PLN, Proyek PLTS Terapung Cirata (Jakarta: PLN, 2021), 3.

[12]             Ministry of Environment and Forestry of Indonesia, Indonesia’s Forestry Moratorium (Jakarta: KLHK, 2020), 6.

[13]             Pertamina, Program Biodiesel B30 (Jakarta: Pertamina, 2021), 2.

[14]             Tesla, Impact Report 2021 (Palo Alto: Tesla, 2021), 5.

[15]             Unilever, Sustainable Living Plan 2020 (London: Unilever, 2020), 4.

[16]             Apple, Environmental Progress Report 2021 (Cupertino: Apple, 2021), 3.

[17]             World Economic Forum, The Future of Sustainable Consumption (Geneva: WEF, 2021), 6.


4.           Tantangan dan Prospek Green Economy

4.1.       Tantangan dalam Implementasi Green Economy

Meskipun konsep green economy menjanjikan solusi terhadap krisis lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, implementasinya menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. Beberapa hambatan utama dalam transisi ke ekonomi hijau meliputi aspek kebijakan, ekonomi, sosial, dan teknologi.

4.1.1.    Hambatan Kebijakan dan Regulasi

Banyak negara masih menghadapi kesulitan dalam menyusun dan menegakkan kebijakan yang mendukung green economy. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya harmonisasi regulasi antar negara, yang menghambat investasi lintas batas dalam proyek energi hijau dan teknologi rendah karbon.1

Selain itu, regulasi terkait subsidi bahan bakar fosil di banyak negara masih menjadi penghalang utama dalam transisi ke energi bersih. International Energy Agency (IEA) melaporkan bahwa subsidi global untuk bahan bakar fosil mencapai $450 miliar pada tahun 2021, jauh lebih besar dibandingkan subsidi untuk energi terbarukan.2 Tanpa reformasi kebijakan yang lebih agresif, transisi menuju energi hijau akan terus mengalami hambatan.

4.1.2.    Ketergantungan pada Energi Fosil dan Transisi yang Lambat

Meskipun banyak negara telah mengadopsi kebijakan energi terbarukan, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil masih tinggi. Global Energy Review 2022 dari IEA mencatat bahwa konsumsi batu bara justru meningkat lebih dari 6% pada tahun 2021, seiring dengan pemulihan ekonomi pasca-pandemi COVID-19.3

Banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, masih menghadapi tantangan besar dalam mengalihkan sektor industrinya ke sumber energi yang lebih bersih. Infrastruktur yang belum memadai serta keterbatasan akses ke teknologi ramah lingkungan memperlambat proses transisi.4

4.1.3.    Biaya Investasi Awal yang Tinggi

Green economy sering kali membutuhkan investasi awal yang besar dalam sektor energi terbarukan, efisiensi sumber daya, dan infrastruktur hijau. World Bank memperkirakan bahwa untuk mencapai target netral karbon global pada tahun 2050, diperlukan investasi tahunan sebesar $4,5 triliun di berbagai sektor ekonomi.5

Meskipun investasi jangka panjang dalam ekonomi hijau dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial, banyak negara berkembang menghadapi keterbatasan dana dan akses terhadap pinjaman hijau. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pembiayaan yang lebih inklusif, seperti obligasi hijau (green bonds) dan kemitraan publik-swasta untuk mempercepat implementasi proyek hijau.6

4.1.4.    Kurangnya Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya green economy masih beragam, terutama di negara-negara berkembang. Kebiasaan konsumsi yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan plastik sekali pakai dan ketergantungan pada kendaraan berbahan bakar fosil, masih menjadi kendala besar dalam mempercepat transisi ke ekonomi hijau.7

Kampanye edukasi dan advokasi tentang manfaat ekonomi hijau sangat diperlukan untuk meningkatkan partisipasi publik dalam menciptakan gaya hidup yang lebih berkelanjutan. Pemerintah dan sektor swasta memiliki peran kunci dalam memperkuat program kesadaran lingkungan dan memberikan insentif bagi individu serta perusahaan yang menerapkan praktik hijau.8

4.2.       Masa Depan Green Economy: Peluang dan Prospek

Meskipun menghadapi banyak tantangan, green economy tetap menjadi tren utama dalam pembangunan ekonomi global. Sejumlah inovasi dan kebijakan strategis telah menunjukkan bahwa transisi menuju ekonomi hijau memiliki prospek yang positif.

4.2.1.    Peran Inovasi Teknologi dalam Ekonomi Hijau

Kemajuan teknologi memainkan peran sentral dalam mempercepat implementasi ekonomi hijau. Beberapa inovasi yang mendukung transisi ini meliputi:

·                     Teknologi energi terbarukan, seperti panel surya dengan efisiensi tinggi dan turbin angin generasi baru, yang semakin terjangkau dan dapat diakses oleh lebih banyak negara.9

·                     Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT) yang diterapkan dalam manajemen energi dan efisiensi sumber daya di berbagai sektor industri.10

·                     Mobil listrik dan baterai berkapasitas tinggi, yang dapat mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi dan mempercepat transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil.11

Investasi dalam teknologi hijau ini telah menunjukkan dampak yang signifikan dalam menurunkan biaya produksi energi bersih, sehingga meningkatkan daya saing ekonomi hijau di pasar global.

4.2.2.    Peningkatan Investasi dan Keuangan Hijau

Keuangan berkelanjutan (sustainable finance) menjadi pendorong utama dalam mendukung transisi ekonomi hijau. Green bonds dan investasi ESG (Environmental, Social, and Governance) semakin berkembang pesat, dengan nilai pasar obligasi hijau global mencapai $1,6 triliun pada tahun 2022.12

Banyak lembaga keuangan dan bank sentral mulai menerapkan kebijakan untuk memprioritaskan proyek yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Misalnya, European Central Bank (ECB) telah mengalokasikan dana khusus untuk mendukung perusahaan yang memiliki kebijakan hijau dalam operasional bisnisnya.13

4.2.3.    Sinergi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat

Keberhasilan implementasi ekonomi hijau sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Beberapa strategi yang dapat mempercepat transisi menuju ekonomi hijau meliputi:

·                     Insentif bagi perusahaan hijau, seperti pajak karbon dan subsidi untuk energi terbarukan.

·                     Kebijakan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja hijau, untuk menciptakan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan industri berkelanjutan.14

·                     Kampanye kesadaran publik, guna mendorong masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

Dengan dukungan kebijakan yang tepat, teknologi yang berkembang, dan partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, green economy dapat menjadi pilar utama dalam membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.


Catatan Kaki

[1]                Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Green Growth and Environmental Policies (Paris: OECD Publishing, 2020), 7.

[2]                International Energy Agency (IEA), Fossil Fuel Subsidies Tracker 2021 (Paris: IEA, 2021), 3.

[3]                IEA, Global Energy Review 2022 (Paris: IEA, 2022), 5.

[4]                United Nations Development Programme (UNDP), Energy Transition in Developing Countries (New York: UNDP, 2021), 9.

[5]                The World Bank, Financing the Green Transition (Washington, DC: The World Bank, 2022), 4.

[6]                Ibid., 5.

[7]                World Economic Forum, Public Awareness and Green Economy (Geneva: WEF, 2021), 6.

[8]                United Nations, Advancing Public Engagement in Sustainability (New York: UN, 2022), 8.

[9]                Bloomberg New Energy Finance, Clean Energy Trends 2022 (New York: Bloomberg, 2022), 11.

[10]             Ibid., 12.

[11]             International Transport Forum, Electric Vehicles and Future Mobility (Paris: ITF, 2021), 7.

[12]             International Finance Corporation (IFC), Green Bonds Market Update 2022 (Washington, DC: IFC, 2022), 3.

[13]             European Central Bank (ECB), Sustainable Finance Strategy 2022 (Frankfurt: ECB, 2022), 2.

[14]             United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), Green Skills for the Future (Paris: UNESCO, 2022), 5.


5.           Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1.       Kesimpulan

Green economy merupakan konsep yang menawarkan solusi jangka panjang bagi tantangan lingkungan, sosial, dan ekonomi global. Dengan menekankan pada efisiensi sumber daya, energi terbarukan, pengurangan emisi karbon, serta pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, ekonomi hijau bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. United Nations Environment Programme (UNEP) mendefinisikan green economy sebagai sistem ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sembari mengurangi risiko lingkungan serta kelangkaan sumber daya alam.1

Berbagai negara telah mengadopsi kebijakan dan strategi ekonomi hijau sebagai bagian dari agenda pembangunan mereka. Uni Eropa, misalnya, telah menerapkan European Green Deal, yang bertujuan untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 melalui kebijakan energi bersih, pajak karbon, dan investasi dalam infrastruktur hijau.2 Tiongkok, sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, telah menjadi pemimpin global dalam investasi energi terbarukan dan pengembangan teknologi hijau.3 Sementara itu, Indonesia telah mulai mengadopsi strategi pembangunan rendah karbon dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan fokus pada transisi energi dan perlindungan hutan.4

Meskipun terdapat banyak kemajuan, implementasi ekonomi hijau masih menghadapi tantangan yang signifikan. Ketergantungan pada bahan bakar fosil, kurangnya regulasi yang harmonis, serta biaya investasi awal yang tinggi menjadi hambatan utama bagi banyak negara dalam beralih ke sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan.5 Selain itu, kesadaran masyarakat dan partisipasi sektor swasta juga berperan krusial dalam mempercepat transisi menuju green economy.6

Secara keseluruhan, meskipun masih ada tantangan yang harus diatasi, tren global menunjukkan bahwa ekonomi hijau akan menjadi model ekonomi dominan di masa depan. Dengan dukungan inovasi teknologi, kebijakan yang efektif, dan partisipasi berbagai pemangku kepentingan, ekonomi hijau dapat mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan sekaligus melindungi lingkungan bagi generasi mendatang.

5.2.       Rekomendasi

Untuk mempercepat implementasi ekonomi hijau dan mengatasi berbagai tantangan yang ada, sejumlah rekomendasi strategis dapat diterapkan oleh pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat sipil.

5.2.1.    Langkah Konkret bagi Pemerintah

1)                  Reformasi Kebijakan dan Regulasi
Pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang mendukung ekonomi hijau, termasuk:

Menghapus subsidi bahan bakar fosil secara bertahap dan mengalihkan dana tersebut ke investasi energi terbarukan.7

Menetapkan pajak karbon dan mekanisme perdagangan emisi untuk mendorong industri mengurangi jejak karbon mereka.8

Meningkatkan standar lingkungan bagi sektor industri dan konstruksi untuk mengurangi polusi serta meningkatkan efisiensi sumber daya.9

2)                  Peningkatan Investasi dalam Infrastruktur Hijau

Pemerintah harus mendorong pengembangan transportasi publik yang ramah lingkungan, seperti kendaraan listrik dan jaringan transportasi berbasis energi bersih.10

Mendukung pengembangan energi terbarukan dengan memberikan insentif kepada produsen energi bersih dan mempermudah perizinan proyek energi hijau.11

3)                  Peningkatan Kapasitas dan Pendidikan

Pemerintah perlu mengintegrasikan kurikulum pendidikan berbasis keberlanjutan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan generasi mendatang dalam menghadapi tantangan lingkungan.12

Pelatihan tenaga kerja dalam industri hijau harus ditingkatkan guna memastikan kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi transformasi ekonomi hijau.13

5.2.2.    Peran Sektor Swasta dalam Ekonomi Hijau

1)                  Integrasi Prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dalam Bisnis
Perusahaan harus berkomitmen untuk menerapkan praktik bisnis yang berkelanjutan dengan:

Mengurangi jejak karbon dalam rantai pasok melalui efisiensi energi dan bahan baku.14

Mengembangkan produk dan layanan ramah lingkungan, seperti kemasan yang dapat didaur ulang dan model bisnis berbasis circular economy.15

2)                  Investasi dalam Inovasi dan Teknologi Hijau

Perusahaan dapat berkontribusi dengan mengembangkan teknologi energi bersih, seperti baterai berkapasitas tinggi dan sistem energi pintar berbasis AI.16

Memanfaatkan keuangan hijau, seperti green bonds dan investasi berkelanjutan untuk membiayai proyek-proyek yang mendukung transisi ke ekonomi hijau.17

5.2.3.    Mendorong Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat

1)                  Mengadopsi Gaya Hidup Berkelanjutan

Masyarakat perlu meningkatkan konsumsi produk yang lebih ramah lingkungan, seperti menggunakan kendaraan listrik, mengurangi limbah plastik, dan mendukung bisnis yang menerapkan praktik berkelanjutan.18

Pola konsumsi berkelanjutan, seperti diet berbasis nabati dan pengurangan food waste, dapat memberikan dampak besar dalam mengurangi jejak karbon individu.19

2)                  Partisipasi dalam Gerakan Lingkungan

Kampanye kesadaran publik harus diperkuat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya ekonomi hijau.20

Kolaborasi antara pemerintah, LSM, dan komunitas lokal sangat penting untuk menciptakan aksi kolektif dalam upaya perlindungan lingkungan dan transisi ekonomi hijau.21


Catatan Kaki

[1]                United Nations Environment Programme, Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradication (Nairobi: UNEP, 2011), 16.

[2]                European Commission, The European Green Deal (Brussels: European Commission, 2019), 3.

[3]                Bloomberg New Energy Finance, China’s Clean Energy Boom (New York: Bloomberg, 2020), 9.

[4]                Bappenas, Low Carbon Development: A Paradigm Shift Towards a Green Economy in Indonesia (Jakarta: Bappenas, 2021), 4.

[5]                International Energy Agency (IEA), World Energy Outlook 2022 (Paris: IEA, 2022), 12.

[6]                World Economic Forum, The Future of Sustainable Consumption (Geneva: WEF, 2021), 6.

[7]                IEA, Fossil Fuel Subsidies Tracker 2021 (Paris: IEA, 2021), 2.

[8]                United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Paris Agreement (Paris: UNFCCC, 2015), 4.

[9]                OECD, Green Growth and Environmental Policies (Paris: OECD Publishing, 2020), 5.

[10]             International Transport Forum, Electric Vehicles and Future Mobility (Paris: ITF, 2021), 7.

[11]             World Bank, Financing the Green Transition (Washington, DC: The World Bank, 2022), 4.

[12]             UNESCO, Green Skills for the Future (Paris: UNESCO, 2022), 5.

[13]             Ibid., 6.

[14]             Unilever, Sustainable Living Plan 2020 (London: Unilever, 2020), 7.

[15]             Ellen MacArthur Foundation, The Circular Economy: A Wealth of Flows (Cowes: Ellen MacArthur Foundation, 2016), 9.

[16]             Bloomberg, Clean Energy Trends 2022, 11.

[17]             International Finance Corporation (IFC), Green Bonds Market Update 2022 (Washington, DC: IFC, 2022), 3.

[18]             WEF, The Future of Sustainable Consumption, 6.

[19]             FAO, Food Waste Index Report 2021 (Rome: FAO, 2021), 8.

[20]             UNEP, Advancing Public Engagement in Sustainability, 5.

[21]             Ibid., 6.


Daftar Pustaka

Bloomberg New Energy Finance. (2020). China’s clean energy boom. Bloomberg.

Bloomberg New Energy Finance. (2022). Clean energy trends 2022. Bloomberg.

Bappenas. (2021). Low carbon development: A paradigm shift towards a green economy in Indonesia. Bappenas.

European Commission. (2019). The European Green Deal. European Commission.

Ellen MacArthur Foundation. (2016). The circular economy: A wealth of flows. Ellen MacArthur Foundation.

FAO. (2021). Food waste index report 2021. Food and Agriculture Organization of the United Nations.

IEA. (2021). Fossil fuel subsidies tracker 2021. International Energy Agency.

IEA. (2022). Global energy review 2022. International Energy Agency.

IEA. (2022). World energy outlook 2022. International Energy Agency.

International Finance Corporation (IFC). (2022). Green bonds market update 2022. IFC.

International Transport Forum (ITF). (2021). Electric vehicles and future mobility. ITF.

Ministry of Ecology and Environment of China. (2020). China’s policies and actions for addressing climate change. Ministry of Ecology and Environment of China.

Ministry of Environment and Forestry of Indonesia. (2020). Indonesia’s forestry moratorium. Ministry of Environment and Forestry of Indonesia.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2020). Green growth and environmental policies. OECD Publishing.

Pertamina. (2021). Program biodiesel B30. Pertamina.

PLN. (2021). Proyek PLTS terapung Cirata. PLN.

Tesla. (2021). Impact report 2021. Tesla Inc.

UNESCO. (2022). Green skills for the future. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.

United Nations. (2015). Transforming our world: The 2030 agenda for sustainable development. United Nations.

United Nations Development Programme (UNDP). (2021). Energy transition in developing countries. UNDP.

United Nations Environment Programme (UNEP). (2011). Towards a green economy: Pathways to sustainable development and poverty eradication. UNEP.

United Nations Environment Programme (UNEP). (2016). The Kigali amendment to the Montreal Protocol. UNEP.

United Nations Environment Programme (UNEP). (2022). Advancing public engagement in sustainability. UNEP.

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). (2015). Paris Agreement. UNFCCC.

Unilever. (2020). Sustainable living plan 2020. Unilever.

World Bank. (2012). Inclusive green growth: The pathway to sustainable development. World Bank.

World Bank. (2022). Financing the green transition. World Bank.

World Economic Forum (WEF). (2019). The future of urban development and services initiative. WEF.

World Economic Forum (WEF). (2021). The future of sustainable consumption. WEF.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar