Sejarah Peradaban Islam
Dari Permulaan Hingga Kejayaan dan Kemunduran
Abstrak
Peradaban Islam memiliki perjalanan panjang yang
mencakup fase permulaan, kejayaan, kemunduran, dan upaya kebangkitan kembali.
Artikel ini menguraikan perkembangan peradaban Islam sejak masa Rasulullah Saw
dan Khulafaurasyidin, ekspansi besar-besaran di era Dinasti Umayyah dan
Abbasiyah, hingga puncak kejayaan ilmu pengetahuan, seni, dan pemerintahan yang
berpengaruh terhadap dunia. Namun, peradaban Islam mengalami kemunduran akibat
perpecahan politik internal, konflik sektarian, invasi Mongol, Perang Salib, serta
kolonialisme Barat. Meski demikian, warisan peradaban Islam tetap memengaruhi
berbagai aspek kehidupan modern, termasuk ilmu pengetahuan, ekonomi, hukum, dan
budaya. Di era kontemporer, kebangkitan Islam mulai terlihat melalui reformasi
pendidikan, perkembangan ekonomi syariah, serta upaya persatuan umat Islam
dalam menghadapi tantangan global. Artikel ini menekankan pentingnya
revitalisasi pendidikan, inovasi teknologi, dan kerja sama antarnegara Muslim
sebagai langkah strategis untuk membangun kembali kejayaan peradaban Islam.
Kata Kunci: Peradaban Islam, Kejayaan Islam, Kemunduran Islam,
Ilmu Pengetahuan Islam, Ekonomi Islam, Politik Islam, Reformasi Islam,
Kebangkitan Islam, Sejarah Islam, Kolonialisme.
PEMBAHASAN
Sejarah Peradaban Islam
1.
Pendahuluan
1.1.
Definisi dan Ruang
Lingkup Sejarah Peradaban Islam
Sejarah peradaban
Islam adalah kajian yang menelusuri perkembangan kehidupan umat Islam dalam
berbagai aspek, seperti politik, sosial, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan,
sejak masa kenabian Muhammad Saw hingga era modern. Kajian ini tidak hanya menyoroti pencapaian umat
Islam dalam berbagai bidang, tetapi juga dinamika internal dan eksternal yang
mempengaruhi perkembangan serta kemunduran peradaban Islam.
Peradaban Islam
memiliki karakter unik karena dibangun di atas ajaran Islam yang mencakup
nilai-nilai tauhid, keadilan, dan keseimbangan antara kehidupan dunia dan
akhirat.1 Sebagaimana dikemukakan oleh Marshall G. S. Hodgson dalam
karyanya The
Venture of Islam, peradaban Islam merupakan fenomena yang
berkembang secara global, melampaui batas geografis Arab, Persia, hingga dunia
Barat.2 Oleh karena itu, memahami sejarah peradaban Islam sangat
penting untuk melihat bagaimana Islam membentuk tatanan dunia melalui interaksi
politik, budaya, dan keilmuan.
Selain itu, sejarah
peradaban Islam memberikan wawasan tentang bagaimana umat Islam menghadapi
berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar. Studi sejarah ini juga penting
untuk memahami dinamika hubungan Islam dengan
peradaban lain, termasuk interaksi dengan dunia Barat pada masa Renaisans yang
banyak dipengaruhi oleh pemikiran dan teknologi Muslim.3
1.2.
Sumber-Sumber
Sejarah Peradaban Islam
Dalam kajian sejarah
peradaban Islam, sumber yang digunakan harus memiliki kredibilitas akademik dan
berasal dari referensi primer maupun sekunder yang sahih. Sumber sejarah Islam
terbagi menjadi tiga kategori
utama:
1.2.1.
Sumber Primer:
Al-Qur'an dan Hadis
Al-Qur'an merupakan
sumber utama dalam memahami perkembangan peradaban Islam karena mengandung
prinsip-prinsip dasar yang membentuk pola
kehidupan umat Islam.4 Dalam sejarah peradaban Islam, banyak ayat
Al-Qur'an yang menekankan pentingnya ilmu pengetahuan, keadilan sosial, dan
tata kelola pemerintahan. Selain itu, hadis-hadis Nabi Muhammad Saw memberikan
wawasan tentang praktik kehidupan sosial, politik, dan ekonomi yang berkembang
di era awal Islam.5
1.2.2.
Kitab-Kitab Sejarah
Islam Klasik
Banyak ulama Muslim
dari era klasik hingga abad pertengahan yang mendokumentasikan perjalanan
sejarah Islam. Beberapa kitab yang menjadi referensi utama antara lain:
·
Tarikh al-Rusul wa al-Muluk karya
al-Ṭabari (w. 923 M), yang mencatat kronologi sejarah dunia Islam dari era Nabi
hingga masa Abbasiyah.6
·
al-Bidayah wa al-Nihayah karya Ibn
Kathir (w. 1373 M), yang memberikan perspektif sejarah berdasarkan interpretasi
Al-Qur'an dan hadis.7
·
Kitab al-Ibar karya Ibnu Khaldun
(w. 1406 M), yang membahas prinsip dasar peradaban, teori siklus kekuasaan, dan
faktor-faktor kemajuan serta kehancuran suatu masyarakat.8
Kitab-kitab ini
menjadi rujukan utama dalam memahami bagaimana peradaban Islam berkembang dan beradaptasi dalam berbagai
konteks historis.
1.2.3.
Sumber Sekunder dan
Kajian Modern
Selain sumber
primer, kajian sejarah peradaban Islam juga memanfaatkan sumber sekunder yang
berasal dari penelitian modern. Para sejarawan Muslim dan non-Muslim telah melakukan studi akademik yang
mendalam mengenai perkembangan Islam. Beberapa karya penting dalam bidang ini
antara lain:
·
A History of Islamic Societies oleh
Ira M. Lapidus, yang membahas secara luas perkembangan Islam dari aspek sosial
dan politik.9
·
The Venture of Islam oleh Marshall
G. S. Hodgson, yang menggambarkan bagaimana Islam berkembang menjadi peradaban
global.10
·
Islamic Science and the Making of the European
Renaissance oleh George Saliba, yang menjelaskan kontribusi sains
Islam terhadap dunia Barat.11
Dengan adanya
sumber-sumber ini, kajian sejarah peradaban Islam menjadi lebih kaya dan akurat
dalam menjelaskan berbagai aspek perkembangan umat Islam dari masa ke masa.
Footnotes
[1]
Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam
(Cambridge, MA: Harvard University Press, 1968), 23-25.
[2]
Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam, Vol. 1: The Classical
Age of Islam (Chicago: University of Chicago Press, 1974), 38-40.
[3]
George Makdisi, The Rise of Colleges: Institutions of Learning in
Islam and the West (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981), 74-76.
[4]
Fazlur Rahman, Islam & Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition (Chicago: University of Chicago Press, 1982),
12-14.
[5]
Jonathan A.C. Brown, Hadith: Muhammad’s Legacy in the Medieval and
Modern World (Oxford: Oneworld Publications, 2009), 47-49.
[6]
Abu Ja'far Muhammad ibn Jarir al-Ṭabari, Tarikh al-Rusul wa
al-Muluk (Cairo: Dar al-Ma’arif, 1967), 3:18-20.
[7]
Ibn Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, trans. Trevor Le Gassick
(Riyadh: Dar al-Salam, 2004), 5:112-115.
[8]
Ibn Khaldun, al-Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr, 2001),
1:55-58.
[9]
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies (Cambridge:
Cambridge University Press, 1988), 102-105.
[10]
Hodgson, The Venture of Islam, Vol. 1, 45-48.
[11]
George Saliba, Islamic Science and the Making of the European
Renaissance (Cambridge, MA: MIT Press, 2007), 33-36.
2.
Awal Mula Peradaban Islam
2.1.
Arab Sebelum Islam
(Jahiliyah)
Sebelum Islam
datang, wilayah Arab berada dalam kondisi yang dikenal sebagai Jahiliyah
(kebodohan), sebuah istilah yang menggambarkan keadaan sosial, politik, dan
religius masyarakat Arab yang jauh dari nilai-nilai moral yang luhur.
Masyarakat Arab pra-Islam terbagi dalam berbagai suku yang hidup secara nomaden dan semi-nomaden,
mengandalkan perdagangan, peternakan, dan perampokan sebagai sumber ekonomi
utama.1
Secara sosial,
masyarakat Jahiliyah sangat menganut sistem kesukuan (ashabiyyah),
di mana loyalitas terhadap
suku lebih kuat dibandingkan hubungan individu dengan negara atau institusi
yang lebih besar.2 Perempuan dan anak-anak sering diperlakukan
secara tidak adil, dengan praktik seperti wa'd al-banāt (penguburan bayi
perempuan hidup-hidup) sebagai bagian dari budaya patriarki yang ekstrem.3
Dari segi agama,
masyarakat Arab pra-Islam menyembah berbagai dewa dan roh, dengan Ka'bah di Makkah berfungsi sebagai
pusat pemujaan yang menampung ratusan berhala.4 Namun, beberapa
kelompok kecil, seperti kaum Hanif, mempertahankan keyakinan
monoteistik yang lebih dekat dengan ajaran Nabi Ibrahim.5
Perdagangan juga
memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Jahiliyah. Kota Makkah, misalnya, menjadi pusat perdagangan
internasional karena letaknya yang strategis di jalur dagang antara Yaman, Syam
(Suriah), dan Persia.6 Keberadaan pasar seperti Suq
'Ukaz menjadi bukti tingginya dinamika ekonomi dan budaya di
kalangan bangsa Arab.7
2.2.
Kehidupan Rasulullah
dan Awal Mula Islam (610-632 M)
Islam dimulai dengan
diutusnya Nabi Muhammad Saw sebagai rasul pada tahun 610 M di Makkah. Momen ini
ditandai dengan turunnya wahyu pertama
di Gua Hira, yang menjadi awal perubahan radikal dalam sistem kepercayaan dan
kehidupan sosial bangsa Arab.8
Pada periode awal,
Nabi Muhammad Saw menghadapi banyak tantangan dalam mendakwahkan Islam.
Penduduk Makkah, terutama para pemimpin
Quraisy, menentang ajaran Islam karena dianggap mengancam tatanan sosial dan
ekonomi mereka, terutama sistem perniagaan yang bergantung pada pemujaan
berhala di Ka'bah.9
Pada tahun 622 M,
Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya hijrah ke Madinah, sebuah peristiwa yang
menjadi titik balik penting dalam
sejarah Islam. Hijrah ini bukan sekadar perpindahan geografis, tetapi juga
perubahan besar dalam strategi dakwah dan pemerintahan Islam.10
Di Madinah,
Rasulullah Saw membangun masyarakat Islam berdasarkan nilai-nilai keadilan,
persaudaraan, dan hukum yang ditegakkan melalui Piagam Madinah. Dokumen ini menjadi
konstitusi pertama dalam sejarah Islam yang mengatur hubungan antar kelompok
Muslim dan non-Muslim, serta memberikan dasar bagi tatanan politik dan sosial
di negara Islam pertama.11
2.3.
Khulafaurasyidin
(632-661 M): Konsolidasi Peradaban Islam
Setelah wafatnya
Rasulullah Saw pada tahun 632 M, umat Islam menghadapi tantangan besar dalam menentukan pengganti beliau. Abu Bakar
Ash-Shiddiq dipilih sebagai khalifah pertama melalui sistem musyawarah (syura),
yang kemudian menjadi model awal kepemimpinan dalam Islam.12
2.3.1.
Pemerintahan Abu
Bakar Ash-Shiddiq (632-634 M)
Abu Bakar menghadapi
tantangan besar, terutama munculnya gerakan Riddah (pemberontakan suku-suku
Arab yang kembali ke keyakinan lama). Dengan strategi militer yang tegas, ia berhasil mengembalikan persatuan
umat Islam dan memperluas wilayah Islam ke luar Jazirah Arab.13
2.3.2.
Pemerintahan Umar
bin Khattab (634-644 M)
Di bawah
kepemimpinan Umar, wilayah Islam berkembang pesat mencakup Mesopotamia, Persia,
Syam, dan Mesir. Umar dikenal sebagai pemimpin
yang adil dan inovatif dalam administrasi pemerintahan, seperti pembentukan
sistem diwan
(pencatatan administrasi negara) dan penataan sistem pajak.14
2.3.3.
Pemerintahan Utsman
bin Affan (644-656 M)
Masa pemerintahan
Utsman ditandai dengan kodifikasi resmi Al-Qur'an dalam satu mushaf standar,
yang kemudian menjadi rujukan utama umat Islam di seluruh wilayah Islam.15 Namun, kebijakan pengangkatan
pejabat dari kalangan keluarganya menyebabkan ketidakpuasan di kalangan umat
Islam, yang akhirnya memicu pemberontakan dan berujung pada pembunuhan Utsman.16
2.3.4.
Pemerintahan Ali bin
Abi Thalib (656-661 M)
Ali menghadapi
banyak konflik internal, termasuk Perang Jamal (656 M) dan Perang Shiffin (657 M) yang melibatkan Muawiyah bin
Abi Sufyan. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan meningkatnya friksi dalam
politik Islam yang akhirnya berkontribusi pada munculnya berbagai mazhab dan
kelompok dalam Islam.17
Pada tahun 661 M,
Ali dibunuh oleh seorang anggota Khawarij, dan peristiwa ini menandai
berakhirnya era Khulafaurasyidin serta dimulainya Dinasti Umayyah yang membawa
perubahan besar dalam sistem pemerintahan Islam.18
Footnotes
[1]
Philip K. Hitti, History of the Arabs (London: Macmillan,
2002), 23-25.
[2]
Ibn Khaldun, al-Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr, 2001),
1:125-127.
[3]
Montgomery Watt, Muhammad at Mecca (Oxford: Oxford University
Press, 1953), 45-47.
[4]
Richard Bulliet, The Camel and the Wheel (New York: Columbia
University Press, 1990), 67-69.
[5]
Fazlur Rahman, Islam (Chicago: University of Chicago Press,
1979), 11-12.
[6]
Hitti, History of the Arabs, 78-80.
[7]
Fred M. Donner, Muhammad and the Believers (Cambridge, MA:
Harvard University Press, 2010), 55-57.
[8]
Watt, Muhammad at Mecca, 103-105.
[9]
Karen Armstrong, Muhammad: A Biography of the Prophet (New
York: HarperCollins, 1992), 88-91.
[10]
Donner, Muhammad and the Believers, 110-112.
[11]
Patricia Crone, God’s Rule: Government and Islam (New York:
Columbia University Press, 2004), 133-135.
[12]
Hitti, History of the Arabs, 125-127.
[13]
Hugh Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates
(London: Longman, 1986), 48-50.
[14]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 78-80.
[15]
Jonathan A.C. Brown, The Canonization of Al-Bukhari and Muslim
(Leiden: Brill, 2007), 29-31.
[16]
Watt, Islamic Political Thought, 52-54.
[17]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 112-115.
[18]
Hitti, History of the Arabs, 185-188.
3.
Periode Keemasan Peradaban Islam
Periode keemasan
peradaban Islam (sekitar abad ke-8 hingga ke-13 M) merupakan fase penting dalam
sejarah dunia Islam, di mana umat Islam mencapai puncak kejayaan dalam berbagai bidang, seperti politik, ekonomi,
ilmu pengetahuan, dan seni. Pada masa ini, peradaban Islam berkembang pesat di
bawah pemerintahan Dinasti Umayyah, Abbasiyah, serta peradaban Islam di
Andalusia dan dunia Timur.
3.1.
Dinasti Umayyah
(661-750 M): Ekspansi dan Administrasi Islam
Setelah berakhirnya
pemerintahan Khulafaurasyidin, Muawiyah bin Abi Sufyan mendirikan Dinasti
Umayyah dengan ibu kota di Damaskus, yang menandai transisi dari sistem kekhalifahan berbasis musyawarah menjadi
monarki turun-temurun.1
3.1.1.
Ekspansi Wilayah
Di bawah Dinasti
Umayyah, wilayah Islam berkembang pesat hingga mencapai Spanyol di barat dan
India di timur. Ekspansi ini didorong oleh kekuatan militer yang tangguh dan
strategi pemerintahan yang efisien.2 Salah satu pencapaian terbesar
adalah penaklukan Andalusia oleh Jenderal Thariq bin Ziyad pada tahun 711 M,
yang membuka jalan bagi pengaruh Islam di Eropa.3
3.1.2.
Administrasi dan
Pemerintahan
Pemerintahan Umayyah
menerapkan sistem birokrasi yang canggih dengan mengadopsi model administrasi
dari Persia dan Romawi. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa resmi administrasi
negara pada masa Khalifah Abdul
Malik bin Marwan.4 Selain itu, sistem pajak jizyah
(untuk non-Muslim) dan kharaj (pajak tanah) menjadi sumber
pendapatan utama negara.5
3.1.3.
Faktor Kemunduran
Dinasti Umayyah
Meski mencapai
kejayaan dalam ekspansi dan administrasi, Dinasti Umayyah menghadapi berbagai
tantangan, termasuk ketidakpuasan dari kelompok non-Arab (mawali) yang merasa diperlakukan sebagai
warga kelas dua.6 Akhirnya, revolusi Abbasiyah yang didukung oleh
mawali dan kelompok Syiah berhasil menggulingkan Umayyah pada tahun 750 M,
menandai dimulainya era Abbasiyah.7
3.2.
Dinasti Abbasiyah
(750-1258 M): Puncak Kejayaan Islam
Setelah
menggulingkan Umayyah, Dinasti Abbasiyah memindahkan ibu kota ke Baghdad dan
membawa perubahan signifikan dalam politik dan peradaban Islam.
3.2.1.
Pusat Keilmuan di
Baghdad: Baitul Hikmah
Pada masa Abbasiyah,
terutama di bawah Khalifah Harun al-Rasyid dan al-Ma'mun, ilmu pengetahuan
berkembang pesat. Baghdad menjadi pusat intelektual dunia dengan berdirinya Baitul
Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan riset ilmu pengetahuan.8
Ilmuwan seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibn Sina berkontribusi besar dalam
filsafat dan kedokteran.9
3.2.2.
Kemajuan Ilmu
Pengetahuan
Peradaban Islam melahirkan banyak ilmuwan yang berpengaruh
dalam berbagai bidang:
·
Matematika:
Al-Khwarizmi mengembangkan sistem aljabar dan angka desimal.10
·
Astronomi:
Al-Battani menyempurnakan perhitungan astronomi dari ilmuwan Yunani.11
·
Kedokteran:
Ibn Sina menulis Al-Qanun fi al-Tibb, ensiklopedia
kedokteran yang digunakan di Eropa hingga abad ke-17.12
·
Kimia:
Jabir Ibn Hayyan dianggap sebagai bapak kimia modern karena merumuskan metode
ilmiah dalam eksperimen laboratorium.13
3.2.3.
Perkembangan Sastra
dan Seni
Sastra Islam
berkembang pesat, dengan karya-karya seperti Seribu Satu Malam yang mencerminkan
kekayaan budaya Islam.14 Kaligrafi Arab juga berkembang sebagai bentuk seni utama dalam arsitektur Islam,
seperti yang terlihat pada Masjid Samarra dan Istana Alhambra.15
3.2.4.
Hubungan Islam
dengan Dunia Luar
Melalui jalur perdagangan
dan diplomasi, peradaban Islam berinteraksi dengan Cina, India, dan Eropa. Sistem perbankan Islam, seperti penggunaan sakk
(cek), mempermudah perdagangan internasional dan menjadi model bagi sistem
keuangan modern.16
3.3.
Peradaban Islam di
Andalusia dan Peranannya dalam Renaisans Eropa
Spanyol Islam (Al-Andalus)
menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dengan kota-kota seperti
Cordoba, Toledo, dan Granada sebagai pusat keilmuan. Cordoba pada masa Khalifah
Abdul Rahman III menjadi kota terbesar di Eropa dengan perpustakaan yang menampung lebih dari 400.000 manuskrip.17
Keilmuan di
Al-Andalus banyak berkontribusi pada Renaisans Eropa. Karya-karya ilmuwan
Muslim diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, seperti terjemahan Ibn Rushd
(Averroes) yang mempengaruhi filsafat skolastik di Eropa.18
3.4.
Peradaban Islam di
Dunia Timur: Dinasti Seljuk dan Kesultanan Mamluk
Setelah melemahnya
Abbasiyah, kekuasaan Islam tersebar di berbagai wilayah independen.
3.4.1.
Dinasti Seljuk
(1037-1194 M)
Dinasti Seljuk
memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam ke wilayah Turki dan Asia Tengah. Seljuk juga mendirikan Madrasah
Nizamiyah, yang menjadi model pendidikan Islam klasik.19
3.4.2.
Kesultanan Mamluk
(1250-1517 M)
Mamluk berperan
penting dalam mempertahankan dunia Islam dari invasi Mongol. Pada 1260 M, Mamluk mengalahkan Mongol dalam Pertempuran
Ain Jalut, menyelamatkan dunia Islam dari kehancuran total.20
Footnotes
[1]
Hugh Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates
(London: Longman, 1986), 121-123.
[2]
Philip K. Hitti, History of the Arabs (London: Macmillan,
2002), 203-206.
[3]
Richard Fletcher, Moorish Spain (Berkeley: University of
California Press, 2006), 45-47.
[4]
Albert Hourani, A History of the Arab Peoples (Cambridge:
Harvard University Press, 1991), 72-75.
[5]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 178-181.
[6]
Hitti, History of the Arabs, 250-253.
[7]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 212-214.
[8]
George Saliba, Islamic Science and the Making of the European Renaissance
(Cambridge, MA: MIT Press, 2007), 63-66.
[9]
Fazlur Rahman, Science and Civilization in Islam (Cambridge:
Harvard University Press, 1968), 89-91.
[10]
Victor J. Katz, A History of Mathematics (New York:
Addison-Wesley, 1998), 186-188.
[11]
Saliba, Islamic Science, 74-77.
[12]
G.E.R. Lloyd, The Cambridge History of Science (Cambridge:
Cambridge University Press, 2003), 273-276.
[13]
Rahman, Science and Civilization in Islam, 102-104.
[14]
Robert Irwin, The Arabian Nights: A Companion (London: Tauris
Parke, 2004), 34-36.
[15]
Hitti, History of the Arabs, 320-322.
[16]
Hourani, A History of the Arab Peoples, 90-93.
[17]
Fletcher, Moorish Spain, 132-135.
[18]
Saliba, Islamic Science, 97-99.
[19]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 231-234.
[20]
Hitti, History of the Arabs, 410-412.
4.
Kemunduran Peradaban Islam
Kemunduran peradaban
Islam merupakan fenomena kompleks yang berlangsung secara bertahap, disebabkan oleh berbagai faktor internal dan
eksternal. Periode ini mencakup kehancuran Baghdad akibat invasi Mongol pada
tahun 1258 M, Perang Salib, konflik internal di dunia Islam, serta kemunduran
Kesultanan Utsmaniyah yang menjadi simbol akhir supremasi Islam di dunia.
4.1.
Faktor-Faktor
Kemunduran Peradaban Islam
Sejarawan Muslim dan
Barat telah mengidentifikasi berbagai penyebab utama kemunduran peradaban Islam, yang dapat dikategorikan ke
dalam faktor internal dan eksternal.
4.1.1.
Faktor Internal:
Disintegrasi Politik dan Konflik Sektarian
Perpecahan politik
merupakan salah satu faktor utama yang melemahkan dunia Islam. Setelah Dinasti
Abbasiyah melemah, dunia Islam terpecah menjadi berbagai kekuatan regional yang saling bersaing, seperti Dinasti
Seljuk, Kesultanan Mamluk, dan Kesultanan Delhi.1
Selain itu, konflik
sektarian antara Sunni dan Syiah semakin meruncing, terutama setelah berdirinya
Dinasti Fatimiyah di Mesir
pada abad ke-10 M.2 Perpecahan ini melemahkan persatuan umat Islam
dan memberikan celah bagi kekuatan asing untuk mengeksploitasi kelemahan
internal.
4.1.2.
Faktor Eksternal:
Perang Salib dan Invasi Mongol
a.
Perang Salib (1095-1291 M)
Perang Salib yang
berlangsung selama hampir dua abad membawa dampak besar bagi dunia Islam.
Pasukan Kristen dari Eropa, dengan dukungan penuh dari Paus Urbanus II, berhasil merebut Yerusalem pada
tahun 1099 M.3
Meski pada akhirnya
pasukan Muslim di bawah pimpinan Salahuddin al-Ayyubi berhasil merebut kembali Yerusalem pada 1187 M,
Perang Salib melemahkan kekuatan dunia Islam dan menguras sumber daya yang
seharusnya digunakan untuk pembangunan peradaban.4
b.
Invasi Mongol dan Kehancuran Baghdad (1258 M)
Salah satu peristiwa
paling tragis dalam sejarah Islam adalah serangan Mongol di bawah Hulagu Khan,
yang menghancurkan Baghdad pada tahun 1258 M. Kota Baghdad, yang selama
berabad-abad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, dihancurkan sepenuhnya.5 Khalifah
Abbasiyah terakhir, al-Musta’sim, dieksekusi, dan ribuan manuskrip ilmu
pengetahuan di Baitul Hikmah dibakar atau dibuang
ke Sungai Tigris.6
Namun, ironisnya,
dalam beberapa dekade setelah invasi ini, sebagian Mongol yang menaklukkan
dunia Islam justru masuk Islam dan berkontribusi dalam penyebaran agama di Asia
Tengah dan India melalui Kesultanan Delhi dan Kekaisaran Mughal.7
4.2.
Kejayaan dan
Kemunduran Kesultanan Utsmaniyah (1299-1924 M)
Kesultanan
Utsmaniyah merupakan salah satu kekuatan Islam terbesar dalam sejarah, yang
mendominasi dunia Islam selama lebih dari enam abad. Namun, pada abad ke-18 dan
ke-19, Utsmaniyah mengalami kemunduran yang berujung pada pembubaran
kekhalifahan pada tahun 1924 M.
4.2.1.
Puncak Kejayaan
Kesultanan Utsmaniyah
Pada masa Sultan
Suleiman al-Qanuni (1520-1566 M), Utsmaniyah mencapai puncak kejayaannya dengan
menguasai sebagian besar Eropa Tenggara, Afrika Utara, dan Timur Tengah.8 Sistem administrasi yang efisien,
militer yang kuat, dan penerapan hukum Islam yang ketat menjadi pilar kejayaan
Utsmaniyah.9
4.2.2.
Faktor-Faktor
Kemunduran Kesultanan Utsmaniyah
a.
Stagnasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Salah satu faktor
utama kemunduran Kesultanan Utsmaniyah adalah stagnasi dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sementara Eropa mengalami Revolusi Ilmiah dan Renaisans, dunia Islam mengalami kemunduran
dalam inovasi ilmiah.10
Sebagai contoh,
ketika Gutenberg menciptakan mesin cetak pada abad ke-15, Utsmaniyah melarang
penggunaannya selama hampir 300 tahun karena dianggap mengancam tradisi Islam.11 Hal ini mengakibatkan
keterlambatan dalam penyebaran ilmu pengetahuan di dunia Islam dibandingkan
dengan dunia Barat.
b.
Kolonialisme Eropa dan Perang Dunia I
Pada abad ke-18 dan
19, kekuatan Eropa seperti Inggris dan Prancis mulai mendominasi wilayah Muslim
melalui kolonialisme. Mesir jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1882, Aljazair dikuasai Prancis pada tahun 1830, dan
berbagai wilayah Muslim lainnya dijajah oleh kekuatan Eropa.12
Perang Dunia I
(1914-1918) semakin mempercepat
kehancuran Kesultanan Utsmaniyah. Kekaisaran Utsmaniyah yang bersekutu dengan
Jerman akhirnya kalah perang, dan wilayahnya dibagi-bagi oleh kekuatan kolonial
melalui Perjanjian Sykes-Picot (1916).13
4.2.3.
Pembubaran
Kekhalifahan Utsmaniyah (1924 M)
Pada tahun 1924,
Mustafa Kemal Atatürk menghapus sistem kekhalifahan dan mengubah Turki menjadi
negara sekuler. Pembubaran kekhalifahan ini menjadi titik balik dalam sejarah Islam, di mana umat Islam
kehilangan simbol kepemimpinan dunia yang telah bertahan selama lebih dari
1.300 tahun.14
Footnotes
[1]
Hugh Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates
(London: Longman, 1986), 231-234.
[2]
Philip K. Hitti, History of the Arabs (London: Macmillan,
2002), 278-280.
[3]
Thomas Asbridge, The Crusades: The Authoritative History of the War
for the Holy Land (London: HarperCollins, 2010), 157-159.
[4]
Hitti, History of the Arabs, 312-315.
[5]
George Lane, Genghis Khan and Mongol Rule (New York: Greenwood
Press, 2004), 198-200.
[6]
Ibn Khaldun, al-Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr, 2001),
1:55-58.
[7]
David Morgan, The Mongols (Oxford: Blackwell, 1990), 145-147.
[8]
Colin Imber, The Ottoman Empire, 1300-1650: The Structure of Power
(London: Palgrave Macmillan, 2002), 87-90.
[9]
Halil Inalcik, The Ottoman Empire: The Classical Age, 1300-1600
(London: Phoenix, 1995), 63-65.
[10]
George Saliba, Islamic Science and the Making of the European
Renaissance (Cambridge, MA: MIT Press, 2007), 105-108.
[11]
Jonathan Bloom, Paper Before Print: The History and Impact of Paper
in the Islamic World (New Haven: Yale University Press, 2001), 187-189.
[12]
Albert Hourani, A History of the Arab Peoples (Cambridge:
Harvard University Press, 1991), 325-327.
[13]
Eugene Rogan, The Fall of the Ottomans: The Great War in the Middle
East (New York: Basic Books, 2015), 211-213.
[14]
Andrew Mango, Atatürk: The Biography of the Founder of Modern
Turkey (London: John Murray, 1999), 487-490.
5.
Warisan Peradaban Islam dan Kebangkitannya
Setelah mengalami
masa kejayaan dan kemunduran, peradaban Islam tetap memberikan warisan
intelektual, sosial, dan budaya yang berpengaruh terhadap dunia modern.
Meskipun kolonialisme dan perpecahan politik sempat melemahkan dunia Islam, kebangkitan Islam di era modern
menunjukkan potensi bagi umat Islam untuk kembali membangun peradaban yang
maju. Bagian ini membahas kontribusi peradaban Islam terhadap dunia modern
serta berbagai upaya kebangkitan Islam di era kontemporer.
5.1.
Pengaruh Peradaban
Islam terhadap Dunia Modern
Peradaban Islam
telah memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, budaya, dan sistem sosial yang
masih relevan hingga hari ini. Beberapa aspek penting dari warisan Islam
adalah:
5.1.1.
Kontribusi Ilmu
Pengetahuan
Peradaban Islam
memainkan peran penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang kemudian diadopsi oleh dunia Barat selama
Renaisans. Sejumlah pencapaian yang berpengaruh antara lain:
·
Matematika:
Sistem aljabar yang dikembangkan oleh Al-Khwarizmi menjadi dasar bagi
perkembangan matematika modern.1
·
Astronomi:
Observatorium Islam di Baghdad dan Maragha menjadi model bagi perkembangan
astronomi di Eropa.2
·
Kedokteran:
Kitab Al-Qanun
fi al-Tibb karya Ibn Sina digunakan sebagai referensi medis di
universitas-universitas Eropa hingga abad ke-17.3
·
Optik:
Teori cahaya dan penglihatan oleh Ibn al-Haytham dalam Kitab
al-Manazir menjadi fondasi bagi ilmu optik modern.4
Penerjemahan
karya-karya ilmuwan Muslim ke dalam bahasa Latin melalui pusat-pusat studi di
Andalusia dan Sisilia memungkinkan pemikiran Islam menjadi bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa.5
5.1.2.
Pengaruh dalam
Sistem Ekonomi dan Keuangan
Sistem keuangan
Islam telah berkontribusi terhadap pengembangan sistem perbankan modern.
Penggunaan sakk
(cek) dalam perdagangan Islam telah menjadi dasar bagi sistem pembayaran non-tunai.6
Di era modern,
ekonomi Islam kembali berkembang dengan sistem perbankan syariah yang berbasis
pada prinsip larangan riba dan keadilan ekonomi.7 Lembaga-lembaga
seperti Islamic Development Bank (IDB) berperan dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi berbasis syariah di berbagai negara Muslim.8
5.1.3.
Prinsip Etika dan
Hukum Islam dalam Dunia Modern
Hukum Islam (syariah)
juga memberikan pengaruh besar dalam pembentukan sistem hukum di banyak negara
Muslim, baik dalam bentuk fiqh klasik maupun dalam sistem
hukum modern yang mengadopsi unsur-unsur hukum Islam.9
Di beberapa negara
Muslim seperti Malaysia dan Indonesia, hukum Islam masih menjadi bagian dari
sistem peradilan, terutama dalam bidang hukum keluarga dan keuangan Islam.10
5.2.
Gerakan Kebangkitan
Islam di Era Modern
Sejak abad ke-19,
dunia Islam mengalami kebangkitan intelektual dan sosial sebagai respons
terhadap dominasi Barat dan kemunduran internal. Kebangkitan Islam ini dapat
dikategorikan ke dalam beberapa aspek:
5.2.1.
Reformasi Islam dan
Pemikiran Modern
Sejumlah pemikir
Muslim modern berusaha untuk mereformasi Islam agar lebih sesuai dengan
tantangan zaman, di antaranya:
·
Jamaluddin
al-Afghani dan Muhammad Abduh: Mengadvokasi modernisasi Islam
dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional Islam.11
·
Rasyid
Rida: Mendorong kembali penerapan syariah dalam kehidupan
sosial dan politik.12
·
Fazlur
Rahman: Menekankan perlunya pendekatan kontekstual dalam
memahami Al-Qur'an dan Hadis.13
Pemikiran reformis
ini berpengaruh dalam membentuk pemikiran Islam kontemporer, termasuk dalam
gerakan politik Islam di berbagai negara.
5.2.2.
Gerakan Politik
Islam dan Nasionalisme
Setelah Perang Dunia
II, banyak negara Muslim yang meraih kemerdekaan dari penjajahan Barat. Gerakan nasionalisme Islam berkembang di
berbagai belahan dunia, termasuk:
·
Ikhwanul
Muslimin di Mesir: Didirikan oleh Hasan al-Banna pada 1928
sebagai gerakan Islam politik yang menentang sekularisme.14
·
Revolusi
Islam Iran 1979: Sebuah peristiwa penting yang membawa Islam
kembali menjadi kekuatan politik di Timur Tengah.15
·
Partai-partai
Islam di Dunia Muslim: Seperti AKP di Turki dan PKS di
Indonesia, yang mengadopsi pendekatan demokrasi dalam politik Islam.16
5.2.3.
Tantangan Umat Islam
di Abad ke-21
Meskipun ada
tanda-tanda kebangkitan Islam, umat Islam juga menghadapi tantangan besar, termasuk:
·
Ekonomi
dan Teknologi: Ketertinggalan dalam inovasi teknologi dan
ketergantungan pada negara-negara Barat dalam bidang industri.17
·
Islamofobia:
Stigma negatif terhadap Islam di dunia Barat yang diperparah oleh aksi-aksi
ekstremisme.18
·
Persatuan
Umat Islam: Perpecahan internal di dunia Muslim yang menghambat
kemajuan bersama.19
Untuk menjawab
tantangan ini, umat Islam perlu mengembangkan pendidikan yang berkualitas, memperkuat kerja sama ekonomi
antarnegara Muslim, serta mendorong inovasi dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kesimpulan
Warisan peradaban
Islam terus memberikan pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan modern, dari
ilmu pengetahuan hingga sistem ekonomi dan hukum. Sementara itu, gerakan
kebangkitan Islam di era modern menunjukkan bahwa umat Islam memiliki potensi
untuk membangun kembali kejayaan peradaban Islam dengan menyeimbangkan tradisi
dan modernitas.
Kebangkitan Islam
tidak hanya bergantung pada faktor politik, tetapi juga pada pengembangan ilmu
pengetahuan, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu, upaya peningkatan
kualitas pendidikan, penelitian ilmiah, dan kerja sama ekonomi antara
negara-negara Muslim sangat penting dalam membangun kembali kejayaan Islam di
era globalisasi.
Footnotes
[1]
Victor J. Katz, A History of Mathematics (New York:
Addison-Wesley, 1998), 186-188.
[2]
George Saliba, Islamic Science and the Making of the European
Renaissance (Cambridge, MA: MIT Press, 2007), 74-77.
[3]
G.E.R. Lloyd, The Cambridge History of Science (Cambridge:
Cambridge University Press, 2003), 273-276.
[4]
A.I. Sabra, The Optics of Ibn al-Haytham (London: Warburg
Institute, 1989), 63-65.
[5]
Charles Burnett, Arabic into Latin: The Reception of Arabic Science
in the Middle Ages (London: Routledge, 2009), 45-48.
[6]
Murat Cizakca, Islamic Capitalism and Finance (Cheltenham:
Edward Elgar, 2011), 23-25.
[7]
Timur Kuran, Islam and Mammon: The Economic Predicaments of
Islamism (Princeton: Princeton University Press, 2004), 89-91.
[8]
Islamic Development Bank, Annual Report 2022 (Jeddah: IDB,
2022), 11-14.
[9]
Wael Hallaq, Sharia: Theory, Practice, Transformations
(Cambridge: Cambridge University Press, 2009), 102-105.
[10]
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (Oxford: Oxford
University Press, 1964), 134-137.
[11]
Albert Hourani, Arabic Thought in the Liberal Age (Cambridge:
Cambridge University Press, 1983), 150-152.
[12]
Rachid Rida, The Caliphate and the Imamate (London: Dar
al-Taqwa, 2000), 45-47.
[13]
Fazlur Rahman, Islam and Modernity (Chicago: University of
Chicago Press, 1982), 99-101.
[14]
Richard P. Mitchell, The Society of the Muslim Brothers (Oxford:
Oxford University Press, 1969), 67-70.
[15]
Ervand Abrahamian, A History of Modern Iran (Cambridge:
Cambridge University Press, 2008), 151-153.
[16]
Hakan Yavuz, Secularism and Muslim Democracy in Turkey
(Cambridge: Cambridge University Press, 2009), 112-115.
[17]
Muhammad Yunus and Karl Weber, Banker to the Poor: Micro-Lending and
the Battle Against World Poverty (New York: PublicAffairs, 2003), 178-180.
[18]
John L. Esposito, Islamophobia and the Challenge of Pluralism in the
21st Century (Oxford: Oxford University Press, 2011), 45-48.
[19]
Vali Nasr, The Shia Revival: How Conflicts within Islam Will Shape
the Future (New York: Norton, 2006), 201-204.
6.
Kesimpulan
Sejarah peradaban
Islam merupakan salah satu episode paling signifikan dalam sejarah umat
manusia, yang mencerminkan perjalanan panjang dari permulaan, kejayaan, hingga
kemunduran, serta upaya kebangkitan kembali di era modern. Dari awal kemunculannya di Jazirah Arab hingga
ekspansi besar-besaran yang melahirkan pusat-pusat peradaban, Islam telah
memberikan kontribusi luar biasa dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ilmu
pengetahuan, budaya, ekonomi, dan pemerintahan.
6.1.
Islam sebagai
Peradaban Universal
Islam sejak awal
telah membawa perubahan mendasar dalam struktur sosial dan politik masyarakat
Arab. Dengan ajaran yang berbasis pada tauhid dan keadilan sosial, Islam
berhasil menciptakan tatanan masyarakat yang lebih terorganisir melalui Piagam Madinah dan kepemimpinan
Khulafaurasyidin.1
Puncak kejayaan
Islam terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah, di mana ilmu pengetahuan berkembang
pesat, dan Baghdad menjadi pusat intelektual dunia melalui lembaga Baitul
Hikmah.2 Kontribusi ilmuwan Muslim seperti Al-Khwarizmi, Ibn Sina, dan Ibn Khaldun
membentuk dasar bagi berbagai disiplin ilmu yang kemudian berkembang di dunia
Barat selama Renaisans.3
Selain itu,
peradaban Islam di Andalusia memainkan peran penting dalam mentransmisikan ilmu
pengetahuan Yunani dan Romawi ke dunia Kristen Eropa, yang pada akhirnya
mendorong kebangkitan intelektual di Barat.4 Dengan demikian, Islam
bukan hanya membangun peradabannya sendiri tetapi juga memberikan kontribusi
universal bagi umat manusia.
6.2.
Penyebab Kemunduran
Peradaban Islam
Meskipun mencapai
kejayaan luar biasa, peradaban Islam mengalami kemunduran akibat berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi disintegrasi politik, konflik sektarian, serta stagnasi dalam
inovasi ilmiah dan teknologi.5 Perpecahan dalam dunia Islam,
terutama antara Sunni dan Syiah, memperlemah persatuan umat dan memberikan
peluang bagi kekuatan asing untuk mengeksploitasi kelemahan tersebut.6
Di sisi lain, faktor
eksternal seperti Perang Salib dan invasi Mongol turut mempercepat kemunduran peradaban Islam.7
Kehancuran Baghdad oleh pasukan Mongol pada tahun 1258 M menjadi titik balik
yang menyebabkan kemunduran keilmuan di dunia Islam.8
Pada abad ke-18 dan
19, kolonialisme Eropa semakin melemahkan dunia Islam. Banyak wilayah Muslim
jatuh ke dalam cengkeraman kekuatan Barat, seperti Inggris yang menguasai Mesir
dan India, serta Prancis yang menguasai Aljazair dan Maroko.9 Perang
Dunia I mempercepat kehancuran
Kesultanan Utsmaniyah, yang akhirnya dibubarkan pada tahun 1924 M, menandai
berakhirnya sistem kekhalifahan dalam Islam.10
6.3.
Peluang Kebangkitan
Peradaban Islam di Era Modern
Meskipun mengalami
kemunduran dalam beberapa abad terakhir, tanda-tanda kebangkitan Islam mulai
terlihat di era modern. Gerakan reformasi Islam, kebangkitan pemikiran
intelektual, dan munculnya sistem ekonomi Islam menjadi faktor utama dalam upaya membangun kembali peradaban
Islam yang kuat.
Di bidang ekonomi,
perkembangan perbankan syariah dan sistem keuangan Islam menunjukkan bahwa prinsip-prinsip
Islam dapat diterapkan dalam ekonomi modern dengan cara yang sesuai dengan
tuntutan zaman.11
Dari sisi
pendidikan, semakin banyak negara Muslim yang menginvestasikan sumber daya
mereka dalam pengembangan sains dan teknologi. Negara-negara seperti Malaysia,
Turki, dan Qatar telah membangun universitas-universitas berbasis riset yang
bertujuan mengembalikan kejayaan ilmiah Islam.12
Selain itu, gerakan
Islam politik juga memainkan peran dalam membentuk kebijakan yang lebih berorientasi pada nilai-nilai Islam di
berbagai negara Muslim.13 Namun, tantangan globalisasi, sekularisme,
dan Islamofobia masih menjadi hambatan besar yang harus diatasi oleh umat Islam.14
6.4.
Membangun Kembali
Peradaban Islam: Langkah-Langkah Strategis
Untuk membangun
kembali peradaban Islam yang maju dan berdaya saing, diperlukan beberapa langkah strategis, antara lain:
1)
Revitalisasi Pendidikan
dan Ilmu Pengetahuan
Meningkatkan kualitas pendidikan
berbasis Islam yang mengintegrasikan ilmu agama dan sains modern.15
Membangun pusat-pusat riset yang
kompetitif dengan lembaga-lembaga akademik di Barat.
2)
Penguatan Ekonomi Islam
Mendorong ekonomi berbasis syariah dan
perdagangan intra-negara Muslim untuk mengurangi ketergantungan pada ekonomi
Barat.16
Memperkuat industri teknologi dan
inovasi di negara-negara Muslim.
3)
Persatuan Umat Islam
Mengatasi perpecahan sektarian dan konflik
geopolitik di dunia Islam.17
Meningkatkan kerja sama antara
negara-negara Muslim dalam bidang ekonomi, pertahanan, dan diplomasi.
4)
Memanfaatkan Teknologi dan
Media Digital
Menggunakan media digital untuk
menyebarkan nilai-nilai Islam yang moderat dan inklusif.18
Mengembangkan platform digital berbasis
Islam untuk pendidikan dan dakwah.
Penutup
Sejarah peradaban
Islam memberikan pelajaran berharga bahwa kebangkitan dan kemunduran suatu
peradaban sangat dipengaruhi oleh faktor ilmu pengetahuan, ekonomi, dan persatuan umat. Meskipun peradaban
Islam pernah mengalami kemunduran, potensinya untuk bangkit kembali tetap besar
jika umat Islam mampu mengembangkan pendidikan, ekonomi, dan inovasi berbasis
nilai-nilai Islam.
Dengan strategi yang
tepat dan persatuan yang kuat, umat Islam dapat kembali memainkan peran penting
dalam membangun peradaban dunia yang lebih adil, berkeadaban, dan berkontribusi
bagi kesejahteraan umat manusia secara global.
Footnotes
[1]
Fred M. Donner, Muhammad and the Believers (Cambridge, MA:
Harvard University Press, 2010), 55-57.
[2]
George Saliba, Islamic Science and the Making of the European
Renaissance (Cambridge, MA: MIT Press, 2007), 63-66.
[3]
Victor J. Katz, A History of Mathematics (New York:
Addison-Wesley, 1998), 186-188.
[4]
Charles Burnett, Arabic into Latin: The Reception of Arabic Science
in the Middle Ages (London: Routledge, 2009), 45-48.
[5]
Ibn Khaldun, al-Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikr, 2001),
1:125-127.
[6]
H.A.R. Gibb, Islamic Society and the West (Oxford: Oxford
University Press, 1950), 211-214.
[7]
Thomas Asbridge, The Crusades: The Authoritative History of the War
for the Holy Land (London: HarperCollins, 2010), 157-159.
[8]
George Lane, Genghis Khan and Mongol Rule (New York: Greenwood
Press, 2004), 198-200.
[9]
Albert Hourani, A History of the Arab Peoples (Cambridge:
Harvard University Press, 1991), 325-327.
[10]
Eugene Rogan, The Fall of the Ottomans: The Great War in the Middle
East (New York: Basic Books, 2015), 211-213.
[11]
Timur Kuran, Islam and Mammon: The Economic Predicaments of
Islamism (Princeton: Princeton University Press, 2004), 89-91.
[12]
Wael Hallaq, Sharia: Theory, Practice, Transformations
(Cambridge: Cambridge University Press, 2009), 102-105.
[13]
Hakan Yavuz, Secularism and Muslim Democracy in Turkey
(Cambridge: Cambridge University Press, 2009), 112-115.
[14]
John L. Esposito, Islamophobia and the Challenge of Pluralism in
the 21st Century (Oxford: Oxford University Press, 2011), 45-48.
[15]
Tariq Ramadan, Islam, the West and the Challenges of Modernity (Leicester:
The Islamic Foundation, 2001), 98-102.
[16]
Murat Cizakca, Islamic Capitalism and Finance (Cheltenham:
Edward Elgar, 2011), 112-115.
[17]
Vali Nasr, The Shia Revival: How Conflicts within Islam Will Shape
the Future (New York: Norton, 2006), 201-204.
[18]
Gary R. Bunt, Islam in the Digital Age: E-Jihad, Online Fatwas and
Cyber Islamic Environments (London: Pluto Press, 2003), 56-59.
Daftar Pustaka
Abrahamian, E. (2008). A history of modern Iran.
Cambridge University Press.
Asbridge, T. (2010). The Crusades: The
authoritative history of the war for the Holy Land. HarperCollins.
Bloom, J. (2001). Paper before print: The
history and impact of paper in the Islamic world. Yale University Press.
Bunt, G. R. (2003). Islam in the digital age:
E-jihad, online fatwas and cyber Islamic environments. Pluto Press.
Burnett, C. (2009). Arabic into Latin: The
reception of Arabic science in the Middle Ages. Routledge.
Cizakca, M. (2011). Islamic capitalism and
finance. Edward Elgar.
Crone, P. (2004). God’s rule: Government and
Islam. Columbia University Press.
Donner, F. M. (2010). Muhammad and the
believers: At the origins of Islam. Harvard University Press.
Esposito, J. L. (2011). Islamophobia and the
challenge of pluralism in the 21st century. Oxford University Press.
Fletcher, R. (2006). Moorish Spain. University
of California Press.
Gibb, H. A. R. (1950). Islamic society and the
West. Oxford University Press.
Hallaq, W. (2009). Sharia: Theory, practice,
transformations. Cambridge University Press.
Hitti, P. K. (2002). History of the Arabs.
Macmillan.
Hourani, A. (1983). Arabic thought in the
liberal age. Cambridge University Press.
Hourani, A. (1991). A history of the Arab
peoples. Harvard University Press.
Ibn Khaldun. (2001). Al-Muqaddimah. Dar
al-Fikr.
Imber, C. (2002). The Ottoman Empire, 1300-1650:
The structure of power. Palgrave Macmillan.
Inalcik, H. (1995). The Ottoman Empire: The
classical age, 1300-1600. Phoenix.
Katz, V. J. (1998). A history of mathematics.
Addison-Wesley.
Kennedy, H. (1986). The Prophet and the age of
the caliphates. Longman.
Kuran, T. (2004). Islam and Mammon: The economic
predicaments of Islamism. Princeton University Press.
Lane, G. (2004). Genghis Khan and Mongol rule.
Greenwood Press.
Lapidus, I. M. (1988). A history of Islamic
societies. Cambridge University Press.
Lloyd, G. E. R. (2003). The Cambridge history of
science. Cambridge University Press.
Mango, A. (1999). Atatürk: The biography of the
founder of modern Turkey. John Murray.
Mitchell, R. P. (1969). The society of the
Muslim Brothers. Oxford University Press.
Morgan, D. (1990). The Mongols. Blackwell.
Nasr, V. (2006). The Shia revival: How conflicts
within Islam will shape the future. Norton.
Rahman, F. (1968). Science and civilization in
Islam. Harvard University Press.
Rahman, F. (1982). Islam and modernity:
Transformation of an intellectual tradition. University of Chicago Press.
Ramadan, T. (2001). Islam, the West and the
challenges of modernity. The Islamic Foundation.
Rida, R. (2000). The caliphate and the imamate.
Dar al-Taqwa.
Rogan, E. (2015). The fall of the Ottomans: The
Great War in the Middle East. Basic Books.
Sabra, A. I. (1989). The optics of Ibn
al-Haytham. Warburg Institute.
Saliba, G. (2007). Islamic science and the
making of the European Renaissance. MIT Press.
Schacht, J. (1964). An introduction to Islamic
law. Oxford University Press.
Tabari, A. J. (1967). Tarikh al-Rusul wa
al-Muluk. Dar al-Ma’arif.
Watt, M. (1953). Muhammad at Mecca. Oxford
University Press.
Yavuz, H. (2009). Secularism and Muslim
democracy in Turkey. Cambridge University Press.
Yunus, M., & Weber, K. (2003). Banker to the
poor: Micro-lending and the battle against world poverty. PublicAffairs.
Lampiran: Periodisasi Kekhalifahan Islam
Sejarah kekhalifahan Islam
dapat dibagi menjadi beberapa periode utama berdasarkan sistem pemerintahan,
ekspansi wilayah, dan dinamika politik yang terjadi sepanjang sejarah Islam.
Berikut adalah periodisasi kekhalifahan Islam berdasarkan sumber-sumber sejarah
yang kredibel.
1.
Periode Khulafaurasyidin (632–661 M):
Kekhalifahan Berbasis Musyawarah
Setelah wafatnya Rasulullah Saw
pada tahun 632 M, umat Islam dipimpin oleh empat khalifah yang dikenal sebagai Khulafaurasyidin.
Pemerintahan mereka didasarkan pada prinsip musyawarah (syura) dan
keadilan dalam menerapkan hukum Islam.1
·
Abu
Bakar Ash-Shiddiq (632–634 M): Menghadapi gerakan Riddah
(pembangkangan suku-suku Arab) dan memulai ekspansi Islam ke luar Jazirah Arab.2
·
Umar bin
Khattab (634–644 M): Memperluas wilayah Islam ke Persia, Syam,
dan Mesir; membangun administrasi pemerintahan yang kuat.3
·
Utsman
bin Affan (644–656 M): Menyusun kodifikasi resmi mushaf
Al-Qur'an dan memperluas ekspansi Islam ke Afrika Utara.4
·
Ali bin
Abi Thalib (656–661 M): Menghadapi konflik internal, termasuk
Perang Jamal dan Perang Shiffin; awal perpecahan antara Sunni dan Syiah.5
Periode ini berakhir setelah
pembunuhan Ali bin Abi Thalib pada tahun 661 M, yang memicu berdirinya Dinasti
Umayyah.
2.
Periode Dinasti Umayyah (661–750 M):
Kekhalifahan Monarki Islam Pertama
Dinasti Umayyah didirikan
oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan menjadikan Damaskus sebagai
ibu kota pemerintahan Islam.6
·
Ekspansi
wilayah Islam mencapai Spanyol di barat dan perbatasan India di
timur.7
·
Bahasa Arab dijadikan
bahasa administrasi pemerintahan Islam pada masa Khalifah Abdul Malik bin
Marwan.8
·
Kejatuhan Dinasti Umayyah
terjadi akibat ketidakpuasan kelompok non-Arab (mawali) dan revolusi Abbasiyah
pada tahun 750 M.9
3.
Periode Dinasti Abbasiyah (750–1258 M): Puncak
Kejayaan Islam
Dinasti Abbasiyah
menggulingkan Umayyah dan memindahkan ibu kota ke Baghdad,
yang menjadi pusat peradaban dunia Islam.10
·
Masa
Keemasan Islam terjadi di bawah kepemimpinan Khalifah Harun
al-Rasyid dan al-Ma'mun, dengan berdirinya Baitul Hikmah sebagai pusat
keilmuan.11
·
Ilmuwan Muslim seperti
Al-Khwarizmi, Ibn Sina, dan Al-Farabi berkontribusi besar dalam bidang sains,
kedokteran, dan filsafat.12
·
Kejatuhan
Baghdad (1258 M) akibat invasi Mongol menjadi titik akhir dari
dominasi Abbasiyah di dunia Islam.13
Setelah kehancuran Baghdad,
Abbasiyah masih bertahan secara simbolis di Kairo di bawah perlindungan
Kesultanan Mamluk hingga 1517 M.14
4.
Periode Kekhalifahan Fatimiyah (909–1171 M):
Kekhalifahan Syiah
Dinasti Fatimiyah didirikan
oleh keturunan Syiah Ismailiyah di Afrika Utara dan menjadikan
Kairo sebagai pusat kekuasaannya.15
·
Fatimiyah mendirikan
universitas Al-Azhar, yang menjadi pusat keilmuan Islam hingga kini.16
·
Kekhalifahan ini runtuh
pada tahun 1171 M setelah ditaklukkan oleh Salahuddin al-Ayyubi dan digantikan
oleh Kesultanan Ayyubiyah.17
5.
Periode Dinasti Umayyah di Andalusia (756–1031
M): Islam di Spanyol
Setelah jatuhnya Dinasti
Umayyah di Damaskus, Abdul Rahman I mendirikan pemerintahan
Islam di Andalusia dengan pusat di Cordoba.18
·
Cordoba berkembang menjadi
pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Eropa.19
·
Andalusia menjadi jembatan
transfer ilmu pengetahuan Islam ke dunia Barat.20
·
Dinasti ini berakhir pada
1031 M akibat fragmentasi internal dan tekanan dari kerajaan Kristen Spanyol.21
6.
Periode Kesultanan Utsmaniyah (1299–1924 M):
Kekhalifahan Islam Terakhir
Kesultanan Utsmaniyah
didirikan oleh Osman I dan berkembang menjadi kekhalifahan
Islam terbesar dalam sejarah.22
·
Sultan
Suleiman al-Qanuni (1520–1566 M) membawa Utsmaniyah ke puncak
kejayaan.23
·
Kejatuhan Utsmaniyah
dimulai pada abad ke-18 akibat stagnasi politik, kelemahan militer, dan tekanan
kolonialisme Eropa.23
·
Pembubaran
kekhalifahan pada 1924 M oleh Mustafa Kemal Atatürk menandai
akhir dari sistem kekhalifahan Islam.25
Kesimpulan
Periodisasi kekhalifahan
Islam menunjukkan bagaimana Islam berkembang dari sistem musyawarah ke model
monarki dan imperialisme. Meskipun mengalami masa kejayaan yang panjang,
peradaban Islam juga mengalami kemunduran akibat faktor internal dan eksternal.
Namun, warisan peradaban Islam tetap menjadi inspirasi bagi dunia Muslim hingga
saat ini.
Footnotes
[1]
Fred M. Donner, Muhammad and the Believers (Cambridge, MA:
Harvard University Press, 2010), 55-57.
[2]
Philip K. Hitti, History of the Arabs (London: Macmillan,
2002), 203-206.
[3]
Hugh Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates
(London: Longman, 1986), 78-80.
[4]
Jonathan A.C. Brown, The Canonization of Al-Bukhari and Muslim
(Leiden: Brill, 2007), 29-31.
[5]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 112-115.
[6]
Hitti, History of the Arabs, 250-253.
[7]
Richard Fletcher, Moorish Spain (Berkeley: University of
California Press, 2006), 45-47.
[8]
Albert Hourani, A History of the Arab Peoples (Cambridge:
Harvard University Press, 1991), 72-75.
[9]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 212-214.
[10]
George Saliba, Islamic Science and the Making of the European
Renaissance (Cambridge, MA: MIT Press, 2007), 63-66.
[11]
Fazlur Rahman, Science and Civilization in Islam (Cambridge:
Harvard University Press, 1968), 89-91.
[12]
Victor J. Katz, A History of Mathematics (New York:
Addison-Wesley, 1998), 186-188.
[13]
George Lane, Genghis Khan and Mongol Rule (New York: Greenwood
Press, 2004), 198-200.
[14]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 231-234.
[15]
Hitti, History of the Arabs, 278-280.
[16]
Hourani, A History of the Arab Peoples, 325-327.
[17]
Kennedy, The Prophet and the Age of the Caliphates, 201-204.
[18]
Fletcher, Moorish Spain, 132-135.
[19]
Saliba, Islamic Science, 97-99.
[20]
Burnett, Arabic into Latin, 45-48.
[21]
Hitti, History of the Arabs, 410-412.
[22]
Colin Imber, The Ottoman Empire, 1300-1650: The Structure of Power (London:
Palgrave Macmillan, 2002), 87-90.
[23]
Halil Inalcik, The Ottoman Empire: The Classical Age, 1300-1600 (London:
Phoenix, 1995), 63-65.
[24]
Eugene Rogan, The Fall of the Ottomans: The Great War in the Middle
East (New York: Basic Books, 2015), 211-213.
[25]
Andrew Mango, Atatürk: The Biography of the Founder of Modern Turkey
(London: John Murray, 1999), 487-490.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar