Korporasi
Struktur, Fungsi, dan Peran dalam Ekonomi Modern
Alihkan ke: Ilmu Ekonomi.
BUMN, Koperasi,
Perseroan
Terbatas.
Abstrak
Korporasi memainkan peran sentral dalam ekonomi modern, tidak hanya
sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi tetapi juga sebagai aktor utama dalam
globalisasi, inovasi, dan tanggung jawab sosial. Artikel ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman komprehensif tentang struktur, fungsi, dan peran korporasi
dalam konteks ekonomi kontemporer. Struktur korporasi, yang meliputi organisasi
internal, kepemilikan, dan kerangka hukum, menjadi fondasi bagi operasi dan
tata kelola perusahaan. Fungsi korporasi mencakup kontribusi ekonomi melalui
penciptaan lapangan kerja dan inovasi, tanggung jawab sosial melalui program
CSR, serta peran dalam pasar modal dan persaingan ekonomi. Namun, korporasi
juga menghadapi tantangan dan kontroversi, seperti isu etika bisnis,
kesenjangan ekonomi, dan dominasi pasar. Di masa depan, korporasi harus
beradaptasi dengan transformasi digital, perubahan iklim, dan evolusi model
bisnis untuk tetap relevan dan berkelanjutan. Artikel ini menyimpulkan bahwa
keberhasilan korporasi di masa depan bergantung pada kemampuan mereka untuk
menyeimbangkan keuntungan ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan,
serta mengadopsi praktik tata kelola yang transparan dan akuntabel.
Kata Kunci: Korporasi, Struktur Korporasi, Fungsi Korporasi, Ekonomi Modern,
Tanggung Jawab Sosial, Transformasi Digital, Perubahan Iklim, Tata Kelola
Perusahaan.
PEMBAHASAN
Telaah Sistem Korporasi dalam Perekonomian Modern
1.
Pendahuluan
Korporasi, sebagai entitas bisnis yang
memiliki kepribadian hukum terpisah dari pemiliknya, telah menjadi salah satu
pilar utama dalam sistem ekonomi global. Secara historis, konsep korporasi
modern bermula dari abad ke-17 dengan berdirinya perusahaan-perusahaan seperti
Dutch East India Company (VOC), yang dianggap sebagai salah satu korporasi
multinasional pertama di dunia.¹ Korporasi dirancang untuk memungkinkan
pengumpulan modal besar-besaran melalui penjualan saham, memisahkan tanggung
jawab keuangan pemilik dari operasi bisnis, dan memberikan perlindungan hukum
terhadap risiko bisnis.²
Dalam konteks ekonomi modern, korporasi
memainkan peran sentral dalam menciptakan lapangan kerja, mendorong inovasi,
dan berkontribusi terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).³ Misalnya,
pada tahun 2021, perusahaan-perusahaan Fortune 500 menyumbang sekitar dua
pertiga dari PDB Amerika Serikat, menunjukkan betapa signifikannya peran
korporasi dalam perekonomian.⁴ Selain itu, korporasi juga menjadi aktor utama
dalam globalisasi, dengan banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di
berbagai negara dan memengaruhi kebijakan ekonomi global.⁵
Namun, di balik kontribusinya yang
besar, korporasi juga menghadapi berbagai tantangan dan kritik. Isu-isu seperti
ketimpangan pendapatan, dampak lingkungan, dan praktik bisnis yang tidak etis
sering kali dikaitkan dengan operasi korporasi besar.⁶ Oleh karena itu,
memahami struktur, fungsi, dan peran korporasi tidak hanya penting bagi pelaku
bisnis, tetapi juga bagi pemerintah, akademisi, dan masyarakat umum.
Tujuan artikel ini adalah untuk
memberikan pemahaman komprehensif tentang korporasi, mulai dari struktur
organisasi dan hukumnya, fungsi ekonomi dan sosial, hingga perannya dalam
menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan transformasi digital.
Dengan menganalisis berbagai aspek ini, artikel ini diharapkan dapat menjadi
referensi yang berguna bagi mereka yang ingin memahami dinamika korporasi dalam
konteks ekonomi modern.
Catatan Kaki:
[1]
John Micklethwait dan Adrian Wooldridge, The
Company: A Short History of a Revolutionary Idea (New York: Modern Library,
2003), 15.
[2]
Richard A. Posner, Economic Analysis of Law,
9th ed. (New York: Wolters Kluwer, 2014), 412.
[3]
Michael E. Porter dan Mark R. Kramer, "Creating
Shared Value," Harvard Business Review 89, no. 1/2 (2011): 64.
[4]
"Fortune 500 Companies 2021," Fortune,
diakses 10 Oktober 2023, https://fortune.com/fortune500/.
[5]
Joseph E. Stiglitz, Globalization and Its
Discontents Revisited (New York: W.W. Norton & Company, 2017), 78.
[6]
Naomi Klein, This Changes Everything: Capitalism
vs. The Climate (New York: Simon & Schuster, 2014), 45.
2.
Struktur Korporasi
Struktur korporasi merupakan kerangka
organisasi dan hukum yang mendefinisikan bagaimana sebuah korporasi diatur,
dikelola, dan dioperasikan. Struktur ini mencakup aspek organisasi internal,
kepemilikan, dan kerangka hukum yang memberikan landasan bagi operasi
korporasi. Pemahaman mendalam tentang struktur korporasi penting untuk
mengoptimalkan tata kelola perusahaan, memastikan akuntabilitas, dan memenuhi
kewajiban hukum.
2.1.
Struktur Organisasi
Struktur organisasi korporasi biasanya
terdiri dari tiga level utama: Dewan Direksi, Manajemen Eksekutif, dan
Karyawan. Dewan Direksi bertanggung jawab atas pengawasan strategis dan
kebijakan perusahaan, sementara Manajemen Eksekutif (seperti CEO, CFO, dan COO)
bertugas menjalankan operasi sehari-hari.¹ Karyawan, sebagai ujung tombak
operasional, melaksanakan tugas-tugas yang mendukung tujuan perusahaan.
Dewan Direksi memiliki peran krusial
dalam menentukan arah strategis korporasi dan memastikan bahwa manajemen
bekerja sesuai dengan kepentingan pemegang saham.² Mereka juga bertanggung
jawab atas pengangkatan dan evaluasi kinerja CEO serta memastikan kepatuhan
terhadap regulasi yang berlaku.³ Sementara itu, Manajemen Eksekutif bertugas
menerjemahkan strategi yang ditetapkan oleh Dewan Direksi menjadi tindakan
operasional, seperti pengelolaan keuangan, pemasaran, dan produksi.⁴
2.2.
Struktur Kepemilikan
Kepemilikan korporasi terbagi menjadi
dua bentuk utama: korporasi publik dan korporasi privat. Korporasi publik
menjual sahamnya kepada masyarakat umum melalui pasar modal, sementara
korporasi privat dimiliki oleh sejumlah kecil investor atau keluarga.⁵ Pemegang
saham, sebagai pemilik korporasi, memiliki hak untuk memilih dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dan menerima dividen dari keuntungan perusahaan.⁶
Korporasi publik tunduk pada regulasi
yang lebih ketat, termasuk kewajiban untuk mengungkapkan informasi keuangan
secara transparan kepada publik.⁷ Sebaliknya, korporasi privat memiliki
fleksibilitas yang lebih besar dalam pengambilan keputusan karena tidak terikat
oleh tekanan pasar saham.⁸ Namun, kedua bentuk kepemilikan ini memiliki tujuan
yang sama, yaitu menciptakan nilai bagi pemegang saham.
2.3.
Struktur Hukum
Struktur hukum korporasi memberikan
kerangka yang memisahkan tanggung jawab keuangan pemilik (pemegang saham) dari
entitas bisnis itu sendiri. Konsep ini dikenal sebagai "limited
liability," di mana pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar
investasi mereka dan tidak bertanggung jawab atas utang perusahaan.⁹ Proses
pendirian korporasi melibatkan pendaftaran resmi ke pemerintah, penyusunan
anggaran dasar (articles of incorporation), dan penunjukan Dewan Direksi.¹⁰
Selain itu, korporasi wajib mematuhi
berbagai regulasi hukum, termasuk undang-undang ketenagakerjaan, perpajakan,
dan perlindungan konsumen.¹¹ Struktur hukum ini tidak hanya melindungi
kepentingan pemegang saham tetapi juga memastikan bahwa korporasi beroperasi
secara transparan dan akuntabel.¹²
Catatan Kaki:
[1]
Robert A. G. Monks dan Nell Minow, Corporate
Governance, 5th ed. (Hoboken: Wiley, 2011), 45.
[2]
Ibid., 52.
[3]
Lucian A. Bebchuk dan Jesse M. Fried, Pay Without
Performance: The Unfulfilled Promise of Executive Compensation (Cambridge:
Harvard University Press, 2004), 78.
[4]
Michael A. Hitt, R. Duane Ireland, dan Robert E.
Hoskisson, Strategic Management: Concepts and Cases: Competitiveness and
Globalization, 12th ed. (Boston: Cengage Learning, 2019), 112.
[5]
Stephen A. Ross, Randolph W. Westerfield, dan Bradford
D. Jordan, Fundamentals of Corporate Finance, 11th ed. (New York:
McGraw-Hill Education, 2016), 34.
[6]
Ibid., 36.
[7]
John C. Coffee Jr., "The Rise of Dispersed
Ownership: The Roles of Law and the State in the Separation of Ownership and
Control," Yale Law Journal 111, no. 1 (2001): 45.
[8]
Ross, Westerfield, dan Jordan, Fundamentals of
Corporate Finance, 38.
[9]
Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, The
Economic Structure of Corporate Law (Cambridge: Harvard University Press,
1996), 12.
[10]
William A. Klein, J. Mark Ramseyer, dan Stephen M.
Bainbridge, Business Associations: Cases and Materials on Agency,
Partnerships, LLCs, and Corporations, 10th ed. (New York: Foundation Press,
2018), 56.
[11]
Ibid., 60.
[12]
Monks dan Minow, Corporate Governance, 67.
3.
Fungsi Korporasi
Korporasi memiliki peran multifungsi
dalam ekonomi modern, meliputi fungsi ekonomi, sosial, dan pasar. Fungsi-fungsi
ini tidak hanya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga memengaruhi
kehidupan masyarakat dan dinamika pasar secara luas. Berikut adalah pembahasan
mendalam tentang masing-masing fungsi korporasi.
3.1.
Fungsi Ekonomi
Korporasi berperan sebagai mesin
penggerak ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan Produk
Domestik Bruto (PDB), dan inovasi teknologi. Menurut data International Labour
Organization (ILO), korporasi besar dan kecil bersama-sama menyediakan lebih
dari 50% lapangan kerja global.¹ Selain itu, korporasi berkontribusi signifikan
terhadap PDB suatu negara. Misalnya, di Amerika Serikat, perusahaan-perusahaan
Fortune 500 menyumbang sekitar dua pertiga dari PDB nasional.²
Inovasi juga menjadi fungsi ekonomi
utama korporasi. Perusahaan seperti Apple, Google, dan Tesla telah mengubah
lanskap teknologi global melalui penemuan dan pengembangan produk baru.³
Menurut Joseph Schumpeter, inovasi yang dilakukan oleh korporasi adalah inti
dari pertumbuhan ekonomi jangka panjang.⁴ Korporasi tidak hanya menciptakan
produk baru tetapi juga meningkatkan efisiensi produksi, yang pada akhirnya
menurunkan harga dan meningkatkan kesejahteraan konsumen.⁵
3.2.
Fungsi Sosial
Selain fungsi ekonomi, korporasi juga
memiliki tanggung jawab sosial yang semakin diakui dalam beberapa dekade
terakhir. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR)
menjadi salah satu cara korporasi untuk berkontribusi pada masyarakat dan
lingkungan.⁶ Misalnya, perusahaan seperti Unilever dan Patagonia telah
mengintegrasikan praktik keberlanjutan ke dalam operasi bisnis mereka,
mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.⁷
CSR juga mencakup program-program
filantropi, seperti donasi untuk pendidikan, kesehatan, dan bantuan bencana.⁸
Namun, kritik sering muncul bahwa CSR kadang-kadang digunakan sebagai alat
pemasaran daripada upaya tulus untuk berkontribusi pada masyarakat.⁹ Meskipun
demikian, tekanan dari konsumen dan investor telah mendorong banyak korporasi
untuk mengadopsi praktik bisnis yang lebih etis dan berkelanjutan.¹⁰
3.3.
Fungsi Pasar
Korporasi memainkan peran kunci dalam
pasar modal dan persaingan ekonomi. Melalui penawaran saham dan obligasi,
korporasi mengumpulkan modal untuk ekspansi bisnis dan investasi dalam
proyek-proyek baru.¹¹ Pasar modal, seperti Bursa Efek New York (NYSE) dan
NASDAQ, menjadi platform bagi korporasi untuk menarik investor dari seluruh
dunia.¹²
Selain itu, korporasi memengaruhi
dinamika pasar melalui persaingan. Persaingan yang sehat mendorong inovasi,
menurunkan harga, dan meningkatkan kualitas produk.¹³ Namun, dominasi pasar
oleh korporasi besar juga dapat menimbulkan risiko monopoli, yang dapat
merugikan konsumen dan bisnis kecil.¹⁴ Regulasi anti-monopoli, seperti
Undang-Undang Sherman di Amerika Serikat, dirancang untuk mencegah praktik bisnis
yang tidak adil dan memastikan persaingan yang sehat.¹⁵
Catatan Kaki:
[1]
International Labour Organization (ILO), World
Employment and Social Outlook: Trends 2023 (Geneva: ILO, 2023), 12.
[2]
"Fortune 500 Companies 2021," Fortune,
diakses 10 Oktober 2023, https://fortune.com/fortune500/.
[3]
Walter Isaacson, Steve Jobs (New York: Simon
& Schuster, 2011), 345.
[4]
Joseph A. Schumpeter, Capitalism, Socialism and
Democracy (New York: Harper & Brothers, 1942), 82.
[5]
Paul Krugman dan Robin Wells, Economics, 5th
ed. (New York: Worth Publishers, 2018), 156.
[6]
Archie B. Carroll dan Kareem M. Shabana, "The
Business Case for Corporate Social Responsibility: A Review of Concepts,
Research, and Practice," International Journal of Management Reviews
12, no. 1 (2010): 85.
[7]
Unilever, Annual Report and Accounts 2022
(London: Unilever, 2022), 23.
[8]
Michael E. Porter dan Mark R. Kramer, "Creating
Shared Value," Harvard Business Review 89, no. 1/2 (2011): 67.
[9]
Deborah Doane, "The Myth of CSR: The Problem with
Assuming that Companies Can Do Well While Also Doing Good," Stanford
Social Innovation Review 3, no. 4 (2005): 23.
[10]
John Elkington, Cannibals with Forks: The Triple
Bottom Line of 21st Century Business (Oxford: Capstone Publishing, 1997),
45.
[11]
Stephen A. Ross, Randolph W. Westerfield, dan Bradford
D. Jordan, Fundamentals of Corporate Finance, 11th ed. (New York:
McGraw-Hill Education, 2016), 89.
[12]
Ibid., 92.
[13]
Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Economics,
19th ed. (New York: McGraw-Hill, 2009), 145.
[14]
John M. Connor, "Global Price Fixing: Our
Customers Are the Enemy," Review of Industrial Organization 24, no.
3 (2004): 239.
[15]
Herbert Hovenkamp, The Antitrust Enterprise:
Principle and Execution (Cambridge: Harvard University Press, 2005),
56.
4.
Peran Korporasi
dalam Ekonomi Modern
Korporasi memainkan peran sentral dalam
ekonomi modern, tidak hanya sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi tetapi juga
sebagai aktor utama dalam globalisasi, hubungan dengan pemerintah, dan upaya
mencapai keberlanjutan. Peran ini semakin kompleks seiring dengan tantangan
global seperti perubahan iklim, transformasi digital, dan ketimpangan ekonomi.
Berikut adalah pembahasan mendalam tentang peran korporasi dalam konteks
ekonomi modern.
4.1.
Globalisasi dan
Korporasi Multinasional
Globalisasi telah memperluas cakupan
operasi korporasi melampaui batas-batas negara, menciptakan korporasi
multinasional (MNC) yang beroperasi di berbagai belahan dunia. Korporasi
seperti Apple, Amazon, dan Toyota tidak hanya mendominasi pasar domestik tetapi
juga memiliki pengaruh signifikan di pasar internasional.¹ Menurut data United
Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), MNC menyumbang lebih dari
sepertiga dari total perdagangan global dan setengah dari ekspor dunia.²
Ekspansi global korporasi membawa
manfaat seperti transfer teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan
akses pasar.³ Namun, globalisasi juga menimbulkan tantangan, seperti persaingan
yang tidak seimbang dengan korporasi lokal di negara berkembang.⁴ Selain itu,
korporasi multinasional sering dikritik karena praktik penghindaran pajak dan
eksploitasi sumber daya alam di negara-negara berkembang.⁵
4.2.
Korporasi dan
Kebijakan Pemerintah
Korporasi memiliki hubungan yang erat
dengan pemerintah, baik sebagai mitra dalam pembangunan ekonomi maupun sebagai
pihak yang memengaruhi kebijakan publik. Melalui lobi dan kelompok kepentingan,
korporasi sering kali berperan dalam pembentukan regulasi yang memengaruhi
industri mereka.⁶ Misalnya, perusahaan energi besar seperti ExxonMobil dan Chevron
telah memainkan peran signifikan dalam kebijakan energi di Amerika Serikat.⁷
Di sisi lain, pemerintah juga
bergantung pada korporasi untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
pendapatan pajak.⁸ Namun, hubungan ini tidak selalu harmonis. Konflik sering
muncul ketika korporasi menentang regulasi yang dianggap membatasi kebebasan
bisnis, seperti undang-undang perlindungan lingkungan atau ketenagakerjaan.⁹
4.3.
Korporasi dan
Keberlanjutan
Dalam beberapa tahun terakhir, isu
keberlanjutan telah menjadi fokus utama bagi korporasi di seluruh dunia.
Perubahan iklim, kelangkaan sumber daya, dan tekanan dari konsumen telah
mendorong banyak perusahaan untuk mengadopsi praktik bisnis yang lebih ramah
lingkungan.¹⁰ Misalnya, perusahaan seperti Tesla dan IKEA telah berkomitmen
untuk mencapai net-zero emissions dalam operasi mereka.¹¹
Selain itu, korporasi juga berperan
dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development
Goals/SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).¹² Program-program
seperti investasi dalam energi terbarukan, pengurangan limbah, dan peningkatan
efisiensi energi menjadi bagian dari strategi keberlanjutan korporasi.¹³ Namun,
tantangan tetap ada, terutama dalam menyeimbangkan tujuan keuangan dengan
komitmen lingkungan.¹⁴
Catatan Kaki:
[1]
Thomas L. Friedman, The World Is Flat: A Brief
History of the Twenty-First Century (New York: Farrar, Straus and Giroux,
2005), 123.
[2]
United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD), World Investment Report 2023 (Geneva: UNCTAD, 2023), 45.
[3]
Jagdish Bhagwati, In Defense of Globalization
(New York: Oxford University Press, 2004), 78.
[4]
Joseph E. Stiglitz, Globalization and Its
Discontents Revisited (New York: W.W. Norton & Company, 2017), 56.
[5]
Oxfam International, Tax Battles: The Dangerous
Global Race to the Bottom on Corporate Tax (Oxford: Oxfam, 2021), 12.
[6]
John M. Carey, "Corporate Lobbying and Political
Influence," Journal of Politics 82, no. 2 (2020): 345.
[7]
Naomi Oreskes dan Erik M. Conway, Merchants of
Doubt: How a Handful of Scientists Obscured the Truth on Issues from Tobacco
Smoke to Global Warming (New York: Bloomsbury Press, 2010), 89.
[8]
Paul Krugman dan Robin Wells, Economics, 5th
ed. (New York: Worth Publishers, 2018), 234.
[9]
David Vogel, The Market for Virtue: The Potential
and Limits of Corporate Social Responsibility (Washington, D.C.: Brookings
Institution Press, 2005), 67.
[10]
John Elkington, Cannibals with Forks: The Triple
Bottom Line of 21st Century Business (Oxford: Capstone Publishing, 1997),
102.
[11]
Tesla, 2022 Impact Report (Palo Alto: Tesla,
2022), 15.
[12]
United Nations, Transforming Our World: The 2030
Agenda for Sustainable Development (New York: United Nations, 2015),
7.
[13]
Michael E. Porter dan Mark R. Kramer, "Creating
Shared Value," Harvard Business Review 89, no. 1/2 (2011): 72.
[14]
Andrew J. Hoffman, The Next Phase of Business
Sustainability (Stanford: Stanford University Press, 2018), 45.
5.
Tantangan dan
Kontroversi
Meskipun korporasi memainkan peran
penting dalam ekonomi modern, mereka juga menghadapi berbagai tantangan dan
kontroversi yang sering kali menjadi sorotan publik. Isu-isu seperti etika
bisnis, kesenjangan ekonomi, dan dominasi pasar menimbulkan pertanyaan tentang tanggung
jawab korporasi terhadap masyarakat dan lingkungan. Berikut adalah pembahasan
mendalam tentang tantangan dan kontroversi yang dihadapi korporasi.
5.1.
Isu Etika dan Tata
Kelola
Skandal korporasi, seperti kasus Enron
dan Volkswagen, telah mengungkap betapa pentingnya tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance). Enron, yang bangkrut pada tahun 2001 karena
manipulasi akuntansi, menjadi contoh klasik kegagalan tata kelola perusahaan.¹
Skandal ini menyebabkan kerugian miliaran dolar bagi investor dan karyawan,
serta memicu reformasi regulasi seperti Undang-Undang Sarbanes-Oxley di Amerika
Serikat.²
Volkswagen, di sisi lain, terlibat
dalam skandal "Dieselgate" pada tahun 2015, di mana perusahaan
tersebut memasang perangkat lunak untuk menipu tes emisi.³ Skandal ini tidak
hanya merusak reputasi perusahaan tetapi juga menimbulkan kerugian finansial
yang signifikan. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan bahwa korporasi harus
memprioritaskan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi
untuk mempertahankan kepercayaan publik.⁴
5.2.
Kesenjangan Ekonomi
Korporasi sering dikritik karena
memperlebar kesenjangan ekonomi, terutama melalui praktik seperti penghindaran
pajak dan upah yang tidak adil bagi pekerja. Menurut laporan Oxfam, 1% orang
terkaya di dunia memiliki kekayaan dua kali lipat dari 6,9 miliar orang
lainnya, dan korporasi besar memainkan peran signifikan dalam ketimpangan ini.⁵
Misalnya, perusahaan teknologi seperti Amazon dan Google telah dikritik karena
membayar pajak yang sangat rendah dibandingkan dengan pendapatan mereka.⁶
Selain itu, upah CEO yang tinggi
dibandingkan dengan upah rata-rata karyawan juga menjadi sorotan. Pada tahun
2020, rasio upah CEO terhadap karyawan di perusahaan S&P 500 mencapai
299:1, yang menimbulkan pertanyaan tentang keadilan distribusi pendapatan.⁷
Kesenjangan ini tidak hanya merugikan pekerja tetapi juga dapat menciptakan
ketidakstabilan sosial dan ekonomi dalam jangka panjang.⁸
5.3.
Dominasi Pasar dan
Monopoli
Dominasi pasar oleh korporasi besar
sering kali menimbulkan kekhawatiran tentang monopoli dan persaingan yang tidak
sehat. Perusahaan seperti Amazon, Google, dan Facebook telah dituduh
menggunakan posisi dominan mereka untuk meminggirkan pesaing dan membatasi
pilihan konsumen.⁹ Misalnya, Google menghadapi tuntutan antitrust dari Uni
Eropa dan Amerika Serikat karena praktik monopoli dalam pasar mesin pencari dan
iklan online.¹⁰
Monopoli tidak hanya merugikan konsumen
dengan membatasi pilihan dan menaikkan harga, tetapi juga menghambat inovasi
dengan mengurangi insentif bagi perusahaan baru untuk memasuki pasar.¹¹
Regulasi antitrust, seperti Undang-Undang Sherman di Amerika Serikat, dirancang
untuk mencegah praktik monopoli dan memastikan persaingan yang adil.¹² Namun,
efektivitas regulasi ini sering dipertanyakan, terutama dalam menghadapi
korporasi teknologi yang memiliki model bisnis yang kompleks dan terus
berkembang.¹³
Catatan Kaki:
[1]
Bethany McLean dan Peter Elkind, The Smartest Guys
in the Room: The Amazing Rise and Scandalous Fall of Enron (New York:
Portfolio, 2003), 45.
[2]
Paul S. Atkins, "The Sarbanes-Oxley Act: Goals,
Content, and Status of Implementation," Journal of Accountancy 195,
no. 2 (2003): 34.
[3]
Jack Ewing, Faster, Higher, Farther: The Volkswagen
Scandal (New York: W.W. Norton & Company, 2017), 78.
[4]
Robert A. G. Monks dan Nell Minow, Corporate
Governance, 5th ed. (Hoboken: Wiley, 2011), 89.
[5]
Oxfam International, Time to Care: Unpaid and
Underpaid Care Work and the Global Inequality Crisis (Oxford: Oxfam, 2020),
12.
[6]
Gabriel Zucman, The Hidden Wealth of Nations: The
Scourge of Tax Havens (Chicago: University of Chicago Press, 2015),
56.
[7]
Economic Policy Institute (EPI), CEO Compensation
Has Grown 940% Since 1978 (Washington, D.C.: EPI, 2021), 5.
[8]
Thomas Piketty, Capital in the Twenty-First Century
(Cambridge: Harvard University Press, 2014), 234.
[9]
Lina M. Khan, "Amazon's Antitrust Paradox," Yale
Law Journal 126, no. 3 (2017): 710.
[10]
European Commission, Antitrust: Commission Fines
Google €4.34 Billion for Illegal Practices Regarding Android Mobile Devices
(Brussels: European Commission, 2018), 1.
[11]
Herbert Hovenkamp, The Antitrust Enterprise:
Principle and Execution (Cambridge: Harvard University Press, 2005),
67.
[12]
Ibid., 78.
[13]
Jonathan Taplin, Move Fast and Break Things: How
Facebook, Google, and Amazon Cornered Culture and Undermined Democracy (New
York: Little, Brown and Company, 2017), 45.
6.
Masa Depan Korporasi
Korporasi menghadapi masa depan yang
penuh dengan tantangan dan peluang, terutama dalam menghadapi transformasi
digital, perubahan iklim, dan evolusi model bisnis. Perkembangan teknologi,
tekanan lingkungan, dan perubahan preferensi konsumen akan membentuk kembali
cara korporasi beroperasi dan bersaing di pasar global. Berikut adalah
pembahasan mendalam tentang masa depan korporasi.
6.1.
Transformasi Digital
Transformasi digital telah mengubah
lanskap bisnis secara dramatis, dan korporasi harus beradaptasi untuk tetap
relevan. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT),
dan blockchain membuka peluang baru untuk meningkatkan efisiensi, personalisasi
layanan, dan pengambilan keputusan.¹ Misalnya, perusahaan seperti Amazon dan
Alibaba telah memanfaatkan AI untuk mengoptimalkan rantai pasokan dan
meningkatkan pengalaman pelanggan.²
Namun, transformasi digital juga
menimbulkan tantangan, seperti risiko keamanan siber dan kebutuhan untuk
mengembangkan keterampilan baru di antara karyawan.³ Selain itu, korporasi
harus menghadapi persaingan dari perusahaan rintisan (startup) yang lebih
lincah dan inovatif.⁴ Untuk bertahan, korporasi perlu mengadopsi budaya inovasi
dan berinvestasi dalam teknologi yang dapat mendukung pertumbuhan jangka
panjang.⁵
6.2.
Korporasi dan
Perubahan Iklim
Perubahan iklim menjadi salah satu
tantangan terbesar yang dihadapi korporasi di abad ke-21. Tekanan dari
konsumen, investor, dan regulator mendorong korporasi untuk mengadopsi praktik
bisnis yang lebih berkelanjutan.⁶ Misalnya, perusahaan seperti Microsoft dan
Unilever telah berkomitmen untuk mencapai net-zero emissions dalam operasi
mereka.⁷
Investasi dalam energi terbarukan,
efisiensi energi, dan teknologi hijau menjadi prioritas bagi banyak korporasi.⁸
Namun, transisi menuju ekonomi rendah karbon memerlukan biaya yang signifikan
dan perubahan mendasar dalam model bisnis.⁹ Selain itu, korporasi juga harus
menghadapi risiko fisik akibat perubahan iklim, seperti bencana alam yang dapat
mengganggu operasi bisnis.¹⁰
6.3.
Evolusi Model Bisnis
Model bisnis korporasi terus berkembang
seiring dengan perubahan preferensi konsumen dan kemajuan teknologi. Munculnya
ekonomi berbasis platform (platform economy) dan ekonomi berbagi (sharing
economy) telah mengubah cara korporasi berinteraksi dengan pelanggan dan
menciptakan nilai.¹¹ Perusahaan seperti Uber, Airbnb, dan Spotify telah
memanfaatkan model bisnis ini untuk mencapai pertumbuhan yang pesat.¹²
Selain itu, korporasi juga mulai
mengadopsi pendekatan yang lebih berpusat pada pelanggan, seperti personalisasi
produk dan layanan berbasis data.¹³ Namun, evolusi model bisnis ini juga
menimbulkan tantangan, seperti regulasi yang belum matang dan persaingan yang
semakin ketat.¹⁴ Korporasi yang mampu beradaptasi dengan cepat dan
mengantisipasi tren masa depan akan memiliki keunggulan kompetitif di pasar
global.¹⁵
Catatan Kaki:
[1]
Erik Brynjolfsson dan Andrew McAfee, The Second
Machine Age: Work, Progress, and Prosperity in a Time of Brilliant Technologies
(New York: W.W. Norton & Company, 2014), 89.
[2]
Marco Iansiti dan Karim R. Lakhani, Competing in
the Age of AI: Strategy and Leadership When Algorithms and Networks Run the
World (Boston: Harvard Business Review Press, 2020), 45.
[3]
World Economic Forum (WEF), The Future of Jobs
Report 2023 (Geneva: WEF, 2023), 23.
[4]
Clayton M. Christensen, The Innovator's Dilemma:
When New Technologies Cause Great Firms to Fail (Boston: Harvard Business
Review Press, 1997), 67.
[5]
Satya Nadella, Hit Refresh: The Quest to Rediscover
Microsoft's Soul and Imagine a Better Future for Everyone (New York:
HarperCollins, 2017), 78.
[6]
John Elkington, Cannibals with Forks: The Triple
Bottom Line of 21st Century Business (Oxford: Capstone Publishing, 1997),
102.
[7]
Microsoft, 2022 Environmental Sustainability Report
(Redmond: Microsoft, 2022), 15.
[8]
International Renewable Energy Agency (IRENA), Global
Energy Transformation: A Roadmap to 2050 (Abu Dhabi: IRENA, 2021), 34.
[9]
Nicholas Stern, The Economics of Climate Change:
The Stern Review (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), 56.
[10]
Task Force on Climate-related Financial Disclosures
(TCFD), Final Report: Recommendations of the Task Force on Climate-related
Financial Disclosures (Basel: TCFD, 2017), 12.
[11]
Geoffrey G. Parker, Marshall W. Van Alstyne, dan
Sangeet Paul Choudary, Platform Revolution: How Networked Markets Are
Transforming the Economy—and How to Make Them Work for You (New York: W.W.
Norton & Company, 2016), 45.
[12]
Arun Sundararajan, The Sharing Economy: The End of
Employment and the Rise of Crowd-Based Capitalism (Cambridge: MIT Press,
2016), 67.
[13]
Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, dan Iwan Setiawan, Marketing
4.0: Moving from Traditional to Digital (Hoboken: Wiley, 2016), 89.
[14]
David S. Evans dan Richard Schmalensee, Matchmakers:
The New Economics of Multisided Platforms (Boston: Harvard Business Review
Press, 2016), 78.
[15]
Michael A. Cusumano, Annabelle Gawer, dan David B.
Yoffie, The Business of Platforms: Strategy in the Age of Digital
Competition, Innovation, and Power (New York: HarperCollins, 2019),
102.
7.
Kesimpulan
Korporasi telah menjadi tulang punggung
ekonomi modern, memainkan peran kunci dalam menciptakan lapangan kerja,
mendorong inovasi, dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Melalui struktur organisasi yang kompleks, korporasi mampu mengelola sumber
daya secara efisien dan menghadapi tantangan pasar yang dinamis.¹ Fungsi
ekonomi, sosial, dan pasar korporasi tidak hanya mendukung kemajuan ekonomi
tetapi juga memengaruhi kehidupan masyarakat secara luas.² Namun, di balik
kontribusinya yang besar, korporasi juga menghadapi berbagai tantangan dan
kontroversi, mulai dari isu etika bisnis hingga dampak lingkungan.³
Tantangan seperti globalisasi,
perubahan iklim, dan transformasi digital menuntut korporasi untuk terus
beradaptasi dan berinovasi.⁴ Korporasi multinasional, misalnya, harus
menyeimbangkan ekspansi global dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan di
negara-negara tempat mereka beroperasi.⁵ Sementara itu, tekanan dari konsumen
dan investor mendorong korporasi untuk mengadopsi praktik bisnis yang lebih
berkelanjutan dan transparan.⁶
Ke depan, korporasi akan terus
menghadapi tekanan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi, regulasi, dan
preferensi konsumen. Transformasi digital, misalnya, menawarkan peluang besar
untuk meningkatkan efisiensi dan personalisasi layanan, tetapi juga menuntut
investasi besar dalam teknologi dan keterampilan baru.⁷ Selain itu, perubahan
iklim akan menjadi tantangan utama yang memerlukan komitmen jangka panjang
untuk mengurangi emisi karbon dan mengadopsi praktik bisnis yang ramah
lingkungan.⁸
Dalam konteks ini, tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) menjadi kunci untuk memastikan
bahwa korporasi tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek tetapi juga
menciptakan nilai berkelanjutan bagi semua pemangku kepentingan.⁹ Pemerintah,
masyarakat sipil, dan korporasi sendiri harus bekerja sama untuk menciptakan
kerangka regulasi yang mendorong praktik bisnis yang etis dan berkelanjutan.¹⁰
Secara keseluruhan, korporasi akan
terus menjadi aktor utama dalam ekonomi global, tetapi keberhasilan mereka di
masa depan akan sangat bergantung pada kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan
perubahan dan memenuhi harapan masyarakat yang semakin tinggi.¹¹ Dengan
memahami struktur, fungsi, dan peran korporasi, kita dapat lebih menghargai
kontribusi mereka sekaligus mengkritisi praktik-praktik yang merugikan
masyarakat dan lingkungan.¹²
Catatan Kaki:
[1]
Robert A. G. Monks dan Nell Minow, Corporate
Governance, 5th ed. (Hoboken: Wiley, 2011), 45.
[2]
Michael E. Porter dan Mark R. Kramer, "Creating
Shared Value," Harvard Business Review 89, no. 1/2 (2011): 64.
[3]
Naomi Klein, This Changes Everything: Capitalism
vs. The Climate (New York: Simon & Schuster, 2014), 78.
[4]
Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution
(New York: Crown Business, 2016), 56.
[5]
Joseph E. Stiglitz, Globalization and Its
Discontents Revisited (New York: W.W. Norton & Company, 2017), 89.
[6]
John Elkington, Cannibals with Forks: The Triple
Bottom Line of 21st Century Business (Oxford: Capstone Publishing, 1997),
102.
[7]
Erik Brynjolfsson dan Andrew McAfee, The Second
Machine Age: Work, Progress, and Prosperity in a Time of Brilliant Technologies
(New York: W.W. Norton & Company, 2014), 123.
[8]
Nicholas Stern, The Economics of Climate Change:
The Stern Review (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), 67.
[9]
Lucian A. Bebchuk dan Jesse M. Fried, Pay Without
Performance: The Unfulfilled Promise of Executive Compensation (Cambridge:
Harvard University Press, 2004), 89.
[10]
David Vogel, The Market for Virtue: The Potential
and Limits of Corporate Social Responsibility (Washington, D.C.: Brookings
Institution Press, 2005), 45.
[11]
Thomas L. Friedman, The World Is Flat: A Brief
History of the Twenty-First Century (New York: Farrar, Straus and Giroux,
2005), 234.
[12]
Archie B. Carroll dan Kareem M. Shabana, "The
Business Case for Corporate Social Responsibility: A Review of Concepts, Research,
and Practice," International Journal of Management Reviews 12, no.
1 (2010): 85.
Daftar Pustaka
Bebchuk, L. A., & Fried, J. M. (2004). Pay
without performance: The unfulfilled promise of executive compensation.
Harvard University Press.
Bhagwati, J. (2004). In defense of globalization.
Oxford University Press.
Brynjolfsson, E., & McAfee, A. (2014). The
second machine age: Work, progress, and prosperity in a time of brilliant
technologies. W.W. Norton & Company.
Carroll, A. B., & Shabana, K. M. (2010). The
business case for corporate social responsibility: A review of concepts,
research, and practice. International Journal of Management Reviews, 12(1),
85-105. https://doi.org/10.1111/j.1468-2370.2009.00275.x
Christensen, C. M. (1997). The innovator's
dilemma: When new technologies cause great firms to fail. Harvard Business
Review Press.
Coffee, J. C., Jr. (2001). The rise of dispersed
ownership: The roles of law and the state in the separation of ownership and
control. Yale Law Journal, 111(1), 1-82. https://doi.org/10.2307/797515
Cusumano, M. A., Gawer, A., & Yoffie, D. B.
(2019). The business of platforms: Strategy in the age of digital
competition, innovation, and power. HarperCollins.
Easterbrook, F. H., & Fischel, D. R. (1996). The
economic structure of corporate law. Harvard University Press.
Elkington, J. (1997). Cannibals with forks: The
triple bottom line of 21st century business. Capstone Publishing.
European Commission. (2018). Antitrust:
Commission fines Google €4.34 billion for illegal practices regarding Android
mobile devices.
https://ec.europa.eu/commission/presscorner/detail/en/IP_18_4581
Ewing, J. (2017). Faster, higher, farther: The
Volkswagen scandal. W.W. Norton & Company.
Friedman, T. L. (2005). The world is flat: A
brief history of the twenty-first century. Farrar, Straus and Giroux.
Hitt, M. A., Ireland, R. D., & Hoskisson, R. E.
(2019). Strategic management: Concepts and cases: Competitiveness and
globalization (12th ed.). Cengage Learning.
Hoffman, A. J. (2018). The next phase of
business sustainability. Stanford University Press.
Hovenkamp, H. (2005). The antitrust enterprise:
Principle and execution. Harvard University Press.
International Labour Organization (ILO). (2023). World
employment and social outlook: Trends 2023.
https://www.ilo.org/global/research/global-reports/weso/trends2023/lang--en/index.htm
International Renewable Energy Agency (IRENA).
(2021). Global energy transformation: A roadmap to 2050. https://www.irena.org/publications/2021/March/Global-Energy-Transformation-A-Roadmap-to-2050-2021Edition
Isaacson, W. (2011). Steve Jobs. Simon &
Schuster.
Khan, L. M. (2017). Amazon’s antitrust paradox. Yale
Law Journal, 126(3), 710-805. https://doi.org/10.2139/ssrn.2911224
Klein, N. (2014). This changes everything:
Capitalism vs. the climate. Simon & Schuster.
Kotler, P., Kartajaya, H., & Setiawan, I.
(2016). Marketing 4.0: Moving from traditional to digital. Wiley.
Krugman, P., & Wells, R. (2018). Economics
(5th ed.). Worth Publishers.
McLean, B., & Elkind, P. (2003). The
smartest guys in the room: The amazing rise and scandalous fall of Enron.
Portfolio.
Microsoft. (2022). 2022 environmental
sustainability report. https://www.microsoft.com/en-us/corporate-responsibility/sustainability
Monks, R. A. G., & Minow, N. (2011). Corporate
governance (5th ed.). Wiley.
Nadella, S. (2017). Hit refresh: The quest to
rediscover Microsoft's soul and imagine a better future for everyone.
HarperCollins.
Oreskes, N., & Conway, E. M. (2010). Merchants
of doubt: How a handful of scientists obscured the truth on issues from tobacco
smoke to global warming. Bloomsbury Press.
Oxfam International. (2020). Time to care:
Unpaid and underpaid care work and the global inequality crisis.
https://www.oxfam.org/en/research/time-care
Oxfam International. (2021). Tax battles: The
dangerous global race to the bottom on corporate tax.
https://www.oxfam.org/en/research/tax-battles
Parker, G. G., Van Alstyne, M. W., & Choudary,
S. P. (2016). Platform revolution: How networked markets are transforming
the economy—and how to make them work for you. W.W. Norton & Company.
Piketty, T. (2014). Capital in the twenty-first
century. Harvard University Press.
Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2011). Creating
shared value. Harvard Business Review, 89(1/2), 62-77.
Ross, S. A., Westerfield, R. W., & Jordan, B.
D. (2016). Fundamentals of corporate finance (11th ed.). McGraw-Hill
Education.
Schumpeter, J. A. (1942). Capitalism, socialism
and democracy. Harper & Brothers.
Stern, N. (2007). The economics of climate
change: The Stern review. Cambridge University Press.
Stiglitz, J. E. (2017). Globalization and its
discontents revisited. W.W. Norton & Company.
Sundararajan, A. (2016). The sharing economy:
The end of employment and the rise of crowd-based capitalism. MIT Press.
Task Force on Climate-related Financial Disclosures
(TCFD). (2017). Final report: Recommendations of the Task Force on
Climate-related Financial Disclosures.
https://www.fsb-tcfd.org/publications/
Tesla. (2022). 2022 impact report.
https://www.tesla.com/impact-report/2022
United Nations. (2015). Transforming our world:
The 2030 agenda for sustainable development. https://sdgs.un.org/2030agenda
United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD). (2023). World investment report 2023.
https://unctad.org/publication/world-investment-report-2023
Vogel, D. (2005). The market for virtue: The
potential and limits of corporate social responsibility. Brookings
Institution Press.
World Economic Forum (WEF). (2023). The future
of jobs report 2023.
https://www.weforum.org/reports/the-future-of-jobs-report-2023
Zucman, G. (2015). The hidden wealth of nations:
The scourge of tax havens. University of Chicago Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar