Jumat, 21 Februari 2025

Bahan Ajar Qurdis Kelas 10 Bab 5: Pokok-Pokok Ajaran Al-Qur'an

Pokok-Pokok Ajaran Al-Qur'an

Kajian Komprehensif terhadap Ayat-Ayat Al-Qur’an


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 10 (Sepuluh)


Abstrak

Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari keimanan, hukum, akhlak, hingga peradaban dan ilmu pengetahuan. Artikel ini membahas secara komprehensif pokok-pokok ajaran Al-Qur’an dengan pendekatan tafsir klasik dan kajian akademik Islam. Kajian ini mengungkap bahwa tauhid adalah inti dari ajaran Islam yang menegaskan keesaan Allah sebagai landasan keimanan. Hukum syariat dalam Al-Qur’an berfungsi sebagai panduan dalam mengatur ibadah dan interaksi sosial, dengan prinsip utama keadilan dan kesejahteraan sosial. Akhlak dalam Islam dipandang sebagai manifestasi keimanan yang berperan dalam membentuk karakter individu dan harmoni sosial. Konsep keadilan dan kesejahteraan sosial dalam Al-Qur’an menekankan distribusi ekonomi yang adil, keseimbangan sosial, serta kepedulian terhadap kelompok yang kurang mampu. Selain itu, Al-Qur’an juga mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban, yang terbukti menjadi fondasi kemajuan Islam pada era keemasan. Berdasarkan kajian ini, direkomendasikan bahwa pemahaman terhadap ajaran Al-Qur’an harus diterapkan dalam sistem pendidikan, hukum, ekonomi, dan sosial, guna menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan berkeadaban. Dengan integrasi antara wahyu dan akal, Islam dapat kembali menjadi peradaban yang unggul dalam dunia modern.

Kata Kunci: Al-Qur’an, Tauhid, Hukum Syariat, Akhlak, Keadilan Sosial, Kesejahteraan, Ilmu Pengetahuan, Peradaban, Tafsir Klasik, Kajian Islam.


PEMBAHASAN

Menganalisis Pokok-Pokok Isi Al-Qur'an


Nama Satuan       : Madrasah Aliyah Plus Al-Aqsha

Mata Pelajaran     : Al-Qur’an Hadits

Kelas                   : 10 (Sepuluh)

Bab                      : Bab 5 - Pokok-pokok Ajaran Al-Qur'an


1.           Pendahuluan

Al-Qur'an merupakan sumber utama ajaran Islam yang berfungsi sebagai pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantaraan Malaikat Jibril, Al-Qur'an mengandung prinsip-prinsip dasar yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Pokok-pokok ajaran yang terdapat dalam Al-Qur'an mencakup tauhid, ibadah, akhlak, hukum, dan sosial kemasyarakatan, yang semuanya bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis berdasarkan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Oleh karena itu, memahami dan menganalisis pokok-pokok ajaran Al-Qur'an merupakan suatu keharusan bagi setiap Muslim guna menjalankan kehidupan yang selaras dengan kehendak Allah.

1.1.       Urgensi Kajian Pokok-Pokok Ajaran Al-Qur'an

Pemahaman terhadap ajaran-ajaran utama dalam Al-Qur'an tidak hanya sebatas pada aspek spiritual semata, tetapi juga berkaitan dengan aspek intelektual dan sosial. Sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Abduh, Al-Qur'an memiliki peran sebagai sumber hukum dan etika yang membentuk karakter individu serta masyarakat.¹ Al-Qur'an tidak hanya menuntun manusia kepada kebenaran teologis (tauhid) tetapi juga menegaskan pentingnya keadilan sosial, keseimbangan hidup, dan etika dalam bermuamalah. Hal ini sejalan dengan konsep maqashid al-shari’ah yang dikembangkan oleh Al-Syatibi, yang menekankan bahwa hukum-hukum dalam Islam memiliki tujuan untuk menjaga lima aspek fundamental kehidupan: agama (din), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (mal).²

1.2.       Struktur dan Tema dalam Ajaran Al-Qur'an

Dalam kitab-kitab tafsir klasik, para ulama membagi isi Al-Qur'an ke dalam berbagai tema utama. Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an mengkategorikan ayat-ayat Al-Qur'an menjadi tiga aspek pokok: akidah (tauhid), hukum (fiqh), dan kisah-kisah (qashash).³ Sementara itu, Al-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an menambahkan beberapa aspek lain seperti perintah, larangan, janji, ancaman, dan hukum-hukum yang terkait dengan kehidupan individu dan sosial.⁴ Dengan demikian, kajian mengenai pokok-pokok ajaran Al-Qur'an akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana Al-Qur'an mengatur kehidupan manusia secara komprehensif.

Para ahli tafsir juga menyoroti bahwa Al-Qur'an memiliki prinsip universal yang tetap relevan sepanjang zaman. Fazlur Rahman, dalam karyanya Major Themes of the Qur’an, menyatakan bahwa pesan utama Al-Qur'an adalah tentang ketauhidan, moralitas, dan keadilan sosial yang membentuk etika kehidupan umat manusia.⁵ Oleh karena itu, metode analisis terhadap pokok-pokok ajaran Al-Qur'an tidak hanya didasarkan pada teks ayat semata, tetapi juga mempertimbangkan interpretasi ulama dan penerapan dalam konteks kehidupan kontemporer.

1.3.       Metode Kajian dalam Artikel Ini

Artikel ini menggunakan pendekatan hermeneutika tafsir untuk memahami pokok-pokok ajaran Al-Qur'an berdasarkan sumber-sumber klasik dan kontemporer. Beberapa metode yang digunakan dalam kajian ini meliputi:

·                     Tafsir bil Ma’tsur, yaitu penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an dengan merujuk kepada hadits Nabi dan pendapat sahabat serta tabi'in. Contohnya dapat ditemukan dalam tafsir Ibnu Katsir dan At-Thabari.⁶

·                     Tafsir bil Ra’yi, yaitu penafsiran yang menggunakan pendekatan rasional dengan tetap berlandaskan kaidah-kaidah keislaman, seperti yang dilakukan oleh Al-Razi dan Fakhruddin Al-Razi dalam tafsirnya.⁷

·                     Pendekatan Tematik (Tafsir Maudhu’i), yang mengkaji ayat-ayat Al-Qur'an berdasarkan tema tertentu, sebagaimana diterapkan dalam penelitian akademik kontemporer oleh Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah.⁸

Artikel ini juga mengacu pada beberapa jurnal ilmiah Islam yang membahas penerapan pokok-pokok ajaran Al-Qur'an dalam konteks sosial dan akademik. Misalnya, penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Qur’anic Studies mengungkapkan bahwa pemahaman terhadap prinsip-prinsip utama Al-Qur'an berkontribusi pada pembentukan etika global yang berbasis Islam.⁹

1.4.       Relevansi Kajian dengan Pendidikan Islam

Dalam konteks pendidikan Islam, pemahaman terhadap pokok-pokok ajaran Al-Qur'an menjadi bagian dari kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Kurikulum madrasah dan pendidikan Islam menekankan pentingnya analisis terhadap isi Al-Qur'an guna memperkuat dasar akidah dan syariah. Menurut Azyumardi Azra, pendidikan Islam yang berbasis pada pemahaman Al-Qur'an dapat membentuk generasi yang memiliki kesadaran tinggi terhadap nilai-nilai Islam dan tanggung jawab sosial.¹⁰ Oleh karena itu, artikel ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam mengembangkan kurikulum berbasis kajian Al-Qur'an yang lebih mendalam dan kontekstual.


Kesimpulan

Dengan memahami pokok-pokok ajaran Al-Qur'an secara sistematis dan berbasis pada tafsir klasik serta kajian ilmiah, umat Islam dapat lebih mendalami ajaran Islam dengan pendekatan yang lebih kritis dan kontekstual. Kajian ini tidak hanya akan memperkaya wawasan keislaman, tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih aplikatif terhadap ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.


Catatan Kaki

[1]                Muhammad Abduh, Risalah al-Tauhid (Cairo: Dar al-Manar, 1925), 45.

[2]                Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Usul al-Shari'ah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000), 75.

[3]                Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an (Cairo: Dar al-Fikr, 2004), 21.

[4]                Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 58.

[5]                Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an (Chicago: University of Chicago Press, 1980), 12.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 108.

[7]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Cairo: Dar al-Fikr, 1990), 87.

[8]                Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 134.

[9]                "Principles of Qur’anic Ethics," Journal of Qur’anic Studies 15, no. 2 (2013): 112.

[10]             Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2010), 98.


2.           Definisi dan Ruang Lingkup Pokok Ajaran Al-Qur'an

2.1.       Definisi Pokok Ajaran Al-Qur'an

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi wahyu Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw sebagai pedoman bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.¹ Sebagai kitab suci terakhir yang menegaskan risalah para nabi sebelumnya, Al-Qur’an tidak hanya berisi perintah dan larangan, tetapi juga nilai-nilai universal yang mencakup aspek akidah, ibadah, akhlak, serta hukum-hukum sosial.² Oleh karena itu, pokok-pokok ajaran Al-Qur'an dapat dipahami sebagai inti dari pesan ilahi yang harus dipelajari, dipahami, dan diamalkan oleh setiap Muslim.

Secara terminologis, pokok-pokok ajaran Al-Qur'an adalah prinsip-prinsip dasar yang menjadi fondasi kehidupan manusia menurut Islam. Ulama klasik seperti Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa Al-Qur’an memiliki dimensi lahiriah (hukum syariat) dan batiniah (hikmah dan akhlak), yang keduanya harus dipahami secara holistik agar tidak terjadi penyimpangan dalam beragama.³ Dalam perspektif Al-Suyuthi, pokok ajaran Al-Qur’an mencakup semua aspek kehidupan, baik yang bersifat ibadah mahdhah (ritual murni) maupun muamalah (interaksi sosial).⁴

Menurut Fazlur Rahman, pokok ajaran Al-Qur’an terdiri dari nilai-nilai fundamental yang berulang kali ditekankan dalam berbagai surah dan ayat.⁵ Hal ini menunjukkan bahwa struktur isi Al-Qur'an bukan sekadar kumpulan hukum atau perintah, tetapi sebuah sistem nilai yang terintegrasi untuk membangun peradaban manusia.⁶ Oleh karena itu, kajian mengenai pokok-pokok ajaran Al-Qur'an harus mencakup berbagai aspek yang berhubungan dengan ketauhidan, hubungan sosial, dan keseimbangan dalam kehidupan.

2.2.       Ruang Lingkup Pokok Ajaran Al-Qur'an

Para ulama tafsir membagi pokok-pokok ajaran Al-Qur’an ke dalam beberapa kategori berdasarkan tema utama yang terkandung dalam ayat-ayatnya. Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an mengklasifikasikan ajaran Al-Qur’an ke dalam tiga bagian utama, yaitu:

1)                  Ayat-ayat yang berhubungan dengan akidah (tauhid dan keimanan)

2)                  Ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum-hukum syariat (ibadah dan muamalah)

3)                  Ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak dan kisah umat terdahulu

Pendekatan ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Al-Syatibi dalam Al-Muwafaqat fi Usul al-Shari’ah, yang menekankan bahwa tujuan utama syariat Islam dalam Al-Qur'an adalah untuk menjaga lima aspek mendasar kehidupan manusia, yaitu agama (din), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan harta (mal).⁸

Adapun Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Miftah Dar al-Sa’adah menjelaskan bahwa ruang lingkup pokok ajaran Al-Qur'an mencakup empat prinsip dasar yang membentuk karakter kehidupan seorang Muslim:

1)                  Tauhid (keyakinan kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah)⁹

2)                  Ibadah (tuntunan tentang cara mendekatkan diri kepada Allah melalui amal ibadah)¹⁰

3)                  Akhlak (nilai-nilai moral yang membentuk kepribadian Muslim sejati)¹¹

4)                  Muamalah (aturan tentang hubungan sosial dan interaksi manusia)¹²

Dalam konteks tafsir modern, Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa Al-Qur'an memiliki tiga karakteristik utama dalam membangun ajarannya, yaitu al-huda (petunjuk), al-furqan (pembeda antara yang benar dan salah), serta al-syifa’ (penyembuh hati dan jiwa).¹³ Dengan demikian, kajian terhadap pokok-pokok ajaran Al-Qur'an harus mempertimbangkan dimensi petunjuk spiritual, moral, dan hukum secara seimbang.

2.3.       Pendekatan dalam Memahami Pokok Ajaran Al-Qur'an

Untuk memahami pokok-pokok ajaran Al-Qur'an secara mendalam, ulama telah mengembangkan berbagai metode tafsir. Metode tersebut meliputi:

·                     Tafsir bil Ma’tsur (berdasarkan riwayat sahih dari Rasulullah Saw dan para sahabat), seperti yang diterapkan dalam Tafsir Ibnu Katsir.¹⁴

·                     Tafsir bil Ra’yi (berdasarkan pemikiran rasional yang tidak bertentangan dengan sumber utama Islam), seperti yang digunakan oleh Fakhruddin Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb.¹⁵

·                     Tafsir Maudhu’i (pendekatan tematik yang mengkaji ayat-ayat Al-Qur'an berdasarkan topik tertentu), seperti yang diterapkan oleh para mufasir modern dalam kajian akademik Islam.¹⁶

Pendekatan-pendekatan ini menunjukkan bahwa memahami pokok-pokok ajaran Al-Qur'an tidak cukup hanya dengan membaca terjemahan ayat-ayatnya, tetapi juga dengan menggali makna mendalam yang telah dijelaskan oleh para ulama tafsir dan cendekiawan Islam.


Kesimpulan

Pokok-pokok ajaran Al-Qur'an merupakan inti dari pesan yang disampaikan oleh Allah Swt kepada umat manusia melalui wahyu. Ulama klasik hingga modern telah mengkategorikan pokok ajaran ini ke dalam beberapa aspek utama, yaitu tauhid, ibadah, akhlak, dan muamalah. Pemahaman yang benar terhadap ruang lingkup ajaran Al-Qur'an sangat penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai Islam dapat diterapkan secara tepat dalam kehidupan individu maupun masyarakat.


Catatan Kaki

[1]                Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar (Cairo: Dar al-Manar, 1925), 12.

[2]                Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 44.

[3]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2011), 87.

[4]                Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, 68.

[5]                Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an (Chicago: University of Chicago Press, 1980), 14.

[6]                Ibid., 17.

[7]                Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an (Cairo: Dar al-Fikr, 2004), 32.

[8]                Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Usul al-Shari’ah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000), 91.

[9]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Miftah Dar al-Sa’adah (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2003), 123.

[10]             Ibid., 128.

[11]             Ibid., 132.

[12]             Ibid., 135.

[13]             Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 210.

[14]             Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 101.

[15]             Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Cairo: Dar al-Fikr, 1990), 78.

[16]             "Thematic Interpretation of the Qur’an," Journal of Qur’anic Studies 16, no. 1 (2014): 97.


3.           Tauhid sebagai Inti Ajaran Al-Qur'an

3.1.       Definisi Tauhid dalam Al-Qur’an

Tauhid berasal dari kata wahhada yang berarti "mengesakan". Secara terminologis, tauhid adalah keyakinan bahwa Allah Swt adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, tanpa sekutu dalam rububiyah, uluhiyah, dan asma wa sifat-Nya.¹ Dalam Islam, konsep tauhid merupakan ajaran utama yang membedakan agama ini dari kepercayaan lain dan menjadi dasar dari seluruh aspek ibadah serta kehidupan manusia.

Dalam Al-Qur’an, tauhid disebutkan dalam berbagai ayat yang menegaskan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT, seperti dalam QS. Al-Ikhlas (112:1-4):

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ(1)  اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ(3)  وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

_“Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa. (1) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (2) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (3) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (4)”_²

Ayat ini menunjukkan keesaan mutlak Allah Swt, yang tidak memiliki sekutu, anak, atau bandingan, sehingga segala bentuk ibadah harus hanya ditujukan kepada-Nya.

Menurut Al-Ghazali, tauhid bukan sekadar pengakuan verbal tetapi juga pemahaman mendalam yang mencakup aspek spiritual dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.³ Sedangkan Ibnu Taimiyyah dalam Kitab al-Tauhid menjelaskan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga aspek utama:

1)                  Tauhid Rububiyyah (pengesaan Allah dalam kekuasaan-Nya sebagai pencipta dan pengatur alam semesta).

2)                  Tauhid Uluhiyyah (pengesaan Allah dalam ibadah, yaitu hanya Dia yang berhak disembah).

3)                  Tauhid Asma' wa Sifat (pengesaan Allah dalam nama dan sifat-Nya, tanpa menyerupakannya dengan makhluk).⁴

Pendekatan ini menjadi landasan bagi berbagai tafsir klasik dalam memahami ajaran tauhid sebagai inti utama dari Islam.

3.2.       Tauhid dalam Perspektif Tafsir Klasik

Para mufasir klasik telah menafsirkan konsep tauhid dengan berbagai pendekatan. Ibnu Katsir, dalam tafsirnya terhadap QS. Al-Baqarah (2:163), menjelaskan bahwa keesaan Allah adalah prinsip utama yang harus diyakini oleh setiap Muslim, dan segala bentuk kesyirikan merupakan bentuk pengingkaran terhadap hakikat tauhid.⁵

Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb menyebutkan bahwa tauhid adalah inti dari seluruh isi Al-Qur’an. Ia mengklasifikasikan ayat-ayat Al-Qur’an dalam tiga kategori utama:

1)                  Ayat tentang ketauhidan dan keesaan Allah (misalnya QS. Al-Ikhlas, QS. Az-Zumar:62-63).

2)                  Ayat tentang hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan sesama manusia (QS. Al-Baqarah:2, QS. Al-Maidah:3).

3)                  Ayat tentang kisah-kisah umat terdahulu yang memperlihatkan akibat dari ketauhidan dan kesyirikan (QS. Al-A'raf:59-73).⁶

Sementara itu, Al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an menegaskan bahwa konsep tauhid dalam Al-Qur'an selalu disertai dengan ancaman terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah. Menurutnya, QS. An-Nahl (16:36) menunjukkan bahwa seluruh rasul diutus untuk menyerukan tauhid dan melarang perbuatan syirik.⁷

3.3.       Tauhid dalam Hadits dan Ajaran Nabi

Hadits Nabi Muhammad Saw memperkuat ajaran tauhid sebagai pilar utama dalam Islam. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

_“Barang siapa yang mati dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, maka ia akan masuk surga.”_⁸

Hadits ini menunjukkan bahwa tauhid bukan hanya kepercayaan teologis, tetapi juga syarat utama untuk memperoleh keselamatan di akhirat.

Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah Saw bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، قُولُوا: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ تُفْلِحُوا

_“Wahai manusia! Katakanlah ‘La ilaha illallah’ maka kalian akan beruntung.”_⁹

Pesan ini menunjukkan bahwa tauhid memiliki dampak langsung terhadap kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, setiap Muslim dituntut untuk memahami, mengamalkan, dan mempertahankan tauhid dalam kehidupannya.

3.4.       Implikasi Tauhid dalam Kehidupan Muslim

Tauhid bukan hanya konsep teologis, tetapi juga memiliki implikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Muhammad Abduh, seseorang yang memiliki tauhid yang kuat akan memiliki sikap ketergantungan penuh kepada Allah (tawakkal), ketenangan jiwa, serta keteguhan dalam menghadapi ujian hidup.¹⁰

Beberapa implikasi penting dari ajaran tauhid adalah:

1)                  Ketundukan kepada Allah – Seorang Muslim yang bertauhid akan menjadikan hukum-hukum Allah sebagai pedoman utama dalam kehidupannya.

2)                  Pembentukan Akhlak yang Mulia – Tauhid melahirkan kesadaran moral yang tinggi, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-An'am (6:162):

3)                  “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

4)                  Menjauhi Syirik dan Khurafat – Tauhid yang benar akan menjauhkan seseorang dari kesyirikan, bid’ah, dan takhayul.¹¹

5)                  Keadilan Sosial – Seorang Muslim yang bertauhid sejati akan memahami bahwa hanya Allah yang berhak memberikan rezeki, sehingga ia tidak akan menzalimi atau merampas hak orang lain.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Qur’anic Studies, konsep tauhid dalam Al-Qur'an tidak hanya menjadi fondasi keimanan, tetapi juga menjadi dasar bagi etika sosial dan keadilan dalam masyarakat Islam.¹²


Kesimpulan

Tauhid adalah inti dari ajaran Islam dan merupakan tema sentral dalam Al-Qur’an. Konsep ini tidak hanya menegaskan keesaan Allah Swt tetapi juga memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan seorang Muslim. Tafsir klasik, hadits Nabi, dan kajian akademik menunjukkan bahwa tauhid bukan hanya doktrin keimanan, tetapi juga sistem nilai yang membentuk individu dan masyarakat Islam. Oleh karena itu, memahami tauhid dengan benar sangat penting untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.


Catatan Kaki

[1]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2011), 102.

[2]                Al-Qur'an, QS. Al-Ikhlas (112:1-4).

[3]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 107.

[4]                Ibnu Taimiyyah, Kitab al-Tauhid (Cairo: Dar al-Hadith, 1998), 35.

[5]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 212.

[6]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Cairo: Dar al-Fikr, 1990), 87.

[7]                Al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an (Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi, 2001), 144.

[8]                Muslim, Shahih Muslim, Hadits No. 26.

[9]                Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, Hadits No. 874.

[10]             Muhammad Abduh, Risalah al-Tauhid (Cairo: Dar al-Manar, 1925), 54.

[11]             Ibnu Taimiyyah, Kitab al-Tauhid, 78.

[12]             "Theological Foundations of Tawhid in Islamic Ethics," Journal of Qur’anic Studies 18, no. 2 (2016): 101.


4.           Syariat dan Hukum dalam Al-Qur'an

4.1.       Definisi Syariat dan Hukum dalam Islam

Secara etimologis, syariat berasal dari kata Arab syara’a, yang berarti "jalan menuju sumber air" atau "jalan yang lurus."¹ Dalam terminologi Islam, syariat merujuk pada hukum dan aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt untuk mengatur kehidupan manusia dalam berbagai aspek, baik individu maupun sosial. Syariat mencakup semua bentuk perintah, larangan, dan aturan yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad

Sedangkan hukum Islam adalah sistem aturan yang bersumber dari wahyu Allah yang mencakup akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Menurut Al-Syatibi dalam Al-Muwafaqat fi Usul al-Shari’ah, tujuan utama hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat.³ Oleh karena itu, hukum Islam tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga memiliki dimensi etika dan moral yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan kehidupan.

Dalam Al-Qur'an, hukum-hukum syariat mencakup berbagai aspek kehidupan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Maidah (5:48):

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ

_"Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjaganya. Maka putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu."_⁴

Ayat ini menegaskan bahwa hukum Islam harus menjadi pedoman utama dalam mengatur kehidupan manusia dan tidak boleh dipengaruhi oleh hawa nafsu atau kepentingan pribadi.

4.2.       Sumber Hukum Islam dalam Al-Qur’an

Para ulama sepakat bahwa hukum Islam bersumber dari empat dasar utama, yang terdiri dari:

1)                  Al-Qur’an: Wahyu Allah Swt yang menjadi pedoman utama hukum Islam.

2)                  Hadits: Sunnah Rasulullah Saw sebagai penjelasan dan pelengkap hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.

3)                  Ijma': Konsensus para ulama dalam merumuskan hukum berdasarkan dalil yang kuat.

4)                  Qiyas: Analogi hukum yang digunakan untuk menetapkan suatu hukum yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Hadits.⁵

Menurut Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa min Ilm al-Usul, Al-Qur’an menjadi dasar utama dalam penetapan hukum Islam, karena seluruh prinsip hukum yang ada dalam Islam bersumber dari wahyu ilahi.⁶

Tafsir Ibnu Katsir terhadap QS. Al-Baqarah (2:286) menekankan bahwa hukum Islam dibangun di atas prinsip keadilan dan keseimbangan, sehingga tidak ada aturan yang memberatkan umat manusia tanpa alasan yang sah.⁷ Hal ini sejalan dengan kaidah "Al-masyaqqah tajlibu al-taysir" (kesulitan membawa kemudahan), yang menjadi prinsip penting dalam penerapan hukum Islam.

4.3.       Klasifikasi Hukum dalam Al-Qur’an

Para ulama ushul fiqh membagi hukum dalam Al-Qur’an ke dalam beberapa kategori berdasarkan sifat dan penerapannya:

4.3.1.    Hukum Taklifi (Normatif)

Hukum yang berkaitan dengan perintah dan larangan Allah Swt terhadap umat manusia. Hukum ini terbagi menjadi lima jenis:

·                     Wajib (Fardhu): Perintah yang harus dilakukan, seperti shalat, puasa, dan zakat.

·                     Sunnah (Mustahab): Perbuatan yang dianjurkan tetapi tidak wajib, seperti shalat tahajud dan puasa sunnah.

·                     Mubah: Perbuatan yang tidak mendapatkan pahala maupun dosa, seperti makan dan minum dalam batas yang wajar.

·                     Makruh: Perbuatan yang sebaiknya dihindari tetapi tidak berdosa jika dilakukan, seperti makan bawang sebelum shalat berjamaah.

·                     Haram: Perbuatan yang dilarang secara tegas, seperti riba, zina, dan minum khamr.⁸

4.3.2.    Hukum Wadh’i (Kaulitatif)

Hukum yang berfungsi sebagai instrumen untuk menilai sah atau tidaknya suatu perbuatan dalam Islam. Hukum ini mencakup:

·                     Sebab (Sabab): Faktor yang menyebabkan suatu hukum berlaku, seperti masuknya waktu shalat sebagai syarat wajib shalat.

·                     Syarat (Syarat): Ketentuan yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu hukum, seperti wudhu sebelum shalat.

·                     Penghalang (Mani'): Faktor yang menghalangi berlakunya suatu hukum, seperti status mahram dalam pernikahan.⁹

Menurut Al-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, hukum dalam Al-Qur’an dibangun berdasarkan prinsip maslahah (kemaslahatan umum) dan keadilan, sehingga setiap ketetapan memiliki tujuan yang jelas dalam membentuk masyarakat yang harmonis.¹⁰

4.4.       Implementasi Hukum Islam dalam Kehidupan Sosial

Al-Qur'an tidak hanya berbicara tentang hukum ibadah, tetapi juga hukum sosial yang mengatur interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa aspek hukum sosial dalam Al-Qur’an antara lain:

1)                  Hukum Keluarga: Mengatur pernikahan, perceraian, hak waris, dan hak serta kewajiban suami-istri (QS. An-Nisa’:11-12).

2)                  Hukum Ekonomi: Melarang riba, menganjurkan transaksi yang adil, dan menegakkan prinsip ekonomi Islam (QS. Al-Baqarah:275).

3)                  Hukum Pidana: Menetapkan hukuman bagi kejahatan seperti pencurian, zina, dan pembunuhan (QS. Al-Maidah:38).

4)                  Hukum Peradilan: Menganjurkan keadilan dalam memutuskan perkara dan menegakkan saksi yang jujur (QS. Al-Maidah:8).

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Turuq al-Hukmiyyah, hukum Islam bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan sosial dengan menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak individu serta masyarakat.¹¹

Dalam studi yang dipublikasikan oleh Journal of Islamic Law and Ethics, implementasi hukum Islam dalam kehidupan modern harus mempertimbangkan prinsip maqashid al-shari’ah (tujuan syariat) agar tetap relevan dan dapat diterapkan sesuai dengan konteks sosial yang berubah.¹²


Kesimpulan

Syariat dan hukum dalam Al-Qur'an memiliki peran penting dalam membimbing manusia menuju kehidupan yang harmonis dan berkeadilan. Prinsip hukum Islam tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga mencakup aspek sosial, ekonomi, dan peradilan. Dengan memahami hukum dalam Al-Qur’an melalui kajian tafsir dan prinsip maqashid al-shari’ah, umat Islam dapat menerapkan nilai-nilai syariat dengan lebih bijaksana dalam kehidupan modern.


Catatan Kaki

[1]                Al-Jurjani, At-Ta’rifat (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 178.

[2]                Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh (Cairo: Dar al-Fikr al-Arabi, 1958), 34.

[3]                Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Usul al-Shari’ah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000), 97.

[4]                Al-Qur’an, QS. Al-Maidah (5:48).

[5]                Al-Ghazali, Al-Mustashfa min Ilm al-Usul (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 211.

[6]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 297.

[7]                Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 112.

[8]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Turuq al-Hukmiyyah (Cairo: Dar al-Hadith, 1998), 74.

[9]                "Islamic Law and Ethics," Journal of Islamic Law and Ethics 15, no. 3 (2018): 134.


5.           Akhlak dan Etika dalam Al-Qur'an

5.1.       Definisi Akhlak dalam Islam

Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq, yang berarti "perilaku" atau "karakter."¹ Dalam terminologi Islam, akhlak adalah sifat dan perilaku yang mencerminkan kepribadian seseorang dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, dan lingkungan sekitarnya. Akhlak dalam Islam bersumber dari wahyu dan menjadi bagian integral dari ajaran Al-Qur'an.

Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak adalah "suatu keadaan dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan baik atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran atau pertimbangan lagi."² Definisi ini menunjukkan bahwa akhlak bukan hanya tindakan lahiriah, tetapi juga mencerminkan kondisi batin seseorang.

Dalam Al-Qur'an, akhlak menjadi bagian dari ajaran Islam yang fundamental, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Qalam (68:4):

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

_“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”_³

Ayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw adalah teladan utama dalam akhlak bagi umat Islam.

5.2.       Akhlak sebagai Pilar Utama Ajaran Al-Qur'an

Akhlak memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Ibnu Katsir, dalam tafsirnya terhadap QS. Al-Ahzab (33:21), menjelaskan bahwa akhlak yang baik merupakan manifestasi dari keimanan yang kuat.⁴ Oleh karena itu, akhlak dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari aspek ibadah dan muamalah.

Menurut Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb, Al-Qur'an mengajarkan akhlak melalui tiga pendekatan utama:

1)                  Akhlak kepada Allah Swt – Berupa sikap tawadhu’, syukur, sabar, dan tawakkal.

2)                  Akhlak kepada Sesama Manusia – Meliputi kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan tolong-menolong.

3)                  Akhlak terhadap Diri Sendiri – Mengendalikan hawa nafsu, menjaga kehormatan, dan mengembangkan ilmu.⁵

Al-Qur’an juga menekankan pentingnya akhlak dalam kehidupan sosial, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hujurat (49:13):

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ

_“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”_⁶

Menurut Al-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, ayat ini menunjukkan bahwa akhlak seseorang dinilai berdasarkan ketakwaannya, bukan berdasarkan keturunan, kekayaan, atau status sosial.⁷

5.3.       Akhlak dalam Sunnah dan Hadits Nabi

Selain dalam Al-Qur'an, akhlak juga ditekankan dalam hadits-hadits Rasulullah Saw. Salah satu hadits yang paling terkenal adalah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

_“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”_⁸

Hadits ini menegaskan bahwa tujuan utama risalah Nabi Muhammad Saw adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Oleh karena itu, akhlak menjadi landasan utama dalam membangun kehidupan individu dan masyarakat yang Islami.

Selain itu, dalam hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

_“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”_⁹

Dalam Islam, kesempurnaan iman seseorang tidak hanya diukur dari ibadah ritual, tetapi juga dari bagaimana ia memperlakukan sesama dengan akhlak yang baik.

5.4.       Klasifikasi Akhlak dalam Al-Qur'an

Para ulama membagi akhlak dalam Al-Qur'an ke dalam dua kategori utama:

5.4.1.    Akhlak Terpuji (Mahmudah)

Akhlak yang diperintahkan oleh Allah Swt dalam Al-Qur'an dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Beberapa akhlak terpuji yang disebutkan dalam Al-Qur'an antara lain:

·                     Sidq (Kejujuran) – QS. Al-Ahzab (33:70).

·                     Amanah (Dapat Dipercaya) – QS. Al-Mu’minun (23:8).

·                     Sabar – QS. Az-Zumar (39:10).

·                     Tawakkal – QS. At-Talaq (65:3).

·                     Adil – QS. An-Nisa’ (4:58).

5.4.2.    Akhlak Tercela (Madzmumah)

Akhlak yang dilarang dalam Islam karena merusak hubungan manusia dengan Allah dan sesama. Beberapa akhlak tercela dalam Al-Qur'an adalah:

·                     Bohong (Kidzib) – QS. Az-Zumar (39:3).

·                     Dengki (Hasad) – QS. Al-Falaq (113:5).

·                     Sombong (Takabbur) – QS. Al-Isra’ (17:37).

·                     Kikir (Bakhil) – QS. Al-Lail (92:8-11).

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Madarij al-Salikin, seseorang yang mampu menjauhi akhlak tercela dan menggantinya dengan akhlak terpuji akan mencapai derajat spiritual yang tinggi di sisi Allah Swt.¹⁰

5.5.       Implikasi Akhlak dalam Kehidupan Sosial

Akhlak dalam Islam tidak hanya bersifat individual, tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap kehidupan sosial. Beberapa implikasi akhlak dalam kehidupan bermasyarakat adalah:

1)                  Membangun Masyarakat yang Harmonis

Akhlak yang baik menciptakan hubungan sosial yang damai, sebagaimana diperintahkan dalam QS. Al-Hujurat (49:10):

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu.”

2)                  Meningkatkan Etos Kerja dan Profesionalisme

Islam menekankan pentingnya bekerja dengan kejujuran dan tanggung jawab, sebagaimana dalam QS. At-Taubah (9:105):

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ 

“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu.”

3)                  Menguatkan Hubungan Keluarga

Akhlak yang baik dalam keluarga akan menciptakan rumah tangga yang harmonis, sebagaimana disebutkan dalam QS. Ar-Rum (30:21):

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ 

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.”

Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of Islamic Studies, disebutkan bahwa negara-negara dengan tingkat penerapan etika Islam yang tinggi cenderung memiliki stabilitas sosial dan ekonomi yang lebih baik.¹¹


Kesimpulan

Akhlak adalah inti dari ajaran Islam dan menjadi aspek fundamental dalam kehidupan seorang Muslim. Al-Qur'an dan Hadits menekankan pentingnya memiliki akhlak yang baik sebagai bentuk pengamalan iman yang sejati. Dengan menerapkan prinsip-prinsip akhlak Islam dalam kehidupan pribadi dan sosial, umat Islam dapat menciptakan lingkungan yang penuh dengan keadilan, kasih sayang, dan kesejahteraan.


Catatan Kaki

[1]                Al-Jurjani, At-Ta’rifat (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 34.

[2]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2011), 97.

[3]                Al-Qur'an, QS. Al-Qalam (68:4).

[4]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 212.

[5]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Cairo: Dar al-Fikr, 1990), 88.

[6]                Al-Qur'an, QS. Al-Hujurat (49:13).

[7]                Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 76.

[8]                Muslim, Shahih Muslim, Hadits No. 1223.

[9]                Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Hadits No. 1162.

[10]             Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Madarij al-Salikin (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2002), 211.

[11]             "Islamic Ethics and Social Development," Journal of Islamic Studies 24, no. 3 (2019): 88.


6.           Konsep Keadilan dan Kesejahteraan Sosial dalam Al-Qur'an

6.1.       Definisi Keadilan dan Kesejahteraan Sosial dalam Islam

Dalam Islam, keadilan (al-'adl) adalah prinsip fundamental yang menjadi dasar bagi semua aspek kehidupan, baik dalam ranah individu, keluarga, masyarakat, maupun negara.¹ Secara etimologis, kata 'adl berarti "meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan tepat" atau "menyeimbangkan hak dan kewajiban seseorang."² Sedangkan kesejahteraan sosial dalam Islam merujuk pada konsep keseimbangan dan kesetaraan dalam distribusi sumber daya serta pemenuhan hak-hak dasar setiap individu.

Menurut Al-Raghib Al-Asfahani, dalam Mufradat Alfaz al-Qur’an, keadilan adalah suatu prinsip yang memastikan bahwa hak-hak setiap individu diberikan sesuai dengan kebutuhannya tanpa adanya diskriminasi atau penindasan.³ Dalam perspektif Al-Ghazali, keadilan dan kesejahteraan sosial dalam Islam berakar pada konsep maqashid al-shari’ah, yaitu menjaga agama (din), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan harta (mal).⁴

Al-Qur’an menggariskan prinsip keadilan dalam QS. An-Nahl (16:90):

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

_"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."_⁵

Ayat ini menegaskan bahwa keadilan bukan hanya kewajiban, tetapi juga prinsip moral yang harus diterapkan dalam semua aspek kehidupan.

6.2.       Keadilan dalam Al-Qur'an

Al-Qur’an menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa memandang latar belakang seseorang, termasuk dalam peradilan, pemerintahan, dan hubungan sosial. Beberapa prinsip keadilan dalam Islam adalah:

6.2.1.    Keadilan Universal

Keadilan dalam Islam berlaku bagi semua manusia, tanpa membedakan suku, agama, atau status sosial, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Maidah (5:8):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ

_" Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil."_⁶

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan bahwa keadilan dalam Islam tidak boleh dipengaruhi oleh hubungan keluarga, perasaan pribadi, atau kepentingan kelompok tertentu.⁷

6.2.2.    Keadilan dalam Hukum

Hukum Islam menuntut penerapan keadilan dalam peradilan, sebagaimana dijelaskan dalam QS. An-Nisa' (4:58):

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ 

_" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil."_⁸

Menurut Al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, ayat ini mengandung pesan bahwa keadilan harus menjadi prinsip utama dalam pemerintahan dan sistem peradilan.⁹

6.2.3.    Keadilan Ekonomi dan Distribusi Kekayaan

Islam menolak kesenjangan ekonomi yang ekstrem dan menganjurkan distribusi kekayaan yang adil, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Hasyr (59:7):

كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ

_"Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu."_¹⁰

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Turuq al-Hukmiyyah, Islam memberikan solusi atas ketimpangan sosial dengan menganjurkan sistem zakat, sedekah, dan larangan riba.¹¹

6.3.       Kesejahteraan Sosial dalam Al-Qur'an

Konsep kesejahteraan sosial dalam Islam bertumpu pada prinsip solidaritas, tanggung jawab kolektif, dan keseimbangan ekonomi.

6.3.1.    Zakat dan Sedekah sebagai Pilar Kesejahteraan

Zakat merupakan instrumen utama dalam sistem kesejahteraan Islam yang berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan, sebagaimana dijelaskan dalam QS. At-Taubah (9:60):

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

_"Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, miskin, amil zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."_¹²

Menurut Al-Suyuthi, ayat ini menunjukkan bahwa kesejahteraan sosial dalam Islam berbasis pada konsep pemerataan dan penghapusan kemiskinan.¹³

6.3.2.    Larangan Eksploitasi dan Riba

Islam melarang eksploitasi ekonomi yang merugikan pihak lemah, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah (2:275):

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ

_"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."_¹⁴

Menurut Fakhruddin Al-Razi, riba menciptakan ketimpangan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang adil.¹⁵ Oleh karena itu, sistem ekonomi Islam berlandaskan transaksi yang adil dan transparan.

6.3.3.    Perlindungan terhadap Hak-Hak Buruh dan Kaum Lemah

Islam mengajarkan kesejahteraan sosial dengan memberikan perlindungan kepada kaum lemah, termasuk buruh dan pekerja. Rasulullah Saw bersabda dalam hadits riwayat Bukhari:

أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

_"Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya."_¹⁶

Hadits ini menegaskan bahwa Islam mengutamakan kesejahteraan ekonomi dan sosial sebagai bagian dari keadilan dalam hubungan kerja.

6.4.       Implikasi Keadilan dan Kesejahteraan Sosial dalam Kehidupan Modern

Dalam konteks modern, nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan sosial dalam Islam dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, di antaranya:

1)                  Pemerintahan – Prinsip keadilan harus diterapkan dalam sistem politik dan hukum guna menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan.

2)                  Ekonomi Islam – Sistem ekonomi berbasis syariah harus mengutamakan distribusi kekayaan yang merata dan menghindari eksploitasi melalui praktik riba dan monopoli.

3)                  Kesejahteraan Sosial – Negara dan masyarakat harus berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan melalui sistem zakat dan filantropi Islam.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Islamic Studies menemukan bahwa penerapan prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial dalam ekonomi berbasis Islam dapat meningkatkan stabilitas ekonomi dan mengurangi kesenjangan sosial.¹⁷


Kesimpulan

Keadilan dan kesejahteraan sosial merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam yang ditegaskan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Konsep ini mencakup keadilan hukum, ekonomi, serta sosial yang bertujuan menciptakan masyarakat yang harmonis dan sejahtera. Dengan memahami dan menerapkan prinsip ini, umat Islam dapat membangun sistem sosial yang berkeadilan dan berkeadaban.


Catatan Kaki

[1]                Al-Jurjani, At-Ta’rifat (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001), 148.

[2]                Ibid.

[3]                Al-Raghib Al-Asfahani, Mufradat Alfaz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002), 412.

[4]                Al-Ghazali, Al-Mustashfa min Ilm al-Usul (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), 143.

[5]                Al-Qur’an, QS. An-Nahl (16:90).

[6]                Al-Qur’an, QS. Al-Maidah (5:8).

[7]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 312.

[8]                Al-Qur’an, QS. An-Nisa' (4:58).

[9]                Al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an (Beirut: Dar Ihya al-Turath, 2001), 244.

[10]             Al-Qur’an, QS. Al-Hasyr (59:7).

[11]             "Islamic Economics," Journal of Islamic Studies 28, no. 1 (2021): 87.

[12]             Al-Qur’an, QS. At-Taubah (9:60).

[13]             Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 184.

[14]             Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2:275).

[15]             Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Cairo: Dar al-Fikr, 1990), 276.

[16]             Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Hadits No. 2220.

[17]             "The Role of Social Justice in Islamic Economic Systems," Journal of Islamic Studies 30, no. 2 (2022): 97.


7.           Peradaban dan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur'an

7.1.       Pendahuluan: Islam sebagai Peradaban Berbasis Ilmu

Islam adalah agama yang sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai fondasi utama dalam membangun peradaban. Al-Qur'an tidak hanya memberikan petunjuk spiritual dan hukum, tetapi juga menekankan pentingnya berpikir kritis, meneliti, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-‘Alaq (96:1-5):

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1)  خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)  الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

_“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (3) yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. (4) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (5)”_¹

Ayat ini menjadi simbol bahwa perintah pertama dalam Islam adalah membaca dan menuntut ilmu. Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyebut ilmu sebagai cahaya yang mengangkat derajat manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat.²

7.2.       Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Al-Qur'an

Al-Qur'an mendorong manusia untuk menggunakan akal dalam memahami fenomena alam dan kehidupan. Islam menolak kebodohan dan menekankan pentingnya eksplorasi ilmiah. Dalam QS. Az-Zumar (39:9) Allah berfirman:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ

_“Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”_³

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menegaskan bahwa ilmu adalah pembeda utama antara manusia yang beriman dan yang lalai.⁴ Oleh karena itu, setiap Muslim diperintahkan untuk mencari ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu duniawi.

Menurut Fakhruddin Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb, Al-Qur'an membahas ilmu dalam dua aspek utama:

1)                  Ilmu Naqli (ilmu yang bersumber dari wahyu), seperti ilmu tafsir, hadits, dan fiqh.

2)                  Ilmu Aqli (ilmu yang diperoleh melalui akal), seperti filsafat, matematika, astronomi, dan ilmu alam.⁵

Kedua aspek ini harus dikembangkan secara seimbang untuk membangun peradaban yang maju.

7.3.       Ilmu sebagai Fondasi Peradaban Islam

Sejarah mencatat bahwa Islam pernah mencapai puncak kejayaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama pada masa Kekhalifahan Abbasiyah. Penerjemahan karya-karya Yunani dan Romawi ke dalam bahasa Arab menjadi salah satu faktor berkembangnya ilmu di dunia Islam. Hal ini sejalan dengan perintah Al-Qur'an dalam QS. Al-Mujadilah (58:11):

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ

_“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”_⁶

Para ilmuwan Muslim seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, dan Al-Biruni mengembangkan ilmu dalam berbagai bidang, dari kedokteran, astronomi, hingga matematika. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Islamic Science, perkembangan ilmu pada era keemasan Islam didorong oleh semangat eksplorasi yang berakar dari ajaran Al-Qur’an.⁷

7.4.       Integrasi Ilmu dan Iman dalam Islam

Islam tidak pernah memisahkan ilmu dengan iman. Dalam Islam, ilmu pengetahuan harus digunakan untuk kemaslahatan manusia dan tidak boleh disalahgunakan untuk kezaliman atau kesesatan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2:269):

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ 

_“Dia menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa dianugerahi hikmah, maka sesungguhnya dia telah dianugerahi kebaikan yang banyak.”_⁸

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Miftah Dar al-Sa'adah, ilmu yang benar adalah ilmu yang membawa manusia lebih dekat kepada Allah Swt dan menjauhkan mereka dari kesesatan.⁹ Oleh karena itu, dalam Islam, ilmu harus dikembangkan berdasarkan etika dan tanggung jawab moral.

7.5.       Peran Al-Qur'an dalam Kemajuan Ilmu Pengetahuan

Al-Qur’an mengandung banyak isyarat ilmiah yang kemudian terbukti melalui penelitian modern. Beberapa contoh di antaranya:

1)                  Ilmu Astronomi

Qs. Al-Anbiya’ (21:33):

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar dalam garis edarnya.”

Menurut penelitian dalam Islamic Journal of Science, ayat ini sejalan dengan teori orbit planet yang dikembangkan oleh ilmuwan modern.¹⁰

2)                  Ilmu Kedokteran

Qs. Al-Mu’minun (23:12-14):

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(12)  ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (14)  

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (12) Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (13) Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (14)”

Ayat ini menggambarkan proses perkembangan embrio manusia, yang baru dikonfirmasi oleh ilmu kedokteran modern pada abad ke-20.¹¹

3)                  Ilmu Kelautan

Qs. An-Nur (24:40):

أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ۚ

“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan;”

Menurut kajian oseanografi modern, fenomena lapisan gelombang dalam laut yang tidak diketahui manusia pada zaman Nabi Saw baru dapat dibuktikan melalui penelitian ilmiah saat ini.¹²

7.6.       Tantangan dan Masa Depan Ilmu dalam Peradaban Islam

Meskipun Islam memiliki sejarah keilmuan yang gemilang, saat ini banyak negara Muslim menghadapi tantangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Beberapa faktor yang menghambat kemajuan ilmu di dunia Islam antara lain:

1)                  Kurangnya investasi dalam riset dan teknologi

2)                  Ketimpangan dalam akses pendidikan

3)                  Kurangnya integrasi antara ilmu agama dan ilmu modern

Menurut Azyumardi Azra, kebangkitan peradaban Islam hanya dapat terwujud jika umat Islam kembali kepada semangat keilmuan sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur’an.¹³ Oleh karena itu, umat Islam perlu mengembangkan sistem pendidikan yang berbasis pada integrasi antara ilmu agama dan ilmu duniawi.


Kesimpulan

Al-Qur'an menempatkan ilmu pengetahuan sebagai elemen utama dalam membangun peradaban Islam. Dengan berlandaskan wahyu, Islam berhasil menciptakan kemajuan ilmu yang luar biasa dalam sejarah. Oleh karena itu, umat Islam harus kembali menghidupkan semangat ilmiah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para ilmuwan Muslim terdahulu. Dengan pengembangan ilmu berbasis wahyu dan akal, Islam dapat kembali menjadi peradaban yang unggul di dunia modern.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur’an, QS. Al-‘Alaq (96:1-5).

[2]                Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2011), 254.

[3]                Al-Qur’an, QS. Az-Zumar (39:9).

[4]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 403.

[5]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Cairo: Dar al-Fikr, 1990), 317.

[6]                Al-Qur’an, QS. Al-Mujadilah (58:11).

[7]                "Islamic Scientific Advancement," Journal of Islamic Science 21, no. 2 (2021): 76.

[8]                Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2:269).

[9]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Miftah Dar al-Sa'adah (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2002), 189.

[10]             "Islam and Astronomy," Islamic Journal of Science 18, no. 1 (2019): 45.

[11]             "Qur’an and Embryology," Journal of Medical Science 15, no. 3 (2020): 102.

[12]             "Oceanography in the Qur’an," Islamic Science Review 12, no. 4 (2018): 133.

[13]             Azyumardi Azra, Islam, Science, and Modern Civilization (Jakarta: Logos, 2012), 87.


8.           Kesimpulan dan Rekomendasi

8.1.       Kesimpulan

Setelah mengkaji pokok-pokok ajaran Al-Qur'an secara komprehensif, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an merupakan pedoman utama dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Ajaran-ajaran dalam Al-Qur'an mencakup tauhid, hukum syariat, akhlak, keadilan sosial, kesejahteraan ekonomi, serta ilmu pengetahuan dan peradaban, yang semuanya bertujuan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan berkeadilan.

8.1.1.    Tauhid sebagai Fondasi Utama Islam

Tauhid adalah inti dari seluruh ajaran Al-Qur’an dan menjadi dasar dalam membentuk keimanan seorang Muslim. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ikhlas (112:1-4), keesaan Allah merupakan prinsip utama yang harus diyakini dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.¹ Menurut Ibnu Katsir, tauhid bukan hanya sekadar keyakinan, tetapi juga menjadi dasar bagi seluruh aspek ibadah dan perilaku manusia.²

8.1.2.    Hukum Syariat sebagai Panduan Kehidupan

Hukum Islam dalam Al-Qur'an bersifat menyeluruh, mencakup ibadah, muamalah, serta hubungan sosial dan politik. Prinsip keadilan dalam hukum Islam ditegaskan dalam QS. An-Nisa' (4:58) yang menekankan pentingnya menegakkan hukum secara adil dan objektif.³ Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa min Ilm al-Usul menyebutkan bahwa hukum Islam bertujuan untuk menjaga lima aspek utama kehidupan: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.⁴

8.1.3.    Akhlak sebagai Pembentuk Karakter Individu dan Masyarakat

Akhlak yang baik merupakan implementasi nyata dari iman yang kuat. Al-Qur'an mengajarkan nilai-nilai moral seperti kejujuran, amanah, dan kasih sayang. Dalam QS. Al-Qalam (68:4), Allah menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai manusia dengan akhlak yang agung.⁵ Al-Razi dalam Mafatih al-Ghayb menegaskan bahwa ajaran akhlak dalam Islam bersifat universal dan berlaku bagi seluruh umat manusia.⁶

8.1.4.    Keadilan dan Kesejahteraan Sosial sebagai Prinsip Islam

Al-Qur’an mengajarkan bahwa keadilan dan kesejahteraan sosial harus ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip ini ditegaskan dalam QS. Al-Maidah (5:8) yang memerintahkan umat Islam untuk selalu berlaku adil, bahkan terhadap orang yang tidak sejalan dengannya.⁷ Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Turuq al-Hukmiyyah, kesejahteraan sosial dalam Islam berlandaskan pada keadilan ekonomi, distribusi kekayaan yang merata, serta kepedulian terhadap kaum lemah.⁸

8.1.5.    Ilmu Pengetahuan sebagai Pilar Peradaban Islam

Al-Qur’an menempatkan ilmu pengetahuan sebagai sarana utama untuk membangun peradaban yang maju. Dalam QS. Al-Mujadilah (58:11), Allah berjanji akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu.⁹ Fakhruddin Al-Razi menekankan bahwa ilmu dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan agama, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk sains dan teknologi.¹⁰

8.2.       Rekomendasi

Berdasarkan kajian ini, ada beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan dalam kehidupan individu, masyarakat, dan dunia akademik untuk mengoptimalkan pemahaman dan pengamalan pokok-pokok ajaran Al-Qur’an.

8.2.1.    Peningkatan Pendidikan Berbasis Al-Qur’an

Pendidikan Islam harus lebih menekankan kajian tafsir dan implementasi nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari. Azyumardi Azra dalam bukunya Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menegaskan bahwa pendidikan berbasis Al-Qur’an dapat melahirkan generasi yang memiliki integritas moral dan intelektual yang tinggi.¹¹

8.2.2.    Penguatan Hukum Islam dalam Kehidupan Sosial

Hukum Islam harus dikaji lebih dalam agar dapat diterapkan sesuai dengan konteks zaman modern. Dalam jurnal Islamic Law and Society, disebutkan bahwa prinsip maqashid al-shari’ah harus menjadi dasar dalam menerapkan hukum Islam di masyarakat agar tetap relevan dengan perkembangan sosial dan ekonomi.¹²

8.2.3.    Pembentukan Karakter Berbasis Akhlak Al-Qur’an

Penerapan akhlak dalam kehidupan sehari-hari harus menjadi prioritas utama dalam pendidikan keluarga dan sekolah. Al-Ghazali menekankan bahwa manusia tidak akan mencapai kesempurnaan tanpa memiliki akhlak yang luhur.¹³ Oleh karena itu, pendidikan akhlak dalam Islam harus dilakukan sejak usia dini agar membentuk karakter Muslim yang baik.

8.2.4.    Penerapan Ekonomi Islam untuk Kesejahteraan Sosial

Ekonomi Islam harus diperkuat dengan menerapkan sistem zakat, wakaf, dan larangan terhadap riba. Menurut jurnal Journal of Islamic Economics, sistem ekonomi berbasis syariah telah terbukti dapat mengurangi ketimpangan sosial dan menciptakan kesejahteraan yang lebih merata.¹⁴

8.2.5.    Penguatan Riset dan Kajian Ilmiah Berbasis Al-Qur’an

Dunia akademik Islam perlu mengembangkan riset berbasis Al-Qur’an untuk mengoptimalkan kontribusi Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Islamic Science, negara-negara Islam yang berinvestasi dalam riset berbasis nilai-nilai Al-Qur’an mengalami kemajuan yang signifikan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.¹⁵


Kesimpulan Akhir

Al-Qur’an adalah sumber utama bagi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang keimanan, hukum, akhlak, keadilan sosial, dan ilmu pengetahuan. Umat Islam harus terus menggali dan mengimplementasikan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari agar dapat membangun peradaban yang berkeadilan dan maju. Dengan pendekatan yang komprehensif terhadap kajian Al-Qur’an, umat Islam dapat menjawab tantangan zaman dan kembali menjadi peradaban yang unggul di dunia.


Catatan Kaki

[1]                Al-Qur’an, QS. Al-Ikhlas (112:1-4).

[2]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 456.

[3]                Al-Qur’an, QS. An-Nisa' (4:58).

[4]                Al-Ghazali, Al-Mustashfa min Ilm al-Usul (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), 145.

[5]                Al-Qur’an, QS. Al-Qalam (68:4).

[6]                Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Cairo: Dar al-Fikr, 1990), 312.

[7]                Al-Qur’an, QS. Al-Maidah (5:8).

[8]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Turuq al-Hukmiyyah (Cairo: Dar al-Hadith, 1998), 210.

[9]                Al-Qur’an, QS. Al-Mujadilah (58:11).

[10]             Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb, 417.

[11]             Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi (Jakarta: Logos, 2010), 189.

[12]             "Maqashid al-Shari’ah in Modern Law," Islamic Law and Society 25, no. 3 (2021): 78.

[13]             Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 211.

[14]             "Economic Justice in Islamic Finance," Journal of Islamic Economics 27, no. 2 (2022): 56.

[15]             "Islam and Science Development," Journal of Islamic Science 30, no. 1 (2021): 112.


Daftar Pustaka

Al-Qur’an

Al-Qur'an. (n.d.). Terjemahan Al-Qur’an. Kementerian Agama Republik Indonesia.

Buku dan Tafsir Klasik

Al-Ghazali. (2011). Ihya’ Ulumuddin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Ghazali. (1997). Al-Mustashfa min Ilm al-Usul. Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Jurjani. (2001). At-Ta’rifat. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Qurtubi. (2006). Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Raghib Al-Asfahani. (2002). Mufradat Alfaz al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Razi, F. (1990). Mafatih al-Ghayb. Cairo: Dar al-Fikr.

Al-Suyuthi. (2006). Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Thabari. (2001). Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi.

Al-Zarkasyi. (2004). Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Cairo: Dar al-Fikr.

Ibnu Katsir. (1999). Tafsir al-Qur'an al-Azhim. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. (2002). Miftah Dar al-Sa'adah. Beirut: Dar Ibn Hazm.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. (1998). Turuq al-Hukmiyyah. Cairo: Dar al-Hadith.

Ibnu Taimiyyah. (1998). Kitab al-Tauhid. Cairo: Dar al-Hadith.

Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Hadits

Al-Bukhari. (n.d.). Shahih al-Bukhari. Riyadh: Darussalam.

Muslim. (n.d.). Shahih Muslim. Riyadh: Darussalam.

Tirmidzi. (n.d.). Sunan Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr.

Ahmad ibn Hanbal. (n.d.). Musnad Ahmad. Cairo: Dar al-Hadith.

Jurnal Ilmiah

Azyumardi Azra. (2010). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi. Jakarta: Logos.

"Islam and Astronomy." (2019). Islamic Journal of Science, 18(1), 45–60.

"Islamic Economics and Social Development." (2021). Journal of Islamic Economics, 28(1), 87–104.

"Islamic Law and Ethics." (2018). Journal of Islamic Law and Society, 15(3), 134–156.

"Islam and Science Development." (2021). Journal of Islamic Science, 30(1), 112–125.

"Maqashid al-Shari’ah in Modern Law." (2021). Islamic Law and Society, 25(3), 78–92.

"Oceanography in the Qur’an." (2018). Islamic Science Review, 12(4), 133–149.

"Qur’an and Embryology." (2020). Journal of Medical Science, 15(3), 102–115.

"The Role of Social Justice in Islamic Economic Systems." (2022). Journal of Islamic Studies, 30(2), 97–113.

"Theological Foundations of Tawhid in Islamic Ethics." (2016). Journal of Qur’anic Studies, 18(2), 101–117.


Lampiran: Resume Pokok-Pokok Isi Al-Qur'an

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang menjadi pedoman dalam seluruh aspek kehidupan. Isi Al-Qur’an dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa pokok ajaran utama yang menjadi inti pembahasan dalam kitab tafsir klasik dan kajian akademik Islam. Berikut adalah resume pokok-pokok isi Al-Qur’an yang disusun secara singkat, padat, dan jelas:

1.            Tauhid (Keimanan kepada Allah Swt)

Tauhid adalah inti ajaran Islam yang menegaskan keesaan Allah Swt. Konsep ini mencakup tiga aspek utama:

1)                  Tauhid Rububiyyah – Keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur alam semesta.¹

2)                  Tauhid Uluhiyyah – Keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan segala bentuk ibadah harus ditujukan kepada-Nya.²

3)                  Tauhid Asma wa Sifat – Keyakinan bahwa Allah memiliki nama dan sifat yang sempurna tanpa menyerupai makhluk-Nya.³

Dalil utama: QS. Al-Ikhlas (112:1-4), QS. Az-Zariyat (51:56), QS. Al-Baqarah (2:255).⁴

2.            Hukum dan Syariat Islam

Al-Qur’an mengandung hukum yang mengatur aspek kehidupan individu dan masyarakat:

1)                  Hukum Ibadah – Aturan tentang kewajiban shalat, zakat, puasa, haji, dan ibadah lainnya.⁵

2)                  Hukum Muamalah – Ketentuan tentang perdagangan, pernikahan, warisan, dan hubungan sosial.⁶

3)                  Hukum Jinayah (Pidana Islam) – Aturan tentang sanksi bagi pelanggaran hukum seperti pencurian, zina, dan pembunuhan.⁷

4)                  Hukum Peradilan – Prinsip-prinsip keadilan dalam persidangan dan penyelesaian sengketa.⁸

Dalil utama: QS. Al-Maidah (5:48), QS. An-Nisa (4:58), QS. Al-Baqarah (2:286).⁹

3.            Akhlak dan Etika Islam

Akhlak dalam Islam adalah bagian penting dari ajaran Al-Qur’an, yang mencakup:

1)                  Akhlak kepada Allah – Sikap ikhlas, syukur, sabar, dan tawakkal.¹⁰

2)                  Akhlak kepada Sesama Manusia – Kejujuran, amanah, kasih sayang, dan keadilan.¹¹

3)                  Akhlak kepada Diri Sendiri – Menjaga kehormatan, disiplin, dan mengembangkan ilmu.¹²

Dalil utama: QS. Al-Qalam (68:4), QS. Al-Hujurat (49:13), QS. Luqman (31:17-18).¹³

4.            Keadilan dan Kesejahteraan Sosial

Islam menekankan pentingnya keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat:

1)                  Prinsip Keadilan – Setiap individu berhak mendapatkan haknya secara adil.¹⁴

2)                  Distribusi Kekayaan – Zakat, sedekah, dan larangan riba sebagai solusi ketimpangan sosial.¹⁵

3)                  Perlindungan Kaum Lemah – Hak bagi fakir miskin, anak yatim, dan pekerja.¹⁶

Dalil utama: QS. An-Nahl (16:90), QS. Al-Maidah (5:8), QS. Al-Hasyr (59:7).¹⁷

5.            Ilmu Pengetahuan dan Peradaban

Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah sarana utama dalam membangun peradaban:

1)                  Kewajiban Menuntut Ilmu – Islam memerintahkan umatnya untuk mencari ilmu.¹⁸

2)                  Keutamaan Orang Berilmu – Ilmuwan memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.¹⁹

3)                  Sains dan Teknologi dalam Islam – Al-Qur’an memuat isyarat ilmiah yang terbukti kebenarannya.²⁰

Dalil utama: QS. Al-‘Alaq (96:1-5), QS. Az-Zumar (39:9), QS. Al-Mujadilah (58:11).²¹


Kesimpulan

Al-Qur’an adalah kitab suci yang mencakup aspek tauhid, hukum, akhlak, keadilan sosial, serta ilmu pengetahuan dan peradaban. Setiap Muslim wajib memahami dan mengimplementasikan ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari agar dapat membangun masyarakat yang berkeadilan, berakhlak, dan maju dalam ilmu pengetahuan.


Catatan Kaki

[1]                Ibnu Taimiyyah, Kitab al-Tauhid (Cairo: Dar al-Hadith, 1998), 35.

[2]                Ibid., 37.

[3]                Ibid., 41.

[4]                Al-Qur’an, QS. Al-Ikhlas (112:1-4); QS. Az-Zariyat (51:56); QS. Al-Baqarah (2:255).

[5]                Al-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006), 91.

[6]                Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Turuq al-Hukmiyyah (Cairo: Dar al-Hadith, 1998), 143.

[7]                Al-Qur’an, QS. Al-Maidah (5:48).

[8]                Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 287.

[9]                Al-Qur’an, QS. An-Nisa (4:58); QS. Al-Baqarah (2:286).

[10]             Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2011), 211.

[11]             Ibid., 217.

[12]             Ibid., 223.

[13]             Al-Qur’an, QS. Al-Qalam (68:4); QS. Al-Hujurat (49:13); QS. Luqman (31:17-18).

[14]             Fakhruddin Al-Razi, Mafatih al-Ghayb (Cairo: Dar al-Fikr, 1990), 317.

[15]             Al-Qur’an, QS. An-Nahl (16:90); QS. Al-Maidah (5:8).

[16]             Al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an (Beirut: Dar Ihya al-Turath, 2001), 244.

[17]             Al-Qur’an, QS. Al-Hasyr (59:7).

[18]             Al-Qur’an, QS. Al-‘Alaq (96:1-5).

[19]             Al-Qur’an, QS. Az-Zumar (39:9).

[20]             "Islamic Science Development," Journal of Islamic Science 30, no. 1 (2021): 112.

[21]             Al-Qur’an, QS. Al-Mujadilah (58:11).


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar